JURNAL
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU PENYALAHGUNA NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI PARIAMAN (STUDI PERKARA NO. 1/Pid.Sus-Anak/2015/PN Pmn)
Oleh :
MIRA ANGRAINI NPM.0810005600096
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG 2015
1
i
A. Latar Belakang Masalah
Berbicara masalah anak memang tidak akan ada habisnya. Terutama yang berkaitan dengan Hak Asasi Anak. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas mendapatkan perlindungan dari berbagai macam tindakan kekerasan dan tindakan diskriminasi. Selain itu setiap anak juga memiliki hak sipil dan kebebasan. Orang tua, keluarga, dan masyarakat serta pemerintah bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat 1 disebutkan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Sesuai dengan perumusan diatas, menurut hemat penulis yang dimaksud dengan tidak ada kecualinnya berarti termasuk anak. Oleh karena itu anak juga berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dijamin kemerdekaan memeluk agama masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya. Berhak dan wajib ikut serta dalam usaha membela negara dan berhak pula mendapatkan pengajaran serta berhak memperoleh pemeliharaan oleh negara dalam hal terlantar 1. Perlindungan terhadap anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan terhadap kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera2 Anak dalam perkembangannya menuju ke kedewasaan, ada kalanya melakukan perbuatan yang lepas kontrol, yaitu melakukan perbuatan yang tidak baik sehingga dapat merugikan dirinya sendiri, salah satunya adalah penyalahgunaan Narkotika. Tingkah laku yang demikian disebabkan karena dalam masa pertumbuhan sikap dan mental anak belum stabil, dan juga tidak terlepas dari lingkungan tempat ia bergaul. Sudah banyak terjadi karena lepas kendali, kenakalan anak berubah menjadi tindak pidana atau kejahatan, sehingga perbuatan tersebut tidak dapat ditolerir lagi. Anak yang melakukan tindak pidana harus berhadapan dengan aparat penegak hukum untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah meningkatnya tindak pidana yang dilakukan anak adalah dengan diterapkannya sanksi hukum pidana bagi anak yang melakukan kejahatan. Dalam hal ini peranan hakim yang 1
Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Jakarta, Ghalia Idonesia, 1996, hal 166 2
Koesparmono Irsan, Hukum Perlindungan Anak, Jakarta, Fakultas Hukum Universitas Nasional Veteran, 2007, hal 6
1
menangani perkara pidana anak sangatlah penting. Hakim mempunyai wewenang untuk melaksanakan peradilan. Hakim wajib menggali dan memahami faktorfaktor yang menjadi penyebab seorang anak melakukan tindak pidana. Hakim sebagai aparat pemerintah, mempunyai tugas memeriksa, menyelesaikan, dan memutus setiap perkara yang diajukan kepadanya. Hakim harus dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya, yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan masyarakat. Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh anak sama halnya dengan kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa. Tindakan tersebut tidak dapat digolongkan ke dalam kejahatan ringan. Anak yang melakukan kejahatan penyalahgunaan Narkotika ataupun kejahatan lainnya disebabkan oleh berbagai dampak negatif dari modernisasi perkembangan pembangunan, perkembangan teknologi, perubahan gaya hidup yang mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku anak. Oleh karena itu orang tua, masyakat sekitar dan pemerintah ikut bertanggungjawab terhadap pembinanan, pendidikan dan perkembangan perilaku anak. Berbagai instrumen hukum nasional maupun internasional mengisyaratkan, penanggulangan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak dengan menjatuhkan sanksi pidana penjara harus dihindari apabila mengorbankan kepentingan anak. Namun di dalam prakteknya, ternyata masih ada yang diselesaikan dengan menjatuhkan sanksi pidana penjara. Padahal anak yang melakukan penyalahgunaan narkotika menghadapi dilema paradigmatik. Di satu sisi, penyalahgunaan narkotika dikualifikasi sebagai tindak pidana, sehingga pelakunya (termasuk anak) dapat dipidana. Di sisi lain, anak yang menyalahgunakan narkotika adalah juga korban. Dilema paradigmatis seperti ini sangat potensial menimbulkan salah penerapan hukum. B.
Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah Penerapan sanksi pidana terhadap anak pelaku Penyalahgunaan Narkotika pada perkara Nomor 1/Pid.SusAnak/2015/ PN Pmn? 2. Apa yang menjadi pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Pariaman dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap anak sebagai pelaku penyalahguna Narkotika pada perkara Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2015/ PN Pmn?
C. Metode Penelitian
Mengacu pada judul dan perumusan masalah, pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis Normatif. Penelitian yuridis Normatif disebut juga penelitian doktrinal. Penelitian yuridis Normatif atau doktrinal adalah penelitian yang mengkaji studi dokumen, yakni menggunakan berbagai data sekunder seperti peraturan perundangundangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana.
