e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
PENGARUH METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA PADA ANAK KELOMPOK A Ni Putu Dessy Rumilasari1, I Made Tegeh2, Putu Rahayu Ujianti3 1,3
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini 2 Jurusan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
E-mail:
[email protected] 1,
[email protected] 2,
[email protected] 3 Abstrak Penelitian ini dilatar belakangi oleh masih banyaknya anak yang mengalami kesulitan dalam kemampuan berbicara berdasarkan hasil pencapaian perkembangan bahasa yang berada pada kategori belum berkembang dan mulai berkembang. Sehingga diperlukan inovasi dalam metode pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan berbicara pada anak kelompok A di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode bermain peran (role playing) terhadap kemampuan berbicara pada anak kelompok A semester II di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja Tahun Pelajaran 2015/2016. Penelitian ini tergolong quasi experiment dengan rancangan post-test only control group design. Populasi penelitian adalah anak kelompok A di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja Tahun pelajaran 2015/2016. Sampel penelitian ini adalah 24 anak kelompok A3 sebagai kelompok eksperimen, dan 24 anak kelompok A1 sebagai kelompok kontrol yang dipilih dengan teknik porpusive sampling. Data penelitian tentang kemampuan berbicara dikumpulkan dengan metode observasi menggunakan instrumen daftar cocok (checklist). Data dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan uji-t. Hasil menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan metode bermain peran (role playing) terhadap kemampuan berbicara pada anak kelompok A di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja Tahun Pelajaran 2015/2016 (sig= 11,18 > 2,021). Kata-kata kunci: anak usia dini, metode bermain peran (role playing), kemampuan berbicara
Abstract This research was motivated by still many children who have difficulty in speaking based on the achievement of language development that are in the category of underdeveloped and began to develop. So that the necessary innovations in teaching methods that can increase the ability speak to the children in group A in kindergarten Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja. The purpose of this research is as well as to determine the effect of role playing method on speaking ability in group A the second semester of kinder garten Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja the academic year 2015/2016. This research is classified as quasiexperimental design with posttest only control group design.The study population was a group of children in kindergarten Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja school year 2015/2016.The sample was 24 child of group A3 as the experimental group, and 24 child of group A1 as the control group were selected by porpusive sampling. Data collected research on speaking ability with the observation method with instruments such as checklist. Results showed a significant difference method role playing the ability to speak to the children in group A in kindergarten Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja in the school year 2015/2016 (sig = 11.18> 2.021). Keywords: early childhood, role playing method, speaking ability
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) PENDAHULUAN Bahasa merupakan landasan bagi setiap individu untuk mempelajari sesuatu hal. Bahasa membentuk dasar, persepsi, komunikasi, dan interaksi harian setiap individu. Bahasa adalah suatu sistem simbol yang mengategorikan, mengorganisasi, dan mengklarifikasi pikiran. Melalui bahasa, individu mampu menggambarkan dunia dan belajar mengenai dunia (Stice dalam Otto, 2015). Bahasa memberi sumbangan yang besar bagi perkembangan anak. Dengan bantuan bahasa anak akan tumbuh menjadi pribadi yang dapat berpikir, merasa, bersikap, berbuat, serta memandang dunia dan kehidupan seperti orang-orang di sekitarnya (Wirya,dkk:2014). Perkembangan bahasa anak sangat perlu mendapat perhatian, karena bahasa merupakan sarana komunikasi anak untuk menjalin hubungan dengan orang lain dan lingkungan. Hal ini juga diungkapkan oleh Depdiknas (dalam Susanto, 2011:81) yaitu, “fungsi bahasa bagi anak usia dini, salah satunya ialah sebagai alat berkomunikasi dengan lingkungan, sebagai alat untuk mengembangkan ekspresi anak, dan sebagai alat untuk menyatakan perasaan dan buah pikiran kepada orang lain”. Kemampuan anak untuk mengucapkan bunyi-bunyi untuk mengekspresikan serta menyampaikan pikiran dan perasaan disebut kemampuan berbicara. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti pada akhir bulan Februari 2016 di TK Aisyiyah Bustanul Athfal pada anak kelompok A diperoleh data bahwa, guru menggunakan metode ceramah untuk menyampaikan tema yang sedang dibahas. Selama kegiatan berlangsung, terlihat masih banyak anak yang pasif dan belum mampu mengungkapkan ide kepada orang lain. Penggunaan metode yang menoton pada kegiatan pembelajaran berdampak pada rendahnya kemampuan berbicara anak. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 01. Pada kegiatan pembelajaran, terlihat masih banyak anak yang belum mampu mengungkapkan ide kepada orang lain, dan masih banyak anak yang pasif selama kegiatan berlangsung. Anak belum mampu dengan mandiri menjawab pertanyaan guru secara sederhana, belum
