Integrated Traffic Intelligent System
Penulis Wisnu Jatmiko Petrus Mursanto Benny Hardjono Ari Wibisono Adi Nurhadiyatna Ibnu Sina Rachmad Akbar Mira Suryani M. Nanda Kurniawan
UI PRESS
Lembaga Penerbit Universitas Indonesia
Integrated Traffic Intelligent System
1
Hak Cipta Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan dalam bentum bentuk apapun juga tanpa seijin penulis dan penerbit.
Diterbitkan Pertama Kali Oleh:
Lembaga Penerbit Universitas Indonesia UI PRESS
ISBN: -------------------------
2
Integrated Traffic Intelligent System
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas nikmat, karunia serta ridha yang Dia curahkan hingga hari ini penulis dapat melaksanakan pembuatan buku “Integrated Traffic Intelligent System” melalui proses yang baik dan insya Allah menghasilkan karya buku yang baik pula. Penulis juga bersyukur atas berbagai kemudahan dan kebaikan yang Dia berikan selama masa pengerjaan buku ini melalui berbagai pihak yang mendukung dan membantu terselesaikannya buku ini. Buku ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan seputar pengolahan beberapa sumber informasi mengenai kondisi lalu lintas yang dapat digunakan dalam membangun sebuah sistem secara terintegrasi berikut konsep dan proses pengolahan informasi tersebut hingga dapat digunakan sebagai informasi yang lengkap dan akurat. Sumber informasi yang dibahas dalam buku ini meliputi 3 hal, yakni Virtual Detection Zone (VDZ), CCTV, serta Twitter. Ketiga hal tersebut saling independent namun saling melengkapi kekurangan dari yang lainnya. Integrated Traffic Intelligent System ini merupakan salah satu produk penelitian yang digagas sebagai salah satu solusi alternatif dalam mengatasi permasalahan kemacetan di Indonesia, khususnya kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Bandung.
Integrated Traffic Intelligent System
3
Sistem ini berfokus pada proses pengolahan informasi kondisi lalu lintas melalui 3 teknologi berbeda (CCTV, VDZ, Twitter) sehingga mampu memberikan informasi yang terverifikasi kebenarannya. Berbagai permasalahan dan isu yang ada terkait dalam proses pengolahan informasi melalui ketiga media tersebut akan diulas secara komprehensif pada bab-bab yang ada dalam buku ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Republik Indonesia yang telah memfasilitasi dan memberikan bantuan dana dalam penelitian kami yang berjudul “Real Time Advanced Traffic Information Gathering dengan menggunakan Intelligent Traffic System untuk Mengatasi Masalah Kepadatan Kendaraan di kota Besar” dalam skema hibah Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI 2012-MP3EI 2014). Penelitian dan pembuatan buku ini tidak dapat terlaksana tanpa adanya bantuan dari skema hibah tersebut. Terima kasih juga kami ucapkan kepada pihak Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia yang telah memberikan dukungan secara penuh dalam kegiatan penelitian ini, khususnya kepada seluruh mahasiswa Laboratorium Computer Networks, Architecture & High Performance Computing (Lab 1231) yang telah membantu berbagai kegiatan terkait dengan penelitian ini, sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan sebaik mungkin.
4
Integrated Traffic Intelligent System
Penulis menyadari bahwa meskipun penulis telah berusaha sebaik mungkin dalam melakukan penelitian Integrated Traffic Intelligent System serta pembuatan buku ini sebagai bentuk dokumentasinya, tentunya terdapat ketidak sempurnaan dan berbagai kekurangan baik disadari maupun tidak. Maka dari itu, penulis akan menerima dengan senang hati berbagai saran, kritik, maupun pujian yang membangun, tentunya untuk perbaikan di masa mendatang.
Depok, Universitas Indonesia Agustus 2014
Tim Penulis
Integrated Traffic Intelligent System
5
PENDAHULUAN Buku “Integrated Traffic Intelligent System” memberikan pengetahuan seputar pengolahan 3 buah media yang dapat digunakan dalam mengolah informasi kondisi lalu lintas sehingga mampu memberikan kondisi lalu lintas yang terverifikasi kebenarannya secara realtime. Buku ini mengulas secara detail mengenai permasalahanpermasalah maupun isu yang muncul dalam pengolahan media Virtual Detection Zone (VDZ), CCTV, serta Twitter menjadi sebuah informasi yang siap disajikan kepada masyarakat. Proses pemanfaatan masingmasing media dijelaskan langkah demi langkah pada bab terkait untuk memudahkan para pembaca dalam memahami konsep dan pembuatan sistem ini. Buku ini tersusun dalam beberapa bab secara sistematis sehingga pembaca termudahkan dalam memahami maksud dan konsep yang ingin disampaikan oleh penulis dalam mengembangkan Integrated Traffic Intelligent System. Berikut merupakan penjelasan singkat mengenai keseluruhan bab yang terdapat dalam buku ini.
Bab 1 Pembaca akan dijelaskan mengenai permasalahan lalu lintas, penyelesaian terkait permasalahan lalu lintas, serta sejarah dan perkembangan Intelligent Transportation System di beberapa Negara.
Bab 2 Bab 2 menjelaskan secara detail mengenai proses pemanfaatan CCTV dalam kondisi siang hari menggunakan algoritma Gaussian Mixture Model yang dikombinasikan dengan
6
Integrated Traffic Intelligent System
algoritma Hole Filling untuk melakukan tracking pada mobil serta terdapat ulasan dari hasil uji coba yang telah dilakukan.
Bab 3 Pada bab 3, pembaca akan dijelaskan mengenai proses pemanfaatan CCTV pada malam hari dengan menggunakan algoritma Normalized Cross Validation untuk melakukan tracking pada mobil dengan memanfaatkan sifat simetris pada lampu depan mobil serta ulasan terhadap hasil yang didapatkan pada beberapa data uji coba.
Bab 4 Pada bab ini pembaca akan diperkenalkan mengenai Virtual Detection Zone (VDZ), proses pemasangannya hingga pengolahan informasi yang diperoleh melalui VDZ.
Bab 5 Bab 5 mengulas pemanfaatan media Twitter sebagai salah satu sumber informasi kondisi lalu lintas yang dapat diproses dan diolah lebih lanjut untuk mendapatkan data yang dapat digunakan untuk melengkapi kedua media lainnya. Dengan adanya kelima bab tersebut, konsep dan proses
pembuatan Integrated Traffic Intelligent System dapat dijelaskan secara terperinci kepada pembaca sehingga tujuan dari pembuatan buku ini dapat tercapai.
Integrated Traffic Intelligent System
7
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................ 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 6 DAFTAR ISI ........................................................................................ 8 DAFTAR GAMBAR ............................................................................. 11 DAFTAR TABEL................................................................................. 17 BAB 1
Pendahuluan .................................................................. 19 1.1
Transportasi Jalan Raya dan Permasalahanya ..... 20
1.2
Intelligent Transportation System (ITS) ................ 28
1.3 Pengambilan Data pada Pemonitoran Lalu Lintas dalam ITS 34 1.4 Penerapan ITS di beberapa negara ........................39 1.4.1 Intelligent Transportation System di Jepang......39 1.4.2 Intelligent Transportation System di Cina ......... 46 1.4.3 Intelligent Transportation System di Indonesia 49 BAB 2
Deteksi Kendaraan Siang Hari ...................................... 52 2.1
Metode Deteksi Kendaraan Siang Hari .................. 53
2.1.1 Background Substraction.................................... 54 2.1.2 Gausssian Mixture Model .................................... 55 2.1.3 Morphological Operation ................................... 60 2.1.4 Hole Filling Algorithm ......................................... 64 2.2 Analisis Data.............................................................65 2.3 Perhitungan Jumlah dan Kecepatan Kendaraan Siang Hari 71 2.3.1 Euclidean Distance...............................................76 8
Integrated Traffic Intelligent System
2.3.2 Pin Hole Model..................................................... 77 2.4 Hasil Pengujian Deteksi Kendaraan Siang Hari .....79 2.4.1 Pengujian Metode GMMHF ..................................79 2.4.2 Pengujian Perhitungan Kecepatan Mobil ............ 92 BAB 3
Deteksi Kendaraan Malam Hari .................................. 96 3.1
Metode Pendeteksian Kendaraan Malam Hari .....97
3.1.1 Binerisasi Citra .................................................... 99 3.1.2 Deteksi Blob....................................................... 105 3.1.3 Pemasangan Lampu Mobil ................................ 106 3.2 Pengambilan dan Analisis Data ............................. 114 3.3 Perhitungan Jumlah dan Kecepatan Kendaraan . 120 3.3.1 Tracking Kendaraan .......................................... 120 3.3.2 Perhitungan Jumlah Mobil .................................123 3.3.3 Perhitungan Kecepatan Mobil............................123 3.4 Hasil Pengujian Deteksi Kendaraan Malam Hari . 128 3.4.1 Pengujian Perhitungan Jumlah Kendaraan ....... 128 3.4.2 Pengujian Perhitungan Kecepatan Mobil .......... 133 BAB 4
VDZ (Virtual Detection Zone) ..................................... 139 4.1 Virtual Detection Zone ........................................... 140 4.2 Map Matching dan Privasi ..................................... 154 4.2.1 Map Matching Experiment ................................ 155 4.2.2 Privacy Consideration ........................................ 162 4.3 Hasil Analisa Percobaan VDZ ................................ 165
BAB 5
Pengolahan Informasi Lalu Lintas (Twitter) ............. 174 5.1
String Matching Algorithm .................................... 178
Integrated Traffic Intelligent System
9
5.2 Online Mapping ...................................................... 186 5.3 Machine Learning Algorithm untuk Prediksi ...... 192 5.4 Pengambilan Data ................................................ 204 5.5 Implementasi Program .......................................... 211 5.6 Analisa Hasil ........................................................... 214 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 222 GLOSARIUM ................................................................................... 235 DAFTAR INDEKS .............................................................................236 PROFIL SINGKAT PENULIS ............................................................238
10
Integrated Traffic Intelligent System
DAFTAR GAMBAR GAMBAR 1.1 GRAFIK PERTUMBUAHAN KENDARAAN BERMOTOR DI INDONESIA (BPS) .......... 21 GAMBAR 1.2 PAPAN PENUNJUK ATURAN THREE IN ONE DI SALAH SATU JALAN
DI
JAKARTA (BUHORI) ........................................................................................... 23 GAMBAR 1.3 SIMULASI LALU LINTAS VERSI AWAL ............................................................ 25 GAMBAR 1.4 ARSITEKTUR PROTOTIP SISTEM PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS TERDISTRIBUSI................................................................................................... 26
GAMBAR 1.5 NATIONAL ITS ARCHITECTURE PHYSICAL ENTITIES (RITA) ............................ 29 GAMBAR 1.6 ITS STANDARDS LIFE CYCLE AND THE SYSTEMS ENGINEERING PROCESS (RITA) 33 GAMBAR 1.7 JENIS-JENIS SENSOR DIJALAN YANG NON-INTRUSIVE DAN INTRUSIVE (U. D. TRANSPORTATION) ............................................................................................ 34 GAMBAR 1.8 INSTALASI SENSOR MAGNETIK / INDUCTIVE LOOP (U. D. TRANSPORTATION).... 35 GAMBAR 1.9 STRUKTUR TRAFFIC CONTROL SYSTEM DI JEPANG (UTMS) ........................... 40 GAMBAR 1.10 ULTRASONIC VEHICLE DETECTORS (UTMS) ................................................ 41 GAMBAR 1.11 INFRARED VEHICLE DETECTORS (UTMS) ..................................................... 41 GAMBAR 1.12 RADAR VEHICLE DETECTORS (UTMS) ....................................................... 42 GAMBAR 1.13 IMAGE PROCESSING VEHICLE DETECTORS (UTMS) ...................................... 43 GAMBAR 1.14 BUS DETECTORS (UTMS) ....................................................................... 43 GAMBAR 1.15 TRAVEL TIME MEASURING (AVI) TERMINALS (UTMS) ................................ 44 GAMBAR 1.16 CCTV CAMERAS (UTMS) ....................................................................... 45 GAMBAR 1.17 INFORMASI YANG DIBERIKAN KEPADA MASYARAKAT (UTMS) ...................... 46 GAMBAR 1.18: SKEMA SISTEM ETC (MITSUBISHI HEAVY INDUSTRIES) .............................. 47 GAMBAR 1.19: ELECTRONIC TOLL COLLECTION (ETC) SYSTEM (METROPOLITAN TRANSPORTATION COMMISSION) ........................................................................ 48 GAMBAR 2.1 SKEMA PROSES PENDETEKSIAN KENDARAAN DI SIANG HARI ......................... 53 GAMBAR 2.2 FREKUENSI KEMUNCULAN INTENSITAS PIKSEL PADA 1000 FRAME................. 56 GAMBAR 2.3 GAUSSIAN MIXTURE MODEL (GMM) PADA PIKSEL I(X,Y) DALAM 1000 FRAME 57 GAMBAR 2.4 OPERASI DASAR MORFOLOGI DALAM PENGOLAHAN CITRA DAN COMPUTER VISION (A) CITRA ASLI (B) HASIL OPERASI EROSI (C) HASIL OPERASI DILASI ..............61 GAMBAR 2.5 PROSES OPERASI MORFOLOGI EROSI PADA SEBUAH CITRA .......................... 62 GAMBAR 2.6 OPERASI MORFOLOGI DILASI PADA PROSES PERBAIKAN CITRA DIGITAL ......... 63
Integrated Traffic Intelligent System
11
GAMBAR 2.7 TAHAPAN HOLE FILLING ALGORITHM (HF)................................................. 64 GAMBAR 2.8 LOKASI PENGAMBILAN ............................................................................ 66 GAMBAR 2.9 VIDEO RECORDER SEBAGAI SENSOR UNTUK PENGAMBILAN DATA ................. 66 GAMBAR 2.10 KENDARAAN YANG DIGUNAKAN DALAM PENGAMBILAN DATA (ACTUAL CAR)68 GAMBAR 2.11 VIDEO VIDEO_UI_1544_FRAME.AVI FRAME 190 – 199 .............................. 70 GAMBAR 2.12 CONTOH IMPLEMENTASI INPUT VIDEO ........................................................ 71 GAMBAR 2.13 CONTOH IMPLEMENTASI PERHITUNGAN PROBABILITAS PIKSEL ...................... 72 GAMBAR 2.14 CONTOH IMPLEMENTASI HOLE FILLING...................................................... 73 GAMBAR 2.15 IMPLEMENTASI PENDETEKSIAN BLOB ........................................................ 74 GAMBAR 2.16 SKALA JARAK CITRA PADA VIDEO DENGAN DUNIA NYATA ........................... 76 GAMBAR 2.17 KALIBRASI KAMERA DENGAN PIN HOLE MODEL ......................................... 77 GAMBAR 2.18 IMPLEMENTASI METODE PERHITUNGAN KECEPAATAN ................................. 78 GAMBAR 2.19 DATASET YANG DIGUNAKAN DALAM PERCOBAAN I. (A)FRAME 500, (B) FRAME 550, (C) FRAME 600, (D) FRAME 790, (E) FRAME 845, (F)FRAME 900, (G)FRAME 1195,(H)FRAME 1360,(I) FRAME 1365 DAN (J) FRAME 1430 ................................... 81 GAMBAR 2.20 GROUND TRUTH DATASET YANG DIGUNAKAN DALAM PERCOBAAN I. (A)FRAME 500, (B) FRAME 550, (C) FRAME 600, (D) FRAME 790, (E) FRAME 845, (F)FRAME 900,(G)FRAME 1195,(H)FRAME 1360, (I) FRAME 1365 DAN (J) FRAME 1430 ........... 83 GAMBAR 2.21 HASIL ESTIMASI KECEPATAN KENDARAAN DENGAN SKENARIO 3.1................ 93 GAMBAR 2.22 HASIL ESTIMASI KECEPATAN KENDARAAN DENGAN SKENARIO 3.2............... 94 GAMBAR 3.1.SKEMA PROSES PENDETEKSIAN MOBIL PADA MALAM HARI ......................... 98 GAMBAR 3.2 FLOWCHART JALANNYA PROGRAM PADA SEKENARIO YANG ADA .................... 99 GAMBAR 3.3. DISTRIBUSI P(I) DAN PENGELOMPOKAN NILAI PIKSEL I BERDASARKAN TS = 161. ...................................................................................................................... 104 GAMBAR 3.4 BEBERAPA LAMPU KENDARAAN UNTUK PENGHITUGAN THRESHOLD TS .......... 104 GAMBAR 3.5 ILUSTRASI BINERISASI CITRA HINGGA PEMASANGAN BLOB ............................ 105 GAMBAR 3.6 KODE PROGRAM UNTUK PEMASANGAN BLOB............................................. 106 GAMBAR 3.7 FLOWCHART JALANNYA PROSES PEMASANGAN BLOB SEBAGAI REPRESENTASI MOBIL ............................................................................................................. 107
GAMBAR 3.8 POTONGAN KODE SUMBER PENGECEKAN PASANGAN BLOB MENGGUNAKAN AREA AND CENTROID ................................................................................................ 108
GAMBAR 3.9 FLOWCHART PENGGUNAAN AREA AND CENTROID DIFFERENCE .................... 109
12
Integrated Traffic Intelligent System
GAMBAR 3.10 PASANGAN LAMPU MOBIL UNTUK MENENTUKAN THRESHOLD YANG DIGUNAKAN DALAM METODE AREA AND CENTROID DIFFERENCE ............................................... 110
GAMBAR 3.11 ILUSTRASI PERHITUNGAN NORMALIZED CROSS-CORELLATION ....................... 111 GAMBAR 3.12 FLOWCHART PENGGUNAAN NORMALIZED CROSS-CORRELATION ..................112 GAMBAR 3.13 CONTOH HASIL PERHITUNGAN DENGAN SIMILARITAS TINGGI ....................... 113 GAMBAR 3.14 CONTOH HASIL PERHITUNGAN DENGAN SIMILARITAS RENDAH ..................... 113 GAMBAR 3.15 POTONGAN KODE SUMBER PENGHITUNGAN NILAI NORMALIZED CROSSCORRELATION. ................................................................................................. 114 GAMBAR 3.16 AGEN PERTAMA SAAT MELINTAS ............................................................. 116 GAMBAR 3.17 AGEN KEDUA SAAT MELINTAS ................................................................. 116 GAMBAR 3.18 AGEN KETIGA SAAT MELINTAS..................................................................117 GAMBAR 3.19. MOBILE APPLICATION DAN KENDARAAN AGEN.........................................117 GAMBAR 3.20. DATA YANG DIKIRIMKAN APLIKASI KEPADA SERVER................................. 118 GAMBAR 3.21. LOKASI PENEMPATAN VDZ ................................................................... 119 GAMBAR 3.22. BEBERAPA PASANGAN LAMPU SEBENARNYA UNTUK PERHITUNGAN THRESHOLD TV ................................................................................................. 119 GAMBAR 3.23 FLOWCHART IMPLEMENTASI TRACKING DENGAN MENGGUNAKAN EUCLIDEAN DISTANCE. ........................................................................................................121 GAMBAR 3.24 IMPLEMENTASI KODE UNTUK MELAKUKAN TRACKING, PENJUMLAHAN MOBIL, DAN ESTIMASI .................................................................................................. 122
GAMBAR 3.25 FLOWCHART IMPLEMENTASI ESTIMASI KECEPATAN KENDARAAN DENGAN MENGGUNAKAN EUCLIDEAN DISTANCE. ............................................................... 124
GAMBAR 3.26. ILUSTRASI PADA SAAT PEREKAMAN ....................................................... 125 GAMBAR 3.27. (A) EUCLIDEAN DISTANCE, (B) PIN HOLE MODEL. ................................... 126 GAMBAR 3.28 FLOWCHART IMPLEMENTASI ESTIMASI KECEPATAN KENDARAAN DENGAN MENGGUNAKAN PIN HOLE MODEL. .................................................................... 127
GAMBAR 3.29 KODE UNTUK KONSTRUKSI PIN HOLE MODEL BERDASARKAN TIGA PARAMETER UTAMA YAITU BASEHEIGHT H, BASEDEGREE Q, DAN FOCAL F . ................................ 127
GAMBAR 3.30 KODE IMPLEMENTASI ESTIMASI KECEPATAN BERDASARKAN PIN HOLE MODEL YANG TELAH DIBUAT. ......................................................................................... 128
GAMBAR 3.31. GRAFIK PERBEDAAN PERHITUNGAN KENDARAAN..................................... 129 GAMBAR 3.32. GRAFIK PERDEBEDAAN PENGHITUNGAN KECEPATAN KENDARAAN............... 136
Integrated Traffic Intelligent System
13
GAMBAR 4.1 SENSOR PADA SMART PHONE SEBAGAI BAGIAN DARI INTEGRATED INTELLIGENT TRANSPORT SYSTEM.......................................................................................... 140
GAMBAR 4.2 (A) MENU AWAL PADA TAMPILAN VDZ (B) TAMPILAN AGEN DAN VDZ PADA PETA ................................................................................................................141
GAMBAR 4.3 FLOW CHART DARI 3 PARALLEL THREADS YANG DIGUNAKAN A) VDZ TIMER, B) GPS DAN C) VDZ SORTING THREADS................................................................... 143 GAMBAR 4.4 A) GRAFIK HUBUNGAN KECEPATAN DAN KEPADATAN YANG DIASUMSIKAN BERHUBUNGAN LINIER DAN B) DIAGRAM DASAR (FUNDAMENTAL DIAGRAM) .......... 150
GAMBAR 4.5 TAMPILAN CTMSIM SAAT PEMASUKAN DATA ............................................ 152 GAMBAR 4.6 TAMPILAN CTMSIM KETIKA MENJALANKAN SIMULASI................................ 153 GAMBAR 4.7 TAMPILAN FLOW DAN DENSITY DARI SIMUALSI CTMSIM ............................. 153 GAMBAR 4.8 TAMPILAN FLOW DAN SPEED DARI SIMUALSI CTMSIM................................ 154 GAMBAR 4.9 PETA YANG DIGUNAKAN UNTUK SAMPEL ZONA PENGUJIAN.......................... 156 GAMBAR 4.10 BACAAN GPS YANG BENAR (KIRI) DAN YANG MELESET SEDIKIT (KANAN) ..... 159 GAMBAR 4.11 FLOW CHART YANG DIAJUKAN, A) TAHAP INSTALASI, B) TAHAP OPERASIONAL ...................................................................................................................... 160 GAMBAR 4.12 TAMPILAN ARAH YANG DIPROSES DENGAN TEKNIK PENGOLAHAN CITRA ........161 GAMBAR 4.13 PEMBUATAN PASSWORD DAN PROSES AUTENTIKASI PADA SISTEM OTP ....... 163 GAMBAR 4.14 (A) ZONA HIJAU VDZ AKAN MENJADI MERAH KETIKA MOBIL/PHONE MELEWATI ZONA TERSEBUT. (B) MENUNJUKKAN ARAH DARI AGEN YANG MELAKUAN PERJALANAN DARI KANAN KE KIRI ATAU DARI 8 KE 6. EKSPERIMEN INI DILAKUKAN PADA JALAN DEKAT KAMPUS UI, DEPOK.......................................................................................... 166
