1
Prosiding Workshop Buruh Migran Regional “Peningkatan Kapasitas Serikat/Organisasi Buruh Migran Indonesia dan Penguatan Strategi Advokasi” Cimanggis, 28 November–1 Desember 2011.
Editor : Catur Widi Asmoro Ario Adityo
Institute For National and Democratic Studies (INDIES) Indonesia Jl Buni 4A. Utan Kayu Raya, Utan Kayu, Matraman Jakarta Timur Phone:/Fax : 021 - 8562214 E-mail:
[email protected]
2
Tim Produksi : INDIES Editor : Ario Adityo : Catur Widi A Lay Out
: Catur Widi A
Jakarta 2011 Di Organisasikan Oleh : Institute for National and Democratic Studies (INDIES) Indonesia Didukung Oleh : Yayasan TIFA
3
Pengantar Workshop dan pertemuan regional BMI yang telah berlangsung selama 2 hari (29–30 November 2011) telah membahas 9 makalah dengan berbagai topik. Topik–topik tersebut dibagi dalam dua (2) kelompok besar untuk mendiskusikan tentang UU PTKILN No 39 dan bagaimana konsep perlindungan sejati menurut BMI, yaitu : (1)Dalam negeri, (2)Luar negeri. Lalu kemudian di hari ke dua dilanjutkan dengan diskusi kelompok sesuai dengan tema yang telah disepakati dengan peserta di hari pertama, untuk kemudian dipresentasikan dalam forum pleno peserta. Workshop itu sendiri kemudian pada tanggal 1 Desember 2011, dilanjutkan dengan dialog dan hearing dengan pihak Direktorat Jenderal Binapenta dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Hasil–hasil workshop tersebut kami tuangkan dalam prosiding ini. Prosiding ini secara garis besar berisikan informasi tentang ,(1) Sambutan–sambutan dari pihak panitia penyelenggara, (2) Gambaran sekilas tentang workshop, (3) Rangkuman hasil workshop, (4) Kumpulan makalah yang disampaikan di acara workshop, (5) Catatan dari notulensi selama workshop, (6) Lampiran–lampiran. Kami menyadari bahwa prosiding ini (terutama bagian kumpulan makalahnya) masih belum sempurna. Beberapa makalah yang disajikan dalam prosiding ini tidak lengkap bahkan ada pemateri yang tidak menyertakan makalah dalam presentasinya. Sementara makalah lainnya juga sebagian berupa power point yang merupakan ringkasan–ringkasan materi. Kami telah berusaha untuk melengkapi materi–materi tersebut secara langsung ke pemateri atau penulis makalah, namun karena kesibukan pihak yang bersangkutan, hingga saat akhir dari penyelesaian prosiding kami tidak memperoleh kelengkapan materi tersebut. Untuk itu kami minta maaf kepada pemateri apabila mendapatkan makalah presentasinya tidak termuat secara lengkap di prosiding ini. Meskipun dalam prosiding ini tidak semua makalah tersaji secara lengkap, namun kami yakin bahwa prosiding ini masih mampu memberikan informasi dan data yang komperehensif mengenai permasalahan mendasar dari problematika buruh migran Indonesia untuk kemudian mendukung perjuangan semua pihak yang konsentrasi pada isu–isu migrasi dan buruh migran Indonesia. Akhir kata, kami sangat berharap agar hasil workshop tidak hanya berhenti pada sebatas catatan dan dokumentasi seperti ini. Akan tetapi isi prosiding ini menjadi bukti dan dorogan kita bersama untuk meningkatkan komitmen kita bersama untuk berjuang mengatasi permasalahan yang selama ini selalu menimpa buruh migran Indonesia. Sekian dan terima kasih, Jakarta, 29 Desember 2011.
4
Ucapan Terima Kasih Kegiatan workshop dan konsultasi regional buruh migran Indonesia (BMI) yang mengambil tema tema ― Peningkatan Kapasitas Serikat/Organisasi Buruh Migran Indonesia dan Penguatan Strategi Advokasi‖ terselenggara berkat dukungan dari TIFA Foundation. Secara khusus, penyelenggara mengucapkan terima kasih kepada pihak TIFA Foundation yang telah memberikan dukungan yang begitu besar terhadap penyelenggaraan kegiatan ini. Selain itu, penyelenggara juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerjasama dari semua pihak yang terlibat dan mendukung kegiatan workshop ini dari awal hingga akhir, yaitu :
Teman–teman dari organisasi buruh migran atas dukungannya. Segenap Narasumber dan Fasilitator yang dukungannya. Segenap peserta baik dari dalam maupun luar negeri atas partisipasi dan dukungannya. Seluruh teman–teman INDIES Indonesia dan kepanitiaan acara atas kerja kerasnya hingga terlaksananya workshop. Semua pihak yang telah membantu namun belum bisa tersebutkan satu persatu.
5
Daftar Istilah dan Singkatan : ATKI
Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia
Binapenta
Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja
BMI
Buruh Migran Indonesia
BNP2TKI
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
Dirjen
Direktorat Jenderal
IFN IMWU
Indonesian Family Network (Organisasi Buruh Migran Indonesia di Singapura) Indonesian Migrant Workers Union
IMA
International Migrant Alliance
INDIES
Institute for National and Democratic Studies
KTKLN
Kartu Tanda Kerja Luar Negeri
LSM
Lembaga Swadaya Masyarakat
KJRI
Konsulat Jenderal Republik Indonesia
KDEI
Kantor Dagang Ekonomi Indonesia
NGO
Non Goverment Organization (Organisasi Non–Pemerintah)
MTU
Migran Trade Union (Organisasi Buruh Migran Korea Selatan)
Overcharging
Potongan upah BMI yang dilakukan oleh agen tenaga kerja untuk biaya penempatan kerja BMI, yang jumlahnya melebihi ketentuan yang berlaku (potongan upah dilakukan antara 3–7 bulan) Habisnya masa berlaku tinggal untuk bekerja bagi BMI di negara penempatan. Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia
Overstay PJTKI UU PPTKILN
SBMI
Undang–Undang Penempatan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Pembayaran Gaji/Upah BMI dibawah nilai kontrak atau tidak sesuai dengan standar upah yang telah ditetapkan oleh negara penempatan Serikat Buruh Migran Indonesia
ORMAS
Organisasi Massa
Underpayment
6
Daftar Isi Kata Pengantar Ucapan Terima Kasih Daftar Istilah dan Singkatan Sambutan–Sambutan : Laporan dari Penyelenggara Kegiatan : Eksekutif Direktur INDIES—Ario Adityo Sambutan dari Pihak Pendukung Workshop : Eksekutif Direktur TIFA Foundation—Tri Nugroho I. Sekilas Mengenai Workshop II. Rangkuman Hasil Workshop III. Makalah–Makalah Makalah dari Dalam Negeri (Retno Dewi – Koordinar ATKI Indonesia) (M. Cholili – Koordinator SBMI Jawa Timur) Makalah dari Luar Negeri Macau (Fitri – IMWU Macau) (Mira – ATKI Macau) Hongkong (Sringatin – IMWU Hongkong) Singapura (Anna – IFN Singapura) Korea Selatan (Uday - Korea) IV. Notulensi V. Lampiran Susunan acara workshop Susunan Panitia Penyelenggara Daftar nama dan alamat peserta workshop Dokumentasi kegiatan workshop.
7
Sambutan Managing Direktur INDIES—Indonesia. Membangkitkan, Mengorganisasikan dan Mengerahkan BMI untuk mewujudkan perlindungan sejati! Pimpinan dan aktivis ormas BMI! Pada dekade terakhir dunia telah memperlihatkan bahwa dimana-dimana telah terjadi krisis disegala bidang. Kekuatan modal monopoli internasional telah mewujud menjadi sebuah gurita raksasa yang mendominasi setiap negeri-negeri di segala penjuru bumi. Hukum dagang dimana penumpukan modal menjadi batu sendinya telah berkembang menjadi ekspor modal dimana penguasaan terhadap sumber daya alam, manusia dan dan alat produksi mengikutinya sebagai pilar-pilar yang menopang sebuah dinasti dimana modal, dengan demikian keuntungan, ditempatkan pada posisi diatas kemanusian. Perkembangam modal menjadi pelipatgandaan keuntungan memerlukan sebuah proses yang disebut kerja, dan kerja tersebut dilakukan oleh manusia yang hidup, bernafas, bertenaga. Arus modal-modal ditingkat dunia telah menembus batas-batas negara, terutama dimana sumber bahan mentah dan sumber daya manusianya melimpah ruah. Tidak terkecuali, negeri kita tercinta Indonesia. Kegagalan demi kegagalan dalam pembangunan, yang berwujud perampasan tanah, perampsan upah dan pada akhirnya perampasan hak untuk bekerja telah medorong terjadinya pergerakan manusia di Indonesia dalam jumlah yang besar, yang hari ini jumlahnya telah mencapai 6 juta lebih di berbagai negeri diluar Indonesia. Pada perkembangannya penempatan rakyat Indonesia ke luar negeri sebagai buruh migran, telah memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap pendapatan negara. Mereka bekerja sebagai buruh pabrik, pekerja rumah tangga, perawat, nelayan, buruh perkebunan, supir, dan seluruh pekerjaan yang dikelompokan sebagai buruh tidak terampil. Namun sekali lagi ‖ketidak terampilan‖ ini telah menyumbangkan kontribusi yang demikian besar bagi negara. Berbanding terbalik dengan kontribusinya, BMI acapkali telah menjadi korban dari pada tindak kejahatan terhadap kemanusian, mulai dari kasus-kasus individual seperti penyiksaan fisik, pembunuhan, pelecehan seksual. Sementara dinegeri penempatan, BMI mengalami berbagai bentuk diskiriminasi, mulai dari tingakat upah yang rendah, tidak ada hari libur, jam kerja yang panjang, dan larangan untuk berorganisasi, kondisi ini telah menyebabkan hak-hak dasar dan demokratis BMI diabaikan. Didalam negeri, sistem penempatan BMI yang masih carut marut diatur oleh pemerintah melalui UU No 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (UU PPTKILN). Penempatan BMI didalam UU PPTKILN dilakukan oleh pemerintah dan pihak penempatan swasta. Berdiri ditengah tegangan antara pemerintah, PJTKI dan majikan di negeri penempatan, BMI tidak jarang diperlakukan secara bias atas nama penempatan dan perlindungan. Suara BMI sebagai pihak yang paling berkepentingan dalam migrasi seringkali absen dalam pembuatan kebijakan terkait buruh migran, dengan demikian peraturan yang ada senantiasa absen terhadap partisipasi BMI. Kawan-kawan pimpinan dan aktifiis BMI, Pertemuan yang akan berlangsung hari ini dan esok merupakan sebuah usaha untuk membuka ruang diskusi bagi organisasi massa BMI dalam rangka mengisi dan menyimbangkan kepentingan BMI didalam pembuatan kebijakan dalam rangka mewujudkan perlindungan sejati bagi BMI dan keluarganya. Tidak hanya itu, pertemuan ini juga diabdikan untuk memulai sebuah usaha yang bersejarah bagi gerakan BMI untuk mensinergiskan pikiran, kekuatan, dan kerja-kerja organisasinya dalam kerja bersama untuk membangkitkan, mengorganisasikan dan mengerahkan BMI untuk mewujudkan perlindungan sejati! Akhir kata, saya, mengucapkan selamat datang dan selamat berdiskusi bagi kawan-kawan semua. Terimakasih. Depok, 29 November 2011. Ario Adityo Managing Director
8
Sambutan Eksekutif Direktur Yayasan TIFA Selamat Pagi Kawan—kawan Organisasi Buruh Migran dan Peserta Workshop Semuanya. Salam Perjuangan. Bagi TIFA ini hal baru, ini saat bersejarah artinya teman-teman sedang membuat sebuah sejarah. Bukan kemudian untuk mengkritisi tapi kita perlu sebuah proses untuk strategi solidaritas. Ada banyak kasus soal buruh migran saat ini yang menunggu untuk di advokasi dan menunggu solidaritas kita semua, misalnya ada permintaan pelaut untuk mendapat perlindungan di Eropa. Ada juga kasus pelaut yang terdampar di New Zeland melarikan diri yang kemudian ditolong oleh teman-teman. Hal ini menunjukan bahwa kita semua berkumpul saat ini dan membicarakan problem umum dari BMI hingga perlu ada strategi konsolidasi, tentu kita punya peran masing— masing, LSM berperan dimana, Perguruan Tinggi punya peran dimana dan ormas juga berperan diwilayah mana. Jumlah TKI saat ini mencapai 6 juta jiwa yang tersebar diberbagai negara, dan perlu diketahui pula bahwa saat ini 10 persen dari penduduk Indonesia terkait atau berhubungan dengan TKI, atau tergantung pada sektor migran. Tapi ini tidak dan belum dilakukan studi yang nanti akan berguna untuk kita semua, betapa besar peranan BMI bagi rakyat Indonesia. Mungkin inilah saatnya teman-teman memberitahukan sehingga kedepan jelas tindakan apa yang akan kita ambil. Perlu ada peta jalan sehingga ada solidaritas yang tinggi yang akan terbangun secara berkelanjutan. Akhir kata selamat kepada teman-teman. Ini pertemuan penting untuk teman-teman. TIFA akan terus berkomitmen mendukung isu—isu migran dan perjuangan BMI. Selamat berdiskusi dan berkonsolidasi. Jakarta 29 November 2011.
