e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) BERBANTUAN MEDIA KONKRET UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA I Kadek Satya Dharma1, I Gusti Ngurah Japa2, Made Sumantri3 123Jurusan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar Matematika setelah diterapkan model TTW berbantuan media konkret pada siswa kelas V tahun pelajaran 2015/2016 di SD Negeri 1 Banjar Bali. Jenis penelitian ini adalah PTK yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri atas tahap perencanaan, tindakan, observasi/evaluasi dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V di SD Negeri 1 Banjar Bali, yang berjumlah 33 orang. Objek penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar Matematika. Pengumpulan data dilakukan dengan metode tes. Data dianalisis dengan teknik analisis statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan persentase hasil belajar Matematika pada siswa kelas V di SD Negeri 1 Banjar Bali. Berdasarkan hasil tes, pada siklus I rata-rata persentase hasil belajar Matematika siswa sebesar 78,6% (kriteria sedang). Pada siklus II rata-rata persentase hasil belajar Matematika siswa mengalami peningkatan menjadi 87,2% (kriteria tinggi). Kualitas peningkatan hasil belajar Matematika siswa pada siklus I dan II dihitung dengan rumus gains skor mencapai 0,4 dengan predikat sedang. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan penerapan model TTW berbantuan media konkret dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada siswa kelas V di SD Negeri 1 Banjar Bali tahun pelajaran 2015/2016. Kata kunci: media konkret, hasil belajar, think talk write
Abstract This research aimed to improve mathematics learning after application Think Talk Write (TTW) learning model aided concrete media of the fifth grade students of academic year 2015/2016 at elementary school number 1 Banjar Bali, Buleleng district. This research was classroom action research that implemented two cycles. Each cycle consist of planning, action implementation, test and evaluation, and reflection step. The research subjects were fifth grade students of academic year 2015/2016 at elementary school number 1 Banjar Bali which amount 33 students. The research object was improve the mathematics learning outcome. The method of data collection was tes method. Data analysis method used analysis statistic description. The result of this research showed that there was an improvement the mathematics learning outcome among fifth grade students at elementary school number 1 Banjar Bali. The result of the action in cycle 1, the mean percentage the students mathematics learning outcome was 78.6% (medium criteria). Furthermore, in cycle 2 the mean percentage the students mathematics learning outcome was increased to 87.2% (high criteria). The quality improved the students mathematics learning outcome in cycle 1 and cycle 2 counted by gains score attained 0.4 with medium predicate. It means implemented TTW learning model aided concrete media could improve students mathematics learning outcome at elementary school number 1 Banjar Bali, Buleleng district of academic year 2015/2016. Key words: concrete media, laerning outcome, think talk write
1
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
PENDAHULUAN Salah satu tujuan pendidikan di sekolah dasar khususnya adalah membantu siswa memahami masalahmasalah yang terjadi di lingkungan sekitar siswa atau dalam kehidupan sehari-hari. Dalam berbagai jenjang pendidikan diajarkan mata pelajaran tertentu yang dapat memberikan pengetahuan, sehingga dapat dijadikan acuan dalam menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan dalam setiap jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Sugiantara (2012) menyatakan, pelajaran matematika khususnya di sekolah dasar diajarkan dengan tujuan memberikan konsep awal kepada siswa untuk mempelajari matematika pada jenjang yang lebih tinggi. Ketidakberhasilan mempelajari Matematika dipengaruhi oleh objek Matematika yang merupakan objek abstrak dan kesulitan guru