SKRIPSI
PENERAPAN INTEGRATED MANAGEMENT SYSTEM (ISO 9001, ISO 14001, DAN OHSAS 18001) STUDI KASUS PADA PRODUKSI KOPI INSTAN DI PT. NESTLE INDONESIA – PANJANG FACTORY
Oleh :
INTAN MAYASARI F24103113
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Intan Mayasari. F24103113. Penerapan Integrated Management System (ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001) Studi Kasus pada Produksi Kopi Instan di PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS. (2007)
RINGKASAN Nestlé sebagai perusahaan besar senantiasa responsif terhadap tuntutan perdagangan global agar produknya berdaya saing tinggi, mengantisipasi masyarakat yang dinamis dan kreatif, terutama dalam konteks orientasi konsumen yang tidak lagi pada harga produk yang murah dan bermutu, tetapi juga produk yang dihasilkan tidak merusak lingkungan, serta memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja karyawannya. Oleh sebab itu, Integrated Management System (IMS) merupakan prioritas penting sistem manajemen bagi Nestlé saat ini. Perubahan sistem manajemen internal menjadi IMS dilatarbelakangi oleh faktor luar dan dalam perusahaan. Faktor dari luar berupa tuntutan konsumen agar sistem manajemen internal Nestlé diubah menjadi sistem manajemen yang berlaku secara internasional. Faktor dari dalam diantaranya adalah adanya beragam sistem yang berjalan paralel, berbeda area implementasi dan tanggung jawab, serta konflik implementasi, pengendalian, dan pemeliharaan. Dengan demikian IMS diharapkan dapat menjadi pendekatan yang sinergis, menghemat waktu, usaha, dan biaya, mencegah konflik, pengulangan, dan duplikasi, serta memudahkan pemeliharaan dokumen. Kegiatan magang ini bertujuan mengidentifikasi pemenuhan terhadap implementasi Integrated Management System, mempelajari proses produksi kopi instan di PT. Nestlé Indonesia - Panjang Factory, bekerja sesuai dengan peraturan perusahaan, serta melatih keterampilan dan kemampuan komunikasi personal/human relation sebelum memasuki dunia kerja yang sebenarnya. Sasaran dari kegiatan magang adalah untuk menguji hipotesa bahwa penerapan ISO 9001, ISO 14001, serta OHSAS 18001 berhasil dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Kegiatan magang ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana implementasi IMS sudah terpenuhi dan kesesuaiannya dengan penerapan pedoman yang digunakan di perusahaan agar continual improvement dapat dilaksanakan. Hingga program magang ini berakhir, implementasi IMS baru mencapai tahap internal audit pertama dan ternyata ditemukan temuan mayor, minor, dan improvement. Temuan mayor diantaranya berupa aktivitas tanpa dokumen dan tidak adanya surat pengangkatan MR. Temuan minor diantaranya terdapat log book yang tidak ditandatangani, tidak ada record hasil kalibrasi, Quality Monitoring Scheme yang tidak update, prosedur keadaan darurat tidak diuji coba secara teratur, dsb. Temuan improvement yaitu berupa dokumen eksternal (Nestec) belum didstribusikan, beberapa form belum diregistrasi, terdapat dokumen lama yang belum distempel “obsolete”, beberapa checklist, log book, dan log sheet belum diberi nomor, dsb. Kekurangan dalam pemenuhan implementasi IMS ini adalah komunikasi mengenai IMS kepada karyawan, khususnya pada soft floor, komitmen dari beberapa IMS champions, kurangnya kekonsistensian dalam pelaksanaan sistem,
serta sedikitnya jumlah IMS champion yang cukup menghambat proyek IMS yang ditargetkan hanya enam bulan. Dalam melaksanakan proyek besar ini sebaiknya jumlah IMS champions ditambah, komunikasi mengenai IMS kepada seluruh karyawan lebih efektif, komitmen dari IMS champions dipertahankan, serta konsistensi pelaksanaan IMS dapat ditingkatkan.
PENERAPAN INTEGRATED MANAGEMENT SYSTEM (ISO 9001, ISO 14001, DAN OHSAS 18001) STUDI KASUS PADA PRODUKSI KOPI INSTAN DI PT. NESTLE INDONESIA – PANJANG FACTORY
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: INTAN MAYASARI F24103113
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Intan Mayasari. F24103113. Penerapan Integrated Management System (ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001) Studi Kasus pada Produksi Kopi Instan di PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS. (2007)
RINGKASAN Nestlé sebagai perusahaan besar senantiasa responsif terhadap tuntutan perdagangan global agar produknya berdaya saing tinggi, mengantisipasi masyarakat yang dinamis dan kreatif, terutama dalam konteks orientasi konsumen yang tidak lagi pada harga produk yang murah dan bermutu, tetapi juga produk yang dihasilkan tidak merusak lingkungan, serta memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja karyawannya. Oleh sebab itu, Integrated Management System (IMS) merupakan prioritas penting sistem manajemen bagi Nestlé saat ini. Perubahan sistem manajemen internal menjadi IMS dilatarbelakangi oleh faktor luar dan dalam perusahaan. Faktor dari luar berupa tuntutan konsumen agar sistem manajemen internal Nestlé diubah menjadi sistem manajemen yang berlaku secara internasional. Faktor dari dalam diantaranya adalah adanya beragam sistem yang berjalan paralel, berbeda area implementasi dan tanggung jawab, serta konflik implementasi, pengendalian, dan pemeliharaan. Dengan demikian IMS diharapkan dapat menjadi pendekatan yang sinergis, menghemat waktu, usaha, dan biaya, mencegah konflik, pengulangan, dan duplikasi, serta memudahkan pemeliharaan dokumen. Kegiatan magang ini bertujuan mengidentifikasi pemenuhan terhadap implementasi Integrated Management System, mempelajari proses produksi kopi instan di PT. Nestlé Indonesia - Panjang Factory, bekerja sesuai dengan peraturan perusahaan, serta melatih keterampilan dan kemampuan komunikasi personal/human relation sebelum memasuki dunia kerja yang sebenarnya. Sasaran dari kegiatan magang adalah untuk menguji hipotesa bahwa penerapan ISO 9001, ISO 14001, serta OHSAS 18001 berhasil dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Kegiatan magang ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana implementasi IMS sudah terpenuhi dan kesesuaiannya dengan penerapan pedoman yang digunakan di perusahaan agar continual improvement dapat dilaksanakan. Hingga program magang ini berakhir, implementasi IMS baru mencapai tahap internal audit pertama dan ternyata ditemukan temuan mayor, minor, dan improvement. Temuan mayor diantaranya berupa aktivitas tanpa dokumen dan tidak adanya surat pengangkatan MR. Temuan minor diantaranya terdapat log book yang tidak ditandatangani, tidak ada record hasil kalibrasi, Quality Monitoring Scheme yang tidak update, prosedur keadaan darurat tidak diuji coba secara teratur, dsb. Temuan improvement yaitu berupa dokumen eksternal (Nestec) belum didstribusikan, beberapa form belum diregistrasi, terdapat dokumen lama yang belum distempel “obsolete”, beberapa checklist, log book, dan log sheet belum diberi nomor, dsb. Kekurangan dalam pemenuhan implementasi IMS ini adalah komunikasi mengenai IMS kepada karyawan, khususnya pada soft floor, komitmen dari beberapa IMS champions, kurangnya kekonsistensian dalam pelaksanaan sistem,
serta sedikitnya jumlah IMS champion yang cukup menghambat proyek IMS yang ditargetkan hanya enam bulan. Dalam melaksanakan proyek besar ini sebaiknya jumlah IMS champions ditambah, komunikasi mengenai IMS kepada seluruh karyawan lebih efektif, komitmen dari IMS champions dipertahankan, serta konsistensi pelaksanaan IMS dapat ditingkatkan.
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENERAPAN INTEGRATED MANAGEMENT SYSTEM (ISO 9001, ISO 14001, DAN OHSAS 18001) STUDI KASUS PADA PRODUKSI KOPI INSTAN DI PT. NESTLE INDONESIA – PANJANG FACTORY SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : INTAN MAYASARI F24103113 Dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1985 di Bandar Lampung Tanggal lulus : 10 Agustus 2007 Menyetujui,
Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS Pembimbing Akademik
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Ketua Departemen
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 5 Mei 1985. Penulis merupakan anak ke lima dari lima bersaudara, anak dari pasangan H. Chorsani dan Hj. Aisyiah. Pendidikan penulis di mulai dari TK. Aisiyah Bustanul Arifin (1988-1990), SD Negeri 1 Bandar Lampung (19901997), SLTP Negeri 1 Bandar Lampung (1997-2000), dan SMU Negeri 10 Bandar Lampung (2000-2003). Penulis kemudian meneruskan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada tahun 2003 dan terdaftar sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis pernah berperan aktif sebagai pengurus di Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) (2005-2006). Selain itu, penulis juga berperan aktif sebagai panitia di beberapa acara seperti Seminar Nasional Pangan Halal (2004), Suksesi HIMITEPA (2004), Konferensi Pertama Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia (HMPPI) (2005), dan BAUR TPG (2005 dan 2006). Dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Teknologi Pertanian – IPB, penulis melakukan kerja magang selama 4 bulan di PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory dengan judul skripsi ”Penerapan Integrated Management System (ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001) Studi Kasus pada Produksi Kopi Instan di PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory” di bawah bimbingan Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS sebagai pembimbing akademik dan Hariyadi, STP, MT sebagai pembimbing lapang.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Penulis telah mendapatkan bimbingan, bantuan, serta dorongan dari berbagai pihak dalam penulisan skripsi ini, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasehat dan dorongan selama penulis menyelesaikan pendidikan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. 2. Hariyadi, STP, MT, selaku Pembimbing Lapangan yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulis melaksanakan magang di PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory. 3. Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc dan Ir. Sutrisno Koswara, M.Si, selaku dosen penguji. 4. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc, selaku Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. 5. Kakak-kakakku, kak Icon, kak Lia, kak Opit, dan kak Ijul, kakak-kakak iparku kak Anton, mbak Ika, kak Iin, dan uni pipit, serta keponakankeponakan penulis, atas cinta dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis. 6. Kak Hadi, Pak Dwi, Pak Donny, Pak Jupri, Mbak Riri, dan semua karyawan PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory atas bantuannya selama penulis melaksanakan magang. 7. Om Wito dan tante. Terima kasih atas perhatian dan dukungannya selama ini kepada penulis. 8. Sahabat-sahabatku, Nooy, Mona, Lala, Aan. Persahabatan ini jangan pernah berakhir.
9. Seluruh teman-teman seperjuangan di ITP angkatan 40, Asih, Gading, Lasty, Mae, Angel, Anastasia, Bos Vina, Aca, Andal, Hendy, Gilang, Dian Dion, Dea, Dini, dll. 10. Yudha Adhy Pratama, mengenalmu dan bersamamu sejak kita kecil, kini dan nanti, bagiku sangatlah indah. Terima kasih atas semuanya. 11. Teman-teman alumni SMUN 10 Bandar Lampung, Hendika, Medriko, Fredy, The Seven Fairies: Alen, Ncez, Titi, Tinez, Evi, Dina, dan GCT: Yance, Mifta, Indra, Danang, Nori, Dauz, Hendro, Teddy, Robi. 12. Deddy, Riza, Maya, Diory, Johan, teman seperjuangan selama penulis magang di PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory. 13. Teman-teman di Pondok Annisa, Wajik (Dyah cantik), Ila, Bang Ai (Aini), Ina, Halida, Mpit, Boil, Loly, Tarie, dll, terima kasih atas dukungan dan kebersamaan kita yang membahagiakan. 14. Teh Euis, terima kasih atas nasehat-nasehat terbaiknya untuk penulis. 15. Teman-teman di IPB, khususnya ITP, angkatan 39, 40, 41 serta temanteman yang lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap bahwa skripsi ini akan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Penulis mohon maaf yang sebesarbesarnya bila terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Bogor, Agustus 2007
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ...................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG ...................................................................... 1 B. TUJUAN ........................................................................................... 2 C. SASARAN ........................................................................................ 2 D. MANFAAT ....................................................................................... 2 II. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG ..................................................... 3 A. DESKRIPSI KEGIATAN ................................................................. 3 B. PELAKSANAAN MAGANG ........................................................... 3 III. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 6 A. STANDAR ........................................................................................ 6 B. INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR STANDARDIZATION (ISO) ................................................................................................. 7 C. ISO 9001:2000 .................................................................................. 7 D. ISO 14001:2004 .............................................................................. 10 E. OHSAS 18001:1999 ....................................................................... 12 IV. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN ................................................... 14 A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAN .................. 14 B. LOKASI PERUSAHAAN .............................................................. 16 C. STRUKTUR ORGANISASI .......................................................... 16 D. KETENAGAKERJAAN ................................................................. 18 E. KEADAAN PRODUKSI ................................................................ 19 V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 31 A. PRODUK ......................................................................................... 31 B. KEBIJAKAN PT. NESTLE INDONESIA – PANJANG
FACTORY ....................................................................................... 33 C. INTEGRATED MANAGEMENT SYSTEM (IMS) ........................... 35 D. DOKUMENTASI INTEGRATED MANAGEMENT SYSTEM ....... 46 E. AUDIT INTERNAL ....................................................................... 53 VI. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 66 A. KESIMPULAN ............................................................................... 66 B. SARAN ........................................................................................... 68 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 70 LAMPIRAN ................................................................................................... 72
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Topik-topik Standar Manajemen Lingkungan ................................. 11 Tabel 2. Paten Tipe Aglomerasi Kopi Instan .................................................. 32 Tabel 3. Format Prosedur PT. NI-PF ............................................................. 51 Tabel 4. Prosedur vs WI ................................................................................. 52 Tabel 5. Perbandingan Jumlah Dokumen di PT. NI-PF ................................. 52 Tabel 6. Daftar Ringkasan Temuan di Departemen QA ................................ 55 Tabel 7. Daftar Ringkasan Temuan di Departemen F/P dan AG ................... 57 Tabel 8. Daftar Ringkasan Temuan di Departemen FICO ............................. 59 Tabel 9. Daftar Ringkasan Temuan di Departemen Engineering .................. 61 Tabel 10. Daftar Ringkasan Temuan di Departemen RPU ............................ 62 Tabel 11. Daftar Ringkasan Temuan di Departemen Production (Manufacturing) .............................................................................. 63
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Model proses sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 ............... 10 Gambar 2. Struktur organisasi PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory ....... 18 Gambar 3. Skema proses tipping green coffee menuju silo ........................... 23 Gambar 4. Biji kopi sebelum dan sesudah di penyangraian .......................... 24 Gambar 5. Contoh dan proses pembentukan aglomerat kopi instan ............... 27 Gambar 6. Bagan proses produksi dari biji kopi hingga menjadi kopi instan 27 Gambar 7. Siklus implementasi terintegrasi untuk perbaikan berkelanjutan . 40 Gambar 8. Siklus PDCA IMS ........................................................................ 42 Gambar 9. Struktur dokumentasi PT. NI-PF .................................................. 47 Gambar 10.Diagram alir dalam membuat / revisi prosedur / working instruction / form / checklist ......................................................... 49
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Kebijakan QSHE PT. NI-PF ...................................................... 72 Lampiran 2. Logo Kebijakan PT. NI-PF ........................................................ 73 Lampiran 3. Elemen Sistem Mutu Nestlé (NQS)............................................ 74 Lampiran 4. Perbandingan Klausul dalam IMS ............................................. 76 Lampiran 5. Struktur IMS .............................................................................. 80 Lampiran 6. Format Prosedur ........................................................................ 81 Lampiran 7. Format Working Instruction ...................................................... 83 Lampiran 8. Contoh Form .............................................................................. 85 Lampiran 9. Format Dokumen Corrective and Preventive Action (CAPA) ... 86
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PT Nestlé Indonesia – Panjang Factory merupakan pabrik yang memproduksi kopi instan dan mixes dengan merek Nescafe. Bahan baku yang digunakan adalah biji kopi yang berasal dari daerah Lampung dan wilayah lainnya. Nestlé memiliki berbagai peralatan modern guna menghasilkan produk yang berkualitas tinggi secara efisien. Dengan NQS, Nestlé selalu memperhatikan dan mengusahakan tercapainya konsistensi mutu dan kepuasan pelanggan yang selalu diperbaiki secara berkelanjutan melalui praktek cara produksi yang baik dan benar, peningkatan skill dan kompetensi sumber daya manusia, proses produksi yang ramah lingkungan dan selalu memprioritaskan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta pentaatan pada persyaratan peraturan perundangan-undangan dan persyaratan lainnya yang berlaku. Perubahan sistem manajemen dari internal Nestlé menjadi IMS disebabkan oleh faktor dari luar dan dari dalam Nestlé sendiri. Faktor dari luar adalah adanya tuntutan konsumen agar sistem manajemen internal Nestlé diubah menjadi sistem manajemen yang berlaku secara internasional, baik terhadap mutu, keselamatan dan kesehatan kerja, serta lingkungan. Faktor utama dari dalam diantaranya adalah adanya beragam sistem yang berjalan bersamaan, berbeda area implementasi dan tanggung jawab, serta konflik implementasi, pengendalian, dan pemeliharaan. Dengan demikian IMS diharapkan dapat menjadi pendekatan yang sinergis, menghemat waktu, usaha, dan biaya, mencegah konflik, pengulangan, dan duplikasi, serta memudahkan pemeliharaan dokumen, sehingga akan terbentuk sistem yang terstruktur dan terkendali. PT. NI - PF menganggap bahwa ISO merupakan standar manajemen yang dinilai paling fair dalam perdagangan dunia. Oleh sebab itu, PT. NI – PF perlu menginkorporasikan ISO 9001:2000 di dalam Integrated Management System Nestlé sebagai standar sistem manajemen mutu dan ISO 14001:2004 sebagai standar sistem manajemen lingkungan.
Selain itu, PT. NI – PF juga menerapkan standar sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS (Occupational Health and Safety Assessment Series) 18001:1999 yang diterbitkan oleh British Standards Institution (BSI). OHSAS 18001 dikembangkan serta disesuaikan dengan ISO 9001 dan ISO 14001 untuk memfasilitasi organisasi dalam mengintegrasikan sistem manajemen mutu, lingkungan, dan K3 (BSI, 1999).
B. TUJUAN Secara umum, tujuan magang adalah untuk melatih kemampuan mahasiswa dalam menganalisa, observasi serta memecahkan masalah yang ada dalam suatu industri pangan berdasarkan disiplin ilmu yang telah dipelajari melalui proses pelibatan kerja sesuai peraturan perusahaan. Proses bekerja seperti layaknya pekerja di industri pangan sesuai dengan aturan perusahaan memungkinkan adanya peran aktif mahasiswa dalam memberikan masukan dan menjadi media bertukar pikiran dengan manajemen dan pegawai perusahaan, serta melatih keterampilan dan kemampuan komunikasi personal serta human relation sebelum memasuki dunia kerja yang sebenarnya. Secara khusus, kegiatan magang ini bertujuan mengidentifikasi pemenuhan terhadap implementasi Integrated Management System serta mempelajari proses produksi kopi instan di PT. Nestlé Indonesia - Panjang Factory.
C. SASARAN Sasaran dari kegiatan magang ini adalah untuk menguji hipotesa bahwa penerapan ISO 9001, ISO 14001, serta OHSAS 18001 berhasil dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
D. MANFAAT Kegiatan magang ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana implementasi IMS sudah terpenuhi dan kesesuaian dengan penerapan pedoman yang digunakan di perusahaan agar continual improvement dapat dilaksanakan.
II.
DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG
A. DESKRIPSI KEGIATAN Kegiatan magang ini dilaksanakan di PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory (PT. NI-PF) pada tanggal 1 Februari 2007 sampai dengan 31 Mei 2007, setiap hari Senin hingga Jumat pada pukul 08.00-16.00 WIB. Kegiatan ini dilakukan pada departemen Safety Health and Environment, dengan mengkaji tentang strategi yang digunakan dalam Integrated Management System (IMS) serta kesesuaiannya terhadap implementasi pada seluruh kegiatan di perusahaan.
B. PELAKSANAAN MAGANG B.1. Metodologi B.1.1. Identifikasi Masalah Sistem manajemen internal Nestlé yang terdiri atas NQS, NEMS
dan
OSHRMS akan disesuaikan
dengan
sistem
manajemen ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001. Masalah yang ada adalah bagaimana ketiga sistem manajemen dari ISO dan OHSAS tersebut dapat diimplementasikan secara efektif. B.1.2. Alternatif Solusi Alternatif solusi berupa strategi yang telah disiapkan oleh manajemen berurutan) lingkungan,
perusahaan. berupa
Strategi-strategi
identifikasi
pelaksanaan
bahaya
objektif,
utama dan
target
(secara
aspek-aspek
dan
program,
pelaksanaan rencana mutu, sosialisasi, dokumentasi Nestlé Integrated Management System (NIMS), kesiapan sumber daya manusia, dan implementasi NIMS. B.1.3. Sintesa Strategi-strategi yang telah dibuat dan dilaksanakan kemudian diuji kinerjanya dengan audit internal dan eksternal. Audit internal dilakukan terlebih dahulu daripada audit eksternal. Pada pelaksanannya, audit internal dilakukan sebanyak dua kali,
sedangkan audit eksternal dilakukan sebanyak satu kali. Selain itu, akan dilaksanakan tinjauan manajemen sebanyak 2 kali dalam setahun. Temuan yang didapat dari hasil audit terbagi menjadi tiga kategori, yaitu temuan mayor, minor dan improvement. Temuan mayor diperoleh apabila ada klausul dalam ISO maupun OHSAS yang tidak dipenuhi. Temuan ini sangat mempengaruhi mutu produk. Temuan minor diperoleh apabila klausul-klausul sudah terpenuhi hanya saja pelaksanaannya tidak efektif, sedangkan improvement berupa temuan yang tidak begitu berpengaruh terhadap mutu produk, hanya saja akan lebih baik apabila temuan ini dilakukan dengan semestinya. Dalam pelaksanaan audit, keefektifan implementasi IMS diukur dengan tiga hal, yaitu dokumentasi, wawancara dan observasi. Persentase dokumentasi yang harus dipenuhi adalah 100%, wawancara sebanyak 75% dari target, serta 75% untuk observasi.
B.2. Berperan Aktif Berperan aktif dengan cara bekerja sesuai dengan peraturan perusahaan pada departemen Safety Health and Environment (SHE), khususnya difokuskan pada proyek integrated management sistem, yaitu mulai dari pembuatan dokumen/penyesuaian dokumen lama menjadi format IMS, pendaftaran dokumen baru ke dalam master list, pencetakan dokumen, penggandaan dokumen, pendistribusian dokumen, hingga penarikan dokumen lama.
B.3. Observasi Lapang Observasi lapang dilakukan dengan cara mengamati dan merekam seluruh proses produksi serta terlibat langsung dalam kegiatan perusahaan untuk mendapatkan diagram alir proses secara rinci beserta aplikasi sistem manajemen mutu di PT. NI–PF. Informasi yang diperoleh
dari hasil observasi lapang berupa informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan IMS kepada IMS champions serta mengenai proses produksi kepada karyawan dan supervisor di departemen produksi serta di departemen penunjang produksi untuk mengidentifikasi “good practices” dan mendapatkan gambaran mengenai kesesuaian standar yang digunakan dengan keadaan di lapangan.
B.4. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dengan cara mencari referensi dan literatur di internet, perpustakaan, serta referensi yang dimiliki oleh perusahaan. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan informasi, data pelengkap, dan pembanding mengenai integrated management system untuk mengetahui kesesuaian penerapan yang telah dilakukan oleh PT. NI-PF sekaligus sebagai masukan bagi perusahaan.
III.
TINJAUAN PUSTAKA
A. STANDAR Standar yang didefinisikan oleh ISO adalah spesifikasi teknis atau dokumen setara yang tersedia untuk masyarakat, dihasilkan dari konsensus atau persetujuan umum yang didasarkan kepada IPTEK atau pengalaman agar dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat serta diakui oleh badan yang berwenang baik tingkat nasional, regional atau internasional. Standar bersifat dinamis, meningkat seiring dengan peningkatan teknologi dan tuntutan konsumen. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan adanya standar adalah adanya perbaikan produk menyesuaikan dengan standar, mencegah dan menghilangkan hambatan perdagangan, meningkatkan daerah penjualan produk dan memudahkan terjadinya kerjasama IPTEK. Oleh karena itu, pemenuhan standar lebih menjamin keberhasilan perusahaan dalam memenangkan persaingan (Muhandri dan Kadarisman, 2005). Standar memberi kontribusi yang sangat besar kepada sebagian besar aspek hidup kita, meskipun pada kenyataannya sering sekali kontribusi tersebut tidak dapat terlihat dengan mata. Keberadaan standar akan dirasakan oleh produsen dan pengguna produk, misalnya ketika suatu produk memiliki mutu yang kurang baik, tidak memenuhi keinginan dan persyaratan, tidak cocok dengan peralatan yang dimiliki, bahkan tidak dapat dipercaya dan berbahaya (ISO, 2006). ISO adalah pembangun standar-standar terbesar di dunia. Sampai dengan saat ini, ISO telah menghasilkan lebih dari 16000 standar internasional. Meskipun aktivitas-aktivitas prinsip ISO adalah pengembangan dari standarstandar teknis, standar ISO juga penting dalam hal sosial dan ekonomi. Standar ISO tidak hanya membantu menyelesaikan masalah yang terjadi pada produksi dan distribusi tetapi juga pada seluruh masyarakat (ISO, 2006).
B. INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR STANDARDIZATION (ISO) ISO adalah badan penetap standar internasional yang terdiri dari wakilwakil dari badan standar nasional setiap negara. Pada awalnya, singkatan dari nama lembaga tersebut adalah IOS, bukan ISO. Namun saat ini sering digunakan singkatan ISO, karena dalam bahasa Yunani “isos” berarti sama (equal). ISO didirikan pada 23 Februari 1947. Standar yang ditetapkan berupa standar-standar industrial dan komersial dunia. Meski ISO adalah organisasi non pemerintah, kemampuannya untuk menetapkan standar yang sering menjadi hukum melalui persetujuan atau standar nasional membuatnya lebih berpengaruh dari pada kebanyakan organisasi non pemerintah lainnya, dan dalam prakteknya ISO menjadi konsorsium dengan hubungan yang kuat dengan pihak-pihak pemerintah (Anonim, 2007a). Penerapan ISO di suatu perusahaan berguna untuk 1) meningkatkan citra perusahaan, 2) meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan, 3) meningkatkan efisiensi kegiatan, 4) memperbaiki manajemen organisasi dengan menerapkan perencanaan, pelaksanaan, pengukuran, dan tindakan perbaikan (plan, do, check, act), 5) meningkatkan penataan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal pengelolaan lingkungan, 6) mengurangi resiko usaha, 7) meningkatkan daya saing, 8) meningkatkan komunikasi internal dan hubungan baik dengan berbagai pihak yang berkepentingan, 9) mendapat kepercayaan dari konsumen/mitra kerja/pemodal (Anonim, 2007a).
C. ISO 9001:2000 Menurut Gasperz (2006), ISO 9001:2000 adalah suatu standar internasional untuk sistem manajemen mutu. ISO 9001:2000 menetapkan persyaratan-persyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu sistem manajemen mutu, yang bertujuan untuk menjamin bahwa organisasi akan memberikan produk (barang dan/atau jasa) yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan ini dapat merupakan kebutuhan spesifik dari pelanggan, di mana organisasi yang dikontrak itu bertanggung jawab untuk menjamin kualitas dari produk-produk
tertentu, atau merupakan kebutuhan dari pasar tertentu, sebagaimana ditentukan oleh organisasi. Standar-standar ISO 9000 pertama kali dikeluarkan pada tahun 1987, di mana ISO Technical Committee menetapkan siklus peninjauan ulang setiap lima tahun, guna menjamin bahwa standar-standar ISO 9000 akan menjadi up to date dan relevan untuk organisasi. Revisi terhadap standar ISO 9000 telah dilakukan pada tahun 1994 dan tahun 2000 (Gaspersz, 2006). ISO versi tahun 2000 mencakup beberapa seri berikut: 1.
ISO 9000:2000, QMS : Fundamentals and vocabulary replacing ISO 8402 and ISO 9000-1
2.
ISO 9001:2000, QMS : Requirements replacing the 1994 versions of ISO 9001, 9002, and 9003
3.
ISO 9004:2000, QMS : Guidance for performance improvement replacing ISO 9004 with most parts
4.
ISO 19011, Guidance for auditing management systems replacing ISO 10011 and 14011 Menurut Newslow (2001), ISO 9001:2000 didasarkan pada delapan
prinsip dasar manajemen mutu, yaitu : fokus pada pelanggan, kepemimpinan, keterlibatan orang, pendekatan proses, pendekatan sistem pada manajemen, perbaikan berkelanjutan (kontinual), pendekatan fakta pada pengambilan keputusan, dan hubungan yang saling menguntungkan dengan pemasok. Standar didasarkan pada prinsip-prinsip tersebut, tetapi prinsip bukanlah persyaratan. Persyaratan dasar didefinisikan pada bagian 4.0 (Sistem Manajemen Mutu), 5.0 (Tanggung Jawab Manajemen), 6.0 (Manajemen Sumberdaya), 7.0 (Realisasi Produk), dan 8.0 (Pengukuran, Analisis, dan Perbaikan). Menurut Gaspersz (2006), manfaat dari penerapan ISO 9001:2000 telah diperoleh banyak perusahaan, yaitu: 1.
Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui jaminan mutu yang terorganisasi dan sistematik.
2.
Perusahaan yang telah bersertifikat ISO 9001:2000 diijinkan untuk mengiklankan pada media massa bahwa sistem manajemen mutu dari
perusahaan tersebut telah diakui secara internasional. Hal ini berarti meningkatkan image perusahaan serta daya saing dalam memasuki pasar global. 3.