Eksekutif Direktur Yayasan TIFA
9
Sekilas Mengenai Workshop Nama Kegiatan Kegiatan Workshop ini mengambil tema ―Peningkatan Kapasitas Serikat/Organisasi Buruh Migran Indonesia dan Penguatan Strategi Advokasi‖ Latar belakang Peningkatan Jumlah buruh migran dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan, data yang di keluarkan oleh Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI awal februari 2010, jumlah buruh migran Indonesia di luar negeri 2.679.536 dengan devisa dari remittansi dari buruh migran sebesar US$ 6.615.321.274 miliar. Berdasarkan data BNP2TKI hingga Juni 2010, terdapat 25.064 TKI yang masih bermasalah di seluruh dunia. Penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri telah menjadi salah satu sumber devisa. Bank Dunia memperkirakan buruh migran akan membawa remitansi sedikitnya 7,1 miliar dollar AS tahun 2010, naik dari 6,7 miliar dollar AS tahun 2009. Berbagai macam bentuk pelanggaran hak terjadi pada buruh migran mulai dari kekerasan fisik, pelecehan seksual, gaji yang tidak di bayar, tidak di beri hak libur mingguan bahkan kematian pada buruh migran belum menjadikan pemerintah Indonesia untuk lebih serius dalam melindungi buruh migran. Berbagai kebijakan perlindungan yang dibuat tidak mampu menjawab persoalan pokok buruh migran terkait pelanggaran haknya. Hal ini karena pemerintah Indonesia tidak pernah melibatkan buruh migran dalam setiap membuat kebijakan dan belum diratifikasinya konvensi buruh migran tahun 1990. Diratifikasinya konvensi buruh migran diharapkan dapat dijadikan acuan kerangka hukum atau panduan pemerintah dalam membuat kebijakan untuk buruh migran. UU No 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN) yang rencananya akan di revisi pada tahun ini, pun masih jauh dari harapan perlindungan, karena pasal perpasalnya lebih banyak mengatur masalah penempatan dimana pemerintah bertendensi melemparkan tanggung jawabnya dengan memberi keluasan yang lebih pada pihak swasta dalam hal ini Perusahaan Jasa TKI (PJTKI) mulai dari perekrutan, penempatan sampai kepulangan. Keleluasan terhadap PJTKI, semakin diteguhkan oleh Inpres Tahun 2006 tentang Percepatan Iklim Invenstasi, dimana pada bidang ketenagakerjaan, ditulis bahwa amandemen tehadap UU PPTKILN dimaksudkan unutk mempermudah pendirian PJTKI, dengan menghapuskan kewajiban pengadaan Balai Latihan Kerja (BLK) sebagai persyaratan pendirian. Berbagai masalah sebenarnya sudah muncul saat Buruh migran pada masa pra penempatan mulai dari pemalsuan dokumen, kekerasan fisik dan pelecehan seksual. Tingginya biaya penempatan menjadikan buruh migran seperti pekerja budak yang tidak menerima gaji selama 710 bulan dan ini adalah praktek perampasan upah yang di legalkan oleh negara. Kasus contoh biaya penempatan yang ditetapkan oleh pemerintah Hong Kong adalah 10% dari gaji bulan pertama buruh migran atau sekitar HK$ 358 ( gaji buruh migran HK$ 3580/ bulan ), prakteknya PJTKI Indonesia menetapkan HK$ 21.000 yang di bayarkan selama 7 bulan oleh buruh migrant, hal demikian dibiarkan oleh pemerintah Indonesia, hal ini bertentangan dengan aturan pemerintah sendiri yang menetapkan bahwa biaya penempatan (cost structure) ke Hong Kong sebesar Rp. 15.550.000 Berbagai masalah yang di hadapi buruh migran di negara penempatan seperti Hong Kong, Taiwan, Macau, Korea dan negara penempatan yang lain hampir sama, hasil diskusi yang pernah INDIES ikuti dengan kawan- kawan buruh migran di Korea,Taiwan dan Macau mayoritas masalah yang di hadapi adalah sama mulai dari tingginya biaya penempatan, gaji yang tidak di bayarkan, pemberian gaji di bawah upah minimum yang berlaku di negara penempatan, tidak diberi hak libur, tidak ada asuransi keselamatan kerja dan kesehatan dan tidak adanya fasilitas pelayanan yang memadai dari perwakilan Indonesia di negara penempatan.
10
Partikularnya isu dimasing-masing negeri penempatan menghasilkan prioritas kampanye yang berbeda bagi organisasi massa buruh migrant maupun lsm. Hal demikian meyebabkan kampanye hak buruh migran berjalan lambat, dan hanya direspon secara parsial oleh pemerintah, dari sini dampaknya adalah perjuangan buruh migran terfragmentasi dalam kerangka sempit dan belum mampu menghasilkan terobosan yang berarti, meskipun pada hakikitnya masalah buruh migran diberbagai negeri penempatan adalah sama yaitu, tingginya biaya penempatan, tidak ada pengakuan bagi organisasi buruh migran, praktek buruk PJTKI/ agen penempatan dan majikan dan minimnya peran pemerintah dalam perlindungan BMI. Problem lainnya yang juga mencuat adalah terbatasnya ruang bagi organisasi massa buruh migran untuk menyuararakan dan mewakili klasnya dalam kampanye mereka. Hal ini terjadi karena proses ‖empowerment‖ yang dilakukan oleh lembaga yang bekerja dalam isu buruh migran, sedikit banyak mempunyai biasnya sendiri. Dan yang paling utama adalah, belum adanya sebuah badan bagi organisasi buruh migran yang dapat menjadi clearing house, dimana seluruh partukularitas kampanye dapat digeneralisr menjadi kampanye internasional, dan mamolu merepresentasikan sektornya mereka sendiri. Dari hasil diskusi itulah memunculkan kebutuhan untuk mengumpulkan organsi buruh migran di negara penempatan yang diperbolehkan untuk berserikat dan berasosiasi untuk membahas dan bertukar informasi tentang kondisi buruh migran dan permasalahan yang dihadapi serta mencari solusi bentuk perlindungan seperti apakah yang di butuhkan oleh buruh migran dan anggota keluarganya. Pertemuan antara buruh migran ini nanti di harapkan akan memunculkan semangat – semangat baru bagi buruh migran di negara lain untuk mengorganisir diri mereka sendiri guna melakukan kampanye hak buruh migran di negara penempatan dan negara asalnya. Waktu dan Tempat Workshop ini dilaksanakan di Wisma Hijau Cimanggis, pada tanggal 29 November sampai dengan 1 Desember 2011. Tujuan Tujuan utama dari workshop adalah untuk mendiskusikan sekaligus memecahkan strategi dan aksi bersama terkait persoalan yang selama ini menimpa buruh migran Indonesia dan organisasi buruh migran Indonesia. Acara workshop juga merupakan media komunikasi bersama dan upaya untuk meningkatkan kapasitas dari organisasasi buruh migran yang tersebar di berbagai negara penempatan seperti di Macau, Hongkong, Singapura, Korea Selatan, Taiwan serta di dalam negeri. Dalam kaitannya dengan tujuan tersebut, diharapkan workshop dapat berfungsi untuk :
Media komunikasi antar serikat/organisasi burum migran Indonesia baik yang didalam negeri maupun di luar negeri. Menyampaikan informasi terkait persoalan – persoalan yang secara khusus maupun umum dialami oleh BMI maupun oleh ormas/serikat BMI. Mendorong pendiskusian untuk pemecahan akar masalah yang selama ini menjadi persoalan umum menimpa BMI di negara penempatan. Mendorong pendiskusian yang lebih komperehensif terkait penyebab utama dari besarnya arus migrasi dari Indonesia. Munculnya kesepakatan atau komitmen bersama untuk memperjuangankan dan melakukan advokasi bersama terhadap kebijakan dari pemerintah RI terkait BMI dan perlindungan yang dilakukan negara.
