e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015
PENERAPAN METODE ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA (BERMAIN PERAN) PADA SISWA KELAS VIII B MTs AL-KHAIRIYAH TEGALLINGGAH
Maharani, Sri Devi1, Wendra, I Wayan2, Gunatama, Gede3 1,2,3
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja e-mail:
1
2
{
[email protected],
[email protected],3,
[email protected]} ABSTRAK Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan langkah-langkah penerapan metode role playing untuk meningkatkan keterampilan berbicara (bermain peran) pada siswa kelas VIII B MTs AlKhairiyah Tegallinggah; (2) mendeskripsikan peningkatan keterampilan berbicara dalam pembelajaran bermain peran pada siswa kelas VIII B MTs Al-Khairiyah Tegallinggah dengan menggunakan metode role playing; dan (3) mendeskripsikan respons siswa kelas VIII B MTs AlKhairiyah Tegallinggah terhadap penerapan metode role playing dalam upaya meningkatkan keterampilan berbicara dalam pembelajaran berbicara. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK). Subjek penelitian ini guru dan siswa kelas VIII B MTs Al-Khairiyah Tegallinggah. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi, metode tes, metode angket, dan metode wawancara. Data dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif dan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) langkahlangkah pembelajaran yang tepat dalam penelitian ini ditekankan pada tiga hal, yaitu penegasan cara berekspresi, memperbaharui media belajar yang terjadi dekat dengan kehidupan siswa, dan mengacak urutan kelompok dan memberi peluang untuk siswa menentukan sendiri perannya; (2) penerapan metode role playing dapat meningkatkan keterampilan berbicara (bermain peran). Pada pratindakan skor rata-rata klasikal 65 (cukup), siklus I memperoleh skor rata-rata klasikal 74,5 (baik), sedangkan pada siklus II nilai rata-rata klasikal 80,5 (baik); (3) siswa memberikan respons sangat positif terhadap pembelajaran berbicara (bermain peran) melalui penerapan metode role playing. Oleh karena itu, diharapkan kepada guru bahasa Indonesia di MTs Al-Khairiyah Tegallinggah agar menerapkan pembelejaran ini sesuai langkah yang ditemukan dalam penelitian. Kata kunci : metode role playing, berbicara, bermain peran ABSTRACT
This research aims to (1) describe the implementation steps of the method of role playing to improve speaking skills (role playing) in Class VIII B MTs Al-Khairiyah Tegallinggah; (2) describe an increase in learning speaking skills play a role in class VIII B MTs Al-Khairiyah Tegallinggah using role playing; and (3) describe the response of the students of class VIII B MTs Al-Khairiyah Tegallinggah to the application of the method of role playing in order to improve speaking skills in learning to speak. This study design was used classroom action research (PTK). This research subject teachers and students of class VIII B MTs Al-Khairiyah Tegallinggah. The data collection method used is the method of observation, methods of test, questionnaire and interview method. Data were analyzed using descriptive techniques of qualitative and quantitative descriptive analysis techniques. The results showed that, (1) measures appropriate learning in this study focused on three things, that assertion means of expression, renewing media learning that occurs close to student life, and randomize the order
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 of the group and provide opportunities for students define their own role; (2) the application of the method of role playing can improve speaking skills (playing a role). On average scores pratindakan classical 65 (enough), the first cycle to obtain an average score of 74.5 classical (good), while the second cycle of the average value of classical 80.5 (good); (3) The students responded very positively to learning to speak (play a role) through the application of the method of role playing. Therefore, it is expected that Indonesian teachers in MTs Al-Khairiyah Tegallinggah order to implement this pembelejaran appropriate steps are found in the study. Keywords: method of role playing, talking, playing the role of
PENDAHULUAN Hakikat belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan siswa agar mampu berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis. (Depdiknas, 2003 : 1). Selain untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi, pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar siswa memiliki sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif yang dapat ditunjukkan siswa antara lain mau menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam berkomunikasi. Komunikasi merupakan kegiatan mengungkapkan isi hati kepada orang lain (Depdiknas, 2004 : 5). Isi hati tersebut dapat berupa gagasan, pikiran, perasaan, pertanyaan, dan sebagainya. Secara garis besar ada dua cara komunikasi, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal menggunakan bahasa sebagai sarananya. Komunikasi nonverbal menggunakan sarana gerak-gerik seperti bunyi bel, bendera, warna, gambar, dan sebagainya. Di antara kedua komunikasi itu, komunikasi verbal dianggap paling sempurna (Wendra, 2011 : 2). Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan kepada siswa agar mampu berkomunikasi dalam bahasa Indonesia secara baik dan benar. Bahasa digunakan sebagai sarana dalam komunikasi verbal dan dapat dibagi menjadi dua, yaitu komunikasi lisan dan komunikasi tulisan. Dalam komunikasi sehari-hari, orang lebih banyak menggunakan ragam bahasa lisan daripada ragam bahasa tulis. Kegiatan berbahasa lisan disebut berbicara.
