e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
PENERAPAN MODEL INKUIRI TERBIMBING BERBANTUAN MEDIA KONKRET UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V Ni Putu Sri Agustini1, Nyoman Kusmariyatni2, Dewa Nyoman Sudana3 1,2,3Jurusan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected], Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan sikap ilmiah dan hasil belajar IPA siswa kelas V semester genap tahun pelajaran 2015/2016 di SDN 3 Ambengan kecamatan sukasada setelah diterapkan model inkuiri terbimbing berbantuan media konkret. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus dan setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi/evaluasi dan tahap refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN 3 Ambengan yang berjumlah 24 orang. Objek penelitian ini adalah sikap ilmiah dan hasil belajar IPA. Data sikap ilmiah dikumpulkan dengan menggunakan angket dan data hasil belajar di kumpulkan dengan tes. Data sikap ilmiah dan hasil belajar dianalisis dengan metode analisis deskriptif kuatitatif. Hasil analisis menunjukkan rata-rata sikap ilmiah pada siklus I sebesar 76,36 dengan katagori “cukup” mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 85,47 dengan katagori “tinggi”. Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 63,33 pada siklus II mengalami peningkatn menjadi 76,46. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model inkuiri terbimbing berbantuan media konkret dapat meningkatkan sikap ilmiah dan hasil belajar IPA siswa kelas V semeseter genap tahun pelajaran 2015/2016 di SDN 3 Ambengan Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Kata kunci: model inkuiri terbimbing, media konkret, sikap ilmiah, hasil belajar IPA. Abstract The purpose of this research was to know about the increasing scientific attitude and result of the natural science of fifth grade in SDN 3 Ambengan Sukasada subdistrict after applied by guided inquiri model with concrete model. This kind of research was classroom action research that did by two cyles and every cyle consisted of four steps, that are planning, implementation, observation/evaluation and reflection. The subject of this research was fifth grade of SDN 3 Ambengan that consisted of 24 students. the object of this research was scientific attitude and result of natural science’s study. the scientific attitude datas collected by questionnaire and results of studied data collected by tests. the scientific attitudes data and result of the study was analyzed by analysis method descriptive qualitative. the result of analysis showed that average scientific attitude on first cyle was 76.36 it’s mean “enough” category, it would be increasing on second cycles became 85,47 it’s mean “high” category. the students average score results on cyle first was 63.33 on second cyle it would be increasing became 76,46. According results of the study, it can concluding that implementation of guided inquiry model with concrete media can increasing scientific attitude and result of nature science’s study fifth grade two semester in academic year 2015/2016 in SDN 3 Ambengan Sukasada subdistrict. Keywords: guided inquiry model, concrete media, scientific attitude, nature science’s study
1
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
PENDAHULUAN Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Perubahan paradigma pembelajaran yang awalnya proses pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered) berubah menjadi kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Hal tersebut menuntut guru untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menyusun dan merencanakan pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa. Dalam menyiapkan peserta didik dalam sistem persekolahan, peserta didik perlu dibantu dalam memecahkan masalah belajar. Pasal 3 UU No 20 Sisdiknas Tahun 2003 (dalam Suarjana dan Japa, 2014) tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Guru diharapkan dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah tersebut agar tujuan pendidikan nasional dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang berkembang saat ini menurut kurikulum tahun 2006 khususnya di sekolah dasar menuntut siswa agar menemukan masalah serta memecahkannya. Dalam pembelajaran IPA guru dituntut untuk mengajak siswa memanfaatkan alam sebagai sumber belajar. IPA memberikan banyak manfaat bagi siswa, diantaranya siswa dapat mengenal lingkungan sekitar, mendapatkan pengalaman langsung dengan melakukan berbagai percobaan yang terkait dengan lingkungan hidup. “Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari objek-objek alam semesta beserta isinya” (Sudana, dkk.,2010:2).