dalam mengelola dan menyampaikan materi ajar sehingga menghasilkan ketidakkebermaknaan belajar bagi para siswa. Mengingat hal itu, mempelajari Matematika dianggap sulit. Mata pelajaran Matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang membosankan, ditakuti dan kurang diminati siswa. Dalam mengikuti proses pembelajaran Matematika siswa sering melakukan aktivitas lain di dalam kelas, misalnya ada siswa yang menggambar atau mencoret-coret buku pelajaran dan bahkan yang lebih parah adalah mengganggu temannya yang sedang serius mengikuti pelajaran. Banyak faktor yang menyebabkan mata pelajaran Matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang membosankan, ditakuti dan kurang diminati, diantaranya adalah pembelajaran terlalu berpusat ke guru, siswa hanya berperan sebagai pendengar dan penerima semua informasi yang diberikan oleh guru. Faktor lain karena banyak guru yang enggan atau malas menggunakan media atau alat peraga dalam menyampaikan materi pelajaran, terlebih lagi jika media atau alat peraga tersebut tidak tersedia di sekolah. Media pembelajaran sangat berperan membantu siswa dalam memahami suatu konsep. Hal ini sejalan dengan pendapat Bruner (dalam
Sugiantara, 2012) yang menyatakan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang dirancang secara khusus dan dapat diotak-otik oleh siswa dalam memahami suatu konsep. Melalui media konsep-konsep yang diajarkan melekat dengan baik diingatan siswa dan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Faktor tersebut juga didukung oleh observasi dan wawancara yang dilakukan pada tanggal 7 November 2015 terhadap guru bidang studi Matematika di SD Negeri 1 Banjar Bali. Adapun hasil observasi berupa pengamatan selama proses pembelajaran di kelas adalah 1) guru mengajar menggunakan pendekatan yang biasa yaitu pendekatan yang berpusat pada guru, siswa tidak secara aktif menemukan sendiri konsep yang diajarkan, sehingga pemahaman siswa kurang dan berpengaruh pada hasil belajar siswa, 2) ketika diberikan soal yang berbeda dari contoh, hanya 25% siswa yang mampu menjawab, 3) sebanyak 80% siswa tidak memiliki kemampuan tranlasi dalam memahami konsep dan tidak bisa menyelesaikan masalah-masalah yang diberikan, 4) penggunaan media yang minim, membuat gairah belajar siswa terhadap pembelajaran kurang dan itu berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang relatif rendah. Selain itu, dari hasil pencatatan nilai ulangan harian siswa, diketahui jumlah siswa kelas V sebanyak 33 siswa dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran Matematika sekolah adalah 64. Adapun data yang diperoleh pada ulangan harian I yaitu persentase nilai ratarata kelas 52,12% terdapat 39,4% siswa yang berhasil memperoleh nilai di atas KKM dan 60,6% siswa di bawah KKM (remidial). Pada ulangan harian II perolehan persentase nilai rata-rata kelas 57,12% dengan 33,3% siswa yang memperoleh nilai di atas KKM dan 66,7% siswa memperoleh nilai di bawah KKM (remidial). Pada ulangan harian III persentase nilai rata-rata kelas 62,57% meningkat dari nilai ulangan sebelumnya dan terdapat 42,4% siswa yang memperoleh nilai di atas KKM dan 57,6% siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM (remidial). Hal ini 2
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
menunjukkan persentase hasil belajar kognitif Matematika siswa di kelas V berada pada kategori rendah. Rata-rata semua hasil nilai ulangan harian siswa di kelas V masih berada di bawah KKM yang ditetapkan. Hasil observasi tersebut sejalan dengan hasil wawancara yang diperoleh. Rendahnya hasil belajar Matematika siswa dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya: 1) siswa belum bisa menemukan apa yang menjadi permasalahan dalam soal, 2) jika diberikan soal yang berbeda dari contoh, siswa tidak bisa mengerjakannya, 3) siswa belum dapat mengaplikasikan konsep pelajaran ke dalam kehidupan mereka, 4) siswa tidak dapat menjelaskan kembali tentang konsep materi pembelajaran yang telah dipelajari, dan 5) siswa belum bisa memilih prosedur atau langkah-langkah yang harus dikerjakan terlebih dahulu dalam menjawab soal. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara tersebut, perlu dilakukan perbaikan dan pembaharuan dalam pembelajaran. Salah satu alternatif dalam perbaikan model pembelajaran yang menurut peneliti sesuai dengan permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) dengan bantuan media konkret. Model Think Talk Write (TTW) adalah suatu model pembelajaran yang menekankan perlunya peserta didik mengomunikasikan hasil pemikirannya. Huinker dan Laughlin (dalam Shoimin, 2014:212) menyebutkan, “Bahwa aktivitas yang dapat dilakukan untuk menumbuhkembangkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi peserta didik adalah dengan penerapan model think talk write”. Model pembelajaran ini merupakan perencanaan dan tindakan yang cermat mengenai kegiatan pembelajaran, yaitu melalui kegiatan berpikir (think), berbicara/berdiskusi, bertukar pendapat (talk), dan menulis hasil diskusi (write) agar kompetensi yang diharapkan tercapai. Tahap pertama, Think artinya berpikir. Sardiman (dalam Widiastika, 2012:17) menyatakan, “Berpikir adalah aktivitas mental untuk dapat merumuskan
pengertian, menyintesis dan menarik kesimpulan”. Pada tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (pendekatan penyelesaian), membuat catatan apa yang telah dibaca, baik itu berupa apa yang diketahuinya, maupun langkah-langkah penyelesaian dalam bahasanya sendiri. Tahap kedua adalah Talk berarti berbicara. Mitasasrini, dkk. (2015) menyatakan, berbicara (talk) merupakan kegiatan diskusi yang dilakukan siswa dengan kelompoknya untuk membahas permasalahan sehingga memperoleh solusi. Pada tahap ini siswa merefleksi, menyusun, serta menguji (negosiasi, sharing) ide-ide yang diperolehnya pada tahap think kepada teman-teman diskusinya (kelompok) dan mengomunikasikannya dengan menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami sendiri. Tahap ketiga yaitu Write artinya menulis. Mitasasrini, dkk. (2015) menyatakan, menulis adalah mencatat halhal penting hasil berpikir dan berbicara yang dilakukan. Pada tahap ini siswa menuliskan ide-ide yang diperolehnya dari kegiatan tahap think dan talk. Tulisan ini terdiri atas landasan konsep yang digunakan, keterkaitan dengan materi sebelumnya, strategi penyelesaian dan solusi yang diperoleh. Model ini juga membantu siswa dalam mengumpulkan dan mengembangkan ide-ide melalui percakapan terstruktur. Pembelajaran dengan model ini dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi dan alternatif solusi), hasil bacaan dikomunikasikan melalui forum diskusi, presentasi dan kemudian membuat laporan diskusi (Ngalimun, 2012). Proses pembelajaran matematika disarankan menggunakan media yang bersifat konkret. Tegeh (2010:7) menyatakan, “Media merupakan saluran pesan dari sumber pesan kepada anak didik”. Dengan media konkret siswa dapat secara langsung memanipulasi objek yang terkait dengan konsep yang diajarkan, sehingga konsepkonsep tersebut terlihat lebih sederhana dan akan melekat dengan baik diingatan siswa. Penggunaan media konkret berupa 3
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
benda asli dapat memberikan keefektifan pengajaran yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan penggunaan media benda bukan asli untuk materi pembelajaran tertentu. Dengan ini, siswa diharapkan dapat mengaitkan pembelajaran matematika dengan kehidupan atau aktivitas sehari-harinya, sehingga matematika menjadi lebih bermakna bagi para siswa dan konsep-konsep yang diberikan pun dapat dipahami dengan baik. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran Think Talk Write (TTW) berbantuan media konkret diduga mampu meningkatkan hasil belajar Matematika siswa. Untuk membuktikannya, maka dilakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul, “Penerapan Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW) Berbantuan Media Konkret untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas V di SD Negeri 1 Banjar Bali Tahun Pelajaran 2015/2016”.