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran gagasan dan perasaan (Tarigan, 1990 : 15). Berbicara merupakan bentuk komunikasi yang paling esensial, yang membedakan manusia dengan yang lainnya sebagai suatu spesies (King dalam Wendra, 2003). Itulah bukti betapa pentingnya keterampilan berbicara dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan berbicara merupakan keterampilan berbahasa yang sangat penting. Syafi’ie (1993 : 33) mengemukakan, dengan keterampilan berbicaralah kita dapat memenuhi kebutuhan untuk berkomunikasi dengan masyarakat tempat kita berada. Selain pentingnya keterampilan berbicara untuk berkomunikasi, keterampilan berbicara juga dapat bermanfaat secara praktis, yaitu untuk meningkatkan kualitas kehidupan seseorang. Melalui keterampilan berbicara seseorang dapat meningkatkan penghasilannya sehingga mampu mendongkrak perekonomian keluarga, seperti menjadi seorang pembicara dalam sebuah seminar atau pembawa acara. Dari uraian di atas, dapat kita ketahui betapa pentingnya keterampilan berbicara bagi seseorang. Oleh karena itu, pembelajaran keterampilan berbicara perlu mendapat perhatian agar para siswa memiliki keterampilan berbicara, sehingga mampu berkomunikasi untuk menyampaikan isi hatinya kepada orang lain dengan baik. Selain betapa pentingnya keterampilan berbicara bagi seseorang, pembelajaran keterampilan berbicara perlu mendapatkan perhatian karena keterampilan berbicara tidak bisa diperoleh secara otomatis, melainkan
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 harus belajar dan berlatih (Syafi’ie,1993 : 33). Keterampilan berbicara dibelajarkan kepada siswa di sekolah. Di MTs Al-Khairiyah Tegallinggah pelajaran berbicara diperoleh dari siswa kelas VII, VIII, dan IX. Namun, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian di kelas VIII B. Peneliti melihat bahwa siswa-siswi di kelas VIII B masih kurang dalam berbicara. Masalah yang ditemukan di lapangan yaitu kurangnya gairah siswa dalam belajar berbicara karena pemahaman mereka yang masih kurang terhadap materi yang disampaikan, siswa masih malu-malu dalam berbicara khususnya bermain peran, serta metode yang diterapkan kurang tepat. Pemilihan metode sangat memengaruhi minat siswa dalam belajar. Jika metode yang digunakan mampu memberi motivasi untuk siswa, siswa akan mudah mengerti/memahami apa yang diajarkan. Di kelas VIII B Jumlah siswa terdiri atas 23 orang yaitu siswa laki-laki berjumlah 10 orang dan siswa perempuan berjumlah 13 orang. Dari 23 siswa, hanya 6 siswa yang tuntas dalam berbicara. Sedangkan 17 siswa mendapatkan nilai di bawah KKM. Siswa yang mendapat nilai di bawah KKM adalah 73,91%, sedangkan siswa yang mendapat nilai tuntas sebanyak 26,09%, itulah yang membuat peneliti terdorong untuk melakukan penelitian di kelas VIII B. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru Bahasa dan Sastra Indonesia MTs Al-Khairiyah Tegallinggah Neny Ayu Endarsih, S.Pd menyatakan bahwa kemampuan berbicara siswa masih rendah dan sebanyak 17 orang mendapatkan nilai di bawah KKM yakni 65. Sementara, standar ketuntasan yang harus dicapai adalah 75. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru yang bersangkutan, nilai 65 yang diperoleh dari pelajaran berbicara disebabkan belum optimalnya kemampuan berbicara yang dimiliki oleh siswa. Ini disebabkan karena pemahaman mereka yang masih kurang terhadap materi yang disampaikan, atau salah satu faktor penyebabnya adalah metode yang diterapkan kurang tepat dan siswa tidak mampu untuk menerimanya.
Permasalahan tersebut yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan topik, penerapan metode role playing untuk meningkatkan keterampilan berbicara di kelas VIII B MTs Al-Khairiyah Tegallinggah dengan harapan mampu memberi solusi dan alternatif dalam pembelajaran sehingga mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran berbicara dengan metode role playing. Metode Role Playing menurut Djamarah dan Zain (1995 : 88) metode Role Playing pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial. Untuk itu, sangat perlu diterapkan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas dan hasil belajar. Pembelajaran berdasarkan metode ini dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain. Dengan menggunakan metode ini, dapat meningkatkan gairah siswa dalam belajar berbicara, siswa juga tidak akan merasa malu untuk berbicara khususnya bermain peran, serta siswa akan mudah mengerti dengan menggunakan metode/teknik yang digunakan. Metode ini dirancang khususnya untuk membantu siswa mempelajari nilai-nilai sosial dan moral dan pencerminannya dalam perilaku. Di samping itu metode ini digunakan pula untuk membantu para siswa mengumpulkan dan mengorganisasikan isu-isu moral dan sosial, mengembangkan empati terhadap orang lain, dan berupaya memperbaiki keterampilan sosial. Siswa akan tertarik jika guru mengajar dengan menggunakan metode yang belum pernah digunakan. Dengan begitu, siswa akan merasa ingin tahu tentang metode yang baru. Rasa ingin tau mampu menghilangkan rasa malu siswa. Itulah alasan peneliti menggunakan metode role playing, karena metode ini jarang digunakan oleh guru ketika mengajar berbicara. Peneliti ingin menerapkan metode ini karena metode role playing memiliki banyak keunggulan, diantaranya adalah 1) Meningkatkan minat siswa, 2)