mampu dengan mandiri mengulang kata dan kalimat sederhana yang disampaikan guru, belum mampu melakukan percakapan dengan baik dengan lawan bicara, belum mampu dengan mandiri menggunakan pembendaharaan kata mengenai (kata sifat, kata keterangan, kata perintah, kata waktu, dan kata perbandingan) dalam suatu kalimat, serta belum mampu dengan mandiri menyatakan alasan terhadap sesuatu yang diinginkan atau ketidaksetujuan. Menanggulangi permasalahan tersebut, solusi yang dapat ditawarkan ialah dengan menerapkan metode bermain peran (role playing). Metode bermain peran (role playing) adalah suatu metode pembelajaran dengan melakonkan atau memerankan tokoh dalam suatu cerita. Supriyati (dalam Azizah 2013:32) menyatakan, “metode bermain peran adalah permainan yang memerankan tokoh-tokoh atau benda sekitar anak sehingga dapat mengembangkan daya khayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan”. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Smilansky (dalam Azizah, 2013:4) mengungkapkan, “anak yang memiliki sedikit pengalaman main peran terlihat mendapatkan kesulitan dalam merangkai kegiatan dan percakapan mereka”. Merujuk pada hasil penelitian Smilansky, maka metode bermain peran (role playing) perlu diterapkan pada anak untuk menstimulasi kemampuan berbicara, sehingga anak akan mampu merangkai kalimat dan melakukan percakapan dengan teman sebaya. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian tentang, Pengaruh Metode Bermain Peran (Role Playing) Terhadap Kemampuan Berbicara pada Anak Kelompok A Semester II di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Tahun Pelajaran 2015/2016. Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh yang signifikan metode bermain peran (role playing) terhadap kemampuan berbicara pada anak kelompok A semester II di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja. Bermain peran (Role Playing) merupakan kegiatan bermain dengan melakonkan sebuah peran dalam naskah cerita/drama. Said dan Andi (2015:247) menyatakan, “bermain peran adalah
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) permainan yang para pemainnya memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama”. Ungkapan serupa dinyatakan Suparman (dalam Azizah, 2013:24), “Bermain peran berarti memainkan satu peran tertentu sehingga yang bermain tersebut mampu berbuat (bertindak dan berbicara) seperti peran yang dimainkannya”. Sejalan dengan pendapat ini Kertamuda (2015:73) menyatakan, “Bermain peran adalah cara memahami sesuatu melalui peran-peran yang dilakukan oleh tokoh atau bendabenda di sekitar anak, sehingga anak dapat memahami sesuatu sambil berimajinasi”. Bermain peran dikenal juga dengan sebutan bermain pura-pura, khayalan, fantasi, make believe, atau simbolik (Madyawati, 2016). Metode bermain peran (role playing) merupakan metode pembelajaran dimana tekniknya menekankan kepada siswa mampu berperan atau memainkan peran dalam dramatisasi. Berdasarkan beberapa uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa bermain peran merupakan cara memahami sesuatu melalui permainan memerankan tokohtokoh khayalan untuk berimajinasi, berkolaborasi, membayangkan diri di masa depan, sehingga yang bermain tersebut mampu berbuat (bertindak dan berbicara) seperti peran yang dimainkan. Metode bermain peran (role playing) dapat diterapkan pada anak Taman Kanakkanak, yang secara khusus meliputi beberapa tahapan (Shatfel dan Shatfel dalam Mulyasa, 2012). Tahapan-tahapan tersebut sebagai berikut: pertama menghangatkan suasana dan memotivasi anak, yaitu dengan mengemukakan masalah yang dapat diangkat dari kehidupan anak-anak, agar anak dengan mudah memahami masalah yang hadir dan memiliki keinginan untuk mengetahui bagaimana masalah itu sebaiknya dipecahkan, kedua memilih peran dalam pembelajaran yaitu guru mendeskripsikan berbagai watak atau karakter pada cerita, apa yang mereka suka, bagaimana mereka merasakan dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian anak-anak diberikan kesempatan untuk memilih peran dan
anggota kelompok dalam kegiatan bermain peran, ketiga menyusun tahap-tahap peran yaitu, para pemeran menyusun garis-garis besar adegan yang akan diperankan, guru dapat membantu anak menyiapkan adegan-adegan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, seperti di mana pemeranan dilakukan, apakah tempat sudah dipersiapkan dan sebagainya, keempat menyiapkan pengamat, pengamat dipersiapkan secara matang dan terlibat dalam cerita yang akan dimainkan, agar semua anak turut mengalami dan menghayati peran yang dimainkan dan aktif mendiskusikannya, biasanya pengamat diberi tugas, seperti menilai apakah peran yang dimainkan sesuai dengan keadaan sebenarnya atau tidak, kelima tahap pemeranan yaitu anak-anak mulai beraksi secara spontan, sesuai dengan peran masing-masing, dan berusaha memainkan setiap peran sesuai aslinya. Pemeranan cukup dilakukan dengan singkat, sesuai tingkat kesulitan dan kompleksitas masalah yang diperankan serta jumlah peserta didik yang dilibatkan, keenam diskusi dan evaluasi pembelajaran, diskusi akan mudah dimulai jika pemeran dan pengamat telah terlibat dalam bermain peran, baik secara emosional maupun secara intelektual. Dengan melontarkan sebuah pertanyaan, anak-anak akan segera terpancing untuk diskusi. Diskusi dapat diarahkan pada pengajuan alternatif-alternatif pemeranan yang akan ditampilkan kembali. Metode bermain peran (role playing) dilihat dari jenisnya, dibedakan menjadi dua yaitu bermain peran mikro dan bermain peran makro (Madyawati, 2016). Bermain peran makro yaitu anak berperan sesungguhnya dan menjadi seseorang atau sesuatu. Saat anak memiliki pengalaman sehari-hari dengan bermain peran makro, anak belajar berbagai macam keterampilan pra-akademis, seperti mendengarkan, tetap dalam tugas, menyelesaikan masalah, dan bermain bekerjasama dengan teman lain. Bermain peran mikro yaitu anak memegang atau menggerak-gerakkan benda berukuran kecil untuk menyusun sebuah adegan. Saat anak bermain peran mikro, anak belajar untuk menghubungkan dan mengambil sudut pandang dari orang lain.