pertemuan kedua 29 Maret 2016, pertemuan ketiga 1 April 2016 dan tes evaluasi pada tanggal 5 April 2016. Alur penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan terdiri atas tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam dua siklus. Dua siklus tersebut dapat digambarkan dalam model seperti Gambar 1 berikut. 1 Siklus II 4
2
3 1 Siklus I 4
METODE Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016 di Sekolah Dasar Negeri 1 Banjar Bali. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 1 Banjar Bali sebanyak 33 siswa yang terdiri atas 15 siswa perempuan dan 18 siswa laki-laki. Objek dari penelitian ini adalah hasil belajar matematika dengan menggunakan model Think Talk Write (TTW) berbantuan media konkret pada siswa kelas V SD Negeri 1 Banjar Bali tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Kemudian setiap siklus terdiri dari empat kali pertemuan, yaitu tiga kali pertemuan untuk pembelajaran dan satu kali pertemuan untuk tes evaluasi di akhir siklus. Pada siklus I pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2016, pertemuan kedua 4 Maret 2016, pertemuan ketigas 11 Maret 2016 dan tes evaluasi dilaksanakan pada tanggal 15 Maret 2016. Selanjutnya, pertemuan pertama pada siklus II dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2016,
2
3 Gambar 1. Model PTK dalam Dua Siklus (modifikasi dari Agung, 2014) Tahapan tindakan siklus dipaparkan sebagai berikut. Tahap 1. Perencanaan, beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap perencanaan adalah (1) koordinasi dengan guru mata pelajaran matematika dan menyiapkan pokok bahasan (2 mengkaji Standar Kompetensi/Kompetensi Dasar serta silabus untuk persiapan mengajar (3) menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang menerapkan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) berbantuan media konkret (4) Menyiapkan materi dibantu dengan media dan latihan soal (5) menyiapkan instrumen penilaian berupa tes. Tahap 2. Tindakan, pelaksanaan tindakan disusun sesuai dengan tahap atau sintak dari model pembelajaran TTW. Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana pembelajaran yang telah disusun. Tahap 3. Observasi, dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan tindakan. 4
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Observasi dilaksanakan dari awal sampai akhir pembelajaran. Hasil observasi dituangkan dalam bentuk catatan sebagai bahan refleksi dan evaluasi selama dan setelah pelaksanaan dalam hal ini adalah memberikan tes uraian kepada semua siswa pada akhir pembelajaran di masingmasing siklus untuk mengetahui tingkat hasil belajar siswa. Tahap 4. Refleksi, dilakukan untuk merenungkan dan mengkaji hasil tindakan pada kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan mengenai hasil belajar matematika siswa. Dari refleksi ini selanjutnya dilakukan perbaikan-perbaikan, dan hasilnya dikembangkan agar pelaksanaan kegiatan penelitian tindakan pada siklus berikutnya menjadi lebih maksimal. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode tes. Dipilihnya
metode ini karena lebih akurat untuk mengukur hasil belajar Matematika, sebab tes berulang-ulang direvisi dan instrumen penelitiannya objektif. Data diperoleh dengan memberikan tes kepada setiap siswa. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes uraian. Metode tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar matematika selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Tes diberikan pada setiap akhir siklus. Selanjutnya, data yang diperoleh dianalisis dengan teknik analisis statistik deskriptif. Teknik analisis statistik deskriptif digunakan untuk menghitung ratarata nilai hasil belajar matematika dengan menggunakan rumus mean dan rumus ratarata persentase. Setelah persentase ratarata hasil belajar matematika didapat, hasilnya dikonversikan ke dalam tabel PAP skala lima, seperti terlihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Pedoman Konversi PAP Skala Lima Persentase
Kriteria Hasil Belajar Matematika
90 ≤ M ≤ 100 80 ≤ M < 90 65 ≤ M < 80 55 ≤ M < 65 0 ≤ M < 55
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
Peningkatan hasil belajar matematika pada siklus I dan siklus II dihitung dengan menggunakan rumus gains
skor. Setelah peningkatan hasil belajar matematika didapat, digunakan pedoman kriteria seperti Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Kriteria Peningkatan Hasil Belajar Matematika Kriteria Peningkatan Gains Skor
Predikat
Gn ≥ 0,7 0,3 ≤ Gn < 0,7 Gn < 0,3
