e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS III SD NO 4 PENARUKAN Kd. Ayu Budi Suryani1, Ni Wyn. Arini2 , I Nyn. Murda3 1,2,3 Jurusan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi dengan menggunakan metode bermain peran. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas III SD No. 4 Penarukan Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Tahun Pelajaran 2015/2016. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas III SD No 4 Penarukan tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 33 orang. Objek penelitian ini adalah keterampilan berbicara siswa. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode nontes berupa lembar observasi. Data dianalisis dengan teknik analisis statistik deskriptif.Hasil menunjukan bahwa pada siklus I diperoleh rata-rata nilai keterampilan berbicara sebesar 56,31 dan rata-rata persentase yang diperoleh sebesar 56,31%, berada pada kategori kurang. Rata-rata nilai keterampilan berbicara yang diperoleh pada siklus II sebesar 78,94 dan rata-rata persentase yang diperoleh sebesar 78,94%. Hal tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan keterampilan berbicara siswa kelas III SD No 4 Penarukan dengan menggunakan metode bermain peran. Kata kunci: Bahasa Indonesia, Bermain Peran, Keterampilan Berbicara, Abstract This research is a classroom action research conducted in two cycles. Each cycle consists of planning, action, observation, and reflection This research aims to improve student’s speaking skills in the subject of Indonesian Language, students in grade III elementary school 4 Penarukan District of Buleleng, in the academic year of 2015/2016 by applying the method of role playing. The subjects were all students of class III elementary school 4 Penarukan in the academic year of 2015/2016 totaling 33 people. The object of this research is the student’s speaking skills. The collecting data in this study was conducted using observation sheet nontes form. Data were analyzed using deskriptif statistical analysis techniques. The research showed that in cycle I obtained an average score speaking skills 11.27% and the average percentage obtained by 61%, are in the poor category. The average score speaking skills acquired in second cycle of 14.63% and the average percentage of 81.18% was obtained. It shows that there has been an increase in student’s speaking skills in class III elementary school 4 Penarukan using role playing method. Keywords: Indonesia Language, Role Playing, Speaking Skills,
1
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
PENDAHULUAN Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari kegiatan berbahasa. Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi antar manusia. Bahasa sebagai alat komunikasi dalam rangka memenuhi sifat manusia sebagai makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan sesama manusia. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia dituntut untuk mempunyai kemampuan berbahasa yang baik. Seseorang yang mempunyai kemampuan berbahasa yang memadai akan lebih mudah menyerap dan menyampaikan informasi baik secara lisan maupun tulisan. Keterampilan berbahasa terdiri dari empat aspek, yaitu menyimak atau mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Siswa harus menguasai keempat aspek tersebut agar terampil berbahasa. Dengan demikian, pembelajaran keterampilan berbahasa di sekolah tidak hanya menekankan pada teori tetapi siswa dituntut untuk mampu menggunakan bahasa sebagaimana fungsinya, yaitu sebagai alat untuk berkomunikasi. Seperti yang diungkapkan oleh (Darmiyati dan Budiasih) (1996:100) Empat keteramampilan berbahasa memiliki hubungan yang sangat erat, pembelajaran dalam satu jenis keterampilan sering meningkatkan keterampilan yang lain. Satu aspek berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa adalah berbicara, Keterampilan berbicara menunjang keterampilan lainnya. Keterampilan ini bukanlah suatu jenis keterampilan yang dapat diwariskan secara turun temurun walaupun pada dasarnya secara alamiah setiap manusia dapat berbicara. Namun, keterampilan berbicara secara formal memerlukan latihan dan pengarahan yang intensif. Siswa yang mempunyai keterampilan berbicara yang baik, pembicaraannya akan lebih mudah dipahami oleh penyimaknya. Berbicara menunjang keterampilan membaca dan menulis. Menulis dan berbicara mempunyai kesamaan yaitu sebagai kegiatan produksi bahasa dan bersifat menyampaikan informasi. Kemampuan siswa dalam berbicara juga akan bermanfaat dalam