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 Meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran, 3) Mengajarkan siswa untuk berempati dan memahami suatu hal melalui berbagai sudut pandang, 4) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memerankan tokoh yang dikenal dalam kehidupan sehari-hari, 5) Diterapkan dalam berbagai setting. Beberapa penelitian yang mengangkat permasalahan pembelajaran keterampilan berbicara dan memiliki relevansi dengan penelitian ini antara lain dilakukan oleh Haris (2007) membuat skripsi yang berjudul “Penerapan Metode Bermain Simulasi untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 1 Banjar, Singaraja”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa setelah dilaksanakannya penelitian dalam dua siklus, dihasilkan simpulan bahwa penerapan metode bermain simulasi dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa sebesar 25% dari siklus I sampai siklus II. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Ni Putu Puspadaniyanthi (2009) dengan judul “Pengaruh Penguasaan Tingkat Kesantunan Berbahasa Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa kelas XI IAI SMAN 4 Singaraja”. Hasil penelitian ini menunjukkan keterampilan berbicara siswa yang relatif tinggi dengan kategori baik sekali diindikasikan oleh faktor siswa yang secara akademik berkompeten, lingkungan belajar menandai dan faktor sekolah yang berpredikat unggul. Hal ini mampu membuat siswa termotivasi dan dimotivasi untuk tetap eksis dan unggul sebagai pelajar berprestasi. Penelitian tentang keterampilan berbicara dilakukan oleh Futri (2011) dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa Menggunakan Teknik Cerdas Cermat (PTK pada siswa kelas XI SMA Pasundan 3 Cimahi)”. Hasil penelitian pada siklus I menunjukkan 3% siswa memeroleh kategori baik sekali, 64% memeroleh kategori cukup, dan 33% pada kategori kurang mampu. Hasil penelitian siklus II menunjukkan terjadinya peningkatan, ini bisa dilihat dari tidak ada siswa yang memeroleh kategori kurang mampu, 37% mendapat kategori baik
sekali, 50% mendapat kategori baik, dan 13% memeroleh kategori cukup. Penelitian keterampilan berbicara juga dilakukan oleh Komang Ayu Sriantini (2013) dengan judul penelitian “Penggunaan Teknik Reis untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara Khususnya Bercerita Siswa Kelas VII 12 SMP Negeri 2 Singaraja”. Penelitian yang dilakukan menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian inimenunjukkan bahwa teknik Reis dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VII 12 SMP Negeri 2 Singaraja dapat dilihat dari pemerolehan hasil belajar keterampilan berbicara pada masing-masing siklus. Pada siklus I, siswa memeroleh nilai rata-rata secara klasikal 74,5. Sedangkan pada siklus Ii, nilai ratarata klasikal menjadi 76,15. Penelitian-penelitian di atas, memang sejenis dengan penelitian yang dilakukan. Namun, penelitian-penelitian tersebut memiliki nuansa yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan saat ini. Perbedaannya terlihat pada metode yang diterapkan pada saat pembelajaran berlangsung. Penggunaan metode role playing/ bermain peran akan sangat menarik dan efektif diterapkan dalam pembelajaran berbicara (bermain peran). Di samping itu, metode ini tergolong baru dan belum pernah diterapkan di kalangan siswa kelas VIII B MTs Al- Khairiyah Tegallinggah dan tampaknya sangat efektif dilaksanakan. Perbedaan lainnya ialah terdapat pada subjek dan tempat penelitian. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini ialah guru dan siswa. Sedangkan tempat penelitian ini ialah berlokasi di MTs Al-Khairiyah Tegallinggah. Dipilihnya MTs Al-Khairiyah Tegallinggah sebegai tempat penelitian karena di samping nilai berbicara siswa rendah, di sekolah itu belum pernah diterapkan metode role playing dalam pembelajaran berbicara. Atas dasar itulah peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Metode Role Playing untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara (Bermain Peran) Pada Siswa Kelas VIII B MTs Al-Khairiyah
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 Tegallinggah”, guna melengkapi sisi lain dari penelitian-penelitian yang sudah ada. Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian yaitu, (1) Bagaimanakah langkah-langkah pembelajaran dengan menerapkan metode Role Playing dalam pembelajaran berbicara di kelas VIII B MTs Al-Khairiyah Tegallinggah? (2) Bagaimanakah peningkatan kemampuan berbicara siswa kelas VIII B MTs Al-Khairiyah Tegallinggah dengan menggunakan metode Role Playing? (3) Bagaimanakah respons siswa kelas VIII B MTs AlKhairiyah Tegallinggah terhadap metode Role Playing dalam upaya meningkatkan keterampilan berbicara? Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan langkahlangkah pembelajaran dengan menerapkan metode Role Playing untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VIII B MTs Al-Khairiyah Tegallinggah. (2) Mendeskripsikan peningkatan keterampilan berbicara siswa kelas VIII B MTs Al-Khairiyah Tegallinggah. (3) Mendeskripsikan respons siswa kelas VIII B MTs AlKhairiyah Tegallinggah terhadap metode Role Playing dalam upaya meningkatkan keterampilan berbicara. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah 1. Manfaat Teoretis. Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan kontribusi untuk menentukan arah strategi dalam pemilihan teknik pembelajaran yaitu teknik role playing yang belum pernah digunakan dalam keterampilan berbicara (bermain peran) secara tepat khususnya untuk siswa SMP/MTs. 2. Manfaat Praktis. Secara praktis, penelitian ini berupa sumbangan bagi semua kalangan yang terlibat dalam pendidikan, antara lain sebagai berikut. A. Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat memudahkan siswa dalam belajar berbicara khususnya berbicara bermain peran. B. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai metode yang digunakan khususnya dalam pembelajaran berbicara. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan alternatif dalam mengelola pembelajaran berbicara khususnya