Ilmu Pengetahuan Alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dalam pembelajaran IPA siswa harus diberikan kesempatan untuk mengalami dan menemukan sendiri tentang makna dari materi yag diajarkan dengan berbantuan media pembelajaran konkret sehingga mudah dipahami siswa dalam mata pelajaran IPA. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di sekolah dasar menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Keterampilan proses sangat menunjang dalam menggali pengetahuan siswa dari alam bebas. Dari keterampilan proses ini dapat dikembangkan sikap ilmiah. Kondisi saat ini khususnya di Sekolah Dasar Negeri 3 Ambengan, dalam proses pembelajaran IPA terlihat guru masih menggunakan metode konvensional. Ini terbukti dari hasil observasi di dalam kelas selama proses pembelajaran bahwa: 1) proses pembelajaran masih berpusat pada guru atau guru lebih berperan sebagai subjek pembelajaran dan siswa sebagai objek. 2) guru masih kurang menggunakan model pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar. Berdasarkan observasi di SDN 3 Ambengan yang dilaksanakan pada tanggal 26 Nopember 2015 didapat hasil yaitu rendahnya sikap ilmiah siswa dan hasil belajar IPA siswa kelas V. Observasi dilakukan melalui tiga cara yaitu 1) wawancara, 2) pengamatan dan 3) pencatatan dokumen. Hasil pengamatan di kelas selama proses pembelajaran terlihat bahwa:1) Dalam kerja kelompok ada 2 kelompok yang tidak tepat waktu menyelesaikan tugas yang diberikan guru; 2) dari 24 orang siswa, terdapat 5 orang siswa tidak mau bekerjasama pada saat kerja kelompok, hal ini disebabkan karena siswa yang lebih pintar dari anggota kelompoknya tidak mau bekerjasama dengan siswa yang memiliki 2
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
kemampuan lebih rendah; 3) 6 orang siswa mudah putus asa dalam mengerjakan tugas yang belum bisa di mengerti, karena pada saat diskusi siswa masih merasa takut dalam mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, maupun mengeluarkan pendapat pada kelompoknya masingmasing maupun guru; dan 4) sikap ingin tahu dan bertanggung jawab siswa masih kurang. Melalui pencatatan dokumen menunjukkan bahwa nilai pelajaran IPA kelas V SDN 3 Ambengan rendah dengan rata-rata 56,46 dan terdapat 14 orang siswa yang nilai dibawah KKM atau 56% dari jumlah siswa yang belum tuntas, sedangkan KKM yang ditetapkan yaitu 65,00. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap salah satu guru IPA mengemukakan: 1) kurangnya media pembelajaran dan buku sumber untuk menunjang proses pembelajaran, 2) guru masih kekurangan waktu dalam menyampaikan materi, sehingga tidak semua materi dapat diajarkan tepat waktu. 3) Guru masih menggunakan metode ceramah dan diselingi dengan diskusi kelompok dalam pembelajaran. Dari uraian tersebut, maka perlu adanya perubahan dalam pembelajaran IPA. Salah satu model yang cocok diterapkan pada pembelajaran IPA adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing. Model inkuiri terbimbing yang sesuai dengan karakteristik siswa, diharapkan dapat menggugah sepenuhnya kemampuan belajar yang menyenangkan dan memuaskan bagi siswa. Karakteristik model inkuiri terbimbing menekankan pada aktivitas siswa dalam memperoleh ilmu pengetahuan sehingga siswa dapat berpikir secara logis dan kritis. Siswa belajar dengan membangun pemahaman dengan sendiri berdasarkan pengalaman yang mereka alami. Kelebihan model inkuiri terbimbing pembelajaran berpusat pada siswa dan dikembangkan dalam tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan adalah media pembelajaran yang bersifat konkret. Kelebihan dari media konkret adalah dapat menarik minat siswa untuk belajar, dan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk melaksanakan tugastugas simulasi. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian tentang “Penerapan Model Inkuiri Terbimbing Berbantuan Media Konkret untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Semester Genap Tahun Pelajaran 2015/2016 di SDN 3 Ambengan Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng ”. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas secara kolaboratif yang dilaksanakan di Dasar Negeri 3 Ambengan pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016 kecamatan sukasada kabupaten buleleng dengan subjek siswa kelas V yang berjumlah 24 orang yang terdiri dari 13 orang laki-laki dan 11 orang perempuan. Penelitian ini dilaksanakan dengan dua siklus yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran pada peningkatan sikap ilmiah dan hasil belajar IPA siswa kelas V SDN 3 Ambengan. Setiap siklus terdiri dari empat kali pertemuan yaitu tiga kali kali dilaksanakan untuk proses pembelajaran dan satu kali pertemuan untuk tes akhir siklus. Rancangan penelitian tindakan yang dilakukan memiliki empat tahapan yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi/evaluasi, dan (4) refleksi. Pelaksanaan penelitian berlangsung dalam dua siklus. Alur tahapan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dapat dilihat pada gambar 1.