GAMBAR 4.15 GPS DAN CCTV SPEED DIBANDINGKAN DENGA GROUND TRUTH................. 167 GAMBAR 4.16 PERBANDINGAN GPS DAN GT SPEED PADA 17.00 - 17.40 PM .................... 168 GAMBAR 4.17 PERBANDINGAN GPS DAN GT SPEED PADA 19.30 - 20.15 PM ..................... 169 GAMBAR 4.18 SPEED DARI GPS DATA YANG DILAKUKAN PEMBANDINGAN SECARA SIMULTAN TERHADAP SPEEDOMETER SEBAGAI GROUND TRUTH (GT) ..................................... 170
GAMBAR 5.1 BEBERAPA AKUN TWITTER YANG MEMBERIKAN INFORMASI MENGENAI KONDISI LALU LINTAS DI JAKARTA. .................................................................................. 175
GAMBAR 5.2 HASIL PENCARIAN TWEET DENGAN KATA KUNCI “MACET PASAR MINGGU” ..... 176 GAMBAR 5.3 CONTOH TWEET YANG MENGGUNAKAN FITUR GEOTAG. ............................... 177 GAMBAR 5.4 ILUSTRASI PENGGUNAAN STRING MATCHING ALGORITHM .......................... 178
14
Integrated Traffic Intelligent System
GAMBAR 5.5 PSEUDOCODE SCAN COUNT .................................................................... 180 GAMBAR 5.6 PSEUDOCODE DIVIDE SKIP ...................................................................... 181 GAMBAR 5.7 PERHITUNGAN NILAI EDIT DISTANCE ANTARA KALIDERES DAN XDERES MESKIPUN KITA TELAH MEMPEROLEH NILAI EDIT DISTANCE DENGAN MENGGUNAKAN 183 GAMBAR 5.8 TAMPILAN GOOGLE MAPS ...................................................................... 187 GAMBAR 5.9 TAMPILAN OPENSTREETMAP ................................................................. 188 GAMBAR 5.10 TAMPILAN MAPQUEST......................................................................... 190 GAMBAR 5.11 CONTOH PEMANGGILAN WEB SERVICE DARI YOURNAVIGATION.ORG ............ 191 GAMBAR 5.12 CONTOH FILE KML ................................................................................. 192 GAMBAR 5.13 ILUSTRASI DECISION TREE.......................................................................194 GAMBAR 5.14 PSEUDOCODE KNN .............................................................................. 196 GAMBAR 5.15 CONTOH PERHITUNGAN KNN ................................................................ 196 GAMBAR 5.16 ILUSTRASI SLP ..................................................................................... 197 GAMBAR 5.17 PSEUDOCODE LVQ .............................................................................. 198 GAMBAR 5.18 CONTOH KASUS VEKTOR PEWAKIL DIDEKATKAN ...................................... 199 GAMBAR 5.19 CONTOH KASUS VEKTOR PEWAKIL DIJAUHKAN........................................ 199 GAMBAR 5.20 ILUSTRASI LVQ2 .................................................................................. 201 GAMBAR 5.21 ILUSTRASI ALGORITMA LVQ2.1 ............................................................. 202 GAMBAR 5.22 ILUSTRASI ALGORITMA LVQ3 ............................................................... 202 GAMBAR 5.23 PSEUDOCODE ALGORITMA GLVQ ......................................................... 204 GAMBAR 5.24 STRUKTUR NODE PADA OSM ............................................................... 205 GAMBAR 5.25 STURKTUR JALAN PADA OSM ............................................................... 205 GAMBAR 5.26 ERD UNTUK DATABASE DATA JALAN DI JAKARTA..................................... 206 GAMBAR 5.27 CONTOH TWEET DENGAN SATU NAMA LOKASI ......................................... 209 GAMBAR 5.28 CONTOH TWEET DENGAN DUA NAMA LOKASI ........................................... 210 GAMBAR 5.29 CONTOH TWEET DENGAN TIGA NAMA LOKASI ........................................... 210 GAMBAR 5.30 ALUR PEMROSESAN UNTUK VISUALISASI ..................................................211 GAMBAR 5.31 ALUR IMPLEMENTASI DENGAN 3-GRAM DEVIDE SKIP.................................. 212 GAMBAR 5.32 ALUR IMPLEMENTASI PADA SATU NAMA LOKASI ....................................... 212 GAMBAR 5.33 ALUR IMPLEMENTASI PADA DUA NAMA LOKASI ........................................ 213 GAMBAR 5.34 ALUR IMPLEMENTASI PADA 3 NAMA LOKASI............................................. 214 GAMBAR 5.35 JALAN RAGUNAN ................................................................................. 216
Integrated Traffic Intelligent System
15
GAMBAR 5.36 JALAN KALIBATA ................................................................................. 216 GAMBAR 5.37 JALAN AKSES UI .................................................................................. 217 GAMBAR 5.38 KALIBATA ARAH PASAR MINGGU ........................................................... 217 GAMBAR 5.39 KALIBATA ARAH DEWI SARTIKA ............................................................. 218 GAMBAR 5.40 PASAR MINGGU ARAH PANCORAN ......................................................... 218 GAMBAR 5.41TANJUNG BARAT DARI PANCORAN MENUJU TAMAN MINI .......................... 219 GAMBAR 5.42 PASAR MINGGU DARI PANCORAN MENUJU KALIBATA .............................. 219 GAMBAR 5.43 PASAR MINGGU DARI LENTENG AGUNG MENUJU RAGUNAN......................220 GAMBAR 5.44 AKURASI DARI PROSES KLASIFIKASI ........................................................ 221
16
Integrated Traffic Intelligent System
DAFTAR TABEL TABEL 2.1. SPESIFIKASI SENSOR VIDEO RECORDER UNTUK PENGAMBILAN DATA ................ 66 TABEL 2.2. DATA VIDEO YANG DIGUNAKAN DALAM PENELITIAN ....................................... 68 TABEL 2.3 10 METODE BACKGROUND SUBTRACTION DARI TAHUN 1999-2012 .................. 79 TABEL 2.4 HASIL EKSPERIMEN MENGGUNAKAN GMMHF DENGAN DATASET VIDEO UI 1544 FRAME.AVI, FRAME 900, FRAME 1195, FRAME 1360, FRAME 1365 DAN FRAME 1430. 84 TABEL 2.5 HASIL PERCOBAAN MENGGUNAKAN GMM ZIVKOVIC DENGAN DATASET VIDEO UI 1544 FRAME.AVI, FRAME 900, FRAME 1195, FRAME 1360, FRAME 1365 DAN FRAME 1430. ............................................................................................................... 86 TABEL 2.6 AKURASI BACKGROUND SUBTRACTION DENGAN GMMHF UNTUK RADIUS K = 39PADA VIDEO UI 1544 FRAME.AVI ...................................................................... 87 TABEL 2.7 PERBANDINGAN AKURASI GMMHF DENGAN 10 METODE BACKGROUND SUBTRACTION UNTUK VIDEO UI 1544 FRAME.AVI ................................................. 88
TABEL 2.8 HASIL PERCOBAAN MENGGUNAKAN DATA VIDEO VIDEO UI 1544 FRAME.AVI TERHADAP 10 METODE ....................................................................................... 89
TABEL 2.9 SIMPANGAN RATA-RATA KECEPATAN ............................................................. 95 TABEL 3.1 CITRA PADA VIDEO SEBELUM BINERISASI DAN CITRA PADA VIDEO SETELAH BINERISASI ...................................................................................................... 101 TABEL 3.2. HASIL PERCOBAAN PERHITUNGAN .............................................................. 129 TABEL 3.3 KESALAHAN PENDETEKSIAN KENDARAAN PADA AREA CENTROID DIFFERENCE ... 130 TABEL 3.4 KESALAHAN PENDETEKSIAN KENDARAAN PADA PENGGUNAAN NORMALIZED CROSS CORELLATION .................................................................................................. 132 TABEL 3.5. PENJELASAN SKENARIO UJI COBA............................................................... 134 TABEL 3.6. PERBEDAAN HASIL PERCOBAAN PENGHITUNGAN KECEPATAN MOBIL MASINGMASING SKENARIO TER-HADAP GROUND TRUTH. ................................................... 134
TABEL 4.1 PARAMETER LAIN DARI MODEL IDM ............................................................. 147 TABEL 4-2 HASIL PERHITUNGAN 2D LOCATIONS DIBANDINGKAN DENGAN PEMBACAAN GPS 157 TABEL 4-3 VARIASI SELISIH BACAAN GPS OLEH PERANGKAT SONY X1 DAN GOBI 2000....... 158 TABEL 4.4 TES AKURASI GPS SPEED ............................................................................ 165 TABEL 4.5 RINGKASAN EKSPERIMEN ........................................................................... 169 TABEL 4.6 CONTOH DATA VDZ PADA SERVER ............................................................... 172
Integrated Traffic Intelligent System
17
TABEL 5.1 CONTOH DATA PADA ENTITAS STREET_DESCRIPTION ...................................... 206 TABEL 5.2 CONTOH DATA PADA TABEL STREET_NODE ....................................................207 TABEL 5.3 CONTOH DATA PADA TABEL EXTENDED_DESCRIPTION .....................................207 TABEL 5.4 CONTOH DATA PADA TABEL GRAM............................................................... 208 TABEL 5.5 CONTOH DATA PADA TABEL STREET_PATH .................................................... 208 TABEL 5.6 CONTOH DATA PADA TABEL GRAM_STREET .................................................. 209 TABEL 5.7 HASIL UJI COBA DENGAN 30 DATA UJI........................................................... 215
18
Integrated Traffic Intelligent System
BAB 1 Pendahuluan
Integrated Traffic Intelligent System
19
Integrated Traffic Intelligent System
1.1 Transportasi Jalan Raya dan Permasalahannya Transportasi merupakan salah satu fasilitas penting yang menunjang kehidupan masyarakat. Transportasi darat merupakan salah satu jenis transportasi yang paling sering digunakan dalam aktivitas sehari-hari seperti distribusi barang, transportasi kerja, rekreasi, dan lainlain. Oleh karena itu, transportasi sangat erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian yang dilakukan masyarakat sehingga perkembangan dan perbaikan fasilitas transportasi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Sebaliknya, jika sistem transportasi mengalami hambatan maka kegiatan perekonomian juga mengalami hambatan sehingga mengakibatkan kerugian material dan non material bagi masyarakat dan pemerintah. Salah satu masalah klasik yang sering terjadi pada transportasi darat adalah kemacetan. Di Indonesia, kemacetan adalah salah satu masalah berat yang terjadi di kota-kota besar. Di kota-kota sibuk dan padat penduduk seperti Jakarta dan sekitarnya, Surabaya, dan Bandung, kemacetan lalu lintas jalan raya terjadi setiap hari terutama pada saat beberapa jam sebelum dimulainya jam kerja dan beberapa jam seusai jam kerja. Kemacetan adalah efek dari ketidakseimbangan antara kapasitas jalan yang tersedia dengan jumlah kendaraan yang melewatinya.
Perbandingan
yang
cukup
baik
adalah
dengan
membandingkan data yang berasal dari Dr. Ir. Doni J. Widiantono, M.Eng.Sc., Kasi Kebijakan PR Nasional, Ditjen Penataan Ruang, serta membandingkan dengan data dari Negara Singapura. Berdasarkan (Widiantono), rasio yang ideal antara jumlah kendaraan dan panjang jalan adalah kurang dari 100 kendaraan per km. Ini sangat kontras dengan kenyataan yang ada bahwa pada tahun 2012, Jakarta memiliki panjang jalan sebesar 7.208 km. Sedangkan jumlah 20
Integrated Traffic Intelligent System
kendaraan bermotor yang tercatat pada bulan April 2012 di Jakarta adalah sebesar 13.346.802 unit. Angka tersebut menghasilkan rasio sebesar 1.851 kendaraan per km. Jika dibandingkan dengan Singapura, perbandingan antara luas jalan dengan luas total negara tersebut adalah 12 persen, sangat kontras dengan perbandingan luas jalan di Jakarta dengan luas total wilayahnya yang hanya mencapai 6,2 persen.
Gambar 1.1 Grafik pertumbuahan kendaraan bermotor di Indonesia (BPS)
Urgensi masalah kemacetan ini semakin tinggi karena jumlah kendaraan terus menerus bertambah dengan pesat, namun tidak diiringi dengan peningkatan kualitas dan kuantitas jalan. Jika melihat pada data yang ada, pada bulan April 2012 tercatat Jakarta disesaki oleh 13.346.802 kendaraan bermotor dengan rincian, 9.861.451 unit sepeda motor, 2.541.351 unit mobil, 581.290 unit mobil pengangkut beban, dan 363.710 unit bus (Sari). Selain itu, pertumbuhan jumlah kendaraan tersebut setiap tahunnya mencapai sekitar 11 persen seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1. Di lain pihak, pertumbuhan ruas jalan hanya sebesar 0.01 persen (BSTP). Dengan demikian, cepat atau lambat kondisi Integrated Traffic Intelligent System
21
kemacetan di jalan raya di Jakarta akan semakin parah jika tidak ada tindakan yang lebih serius untuk menangani hal ini. Jika dilihat dari sisi kerugian akibat kemacetan di jalan raya, data Dinas Perhubungan (DISHUB) kota Jakarta pada tahun 2010 menyatakan bahwa kerugian yang ditimbulkan akibat kemacetan mencapai 45 triliun rupiah setiap tahunnya. Kerugian ini mencakup penggunaan bahan bakar, penurunan produktivitas kerja, dan waktu. Kerugian lain selain materi yang ditimbulkan dari kemacetan adalah rasa lelah, stres, bahkan penyelamatan nyawa dan keselamatan (penanganan kebakaran, penanganan pasien kritis, penanganan kecelakaan) yang terhambat. Banyak tindakan yang dilakukan dalam upaya menangani kemacetan. Berbagai pihak dan disiplin ilmu ikut andil dalam melakukan upaya penanganan terhadap masalah kemacetan. Mulai dari ilmu hukum dan peraturan daerah seperti mengatur regulasi penggunaan kendaraan bermotor di tempat dan waktu tertentu, ilmu tata kota seperti pembangunan jalan atau sarana transportasi baru dan pengarahan arus lalu lintas, serta penggunaan teknologi informasi seperti pemantau kemacetan dan sebagainya. Salah satu contoh penerapan yang paling nyata dalam mengatur regulasi penggunaan kendaraan bermotor di tempat dan waktu tertentu adalah Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 110 tahun 2012 tentang Kawasan Pengendalian Lalu Lintas. Pada peraturan tersebut disebutkan tentang mobil bukan umum harus mengangkut penumpang paling sedikit tiga orang per kendaraan termasuk pengemudi (Pergub DKI 110/2012). Peraturan yang lebih populer dengan nama "3 in 1 (three in one)" ini diberlakukan di beberapa jalan utama di Jakarta pada rentang waktu 07:00-10:00 dan 16:30-19:00. Contoh rambu / marka jalan yang menunjukkan peraturan three in one di salah satu jalan di Jakarta dapat dilihat pada Gambar 1.2. 22
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 1.2 Papan penunjuk aturan three in one di salah satu jalan di Jakarta (Buhori)
Peraturan Gubernur no. 110/2012 yang sudah disebutkan sebelumnya juga menyebutkan tentang mobil barang dengan berat 5.501 kilogram atau lebih dilarang memasuki kawasan 3 in 1 pada pukul 05:00-22:00. Di dalam peraturan tersebut juga ada peraturan mengenai sepeda motor dan mobil barang yang dilarang memasuki jalur cepat pada beberapa jalan yang sudah ditetapkan. Peraturan tersebut merupakan bentuk pengendalian kemacetan lalu lintas dari segi hukum dan peraturan perundangan. Salah satu contoh nyata dari upaya pengendalian lalu lintas dari segi tata kota dan transportasi masal adalah pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) di DKI Jakarta. MRT adalah transportasi umum berbasis rel yang rencananya akan memiliki panjang ±110,8 km. Dari panjang tersebut, jalur MRT akan dibagi menjadi dua koridor, yaitu Koridor Selatan-Utara (Koridor Lebak Bulus-Kampung Bandan) yang memiliki panjang ±23,8 km serta Koridor Timur-Barat yang memiliki panjang ±87 km. (MRT, Tentang PT MRT Jakarta)
Integrated Traffic Intelligent System
23
Proyek pembangunan MRT pada Koridor Selatan-Utara dari Lebak Bulus-Kampung Bandan rencananya dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap I akan dibuat dengan menghubungkan Lebak Bulus dengan Bundaran HI sepanjang 15,7 km dengan 13 stasiun yang terdiri dari 7 stasiun layang dan 6 stasiun bawah tanah. Jalur ini ditargetkan untuk mulai beroperasi pada 2018. Pada tahap II jalur akan dilanjutkan dari Bundaran HI ke Kampung Bandan sejauh 8,1 km yang rencananya mulai dilaksanakan sebelum tahap I beroperasi dan ditargetkan untuk beroperasi pada tahun 2020. Untuk Koridor Timur-Barat, saat ini masih dalam tahap studi kelayakan dan ditargetkan paling lambat untuk beroperasi pada sekitar 2024-2027 (MRT, Tentang MRT Jakarta). Pihak yang menangani pembangunan MRT adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yaitu PT. Mass Rapid Transit Jakarta (PT. MRT Jakarta). Perusahaan ini didirikan pada tanggal 17 Juni 2008 setelah mendapat persetujuan DPRD Provinsi DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 dan 4 tahun 2008. Peraturan tersebut adalah mengenai Pembentukan BUMD PT. MRT Jakarta dan Penyertaan Modal Daerah di PT. MRT Jakarta (MRT, Tentang PT MRT Jakarta). Ini semua adalah bentuk upaya penanganan kemacetan dari segi pembangunan dan tata kota. Diharapkan dengan dibangunnya sarana transportasi umum yang nyaman dan berkualitas, para pengguna kendaraan pribadi akan banyak beralih ke transportasi umum.
24
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 1.3 Simulasi lalu lintas versi awal
Berbagai permasalahan yang ditimbulkan akibat kemacetan seharusnya dapat dihindari apabila terdapat sebuah sistem yang dapat membantu masyarakat mengetahui kondisi lalu lintas yang sedang dan akan terjadi. Tim dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (Fasilkom UI) yang diketuai oleh Dr. Eng. Wisnu Jatmiko juga tidak tinggal diam dalam upayanya mengembangkan sistem yang dapat membantu mengurangi kemacetan dan mengatur lalu lintas agar menjadi lebih baik. Pada penelitian yang dilakukan tim Fasilkom UI, dibuat sebuah skema pengaturan lalu lintas adaptif yang dapat mengatur lampu lalu lintas sesuai kadar jumlah kendaraan pada waktu tertentu di suatu jalur (Rachmadi, Al Afif and Jatmiko). Melalui sistem tersebut diharapkan pengguna lalu lintas mendapatkan waktu lampu hijau yang sesuai dengan kepadatan lalu lintas (jumlah kendaraan) pada sebuah jalur, sehingga kemungkinan terjadinya kemacetan akan berkurang. Dalam penelitian tersebut sensor yang digunakan adalah Closed Circuit Television (CCTV).
Integrated Traffic Intelligent System
25
Gambar 1.4 Arsitektur Prototip Sistem Pengaturan Lampu Lalu Lintas terdistribusi.
Secara garis besar, prototipe dari sistem yang pernah dibuat oleh Wisnu Jatmiko dkk dapat dilihat pada Gambar 1.4. Beberapa komponen perangkat keras yang digunakan untuk membangun sistem dalam penelitian sebelumnya adalah kamera, prosesor utama, papan pengendali lampu lalu lintas, board miniatur lampu lalu lintas, dan kabelkabel penghubung antar komponen. Penjelasan detail mengenai perangkat-perangkat tersebut dijelaskan sebagai berikut.
26
Integrated Traffic Intelligent System
a. Kamera Komponen ini bertugas untuk mengambil gambar pada setiap jalur di persimpangan. Pada prototipe, kamera yang digunakan dalam eksperimen membangun sistem tersebut adalah Logitech QuickCamTM Connect 1,3 MegaPixel.
b. Prosesor utama Komponen ini berfungsi sebagai pusat pengambilan keputusan dari setiap nilai yang didapat dari sensor. Nilai tersebut diperoleh dari gambar hasil tangkapan kamera yang diproses dengan algoritma pendeteksian objek sehingga menghasilkan penghitungan jumlah kendaraan. Setelah jumlah kendaraan dari setiap lajur dihitung maka lamanya waktu nyala lampu lalu lintas di setiap lajur akan ditentukan menggunakan metode Distributed Constraint Satisfaction Problem (DCSP). Perangkat keras yang digunakan sebagai prosesor utama ini adalah BeagleBoard Rev C4 dengan frekuensi prosesor 720 MHz, memory 256 MB, dan sistem operasi Linux Ångström. Perangkat ini merupakan komputer kecil yang memang ditujukan untuk digunakan pada aplikasi embedded systems (sistem tertanam).
c. Papan pengendali lalu lintas Komponen ini merupakan perangkat yang bertugas untuk mengatur nyala miniatur lampu lalu lintas beserta counter-nya. Pengendali ini ditujukan untuk mengurangi beban komputasi prosesor utama. Terlebih lagi, karena alat komunikasi atau I/O yang dimiliki BeagleBoard terbatas untuk langsung dihubungkan ke miniatur lampu-lalu lintas, maka papan pengendali ini dibutuhkan untuk menjembatani keduanya. Integrated Traffic Intelligent System
27
Papan pengendali ini dibangun dengan microcontroller ATmega32 dari keluarga AVR. Selain itu, ada beberapa komponen elektronika yang sudah biasa kita temui yaitu: resistor, elco, led, dan sebagainya. Terakhir, pada sistem ini juga digunakan satu lagi IC (Integrated Circuit) disamping ATmega32, yaitu komponen yang masih satu keluarga AVR, ATmega8. Komponen ini bertugas sebagai protokol komunikasi antara ATmega32 dengan prosesor utama.
d. Miniatur lampu lalu lintas Pada miniatur ini dibuat empat buah rangkaian sama persis yang menandakan 4 jalur. Pada papan miniatur lampu lalu lintas ini terdapat tiga sevent segment yang berfungsi sebagai counter. Pada bagian atasnya, terdapat tiga led yang berfungsi sebagai lampu merah, kuning, dan hijau. Ini merupakan penunjuk untuk kendaraan yang akan mengambil jalur lurus. Pada bagian samping kanan dan kiri juga terdapat led yang berfungsi sebegai penunjuk untuk kendaraan yang akan mengambil jalur berbelok.
1.2 Intelligent Transportation System (ITS) Berbicara mengenai solusi untuk memanajemen transportasi menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), istilah Intelligent Transportation Systems (ITS) tidak dapat dilepaskan dari pembahasan ini. Berdasarkan Research and Innovative Technology Administration (RITA) U.S. Department of Transportation, teknologi ITS dapat didefinisikan sebagai aplikasi teknologi informasi yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas transportasi demi mencapai peningkatan keamanan dan kelancaran transportasi dan juga mengurangi efek transportasi terhadap lingkungan (RITA).