bermain peran. C. Bagi pembaca, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan atau referensi guna memperluas cakrawala pengetahuan mengenai metode yang digunakan dalam berbicara khususnya bermain peran. METODE Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilakukan di kelas dengan melakukan tindakan tertentu dalam rangka memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran. Adapun subjek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas VIII B MTs Al-Khairiyah Tegallinggah. Siswa di kelas tersebut dipilih menjadi subjek penelitian karena kemampuan dalam bermain peran dengan menggunakan bahasa lisan masih rendah. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah langkah-langkah pembelajaran yang ditempuh dalam menerapkan metode role playing (bermain peran). Selain itu, respons siswa sangat penting dijadikan objek penelitian tindakan kelas karena esensi penelitian tindakan kelas adalah kepuasan. Oleh karena itu, respon siswa juga penting dijadikan objek dalam penelitian ini. Dalam proses pengumpulan data, peneliti menggunakan empat metode untuk mempermudah pengambilan data. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi, metode tes, metode angket/kuesioner dan metode wawancara.. Metode observasi atau metode pengamatan merupakan metode yang sangat tepat digunakan untuk mengamati tindakan dan benda-benda yang dibuat atau digunakan oleh masyarakat (Suandi, 2008 : 39). Observasi yang dilakukan ialah dengan membuat catatan aktivitas guru dan siswa. Tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian berupa tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa sehingga menghasilkan nilainilai mengenai perilaku atau prestasi anak tersebut.
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 Metode Angket atau Kuesioner adalah daftar pertanyaan tertulis yang biasanya didistribusikan melalui pos untuk diisi dan dikembangkan atau dapat juga dijawab di bawah pengawasan peneliti. Metode wawancara digunakan untuk mencari informasi tentang aktivitas guru dan siswa yang tidak dapat diungkap dengan menggunakan lembar observasi. Wawancara juga digunakan untuk mencari tahu tentang masalah-masalah yang dihadapi saat melaksanakan pembelajaran berbicara dengan teknik role playing sehingga dapat digunakan sebagai bahan refleksi tindakan selanjutnya. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Adapun tabel teknik analisis data adalah sebagai berikut. N O
Data
1.
Langkahlangkah pembelaja ran Kemampu an Berbicara (Role Playing) Siswa (hasil belajar siswa) Respon siswa
2.
3.
Metode Pengumpu lan Data Metode observasi
Metode tes
Metode kuesioner
Analis is Data Deskri ptif kualita tif Deskri ptif kuantit atif dan kualita tif
Deskri ptif kuantit atif dan kualita tif Metode Deskri wawancara ptif kualita tif Data mengenai langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan dengan metode observasi dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif. Observasi
nonpartisipatif dilakukan melalui observasi berstruktur. Metode observasi nonpartisipatif digunakan untuk memperoleh data tentang langkah-langkah pembelajaran. Data yang ada kemudian dicocokkan dengan catatan lapangan yang telah dibuat. Setelah itu barulah disusun langkah-langkah pembelajaran yang telah dilakukan. Setelah semua data terkumpul, selanjutnya yang dilakukan adalah menentukan kriteria keberhasilan. Kriteria keberhasilan digunakan sebagai patokan dalam mengakhiri penelitian ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam mendapatkan hasil penelitian, peneliti telah melaksanakan penelitian tindakan kelas sesuai dengan tahapan-tahapan dan prosedur yang sudah ditetapkan sebelumnya. Untuk memeroleh data yang valid, digunakan empat metode. Yakni observasi, tes, angket, dan wawancara. Hasil observasi digunakan untuk mengetahui kegiatan guru dan siswa dalam langkah-langkah penerapan metode role playing untuk meningkatkan keterampilan berbicara dalam pembelajaran bermain peran. Hasil tes digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa memainkan peran secara dalam pembelajaran berbicara dengan menggunakan metode role playing. Hasil angket serta wawancara digunakan untuk mengetahui respons siswa terhadap penerapan metode role playing dalam upaya meningkatkan kemampuan bermain peran dalam pembelajaran berbicara. Hasil-hasil tersebut akan digunakan untuk menjawab masalah-masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini. Untuk memperoleh jawaban dari masalah yang dirumuskan, penelitian ini dilakukan dalam dua siklus. Yaitu siklus I dan siklus II. Sebelum melaksanakan tindakan siklus I dan siklus II, peneliti sudah mendapatkan skor awal kemampuan bermain peran siswa menggunakan naskah dari Ibu Neny Ayu Endarsih, S.Pd. selaku guru pengajar di kelas VIII B MTs Al-Khairiyah