kegiatan menyimak dan memahami bacaan. Keterampilan berbahasa lisan tersebut memudahkan siswa berkomunikasi dan mengungkapkan ide atau gagasan kepada orang lain. Pentingnya penguasaan keterampilan dikuasai siswa agar mampu mengembangkan kemampuan berpikir, membaca, menulis, dan menyimak. Kemampuan berpikir mereka akan terlatih ketika mereka mengorganisasikan, mengonsepkan, mengklarifikasikan, dan menyederhanakan pikiran, perasaan, dan ide kepada orang lain secara lisan. Keterampilan berbicara harus dikuasai oleh para siswa sekolah dasar karena keterampilan ini secara langsung berkaitan dengan seluruh proses belajar siswa di sekolah dasar. Keberhasilan belajar siswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar-mengajar di sekolah sangat ditentukan oleh penguasaan kemampuan berbicara mereka. Siswa yang tidak mampu berbicara dengan baik dan benar akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran untuk semua mata pelajaran. Berbicara tidak diajarkan sebagai suatu pokok bahasan yang berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan dalam pembelajaran bahasa bersama dengan keterampilan berbahasa yang lain. Kenyataan teresebut dapat dilihat bahwa dalam proses pembelajaran bahasa, keterampilan berbahasa tertentu dapat dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang lain. Pengaitan keterampilan berbahasa yang dimaksud tidak selalu melibatkan keempat keterampilan berbahasa sekaligus, melainkan dapat hanya menggabungkan dua keterampilan berbahasa saja sepanjang aktivitas berbahasa yang dilakukan bermakna. Akan tetapi, masalah yang terjadi di lapangan adalah tidak semua siswa mempunyai kemampuan berbicara yang baik. Oleh sebab itu, pembinaan keterampilan berbicara harus dilakukan sedini mungkin. Pentingnya keterampilan berbicara atau bercerita dalam komunikasi diungkapkan oleh Sujanto (1988:189) bahwa berbicara merupakan bentuk komunikasi antar personal yang paling unik, paling tua, dan sangat penting dalam 2
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
kehidupan bermasyarakat. Keuntungan sosial berkaitan dengan kegiatan interaksi sosial antarindividu. Sedangkan, keuntungan profesional diperoleh sewaktu menggunakan bahasa untuk membuat pertanyaa-pertanyaan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan dan mendeskripsikan. Berdasarkan uraian tersebut fokus permasalahannya adalah rendahnya keterampilan berbicara siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia yang didapatkan melalui pencatatan dokumen di kelas III SD No. 4 Penarukan, yang ditunjukan pencapaian nilai rata-rata ulangan tengah semester masih di bawah kriteria ketuntasan minimal yaitu 63. Dari 33 siswa terdapat 15 siswa yang memperoleh nilai ulangan tengah semester di bawah kriteria ketuntasan minimal meskipun demikian apabila dibandingkan dengan kriteria ketuntasan minimal Kurikulum 2013 yaitu 70, maka terdapat 19 siswa yang nilainya di bawah KKM kurikulum 2013. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia adapun hal-hal yang ditemukan adalah (1) hampir tidak ada siswa mempunyai inisiatif untuk bertanya pada guru, (2) hanya beberapa siswa yang berani menyampaikan pendapat pada permasalahan yang diberikan guru (3) jika siswa dalam berbicara Bahasa Indonesia di depan, teman-temannya langsung menertawakan dan menyoraki temannya. Permasalahan tersebut mengakibatkan rendahnya keterampilan berbicara siswa SD No. 4 Penarukan. Pada saat melakukan wawancara dengan guru kelas III SD No. 4 Penarukan yang bernama ibu Komang Mira Widayanti S.Pd pada tanggal 14 Desember 2015 dibenarkan bahwa keterampilan berbicara siswa masih rendah disebabkan karena 1) kurangnya sumber belajar yang ada disekolah seperti buku tentang strategi pembelajaran, media, serta sumber belajar yang lainnya yang menunjang keefektifan pembelajaran, 2) guru masih hanya berpegang pada buku guru maupun buku siswa dan metode ceramah pun menjadi yang paling dominan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, 3) siswa