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) Perbedaan metode bermain peran dilihat dari jumlah pemerannya yaitu metode bermain peran makro adalah bermain yang sifatnya kerja sama lebih dari 2 orang bahkan lebih khususnya untuk anak usia taman kanak-kanak, sedangkan metode bermain mikro adalah awal bermain kerja sama dilakukan hanya 2 orang saja bahkan sendiri (Mutiah dalam Khumaira, 2015). Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode bermain peran (role playing) dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu metode bermain peram makro yaitu anak bermain peran sesungguhnya yang sifatnya kerjasama dan dilakukan oleh 2 orang atau lebih, dan metode bermain peran mikro yaitu anak memegang atau menggerakkan bendabenda berukuran kecil untuk menyusun suatu adegan dan dilakukan oleh 2 orang atau bahkan sendiri. Dalam penelitian ini, jenis metode bermain peran (role playing) yang digunakan ialah bermain peran makro. Bermain peran bukanlah permainan tanpa maknna. Madyawati (2016) manfaat metode bermain peran (role playing) dalam perkembangan anak yaitu, Pertama membangun kepercayaan diri pada anak melalui berpura-pura menjadi peran yang anak inginkan, dapat membuat anak merasakan sensasi menjadi karakterkarakter yang diperankan sehingga kepercayaan diri anak meningkat. Kedua mengembangkan kemampuan berbahasa, dimana saat bermain peran anak akan berbicara seperti karakter atau orang yang diperankannya. Hal ini dapat memperluas kosa kata anak. Membantu anak mengulangi dialog yang pernah didengar dan membuat anak percaya diri dalam berkomunikasi dan mengekspresikan diri.eningkatkan kreativitas dan akal sehingga, anak memiliki akal yang banyak untuk mencoba membangun dunia impiannya. Misalnya, kardus-kardus dibuat menjadi istana, bayangan dari jari-jarinya bermain menjadi bentuk hewan dan sebagainya. Ketiga, membuka kesempatan untuk memecahkan masalah yaitu pikiran anak akan terlatih untuk menemukan solusi jika terdapat masalah yang terjadi. Contohnya, ketika boneka bayi ditidurkan, anak akan menyadari bahwa bayi memerlukan selimut agar hangat. Keempat,
membangun kemampuan sosial dan empati dimana anak sedang menempatkan dirinya dalam pengalaman menjadi orang lain, sehingga akan membantu anak untuk menghargai perasaan orang lain dan membantu mengembangkan rasa empati. Bermain peran akan lebih menyenangkan, apabila dimainkan bersama teman-teman karena anak dapat belajar berkomunikasi, bergiliran, belajar berbagai peralatan atau mainan bersama teman. Kelima, memberi anak pandangan positif yaitu anak memiliki imajinasi yang tidak terbatas, sehingga melalui bermain peran membantu anak berusaha mencapai mimpi dan cita-cita. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, metode bermain peran memiliki tujuan untuk mengembangkan aspek perkembangan anak yang salah satunya melatih kemampuan berbicara. Selain itu, dengan bermain peran pembelajaran berlangsung secara aktif sehingga anak dapat belajar dengan suasana yang menyenangkan. Fungsi metode bermain peran (role playing) yang berpengaruh positif terhadap perkembangan anak khususnya kemampuan berbicara, menjadi nilai lebih dari metode bermain peran. Namun, disamping kelebihannya metode bermain peran juga memiliki kekurangan. Sudjana (dalam Kurnia, 2011) mengemukakan, Kelebihan metode bermain peran (role playing) yaitu (1) Peran yang ditampilkan dengan menarik akan mendapatkan perhatian dari anak, sehingga perhatian anak dapat terfokus pada pembelajaran, (2) Bermain peran ini dapat ditampilkan dalam kelompok besar maupun kelompok kecil, (3) Dapat membantu anak dalam memahami pengalaman orang lain yang melakukan peran, (4) Dapat membantu untuk menganalisis. (5) Menumbuhkan kemampuan dan rasa kepercayaan diri anak dalam menghadapi masalah. Pendapat lain dikemukakan oleh Suparman (dalam Halida, 2011) yang menyatakan, Kelebihan dan kekurangan dari metode bermain peran yaitu (1) Bermain peran merupakan bentuk kreativitas setiap anak melalui daya imajinasi dan fantasi, memungkinkan anak mengeksplorasi dunianya sendirisehingga akan terbangun kreativitas untuk