28
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 1.5 National ITS Architecture physical entities (RITA)
Selain definisi yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya, menurut (Xinping Yan, Hui Zhang and Chaozhong Wu), ITS adalah teknologi mutakhir yang bertujuan untuk menyediakan layanan inovatif terkait dengan berbagai jenis sarana transportasi dan manajemen lalu lintas. Hal tersebut memungkinkan berbagai pengguna untuk mendapat informasi di perjalanan dan juga membuat perjalanan lebih aman serta terkoordinasi lebih baik. ITS mengintegrasikan TIK dengan transport engineering untuk melakukan perencanaan, pengoperasian, perawatan, dan pengaturan sistem transportasi. Aplikasi TIK pada sektor transportasi jalan raya serta antarmuka yang dimilikinya akan membuat kontribusi yang signifikan untuk meningkatkan performa, efisiensi, serta keamanan. Efisiensi tersebut akan mencakup efisiensi energi dan waktu. Dari segi keamanan, sistem akan meningkatkan keamanan publik, termasuk terhadap penumpang kendaraan dan pengangkut barang (Nowacki).
Integrated Traffic Intelligent System
29
Dari sejarahnya, ITS diawali dengan istilah transport telematics pada tahun 1990. Selanjutnya, pada tahun 1991 istilah Intelligent Transportation Systems disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat dan Jepang. Hal tersebut diikuti dengan disetujuinya istilah tersebut di Eropa pada kongres ITS sedunia (world ITS Congress) yang diadakan di Perancis pada tahun 1994 (Nowacki). Berdasarkan analisis literatur yang dilakukan (Nowacki) sejarah Intelligent Transportation Systems (ITS) dapat dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama adalah awal penelitian ITS dari tahun 1970 sampai tahun 1980-an. Sejak tahun 1970-an beberapa perusahaan di Eropa telah mengembangkan sistem kompleks yang mem-broadcast sebuah kode pada awal pesan yang dikirimkan sehingga hanya mobil-mobil yang terpengaruh dengan kode tersebut yang akan menerima pesan yang dikirim. Di Jerman, Auto-fahrer Rundfunk Information (ARI), sebuah sistem radio jalan raya menggunakan FM (Frequency Modulation) diperkenalkan pada tahun 1974 untuk mengurangi kemacetan di jalur arah utara pada libur musim panas. Selain di Eropa, di Australia, sejak tahun 1970, the Department of Main Roads melakukan instalasi sistem yang mencakup 30 persimpangan yang diberi sinyal untuk melakukan kontrol terpusat dan Traffic Responsive Capabilities (TRC). Pada tahun 1973, Ministry of International Trade and Industry (MITI) di Jepang mendanai Comprehensive Automobile Control System (CACS). Semua sistem yang sudah disebutkan sebelumnya memiliki kegunaan utama untuk mengarahkan rute (route guidance) dan berbasiskan sistem pemrosesan terpusat dengan sistem komputer dan komunikasi yang sangat besar. Dengan batasan tersebut (ukuran yang besar), sistem-sistem pada fase pertama ini kurang memberikan hasil nyata. (Nowacki)
30
Integrated Traffic Intelligent System
Pada fase kedua yang berlangsung dari tahun 1981 sampai 1994, kondisi-kondisi untuk pengembangan ITS ditetapkan. Perkembangan memori komputer yang meningkat pada masa itu membuat pemrosesan informasi menjadi lebih murah. Hal tersebut membuat riset dan pengembangan dapat lebih diarahkan ke arah praktis. Di Eropa, dua proyek dijalankan bersamaan pada fase tersebut, the Program for an European Traffic System with Higher Efficiency and Unprecedented Safety (PROMETHEUS) dan the Dedicated Road Infrastructure for Vehicle Safety in Europe (DRIVE). PROMETHEUS yang dimulai pada tahun 1986 dibangun sebagian besar oleh manufaktur otomotif. Program ini juga merupakan bagian dari proyek yang lebih besar lagi yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kompetitif Eropa dengan pengembangan teknologi
informasi,
telekomunikasi,
robotika,
dan
teknologi
transportasi. Proyek tersebut dipimpin oleh 18 perusahaan otomobil Eropa, pemegang otoritas pemerintahan, dan lebih dari 40 institusi riset (Nowacki). Pada
tahun
1984
di
Jepang
dilaksanakan
proyek
Road/Automobile Communication System (RACS) yang membangun dasar dari sistem navigasi mobil saat ini. Di saat yang hampir bersamaan pada tahun 1985 di Australia dilakukan instalasi traffic management system yang dikenal dengan sebagai Traffic Responsive Adaptive Control System (TRACS) (Nowacki). Pada tahun 1989 di Amerika Serikat dibentuk Mobility 2000 group yang mengantarkan ke arah pembentukan Intelligent Vehicle Highway Systems America (IVHS America) pada tahun 1990. IVHS America berfungsi sebagai Federal Advisory Committee untuk Departemen Transportasi Amerika Serikat. Selanjutnya pada tahun 1991 ITS Amerika didirikan sebagai organisasi nonprofit yang berfungsi sebagai penaung dari penggunaan teknologi mutakhir pada sistem transportasi. Integrated Traffic Intelligent System
31
Anggotanya terdiri dari perusahaan swasta, badan publik, institusi akademis, dan pusat-pusat penelitian. Tujuan umumnya adalah untuk meningkatkan keselamatan, keamanan, dan efisiensi dari sistem transportasi di Amerika Serikat dengan memanfaatkan ITS (Nowacki). Fase ketiga sejarah Intelligent Transportation Systems (ITS) dimulai pada tahun 1994. Seperti disebutkan pada paragraf awal yang menjadi pemaparan umum dari sejarah ITS, istilah ITS sendiri disetujui pada kongres pertama tahun 1994 yang dilaksanakan di Paris, Perancis. Pada tahun itu juga ITS Jepang didirikan dengan mempromosikan penelitian, pengembangan, dan implementasi ITS dengan kerjasama antar lima kementrian di Jepang. Selain itu ITS Jepang, yang merupakan bagian dari Global Advanced Information and Telecommunications Society, juga berperan sebagai kontak utama pelayanan dan aktivitas terkait ITS di area Asia Pasifik. Kebijakan terkait ITS yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut termasuk hal-hal terkait pengembangan sistem arsitektur, penelitian dan pengembangan (research and development), standarisasi, dan kerja sama internasional (Nowacki). Berdasarkan publikasi dari Departemen Transportasi Amerika Serikat pada tahun 2005, riset yang dilakukan selama beberapa tahun di Amerika Serikat dan Kanada menghasilkan kesimpulan terkait pemanfaatan ITS. Hasil riset tersebut menyebutkan bahwa pengurangan alokasi dana untuk infrastruktur transportasi berkurang sebesar 30-35 persen (Nowacki).
32
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 1.6 ITS Standards life cycle and the Systems Engineering Process (RITA)
Struktur umum dari aplikasi ITS mencakup beberapa komponen yang akan saling terhubung satu sama lain berdasarkan skema yang sudah didetapkan. Komponen-komponen tersebut antara lain adalah kendaraan,
pencegahan
kecelakaan,
pembayaran
elektronik,
manajemen keadaan darurat, manajemen keadaan cuaca di jalan, operasi dan pemeliharaan jalan raya, serta informasi bagi pengendara. Berdasarkan (Xinping Yan, Hui Zhang and Chaozhong Wu), aplikasi ITS pada umumnya mencakup aspek-aspek berikut. a. Pengamat/pemantau lalu lintas b. Pengorganisasi lalu lintas dinamis c. Pengemudi otomatis d. Pengidentifikasi status dan perilaku pengendara e. Penghindar tabrakan
f. Analisis dan pencegah kecelakaan
Integrated Traffic Intelligent System
33
1.3 Pengambilan Data pada Pemonitoran Lalu Lintas dalam ITS Pada sistem pemonitoran lalu lintas dalam Intelligent Transport System (ITS), data di lapangan dapat diambil dengan beberapa cara. Cara-cara tersebut antara lain adalah penggunaan teknologi satelit (GPS), mengambil data dari sensor yang ditaruh langsung di jalan, atau melalui media sosial. Cara-cara tersebut dapat dipisahkan dalam dua kategori besar yaitu intrusive dan non-intrusive (penjelasan detail akan dijelaskan selanjutnya). Teknologi satelit seperti GPS dan media sosial seperti Twitter termasuk dalam kategori non-intrusive sedangkan untuk sensor di jalan bisa termasuk intrusive maupun non-intrusive. Beberapa sensor di jalan yang non-intrusive maupun intrusive dapat dilihat pada Gambar 1.7.
Gambar 1.7 Jenis-jenis sensor di jalan yang non-intrusive dan intrusive (U. D. Transportation)
34
Integrated Traffic Intelligent System
Sistem yang intrusive biasanya akan ditanam langsung di jalan dan mengalami kontak langsung dengan lalu lintas/kendaraan itu sendiri. Pemonitor lalu lintas tradisional membutuhkan sensor yang ditanam di jalan walau tidak mencukupi cakupan yang luas dan mahal implementasinya. Implementasi yang mahal tersebut adalah termasuk waktu yang dibutuhkan untuk meletakkan sensor pada jalan beserta perawatannya (maintenance) (Leduc).
Gambar 1.8 Instalasi sensor magnetik / inductive loop (U. D. Transportation)
Sistem yang intrusive biasanya terdiri dari sensor yang diletakkan/ditanam di jalan raya serta perekam data. Contoh sistemsistem yang termasuk kategori ini antara lain adalah pneumatic road tubes, sensor piezoelektrik, dan magnetic loops (disebut juga inductive loop sensor). Secara historis, sensor pemantau arus lalu lintas dimanfaatkan sejak penemuan sensor suara pada tahun 1920-an (U. D. Transportation), (U. o. Transportation). Informasi yang lebih detail mengenai evolusi dari sensor tersebut dapat ditemukan pada referensireferensi sejenis. Dalam hal tingkat kepercayaan, inductive loop sensors/detectors memiliki karakteristik intrusive yang tinggi walau biaya implementasi dan pengembangannya cukup tinggi. Contoh dari instalasi Integrated Traffic Intelligent System
35
sensor tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.8. Tugas besar dari penelitian-penelitian terkait bidang sensor/sistem pemantau lalu lintas saat ini adalah menciptakan sistem alternative yang sama terpercaya (tingkat akurasi tinggi) dengan inductive loop systems. Sistem yang dikembangkan tersebut pastinya harus dapat meminimalisasi gangguan pada pengguna jalan saat instalasi maupun saat perawatan. Oleh karena itu, sistem non-intrusive banyak diajukan karena tidak banyak kontak langsung secara fisik dengan kendaraan maupun lalu lintas di jalan raya. Konsep dari teknik non-intrusive berdasar pada observasi jarak jauh (remote observation). Perangkat terkait dengan sistem tersebut antara lain adalah perangkat infra merah pasif dan aktif, gelombang frekuensi radio atau gelombang mikro seperti radar (Radio Detection and Ranging) dan LADAR (Laser Detection and Ranging), perangkat magnetik pasif, serta deteksi gambar video. Dengan menggunakan perangkatperangkat tersebut dapat dibangun sistem yang disebut Wireless Sensor Networks (WSN) yang merupakan sistem sensor terdistribusi yang akan mengambil dan mengumpulkan data di lapangan. Motivasi dari pengembangan sistem pemantauan (surveillance system) berbasis WSN adalah untuk mengupayakan pengganti langsung dari inductive loop systems atau sebagai peningkat area cakupan dari sensor-sensor lalu lintas yang sudah tersedia. Penelitian yang dilakukan teknologi non-intrusive yang diajukan untuk menggantikan sistem intrusive adalah sistem yang menggunakan kamera video. Secara umum (Chen and Ellis), pengenalan kendaraan (vehicle recognition) menggunakan kamera harus berhadapan dengan beberapa tantangan yang membuat tugas menjadi lebih kompleks. Tantangan tersebut antara lain terkait kendaraan-kendaraan yang pada umumnya memiliki bentuk dan ukuran yang sama namun dapat terlihat berbeda karena pantulan, bayangan, cuaca, intensitas cahaya, getaran 36
Integrated Traffic Intelligent System
(misalnya
instalasi
pengambilan
pada
gambar.
jembatan),
Terlebih
lagi,
maupun
sudut
permasalahan
pandang
yang
ingin
diselesaikan adalah karena kebutuhan untuk membedakan subkelas dari kendaraan seperti mobil, van, bus, dan sepeda motor. Sebuah grup penelitian pada (Viloria, Gonzalo-Tasis and Martinez) telah mengadopsi pendekatan manual untuk segmentasi. Mereka menargetkan untuk menemukan potensi dari penggunaan fitur level rendah yang sederhana untuk mencapai performa klasifikasi level tinggi dengan memfilter noise sebelum tahap segmentasi citra. Dengan mengikuti ide tersebut, pada pekerjaan berikutnya dalam penelitian ini akan dibuat batasan penelitian dengan hanya menggunakan uncalibrated camera [ (Grammatikopoulos, Karras and Petsa, Geometric Information From Single Uncalibrated Images Of Roads) ; (Cathey and Dailey) ; (Grammatikopoulos, Karras and Petsa, Automatic Estimation Of Vehicle Speed From Uncalibrated Video Sequences)] yang menangkap gambar pada tampilan lalu lintas sederhana pada kondisi visibilitas yang tidak terlalu rendah. Selain itu, penangkapan gambar juga dibatasi dengan hanya pada outdoor nonstructured environment. Pada penelitian-penelitian lain di luar terkait kamera pemantau lalu lintas ada yang menggunakan calibrate camera untuk mendapatkan pengukuran kecepatan yang lebih akurat. Metode ini agak tidak praktis karena kamera tersebut harus dikalibrasi terlebih dahulu. Maduro dkk (Maduro, Batista and Peixoto) (Maduro, Batista and Batista, Estimating Traffic Intensity Using Profile Images On Rectified Images) telah menggunakan gambar video yang telah dikoreksi untuk menghitung kecepatan kendaraan. Disamping itu, Garibotto dkk (Garibotto, Castello and Del Ninno) menggunakan plat nomor kendaraan untuk men-track kendaraan untuk mengalkulasi kecepatannya. Pada kenyataannya masih banyak cara-cara lain untuk melakukan hal tersebut seperti pada (Pai, Integrated Traffic Intelligent System
37
Juang and Wang) (Schoepflin, Dailey and Member, Dynamic Camera Calibration of Roadside Traffic Management Cameras for Vehicle Speed Estimation) (He and Yung) (Schoepflin, Dailey and Member, Algorithms for Calibrating Roadside Traffic Cameras and Estimating Mean Vehicle Speed). Teknologi media sosial seperti Twitter saat ini dapat digunakan sebagai sumber perolehan informasi dan data lalu lintas yang bersifat non-intrusive. Penelitian terbaru terkait pemanfaatan teknologi ini misalnya yang dilakukan oleh Endarnoto dkk (Endarnoto, Pradipta and Nugroho) dan Singh (Singh). Atas dasar penelitian-penelitian terkait tersebut dan penelitian yang dilakukan sebelumnya (Wibisono, Sina and Ihsannuddin),
dilaksanakanlah
penelitian
yang
berupaya
untuk
mengekstraksi informasi dari akun Twitter milik Traffic Management Centre (TMC) dari Polda Metro Jaya (@TMCPoldaMetro). Pada studi yang dilakukan sebelumnya, teknik Natural Language Processing (NLP) berbasis Context-Free Grammar (CFG) parser digunakan. Namun demikian, pada (Kosala and Adi) ditemukan bahwa tweets terbanyak (95%) tidak menggunakan bahasa dengan susunan gramatika teratur. Lima persen sisanya yang berjumlah total 54 tweets sebagian besar berasal dari online portal seperti Kompas.com dan Detik.com. Oleh karena itu, penggunaan teknik NLP telah mulai ditinggalkan untuk perolehan informasi lalu lintas terbaru. Analisis awal ini penting untuk mendesain analisis komponen dari sistem yang diajukan. Teknologi non-intrusive lainnya dalam ITS adalah penggunaan telepon genggam yang menentukan data lokasi dari pengguna. Hal ini dimungkinkan karena telepon genggam sekarang banyak yang sudah memiliki perangkat Global Positioning System (GPS) yang memanfaatkan satelit Amerika. Selain satelit GPS dari Amerika tersebut, terdapat juga beberapa satelit navigasi seperti Glonass milik Rusia dan Galileo milik 38
Integrated Traffic Intelligent System
Eropa (Berman) (Kim) (J. C. Herrera, D. B. Work and R. Herring) (Hoh, Iwuchukwu and Jacobson, Enhancing Privacy and Accuracy in Probe Vehicle-Based Traffic Monitoring via Virtual Trip Lines). Selain menggunakan GPS, untuk menentukan lokasi telepon genggam juga dapat menggunakan Cell ID (Yadav, Naik and Singh) atau internet ((Google’s).) (Schwartz). Disamping itu, sebagai catatan perlu ditekankan bahwa seiring perkembangan teknologi, akurasi yang dicapai menjadi semakin baik pada inductive loop data dan probe vehicle menggunakan telepon ber-GPS yang memiliki rentang 1,2-3,3% (Cheung). Pekerjaan awal dalam penelitian terkait teknik non-intrusive yang telah dilakukan dijelaskan pada publikasi-publikasi tim peneliti yaitu (Hardjono, Nurhadiyatna and Mursanto), (Hardjono, Wibisono and Nurhadiyatna), (Wibisono, Sina and Ihsannuddin), dan (Nurhadiyatna, Hardjono and Wibisono).
1.4 Penerapan ITS di beberapa negara 1.4.1 Intelligent Transportation System di Jepang Di Jepang, traffic control system mengumpulkan informasi melalui berbagai jenis detektor kendaraan, kamera TV (CCTV), dan beberapa peralatan pengumpul informasi yang mengirim data pada traffic control center. Berbagai detektor kendaraan telah terpasang di Jepang dengan jumlah mencapai 110.000 di akhir 1997 (JTMA).
Integrated Traffic Intelligent System
39
Gambar 1.9 Struktur traffic control system di Jepang (UTMS)
Berbagai alat pendeteksi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.
Ultrasonic vehicle detectors Ultrasonic vehicle detectors terdiri dari sensor ultrasonic yang dipasang menghadap ke bawah (jalan). Secara umum sensor ini dipasang dengan ketinggian 5 m dari jalan. Kendaraan dapat dideteksi ketika gelombang yang diterima memiliki jarak yang lebih pendek dari pada jarak seharusnya (terpantulkan oleh kendaraan). Hingga akhir 1997, Jepang telah memiliki setidaknya 88000 ultrasonic vehicle detectors yang terpasang di jalan.
40
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 1.10 Ultrasonic vehicle detectors (UTMS)
Infrared vehicle detectors (optical beacon) Infrared vehicle detectors memanfaatkan sensor infrared untuk mengetahui apabila ada kendaraan yang melintas serta untuk melakukan komunikasi dua arah dengan kendaraan. Pada akhir 1997, Jepang memiliki sekitar 18.000 optical beacon.
Gambar 1.11 Infrared vehicle detectors (UTMS)
Integrated Traffic Intelligent System
41
Radar vehicle detectors Radar vehicle detectors sering disebut juga sebagai “Rtype vehicle detector” yang terdiri dari main unit dan transceiver. Transceiver memproyeksikan sebuah microwave dan menerima refleksinya. Berdasarkan intensitas dari pemantulan microwave, Radar
vehicle
detectors
dapat
mendeteksi
pergerakan
kendaraan. Detektor ini juga mampu mendeteksi kecepatan memanfaatkan efek Doppler serta mampu membedakan jenis kendaraan berdasarkan durasi pemantulan. Terdapat sekitar 4500 radar vehicle detector di Jepang saat akhir 1997.
Gambar 1.12 Radar vehicle detectors (UTMS)
Image processing vehicle detectors Image processing vehicle detectors terdiri dari kamera TV dan main unit. Kamera TV akan merekam kendaraan dan dengan menggunakan pengolahan citra, alat ini akan mendeteksi kendaraan,
42
menghitung
jumlahnya,
serta
mengukur
Integrated Traffic Intelligent System
kecepatannya. Detektor ini diletakkan tepat diatas sebuah jalur atau sisi jalan. Image processing vehicle detectors berjumlah sekitar 1200 pada akhir 1997 di Jepang.
Gambar 1.13 Image processing vehicle detectors (UTMS)
Bus detectors
Gambar 1.14 Bus detectors (UTMS)
Integrated Traffic Intelligent System
43
Keberadaan bus dideteksi melalui aplikasi dengan berbagai detektor kendaraan dengan jumlah sekitar 1100 detektor yang telah terpasang di Jepang pada akhir 1997.
Travel time measuring (AVI) terminals Terminal ini mengambil gambar dari kendaraan yang berpindah menggunakan CCD kamera yang terletak diatas jalan. Mereka membaca nomor plat kendaraan secara real time memanfaatkan pengolahan citra. Terminal lainnya berada pada posisi yang jauh dengan terminal sebelumnya, dan bertugas untuk melakukan pencocokan nomor plat ketika kendaraan melintas,
sehingga
kecepatan
dari
kendaraan
dapat
diperkirakan. Terdapat sekitar 800 AVI terminal di akhir 1997 yang melingkupi sekitar 570 bagian atau sekitar 4100 km.
Gambar 1.15 Travel time measuring (AVI) terminals (UTMS)
44
Integrated Traffic Intelligent System
CCTV cameras Kamera biasanya dipasang di persimpangan jalan, dapat diarahkan, zoom dan wiper melalui traffic control center. Gambar yang direkam oleh cctv akan dikirim ke traffic control center melalui kabel transmisi. Jumlah CCTV di Jepang hingga akhir 1997 mencapai 2100 buah.
Gambar 1.16 CCTV cameras (UTMS)
Informasi yang diperoleh dari sumber informasi tersebut akan diolah pada traffic control center untuk melakukan kendali pada signal control yang ada, seperti pengaturan pemberian lama waktu lampu hijau pada suatu lampu lalu lintas. Selain itu informasi yang diperoleh dan diproses di traffic control center akan di berikan kepada masyarakat melalui berbagai media seperti traffic information board, radio, serta peta pada kendaraan.