cenderung menunduk saat guru mengajukan pertanyaan, dan 4) saat guru menanyakan apakah sudah mengerti atau belum, siswa cenderung menjawab sudah mengerti agar pembelajaran cepat berakhi. Berdasarkan uraian di atas, salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam pembelajaran keterampilan berbicara siswa sekolah dasar untuk mengatasi masalah di atas adalah penerapan metode bermain peran untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Metode pembelajaran diterapkan karena metode sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik kedalam suatu situasi permasalahan kehidupan nyata, dan juga bermain peran dapat mendorong siswa mengeks-presikan perasaannya (Hamzah, 2008:25). Penggunaan metode bermain peran adalah cara tepat bagi siswa untuk belajar dan berlatih berbicara dengan mengungkapkan perasaan melalui gerakan-gerakan serta ekspresi wajah, sehingga kemampuan berbicara siswa lambat laun semakin meningkat. “Metode bermain peran diartikan sebagai suatu metode pemecahan masalah yang melibatkan dua orang atau lebih untuk mengambil keputusan secara terbbuka dalam situasi yang dilematis” Ode (2010). Metode bermain peran dalam pembelajaran berbicara akan lebih baik jika guru benar-benar tepat dan baik dalam membelajarkan metodenya karena dalam metode ini siswa melatih dirinya untuk memahami dan mengingat isi bahan yang akan diperankan. Sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankannya. Dengan demikian, daya ingatan siswa harus tajam dan tahan lama. Siswa akan berlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu bermain peran, para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia, bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah. Selain itu, kerja sama antarpemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaikbaiknya karena siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi 3
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
tanggung jawab dengan sesamanya. Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang lebih baik agar mudah dipahami orang lain. erdasarkan uraian tersebut, perlu dilakukan sebuah penelitian dengan judul ”Penerapan Metode Bermain Peran Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas III SD No. 4 Penarukan Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2015/2016”.
berdasarkan hasil refleksi awal. Perencanaan ini bersifat fleksibel dalam arti dapat berubah sesuai dengan kondisi nyata yang ada. Kemudian berdasarkan temuan pada refleksi awal, disusun perencanaan perbaikan pembelajaran bersama guru kelas III SD No. 4 Penarukan secara kolaboratif, kegiatankegiatan tersebut antara lain. 1) bersamasama guru melakukan diskusi tentang rencana tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki permasalahan yang ditemui, 2) bersama-sama guru melakukan analisis kurikulum untuk menentukan standar kompetensi, kompetensi dasar, indicator, dan menyusun silabus yang disampaikan kepada siswa dengan menggunakan metode bermain peran, 3) bersama-sama guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan guru dengan menggunakan metode bermain peran berdasarkan silabus yang telah disusun, 4) bersama-sama guru menyiapkan media konkret, 5) bersama-sama menyiapkan kelompok, 6) Bersama-sama guru menyusun kisi-kisi proyek , proyeknya berupa sebuah drama yang diberikan kepada siswa pada akhir siklus I, 7) bersama-sama guru menyusun skenario drama yang diberikan kepada siswa pada akhir siklus I, 8) bersama-sama guru membuat jadwal penelitian untuk pelaksanaan tindakan pada proses pembelajaran Bahasa Indonesia SD No. 4 Penarukan.
METODE Penelitian ini dirancang dengan menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini merupakan PTK karena penelitian ini dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan dalam dua siklus yang tiap siklus dilaksanakan tiga kali pertemuan. Tiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan pelaksanaan, evaluasi/observasi, refleksi.
Pelaksanakan Tindakan Pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan RPP yang telah dirancang pada tahap perencanaan. Pelaksanaan tindakan pada siklus I dilaksanakan dalam 5 kali pertemuan, yang terdiri dari 4 kali pelaksanaan tindakan (pelaksanaan pembelajaran) dan 1 kali pertemuan untuk pemberian evaluasi berupa penilaian unjuk kerja keterampilan berbicara dengan metode bermain peran pada siswa kelas III SD No. 4 Penarukan. Banyaknya pertemuan pada siklus I berdasarkan hasil diskusi bersama guru, serta disesuaikan dengan cakupan materi pada kompetensi dasar. Pada pelaksanaan pembelajaran, peneliti bertugas sebagai observer, sedangkan wali kelas III bertugas sebagai
Gambar 1. PTK diadaptasi dari Arikunto, dkk (2015:16) yang telah dimodifikasi Prosedur Penelitian Tiap Siklus Perencanaan mencakup rencana tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki permasalahan yang ditenui 4
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
guru. Dalam pelaksanaan ini, pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan RPP yang telah disusun dengan metode bermain peran.
Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah SD No.4 Penarukan tahun pelajaran 2015/2016. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas III yang berjumlah 33 orang Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data keterampilan berbicara siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Untuk mengumpulkan data digunakan metode nontes. Penilaian nontes adalah penilaian yang mengukur kemampuan siswa secara langsung dengan tugas-tugas riil dalam proses pembelajaran (Hasyim, 2007). Metode nontes dilakukan dengan observasi atau pengamatan. Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi penilaian bermain peran. Nilai yang diberikan pada penilaian ini mengacu pada rubrik penilaian bermain peran dengan kriteria sebagai berikut. 1) pelafalan 2) intonasi, 3) struktur kalimat, 4) ekspresi, 5) kelancaran. Setelah data dalam penelitian ini terkumpul, selanjutnya dilakukan analisis data. Data dianalisis menggunakan metode analisis statistik deskriptif. Selanjutnya diperoleh nilai rata-rata dan rata-rata persentase.
Evaluasi/Observasi Observasi (classroom observation) dilaksanakan bersama-sama guru mitra dengan mengamati proses tindakan, pengaruh, kendala dan atau masalahmasalah yang timbul selama penggunaan metode bemain peran pada mata pelajaran Bahasa Indonesia diselenggarakan. Observasi dilakukan pada saat pelaksanaan ditindakan di kelas dengan menggunakan metode pembelajaran dan langkah-langkah yang telah disepakati, yakni mulai dari mendokumentasikan proses, keadaan, faktor-faktor lain yang timbul dan berkembang selama pelaksanaan tindakan. Pemantauan selama proses belajar mengajar antara lain: kinerja proses belajar mengajar. Hasil dari observasi dijadikan sebagai dasar melakukan refleksi dan revisi terhadap rencana dan tindakan yang telah dilakukan, dan dijadikan sebagai dasar dalam merancang dan merumuskan rencana tindakan selanjutnya. Refleksi Diskusi balikan (feedback discussion) atau refleksi kolaboratif antara peneliti dengan guru mitra terhadap hasil observasi dilakukan untuk mengkaji, merenungkan pelaksanaan tindakan melaui pembelajaran keterampilan bermain peran. Temuan yang diperoleh selanjutnya dijadikan dasar untuk memperbaiki tindakan siklus berikutnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian siklus I Sesuai dengan perencanaan telah disusun, pelaksanaan suklus dilaksanakan 3 kali pertemuan. penelitian keterampilan berbucara siklus I disajikan pada tabel 1.
yang I ini Hasil pada
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Analisis Keterampilan Berbicara Siklus I Pertemuan Mean (M) M% Pertemuan I 52,58 52,58% Pertemuan II 55,45 55,45% Pertemuan III 60,91 60,91% Rata-rata Siklus I 56,31 56,31%
Berdasarkan hasil rekapitulasi hasil keterampilan berbicara siswa pada siklus I diperoleh rata-rata sebesar 56,31, ratarata persentase keterampilan berbicara
56,31%. Selanjutnya persentase ini dikonversikan kedalam PAP skala lima, persentase tingkat keterampilan berbicara pada siklus I berada pada rentangan skor
5
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
siswa yang masih malu dalam berbicara berangsur-angsur mulai berani dalam berbicara didepan kelas, 2) potensi dan bakat siswa mulai terlihat pada saat pementasan drama dan itu bisa dikembangkan oleh guru agar kelak berguna untuk siswa. Dari hasil refleksi siklus I, maka perlu diadakan upaya perbaikan supaya pada siklus II terjadi perubahan yang lebih baik dalam pembelajaran. Usaha yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1) memotivasi siswa agar lebih percaya diri lagi dalam memerankan perannya, saling bantu dalam mengerjakan tugas kelompok, saling menghargai pendapat teman, 2) jika siswa sedang bermain peran siswa dari kelas lain di peringatkan agar tidak menggangu kelas yang sedang belajar, menyuruh agar bermain jauh dari kelas yang sedang belajar, 2) dari kelompok yang sudah selesai tampil agar tidak ribut diberi tugas untuk mencari kesalahan yang terjadi pada saat kelompok berikutnya tampil.