2
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana dan Teori Pemidanaan 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana sama pengertiannya dengan peristiwa pidana atau delik. Menurut rumusan para ahli hukum dari terjemahan straafbaarfeit yaitu suatu perbuatan yang melanggar atau bertentangan dengan undang-undang atau hukum, perbuatan mana dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan uraian di atas, kita dapat mengemukakan bahwa delik atau straafbaarfeit itu adalah perbuatan yang dilarang atau suatu perbuatan yang diancam dengan hukuman kepada barang siapa yang melakukannya, mulai dari ancaman yang serendah-rendahnya sampai kepada yang setinggitingginya sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Sifat ancaman delik seperti tersebut, maka yang menjadi subyek dari delik adalah manusia, di samping yang disebutkan 2. Teori Pemidanaan Pemidanaan secara sederhana dapat diartikan sebagai penghukuman yang dimaksud adalah berkaitan dengan penjatuhan pidana dan alasanalasan pembenar dijatuhkannya pidana terhadap seseorang yang dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dinyatakan secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana. Teori Pemidanaan ini dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu : 1) Teori Absolut Teori ini juga dikenal dengan istilah teori mutlak atau teori pembalasan. Menurut Wirjono Prodjodikoro3 teori absolute ini memuat penjelasan bahwa setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana tanpa taawar-menawar. Maksudnya adalah apabila sesorang mendapat pidana karena telah melakukan suatu kejahatan maka pemberian pidana disini ditujukan sebagai bentuk pembalasan kepada orang yang telah melakukan. 2) Teori Relatif Teori ini juga dikenal dengan istilah teroi nisbi atau teori tujuan, Menurut teori ini, suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan suatu pidana. Untuk itu tidak cukup adanya suatu kejahatan, melainkan harus dipersoalkan perlu dan manfaatnya suatu pidana bagi masyarakat atau bagi si penjahat sendiri. Tidak saja dilihat pada masa lampau, melainkan juga pada masa depan. Oleh karena itu, harus ada tujuan lebih jauh daripada hanya menjatuhkan pidana saja. Teori ini juga dikenal dengan teori tujuan atau teori Nisbi. 3) Teori Gabungan. Menurut Samidjo4 teori ini tidak menitikberatkan atau menganggap sebagai dasar hukuman semat-mata pembalasan saja (teori absolute) atau 3
Op.Cit.hal 23
4
Ibid hal 154
3
pemulihan kerugian dan pemeliharan ketertiban umum dalam suatu masyarakat, melainkan berpendirian bahwa hukuman itu dijatuhkan oleh Negara berdasarkan asas keadilan dan dipertahankannya kesejahteraan bersama dalam masyarakat (di Indonesia yang dianut adalah teori gabungan). B. Pengertian Anak a. Anak menurut Hukum Pidana Menurut Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mendefinisikan bahwa: Anak adalah jika seorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya belum enam belas tahun, hakim boleh : memerintahkan, supaya sitersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya ; walinya atau pemeliharanya, dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman ; atau memerintahkan, supaya si tersalah diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman, yakni jika perbuatan itu masuk bagian kejahatan atau salah satu pelanggaran yang diterangkan dalam Pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503-505, 514, 417-32 519, 526, 531, 532, 536 dan 540 dan perbuatan itu dilakukannya sebelum lalu dua tahun sesudah keputusan dahulu yang menyalahkan dia melakukan salah satu pelanggaran ini atau sesudah kejahatan ; atau menghukum anak yang bersalah itu. b. Anak menurut Undang-Undang Perkawinan Pasal 7 (1) Undng-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mendefinisikan bahwa "seorang pria hanya diizinkan kawin apabila telah mencapai usia 19 (sembilas belas) tahun dan pihak wanita telah mencapai umur 16 (enam belas) tahun". c. Anak menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak, mendefinisikan anak sebagai berikut: "anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan" d. Anak menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Dalam Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, mendefinisikan bahwa "anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin". Walaupun pengertian anak dalam peraturan perundang-undangan beraneka ragam namun dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak mendefinisikan Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.