Integrated Traffic Intelligent System
45
Gambar 1.17 Informasi yang diberikan kepada masyarakat (UTMS)
1.4.2 Intelligent Transportation System di Cina Intelligent
Transportation
dikembangkan lebih dari
System
sepuluh
(ITS)
di
Cina
sudah
tahun. Teknologi ITS telah
meningkatkan kondisi transportasi dan keamanan di Cina dengan sangat besar. Pada tahun 1999 National Engineering Technology Research Center of Intelligent Transportation System didirikan di negara tersebut. Selain itu, banyak juga pusat penelitian ITS yang didirikan di universitasuniversitas dan pusat-pusat riset. Pada pusat-pusat penelitian tersebut dilakukan penelitian terkait teori-teori dan teknologi yang digunakan dalam ITS. Tiga aspek yang ditonjolkan dalam penelitian-penelitian yang dilakukan adalah terkait pengendara (driver), kendaraan (vehicle), dan jalan raya (road). (Xinping Yan, Hui Zhang dan Chaozhong Wu)
46
Integrated Traffic Intelligent System
Program pertama yang dicanangkan oleh pemerintah Republik Rakyat Cina adalah perencanaan nasional 5 tahunan yang dilaksanakan pada tahun 2001-2005. Pada tahun 2001 Cina memilih sepuluh model kota untuk area pengujian dan evaluasi ITS. Pada periode ini juga, banyak aspek dan isu terkait riset dan pengembangan ITS diarahkan pada level ilmu pengetahuan dan perekayasa yang tinggi, antara lain adalah agent-based dan vision-based technologies, serta pemodelan, pengaturan, dan simulasi lalu lintas. Selain itu, teknologi komunikasi dan servis berbasis lokasi serta driving safety assistance juga dikembangkan. Alhasil, sistem terminal bus digital di gunakan di kota-kota seperti Beijing, Guangzhou, Chongqing, Shanghai, Hangzhou, Shenzhen, Nanjing, Shenyang dan sebagainya. Sistem ini menggunakan pengendali komputer, jaringan tanpa kabel dan LED display control yang telah dikembangkan. (Xinping Yan, Hui Zhang dan Chaozhong Wu)
Gambar 1.18: Skema sistem ETC (Mitsubishi Heavy Industries)
Integrated Traffic Intelligent System
47
Pada periode program lima tahunan berikutnya, pada 2006-2010, ITS mendapat lebih banyak kesempatan untuk dikembangkan karena terkait dengan acara besar internasional. Olympic Traffic Management Command and Control System dibangun untuk olimpiade Beijing 2008. Sistem tersebut memiliki empat fungsi utama antara lain, pusat perintah (command), pengatur sinyal, pemonitor terintegrasi, dan regional traffic optimization. Sistem ini secara komprehensif mendukung keamanan publik manajemen lalu lintas di Beijing pada masa olimpiade. (Xinping Yan, Hui Zhang dan Chaozhong Wu)
Gambar 1.19: Electronic Toll Collection (ETC) System (Metropolitan Transportation Commission)
Di Negara Cina, sistem Electronic Toll Collection (ETC) telah diterapkan. Sampai Juni 2011, di 22 provinsi dan kota lebih dari 2100 jalur ETC sudah dibuka (Xinping Yan, Hui Zhang dan Chaozhong Wu). Skema dari sistem ETC dapat dilihat pada Gambar 1.18. Pada gambar tersebut kita juga dapat mengetahui bahwa ETC memiliki komponen utama
48
Integrated Traffic Intelligent System
berupa sensor pendeteksi kendaraan dan antena untuk komunikasi. Contoh tampilan dari ETC dapat dilihat pada Gambar 1.19.
1.4.3 Intelligent Transportation System di Indonesia Salah satu contoh implementasi penanganan kemacetan menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang sudah diimplementasikan adalah National Traffic Management Centre (NTMC). NTMC adalah pusat kendali komunikasi dan informasi yang mengintegrasikan sistem informasi ke lembaga-lembaga yang memiliki kepentingan dalam bidang lalu lintas di negeri ini (NTMC). Lembagalembaga tersebut adalah Polri, Kementrian Perhubungan, Kementrian Pekerjaan Umum (PU), Kementrian Perindustrian, dan Kementrian Riset dan Teknologi. Walaupun diintegrasikan kepada lima lembaga tersebut, pembina, pengelola, serta penanggung jawab dari pusat kendali Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dipegang oleh Korps Lalu Lintas Polri. Hal tersebut ditegaskan dalam Undang-undang Republik Indonesia Pasal 247 Ayat 3 Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (NTMC). Pusat kendali sistem tersebut mengikuti struktur Polisi Republik Indonesia sendiri yaitu NTMC pada Korlantas Polri yang berjumlah satu unit, Regional Traffic Management Centre (RTMC) pada tingkat Polda yang berjumlah 31 (tiga puluh satu) dan 445 (empat ratus empat puluh lima) TMC pada tingkat Polres (NTMC). Berdasarkan UU Pasal 249 Ayat 3 Nomor 22 Tahun 2009, kegiatan pusat kendali Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sekurang-kurangnya meliputi hal-hal berikut. 1.
Pelayanan kebutuhan data, informasi, dan komunikasi tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Integrated Traffic Intelligent System
49
2. Dukungan tindakan cepat terhadap pelanggaran, kemacetan, dan kecelakaan serta kejadian lain yang berdampak kepada lalu lintas dan angkutan jalan. 3. Analisis evaluasi terhadap pelanggaran, kemacetan, dan kecelakaan lalu lintas. 4. Dukungan penegakan hukum dengan alat elektronik dan secara langsung. 5. Dukungan pelayanan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK), dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB). 6. Pemberian informasi hilang temu kendaraan bermotor. 7. Pemberian informasi kualitas baku mutu udara. 8. Dukungan pengendalian lalu lintas dengan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli. 9. Dukungan pengendalian pergerakan lalu lintas dan angkutan jalan. 10. Pemberian informasi tentang kondisi jalan dan pelayanan publik. Beberapa kamera CCTV telah dipasang di sejumlah lokasi di Pulau Jawa, Sumatra dan Bali untuk mendukung sistem informasi NTMC terintegrasi. Kamera-kamera tersebut diletakkan di berbagai titik rawan macet dan gangguan keamanan serta juga aktif memonitor selama 24 jam. NTMC di Korps Lalu Lintas Polri juga dilengkapi dengan teknologi Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System (GIS)) untuk kepentingan kendali operasi. Selain itu, operational NTMC didukung dengan teknologi seperti CCTV, GPS, Internet (Website, Facebook, dan Twitter), SMS, dan sebagainya. Dengan pemanfaatan teknologi tersebut, diharapkan quick response dapat terjadi. Dari semua penjelasan tentang NTMC, dapat disimpulkan bahwa tujuan utama NTMC Polri adalah sebagai berikut.
50
Integrated Traffic Intelligent System
1.
Quick response time
2. Pelayanan penegakan hukum 3. Pusat informasi bagi Polri 4. Pengendali lalu lintas 5. Analisis dan evaluasi bidang lalu lintas 6. Membantu meningkatkan kualitas keselamatan
Integrated Traffic Intelligent System
51
BAB 2 Deteksi Kendaraan Siang Hari
52
Integrated Traffic Intelligent System
Pada bab ini akan dibahas mengenai penggunaan CCTV untuk mengumpulkan informasi lalu lintas pada siang hari dalam bentuk video. Video selanjutnya digunakan sebagai data untuk mendeteksi kendaraan. Adapun tahapan yang dijelaskan pada bab ini yaitu metode mendeteksi kendaraan, teknik menganalisa data, menghitung jumlah dan kecepatan kendaraan,
serta
mengemukakan
hasil
pengujian
pendeteksian
kendaraan pada siang hari.
2.1 Metode Deteksi Kendaraan Siang Hari
Gambar 2.1 Skema Proses Pendeteksian Kendaraan di Siang Hari
Pendeteksian mobil pada siang hari dilakukan melalui beberapa tahap secara berurutan seperti yang digambarkan pada Gambar 2.1. Tahap-tahap tersebut diantaranya input video, perhitungan probability Integrated Traffic Intelligent System
53
piksel menggunakan teknik background subtraction, deteksi blob, melakukan tracking, menghitung jumlah kendaraan, dan menghitung kecepatan dari kendaraan.
2.1.1 Background Substraction Tahapan pertama pada skema mendeteksi kendaraan pada siang hari adalah adanya input video yang akan diolah. Video yang mengandung informasi lalu lintas diolah terlebih dahulu dengan menggunakan teknik background subtraction. Background subtraction merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan foreground (objek) dengan background. Metode ini banyak digunakan dalam bidang computer vision untuk mendeteksi objek bergerak. Pada video lalu lintas, background video dapat diartikan sebagai rata-rata citra dalam jangka panjang dengan perubahan yang rendah (N. Friedman). Background pada video lalu lintas dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
(
)
∑ (
)
Persamaan 2.1
Dimana ( saat
) merupakan nilai piksel pada koordinat (
) pada
dalam sebuah frame video. Sebagai contoh, dilakukan
pengambilan 5 frame pada sebuah video dengan intensitas piksel dari sampai dengan space). Maka piksel (
adalah (
) (Grayscale
) pada waktu ke
akan dianggap
background apabila memiliki kemiripan dengan rata-rata piksel pada waktu ke . Kemudian untuk piksel (
) akan dianggap background
apabila rata-rata nilai piksel dalam waktu tertentu memiliki kemiripan
54
Integrated Traffic Intelligent System
dengan nilai piksel ke
. Apabila perhitungan dilakukan secara
bertahap, persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
(
)
∑ (
)
Persamaan 2.2
Pada Persamaan 2.2 perhitungan probabilitas sebuah piksel melibatkan foreground, dimana penentuan perbedaan background (
) dan foreground
(
) dapat dilihat dari kemiripan kedua
kelas tersebut. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan background subtraction, antara lain dengan metode: Gaussian Mixture Model (GMM). Morphological Operation (MO), dan Hole Filling Agorithm (FH). Secara rinci metode-metode tersebut dijelaskan pada sub bab berikut.
2.1.2 Gausssian Mixture Model Secara umum, metode background subtraction terbagi atas lima kategori: metode dasar, metode statistik, metode fuzzy, jaringan saraf tiruan, dan metode non-parametric. Metode statistik merupakan metode yang paling umum digunakan. Sebagai contoh, (C. Wren) menggunakan metode statistik dengan mengembangkan Single Gaussian untuk merepresentasikan intensitas dari background pixel. Gaussian
Mixture
Model
(GMM)
merupakan
pendekatan
probabilistik berupa gabungan dari banyak distribusi normal. Pada kasus pendeteksian kendaraan, perpaduan distribusi normal yang digunakan dapat berupa distribusi jalan, bayangan, dan kendaraan (N. Friedman). Sebagai contoh, pada penelitian yang dilakukan oleh (N. Friedman) menggunakan asumsi persebaran intensitas piksel dari frame ke 1 hingga Integrated Traffic Intelligent System
55
1000 untuk mendapatkan distribusi normal dari sebuah piksel (
).
Hasil distribusi dari penelitian tersebut dapat dilihat seperti pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Frekuensi Kemunculan Intensitas Piksel pada 1000 Frame
Gambar 2.2 menunjukkan bahwa intensitas piksel yang paling sering muncul berada pada kisaran 130 hingga 140 dimana intensitas tersebut diasumsikan sebagai sebaran distribusi jalan. Sedangkan dua puncak lainnya diasumsikan sebagai distribusi bayangan dan kendaraan. Gabungan distribusi intensitas membentuk distribusi gabungan yang disebut Gaussian Mixture Model (GMM) seperti yang terdapat pada Gambar 2.3. Pada Gaussian Mixture Model, setiap piksel dalam sebuah frame dimodelkan ke dalam distribusi Gaussian. Masing-masing piksel dibedakan berdasarkan intensitasnya dalam RGB (Red, Green, Blue) color space. Kemudian setiap piksel dihitung nilai peluangnya sebagai foreground (FG) atau background (FG) menggunakan Persamaan 2.3. 56
Integrated Traffic Intelligent System
( )
∑
(
)
Persamaan 2.3
: Nilai piksel pada frame ke : Jumlah distribusi dalam GMM : Bobot untuk distribusi ke pada frame ke : Mean dari distribusi ke pada frame ke :Covariance Matrix dari distribusi ke pada frame ke
Gambar 2.3 Gaussian Mixture Model (GMM) pada Piksel I(x,y) dalam 1000 Frame
( ) merupakan probabilitas
Pada Persamaan 2.3 tersebut
untuk piksel (x,y) pada waktu ke . Sedangkan
adalah banyaknya
komponen atau model yang digunakan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh (C. Stauffer) digunakan tiga hingga lima model sesuai dengan kapasitas memori yang dimiliki. (
merupakan estimasi bobot dan
) adalah probability density function (pdf) dari GMM:
Integrated Traffic Intelligent System
57
(
(
)
)
(
)
) | |
(
Persamaan 2.4
Nilai probability density function menjadi salah satu penentu suatu piksel masuk ke dalam kelas background (BG) atau foreground (FG). Nilai bobot
di-update dengan Persamaan 2.5 (
)
(
) Persamaan 2.5
Simbol
dan (
) merupakan learning rate yang akan bernilai 1
jika model dianggap cocok dengan model background dan bernilai 0 jika tidak cocok. Penentuan piksel akan menjadi BG atau FG dilakukan dengan mengurutkan model menggunakan Persamaan 2.6.
(∑
)
Persamaan 2.6
Setiap distribusi Gaussian yang lebih besar dari threshold yang ditentukan akan diklasifikasikan sebagai GB. Sedangkan distribusi lain yang tidak termasuk ke dalam kelompok di atas akan diklasifikasikan sebagai FG. Seiring dengan perkembangan penggunaan metode dan semakin kompleksnya lingkungan yang diamati, membuat pemodelan tidak cukup hanya menggunakan tiga buah Gaussian saja. Stauffer, Eric, & Grimson (1999) memadukan beberapa distribusi Gaussian untuk memodelkan kondisi lingkungan dan objeknya. Selain itu, metode optimasi Expectation and Maximization (EM) yang digunakan diganti 58
Integrated Traffic Intelligent System
dengan K-Means. Hal ini dilakukan bertujuan agar proses background subtraction dapat dilakukan lebih cepat bila dibandingkan dengan metode EM. Kemudian, pada penelitian ini, jumlah model distribusi frame ditentukan secara manual antara tiga hingga lima model. Penentuan ini dikarenakan model Gaussian yang digunakan sangat berhubungan dengan tingkat komputasi dan kapasitas memori. Dalam penelitian ini juga, RGB image tidak terkait satu sama lain, sehingga perbedaan intensitas dianggap memiliki varian yang sama. Adapun penentuan Covariance Matrix dapat dirumuskan sebagai berikut:
Persamaan 2.7
Proses updating parameter dari GMM juga dilakukan pada penelitian tersebut. Apabila sebuah piksel cocok dengan salah satu , maka dilakukan update terhadap
dan
menggunakan
persamaan berikut: (
) Persamaan 2.8
(
) Persamaan 2.9
(
)
)(
(
) Persamaan 2.10
, (
) Persamaan 2.11
Integrated Traffic Intelligent System
59
Apabila tidak ditemukan K Gaussian yang cocok, maka hanya nilai saja yang di-update menggunakan persamaan berikut: (
) Persamaan 2.12
Foreground detection dapat dibuat apabila nilai setiap parameter telah ditemukan. Penelitian yang dilakukan oleh Stauffer, Eric, & Grimson (1999) selanjutnya dikembangkan oleh Zivkovic dan Heijden (2009) dengan menggunakan online algorithm untuk mengestimasi secara langsung parameter dan jumlah Gaussian dari GMM. Dalam penelitian ini digunakan waktu adaptasi sebagai bentuk penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi. Digunakan beberapa waktu adaptasi yang masih berada pada interval {
( )
(
)
. Pada saat waktu ke , maka
}. Untuk setiap data piksel yang baru, dilakukan update
terhadap data sample
kemudian melakukan estimasi pada probability
density function.
2.1.3 Morphological Operation Teknik Morphological
dari
Background
Operation.
Subtraction
Morphological
yang
Operation
lain
adalah
(MO)
adalah
himpunan teknik dalam pengolahan citra yang memproses gambar berdasarkan bentuk.
60
Integrated Traffic Intelligent System
a.
b.
c. Gambar 2.4 Operasi Dasar Morfologi dalam Pengolahan Citra dan Computer Vision (a) Citra Asli (b) Hasil Operasi Erosi (c) Hasil operasi Dilasi
MO digunakan dalam penelitian untuk meningkatkan hasil deteksi obyek pada sebuah scene. Dalam pengolahan citra morfologi digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain dilasi dan erosi. Dilasi adalah teknik morfologi untuk meningkatkan ketebalan suatu objek atau meningkatkan hasil segmentasi citra. Sedangkan erosi adalah teknik morfologi untuk mengurangi ketebalan sebuah objek. Erosi juga dapat digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi noise (objek sekunder) pada sebuah citra. Teknik morfologi biasanya menggunakan square structuring element untuk pixel neighboorhood (piksel yang bertetangga). Pada Gambar 2.4 (a) terdapat obyek dengan ukuran 1, 3, 5, 7, 9, dan 15 pixel. Lalu Gambar 2.4 (b) merupakan hasil erosi dengan square structuring element sebesar 13 pixel. Sedangkan Gambar 2.4 (c) merupakan hasil dilasi dari Gambar 2.4 (b) sebesar 13 pixel. Integrated Traffic Intelligent System
61
Gambar 2.5 menunjukkan proses erosi dengan square structuring element dan elongated structuring element. Gambar 2.5 (a) adalah sebuah set citra yang dierosi dengan square sructuring element oleh Gambar 2.5 (b) dan menghasilkan Gambar 2.5 (c). Sedangkan Gambar 2.5 (e) adalah erosi dari elemen Gambar 2.5 (d). Apabila dibahas secara rinci, maka dapat dijelaskan proses ini merupakan proses perubahan untuk sebuah elemen pada citra biner (1,0).
(A)
(B)
(D)
(C)
(E)
Gambar 2.5 Proses Operasi Morfologi Erosi pada Sebuah Citra
Gambar 2.6 merupakan salah satu contoh pemanfaatan Morphological Operation berupa dilasi untuk meningkatkan citra digital berupa text dengan resolusi rendah. Square structuring element pada Gambar 2.6 (b) untuk proses dilasi, sehingga dihasilkan sebuah citra text yang lebih tebal pada Gambar 2.6 (c).
62
Integrated Traffic Intelligent System
(A)
(B)
(C) Gambar 2.6 Operasi Morfologi Dilasi pada Proses Perbaikan Citra Digital
Pendekatan yang sama dapat dilakukan pada proses background subtraction, dimana hasil dari proses background subtraction akan memiliki banyak noise. Untuk menghilangkan noise dan meningkatkan hasil segmentasi background subtraction menggunakan dua tahap dan beresiko menghilangkan banyak obyek karena proses erosi circle structuring element yang tidak sesuai. Pada kasus background subtraction hasil citra akan tersegmentasi dan memiliki banyak region yang tidak terisi sempurna, sehingga dihindari menggunakan teknik erosi. Dari proses dilasi dan erosi akan menebalkan atau mengikis bagian dari connected component yang ada pada citra dan mengakibatkan perubahan bentuk obyek sesuai dengan circle structuring element yang digunakan. Integrated Traffic Intelligent System
63
Biasanya morphological operation pada citra biner akan merubah bentuk objek berlabel 1 (foreground) menjadi 0 (background) atau sebaliknya. Proses ini hanya dilakukan pada citra yang memiliki pixel yang saling terhubung atau connected component. Proses erosi akan mengubah label 1 (foreground) menjadi 0 (background) pada obyek yang terdiri hanya 1 pixel, sehingga proses inilah yang digunakan untuk menghilangkan noise pada sebuah citra digital.
Untuk mengatasi
banyaknya region yang tidak terhubung, maka digunakan pendekatan hole filling algorithm yang dibahas pada sub bab selanjutnya.
2.1.4 Hole Filling Algorithm
Gambar 2.7 Tahapan Hole Filling Algorithm (HF)
Hole Filling Algorithm (HF) adalah sebuah pendekatan yang dilakukan untuk memperbaiki bagian-bagian yang tidak terhubung (lubang). Dilakukan peningkatan luas area objek terlebih dahulu menggunakan metode Gradual (bertahap) pada proses dilasi, lalu melakukan tahap distance transform untuk menyatukan obyek yang terpisah. Setelah melakukan distance transform, dilakukan threshold jumlah pixel pada objek yang memiliki lebih dari 200 pixel menjadi 64
Integrated Traffic Intelligent System
foreground dan dilakukan threshold jumlah pixel pada objek yang kurang dari 200 pixel menjadi background. Setelah menghilangkan noise dengan threshold, selanjutnya dilakukan pengisian bagian yang berlubang, dan mengurangi besarnya obyek dengan operasi erosi. Operasi median filter dengan square structuring element sebesar 3x3 dan 11x11 digunakan untuk menghasilkan citra lebih bersih dan memiliki akurasi yang lebih tinggi dalam kasus background subtraction. Pada dasarnya Hole Filling Algorithm digunakan untuk mengisi bagian yang kosong dan menghilangkan obyek-obyek yang tidak dibutuhkan (noise). Metode Hole Filling ini digunakan untuk mendeteksi kendaraan pada siang hari dengan pendekatan yang berbeda.
2.2 Analisis Data Dalam kasus lalu lintas, data yang digunakan untuk mendeteksi kendaraan yang digunakan salah satunya adalah dengan rekaman video. Pada penelitian yang kami lakukan, video diambil secara mandiri dan proses pengambilannya dilakukan pada siang hari. Video lalu lintas dapat diambil dengan menggunakan sebuah handy cam. Sebagai contoh, kami melakukan pengambilan video di kawasan kampus Universitas Indonesia dengan cara memasang handy cam di atas jembatan yang langsung menghadap ke jalan. Adapun secara rinci tahapan pengambilan data video dilakukan sebagai berikut: 1.
Menentukan lokasi pengambilan data Sebagai contoh, dalam penelitian yang kami lakukan lokasi pengambilan data yang dipilih adalah Jl. Lenteng Agung Timur dengan posisi (google maps: -6.353687, 106.831). Pengambilan data di lokasi dilakukan beberapa putaran untuk mendapatkan
Integrated Traffic Intelligent System
65
variasi kepadatan lalu lintas yang lebih banyak. Lokasi pengambilan data dapat dilihat pada gambar 3.8 berikut.
Gambar 2.8 Lokasi Pengambilan
2. Menentukan sensor untuk mengambil data Sensor yang digunakan untuk mengambil data salah satunya dapat menggunakan video recorder. Video recorder yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.9 berikut.
Gambar 2.9 Video Recorder sebagai Sensor untuk Pengambilan Data
Spesifikasi video recorder sebagai sensor untuk pengambilan data Gambar 2.9 dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1. Spesifikasi Sensor Video Recorder untuk Pengambilan Data
No 1 2 66
Nama Manufacture Port Number
Spesifikasi SONY HDR-CX190
Integrated Traffic Intelligent System
3 4 5 6
Product Type Optical Sensor Type Min Focal Length Max Focal Length
Camcoder 1080p Exmor R CMOS 2.5 mm 62.5 mm
3. Menentukan jumlah kendaraan yang digunakan Dalam menentukan jumlah kendaraan yang digunakan dalam pendeteksian dan mengetahui tingkat kepadatannya dibutuhkan data yang valid. Data dianggap valid apabila memiliki nilai penetration rate lebih dari 2% dari keseluruhan kendaraan yang melewati jalur yang diamati pada waktu tertentu (J. Herrera, D. Work and R. Herring). Contoh kendaraan yang diambil dari rekaman
video
dapat
dilihat
pada
Gambar
2.10.
Pada
pengambilan video putaran pertama, Gambar 2.10. (a) disebut sebagai actual car, kemudian Gambar 2.10. (b) dan (c) merupakan data yang diambil pada putaran kedua.
(A)
Integrated Traffic Intelligent System
(B)
67
(C) Gambar 2.10 Kendaraan yang Digunakan dalam Pengambilan Data (Actual Car)
4. Menentukan jumlah data yang diambil Contoh data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.2. Data video ini digunakan dalam proses background subtraction dan testing pendeteksian kecepatan kendaraan secara keseluruhan. Tabel 2.2. Data Video yang Digunakan dalam Penelitian
No
Nama Video
Durasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
UI1_conv_320.avi UI2_conv_320.avi UI3_conv_320.avi UI4_conv_320.avi UI5_conv_320.avi UI6_conv_320.avi UI6_conv_320.avi UI7_conv_320.avi UI7_conv_320.avi UI8_conv_320.avi UI8_conv_320.avi UI9_conv_320.avi UI9_conv_320.avi UI10_conv_320.avi UI10_conv_320.avi
00:46 01:02 01:01 01:17 01:42 02:46 02:46 01:06 01:06 00:55 00:55 01:01 01:01 01:21 01:21
68
Waktu Kemunculan Actual Car a-00:15 a-00:16 a-00:04 a-01:11 a-01:14 b-02:35 c-02:40 b-00:51 c-00:55 b-00:40 c-00:42 b-00:52 c-00:47 b-01:10 c-01:05
Pengambilan Putaran Ke1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Integrated Traffic Intelligent System
5. Menentukan frame untuk ground truth Pemilihan frame yang akan digunakan sebagai ground thruth dapat dipilih secara acak dari data video yang diambil. Sebagai contoh, diambil sepuluh frame dari video UI2_conv_320.avi. Sepuluh frame tersebut kemudian di proses dengan metode background subtraction yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Hasil dari metode background subtraction kemudian dibandingkan dengan metode lainnya untuk mendapatkan hasil yang terbaik sebagai ground truth.