11 Acara : 28 November 29 November 07.00-08.00 08.00-09.00
kedatangan peserta registrasi peserta Sarapan Pembukaan acara dan perkenalan peserta Presentasi tentang kondisi kerja BMI di negeri penempatan
09.00-10.30 Hong Kong, Taiwan, Macau Break 10.30-10.45
Presentasi kondisi kerja BMI di negeri penempatan Korea Selatan, Malaysia dan Singapura
10.45-12.30 Makan siang Ice breaker 12.30-13.30
Presentasi kondisi keluarga buruh migran Jabodetabek, Madura, Brebes, Salatiga, Surabaya
13.30-13.45 break 13.45- 15.00 Pembagian Kelompok, dan tugas recap Sarapan 15.00-15.15
Recap tentang kondisi kerja BMI di negeri penempatan dan kondisi keluarga buruh migran.
15.15-16.00
Makan siang
30 November 08.00-09.00
Diskusi kelompok tentang: -Akar masalah migrasi -UU PPTKILN -Konvensi PBB Tahun 1990 tentang perlidungan semua hak buruh migran dan anggota keluarganya
09.00-12.00
Presentasi kelompok Pleno perumusan point perlindungan BMI: perspektif ormas BMI dan anggota keluarganya
12.00-13.30
Penyusunan agenda kampanye bersama dan agenda 1 tahun
13.30-14.30
Perumusan sekretariat bersama
Solidarity night dan penutupan
12
Rangkuman Hasil Workshop Hari Pertama Hari pertama workshop dibuka dengan sambutan–sambutan baik dari itu dari penyelenggara maupun dari perwakilan dari pihak pendukung utama workshop dari TIFA Foundation serta dari International Migran Aliance (IMA). Acara kemudian dilanjutkan pada presentasi dari perwakilan–perwakilan peserta dengan dipandu oleh Aan Ansyari dari Indies sebagai fasilitator. Setelah itu, acara dilanjutkan dengah presentasi perwakilan BMI dari dalam dan luar negeri. Presentasi tersebut berisikan tentang problematika yang dihadapi oleh BMI dimasing–masing negara penempatan, kebijakan yang di tetapkan oleh pemerintah negara penempatan soal BMI hingga bagaimana kebijakan dari pemerintah RI di negara tersebut untuk BMI. Presentasi dari luar negeri diawali dengan presentasi perwakilan dari Hongkong yang dibawakan oleh Sringatin dari IMWU Hongkong dan Iweng perwakilan ATKI Hongkong yang kemudian lanjutkan secara berturut – turut dilanjutkan dengan presentasi dari IMWU Maccau yang diwakili oleh Mira dan ATKI yang diwakili oleh Fitri. Sedangkan presentasi dari Korea Selatan di wakili oleh Udaya seorang buruh migran dari Nepal yang tergabung dalam MTU Korea Selatan, yang kemudian dilanjutkan dengan presentasi Atin Safitri dari ATKI Taiwan. Presentasi dari organisasi BMI negara penempatan kemudian ditutup dengan presentasi dari IFN Singapura yang diwakili oleh Anna, pengurus IFN Singapura dan Nisma Abdulah yang mempresentasikan kondisi BMI di Malaysia. Dari presentasi yang disampaikan oleh perwakilan organisasi Buruh Migran di negara penempatan, ditemukan problem umum yang menjadi masalah buruh migran di setiap negara meskipun problem khusus juga ditemukan di setiap negara penempatan. Pada umumnya problem buruh migran berkaitan dengan masalah perlindungan yang minim dan jaminan pelaksanaan hukum yang berjalan diskriminatif. Hal tersebut yang kemudian mengakibatkan ekspolitasi yang mendalam dialami hampir semua buruh migran, seperti tingginya potongan upah dan biaya penempatan, jam kerja yang panjang dan hak libur yang tidak ada, pekerjaan dan upah yang tidak sesuai dengan kontrak kerja hingga tingginya kasus pelecehan, penyiksaan, penipuan hingga pembunuhan yang dialami oleh buruh migran. Presentasi juga menjelaskan, terutama yang berasal dari Indonesia, bagaimana jaminan perlindungan hukum dan pelayanan yang sangat lemah oleh perwakilan pemerintah Indonesia seperti dari KBRI, Konsulat hingga KDE memberi imbas atas mudahnya berbagai kasus menimpa buruh migran yang berasal dari Indonesia. Bahkan disebutkan bahwa perwakilan pemerintah RI juga turut berperan memberikan ruang bagi eksploitasi BMI dengan cara bekerjasama dengan agen–agen tenaga kerja yang selama ini memperjual belikan tenaga BMI dengan sangat murah dan sewenang–wenang. Sedangkan Presentasi dari dalam negeri yang diwakili oleh koordinator ATKI Indonesia, Retno Dewi dan Kholili dari SBMI Jawa Timur menyampaikan problem yang terjadi di dalam negeri. dijelaskan juga dalam presentasi tersebut baik bersoalan dasar yang mengakibatkan arus migrasi yang tinggi dari Indonesia ke berbagai negara tujuan, terutama akibat masalah ekonomi di dalam negeri, skema kebijakan pemerintah Indonesia yang menyebabkan buruh migran dieksploitasi, sedari pertama masih didalam negeri, bahkan dibuat untuk tidak tahu hingga saat buruh migran pulang ke tanah air juga masih harus mengalami eksploitasi di terminal khusus BMI.
13
Retno Dewi juga menyampaikan imbas perlindungan yang minim juga merupakan peranan dari regulasi yang dikeluarkan pemerintah RI. Ditengah kemiskinan ekonomi dan sosial yang kemudian mendorong migrasi besar–besaran dengan resiko yang besar, pemerintah RI justru tidak memberikan perlindungan maksimal baik dalam regulasi seperti UU No 39 atau belum adanya rativikasi konvensi PBB tahun 1990. Hal tersebutlah yang kemudian selalu membawa BMI dalam posisi rawan. Sedangkan Kholili juga menyapaikan pengalamannya selama melakukan kerja–kerja di kalangan BMI, bahkan sampai mendapatkan kesimpulan tentang 10 setan pokok musuh BMI yang harus diketahui. 10 setan pokok masalah BMI diantaranya (1) Calon BMI sengaja dibuat tidak tau tentang informasi benar dan aman ; (2) Tidak ada pengawasan terhadap perekrutan penempatan dan pemulangan; (3) Calon BMI dibuat tidak tahu biaya yang harus dibayar; (4) Calon BMI dibuat tidak tahu tentang biaya pengurusan dokumen dan tatacara pengurusanya; (5) Dibuat tidak tahu hak asuransi, banyak dimanfaatkan, polis ditahan; (6) BMI dibuat tidak tau tentang gaji yang didapat, dampaknya BMI tidak tahu, TKI tidak bisa menuntut; (7) BMI dibuat tidak tahu cara mendapatkan haknya; (8) Tidak ada jaminan bantuan hukum dan penegakan hukum;(9) Tidak ada jaminan layanan kesehatan dan kejiwaan;(10) Tidak ada keseriusan dan jaminan penanganan jenasah BMI yang meninggal. Setelah presentasi selasai, dilanjutkan dengan diskusi bersama peserta. Diskusi mengalir dengan sebagian besar menyoroti lemahnya posisi BMI di berbagai negara penempatan, problem yang didapatkan hingga bagaimana aspek pelayana dan perlindungan yang selama ini diberikan perwakilan pemerintah RI. Yang menarik kemudian justru bagaimana sebagian besar peserta mengungkapkan bahwa rawannya posisi BMI justru merupakan imbas kebijakan pemerintah, sehingga konsep perlindungan ala BMI-lah yang kemudian muncul di diskusi tersebut, mendorong revisi UU PTKILN 39, pembuatan jaringan bersama antar organisasi BMI hingga menyusun semacam pusat konsultasi dan koordinasi BMI di Indonesia untuk memperkuat perjuangan BMI di tanah air dan lebih bisa menekan pemerintah RI agar memberikan perlindungan sejati bagi BMI. Setelah diskusi, peserta kemudian dibagi dalam dua (2) kelompok besar untuk rapat komisi. Dengan tema pendiskusian utama yaitu : (1) apa yang menjadi problem, (2) apa yang sudah dilakukan dan (3) apa saja resolusinya. Kelompok atau komisi terdiri dari kelompok dalam negeri atau organisasi maupun kawan–kawan yang selama ini concern di masalah BMI yang terjadi di dalam negeri, sedangkan kawan–kawan luar negeri merupakan bagian dari organisasi yang selama ini aktif di basis BMI di negara penempatan. Rapat Komisi sendiri diadakan di hari kedua.
Hari Kedua Hari kedua, peserta langsung masuk dalam kelompok masing–masing di Gazebo yang telah ditentukan oleh pihak panitia. Diskusi kelompok tersebut, masing–masing dipandu oleh satu orang fasilitator. Pada pukul 14.00 WIB, peserta memasuki ruang pleno dan langsung mempersiapkan presentasi pleno. Diawali dari kelompok dalam negeri yang tugas presentasinya diwakili oleh Retno Dewi dan Effendi perwakilan simpul BMI dari Madura. Dengan pokok presentasinya yaitu : Migrasi yang dilakukan BMI merupakan bentuk keterpaksaan. Bahkan dari pra penempatan BMI sudah dirugikan. Poin pertama adalah UU 39 tahun 2004 yang menyesatkan dan sangat ekploitatif, dengan simpulan awal adalah : PPTKILN menyesatkan
14
Tidak mengatur perlindungan keluarga buruh migran. Kontrak mandiri tidak ada, biaya penempatan yang tinggi menjadi problem. UU pelimpahan tangggung jawab pemerintah terhadap swasta Adanya perampasan tanah, biaya pendidikan mahal, lapagan kerja minim membuat adanya migrasi. Tidak ada buruh migran yang sukarela, yang ada buruh migran yang dipaksa oleh sistem politik ekonomi yang ada.
Calon BMI menghadapi penindasan dan pelecehan terhadap hak-haknya ketika masih ada di tanah air. misalnya pelecehan saat dalam penampungan, saat training tidak diberi informasi kontrak. Tidak ada batas waktu, jaminan kesehatan, manipulasi medikal tes, sering mengaburkan masalah buruh migran. Penyitaan barang buruh migran seperti paspor, eksploitasi dengan memberi kerja tanpa dibayar. Ketika pulang:
Biaya travel tinggi proses pengurusan KTKLN sulit Rentan pelecehan diterminal khusus
Selain itu, disampaikan juga problem yang harus dihadapi BMI yang bekerja sebagai ABK, diantaranya : tidak ada status jelas ABK, tidak diakui oleh Depnaker, ketika ada soal dan menuntut diselesaikan mereka melempar tanggung jawab kementeri kelautan ada studi khusus tentang ABK perlu ada kampanye bersama terkait ABK hingga secara hakekat, UU penempatan 39 tidak mengakui migrasi terpaksa, UU ini adalah bentuk swastanisasi maka UU harus diganti dengan UU yang konsekwen terhadap perlindungan. Bubarkan PPTKIS Kampanye tolak hukuman Mati terhadap buruh migran, Diadakannya pendidikan dipedesaan tentang migrasi aman terkait hak perlindungan dan skill Gerakan buruh migran harus terhubung dengan gerakan lain di pedesaan dan Ada jaringan terhubung dari desa, nasional hingga internasional dan dibentuk tim kerja. Setelah itu langsung dilanjutkan dengan presentasi dari kelompok luar negeri, yang dibawakan oleh Sringatin dan Anna. Kelompok luar negeri menjelaskan, yaitu : Masalah umum: biaya tinggi dan diputuskan oleh menteri saja melalui dirjen binapenta Biaya resmi tidak diumumkan Tidak ada sangsi tegas terhadap PJTKI Biaya training tinggi dan tidak berkualitas. Biaya training harus ditanggung oleh negera Rekomendasi: Biaya transparan Negara menghapus biaya training dan menyediakna traning dan tidak menyerahkan kepada pihak swsta Mandatoring masuk pjtki, pemerintah tidak memberikan informasi yang jelas, G to G tidak menjamin hak diberikan Mandatori PJTKI harus dihapus dan diberlakukan kontrak mandiri.