3
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Adapun hal yang di evaluasi adalah seluruh kegiatan dalam proses belajar mengajar dengan model inkuiri terbimbing. Pengamatan dan evaluasi terhadap tindakan yang diberikan pada pembelajaran dilakukan dengan mencatat kendalakendala yang timbul selama berlangsungnya kegiatan belajar mengajar dan juga melihat kesesuaian antara proses dan pelaksanaan tindakan. Sedangkan evaluasi dilakukan setiap akhir siklus, untuk melakukan penilaian dengan menggunakan tes hasil belajar yang digunakan untuk mengetahui data hasil belajar siswa. Refleksi ini dilakukan untuk merenungkan dan mengkaji hasil tindakan pada siklus I. Berdasarkan hasil evaluasi untuk mengetahui hasil belajar dan sikap ilmiah siswa pada siklus I maka selanjutnya dipikirkan solusi yang lebih efektif dan sesuai dengan karakteristik siswa untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Alternatif tindakan ini diterapkan menjadi tindakan baru pada rencana tindakan dalam penelitian tindakan kelas siklus II. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode angket dan metode tes. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sikap ilmiah siswa berupa perubahan ranah afektif yang dikumpulkan dengan menggunakan angket dan hasil belajar IPA siswa dengan menggunakan tes hasil belajar. Dalam penelitian tindakan kelas digunakan analisis statistik deskriptif. Analisis statistik deskriptif adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menerapkan rumus-rumus statistik deskriptif untuk menggambarkan suatu objek tertentu sehingga diperoleh kesimpulan umum (Agung, 2010:8). Tujuannya adalah untuk menentukan tingkatan tinggi rendahnya sikap ilmiah dan hasil belajar IPA yang dikonversikan ke dalam (PAP) skala lima Agar mudah diamati dan dipahami maka setelah dianalisis hasil penilaian sikap ilmiah dan hasil belajar dapat digambarkan pada grafik batang Untuk mengetahui tingkat pencapaian sikap ilmiah digunakan pedoman sebagai berikut.
Perencanaan Refleksi
SIKLUS I
Pelaksanaan
observasi/ Evaluasi Perencanaan Refleksi
SIKLUS II
Pelaksanaan
observasi/ Evaluasi
Gambar 01 Rancangan Penelitian Tindakan Kelas (Sumber: Arikunto, 2011:16) Tahapan tindakan siklus dijelaskan sebagai berikut. Tahap Perencanaan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Mensosialisasikan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media konkret kepada guru IPA kelas V; (2) Menentukan materi pelajaran yang akan disajikan dan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disesuaikan dengan sintaks model inkuiri terbimbing; (3) Menyiapkan alat dan bahan sebagai media pembelajaran yang sesuai dengan pokok bahasan; (4) Menyiapkan angket untuk mengukur sikap ilmiah siswa; dan (5) Membuat instrument untuk mengukur hasil belajar siswa. Tahap pelaksanaan tindakan ini disesuaikan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disesuaikan dengan sintaks model inkuiri terbimbing berbantuan media konkret. Setiap siklus terdiri dari 4 (empat) kali pertemuan yaitu 3 (tiga kali pembelajaran dan 1 (satu) kali tes akhir. Observasi/Evaluasi, tahap observasi dilakukan untuk mengetahui sikap ilmiah siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Penelitian sikap ilmiah siswa dilakukan dengan mengisi angket pada pertemuan akhir siklus yang di lakukan oleh siswa. sedangkan evaluasi dilakukan untuk mengetahui hasil belajar IPA siswa. Kegiatan evaluasi dilakukan setiap proses pembelajaran berlangsung dengan pemberian tes evaluasi pada akhir siklus.
4
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Tabel 1 Pedoman Konversi PAP Skala 5 Persentase 90 – 100 80 – 89 65 – 79 55 – 64 0 – 54
Kriteria yang digunakan untuk menentukan keberhasilan tindakan ini adalah sebagai berikut. 1) Rata-rata hasil belajar siswa berada pada rentangan minimal 75 dengan katagori ”sedang” 2) Ketuntasan klasikal siswa mencapai 75%, yang artinya sebanyak 75% siswa memperoleh nilai sesuai KKM yang ditentukan 3) Rata-rata nilai sikap ilmiah berada pada rentangan minimal 80 dengan katagori “tinggi”. Apabila indikator keberhasilan pada hasil belajar IPA dan sikap ilmiah siswa sudah tercapai maka penelitian akan dihentikan.