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 Tegallinggah. Peneliti menjadikan skor awal yang sudah diperoleh sebagai landasan dasar memberikan tindakan pada siklus yang peneliti terapkan. Pada siklus ini, peneliti menerapkan rencana tindakan yang telah direncanakan sebelumnya. Siklus I dilakukan dalam dua kali pertemuan, yaitu pada hari selasa, 04 Agustus 2015, jam pelajaran ketujuh dan kedelapan. Pertemuan ini dimulai pada pukul 11.50 wita sampai 13.10 wita. Tindakan siklus I dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang telah ditetapkan pada Bab III. Dalam pelaksanaan siklus I, skor rata-rata dari 23 orang siswa di kelas VIII B yang mengikuti tes bermain peran ialah 74,5 (baik). Sementara, skor rata-rata pada saat refleksi awal hanya 65 (cukup), maka terjadi peningkatan sebesar 9,5%. Dua orang siswa atau 8,69% memperoleh nilai dengan kategori sangat baik. Sebanyak 13 orang siswa atau 56,52% memperoleh nilai dengan kategori baik dan 8 orang siswa atau 34,79% memperoleh nilai dengan kategori cukup. Sementara itu, ketercapaian masingmasing aspek yang dinilai dalam keterampilan berbicara yakni pada aspek A sebesar 20,9 (70%), aspek B sebesar 20,1 (67%), aspek C sebesar 16,7 (83,5%), dan aspek D sebesar 16,6 (83%). Adapun persentase ketuntasan klasikal adalah siswa yang tuntas berjumlah 15 orang dan yang tidak tuntas berjumlah 8 orang. Apabila dipersentasekan, siswa yang tuntas sebanyak 65,21% dan yang tidak tuntas sebanyak 34,79%. Pada data awal ditemukan siswa yang tuntas sebanyak 6 orang atau 26,09% dan yang tidak tuntas sebanyak 17 orang atau 73,9%. Itu artinya ada peningkatan hasil belajar yang dialami siswa kelas VIII B MTs Al-Khairiyah Tegallinggah. Jumlah siswa yang mencapai nilai 75 atau di atas 75 sebanyak 15 orang (65,21%) siswa. Jika mengingat presentase ketuntasan klasikal yang diharapkan adalah 75% sementara tindakan pada siklus I belum mencapai persentase 75%. Maka tindakan belum
dapat dihentikan. Untuk itu, tindakan siklus II perlu dilakukan. Hasil yang diperoleh sebatas baik dan belum tuntas. Adapun yang menyebabkan ialah siswa sulit mengeluarkan ekspresinya pada saat bermain peran. Sehingga penyampaiannya saat bermain peran kurang menarik karena ekspresi siswa monoton dan suaranya juga tidak terdengar jelas. siswa masih ragu-ragu untuk bermain peran karena dalam waktu 20 menit mereka berdiskusi mengenai judul yang diberikan. Kemudian ketika mereka maju untuk bermain peran, guru yang menunjuk mereka untuk memainkan peran apa. Itu yang menyebabkan siswa merasa kesulitan dan masih ragu untuk berbicara. Selain itu, suasana ruangan kelas mulai gaduh terdengar dari kelompok yang sudah mendapat giliran bermain peran, suara ribut juga terdengar dari luar kelas dan mengganggu konsentrasi siswa saat bermain peran. Sedangkan pada Siklus II juga dilakukan dalam dua kali pertemuan, yaitu pada hari Selasa, 11 Agustus 2015, jam pelajaran pertama dan kedua. Pertemuan ini dimulai 11.50 wita sampai 13.10 wita. Pada pertemuan kedua dimulai hari Rabu, 12 Agustus 2015. Pertemuan ini dimulai 07.30 wita sampai 08.50 wita. Pada siklus II, terlihat adanya peningkatan kualitas pembelajaran terhadap siswa kelas VIII B MTs AlKhairiyah Tegallinggah. Hasil tes dan respons siswa terhadap teknik role playing yang diterapkan guru dalam pembelajaran berbicara bermain peran juga mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara data hasil tes dan data hasil angket kuisioner siswa pada siklus II. Di samping itu, tindakan yang dapat mendukung terjadinya peningkatan mutu hasil pembelajaran berbicara (bermain peran) pada siklus II adalah sebagai berikut. (1) Menekankan kembali cara berekspresi yang dapat mendukung penyampaian peran. Cara yang dilakukan guru dalam hal ini adalah memberikan contoh secara langsung dan selanjutnya meminta beberapa orang siswa sebagai contoh untuk memperlihatkan ekspresi dan gestur yang
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 diminta oleh guru. Cara itu dapat memudahkan siswa untuk berlatih membuat ekspresi yang tepat sesuai dengan peran yang akan diperankan. Selain itu, siswa juga akan bisa berlatih untuk menunjukkan ekspresi yang sesuai antara intonasi dan suara yang dikeluarkan. (2) Memperbaharui media yang digunakan. Media-media yang digunakan sebagai bahan untuk bermain peran pada siklus II adalah tema yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Adapun tema yang digunakan adalah MOS, Piket Harian, Ekstrakurikuler, dan Bertamasya. Tema tentang kegiatan yang sudah pernah dilakukan oleh siswa akan membuat siswa lebih mudah dalam berbicara (bermain peran). (3) Mempersiapkan ruangan kelas yang nyaman agar siswa dapat lebih fokus mengikuti kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung. Guru menutup pintu dan jendela jika ada siswa lain yang dirasa mengganggu konsentrasi siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan refleksi siklus II ini, dapat disimpulkan bahwa penerapan teknik role playing dapat meningkatkan keterampilan berbicara (bermain peran) dalam pembelajaran berbicara siswa kelas VIII B MTs Al-Khairiyah Tegallinggah. Dari data yang diperoleh, ternyata hasil tes siswa mengalami peningkatan pada siklus I menuju siklus II. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan skor rata-rata tes bermain peran yang diperoleh sebelum dilakukan tindakan yaitu 65 (cukup). Setelah dilakukan tindakan pada siklus I, skor ratarata siswa menjadi 74,5 (baik) dan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 80,5 (baik). Data hasil respons siswa terhadap penerapan teknik role playing juga mengalami peningkatan yakni pada siklus I, rata-rata skor respons siswa 26,95 berada pada kategori positif dan pada siklus II, rata-rata skor respons siswa 28 berada pada kategori sangat positif. Langkah-langkah tindakan siklus II merupakan langkah-langkah tindakan yang sangat efektif. Penelitian ini dapat dihentikan karena KKM yang ditargetkan telah terpenuhi.