15
Pemerintah harus menghukum penahan dokumen BMI KTKLN melindungi BMI Adapun resolusi: Perlu ada pendidikan untuk buruh migran Migrasi terjadi karena keterpaksaan Lobi dengan perwkailan di negara penempatan Melakukan JR terhadap UU 39 tekait pasal bermasalah Dan perlu mengkriminalkan pengusaha yang melanggar Membuat draf standar kontrka kerja karen selama ini tidak ada Perlu ada pernyataan bersama untuk kita kampanyekan Perlu membangun jaringan kerja Menyarankan pendidikan kepada BMI dan keluarga dan masyarakat Membangun organsasi keluarga migran Setelah itu dilanjutkan dengan diskusi untuk menyusun resolusi dan rekomendasi perlindungan sejati buruh migran Indonesia. Dengan rekomendasi sebagai berikut :
DALAM NEGERI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
UU 39 diganti dengan UU yang berorientasi perlindungan Pembatasan fungsi PJTKI sebagai pencari job order Training tanggungjawab negara dan penghapusan BLK2 milik PJTKI Buruh migran tak berdokumen diatur dalam UU Akses yang mudah bagi BMI untuk kelengkapan dokumen Kampanye hukuman mati Melakukan diskusi di pedesaan di kantong-kantong buruh migran Berhubungan dengan gerakan-gerakan lain di indonesia Pelatihan: mengubah kurikulum pelatihan BMI yang berorientasi perlindungan Membuat kelompok atau jaringan nasional dan internasional Khusus: Mempelajari kondisi ABK dan memasukan mereka dalam perlindungan hukum Indonesia Aksi piket serentak di depan Konsulat Korea untuk menuntut hak kasus ABK Mengakui mereka sebagai buruh migran yang dilindungi
LUAR NEGERI 1. Biaya penempatan Menurunkan biaya penempatan dan ditetapkan secara transparan melalui tripartite (tiga pihak) UU yang baru menetapkan komisi PJTKI 1 bulan gaji pertama Negara menghapus biaya training dan menyediakan training dan tidak menyerahkan ke PJTKI 2. Memberlakukan kontrak mandiri Kewajiban masuk ke PJTKI harus dihapuskan dan dibuat sukarela bagi BMI dengan cara memberlakukan kontrak mandiri Diberlakukan kembali kontrak mandiri bagi yang sudah diluar negeri 3. Penahanan dokumen (agen dan PJTKI serta majikan) harus dihukum sesuai hukum yang berlaku 4. Cabut KTKLN
16
5. Hapus kewajiban asuransi TKI (dalam negeri) 6. Menciptakan kontrak kerja standar bagi seluruh BMI diluar negeri yang mengatur upah minimum, libur, cuti tahunan, haid, melahirkan, kebebasan berserikat, jam kerja, pengaturan pekerjaan. Pembuatan harus mengacu ke Konvensi PBB untuk perlindungan buruh migran dan ILO untuk PRT dan hukum perburuhan di indonesia (pensiun, pesangon) 7. menghapus employment permit system (system penempatan buruh migran di Korea Selatan), menetapkan upah bulanan bagi buruh bangunan dan pelayaran 8. ijin tinggal harus 3-4 bulan tanpa mewajibkan buruh migran untuk pulang 9. pelayanan Konsulat: membuka Konsulat membuka cabang di semua daerah pelayanan minggu dan sabtu staff yang gender sensitive memberikan pendidikan gender terhadap staff laki-laki memberikan pembelaan bagi BMI yang sedang bermasalah memberikan sosialiasi tentang hak dan hukum yang benar di negara penempatan harus ada sistem pengaduan yang mudah bagi buruh migran 10. buruh migran tidak berdokumen harus dilegalisasikan, diberi ijin tinggal dan hak kerja 11. terminal khusus bagi buruh migran harus ditiadakan di seluruh bandara di Indonesia. Kemudian Plan aksi yang disepakati adalah : Luar Negeri 1. pendidikan bagi buruh migran tentang persoalan buruh migran 2. melobby perwakilan di negara penempatan 3. membangun organisasi buruh migran 4. melakukan judicial review terhadap UU 39 terkait dengan pelarangan kontrak mandiri, overcharging, kriminalisasi PJTKI, dsb 5. membuat draft standar kontrak kerja bagi seluruh BMI 6. membuat pernyataan sikap bersama 7. memperingati HMI secara serentak 8. membentuk jaringan kerja setelah forum Dalam Negeri 1. pendidikan bagi buruh migran dan anggota keluarganya serta masyarakat tentang persoalan BMI untuk menggalang dukungan publik 2. membangun organisasi buruh migran 3. forum terbuka untuk umum untuk meningkatkan keperdulian 4. melakukan judicial review Perumusan JARINGAN dan tugas sekretariat Jaringan BMI 1. Berfungsi menyebarkan informasi dari luar negeri dan dalam negeri; 2. Mengkordinasikan berbagai agenda perjuangan ormas BMI; 3. Nama jaringan ini adalah Jaringan Buruh Migran Indonesia; 4. Sekretariat jaringan BMI akan difasilitasi INDIES; 5. JBMI Untuk Mengadakan Pertemuan Reguler Tahunan. 6. JBMI untuk memfasilitasi Pendidikan bagi Anggota Jaringan Organisasi Buruh Migran Momentum Kampanye bersama 1. Hari buruh migran internasional, 18 Desember; 2. Hari Hak Asasi Manusia, 10 Desember; 3. Solidarity action untuk ABK pada 17 Januari 2012; 4. Hari perempuan internasional, 8 Maret; 5. Hari buruh internasional, 1 Mei
17
Isu Kampanye Perlindungan Sejati bagi BMI dan anggota keluarganya: 1. Stop Overcharging-biaya penempatan yang tinggi; 2. Hapus kewajiban KTKLN; 3. Hapus Terminal Khusus GPK TKI; 4. Anti Hukuman Mati; 5. Hentikan penahanan dokumen; 6. Hapus kewajiban asuransi; 7. Kontrak Kerja Standar bagi seluruh BMI; 8. Perbaikan, perluasan dan pelayanan perwakilan RI; 9. Berlakukan Kontrak mandiri; 10. Ratifikasi Konvensi buruh migran dan Konvensi ILO 189 11. Cabut UU 39 Tahun 2004; 12. Solidaritas terhadap Anak Buah Kapal; 13. Hari libur mingguan bagi BMI; 14. Kebebasan berserikat bagi buruh migran; 15. Pelibatan buruh migran dalam pembuatan kebijakan terkait buruh migran;
Sedangkan Tabulasi Temuan Masalah BMI Sesuai dengan prsentasi peserta workshop diantaranya adalah : Negara
Temuan Masalah Tingginya Biaya Penempatan, Mencapai Rp 24 Juta atau potongan gaji 7 bulan Gaji BMI di bawah standar yang ditetapkan pemerintah Hongkong Tidak ada sosialisasi aturan yang berlaku dari pemerintah atau PJTKI kepada BMI PHK setelah masa potongan gaji 7 bulan Perbudakan utang akibat tingginya biaya penempatan dan potongan Buruknya pelayanan KJRI
Hongkong
Kewajiban KTKLN membuat BMI Panik dan takut pulang ke Indonesia BMI tidak tahu fungsi KTKLN harus pulang ke Indonesia saat menunggu visa kerja Pelarangan pindah agen oleh KJRI ketika kontrak kerja habis Pelarangan kontrak mandiri oleh KJRI, meski aturan Hongkong memperbolehkan. Penahanan dokumen BMI oleh agen Keluarga BMI dijadikan jaminan hutang. Tidak ada hak libur bagi BMI.