Katagori Sangat Tinggi Tinggi Cukup Tinggi Rendah Sangat Rendah (Agung, 2010). Ambengan dilakukan dengan memberikan tes yang terdiri dari 10 butir soal pilihan ganda dan 5 soal isian. Data hasil belajar IPA siswa ini dipakai untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran yang dicapai pada siklus I. Dan rata-rata hasil belajar yang dicapai siswa pada siklus I sebesar 63,33. Setelah diperoleh rata-rata hasil belajar IPA, rata-rata hasil belajar siswa selanjutnya dikonversikan ke dalam PAP skala 5, hasil belajar IPA siswa kelas V berada pada rentang 55% - 64% dengan kriteria hasil belajar “rendah”. Hasil belajar IPA secara individu pada siklus I belum mencapai indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas, karena masih ada sembilan orang siswa yang memperoleh nilai < 65 (dibawah KKM) atau 36,67% siswa yang belum mencapai KKM. Ketuntasan hasil belajar IPA secara klasikal pada siklus I belum mencapai indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas, karena baru mencapai 62,5% dan masih ada siswa yang belum mencapai KKM sebesar 37,5%. Dari hasil pengamatan dan temuan selama pemberian tindakan pada siklus I terdapat beberapa kendala yang dialami oleh siswa maupun guru. Kendala-kendala yang ditemukan pada tindakan siklus I sebagai berikut. 1)Siswa belum bisa mengikuti pelajaran sesuai yang diharapkan, karena siswa baru pertama kali mengikuti proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media konkret. 2) ada 4 orang siswa belum mau bekerjasama pada saat kerja kelompok, hal ini disebabkan karena siswa yang lebih pintar dari anggota kelompoknya tidak mau bekerjasama dengan siswa yang memiliki kemampuan lebih rendah. 3) Ada 6 orang siswa dalam mengerjakan tugas yang belum bisa di mengerti mudah putus asa, karena pada saat diskusi siswa masih
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Berdasarkan hasil analisis menunjukkan rata-rata nilai sikap ilmiah siswa pada siklus I sebesar 76,36 dengan katagori ”cukup tinggi” dan pada siklus II rata-rata nilai sikap ilmiah siswa sebesar 85,47 dengan kategori ”tinggi”. Hal tersebut menunjukkan telah terjadi peningkatan ratarata nilai sikap ilmiah siswa sebesar 0,39 dengan predikat ”sedang”. Presentase skor rata-rata sikap ilmiah pada siklus I adalah 76,36. Hasil ini jika dibandingkan dengan kriteria PAP skala 5 berada pada interval 65-79. Jadi, sikap ilmiah IPA siswa kelas V semester genap tahun pelajaran 2015/2016 di SD Negeri 3 Ambengan, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng pada siklus I adalah ”cukup tinggi”. Dari data sikap ilmiah pada siklus I, berdasarkan lima aspek yang diterapkan sikap ilmiah siswa yang paling menonjol yaitu sikap “kerjasama” dan sikap ilmiah yang paling rendah yaitu sikap “jujur”. Untuk mengetahui hasil belajar IPA siswa kelas V semester genap SDN 3 5
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
merasa takut dalam mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, maupun mengeluarkan pendapat pada kelompoknya masing-masing maupun guru. Sehingga siswa yang belum mengerti merasa putus asa dalam mengerjakan tugas. 4) Ada 3 orang siswa yang tidak serius dalam mengikuti pembelajaran. 5) Siswa yang memiliki kemampuan akademik lebih tinggi dalam kelompoknya masingmasing masih mendominasi dalam diskusi kelompoknya, sehingga beberapa siswa masih kurang menghargai gagasan atau pendapat temannya dan siswa yang mempunyai kemampuan akademik lebih rendah tidak dapat bagian dalam mengerjakan tugas kelompoknya masingmasing. 6) Dalam menyimpulkan materi pembelajaran tidak semua siswa ikut aktif memberikan pendapat tentang kesimpulan dari materi yang telah dibahas. Sebagian besar penyampaian kesimpulan pada akhir pembelajaran didominasi oleh siswa yang memiliki kemampuan akademik lebih tinggi. Berdasarkan kendala-kendala tersebut maka dilakukan upaya untuk mengatasi permasalahan pada siklus I yaitu dengan menerapkan beberapa tindakan yaitu: 1) Sebelum pelaksanaan tindakan pada siklus II siswa ditekankan kembali mengenai langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media konkret. Kemudian guru juga menekankan kembali mengenai pelaksanaan pembelajaran, maupun aspek-aspek yang terkait dengan penilaian dan siswa dituntut untuk lebih aktif dan bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya. 2) Siswa diberikan penjelasan tentang nilai kerjasama yang dapat mereka peroleh ketika melaksanakan diskusi kelompok. Guru akan lebih transparan dalam memberikan nilai kerjasama ini kepada siswa, sehingga siswa akan lebih termotivasi dalam meningkatkan kerjasama dengan anggota kelompoknya mereka saat kegiatan diskusi. Karena nilai yang dipakai bukan nilai individu tetapi nilai kelompok sehingga siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi mau bekerjasama dengan siswa yang memiliki kemampuan akademik lebih rendah. 