Audit sistem manajemen mutu dari perusahaan yang telah memperoleh sertifikat ISO 9001:2000 dilakukan secara periodik oleh registrar dari lembaga registrasi, sehingga pelanggan tidak perlu melakukan audit sistem mutu. Hal ini akan menghemat biaya dan mengurangi duplikasi audit sistem mutu oleh pelanggan.
4.
Perusahaan yang telah memiliki sertifikat ISO 9001:2000 secara otomatis terdaftar pada lembaga registrasi.
5.
Meningkatkan mutu dan produktivitas dari manajemen melalui kerjasama dan komunikasi yang lebih baik, sistem pengendalian yang konsisten, serta pengurangan dan pencegahan pemborosan, sehingga operasi internal menjadi lebih baik.
6.
Meningkatkan kesadaran mutu dalam perusahaan.
7.
Memberikan pelatihan secara sistematik kepada seluruh karyawan dan manajer organisasi melalui prosedur-prosedur dan instruksi-instruksi yang terdefinisi secara baik. Standar-standar ISO 9001:2000 cocok dengan isi dari ISO 14001
(Spesifikasi Sistem Manajemen Lingkungan). Pemenuhan kedua sistem manajemen ini dapat disempurnakan dengan sedikit atau tidak ada duplikasi atau persyaratan yang saling bertentangan (Newslow, 2001).
Gambar 1. Model proses sistem manajemen mutu ISO 9001: 2000 (Gaspersz, 2006) D. ISO 14001:2004 ISO
14000
merupakan
sistem
manajemen
lingkungan
yang
keberadaannya membantu suatu organisasi dalam meminimalisasi pengaruh buruk operasi terhadap lingkungan (perubahan yang merugikan pada udara, air, dan tanah), dengan mematuhi peraturan, hukum yang berlaku, persyaratan lain yang berorientasi lingkungan, serta perbaikan yang berkelanjutan (Anonim, 2007b). Menurut Edwards (2004), kesuksesan standar manajemen mutu BS 5750 (sebagai ISO 9001) menjadi contoh bagi sistem manajemen lainnya. Akhirnya muncullah ide untuk membuat suatu sistem manajemen lingkungan. BSI (British Standards Institution) memberikan nomor referensi BS 7750 kepada sistem manajemen lingkungan yang baru tersebut. BS 7750 pertama kali dipublikasikan pada tahun 1992 dan mengalami revisi pada tahun 1994.
Tabel 1. Topik-topik Standar Manajemen Lingkungan Standar ISO 14001 : 1996 ISO 14004 : 1996
ISO 14015 : 2001 ISO 14020 series ISO 14031 : 2000 DD ISO / TR 14032 : 2000 ISO 14040 : 1997 ISO 14041 : 1998
ISO 14042 : 2000 ISO 14043 : 2000 DD ISO / TS 14048 : 2002 PD ISO / TR 14049 : 2002 ISO 14050 : 2002 ISO 19011 : 2002
Topik Environmental management systems – Specification with guidance for use Environmental management systems – General guidelines on principles, systems, and supporting techniques Environmental assessment of sites and organizations Environmental labels and labelling (published in 1999 and 2000) Environmental performance evaluation – Guidelines Examples of environmental performance evaluation Environmental management – Life cycle assessment – Principles and framework Environmental management – Life cycle assessment – Goal and scope definition and inventory analysis Environmental management – Life cycle assessment – Impact assessment Environmental management – Life cycle assessment – Interpretation Life cycle assessment – Data documentation format Examples of application of ISO 14041 to goal and scope definition and inventory analysis Environmental management – Vocabulary Guidelines for quality and/or environmental management systems auditing
Sumber : Edwards (2004) ISO menyadari akan kebutuhan sistem manajemen lingkungan, sehingga sama seperti ISO 9001 didasari oleh BS 5750, ISO 14001 tumbuh dari BS 7750. ISO 14001 dipublikasikan pada tahun 1996. Standar sistem manajemen ini mengalami revisi yang dipublikasikan pada tahun 2004-2005 (Edwards, 2004). Materi dari sistem manajemen ini sangat luas, beberapa standar penting dapat dilihat pada Tabel 1. ISO 14001 merupakan spesifikasi sistem manajemen lingkungan yang dapat diterima secara internasional. Sistem manajemen lingkungan ini berfokus pada dampak penting lingkungan dan kinerja lingkungan; pencegahan polusi; pemenuhan peraturan, persyaratan, dan evaluasi
pemenuhannya; serta perbaikan berkelanjutan. Standar ini dapat digunakan oleh berbagai tipe dan ukuran organisasi dan dapat disesuaikan dengan bermacam-macam kondisi letak geografis, kultur, dan sosial. Kesuksesan sistem bergantung pada komitmen dari seluruh tingkatan dan fungsi di dalam organisasi, khususnya dari manajemen puncak. Tujuan utama dari standar internasional ini adalah untuk mendukung perlindungan terhadap lingkungan dan pencegahan polusi yang seimbang dengan kebutuhan sosial-ekonomi (International Organization for Standardization, 2004).
E. OHSAS 18001:1999 OHSAS 18000 adalah suatu spesifikasi internasional sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3). OHSAS 18000 terdiri dari dua bagian, yaitu 18001 dan 18002. OHSAS 18001 adalah rangkaian pengujian K3 untuk sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Sistem manajemen K3 ini digunakan untuk membantu organisasi dalam mengontrol resiko-resiko kesehatan dan keselamatan kerja (OHSAS, 2007a). OHSAS
18001
merupakan
spesifikasi
pengujian
untuk
sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. OHSAS 18001 dikembangkan untuk membantu organisasi dalam menjalankan kewajiban mereka terhadap keselamatan dan kesehatan melalui sikap yang efisien dan efektif. OHSAS 18002 menjelaskan persyaratan-persyaratan dari spesifikasi dan menunjukkan bagaimana cara bekerja terhadap registrasi dan implementasi (OHSAS, 2007b). OHSAS 18001 didesain agar sesuai dengan ISO 9001 dan ISO 14001. Menurut OHSAS (2007a), keuntungan dalam menggunakan OHSAS adalah : 1.
Mengurangi resiko keselamatan dan kesehatan kerja yang berkaitan dengan aktivitas-aktivitas organisasi.
2.
Pengurangan yang potensial terhadap biaya.
3.
Jaminan yang sangat besar terhadap kesesuaian dengan kebijakan K3.
4.
Konsistensi dan pembuktian pendekatan manajemen terhadap resiko K3. Sistem manajemen ini berfokus pada bahaya kerja resiko tinggi,
pemenuhan peraturan dan persyaratan, serta perbaikan berkelanjutan. Bahaya
adalah suatu keadaan atau tindakan yang dapat menimbulkan kerugian terhadap manusia, harta benda, proses, maupun lingkungan. Resiko adalah suatu ukuran yang menyatakan kemungkinan dan keparahan dari suatu akibat kerugian, akibat dari bahaya yang menjadi insiden, dimana insiden adalah kejadian yang tidak diinginkan.
IV.
KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN Good Food, Good Life merupakan slogan Nestlé yang menggambarkan komitmen Nestlé sebagai produsen makanan yang peduli akan kesehatan umat manusia dengan menghasilkan makanan yang sehat, bermutu, aman, berkualitas, bergizi, dan menyenangkan untuk dikonsumsi, demi mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Nestlé pertama kali didirikan pada tahun 1867 di Vevey, Swiss. Pendirinya adalah Henry Nestlé seorang ahli gizi berkebangsaan Jerman yang merasa prihatin dengan tingginya angka kematian bayi akibat kurang mendapatkan ASI. Saat itu produk makanan pendamping ASI diberi merk “Ferine Lactee Nestlé”, menjadi makanan penambah gizi yang berhasil menekan angka kematian bayi. Dikarenakan keberhasilannya tersebut maka Nestlé mendapatkan kepercayaan dari masyarakat luas. Sejak saat itu Nestlé menjadi perusahaan produsen makanan. Henry Nestlé memanfaatkan nama keluarganya “Nestlé”, yang dalam dialek Jerman Swiss berarti sarang burung kecil (little nest), menjadi logo perusahaannya. Logo itu menjadi lambang rasa aman, kasih sayang, kekeluargaan dan pengasuhan. Pada tahun 1910 susu Tjap Nona masuk ke pasaran Indonesia melalui distributor yang ada di Singapura. Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1965 pemerintah membuka kesempatan berinvestasi bagi investor asing. Kebijakan ini mendorong Nestlé dan para mitranya untuk membuka usaha di Indonesia. Pada tanggal 29 Maret 1971 Nestlé S.A yang berpusat di Vevey bersama mitra lokalnya mendirikan PT. Food Specialities Indonesia. Pabrik pertama yang didirikan PT. Food Specialities Indonesia adalah pabrik yang berlokasi di Waru Jawa Timur. Pabrik ini didirikan pada tahun 1972 dan mulai beroperasi pada tahun 1973 yang menghasilkan susu Tjap Nona. Pada awal 1980 produksi susu segar mengalami peningkatan drastis, kondisi tersebut merupakan salah satu keberhasilan PT. Food Specialities Indonesia dalam membina petani sapi perah. Hal ini mendorong PT. Food Specialities Indonesia mendirikan pabrik baru. Pabrik ini didirikan di Kejayan pada tahun
1984 dan mulai beroperasi secara komersial pada Maret 1988 serta diresmikan oleh presiden RI (saat itu) Soeharto pada Juni 1988. Pada tahun 1979 PT. Nestlé Beverages Indonesia (dahulu bernama PT. Indofood Jaya Raya) yang memiliki pabrik di Panjang Lampung mulai memproduksi kopi instan Nescafe. Selain pure coffee, PT. Nestlé Beverages Indonesia juga memproduksi mixes coffee dalam berbagai aroma. Pada tahun 1997 Nescafe mulai memasuki pasaran Rusia dalam kemasan jar dan dua tahun kemudian produksi kopi instan dalam kemasan kaleng dihentikan. Selanjutnya pada tahun 2001 sebagian proses pengemasan untuk produk 3in1 diserahkan ke co-manufacturer dan PT. Nestlé Beverages Indonesia menjadi PT. Nestlé Indonesia. Tahun 2002 produksi mixes coffee ditambah dengan adanya Nescafe ice. Dan pada tahun 2003 pabrik Panjang memproduksi Nescafe 3in1 Originale, 3in1 Crème, dan Nescafe Capucino. Pada tahun 1988 Nestlé pusat mengakuisisi Rowntree Macintosh dari Inggris sehingga membuka peluang Nestlé untuk mengembangkan usahanya di bidang kembang gula. Pabrik PT. Food Specialities Indonesia yang merupakan anak perusahaan Nestlé mengambil alih PT Multi Rasa Agung, yang memiliki pabrik di Cikupa Tanggerang dan menghasilkan permen dengan merk dagang “Foxs”. Pada tahun 1992, dalam rangka memperluas usahanya, PT. Multi Rasa Agung memperluas pabriknya dan memproduksi permen dengan merk “Polo”. Pada 1996 PT. Multi Rasa Agung berganti nama menjadi PT. Nestlé Confectionery Indonesia dan mulai memproduksi “NESTEA POWDER” di tahun 1997. Selain pabrik Waru, Kejayan, Cikupa, dan Panjang, Nestlé Indonesia juga memiliki sebuah pabrik di Telaga yang memproduksi mie instan. Sejak tahun 1999 dilakukan penggabungan manajemen secara bertahap di PT. Nestlé Indonesia dan pabrik-pabriknya. Pertama, pada Desember 1999 PT. Nestlé Indonesia dan PT. Nestlé Asean Indonesia berubah menjadi PT. Nestlé Indonesia, yang kedua pada akhir tahun 2000 PT. Nestlé Confectionery Indonesia bergabung dengan PT. Supmi Sakti, kemudian berubah menjadi PT. Nestlé Indonesia dan pabrik Telaga ditutup. Ketiga, pada akhir tahun 2001 PT. Nestlé Beverages Indonesia dan PT. Nestlé Distribution Indonesia
bergabung dengan PT. Nestlé Indonesia. Pada Juni 2002, pabrik waru dilikuidasi dan digabung dengan pabrik Kejayan. PT. Nestlé Indonesia juga semakin memperluas usahanya dengan melakukan perjanjian kerjasama dengan perusahaan lain. Salah satu kerjasama yang dilakukan berlangsung pada 01 April 2005, PT. Nestlé S.A. dan PT. Indofood Sukes Makmur, TBK melakukan kerjasama dalam bentuk Joint Venture. Perusahaan yang diberi nama PT. Nestlé Indofood Citarasa Indonesia ini akan menghasilkan produk-produk bumbu masakan, yang akan dipasarkan di Indonesia. Sejak tanggal 29 Desember 1993, PT. Food Specialities Indonesia berganti nama menjadi PT. Nestlé Indonesia. PT. Nestlé Indonesia memiliki kantor pusat di jalan Letjen T.B. Simatupang Kav. 88, Jakarta.
B. LOKASI PERUSAHAAN PT. Nestlé Indonesia - Panjang Factory berada di Provinsi Lampung. Terletak di Jalan Raya Bakauheni KM. 13 Srengsem Bandar Lampung. Letak PT. Nestlé sangat strategis, yaitu di ruas jalan lintas Sumatera dan berada 15 menit dari pelabuhan Internasional Panjang serta 60 menit dari bandara nasional Raden Intan. Lokasi seperti ini merupakan salah satu keunggulan komparatif PT. Nestlé Indonesia - Panjang Factory dalam mendistribusikan bahan baku dan produk-produk yang dihasilkannya.
C. STRUKTUR ORGANISASI PT. Nestlé Indonesia - Panjang Factory menggunakan struktur organisasi yang berbentuk flat dan bersifat fleksibel. Struktur organisasi yang berbentuk flat lebih mengedepankan kerjasama, networking, wawasan dan inisiatif dari setiap komponen di dalamnya. Panjang Factory dipimpin oleh seorang factory manager dan di-support oleh Departemen Human Resources (HR), Departemen Quality Assurance, Departemen Resources Planning Unit (RPU),
Departemen
Engineering,
Departemen
Production,
Industrial
Performance, Safety Health and Environment, Application group, Agricultural Service, dan Departemen FICO (Finance and Controlling). Departemen Human Resources (HR) bertanggung jawab terhadap kemajuan sumber daya manusia di pabrik Panjang. Salah satunya dengan mengadakan inisiatif pengembangan organisasi dan pelatihan. External Affairs dan General Service merupakan bagian dari departemen HR yang bertanggung jawab dalam menjaga hubungan eksternal dengan pemerintah daerah setempat, institusi dan lembaga, serta masyarakat sekitar pabrik. Departemen Quality Assurance merupakan departemen yang menjamin mutu produk mulai dari bahan baku hingga produk memenuhi standar NQS (Nestlé Quality System). Departemen Resources Planning Unit adalah departemen yang merencanakan kegiatan produksi, mengatur alur suplai bahan baku maupun produk jadi, serta bertanggung jawab terhadap manajemen gudang.
Deskripsi kerja departemen Engineering diantaranya
adalah menyokong proses-proses yang dilakukan oleh manufacturing, mengatur siklus hidup aset, menjamin pemenuhan atas hukum, keselamatan, dan lingkungan, implementasi dan perencanaan investasi modal, serta pelatihan teknis untuk menambah pengetahuan dan kompetensi. Departemen Production terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu Manufacturing yang bertanggung jawab memproduksi bahan baku kopi dan Filling/Packing bertugas mengemas bubuk kopi hingga siap dipasarkan. Industrial Performance bertugas untuk menjalankan perbaikan yang berkelanjutan terhadap seluruh aktivitas pabrik untuk mengidentifikasi kesempatan perbaikan yang lebih jauh, sesuai dengan target dan strategi pabrik/perusahaan untuk mencapai tingkat HPF, serta bekerja sama dengan karyawan di seluruh site untuk membagi metodologi dan pendekatan perbaikan berkelanjutan. Safety
Health
and
Environment
bertanggung
jawab
dalam
mengkoordinasikan seluruh aspek lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja. Application Group merupakan departmen yang menjamin perbaikan yang berkelanjutan terhadap kinerja pengemasan dan pengisian produk bulk coffee powder dan mixes serta melakukan penerapan terhadap praktek-praktek
pengemasan terbaik dan menyebarkan teknologi pengisian dan bahan pengemasan yang baru. Departemen Agricultural Service merupakan departemen yang bertugas untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas bahan mentah terutama kopi, salah usaha yang dilakukan adalah dengan membina para petani penghasil kopi di Lampung. Departemen FICO (Finance and Controlling) merupakan pengelola administrasi dan keuangan di pabrik Panjang. Departemen ini menangani semua masalah yang berkaitan dengan keuangan di pabrik serta menjamin semua transaksi yang terkait dengan keuangan agar dilakukan dengan tepat. Struktur organisasi dapat dilihat dalam Gambar 2. FICO
HRD
Agricultural Service
Quality Assurance
Application Group
Resources Planning Unit
Factory Manager
Safety Health & Environment
Engineering Industrial performance
Production
Gambar 2. Struktur organisasi PT. Nestlé Indonesia - Panjang Factory D. KETENAGAKERJAAN Karyawan PT. Nestlé Indonesia - Panjang Factory berjumlah kurang lebih 200 orang yang dibagi kedalam karyawan shift dan karyawan normal. Karyawan normal memiliki jam kerja dari 08.00-16.00, sedangkan karyawan
shift dibagi ke dalam tiga shift. Shift 1 bekerja pada jam 06.00-14.00, shift 2 bekerja pada jam 14.00-22.00, dan shift 3 yang bekerja pada jam 22.00-06.00. Setiap pekerja memiliki jam kerja 40 jam yang dibagi ke dalam lima hari kerja efektif dalam satu minggu. Karyawan di Panjang Factory juga dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu karyawan tetap, karyawan kontraktual, dan karyawan harian. Kepada karyawan tetap dan kontraktual upah dibayarkan setiap akhir bulan, sedangkan untuk karyawan harian upah akan dibayarkan setiap akhir minggu. Pabrik Panjang juga memberikan tunjangan hari raya, subsidi transportasi, dan tunjangan kesehatan.
E. KEADAAN PRODUKSI E.1. Bahan Baku Dalam memproduksi kopi instan baik berupa pure coffee maupun coffee mixes. PT. NI - PF memakai bahan-bahan berupa kopi, gula, cream, dan premix.
E.1.1. Kopi Bahan baku utama pembuatan kopi di Nestlé adalah green coffee, yang berupa biji kopi robusta. Biji kopi robusta biasanya memiliki kadar kafein yang cukup tinggi dan bersifat asam. Biji kopi yang biasa disebut green coffee ini didapat dari petani binaan PT. NIPF, maupun supplier lainnya. Agar diperoleh kopi dengan mutu terbaik, setiap green coffee yang akan diolah, terlebih dahulu diperiksa mutunya oleh Departemen Quality Assurance. Adapun peran Agriservice adalah memastikan pasokan raw material berupa biji kopi dari petani kopi Indonesia terpenuhi untuk proses produksi, selain itu juga memenuhi standar dan mutu biji yang terbaik. Oleh karena itu, Nestlé mengadakan pelatihan-pelatihan kepada petani tentang cara pengolahan biji kopi yang benar sehingga petani dapat menghasilkan biji kopi yang bermutu dan bernilai jual tinggi.
Terdapat
tingkatan/kelas
biji
kopi
(green
coffee/GC)
berdasarkan tingkat kecacatannya/defect, urutannya adalah : 1. GC WA (Washed) Class 1.0 2. GC WA Class 1.1 3. GC WA Class 1.2 4. GC WA Class 1.3 5. GC UWA (Unwashed) Class 4.1 6. GC UWA Class 4.2 7. GC UWA Class 4.3 8. GC ROB (Robusta) Class 7.1 9. GC ROB Class 7.2 10. GC ROB Class 7.3 E.1.2. Gula Gula yang digunakan dalam pembuatan coffee mixes ini berasal dari perusahaan penghasil gula. Gula yang digunakan harus sudah memiliki sertifikat mutu yang telah ditetapkan. Gula yang digunakan adalah gula tebu yang diimpor dari Inggris dan Thailand.
E.1.3. Krimer Krimer adalah fraksi ringan dari susu yang dipisahkan melalui alat pemisah milk separator. Krimer yang digunakan berasal dari perusahaan penghasil krimer. Seperti gula, krimer juga harus telah memiliki sertifikat yang menyatakan standar mutunya.
E.1.4. Premix Premix merupakan campuran dari flavour, susu, dan bahan tambahan lainnya seperti garam, gula, dan penambah rasa. Premix dapat ditambahkan dengan formula yang berbeda-beda sesuai dengan coffee mixes yang akan diproduksi. Campuran ini kemudian diratakan dalam mesin v-mixer, sehingga semua bahan dapat tercampur dengan sempurna.
E.2. Sarana Penunjang Produksi
E.2.1 Sumber Energi Sumber energi utama pabrik Panjang berasal dari listrik, solar, HFO dan batubara. Listrik bersumber dari PLN dan genset. Genset sendiri untuk menghasilkan listrik membutuhkan bahan bakar solar. Semua kebutuhan energi untuk menjalankan mesin-mesin produksi akan disuplai oleh genset, sedangkan untuk kebutuhan penerangan dan listrik diluar produksi akan disuplai oleh listrik dari PLN. Selain sumber energi utama tersebut, PT. NI–PF memanfaatkan ampas kopi menjadi sumber energi bagi boiler dan pengering berputar. Ampas yang merupakan hasil samping dari produksi kopi dikeringkan di pengering berputar hingga mencapai kadar air 20%. Selanjutnya ampas kering tersebut dibakar di dalam silo. Pembakaran tersebut digunakan sebagai bahan bakar bagi pengering berputar, sedangkan steam disuplai untuk boiler.
E.2.2. Air Di PT. NI - PF air digunakan untuk: a. Menghasilkan culinary steam b. Proses ekstraksi c. Quenching dan mempertahankan moisture content dalam proses penyangraian d. Evaporator e. Chilled water yaitu air yang digunakan sebagai salah satu bahan baku untuk mendinginkan ruangan dalam kapasitas yang besar f. Air minum g. Kantin h. Pembersihan Air yang dibutuhkan diperoleh dari empat sumur dimana airnya ditampung dalam dua water tank dengan ukuran tertentu. Dua sumur yang pertama memiliki kedalaman sekitar 7 meter (sumur dangkal)
yang airnya digunakan untuk cleaning dan keperluan taman, sedangkan dua sumur lainnya memiliki kedalaman sekitar 250 meter (sumur dalam) dan airnya digunakan untuk air minum.
E.3. Proses Produksi Pada dasarnya pengolahan kopi dari bahan baku hingga menjadi kopi yang dapat dikonsumsi mencakup 5 hal, yaitu penyangraian, penggilingan, ekstraksi, evaporasi, dan pengeringan semprot (spray drying). E.3.1. Penyangraian Sebelum menuju proses penyangraian, biji kopi (green coffee) harus melalui proses tipping terlebih dahulu. Proses tipping bertujuan untuk memindahkan biji kopi dari karung ke dalam silo, sesuai dengan kualitas kopi yang akan digunakan. Selain itu juga dilakukan pembersihan biji kopi terhadap kotoran yang mungkin ada di dalam karung. Kopi yang diterima dari supplier (menggunakan karung), diletakkan ke lubang tipping. Lubang ini terbuat dari logam dengan ukuran lubang yang kecil. Bagian bawah dari lubang tipping ini terhubung dengan screw conveyor, yang berfungsi untuk melakukan pemindahan biji kopi itu ke bawah bucket elevator. Bucket elevator ini akan mengangkat biji kopi ke tempat yang lebih tinggi di mana terdapat destoner. Bagian outlet dari bucket elevator ini terhubung dengan inlet destoner. Di dalam destoner inilah dilakukan pemisahan biji kopi dengan material lain seperti debu dengan cara dihisap oleh bag filter, paku/logam dengan menggunakan magnet trap dan kayu atau serat lainnya dengan cara vibrasi. Sesudah keluar dari destoner biji kopi tersebut ditiup dengan menggunakan blower untuk menuju silo.
Lubang tipping
Screw conveyor
Bucket Elevator
Silo
Destoner
Gambar 3. Skema proses tipping green coffee menuju silo. Pada tahap ini biji kopi disangrai/diberikan panas yang berguna untuk menghilangkan H2O, CO2, mengoptimalkan aroma dan akan meningkatkan ukuran dan warna dari biji kopi tersebut. Konsep dari penyangraian adalah dengan mengalirkan udara panas dengan temperatur sangat tinggi, dimana biji kopi tersebut berada di dalam rotary drum yang bertujuan agar panas yang diterima biji kopi seragam. Ketika warna yang diinginkan sudah tercapai, maka didinginkan secara cepat dengan menggunakan air (quenching water) untuk menghentikan proses penyangraian. Fungsi penyangraian adalah: a. Pembentukan rasa yang diinginkan. Dengan
adanya
panas,
terjadi
proses
kimia
yang
menghasilkan komponen rasa. Semakin lama proses ini semakin banyak dan bermacam-macam komponen taste yang dihasilkan. Tetapi proses ini harus dibatasi supaya tidak terbentuk komponen rasa yang tidak diinginkan. b. Pembentukan warna dan tekstur. Selama proses penyangraian akan terbentuk CO2 dan uap air di dalam biji kopi. Kemudian timbul tekanan dari dalam biji kopi yang akan mengakibatkan struktur dari sel berubah dan ukuran dari biji kopi juga akan bertambah besar. CO2 dan uap air akan keluar dari biji kopi secara bertahap tetapi ada beberapa substansi gas yang tetap tertinggal di dalam. Volume dari kopi
juga akan bertambah seiring dengan adanya perubahan warna kopi yang semakin hitam. Mengandung : 9- 13% air dan 87-91% Dry matter
Mengandung: Air 1 % Dry matter 99%
Biji kopi sebelum penyangraian
Biji kopi setelah penyangraian
Volume increase
Perubahan warna seiring dengan lamanya proses penyangraian (semakin lama semakin hitam) Gambar 4. Biji kopi sebelum dan sesudah disangrai c. Extractability (kemampuan kopi untuk diekstrak) Penyangraian yang kurang sempurna dan penyangraian yang berlebihan akan menurunkan extractability, sebab biji kopi yang kurang masak ataupun gosong tidak dapat diekstrak dengan sempurna. E.3.2. Penggilingan Setelah disangrai maka akan dihasilkan roasted coffee. Sebelum memasuki proses ekstraksi, roasted coffee harus dipecah menjadi ukuran yang lebih kecil sesuai dengan kebutuhan. Alat yang digunakan untuk memecah roasted coffee tersebut bernama grinder. Grinder yang digunakan adalah jenis multistage. Selain untuk menjadikan ukuran roasted coffee menjadi lebih kecil,
proses penggilingan juga bertujuan untuk menghilangkan kulit ari pada biji, partikel ini biasanya disebut roast & ground coffee. Ukuran dari roast & ground coffee dibedakan menjadi 3 macam, yaitu coarse, medium, dan fine. Dengan kopi yang lebih halus maka proses perpindahan zat lebih mudah dan lebih cepat sehingga proses penggilingan mempengaruhi proses ekstraksi selanjutnya. Kopi yang terlalu besar/tidak halus akan menyebabkan proses ekstraksi semakin lama, oleh karena itu ada ukuran standar yang dipakai sehingga dicapai proses ekstraksi yang efektif dan efisien.
E.3.3. Ekstraksi Setelah penyangraian dan penggilingan, ekstraksi adalah bagian dalam proses produksi kopi instan dalam skala besar. Pada tahap ini terjadi proses pengambilan soluble solid dan komponen aroma. Definisi dari ekstraksi sendiri adalah proses mentransfer padatan terlarut dari roast & ground coffee ke dalam bentuk larutan cair. Pada proses ini terjadi transfer/perpindahan padatan terlarut dari roast & ground coffee ke dalam bentuk cair dengan bantuan tekanan dan suhu yang sesuai. Untuk prosesnya, bisa dianalogikan dengan proses menyeduh kopi yang sering kita lakukan di rumah. Apabila dimasukkan sejumlah roast & ground coffee ke dalam air panas, maka air panas akan mendorong solid kopi dari melewati pori-pori R&G coffee. Kemudian akan didapatkan ekstrak kopi. Larutan cair yang dihasilkan pada proses ekstraksi dinamakan liquor. Setelah tahap ekstraksi selesai, maka liquor tersebut akan menuju proses evaporasi.
E.3.4. Evaporasi Proses evaporasi bertujuan untuk menguapkan larutan ekstrak kopi/liquor sehingga didapatkan ekstrak yang lebih kental dan kadar airnya berkurang. Pada proses ini ekstrak kopi diberi
perlakuan panas sehingga uap airnya menguap dengan bantuan uap panas. Proses evaporasi ini terjadi di dalam alat yang dikenal dengan evaporator. Di dalam evaporator, larutan ekstrak kopi yang akan diuapkan berada di dalam tube dan media pemanas yang digunakan, steam, berada di luar tube. Panas dari steam akan ditransfer melewati tube menuju larutan ekstrak kopi. Temperatur steam menjadi lebih rendah dan kemudian akan terkondensasi menjadi cair (kondensat). Kondensat akan terpisah dengan steam dan dikumpulkan untuk kemudian dikirim kembali ke boiler, di mana akan diproses kembali menjadi steam. Pada proses perubahan wujud steam menjadi cair, terjadi pelepasan sejumlah energi panas. Energi inilah yang akan menyebabkan kenaikan temperatur dari larutan ekstrak kopi dan menguapkan sejumlah kandungan air di dalamnya, yang sering disebut sebagai kalor laten. Proses ini mempengaruhi proses berikutnya karena jika tingkat evaporasi rendah maka harus dilakukan pengeringan semprot yang lebih lama lagi dan itu menambah biaya produksi. E.3.5. Pengeringan Semprot (Spray Drying) Ini adalah proses terakhir dalam proses kopi bubuk yaitu mengubah bentuk kopi dari bentuk cair menjadi bentuk bubuk dengan bantuan suhu (panas/dingin). Umumnya terdapat 2 metode untuk mengubah dari bentuk cair ke bentuk bubuk kopi yaitu dengan pengeringan semprot dan pengeringan beku (freeze drying). Pengeringan semprot bertujuan untuk mengubah larutan ekstrak kopi dari bentuk cair menjadi bentuk fines/bubuk yaitu dengan menyemprotkan cairan kopi dengan udara yang panas dari ketinggian tertentu. Pengeringan beku mempunyai prinsip kerja yang sama hanya saja larutan ekstrak kopi tidak dipanaskan melainkan didinginkan, sehingga uap air yang terdapat dalam larutan ekstrak kopi menjadi es
sehingga didapatkan padatan kopi. Setelah proses tersebut, maka akan didapatkan kopi bubuk. Selain memproduksi kopi bubuk/fines coffee juga diproduksi kopi teraglomerasi (aglomerated coffee), yaitu kopi bubuk yang diberi perlakuan uap basah bertekanan rendah sehingga bubuk kopi menjadi basah dan menyatu dengan bubuk kopi yang lain sehingga ukurannya lebih besar/teraglomerasi.