Negara
Temuan Masalah Potongan gaji selama 7 bulan Gaji yang tidak dibayar hingga bertahun - tahun Tidak ada hak libur bagi buruh migran dari pemerintah Singapura Keselamatan Kerja yang minim
Singapura
Rawan kecelakaan kerja terutama pekerja domestik, akibat gedung tinggi tanpa pengaman larangan berorganisasi di Singapura Pelayanan KBRI yang buruk Dalam keadaan sakit, korban diminta tanda tangan. Dengan alasan bunuh diri. asuransi yang memaksa
18 Negara
Temuan Masalah Hukum Perburuhan tidak berlaku bagi pekerja asing di Maccau Paspor di tahan agen. Biaya potongan mencapai 10 bulan atau 65 juta jika dibayar tunai Kontrak Kerja hanya berlaku selama 1 tahun tingginya kasus pelecehan yang dilakukan agen maupun majikan tidak ada KJRI di Maccau
Macau
Aturan Maccau, daftar hitam bagi BMI selama 6 bulan jika terjadi PHK atau putus kontrak kewajiban KTKLN Asuransi yang tidak bisa diklaim Setelah putus kontrak diberlakukan over stay dan tidak diberlakukan standar kontrak tentang gaji minimun larangan pindah ke pekerjaan lain jika determinit. Pelarangan berkumpul di tempat umum dalam jumlah banyak represifitas yang tinggi akibat kerjasama agen dengan pihak keamanan Maccau. Asuransi yang tidak bisa diklaim dan dipaksakan
Negara
Temuan Masalah Biaya Penempatan yang tinggi, mencapai 24 Juta untuk informal dan 30 - 35 juta untuk sektor formal tanda tangan kontrak yang dipaksakan, atau isi kontrak yang tidak diketahui BMI Jam kerja diatas 8 jam/hari Penahanan dokumen oleh majikan maupun agensi gaji diserahkan ke agensi bukan ke BMI langsung biaya pembuatan paspor mencapai 7000 Nt di agensi, aturan pemerintah hanya 550 Nt KDE memperlakukan BMI sebagai dagangan
Taiwan
BMI sering disalahkan jika BMI mengadu Kerja yang tidak sesuai dengan kontrak. Kondisi Khusus ABK dan Pabrik a. Situasi kerja yang buruk b. Tidak ada jaminan keselamatan dan kesehatan kerja c. Potongan antara 2500 - 4000 Nt untuk makan, meski dari hasil tangkapan d. Di Pabrik, tidak ada uang lembur hanya diganti libur pemaksaan ikut asuransi
Negara
Temuan Masalah Tingginya BMI tidak berdokumen yang diselundupkan tekong, bekerjasama dengan pejabat RI dan Malaysia kualitas kerja yang sangat rendah, misal hidup di camp bagi yang diperkebunan
Malaysia
tidur di lubang perlindungan bagi BMI perkebunan yang tidak berdokumen majikan lebih memilih yang tidak berdokumen, bisa transaksi gaji dan tanpa jaminan atau kontrak kerja BMI rentan kekerasan, penyiksaan, pelecehan hingga pembunuhan. asuransi yang dipaksakan
19 Negara
Temuan Masalah 1. Kurangnya informasi dan pendidikan sebelum berangkat a. Calon buruh migran tidak tahu persis kondisi perusahaan dimana dia akan ditempatkan b. 65% buruh migran tidak tahu kondisi kerja c. Kondisi kerja tidak sesuai dengan kontrak. 2. Tentang Pembatasan Perubahan tempat kerja a. Buruh Migran dapat berganti tempat kerja selama 3 kali dalam periode 3 tahun b. Perpindahan tempat wajib mendapatkan izin dari majikan. c. Izin perpindahan kerja hanya 1 bulan, dan 3 bulan maksimal untuk mendapatkan pekerjaan baru d. Aturan EPS yang mempersulit ijin 3. Kondisi Kerja
Korea Selatan
a. Lembur yang sering dipaksakan b. Jam dan intensitas kerja yang tinggi hingga 12 jam perhari c. Keselamatan kerja bagi buruh migran yang buruk d. Diskriminasi agama, budaya hingga kekerasan dan pelecehan seksual e. Buruh migran dipersulit untuk berorganisasi f. Buruh Migran tidak diakui haknya sebagai pekerja g. Tidak ada asuransi kesehatan bagi buruh migran h. Tidak ada manfaat jaminan kesejateraan sosial bagi buruh migran i. Buruh migran tidak bisa mengakses perlindungan publik seperti kantor polisi, dept tenaga kerja meskipun mereka adalah korban kejahatan 4. Deportasi, intimidasi dan represifitas dari pemerintah Korea Selatan bagi buruh migran tak berdokumen 5. Pekerja konstruksi/bangunan dibayar perjam kerja, dan libur tanpa bayar jika cuaca buruk
Negara
Temuan Masalah pemerintah RI belum meratifikasi Konvensi PBB tahun 1990 UU No 39/2004 yang ekploitatif biaya travel yang sangat tinggi pengurusan KTKLN yang sulit rentan pelecahandan pemerasan di terminal khusus Biaya yang tidak transparan tidak ada sangsi tegas PJTKI yang melanggar Biaya training tinggi dan training yang tidak berkualitas, tidak sesuai kontrak G to G tidak menjamin hak BMI diberikan
Dalam Negeri
praktek percaloan yang dibiarkan oleh pemerintah pelayanan aduan yang lambat dan berbelit - belit penandatanganan kontrak yang tidak transparan dan memaksa manipulasi medical check up manipulasi data dan umur calon BMI pelecehan seksual di penampunga penyitaan barang milik BMI saat akan pemberangkatan penampungan yang tidak layak pemaksaan kerja di penampungan dengan alasan praktek BMI penahanan reentry dokumen cuti oleh PPTKLN
Setelah istirahat, acara workshop kemudian dilanjutkan dengan malam solidaritas.
20
Malam Solidaritas dan Hearing Malam Solidaritas dimulai pukul 20.00 WIB dengan acara pentas budaya, diantaranya pembacaan puisi, marawis, musik dan tari. Acara marawis dan tari sendiri dibawakan oleh anak—anak binaan kyai ramli dari tanah abang yang juga sering mengisi pengajian bagi buruh migran diluar negeri. Pertunjukan tarian bali dan marawis yang dibawakan sangat menghibur peserta workshop, apalagi perwakilan Korea Selatan yang terlihat sangat terhibur. Selain itu ada juga hiburan dari Gelombang Kosong yang menyanyikan lagu tentang semangat yang harus ditunjukan kaum perempuan dan BMI dalam memperjuangkan perubahan dan keadaan sosial. Kemudian berturut—turut pembacaan puisi dan musik acoustic baik yang dibawakan oleh undangan maupun peserta yang ikut meramaikan malam solidaritas terus menghangatkan semua peserta workshop. Sebagian besar membacakan puisi maupun menyanyikan lagu untuk mendukung perjuangan rakyat maupun solidaritas terhadap BMI. Kegiatan ini berlangsung hingga pukul 23.00 WIB. Keesokan harinya, kelompok dibagi dua lagi untuk ke BNP2TKI dan Depnakertrans tujuannya adalah untuk menyampaikan hasil diskusi, rekomendasi dan meminta tanggapan dari dua lembaga negara tersebut terkait persoalan buruh migran Indonesia. Di Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, peserta workshop ditemui oleh kepala dirjen binapenta, staf ahli menakertrans Dita Indah Sari, dan beberapa staf kemenakertrans lainnya. Hearing yang dimulai dari pukul 13.00 wib hingga 15.00 dinilai oleh peserta tidak menghasilkan apapun terkait komitmen kemenakertrans untuk memberi kepastian jaminan dan perlindungan kepada BMI, karena pihak kemenakertrans hanya sekedar memberi jaminan untuk menampung aspirasi BMI yang hakekatnya sudah meminta hal yang sama berkali—kali, demikian yang disampaikan juru bicara peserta Aan Ansyari dan Eni Lestari. Dari pihak kementrian hanya memberikan gambaran tuntutan BMI mulai dari soal kontrak mandiri, penghapusan overcharging atau biaya penempatan sedang di harmonisasikan karena berkaitan dengan agenda pembahasan UU No 39 tahun 2004 yang sudah tidak sesuai dengan keadaan sekarang, apalagi UU No 39 ini lahir sebelum era otonomi daerah. Sehingga meskipun dibeberapa tempat seperti di hongkong hal tersebut masih menemui banyak kendala. Selain itu untuk soal biaya penempatan, potongan maupun biaya lain yang harus di tanggung BMI dan dipandang terlalu besar, hal tersebut akan dibicarakan lagi dengan pihak PPTKIS untuk membicarakan bagian mana saja yang bisa dihilangkan. Selain hal tersebut, tidak ada komitmen yang jelas tentang target dan parameter kebijakan yang akan dikeluarkan untuk lebih melindungi dan menjamin BMI diluar negeri. Sementara itu, di BNP2TKI dialog dilakukan untuk mempertanyakan adanya KTKLN yang dalam pelaksanaannya tidak membantu BMI ketika terjadi masalah yang menimpa mereka. Bahkan dalam prakteknya KTKLN telah menjadi ladang pemerasan di berbagai daerah, selain itu pembuatan KTKLN membuat BMI panik dan resah karena terhambat dengan pembuatan KTKLN yang harus dilakukan di dalam negeri sementara masa libur atau cuti BMI sangat terbatas. Salah satu permintaan dari BMI adalah pencabutan peraturan tentang KTKLN tersebut, seperti yang di ungkapkan juru bicara peserta workshop sekaligus wakil ketua IMWU Hongkong, Sringatin. Kepala BNP2TKI, Jumhur Hidayat hanya mengatakan akan mengupayakan pembuatan KTKLN yang lebih mudah, karena pencabutan peraturan tersebut bukanlah wewenang BNP2TKI melainkan amanat UU kepada kementrian tenaga kerja dan transmigrasi RI. Lebih lanjut, Ade Adam Noch, Deputi Penempatan BNP2TKI, menambahkan tahun 2012 ini, BNP2TKI akan membuat pelayanan pembuatan KTKLN di negara penempatan, namun karena masih tingkat uji coba, pelayanan ini belum dibuka secara luas, hal demikian terkait perencanaan dan pembiayaan. Saat ini pembuatan KTKLN di luar negeri baru dapat dilakukan di Hongkong, sementara negara lain belum bisa dilakukan sehingga BMI harus pulang ke Indonesia untuk membuat KTKLN.
21
KUMPULAN MAKALAH DALAM NEGERI Makalah I. Akar Persoalan BMI dan Apa yang harus dilakukan BMI Retno Dewi Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia di Indonesia (ATKI-Indonesia) 29-30 November 2011
I. Kondisi Umum BMI Jumlah sekitar 6 juta, tersebar di 42 negara penempatan, tidak terhitung migran yang tidak berdokumen Setiap tahun rata-rata 700.000 BMI di kirim Konstribusi Rp 100 triliun per tahun BNP2TKI: 200 Kasus per hari II. Permasalahan yang dihadapi BMI Fase pre deprature : Informasi yang tidak jelas tentang kondisi kerja dan Undangundang ketenagakerjaan. Undang-undang penempatan dan perlindungan TKI di LN No.39 tahun 2004. Indonesia belum meratifikasi konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak BMI dan Keluarganya Fase Penempatan: Biaya penempatan yang sangat tinggi di hadapi hampir seluruh BMI di berbagai Negara penempatan yang menyebabkan perbudakan hutang Diskriminasi pemerintah negara penempatan karena BMI adalah pekerja Upah Murah dari Negara yang tidak menghargai BMI nya sendiri Kekerasan, penghinaan, pemerkosaan, gaji tidak dibayar, tidak ada libur dan banyak berbagai kasus pelanggaran HAM yang dihadapi BMI
Fase Pemulangan: BMI dihadapkan pada terminal khusus Pemerasan TKI.
III. Akar Persoalan BMI Indonesia adalah negara Setengah Jajahan dan Setengah Feodal (SJSF) melalui; Global Forum on Migration and Development(GFMD) adalah Forum Pembangunan dan Migrasi yaitu mesin yang diciptakan oleh Imperialis sebagai mesin pemeras BMI untuk menopang Krisis Kapitalis Monopili (Imperialis) yang semakin memburuk UUPPTKILN No.39/2004 yang tidak mengakui Hak BMI, Keluarga BMI dan BMI tidak berdokumen IV. Apa yang harus dilakukan BMI Membangkitkan, Mengorganisasikan dan Menggerakan Bersolidaritas secara nasional level dan International level Pengalaman Singkat Pembangunan ATKI di Indonesia 2006-2007 : ATKI HK bekerjasama, SPPQT, Solidaritas BMI dengan INDIES, AGRA dan FMN dalam inisiatif membangun organisasi BMI di Tanah Air. 2008: ATKI-HK memandatkan pada seorang anggota untuk mendirikan Biro Informasi ATKI di Indonesia Saat ini: Level rebuilding, merubah Biro Informasi menjadi Organisasi yang berbasis Massa Buruh Migran Bersatu ! Pasti Akan Menang! Long Live International Solidarity!