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) mempergunakan pikiran dan logika, (2) Dengan bermain peran, anak melakukan eksperimen dan menemukan bahwa merancang sesuatu yang baru akan menimbulkan kepuasan sehingga mereka dapat mengalihkan minat kreatifnya ke situasi di luar dunia bermain. Kekurangan dari metode bermain peran (role playing) yaitu kecenderungan tidak bersungguhsungguh, serta memerlukan waktu yang cukup banyak. Berdasarkan pendapat mengenai kelebihan metode bermain peran, dapat disimpulkan bahwa metode bermain peran dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas, yang mampu menstimulasi aspek perkembangan anak, khususnya kemampuan berbicara. Berbicara merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk mengungkapkan ide dan perasaan kepada orang lain. Tarigan (dalam Azizah, 2013:11) menyatakan,“berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi untuk mengekspresikan serta menyampaikan pikiran dan perasaan”. Berbicara bukanlah sekedar pengucapan kata atau bunyi, tetapi merupakan suatu alat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan, atau mengkomunikasikan pikiran, ide, maupun perasaan (Wirya,dkk, 2014). Sejalan dengan ini, Hurlock (1978:176) menyatakan, “bicara adalah bentuk bahasa yang menggunakan artikulasi atau katakata yang digunakan untuk menyampaikan maksud”. Belajar berbicara pada anak usia dini dapat digunakan sebagai alat bersosialisasi dalam berteman serta melatih kemandirian anak. Sementara itu, kemampuan memiliki arti sebagai kecakapan, kesanggupan, dan kekuatan (Wigayuwiva, 2014). Kemampuan yang mendapatkan stimulus yang tepat, akan membantu anak untuk berkembang dengan optimal. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa, kemampuan berbicara merupakan kesanggupan anak untuk berkomunikasi mengungkapan pikiran, dengan menggunakan bunyi-bunyi artikulasi untuk menyampaikan informasi dan mengekspresikan pikiran kepada orang lain. Aspek dalam berbicara mencakup tiga proses yang terpisah, namun saling
berhubungan satu dengan yang lain, yakni belajar mengucapkan, membangun kosa kata, dan membentuk kalimat. Hurlock (1978:185) menyatakan, “cara anak belajar berbicara meliputi tiga aspek yang saling berhubungan, yaitu pengucapan, pengembangan kosa kata, dan pembentukan kalimat”. Pertama, pengucapan pronunciation) yang dipelajari dengan meniru. Keseluruhan pola pengucapan anak akan berubah dengan cepat jika anak ditempatkan dalam lingkungan baru yang orang-orang di lingkungannya tersebut mengucapkan katakata yang berbeda. Perbedaan dalam ketepatan pengucapan sebagian bergantung pada tingkat pemerolehan mekanisme suara, tetapi sebagian besar bergantung pada bimbingan yang diterimanya dalam mengaitkan suara kedalam kata yang berarti. Suarni (2009) mengenai pengucapan bunyi tertentu menemukan bahwa anak biasanya sulit mengucapkan bunyi tertentu dan kombinasi bunyi huruf mati, misalnya z, w, g, d dan s, serta kombinasi huruf mati, seperti st, str, dr, kr. Kedua, pengembangan kosa kata. Untuk mengembangkan kosa kata, anak harus belajar mengaitkan arti dengan bunyi. Anak mempelajari dua jenis kosa kata yakni (1) Kosa kata umum terdiri dari kata benda, kata kerja, kata sifat, kata keterangan, kata perangkai dan kata ganti; (2) Kosa kata khusus terdiri dari kosa kata warna, jumlah kosa kata, kosa kata waktu, kosa kata uang, kosa kata ucapan popular, kosa kata sumpah, bahasa rahasia. Dardjowidjojo (2003) mengenai dua macam kata yang dikuasai anak meliputi, kata utama dan kata fungsi. Terlebih dahulu anak mengusai kata utama, dimana kata utama terdiri dari tiga macam yaitu kata nomina (kata benda), verba (kata kerja), dan adjektiva (kata sifat). Peningkatan jumlah kosa kata tidak hanya karena mempelajari kata-kata baru, tetapi juga karena mempelajari arti baru bagi kata-kata lama. Anak usia prasekolah yang berusia 4-5 tahun rata-rata memiliki kosa kata 1.600 sampai dengan 2.100 kata. Ketiga, pembentukan kalimat yaitu menggabungkan kata ke dalam kalimat yang tata bahasanya benar dan dapat dipahami oleh orang lain. Pada usia anak sudah menginjak 4 tahun, kalimat yang
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) digunakan hampir lengkap dengan unsurunsur dalam kalimat. Rata-rata panjang kalimat pada anak usia 4-5 tahun ialah empat sampai lima kata (Syaodih, 2005). Salah satu kalimat yang umum digunakan anak, ialah kalimat tanya. Dalam pembentukan kalimat, isi bicara anak dibagi ke dalam dua kelompok besar, yakni bicara berpusat pada diri sendiri (egosentrik) dan bicara berpusat pada orang lain (sosialisasi). Bicara berpusat pada diri sendiri (egosentrik) merupakan bicara yang dilakukan untuk kesenangan diri sendiri, sedangkan bicara berpusat pada orang lain (sosialisasi) merupakan bicara yang disesuaikan dengan perilaku yang seseorang yang diajak bicara. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam belajar berbicara, terdapat tiga proses yang membantu anak untuk berbicara yang meliputi, pengucapan (diperoleh melalui meniru), pengembangan kosa kata, pembentukan kalimat. Kemampuan berbicara dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor dalam dan faktor luar anak. Hurlock (1978:185) mengenai pengaruh kemampuan berbicara menyatakan, Kemampuan berbicara dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain persiapan fisik untuk berbicara yaitu kematangan saraf dan otot mekanisme suara yang diperlukan bagi pemrosesan suara, kesiapan mental untuk berbicara bergantung pada kematangan otak, model yang baik untuk ditiru, hal ini diperlukan agar anak tahu mengucapkan kata dengan benar, kesempatan untuk berpraktik, motivasi, ketika anak mengetahui bahwa mereka dapat memperoleh apa saja yang mereka inginkan tanpa memintanya, dan jika anak tahu bahwa pengganti bicara seperti tangis dan isyarat dapat mencapai tujuan tersebut, maka motivasi anak untuk belajar berbicara akan melemah, bimbingan cara yang paling baik untuk membimbing belajar berbicara adalah menyediakan model yang baik, mengadakan kata-kata dengan jelas, serta memberikan bantuan mengikuti model. Berdasarkan uraian mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi keterampilan berbicara, dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara dapat dipengaruhi oleh model yang baik untuk ditiru serta
adanya kesempatan yang diberikan pada anak untuk berbicara. Hal tersebut dapat dilakukan melalui metode bermain peran. METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment), dengan rancangan post-test only control group design. Rancangan post-test only control group design. Dalam penelitian ini menggunakan dua kelompok yaitu kelompok yang mendapat perlakuan disebut kelompok eksperimen, sedangkan kelompok yang tidak mendapat perlakuan disebut kelompok kontrol (Sugiyono, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelompok A TK Asiyiyah Bustanul Athfal. Sampel penelitian adalah kelompok A1 sebagai kelompok kontrol yang terdiri dari 24 anak, dan kelompok A3 sebagai kelompok eksperimen yang terdiri dari 24 anak. Pemilihan sampel penelitian dilakukan dengan purposive sampling, berdasarkan pertimbangan permasalahan, kondisi kelas dan jumlah anak. Dilihat dari permasalahan, yaitu kelompok yang memiliki permasalahan yang sama pada kemampuan berbicara. Dilihat dari kondisi kelas, yaitu kelompok yang memiliki ruang kelas dengan luas yang hampir sama dan media serta sumber pembelajaran yang hampir sama. Sedangkan, dari jumlah anak yaitu anak dengan jumlah yang sama, untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis data. Penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode bermain beran (role playing), dan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan berbicara. Dengan demikian desain analisis yang digunakan adalah uji-t. Pengumpulan data kemampuan berbicara dikumpulkan dengan instrumen daftar cocok (checklist). Uji coba intrumen kemampuan berbicara meliputi, validitas isi, validitas butir item, dan reliabilitas. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, dilakukan analisis deskriptif, dan tahap kedua dilakukan analisis untuk pembuktian hipotesis.
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) Pengujian terhadap hipotesis penelitian yang telah dirumuskan dilakukan melalui metode statistika. Pengujian hipotesis digunakan uji-t sampel independent dengan rumus Polled-varians. Sebelum dilakukan uji hipotesis dengan metode statistika tersebut, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis yang meliputi uji normalitas sebaran data, dan uji homogenitas varians. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil perhitungan analisis deskriptif terhadap kemampuan berbicara kelompok eksperimen yang dibelajarkan dengan metode bermain peran (role playing) menunjukkan bahwa rata-rata skor kemampuan berbicara kelompok eksperimen adalah 75,63, median skor kemampuan berbicara kelompok eksperimen adalah 76,00, dan modus skor kemampuan berbicara 77,00. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui modus lebih besar dari median dan mean (Mo>Me>M). Dengan demikian data berada pada kurva juling negatif, yang menunjukkan sebagian besar skor kemampuan berbicara berada pada kategori tinggi. Untuk mengetahui tinggi rendahnya kemampuan berbicara kelompok eksperimen digunakan kriteria penilaian yang disusun berdasarkan juling negatif.