Pada proses pengambilan data, peneliti mengendarai kendaraan dengan kamera untuk merekam speedometer dan smartphone yang dipasang aplikasi Global Positioning System (GPS). Kegiatan tersebut dilakukan untuk memastikan kecepatan kendaraan yang akan diestimasi menggunakan metode video processing. Adapun data percobaan hasil rekaman yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.11 berikut.
A
Integrated Traffic Intelligent System
B
69
C
D
E
F
G
H
I
J
Gambar 2.11 Video Video_UI_1544_Frame.avi frame 190 – 199
70
Integrated Traffic Intelligent System
2.3 Perhitungan Jumlah dan Kecepatan Kendaraan Siang Hari Setelah proses background subtraction dilakukan, sebagai hasilnya akan diperoleh mask untuk masing–masing objek yang terdeteksi. Setiap mask yang didapatkan disebut sebagai sebuah blob. Gambar 2.11 merupakan tahapan detail dari sistem deteksi kendaraan memanfaatkan CCTV sebagai sensor. Pada pembahasan di sub bab ini counting kendaraan difokuskan pada hasil rekaman CCTV pada siang hari. Pada penelitian yang dilakukan untuk proses mendeteksi kendaraan, kami menggunakan pustaka OpenCV bernama cvBloblib.lib, sehingga didapatkan jumlah blob yang terdeteksi. Blob yang terdeteksi diidentifikasi sebagai kendaraan kemudian dilakukan penelusuran (tracking) serta perhitungan (counting). Secara rinci tahapan menuju perhitungan kendaraan diuraikan sebagai berikut. 1. Input Video Tahapan pertama yang harus dilakukan adalah dengan mengenali video sebagai input dari program. Video tersebut akan diekstrak menjadi citra digital dalam bentuk frame dari waktu 1 hingga t. Setiap piksel pada frame memiliki 3 buah channel, yaitu Red, Green, dan
Blue yang sering disebut RGB. Contoh implementasi
dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Contoh implementasi input video
2. Perhitungan Probability Piksel Tahapan berikutnya adalah melakukan perhitungan probabilitas piksel pada keseluruhan piksel dalam frame. Dengan demikian untuk Integrated Traffic Intelligent System
71
setiap piksel akan menghasilkan sebuah Gaussian tersendiri. Setiap piksel kemudian akan dihitung kemungkinannya baik sebagai foreground maupun background dengan cara membandingkan setiap piksel pada waktu ke t dengan Gaussian yang ada pada GMM waktu ke t-1. Piksel dengan perbedaan di bawah 3 (standar deviasi) dan memiliki nilai bobot terbesar akan diberikan label sebagai background. Sedangkan untuk piksel yang tidak memiliki kemiripan dengan distribusi yang terdapat pada GMM akan diberi label sebagai foreground.
Gambar
2.13
merupakan
contoh
implementasi
perhitungan probabilitas piksel.
Gambar 2.13 Contoh implementasi perhitungan probabilitas piksel
3. Hole Filling Algorithm Setelah melalui tahapan penghitungan probabilitas piksel (GMM), setiap piksel telah mendapatkan labelnya (background atau foreground), akan tetapi kesalahan pemberian label masih mungkin 72
Integrated Traffic Intelligent System
terjadi karena operasi GMM dilakukan pada setiap piksel secara terpisah. Kesalahan yang terjadi dapat dicontohkan pada pemberian label terhadap dedaunan yang bergoyang. Salah
satu
pendekatan
yang
dapat
digunakan
untuk
menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan menambahkan algoritma Hole Filling pada hasil yang telah diberikan oleh algoritma GMM. Algoritma Hole Filling akan menghilangkan noise yang berupa piksel yang salah diberikan label serta mengisi bagian kosong pada objek karena kesalahan deteksi pada GMM. Gambar 2.14 merupakan contoh implementasi algoritma Hole Filling.
Gambar 2.14 Contoh implementasi Hole Filling
4. Pendeteksian Blob Tahap deteksi blob dilakukan pada area yang memiliki label 1 atau foreground. Setiap piksel yang saling terhubung (connected component) dan memiliki label foreground, maka akan dianggap sebagai blob. Setiap blob disimpan dalam memori komputer. Karena penggunaan kapasitas memori akan meningkat, maka data blob yang disimpan harus dipastikan merupakan objek yang benar. Metode GMM yang dikombinasikan dengan Hole Filling Algorithm yang Integrated Traffic Intelligent System
73
digunakan
pada
proses
background
subtraction
di tahapan
sebelumnya membantu mereduksi noise pada frame sehingga blob yang terdeteksi dan disimpan dalam memori benar-benar hanya blob yang sebenarnya objek saja yaitu kendaraan.
Gambar 2.15 Implementasi pendeteksian blob
5. Tracking Setelah deteksi blob, tahap selanjutnya adalah penjejakan objek (tracking). Tahap tracking atau penjejakan merupakan tahap identifikasi kemiripan objek dari waktu ke waktu mulai dari objek tersebut dideteksi hingga objek tersebut hilang dari scene. Faktorfaktor kemiripan digunakan untuk menentukan sama atau tidaknya sebuah objek. Pada proses tracking digunakan beberapa parameter yaitu: a. Luas Area Objek Luas area objek dalam kasus ini adalah luas area foreground karena objek yang akan dideteksi adalah mobil. Benda lain seperti manusia, motor dan objek lainnya selain mobil tidak akan ikut dideteksi. b. Perubahan Posisi Perubahan posisi dapat diukur dengan menggunakan Euclidean Distance dengan rumus sebagai berikut: √(
)
(
)
Persamaan 2.13
74
Integrated Traffic Intelligent System
Dimana: : Previous center dari sumbu x : Previous center dari sumbu y : Current center dari sumbu x : Current center dari sumbu y c. Arah Kendaraan Arah kendaraan yang dideteksi hanyalah kendaraan yang memiliki tujuan ke arah kamera bukan arah sebaliknya. d. Lokasi Objek di Frame Pada program yang dikembangkan dibuat batasan letak objek yang akan dideteksi dan dijejaki (tracking). Batasan ini dikenal dengan istilah Region of Interest (ROI). 6. Object Counting Pemberian ID akan dilakukan pada tahap deteksi objek atau blob. Pada tahapan tersebut setiap objek yang tidak memiliki kemiripan terhadap objek yang telah ada akan dianggap sebagai objek baru sehingga akan diberi ID baru. Dengan demikian kita dapat menghitung berapa jumlah kendaraan yang melintas. Selain jumlah kendaraan yang melintas, informasi utama lainnya yang dibutuhkan untuk membangun Integrated Trafic Information System adalah kecepatan dari kendaraan yang melintas. Pada dasarnya perhitungan kecepatan dapat dilakukan dengan menghitung jarak perpindahan objek kendaraan dari suatu frame ke frame berikutnya. Dalam menghitung perpindahan objek kendaraan tersebut terdapat dua buah metode yang dapat digunakan, yakni Euclidean distance dan Pin hole model. Kedua metode tersebut akan dijelaskan pada sub bab berikut.
Integrated Traffic Intelligent System
75
2.3.1 Euclidean Distance Metode Euclidean distance merupakan metode sederhana yang menghitung perpindahan objek hanya dengan memanfaatkan koordinat x dan y objek pada frame (Nurhadiyatna, Hardjono and Wibisono). Secara matematis metode Euclidean dirumuskan pada persamaan berikut.
Difference (Cx p Cx c ) 2 (Cy p Cy c ) 2 Persamaan 2.14
Dimana
Cxp : Nilai pusat pada koordinat x di frame sebelumnya
Cxc : Nilai pusat pada koordinat x di frame sekarang
Cyp : Nilai pusat pada koordinat y di frame sebelumnya
Cyc : Nilai pusat pada koordinat y di frame sekarang
Jarak antar piksel pada frame kemudian akan dilakukan proses scalling sehingga jarak antar piksel menyerupai jarak yang sebenarnya seperti diilustrasikan pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16 Skala Jarak Citra pada Video dengan Dunia Nyata
76
Integrated Traffic Intelligent System
Penyesuaian skala pada citra dilakukan dengan perhitungan secara manual. Nilai dari kecepatan kemudian dapat diperoleh dengan membagi jarak (difference) yang diperoleh dengan waktu dari fps video.
2.3.2 Pin Hole Model Berbeda dengan metode Euclidean distance, metode Pin hole model menggunakan parameter view point dari kamera untuk melakukan proses scalling piksel pada frame menjadi jarak yang sebenarnya pada dunia nyata. Dalam menggunakan metode ini, kalibrasi dari kamera harus dilakukan dengan teliti sehingga proyeksi dapat menghasilkan keadaan yang sebenarnya pada dunia nyata (Zhiwei, Yuanyuan and Xueyi). Kalibrasi kamera pada metode ini terlihat pada Gambar 2.17
Gambar 2.17 Kalibrasi Kamera dengan Pin Hole Model
(
) Persamaan 2.15
(
⁄
)
(
⁄
) Persamaan 2.16
Integrated Traffic Intelligent System
77
Dimana:
H : Tinggi kamera dari ground plane
f : Jarak focal kamera
: Sudut antara garis tegak lurus terhadap bidang tanah
: Jarak sebenarnya di dunia nyata
: Sudut proyeksi gambar
Kecepatan kendaraan dapat diperoleh dengan menggunakan rumus berikut:
v
( Lt Lt 1 ) fps T frame2 frame1 Persamaan 2.17
Dimana:
t : indeks pada saat ini
t-1 : indeks sebelumnya
fps : kecepatan frame pada video
T : Koefisien konversi waktu ke dalam satuan jam
Secara umum kedua metode tersebut dapat diimplementasikan sebagai berikut:
Gambar 2.18 Implementasi metode perhitungan kecepatan
78
Integrated Traffic Intelligent System
2.4 Hasil Pengujian Deteksi Kendaraan Siang Hari Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menguji metode pendeteksian kendaraan pada siang hari, yakni pengujian metode pendeteksiaan objek kendaraan dengan metode lain yang serupa serta pengujian perhitungan kecepatan setelah objek kendaraan berhasil terdeteksi melalui metode yang diusulkan.
2.4.1 Pengujian Metode GMMHF Percobaan dilakukan dengan membandingkan hasil yang diberikan melalui metode GMMHF beserta metode background subtraction lainnya dengan ground truth yang dibuat secara manual oleh peneliti.
Data
yang
digunakan
merupakan
data
video
Video_UI_1544_Frame.avi dengan mengambil 10 frame secara acak. Adapun metode background subtraction yang digunakan sebagai perbandingan terdapat pada Tabel 2.3 Tabel 2.3 10 Metode Background Subtraction dari Tahun 1999-2012
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Metode Grimson Zivkovic Baf T2FGMMUM T2FGMMUV T2FGMMUM-MRF T2FGMMUV-MRF PBAS ADAPTIVESOM FADAPTIVESOM
Tahun 1999 2006 2008 2008 2008 2012 2012 2012 2008 2010
Integrated Traffic Intelligent System
Dipublikasikan Oleh (Stauffer and Grimson) (Zivkovic and van der Heijden) (Bouwmans, Baf and Vachon) (Baf, Bouwmans and Vachon) (Baf, Bouwmans and Vachon) (Zhao, Bouwmans and Zhang) (Zhao, Bouwmans and Zhang) (Hofmann, Tiefenbacher and Rigoll) (Maddalena and Petrosino) (Maddalena and Petrosino)
79
80
(A)
(B)
(C)
(D)
(E)
(F)
Integrated Traffic Intelligent System
(G)
(H)
(I)
(J)
Gambar 2.19 Dataset yang Digunakan dalam Percobaan I. (a)frame 500, (b) frame 550, (c) frame 600, (d) frame 790, (e) frame 845, (f)frame 900, (g)frame 1195,(h)frame 1360,(i) frame 1365 dan (j) frame 1430
Gambar 2.20 merupakan data ground truth yang digunakan untuk menghitung akurasi dari metode yang terdapat pada Tabel 2.3. Data tersebut diambil dari lokasi perekaman yang telah disebutkan pada sub bab sebelumnya.
Integrated Traffic Intelligent System
81
82
(A)
(B)
(C)
(D)
(E)
(F)
Integrated Traffic Intelligent System
(G)
(H)
(I)
(J)
Gambar 2.20 Ground Truth Dataset yang Digunakan dalam Percobaan I. (a)frame 500, (b) frame 550, (c) frame 600, (d) frame 790, (e) frame 845, (f)frame 900,(g)frame 1195,(h)frame 1360, (i) frame 1365 dan (j) frame 1430
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, metode GMMHF mampu meningkatkan akurasi pengenalan objek dengan lebih baik. Hal ini terlihat pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5.
Integrated Traffic Intelligent System
83
Tabel 2.4 Hasil Eksperimen menggunakan GMMHF dengan dataset Video UI 1544 Frame.avi, frame 900, frame 1195, frame 1360, frame 1365 dan frame 1430.
Data Set
84
GMMHF
Integrated Traffic Intelligent System
Noise yang muncul dari adanya objek bergerak seperti dedaunan dapat dihilangkan dengan adanya metode HF. Objek kendaraan pun ikut terdeteksi dengan lebih lengkap dengan adanya penambahan metode tersebut, misalnya kaca depan mobil dan bagian atas kendaraan. Akurasi rata-rata setiap radius akan dirata-ratakan untuk menghasilkan rata-rata keseluruhan akurasi dari metode GMMHF. Dari penghitungan akurasi tersebut didapatkan bahwa metode GMMHF memiliki akurasi sebesar 97.9%.
Integrated Traffic Intelligent System
85
Tabel 2.5 Hasil Percobaan menggunakan GMM Zivkovic dengan dataset Video UI 1544 Frame.avi, frame 900, frame 1195, frame 1360, frame 1365 dan frame 1430.
Data Set
86
GMM Zivkovic
Integrated Traffic Intelligent System
Tabel 2.6 Akurasi background subtraction dengan GMMHF Untuk radius K = 3-9 Pada Video UI 1544 Frame.avi
Selain menggunakan metode GMMHF, ke sepuluh metode lainnya (Tabel 2.3) digunakan untuk mengukur seberapa baik metode GMMHF
Integrated Traffic Intelligent System
87
terhadap metode lainnya. Adapun hasil yang diberikan oleh ke sepuluh metode tersebut adalah sebagai berikut. Tabel 2.7 Perbandingan Akurasi GMMHF dengan 10 Metode background subtraction Untuk Video UI 1544 Frame.avi
Terlihat bahwa algoritma GMMHF memberikan akurasi yang lebih baik, yakni 97,9 % jika dibandingkan dengan metode GMM Zivkovic tanpa dioptimasi yang hanya mencapai 97.2 % .
88
Integrated Traffic Intelligent System
Tabel 2.8 Hasil percobaan menggunakan data video Video UI 1544 Frame.avi terhadap 10 metode
Nama Metode
Hasil
Ground Truth
Grimson
Zivkovic
Integrated Traffic Intelligent System
89
Baf
T2-Fuzzy GMMUM
T2-Fuzzy GMMUV
90
Integrated Traffic Intelligent System
T2-Fuzzy GMMUM MRF
T2-Fuzzy GMMUV MRF
PBAS
Integrated Traffic Intelligent System
91
Adaptive SOM
GMMHF
2.4.2
Pengujian Perhitungan Kecepatan Mobil Pada pengujian ini, metode pendeteksian objek GMMHF akan di
kolaborasikan dengan metode penghitungan kecepatan Euclidean distance serta Pin Hole Model. Data yang digunakan ada 15 buah video lalu lintas yang telah diambil sebelumnya. Pada skenario 3.1 metode GMMHF akan digabungkan dengan Pin Hole Model sebagai metode untuk menghitung kecepatan kendaraan. Kendaraan yang dihitung kecepatannya adalah kendaraan yang secara khusus diskenariokan sebagai agen yang melintas di jalan, dimana kecepatan kendaraan akan direkam secara manual melalui speedometer serta VDZ yang nantinya digunakan sebagai ground truth dari percobaan. 92
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 2.21 Hasil Estimasi Kecepatan Kendaraan dengan Skenario 3.1
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan metode yang diusulkan mampu menghitung kecepatan kendaraan dengan simpangan rata-rata sebesar 7.4 km/jam. Skenario berikutnya adalah skenario 3.2 dimana GMMHF akan digabungkan dengan metode Euclidean distance dalam menghitung kecepatan kendaraan agen. Dari percobaan yang telah dilakukan, skenario 3.2 memberikan hasil yang lebih buruk dibandingkan dengan skenario 3.1 dengan rata-rata simpangan sebesar 9.91 km/jam.
Integrated Traffic Intelligent System
93
Gambar 2.22 Hasil Estimasi Kecepatan Kendaraan dengan Skenario 3.2
Berdasarkan pada gambar Gambar 2.21 dan Gambar 2.22, terlihat bahwa metode yang diajukan (GMMHF) mampu menghasilkan estimasi kecepatan kendaraan yang lebih baik dibandingkan dengan metode lainnya. Percobaan yang
telah dilakukan
menunjukkan bahwa
simpangan rata-rata pada metode yang diajukan adalah sebesar 7.6 km/jam. Detail data simpangan dapat dilihat pada Tabel 2.9.
94
Integrated Traffic Intelligent System
Tabel 2.9 Simpangan rata-rata kecepatan
Integrated Traffic Intelligent System
95
BAB 3 Deteksi Kendaraan Malam Hari
96
Integrated Traffic Intelligent System
Pada bab sebelumnya, telah dibahas mengenai penggunaan CCTV untuk mengumpulkan informasi lalu lintas pada siang hari dalam bentuk video. Selanjutnya, pada bab ini akan dijelaskan mengenai penggunaan kamera CCTV untuk pendeteksian kendaraan pada malam hari. Hal ini dibedakan karena pada malam hari, karakteristik tampilan kendaraan berbeda dengan tampilan pada siang hari. Pada siang hari, kendaraan terlihat sebagaimana bentuk badan kendaraan tersebut. Di lain pihak, pada malam hari, yang paling terlihat di kamera adalah sorot lampu dari kendaraan tersebut. Penjelasan detail mengenai sistem pendeteksian dan pengumpulan informasi pada malam hari, akan dijelaskan pada bagian-bagian selanjutnya pada bab ini.
3.1 Metode Pendeteksian Kendaraan Malam Hari Pendeteksian mobil pada malam hari dilakukan melalui beberapa tahap secara berurutan seperti yang digambarkan pada Gambar 3.1. Tahap-tahap tersebut diantaranya: binerisasi citra, deteksi blob, dan pemasangan lampu.
Integrated Traffic Intelligent System
97
Gambar 3.1.Skema Proses Pendeteksian Mobil pada Malam Hari
Secara lebih detail proses pendeteksian mobil pada malam hari memiliki flowchart seperti pada Gambar 3.2. Dimana proses terdiri dari beberapa komponen utama seperti binerisasi citra, deteksi blob dan pemasangan blob untuk menentukan manakah objek mobil pada citra video.
98
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 3.2 Flowchart jalannya program pada sekenario yang ada
3.1.1 Binerisasi Citra Pada video lalu lintas pada malam hari objek yang terdapat pada video terlihat tidak begitu jelas karena kurangnya intensitas cahaya pada waktu tersebut. Satu-satunya objek yang mencolok adalah lampu yang merupakan sumber cahaya misalnya lampu penerangan jalan dan lampu kendaraan, dan permukaan yang disorot oleh sumber cahaya tersebut. Karena lampu mobil merupakan bagian mobil yang paling mencolok pada malam hari, maka pendeteksian dilakukan terhadap lampu Integrated Traffic Intelligent System
99
tersebut sebagai representasi dari objek mobil. Cahaya yang dihasilkan lampu kendaraan secara umum mendekati warna putih. Objek lainnya yang tidak memancarkan cahaya atau tidak terkena cahaya dari jarak yang sangat dekat akan terlihat memiliki warna yang gelap. Dengan asumsi bahwa sebagian besar objek putih pada video lalu lintas kendaraan pada malam hari merupakan lampu kendaraan maka diperlukan metode untuk melakukan pemisahan objek putih tersebut sedangkan objek lainnya harus dihilangkan. Pemisahan objek lampu dan penghilangan objek lainnya pada video lalu lintas pada malam hari dapat dilakukan dengan melakukan binerisasi pada setiap frame citra yang terdapat pada video. Binerisasi citra biasanya dilakukan terhadap citra gray scale sehingga untuk setiap citra pada video perlu dilakukan konversi channel warna citra dari RGB menjadi menjadi gray scale. Selanjutnya binerisasi dapat dilakukan pada setiap piksel dengan melihat berapa nilai piksel tersebut. Apabila nilai tersebut lebih besar sama dengan dari suatu nilai threshold ts maka nilai piksel tersebut diubah menjadi 255 sehingga piksel tersebut terlihat benar-benar putih. Sebaliknya apabila nilai piksel tersebut lebih kecil dari ts maka nilai piksel tersebut diubah menjadi 0 sehingga piksel tersebut terlihat benar-benar hitam. Setelah binerisasi citra dilakukan maka pada citra akan terlihat beberapa area tertutup berwarna putih yang merupakan objek yang merupakan kandidat lampu kendaraan yang sebenarnya, sedangkan sisanya akan menjadi background yang berwarna hitam. Pada hasil binerisasi sangat mungkin menghasilkan area putih dengan luas yang sangat kecil seperti titik yang merupakan noise. Untuk mengurangi noise dapat dilakukan smoothing terhadap citra tepat sebelum dilakukan binerisasi. Tampilan citra sebelum dan sesudah binerisai dilakukan diperlihatkan pada Tabel 3.1. 100
Integrated Traffic Intelligent System
Tabel 3.1 Citra pada Video Sebelum Binerisasi dan Citra pada Video Setelah Binerisasi
Sebelum binerisasi
Integrated Traffic Intelligent System
Setelah binerisasi
101
Bagian yang agak sulit dari binerisasi adalah menentukan nilai threshold
yang dapat benar-benar tepat agar hanya lampu kendaraan
saja yang diubah menjadi area putih. Oleh karena itu, diperlukan analisa terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai dengan
memanfaatkan
salah
satu
. Analisa ini dapat dilakukan metode
segmentasi
yang
memanfaatkan intensitas nilai piksel pada citra grayscale yaitu Recursive Image Segmentation (Wu, Chen and Chiu). Metode tersebut secara rekursif dapat menentukan berapa buah nilai threshold piksel untuk segmentasi citra, namun untuk melakukan binerisasi citra hanya diperlukan satu buah threshold piksel yaitu
.