Setelah hasil sudah didapatkan, selanjutnya peneliti akan membahas penelitian ini. Pembahasan mengenai penelitian ini akan difokuskan pada temuan-temuan penting yang dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VIII B MTs Al-Khairiyah Tegallinggah dengan menerapkan metode role playing. Temuan-temuan yang dimaksud, yakni (1) Menemukan langkah-langkah yang tepat dalam penerapan metode role playing dalam pembelajaran berbicara (bermain peran). (2) Penerapan metode Role Playing dapat meningkatkan keterampilan berbicara (bermain peran) di kelas VIII B MTs Al- Khairiyah Tegallinggah. (3) Siswa merespons positif pelaksanaan metode role playing untuk meningkatkan keterampilan berbicara khususnya bermain peran. Temuan Pertama, menemukan langkah-langkah yang tepat dalam penerapan metode role playing dalam pembelajaran berbicara (bermain peran). Dengan begitu guru dapat mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung, yakni (1) siswa belum dapat berekspresi dengan tepat sehingga peran yang dimainkan kurang menarik. Dari hasil refleksi pada siklus I, guru memberikan tindakan pada siklus II dengan cara memberikan contoh secara langsung dan selanjutnya menunjuk beberapa siswa untuk mencontohkan beberapa ekspresi yang diminta oleh guru. Umpan balik yang diberikan guru yakni berupa pemodelan cara bermain peran yang baik dan benar juga dapat membangkitkan keaktifan siswa dalam bermain peran (Dasim Budimansyah, 2003 : 14). Sejalan dengan hal itu, Azies (1996 : 23) berpendapat bahwa siswa juga menjadi lebih percaya diri dan mampu menghayati tokoh yang sedang diperankan. Pemberian contoh secara langsung kepada siswa tentunya akan membuat siswa lebih cepat memahami materi pembelajaran. Setelah diberikan contoh, siswa akan belajar untuk menirunya. Pada hakikatnya, seseorang dapat memahami sesuatu dengan cepat yakni dengan cara meniru. Seperti halnya
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 dalam ilmu psikolinguistik, seorang bayi dapat mengeluarkan suara ibunya. Hal ini sejalan dengan pendapat Sunarto (2002:137) mengemukakan bahwa perkembangan bahasa anak diperoleh dengan meniru dan mengulang hasil yang telah didapatkan. Pada saat guru meminta siswa untuk menunjukkan salah satu ekspresi, siswa dapat menunjukkan ekspresi yang sesuai dengan permintaan guru, namun ada pula siswa yang belum tepat menunjukkan ekspresi yang diminta oleh guru sehingga pada kegiatan diskusi yang akan dilakukan, guru meminta siswa kembali berlatih membuat ekspresi yang sesuai dengan peran masing-masing. Dengan latihan secara serius dan terus menerus akan menumbuhkan rasa percaya diri dan siswa siap untuk berbagi pembicaraan dengan pendengarnya. Melalui latihan pula, siswa akan terlihat menguasai peran yang akan diperankan di hadapan teman-temannya. (2) memperbaharui media yang digunakan. Arikunto (1998 : 54) berpendapat bahwa dalam kegiatan pembelajaran memang diperlukan suatu model atau media pembelajaran yang menarik dan menyenangkan sehingga dapat membuat siswa lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses belajar mengajar, terutama pada pembelajaran bermain peran. Media dengan topik tentang profesi seseorang yang diperankan pada siklus I, diganti dengan topik tentang kegiatan sehari-hari yang pernah mereka lakukan. Dengan begitu, siswa akan mudah untuk bermain peran atau memainkan peran tentang hal-hal yang pernah mereka alami. Hal ini senada dengan pendapat Wainright (dalam Wendra, 2008 : 77), menyarankan enam langkah yang harus dilalui dan dikuasai seseorang agar dapat menjadi pembicara yang baik. Salah satu langkah yang disarankan adalah memilih topik. Pilihlah topik yang sesuai dengan permintaan dan tuntutan pertemuan dimana pembicara akan ditampilkan. Selain itu, topik-topik yang berkaitan dengan kehidupan seharihari lebih memudahkan siswa untuk berbicara secara efektif dengan cepat dan
mudah. Hendaknya, pembicara berbicara tentang sesuatu yang diketahuinya. Dengan demikian, pembicara akan menguasai topik yang dijadikan bahan pembicaraan. Hal ini sejalan dengan pendapat Carnegie (2001 : 38), “Bicaralah tentang sesuatu yang diperoleh dari pengalaman dan belajar”. Pengalaman seseorang di samping mudah dikuasai sebagai bahan pembicaraan yang menunjang faktor kelancaran dalam berbicara, juga akan menarik perhatian sebagai faktor yang sangat penting. Adapun topik-topik yang digunakan, seperti MOS, Piket Harian, Bertamasya, dan Kegiatan Ekstrakurikuler. Topik-topik itu memudahkan siswa untuk bermain peran dan tentunya membuat siswa lebih memahami tokoh yang diperankan. (3) konsentrasi dan kefokusan siswa saat kegiatan pembelajaran. Dengan dilakukan refleksi pada siklus I, diketahui pula bahwa pada saat pembelajaran berlangsung siswa sering kurang fokus dan kurang berkonsentrasi saat pelajaran berlangsung yang disebabkan oleh suara gaduh dari kelompok yang sudah selesai tampil dan suasana ribut dari luar kelas. Kendala tersebut adalah salah satu hambatan secara eksternal. Hal ini sesuai