(45-64) dengan kategori kurang. Hasil yang diperoleh masih berada di bawah Kriteria Ketuntasan Maksimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 65, sehingga penelitian ini dilanjutkan ke siklus II. Berpedoman pada hasil analisis data yang diuraikan selanjutnya diadakan refleksi. Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan tindakan siklus I menunjukan bahwa penerapan pembelajaran dengan metode bermain peran belum berlangsung secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari kekuntasan belajar siswa secara klasikal baru mencapai 56,31%. Belum optimalnya pembelajaran pada siklus I ini disebabkan karena dalam pembelajaran masih terdapat beberapa permsalahan. Beberapa hal yang menyebabkan masih rendahnya keterampilan berbicara siswa, antara lain sebagai berikut. 1) pada kegiatan pembelajaran, siswa masih merasa malu, ragu-ragu, dan kurang berani tampil kedepan kelas untuk memerankan sebuah adegan. Siswa masih juga merasa canggung atau malu untuk menanyakan pada guru ataupun temannya jika ada halhal yang belum dipahami dalam pembelajaran. 2) tertanggunya konsentrasi siswa saat pembelajaran disebabkan oleh siswa dari kelas lain ikut menonton dan menertawakan siswa yang berada didalam kelas, sehingga keributan disuasana kelas tidak bisa dihindari. 3) kelompok yang sudah dapat tampil kedepan tidak fokus lagi memperhatikan kelompok yang tampil berikutnya mereka lebih asyik mengobrol dengan temannya. Selain beberapa kendala yang ditemui selama pelaksanaan tindakan siklus I, terdapat beberapa kelebihan setelah penerapan metode pembelajaran bermain peran, yaitu sebagai berikut. 1) siswa menjadi aktif dalam belajar karena setiap siswa mendapat peran dan tugas masing-masing dalam pementasan drama.
Hasil Penelitian siklus II Proses pembelajaran pada pertemuan I siklus II, berlangsung dengan menggunakan metode pembelajaran bermain peran. Keterampilan berbicara siswa masih menjadi objek yang diteliti. Kegiatan bermain peran diawali dengan membaca teks percakapan sambil melatih lafal dan intonasi oleh masing-masing siswa secara individu kemudian mencatat pokok-pokok pembicaran dari teks percakapan tersebut. Setelah itu, siswa bersama kelompoknya memainkan peran berdasarkan naskah dan dialog yang di peroleh. Hal ini membuat siswa menjadi lebih terlatih dalam memahami isi percakapan dari naskah cerita yang di perolehnya. Berdasarkan hasil observasi, siswa mengalami peningkatan keterampilan berbicara yang cukup signifikan di bandingkan dengan siklus l. hasil penelitian keterampilan berbicara siklus II disajikan pada tabel 2.