3) Siswa diberikan motivasi dan penguatan oleh guru agar rasa percaya
diri dan keberanian mereka meningkat dalam mengemukakan ide, bertanya kepada anggota kelompoknya maupun guru. sehingga rasa putus asa dalam mengerjakan tugas yang mereka belum bisa akan berkurang. 4) Guru menyampaikan hasil penilaian pada siklus I dengan harapan siswa yang lain termotivasi untuk melaksanakan pembelajaran. Guru juga menyampaikan kriteria penilaian yang akan digunakan dalam penilaian hasil belajar IPA siswa. Hal ini dilaksanakan agar siswa memahami dan melaksanakan pembelajaran dengan optimal serta dapat meningkatkan rasa keingintahuan mereka dalam menemukan konsep mengenai materi pembelajaran. 5) Guru membentuk kelompok secara heterogen. Selain itu Guru memberikan pengarahan dan pengawasan yang optimal kepada masingmasing kelompok untuk saling menghargai pendapat temannya pada saat kerja kelompok. Sehingga dalam mengerjakan tugas kelompok siswa yang memiliki kemampuan akademik lebih tinggi memberi kesempatan dengan siswa yang kemampuan akademiknya lebih rendah mendapat bagian mengerjakan tugas 6)Siswa diberikan bimbingan dalam menyimpulkan dengan memberikan pertanyaan arahan. Hal ini dilakukan samapai siswa mampu menyimpulkan sendiri konsep yang telah dipelajari. Berdasarkan hasil implementasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus I ternyata masih terdapat 9 orang siswa yang nilai hasil belajar IPA belum mencapai KKM yang ditentukan. Maka dari itu akan dilanjutkan pelaksanaan tindakan siklus II. Pelaksanaan siklus II ini disesuaikan dengan hasil refleksi pada siklus I. Siklus II dalam penelitian ini dilaksanakan sebanyak empat kali pertemuan, yaitu tiga kali pertemuan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun dan satu kali pertemuan untuk tes hasil belajar. Rata-rata nilai sikap ilmiah pada siklus II adalah 85,47. Hasil ini dibandingkan dengan kriteria PAP skala 5 berada pada interval 80-89. Jadi, sikap ilmiah siswa kelas V SD Negeri 3 Ambengan, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng pada siklus II tergolong katagori ”Tinggi”. Dari data 6
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
sikap ilmiah pada siklus II, berdasarkan lima aspek yang diterapkan, didapatkan hasil bahwa sikap ilmiah siswa yang paling menonjol yaitu sikap “kerjasama” dan sikap ilmiah yang yang paling rendah yaitu sikap “jujur”. Berdasarkan tabel katagori penilaian acuan patokan pada tabel 3.4, nilai rata-rata sikap ilmiah siswa pada siklus II, yaitu sebesar 85,47 dan berada pada interval 80-89 dengan katagori “tinggi”. Jika dibandingkan dengan kriteria keberhasilan penelitian seperti pada bab III, khusus untuk sikap ilmiah yang ditetapkan yaitu rata-rata nilai sikap ilmiah siswa minimal mencapai rata-rata minimal 80 dengan katagori “tinggi”, maka nilai rata-rata sikap ilmiah siswa pada siklus II tersebut telah mencapai kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Sehingga penelitian tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya, karena hasil rata-rata sikap ilmiah pada siklus II telah mencapai kriteria keberhasilan penelitian. Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada siklus II dilakukan evaluasi dengan