Tujuan akhir dari penggunaan metode Recursive Image Segmentation ini pada penelitian ini adalah menentukan threshold ts dapat
mengelompokkan
nilai
piksel
merupakan
objek
(lampu
kendaraan) atau background (lingkungan sekitarnya). Langkah pertama yang perlu dilakukan untuk dalam mengaplikasikan metode ini adalah dengan menentukan citra yang akan disegmentasi. Pada penelitian ini citra yang digunakan adalah citra lampu mobil. Kemudian berdasarkan citra tersebut dilakukan perhitungan nilai ( ) merupakan probabilitas nilai piksel kata lain:
dengan
( ) dengan
.
terdapat pada citra, dengan
jumlah piksel yang memiliki nilai
dan
merupakan jumlah seluruh piksel yang terdapat pada citra dengan merupakan pixel yang memiliki nilai i dan N. () Persamaan 3.1
Secara visual distribusi nilai
( ) dari citra diperlihatkan pada
Gambar 3.3. Setelah didapatkan nilai ( ) kita dapat mendapatkan nilai ts dengan mengimplementasikan persamaan berikut:
102
Integrated Traffic Intelligent System
( ) Persamaan 3.2
( )
(
)
(
) Persamaan 3.3
∑
() ⁄
∑
,
() ⁄
Persamaan 3.4
∑
()
Persamaan 3.5
Dari beberapa persamaan di atas, merupakan nilai-nilai dugaan
dan
merupakan nilai threshold akhir yang dihasilkan. Discriminant criterion analysis
digunakan untuk menentukan varian antar kelas,
dan
adalah probability mass function dari masing-masing kelas, dan merupakan nilai rata-rata piksel. Jika divisualisasikan dengan histogram
seperti melakukan pemisahan pada dua kurva
gaussian dengan kurva gaussian kiri merupakan representasi dari background dan kurva gaussian kanan merupakan objek yang dicari, seperti yang terlihat pada Gambar 3.3.
Integrated Traffic Intelligent System
103
Gambar 3.3. Distribusi P(i) dan pengelompokan nilai piksel i berdasarkan ts = 161.
Penilaian threshold ini dilakukan dengan cara penghitungan ratarata nilai ts terhadap beberapa citra lampu yang diambil dari video percobaan seperti yang terlihat pada
Gambar 3.4 Beberapa lampu kendaraan untuk penghitungan threshold ts
104
Integrated Traffic Intelligent System
3.1.2 Deteksi Blob Dalam bidang citra digital, blob merupakan sekumpulan area yang berbeda secara signifikan dengan area di sekitar objek tersebut. Blob berperan cukup penting dalam pendeteksian objek, karena blob merupakan kandidat dari objek yang ingin dideteksi, dalam penelitian objek yang dimaksud adalah lampu kendaraan. Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan untuk melakukan blob detection, salah satunya adalah dengan melakukan labeling dengan algoritma Fast Connected-Component Labeling (Suzuki, Horiba and Sugie). Terdapat
beberapa
library
yang
mengimplementasikan
algoritma ini salah satunya adalah CVBlobsLib. CVBlobsLib dikembangkan dengan menggunakan OpenCV 1. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyesuaian dalam penggunaannya apabila menggunakan OpenCV 2.
Gambar 3.5 Ilustrasi binerisasi citra hingga pemasangan blob
Integrated Traffic Intelligent System
105
Library ini tersedia dalam bentuk project yang dapat dikompilasi untuk menghasilkan library file yang dibutuhkan. Visual Studio 8 dapat dijadikan IDE untuk kompilasi library. Ilustrasi metode binerisasi citra hingga pemasangan blob dapat dilihat pada Gambar 3.5.
3.1.3 Pemasangan Lampu Mobil Pendeteksian mobil pada malam hari dilakukan dengan melakukan deteksi terhadap lampu mobil (Chen, Wu and Fan), (Zhang, Wu and Wang). Pendeteksian diawali dengan binerisasi citra dan blob detection untuk mencari objek lampu kendaraan, kemudian dilakukan pencocokan pasangan antar satu objek lampu dengan objek lampu lainnya. Untuk setiap pasangan yang cocok dianggap sebagai representasi dari suatu mobil. Terdapat beberapa metode untuk menentukan pasangan lampu, dua diantaranya yang paling sering digunakan adalah Centroid and Area Difference yang memanfaatkan perbedaan jarak titik pusat dan luas antara dua objek lampu [ (Chen, Wu and Fan) (Zhang, Wu and Wang)] dan yang kedua adalah dengan memanfaatkan sifat simetri dari lampu mobil (O'Malley).
Gambar 3.6 Kode program untuk pemasangan blob.
106
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 3.7 Flowchart jalannya proses pemasangan blob sebagai representasi mobil
Gambar 3.7 merupakan alur jalannya proses pemasangan blob untuk mengetahui manakah objek yang merupakan representasi dari mobil. Blob-blob yang akan dipasangkan merupakan kumpulan blob pada suatu frame yang didapatkan melalui proses binerisasi pada citra asli video.
Integrated Traffic Intelligent System
107
3.1.3.1
Centroid and Area Difference Secara visual perbedaan jarak antara dua buah lampu mobil
tidak mungkin terlalu jauh. Selain itu, seharusnya luas lampu kiri dan kanan suatu mobil yang tertangkap oleh kamera tidak akan berbeda jauh apabila perekaman citra dilakukan sedemikian hingga tampak depan mobil tersebut. Oleh karena itu, kedua fitur, jarak antar lampu dan luasnya, tersebut dapat digunakan untuk menguji apakah suatu objek lampu mobil yang terdeteksi merupakan pasangan dari objek lampu lain atau bukan. Jika pada suatu citra terdapat n buah objek lampu yang terdeteksi yaitu H1;H2; :::;Hn, maka kita perlu melakukan kombinasi pasangan antara objek-objek tersebut. Suatu kandidat pasangan objek lampu yang terdiri dari Hi dan Hj dianggap sebagai satu pasangan lampu dari suatu mobil apabila memenuhi (Zhang, Wu and Wang): dengan Ai;Aj merupakan luas dari Hi dan Hj secara berurutan, posisi Hi adalah < Ci;x;Ci;y > dan posisi Hj adalah < Cj;x;Cj;y >. Langkah implementasi dari metode ini dapat dilakukan dengan mengikuti alur pada Gambar 3.9, sedangkan untuk implementasi dapat mengikuti potongan kode pada Error! Reference source not found. berikut.
Gambar 3.8 Potongan kode sumber pengecekan pasangan blob menggunakan Area and Centroid
108
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 3.9 Flowchart penggunaan Area and Centroid Difference
Beberapa
threshold
yang
digunakan
untuk menentukan
pasangan lampu diantaranya vA sebagai threshold untuk selisih luas dan vc2;vc3 sebagai threshold selisih jarak lampu. Jarak antar centroid li j dihitung dengan menggunakan persamaan Euclidean Distance. Nilai threshold tidak mungkin sama untuk semua citra, sehingga untuk penentuan nilai threshold tersebut perlu dilakukan berdasarkan eksperimen tambahan. Dalam penelitian yang telah dilakukan, penghitungan threshold untuk Area and Centroid Difference dilakukan dengan cara menghitung nilai vA, vc2, dan vc3 pada citra pasangan lampu mobil dari sampel video yang akan dilakukan eksperimen.
Integrated Traffic Intelligent System
109
Gambar 3.10 Pasangan lampu mobil untuk menentukan threshold yang digunakan dalam metode Area and Centroid Difference
3.1.3.2
Normalized Cross-Correlation Pasangan lampu belakang dari suatu mobil bersifat simetris
secara vertikal (O'Malley), begitu juga dengan pasangan lampu depan. Karena pengambilan video yang dilakukan sehingga tampak depan mobil terlihat maka terdapat kemungkinan bahwa sifat simetris tersebut dapat dimanfaatkan untuk pendeteksian mobil. Simetris secara vertikal memiliki arti bahwa bagian kiri suatu objek adalah cerminan dari bagian kanan objek tersebut, begitu juga sebaliknya. Dengan kata lain apabila dilakukan reversi terhadap suatu secara vertikal, maka sisi yang direversi tersebut sama dengan sisi lainnya yang tidak direversikan. Oleh karena itu, teknik template matching dapat digunakan untuk melakukan pengujian kesimetrisan suatu objek. Dan pada penelitian ini digunakan metode Normalized Cross-Correlation untuk melakukan template matching.
110
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 3.11 Ilustrasi perhitungan normalized cross-corellation
Implementasi dari metode ini dapat dilakukan dengan mengikuti alur yang ditunjukkan pada Gambar 3.12. Apabila sifat kesimetrisan dari suatu pasangan blob itu tinggi maka nilainya akan semakin mendekati angka 1. Sebaliknya jika sifat kesimetrisan dari suatu pasangan blob itu rendah maka nilainya akan semakin mendekati 0.
Integrated Traffic Intelligent System
111
Gambar 3.12 Flowchart penggunaan Normalized Cross-Correlation
Hasil perhitungan akan ditampilkan dalam bentuk GUI (Graphical User Interface) sehingga pengguna dapat mengamati apabila terjadi kesalahan perhitungan. Gambar 3.13 dan Gambar 3.14 merupakan contoh hasil penghitungan nilai similaritas dengan menggunakan metode ini. Gambar 3.13 untuk contoh perhitungan pasangan blob yang merupakan representasi dari sebuah mobil, sedangkan Gambar 3.14 contoh perhitungan pasangan blob yang bukan merupakan representasi dari sebuah mobil.
112
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 3.13 Contoh hasil perhitungan dengan similaritas tinggi
Terlihat pada Gambar 3.13 nilai similaritas mendekati angka 1, sedangkan pada Gambar 3.14 terlihat nilai similaritas hanya sekitar 0.58.
Gambar 3.14 Contoh hasil perhitungan dengan similaritas rendah
Integrated Traffic Intelligent System
113
Gambar 3.15 Potongan kode sumber penghitungan nilai Normalized CrossCorrelation.
Implementasi dari metode ini dapat terlihat pada Gambar 3.15 mengikuti alur dari proses yang telah dibuat sebelumnya.
3.2 Pengambilan dan Analisis Data Pada penelitian akhir ini, data yang diperlukan antara lain video lalu lintas yang direkam pada malam hari dan beberapa data lainnya yang berkaitan dengan video tersebut. Pengambilan video dilakukan secara manual di atas jembatan penyebrangan yang menghadap jalan lurus sehingga pada video terlihat tampak depan kendaraan. Kamera yang digunakan diperlihatkan pada gambar bawah yaitu HDR-CX190. Kualitas gambar yang terekam sangat berpengaruh terhadap proses 114
Integrated Traffic Intelligent System
deteksi. Oleh karena itu, pengaturan perlu dilakukan terhadap sudut pengambilan gambar dan iluminasi. Pengaturan dilakukan sehingga cahaya lampu kendaraan dapat terlihat jelas dan berukuran hampir sama dengan ukuran lampu kendaraan tersebut. Untuk melakukan pengujian hasil implementasi diperlukan ground truth dari data yang diambil. Salah satu ground truth yang diperlukan adalah jumlah mobil yang ada pada video tersebut. Untuk mempermudah eksperimen, video tersebut dibagi-bagi sehingga didapatkan beberapa video dengan jumlah mobil sebanyak 100 buah untuk masing-masing video. Selain ground truth jumlah kendaraan, ground truth lain yang diperlukan adalah ground truth kecepatan. Pada saat pengambilan data video telah dipersiapkan mobil agen yang berperan sebagai verifikator nilai kecepatan sebenarnya yang juga direkam pada video bersama mobil lainnya. Jumlah agen yang diperlukan untuk mendapatkan ground truth kecepatan rata-rata yang valid harus memenuhi minimum penetration rate yaitu sebanyak 2% (Nurhadiyatna, Hardjono and Wibisono). Penetration rate menyatakan jumlah persentasi agen terhadap seluruh kendaraan yang ada selama video berlangsung untuk jarak tertentu. Pada penelitian ini terdapat 3 agen seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.10, dan untuk setiap agen dilakukan pencatatan kecepatan agen tersebut ketika melewati jembatan yang merupakan tempat diletakkannya kamera perekam.
Integrated Traffic Intelligent System
115
Gambar 3.16 Agen pertama saat melintas
Uji coba pengukuran kecepatan mobil dilakukan dengan cara menghitung kecepatan agen yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk melintasi jalan yang telah ditentukan.
Gambar 3.17 Agen kedua saat melintas
116
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 3.18 Agen ketiga saat melintas
Kecepatan agen yang dicatat berasal dari dua sumber pengukur kecepatan yaitu speedometer digital yang dimiliki mobil agen dan GPS sensor yang tertanam pada smartphone yang dibawa masing-masing agen. Kecepatan pada speedometer direkam oleh kamera bersamaan dengan perekaman kecepatan GPS yang ditampilkan oleh smartphone seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.19.
Gambar 3.19. Mobile Application dan Kendaraan Agen
Integrated Traffic Intelligent System
117
Selain itu dengan menggunakan smartphone kecepatan agen yang didapatkan oleh dengan memanfaatkan GPS dicatat di smarphone dikirimkan ke server untuk dicatat di server seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.20.
Gambar 3.20. Data yang Dikirimkan Aplikasi kepada Server
Pencatatan dan pengiriman data kecepatan dilakukan oleh mobile application yang dikembangkan khusus untuk penelitian. Aplikasi khusus tersebut menerima data lokasi VDZ yang salah satu dari VDZ tersebut juga merupakan lokasi jembatan tempat diletakkannya kamera. Dengan bantuan GPS aplikasi secara terus-menerus melakukan tracking agen. Pada saat aplikasi mendeteksi bahwa posisi agen berada di dalam area VDZ maka dalam interval 1 detik, selama 3 detik, aplikasi mencatat kecepatan agen dan mengirimkannya ke server. Selain kecepatan kendaraan server juga menyimpan lokasi VDZ yang dilewati, ID aplikasi, dan juga waktu pada saat agen melewati area VDZ tersebut. Lokasi peletakan kamera bersamaan dengan VDZ diperlihatkan pada Gambar 3.21.
118
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 3.21. Lokasi Penempatan VDZ
Untuk penentuan nilai yang digunakan untuk pemasangan lampu dengan menggunakan Area and Centroid Difference diperlukan penentuan beberapa threshold diantaranya nA, nC;2, dan nC;3. Penentuan nilai nA diperoleh dari rata-rata perbedaan lampu kanan dan lampu kiri dari citra pasangan lampu mobil yang telah dibinerisasi dengan menggunakan nilai threshold ts yang kemudian dilakukan pendeteksian blob dengan menggunakan CVBlobslib sehingga terdapat dua buah blob. Perhitungan luas dilakukan dengan menggunakan fungsi Area yang telah ada pada CVBlobslib.
Gambar 3.22. Beberapa Pasangan Lampu Sebenarnya untuk Perhitungan Threshold tv
Sedangkan nC;2 diambil dari nilai minimal li j dan nilai nC;3 diambil dari nilai maksimal li j. Beberapa contoh citra untuk penentuan Integrated Traffic Intelligent System
119
nilai nA, nC;2, dan nC;3 ditunjukkan pada Gambar 3.22. Pemasangan lampu juga dilakukan dengan menggunakan Normalized CrossCorrelation. Karena suatu pasangan lampu dianggap sebagai pasangan lampu mobil yang sebenarnya jika nilai ntn maka nilai tn juga perlu dilakukan. Penentuan nilai tersebut diambil dari nilai rata-rata n dari beberapa citra pasangan lampu. Beberapa contoh citra tersebut diperlihatkan pada Gambar 3.22.
3.3 Perhitungan Jumlah dan Kecepatan Kendaraan 3.3.1 Tracking Kendaraan Apabila pendeteksian kendaraan pada suatu video berhasil dilakukan maka yang perlu dilakukan selanjutnya adalah melakukan penjejakan/tracking. Penjejakan dilakukan untuk menentukan apakah objek kendaraan pada frame sebelumnya pada suatu video merupakan objek kendaraan yang sama pada terdeteksi pada frame sekarang. Salah satu metode yang paling sederhana yang dapat digunakan untuk melakukan penjejakan adalah Euclidean Distance [ (Nurhadiyatna, Hardjono and Wibisono); (Al Afif) ].
120
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 3.23 Flowchart implementasi tracking dengan menggunakan Euclidean Distance.
Integrated Traffic Intelligent System
121
Perhitungan Euclidean Distance dapat dilakukan terhadap dua buah fitur yang dimiliki oleh objek yang terdeteksi yaitu posisi dan ukuran. Perbedaan posisi dcoordinate dan perbedaan ukuran dsize berdasarkan Euclidean Distance adalah: √(
)
(
) Persamaan 3.6
Dengan <x2,y2> merupakan posisi kendaraan pada frame sekarang,
sedangkan
<x1,y1>
merupakan
koordinat
kendaraan
sebelumnya. Apabila nilai dari dcoordinate tidak lebih besar dari nilai suatu threshold maka objek pada frame sebelumnya dan objek pada frame sekarang adalah objek yang sama.
Gambar 3.24 Implementasi kode untuk melakukan tracking, penjumlahan mobil, dan estimasi
Alur implementasi pada metode ini dapat dilihat pada Gambar 3.23 sebagai alur proses dari metode sedangkan Gambar 3.24 merupakan implementasi kode dari metode tersebut.
122
Integrated Traffic Intelligent System
3.3.2 Perhitungan Jumlah Mobil Setiap objek yang terdeteksi memiliki diberikan ID. Dengan melakukan tracking kita dapat mengetahui objek dengan ID tertentu terdeteksi sebanyak berapa kali yang dinotasikan dengan CID. CID dapat digunakan untuk mengurangi noise yang berasal dari kesalahan deteksi yaitu objek yang seharusnya tidak dideteksi diklasifikan sebagai objek yang harus dideteksi. Noise tersebut biasanya memiliki nilai CID yang rendah. Oleh karena itu, objek dengan CID yang rendah tidak dihitung dalam perhitungan jumlah mobil, sebaliknya objek dengan CID yang tinggi dihitung sebagai sebuah mobil.
3.3.3 Perhitungan Kecepatan Mobil a.
Euclidean Distance Perhitungan kecepatan dapat dilakukan berdasarkan nilai
dcoordinate yang didapatkan dari Persamaan 3.6 yang kemudian dikalikan dengan koefisien kalibrasi kamera k. Nilai k ditentukan berdasarkan ekperimen. Metode ini merupakan non-parameterized method dengan asumsi tidak diketahuinya keadaan pada saat perekaman seperti sudut elevasi kamera, titik fokal kamera, dan ketinggian antara bidang tanah dan kamera.
Integrated Traffic Intelligent System
123
Gambar 3.25 Flowchart implementasi estimasi kecepatan kendaraan dengan menggunakan Euclidean Distance.
Untuk penentuan nilai konstanta k, diperlukan eksperimen tambahan dengan memperhatikan beberapa faktor misalnya frame rate video, rata-rata ukuran mobil sebenarnya, dan lain-lain. Perhitungan kecepatan kendaraan berdasarkan
Euclidean Distance
dilakukan
berdasarkan persamaan:
Persamaan 3.7
dengan f2 dan f1 merupakan urutan frame sekarang dan sebelumnya pada video dan dcoordinate didapatkan dari Persamaan 3.7 b.
Pin-Hole Model Pada penggunaan Euclidean Distance untuk perhitungan
kecepatan, terdapat asumsi bahwa jarak sebenarnya dari suatu piksel ke piksel yang bersebelahan bernilai konstan. Asumsi tersebut tentu saja tidak benar dan memungkinkan terjadi perhitungan kecepatan dengan error yang cukup besar. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil perhitungan kecepatan yang lebih baik diperlukan metode untuk melakukan perhitungan jarak sebenarnya antar piksel pada citra. Salah 124
Integrated Traffic Intelligent System
satu metode yang dapat melakukan hal tersebut adalah Pin Hole Model. Pada Pin Hole Model perhitungan jarak sebenarnya berdasarkan citra dapat dilakukan dengan mengetahui beberapa parameter. Parameter yang perlu diketahui tersebut berhubungan dengan situasi saat perekaman citra atau video. Parameter-parameter tersebut diantaranya H yang merupakan jarak kamera terhadap bidang jalan tanah (dalam penelitian ini dihitung dalam satuan m), jarak antara bidang proyeksi kamera dan titik fokal yaitu f (dalam penelitian ini dilakukan dengan satuan piksel setelah konversi dari satuan milimeter), dan q yang merupakan sudut antara garis tegak lurus terhadap bidang tanah yang melewati kamera dan batas luar perpanjangan proyeksi. Selanjutnya kita dapat mengetahui
yaitu jarak sebenarnya suatu bidang tanah (dalam
satuan m) berdasarkan posisi piksel dalam citra dengan persamaan berikut: (
) Persamaan 3.8
(
⁄
)
(
⁄
) Persamaan 3.9
Gambar 3.26. Ilustrasi pada Saat Perekaman
Integrated Traffic Intelligent System
125
Dengan w merupakan indeks baris piksel pada citra dan W merupakan jumlah baris pada citra. Dengan melakukan perhitungan tersebut jarak sebenarnya antar setiap baris pada citra dapat diketahui (Xueyi). Hasil pemetaan baris setiap piksel terhadap jarak sebenarnya terlihat pada Gambar 3.27.
Gambar 3.27. (a) Euclidean Distance, (b) Pin Hole Model.
Perhitungan kecepatan kendaraan berdasarkan metode ini hanya dilakukan berdasarkan perpindahan kendaraan secara vertikal. Perpindahan kendaraan secara horizontal tidak dihitung. Penggunaan Pin Hole Model untuk perhitungan kecepatan Svehicle pada penelitian ini dilakukan melalui persamaan: (
) Persamaan 3.10
Dengan w2 merupakan posisi indeks baris sekarang, w1 merupakan posisi indeks baris sebelumnya, dan Lw2, Lw1 merupakan hasil pemetaan jaraknya berdasarkan Pin Hole Model secara berurutan. Fr merupakan frame rate dari video sedangkan f2 dan f1 merupakan urutan frame sekarang dan sebelumnya pada video. Konstanta 3.6 digunakan untuk melakukan konversi satuan hasil dari m/detik menjadi kilometer/ jam. 126
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 3.28 Flowchart implementasi estimasi kecepatan kendaraan dengan menggunakan Pin Hole Model.
Gambar 3.28 menunjukkan alur implementasi untuk menghitung estimasi kecepatan kendaraan dengan menggunkan metode Pin Hole Model. Perhitungan jarak dengan menggunakan metode ini dapat dilihat implementasinya pada Gambar 3.29, sedangkan pada Gambar 3.30 terlihat implementasi dari perhitungan estimasi kecepatan.
Gambar 3.29 Kode untuk konstruksi Pin Hole Model berdasarkan tiga parameter utama yaitu baseHeight H, baseDegree q, dan focal f .
Integrated Traffic Intelligent System
127
Gambar 3.30 Kode implementasi estimasi kecepatan berdasarkan Pin Hole Model yang telah dibuat.