Fines coffee
Agglomerated coffee
Gambar 5. Contoh dan proses pembentukan aglomerat kopi instan
R&G GC
penyangraian
Thin liquor ekstraksi
• Penyangraian biji kopi • Biji kopi yang telah di pecah menjadi ukuran yang sehingga kadar air lebih kecil di berikan air berkurang dan meningkatkan volume biji panas untuk meng -ekstrak kopi tersebut kopi tersebut • Setelah disangrai biji kopi tersebut di Grinding untuk memudahkan proses ekstraksi
Thick liquor evaporasi
• Larutan Kopi dari hasil ekstraksi di uapkan dengan diberikan panas untuk mengurangi kadar air sehingga didapatkan larutan kopi yang lebih kental
spray drying
Instant coffee
• Proses pengurangan kadar air dengan disemprotkan uap panas melalui nozzle
Gambar 6. Bagan proses produksi dari biji kopi hingga menjadi kopi instan Selain kopi instan, ada juga kopi mixes yaitu kopi dengan tambahan gula, krim dan bahan-bahan lainnya (garam, kokoa, flowing agent, dll), contoh produknya adalah Nescafe 3 in 1 original, Nescafe cappucino, Nescafe ice, dan lain-lain yang dalam aplikasinya semua itu dilakukan di dry mix (mencampur kering) atau mencampur bahan-bahan tersebut tanpa air sama sekali.
Proses produksi coffee mixes di pabrik Panjang telah menggunakan mesin-mesin dengan teknologi tinggi. Mesin yang digunakan dapat bekerja sendiri dan hanya dikontrol oleh operator melalui ruang kontrol yang terpisah. Tahapan proses produksi coffee mixes adalah sebagai berikut : E.3.5.1. Tipping Tipping adalah proses penumpahan bahan baku ke silo yang telah disediakan sebagai tempat untuk melanjutkan ketahapan berikutnya. Pada proses pembuatan coffee mixes, proses tipping pertama kali dilakukan terhadap gula dan krimer. Proses ini dimulai dengan mengambil bahan baku dari warehouse, selanjutnya ditempatkan di area proses produksi. Setelah itu gula dalam kemasan 50 kg dan dalam kemasan 25 kg dipindahkan ke conveyor. Conveyor akan membawa kedua bahan baku tersebut ke tempat dilakukannya proses shifter (pembukaan jahitan kemasan karung dan melepaskan kemasan luarnya) sehingga yang tersisa hanya gula dan krimer yang terkemas dalam kemasan inner-nya yang berupa plastik. Setelah proses shifter selesai dilakukan maka bahan baku yang sudah berada dalam kemasan yang telah terbuka tersebut kembali dihantarkan melalui conveyor menuju silo untuk dilakukan proses tipping. E.3.5.2. Penyaringan Setelah gula dan krimer di-tipping ke dalam silo yang berbeda, selanjutnya gula dan krimer msing-masing masuk ke dalam screw yang berfungsi mengalirkan gula dan krimer ke shifter. Ketika gula dan krimer jatuh ke shifter yang berbeda maka kedua bahan tersebut akan dihalangi oleh filter yang akan menyaring dan memisahkan benda-benda asing yang tidak diinginkan. Setelah tersaring kedua bahan tersebut akan masuk kedalam shifter yang berbeda untuk dihaluskan.
Setelah itu kedua bahan masuk ke dalam dua pipa yang berbeda pula dan secara langsung akan ditiup oleh blower untuk dihantarkan ke hopper/silo penampungan, yang berada di silo room.
E.3.5.3. Milling sugar Di ruang silo, khusus untuk gula terdapat dua silo yang berbeda. Silo yang pertama digunakan untuk menampung gula yang belum digiling. Selanjutnya gula tersebut digiling dan setelah digiling gula tersebut kembali dipindahkan ke dalam silo kedua. Sedangkan krimer, setelah ditiup blower langsung masuk kedalam silo penampungan. Untuk kopi instan, bahan baku didapatkan langsung dari bagian manufacturing yang dipindahkan melalui totebin. Dari totebin kopi di-tipping, lalu ditransfer ke ruang silo. Sebelum memasuki ruang silo, kopi melewati pipa hexagon yang berfungsi memperkecil ukuran partikel kopi. E.3.5.4. Weighing hopper Proses selanjutnya adalah penentuan jumlah kopi, gula dan krimer yang dibutuhkan. Ketiga bahan tersebut akan ditimbang secara otomatis sesuai dengan formula yang telah ditentukan dengan menggunakan weighing hopper. E.3.5.5. Mixer Selanjutnya ketiga bahan tersebut dicampur di dalam mesin mixer sehingga diperoleh powder yang tercampur dengan
homogen.
Selain
itu,
produk
premix
juga
ditambahkan di mesin ini. Penambahan premix dapat dilihat dari sistem komputer yang berada di ruangan kontrol. Ketika premix habis maka secara otomatis akan muncul alarm di PC. Pengontrolan semua proses ini dilakukan dari ruangan kontrol.
Setelah pencampuran selesai, maka melalui PC di ruangan kontrol akan ada informasi bahwa mixer full dan powder bisa diambil. Secara otomatis lampu di totebin room akan menyala yang menandakan powder siap di-tipping. Petugas dry mix akan memasukkan powder dari mixer ke totebin untuk di-tipping ke totetilt. Pengambilan sampel dilakukan untuk mengecek SG (specific gravity), dan moisture content (MC), juga tes rasa dan aroma yang dilakukan oleh Departemen QA. Setelah totebin penuh maka operator menggunakan ameise atau hand forklift untuk mengangkat totebin ke totetilt. Lalu powder ditransfer ke mesin-mesin pengemas.
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PRODUK Kopi adalah bahan minuman yang terkait dengan aspek kesehatan dan estetika. Sebagai bahan minuman, kopi memiliki ciri yang khas, karena dapat memberikan nilai kepuasan dan kenikmatan bagi yang meminum, yaitu melalui cita rasa, proses fisiologis dan psikologis. Oleh karena itu, aspek mutu, terutama mutu cita rasa sangatlah menentukan. Budaya minum kopi sebagai penyegar yang telah berlangsung selama berabad-abad di negara konsumen telah mengembangkan bisnis yang nilainya milyaran dolar Amerika, dan kegiatan ini telah memicu sektor lain untuk berperan serta berkreasi guna mendapatkan kenikmatan minum kopi yang optimal. Dalam rangka memperoleh kenikmatan yang optimal ini, budaya minum kopi bahkan telah mendorong berkembangnya industri berbasis teknologi canggih untuk berpacu dalam menemukan peralatan yang sesuai dengan harapan para peminum kopi. PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory yang merupakan anak perusahaan dari PT. Nestlé menghasilkan dua jenis produk kopi, yaitu kopi instan dan kopi mixes. Pada dasarnya proses produksi kedua jenis produk kopi ini terdiri dari penyangraian, penggilingan, ekstraksi, evaporasi dan pengeringan semprot (spray drying). Namun, perbedaan antara kedua kopi ini terletak pada proses setelah pengeringan semprot. Kopi instan akan mengalami proses dari teknologi aglomerasi, sedangkan proses ini tidak dilakukan pada kopi mixes. Pada kopi mixes, setelah dikeringkan dengan pengering semprot, bubuk kopi yang dihasilkan akan dicampur dengan bahan-bahan lain/premix sesuai dengan formula yang diinginkan. Pada umumnya bahan-bahan yang dicampurkan terdiri dari gula, krimer, flavor, garam dan bahan lainnya. Proses pencampuran antara kopi bubuk dan premix dilakukan tanpa air sama sekali. Menurut Sivetz dan Desrosier (1979), pada tahun 1966 hingga 1969, perusahaan General Food dan Nestlé memperkenalkan kopi instan dengan pengeringan beku dan semprot. Sebagian pelanggan tidak menyukai produk
ini dikarenakan harga produk yang sangat mahal. Selain itu, kopi instan dengan pengeringan semprot membutuhkan 20 hingga 40 detik untuk larut dalam air mendidih dan selalu meninggalkan busa pada bagian permukaan kopi. Nescafe memperkenalkan produk kopi dalam bentuk teraglomerasi. Partikel-partikel berukuran 0,1 mm yang dihasilkan dari pengeringan semprot bergabung menjadi kelompok berukuran 3 mm. Perubahan bentuk ini bertujuan meningkatkan kelarutan kopi dan untuk mengurangi pembentukan busa pada larutan kopi (Sivetz dan Desrosier, 1979). Tujuan utama aglomerasi yang dilakukan di PT. NI-PF adalah untuk memperbaiki warna kopi dan meningkatkan kelarutan kopi instan. Menurut Clarke dan Macrae (1989), aglomerasi pada kopi instan merupakan bentuk granula yang dihasilkan dari bubuk kopi hasil pengeringan semprot. Rata-rata ukuran granula adalah 1,4 mm. Granula pada umumnya berwarna lebih gelap dari pada bubuk kopi. Aglomerasi kopi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode. Oleh sebab itu, beberapa perusahaan penghasil kopi instan mempatenkan teknik yang mereka gunakan. Beberapa paten tipe aglomerasi kopi instan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Paten tipe aglomerasi kopi instan Nomor Paten Tahun 1961 USP 2,977,203 1971 USP 3,554,760 1971 USP 3,615,670 1973 USP 3,695,165 USP 3,514,300 1970 BP 1,176,320 1967 USP 3,679,416 1972 USP 3,966,975 1974 BP 1,385,192 1974 USP 3,6151,669 1971 Sumber : Clarke dan Macrae (1989)
Pemilik Paten General Foods Corporation
Nestlé Chock Full O’Nuts Corporation Niro Atomizer A/S Procter & Gamble
Dua tipe mekanisme pengikatan antara partikel-partikel padat dalam proses aglomerasi adalah adhesi partikel tanpa jembatan antar partikel dan adhesi dengan jembatan antar partikel. Mekanisme pengikatan tanpa jembatan antar partikel padat terdiri dari:
1. Gaya Van der Waals yang menyebabkan aglomerasi kering di dalam bubuk kopi. 2. Gaya elektrostatik di antara isolator dan konduktor yang dapat menghasilkan pemisahan muatan yang disebabkan oleh penggilingan kopi. Gaya ini juga menyebabkan aglomerasi kering. 3. Serta permukaan kasar partikel yang mampu mengikat partikel lain. Selain itu, mekanisme-mekanisme adhesi partikel dengan jembatan antar partikel padat terdiri atas: 1. Sinter bridge yang terbentuk ketika substansi dipanaskan hingga 60% dari suhu leleh. 2. Jembatan cairan terkristalisasi terbentuk karena penambahan pelarut yang selanjutnya diberi pengeringan. 3. Jembatan cairan terbentuk akibat penambahan cairan pengikat. 4. Kapiler-kapiler berisi cairan terbentuk ketika ditambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang signifikan. Prinsip-prinsip dalam aglomerasi yang menggunakan uap panas/steam dapat dideskripsikan dalam lima tahap. Partikel kering/bubuk yang merupakan hasil dari pengeringan semprot akan masuk ke dalam zona aglomerasi dengan cara jatuh bebas/free fall. Selanjutnya permukaan partikel dibasahi oleh uap panas kondensasi. Kemudian terdapat pemutusan komponen-komponen terlarut. Lalu terjadi aglomerasi partikel-partikel dan pembentukan jembatan cairan. Pada tahap akhir, partikel tersebut akan dikeringkan sehingga terbentuk jembatan padat/solid bridges dan didapatkan partikel kopi teraglomerasi. Produk PT. NI-PF yang merupakan kopi teraglomerasi adalah ”Nescafe original” dan ”Nescafe classic”.
B. KEBIJAKAN PT. NESTLE INDONESIA – PANJANG FACTORY ”Good
Food,
Good
Life”
merupakan
slogan
Nestlé
yang
menggambarkan komitmen Nestlé sebagai produsen makanan yang peduli akan kesehatan umat manusia dengan menghasilkan makanan yang sehat, bermutu, aman, berkualitas, bergizi, dan menyenangkan untuk dikonsumsi, demi mewujudkan kehidupan yang lebih baik.
Seperti perusahaan lain, PT. NI-PF juga memiliki visi, nilai-nilai, tujuan bersama, serta motto. Visi PT. NI-PF adalah meningkatkan nutrisi, kesehatan, dan keafiatan konsumen Indonesia. Nilai-nilai yang dipegang adalah kejujuran dan
integritas,
kepercayaan
dan
rasa
hormat,
kepemimpinan
dan
kesempurnaan, serta kualitas dan keselamatan. Tujuan PT. NI-PF adalah 1) meraih kepercayaan konsumen dan menjadi perusahaan makanan, nutrisi, kesehatan dan keafiatan yang paling terkemuka di Indonesia, 2) melalui pelayanan konsumen yang meningkatkan kualitas hidup mereka, maka kepastian laba, kesinambungan, dan pertumbuhan modal yang efisien dalam jangka panjang akan terjamin dalam jangka panjang, 3) berjuang menjadi pemimpin pasar atau posisi kuat nomor dua dalam semua kategori di pasar tempat kita beroperasi. Motto PT. NI-PF yaitu Passion For Our Consumer (semangat demi konsumen kita) (Nestle, 2007). Nestlé meringkas kebijakan yang dimilikinya menjadi suatu logo yang menggambarkan keseluruhan kebijakan sehingga dapat dengan mudah dihafal dan dipahami oleh seluruh karyawan. Logo tersebut berupa tangan kanan yang menggenggam keempat jari selain ibu jari. Pada ibu jari terdapat tulisan “ZERO”, sedangkan pada keempat jari berturut-turut tertulis “accident, defect, complaint, waste”. Agar kebijakan ini dapat menyentuh seluruh tingkatan karyawan,
maka logo ini disosialisasikan diantaranya dengan cara
menempelkan logo pada bagian punggung baju seragam kerja karyawan, menjadikannya sebagai wallpaper di seluruh komputer dan seluruh user, serta mencatumkan logo ini pada handbook, logbook, logsheet, spanduk, surat, dll. Acara-acara khusus dan lokasi-lokasi yang strategis merupakan upaya yang ditempuh dalam menerapkan integrated management system (IMS) dan memastikan pemahaman karyawan akan IMS. Acara yang dilakukan khusus untuk IMS champions berupa meeting rutin yang dilaksanakan seminggu sekali (selama proyek IMS berlangsung), sedangkan acara untuk karyawan selain IMS champions berupa training yang dilaksanakan minimal dua kali dalam setahun. Kehadiran pada meeting rutin maupun training akan dicatat dalam meeting record dan training record. Selain itu juga dilakukan IMS kick off yang dihadiri oleh seluruh karyawan PT. NI–PF.
Kebijakan mutu, K3 dan lingkungan, visi, value, motto, dan slogan diletakkan di tempat-tempat strategis. Upaya ini diharapkan agar karyawan maupun tamu dapat mengetahui bahkan memahami khususnya kebijakan dan visi Nestlé. Lokasi-lokasi tersebut diantaranya adalah ruang tunggu tamu, meeting room, learning room, kantin, koridor DOR, line produksi, dll. Kebijakan dan logo PT. Nestlé Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.
C. INTEGRATED MANAGEMENT SYSTEM Menurut Whitelaw (2004), integrated management system adalah suatu sistem manajemen yang terdiri dari ISO 14001 ditambah paling tidak satu sistem manajemen lain. Baik kedua (atau lebih) sistem manajemen tersebut harus berjalan bersamaan dengan sistem manajemen lain dan dapat diaudit oleh suatu badan eksternal. IMS merupakan gabungan dari tiga sistem manajemen yang diterapkan secara bersamaan, yaitu ISO 9001 (sistem manajemen mutu), ISO 14001 (sistem manajemen lingkungan), dan OHSAS 18001 (sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja). Sistem manajemen tersebut dibuat oleh suatu organisasi independen, yaitu
ISO (International Organization for
Standardization) untuk ISO 9001 & 14001, dan BSI (British Standards Intitution) untuk OHSAS 18001. Ketiga sistem manajemen ini diakui secara internasional dan telah diadopsi, baik oleh institusi pemerintah, swasta, dll. PT. NI-PF hingga saat ini memiliki sistem manajemen internal mengenai mutu, lingkungan, dan K3. Sistem manajemen internal tersebut adalah Nestlé Quality System
(NQS) yang ekuivalen
dengan
ISO
9001, Nestlé
Environmental Management System (NEMS) yang ekuivalen dengan ISO 14001, serta Operational Safety, Health, and Risk Management System (OSHRMS) yang ekuivalen dengan OHSAS 18001. Hingga saat ini NQS adalah panduan mutu bagi Nestlé yang menunjukkan cara pencapaian mutu dari sudut pandang Nestlé. Nestlé selalu menganggap bahwa sukses dibangun dari mutu. Lebih lanjut, mutu adalah keuntungan kompetitif dalam pemuasan kebutuhan konsumen. Mutu tersebut
melingkupi perencanaan hingga pelaksanaan yang dilaksanakan oleh semua pihak dengan usaha bersama. NQS juga menggambarkan organisasi dan tanggung jawabnya dalam seluruh jajaran Nestlé, mulai dari pusat, daerah, divisi bisnis hingga pabrik, serta dalam hubungannya dengan pemasok. NQS digunakan untuk semua produk yang dijual menggunakan nama grup Nestlé. Tidak hanya itu, NQS juga digunakan oleh seluruh partner bisnis yang terlibat dalam produk-produk Nestlé. Sistem ini terdiri dari 36 elemen yang setaraf dengan klausul-klausul yang terdapat di dalam ISO 9001. Elemen-elemen NQS dapat dilihat pada Lampiran 3. Panduan dalam implementasi NQS terbagi menjadi dua, yaitu tingkat prioritas utama (First Priority Level), yaitu keamanan pangan, dan Advanced Level, yaitu konsistensi produk dan preferensi konsumen. Prioritas utama berupa persyaratan minimum absolut untuk menjamin kemanan pangan. Elemen-elemen dalam sistem mutu yang harus diimplementasikan secara menyeluruh, dipertahankan secara konstan, dan tidak dapat ditawar lagi, yaitu GMP, HACCP, pengawasan terhadap patogen pada lingkungan produksi, Quality Monitoring Scheme (QMS), kalibrasi instrumen, identifikasi lot, pengkodean, recall, dsb. Sebagai salah satu produsen makanan terkemuka, PT. Nestlé Indonesia memberikan perhatian yang sangat serius terhadap masalah keamanan dari produk yang dihasilkan. Keamanan pangan adalah aspek mutu yang tidak bisa ditawar. PT. Nestlé Indonesia memberikan jaminan bahwa semua produk yang dihasilkan tidak akan menimbulkan bahaya kesehatan bagi konsumen. Jaminan tersebut diberikan dalam bentuk penerapan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dalam seluruh proses produksi dari seluruh produk yang dihasilkan. Penerapan HACCP merupakan elemen yang tidak terpisahkan dari penerapan
NQS.
Sistem
HACCP
adalah
suatu
sistem
yang
mengidentifikasikan bahaya spesifik yang mungkin timbul dalam mata rantai produksi makanan dan tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut dengan tujuan untuk menjamin keamanan pangan. HACCP
merupakan alat yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penyakit atau luka akibat mengkonsumsi produk. Pihak manajemen Nestlé sangat berkomitmen untuk menggunakan prinsip-prinsip HACCP Codex Alimentarius. Implementasi Nestlé GMP (NGMP) merupakan prasyarat yang sangat penting di dalam HACCP. HACCP juga merupakan pertimbangan utama dalam rantai suplai produk pangan, dimulai dari desain produk dan sumber bahan baku, termasuk aplikasi proses pada supplier, proses produksi, dan distribusi hingga persiapan dan konsumsi oleh konsumen akhir. Hal ini diistilahkan dengan “From Farm To Table”. Tanggung jawab manajemen adalah untuk menjamin bahwa tiap-tiap pabrik yang beroperasi benar-benar menjalankan HACCP. Sistem HACCP harus diterapkan oleh seluruh unit Nestlé di seluruh dunia. Dalam penerapannya, PT. Nestlé yang berkedudukan di Swiss telah menyusun panduan untuk menerapkan atau melakukan studi HACCP. Dengan demikian penerapan HACCP dilakukan seragam sesuai dengan standar Nestlé. Hal ini akan sangat berguna untuk mengembangkan sistem HACCP. Studi terhadap HACCP bertujuan mengevaluasi kemungkinan bahaya keamanan pangan, menghilangkan bahaya tersebut jika memungkinkan atau untuk menemukan cara dalam mengendalikan bahaya sampai pada tingkat yang aman. Studi tersebut merupakan cara untuk menemukan tahap kritis dalam rantai produksi dan distribusi yang harus dikendalikan untuk menjamin produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi. Meskipun terjadi transfer sistem manajemen, yaitu dari sistem manajemen internal menjadi IMS (NQS, NEMS, dan OSHRMS), namun ketiga sistem manajemen internal Nestlé masih tetap berlaku dan menunjang sistem yang baru. Hal ini dikarenakan sistem manajemen internal Nestlé lebih bersifat spesifik, yaitu sesuai dengan ciri khas operasional Nestlé sebagai perusahaan makanan, dibandingkan dengan IMS yang merupakan sistem manajemen yang lebih bersifat umum dan dapat diterapkan di berbagai jenis perusahaan. Perubahan sistem manajemen dari internal Nestlé menjadi IMS ini disebabkan oleh faktor dari luar dan dari dalam Nestlé sendiri. Faktor dari luar
adalah adanya tuntutan konsumen agar sistem manajemen internal Nestlé diubah menjadi sistem manajemen yang berlaku secara internasional, baik terhadap mutu, keselamatan dan kesehatan kerja, serta lingkungan. Faktor utama dari dalam diantaranya adalah adanya beragam sistem yang berjalan bersamaan, berbeda area implementasi dan tanggung jawab, serta konflik implementasi, pengendalian, dan pemeliharaan. Dengan demikian IMS diharapkan dapat menjadi pendekatan yang sinergis, menghemat waktu, usaha, dan biaya, mencegah konflik, pengulangan, dan duplikasi, serta memudahkan pemeliharaan dokumen, sehingga akan terbentuk sistem yang terstruktur dan terkendali. Menurut Whitelaw (2004), alasan pengintegrasian sistem manajemen adalah untuk: 1. Mengurangi biaya dalam bisnis dan memberikan nilai tambah pada proses. Biaya yang dimaksudkan di sini adalah yang berkaitan dengan efisiensi waktu manajemen. Hal ini meliputi waktu oleh auditor (internal auditor dan auditor dari badan sertifikasi). Pengurangan dalam waktu manajemen sangat mempengaruhi keuntungan biaya internal. Pengurangan waktu manajemen ini dapat dikurangi jika elemen dari sistem manajemen dapat dilaksanakan pada waktu yang sama dengan elemen sistem manajemen yang lain. Alasan lainnya adalah adanya nilai tambah. IMS diharapkan dapat menjamin bahwa aktivitas dan proses-proses operasi suatu manajemen sistem memiliki pengaruh positif dan dapat diukur terhadap keuntungan dan loss account dari suatu bisnis. 2. Mengurangi resiko demi kelangsungan bisnis. Manajemen dari suatu organisasi harus melakukan analisis resiko dengan baik. Berikut ini tiga komponen utama dalam analisis resiko: a. Mutu: apa saja resiko dari suplai produk dan jasa yang tidak memenuhi persyaratan konsumen dan yang paling penting adalah tidak up to date dengan perubahan (konsep dari perbaikan berkelanjutan). ISO 9001 adalah alat untuk mengurangi resiko-resiko ini.
b. Lingkungan : apa saja resiko akibat tidak memenuhi perundangan, jika organisasi tidak dapat up to date pada praktek-praktek terbaik terhadap manajemen lingkungan, dan resiko akibat aktivitas yang dapat merugikan publik terhadap nama perusahaan. ISO 14001 adalah alat untuk mengurangi resiko-resiko ini. c. Kesehatan dan Keselamatan Kerja : apa saja resiko dari aktivitas yang menyebabkan luka yang diakibatkan oleh kelalaian dan praktekpraktek yang out of date. Resiko-resiko ini paling tidak meliputi hilangnya waktu kerja yang mengakibatkan turunnya produktivitas hingga beralih kepada kriminalitas atau berkaitan dengan hukum akibat karyawan yang terluka. OHSAS 18001 adalah alat untuk mengatur resiko-resiko ini. Siklus implementasi terintegrasi untuk perbaikan berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan perbandingan dari klausul-klausul ISO, OHSAS dan NQS yang menunjukkan pendekatan standar dan kesamaan struktur dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada dasarnya ketiga sistem manajemen dalam IMS ini sangat berbeda, namun ada persyaratan-persyaratan/klausul-klausul yang penerapannya dapat diintegrasikan, yaitu kebijakan; obyektif dan target; tugas dan tanggung jawab; pelatihan dan kompetensi; pengendalian dokumen; pengendalian catatan; tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan; audit; dan tinjauan manajemen. Proses manajemen di PT. NI-PF dalam pelaksanaan IMS terdiri dari komitmen manajemen, pembuatan kebijakan perusahaan, pengangkatan management representative, melakukan management review, dan audit internal. Manajemen puncak PT. NI-PF telah menyatakan komitmennya untuk menjalankan sistem manajemen mutu sesuai persyaratan ISO 9001:2000, sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS 18001:1999, dan sistem manajemen lingkungan ISO 14001:2004. Selanjutnya sebagai dasar dari IMS perusahaan maka manajemen menentukan kebijakan PT. NI-PF.
OHSAS 18001 Clause 4.6 Management Review
ISO 9001 Clause 5.6 Management Review ISO 14001 Clause 4.6 Management Review
OHSAS 18001 Clause 4.5 Checking and Corrective Action
ISO 14001 Clause 4.1 General Requirements ISO 9001 Clause 4.1 General Requirements OHSAS 18001 Clause 4.1 General Requirements
ISO 9001 Clause 8.0 Measuring Analysis and Improvement
ISO 14001 Clause 4.5 Checking and Corrective Action
ISO 14001 Clause 4.2 Environmental Policy
OHSAS 18001 Clause 4.2 OHSAS Policy
ISO 9001 Clause 5.1 Management Committment
OHSAS 18001 Clause 4.4 Implementation and Operation ISO 14001 Clause 4.4 Implementation and Operation ISO 9001 Clause 7.0 Product Realization
ISO 14001 Clause 4.3 Planning ISO 9001 Clause 5.4 Planning
OHSAS 18001 Clause 4.3 Planning
Gambar 7. Siklus implementasi terintegrasi untuk perbaikan berkelanjutan (Whitelaw, 2004)
Dalam menjalankan, memelihara, dan meningkatkan sistem manajemen QSHE, manajemen PT. NI-PF juga telah menunjuk perwakilan manajemen sebagai penanggung jawab utama, yang dalam pelaksanaan kerja sehari-hari harus didukung oleh semua karyawan. Pembahasan kinerja IMS PT. NI-PF akan dilakukan di dalam meeting tinjauan manajemen (management review) secara rutin, yang dihadiri oleh Factory Manager dan Head of Department tiap departemen. Tinjauan manajemen ini akan dilaksanakan minimal setiap enam bulan sekali.
Pelaksanaan internal audit dilakukan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan, untuk mengetahui apakah pelaksanaan IMS, proses, dan produk telah: 1.
Sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan,
2.
Sesuai persyaratan ISO 9001:2000, OHSAS 18001:1999 dan ISO 14001:2004
3.
Sesuai terhadap persyaratan IMS yang telah ditentukan oleh PT. Nestlé Indonesia Panjang Factory.
4.
Sesuai terhadap persyaratan pelanggan dan perundang-undangan yang berlaku
5.