memberikan tes yang terdiri dari 10 butir soal pilihan ganda dan 5 soal isian. Data hasil belajar IPA siswa ini dipakai untuk mengetahui persentase keberhasilan pembelajaran yang dicapai pada siklus II. Dari data hasil belajar siswa pada siklus II, penelitian telah mencapai kategori berhasil, karena persentase hasil belajar IPA siswa kelas V semester II SDN 3 Ambengan sebesar 76,46 dengan kriteria “sedang”. Dari data hasil belajar siswa pada siklus II, penelitian telah mencapai kategori berhasil, karena persentase hasil belajar IPA siswa kelas V semester II SDN 3 Ambengan sebesar 76,46% dengan kriteria “sedang”, dan ketuntasan belajar secara klasikal yang diperoleh sebesar 100%. Oleh karena itu penelitian ini dinyatakan berhasil. Adapun rekapitulasi hasil peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas V dan sikap ilmiah siswa kelas V semester II SDN 3 Ambengan tahun pelajaran 2015/2016 dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Rekapitulasi Peningkatan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V dan sikap ilmiah siswa pada Siklus I dan Siklus II No Jenis Data Siklus I Siklus II Peningkatan 1 Rata-rata Sikap Ilmiah 76,36 85,47 0,39 2 Rata-rata Hasil Belajar 63,33 76,46 0,36 3 Ketuntasan Belajar Siswa 62,5 100 Hasil analisis terhadap sikap imliah hasil belajar IPA siswa dengan metode tes pada siklus I dan II ditampilkan dalam grafik. Grafik hasil analisis hasil belajar IPA siswa dengan metode tes pada siklus I dan II adalah sebagai berikut.
Setelah melaksanakan siklus II dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media konkret dapat diketahui bahwa hasil yang diperoleh mengenai data sikap ilmiah dan data hasil belajar IPA siswa sudah mencapai indikator keberhasilan yang diharapkan. Setelah dilakukan analisis adapun temuan-temuan selama pelaksanaan tindakan siklus II adalah sebagai berikut. 1) Secara umum proses pembelajaran telah berjalan sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat. 2) Siswa sudah bisa dalam melaksanakan diskusi kelompok dan aktif berdiskusi bersama teman kelompoknya, baik itu mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengemukakan pendapat kepada kelompoknya masing-masing maupun kepada guru. sehingga siswa
150 Sikap Ilmiah
100 50
Hasil Belajar
0 Siklus I Siklus II
Gambar 02 Grafik Peningkatan Belajar dan sikap ilmiah siswa
Hasil
7
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
“sedang”. Sehingga penelitian harus dilanjutkan ke siklus selanjutnya yaitu siklus II, dengan perbaikan-perbaikan pembelajaran yang diperlukan, berdasarkan hasil refleksi pada siklus I. Setelah dilaksanakan perbaikan pada siklus II, terjadi peningkatan sikap ilmiah dan hasil belajar serta ketuntasan belajar siswa kelas V SDN 3 Ambengan. Rata-rata sikap ilmiah yang pada siklus I sebesar 76,36 dengan katagori “sedang”, pada siklus II meningkat menjadi 85,47 pada katagori “tinggi”, hasil tersebut jika dibandingkan dengan kriteria keberhasilan penelitian seperti pada bab III khususnya sikap ilmiah yang ditetapkan, yaitu minimal harus mencapai rata-rata 80 dengan katagori “tinggi”, maka rata-rata sikap ilmiah pada siklus II telah berhasil mencapai kriteria keberhasilan penelitian. Begitu pula dengan rata-rata hasil belajar siswa yang mengalami peningkatan dari siklus I yaitu sebesar 63,33 dengan katagori “rendah”, pada siklus II meningkat menjadi 76,46 dan berada pada katagori “tinggi”, hasil ini juga telah berhasil mencapai kriteria keberhasilan jika dibandingkan dengan kriteria keberhasilan seperti pada bab III yaitu minimal mencapai rata-rata 75 untuk hasil belajar. Ketuntasan belajar siswa yang awalnya pada siklus I sebesar 62,5%, pada siklus II meningkat mencapai 100% dari keseluruhan jumlah siswa. Berdasarkan data-data tersebut, pada siklus II telah mampu mencapai katagori keberhasilan yang ditetapkan. Sehingga tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya. Peningkatan sikap ilmiah siswa sesudah diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media konkret mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan sikap ilmiah siswa sebelum diterapkannya model inkuiri terbimbing berbantuan media konkret. Melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media konkret, siswa dapat memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru, serta dapat menyimpulkan sendiri dalam pembelajaran melalui kegiatan percobaan dan diskusi dengan petujuk dan arahan dari guru. Sehingga rasa ingin tahu siswa akan