4
C. Pengertian Anak Nakal Kenakalan remaja dapat dibedakan menjadi kenakalan biasa dan kenakalan yang merupakan tindak pidana. 5 Anak nakal adalah: a. Anak yang melakukan tindak pidana atau b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat bersangkutan.6 Sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan anak, istilah “anak nakal” diganti dengan Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak, yang dimaksud dengan anak yang berkonflik dengan hukum dalam Undang-Undang tersebut adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Dari berbagai pengertian anak Nakal yang dinyatakan diatas, dapat disimpulkan bahwa anak nakal adalah anak yang berumur dibawah 12 (dua belas) tahun akan tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang melakukan perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang. D. Sanksi Pidana dan Tindakan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana. Sanksi yang dapat dijatuhkan kepada Pelaku Tindak Pidana yaitu berupa sanksi Pidana dan Tindakan. Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan terhadap anak sebagai pelaku delik menurut Undang-undang Nomor 11 tentang Sistem Peradilan Anak adalah pidana dan tindakan. 1. Sanksi Pidana Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan terhadap anak sebagai pelaku delik adalah pidana pokok dan pidana tambahan, sebagai berikut: 1.1. Pidana pokok 1.2. Pidana tambahan 2. Sanksi Tindakan 1. pengembalian kepada orang tua/Wali; 2. penyerahan kepada seseorang; 3. perawatan di rumah sakit jiwa; 4. perawatan di LPKS; 5. Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta; 6. pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau 7. perbaikan akibat tindak pidana.
5
Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta,2000, Djambata, hal 4
6
http://anakdananaknakal.blogspot.com/2012/07/1.html
5
E. Pengertian Narkotika Menurut undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang dimaksud dengan Narkoba atau Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan. Soedjono Dirdjosisworo berpendapat Narkotika adalah sejenis zat yang apabila dipergunakan (dimasukan kedalam tubuh) akan membewa pengaruh terhadap tubuh si pemakai, pengaruh tersebut berupa menenangkan, merangsang dan menimbulkan khayalan-khayalan (halusinasi)7 Sementara itu yang dimaksud dengan Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Adapun yang dimaksud dengan Penyalahguna menurut Pasal 1 Nomor 15 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. F. Pengertian Putusan Dalam tulisan ini yang dimaksud dengan putusan yaitu Putusan Hakim atau Putusan Pengadilan tingkat pertama. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dikatakan, yang dimaksud dengan Putusan Hakim adalah pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang Pegadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas, atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut carang yang diatur dalam undang-undang8 Pengertian lain mengenai putusan hakim adalah hasil musyawarah yang bertitik tolak dari surat dakwaan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan.9 PEMBAHASAN A. Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Anak Sebagai Pelaku Penyalahguna Narkotika Dalam Perkara Pidana Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2015/PN Pmn Tindak Pidana merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum yang telah dilakukan baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat
7
Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Tentang Narkotika di Indonesia, Karya Nusantara, Bandung, 1990, Hal 9 8
Hari Sasangka dan Lily Rosita, KUHAP dengan komentar, untuk praktisi dan mahasiswa, Bandung, Mandar Maju, 2000, hal 4 9
https://massofa.wordpress.com/2011/08/16/tentang-putusan-hakim/ (terakhir dikunjungi 24 April 2015)
6
dihukum. Apabila seseorang melakukan Tindak Pidana maka perbuatannya tersebut harus dipertanggungjawabkan. Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika adalah undang-undang yang mengatur perbuatan-perbuatan sebagai tindak pidana narkotika. Undang-undang Narkotika tidak secara khusus mengatur tentang ketentuan sanksi pidana bagi anak, namun pada umumnya seorang anak yang melakukan tindak pidana narkotika sebagai pelaku pengguna narkotika yaitu seseorang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika bagi dirinya sendiri dimana dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009 disebut sebagai Penyalah guna narkotika yaitu adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Apabila dicermati, terdapat beberapa pasal dalam Undang-undang Narkotika yang khusus diberlakukan bagi anak yaitu bagi mereka yang belum cukup umur. Adapun ketentuan-ketentuan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana narkotika yaitu terkait pelaku penyalahgunaan narkotika yang di atur dalam Pasal 127 dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang bunyinya sebagai berikut : (1) Setiap Penyalah Guna : a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun. b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun. c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. (2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103. (3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak tidak mengikuti ketentuan pidana pada Pasal 10 KUHP sebagaimana yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dan membuat sanksinya secara tersendiri, Oleh karena itu sanksi pidana yang dapat dijatuhkan oleh hakim tidak hanya terbatas pada sanksi pidana dalam Undang-undang Narkotika, namun hakim dalam memutuskan perkara anak yang melakukan tindak pidana narkotika juga berlandaskan pada ketentuan dalam undang-undang Sistem Peradilan Anak. Adapun Kasus Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh Restu terjadi pada hari Senin tanggal 16 Februari 2015 sekira pukul 12.15 WIB, Restu bersama dengan temannya yang bernama Novrizal dan Adi ditangkap oleh anggota Sat Lantas Polres Pariaman karena mobil yang tumpanginya bersama dengan kedua temannya tersebut menabrak rumah warga Korong Palabihan Nagari Kayu Tanam Kecamatan 2x11 Kayu Tanam Kabupaten Padang Pariaman, kemudian Restu, Novrizal dan Adi ditanyai
7
oleh Heriyanto panggilan Ujang siapa yang mengendarai mobil, kemudian Novrizal menjawab bahwa Novrizal yang mengemudikan mobil tersebut dan menjelaskan bahwa Novrizal mengantuk, Kemudian Rangga melihat Novrizal berjalan kearah selokan atau tempat pembuangan sampah yang tidak ada airnya yang berjarak kurang lebih 6 (enam) meter dari tempat kejadian, kemudian Restu dan Novrizal serta Adi duduk di pos satpam INS Kayu Tanam yang berjarak kurang lebih 25 meter dari tempat kejadian, kemudian Heriyanto menemukan 1 (satu) linting narkotika jenis ganja kering siap pakai didekat pintu sebelah kiri mobil Toyota Avanza yang ditumpangi oleh Restu, tidak lama kemudian datang petugas kepolisian dari Sat Lantas Polres Padang Pariaman yaitu Novius, kemudian Heriyanto langsung menyerahkan 1 (satu) linting narkotika jenis ganja kering yang ditemukan didekat pintu sebelah kiri mobil yang ditumpangi oleh Restu, Kemudian Rangga, Heriyanto dan Novius melakukan pencarian terhadap kemungkinan adanya barang bukti yang lain, kemudian Rangga menemukan 1 (satu) paket narkotika jenis shabu-shabu yang dibungkus dengan plastik optik warna bening dan 1 (satu) paket narkotika jenis ganja kering yang dibungkus dengan kertas cover VCD didekat selokan atau tempat pembuangan sampah yang tidak ada airnya yang berjarak kurang lebih enam meter dari mobil Toyota Avanza tersebut, kemudian Saksi Rangga menyerahkannya kepada Heriyanto dan Heriyanto langsung menyerahkannya kepada Novius dan selanjutnya Restu, Novrizal dan Adi dibawa ke kantor Polres Padang Pariaman; Cara Restu dalam menggunakan narkotika jenis ganja kering tersebut adalah mula-mula Restu menerima ganja dari Novrizal kemudian Restu menyerahkannya kepada Adi dan selanjutnya Adi mengeluarkan 1 (satu) batang rokok Surya dan mengeluarkan seluruh isi tembakaunya, kemudian mencampurnya dengan ganja kering dan kembali mengisi batangan rokok tersebut sampai penuh kembali dan selanjutnya lintingan batangan rokok tersebut dibakar oleh Adi dan menghisap asapnya, setelah beberapa hisapan kemudian Adi menyerahkannya kepada Restu, kemudian Restu juga menghisap asapnya, hal tersebut mereka lakukan secara bergantian sampai batangan rokok bercampur narkotika jenis ganja kering tersebut habis. Dalam kasus ini terdakwa Restu didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan alternatif yaitu : - Kesatu melanggar Pasal 111 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika jo Pasal 55 KUHP jo Undang-undang RI No 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan anak. - Kedua melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika jo Pasal 55 KUHP jo Undang-undang RI No 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan anak. Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini telah mengajukan tuntutan agar terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 2 (dua) tahun ; Atas tuntutan Penuntut Umum tersebut, Hakim Pengadilan Pariaman telah menjatuhkan selama 1 (Satu) Tahun dan 3 (Tiga) Bulan terhadap terdakwa ;
8
Narkotika yang digunakan adalah narkotika tanaman berupa ganja dengan berat 0,86 (nol koma delapan enam) gram, yang merupakan ganja yang tergolong dalam narkotika golongan I (satu) terdaftar dalam golongan 1 (satu) No. Urut 8 Undang- undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Oleh karena itu, menurut penulis setelah membaca putusan dari kasus yang telah diuraikan diatas bahwa anak sebagai pelaku penyalahguna narkotika dijatuhi oleh Hakim Putusan Pidana Penjara selama 1 (satu) tahun dan 3 (tiga) bulan sebab telah terbukti melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo Undang-undang RI No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak jo Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHPidana. Dalam Putusannya Hakim menjatuhkan pidana Penjara terhadap Restu. Pidana Penjara merupakan salah satu sanksi pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak sebagai Pelaku Tindak Pidana, pidana penjara merupakan sanksi pamungkas (terakhir) dalam penegakan hukum. B. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Pariaman Dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Terhadap Anak Sebagai Pelaku Penyalahgunaan Narkotika Pada Perkara Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2015/ PN Pmn. Ketika seorang anak dihadapkan pada suatu persoalan menyangkut hukum dimana anak ditempatkan sebagai pelaku tindak pidana. Pada umumnya perbuatan tersebut mereka lakukan dalam kondisi kejiwaan yang tidak stabil. Oleh karena itu, Hakim yang menangani perkara anak haruslah Hakim yang memiliki pemahaman tentang anak. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 43 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak yang berbunyi: (1) Pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap perkara Anak dilakukan oleh Hakim yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi. (2) Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan peradilan umum; b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak. Hakim anak yang memeriksa dan memutus perkara pidana Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2015/PN Pmn adalah Hakim anak yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri Pariaman berdasarkan Penetapan Nomor : 1/Pid.SusAnak/2015/PN.Pmn., tertanggal 6 Maret 2015. Dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut Hakim Anak didampingi oleh seorang Panitera. Hal ini sesuai dengan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, yang isinya sebagai berikut :
9
1) Hakim memeriksa dan memutus perkara Anak dalam tingkat pertama dengan hakim tunggal. 2) Ketua Pengadilan Negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara Anak dengan hakim majelis dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit pembuktiannya. 3) Dalam setiap persidangan Hakim dibantu oleh seorang Panitera atau Panitera Pengganti. Ada beberapa hal yang menjadi dasar-dasar pertimbangan yang dipergunakan oleh hakim dalam memutus perkara dalam Putusan Nomor : 1/Pid.Sus-Anak/2015/PN Pmn. Didasarkan pada pada fakta-fakta yang ada dalam persidangan dan juga berdasarkan rasa keadilan hakim dan megacu pada Pasal-Pasal yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan. Dalam mempertimbangkan menjatuhkan putusan hakim memiliki 2 pertimbangan yaitu : 1. Pertimbangan Yuridis Pertimbangan yuridis adalah yang menjadi dasar sebelum memutus perkara, hakim akan menarik fakta-fakta dalam proses persidangan yang merupakan konklusi komulatif dari keterengan para saksi, keterangan terdakwa dan barang bukti10. Pertimbangan yang bersifat yuridis merupakan pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat Yuridis antara lain Dakwaan Penuntut Umum, Tuntutan pidana, Keterangan saksi, Keterangan terdakwa, Barang-barang bukti dan Pasal-pasal dalam Undang-Undang Narkotika. 2. Pertimbangan Non Yuridis. Di samping pertimbangan yang bersifat yuridis hakim dalam menjatuhkan putusan membuat pertimbangan yang bersifat non yuridis. Pertimbangan yuridis saja tidaklah cukup untuk menentukan nilai keadilan dalam pemidanaan anak dibawah umur, tanpa ditopang dengan pertimbangan non yuridis yang bersifat sosiologis, psikologis, kriminologis dan filosofis11 Faktor- faktor yang harus dipertimbangkan secara sosiologis oleh hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap suatu perkara , yaitu12 : 1. Memperhatikan sumber hukum tak tertulis dan nilai-nilai yang hidup di masyarakat. 2. Memperhatikan sifat baik dan buruk dari terdakwa serta nilai-nilai yang meringankan maupun hal-hal yang memberatkan terdakwa. 10
https://juandamauludakbar.wordpress.com/2014/02/22/pertimbangan-hakim/, terakhir dikunjungi, jum’at 14 Agustus 2015 11
Bunadi Hidayat, Pemidanaan Anak Di Bawah Umur, Bandung, Alumni, 2009, Hal 93 https://juandamauludakbar.wordpress.com/2014/02/22/pertimbangan-hakim, terakhir dikunjungi 14 Agustus 2015 12
10
3. Memperhatikan ada atau tidaknya perdamaian, kesalahan, peranan korban. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulann hidup. Dalam Putusan Nomor 1/Pid.Sus-Aanak/2015/PN Pmn, Hakim telah mempertimbangkan hasil Penelitian dari Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan Kelas I Padang dalam Surat dan berkas Hasil Penelitian Kemasyarakatan Nomor Register : Lit.A/32/II/2015 atas nama Terdakwa Restu yang pada pokoknya menyarankan agar Restu sebaiknya mendapat rehabilitasi di Rumah Sakit Prof Dr. HB Sa'anin Padang dan selanjutnya apabila rehabilitasi telah selesai dijalani oleh Klien, Pembimbing Kemasyarakatan (PK) menyarankan kepada Hakim agar Klien (Terdakwa) diputus dengan tindakan dibina diluar lembaga yaitu ditempatkan di LPKS / UPTD PSAABR Budi Utama Lubuk Alung supaya mendapatkan pendidikan dan keterampilan. Selain itu Hakim mempertimbangkan penyebab terjerumusnya Terdakwa sebagai penyalah guna narkotika adalah karena kurangnya pengawasan dan perhatian yang dilakukan oleh orang tua Terdakwa sebab kedua orang tunya sudah tidak tinggal serumah lagi akibat kehidupan rumah tangga mereka berdua yang juga sudah tidak lagi harmonis, yang mana hal tersebut membuat pergaulan Terdakwa sehari-harinya menjadi tidak terkontrol dan Terdakwa sebelumnya tidak pernah menceritakan kepada orang tua maupun keluarganya tentang kecanduannya dalam mengkonsumsi narkotika dan Terdakwa maupun pihak keluarganya sebelum Terdakwa ditangkap oleh petugas kepolisian juga tidak pernah melaporkan tentang kecanduan Terdakwa tersebut kepada pihak yang berwenang guna mendapatkan