22
Makalah II
―10 Setan Pokok Masalah BMI/TKI‖ M.Cholili SBMI Jawa Timur No
Pokok Masalah
1
Calon BMI/TKI dibuat tidak tahu tentang informasi migrasi yang benar dan aman
Dampak
2
Upaya sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap perekrutan, penempatan & pemulangan.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
3
Calon BMI/TKI dibuat tidak tahu tentang biaya yang menjadi kewajibannya.
1. 2. 3. 4. 5.
4
Calon BMI/TKI dibuat tidak tahu tentang biaya pengurusan dokumen dan tatacara pengurusannya.
1. 2. 3. 4.
Dijadikan peluang oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memberikan informasi kepada Calon BMI/TKI sesuai dengan hasrat dan kepentingannya; Calon BMI/TKI menerima saja terhadap informasi yang didapat karena tidak ada informasi pembanding kecuali dari pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut; dan Dijadikan pintu masuk untuk melakukan perekrutan secara tidak sah. Memberi keleluasaan kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab (calo dsb) untuk melakukan prekrutan tanpa memiliki job order; Calon BMI/TKI banyak yang ditipu; Pihak yang tidak bertanggung jawab (calo dsb) tersebut bebas mengirim kepada PPTKIS yang mampu membayar upah tinggi ketika menerima calon BMI/TKI; Calon BMI/TKI ditampung dengan jangka waktu yang tidak jelas bukan untuk proses pendidikan melainkan untuk menunggu job order; Penandatanganan hal-hal yang tidak terkait dengan migrasi dan terjadi jeratan hutang; Maraknya penempatan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak punya kewenangan; Dan sebagainya. Kondisi BMI yang ditempatkan tidak diketahui secara pasti nasibnya; Tidak diketahui secara pasti dari sejumlah yang ditempatkan, ada berapa yang sudah selesai kontrak, putus kontrak, mengalami masalah normative, dipulangkan sebelum selesai kontrak, meninggal dunia, dan sebagainya; Penarikan biaya yang melebihi batas pembiayaan yang sudah ditentukan; Pemotongan upah yang begitu lama dan melebihi beban biaya; Penarikan biaya lebih dianggap oleh BMI bukan perampasan hak melainkan takdir; BMI tidak tahu dan tidak mampu untuk complain; Dan sebagainya. Banyak pungutan liar; Praktek percaloan; Calon BMI/TKI tidak tahu tatacara mengurus dokumen sendiri; Dan sebagainya.
23 5
Calon BMI/TKI dibuat tidak tahu tentang hak asuransi
Banyak BMI/TKI yang tidak tahu tentang program asuransi; Banyak pihak yang memanfaatkan ketidaktahuan BMI atas program asuransi; Penahanan dokumen asuransi dan polis yang merupakan hak BMI; Penandatanganan surat kuasa pengajuan klaim tanpa sepengetahuan BMI/TKI; Pencairan BMI/TKI diambil oleh PPTKIS atau pihak yang tidak bertanggung jawab; Pihak asuransi membayar ala kadarnya; Ada main antara pihak asuransi-PPTKIS & pemerintah yang justru merugikan BMI/TKI; BMI tidak tahu cara & tidak mampu mengajukan klaim asuransi secara mandiri; Dan sebagainya.
6
Calon BMI/TKI dibuat tidak tahu tentang gaji yang harus didapat
7
BMI/TKI dibuat tidak tahu tentang hak-hak dan cara memperjuangkan hak mereka
BMI/TKI tidak merasa ada pelanggaran hak; Tidak ada pengaduan masalah BMI/TKI; BMI/TKI dibuat tidak tahu dan tidak mampu cara menangani pelanggaran hak yang harus dilakukan; BMI tidak mendapatkan hak-haknya; Dan sebagainya.
8
Tidak ada jaminan bantuan hokum & penegakan hukum
BMI/TKI menerima begitu saja besaran gaji yang diberikan oleh majikan atau agensi; BMI/TKI tidak dapat menuntut atas perampasan hak gaji yang harus didapat; BMI dibohongi dalam pemotongan gaji yaitu pemotongan gaji dilakukan dengan melebihi batas ketentuan yang berlaku; Dan sebagainya.
1. 2. 3. 4.
Banyak kasus, banyak pelaku, banyak korban tapi tidak satupun pelaku yang dijerat; Korban menjadi korban secara berulang ulang; BMI tidak mendapatkan keadilan; Dan sebagainya.
9
Tidak ada jaminan layanan kesehatan & kejiwaan
Korban ditelantarkan; Korban meninggal akibat tidak mendapatkan perawatan; Dan sebagainya.
10
Tidak ada keseriusan dan jaminan penanganan jenasah
Pemerintah tidak punya dokumen yang jelas tentang penyebab kematian BMI; Banyak PPTKIS tidak melaksanakan kewajiban dalam hal membiayai pemulangan dan penguburan jenazah; Jenazah banyak tidak bisa dipulangkan; Beban biaya dipikulkan kepada pihak keluarga; Asuransi kematian tidak didapat oleh keluarga korban, dan sebagainya.
24
Makalah Luar Negeri A. Macau Kondisi Buruh Migran Indonesia di Macau Dipresentasikan Fitri Wahyu, Ketua Indonesian Migrant Workers Union (IMWU-Macau) Anggota Persatuan BMI di Macau (PEMACU) Di tahun 2008, jumlah pekerja asing (buruh migran) diperkirakan mencapai 98.505 orang atau ¼ dari total tenaga kerja di Macau di tahun 2008. Pekerja asing tersebut dibagi ke dalam dua kategori: profesional (ekspat) dan tidak profesional (unskilled), yang diimpor bertujuan khususnya untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja bagi sektor pariwisata. Tapi kita belum mendapat statistik jumlah pekerja asing yang tersebar di berbagai sektor tersebut. Aturan dan kebijakan bagi kedua jenis pekerja inipun tidak sama. Pekerja asing profesional umumnya mendapat perlakuan lebih baik, misalnya upah yang relatif tinggi bahkan lebih tinggi dari buruh lokal dan diijinkan untuk menjadi residen Macau selama memenuhi syarat-syarat yang ditentukan Imigrasi. Sementara pekerja asing unskilled mendapatkan upah yang amat rendah, kontrakan dengan hak -hak yang terbatas dan tidak diijinkan untuk menjadi residen Macau selama memenuhi syaratsyarat yang ditentukan Imigrasi. Sementara pekerja asing unskilled mendapatkan upah yang amat rendah, kontrakan dengan hak-hak yang terbatas dan tidak diijinkan untuk menjadi residen Macau. Tentang kontrak kerja Meski Macau mempunyai Hukum Hubungan Perburuhan (labour ordinance law no. 7/2008) yang mengatur hak-hak dan kewajiban buruh lokal tapi sayangnya peraturan ini tidak berlaku bagi pekerja asing atau non residen termasuk pekerja asing sektor rumah tangga (PRT). Disisi lain, pemerintah Macau juga tidak menyediakan kontrak kerja standar untuk melindungi hak-hak pekerja asing tapi menyerahkan kontrak kerja kepada kesepakatan antara majikan/pengusaha dan pekerja asing. Pada kenyataannya, kontrak kerja lepas semacam ini justru sering dimanfaatkan oleh pihak majikan/perusahaan untuk memeras dan mengurang hak-hak buruh mulai upah, libur, cuti dan hak-hak lain. Selain itu, berdasarkan penjelasan dari Labour Department atau Departemen Tenaga Kerja Macau, kontrak kerja tidak standar ini tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Artinya jika ada pelanggaran terhadap isi kontrak kerja tersebut, pemerintah Macau tidak kuasa untuk menuntut majikan dan memaksa mereka untuk membayar. Khusus untuk sektor pekerja rumah tangga, pemerintah Macau melalui Human Resource Office menyediakan sampling kontrak kerja (formulir AE49) dan bisa didapatkan dari kantor Labour Department. Sampling ini hanya berfungsi sebagai panduan bagi majikan dan pembantu untuk membuat kontrak kerjanya sendiri. Sampling kontrak kerja tersebut pun hanya disediakan dalam dua bahasa, Postugis dan Cina. Tentang upah minimum Di Macau, pemerintah tidak mengatur upah minimum untuk semua jenis pekerjaan, baik buruh lokal maupun asing. Jumlah upah diserahkan kepada negosiasi antara buruh dan majikan/ perusahaan yang mempekerjakannya yang selanjutnya dicantumkan ke dalam kontrak kerja yang ditandatangani. Sedangkan untuk PRT Asing, standar upah yang dipakai umumnya adalah sebesar Mop2.500 per bulan, baik stay in atau stay out. Meski benar buruh berhak menuntut jika dibayar kurang jumlah yang disepakati atau tidai dibayar, tapi beban bukti tetap dilimpahkan sepenuhnya kepada buruh. Dari pengalaman penanganan kasus, jika bukti dianggap lemah atau tidak ada, Labour Department cenderung
25
membela majikan dan langsung memvonis buruh untuk tidak menuntut. Jika buruh tetap ingin meneruskan tuntutan ke pengadilan, maka buruh harus meminta bantuan pengacara yang disediakan pemerintah Macau. Tentang visa kerja dan visa 10 hari Buruh migrant yg datang ke macau dg visa turist akn mendapatkan visa 30 hr.Dan setlah mendapatkan pekerjaan dg kerja uji coba selama 3 hari,setelah ada kesepakatan dg kedua belah pihak,maka majikan mengajukan surat permohonan ke labour dept untuk mengambil pekerja (fisrt letter),kurang lebih 2 minggu first letter turun baru proses ke imigrasi untk pembuatan ktp/ lamkat hingga 3 bulan.Sedangkan masa kontrak hanya 1thn.sedangkan visa 10 hr terminitan jelas tidak cukup untuk mencari pekerjaan baru/mencari majikan. Kondisi dan persoalan BMI di Macau Jumlah Buruh Migran Indonesia di Macau per Mei 2011 berkisar 4.382 orang menurut data Imigrasi Macau. Mayoritas dari mereka bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) Asing dan sebagian kecil bekerja di restoran, bar, casino, dan sektor lainnya. Namun jumlah ini terus saja bertambah setiap tahunnya utamanya sejak pemerintah Indonesia meresmikan Macau sebagai salah satu kota tujuan penempatan tenaga kerja di tahun 2007. Peresmian ini dilakukan dengan disahkannya Job Order. Buruh migran Indonesia di kirimkan ke Macau melalui PJTKI atau dengan menggunakan visa turis. Setelah mereka sampai di bandara Macau, semua dokumen dari paspor, tiket PP dan kontrak kerja tersebut disita oleh agency. Lalu mereka disuruh tinggal diboarding house untuk menunggu ada majikan yang mau memperkerjakan mereka, setiap pagi hari dan malam hari harus bekerja tanpa gaji dikantor agen maupun dirumah agen, dan siangnya dipajang dikantor agency untuk diperjual belikan kepada para majikan yang datang. Sedangkan bagi Buruh migran yang datang dari Hong Kong, mereka adalah korban terminitan atau PHK dari majikan dan lebih memilih menunggu visa kerja baru ke Macau karena untuk menghindari potongan agen sebesar 7 bulan atau sebesar HK$ 21.000. Persoalan-persoalan yang dihadapi oleh BMI di Macau antara lain : 1. Biaya Agen Mop 25.000 – 30.000 atau 10 bulan gaji. Sedangkan masa kontrak kerja di Macau berlaku hanya 1 tahun dan harus diperpanjang lagi setiap tahunya. 2. Penahanan dokumen seperti : paspor, Blue Card ( KTP Macau ) dan Kontrak kerja oleh agen dan majikan, sehingga agency maupun majikan bisa melakukan praktek illegal dan kriminal terhadap BMI seperti : Biaya agen berlebihan, penganiayaan, pelecehan seksual dan tindak kekerasan lainnya. 3. Overstay (Masa ijin tinggal habis) biasanya pemicu utamanya adalah terminitan / PHK sepihak oleh majikan, serta permainan oleh agency dengan hanya dipekerjakan part timer (kerja illegal) 4. Human Traficking, perdagangan perempuan sebagai pekerja sex (prostitusi) 5. Perekrutan illegal/penipuan ke Macau dengan biaya 45 juta – 65 juta yang harus dibayar tunai ketika masa pemberangkatan 6. Gangguan kejiwaan, pemicunya adalah BMI tidak mampu menjawab persoalan ekonomi yang membelit keluarga bahkan mereka harus menanggung banyak hutang diluar negeri. Banyaknya potongan agen yang mengakibatkan buruh migran tidak bisa mengirim uang untuk keluarganya bahkan untuk menyekolahkan anak-anaknya.