terlihat antusias dalam berdiskusi bersama anggota kelompoknya masing-masing dan tidak mudah putus asa. 3) Siswa yang memiliki kemampuan akademik lebih tinggi dalam kelompoknya sudah bisa menghargai pendapat temannya dan membantu temannya yang lain dalam memecahkan masalah. 4) Siswa sudah aktif menyimpulkan materi pembelajaran yang telah dibahas.5) Semua kelompok pada saat melakukan diskusi sudah melakukan kerjasama dengan baik bersama anggota kelompoknya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa penelitian tindakan kelas ini berhasil mencapai target yang diinginkan. Hal ini disebabkan diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbntuan media konkret pada pembelajaran IPA secara efektif dan siswa berantusias dalam proses pembelajaran dari awal sampai akhir. Berdasarkan hal tersebut, penerapan model inkuiri terbimbing berbantuan konkret dapat meningkatkan sikap ilmiah dan hasil belajar IPA siswa kelas V semester II SD Negeri 3 Ambengan, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2015/2016. Pembahasan Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 siklus, berdasarkan analisis proses dan hasil penelitian ini telah menunjukkan terjadinya peningkatan sikap ilmiah dan hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media konkret pada mata pelajaran IPA di kelas V SDN 3 Ambengan tahun pelajaran 2015/2016. Pada siklus I rata-rata sikap ilmiah siswa mencapai 76,36 pada katagori “sedang”. Sedangkan rata-rata hasil belajar siswa mencapai 63,33 yang berada pada katagori “rendah” dengan ketuntasan belajar siswa mencapai 62,5%. Jika dibandingkan dengan kriteria keberhasilan penelitian seperti pada bab III khususnya tentang kriteria keberhasilan penelitian, hasil tersebut belum mampu mencapai kriteria keberhasilan penelitian yang ditetapkan, yaitu untuk sikap ilmiah minimal harus mencapai rata-rata 80 dengan katagori “tinggi” dan hasil belajar minimal harus mencapai rata-rata 75 dengan katagori 8
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
mencul melalui media konkret yang digunakan dalam pembelajaran IPA. Hal tersebut sejalan dengan pendapatnya piaget (dalam Susanto:2013:170) bahwa ”anak sekolah dasar yang berkisaran antara 6 atau 7 tahun sampai 11 atau 12 tahun masuk dalam katagori fase operasional konkret”. Pada fase ini menunjukkan adanya sikap keingintahuan siswa cukup tinggi melalui benda-benda bersifat konkret. Peningkatan hasil belajar siswa setelah penerapan model inkuiri terbimbing didapatkan hasil bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media konkret memberikan dampak positif dalam pembelajaran IPA yaitu, (1) mengajarkan siswa untuk saling bekerja sama dalam lingkup kelompok diskusi, (2) mengajarkan materi pelajaran kepada siswa agar mampu mendapatkan pengalaman langsung melalui percobaan sehingga memecahkan masalah sampai mampu menyimpulkan permasalahan tersebut melalui pengawasan dan petunjuk dari guru. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Piaget (dalam Rosalin, 2008) inkuiri merupakan pendekatan yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan percobaan tersendiri agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencari jawaban sendiri sehingga menemukan suatu kesimpulan. Selain itu, peningkatan hasil belajar siswa juga didukung oleh kondisi belajar yang dialami siswa. Peningkatan hasil belajar IPA siswa dikarenakan siswa telah mendapat pengalaman langsung melalui model pembelajaran yang diterapkan dan sebagian besar siswa sudah bersungguhsungguh dalam melaksanakan diskusi kelompok, sehingga diskusi kelompok dapat berjalan dengan lancar dan optimal. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Endah (2012) bahwa kondisi belajar yang baik akan mempengaruhi proses dan hasil belajar yang baik begitu pula sebaliknya. Penerapan model ini didukung oleh penggunaan media konkret. Dengan digunakannya media konkret dalam pembelajaran IPA, siswa dapat melihat langsung media yang digunakan guru saat