rehabilitasi secara medis. Analisis Berdasarkan pada posisi kasus yang telah diuraikan diatas, dapat dilihat bahwa dakwaan Penuntut Umum, Tuntutan Penuntut Umum, dan Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Pariaman dalam Putusannya telah memenuhi unsur dan syarat dipidananya terdakwa. Hal ini didasarkan pada pemeriksaan dalam persidangan dimana alat bukti yang diajukan oleh Penuntut Umum termasuk didalamnya keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Keterangan terdakwa yang mengakui secara jujur perbuatan yang telah dilakukannya dan menyesalinya. Oleh karena itu, Hakim Pengadilan Negeri Pariaman menyatakan dalam amar putusannya bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Turut Serta Menyalahgunakan Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dan menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama
11
1 (Satu) Tahun dan 3 (Tiga) Bulan. Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim Anak lebih Ringan dari tuntutan Penuntut Umum, yang mana Penuntut Umum menuntut agar terdakwa dihukum Pidana Penjara selama 2 (dua) tahun. Selain hal tersebut diatas yang dijadikan pertimbangan bagi hakim untuk menjatuhkan pidana, juga faktor-faktor yang meringankan dan memberatkan pada terdakwa harus diperhatikan. Dalam kasus ini, yang menjadi Hal-hal yang meringankan dam hal-hal yang memberatkan penjatuhan hukuman kepada terdakwa adalah : Hal-hal yang meringankan : 1. Terdakwa berlaku sopan dan mengakui terus terang perbuatannya sehingga mempelancar jalannya persidangan; 2. Terdakwa menyesali kesalahan dan perbuatannya tersebut; 3. Terdakwa masih berstatus anak-anak yang mana masih memiliki masa depan yang panjang dan masih bisa diharapkan untuk dapat mengubah perilaku buruknya tersebut dikemudian hari; 4. Narkotika yang ditemukan ditangan Terdakwa jumlah dan bobotnya relatif sedikit; Hal-hal yang memberatkan : 1. Perbuatan Terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas Narkoba serta bertentangan dengan adat istiadat yang berlaku di masyarakat setempat; 2. Perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat; 3. Terdakwa positif mengkonsumsi setidaknya tiga jenis narkotika yaitu shabu-shabu, tanaman ganja dan ekstasi; Di dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, tidak secara eksplisit mengatur tujuan pemidanaan, namun secara umum dapat dilihat dalam konsiderannya. Tujuan yang hendak dicapai adalah upaya melindungi dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Selain itu dalam penjelasan diuraikan pula bahwa dengan dikeluarkannya Undang-undang tentang Sistem Peradilan Anak, dimaksudkan untuk lebih melindungi dan mengayomi anak agar dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang. Dimaksudkan juga untuk memberi kesempatan kepada anak agar melalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, dan berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, Bangsa dan Negara. 13 Oleh karena dalam putusannya itu hakim menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa dalam perkara tersebut adalah 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan. Dalam hal ini hakim memutuskan terdakwa anak tersebut untuk menempatkannya dalam tahanan penjara. .Tujuan pembinaan adalah pemasyarakatan, dapat dibagi dalam tiga hal yaitu 14 : 13
Nandang Sambas, Pembaharuan Sistem Peradilan Anak di Indonesia, Yogyakarta, 2010, hal. 27 14 Harsono Hs, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Djambatan, Jakarta, 1995, hal. 47
Graha Ilmu,
12
a. Setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tidak lagi melakukan tindak pidana. b. Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif dalam membangun bangsa dan negaranya. c. Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akherat. Atas dasar hal-hal tersebut, maka sangatlah tidak tepat apabila tujuan pemidanaan terhadap anak disamakan dengan tujuan pemidanaan terhadap orang dewasa, sebab seorang anak yang dalam tindakannya memiliki motivasi dan karakteristik tertentu yang berbeda dengan pelaku dewasa. Secara teoritis kecenderungan hakim yang selalu menjatuhkan pidana penjara kepada anak dapat dipersoalkan adalah pidana, termasuk di dalamnya pidana penjara, pada dasarnya hanyalah sebuah alat, yaitu alat untuk mencapai tujuan pemidanaan. Apabila penggunaan alat itu tidak dapat memenuhi tujuan yang telah ditentukan, maka tidak ada alasan untuk tetap menggunakan alat itu. Dalam berbagai teori terdapat pemahaman, bahwa pidana penjara sebagai alat untuk mencapai tujuan pemidanaan masih diperdebatkan efektifitasnya. Artinya, tidak ada jaminan apabila pelaku tindak pidana pada akhirnya dijatuhi pidana penjara maka dengan sendirinya ia akan kembali menjadi anggota masyarakat yang baik dan taat hukum. Justru yang sering sekali diketahui adalah, bahwa pidana penjara membawa dampak negatif yang sangat merugikan bagi terpidana, khususnya terpidana anak. Dalam hal dampak negatif atas penerapan sanksi pidana penjara terhadap anak akan menimbulkan berbagai kerugian, yang menurut Made Sadhi Astuti15 : a. Anak menjadi lebih ahli tentang kejahatan b. Anak diberi cap jahat oleh masyarakat yang disebut stigma c. Masyarakat menolak kehadiran mantan narapidana anak d. Masa depan anak suram.