3.4 Hasil Pengujian Deteksi Kendaraan Malam Hari 3.4.1 Pengujian Perhitungan Jumlah Kendaraan Hasil eksperimen yang telah dilakukan untuk menghitung jumlah mobil pada suatu video terdapat pada Tabel 3.2. Hasil Percobaan Perhitungan Adapun kondisi lalu lintas pada saat tersebut adalah jalan raya yang cukup padat dengan jumlah kendaraan roda dua lebih banyak jika dibandingkan dengan mobil. Durasi video input berkisar antara 4 sampai 6 menit. Setiap video yang dicantumkan pada tabel tersebut memiliki nilai ground truth jumlah mobil gi=100 yang didapatkan melalui perhitungan secara manual. Simpangan jumlah perhitungan merupakan selisih absolut antara nilai gi hasil penghitungan yang dihasilkan oleh sistem. Hasil selisih jumlah yang dihasilkan oleh masing-masing metode pendeteksian, Normalized Cross-Correlation dan area centroid difference, juga direpresentasikan pada grafik pada Gambar 3.31. Simpangan jumlah mobil merepresentasikan performa dari metode pendeteksian mobil pada malam hari. Semakin kecil simpangan jumlah mobil yang didapat semakin baik karena semakin mendekati nilai penghitugan yang sebenarnya. Oleh karena itu, berdasarkan hasil simpangan rata-rata yang diperoleh, metode pendeteksian dengan menggunakan
Normalized
Cross-Correlation
memberikan
hasil
pendeteksian lebih baik, dengan simpangan rata-rata 14.2, dibandingkan dengan menggunakan area and centroid difference, dengan simpangan rata-rata 31.8. 128
Integrated Traffic Intelligent System
Tabel 3.2. Hasil Percobaan Perhitungan
Video
Perhitungan menggunakan Normalized CrossCorrelation (MNCC )
Perhitungan menggunakan area dan centroid difference (MPAC )
Simpangan perhitungan antara gi dan MNCC (d NCC )
Simpangan perhitungan antara gi dan MPAC (d PAC )
ui21.001.mp4
122
142
22
42
ui21.002.mp4
90
111
10
11
ui21.003.mp4
124
179
24
79
ui21.004.mp4
114
118
14
9
ui21.005.mp4
99
109
1
9
14.2
31.8
Rata-rata simpangan penghitugan
Gambar 3.31. Grafik Perbedaan Perhitungan Kendaraan
Integrated Traffic Intelligent System
129
Tabel 3.3 Kesalahan Pendeteksian Kendaraan pada Area Centroid Difference
No.
Hasil
1
2
130
Integrated Traffic Intelligent System
3
Hasil perhitungan dengan akurasi yang kurang memuaskan yang dihasilkan oleh metode pendeteksian dengan Centroid and Area Difference disebabkan oleh padatnya jalan raya oleh kendaraan bermotor roda dua, sehingga banyak terjadi kesalahan deteksi yaitu objek bukan mobil dikenali sebagai mobil, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.3. Kesalahan deteksi yang sama juga dapat terjadi apabila menggunakan metode pendeteksian Normalized Cross-Correlation ketika terdeteksi dua lampu miliki kendaraan yang berbeda namun simetris dan berada pada koordinat baris yang sama pada pada citra, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.4. Oleh karena itu, kesalahan pendeteksian tersebut dapat lebih jarang terjadi.
Integrated Traffic Intelligent System
131
Tabel 3.4 Kesalahan Pendeteksian Kendaraan pada penggunaan Normalized Cross Corellation
No.
Hasil
1
2
132
Integrated Traffic Intelligent System
3
3.4.2
Pengujian Perhitungan Kecepatan Mobil Pada Tabel 3.6 ditunjukkan ground truth kecepatan pada tiap
data yang didapatkan melalui speedometer digital dan GPS. Selain itu diperlihatkan hasil perhitungan kecepatan oleh sistem berdasarkan beberapa skenario penggunaan metode. Setiap skenario merupakan kombinasi metode pendeteksian dan perhitungan kecepatan. Seperti yang telah dijelaskan pada desain implementasi, metode pendeteksian yang digunakan adalah Normalized Cross-Correlation dan Centroid and Area difference. Perhitungan kecepatan juga dilakukan menggunakan dua metode yaitu Pin Hole Model dan Euclidean Distance dengan menggunakan beberapa skenario yang dijelaskan pada Tabel 3.5.
Integrated Traffic Intelligent System
133
Tabel 3.5. Penjelasan Skenario Uji Coba
Metode Metode Pendeteksian Pemasangan Lampu Kendaraan Metode Estimasi Kecepatan Kendaraan
Skenario A Normalized CrossCorrelation
Skenario B Normalized CrossCorrelation
Skenario C Area and Centroid Difference
Skenario D Area and Centroid Difference
Pin Hole Model
Euclidean Distance
Pin Hole Model
Euclidean Distance
Simpangan kecepatan yang dihitung merupakan selisih absolute antara nilai kecepatan yang dihasilkan masing-masing skenario terhadap ground truth. Hasil simpangan kecepatan pada masing-masing skenario dan data ditunjukkan pada Tabel 3.6 dan juga direpresentasikan melalui grafik pada Gambar 3.32. Tabel 3.6. Perbedaan hasil percobaan penghitungan kecepatan mobil masingmasing skenario ter-hadap ground truth
Data
Kecepatan
Kecepatan
Kecepatan
Kecepatan
berdasarkan menggu-
menggu-
menggu-
menggu-
ground
nakan
nakan
nakan
nakan
truth
scenario A
scenario B
scenario C
scenario D
(km/jam)
(km/jam)
(km/jam)
(km/jam)
(km/jam)
(gi )
(MA )
(MB )
(MC )
(MD )
ui21.001agen1
59
55.214
42.984
54.269
41.866
ui21.001agen2
49
48.191
36.123
46.216
34.437
ui21.001agen3
48
48.136
34.311
52.013
40.261
ui21.002agen1
43
39.875
32.244
38.416
31.291
ui21.002agen2
44
39.549
34.411
36.990
29.714
134
Kecepatan
Integrated Traffic Intelligent System
ui21.002agen3
42
38.914
30.811
37.606
35.290
ui21.003agen1
43
40.710
32.385
39.851
31.209
ui21.003agen2
46
41.494
33.228
41.862
31.493
ui21.003agen3
47
37.236
30.854
53.381
37.544
ui21.004agen1
67
64.919
122.097
65.628
55.175
ui21.004agen2
56
53.349
41.710
55.834
41.026
ui21.004agen3
48
42.779
34.438
49.840
36.333
ui21.005agen1
39
36.649
28.573
35.840
27.307
ui21.005agen2
38
36.953
28.859
35.039
24.110
Simpangan terhadap kecepatan berdasarkan ground truth menunjukkan kinerja skenario yang diuji, semakin kecil nilainya semakin baik. Berdasarkan simpangan rata-rata kecepatan terhadap ground truth penggunaan skenario A menghasilkan hasil estimasi kecepatan terbaik, yaitu dengan rata-rata simpangan kecepatan 3.038 km/jam. Selain itu dua skenario dengan simpangan kecepatan dengan ground truth terkecil, skenario A dan skenario C, menggunakan Pin Hole Model untuk melakukan pengukuran kecepatan, sehingga dapat disimpulkan penggunaan Pin Hole Model lebih baik dari pada penggunaan Euclidean Distance untuk melakukan perhitungan kecepatan.
Integrated Traffic Intelligent System
135
Gambar 3.32. Grafik perbedaan penghitungan kecepatan kendaraan.
Berdasarkan eksperimen perhitungan jumlah mobil yang telah dilakukan
metode
pendeteksian
mobil
dengan
menggunakan
Normalized Cross-Correlation memiliki tingkat kesalahan deteksi yang lebih sedikit jika dibangdingkan melakukan pendeteksian dengan menggunakan Area and Centroid Difference. Oleh karena itu, kita dapat membuat hipotesis bahwa penggunaan Normalized Cross-Correlation dapat meningkatkan akurasi perhitungan kecepatan oleh sistem. Hipotesis tersebut didukung oleh hasil uji coba terhadap skenarioskenario yang diujikan. Apabila skenario-skenario tersebut berdasarkan metode pendeteksian yang digunakan sehingga terdapat dua kelompok skenario yaitu :
136
Integrated Traffic Intelligent System
1.
Kelompok skenario AB, yang terdiri dari skenario A dan skenario B, yang sama-sama melakukan pendeteksian mobil dengan menggunakan Normalized Cross-Correlation.
2. Kelompok skenario CD, yang terdiri dari skenario C dan skenario D, yang sama-sama melakukan pendeteksian mobil dengan menggunakan Area and Centroid Difference. Kelompok skenario AB akan memiliki rata-rata simpangan kecepatan sebesar 8.999 km/jam, sedangkan kelompok skenario CD memiliki rata-rata simpangan sebesar 10.154 km/jam. Setelah dilakukan perbandingan metode pendeteksian mobil berdasarkan penghitungan jumlah
mobil,
didapatkan
bahwa
pendeteksian
menggunakan
Normalized Cross-Correlation menghasilkan akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan pendeteksian menggunakan Area and Centroid Difference. Berdasarkan simpangan perbedaan kecepatan dengan ground truth, penggunaan Pin Hole Model menghasilkan kesalahan hitung yang lebih sedikit dibandingkan dengan penggunaan Euclidean Distance untuk penghitungan kecepatan. Eksperimen
yang
telah
dilakukan
menunjukkan
bahwa
pendeteksian mobil pada malam hari dapat dilakukan baik dalam menghitung kecepatannya maupun menghitung jumlah mobil yang melintas, pendeteksian dapat dilakukan baik dengan metode Normalized Cross-Correlation maupun area and centroid difference dengan hasil yang menunjukkan bahwa metode Normalized Cross-Correlation lebih unggul. Penghitungan kecepatan mobil dapat dilakukan dengan kedua metode yang telah dijelaskan, yakni Euclidean Distance dan Pin Hole Model. Penghitungan kecepatan mobil ini dapat menghasilkan akurasi yang tidak kalah dengan eksperimen perhitungan yang dilakukan ketika Integrated Traffic Intelligent System
137
siang
hari.
Metode
Pin
Hole
Model
menghasilkan
kesalahan
penghitungan yang lebih kecil terhadap Ground Truth jika dibandingkan dengan Eucledian Distance. Meskipun eksperimen telah dapat menunjukkan hasil yang cukup memuaskan, terdapat beberapa saran yang mungkin dapat diterapkan pada penelitian lainnya seperti dengan penghitungan kecepatan dari berbagai sudut pandang serta penggunaan metode deteksi yang lebih bervariasi.
138
Integrated Traffic Intelligent System
BAB 4 VDZ (Virtual Detection Zone)
Integrated Traffic Intelligent System
139
4.1 Virtual Detection Zone Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuat mobile phone sebagai sensor lalu lintas baik pada GSM maupun CDMA (Hardjono, Wibisono and Nurhadiyatna). Untuk mendapatkan lokasi mobile phone harus menggunakan GPS (data dari satelit), A-GPS (data dari phone network), Cell-ID, Wi-Fi devices, atau gabungan dari mereka. Tidak seperti intrusive sensor, mereka tidak akan membebani pengeluaran pemerintah. VDZ (Virtual Deterction Zone) didesain oleh (Hardjono, Wibowo and Rachmadi), terdiri dari koordinat latitude dan longitude sebagai titik pusat lingkaran (zona dengan radius tertentu) sehingga ketika agen melewati zona tersebut maka agen akan mengirimkan kecepatannya.
Gambar 4.1 Sensor pada smart phone sebagai bagian dari integrated intelligent transport system
140
Integrated Traffic Intelligent System
Pengambilan data ini dianggap valid asalkan terdapat penetrasi yang cukup, yakni sampel (pengguna sensor) terhadap jumlah mobil yang memasuki jalan yang ditargetkan sekitar 2-3% untuk menghasilkan pengukuran kecepatan secara akurat. Rancangan aplikasi yang dibuat memiliki beberapa kegunaan lainnya seperti adanya menu navigation yang memberikan rute kepada pengguna berdasarkan jarak rute terpendek
maupun
berdasarkan
waktu
tempuh
paling
cepat
(berdasarkan faktor kemacetan).
(a.)
(b.)
Gambar 4.2 (a) Menu awal pada tampilan VDZ (b) Tampilan agen dan VDZ pada peta
Integrated Traffic Intelligent System
141
Pada Gambar 4.2Error! Reference source not found. terlihat posisi agen diwakili oleh gambar mobil, sedangkan titik-titik VDZ diwakili oleh lingkaran berwarna.
Penetration rate Rata-rata penghitungan kecepatan hanya menggunakan sedikit agen pada bagian tertentu pada suatu jalan akan dianggap valid jika minimum penetration rate dipenuhi (Demers, List and Wallace), yakni lebih besar dari 2-3%. Ini berarti jumlah minimum dari agen harus lebih dari 2% dari jumlah kendaraan yang masuk selama periode eksperimen. Aturan ini juga diterapkan pada kalkulasi kecepatan rata-rata dari video menggunakan CCTV. Mirip
dengan
eksperimen
yang
telah
dilakukan
sebelumnya [ (J. C. Herrera, D. B. Work and R. Herring); (Hoh, Gruteser and Xiong); (Hoh, Annavaram and Jacobson)], kita menerapkan batasan pada eksperimen (dalam kasus ini, satu target jalan dengan 3 mobile agents), dan jumlah kendaraan dikalkulasi ketika agen atau mobil kami muncul pada video hingga mencapai pada jarak tertentu untuk dapat melakukan estimasi
kecepatan
kendaraan.
Periode
perekaman
dan
pengukuran kecepatan dilakukan secara cycle, dimana agen akan datang kembali untuk melalui sektor yang telah ditentukan secara berulang-ulang.
Parallel threads in VDZ system Proses
keseluruhan
pada
sistem
VDZ
dapat
dideskripsikan sebagai berikut. Aplikasi GPS pada client dinyalakan melalui smart phone yang bertindak sebagai agen, terdapat 3 buah thread secara paralel yang digunakan, yakni VDZ 142
Integrated Traffic Intelligent System
timer, GPS, dan VDZ sorting threads seperti pada Gambar 4.3. Perhatikan bahwa GPS thread (berlokasi pada bagian Read Process dari VDZ Timer Thread), server dapat menyatakan secara tepat dimana agen berada dengan melihat pada VDZ_ID, sebuah Road_ID dapat ditetapkan. VDZ_ID akan dikirim melalui agen setiap melewati 3 VDZ yang valid, dengan demikian kita akan mengetahui dengan pasti posisi jalan yang dilalui oleh agen.
Gambar 4.3 Flow chart dari 3 parallel threads yang digunakan a) VDZ timer, b) GPS dan c) VDZ sorting threads
Proses perbandingan dilakukan pada VDZ Timer Thread, setiap detik yang ditunjukkan pada Gambar 4.3. Counter dapat Integrated Traffic Intelligent System
143
digunakan sebagai pengganti timer. Satu detik dianggap cukup cepat untuk melakukan perhitungan secara sederhana. Zona lingkaran 100 m VD dalam radius berarti 200 m dalam diameter. Jika sebuah mobil melintas dengan kecepatan 150 km/jam , itu akan mencakup 41.7 m dalam satu detik. Ini berarti VDZ Timer Thread secara teoritis dapat melakukan 4 kali deteksi (200/41.7) km/jam. Jika sebuah mobil melintas hanya dengan kecepatan 100 km.jam maka dalam satu detik akan mencapai 27.8 m atau akan terjadi 7 kali deteksi pada sebuah zona. Sedangkan pada VDZ Sorting Thread, proses pengurutan dilakukan selama 10 detik.
Formula dalam pembuatan model Saat ini pemodelan lalu lintas secara garis besar terbagi menjadi
4
jenis
model
yaitu
microscopic,
macroscopic,
mesoscopic dan hybrid. Pemodelan mesoscopic dan hybrid merupakan
perkembangan
dari
model
macroscopic
dan
microscopic. Macroscopic model mempelajari lalu lintas dari berbagai perspektif,
berbeda
dengan
model
microscopic
yang
mempelajari perpindahan kendaraan secara individu. Kedua jenis model tersebut masih terus dikembangkan. Fenomena lalu lintas seperti adanya kemacetan dapat di pelajari melalui kedua jenis model tersebut. Kesulitan terdapat pada pemodelan dari jenis fenomena dimana manusia menjadi elemen yang terkandung di dalamnya. Manusia
dapat
mengubah
cara mengendarai
kendaraan secara terus menerus yang menyebabkan pemodelan secara akurat sulit untuk dilakukan. Hal lain yang penting untuk dicatat adalah model macroscopic biasanya dimodelkan menggunakan persamaan 144
Integrated Traffic Intelligent System
diferensial parsial. Model makroskopik modern memanfaatkan persamaan hiperbolik diferensial parsial. Menginterpretasikan dan menyelesaikan persamaan diferensial parsial adalah di luar lingkup pembahasan ini, namun persamaan akan disajikan sebagai referensi. Contoh persamaan model macroscopic yang pretama kali di-publish adalah model yang dibangun pada tahun 1950-an, yakni model LWR:
t ( x, t ) ( ( x, t )V( ( x, t ))) x 0 Persamaan 4.1
Penamaan
model
LWR
berdasarkan
nama
dari
penemunya Lighthill, Whitham, and Richards. Hal ini dipandang sebagai scalar, time-varying, non-linear, persamaan hyperbolic partial differential. Salah satu asumsi dasar adalah bahwa kecepatan tergantung pada kepadatan lalu lintas. Sebuah model baru yang muncul setealh LWR adalah AR Model (dinamai berdasarkan penemunya Aw dan Rascle). AR Model mencoba untuk menjauh dari model fluid-flow. Para penciptanya berpendapat bahwa model macroscopic yang lebih tua telah dibuat terlalu dekat dengan pendekatan dinamis fluida. AR Model digambarkan pada Persamaan 4.2 dan Persamaan 4.3 :
t ( v) x 0 Persamaan 4.2
(v P( ))t v(v P( )) x 0 Persamaan 4.3
Model Zhang adalah model terakhir yang perlu dipertimbangkan. Model ini telah dinamai penemunya H.
Integrated Traffic Intelligent System
145
Michael Zhang. Model ini benar-benar jauh dari perilaku fluida. Model Zhang menerapkan persamaan berasal dari model microscopic, yang menetapkan hubungan makro-mikro. Model Zhang dapat dilihat sebagai:
t ( v) x 0 Persamaan 4.4
vt vvx V ( )vx 0 Persamaan 4.5
Model microscopic yang paling dasar yang digunakan adalah Model Gipp. Dikembangkan lebih dari empat puluh tahun yang lalu, model ini menggunakan driving states untuk model arus lalu lintas. Model ini ditunjukkan dalam Persamaan 4.6.
xn (t ) C
xn (t ) xn1 (t ) xn (t ) xn1 (t ) Persamaan 4.6
Salah satu kelemahan dari model-model sebelumnya adalah bahwa parameter tertentu memiliki parameter unrealistic atau behaviors. Sebagai contoh, model-model unreal membiarkan perilaku tidak realistis di luar kemampuan sistem rem pada kendaraan fisik yang sebenarnya. Model baru-baru ini berusaha untuk menyelesaikan unreal behavior dengan menggunakan beberapa parameter sensitivitas atau metode lainnya. Sebuah model yang lebih baru adalah Intelligent Driver Model (IDM). Model ini telah dikembangkan oleh Treiber, Hennecke, dan Helbing untuk memperbaiki model lama, dan paper mereka
146
Integrated Traffic Intelligent System
diterbitkan pada tahun 2000, oleh tim penulis: Treiber, Martin, Ansgar Hennecke, dan Dirk Helbing. Model IDM berisi strategi percepatan dengan strategi pengereman untuk menutupi tiga driving states. Model IDM, yang juga disebut free traffic state, dengan persamaan :
v s* (v, v) 2 ( s, v, v) 1 V IDM s v0 Persamaan 4.7
s* (v, v) s0 vT
vv 2 ab Persamaan 4.8
Model IDM adalah fungsi percepatan kesenjangan kendaraan, kecepatan v, dan perbedaan kecepatan v . Model IDM adalah fungsi percepatan kesenjangan kendaraan, kecepatan v, dan kecepatan perbedaan v . Parameter lain dengan nilai-nilai khas mereka dari model IDM diberikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Parameter lain dari model IDM
Free traffic state pada Persamaan 4.7 dan Persamaan 4.8 mendominasi ketika s sangat besar, menyebabkan istilah interaksi
Integrated Traffic Intelligent System
147
menjadi diabaikan. Free traffic term kemudian diberikan pada Persamaan 4.9:
v v free (v) 1 v0 Persamaan 4.9
Hal ini dapat diamati bahwa v v0 , maka percepatan
v free (v) 0 . Ini meniru kecenderungan driver untuk secara bertahap mengurangi akselerasi mereka ketika mereka mendekati kecepatan yang diinginkan V0. Pengereman atau interaksi pada Persamaan 4.7 dan Persamaan 4.8 mengatur pengereman dan mengikuti driving states. Istilah pengereman diberikan oleh:
s* vbreak ( s, v, v) a s
2
Persamaan 4.10
s * (v, v) s0 vT
vv 2 ab Persamaan 4.11
Dalam kondisi mengemudi normal, istilah vT mendominasi. vT berusaha untuk mempertahankan waktu kesenjangan tertentu T dari kendaraan. ( vv ) / ( 2 ab ) mendominasi ketika mendekati sebuah objek pada tingkat kecepatan tinggi. Model ini mencoba
148
Integrated Traffic Intelligent System
untuk rem dalam batas b , tapi akan melebihi nilai b jika diperlukan untuk menghindari tabrakan. Keuntungan utama dari model macroscopic adalah mereka memiliki perhitungan relatif "sederhana" jika dibandingkan dengan
model
microscopic.
Model
macroscopic
memiliki
parameter yang lebih sedikit dari pada microscopic. Sebagai persamaan model kepadatan, kecepatan dan arus, hanya diperlukan segelintir parameter yang berbeda. Kerugian dari model macroscopic adalah hilangnya detail kecil atau dinamika yang dapat dimodelkan dengan model microscopic. Keuntungan utama dari model microscopic adalah kemampuan untuk mempelajari gerak kendaraan secara individu. Ide macroscopic (aliran dan densitas misalnya) juga dapat dipelajari dengan model microscopic. Kerugian terbesar dari model microscopic adalah bahwa satu persamaan diferensial biasa diperlukan untuk setiap kendaraan . Model microscopic menjadi sangat mahal dari segi komputasi dengan persamaan sistem besar, sehingga memerlukan daya komputer modern. Hal ini mungkin alasan model microscopic tidak digunakan pada zaman dahulu, ketika main frame computer utama berukuran sebesar truk kecil. Saat ini komputer mengalami peningkatan dalam power sedang biaya menurun, sehingga keuntungan dari perhitungan sederhana menjadi kurang penting. Beberapa model microscopic dapat menerima nilai-nilai ekstrim, seperti reaksi pengereman darurat yang menentang kemungkinan fisik. Model modern sebagian besar mengalami penurunan jenis perilaku (fenomena ini telah dibahas dalam Persamaan 4.7 sampai Persamaan 4.11) . Integrated Traffic Intelligent System
149
Selain itu dengan memanfaatkan sensor yang ada, kita dapat menurunkan nilai kepadatan (density or occupancy), aliran (flow), serta kecepatan (speed), yang dapat dinyatakan dengan rumus : (
)
( (
) ) Persamaan 4.12
Di mana di suatu jalan, kepadatan (ρ) adalah jumlah kendaraan pada jarak tertentu (x), aliran adalah jumlah kendaraan (f) dalam jangka waktu tertentu (t), dan kecepatan (v) adalah jarak yang ditempuh kendaraan dalam jangka waktu tertentu.