Tinggi Sedang Rendah HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil observasi yang diperoleh pada siklus I, yaitu (1) guru sudah memberikan apersepsi dengan sangat baik, (2) guru menyampaikan tujuan pembelajaran dengan jelas, (3) guru sudah baik dalam menumbuhkan partisipasi dan kebiasaan positif siswa, (4) langkahlangkah pembelajaran sudah dilaksanakan sesuai dengan RPP dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, (5) media konkret yang digunakan sudah tepat
Kriteria keberhasilan adalah standar yang ditetapkan sebagai acuan patokan atau tolok ukur keberhasilan. Penelitian ini dinyatakan berhasil jika persentase ratarata hasil belajar matematika siswa secara klasikal berada pada rentangan 80 ≤ M < 90 dengan kriteria tinggi dan kualitas peningkatan keberhasilan hasil belajar matematika siswa secara klasikal berada pada rentangan 0,3 ≤ Gn < 0,7 yakni mencapai predikat minimal sedang. 5
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
dengan materi yang diajarkan, (6) belum ada pemberian reward dari guru kepada siswa yang mau menjawab pertanyaan, (7) dalam memilih kelompok siswa masih membeda-bedakan temannya, (8) saat kegiatan diskusi, dalam 1 kelompok siswa, hanya 1 sampai 2 orang yang terlihat tekun mengerjakan tugas, sementara siswa yang lain hanya mengandalkan temannya dan masih ragu dalam mengambil langkahlangkah untuk mengerjakan tugas yang diberikan, (9) saat perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusinya di depan kelas, siswa lain justru tidak memperhatikan. Berdasarkan tes hasil belajar matematika siklus I diperoleh jumlah skor siswa sebesar 2074 dari 33 siswa dengan skor rata-rata hasil belajar matematika siswa sebesar 62,9 dan persentase ratarata sebesar 78,6% berada pada kriteria sedang dan belum mencapai indikator keberhasilan. Walaupun terjadi peningkatan tetapi masih ada 11 dari 33 siswa yang belum mencapai hasil belajar sesuai kriteria yang ditargetkan. Berdasarkan hasil observasi/evaluasi dan hasil diskusi dengan guru matematika selama tindakan di siklus I, ditemukan beberapa kendala dalam proses pembelajaran. Kendala tersebut, yaitu: 1) siswa belum dapat mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model Think Talk Write (TTW) berbantuan media konkret secara maksimal, 2) siswa masih enggan untuk bertanya kepada guru, tentang materi yang belum dipahami, 3) dalam kegiatan diskusi, kebanyakan siswa masih kurang aktif, 4) belum ada pemberian reward kepada siswa yang mau menjawab pertanyaan yang diajukan guru, 5) Siswa banyak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal cerita terutama dalam menentukan hal-hal yang diketahui, ditanya, maupun cara menyelesaikan soalsoal tersebut, dan 6) guru kurang intensif membimbing siswa yang mengalami kesulitan. Bertolak dari kendala-kendala atau permasalahan yang dihadapi pada siklus I, maka pada siklus II dilakukan upaya-upaya perbaikan tindakan, diantaranya: 1) menjelaskan langkah-langkah yang belum dipahami siswa dalam penerapan model TTW berbantuan media konkret, 2)
kelompok ditentukan oleh guru dan guru memberikan arahan kepada siswa untuk tidak membeda-bedakan teman dalam memilih anggota kelompok, 3) guru memberikan motivasi dan arahan kepada siswa agar siswa tidak takut untuk bertanya bila ada hal yang belum dipahami atau dimengerti, 4) guru memberikan perhatian pada setiap kelompok agar bisa bekerja bersama dalam berdiskusi dan memberikan motivasi kepada siswa yang kurang aktif, 5) memberikan reward kepada siswa, 6) guru memberikan pertanyaan dalam LKS yang berkaitan dengan kehidupan siswa seharisehari, dan 7) guru lebih intensif membimbing siswa yang masih kesulitan dalam pembelajaran dengan memberikan pertanyaan dan arahan sampai siswa memahami dan dapat menyimpulkan sendiri konsep yang telah dipelajari. Hasil observasi yang diperoleh pada siklus II, yaitu 1) guru sudah memberikan apersepsi dengan sangat baik, 2) guru menyampaikan tujuan dan kompetensi pembelajaran dengan jelas, 3) pembagian kelompok sudah dilakukan secara merata, 4) siswa sangat antusias dalam mengikuti pembelajaran karena sebelumnya guru memberikan motivasi dan arahan agar tidak takut untuk bertanya. Hal ini dapat dilihat ketika guru mengajukan pertanyaan, 16 orang dari 33 orang siswa mau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, 5) langkah-langkah pembelajaran sudah dilaksanakan sesuai dengan RPP dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, (6) media konkret yang digunakan sudah tepat dengan materi yang diajarkan, (7) guru sudah memberikan reward kepada siswa yang mau menjawab pertanyaan, (8) saat kegiatan diskusi, siswa dalam 1 kelompok aktif berdiskusi dengan temannya dan tidak ragu lagi mengambil langkah-langkah dalam mengerjakan soal, (9) saat perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusinya di depan kelas, siswa lain menanggapinya. Berdasarkan tes hasil belajar matematika siklus II diperoleh jumlah skor siswa sebesar 2303 dari 33 siswa dengan skor rata-rata hasil belajar matematika siswa sebesar 69,8 dan persentase ratarata sebesar 87,2% berada pada kriteria 6