Secara efektif diterapkan dan diimplementasikan. Pelaksanaan IMS, khususnya pada tahap persiapan IMS bukanlah hal
yang mudah sehingga dibutuhkan SDM khusus yang mampu menanganinya sehingga IMS dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini, penanggung jawab tertinggi IMS adalah Chief Executief IMS, yaitu Factory Manager (FM), yang bertanggung jawab secara keseluruhan untuk memastikan bahwa IMS berjalan efektif. Secara operasional, penerapan IMS di seluruh area pabrik dikoordinir oleh Management Representative (MR), yaitu Head of Department (HOD) QA, dengan dibantu oleh Deputi IMS, yaitu SHE officer, dan seluruh HOD dan Direct Report untuk penerapan di seluruh departemen. Penerapan IMS di masing-masing departemen oleh para HOD akan dibantu oleh koordinator IMS/IMS champions masing-masing departemen. Pengendalian dokumen yang meliputi pengeluaran, pendaftaran, pengesahan, pendistribusian, dan penarikan dokumen dikoordinir oleh Central Document Controller. Pada pelaksanaannya, PT. NI-PF dibantu oleh konsultan dari perusahaan InQuest Consulting. Tahapan-tahapan dalam penerapan IMS adalah penyusunan dokumen Process Mapping beserta Environmental Aspects (EA) dan Hazard Identification and Risk Assessment (HIRA); pemenuhan persyaratan undangundang dan persyaratan lainnya; penyusunan dokumen dari level 1 hingga level 4; sosialisasi dan penerapan IMS; internal audit; management review
meeting; serta continual improvement. Siklus plan, do, check, action dari ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001 dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Siklus PDCA IMS
Pelaksanaan IMS pada akhirnya berguna untuk memastikan hal-hal yang berkaitan mutu, lingkungan, serta keselamatan dan kesehatan kerja. a. Mutu Mutu merupakan suatu karakteristik / sifat yang harus dimiliki suatu produk. Karakteristik tersebut harus sesuai dengan keinginan pelanggan, keamanan pangan, serta peraturan dan persyaratan yang berlaku yang dapat dipenuhi pada proses produksi dan penyerahan produk pada pelanggan. Pemastian akan mutu ini dilakukan oleh Nestlé melalui tiga tahapan, yaitu uraian mengenai definisi produk, penyesuaian terhadap regulasi internal maupun eksternal yang berlaku, dan penyesuaian dengan Quality Monitoring Scheme (QMS). Oleh sebab itu, hal-hal yang harus dilakukan terhadap mutu adalah mengetahui QMS yang berlaku di setiap tahapan proses, hanya meneruskan dan melakukan proses atas bahan baku atau Work In Process (WIP) dan atau produk yang memenuhi ketentuan dalam QMS, serta memisahkan WIP atau produk yang tidak memenuhi ketentuan QMS dan melakukan investigasi sebagai tindak lanjut.
b. Lingkungan Lingkungan merupakan sekeliling dimana PT. NI-PF beroperasi. Nestlé memastikan lingkungan ini dengan beberapa tahap, yaitu pertamatama mengidentifikasi aspek penting lingkungan, lalu menyesuaikannya dengan peraturan, persyaratan serta norma-norma yang berlaku, dan pada akhirnya
dilaksanakan
sesuai
dengan
prosedur
pengelolaan
dan
pengendalian yang bersesuaian. Aspek penting lingkungan adalah aspek lingkungan yang dapat mengakibatkan dampak penting bagi lingkungan. Aspek penting lingkungan diantaranya adalah konsumsi sumber daya (air, listrik, material) yang tinggi, limbah (tidak berbahaya) dalam jumlah yang besar, limbah yang termasuk limbah bahan beracun dan berbahaya, pencemaran lingkungan akibat aktivitas (kebisingan, getaran, bau, asap, dll), serta pencemar spesifik seperti freon dan gas rumah kaca. Identifikasi terhadap aspek penting lingkungan di tiap proses dilakukan terhadap aspek-aspek yang berpotensi menimbulkan pencemaran, pemborosan sumber daya alam, serta yang dapat mengakibatkan bencana lingkungan. c. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pengelolaan keselamatan harus sesuai dengan peraturan dan persyaratan yang berlaku serta senantiasa mencegah terjadinya kecelakaan. Nestlé melakukannya dengan cara melaksanakan identifikasi terhadap bahaya-bahaya yang beresiko tinggi, kemudian menyesuaikannya dengan peraturan, persyaratan serta norma-norma yang berlaku, lalu dilaksanakan dengan dibantu oleh prosedur pengelolaan yang ada. Bahaya dengan resiko tinggi adalah bahaya yang frekuensi terjadinya cukup tinggi (hampir setiap hari) dan atau frekuensinya rendah, namun tingkat keparahannya tinggi. Bahaya yang termasuk beresiko tinggi adalah bekerja di ketinggian, pekerjaan dengan alat bergerak bermotor (forklift, truk,
dll),
pengoperasian
boiler,
power
generator,
kompresor,
pengoperasian mesin egron, pekerjaan khusus, serta pekerjaan dengan high/low pressure, high/low temperature, dan chemical explosure. Hal yang harus dilakukan terhadap safety adalah mengetahui bahaya resiko
tinggi di tiap tahap proses, yaitu yang dapat mengakibatkan orang cedera, berpotensi menyebabkan kerusakan bangunan, fasilitas dan sarana kerja, yang dapat mengakibatkan orang menjadi sakit/penyakit akibat kerja, dan yang dapat mengakibatkan bencana lingkungan. Baik lingkungan maupun K3 harus dilakukan berdasarkan prosedur pengendalian yang bersesuaian. Beberapa kegiatan utama, selain kegiatan rutin dokumentasi dan meeting yang dilakukan oleh IMS champions PT. NI-PF adalah IMS Kick Off, external meeting, dan benchmarking ke PT. Great Giant Pineapple (PT. GGP). Pada tanggal 16 Maret 2007, IMS champions melaksanakan Integrated Management Systems Kick Off. Kegiatan ini merupakan pembuktian bahwa IMS siap untuk diterapkan di PT. NI-PF. Kegiatan ini dihadiri oleh karyawan, para HOD, serta Factory Manager. Acara dibuka dengan sambutan dari Factory Manager, dilanjutkan dengan presentasi mengenai Integrated Management Systems oleh MR dan DMR, lalu diakhiri dengan hand over folder dokumen IMS dari Factory Manager kepada IMS champions. External meeting yang dilakukan pada tanggal 10 April 2007 merupakan salah satu rencana dari IMS Kick Off yang telah dilaksanakan pada tanggal 16 Maret 2007 yang lalu. Program ini bertempat di Hotel Sahid Bandar Lampung, dimulai pada pukul 08.00 dan diakhiri pada pukul 17.00 WIB. Tujuan dilaksanakannya external meeting ini adalah agar para IMS champions lebih berkonsentrasi ketika membedah klausul-klausul ISO 9001, 14001, dan OHSAS 18001 yang ada dalam ceklis audit. Konsentrasi cukup sulit dicapai apabila meeting dilakukan di lingkungan pabrik, hal ini disebabkan konsentrasi para champions akan terpecah antara pekerjaan dan meeting proyek IMS. Berdasarkan hasil dari external meeting ditetapkan bahwa distribusi dokumen ke departemen-departemen dan line-nya dimulai pada 30 April 2007, sedangkan penarikan dokumen lama yaitu dimulai pada tanggal 2 Mei 2007. Target distribusi dokumen dan penarikan dokumen lama dapat tercapai dengan baik, meskipun masih terdapat beberapa departemen yang belum menarik dokumen lama mereka dari line. Tidak hanya itu, masih
terdapat departemen yang masih mendaftarkan dokumen level 4 mereka, seharusnya seluruh dokumen baik level 2, 3, maupun 4 sudah didaftarkan seluruhnya jauh sebelum target distribusi dokumen. Hal ini dapat dimaklumi, sebab PT. NI-PF hanya memiliki waktu 6 bulan dalam menyelesaikan proyek ini hingga tahap sertifikasi. Tentunya hal ini tidaklah mudah, terutama pada tahap dokumentasi, banyaknya dokumen yang sebelumnya tidak begitu terkontrol menyebabkan sulitnya para IMS champion dalam mendaftarkan seluruh dokumen mereka. Salah satu action plan dalam proyek IMS ini adalah benchmarking ke perusahaan pangan yang sudah lebih dulu menerapkan integrated management system. Berdasarkan beberapa pertimbangan maka ditetapkan bahwa perusahaan yang dikunjungi adalah PT. Great Giant Pineapple. Jarak lokasi benchmarking merupakan salah satu pertimbangan bagi PT. NI-PF dalam memilih perusahaan untuk dilaksanakannya benchmarking. Lokasi PT. GGP dapat ditempuh dalam waktu ± 2 jam dari PT. NI-PF. PT. GGP merupakan perusahaan pangan yang memproduksi serta mengekspor buah nanas dalam kemasan kaleng. Perusahaan ini sudah menerapkan ISO 9001 sejak tahun 1996, kemudian pada tahun-tahun berikutnya perusahaan tersebut melengkapi sistem manajemennya dengan ISO 14001, OHSAS 18001, ISO 22000, serta Social Accountability (SA). PT. GGP banyak membagikan pengalamannya dalam hal proses sertifikasi kepada PT. NI-PF. Salah satu hal yang dapat dipelajari adalah bagaimana karyawan PT. GGP menyusun serta mengatur dokumendokumen yang mereka miliki. Pada awal sertifikasi, yaitu pada tahun 1996, PT. GGP menggunakan jasa konsultan dalam hal penyusunan dokumen dan hal-hal lain yang terkait proses sertifikasi ISO 9001. Saat itu, mereka menyusun dokumen dengan cara menulis kembali semua dokumen lama ke dalam format ISO, hal ini tentunya memakan waktu yang cukup lama. Namun hal ini justru membuat mereka cukup berpengalaman dalam hal dokumentasi, sehingga pada sertifikasisertifikasi selanjutnya mereka tidak lagi menggunakan tenaga konsultan, pengalaman pada saat ISO 9001 membuat mereka yakin dapat
menyelesaikan sertifikasi yang selanjutnya tanpa bantuan konsultan. Hal tersebut memang terbukti, persiapan dokumentasi untuk empat sertifikasi berikutnya memang mereka persiapkan sendiri. IMS champions dari PT. NI-PF diberi kesempatan untuk melihat kondisi perusahaan PT. GGP. IMS champions berkeliling khususnya ke bagian produksi, warehouse, engineering, QC, serta QA yang menyimpan dokumen-dokumen milik PT. GGP. Sosialisasi mengenai kebijakan perusahaan di PT. GGP dapat dikatakan cukup berhasil. Hal ini dibuktikan pada saat Factory Manager PT. NI-PF bertanya kepada salah seorang karyawan yang sedang bekerja di line produksi, karyawan tersebut mampu menjelaskan kebijakan dari perusahaan tempat dia bekerja. Benchmarking ini sangat bermanfaat khususnya bagi PT. NI-PF, sebab dari program inilah PT. NI-PF mendapat masukan-masukan mengenai apa saja yang belum dilakukan, belum diketahui, bahkan mungkin sebelumnya tidak disadari manfaat dan kepentingannya.
D. DOKUMENTASI INTEGRATED MANAGEMENT SYSTEM PT. NI-PF mempunyai kebijakan untuk mendokumentasikan IMS yang diterapkan dengan tujuan : 1.
Untuk memastikan seluruh dokumen (internal atau eksternal) yang digunakan di PT. Nestlé Indonesia - Panjang Factory dalam keadaan terkendali.
2.
Sebagai prasarana untuk pelatihan karyawan.
3.
Sebagai pembuktian penerapan sistem.
4.
Sebagai sumber informasi yang dapat digunakan pada saat akan melakukan perbaikan atau peningkatan proses maupun produk. Dokumentasi IMS terdiri dari beberapa tingkatan dokumen, yaitu level
1, 2, 3, dan 4. Dokumen level 1 adalah Kebijakan dan Manual Nestlé, dokumen level 2 adalah prosedur yang menjabarkan proses-proses dan aktivitas-aktivitas utama yang ada di pabrik Panjang dengan ruang lingkup antar departemen. Dokumen level 3 adalah instruksi kerja yang merupakan dokumen praktis dan operasional di tiap-tiap line atau mesin dengan ruang
lingkup di departemen tertentu, sedangkan dokumen level 4 berupa form-form dan standar yang digunakan baik dalam proses produksi maupun dalam proses-proses pendukungnya.
Kebijakan dan Manual Prosedur Instruksi Kerja/WI
Level IV
Form, Standar, Job Description, QMS, dsb
Gambar 9. Struktur dokumentasi PT. NI-PF
Selain itu, terdapat juga dokumen-dokumen pendukung, yaitu dokumen EA/HIRA (Environmental Aspects/Hazard and Risk Assessment) atau aspek lingkungan dan bahaya kerja, Objective Factory dan departemen di bidang QSHE (mutu, K3, dan lingkungan), dan dokumen Job Description dari tiaptiap fungsi. Struktur dokumentasi PT. NI-PF dapat dilihat pada Gambar 9. MR PT. NI-PF akan melakukan kontrol terhadap semua dokumen yang dijadikan pedoman bagi karyawan dan dokumen yang terkait dengan IMS diatur sesuai dengan prosedur pengendalian dokumen dan persyaratan ISO 9001:2000, OHSAS 18001:1999 dan ISO 14001:2004. Penyusunan, perubahan, penarikan dan pengendalian dokumen dilakukan sesuai dengan prosedur pengendalian dokumen. Dokumen harus dipastikan: a. Ditetapkan lokasinya. b. Ditinjau secara teratur minimal 1 kali setahun, diubah atau direvisi jika perlu dan hanya boleh disetujui oleh personil yang berwenang. c. Versi yang berlaku tersedia di tempat kerja yang relevan untuk memastikan pelaksanaan pengendalian operasional yang efektif.
d. Versi yang tidak berlaku segera ditarik dari lokasi dan dimusnahkan dan dipastikan tidak digunakan sebagai referensi operasional, atau jika untuk disimpan jika perlu dengan identitas tertentu. e. Dokumen di lapangan dan terkendali harus bisa dibaca dan dimengerti oleh personil terkait, dipelihara dan dipastikan penyimpanannya sehingga dapat diperoleh segera jika diperlukan. f. Semua dokumen yang ditujukan pada pihak eksternal harus melalui persetujuan MR atau jika perlu manajemen puncak dan statusnya adalah tidak terkendali. Dokumen-dokumen tersebut terdiri dari soft copy dan hard copy. Dokumen soft copy terdapat di dalam master list intranet yang hanya dapat diakses oleh user tertentu saja. Dokumen yang berbentuk hard copy akan diberi nomor sesuai dengan master list lalu distempel sesuai dengan status dokumen. Dokumen yang digunakan akan diberi stempel “dokumen terkendali” lalu pada stempel tersebut dituliskan nomor salinan dokumen. Dokumen lama yang tidak digunakan lagi akan diberi stempel “obsolete”. Document controller membuat daftar penarikan dokumen lama dan penyerahan dokumen baru sesuai dengan dokumen yang diterima dan yang diberikan, lalu ditandatangani sebagai tanda terima. Seluruh dokumen asli baik dokumen lama maupun yang baru kemudian disimpan oleh document controller. Document controller PT. NI-PF akan menyimpan dan memelihara catatan yang ada di PT. Nestlé Indonesia Panjang Factory dengan cara: 1.
Menyimpannya pada tempat tertentu yang dapat menghindari catatan hilang atau rusak.
2.
Menyimpan catatan sesuai masa penyimpanannya. Lama penyimpanan catatan ditulis pada master list catatan pada masing-masing departemen.
Dasar penentuan masa simpan catatan adalah persyaratan pemerintah, persyaratan pelanggan, dan pertimbangan internal. Diagram alir pembuatan maupun revisi dokumen dapat dilihat pada Gambar 10.
Mulai
Susun / modifikasi dokumen baru / Terima dokumen eksternal
Review Dokumen Baru
tidak OK ya Pendaftaran Dokumen
Penggandaan & Distribusi Dokumen
Penggunaan Dokumen
Selesai Gambar 10. Diagram alir dalam membuat / revisi prosedur / instruksi kerja/ form / checklist
1. Kebijakan dan Manual Kebijakan dan manual merupakan dokumen level satu. Kebijakan adalah pernyataan mengenai komitmen manajemen puncak PT. Nestlé Indonesia terhadap mutu, lingkungan, dan K3. Kebijakan disahkan oleh President Director Nestlé Indonesia. Kebijakan yang dibuat harus sesuai dengan sifat dan tujuan organisasi serta sesuai dengan sifat, skala, dan dampak dari aktifitas dan produknya terhadap lingkungan. Kebijakan berisi komitmen perusahaan dalam memenuhi persyaratan pelanggan, komitmen dalam mencegah pencemaran, serta komitmen
dalam menjalankan peraturan, meliputi produk, proses, K3, dan lingkungan, dan persyaratan lainnya. Kebijakan merupakan kerangka kerja perusahaan dalam membuat sasaran, kemudian harus dilakukan tinjauan terhadap kesesuaiannya. Manual adalah penjelasan dari kebijakan, yaitu pedoman yang menjelaskan mengenai penerapan IMS di lingkungan pabrik. Manual berisi administrasi, status revisi dan penjelasan revisi, pengendalian dokumen, prosedur permintaan, profil perusahaan, riwayat singkat, produk/jasa yang dihasilkan, dan struktur organisasi. Manual dengan jelas memaparkan pendekatan proses dan obyektif proses, identifikasi aspek penting lingkungan, identifikasi bahaya kerja resiko tinggi, serta kebijakan pengendalian mutu, K3, dan lingkungan, dengan menyertakan persyaratan dari acuan standar ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001. Manual di PT. NI-PF dibuat oleh MR yang kemudian disahkan oleh Factory Manager (Chief Executief IMS). Manual bersifat rahasia dan hanya didistribusikan pada level Head of Department dalam bentuk salinan dan harus telah bernomor serta distempel “dokumen terkendali” setelah
melalui
persetujuan
document
controller.
Manual
boleh
didistribusikan pada pelanggan bila secara komersial dipandang perlu atau apabila dituntut dalam persyaratan kontrak. Semua distribusi eksternal harus mendapat persetujuan dari MR. Salinan yang didistribusikan kepada pelanggan termasuk ke dalam salinan tidak terkendali sehingga tidak dapat diperbarui.
2. Prosedur Prosedur merupakan dokumen level tiga yang berlaku umum dan mengatur suatu aktivitas yang melibatkan lebih dari satu departemen. Prosedur menjabarkan proses-proses/aktivitas-aktivitas utama yang ada di pabrik Panjang dengan ruang lingkup antar departemen. Prosedur yang dibuat harus memuat prosedur operasional secara rinci yang mendukung pernyataan kebijakan dan ringkasan prosedur yang termuat dalam manual.
Prosedur dibuat oleh HOD, diperiksa oleh MR, dan disetujui oleh FM. Dokumen ini bersifat rahasia khusus internal Nestlé dan salinan dokumennya hanya dibagikan kepada HOD dan pihak-pihak yang terkait prosedur tersebut. Format prosedur berupa narasi, diagram alir, dan semi diagram alir. Format prosedur PT. NI-PF dapat dilihat pada Tabel 3. Contoh prosedur yang belum terisi dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 3. Format Prosedur PT. NI-PF ISI FUNGSI Menginformasikan tema aktivitas yang dilakukan. Title Terdiri dari klasifikasi dokumen, nomor dokumen, tanggal pengeluaran dan efektif dari dokumen. Terdapat pula kolom tanda tangan yang terdiri dari issued by, checked by, dan approved by. Menginformasikan departemen yang terkait dalam Applicable to penerapan prosedur. Menjelaskan mengenai tujuan dari penerapan Aim prosedur. Memberikan informasi mengenai tugas dan tanggung Scope jawab bagi pihak yang terkait terhadap pelaksanaan prosedur. Menginformasikan referensi yang digunakan dalam Reference penerapan prosedur. Terdiri dari definisi/istilah yang digunakan dalam Content prosedur, rincian/langkah-langkah dalam pelaksanaan prosedur, dan catatan yang berhubungan dengan pelaksanaan prosedur. Menginformasikan mengenai aspek-aspek kesehatan Safety aspects dan keselamatan yang dapat terjadi sebagai akibat dari pelaksanaan prosedur. Menginformasikan mengenai aspek-aspek lingkungan Environmental aspects yang dapat terjadi akibat dari pelaksanaan prosedur. Menginformasikan mengenai dokumen-dokumen Related documents yang berkaitan dengan prosedur, dapat berupa working instruction, standar, SAP, dll. 3. Instruksi Kerja/Working instruction (WI) WI adalah dokumen level tiga yang merupakan penjelasan rinci dari pelaksanaan suatu aktivitas dalam prosedur yang pada umumnya dilakukan oleh satu jabatan atau posisi dengan mempertimabangkan kecakapan personel dan pengaruh aktivitas terhadap mutu. Format yang
digunakan berupa narasi dan gambar/foto/video. Contoh instruksi kerja yang belum terisi dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 4. Perbandingan Prosedur dengan Instruksi Kerja Prosedur Instruksi Kerja Memberikan gambaran umum suatu Secara rinci menjelaskan tugas yang proses. harus dikerjakan. Biasanya membutuhkan dokumen Biasanya dapat berdiri sendiri. penunjang dalam pelaksanaannya. Digunakan oleh banyak personel dari Digunakan oleh satu posisi di bagian berbagai bagian / posisi. tertentu. 4. Records / Catatan Catatan adalah dokumen pendukung berjenis khusus, di PT. NI-PF disebut sebagai dokumen level 4. Pada pelaksanaannya, dokumen level 4 ini tidak hanya terdiri dari catatan (form dan checklist), tetapi juga terdiri dari standar, Quality Monitoring Scheme (QMS), EA/HIRA, job description, MSDS, dll. Catatan merupakan bukti implementasi sistem yang sesuai dengan persyaratan standar dan juga merupakan bentuk komunikasi antar departemen. Tabel 5. Perbandingan Jumlah Dokumen di PT. NI-PF No. Fungsi / Departemen Prosedur 1 3 Secretary 2 13 Safety Health Environment 3 Quality Assurance 9 5 1 Production 6 5 Resource Planning Unit 7 1 Application Group 8 3 Finance and Control 9 Human Resources 10 Industrial Performance 11 Engineering Jumlah 35 Note : Jumlah dapat berubah sewaktu-waktu. Aspek
pengendalian
catatan
adalah
WI 18 93 160 28 13 31 9 3 78 433
identitas,
Form 6 22 165 136 18 8 37 94 11 53 552
penyimpanan,
pemeliharaan, dan pemusnahan. Identitas terdiri dari siapa yang membuat catatan dan kapan dibuatnya. Aspek penyimpanan terdiri dari masa simpan, metode simpan, metode indeks, lokasi penyimpanan,dan tanggung jawab. Aspek pemeliharaan yaitu dapat dibaca, dapat ditelusuri, dapat
diperoleh dengan mudah, sedangkan aspek pemusnahan terdiri atas metode pemusnahan dan status kerahasiaan. Contoh form dapat dilihat pada Lampiran 8, sedangkan perbandingan jumlah dokumen PT. NI-PF dapat dilihat pada Tabel 5. E. AUDIT INTERNAL Ada dua tipe audit yang dibutuhkan dalam meregistrasi standar, yaitu audit oleh suatu badan sertifikasi eksternal yang biasa disebut sebagai audit eksternal, dan audit oleh staf internal yang telah di training untuk mengaudit yang disebut sebagai audit internal. Tujuannya adalah untuk meninjau perbaikan proses, menguji bahwa sistem berjalan dengan semestinya, mencari perbaikan
dan
memperbaiki
atau
mencegah
masalah-masalah
yang
teridentifikasi (Anonim, 2007c). Teknik audit dapat dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu rapat pembukaan audit, mengidentifikasi proses, mengaudit, mengumpulkan dan memverifikasi informasi, temuan audit, pertemuan tim audit, rapat penutupan, pelaporan audit, mendokumentasikan ketidaksesuaian dan tindakan perbaikan. Audit internal akan diaudit oleh auditor yang merupakan staf/karyawan PT. NI-PF yang telah melaksanakan training audit internal dari kantor pusat. Audit internal di PT. NI–PF dijadwalkan dimulai tanggal 15 Mei 2007. Namun pelaksanaannya harus diundur satu hari, yaitu pada tanggal 16 Mei 2007. Keputusan ini diambil pada saat opening meeting internal audit, para HOD menginginkan penjelasan rinci mengenai penilaian audit serta hasil dari benchmarking para IMS champion ke PT. Great Giant Pineapple. Oleh karena itu, jadwal internal audit pun sedikit mengalami perubahan, yaitu pelaksanaannya dimulai tanggal 16 Mei 2007 hingga 25 Mei 2007, dimana departemen yang seharusnya diaudit pada tanggal 15 Mei kemudian dipindahkan ke tanggal 25 Mei. Pada saat pelaksanaan audit internal, penilaian terhadap pemenuhan dokumen adalah 100%, observasi 75%, dan interview 75%. Temuan atau finding terdiri dari mayor, minor, dan improvement, dengan kategori temuan miss, hit, serta not applicable (NA). Temuan mayor adalah ketika ada pasalpasal dari ISO yang tidak diterapkan oleh auditee. Temuan ini dapat
menyebabkan auditee tidak lolos sertifikasi, sebab apabila ditemukan satu saja major finding, maka auditor tidak dapat meloloskan auditee. Suatu temuan dikatakan minor apabila pasal-pasal dari ISO sudah diterapkan, namun pada kenyataannya tidak diterapkan secara maksimal. Reoccurent minor atau temuan minor pada saat audit yang selanjutnya dapat berubah menjadi temuan mayor. Temuan improvement berupa temuan yang dapat langsung dilakukan continual improvement, misalnya ditemukan dokumen dengan nomor dokumen yang mengalami kesalahan pengetikan atau ada dokumen yang belum diberi stempel. Temuan minor dan improvement ini tidak menyebabkan kegagalan dalam sertifikasi, hanya saja semua temuan tersebut harus dilaporkan dalam dokumen CAPA (Corrective and Preventive Action), begitu pula dengan temuan mayor, yang kemudian harus dilakukan continual improvement. Dapat dikatakan bahwa yang mampu menghambat bahkan menggagalkan sertifikasi bukan disebabkan oleh banyaknya temuan tetapi jenis temuannya. Waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki setiap temuan berbeda-beda, disesuaikan dengan jenis temuan dan tingkat keparahan temuan. Berikut ini adalah hasil temuan dari audit internal. Tabel 6 menunjukkan temuan-temuan di departemen QA. Prosedur pengendalian dokumen eksternal tidak tersedia. Document controller merupakan penanggung jawab dari temuan ini. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang dilakukan adalah segera mencetak dan mendistribusikan prosedur pengendalian dokumen eksternal ke departemen yang bersangkutan. Temuan lain yang berkaitan dengan dokumen adalah dokumen lama belum distempel ”obsolete” dan beberapa form belum diregistrasi. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilakukan adalah memberi stempel lalu menarik semua dokumen lama dari line. Tidak hanya itu, champions harus meregister dan memberi nomor semua form yang ada di areanya. Temuantemuan ini mengacu pada klausul IMS, yang terdiri dari ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001, yaitu klausul 4.2.3 untuk ISO 9001 dan 4.4.5 untuk ISO 14001 dan OHSAS 18001. Hingga pada saat audit internal, departemen ini belum membuat jadwal untuk meninjau Key Performance Indicator (KPI). Temuan ini mengacu pada
ISO 9001 klausul 6.2.2 dan merupakan tanggung jawab dari HOD QA. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilakukan adalah segera membuat jadwal peninjauan KPI agar pelaksanaannya terjadwal. Temuan di departemen QA yang cukup kritis adalah belum adanya surat pengangkatan MR. Sampai dengan tahap audit internal, surat pengangkatan MR ini sedang dalam proses pembuatan. Persyaratan yang berkaitan dengan temuan ini adalah ISO 9001 klausul 5.5.2 mengenai wakil manajemen. Tindakan perbaikan dan pencegahannya adalah membuat surat pengangkatan lalu mensosialisasikannya. Tabel 6. Daftar Ringkasan Temuan di Departemen QA Persyaratan Referensi Tindakan Perbaikan No. Temuan ISO ISO OHSAS dan Pencegahan 9001 14001 18001 Prosedur pengendalian dokumen eksternal segera dicetak dan didistribusikan. Semua dokumen lama diberi tanda ”obsolete” dan ditarik dari line. Champions harus meregister dan memberi nomor semua form yang ada di areanya.
1
Prosedur pengendalian dokumen eksternal tidak tersedia.
4.2.3
4.4.5
4.4.5
2
Dokumen lama belum distempel ”obsolete”.
4.2.3
4.4.5
4.4.5
3
Form belum diregistrasi.
4.2.3
4.4.5
4.4.5
4
Tidak terdapat jadwal peninjauan Key Performance Indicator (KPI).
6.2.2
-
-
Buat jadwal tinjauan KPI.
5
Tidak ada surat pengangkatan MR.
5.5.2
-
-
Buat surat pengangkatan MR dan sosialisasikan.
6
Prosedur komunikasi internal belum mencantumkan aspek mutu.
5.5.3
4.4.3
4.4.3
Cantumkan aspek mutu pada revisi prosedur komunikasi internal.
7
ICP tidak dikalibrasi sesuai dengan jadwal dan tidak diberi label.
8
Konsep dan laporan tidak mengikuti persyaratan ISO.
7.6
-
-
8.5.2
4.5.3
4.5.2
Kalibrasi sesuai dengan jadwal dan beri label pada alat yang telah dikalibrasi. Gunakan persyaratan ISO dalam melaksanakan perbaikan dan gunakan form yang sesuai dengan ISO.
Prosedur komunikasi internal yang terdapat di departemen QA tidak mencantumkan aspek mutu. Hal ini mengacu pada klausul IMS mengenai komunikasi internal, yaitu klausul 5.5.3 untuk ISO 9001 dan 4.4.3 untuk ISO 14001 dan OHSAS 18001. Temuan ini merupakan tanggung jawab dari document controller. Selain itu, ditemukan pula ICP (Internal Control Plan) yang tidak dikalibrasi sesuai dengan jadwal dan tidak diberi label. ICP berfungsi untuk memonitor peralatan yang ada, khususnya alat-alat di departemen QA. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilakukan adalah melakukan kalibrasi sesuai dengan jadwal lalu memberi label pada alat yang telah dikalibrasi. Temuan ini berkaitan dengan klausul 7.6 ISO 9001 mengenai pengendalian sarana pemantauan dan pengukuran. Pada
dasarnya,
departemen
QA
telah
melaksanakan
continual
improvement, hanya saja konsep dan laporannya tidak mengikuti persyaratan ISO, sehingga hal ini juga menjadi suatu temuan. Temuan ini mengacu pada klausul IMS mengenai komunikasi internal, yaitu klausul 8.5.2 ISO 9001 mengenai tindakan perbaikan serta klausul 4.4.3 ISO 14001 dan OHSAS 18001 mengenai ketidaksesuaian, tindakan perbaikan dan pencegahan. Tabel 7 merupakan temuan hasil audit internal departemen Production (Filling/Packing) dan Application Group. Pada saat observasi, tidak terdapat dokumen yang menjelaskan peraturan pengoperasian alat angkat-angkut. Tidak tersedianya dokumen yang menjelaskan peraturan forklift menyebabkan operator forklift tidak mengetahui bahaya-bahaya yang dapat terjadi akibat mengoperasikan alat tersebut. Champion yang bertanggung jawab pada temuan ini harus membuat dokumen pengoperasian alat angkat-angkut beserta dokumen pelatihannya. Selain itu, prosedur keadaan darurat tidak pernah diuji coba secara teratur, tidak ada checklist atau record yang menyatakan bahwa prosedur tersebut telah dilaksanakan dengan semestinya.. Kedua temuan ini berhubungan dengan ISO 14001 dan OHSAS 18001, yaitu klausul 4.4.6 mengenai pengendalian operasional.