Oleh karena itu penjatuhan pidana penjara kepada anak akan membawa dampak negatif yang berkepanjangan yang justru bersifat kontra-produktif apabila dilihat dari tujuan pokok pemidanaan itu sendiri. Tujuan pemidanaan khususnya bagi anak, dalam kenyataannya tidak dapat dipenuhi dengan penjatuhan pidana penjara kepada anak sebab pemidanaan bagi anak seringkali menempatkan anak dalam situasi yang bersifat merugikan anak karena berbagai dampak negatif dari penerapan pidana penjara. Dengan adanya dampak-dampak negatif dengan penerapan sanksi pidana menunjukkan bahwa tujuan pemidanaan dengan penerapan sanksi pidana berupa pidana penjara dalam kasus anak pelaku penyalahguna narkotika tidak tepat, seharusnya hakim dalam putusannya menerapkan sanksi pidana yang tepat agar anak terhindar dari dampak-dampak negatif dari penerapan sanksi pidana penjara tersebut yang dapat mempengaruhi terpenuhinya tujuan pemidanaan terhadap anak yaitu dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dengan tujuan menjamin 15
Nandang Sambas, Opcit hal 126
13
perlindungan anak dalam menjalani hukumannya. Sebagaimana yang diatur dalam ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak perlu diperhatikan mengenai perlidungan hukum terhadap anak. Hal tersebut diatur dalam Pasal 59 dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan Anak yang isinya adalah sebagai berikut : (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan Perlindungan Khusus kepada Anak. (2) Perlindungan Khusus kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada: a. Anak dalam situasi darurat; b. Anak yang berhadapan dengan hukum; c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi; d. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual; e. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; f. Anak yang menjadi korban pornografi; g. Anak dengan HIV/AIDS; h. Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan; i. Anak korban Kekerasan fisik dan/atau psikis; j. Anak korban kejahatan seksual; k. Anak korban jaringan terorisme; l. Anak Penyandang Disabilitas; m. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran; n. Anak dengan perilaku sosial menyimpang dan o. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang Tuanya; Di antara Pasal 59 dan Pasal 60 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 59A sehingga berbunyi sebagai berikut: Perlindungan Khusus bagi Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dilakukan melalui upaya: a. penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya; b. pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan; c. pemberian bantuan sosial bagi Anak yang berasal dari Keluarga tidak mampu; dan d. pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan. Selanjutnya dalam pasal 64 dikatakan bahwa : Perlindungan Khusus bagi Anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b dilakukan melalui: a. perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan
14
sesuai dengan umurnya; b. pemisahan dari orang dewasa; c. pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif; d. pemberlakuan kegiatan rekreasional; e. pembebasan dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan martabat dan derajatnya; f. penghindaran dari penjatuhan pidana mati dan/atau pidana seumur hidup; g. penghindaran dari penangkapan, penahanan atau penjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat; h. pemberian keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum; i. penghindaran dari publikasi atas identitasnya. j. pemberian pendampingan Orang Tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak; k. pemberian advokasi sosial; l. pemberian kehidupan pribadi; m. pemberian aksesibilitas, terutama bagi Anak Penyandang Disabilitas; n. pemberian pendidikan; o. pemberian pelayanan kesehatan; dan p. pemberian hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Atas dasar hal tersebut, sebenarnya untuk memenuhi tujuan pemidanaan hakim dalam putusannya dapat menjamin kepentingan terbaik bagi anak serta sanksi yang dijatuhkan lebih bermanfaat bagi anak dan bukan sanksi pidana yang berupa pidana penjara, maka seharusnya hakim dapat menjatuhkan putusan terhadap anak penyalahguna narkotika berupa rehabilitasi, sebab adanya kerugian- kerugian akibat penerapan sanksi pidana berupa pidana penjara.
Oleh karena itu penulis berpendapat lebih baik jika si anak dijatuhi hukuman Rehabilitasi sesuai dengan Pembelaan (Pledoi) yang diajukan oleh terdakwa secara lisan di persidangan dan sesuai dengan kesimpulan Hasil Penelitian Kemasyarakatan yang telah dilakukan oleh Petugas BAPAS terhadap terdakwa.