26
Kebijakan pemerintah Indonesia : Job Order tahun 2007, awal meningkatnya buruh migran ke Macau dengan perekrutan illegal oleh PJKTI dan calo. Tidak adanya kantor resmi KJRI di Macau, sehingga tidak adanya pelayanan yang memadai bagi BMI. UUPPTKILN No 39/2004 yang mengharuskan buruh migran masuk PJTKI dan Agen sehingga buruh migran tidak bisa lepas dari biaya agen yang sangat tinggi. KTKLN (kartu Tanda Kerja Luar Negeri ) menyebabkan adanya biaya tambahan untuk asuransi yang tidak bisa di klaim oleh buruh migran dan menyebabkan buruh migran takut untuk pulang ke tanah air untuk cuti. Kebijakan pemerintah Macau : Diberlakukanya 6 ( enam ) bulan blacklist, yang dikenakan kepada buruh migran yang diterminite /PHK oleh majikan atau yang memutuskan kontrak kerjanya sendiri. Aturan ini diberlakukan bagi buruh migrant yang putus kontrak baik dengan alasan maupun tanpa alasan. Aturan 10 hari atau ten days rule atau ijin tingga di Macau hanya 10 hari setelah putus kontrak atau kontrak kerjanya selesei. Peraturan ini menjadi penyebab buruh migran menjadi overstay ayau Ilegal di Macau. Bagi buruh migran di Macau waktu 10 hari tidak cukup untuk mencari pekerjaan baru. Tidak diberikannya standar kontrak bagi buruh migran di Macau yang mengatur masalah gaji minimum, libur, dll Aturan Penalty $ 200 Pattacas per hari bagi buruh migrant yang overstay Larangan pindah ke jenis pekerjaan lain bila diinterminite / di PHK majikan, Kampanye Persatuan BMI Macau yang bergabung dengan MMRN ( Koalisi organisasi buruh migrant di Macau ) dan PEMACU Menentang segala bentuk kebijakan pemerintah Macau yang mendiskriminasikan buruh migrant di Macau. Melakukan kegiatan-kegiatan social Menggelar aksi damai bersama seluruh buruh migrant di Macau untuk menolak kebijakan anti buruh Menggalang persatuan dan kerukunan dengan buruh local dan buruh migrant lainnya
27
Makalah II Pengalaman dan Tantangan Mengorganisir Buruh Migran Indonesia di Macau SAR, China Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia di Macau (ATKI-Macau) Anggota Persatuan BMI Macau (PEMACU) Sebelum krisis global ATKI-Macau didirikan sejak tahun 2004 oleh beberapa BMI, anggota ATKI-HK yang di-PHK dan sedang menunggu visa kerjanya untuk kembali bekerja ke Hong Kong. Dalam jumlah sangat kecil, diperkirakan masih ratusan, para BMI ini yang sudah terbiasa berorganisasi di HK mulai mencari komunitas Indonesia dan mencoba menggalang mereka. Pendekatan dilakukan bertahap, mulai berkumpul di hari libur, main ke tempat kos mereka, mengadakan kegiatan-kegiatan bersama hingga akhirnya menyepakati untuk membangun sebuah organisasi bersama, yaitu ATKI-Macau. Di tahun-tahun ini Macau termasuk kota yang sedang berkembang utamanya kasino dan pusat hiburannya. Para investor asing marak menanamkan modal sementara turis berbondong-bondong ke Macau membelanjakan uang mereka. Perkembangan ini tentu menuntut tenaga kerja yang banyak, baik dari lokal dan juga dari buruh migran yang datang dari berbagai kebangsaan. Kebutuhan akan pekerja rumah tangga, cleaning service di hotel, pekerja hiburan dan pekerja restoran menjadi sangat tinggi. Di sector-sektor inilah para buruh migran dari Indonesia bekerja, namun sector terbesar tetap Pekerja Rumah Tangga. Di tuntut oleh kebutuhan tenaga kerja murah, pemerintah Macau menjadi relatif ―welcome‖ dan membiarkan para buruh migran bekerja dan melakukan aktifitas-aktifitas keorganisasian mereka. Mereka yang terkategori overstaypun hanya didiamkan dan jikalaupun tertangkap, dilepaskan untuk mencari cari tiket kepulangan sendiri sebelum menyerahkan diri lagi ke Imigrasi dan dipulangkan. ATKI sendiri menyediakan pelayanan seperti penampungan bagi BMI yang sedang bermasalah atau menunggu visa kerja Hong Kong, menggelar berbagai kegiatan di tempat terbuka dan di dalam gedung, mengadakan aktifitas-aktifitas di titik-titik kumpul BMI, melakukan kunjungan dan diskusi dari satu boarding house ke boarding house lainnya, dan aktifitas-aktifitas lainnya. Para pengurus dan anggota aktifpun terlibat dalam penanganan kasus dan juga bernegosiasi dengan departemen-departemen yang mengurusi persoalan ketenagakerjaan. Karena PRT migran tidak dimasukan dalam Undang-Undang Perburuhan, maka kasus-kasus yang diajukan ke Departemen Tenaga Kerja sering mendapat tekanan agar pekerjanya menerima apapun yang ditawarkan majikan dan ditakuttakuti kalau jalur menuju pengadilan lebih rumit lagi karena harus mencari bantuan pengacara sendiri. Sedangkan disisi lain, imigrasi hanya memberi batasan visa hingga negosiasi di Departemen Tenaga Kerja dan setelahnya tidak bersedia memberi visa. Sehingga banyak BMI yang terpaksa menerima tawaran karena takut menjadi overstay. Meski mengalami intimidasi dari agen dan majikan, namun pemerintah Macau belum terlalu menekan para pengorganisir di ATKI ketika itu. Namun ketika krisis global menghantam dunia termasuk Macau yang sangat bergantung pada turis dan investasi, sikap anti buruh migran pemerintah Macau mulai menampakan perwujudannya. Setelah krisis global Pada tahun 2009 lalu, kita masih mudah mengorganisir BMI di San Malo karena mayoritas BMI menghabiskan waktu liburnya kesana baik yang stay out maupun stay in. Melalui kegiatan-kegiatan yang akhirnya dapat menarik minat kawan-kawan untuk bergabung, dan dari situ kita dapat melakukan perekrutan. Adapun beberapa kegiatan antara lain, kegiatan kesenian (ada latihan tari, disko dan belajar membuat lagu gubahan progresif), konseling terbuka yang disediakan bagi BMI, rebana progresif, dan traning pralegal ( seperti bagaimana proses kontrak mandiri, dll). Setiap minggunya bisa mencapai 60-70 orang yang dapat kita kumpulkan dan dibagi menjadi beberapa team, namun setelah bertambah banyaknya BMI yang mengikuti setiap kegiatan akhirnya mendapat warning dari polisi karena dianggap mengganggu pemandangan turis. Setelah mendapat warning, kita membentuk team-team kecil serta menyebarkan selebaran. Ketika sudah membentuk team diskusi sekitar 9-10 orang, polisi segera mendatangi dan membubarkan.