Tabel 7. Daftar Ringkasan Temuan di Departemen F/P dan AG Persyaratan Referensi Tindakan Perbaikan No. Temuan ISO ISO OHSAS dan Pencegahan 9001 14001 18001 1
2
Tidak ada dokumen yang menjelaskan peraturan pengoperasian alat angkat-angkut. Prosedur keadaan darurat tidak pernah diuji coba secara teratur (tidak ada checklist atau record).
-
-
4.4.6
4.4.6
4.4.6
Buat dokumen pengoperasian alat angkat-angkut beserta pelatihannya.
4.4.6
Perbarui checklist dan report serta selalu jalankan prosedur secara rutin.
3
Prosedur pengendalian dokumen eksternal tidak tersedia.
4.2.3
4.4.5
4.4.5
4
Dokumen lama belum distempel ”obsolete”.
4.2.3
4.4.5
4.4.5
5
Dokumen / WI masih berada di meja SO FP.
4.2.3
4.4.5
4.4.5
6
Tidak ada CAPA untuk setiap target objektif dan program yang tidak tercapai.
5.4.1 8.3
4.3.3 4.5.3
4.3.3 4.5.2
7
Tidak ada prosedur pengendalian sisa limbah (tinta) mesin coding.
-
4.4.6
4.4.6
8
Beberapa form belum diregistrasi.
4.2.3
4.4.5
4.4.5
9
10
11
Belum ada tagging / label pada alat / instrumen ukur dan tidak ada record hasil kalibrasi. Quality Monitoring Scheme (QMS) belum ditandatangani dan belum didistribusikan ke line. Catatan mutu hasil pemantauan dan pengukuran belum ditandatangani oleh operator, SO, FLM.
Prosedur pengendalian dokumen eksternal segera dicetak dan didistribusikan. Semua dokumen lama diberi tanda ”obsolete” dan ditarik dari line. Segera distribusikan dokumen ke area yang bersangkutan. Buat CAPA untuk setiap target objektif dan program yang tidak tercapai. Buat prosedur pengendalian sisa limbah (tinta) mesin coding. Champions harus meregister dan memberi nomor semua form yang ada di areanya.
7.6
-
-
Buat label pada semua alat ukur dan konsistensi dalam membuat record.
8.2.4
-
-
Perbarui QMS dan distribusikan.
-
Selalu ingatkan operator, SO, dan FLM untuk menandatangani catatan mutu.
8.2.4
-
Seperti departemen QA, di departemen ini juga tidak terdapat prosedur pengendalian dokumen eksternal, masih terdapat dokumen lama yang belum distempel ”obsolete”, serta terdapat form yang belum diregistrasi. Temuantemuan ini mengacu pada klausul IMS, yang terdiri dari ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001, yaitu klausul 4.2.3 untuk ISO 9001 dan 4.4.5 untuk ISO 14001 dan OHSAS 18001. Dokumen baru yang telah didistribusi pun masih berada di meja Shift Operator (SO) Filling Packing. Letak dokumen-dokumen baru tersebut kurang dapat diakses oleh karyawan lain. Champion yang bertugas harus segera mendistribusikan dokumen tersebut ke area yang bersangkutan. Klausul yang berkaitan dengan temuan ini tidak berbeda dengan klausul pada temuan prosedur pengendalian dokumen eksternal di atas. Selain itu, objektif, target dan program sudah ditetapkan baik secara corporate dan departemental serta telah dipantau pencapaiannya secara teratur. Hanya saja tindakan perbaikan dan pencegahan untuk objektif, target dan program yang tidak tercapai belum dibuatkan. Klausul yang berkenaan dengan temuan ini adalah ISO 9001 klausul 5.4.1 dan 8.3, ISO 14001 klausul 4.3.3 dan 4.3.5, serta OHSAS 18001 klausul 4.3.3 dan 4.5.2. Temuan juga mengarah pada aktivitas yang memiliki aspek lingkungan penting namun tidak diidentifikasikan. Hal ini ditemukan pada mesin coding S4 yang tidak memiliki prosedur pengendalian sisa limbah (tinta). Temuan mengacu pada ISO 14001 dan OHSAS 18001 klausul 4.4.6. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilakukan adalah membuat prosedur pengendalian sisa limbah (tinta) mesin coding. Sebagian besar peralatan/instrumen ukur tidak diberi label kalibrasi. Tidak hanya itu, hasil kalibrasi pun tidak dicatat dalam suatu record. Persyaratan yang digunakan adalah ISO 9001 klausul 7.6. Tindakan yang harus dilakukan adalah membuat label pada semua alat ukur dan selalu konsisten dalam membuat record. Quality Monitoring Scheme (QMS) yang dibuat oleh QA belum ditandatangani dan didistribusikan ke line. Temuan ini disebabkan pada saat distribusi dokumen seluruh QMS belum selesai diupdate oleh QA. Temuan lainnya adalah catatan mutu hasil pemantauan dan pengukuran belum ditandatangani oleh operator, SO, dan FLM (First Line
Manager). Catatan mutu adalah record berbentuk berbentuk form yang kemudian ditandatangani oleh operator, SO atau FLM. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan selalu mengingatkan operator, SO, dan FLM untuk menandatangani catatan mutu. Temuan QMS maupun catatan mutu mengacu pada klausul 8.2.4 di dalam ISO 9001. Tabel 8. Daftar Ringkasan Temuan di Departemen FICO Persyaratan Referensi Tindakan Perbaikan No. Temuan ISO ISO OHSAS dan Pencegahan 9001 14001 18001 1
Sebanyak 50% responden yang diwawancara tidak dapat menjelaskan kebijakan QSHE.
2
Training matrix belum diperbarui.
-
4.4.1
4.4.1
3
Pengendalian dokumen belum sesuai prosedur pengendalian dokumen.
4.2.3
4.4.5
4.4.5
4.2.3
4.4.5
4.4.5
5.6
4.6
4.6
7.4.3
-
-
5.0
4.4.1
4.4.1
4
5
Tidak ada prosedur pengendalian dokumen eksternal. Belum ada penentuan interval pelaksanaan tinjauan manajemen.
6
Belum ada pengujian terhadap supplier.
7
Job title belum diperbarui.
5.3
4.2
4.2
Sosialisasikan kebijakan QSHE kepada seluruh anggota FICO. Training matrix harus segera diperbarui dan dikomunikasikan pada seluruh karyawan. Pengendalian dokumen harus mengikuti prosedur pengendalian dokumen. Buat prosedur pengendalian dokumen eksternal. Tentukan interval waktu pelaksanaan tinjauan manajemen. Buat jadwal dan lakukan pengujian terhadap supplier. Job title harus segera diperbarui dan dikomunikasikan pada karyawan yang bersangkutan.
Temuan-temuan di departemen Finance and Control (FICO) dapat dilihat pada Tabel 8. Terdapat 50% responden tidak mampu menjelaskan kebijakan QSHE pada saat interview audit internal. Hal ini dikarenakan kurangnya sosialisasi kebijakan QSHE pada karyawan. Temuan ini menjadi tanggung jawab HOD FICO. Persyaratan mengenai kebijakan yang berkenaan dengan temuan ini adalah ISO 9001 klausul 5.3, ISO 14001 dan OHSAS 18001 klausul 4.2. Selain itu, ditemukan pula status training matrix yang
belum diperbarui. Tindakan yang harus dilakukan terutama oleh champions yang
berwenang
adalah
memperbarui
training
matrix
lalu
mengkomunikasikannya pada seluruh karyawan. Temuan ini mengacu pada persyaratan ISO 14001 dan OHSAS 18001, yaitu klausul 4.1 mengenai tugas, tanggung jawab dan wewenang. Pengendalian dokumen yang dilakukan oleh departemen ini belum sesuai dengan prosedur pengendalian dokumen. Temuan lainnya adalah prosedur pengendalian dokumen eksternal tidak terdapat di departemen FICO. Kedua temuan ini berkaitan dengan klausul IMS mengenai pengendalian dokumen, yaitu klausul 4.2.3 pada ISO 9001 serta klausul 4.4.5 di dalam ISO 14001 dan OHSAS 18001. Selain itu, departemen ini belum melakukan penentuan interval terhadap pelaksanaan tinjauan manajemen sehingga hal ini pun menjadi temuan. Dalam melaksanakan continual improvement, HOD FICO harus segera menentukan interval waktu pelaksanaan tinjauan manajemen. Auditor juga mendapati tidak adanya dokumen audit terhadap supplier. Temuan ini berkaitan dengan klausul 7.4.3 di dalam ISO 9001, yaitu mengenai verifikasi terhadap produk. Karyawan yang bertanggung jawab terhadap temuan ini harus segera membuat jadwal dan melakukan pengujian terhadap supplier. Terdapat pula job title yang belum diperbarui. Pada saat audit ditemukan karyawan dengan jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan job title-nya. Job title yang ada menyatakan jenis pekerjaan lama. Persyaratan yang berkaitan dengan temuan ini adalah ISO 9001 klausul 5.0 serta ISO 14001 dan OHSAS 18001 pada klausul 4.4.1. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilaksanakan adalah segera memperbaiki job title dan mengkomunikasikannya pada karyawan yang bersangkutan. Daftar temuan di departemen Engineering dapat dilihat pada Tabel 9. Tidak jauh berbeda dengan departemen lain, pada departemen ini juga terdapat dokumen lama yang belum distempel “obsolete”. Sebagian dokumen lama tersebar dibeberapa bagian departemen ini sehingga tidak terbawa pada saat penyerahan dokumen lama kepada document controller. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilakukan adalah semua dokumen lama di area
engineering dikumpulkan dan diserahkan kepada document controller untuk distempel dan disimpan. Tabel 9. Daftar Ringkasan Temuan di Departemen Engineering Persyaratan Referensi Tindakan Perbaikan No. Temuan ISO ISO OHSAS dan Pencegahan 9001 14001 18001
1
Terdapat dokumen lama yang belum distempel ”obsolete”.
4.2.3
4.4.5
4.4.5
2
Beberapa checklist, log book, dan log sheet belum diberi nomor.
4.2.3
4.4.5
4.4.5
3
Dokumen elektronik belum diregistrasi.
4.2.3
4.4.5
4.4.5
Semua dokumen lama di area engineering dikumpulkan dan diserahkan kepada document controller untuk distempel dan disimpan. Champion harus meregister dan memberi nomor semua form yang ada di areanya. Penanggung jawab pengendalian dokumen di engineering harus melaporkan setiap technical drawing untuk diberi stempel terkendali dan melakukan record penyebaran dokumen tersebut.
Selain itu, beberapa checklist, log book, dan log sheet juga belum diberi nomor. Agar continual improvement terlaksana dengan efektif maka champion harus meregister dan memberi nomor semua form yang ada di areanya. Tidak hanya itu, dokumen elektronik juga belum diregistrasi. Dokumen elektronik ini berupa program di dalam komputer, biasanya merupakan dokumen level 4. Penanggung jawab pengendalian dokumen di engineering harus melaporkan setiap technical drawing untuk diberi stempel terkendali dan melakukan record penyebaran dokumen tersebut. Ketiga temuan tersebut mengacu pada klausul pengendalian dokumen, yaitu 4.2.3 di dalam ISO 9001 serta 4.4.5 di dalam ISO 14001 dan OHSAS 18001. Temuan-temuan di departemen Resources Planning Unit (RPU) dapat dilihat pada Tabel 10. Temuan pada departemen ini hampir sama dengan departemen Engineering, yaitu berupa temuan pada dokumen. Masih terdapat dokumen lama yang belum distempel ”obsolete”. Selain itu, WI P3K masih
berupa dokumen lama. Champions harus segera mengganti WI yang lama dengan yang baru sesuai dengan persyaratan IMS serta memberi tanda ”obsolete” pada semua dokumen lama dan menariknya dari line. Kedua temuan ini berkaitan dengan persyaratan ISO 9001 klausul 4.2.3 serta ISO 14001 dan OHSAS 18001 pada klausul 4.4.5. Auditor juga menemukan QMS dalam format lama di line. QMS yang ditemukan ini masih dalam keadaan update hanya saja formatnya tidak sesuai dengan format IMS. Temuan ini menjadi tanggung jawab document controller. Oleh sebab itu, document controller harus segera memperbaiki QMS lalu mendistribusikannya kepada area-area yang bersangkutan. Persyaratan yang mengacu pada temuan ini adalah persyaratan ISO 9001 pada klausul 8.2.4, yaitu mengenai pemantauan dan pengukuran produk. Tabel 10. Daftar Ringkasan Temuan di Departemen RPU Persyaratan Referensi Tindakan Perbaikan No. Temuan ISO ISO OHSAS dan Pencegahan 9001 14001 18001 1
2
3
Terdapat dokumen lama yang belum distempel ”obsolete”. WI untuk P3K masih dalam bentuk format lama. Ditemukan QMS dalam format lama di line.
4.2.3
4.4.5
4.4.5
4.2.3
4.4.5
4.4.5
8.2.4
-
-
Semua dokumen lama diberi tanda ”obsolete” dan ditarik dari line. Ganti WI yang lama dengan yang baru sesuai dengan persyaratan IMS. Perbaiki QMS yang baru dan distribusikan
Daftar temuan di departemen Production (Manufacturing) dapat dilihat pada Tabel 11. Seperti temuan di departemen QA, di departemen ini tidak ada prosedur pengendalian dokumen eksternal. Selain itu, terdapat beberapa form belum diregistrasi. Kedua temuan ini berkenaan dengan persyaratan ISO 9001 klausul 4.2.3 serta ISO 14001 dan OHSAS 18001 pada klausul 4.4.5. Terdapat log book yang tidak diisi secara teratur. Champions harus mengingatkan PIC/penanggung jawab untuk mengisi log book secara konsisten. Tidak hanya itu, terdapat pula log book yang tidak ditandatangani. Temuan-temuan ini mengacu pada persyaratan ISO 9001 klausul 7.5.3, yaitu mengenai identifikasi dan mampu telusur.
Tabel 11. Daftar Ringkasan Temuan di Departemen Production (Manufacturing) Persyaratan Referensi Tindakan Perbaikan No. Temuan ISO ISO OHSAS dan Pencegahan 9001 14001 18001 1
Tidak ada prosedur pengendalian dokumen eksternal.
4.2.3
4.4.5
4.4.5
2
Log book tidak diisi secara teratur.
7.5.3
-
-
3
Beberapa form belum diregistrasi.
4.2.3
4.4.5
4.4.5
4
Terdapat log book yang tidak ditandatangani.
7.5.3
-
-
7.2.1
-
-
5.0
4.4.1
4.4.1
5.5.2
4.3.1
4.3.1
5.5.3
4.4.3
4.4.3
6.2.2
-
-
Buat rencana tinjauan KPI.
8.2.4
-
-
Perbarui QMS dan distribusikan.
5
6
7
8
9
10
11
12
Perlu menambah persyaratan pemerintah dan konsumen. Job description masingmasing karyawan baru mencapai 70%. Belum ada sosialisasi QMR. Prosedur komunikasi internal belum mencantumkan aspek mutu. Tidak terdapat rencana peninjauan Key Performance Indicator (KPI). QMS belum ditandatangani dan belum didistribusikan ke line. Belum ada tagging / label pada alat / instrumen ukur dan tidak ada record hasil kalibrasi. Daily tipping log book tidak diisi secara teratur.
Buat prosedur pengendalian dokumen eksternal. Ingatkan PIC/penanggung jawab untuk mengisi log book secara konsisten. Champions harus meregister dan memberi nomor semua form yang ada di areanya. Ingatkan PIC untuk menandatangani log book. Tambahkan persyaratan dari pemerintah dan konsumen. Segera lengkapi job description yang belum dicetak. Buat surat resmi pengangkatan QMR dan sosialisasikan. Cantumkan aspek mutu pada revisi prosedur komunikasi internal.
7.6
-
-
Buat label pada semua alat ukur dan konsistensi dalam membuat record.
7.5.3
-
-
Ingatkan PIC untuk memeriksa log book secara teratur.
Berdasarkan temuan yang dilakukan oleh auditor, perusahaan ada baiknya perlu menambah persyaratan pemerintah dan konsumen. Hal ini berkaitan dengan persyaratan ISO 9001 klausul 7.2.1 mengenai penentuan
persyaratan produk. Selain itu, job description masing-masing karyawan di departemen ini baru mencapai 70%. Hal ini disebabkan job description tersebut hanya sebagian yang sempat tercetak. Persyaratan yang berkaitan dengan temuan ini adalah persyaratan mengenai tanggung jawab manajemen. Tindakan perbaikan yang dilakukan adalah segera melengkapi job description yang belum dicetak. Beberapa temuan di departemen ini tidak berbeda dengan departemen lain. Temuan yang serupa dengan departemen Production Filling Packing adalah belum adanya sosialisasi Quality Management Representative (QMR). Tindakan utama yang harus dilaksanakan oleh champions adalah membuat surat resmi pengangkatan QMR dan melakukan sosialisasi. Selain itu, terdapat pula temuan yang serupa dengan temuan di departemen QA, yaitu prosedur komunikasi internal belum mencantumkan aspek mutu serta tidak adanya rencana peninjauan Key Performance Indicator (KPI). Persyaratan yang berkaitan dengan temuan komunikasi internal ada pada klausul IMS mengenai komunikasi internal, yaitu klausul 5.5.3 untuk ISO 9001 dan 4.4.3 untuk ISO 14001 dan OHSAS 18001. Temuan ini merupakan tanggung jawab dari document controller untuk segera mencantumkan aspek mutu pada revisi prosedur komunikasi internal. Tidak hanya itu, departemen ini juga belum membuat jadwal untuk meninjau Key Performance Indicator (KPI). Temuan ini mengacu pada ISO 9001 klausul 6.2.2 dan merupakan tanggung jawab dari HOD QA. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilakukan adalah segera membuat jadwal peninjauan KPI agar pelaksanaannya terjadwal. Temuan lainnya adalah QMS belum ditandatangani dan belum didistribusikan ke line, tidak terdapat tagging/label pada alat/instrumen ukur dan tidak ada record hasil kalibrasi serta daily tipping log book yang tidak diisi secara teratur. Ketiga tmuan ini berkenaan dengan persyaratan ISO 9001 berturut-turut, yaitu klausul 8.2.4, 7.6 dan 7.5.3. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilaksanakan adalah memperbarui QMS dan mendistribusikannya, membuat label pada semua alat ukur dan konsistensi
dalam membuat record serta selalu mengingatkan PIC untuk memeriksa log book secara teratur.
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory menghasilkan dua jenis produk kopi, yaitu kopi instan dan kopi mixes. Pada dasarnya proses produksi kedua jenis produk kopi ini terdiri dari penyangraian, penggilingan, ekstraksi, evaporasi dan pengeringan semprot (spray drying). Perbedaan antara kedua kopi ini terletak pada proses setelah pengeringan semprot. Kopi instan mengalami proses aglomerasi, sedangkan proses ini tidak dilakukan pada kopi mixes. Menurut Clarke dan Macrae (1989), aglomerasi pada kopi instan merupakan bentuk granula yang dihasilkan dari bubuk kopi hasil pengeringan semprot. Rata-rata ukuran granula adalah 1.4 mm. Granula pada umumnya berwarna lebih gelap dari pada bubuk kopi. Proses aglomerasi ini bertujuan memperbaiki warna kopi dan meningkatkan kelarutan kopi instan. Prinsip dari proses aglomerasi yaitu partikel kering/bubuk yang merupakan hasil dari pengeringan semprot masuk ke dalam zona aglomerasi. Selanjutnya permukaan partikel dibasahi oleh uap panas kondensasi. Pada akhirnya partikel tersebut dikeringkan sehingga diperoleh partikel kopi teraglomerasi. Adanya tuntutan perdagangan global agar produk mampu berdaya saing tinggi, antisipasi terhadap masyarakat yang dinamis dan kreatif, serta dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja karyawannya, menggerakkan PT. NI-PF, umumnya Nestlé di dunia, untuk menerapkan Integrated Management System (IMS). Sejak berdirinya PT. NI-PF, perusahaan ini telah menerapkan sistem manajemen internal yang terdiri dari sistem manajemen mutu yang disebut Nestlé Quality System (NQS), sistem manajemen lingkungan yang disebut sebagai Nestlé Environmental Management System (NEMS), dan sistem manajemen K3 yang disebut Operational Safety, Health, and Risk Management System (OSHRMS). Ketiga sistem manajemen ini ekuivalen
dengan ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001 yang ketiganya dikenal sebagai IMS. Dokumen yang digunakan di PT. NI-PF terdiri dari level 1 hingga level 4. Dokumen level 1 adalah Kebijakan dan Manual Nestlé, dokumen level 2 adalah prosedur yang menjabarkan proses-proses dan aktivitas-aktivitas utama yang ada di pabrik Panjang dengan ruang lingkup antar departemen. Dokumen level 3 adalah instruksi kerja yang merupakan dokumen praktis dan operasional di tiap-tiap line atau mesin dengan ruang lingkup di departemen tertentu, sedangkan dokumen level 4 adalah record yang terdiri dari form, checklist, logbook, logsheet, standar, job description, EA / HIRA, dsb. Proses penerapan IMS di PT. NI-PF terdiri atas penyusunan dokumen Process Mapping beserta Environmental Aspects (EA) dan Hazard Identification and Risk Assessment (HIRA), pemenuhan persyaratan undangundang dan persyaratan lainnya, penyusunan dokumen dari level 1 hingga level 4, sosialisasi dan penerapan IMS, internal audit, management review meeting, serta continual improvement. Proses sertifikasi ini dibantu oleh konsultan (InQuest Consulting) yang memberikan pelatihan serta membantu dalam penyusunan dokumen. Sampai saat kegiatan magang berakhir, proses sertifikasi baru mencapai tahap audit internal pertama. Berdasarkan hasil audit internal, didapatkan temuan-temuan yang berupa minor, mayor, dan improvement. Temuan yang berupa temuan minor diantaranya terdapat log book yang tidak ditandatangani, tidak ada record hasil kalibrasi, Quality Monitoring Scheme yang belum update, prosedur keadaan darurat tidak diuji coba secara teratur, terdapat aktivitas yang memiliki aspek penting namun tidak diidentifikasi, ICP tidak dikalibrasi, dsb. Temuan improvement yaitu berupa dokumen eksternal (Nestec) belum didstribusikan, beberapa form dan dokumen elektronik belum diregistrasi, terdapat dokumen lama yang belum distempel “obsolete”, beberapa checklist, log book, dan log sheet belum diberi nomor, dokumen masih berada di meja SO, dsb. Terdapat pula temuan yang termasuk temuan mayor, yaitu adanya aktivitas tanpa dokumen, tidak adanya surat pengangkatan MR, tidak adanya
dokumen komunikasi internal, tidak adanya dokumen audit terhadap supplier, dan belum tersedianya dokumen mengenai pengendalian dokumen eksternal. Berdasarkan literatur, temuan mayor dapat menyebabkan suatu organisasi tidak lolos sertifikasi. Sehingga apabila dikaitkan dengan temuan mayor di PT. NI-PF dapat dikatakan bahwa PT. NI-PF belum dapat lolos dalam sertifikasi IMS. Namun, hal ini terjadi pada tahap audit internal pertama, sehingga apabila PT. NI-PF melaksanakan continual improvement dengan sungguh-sungguh maka perusahaan ini akan lolos pada audit eksternal yang berarti berhasil dalam sertifikasi IMS. Batas waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki setiap temuan berbeda-beda, disesuaikan dengan jenis temuan dan tingkat keparahan temuan. Secara keseluruhan, persentase implementasi IMS sudah mencapai 95,20%.
B. SARAN
Champions sebaiknya melaksanakan jadwal implementasi IMS sesuai dengan target pelaksanaan secara berurutan, yaitu dimulai dari aktivitasaktivitas utama yang terdiri dari identifikasi bahaya dan aspek-aspek lingkungan, pelaksanaan objektif, target dan program, pelaksanaan rencana mutu, sosialisasi, dokumentasi Nestlé Integrated Management System (NIMS), kesiapan sumber daya manusia, dan implementasi NIMS. Sehingga diharapkan implementasi IMS tidak terlalu banyak mengulur waktu dan dapat selesai sesuai dengan rencana. Mengingat waktu yang diberikan untuk melakukan persiapan IMS hingga sertifikasi IMS hanya 6 bulan, maka sebaiknya jumlah IMS champions ditambah. Apabila ada salah satu IMS champions departemen tertentu tidak hadir maka dapat digantikan oleh IMS champions dari departemen yang sama, sehingga penundaan pekerjaan yang berkaitan dengan IMS dapat dihindari. Sebaiknya seluruh karyawan dari berbagai tingkatan organisasi di PT. NI-PF memahami pentingnya IMS yang sedang diterapkan. Tidak hanya itu, komunikasi kepada seluruh karyawan mengenai IMS, komitmen dari beberapa IMS champions, serta konsistensi dalam pelaksanaan IMS oleh seluruh
tingkatan karyawan juga sama pentingnya. Tanpa adanya komunikasi, komitmen, dan konsistensi maka keefektifan penerapan IMS tidak dapat terwujud.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2007a. ISO. http://id.wikipedia.org/wiki/ISO. [19 Juni 2007] ______. 2007b. ISO 14000. http://en.wikipedia.org/wiki/ISO_14000. [19 Juni 2007] ______. 2007c. History of ISO 9000. http://en.wikipedia.org/wiki/ISO_9000. [19 Juni 2000] BSI. 1999. Occupational Health And Safety Management Systems – Spesification. Health and Safety Commission/Executive publications, London. Clarke, R.J., dan Macrae, R. 1989. Coffee Volume 2 : Technology. Elsevier Applied Science. London. Edwards, A.J. 2004. ISO 14001 Environmental Certification Step by Step. Elsevier Ltd., Great Britain. Gaspersz, V. 2006. ISO 9001:2000 and Continual Quality Improvement. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. International Organization for Standardization. 2004. ISO 14000 : Environmental Management Systems – Requirements with Guidance for Use. ISO copyright office, Switzerland. ISO. 2006. Why Standards Matter. http://www.iso.org/iso/en/aboutiso/introduction/index.html. [19 Juni 2007] Nestlé. 2007. Kebijakan. http://www.aoa.intranet.nestle.co.id. [28 Mei 2007] Newslow, DL. 2001. The ISO 9000 Quality System : Application in Food and Technology. Willey-Interscience, Canada. NQS.