6
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Keterampilan Berbicara Siklus II Pertemuan Mean (M) M% Pertemuan IV 73,03 67,88% Pertemuan V 78,94 78,94% Pertemuan VI 84,85 83,18% Rata-rata Siklus II 78,94 78,94% Berdasarkan hasil rekapitulasi keterampilan berbicara siswa pada siklus II adalah 78,94. Rata-rata persentase keterampilan berbicara 78,94%. Selanjutnya persentase ini dikonversikan kedalam PAP skala lima, persentase tingkat keterampilan berbicara pada siklus I berada pada rentangan skor (75-84) dengan kategori baik. Tindakan pada siklus II sudah berhasil, karena peningkatan keerampilan berbicara berada pada predikat “baik”. Hal ini menunjukan penerapan metode bermain peran berhasil meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Berdasarkan hasil ananlisis data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa persentase rata-rata keterampilan berbicara siswa kelas III pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan penerapan metode bermain peran pada siklus II 78,94 berada pada kategori baik. Hasil yang diperoleh sudah berada di atas Kriteria Ketuntasan Maksimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 65. Tindakan siklus II ini merupakan penyempurnaan atau perbaikan siklus sebelumnya. Melalui perbaikan dan penyempurnaan proses pembelajaran siklus II, telah tampak adanya peningkatan keterampilan Bahasa Indonesia siswa. Adapun temuan-temuan selama pelaksanaan tindalan siklus II adalah sebagai berikut. 1) secara umum proses pembelajaran dengan metode bermain peran berjalan sesuai rencana, 2) kondisi pembelajaran lebih kondusif, keaktifan siswa selama proses pembelajaran mengalami peningkatan. Siswa mulai berani dan tidak ragu-ragu tampil didepan kelas saat bermain peran, 3) Interaksi antar siswa dan guru menjadi semakin baik dengan diberikan penguatan dan arahan yang positif kepada siswa selama proses pemnelajaan berlangsung, 4) dengan memberikan waktu yang lebih untuk mempersiapkan penampilan, siswa memiliki kesempatan untuk
mempersiapkan diri dengan lebih matang, sehingga penyampaian dialog dalam bermain peran menjadi lebih maksimal, 5) antusias siswa dalam bermain peran semakin meningkat. Hal ini berdampak positif terhadap perkembangan keterampilan berbicaranya kedepan. Selain sudah meningkatnya keterampilan berbicara siswa yang ditemui selama pelaksanaan tindakan siklus II, terdapat beberapa kelebihan setelah penerapan metode pembelajaran bermain peran, yaitu sebagai berikut. 1) siswa dapat melatih dirinya untuk memahami dan mengingat isi bahan yang akan diperankan, sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara keseluruhan, 2) kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya, 3) siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tangggung jawab dengan sesama teman. Perbaikan serta penyempurnaan yang dilakukan pada siklus II ini mampu meningkatkan rata-rata keterampilan berbicara siswa. Rata-rata keterampilan berbicara siswa pada siklus I diperoleh sebesar 56,31% telah meningkat pada siklus II menjadi 78,94%. Hasil keterampilan berbicara siswa jika dilihat dari setiap pertemuan siklus II terus meningkat dan sudah memenuhi kriteria keberhasilan yang ditentukan, yaitu 75%. Dengan demikian, siklus dihentikan sampai siklus II. Tabel 3 Rekapitulasi Hasil Peningkatan Keterampilan Berbicara Siklus I ke Siklus II Siklus Mean (M) M% Siklus I 56.31 56.31% Siklus II 78.94 78.94% Jumah Peningkatan 22,63 22,63%
7
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Berdasarka tabel 3 di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan nilai dari siklus I ke siklus II, nilai yang diperoleh dari siklus I sebesar 56,31 sedangkan nilai yang diperoleh dari siklus II sebesar 78,94 Jadi, peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 22,63.