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
tinggi dan sudah mencapai indikator keberhasilan. Temuan-temuan yang diperoleh selama tindakan pelaksanaan siklus II, yaitu: 1) secara umum, proses pembelajaran telah dapat berjalan sesuai dengan rancangan pembelajaran yang direncanakan, 2) kondisi pembelajaran pada siklus II tampak lebih kondusif, hal ini dikarenakan siswa sudah dapat beradaptasi dengan proses pembelajaran model Think Talk Write (TTW) berbantuan media konkret dan media yang digunakan sudah terkait dengan materi yang diajarkan, 3) siswa tidak lagi membeda-bedakan teman dan membuang banyak waktu dalam memilih kelompok karena kelompok langsung ditentukan oleh guru secara merata, 4) siswa sudah tidak enggan lagi untuk bertanya kepada guru ataupun teman yang
lainnya dan sangat antusias dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan, 5) dalam berdiskusi dan menyampaikan hasil diskusi, masing-masing anggota kelompok sudah mampu bekerja sama dengan baik dan guru memberikan reward berupa tepuk tangan kepada siswa yang aktif, 6) tes hasil akhir siklus II menunjukkan hasil belajar matematika siswa sudah meningkat dari siklus sebelumnya dan mencapai kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Berdasarkan refleksi dari siklus II, penerapan model Think Talk Write (TTW) berbantuan media konkret dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V di SD Negeri 1 Banjar Bali. Untuk memudahkan mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I sampai siklus II dapat dilihat pada Tabel 3 barikut.
Tabel 3. Ringkasan Persentase Hasil Penelitian Pada Siklus I dan Siklus II Tahap
Persentase Nilai Hasil Belajar Matematika
Kategori
Siklus I Siklus II
78,6% 87,2%
Sedang Tinggi Dengan memperhatikan grafik di atas, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan persentase hasil belajar matematika siswa dengan penerapan model Think Talk Write (TTW) berbantuan media konkret yang signifikan. Jadi dengan diterapkan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) berbantuan media konkret dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas V di SD Negeri 1 Banjar Bali. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model Think Talk Write (TTW) berbantuan media konkret dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V di SD Negeri 1 Banjar Bali. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dari siklus I, skor rata-rata hasil belajar matematika siswa sebesar 62,9. Sedangkan pada siklus II skor rata-rata hasil belajar matematika siswa mengalami peningkatan menjadi 69,8. Persentase ratarata hasil belajar matematika siswa pada siklus I mencapai 78,6% (kriteria sedang) menjadi 87,2% (kriteria tinggi) pada siklus II dengan kualitas peningkatannya sebesar 0,4 berada pada predikat sedang.
Peningkatan hasil belajar matematika siswa pada siklus I dan siklus II dihitung dengan menggunakan rumus gains skor adalah 0,4 berada pada predikat sedang dan sudah mencapai indikator keberhasilan. Untuk itu, peningkatan persentase hasil hasil belajar matematika siswa dengan metode tes pada siklus I dan II ditampilkan dalam grafik polygon pada Gambar 2 berikut ini. Hasil Belajar Pemahaman Konsep Matematika Matematika 88,00% 86,00% 84,00% 82,00% 80,00% 78,00% 76,00% 74,00% Siklus I
Siklus II
Gambar 2. Grafik Polygon Hasil Belajar Matematika Tiap Siklus 7
Berdasarkan data di atas, ada peningkatan hasil belajar matematika siswa dari siklus I ke siklus II. Peningkatan hasil belajar matematika siswa disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, adanya perbedaan langkah-langkah pembelajaran di kelas. Pembelajaran yang menggunakan model TTW dapat mengubah pembelajaran yang awalnya berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. Siswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan, dalam penerapan model TTW siswa diajak berpikir secara langsung menemukan konsep-konsep pembelajaran dan berinteraksi dengan temannya, sehingga siswa lebih aktif dan mudah dalam memahami konsep yang diberikan. Apabila siswa aktif dan paham terhadap materi atau konsep pembelajaran, hasil belajar siswa pun dapat meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Ngalimun (2012) yang menyatakan, pembelajaran dengan model Think Talk Write (TTW) dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi dan alternatif solusi), hasil bacaan dikomunikasikan melalui forum diskusi, presentasi dan kemudian menulisnya dengan membuat laporan diskusi. Selanjutnya Shoimin (2014) menyatakan, model TTW 1) dapat mengembangkan pemecahan yang bermakna dalam memahami materi ajar, 2) dengan memberikan soal open ended dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif siswa, 3) dengan berinteraksi dan berdiskusi dengan kelompok melibatkan siswa secara aktif dalam belajar, 4) membiasakan siswa berpikir dan berkomunikasi dengan teman, guru, bahkan dengan diri mereka sendiri. Oleh karena itu melalui tahapan model ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika. Kedua, peningkatan hasil belajar Matematika siswa juga didukung oleh bimbingan dan pengawasan oleh guru dalam pembelajaran. Guru sangat berperan untuk membimbing dan mengawasi siswa dalam pembelajaran karena tugas guru adalah untuk membuat siswa belajar sampai berhasil dan guru bisa mengambil suatu tindakan untuk memotivasi siswa dalam pembelajaran. Dengan bimbingan
dan perhatian dari guru, kegiatan pembelajaran saat diskusi lebih aktif dan terarah. Pembelajaran yang aktif dan terarah mempermudah siswa dalam menerima materi pembelajaran, sehingga berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. Sejalan dengan hal tersebut, Lapono (2009) menyatakan, guru dalam pembelajaran di kelas memainkan peranan sebagai pembimbing atau fasilitator dalam mengembangkan pengetahuan yang telah ada dalam diri peserta didik. Pada saat siswa melakukan kegiatan diskusi kelompok, bimbingan dan pengawasan oleh guru sangat dibutuhkan agar diskusi siswa lebih terarah dan aktif. Ketiga, media pembelajaran sangat memengaruhi peningkatan hasil belajar Matematika siswa. Media pembelajaran dapat membantu mempermudah siswa dan guru untuk memahami materi dan tujuan pembelajaran. Belajar menggunakan media konkret dapat mengingat pelajaran dengan mudah, menyediakan stimulus belajar, siswa menjadi aktif dalam merespon, memberi umpan balik dengan cepat dan menghindari kebosanan siswa dalam proses pembelajaran. Semakin konkret media yang digunakan, semakin mudah pula materi atau konsep yang dipahami. Dengan kata lain, materi yang mudah dipahami dapat mempermudah siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam pembelajaran yang berdampak pada meningkatnya hasil belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat Piaget (dalam Danim, 2011) menyatakan, bahwa usia anak sekolah dasar berada pada tahap operasi konkret, anak-anak tidak dapat berpikir secara logis maupun abstrak dan dibatasi untuk berpikir konkret, pasti, tepat dan lebih menunjukkan pengalaman nyata dan konkret ketimbang abstraksi. Kemudian, Sanjaya, (2006) menyatakan semakin konkret media yang digunakan dalam menyampaikan bahan pengajaran, contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh siswa. Sebaliknya semakin abstrak media yang digunakan, contohnya hanya mengandalkan bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang diperoleh siswa. 8
Faktor terakhir adalah pemberian reward berupa hadiah, pujian dan mengetahui hasil yang diperoleh setelah menjawab tes dapat meningkatkan motivasi dan keaktifan belajar siswa. Pemberian reward juga memotivasi siswa untuk melakukan kegiatan yang menjadikannya mendapatkan reward secara berulangulang. Dengan memberi reward dapat meningkatkan antusias siswa dalam memahami dan menyelesaikan permasalahan. Dengan demikian, reward merupakan cara yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan motivasi dan antusias belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Hal ini sejalan dengan pendapat Suprihatiningrum (2013) yang menyatakan bahwa reward digunakan sebagai bentuk motivasi atau sebuah penghargaan untuk hasil yang baik, reward dapat berupa kata-kata pujian, pandangan senyuman, pemberian tepukan tangan serta sesuatu yang menyenangkan siswa. Sardiman (dalam Putri, 2015) menyatakan, ada beberapa cara untuk menumbuhkan antusias siswa dalam pembelajaran, diantaranya 1) hadiah dapat dikatakan sebagai motivasi karena merangsang siswa untuk lebih aktif, 2) pujian dapat memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar serta membangkitkan harga diri, 3) mengetahui hasil yang diperoleh meningkat, maka ada motivasi pada siswa untuk terus belajar, dengan satu harapan hasinya terus meningkat. Keberhasilan penelitian ini didukung pula oleh beberapa penelitian yang relevan, yakni penelitian yang dilakukan oleh Yogandari (2015) yang menunjukkan bahwa hasil belajar PKn siswa kelas V dengan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) lebih baik dibandingkan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Penelitian lain yang juga mendukung adalah penelitian yang dilakukan oleh Mitasasrini (2015) yang menunjukkan bahwa dengan penerapan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa pada mata pelajaran IPA kelas V SD No. 8 Banyuning, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng tahun pelajaran