2007. Nestlé Quality Management System. http://intranet.aoa.nestle.com/id/corporate/upload/indexable/version%202a/e board/2007/05%20May/nqsm%20download.pdf. [19 Agustus 2007]
Muhandri, T., dan Kadarisman, D. 2005. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. IPB, Bogor. OHSAS. 2007a. Benefits – How Can OHSAS Help? http://www.ohsas-18001-occupational-health-and-safety.com. 2007]
[19
OHSAS. 2007b. What is OHSAS? http://www.18001.org/. [19 Juni 2007]
Juni
Sivetz, M., dan Desrosier, N.W. 1979. Coffee Technology. AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Whitelaw, K. 2004. ISO 14001 : Environmental Systems Handbook Second Edition. Elsevier Ltd., Great Britain.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kebijakan QSHE PT. NI-PF
Lampiran 2. Logo Kebijakan PT. NI-PF
accident defect complaint waste
Lampiran 3. Elemen Sistem Mutu Nestlé (NQS)
Tiga Puluh Enam Elemen NQS 1.1
Management’s Role in Quality
1.2
Quality Improvement
1.3
Benchmarking
1.4
Training
1.5
Documentation
1.6
Complaint Handling
1.7
Quality Indicators, Quality Costs
1.8
Recall and Crisis Management
1.9
Quality Assessment and Audits
1.10 Management Review of Quality New Product Development Technical Acceptance of New Products 3.1
Suppliers / Vendors
3.2
Contract Manufacturers
3.3
Raw Materials
3.4
Packaging and Auxiliary Materials
3.5
Distribution System Monitoring
3.6
Inter-Market Supply Good Manufacturing Practice (GMP) Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Pathogen Monitoring of the Production Environment Product Definition Manufacturing Conditions Quality Monitoring Scheme (QMS) Statistical Methods Instrument Calibration Status Control Release System Open Dating and Shelf-Life Management
Traceability, Lot Identification, Coding Net Contents Control 60/40+ Process (consumer preference and nutritional assessment) Sensory Evaluation Shelf-Life and Keeping Quality Tests Corrective Action 5.1
Laboratories and Test Methods
Lampiran 4. Perbandingan Klausul dalam IMS Klausul ISO 14001 1 2 3 4
scope normative reference terms and definitions EMS requirements
4.1 general requirements 4.2 environmental policy
Klausul OHSAS 18001 1 scope 2 normative reference 3 terms and definitions 4 OH&S management system elements 4.1 general requirements 4.2 OH&S policy
Klausul ISO 9001 1 2 3 4
scope normative reference terms and definitions quality management
4.1 general requirements 5.1 management committment 5.3 quality policy
4.3 planning
4.3 planning
5.4 planning 5.5 responsibility, authority, and communication
5.5 responsibility, authority, and communication 5.5 responsibility, authority, and communication
4.3.1 environmental aspects
4.3.1 planning for hazard
NQS*
5.2 customer focus
4.2
management by process 5.3 management responsibility 6 value chain processes 2 quality policy 3 key principles 4 nestlé quality management system overview 4.1 nestlé quality management system structure 5 management process 5.1 planning 5.3.1 management responsibility and commitment to quality 5.3.2 responsibility of the quality management function 5.3.3 roles and responsibilities across the value chain 5.3.4 crisis management 6.1 generating demand
6.2 new product development and introduction
identification, risk assessment and risk control 4.3.2 legal and other environmental requirements
4.3.3 objectives, targets and programme(s) 4.4 implementation and operation
4.4.1 resources, roles, responsibilities and authority
4.3.2 legal and other requirements
4.3.3 objectives
4.4 implementation and operation
4.4.1 structure and responsibility
7.2.1 requirements related to the product 5.4.1 quality objectives 7.0 product realization 7.2 planning of product realization 5.0 management responsibility 6.0 resource management 6.1 provision of resources 6.2 human resources
6.1 generating demand
5.4 5.4 7
6.3 infrastructure
7
6.4 work environment
7 5.5
4.4.2 competence, training and awareness 4.4.3 communication
4.4.2 training, awareness and competence 4.4.3 consultation and communication
4.4.4documentation
4.4.4 documentation
4.4.5 control of documents
4.4.5 document and data control
6.2.2 competence, awareness and training 5.5.3 internal communications 7.2.3 customer communication 4.2 document requirements 4.2.1 general 4.2.2 quality manual 4.2.3 control of documents
resources management resources management support processes support processes support processes compliance
5.3.5 communication
5.2 documentation
4.4.6 operational 4.4.6 operational control control 4.4.7 emergency 4.4.7 emergency preparedness and preparedness response and response
4.5 checking and corrective actions
4.5 checking and corrective actions
4.7 product realization 8.3 control of nonconforming product purchasing 7.5 production and service provision 7.6 control of monitoring and measuring devices 8.1 general
8.2 monitoring and measuring
8.2.1 customer satisfaction
8.2.3 monitoring and measurement of processes 8.2.4 monitoring and measurement of product
4.5.2 evaluation of compliance
4.5.1 performance monitoring and measurements
4.5.3 non-conformity, corrective and preventive action
4.5.2 accidents, incidents, nonconformances and corrective and preventive actions
8.4 analysis of data 7.2.1determination of requirements related to the product 8.3 control of nonconforming product
8.5.1 continual improvement 8.5.2 corrective action
6.3 ensuring supply 6.3 ensuring supply 6.4 generating demand 5.5.1 monitoring and measurement of products and processes 5.5.1 monitoring and measurement of products and processes 5.5.1 monitoring and measurement of products and processes 6.2 new product development and introduction 5.5.1 monitoring and measurement of products and processes 5.5.1 monitoring and measurement of products and processes 5.5.2 analysis of data
5.8
management of nonconformities and corrective actions
5.10 continous improvement 5.8 management of non-
8.5.3 preventive action 4.5.4 records
4.5.5 internal audit 4.6 management review
4.5.3 records and records management 4.5.4 audit 4.6 management review
Sumber: Whitelaw (2004). * NQS (2007)
5.9
conformities and corrective actions preventive actions
4.2.4 control of records 8.2.2 internal audit 5.6 management review
5.6 5.7
auditing management review of quality
Lampiran 5. Struktur IMS
Steering Committee
IMS Committee
Team Leader
Team Members
Production
Engineering
FICO RPU
Agriservice
IP
AG
Lampiran 6. Format Prosedur Lampiran 6. Format Prosedur
Procedure
NESTLE INDONESIA PANJANG FACTORY
TITLE :
Classification :
YELLOW 230.16.P.XXX-X
ISSUED BY :
HOD
Document No. :
CHECKED BY :
MR
Issued Date
APPROVED BY :
FM
Effective Date :
Applicable to :
SHE IP HR QA
Production RPU Engineering AG
Agriservice FICO
RDC
Factories
State offices
Document Change :
Revision 00
Revised Date
Page
Nature of change
XX-XX-XXXX
-
Original issue
:
1. Aim
2. Scope
3. Reference
4. Content 4.1 Definitions 4.2 Details
4.3 Record Retention Time Dokumen
Nomor Dokumen
Waktu Simpan
5. Safety Aspects No. Skenario Bahaya K3
Pengendalian
6. Environmental aspects No. Aspek Lingkungan
Pengendalian
7. Related Documents No. Judul Dokumen
Nomor Dokumen
Lampiran 7. Format Working Instruction
Working Instruction
NESTLE INDONESIA Panjang Factory
TITLE :
Classification :
Yellow
ISSUED BY :
Document No. :
230.15.W.XXX-0
CHECKED BY :
Issued Date
APPROVED BY :
Effective Date :
Applicable to: Department
Section
Document Change : Revision
Revised Date
Page
00
XX-XX-XXXX
-
Nature of change
Original issue
:
1. Aim
2. Scope
3. Content
4. Safety Aspects No
Skenario Bahaya K3
Pengendalian
5. Environmental aspects No
Aspek Lingkungan
Pengendalian
6. Related Documents No
Judul Dokumen
Nomor Dokumen
Lampiran 8. Contoh Form
PT Nestlé Indonesia Panjang Factory
No. 230.XX.F.XXX-X
MONITORING LIVE INSECT
Date
Check
Count
By
Jurnal Skripsi 2007 Fakultas Teknologi Pertanian, IPB
Penerapan Integrated Management System (ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001) Studi Kasus pada Produksi Kopi Instan di PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory Adil Basuki Ahza1) dan Intan Mayasari2) 2)
1) Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Program Sarjana, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB
Abstrak Nestlé sebagai perusahaan besar senantiasa responsif terhadap tuntutan perdagangan global agar produknya berdaya saing tinggi, mengantisipasi masyarakat yang dinamis dan kreatif, terutama dalam konteks orientasi konsumen yang tidak lagi pada harga produk yang murah dan bermutu, tetapi juga produk yang dihasilkan tidak merusak lingkungan, serta memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja karyawannya. Oleh sebab itu, Integrated Management System (IMS) merupakan prioritas penting sistem manajemen bagi Nestlé saat ini. Perubahan sistem manajemen internal menjadi IMS dilatarbelakangi oleh faktor luar dan dalam perusahaan. Faktor dari luar berupa tuntutan konsumen agar sistem manajemen internal Nestlé diubah menjadi sistem manajemen yang berlaku secara internasional. Faktor dari dalam diantaranya adalah adanya beragam sistem yang berjalan paralel, berbeda area implementasi dan tanggung jawab, serta konflik implementasi, pengendalian, dan pemeliharaan. Dengan demikian IMS diharapkan dapat menjadi pendekatan yang sinergis, menghemat waktu, usaha, dan biaya, mencegah konflik, pengulangan, dan duplikasi, serta memudahkan pemeliharaan dokumen. Kegiatan magang ini bertujuan mengidentifikasi pemenuhan terhadap implementasi Integrated Management System, mempelajari proses produksi kopi instan di PT. Nestlé Indonesia - Panjang Factory, bekerja sesuai dengan peraturan perusahaan, serta melatih keterampilan dan kemampuan komunikasi personal/human relation sebelum memasuki dunia kerja yang sebenarnya. Sasaran dari kegiatan magang adalah untuk menguji hipotesa bahwa penerapan ISO 9001, ISO 14001, serta OHSAS 18001 berhasil dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Kegiatan magang ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana implementasi IMS sudah terpenuhi dan kesesuaiannya dengan penerapan pedoman yang digunakan di perusahaan agar continual improvement dapat dilaksanakan. Hingga program magang ini berakhir, implementasi IMS baru mencapai tahap internal audit pertama dan ternyata ditemukan temuan mayor, minor, dan improvement. Temuan mayor diantaranya berupa aktivitas tanpa dokumen dan tidak adanya surat pengangkatan MR. Temuan minor diantaranya terdapat log book yang tidak ditandatangani, tidak ada record hasil kalibrasi, Quality Monitoring Scheme yang tidak update, prosedur keadaan darurat tidak diuji coba secara teratur, dsb. Temuan improvement yaitu berupa dokumen eksternal (Nestec) belum didstribusikan, beberapa form belum diregistrasi, terdapat dokumen lama yang belum distempel “obsolete”, beberapa checklist, log book, dan log sheet belum diberi nomor, dsb. Kekurangan dalam pemenuhan implementasi IMS ini adalah komunikasi mengenai IMS kepada karyawan, khususnya pada soft floor, komitmen dari beberapa IMS champions, kurangnya kekonsistensian dalam pelaksanaan sistem, serta sedikitnya jumlah IMS champion yang cukup menghambat proyek IMS yang ditargetkan hanya enam bulan. Dalam melaksanakan proyek besar ini sebaiknya jumlah IMS champions ditambah, komunikasi mengenai IMS kepada seluruh karyawan lebih efektif, komitmen dari IMS champions dipertahankan, serta konsistensi pelaksanaan IMS dapat ditingkatkan. Keywords : Integrated Management System (IMS), ISO 9001, ISO 14001, OHSAS 18001
PENDAHULUAN Latar Belakang PT Nestlé Indonesia – Panjang Factory merupakan pabrik yang memproduksi kopi instan dan mixes dengan merek Nescafe. Bahan baku yang digunakan adalah biji kopi yang berasal dari daerah Lampung dan wilayah lainnya. Nestlé memiliki berbagai peralatan modern guna menghasilkan produk yang berkualitas tinggi secara efisien. Dengan NQS, Nestlé selalu memperhatikan dan mengusahakan tercapainya konsistensi mutu dan kepuasan pelanggan yang selalu diperbaiki secara berkelanjutan melalui praktek cara produksi yang baik dan benar, peningkatan skill dan kompetensi sumber daya manusia, proses produksi yang ramah lingkungan dan selalu memprioritaskan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta pentaatan pada persyaratan peraturan perundangan-undangan dan persyaratan lainnya yang berlaku. Perubahan sistem manajemen dari internal Nestlé menjadi IMS disebabkan oleh faktor dari luar dan dari dalam Nestlé sendiri. Faktor dari luar adalah adanya tuntutan konsumen agar sistem manajemen internal Nestlé diubah menjadi sistem manajemen yang berlaku secara internasional, baik terhadap mutu, keselamatan dan kesehatan kerja, serta lingkungan. Faktor utama dari dalam diantaranya adalah adanya beragam sistem yang berjalan bersamaan, berbeda area implementasi dan tanggung jawab, serta konflik implementasi, pengendalian, dan pemeliharaan. Dengan demikian IMS diharapkan dapat menjadi pendekatan yang sinergis, menghemat waktu, usaha, dan biaya, mencegah konflik, pengulangan, dan duplikasi, serta memudahkan pemeliharaan dokumen, sehingga akan terbentuk sistem yang terstruktur dan terkendali. PT. NI - PF menganggap bahwa ISO merupakan standar manajemen yang dinilai paling fair dalam perdagangan dunia. Oleh sebab itu, PT. NI – PF perlu menginkorporasikan ISO 9001:2000 di dalam Integrated Management System Nestlé sebagai standar sistem manajemen mutu dan ISO 14001:2004 sebagai standar sistem manajemen lingkungan. Selain itu, PT. NI – PF juga menerapkan standar sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS (Occupational Health and Safety Assessment
Series) 18001:1999 yang diterbitkan oleh British Standards Institution (BSI). OHSAS 18001 dikembangkan serta disesuaikan dengan ISO 9001 dan ISO 14001 untuk memfasilitasi organisasi dalam mengintegrasikan sistem manajemen mutu, lingkungan, dan K3 (BSI, 1999). Tujuan Secara umum, tujuan magang adalah untuk melatih kemampuan mahasiswa dalam menganalisa, observasi serta memecahkan masalah yang ada dalam suatu industri pangan berdasarkan disiplin ilmu yang telah dipelajari melalui proses pelibatan kerja sesuai peraturan perusahaan. Proses bekerja seperti layaknya pekerja di industri pangan sesuai dengan aturan perusahaan memungkinkan adanya peran aktif mahasiswa dalam memberikan masukan dan menjadi media bertukar pikiran dengan manajemen dan pegawai perusahaan, serta melatih keterampilan dan kemampuan komunikasi personal serta human relation sebelum memasuki dunia kerja yang sebenarnya. Secara khusus, kegiatan magang ini bertujuan mengidentifikasi pemenuhan terhadap implementasi Integrated Management System serta mempelajari proses produksi kopi instan di PT. Nestlé Indonesia Panjang Factory. Sasaran Sasaran dari kegiatan magang ini adalah untuk menguji hipotesa bahwa penerapan ISO 9001, ISO 14001, serta OHSAS 18001 berhasil dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Manfaat Kegiatan magang ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana implementasi IMS sudah terpenuhi dan kesesuaian dengan penerapan pedoman yang digunakan di perusahaan agar continual improvement dapat dilaksanakan. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG Deskripsi Kegiatan Kegiatan magang ini dilaksanakan di PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory (PT. NI-PF) pada tanggal 1 Februari 2007 sampai dengan 31 Mei 2007, setiap hari Senin hingga Jumat pada pukul 08.00-16.00 WIB. Kegiatan ini dilakukan pada departemen Safety Health and Environment, dengan mengkaji tentang
strategi yang digunakan dalam Integrated Management System (IMS) serta kesesuaiannya terhadap implementasi pada seluruh kegiatan di perusahaan. Pelaksanaan Magang a. Metodologi 1. Identifikasi Masalah Sistem manajemen internal Nestlé yang terdiri atas NQS, NEMS dan OSHRMS akan disesuaikan dengan sistem manajemen ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001. Masalah yang ada adalah bagaimana ketiga sistem manajemen dari ISO dan OHSAS tersebut dapat diimplementasikan secara efektif. 2. Alternatif Solusi Alternatif solusi berupa strategi yang telah disiapkan oleh manajemen perusahaan. Strategi-strategi utama (secara berurutan) berupa identifikasi bahaya dan aspek-aspek lingkungan, pelaksanaan objektif, target dan program, pelaksanaan rencana mutu, sosialisasi, dokumentasi Nestlé Integrated Management System (NIMS), kesiapan sumber daya manusia, dan implementasi NIMS. 3. Sintesa Strategi-strategi yang telah dibuat dan dilaksanakan kemudian diuji kinerjanya dengan audit internal dan eksternal. Audit internal dilakukan terlebih dahulu daripada audit eksternal. Pada pelaksanannya, audit internal dilakukan sebanyak dua kali, sedangkan audit eksternal dilakukan sebanyak satu kali. Selain itu, akan dilaksanakan tinjauan manajemen sebanyak 2 kali dalam setahun. Temuan yang didapat dari hasil audit terbagi menjadi tiga kategori, yaitu temuan mayor, minor dan improvement. Temuan mayor diperoleh apabila ada klausul dalam ISO maupun OHSAS yang tidak dipenuhi. Temuan ini sangat mempengaruhi mutu produk. Temuan minor diperoleh apabila klausul-klausul sudah terpenuhi hanya saja pelaksanaannya tidak efektif, sedangkan improvement berupa temuan yang tidak begitu berpengaruh terhadap mutu produk, hanya saja akan lebih baik apabila temuan ini dilakukan dengan semestinya. Dalam pelaksanaan audit, keefektifan implementasi IMS diukur
dengan tiga hal, yaitu dokumentasi, wawancara dan observasi. Persentase dokumentasi yang harus dipenuhi adalah 100%, wawancara sebanyak 75% dari target, serta 75% untuk observasi. b. Berperan Aktif Berperan aktif dengan cara bekerja sesuai dengan peraturan perusahaan pada departemen Safety Health and Environment (SHE), khususnya difokuskan pada proyek integrated management sistem, yaitu mulai dari pembuatan dokumen/penyesuaian dokumen lama menjadi format IMS, pendaftaran dokumen baru ke dalam master list, pencetakan dokumen, penggandaan dokumen, pendistribusian dokumen, hingga penarikan dokumen lama. c. Observasi Lapang Observasi lapang dilakukan dengan cara mengamati dan merekam seluruh proses produksi serta terlibat langsung dalam kegiatan perusahaan untuk mendapatkan diagram alir proses secara rinci beserta aplikasi sistem manajemen mutu di PT. NI–PF. Informasi yang diperoleh dari hasil observasi lapang berupa informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan IMS kepada IMS champions serta mengenai proses produksi kepada karyawan dan supervisor di departemen produksi serta di departemen penunjang produksi untuk mengidentifikasi “good practices” dan mendapatkan gambaran mengenai kesesuaian standar yang digunakan dengan keadaan di lapangan. d. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dengan cara mencari referensi dan literatur di internet, perpustakaan, serta referensi yang dimiliki oleh perusahaan. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan informasi, data pelengkap, dan pembanding mengenai integrated management system untuk mengetahui kesesuaian penerapan yang telah dilakukan oleh PT. NI-PF sekaligus sebagai masukan bagi perusahaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Produk Kopi adalah bahan minuman yang terkait dengan aspek kesehatan dan estetika. Sebagai bahan minuman, kopi memiliki ciri yang khas, karena dapat memberikan nilai kepuasan dan kenikmatan bagi yang meminum, yaitu melalui cita rasa, proses fisiologis dan psikologis. Oleh karena itu, aspek mutu, terutama mutu cita rasa sangatlah menentukan. Budaya minum kopi sebagai penyegar yang telah berlangsung selama berabad-abad di negara konsumen telah mengembangkan bisnis yang nilainya milyaran dolar Amerika, dan kegiatan ini telah memicu sektor lain untuk berperan serta berkreasi guna mendapatkan kenikmatan minum kopi yang optimal. Dalam rangka memperoleh kenikmatan yang optimal ini, budaya minum kopi bahkan telah mendorong berkembangnya industri berbasis teknologi canggih untuk berpacu dalam menemukan peralatan yang sesuai dengan harapan para peminum kopi. PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory yang merupakan anak perusahaan dari PT. Nestlé menghasilkan dua jenis produk kopi, yaitu kopi instan dan kopi mixes. Pada dasarnya proses produksi kedua jenis produk kopi ini terdiri dari penyangraian, penggilingan, ekstraksi, evaporasi dan pengeringan semprot (spray drying). Namun, perbedaan antara kedua kopi ini terletak pada proses setelah pengeringan semprot. Kopi instan akan mengalami proses dari teknologi aglomerasi, sedangkan proses ini tidak dilakukan pada kopi mixes. Pada kopi mixes, setelah dikeringkan dengan pengering semprot, bubuk kopi yang dihasilkan akan dicampur dengan bahanbahan lain/premix sesuai dengan formula yang diinginkan. Pada umumnya bahan-bahan yang dicampurkan terdiri dari gula, krimer, flavor, garam dan bahan lainnya. Proses pencampuran antara kopi bubuk dan premix dilakukan tanpa air sama sekali. Menurut Sivetz dan Desrosier (1979), pada tahun 1966 hingga 1969, perusahaan General Food dan Nestlé memperkenalkan kopi instan dengan pengeringan beku dan semprot. Sebagian pelanggan tidak menyukai produk ini dikarenakan harga produk yang sangat mahal. Selain itu, kopi instan dengan pengeringan semprot membutuhkan 20 hingga 40 detik untuk larut dalam air mendidih dan selalu meninggalkan busa pada bagian permukaan kopi.
Nescafe memperkenalkan produk kopi dalam bentuk teraglomerasi. Partikel-partikel berukuran 0,1 mm yang dihasilkan dari pengeringan semprot bergabung menjadi kelompok berukuran 3 mm. Perubahan bentuk ini bertujuan meningkatkan kelarutan kopi dan untuk mengurangi pembentukan busa pada larutan kopi (Sivetz dan Desrosier, 1979). Tujuan utama aglomerasi yang dilakukan di PT. NI-PF adalah untuk memperbaiki warna kopi dan meningkatkan kelarutan kopi instan. Menurut Clarke dan Macrae (1989), aglomerasi pada kopi instan merupakan bentuk granula yang dihasilkan dari bubuk kopi hasil pengeringan semprot. Rata-rata ukuran granula adalah 1,4 mm. Granula pada umumnya berwarna lebih gelap dari pada bubuk kopi. Aglomerasi kopi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode. Oleh sebab itu, beberapa perusahaan penghasil kopi instan mempatenkan teknik yang mereka gunakan. Beberapa paten tipe aglomerasi kopi instan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Paten tipe aglomerasi kopi instan Nomor Paten USP 2,977,203 USP 3,554,760 USP 3,615,670 USP 3,695,165 USP 3,514,300 BP 1,176,320
Tahun 1961 1971 1971 1973 1970 1967
USP 3,679,416
1972
USP 3,966,975 BP 1,385,192 USP 3,6151,669
1974 1974 1971
Pemilik Paten General Foods Corporation Nestlé Chock Full O’Nuts Corporation Niro Atomizer A/S Procter & Gamble
Sumber : Clarke dan Macrae (1989) Dua tipe mekanisme pengikatan antara partikel-partikel padat dalam proses aglomerasi adalah adhesi partikel tanpa jembatan antar partikel dan adhesi dengan jembatan antar partikel. Mekanisme pengikatan tanpa jembatan antar partikel padat terdiri dari: 1. Gaya Van der Waals yang menyebabkan aglomerasi kering di dalam bubuk kopi. 2. Gaya elektrostatik di antara isolator dan konduktor yang dapat menghasilkan pemisahan muatan yang disebabkan oleh penggilingan kopi. Gaya ini juga menyebabkan aglomerasi kering. 3. Serta permukaan kasar partikel yang mampu mengikat partikel lain. Selain itu, mekanisme-mekanisme adhesi partikel dengan jembatan antar partikel padat terdiri atas:
1.
Sinter bridge yang terbentuk ketika substansi dipanaskan hingga 60% dari suhu leleh. 2. Jembatan cairan terkristalisasi terbentuk karena penambahan pelarut yang selanjutnya diberi pengeringan. 3. Jembatan cairan terbentuk akibat penambahan cairan pengikat. 4. Kapiler-kapiler berisi cairan terbentuk ketika ditambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang signifikan. Prinsip-prinsip dalam aglomerasi yang menggunakan uap panas/steam dapat dideskripsikan dalam lima tahap. Partikel kering/bubuk yang merupakan hasil dari pengeringan semprot akan masuk ke dalam zona aglomerasi dengan cara jatuh bebas/free fall. Selanjutnya permukaan partikel dibasahi oleh uap panas kondensasi. Kemudian terdapat pemutusan komponen-komponen terlarut. Lalu terjadi aglomerasi partikelpartikel dan pembentukan jembatan cairan. Pada tahap akhir, partikel tersebut akan dikeringkan sehingga terbentuk jembatan padat/solid bridges dan didapatkan partikel kopi teraglomerasi. Produk PT. NI-PF yang merupakan kopi teraglomerasi adalah ”Nescafe original” dan ”Nescafe classic”. Kebijakan PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory ”Good Food, Good Life” merupakan slogan Nestlé yang menggambarkan komitmen Nestlé sebagai produsen makanan yang peduli akan kesehatan umat manusia dengan menghasilkan makanan yang sehat, bermutu, aman, berkualitas, bergizi, dan menyenangkan untuk dikonsumsi, demi mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Seperti perusahaan lain, PT. NI-PF juga memiliki visi, nilai-nilai, tujuan bersama, serta motto. Visi PT. NI-PF adalah meningkatkan nutrisi, kesehatan, dan keafiatan konsumen Indonesia. Nilai-nilai yang dipegang adalah kejujuran dan integritas, kepercayaan dan rasa hormat, kepemimpinan dan kesempurnaan, serta kualitas dan keselamatan. Tujuan PT. NI-PF adalah 1) meraih kepercayaan konsumen dan menjadi perusahaan makanan, nutrisi, kesehatan dan keafiatan yang paling terkemuka di Indonesia, 2) melalui pelayanan konsumen yang meningkatkan kualitas hidup mereka, maka kepastian laba, kesinambungan, dan pertumbuhan modal yang efisien dalam jangka panjang akan terjamin dalam jangka panjang, 3) berjuang menjadi pemimpin pasar atau posisi kuat nomor dua dalam semua
kategori di pasar tempat kita beroperasi. Motto PT. NI-PF yaitu Passion For Our Consumer (semangat demi konsumen kita) (Nestle, 2007). Nestlé meringkas kebijakan yang dimilikinya menjadi suatu logo yang menggambarkan keseluruhan kebijakan sehingga dapat dengan mudah dihafal dan dipahami oleh seluruh karyawan. Logo tersebut berupa tangan kanan yang menggenggam keempat jari selain ibu jari. Pada ibu jari terdapat tulisan “ZERO”, sedangkan pada keempat jari berturut-turut tertulis “accident, defect, complaint, waste”. Agar kebijakan ini dapat menyentuh seluruh tingkatan karyawan, maka logo ini disosialisasikan diantaranya dengan cara menempelkan logo pada bagian punggung baju seragam kerja karyawan, menjadikannya sebagai wallpaper di seluruh komputer dan seluruh user, serta mencatumkan logo ini pada handbook, logbook, logsheet, spanduk, surat, dll. Acara-acara khusus dan lokasi-lokasi yang strategis merupakan upaya yang ditempuh dalam menerapkan integrated management system (IMS) dan memastikan pemahaman karyawan akan IMS. Acara yang dilakukan khusus untuk IMS champions berupa meeting rutin yang dilaksanakan seminggu sekali (selama proyek IMS berlangsung), sedangkan acara untuk karyawan selain IMS champions berupa training yang dilaksanakan minimal dua kali dalam setahun. Kehadiran pada meeting rutin maupun training akan dicatat dalam meeting record dan training record. Selain itu juga dilakukan IMS kick off yang dihadiri oleh seluruh karyawan PT. NI–PF. Kebijakan mutu, K3 dan lingkungan, visi, value, motto, dan slogan diletakkan di tempat-tempat strategis. Upaya ini diharapkan agar karyawan maupun tamu dapat mengetahui bahkan memahami khususnya kebijakan dan visi Nestlé. Lokasi-lokasi tersebut diantaranya adalah ruang tunggu tamu, meeting room, learning room, kantin, koridor DOR, line produksi, dll. Kebijakan dan logo PT. Nestlé Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Integrated Management System Menurut Whitelaw (2004), integrated management system adalah suatu sistem manajemen yang terdiri dari ISO 14001 ditambah paling tidak satu sistem manajemen lain. Baik kedua (atau lebih) sistem manajemen tersebut harus berjalan bersamaan
dengan sistem manajemen lain dan dapat diaudit oleh suatu badan eksternal. IMS merupakan gabungan dari tiga sistem manajemen yang diterapkan secara bersamaan, yaitu ISO 9001 (sistem manajemen mutu), ISO 14001 (sistem manajemen lingkungan), dan OHSAS 18001 (sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja). Sistem manajemen tersebut dibuat oleh suatu organisasi independen, yaitu ISO (International Organization for Standardization) untuk ISO 9001 & 14001, dan BSI (British Standards Intitution) untuk OHSAS 18001. Ketiga sistem manajemen ini diakui secara internasional dan telah diadopsi, baik oleh institusi pemerintah, swasta, dll. PT. NI-PF hingga saat ini memiliki sistem manajemen internal mengenai mutu, lingkungan, dan K3. Sistem manajemen internal tersebut adalah Nestlé Quality System (NQS) yang ekuivalen dengan ISO 9001, Nestlé Environmental Management System (NEMS) yang ekuivalen dengan ISO 14001, serta Operational Safety, Health, and Risk Management System (OSHRMS) yang ekuivalen dengan OHSAS 18001. Hingga saat ini NQS adalah panduan mutu bagi Nestlé yang menunjukkan cara pencapaian mutu dari sudut pandang Nestlé. Nestlé selalu menganggap bahwa sukses dibangun dari mutu. Lebih lanjut, mutu adalah keuntungan kompetitif dalam pemuasan kebutuhan konsumen. Mutu tersebut melingkupi perencanaan hingga pelaksanaan yang dilaksanakan oleh semua pihak dengan usaha bersama. NQS juga menggambarkan organisasi dan tanggung jawabnya dalam seluruh jajaran Nestlé, mulai dari pusat, daerah, divisi bisnis hingga pabrik, serta dalam hubungannya dengan pemasok. NQS digunakan untuk semua produk yang dijual menggunakan nama grup Nestlé. Tidak hanya itu, NQS juga digunakan oleh seluruh partner bisnis yang terlibat dalam produk-produk Nestlé. Sistem ini terdiri dari 36 elemen yang setaraf dengan klausul-klausul yang terdapat di dalam ISO 9001. Elemen-elemen NQS dapat dilihat pada Lampiran 3. Panduan dalam implementasi NQS terbagi menjadi dua, yaitu tingkat prioritas utama (First Priority Level), yaitu keamanan pangan, dan Advanced Level, yaitu konsistensi produk dan preferensi konsumen. Prioritas utama berupa persyaratan minimum absolut untuk menjamin kemanan pangan. Elemen-elemen dalam sistem mutu yang harus diimplementasikan secara menyeluruh,
dipertahankan secara konstan, dan tidak dapat ditawar lagi, yaitu GMP, HACCP, pengawasan terhadap patogen pada lingkungan produksi, Quality Monitoring Scheme (QMS), kalibrasi instrumen, identifikasi lot, pengkodean, recall, dsb. Sebagai salah satu produsen makanan terkemuka, PT. Nestlé Indonesia memberikan perhatian yang sangat serius terhadap masalah keamanan dari produk yang dihasilkan. Keamanan pangan adalah aspek mutu yang tidak bisa ditawar. PT. Nestlé Indonesia memberikan jaminan bahwa semua produk yang dihasilkan tidak akan menimbulkan bahaya kesehatan bagi konsumen. Jaminan tersebut diberikan dalam bentuk penerapan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dalam seluruh proses produksi dari seluruh produk yang dihasilkan. Penerapan HACCP merupakan elemen yang tidak terpisahkan dari penerapan NQS. Sistem HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasikan bahaya spesifik yang mungkin timbul dalam mata rantai produksi makanan dan tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut dengan tujuan untuk menjamin keamanan pangan. HACCP merupakan alat yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penyakit atau luka akibat mengkonsumsi produk. Pihak manajemen Nestlé sangat berkomitmen untuk menggunakan prinsipprinsip HACCP Codex Alimentarius. Implementasi Nestlé GMP (NGMP) merupakan prasyarat yang sangat penting di dalam HACCP. HACCP juga merupakan pertimbangan utama dalam rantai suplai produk pangan, dimulai dari desain produk dan sumber bahan baku, termasuk aplikasi proses pada supplier, proses produksi, dan distribusi hingga persiapan dan konsumsi oleh konsumen akhir. Hal ini diistilahkan dengan “From Farm To Table”. Tanggung jawab manajemen adalah untuk menjamin bahwa tiap-tiap pabrik yang beroperasi benar-benar menjalankan HACCP. Sistem HACCP harus diterapkan oleh seluruh unit Nestlé di seluruh dunia. Dalam penerapannya, PT. Nestlé yang berkedudukan di Swiss telah menyusun panduan untuk menerapkan atau melakukan studi HACCP. Dengan demikian penerapan HACCP dilakukan seragam sesuai dengan standar Nestlé. Hal ini akan sangat berguna untuk mengembangkan sistem HACCP. Studi terhadap HACCP bertujuan mengevaluasi kemungkinan bahaya keamanan pangan, menghilangkan bahaya tersebut jika
memungkinkan atau untuk menemukan cara dalam mengendalikan bahaya sampai pada tingkat yang aman. Studi tersebut merupakan cara untuk menemukan tahap kritis dalam rantai produksi dan distribusi yang harus dikendalikan untuk menjamin produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi. Meskipun terjadi transfer sistem manajemen, yaitu dari sistem manajemen internal menjadi IMS (NQS, NEMS, dan OSHRMS), namun ketiga sistem manajemen internal Nestlé masih tetap berlaku dan menunjang sistem yang baru. Hal ini dikarenakan sistem manajemen internal Nestlé lebih bersifat spesifik, yaitu sesuai dengan ciri khas operasional Nestlé sebagai perusahaan makanan, dibandingkan dengan IMS yang merupakan sistem manajemen yang lebih bersifat umum dan dapat diterapkan di berbagai jenis perusahaan. Perubahan sistem manajemen dari internal Nestlé menjadi IMS ini disebabkan oleh faktor dari luar dan dari dalam Nestlé sendiri. Faktor dari luar adalah adanya tuntutan konsumen agar sistem manajemen internal Nestlé diubah menjadi sistem manajemen yang berlaku secara internasional, baik terhadap mutu, keselamatan dan kesehatan kerja, serta lingkungan. Faktor utama dari dalam diantaranya adalah adanya beragam sistem yang berjalan bersamaan, berbeda area implementasi dan tanggung jawab, serta konflik implementasi, pengendalian, dan pemeliharaan. Dengan demikian IMS diharapkan dapat menjadi pendekatan yang sinergis, menghemat waktu, usaha, dan biaya, mencegah konflik, pengulangan, dan duplikasi, serta memudahkan pemeliharaan dokumen, sehingga akan terbentuk sistem yang terstruktur dan terkendali. Menurut Whitelaw (2004), alasan pengintegrasian sistem manajemen adalah untuk: 1. Mengurangi biaya dalam bisnis dan memberikan nilai tambah pada proses. Biaya yang dimaksudkan di sini adalah yang berkaitan dengan efisiensi waktu manajemen. Hal ini meliputi waktu oleh auditor (internal auditor dan auditor dari badan sertifikasi). Pengurangan dalam waktu manajemen sangat mempengaruhi keuntungan biaya internal. Pengurangan waktu manajemen ini dapat dikurangi jika elemen dari sistem manajemen dapat dilaksanakan pada waktu yang sama dengan elemen sistem manajemen yang lain.