pemikiran yang kretaif karena dalam pementasan drama dibutuhkan ide-ide kreatif untuk menunjang keberhasilan pementasan drama seperti contoh dalam menentukna tema, menyusun naskah, menentukan peran dalam sebuah drama. Selain itu, proses pengajaran yang terintegrasi akan menolong para siswa untuk mengembangkan keterampilan dalam mengekspresikan dan merealisasikannya dalam kehidupan nyata sehari-hari, menemukan contoh dalam kehidupan nyata untuk membuktikan apa yang telah mereka pelajari. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan seharusnya memusatkan pada peningkatan keterampilan untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan dengan membebaskan kreatifitas para siswa. Menggunakan metode bermain peran dapat menggali bakat yang ada pada diri siswa. Hamzah (2008 : 45) menyatakan bahwa bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk, sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama. Demikian halnya sangat penting bagi guru untuk mengetahui bakat yang dimiliki oleh siswa karena guru dapat mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa, sehingga amat berguna bagi kehidupannya dan masa depannya kelak, terutama yang berbakat bermain drama, lakon film, dan sebagainya. Kegiatan awal guru meyiapkan naskah drama yang akan dipentaskan oleh siswa, siswa setelah dibagi menjadi beberapa kelompok dibimbing guru dalam berdiskusi untuk menentukan peran masing-masing dalam pementasan drama. Setelah mendapat peran siswa membaca naskah drama yang diberikan oleh guru setiap siswa berusaha membaca dan memahami isi cerita, setiap kelompok memntaskan drama didepan kelas. Berbicara dengan metode bermain peran sangat menyenangkan dirasakan oleh siswa karena siswa bebas berskpresi dengan peran drama yang akan dipentaskan. Selain itu, motivasi dan media pembelajaran yang diberikan oleh guru sangat membantu siswa saat melakukan aktivitas belajar di dalam kelas. Pada kegiatann berikutnya untuk melihat perkembangan siswa, guru menyiapkan
PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukan bahwa penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas III SD No 4 Penarukan. Metodebermain perani memberikan kesempatan siswa memunculkan keberanian berbicara, situasi pembelajaran yang terjadi di kelas menggambarkan aktivitas yang dilaksanakan oleh siswa. Kelas tidak didominasi oleh guru, tetapi diusahakan tercipta suasana penuh dengan aktivitas berbicara yang dilakukan siswa di kelas tersebut. Siswa yang satu dengan siswa yang lain atau antara siswa dan guru berinteraksi secara optimal. Dalam metode bermain peran siswa dilatih untuk berbicara secara kritis, Menurut Ernis (dalam Filsaime, 2008:58) berbicara kritis suatu sikap berani mengungkapkan suatu nilai, termasuk memberikan saran dan solusi untuk dijadikan tujuan akhir upaya menjawab sesuatu masalah. Demikian juga halnya dengan keadaan di sekolah, seseorang yang memiliki kemampuan berbicara yang kritis akan menarik perhatian guru dan teman-temannya siswa tersebut aktif berbicara dalam pembelajran, sering bertanya dan mengemukakan pendapatnya. Dalam pembelajaran menggunakan metode bermain peran menjadikan siswa lebih kreatif. Menurut Denis (2008:27), kreatif adalah sifat dari seseorang yang mampu berfikir berbeda sehingga dapat menciptakan sesuatu yang baru ataupun memperbaharui sesuatu yang lama, yang akan bernanfaat untuk kehidupan seseorang, kretifitas dapat diedukasi ataupun dapat dikembangkan melalui berbagai kegiatan pendidikan ataupun kegiatan di luar pendidikan. Dengan memerhatikan pendapat Denis yang telah diuraikan di atas menggunakan metode bermain peran sangat dibutuhkan 8
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
naskah drama siswa ditugaskan untuk menghafal isi cerita dalam drama. Hal ini dirasakan sulit bagi siswa karena beban mereka bertambah berat dan pada pementasan siswa berhasil tampil dengan tidak membawa naskah drama. Keterampilan berbicara siswa mengalami peningkatan dari kategori kurang ke kategori baik setelah melalui dua siklus dengan menerapkan metode pembelajaran bermain peran. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. (1) Siswa melatih dirinya untuk memahami dan mengingat apa yang diperankan. (2) siswa menjadi lebih kreatif untuk melakukan sesuatu di dalam kelompoknya (3) bakat yang dimiliki siswa perlahan mulai terlihat dan dapat dibina oleh guru . Hal ini sejalan dengan pendapat dari Hamzah (2008:45) menyatakan bahwa, dengan menggunakan metode bermain peran secara tidak langsung siswa membaca, berlatih dan harus mengingat isi cerita yang akan diperankan, bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk, sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah. Adanya dukungan atau motivasi dari guru ketika memberikan penguatan terhadap siswanya, sehingga muncul inisitaif dari siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Pemberian bimbingan kepada siswa ini dilakukan untuk menambah motivasi siswa dalam melakukan sesuatu khususnya berbicara. Keberhasilan penelitian ini didukung pula oleh bebrapa penelitian yang relevan. Dewi (2012), menyatakan bahwa, menggunakan metode bermain peran membuat siswa lebih aktif dalam berkomunikasi terutama pada saat diskusi dalam kelompok, selain itu, dalam penerapan metode bermain peran siswa lebih berani dalam berbicara dan menyampaikan pendapat. Dengan demikian situasi kelas menjadi aktif pembelajaran tidak hanya terpusat pada guru. Guru hanya menjadi fasilitator dan pembimbing siswa dalam proses pembelajaran. Sutarjana (2014) menyatakan bahwa penyebab peningkatan keterampilan berbicara siswa belajar berdasarkan pengalaman. Bermain peran memungkinkan siswa mengindetifikasi
situasi-situasi dunia nyata dan ide-ide orang lain ke dalam drama yang akan diperankan. Oleh karena itu, metode ini akan bermakna tatkala siswa berperan serta dalam melakukan kegiatan. Setelah itu mereka memandang kritis kegiatan tersebut. Kemudian, mereka mendapat pemahaman serta menuangkannya dalam bentuk lisan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Purwandari (2013) menyatakan bahwa kegiatan bermain peran di kelas berpengaruh pada perkembangan siswa. di sisi lain, bermain peran itu menarik, menyenangkan dan menyebabkan siswa untuk saling berinteraksi. Siswa dapat mengembangkan keterampilan sikap bertanggung jawab dan kepemimpinan dalam pembelajaran, dalam kelompok kerja, kepercayaan diri dalam memecahkan masalah secara kreatif dalam proses pembelajaran. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan di SD No. 4 Penarukan siswa kelas III tahun pelajaran 2015/2016 dapat disimpulkan bahwa penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan keterampilan berbicara Bahasa Indonesia siswa dari siklus I sampai dengan siklus II. Rata-rata yang diperoleh pada siklus I sebesar 56,31%, sedangkan rata-rata yang diperoleh pada siklus II sebesar 78,94%. Jadi, peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 22,63%. Berdasarkan simpulan tersebut adapun saran yang dapat diberikan yaitu 1) guru-guru SD No 4 Penarukan, disarankan agar untuk lebih menambah wawasan atau pengetahuan tentang pembelajaran inovatif, dan mampu mengembangkan inovasi pembelajaran dengan menerapkan strategi, metode, model maupun media pembelajaran sehingga proses pembelajaran dan hasil belajar siswa lebih meningkat, 2) pihak sekolah, khususnya kepala sekolah, diharapkan agar dapat menciptakan kondisi yang mampu mendorong para guru untuk mencoba menerapkan startegi, 9
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Sutarjana, Dewa.M. 2014. Penerapan Metode Role Playing Untuk Meningkatkan keterampilan Berbicara Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SD No. 5 Banjar Jawa Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan. UNDIKSHA
metode, model maupun media pembelajarn yang baru untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran disekolah, 3) peneliti lain, disarankan agar dapat mengadakan penelitian lebih lanjut tentang metode pembelajaran bermain peran dalam mata pelajaran lain. DAFTAR PUSTAKA Darmiyati dan Budiasih. 1996. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Dewi, I.R 2012. Pengembangan Keterampilan Berbicara Melalui Metode Bermain peran Dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Pada Siswa Kelas III SD No. 3 Anturan Kecamatan Buleleng Kabupaten Bulelelng. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan. UNDIKSHA Filsaime, Dennis K. 2008. Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Balai Pustaka. Hasyim, Muhamad. 2007. Evaluasi dan Penilaian Pembelajaran. Jakarta : Balai Pustaka Ode, Deden Bin La. 2010. Metode Role Playing. Tersedia pada http://dedenbinlaode.blogspot.com/2 010/11/pengaruh-metode-roleplaying-terhadap.html (Diakses 11 januari 2016). Purwandari, Novita. 2013. Keekfektifan Metode Bermain Peran Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas IV SD No. 19 Pamecutan Kecamatan Denpasar Barat Kota Denpasar. Jurusan PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan. UNDIKSHA Uno, Hamzah. B. J. 2008. Model Pembelajaran. Jakarta : Bumi Askara Sujanto, Ch. J. 1988. Keterampilan Berbahasa Membaca-MenulisBerbicara Untuk Mata Kuliah Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : FKIP – UNCEN JAYAPURA.
10