2014/2015. Peningkatan sikap ilmiah siswa dikarenakan model Think Talk Write (TTW) yang diterapkan dapat mengubah situasi belajar yang tadinya masih berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang tidak hanya berpusat pada guru saja melainkan juga berpusat pada siswa. Siswa dapat lebih leluasa untuk belajar dengan memikirkan permasalahan yang dibahas secara mandiri terlebih dahulu kemudian mendiskusikan pemikirannya dengan kelompoknya dan akhirnya menuliskan dalam sebuah laporan. Berdasarkan pemaparan tersebut, penelitian ini dikatakan telah berhasil karena kriteria yang ditetapkan sebelumnya telah terpenuhi. Jadi, dapat diperoleh kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) berbantuan media konkret dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas V di SD Negeri 1 Banjar Bali tahun pelajaran 2015/2016. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) berbantuan media konkret dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas V di SD Negeri 1 Banjar Bali tahun pelajaran 2015/2016. Pada siklus I skor rata-rata hasil belajar matematika siswa adalah 62,9 dengan persentase rata-rata adalah 78,6% pada kriteria sedang. Pada siklus II, skor rata-rata hasil belajar matematika siswa meningkat menjadi 69,8 dengan persentase rata-rata 87,2% pada kriteria tinggi. Kualitas peningkatan hasil belajar matematika siswa pada siklus I dan siklus II sebesar 0,4 dengan predikat sedang. Adapun saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian tindakan ini adalah sebagai berikut. 1) kepada guru-guru di SD Negeri 1 Banjar Bali, diharapkan dapat memilih dan menerapkan model-model pembelajaran yang inovatif sesuai dengan materi dan karakteristik siswa, 2) kepada sekolah, khususnya kepala sekolah, sosialisasi penggunaan Model Think Talk Write (TTW) berbantuan media konkret sangat 9
diperlukan guna meningkatkan hasil belajar siswa, 3) Kepada peneliti lain yang berminat untuk meneliti lebih lanjut penggunaan model Think Talk Write (TTW) berbantuan media konkret, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi pelaksanaan penelitian.
Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar Ruzz Media. Sugiantara, I Putu Eka. 2012. “Penerapan Model Pembelajaran Realistic Mathematics Educations (RME) Untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Kelas V Semester II SD Mutiara Singaraja Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2011/2012”. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha.
DAFTAR PUSTAKA Agung, A. A. Gede. 2014. Buku Ajar Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media Publishing. Danim, Sudarwan. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Alfabeta. Lapono, Nabisi. dkk. 2009. Belajar dan Pembelajaran SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Suprihatiningrum, Jamil. 2012. Strategi Pembelajaran Teoridan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Tegeh, I Made. 2010. Media Pembelajaran. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Mitasasrini, Ni Made, dkk. 2015. “Penerapan Model Pembelajaran Think Talk Write Untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kelas V SD”. Jurnal Ilmiah Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Volume: 3, Nomor: 1 (hlm. 178187).
Widiastika, I Gede, 2012. “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) Terhadap Motivasi dan Prestasi Belajar IPS pada Siswa SMP Negeri 1 Kubu”. Tesis (tidak diterbitkan). Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Ganesha.
Ngalimun. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Banjarmasin: Aswaja Pressindo. Putri,
Yogandari, Ida Ayu Rsi. 2015. “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) Terhadap Hasil Belajar PKn Siswa Kelas V Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015 di SD Gugus IV Kecamatan Selat Kabupaten Karangasem”. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha.
Ni. L. P. Diana Eka. 2015. “Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Melalui Implementasi Pendekatan Saintifik Pada Siswa Kelas III SD N 2 Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2014/2015”. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Shoimin, Aris. 2014. 68 Pembelajaran Inovatif
Model dalam 10