dengan pendapat Triningsih (2008 : 1 - 2) mengemukakan bahwa salah satu hambatan dalam keterampilan berbicara datang dari faktor eksternal, seperti suara atau bunyi. Kerasnya suara atau bunyi yang terdengar dari keadaan sekitar adalah hambatan bagi seseorang untuk berbicara di depan khalayak banyak. Terlebih lagi bagi orang yang memiliki volume suara yang kecil. Oleh karena itu, guru mengambil tindakan pada siklus II untuk menutup pintu dan jendela kelas pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Selain itu, pada saat akan bermain peran guru memanggil kelompok secara acak seperti tindakan pada siklus I. Hal yang membedakan, ialah guru tidak lagi menunjuk siswa secara acak untuk memainkan perannya masing-masing melainkan siswa yang menentukan perannya masing-masing. Jadi, siswa di
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 dalam kelompok bertanggung jawab dengan perannya masing-masing. Temuan kedua, penerapan metode role playing dapat membantu meningkatkan keterampilan berbicara (bermain peran) dalam pembelajaran berbicara siswa kelas VIII B MTs AlKhairiyah Tegallinggah. Apabila melihat perbandingan hasil yang diperoleh sebelum menerapkan metode role playing, setelah dilakukan tindakan telah terjadi peningkatan yang signifikan hingga memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditentukan oleh sekolah. Hal itu dapat dilihat dari hasil tes bermain peran siswa pada pelaksanaan tindakan siklus II. Sebelum diberikan tindakan, pada tes awal nilai rata-rata siswa hanya 65 (cukup). Namun, hasil tersebut mengalami peningkatan setelah dilakukan siklus I nilai rata-rata siswa menjadi 74,5 (baik) dan pada siklus II sebesar 80,5 (baik). Peningkatan nilai rata-rata ini membuktikan bahwa penerapan metode role playing dapat meningkatkan keterampilan berbicara dalam pembelajaran berbicara siswa kelas VIII B MTs Al-Khairiyah Tegallinggah. Guru memegang peranan penting dalam memengaruhi peningkatan hasil belajar siswa. Motivasi belajar oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas dapat meningkatkan hasil belajar siswa khususnya dalam bermain peran. Mudjiono (2006 : 85) menyatakan bahwa motivasi memiliki manfaat untuk membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil. Dalam penelitian ini, guru memberikan motivasi kepada siswa pada saat siswa mengalami hambatan saat berbicara bermain peran. Motivasi yang diberikan guru tidak hanya di depan kelas, melainkan langsung mendekati dan berkomunikasi dengan siswa. Temuan ketiga, mengacu pada peningkatan hasil respons siswa terhadap penerapan metode role playing untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VIII B MTs Al-Khairiyah Tegallinggah. Rata-rata respons siswa terhadap penerapan metode role playing mengalami peningkatan dari siklus I menuju siklus II. Pada siklus I rata-rata
respons siswa mencapai 26,95 yang berada pada kategori positif. Pada siklus II, respons siswa terhadap penerapan metode role playing yang digunakan guru meningkat menjadi 28 yang berada pada kategori sangat positif. Peningkatan skor rata-rata respons siswa terjadi karena metode role playing yang digunakan oleh guru memiliki unsur bermain, yaitu siswa memainkan perannya. Jadi, ada unsur bermain yang membuat siswa merasa senang. Moeleong (2007 : 56) mengatakan bahwa suasana yang menyenangkan tersebut ternyata memberikan keberhasilan yang signifikan bagi siswa. Hal tersebut terbukti dari respons yang diberikan oleh siswa terhadap penerapan metode role playing untuk meningkatkan keterampilan berbicara (bermain peran). Metode ini juga membuat siswa berpikir kreatif menuangkan kreasi sesuai dengan ciri khasnya masing-masing. Selain itu, metode role playing memudahkan siswa dalam bermain peran karena dapat bermain peran bersama rekan-rekan atau kelompoknya. Mereka pun bebas menentukan sendiri di dalam kelompok, siapa yang bertugas untuk memainkan peran sesuai kemampuannya masing-masing karena bermain peran ini adalah berbicara secara spontan. Jadi, siswa merasa senang bermain peran dengan teknik role playing karena mereka bisa memainkan peran secara spontan sesuai kemampuan mereka. Oleh karena itu, penerapan metode role playing dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam kegiatan bermain peran. Temuan hasil penelitian ini sejalan dengan temuan penelitian sebelumnya yaitu penelitian oleh Haris (2007) membuat skripsi yang berjudul “Penerapan Metode Bermain Simulasi untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 1 Banjar, Singaraja”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa setelah dilaksanakannya penelitian dalam dua siklus, dihasilkan simpulan bahwa penerapan metode bermain simulasi dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa sebesar 25% dari siklus I sampai siklus II. Selain itu, penelitian