Alasan lainnya adalah adanya nilai tambah. IMS diharapkan dapat menjamin bahwa aktivitas dan proses-proses operasi suatu manajemen sistem memiliki pengaruh positif dan dapat diukur terhadap keuntungan dan loss account dari suatu bisnis. 2. Mengurangi resiko demi kelangsungan bisnis. Manajemen dari suatu organisasi harus melakukan analisis resiko dengan baik. Berikut ini tiga komponen utama dalam analisis resiko: a. Mutu: apa saja resiko dari suplai produk dan jasa yang tidak memenuhi persyaratan konsumen dan yang paling penting adalah tidak up to date dengan perubahan (konsep dari perbaikan berkelanjutan). ISO 9001 adalah alat untuk mengurangi resiko-resiko ini. b. Lingkungan : apa saja resiko akibat tidak memenuhi perundangan, jika organisasi tidak dapat up to date pada praktek-praktek terbaik terhadap manajemen lingkungan, dan resiko akibat aktivitas yang dapat merugikan publik terhadap nama perusahaan. ISO 14001 adalah alat untuk mengurangi resiko-resiko ini. c. Kesehatan dan Keselamatan Kerja: apa saja resiko dari aktivitas yang menyebabkan luka yang diakibatkan oleh kelalaian dan praktek-praktek yang out of date. Resiko-resiko ini paling tidak meliputi hilangnya waktu kerja yang mengakibatkan turunnya produktivitas hingga beralih kepada kriminalitas atau berkaitan dengan hukum akibat karyawan yang terluka. OHSAS 18001 adalah alat untuk mengatur resiko-resiko ini. Siklus implementasi terintegrasi untuk perbaikan berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan perbandingan dari klausul-klausul ISO, OHSAS dan NQS yang menunjukkan pendekatan standar dan kesamaan struktur dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada dasarnya ketiga sistem manajemen dalam IMS ini sangat berbeda, namun ada persyaratan-persyaratan/klausulklausul yang penerapannya dapat diintegrasikan, yaitu kebijakan; obyektif dan target; tugas dan tanggung jawab; pelatihan dan kompetensi; pengendalian dokumen;
pengendalian catatan; tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan; audit; dan tinjauan manajemen. Proses manajemen di PT. NI-PF dalam pelaksanaan IMS terdiri dari komitmen manajemen, pembuatan kebijakan perusahaan, pengangkatan management representative, melakukan management review, dan audit internal. Manajemen puncak PT. NI-PF telah menyatakan komitmennya untuk menjalankan sistem manajemen mutu sesuai persyaratan ISO 9001:2000, sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS 18001:1999, dan sistem manajemen lingkungan ISO 14001:2004. Selanjutnya sebagai dasar dari IMS perusahaan maka manajemen menentukan kebijakan PT. NI-PF. ISO 9001 Clause 5.6 Management Review
OHSAS 18001 Clause 4.6 Manageme nt Review
ISO 14001 Clause 4.6 Management Review
OHSAS 18001 Clause 4.5 Checking and Corrective
ISO 14001 Clause 4.1 General Requirements ISO 9001 Clause 4.1 General Requirements OHSAS 18001 Clause 4.1 General Requireme nts
ISO 9001 Clause 8.0 Measuring Analysis and Improveme
ISO 14001 Clause 4.5 Checking and Corrective Action
ISO 14001 Clause 4.2 Environmenta l Policy
OHSAS 18001 Clause 4.2
ISO 9001 Clause 5.1 Manageme nt Committme
OHSAS 18001 Clause 4.4 Implementa tion and Operation ISO 14001 Clause 4.4 Implementa tion and Operation
ISO 14001 Clause 4.3 ISO 9001 Clause 7.0 Product Realization
ISO 9001 Clause 5.4 Planning
OHSAS 18001 Clause 4.3
Gambar 7. Siklus implementasi terintegrasi untuk perbaikan berkelanjutan (Whitelaw, 2004) Dalam menjalankan, memelihara, dan meningkatkan sistem manajemen QSHE, manajemen PT. NI-PF juga telah menunjuk perwakilan manajemen sebagai penanggung jawab utama, yang dalam pelaksanaan kerja
sehari-hari harus didukung oleh semua karyawan. Pembahasan kinerja IMS PT. NIPF akan dilakukan di dalam meeting tinjauan manajemen (management review) secara rutin, yang dihadiri oleh Factory Manager dan Head of Department tiap departemen. Tinjauan manajemen ini akan dilaksanakan minimal setiap enam bulan sekali. Pelaksanaan internal audit dilakukan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan, untuk mengetahui apakah pelaksanaan IMS, proses, dan produk telah: 1. Sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, 2. Sesuai persyaratan ISO 9001:2000, OHSAS 18001:1999 dan ISO 14001:2004 3. Sesuai terhadap persyaratan IMS yang telah ditentukan oleh PT. Nestlé Indonesia Panjang Factory. 4. Sesuai terhadap persyaratan pelanggan dan perundang-undangan yang berlaku 5. Secara efektif diterapkan dan diimplementasikan. Pelaksanaan IMS, khususnya pada tahap persiapan IMS bukanlah hal yang mudah sehingga dibutuhkan SDM khusus yang mampu menanganinya sehingga IMS dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini, penanggung jawab tertinggi IMS adalah Chief Executief IMS, yaitu Factory Manager (FM), yang bertanggung jawab secara keseluruhan untuk memastikan bahwa IMS berjalan efektif. Secara operasional, penerapan IMS di seluruh area pabrik dikoordinir oleh Management Representative (MR), yaitu Head of Department (HOD) QA, dengan dibantu oleh Deputi IMS, yaitu SHE officer, dan seluruh HOD dan Direct Report untuk penerapan di seluruh departemen. Penerapan IMS di masing-masing departemen oleh para HOD akan dibantu oleh koordinator IMS/IMS champions masing-masing departemen. Pengendalian dokumen yang meliputi pengeluaran, pendaftaran, pengesahan, pendistribusian, dan penarikan dokumen dikoordinir oleh Central Document Controller. Pada pelaksanaannya, PT. NI-PF dibantu oleh konsultan dari perusahaan InQuest Consulting. Tahapan-tahapan dalam penerapan IMS adalah penyusunan dokumen Process Mapping beserta Environmental Aspects (EA) dan Hazard Identification and Risk Assessment (HIRA); pemenuhan persyaratan undang-undang dan persyaratan lainnya; penyusunan dokumen dari level 1 hingga level 4; sosialisasi dan penerapan IMS;
internal audit; management review meeting; serta continual improvement. Siklus plan, do, check, action dari ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001 dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Siklus PDCA IMS Pelaksanaan IMS pada akhirnya berguna untuk memastikan hal-hal yang berkaitan mutu, lingkungan, serta keselamatan dan kesehatan kerja. a. Mutu Mutu merupakan suatu karakteristik/sifat yang harus dimiliki suatu produk. Karakteristik tersebut harus sesuai dengan keinginan pelanggan, keamanan pangan, serta peraturan dan persyaratan yang berlaku yang dapat dipenuhi pada proses produksi dan penyerahan produk pada pelanggan. Pemastian akan mutu ini dilakukan oleh Nestlé melalui tiga tahapan, yaitu uraian mengenai definisi produk, penyesuaian terhadap regulasi internal maupun eksternal yang berlaku, dan penyesuaian dengan Quality Monitoring Scheme (QMS). Oleh sebab itu, hal-hal yang harus dilakukan terhadap mutu adalah mengetahui QMS yang berlaku di setiap tahapan proses, hanya meneruskan dan melakukan proses atas bahan baku atau Work In Process (WIP) dan atau produk yang memenuhi ketentuan dalam QMS, serta memisahkan WIP atau produk yang tidak memenuhi ketentuan QMS dan melakukan investigasi sebagai tindak lanjut. b. Lingkungan Lingkungan merupakan sekeliling dimana PT. NI-PF beroperasi. Nestlé memastikan lingkungan ini dengan beberapa tahap, yaitu pertama-tama mengidentifikasi aspek penting lingkungan, lalu menyesuaikannya dengan peraturan, persyaratan serta norma-norma yang berlaku, dan pada akhirnya dilaksanakan sesuai dengan prosedur pengelolaan dan pengendalian yang bersesuaian.
Aspek penting lingkungan adalah aspek lingkungan yang dapat mengakibatkan dampak penting bagi lingkungan. Aspek penting lingkungan diantaranya adalah konsumsi sumber daya (air, listrik, material) yang tinggi, limbah (tidak berbahaya) dalam jumlah yang besar, limbah yang termasuk limbah bahan beracun dan berbahaya, pencemaran lingkungan akibat aktivitas (kebisingan, getaran, bau, asap, dll), serta pencemar spesifik seperti freon dan gas rumah kaca. Identifikasi terhadap aspek penting lingkungan di tiap proses dilakukan terhadap aspek-aspek yang berpotensi menimbulkan pencemaran, pemborosan sumber daya alam, serta yang dapat mengakibatkan bencana lingkungan. c. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pengelolaan keselamatan harus sesuai dengan peraturan dan persyaratan yang berlaku serta senantiasa mencegah terjadinya kecelakaan. Nestlé melakukannya dengan cara melaksanakan identifikasi terhadap bahaya-bahaya yang beresiko tinggi, kemudian menyesuaikannya dengan peraturan, persyaratan serta norma-norma yang berlaku, lalu dilaksanakan dengan dibantu oleh prosedur pengelolaan yang ada. Bahaya dengan resiko tinggi adalah bahaya yang frekuensi terjadinya cukup tinggi (hampir setiap hari) dan atau frekuensinya rendah, namun tingkat keparahannya tinggi. Bahaya yang termasuk beresiko tinggi adalah bekerja di ketinggian, pekerjaan dengan alat bergerak bermotor (forklift, truk, dll), pengoperasian boiler, power generator, kompresor, pengoperasian mesin egron, pekerjaan khusus, serta pekerjaan dengan high/low pressure, high/low temperature, dan chemical explosure. Hal yang harus dilakukan terhadap safety adalah mengetahui bahaya resiko tinggi di tiap tahap proses, yaitu yang dapat mengakibatkan orang cedera, berpotensi menyebabkan kerusakan bangunan, fasilitas dan sarana kerja, yang dapat mengakibatkan orang menjadi sakit/penyakit akibat kerja, dan yang dapat mengakibatkan bencana lingkungan. Baik lingkungan maupun K3 harus dilakukan berdasarkan prosedur pengendalian yang bersesuaian. Beberapa kegiatan utama, selain kegiatan rutin dokumentasi dan meeting yang dilakukan oleh IMS champions PT. NI-PF
adalah IMS Kick Off, external meeting, dan benchmarking ke PT. Great Giant Pineapple (PT. GGP). Pada tanggal 16 Maret 2007, IMS champions melaksanakan Integrated Management Systems Kick Off. Kegiatan ini merupakan pembuktian bahwa IMS siap untuk diterapkan di PT. NI-PF. Kegiatan ini dihadiri oleh karyawan, para HOD, serta Factory Manager. Acara dibuka dengan sambutan dari Factory Manager, dilanjutkan dengan presentasi mengenai Integrated Management Systems oleh MR dan DMR, lalu diakhiri dengan hand over folder dokumen IMS dari Factory Manager kepada IMS champions. External meeting yang dilakukan pada tanggal 10 April 2007 merupakan salah satu rencana dari IMS Kick Off yang telah dilaksanakan pada tanggal 16 Maret 2007 yang lalu. Program ini bertempat di Hotel Sahid Bandar Lampung, dimulai pada pukul 08.00 dan diakhiri pada pukul 17.00 WIB. Tujuan dilaksanakannya external meeting ini adalah agar para IMS champions lebih berkonsentrasi ketika membedah klausulklausul ISO 9001, 14001, dan OHSAS 18001 yang ada dalam ceklis audit. Konsentrasi cukup sulit dicapai apabila meeting dilakukan di lingkungan pabrik, hal ini disebabkan konsentrasi para champions akan terpecah antara pekerjaan dan meeting proyek IMS. Berdasarkan hasil dari external meeting ditetapkan bahwa distribusi dokumen ke departemen-departemen dan line-nya dimulai pada 30 April 2007, sedangkan penarikan dokumen lama yaitu dimulai pada tanggal 2 Mei 2007. Target distribusi dokumen dan penarikan dokumen lama dapat tercapai dengan baik, meskipun masih terdapat beberapa departemen yang belum menarik dokumen lama mereka dari line. Tidak hanya itu, masih terdapat departemen yang masih mendaftarkan dokumen level 4 mereka, seharusnya seluruh dokumen baik level 2, 3, maupun 4 sudah didaftarkan seluruhnya jauh sebelum target distribusi dokumen. Hal ini dapat dimaklumi, sebab PT. NI-PF hanya memiliki waktu 6 bulan dalam menyelesaikan proyek ini hingga tahap sertifikasi. Tentunya hal ini tidaklah mudah, terutama pada tahap dokumentasi, banyaknya dokumen yang sebelumnya tidak begitu terkontrol menyebabkan sulitnya para IMS champion dalam mendaftarkan seluruh dokumen mereka. Salah satu action plan dalam proyek IMS ini adalah benchmarking ke perusahaan pangan yang sudah lebih dulu menerapkan
integrated management system. Berdasarkan beberapa pertimbangan maka ditetapkan bahwa perusahaan yang dikunjungi adalah PT. Great Giant Pineapple. Jarak lokasi benchmarking merupakan salah satu pertimbangan bagi PT. NI-PF dalam memilih perusahaan untuk dilaksanakannya benchmarking. Lokasi PT. GGP dapat ditempuh dalam waktu ± 2 jam dari PT. NIPF. PT. GGP merupakan perusahaan pangan yang memproduksi serta mengekspor buah nanas dalam kemasan kaleng. Perusahaan ini sudah menerapkan ISO 9001 sejak tahun 1996, kemudian pada tahun-tahun berikutnya perusahaan tersebut melengkapi sistem manajemennya dengan ISO 14001, OHSAS 18001, ISO 22000, serta Social Accountability (SA). PT. GGP banyak membagikan pengalamannya dalam hal proses sertifikasi kepada PT. NI-PF. Salah satu hal yang dapat dipelajari adalah bagaimana karyawan PT. GGP menyusun serta mengatur dokumendokumen yang mereka miliki. Pada awal sertifikasi, yaitu pada tahun 1996, PT. GGP menggunakan jasa konsultan dalam hal penyusunan dokumen dan hal-hal lain yang terkait proses sertifikasi ISO 9001. Saat itu, mereka menyusun dokumen dengan cara menulis kembali semua dokumen lama ke dalam format ISO, hal ini tentunya memakan waktu yang cukup lama. Namun hal ini justru membuat mereka cukup berpengalaman dalam hal dokumentasi, sehingga pada sertifikasi-sertifikasi selanjutnya mereka tidak lagi menggunakan tenaga konsultan, pengalaman pada saat ISO 9001 membuat mereka yakin dapat menyelesaikan sertifikasi yang selanjutnya tanpa bantuan konsultan. Hal tersebut memang terbukti, persiapan dokumentasi untuk empat sertifikasi berikutnya memang mereka persiapkan sendiri. IMS champions dari PT. NI-PF diberi kesempatan untuk melihat kondisi perusahaan PT. GGP. IMS champions berkeliling khususnya ke bagian produksi, warehouse, engineering, QC, serta QA yang menyimpan dokumen-dokumen milik PT. GGP. Sosialisasi mengenai kebijakan perusahaan di PT. GGP dapat dikatakan cukup berhasil. Hal ini dibuktikan pada saat Factory Manager PT. NI-PF bertanya kepada salah seorang karyawan yang sedang bekerja di line produksi, karyawan tersebut mampu menjelaskan kebijakan dari perusahaan tempat dia bekerja. Benchmarking ini sangat
bermanfaat khususnya bagi PT. NI-PF, sebab dari program inilah PT. NI-PF mendapat masukan-masukan mengenai apa saja yang belum dilakukan, belum diketahui, bahkan mungkin sebelumnya tidak disadari manfaat dan kepentingannya. Dokumentasi Integrated Management System PT. NI-PF mempunyai kebijakan untuk mendokumentasikan IMS yang diterapkan dengan tujuan : 1. Untuk memastikan seluruh dokumen (internal atau eksternal) yang digunakan di PT. Nestlé Indonesia - Panjang Factory dalam keadaan terkendali. 2. Sebagai prasarana untuk pelatihan karyawan. 3. Sebagai pembuktian penerapan sistem. 4. Sebagai sumber informasi yang dapat digunakan pada saat akan melakukan perbaikan atau peningkatan proses maupun produk. Dokumentasi IMS terdiri dari beberapa tingkatan dokumen, yaitu level 1, 2, 3, dan 4. Dokumen level 1 adalah Kebijakan dan Manual Nestlé, dokumen level 2 adalah prosedur yang menjabarkan proses-proses dan aktivitas-aktivitas utama yang ada di pabrik Panjang dengan ruang lingkup antar departemen. Dokumen level 3 adalah instruksi kerja yang merupakan dokumen praktis dan operasional di tiap-tiap line atau mesin dengan ruang lingkup di departemen tertentu, sedangkan dokumen level 4 berupa form-form dan standar yang digunakan baik dalam proses produksi maupun dalam prosesproses pendukungnya. Kebijakan dan Manual Prosedur
Instruksi Kerja/WI
Level IV
Form, Standar, Job Description,
Gambar 9. Struktur dokumentasi PT. NI-PF Selain itu, terdapat juga dokumendokumen pendukung, yaitu dokumen EA/HIRA (Environmental Aspects/Hazard and Risk Assessment) atau aspek lingkungan dan bahaya kerja, Objective Factory dan departemen di bidang QSHE (mutu, K3, dan
lingkungan), dan dokumen Job Description dari tiap-tiap fungsi. Struktur dokumentasi PT. NI-PF dapat dilihat pada Gambar 9. MR PT. NI-PF akan melakukan kontrol terhadap semua dokumen yang dijadikan pedoman bagi karyawan dan dokumen yang terkait dengan IMS diatur sesuai dengan prosedur pengendalian dokumen dan persyaratan ISO 9001:2000, OHSAS 18001:1999 dan ISO 14001:2004. Penyusunan, perubahan, penarikan dan pengendalian dokumen dilakukan sesuai dengan prosedur pengendalian dokumen. Dokumen harus dipastikan: a. Ditetapkan lokasinya. b. Ditinjau secara teratur minimal 1 kali setahun, diubah atau direvisi jika perlu dan hanya boleh disetujui oleh personil yang berwenang. c. Versi yang berlaku tersedia di tempat kerja yang relevan untuk memastikan pelaksanaan pengendalian operasional yang efektif. d. Versi yang tidak berlaku segera ditarik dari lokasi dan dimusnahkan dan dipastikan tidak digunakan sebagai referensi operasional, atau jika untuk disimpan jika perlu dengan identitas tertentu. e. Dokumen di lapangan dan terkendali harus bisa dibaca dan dimengerti oleh personil terkait, dipelihara dan dipastikan penyimpanannya sehingga dapat diperoleh segera jika diperlukan. f. Semua dokumen yang ditujukan pada pihak eksternal harus melalui persetujuan MR atau jika perlu manajemen puncak dan statusnya adalah tidak terkendali. Dokumen-dokumen tersebut terdiri dari soft copy dan hard copy. Dokumen soft copy terdapat di dalam master list intranet yang hanya dapat diakses oleh user tertentu saja. Dokumen yang berbentuk hard copy akan diberi nomor sesuai dengan master list lalu distempel sesuai dengan status dokumen. Dokumen yang digunakan akan diberi stempel “dokumen terkendali” lalu pada stempel tersebut dituliskan nomor salinan dokumen. Dokumen lama yang tidak digunakan lagi akan diberi stempel “obsolete”. Document controller membuat daftar penarikan dokumen lama dan penyerahan dokumen baru sesuai dengan dokumen yang diterima dan yang diberikan, lalu ditandatangani sebagai tanda terima. Seluruh dokumen asli baik dokumen lama maupun yang baru kemudian disimpan oleh document controller. Document controller PT. NI-PF
tujuan organisasi serta sesuai dengan sifat, skala, dan dampak dari aktifitas dan produknya terhadap lingkungan. Kebijakan berisi komitmen perusahaan dalam memenuhi persyaratan pelanggan, komitmen dalam mencegah pencemaran, serta komitmen dalam menjalankan peraturan, meliputi produk, proses, K3, dan lingkungan, dan persyaratan lainnya. Kebijakan merupakan kerangka kerja perusahaan dalam membuat sasaran, kemudian harus dilakukan tinjauan terhadap kesesuaiannya. Manual adalah penjelasan dari kebijakan, yaitu pedoman yang menjelaskan mengenai penerapan IMS di lingkungan pabrik. Manual berisi administrasi, status revisi dan penjelasan revisi, pengendalian dokumen, prosedur permintaan, profil perusahaan, riwayat singkat, produk/jasa yang dihasilkan, dan struktur organisasi. Manual dengan jelas memaparkan pendekatan proses dan obyektif proses, identifikasi aspek penting lingkungan, identifikasi bahaya kerja resiko tinggi, serta kebijakan pengendalian mutu, K3, dan lingkungan, dengan menyertakan persyaratan dari acuan standar ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001. Manual di PT. NI-PF dibuat oleh MR yang kemudian disahkan oleh Factory Manager (Chief Executief IMS). Manual bersifat rahasia dan hanya didistribusikan pada level Head of Department dalam bentuk salinan dan harus telah bernomor serta distempel “dokumen terkendali” setelah melalui persetujuan document controller. Manual boleh didistribusikan pada pelanggan bila secara komersial dipandang perlu atau apabila dituntut dalam persyaratan kontrak. Semua distribusi eksternal harus mendapat persetujuan dari MR. Salinan yang didistribusikan kepada pelanggan termasuk ke dalam salinan tidak terkendali sehingga tidak dapat diperbarui.
akan menyimpan dan memelihara catatan yang ada di PT. Nestlé Indonesia Panjang Factory dengan cara: 1. Menyimpannya pada tempat tertentu yang dapat menghindari catatan hilang atau rusak. 2. Menyimpan catatan sesuai masa penyimpanannya. Lama penyimpanan catatan ditulis pada master list catatan pada masing-masing departemen. Dasar penentuan masa simpan catatan adalah persyaratan pemerintah, persyaratan pelanggan, dan pertimbangan internal. Diagram alir pembuatan maupun revisi dokumen dapat dilihat pada Gambar 10. Mulai
Susun/modifikasi dokumen baru/Terima dokumen eksternal
Review Dokumen Baru
tidak OK ya Pendaftaran Dokumen
Penggandaan & Distribusi Dokumen
Penggunaan Dokumen
Selesai
Gambar 10. Diagram alir dalam membuat / revisi prosedur / instruksi kerja/ form / checklist 1.
Kebijakan dan Manual Kebijakan dan manual merupakan dokumen level satu. Kebijakan adalah pernyataan mengenai komitmen manajemen puncak PT. Nestlé Indonesia terhadap mutu, lingkungan, dan K3. Kebijakan disahkan oleh President Director Nestlé Indonesia. Kebijakan yang dibuat harus sesuai dengan sifat dan
2.
Prosedur Prosedur merupakan dokumen level tiga yang berlaku umum dan mengatur suatu aktivitas yang melibatkan lebih dari satu departemen. Prosedur menjabarkan proses-proses/aktivitasaktivitas utama yang ada di pabrik Panjang dengan ruang lingkup antar
departemen. Prosedur yang dibuat harus memuat prosedur operasional secara rinci yang mendukung pernyataan kebijakan dan ringkasan prosedur yang termuat dalam manual. Prosedur dibuat oleh HOD, diperiksa oleh MR, dan disetujui oleh FM. Dokumen ini bersifat rahasia khusus internal Nestlé dan salinan dokumennya hanya dibagikan kepada HOD dan pihakpihak yang terkait prosedur tersebut. Format prosedur berupa narasi, diagram alir, dan semi diagram alir. Format prosedur PT. NI-PF dapat dilihat pada Tabel 3. Contoh prosedur yang belum terisi dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 3. Format Prosedur PT. NI-PF ISI Title
Applicable to
Aim Scope
Reference
Content
Safety aspects
Environmental aspects
Related documents
3.
FUNGSI Menginformasikan tema aktivitas yang dilakukan. Terdiri dari klasifikasi dokumen, nomor dokumen, tanggal pengeluaran dan efektif dari dokumen. Terdapat pula kolom tanda tangan yang terdiri dari issued by, checked by, dan approved by. Menginformasikan departemen yang terkait dalam penerapan prosedur. Menjelaskan mengenai tujuan dari penerapan prosedur. Memberikan informasi mengenai tugas dan tanggung jawab bagi pihak yang terkait terhadap pelaksanaan prosedur. Menginformasikan referensi yang digunakan dalam penerapan prosedur. Terdiri dari definisi/istilah yang digunakan dalam prosedur, rincian/langkah-langkah dalam pelaksanaan prosedur, dan catatan yang berhubungan dengan pelaksanaan prosedur. Menginformasikan mengenai aspek-aspek kesehatan dan keselamatan yang dapat terjadi sebagai akibat dari pelaksanaan prosedur. Menginformasikan mengenai aspek-aspek lingkungan yang dapat terjadi akibat dari pelaksanaan prosedur. Menginformasikan mengenai dokumen-dokumen yang berkaitan dengan prosedur, dapat berupa working instruction, standar, SAP, dll.
Instruksi Kerja/Working instruction (WI) WI adalah dokumen level tiga yang merupakan penjelasan rinci dari pelaksanaan suatu aktivitas dalam prosedur yang pada umumnya dilakukan
oleh satu jabatan atau posisi dengan mempertimabangkan kecakapan personel dan pengaruh aktivitas terhadap mutu. Format yang digunakan berupa narasi dan gambar/foto/video. Contoh instruksi kerja yang belum terisi dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 4. Perbandingan Prosedur dengan Instruksi Kerja Prosedur Memberikan gambaran umum suatu proses. Biasanya membutuhkan dokumen penunjang dalam pelaksanaannya. Digunakan oleh banyak personel dari berbagai bagian / posisi.
4.