84. Sebaran data kelompok eksperimen disajikan dalam grafik polygon Gambar 01. Sedangkan hasil perhitungan analisis deskriptif terhadap skor kemampuan berbicara kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan metode ceramah, menunjukkan bahwa rata-rata skor kemampuan berbicara kelompok kontrol adalah 56,25, median skor kemampuan berbicara kelompok kontrol adalah 54,94 dan modus skor kemampuan berbicara 53,63. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui modus lebih kecil dari median dan mean (Mo<Me<M). Dengan demikian data berada pada kurva juling positif, yang menunjukkan sebagian besar skor kemampuan berbicara berada pada kategori rendah. Untuk mengetahui tinggi rendahnya kemampuan berbicara kelompok kontrol digunakan kriteria penilaian yang disusun berdasarkan juling positif. Hasil perhitungan tabel skala lima menunjukkan bahwa data kemampuan berbicara kelompok kontrol berada pada kategori sangat baik dengan rata-rata 56,25 yang berada pada rentang 51,33 < X < 60,67. Sebaran data kelompok eksperimen disajikan dalam grafik polygon Gambar 02 berikut. 10 8 6
10 8 6 4 2 0
4 2 0 48 Mo = 53,63
65,5 69,5 73,5 77,5 81,5 85,5 M=75,63
Me=76, 00
Mo=77 ,00
Gambar 01. Poligon Data Kemampuan Berbicara Kelompok Eksperimen iHasil perhitungan tabel skala lima menunjukkan bahwa data kemampuan berbicara kelompok eksperimen berada pada kategori sangat baik dengan rata-rata 75,63 yang berada pada rentang 70 < X <
53
58
Md = 54,94
63
68
73
M = 56,25
Gambar 02. Poligon Data Kemampuan Berbicara Kelompok Kontrol Sebelum dilakukan uji hipotesis menggunakan uji-t, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dan uji homogenitas dilakukan terhadap kemampuan berbicara yang dilihat dari hasil post test pada tanggal 26 Mei 2016. Hasil perhitungan uji normalitas
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) sebaran data kelompok disajikan pada Tabel 01.
ekspermen
Tabel 01 Uji Normalitas Sebaran Data Kelompok Eksperimen Kelas Interval
Batas Bawah
z
f(z)
64-67 68-71 72-75 76-79 80-83 84-87 88-91
63.5 67.5 71.5 75.5 79.5 83.5 87.5
-2.15 -1.44 -0.73 -0.02 0.69 1.39 2.10
0.0158 0.0749 0.2327 0.4920 0.7549 0.9177 0.9821
Berdasarkan Tabel 01 diperoleh ! harga 𝑋!!"#$% = 2,96 dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan (db) = 6 – 2 – 1 ! = 3 diperoleh 𝑋!"#$% 7,851. Dengan 2 demikian X hitung < X2 tabel yaitu 2,96 <
Luas Kelas Interval 0.059 0.158 0.259 0.263 0.163 0.064
Fe
f0
(𝑓0 − 𝑓𝑒)! 𝑓𝑒
1.418 3.787 6.223 6.310 3.907 1.546
3 3 5 8 3 2
1.76 0.16 0.24 0.45 0.21 0.13 2.96
7,851, maka H0 diterima. Hal ini berarti sebaran data nilai post test pada kelompok eksperimen berdistribusi normal. Sedangkan hasil penghitungan uji normalitas sebaran data kelompok kontrol disajikan pada Tabel 02.
Tabel 02 Uji Normalitas Sebaran Data Kelompok Kontrol Kelas Interval
Batas Bawah
Z
f(z)
46-50 51-55 56-60 61-65 66-70 71-75 76-80
46.5 50.5 55.5 60.5 65.5 70.5 75.5
-1.54 -0.91 -0.12 0.67 1.46 2.24 3.03
0.0606 0.1814 0.4562 0.7486 0.9292 0.9881 0.9989
Berdasarkan Tabel 4.6 diperoleh harga X2 hitung = 4,09 dengan taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan (db) = 6 – 2 – 1 = 3 diperoleh X2 tabel = 7,851. Dengan demikian diperoleh X2 hitung < X2 tabel yaitu 4,09 < 7,851, maka H0 diterima. Hal ini berarti sebaran data nilai post test pada kelompok kontrol berdistribusi normal. Setelah skor kedua kelompok berdistribusi normal, selanjutnya dilakukan penghitungan uji homogenitas menggunakan uji fisher (uji F). Berdasarkan penghitungan uji homogenitas dengan uji fisher (uji F)
Luas Kelas Interval 0.12 0.27 0.29 0.18 0.06 0.01
fe
f0
2.90 6.60 7.02 4.33 1.41 0.26
4 9 6 3 1 1
(𝑓0 − 𝑓𝑒)! 𝑓𝑒
0.42 0.88 0.15 0.41 0.12 2.12 4,09 diperoleh Fhitung = 1,26 dan Ftabel dengan dk pembilang (24-1 = 23) dan dk penyebut (24-1 = 23) dengan taraf signifikan 5% = 2,05. Dengan demikian Fhitung < Ftabel = 1,26 < 2,05 maka H0 diterima, sehingga kedua kelompok data dikategorikan homogen. Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan uji-t independent dengan rumus polled varians, karena jumlah sampel pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sama, dan kedua kelompok data memiliki varian yang homogen. Ringkasan hasil uji-t sampel independent disajikan pada Tabel 03.