15
PENUTUP A. Kesimpulan 2. Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Anak sebagai Pelaku Penyalahgunaan Narkotika dalam perkara pidana Nomor 1/Pid.Ssu-Anak/2015/PN Pmn. Sanksi Pidana yang dijatuhkan kepada anak dalam perkara Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2015/PN Pmn atas nama terdakwa Restu telah sesuai dengan kententuan pidana yang diatur dalam Pasal 127 ayat (1) UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dimana terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 3 (tiga) bulan. 3. Pertimbangan Hakim dalam Sanksi Pidana Terhadap Anak sebagai Pelaku Penyalahgunaan Narkotika dalam perkara pidana Nomor 1/Pid.SsuAnak/2015/PN Pmn. Dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap anak sebagai pelaku Penyalahgunaan Narkotika dalam Putusan Nomor : 1/Pid.SusAnak/2015/PN Pmn yakni dengan melihat Pertimbangan Yuridis dan Pertimbangan Non Yuridis. Pertimbangan Yuridis melihat pada Surat Dakwaan, Tuntutan, Keterangan saksi, Keterangan terdakwa, Barang Bukti dan Pasal-pasal yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan, sedangkan pertimbangan Non Yuridis melihat pada hasil penelitian Petugas Pembimbing kemasyarakatan dari BAPAS Klas I.A Padang yang dalam laporannya telah memuat unsur Sosilogis, Psikologis, Kriminologis dan Filosofis si Anak. Adapun tujuan Hakim menjatuhkan putusan Pidana Penjara adalah memberikan efek jera kepada anak agar ia tidak mengulangi perbuatannya lagi serta untuk mendidik terdakwa agar menginsyafi perbuatannya. Akan tetapi putusan yang dijatuhkan oleh Hakim tersebut kurang sesuai karena si anak dijatuhi pidana penjara bukan rehabilitasi. B. Saran-Saran Melalui tulisan ini penulis memberikan saran-saran kepada aparat penegeak hukum sebagai berikut : 1. Dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap anak sebagai pelaku penyalahguna Narkotika sebaiknya Hakim dalam menjatukan putusan lebih mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi Rehabilitasi terhadap anak, demi kepentingan dan masa depan anak tersebut 2. Diharapkan kepada masyarakat lebih meningkatkan kontrol sosial, terutama para orang tua harus melakukan pengawasan lingkungan dan pergaulan anak-anaknya agar tidak terjerumus dalam pergaulan yang tidak baik.
16
DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Jakarta, Ghalia Idonesia, 1996. Andi Hamzah, Azas-azas hukum pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 1994. Bunadi Hidayat, Pemidanaan Anak Di Bawah Umur, Bandung, Alumni, 2009 Djoko Prakoso, Masalah Pemberian Pidaa dalam Teori dan Praktek Peradilan, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1984. E.Y, Kanter, dan S.R.Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya, Jakarta, PT Storia Grafika, 2002. Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta,2000. Hari Sasangka dan Lily Rosita, KUHAP dengan komentar, untuk praktisi dan mahasiswa, Bandung, Mandar Maju, 2000 Harsono Hs, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Djambatan, Jakarta, 1995. Koesparmono Irsan, Hukum Perlindungan Anak, Jakarta, Fakultas Hukum Universitas Nasional Veteran, 2007. Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoretis, Praktik, Dan Permasalahannya, Bandung, Alumni, 2007 Marlina, Peradilan Anak di Indonesia (Pengembangan Konsep Diversi dan Restoratif justice), Refika Aditama, Bandung, 2009. Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2010 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 2000. P. A. F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1997. Nandang Sambas, Pembaharuan Sistem Peradilan Anak di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010. Samidjo, Pengantar Hukum Indonesia, Bandung, Armico, 1993. Sudarto, Kapsel Hukum Pidana, Bandung,1986. Tambah Sembiring, Proses Pemeriksaan Perkara Pidana Di Pengadilan Negeri, Medan, USU Press, 1993 Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, Cet 1, Bandung, PT Refika Aditama, 2006. Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung, Refika Aditama, 2003. Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Bandung, Refika Aditama, 2003 B. Peraturan Perundang- undangan Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang0Undang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143).
17
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297). C. Sumber lain Kamus Besar Bahasa Indonesia Internet https://massofa.wordpress.com/2011/08/16/tentang-putusan-hakim/ (terakhir dikunjungi 24 April 2015). http://worldhealth-bokepzz.blogspot.com/2012/04/pengertian-narkobamenurut-pakar.html (terakhir dikunjungi tanggal 25 April 2015) https://juandamauludakbar.wordpress.com/2014/02/22/pertimbangan-hakim/, (terakhir dikunjungi, jum’at 14 Agustus 2015) http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f4c5a4ea3527/bentuk-bentuksurat-dakwaan, terakhir dikunjungi (Jum’at 14 Agustus 2015)
18