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 sejenis dilakukan oleh Futri (2011) dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa Menggunakan Teknik Cerdas Cermat (PTK pada siswa kelas XI SMA Pasundan 3 Cimahi)”. Penelitian mengenai bermain peran juga dilakukan oleh Kadek Lestari (2014) dengan judul Penerapan Metode Connected untuk Meningkatkan Kemampuan Bermain Peran Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 3 Sawan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa setelah dilaksanakannya penelitian dalam dua siklus, dihasilkan simpulan bahwa kemampuan bermain peran siswa meningkat. Skor rata-rata klasikal sebelum tindakan adalah 66. Sementara itu setelah pelaksanaan tindakan skor rata-rata klasikal siswa menjadi 68 pada siklus I, dan 75 pada siklus II. Temuan-temuan dalam penelitian ini terbatas pada kemampuan bermain peran siswa yang bersifat riil atau nyata. Penelitian ini masih memiliki keterbatasan. Penelitian ini tidak hanya bisa digunakan dalam penelitian tindakan kelas atau PTK saja, melainkan bisa juga digunakan dalam penelitian deskriptif. Contoh judul deskriptif adalah Metode Role Playing dalam Pembelajaran Berbicara (Bermain Peran) Pada Siswa Kelas VIII B MTs Al- Khairiyah Tegallinggah.
diberikan tindakan, nilai rata-rata siswa hanya mencapai 65 (cukup), namun setelah diberikan tindakan pada siklus I nilai rata-rata siswa menjadi 74,5 (baik) dan nilai rata-rata siswa pada siklus II 80,5 (baik). Persentase peningkatan nilai ratarata siswa sebelum diberikan tindakan dan setelah diberikan tindakan pada siklus I, meningkat sebanyak 9,5% dan dari tindakan siklus I ke siklus II meningkat sebanyak 6%. Dalam penelitian ini, tindakan pada siklus II sebagai tindakan yang terbaik karena semua siswa telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan. 3). Respons siswa kelas VIII B MTs AlKhairiyah Tegallinggah terhadap penerapan metode role playing dalam upaya meningkatan keterampilan berbicara (bermain peran) dalam pembelajaran berbicara adalah sangat positif. Hal itu ditunjukkan dari nilai ratarata respons pada siklus I sebesar 26,95 yang tergolong pada kategori positif, dan pada siklus II nilai rata-rata respons siswa sebesar 28 (sangat positif). Terjadi peningkatan sebesar 1,05%. Dari respons yang diberikan, siswa merasa senang dengan metode yang diterapkan guru dalam kegiatan bermain peran. DAFTAR PUSTAKA
PENUTUP Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian, dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab IV, peneliti menarik simpulan sebagai berikut. 1). Langkah-langkah penerapan metode role playing untuk meningkatkan keterampilan berbicara dalam pembelajaran berbicara. Adapun langkahlangkah pembelajaran yang tepat dalam penelitian ini ditekankan pada tiga hal, yaitu penegasan cara berekspresi, memperbaharui media belajar yang terjadi dekat dengan kehidupan siswa, dan mengacak urutan kelompok dan memberi peluang untuk siswa menentukan sendiri perannya.2). Penerapan metode role playing dapat meningkatkan keterampilan berbicara dalam pembelajaran berbicara siswa kelas VIII B MTs Al-Khairiyah Tegallinggah. Hal itu dapat dilihat dari peningkatan nilai rata-rata siswa. Sebelum
Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi 3. Cetakan ke-3. Jakarta : Balai Pustaka. Futri. 2011 “Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Menggunakan Teknik Cerdas Cermat”. Skripsi (tidak diterbitkan). UPI FPBS. Haris. 2007. “Penerapan Metode Bermain Simulasi untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 1 Banjar”. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Ganesha. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Puspadaniyanthi, N. P. 2009. “Pengaruh Penguasaan Tingkat Kesantunan
e-Journal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha Volume : Vol: 3 No: 1 Tahun:2015 Berbahasa Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa kelas XI IAI SMAN 4 Singaraja”. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Undiksha. Suandi, I N. 2008. Metodologi Penelitian Bahasa. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Sunarto dan Hartono. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Rineka Cipta. Triningsih, E.D. 2008. Teknik berbicara. Klaten: Intan Pariwara. Arikunto, S, dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT. Bumi Aksara. -------, S. 2004. Evaluasi Program Pendidikan : Pedoman Teoritis Bagi Praktisi Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Azies, Furqonal dan Alwasih, Chaedar. 1996. Pengajaran Bahasa Indonesia Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya. Syafi’ie, Imam.1933. Terampil Berbahasa Indonesia. Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tarigan, D, dkk. 1998. Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta: Depdikbud Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D III. -------, D. dan Henry Guntur Tarigan. 1986. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. -------, H . G. 1983. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa. Wendra, I W. 2008. Buku Ajar Keterampilan Berbicara. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. -------. 2010. Buku Ajar Penulisan Karya Ilmiah. Singaraja: Undiksha.