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) Tabel 03 Ringkasan Hasil Analisis Uji-t Sampel Independent
No
Kelompok
1
Eksperimen
2
Kontrol
N 24
dk 46
M
Varians
75,63
31,90
56,25
40,28
Berdasarkan Tabel 03 diperoleh hasil analisis data menggunakan uji-t diperoleh nilai thitung = 11,18, sedangkan ttabel dengan taraf signifikan 5% dan (dk) 46 adalah 2,021. Dengan demikian, terdapat pengaruh yang siginifikan kemampuan berbicara anak antara anak yang dibelajarkan dengan metode bermain peran (role playing) dan kelompok anak yang dibelajarkan dengan metode ceramah pada anak kelompok A Semester II di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja Tahun Pelajaran 2015/2016. Berdasarkan analisis deskriptif terhadap kemampuan berbicara, diperoleh nilai rata-rata adalah 75,63, dengan kategori sangat baik, sedangkan nilai ratarata kelompok kontrol adalah 56,25 dengan kategori sedang. Dengan demikian, nilai rata-rata kelompok eksperimen yang dibelajarkan dengan metode bermain peran (role playing) lebih tinggi daripada nilai ratarata kelompok kontrol yang tidak dibelajarkan dengan metode bermain peran (role playing). Berdasarkan analisis inferensial terhadap kemampuan berbicara diperoleh hasil bahwa H0 ditolak dan HA diterima. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data menggunakan uji-t diperoleh nilai thitung=11,18 dan ttabel dengan taraf signifikan 5% dengan (dk) 46 adalah 2,021. Karena thitung > ttabel, maka terdapat pengaruh yang signifikan metode bermain peran (role playing) terhadap kemampuan berbicara pada anak kelompok A semester II di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja Tahun Pelajaran 2015/2016. Secara teoritik, tingginya kemampuan berbicara anak yang dibelajarkan dengan metode bermain peran (role playing) dikarenakan metode bermain peran (role playing) memberikan kesempatan bagi anak untuk aktif selama kegiatan dengan berkolaborasi
thitung
ttabel
Ket H0 ditolak dan
11,18
2,021
HA diterima
memerankan tokoh-tokoh dalam permainan, sehingga dalam kegiatan bermain peran anak mampu berbuat (bertindak dan berbicara) seperti peran yang dimainkan. Metode bermain peran (role playing) dapat memacu antusias anak dalam kegiatan, anak mendapat kesempatan untuk berbicara dan mengungkapkan idenya dalam bermain peran, sehingga mampu menambah pembendaharaan kata anak. Hal ini sejalan dengan pendapat Madyawati (2016), yang menyatakan bahwa manfaat dari metode bermain peran (role playing) salah satunya mengembangkan kemampuan berbahasa, dimana saat bermain peran anak akan berbicara seperti karakter atau orang yang diperankannya, sehingga mampu memperluas kosa kata anak. Selain itu, melalui metode bermain peran (role playing) juga mampu meningkatkan kepercayaan diri, kreativitas, kemampuan sosial dan empati. Hal ini tampak ketika bermain peran anak yang tidak mau tampil di depan, pada pertemuan selanjutnya menjadi percaya diri memainkan sebuah peran. Kreativitas anak juga muncul selama bermain peran, misalnya ketika bermain peran dengan judul Kring..kring Paman Telepon, anak menggunakan balok yang berbentuk seperti gagang telepon yang sebagai telepon. Kemampuan sosial dan empati anak juga tampak meningkat melalui peran yang dimainkan anak. Dalam bermain peran makro yang melibatkan kerjasama antar kelompok, anak dituntut untuk mampu berinteraksi dengan teman lainnya, serta belajar beebagi mainan atau peralatan bersama temannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudjana (dalam Kurnia) yang menyatakan kelebihan dari metode bermain peran (role playing) salah satunya ialah dapat menumbuhkan rasa percaya diri anak, membantu anak menganalisi, dan
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) membantu anak memahami pengalaman orang lain melalui peran. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Westari tentang penerapan metode bermain peran pasar-pasaran untuk meningkatan keterampilan berbahasa lisan anak dapat dikatakan relevan dengan penelitian ini. Hasil penelitian Westari (2013) dalam bentuk Penelitian Tindakan Kelas tersebut menunjukkan bahwa penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbahasa lisan (menyimak dan berbicara). Berdasarkan paparan tersebut, tampak jelas bahwa metode bermain peran (role playing) berpengaruh terhadap kemampuan berbicara pada anak kelompok A semester II di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja Tahun Pelajaran 2015/2016. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan metode bermain peran (role playing) terhadap kemampuan berbicara pada anak kelompok A di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja Tahun Pelajaran 2015/2016. Hal ini terlihat dari hasil uji-t diperoleh nilai thitung adalah 11,18, sedangkan ttabel dengan taraf signifikan 5% dan dk = (n1 + n2) -1 = 46 adalah 2,021. Dengan demikian, thitung > ttabel,= 11,08 > 2,021 maka, H0 ditolak dan HA diterima. Bertolak dari hasil penelitian, dapat diajukan saran yaitu (1) kepada guru disarankan agar mampu menghargai setiap keunikan anak, sehingga anak merasa nyaman, tidak takut untuk melakukan kegiatan pembelajaran guna meningkatkan aspek perkembangan anak. Khusus pada kemampuan berbicara, agar guru memberikan kesempatan dan kebebasan bagi anak untuk berbicara mengungkapkan ide dan gagasan yang dimiliki. Demikian juga pada pemilihan area dalam pembelajaran, hendaknya memberikan selingan kegiatan maupun metode yang baru, menarik dan menyenangkan bagi anak, sehingga anak selalu antusias dan aktif selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Metode bermain peran (role playing) dapat digunakan sebagai salah
satu alternatif metode dalam pembelajaran dan sudah terbukti mampu meningkatkan kemampuan berbicara anak, (2) kepada peneliti lain disarankan agar mampu mengembangkan metode bermain peran (role playing), untuk menstimulasi kemampuan lain seperti kepercayaan diri, kreativitas, intelegensi, serta kemampuan sosial dan empati anak sesuai temuan dalam penelitian ini. Sehingga nantinya, aspek perkembangan anak dapat distimulasi dengan optimal melalui metodemetode yang baru, menarik, dan menyenangkan. DAFTAR PUSTAKA Azizah, Nur.2013. “Tingkat Keterampilan Berbicara Ditinjau dari Metode Bermain Peran pada Anak Usia 5-6 Tahun”. Skripsi (online). Tersedia pada:http://lib.unnes.ac.id/18753/1/16 01409035.pdf diakses pada tanggal 04 Maret 2016. Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Halida. 2011. Metode Bermain Peran dalam Mengotimalkan Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini (4-5 tahun). Jurnal (online). Pontianak: PAUD FKIP Universitas Tanjungpura. Tersedia pada: http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jckr w/article/view/270/275 diakses pada tanggal 04 Maret 2016. Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak. Terjemahan Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih. Child Development. Cetakan Ke-6. Jakarta: Erlangga. Kertamuda, Miftahul Achyar. 2015. Golden Age. Jakarta: PT Elex Media Kompitundo. Kurnia, Ely. 2011. Efektivitas Penggunaan Metode Bermain Peran Makro Terhadap Peningkatan Penguasaan Kosakata Bahasa Sunda Anak Usia Taman Kanak-kanak. Skripsi. Pendidikan Guru Pendidikan Anak
e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) Usia Dini. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. (Online). Tersedia pada: http://repository.upi.edu/skripsiview.ph p?no_skripsi=6228 diakses pada tanggal 04 Maret 2016. Madyawati, Lilis. 2016. Strategi Pengembangan Bahasa Pada Anak. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Mulyasa, 2014. Manajemen PAUD. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Otto,
Baverly. 2015. Perkembangan Bahasa pada Anak Usia Dini. Terjemahan Tim Penerjemah Prenadamedia Group. Language Development in Early Childhood. Edisi Ketiga. Jakarta: Prenada Media Group.
Said,
Alamsyah dan Andi Budimanjaya.2015. 95 Strategi Mengajar Multiple Intelegences Mengajar Sesuai Kerja Otak dan Gaya Belajar Siswa. Edisi Pertama. Jakarta: Prenadamedia Group.
Suarni, Ni Ketut. 2009. Modul Psikologi Perkembangan 1. Singaraja:Universitas Pendidikan Ganesha. Susanto, Ahmad. 2011.Perkembangan Anak Usia Dini Pengantar dalam Berbagai Aspeknya. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup Wigayuwiva. 2014. Meningkatkan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini Melalui Media Gambar Berseri Di Kelompok B3 Taman KanakKanak Pertiwi 1 Kota Bengkulu. Skripsi (online). Tersedia pada: http://repository.unib.ac.id/8719/2/I,II,I II,II-14-wig.FK.pdf. Diakses pada tanggal 13 April 2016. Wirya, Nyoman dkk. 2014. Buku Ajar Metodelogi Pengembangan Kemampuan Berbahasa Pada Anak Usia Dini. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.