Instruksi Kerja Secara rinci menjelaskan tugas yang harus dikerjakan. Biasanya dapat berdiri sendiri. Digunakan oleh satu posisi di bagian tertentu.
Records / Catatan Catatan adalah dokumen pendukung berjenis khusus, di PT. NI-PF disebut sebagai dokumen level 4. Pada pelaksanaannya, dokumen level 4 ini tidak hanya terdiri dari catatan (form dan checklist), tetapi juga terdiri dari standar, Quality Monitoring Scheme (QMS), EA/HIRA, job description, MSDS, dll. Catatan merupakan bukti implementasi sistem yang sesuai dengan persyaratan standar dan juga merupakan bentuk komunikasi antar departemen.
Tabel 5. Perbandingan Jumlah Dokumen di PT. NI-PF No. 1 2 3 5 6 7 8 9 10 11
Fungsi / Departemen Secretary Safety Health Environment Quality Assurance Production Resource Planning Unit Application Group Finance and Control Human Resources Industrial Performance Engineering Jumlah
Prosedur
WI
3
-
Form 6
13
18
22
9 1
93 160
165 136
5
28
18
1 3 -
13 31 9
8 37 94
-
3
11
35
78 433
53 552
Note : Jumlah dapat berubah sewaktu-waktu. Aspek pengendalian catatan adalah identitas, penyimpanan, pemeliharaan, dan pemusnahan. Identitas terdiri dari siapa yang membuat catatan dan kapan dibuatnya. Aspek penyimpanan terdiri dari masa simpan, metode simpan, metode indeks, lokasi penyimpanan,dan
tanggung jawab. Aspek pemeliharaan yaitu dapat dibaca, dapat ditelusuri, dapat diperoleh dengan mudah, sedangkan aspek pemusnahan terdiri atas metode pemusnahan dan status kerahasiaan. Contoh form dapat dilihat pada Lampiran 8, sedangkan perbandingan jumlah dokumen PT. NI-PF dapat dilihat pada Tabel 5. Audit Internal Ada dua tipe audit yang dibutuhkan dalam meregistrasi standar, yaitu audit oleh suatu badan sertifikasi eksternal yang biasa disebut sebagai audit eksternal, dan audit oleh staf internal yang telah di training untuk mengaudit yang disebut sebagai audit internal. Tujuannya adalah untuk meninjau perbaikan proses, menguji bahwa sistem berjalan dengan semestinya, mencari perbaikan dan memperbaiki atau mencegah masalah-masalah yang teridentifikasi (Anonim, 2007). Teknik audit dapat dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu rapat pembukaan audit, mengidentifikasi proses, mengaudit, mengumpulkan dan memverifikasi informasi, temuan audit, pertemuan tim audit, rapat penutupan, pelaporan audit, mendokumentasikan ketidaksesuaian dan tindakan perbaikan. Audit internal akan diaudit oleh auditor yang merupakan staf/karyawan PT. NI-PF yang telah melaksanakan training audit internal dari kantor pusat. Audit internal di PT. NI–PF dijadwalkan dimulai tanggal 15 Mei 2007. Namun pelaksanaannya harus diundur satu hari, yaitu pada tanggal 16 Mei 2007. Keputusan ini diambil pada saat opening meeting internal audit, para HOD menginginkan penjelasan rinci mengenai penilaian audit serta hasil dari benchmarking para IMS champion ke PT. Great Giant Pineapple. Oleh karena itu, jadwal internal audit pun sedikit mengalami perubahan, yaitu pelaksanaannya dimulai tanggal 16 Mei 2007 hingga 25 Mei 2007, dimana departemen yang seharusnya diaudit pada tanggal 15 Mei kemudian dipindahkan ke tanggal 25 Mei. Pada saat pelaksanaan audit internal, penilaian terhadap pemenuhan dokumen adalah 100%, observasi 75%, dan interview 75%. Temuan atau finding terdiri dari mayor, minor, dan improvement, dengan kategori temuan miss, hit, serta not applicable (NA). Temuan mayor adalah ketika ada pasal-pasal dari ISO yang tidak diterapkan oleh auditee. Temuan ini dapat menyebabkan auditee tidak
lolos sertifikasi, sebab apabila ditemukan satu saja major finding, maka auditor tidak dapat meloloskan auditee. Suatu temuan dikatakan minor apabila pasal-pasal dari ISO sudah diterapkan, namun pada kenyataannya tidak diterapkan secara maksimal. Reoccurent minor atau temuan minor pada saat audit yang selanjutnya dapat berubah menjadi temuan mayor. Temuan improvement berupa temuan yang dapat langsung dilakukan continual improvement, misalnya ditemukan dokumen dengan nomor dokumen yang mengalami kesalahan pengetikan atau ada dokumen yang belum diberi stempel. Temuan minor dan improvement ini tidak menyebabkan kegagalan dalam sertifikasi, hanya saja semua temuan tersebut harus dilaporkan dalam dokumen CAPA (Corrective and Preventive Action), begitu pula dengan temuan mayor, yang kemudian harus dilakukan continual improvement. Dapat dikatakan bahwa yang mampu menghambat bahkan menggagalkan sertifikasi bukan disebabkan oleh banyaknya temuan tetapi jenis temuannya. Waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki setiap temuan berbeda-beda, disesuaikan dengan jenis temuan dan tingkat keparahan temuan. Berikut ini adalah hasil temuan dari audit internal. Tabel 6 menunjukkan temuan-temuan di departemen QA. Prosedur pengendalian dokumen eksternal tidak tersedia. Document controller merupakan penanggung jawab dari temuan ini. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang dilakukan adalah segera mencetak dan mendistribusikan prosedur pengendalian dokumen eksternal ke departemen yang bersangkutan. Temuan lain yang berkaitan dengan dokumen adalah dokumen lama belum distempel ”obsolete” dan beberapa form belum diregistrasi. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilakukan adalah memberi stempel lalu menarik semua dokumen lama dari line. Tidak hanya itu, champions harus meregister dan memberi nomor semua form yang ada di areanya. Temuan-temuan ini mengacu pada klausul IMS, yang terdiri dari ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001, yaitu klausul 4.2.3 untuk ISO 9001 dan 4.4.5 untuk ISO 14001 dan OHSAS 18001. Hingga pada saat audit internal, departemen ini belum membuat jadwal untuk meninjau Key Performance Indicator (KPI). Temuan ini mengacu pada ISO 9001 klausul 6.2.2 dan merupakan tanggung jawab dari HOD QA. Tindakan perbaikan dan
pencegahan yang harus dilakukan adalah segera membuat jadwal peninjauan KPI agar pelaksanaannya terjadwal. Temuan di departemen QA yang cukup kritis adalah belum adanya surat pengangkatan MR. Sampai dengan tahap audit internal, surat pengangkatan MR ini sedang dalam proses pembuatan. Persyaratan yang berkaitan dengan temuan ini adalah ISO 9001 klausul 5.5.2 mengenai wakil manajemen. Tindakan perbaikan dan pencegahannya adalah membuat surat pengangkatan lalu mensosialisasikannya. Tabel 6. Daftar Ringkasan Temuan di Departemen QA Persyaratan Referensi ISO ISO OHSA 900 1400 S 1 1 18001
Tindakan Perbaikan dan Pencegahan Prosedur pengendalian dokumen eksternal segera dicetak dan didistribusik an. Semua dokumen lama diberi tanda ”obsolete” dan ditarik dari line. Champions harus meregister dan memberi nomor semua form yang ada di areanya.
No .
Temuan
1
Prosedur pengendalia n dokumen eksternal tidak tersedia.
4.2. 3
4.4.5
4.4.5
2
Dokumen lama belum distempel ”obsolete”.
4.2. 3
4.4.5
4.4.5
3
Form belum diregistrasi.
4.2. 3
4.4.5
4.4.5
4
Tidak terdapat jadwal peninjauan Key Performance Indicator (KPI).
6.2. 2
-
-
Buat jadwal tinjauan KPI.
5
Tidak ada surat pengangkata n MR.
5.5. 2
-
Buat surat pengangkata n MR dan sosialisasika n.
6
Prosedur komunikasi internal belum mencantumk an aspek mutu.
4.4.3
Cantumkan aspek mutu pada revisi prosedur komunikasi internal.
7
ICP tidak dikalibrasi sesuai dengan jadwal dan tidak diberi label.
7.6
-
-
8
Konsep dan laporan tidak mengikuti persyaratan
8.5. 2
4.5.3
4.5.2
5.5. 3
-
4.4.3
Kalibrasi sesuai dengan jadwal dan beri label pada alat yang telah dikalibrasi. Gunakan persyaratan ISO dalam melaksanaka
ISO.
n perbaikan dan gunakan form yang sesuai dengan ISO.
Prosedur komunikasi internal yang terdapat di departemen QA tidak mencantumkan aspek mutu. Hal ini mengacu pada klausul IMS mengenai komunikasi internal, yaitu klausul 5.5.3 untuk ISO 9001 dan 4.4.3 untuk ISO 14001 dan OHSAS 18001. Temuan ini merupakan tanggung jawab dari document controller. Selain itu, ditemukan pula ICP (Internal Control Plan) yang tidak dikalibrasi sesuai dengan jadwal dan tidak diberi label. ICP berfungsi untuk memonitor peralatan yang ada, khususnya alat-alat di departemen QA. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilakukan adalah melakukan kalibrasi sesuai dengan jadwal lalu memberi label pada alat yang telah dikalibrasi. Temuan ini berkaitan dengan klausul 7.6 ISO 9001 mengenai pengendalian sarana pemantauan dan pengukuran. Pada dasarnya, departemen QA telah melaksanakan continual improvement, hanya saja konsep dan laporannya tidak mengikuti persyaratan ISO, sehingga hal ini juga menjadi suatu temuan. Temuan ini mengacu pada klausul IMS mengenai komunikasi internal, yaitu klausul 8.5.2 ISO 9001 mengenai tindakan perbaikan serta klausul 4.4.3 ISO 14001 dan OHSAS 18001 mengenai ketidaksesuaian, tindakan perbaikan dan pencegahan. Tabel 7 merupakan temuan hasil audit internal departemen Production (Filling/Packing) dan Application Group. Pada saat observasi, tidak terdapat dokumen yang menjelaskan peraturan pengoperasian alat angkat-angkut. Tidak tersedianya dokumen yang menjelaskan peraturan forklift menyebabkan operator forklift tidak mengetahui bahaya-bahaya yang dapat terjadi akibat mengoperasikan alat tersebut. Champion yang bertanggung jawab pada temuan ini harus membuat dokumen pengoperasian alat angkat-angkut beserta dokumen pelatihannya. Selain itu, prosedur keadaan darurat tidak pernah diuji coba secara teratur, tidak ada checklist atau record yang menyatakan bahwa prosedur tersebut telah dilaksanakan dengan semestinya.. Kedua temuan ini berhubungan dengan ISO 14001 dan OHSAS 18001, yaitu klausul 4.4.6 mengenai pengendalian operasional.
Tabel 7. Daftar Ringkasan Temuan di Departemen F/P dan AG No .
1
2
Temuan
Tidak ada dokumen yang menjelaskan peraturan pengoperasi an alat angkatangkut. Prosedur keadaan darurat tidak pernah diuji coba secara teratur (tidak ada checklist atau record).
Persyaratan Referensi IS ISO OHSA O 1400 S 900 1 18001 1
-
-
4.4.6
4.4.6
4.4.6
4.4.6
Tindakan Perbaikan dan Pencegahan Buat dokumen pengoperasia n alat angkatangkut beserta pelatihannya.
Perbarui checklist dan report serta selalu jalankan prosedur secara rutin. Prosedur pengendalian dokumen eksternal segera dicetak dan didistribusika n. Semua dokumen lama diberi tanda ”obsolete” dan ditarik dari line. Segera distribusikan dokumen ke area yang bersangkutan.
3
Prosedur pengendalia n dokumen eksternal tidak tersedia.
4.2. 3
4.4.5
4.4.5
4
Dokumen lama belum distempel ”obsolete”.
4.2. 3
4.4.5
4.4.5
5
Dokumen / WI masih berada di meja SO FP.
4.2. 3
4.4.5
4.4.5
5.4. 1 8.3
4.3.3 4.5.3
4.3.3 4.5.2
Buat CAPA untuk setiap target objektif dan program yang tidak tercapai.
4.4.6
Buat prosedur pengendalian sisa limbah (tinta) mesin coding.
4.4.5
Champions harus meregister dan memberi nomor semua form yang ada di areanya.
-
Buat label pada semua alat ukur dan konsistensi dalam membuat record.
6
7
Tidak ada CAPA untuk setiap target objektif dan program yang tidak tercapai. Tidak ada prosedur pengendalia n sisa limbah (tinta) mesin coding.
8
Beberapa form belum diregistrasi.
9
Belum ada tagging / label pada alat / instrumen ukur dan tidak ada record hasil kalibrasi.
-
4.2. 3
7.6
4.4.6
4.4.5
-
10
11
Quality Monitoring Scheme (QMS) belum ditandatanga ni dan belum didistribusik an ke line. Catatan mutu hasil pemantauan dan pengukuran belum ditandatanga ni oleh operator, SO, FLM.
8.2. 4
8.2. 4
-
-
-
Perbarui QMS dan distribusikan.
-
Selalu ingatkan operator, SO, dan FLM untuk menandatang ani catatan mutu.
Seperti departemen QA, di departemen ini juga tidak terdapat prosedur pengendalian dokumen eksternal, masih terdapat dokumen lama yang belum distempel ”obsolete”, serta terdapat form yang belum diregistrasi. Temuan-temuan ini mengacu pada klausul IMS, yang terdiri dari ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001, yaitu klausul 4.2.3 untuk ISO 9001 dan 4.4.5 untuk ISO 14001 dan OHSAS 18001. Dokumen baru yang telah didistribusi pun masih berada di meja Shift Operator (SO) Filling Packing. Letak dokumen-dokumen baru tersebut kurang dapat diakses oleh karyawan lain. Champion yang bertugas harus segera mendistribusikan dokumen tersebut ke area yang bersangkutan. Klausul yang berkaitan dengan temuan ini tidak berbeda dengan klausul pada temuan prosedur pengendalian dokumen eksternal di atas. Selain itu, objektif, target dan program sudah ditetapkan baik secara corporate dan departemental serta telah dipantau pencapaiannya secara teratur. Hanya saja tindakan perbaikan dan pencegahan untuk objektif, target dan program yang tidak tercapai belum dibuatkan. Klausul yang berkenaan dengan temuan ini adalah ISO 9001 klausul 5.4.1 dan 8.3, ISO 14001 klausul 4.3.3 dan 4.3.5, serta OHSAS 18001 klausul 4.3.3 dan 4.5.2. Temuan juga mengarah pada aktivitas yang memiliki aspek lingkungan penting namun tidak diidentifikasikan. Hal ini ditemukan pada mesin coding S4 yang tidak memiliki prosedur pengendalian sisa limbah (tinta). Temuan mengacu pada ISO 14001 dan OHSAS 18001 klausul 4.4.6. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilakukan adalah membuat prosedur pengendalian sisa limbah (tinta) mesin coding.
Sebagian besar peralatan/instrumen ukur tidak diberi label kalibrasi. Tidak hanya itu, hasil kalibrasi pun tidak dicatat dalam suatu record. Persyaratan yang digunakan adalah ISO 9001 klausul 7.6. Tindakan yang harus dilakukan adalah membuat label pada semua alat ukur dan selalu konsisten dalam membuat record. Quality Monitoring Scheme (QMS) yang dibuat oleh QA belum ditandatangani dan didistribusikan ke line. Temuan ini disebabkan pada saat distribusi dokumen seluruh QMS belum selesai diupdate oleh QA. Temuan lainnya adalah catatan mutu hasil pemantauan dan pengukuran belum ditandatangani oleh operator, SO, dan FLM (First Line Manager). Catatan mutu adalah record berbentuk berbentuk form yang kemudian ditandatangani oleh operator, SO atau FLM. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan selalu mengingatkan operator, SO, dan FLM untuk menandatangani catatan mutu. Temuan QMS maupun catatan mutu mengacu pada klausul 8.2.4 di dalam ISO 9001. Tabel 8. Daftar Ringkasan Temuan di Departemen FICO No .
Temuan
1
Sebanyak 50% responden yang diwawanca ra tidak dapat menjelaska n kebijakan QSHE.
2
Training matrix belum diperbarui.
3
4
5
Pengendali an dokumen belum sesuai prosedur pengendali an dokumen. Tidak ada prosedur pengendali an dokumen eksternal. Belum ada penentuan interval pelaksanaa n tinjauan
Persyaratan Referensi ISO ISO OHSA 900 1400 S 1 1 18001
5.3
-
4.2
4.4.1
Tindakan Perbaikan dan Pencegahan
4.2
Sosialisasikan kebijakan QSHE kepada seluruh anggota FICO.
4.4.1
Training matrix harus segera diperbarui dan dikomunikasik an pada seluruh karyawan.
4.2. 3
4.4.5
4.4.5
Pengendalian dokumen harus mengikuti prosedur pengendalian dokumen.
4.2. 3
4.4.5
4.4.5
Buat prosedur pengendalian dokumen eksternal.
4.6
Tentukan interval waktu pelaksanaan tinjauan manajemen.
5.6
4.6
manajemen .
6
Belum ada pengujian terhadap supplier.
7.4. 3
-
-
7
Job title belum diperbarui.
5.0
4.4.1
4.4.1
Buat jadwal dan lakukan pengujian terhadap supplier. Job title harus segera diperbarui dan dikomunikasik an pada karyawan yang bersangkutan.
Temuan-temuan di departemen Finance and Control (FICO) dapat dilihat pada Tabel 8. Terdapat 50% responden tidak mampu menjelaskan kebijakan QSHE pada saat interview audit internal. Hal ini dikarenakan kurangnya sosialisasi kebijakan QSHE pada karyawan. Temuan ini menjadi tanggung jawab HOD FICO. Persyaratan mengenai kebijakan yang berkenaan dengan temuan ini adalah ISO 9001 klausul 5.3, ISO 14001 dan OHSAS 18001 klausul 4.2. Selain itu, ditemukan pula status training matrix yang belum diperbarui. Tindakan yang harus dilakukan terutama oleh champions yang berwenang adalah memperbarui training matrix lalu mengkomunikasikannya pada seluruh karyawan. Temuan ini mengacu pada persyaratan ISO 14001 dan OHSAS 18001, yaitu klausul 4.1 mengenai tugas, tanggung jawab dan wewenang. Pengendalian dokumen yang dilakukan oleh departemen ini belum sesuai dengan prosedur pengendalian dokumen. Temuan lainnya adalah prosedur pengendalian dokumen eksternal tidak terdapat di departemen FICO. Kedua temuan ini berkaitan dengan klausul IMS mengenai pengendalian dokumen, yaitu klausul 4.2.3 pada ISO 9001 serta klausul 4.4.5 di dalam ISO 14001 dan OHSAS 18001. Selain itu, departemen ini belum melakukan penentuan interval terhadap pelaksanaan tinjauan manajemen sehingga hal ini pun menjadi temuan. Dalam melaksanakan continual improvement, HOD FICO harus segera menentukan interval waktu pelaksanaan tinjauan manajemen. Auditor juga mendapati tidak adanya dokumen audit terhadap supplier. Temuan ini berkaitan dengan klausul 7.4.3 di dalam ISO 9001, yaitu mengenai verifikasi terhadap produk. Karyawan yang bertanggung jawab terhadap temuan ini harus segera membuat jadwal dan melakukan pengujian terhadap
supplier. Terdapat pula job title yang belum diperbarui. Pada saat audit ditemukan karyawan dengan jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan job title-nya. Job title yang ada menyatakan jenis pekerjaan lama. Persyaratan yang berkaitan dengan temuan ini adalah ISO 9001 klausul 5.0 serta ISO 14001 dan OHSAS 18001 pada klausul 4.4.1. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilaksanakan adalah segera memperbaiki job title dan mengkomunikasikannya pada karyawan yang bersangkutan. Daftar temuan di departemen Engineering dapat dilihat pada Tabel 9. Tidak jauh berbeda dengan departemen lain, pada departemen ini juga terdapat dokumen lama yang belum distempel “obsolete”. Sebagian dokumen lama tersebar dibeberapa bagian departemen ini sehingga tidak terbawa pada saat penyerahan dokumen lama kepada document controller. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilakukan adalah semua dokumen lama di area engineering dikumpulkan dan diserahkan kepada document controller untuk distempel dan disimpan. Tabel 9. Daftar Ringkasan Temuan di Departemen Engineering No .
Temuan
1
Terdapat dokumen lama yang belum distempel ”obsolete”.
2
Beberapa checklist, log book, dan log sheet belum diberi nomor.
3
Dokumen elektronik belum diregistrasi .
Persyaratan Referensi ISO ISO OHSA 900 1400 S 1 1 18001
Tindakan Perbaikan dan Pencegahan
4.2. 3
4.4.5
Semua dokumen lama di area engineering dikumpulka n dan diserahkan kepada document controller untuk distempel dan disimpan.
4.4.5
Champion harus meregister dan memberi nomor semua form yang ada di areanya.
4.4.5
Penanggung jawab pengendalia n dokumen di engineering harus melaporkan setiap technical
4.2. 3
4.2. 3
4.4.5
4.4.5
4.4.5
drawing untuk diberi stempel terkendali dan melakukan record penyebaran dokumen tersebut.
Selain itu, beberapa checklist, log book, dan log sheet juga belum diberi nomor. Agar continual improvement terlaksana dengan efektif maka champion harus meregister dan memberi nomor semua form yang ada di areanya. Tidak hanya itu, dokumen elektronik juga belum diregistrasi. Dokumen elektronik ini berupa program di dalam komputer, biasanya merupakan dokumen level 4. Penanggung jawab pengendalian dokumen di engineering harus melaporkan setiap technical drawing untuk diberi stempel terkendali dan melakukan record penyebaran dokumen tersebut. Ketiga temuan tersebut mengacu pada klausul pengendalian dokumen, yaitu 4.2.3 di dalam ISO 9001 serta 4.4.5 di dalam ISO 14001 dan OHSAS 18001. Temuan-temuan di departemen Resources Planning Unit (RPU) dapat dilihat pada Tabel 10. Temuan pada departemen ini hampir sama dengan departemen Engineering, yaitu berupa temuan pada dokumen. Masih terdapat dokumen lama yang belum distempel ”obsolete”. Selain itu, WI P3K masih berupa dokumen lama. Champions harus segera mengganti WI yang lama dengan yang baru sesuai dengan persyaratan IMS serta memberi tanda ”obsolete” pada semua dokumen lama dan menariknya dari line. Kedua temuan ini berkaitan dengan persyaratan ISO 9001 klausul 4.2.3 serta ISO 14001 dan OHSAS 18001 pada klausul 4.4.5. Auditor juga menemukan QMS dalam format lama di line. QMS yang ditemukan ini masih dalam keadaan update hanya saja formatnya tidak sesuai dengan format IMS. Temuan ini menjadi tanggung jawab document controller. Oleh sebab itu, document controller harus segera memperbaiki QMS lalu mendistribusikannya kepada area-area yang bersangkutan. Persyaratan yang mengacu pada temuan ini adalah persyaratan ISO 9001 pada klausul 8.2.4, yaitu mengenai pemantauan dan pengukuran produk.
Tabel 10. Daftar Ringkasan Temuan di Departemen RPU Persyaratan Referensi ISO ISO OHSA 900 1400 S 18001 1 1
No .
Temuan
1
Terdapat dokumen lama yang belum distempel ”obsolete” .
4.2. 3
2
WI untuk P3K masih dalam bentuk format lama.
4.2. 3
3
Ditemuka n QMS dalam format lama di line.
8.2. 4
4.4.5
4.4.5
-
4.4.5
4.4.5
-
Tindakan Perbaikan dan Pencegahan Semua dokumen lama diberi tanda ”obsolete” dan ditarik dari line. Ganti WI yang lama dengan yang baru sesuai dengan persyaratan IMS. Perbaiki QMS yang baru dan distribusika n
Daftar temuan di departemen Production (Manufacturing) dapat dilihat pada Tabel 11. Seperti temuan di departemen QA, di departemen ini tidak ada prosedur pengendalian dokumen eksternal. Selain itu, terdapat beberapa form belum diregistrasi. Kedua temuan ini berkenaan dengan persyaratan ISO 9001 klausul 4.2.3 serta ISO 14001 dan OHSAS 18001 pada klausul 4.4.5. Terdapat log book yang tidak diisi secara teratur. Champions harus mengingatkan PIC/penanggung jawab untuk mengisi log book secara konsisten. Tidak hanya itu, terdapat pula log book yang tidak ditandatangani. Temuan-temuan ini mengacu pada persyaratan ISO 9001 klausul 7.5.3, yaitu mengenai identifikasi dan mampu telusur.
2
Persyaratan Referensi Temuan
1
Tidak ada prosedur pengendalia n dokumen eksternal.
IS O 900 1
4.2. 3
ISO 1400 1
4.4.5
OHSA S 18001
Tindakan Perbaikan dan Pencegahan
4.4.5
Buat prosedur pengendalian dokumen eksternal.
7.5. 3
-
-
Ingatkan PIC/penangg ung jawab untuk mengisi log book secara konsisten.
3
Beberapa form belum diregistrasi.
4.2. 3
4.4.5
4.4.5
Champions harus meregister dan memberi nomor semua form yang ada di areanya.
4
Terdapat log book yang tidak ditandatanga ni.
7.5. 3
-
-
Ingatkan PIC untuk menandatang ani log book.
5
Perlu menambah persyaratan pemerintah dan konsumen.
7.2. 1
-
Tambahkan persyaratan dari pemerintah dan konsumen.
6
Job description masingmasing karyawan baru mencapai 70%.
4.4.1
Segera lengkapi job description yang belum dicetak.
7
Belum ada sosialisasi QMR.
4.3.1
Buat surat resmi pengangkatan QMR dan sosialisasikan .
8
Prosedur komunikasi internal belum mencantumk an aspek mutu.
5.5. 3
4.4.3
4.4.3
Cantumkan aspek mutu pada revisi prosedur komunikasi internal.
9
Tidak terdapat rencana peninjauan Key Performanc e Indicator (KPI).
6.2. 2
-
-
Tabel 11. Daftar Ringkasan Temuan di Departemen Production (Manufacturing) No .
Log book tidak diisi secara teratur.
5.0
5.5. 2
-
4.4.1
4.3.1
Buat rencana tinjauan KPI.
10
QMS belum ditandatanga ni dan belum didistribusik an ke line.
11
Belum ada tagging / label pada alat / instrumen ukur dan tidak ada record hasil kalibrasi.
7.6
12
Daily tipping log book tidak diisi secara teratur.
7.5. 3
8.2. 4
-
-
-
-
Perbarui QMS dan distribusikan.
-
Buat label pada semua alat ukur dan konsistensi dalam membuat record.
-
Ingatkan PIC untuk memeriksa log book secara teratur.
Berdasarkan temuan yang dilakukan oleh auditor, perusahaan ada baiknya perlu menambah persyaratan pemerintah dan konsumen. Hal ini berkaitan dengan persyaratan ISO 9001 klausul 7.2.1 mengenai penentuan persyaratan produk. Selain itu, job description masing-masing karyawan di departemen ini baru mencapai 70%. Hal ini disebabkan job description tersebut hanya sebagian yang sempat tercetak. Persyaratan yang berkaitan dengan temuan ini adalah persyaratan mengenai tanggung jawab manajemen. Tindakan perbaikan yang dilakukan adalah segera melengkapi job description yang belum dicetak. Beberapa temuan di departemen ini tidak berbeda dengan departemen lain. Temuan yang serupa dengan departemen Production Filling Packing adalah belum adanya sosialisasi Quality Management Representative (QMR). Tindakan utama yang harus dilaksanakan oleh champions adalah membuat surat resmi pengangkatan QMR dan melakukan sosialisasi. Selain itu, terdapat pula temuan yang serupa dengan temuan di departemen QA, yaitu prosedur komunikasi internal belum mencantumkan aspek mutu serta tidak adanya rencana peninjauan Key Performance Indicator (KPI). Persyaratan yang berkaitan dengan temuan komunikasi internal ada pada klausul IMS mengenai komunikasi internal, yaitu klausul 5.5.3 untuk ISO 9001 dan 4.4.3 untuk ISO 14001 dan OHSAS 18001. Temuan ini merupakan tanggung jawab dari
document controller untuk segera mencantumkan aspek mutu pada revisi prosedur komunikasi internal. Tidak hanya itu, departemen ini juga belum membuat jadwal untuk meninjau Key Performance Indicator (KPI). Temuan ini mengacu pada ISO 9001 klausul 6.2.2 dan merupakan tanggung jawab dari HOD QA. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilakukan adalah segera membuat jadwal peninjauan KPI agar pelaksanaannya terjadwal. Temuan lainnya adalah QMS belum ditandatangani dan belum didistribusikan ke line, tidak terdapat tagging/label pada alat/instrumen ukur dan tidak ada record hasil kalibrasi serta daily tipping log book yang tidak diisi secara teratur. Ketiga tmuan ini berkenaan dengan persyaratan ISO 9001 berturut-turut, yaitu klausul 8.2.4, 7.6 dan 7.5.3. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilaksanakan adalah memperbarui QMS dan mendistribusikannya, membuat label pada semua alat ukur dan konsistensi dalam membuat record serta selalu mengingatkan PIC untuk memeriksa log book secara teratur. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2007. History of ISO 9000. http://en.wikipedia.org/wiki/ISO_9000. [19 Juni 2000] Clarke, R.J., dan Macrae, R. 1989. Coffee Volume 2 : Technology. Elsevier Applied Science. London. Nestlé.
2007. Kebijakan. http://www.aoa.intranet.nestle.co.id. [28 Mei 2007]
Sivetz, M., dan Desrosier, N.W. 1979. Coffee Technology. AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Whitelaw, K. 2004. ISO 14001 : Environmental Systems Handbook Second Edition. Elsevier Ltd., Great Britain.