belajar. Dengan demikian materi yang pada awalnya kurang mengena dihati siswa tetapi setelah menggunakan media konkret akan muncul rasa ingin tahu pada diri siswa sehingga hasil belajar dapat meningkat. Hal tersebut sejalann dengan pendapatnya Nana Sudjana (2004) bahwa media konkret disebut juga media langsung, yakni secara langsung dapat diamati, diraba, diresapi terutama pada waktu berlangsungnya proses belajar mengajar di dalam kelas sehingga siswa mudah mengerti. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ardiawan (2012) di sekolah dasar nomor 2 Paket Agung Kecamatan Buleleng Kabupaten Bulelengtahun pelajaran 2012/2013”. Menyatakan bahwa: 1) terjadi peningkatan hasil belajar aspek kognitif siswa sebesar 14,2% (dari nilai rata-rata sebesar 67,3 pada saat siklus I menjadi sebesar 81,5 pada siklus II). 2) terjadinya peningkatan hasil belajar aspek afektif siswa sebesar 19,1% (dari nilai rata-rata 80,9 berkatagori baik, pada siklus I menjadi sebesar 88,5 berkatagori amat baik pada siklus II). 3) Terjadi peningkatan hasil belajar psikomotor sebesar 16,1% (dari nilai rata-rata sebesar 84,9 berkatagori tinggi pada siklus I menjadi sebesar 94,0 dengan katagori sangat tinggi). Selain itu, penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anenda (2012), yang menyatakan bahwa pendekatan inkuiri terbimbing hasil belajar IPA siswa memiliki skor rata-rata sebesar 53,27 dengan katagori sangat baik, dan hasil belajar IPA meningkat. Berdasarkan pemaparan tersebut, penelitian ini dikatakan telah berhasil karena kriteria yang ditetapkan sebelumnya telah terpenuhi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media konkret dapat meningkatkan sikap ilmiah dan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 3 Ambengan tahun pelajaran 2015/2016. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan di kelas V SDN 3 Ambengan Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016, penerapan 9
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media konkret dalam proses pembelajaran IPA dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa. Rata-rata sikap ilmiah siswa pada siklus I sebesar 76,36 dengan katagori ”cukup tinggi” dan pada siklus II rata-rata sikap ilmiah siswa sebesar 85,47 dengan kategori ”tinggi”. Hal tersebut menunjukkan telah terjadi peningkatan persentase sikap ilmiah siswa sebesar 0,39 dengan predikat ”sedang”.. Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media konkret dalam proses pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V semester genap tahun pelajaran 2015/2016 di SDN 3 Ambengan Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Peningkatan hasil belajar yang dicapai siswa pada siklus I sebesar 63,33 dan pada siklus II sebesar 76,46. Hal tersebut menunjukkan telah terjadi peningkatan hasil belajar IPA sebesar 0,36 dengan predikat “sedang”. dan ketuntasan hasil belajar pada siklus II 100% Adapun saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian tindakan ini, yaitu: (1) Bagi siswa disarankan lebih berpartisifasi aktif dalam mengikuti pembelajaran; (2) Bagi guru sekolah dasar disarankan mencoba menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media konkret dalam pembelajaran; (3) Bagi Kepala Sekolah disarankan agar dapat membantu guru dalam menyediakan sumber-sumber belajar yang menunjang terutama mengenai model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media konkret; dan (4) Bagi peneliti lain yang ingin mendalami penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media konkret agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami selama penelitian untuk perbaikan penelitian selanjutnya.
Terhadap Hasil Belajar IPA Kelas V Tahun Pelajaran 2012/2013 Di SD Gugus IV Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng”. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan Undiksha. Ardiawan, I Ketut Ngurah. “Implementasi Pendekatan Inkuiri Terbimbing dalam Upaya meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Semester I di Sekolah Dasar No. 2 Paket Agung Kecamatan Buleleng Kabupaten BulelengTahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan Undiksha. Arikunto, Suharsimi, dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara. Japa, I Gusti Ngurah dan I Made Suarjana. 2013. Pendidikan Matematika II. Singaraja. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha. Meier, Dave. 2002. Accelerated Learning Hand Book. Bandung: PT. Kaifa Rosalin, Elin. 2008. Bagaimana Menjadi Guru Inspiratif. Bandung: PT Karsa Mandiri Persada. Sudana, dkk. 2010. Pendidikan IPA SD. Singaraja: Undiksha. Suastra, I Wayan. 2009. Pembelajaran Sains Terkini. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
DAFTAR RUJUKAN Agung,
A.A. Gede. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: FIP Undiksha.
Anenda Astari Putri, Ni Made. “Pengaruh Pendekatan Inkuiri Terbimbing 10