28
Pada tahun 2010, akhirnya pindah basis pengorganisiran di Sam Cantang hingga saat ini. Di Sam Cantang, cara yang mudah mengorganisirkan massa BMI dengan diskusi public yang dibagi menjadi beberapa team, konseling terbuka dan menyebarkan statemen serta bulletin BMI. Ketika itu pemerintah Macau melakukan penggrebekan, penangkapan dimana-mana bahkan di bunderan Sam Cantang, akhirnya massa BMI yang tadinya menghabiskan waktu liburnya disana berkurang dratis. Mungkin sebelumnya kita mampu mengorganisir sekitar 50 BMI, penurunan manjadi 10-15 orang. Diketahui banyaknya BMI yang akhirnya memilih menghabiskan waktu liburnya di boarding, dengan alasan enggan untuk keluar karena jika setiap kali keluar selalu ditanya paspor oleh polisi, padahal mereka mempunyai visa kerja namun polisi seakan-akan memperlakukan mereka seperti buruh illegal. Bahkan banyak BMI yang kerja stay out, mengambil kontrakan boarding untuk tempat tinggal dan juga untuk menghabiskan waktu liburnya. Jika keluar itupun ketika hari sudah petang. Begitu pula bagi yang stay in, kalau libur langsung menuju ke rumah teman-temannya yang mempunyai boarding, ada juga yang menghabiskan waktu ke warnet. Dengan alasan malas kalau keluar selalu ditanya polisi. Akhirnya pengorganisiran dilakukan disetiap boarding pula, ketika didalam boarding lebih pada pengkonsolidasian, sosialisasi dan propaganda. Selain membawa lembaran statemen, bulletin dan brosur organisasi kita juga melakukan diskusi tentang pentingnya berorganisasi serta kebijakan-kebijakan pemerintah Macau maupun pemerintah Indonesia, dan mengetahui perkembangan kondisi keluarga ditanah air. Hambatan melakukan pengorganisiran di boarding antara lain mendapat komplen dari tetangga karena dianggap terlalu bising dan mengganggu tidur siang, padahal kegiatan kita hanya sekedar bincang-bincang dan diskusi kecil. Juga pengecekan oleh polisi yang mana dianggap terlalu banyak orang didalam rumah, walaupun sudah dijelaskan bahwa kita semua hanya liburan dan tidak tinggal diboarding tersebut. Selain membentuk team pengorganisiran boarding, kembali membentuk team dilapangan anjing dan taman kuning. Beberapa program yang dapat dijalankan dalam pengorganisiran melalui konseling terbuka, keagamaan yasinan dan do‘a bersama. Namun itupun juga diwarning polisi dan dilarang untuk kumpul melingkar dengan alasan menggangu orang jalan dan mengganggu pemandangan. Pengorganisiran basis muslimah, menggunakan masjid selain sebagai tempat ibadah sekaligus propaganda pengorganisiran massa. Dimasjid diisi dengan pengajian, belajar iqro‘, belajar mengaji dan disana kita mempunyai ruang untuk membuka konseling terbuka, diskusi kecil bersama tentang hukum perburuhan guna meningkatkan kesadaran massa tentang pentingnya berorganisasi, dan menggunakan selebaran statemen serta bulletin untuk menambah wawasan. Pengorganisiran dimasjidpun mendapat hambatan dari warning yang dikeluarkan oleh imam masjid, yang mana dalam warning tersebut mengatakan bahwa pihaknya/masjid telah digrebek polisi dengan tuduhan sudah melindungi buruh migran yang overstay dan mempekerjakan mereka illegal. Setelah warning tersebut dipublikasikan, nampak dratis perubahan yang terjadi. Yang tadinya mampu mengorganisir 150-200 orang kini hanya maksimal 50-60 orang saja yang setiap minggu menghabiskan waktu liburnya di masjid. Pengorganisiran terhadap organisasi-organisasi BMI, seringnya mendatangi tempat secretariat masingmasing organisasi sambil melakukan training paralegal sesuai yang mereka butuhkan. Juga menggunakan kesenian disko maupun tari untuk bisa mendekatkan diri dengan organanisasi kultural, serta memberikan training-training dan diskusi massal. Kemudahan yang dialami untuk pengorganisiran massa BMI lebih mudah kita menggunakan bidang keagamaan untuk menarik perhatian massa BMI, baru kegiatan-kegiatan lainnya.
29
Korea Selatan MTU ―Situations of Migrant Workers and Their Movement in Korea‖ Seoul-Gyeonggi-Incheon Migrants Trade Union (MTU) 1.
Migrants Currently Residing in South Korea (As of Oct. 31, 2011, unit: 1 person) / Colored countries are migrant worker sending countries. / source: Ministry of Justice.
documented resi-
nationality
total residents
total
1403355
1228677
174678
Chinese (including KoreanChinese )
688329
617998
70331
American
137945
129496
8449
Vietnamese
116683
97527
19156
Filipino(a)
49810
37729
12081
Japanese
49706
48450
1250
Thai
42145
27821
14324
Indonesian
32422
26614
5808
Uzbekistan
30295
24950
5345
Mongolian
29453
19425
10028
Taiwanese
27077
26099
978
Canadian
22023
21257
766
Sri Lankan
21883
19295
2588
Cambodian
17157
15800
1357
Bangladeshi
13667
8549
5118
Nepalese
13273
11449
1824
Russian
10926
9711
1215
Pakistan
10638
7197
3441
Indian
7968
6679
1289
Australian
7554
7212
342
British
6746
6617
129
Burmese
6357
5148
1209
other
51902
44607
7295
dents
undocumented residents
30
2. EPS Migrant Workers EPS is Employment Permit System under government to government MOU. It‘s an official system of receiving the non-skilled workers from 15 Asian countries. (E-9 visa) Ethnic Korean from China, Uzbekistan, Russia and Kazakhstan as non-skilled workers are 307,488 (Mainly from China, 296,798. H-2 Visa) We regard E-9 visa holders + H-2 visa holders + Undocumented workers as migrant workers number. Thy are around 720,000
nationality
total workers
total
239743
Vietnamese
63938
Filipino(a)
25726
Indonesian
26551
Thai
23213
Sri Lankan
20148
Uzbekistan
13343
Chinese
12993
Cambodian
11689
Mongolian
11366
Nepalese
10420
4. Problems of Migrant Workers 1). Lack of information & education before departure. Migrant workers don‘t know exactly their company and work. Around 65% didn‘t know their working condition. More that 50% answered their working condition was different from the contract. (2005 Survey by Network for Migrants Human Rights) 2) Restriction on Workplace Change Migrant workers can change workplaces only 3times within their 3 year working period. (Under additional 1year and 10months, they can change 2times). Without employer‘s permission, they cannot change workplaces. In case of serious unpaid wage, violence, sexual harassment, etc, Labor Ministry Job Center can change workplaces without employer‘s signature. However, worker should prove that they were ill treated. Therefore, it‘s almost impossible for MW to change workplaces by themselves.
3) Restriction on Job finding period When MWs get the workplace change permission, 8729 Bangladeshi they should apply job finding within 1month. MWs should 4970 Pakistan find another workplace within 3months. If not, they become undocumented or should go back to home country. 4335 Burmese 4) Forced Labor So this kind of restrictions make MWs very submisothers 2322 sive to employers. In the past, it was one year contract, but now employers can make 3 years contract. MWs must sign the contract to come to Korea. It means workplace change is more difficult than it was under 1year contract. Overtime work, Sunday & holiday work and night work are forced even if MWs don‘t want do those work. If Employers don‘t like workers, they sometimes report immigration & job center that workers ran away even if workers are in the company Most migrants related organizations criticize EPS as ‗slavery permit system‘. 3) Bad working condition working hour: 12hours a day, Sunday, holiday work, night work wage: minimum wage (many companies deduct accommodation fee). Some companies give under minimum wage. safety: bad safety. MWs get industrial accidents than natives. Usually MWs are exposed to harmful substance. Too high labor intensity. 4) Human rights violation and violence Verbal abuse (78%), cultural discrimination(food or manner) (44%) violence (26.8%), religion discrimination (21.6%), sexual harassment (13.5%) Contract violation, unpaid wage, break time violation, severance pay violation, etc. [JCMK survey, 2011] 5) No Basic labor rights 3 Basic labor rights should be guaranteed under EPS law and Labor standard law, but actually
31
MWs have no labor rights. MWs cannot make a labor union under hard situation. They don‘t know their rights. Government and employers regard MWs as cheap and exploitable machine. Government always is on the employers‘ side. 6) Racial discrimination Most Korean think that MWs from Asian countries are poor and uneducated. Government immigration policy is based on economic standard so it discriminates people from the 3 rd world countries. In daily life, MWs experience racial discrimination (factory, subway, bus, mart, immigration office, job center, shop, etc).
4. Problems of Undocumented Migrant Workers 1) Crackdown & Deportation Undocumented MWs are always targeted by immigration. Immigration enforce intensive crackdown 2 times a year. During the crackdown, many people get injured and even die. (Around 30 people died in the process of crackdown so far) Government use crackdown to give fear to all MWs so that MWs cannot speak their voice in the society. Since 2003, around 185,000 people have been deported. (This year 14,000 people as of Oct 31) 2) Job finding is difficult It‘s very difficult to get jobs. So they must accept poorer working condition. Usually they work at night time. 3) Excluded from Social Welfare No medical insurance. No social welfare benefit 4) Government officers notification to immigration Under immigration law, government agency officers should notify to immigration, when they recognize undocumented MWs. Therefore, undocumented MWs cannot go to police station, labor office, etc. (Even if they are victims of crime) 5. Struggle of Migrants Trade Union Migrants Trade Union(MTU) was established in April, 2005 for migrant workers and by migrant workers. It is affiliated to KCTU. Migrant workers who participated in the sit-in struggle from 2003 Nov to 2004 Dec against the government‘s crackdown & deportation, made MTU. MTU officers and members are mainly from Nepal, Philippines, Bangladesh, Indonesia, etc. It organizes all migrant workers regardless of their visa status, such as EPS workers, undocumented workers and marriage migrants. MTU activities include improving MWs working condition, protecting human rights & labor rights, stopping crackdown, legalization of undocumented workers, changing EPS to WPS, recognition of MTU and protecting women‘s rights. Most important character of MTU is migrant workers themselves built it and manage union activities. MTU Activities 1) Counsel of workplace problem 2) Various Education 3) Campaign for migrant workers 4) Korean language school (Rainbow school) 5) Mass Rally & March, press conference 6) Branch members activities 7) Making MTU newsletter 8) Computer, media education 9) International solidarity - IMWSN 10) Women migrants group organizing
32
Lampiran Susunan acara Tanggal dan waktu
Kegiatan
Fasilitator
28 November
kedatangan peserta registrasi peserta
Panitia Panitia
29 November 07.00-08.00 08.00-09.00
Sarapan Pembukaan acara dan perkenalan peserta
Panitia dan Fasilitator
09.00-10.30
Presentasi tentang kondisi kerja BMI di negeri penempatan
IMWU, ATKI
Hong Kong, Taiwan, Macau Break 10.30-10.45 10.45-12.30
Presentasi kondisi kerja BMI di negeri penempatan Korea Selatan, Malaysia dan Singapura
MTU Korea, SBMI, IFN Singapura
Makan siang Ice breaker 12.30-13.30 13.30-13.45
Presentasi kondisi keluarga buruh migran Jabodetabek, Madura, Brebes, Salatiga, Surabaya
Fasilitator
13.45- 15.00
break
ATKI, SBMI
Pembagian Kelompok, dan tugas recap Sarapan 15.00-15.15 15.15-16.00 30 November 08.00-09.00
Recap tentang kondisi kerja BMI di negeri penempatan dan kondisi keluarga buruh migran.
Fasilitator
Makan siang Diskusi kelompok tentang:
09.00-12.00
Kelompok
12.00-13.30
-Akar masalah migrasi -UU PPTKILN -Konvensi PBB Tahun 1990 tentang perlidungan semua hak buruh migran dan anggota keluarganya
13.30-14.30
Coffe break
Kelompok
Presentasi kelompok Pleno perumusan point perlindungan BMI: perspektif ormas BMI dan anggota keluarganya
14.30-14.45
Penyusunan agenda kampanye bersama dan agenda 1 tahun
14.45-16.00
Perumusan sekretariat bersama
16.00-17.00
Kelompok Fasilitator
Solidarity night dan penutupan Dialog dengan Kemenakertrans, Deplu dan BNP2TKI 17.00-18.00
Pleno kelompok
33
Susunan Panitia Koordinator Panitia
: Catur Widi A : Marifah Ahmad : Diana Wulandari : Febri Ferdiansyah : Endra Jatmiko : Karsiwen : Aan Ansyary : Harry Kesuma : Yogo Daniyanto
34
35
36
37
Peserta Workshop
Suasana Pembukaan Workshop
Sambutan Dari Pihak Yayasan TIFA
38
39