A
B
Gambar 4.4 A) Grafik hubungan kecepatan dan kepadatan yang diasumsikan berhubungan linier dan B) Diagram Dasar (Fundamental Diagram)
Dalam percobaan macroscopic ini, variabel seperti, kapasitas sel per lajur (kendaraan per jam atau VPH), kerapatan kritis (kendaraan per mil atau VPM), kecepatan arus bebas (dalam mil per jam atau mph), congestion wave speed (dalam mil per jam) harus disediakan untuk mendefinisikan segitiga Diagram Fundamental (FD) Gambar 4.4. Parameter ini terkait, seperti berikut:
150
Integrated Traffic Intelligent System
Persamaan 4.13
Persamaan 4.14
Free flow speed adalah kecepatan rata-rata lalu lintas diukur dalam kondisi volume rendah. Hal ini terjadi ketika kendaraan dapat bergerak bebas dengan kecepatan yang diinginkan. Sementara, Jam Density diukur dalam kendaraan per mil, dan itu adalah angka dimana kecepatan kendaraan turun menjadi nol (kendaraan harus dihitung atau diperkirakan selama kemacetan total). Salah satu aplikasi yang telah ada dalam mengolah data lalu lintas dengan pendekatan macroscopic adalah Cell Transmission Model Simulation (CTMSim). Dengan memanfaatkan aplikasi ini kita dapat mengetahui beberapa faktor seperti flow dan density dari suatu jalan. Dengan adanya aplikasi ini, kita dapat memprediksi dimana titik-titik pada jalan raya yang berpotensi untuk menjadi titik VDZ yang efisien sehingga jumlah VDZ yang diletakkan dalam koordinat tidak perlu banyak asalkan tepat.
Integrated Traffic Intelligent System
151
Gambar 4.5 Tampilan CTMSim saat pemasukan data
Pada Gambar 4.5 terlihat terdapat beberapa aspek yang dipertimbangkan dalam melakukan pemodelan macroscopic seperti Onramp dan Off-Ramp pada suatu jalan. Jumlah lane pada jalan juga turut menjadi parameter yang berpengaruh pada model. Dalam pemodelan yang ada dalam CTMSim waktu pada dunia nyata yang continue diubah menjadi waktu diskrit. Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 merupakan contoh simulasi pada CTMSim dengan menampilkan timeseries counturs. Terlihat pada Gambar 4.7 density pada simulasi dapat tervisualisasikan dengan baik.
152
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 4.6 Tampilan CTMSim ketika menjalankan simulasi
Gambar 4.8 menunjukkan plot dari speed dengan cukup detail, dengan adanya plotting seperti ini kita dapat menentukan titik mana yang akan kita tempatkan VDZ.
Gambar 4.7 Tampilan flow dan density dari simualsi CTMSim
Integrated Traffic Intelligent System
153
Gambar 4.8 Tampilan flow dan speed dari simualsi CTMSim
4.2 Map Matching dan Privasi Permasalahan yang dihadapi pada beberapa penelitian terkait sistem yang practicable (dapat digunakan secara luas tidak sebatas teori) adalah terkait penyamaan (matching) peta 2 dimensi (2D map) dengan koordinat GPS pada jalan-jalan sebenarnya dan permasalahan terkait isu privasi. Dalam permasalahan pertama (selanjutnya disebut map matching), penyesuaian ini harus bisa dilakukan secara otomatis dan baik akurasinya. Pada permasalahan kedua (privasi), biasanya telepon genggam akan mengirimkan koordinat GPS melalui jaringan penyedia (provider) layanan telekomunikasi. Proses pengiriman tersebut dilakukan melalui internet (menggunakan https) atau langsung ke server. Dalam hal keamanan, jaringan GSM standar hanya menggunakan enkripsi link-to-link pada interface radio untuk mengamankan data pengguna. Terkait hal ini, jika algoritma enkripsi tidak diketahui secara publik maka tidak ada seorangpun yang akan yakin bahwa data tidak dapat dibaca pihak ketiga. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini, diusahakan beberapa cara untuk meningkatkan privasi dari pengguna jaringan data lalu lintas. 154
Integrated Traffic Intelligent System
4.2.1 Map Matching Experiment Sejumlah metodologi map matching telah dipublikasikan namun tidak banyak yang mengklaim dapat berjalan dalam waktu nyata (realtime) (White, Bernstein and Kornhauser). Hal ini disebabkan karena hanya metodologi-metodologi tertentu yang dapat bekerja secara realtime. Hal tersebut membuat metodologi-metodologi tersebut banyak sekali digunakan secara komersial, baik pada sistem berbasis perangkat spesifik (dedicated) maupun pada telepon pintar. Beberapa metodologi bahkan tidak dibuka secara umum (atau tidak dibuka sebagian) karena sudah dipatenkan seperti pada (Vaughn), (Maloney, Hinkle and Stevenson), dan (Haney) atau menjadi hak milik (proprietary) secara alamiah. Untuk membuat sistem terintegrasi seperti yang terlihat pada Gambar 4.1, sejumlah aspek harus dipertimbangkan. Pertama-tama, batasan-batasan (constraints) harus ditetapkan secara jelas agar sistem yang dibangun dapat mencapai tahapan-tahapan progresif. Sebagai permulaan, zona pengujian harus dibatasi hanya satu atau dua jalan serta diketahui memiliki kepadatan yang tinggi. Kedua, dipilihlah sebuah peta lokal yang memiliki 4 koordinat GPS yang diketahui di keempat sudutnya, seperti terlihat pada Gambar 4.9. Peta ini memiliki skala 1:12500. Selain itu, sudah ada penelitian yang melakukan eksperimen map matching dengan peta berskala 1:1250, 1:2500, dan 1:50000 menggunakan metode-metode lainnya.
Integrated Traffic Intelligent System
155
Gambar 4.9 Peta yang digunakan untuk sampel zona pengujian
Masih di Gambar 4.9, empat poin dipilih di sebuah jalan yang dipilih (ART/Assumed Road Taken). Hal tersebut juga dapat diasumsikan sebagai Virtual Detection (VD) yang melakukan perhitungan koordinat (calculated) 2D-to-GPS. Pada Tabel 4-2 dapat dilihat hasil perhitungan empat poin pada jalan yang dipilih dengan menggunakan perangkat mobile dan calculated 2D.
156
Integrated Traffic Intelligent System
Tabel 4-2 Hasil perhitungan 2D locations dibandingkan dengan pembacaan GPS
Dua GPS yang digunakan adalah Sony Ericsson Xperia 1 (Garmin Mobile XT, 2008) dan Gobi 2000 (Qualcomm). Masing-masing perangkat mengambil 5 data sampel pada satu poin lokasi. Oleh karena lokasi yang ditetapkan sebelumnya ada empat poin, didapatlah 40 sampel data (5 sampel X 2 perangkat X 4 poin). Rata-rata jarak horizontal bacaan sensor-sensor tersebut ke calculated 2D GPS coordinate dapat dilihat juga pada kolom ketiga dan keempat Tabel 4-2. Sebuah program JavaScript dibuat untuk mengkalkulasi nilai untuk dua kolom tersebut dengan mengasumsikan sebuah bentuk bola (spherical shape) bumi. Dua fungsi penting yang terdapat pada program ini adalah fungsi pendeteksi apakah masuk atau keluar dari zona deteksi (mengembalikan True atau False) dan fungsi untuk menghitung jarak antara posisi GPS saat ini dengan koordinat VD terdekat.
Integrated Traffic Intelligent System
157
Dari data pada Tabel 4-2, kita dapat melihat jarak yang didapat pada lokasi B lebih besar 3-4 kali dibandingkan pada lokasi-lokasi lainnya. Penjelasan yang mungkin untuk ini adalah perhitungan koordinat 2D untuk lokasi B banyak mengalami error. Jarak rata-rata yang terpampang pada tabel tersebut, dengan pengecualian data pada lokasi B, mirip dengan beberapa referensi seperti (White, Bernstein and Kornhauser) dan (Quddus, Ochieng and Noland). Selain itu, harus dicatat bahwa skala peta memiliki pengaruh pada akurasi nilai koordinat Calculated 2D-to-GPS. Namun demikian, para pengguna (users) dapat diundang untuk berpartisipasi untuk membuat koordinat VD lebih akurat (menggantikan koordinat awal calculated 2D-to-GPS). Tabel 4-3 Variasi selisih bacaan GPS oleh perangkat Sony X1 dan Gobi 2000
Hal menarik lainnya terkait hasil yang didapat ini adalah perangkat-perangkat GPS yang berbeda (dalam hal ini X1 dan Gobi) menghasilkan koordinat berbeda pada waktu bacaan yang sama. Tabel 4-3 menunjukkan perbedaan tersebut untuk setiap poin lokasi (A-D). Nilai perbedaannya bervariasi dari 0.33 m sampai 29.94 m. Berdasarkan informasi ini, dapat dikatakan akan lebih aman memiliki lingkaran radius untuk Virtual Detection Zone/VDZ (akan dijelaskan pada bagian selanjutnya) lebih besar dari 30 m untuk menutupi variasi perhitungan pada perangkat GPS.
158
Integrated Traffic Intelligent System
Eksperimen lain berusaha mengeksplorasi apakah perangkat navigasi GPS yang ada dapat selalu melakukan map matching dengan benar walau kedua perangkat bergerak menelusuri dua jalan paralel dengan arah yang sama. Hasil yang dihasilkan berupa fenomena ketidaksesuaian peta (map mismatching phenomenon) dapat dilihat pada Gambar 4.10. Pada penelitian ini peta terakhir yang digunakan adalah peta Jakarta pada Maret 2012 dengan menggunakan Garmin Mobile XT.
Gambar 4.10 Bacaan GPS yang benar (kiri) dan yang meleset sedikit (kanan)
Akurasi dari GPS dan Assisted GPS (A-GPS) memiliki rata-rata 5 sampai 30 m menurut (Mohapatra and Suma). Hal tersebut menjadi alasan diajukannya sistem terintegrasi yang disebut Virtual Detection Zone (VDZ) pada penelitian ini. Sistem ini menggunakan sebuah lingkaran daripada hanya sebuah garis seperti pada (Zan, Hao and Gruteser), (Hoh, Annavaram and Jacobson), dan (Hoh, Iwuchukwu and Jacobson, Enhancing Privacy and Accuracy in Probe Vehicle Based Traffic Monitoring via Virtual Trip Lines).
Integrated Traffic Intelligent System
159
a)
b) Gambar 4.11 Flow chart yang diajukan, a) tahap instalasi, b) tahap operasional
160
Integrated Traffic Intelligent System
Secara konseptual, VDZ berbeda dengan Virtual Trip Line (VTL) yang dijelaskan pada (Zan, Hao and Gruteser), karena didefinisikan sebagai dua garis virtual. Zona deteksi pada eksperimen lokasi A-D didesain dalam interval 350 m sampai 600 m yang pada akhirnya akan bervariasi tergantung panjang jalan yang menjadi target. Zona tersebut akan berperan sebagai sebuah filter untuk mengumpulkan data-data yang valid. Zona ini didefinisikan sebagai koordinat-koordinat calculated 2D to GPS yang sudah dijelaskan sebelumnya. Koordinat-koordinat tersebut akan diletakkan secara virtual di tengah Assumed Road Taken (ART). Setiap ART memiliki sebuah ART_ID yang unik. Asumsi ini dibuat untuk
menjamin
map
matching
ketika
data
dari
tiga
zona
diidentifikasikan sebagai aplikasi sensor yang valid, data akan dikirim ke server (n=3, Gambar 4.11b). Sebuah proses yang disebut map knitting akan dipanggil ketika sebuah potongan peta lokal yang baru dibutuhkan. Aplikasi sensor juga harus dapat memfilter keluar data yang tidak valid.
Gambar 4.12 Tampilan arah yang diproses dengan teknik pengolahan citra
Pada perhitungannya, jika 3 zona berbeda dideteksi oleh aplikasi, berarti dapat diasumsikan bahwa sensor melewati ART. Di sisi lain, jika yang dideteksi adalah 3 zona yang sama, maka dapat dikatakan bahwa data tersebut valid dan terjadi kemacetan pada area tersebut. Integrated Traffic Intelligent System
161
Gambar 4.12 menunjukkan label arah pada jalan tertentu pada sebuah peta lokal dapat dibedakan menggunakan teknik pengolahan citra (menggunakan fungsi MATLAB). Pada gambar tersebut, posisi panah terlihat pada plotting 3 dimensi dimana x dan y adalah koordinat serta z adalah nilai derajat keabuan (gray level). Pada plotting tersebut dapat dilihat sebuah puncak hitam yang merupakan posisi panah pada gambar. Dengan demikian, arah sensor/kendaraan tersebut akan dapat dibandingkan dengan data VDZ. Sebenarnya selain menggunakan peta lokal, ada cara lain yang dapat dilakukan untuk menjalankan sistem yang diajukan walau tidak masuk bahasan kali ini. Cara tersebut adalah dengan menggunakan peta-peta yang sudah ada seperti Google Map, Bing Map, atau MapQuest. Jika menggunakan peta-peta tersebut, sensor harus selalu terhubung dengan internet.
4.2.2 Privacy Consideration Seperti sudah dijelaskan pada awal sub bab ini awal bahwa masalah privasi adalah salah satu hal yang paling penting terkait teknologi penentuan lokasi ini. Oleh karena itu, diajukanlah sebuah metode yang terdiri dari tiga tahapan. Tahap pertama, ketika sebuah telepon genggam menjadi kandidat sensor lalu lintas, ia akan menerima Application ID (App_ID) yang unik dan saling menukar open pad lock dengan server. App_ID tersebut tertanam (embedded) di dalam aplikasi yang diunduh. Saat instalasi, klien harus memasukkan One Time Password (OTP) yang dikombinasikan dengan App_ID untuk membuat sebuah algoritma unik. Algoritma tersebut nantinya akan digunakan untuk mengenkripsi dan mendekripsi data sensor. Modelnya dapat dilihat pada Gambar 4.11a. 162
Integrated Traffic Intelligent System
Tahap kedua dari metode yang diajukan adalah sebelum melakukan enkripsi, data sensor yang terdiri dari App_ID, ART_ID, ART_zone, time-stamp, speed, dan direction dikirim ke server. Data tersebut akan dikunci ganda dengan menggunakan server’s padlock. Sebaliknya, data dari server ke klien dikunci menggunakan client’s padlock. Selanjutnya pada tahap ketiga, masing-masing dapat membuka data menggunakan private key sendiri-sendiri.
Gambar 4.13 Pembuatan password dan proses autentikasi pada sistem OTP
Dua keuntungan dari metode ini adalah koordinat GPS dan private keys tidak akan pernah dikomunikasikan. Selain itu, privasi dari data ditingkatkan menggunakan sistem OTP. Sistem tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.13. Sistem ini adalah yang pertama diajukan dengan peningkatan privasi. Seluruh proses pada aplikasi ini dapat dilihat Gambar 4.11.
Integrated Traffic Intelligent System
163
Lamport
telah
menunjukkan
ada
beberapa
keuntungan
menggunakan fungsi satu arah yang diajukannya. Pertama, hal tersebut membuat usaha pembobol/pengganggu untuk membaca password dari sistem menjadi sia-sia. Kedua, usaha menguping (eavesdropping) pada ruang kosong atau mengobservasi eksekusi dari program pengecekan password juga menjadi sia-sia. Hal tersebut dimungkinkan karena password ke- dari fixed word , dimana
( ) untuk beberapa
dibuat sama dengan menandakan
aplikasi dari
secara berurutan.
Sebagai contoh jika rangkaian 1000 passwords adalah F999 (x), ..., F(F(F(x))),
F(F(x)),
F(x),
x
maka
yang
mengautentikasi passwords tersebut adalah F
dibutuhkan 1000
untuk
(x), ..., F(F(F(x))),
F(F(x)), F(x). Pad lock yang telah disebutkan sebelumnya tersedia sebagai public key dan private keys pada telepon berbasis GSM, GPRS, dan CDMA. Pada praktiknya user ID dan sensor’s data akan dienkripsi dan didekripsi oleh SIM card dan oleh penyedia layanan telepon. Untuk
meningkatkan
privasi
(peningkatan kedua) maka
diajukanlah kepada pengguna pilihan untuk menentukan kapan data sensor lalu lintas akan dikirim ke server. Hal ini dimungkinkan dengan menanyakan kepada pengguna untuk memasukkan private locations pada sebuah local map yang diberikan (dapat diunduh setiap user request). Koordinat GPS akan dikalkulasi menggunakan cara 2D yang sudah dijelaskan sebelumnya lalu disimpan pada memori telepon. Dengan cara ini, kapanpun data sensor akan dikirim, fungsi calc_distance akan dipanggil. Mode awal (default) dari sistem ini adalah data hanya akan dikirim ketika pengguna memiliki jarak signifikan dengan user’s private locations (misalkan jaraknya sejauh 1 kilometer). Hal ini juga akan mengurangi kemungkinan backtracking oleh penyerang (Gruteser and Alrabady) dan memperlama masa pakai baterai. 164
Integrated Traffic Intelligent System
Tahap ketiga peningkatan keamanan dan privasi yang diajukan adalah dengan memisahkan data sensor menjadi dua bagian (sebelum menggunakan OTP). Bagian pertama akan membawa
App_ID,
sequence_no, ART_ID, ART_zone sedangkan bagian lainnya akan membawa App_ID, sequence_no, time-stamp, speed, dan direction. Kedua bagian data tersebutakan dikirimkan ke dua nomor telepon dan akan didekripsi dan disatukan kembali (reassemble) di server.
4.3 Hasil Analisa Percobaan VDZ Sebuah Percobaan dilakukan pada 4 Mei 2013 di sekitar Kelapa Dua, Tangerang untuk melakukan estimasi akurasi kecepatan dari VDZ dengan menggunakan sebuah smartphone yang dibawa dalam suatu kendaraan (Hardjono, Wibisono and Nurhadiyatna).
Ground Truth
diambil melalui speedometer yang direkam dalam video. Tabel 4.4 Tes akurasi GPS speed
GT Speed range Jumlah Sample GPS Speed deviation GPS Average Speed Median % GPS Average Speed Deviation
0≤v<10 km/jam
10≤v<20 km/jam
20≤v<30 km/jam
30≤v<40 km/jam
n = 26
n = 18
n =27
n = 27
n = 31
n = 41
0 - 16.6
0 - 33.8
0 - 49
0 - 49
31.3 - 50
45.1 - 64.4
3.1
13.3
21.8
31.3
41.9
53.4
1.4
11.4
23.8
30.3
42.8
53.5
n/a
n/a
n/a
n/a
9.40%
6.90%
Integrated Traffic Intelligent System
40≤v<50 km/jam
50≤v≤65 km/jam
165
a
b Gambar 4.14 (a) zona hijau VDZ akan menjadi merah ketika mobil/phone melewati zona tersebut. (b) menunjukkan arah dari agen yang melakuan perjalanan dari kanan ke kiri atau dari 8 ke 6. Eksperimen ini dilakukan pada jalan dekat kampus UI, Depok
Eksperimen dilakukan dengan melakukan loop pada jalan sepanjang 3.5 km di dekat Sekolah Pelita Harapan, Lippo Village dan 4 zone diletakkan pada tiap 700 m. Adapun data yang dikirim ke server melalui mobile agent adalah VDZ_ID, User_ID, VDZ_name, VDZ_group, setiap terjadi perubahan pda posisi GPS melalui jaringan internet. Berdasarkan Tabel 4.4, Perbedaan antara kecepatan rata-rata GPS dengan kecepatan rata-rata kendaraan 166
Integrated Traffic Intelligent System
(median) menjadi semakin kecil apabila kecepatan kendaraan semakin cepat. Pada kecepatan 50 hingga 65 km/jam perbedaan yang dihasilkan hanya 0.1 namun pada kecepatan rendah yakni 0 hingga 10 km/jam, perbedaaan yang dihasilkan mencapai 1.7 km/jam. Meskipun demikian pada kecepatan rendah (0-10 km/jam) deviasi bernilai 0 hingga 16.6 km/jam. Adanya cell dengan n/a menunjukkan bahwa speed yang dibaca dapat menunjukkan 0 km/jam pada range tersebut. Penjelasan yang dapat diberikan terkait dengan besarnya deviasi pada range kecepatan rendah adalah GPS speed dapat dibaca sebelum mobil berhenti, akibatnya smartphone masih akan menunjukkan kecepatan sebelumnya, sedangkan pada Ground Truth, mobil benar-benar berhenti. Percobaan dilakukan dengan Samsung Galaxy Young, Samsung Galaxy Note 1 dan Galaxy Tab.
Gambar 4.15 GPS dan CCTV speed dibandingkan dengan Ground Truth
Sesuai dengan Gambar 4.14 b) menunjukkan gambar VDZ_ID yang diberikan oleh server (zona 8, 7, 6 dan menjadi berwarna merah ketika agen telah melewati zona tersebut). User interface didesain sedemikian mungkin sehingga ketika agen melewati zona maka lingkaran zona akan berubah dari hijau menjadi merah (Gambar 4.14 a). Pengemudi akan mendapatkan
Integrated Traffic Intelligent System
167
konfirmasi melalui handy talkie mengenai pencatatan kecepatan VDZ apakah terekam dengan baik atau tidak di server. Pemberian informasi melalui handy talkie tersebut dilakukan oleh orang lain yang memonitor data pada server secara bersamaan. Berdasarkan pada Gambar 4.15, terlihat bahwa pengukuran kecepatan kendaraan menggunakan pendekatan VDZ mampu mendekati nilai sebenarnya yang ditunjukkan melalui speedometer pada kendaraan. Hasil pengukuran yang dilakukan juga dibandingkan dengan pengukuran melalui video yang nantinya akan dijelaskan secara detail pada bab 3 dan bab 4.
Gambar 4.16 Perbandingan GPS dan GT speed pada 17.00 - 17.40 pm
Pada Gambar 4.16 dan Gambar 4.17 terlihat bahwa pengukuran melalui media VDZ mampu mendekati kecepatan sebenarnya meskipun pada percobaan ke tiga pada pukul 17.00 – 17.40 masih terdapat selisih antara nilai pengukuran dengan nilai yang sebenarnya.
168
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 4.17 Perbandingan GPS dan GT speed pada 19.30 - 20.15 pm Tabel 4.5 Ringkasan eksperimen 17.00 17.40pm
11.31am - 12.12pm Speed Accuracy Experiment No 1
% of GPS Accuracy
% of CCTV Accuracy
% of GPS Accuracy
19.30 20.15pm % of GPS Accuracy
98.1
93.1
96.522
99.32
2
99.86
77.03
99.756
99.35
3
99.59
79.45
93.41
99.35
4
98.2
98
98.619
99.39
5
99.38
85.42
99.806
96.41
Average Speed Accuracy
99.03
86.6
97.623
98.76
Tabel 4.5 menunjukkan ringkasan hasil pengukuran GPS dan CCTV speed yang dibandingkan dengan GT untuk mendapatkan persentase akurasi. Terlihat akurasi yang dihasilkan melalui VDZ hanya mengalami deviasi sebesar 1, 1.2 dan 2.4 % sedangkan dari CCTV sebesar 13.4 %.
Integrated Traffic Intelligent System
169
Gambar 4.18 Speed dari GPS data yang dilakukan pembandingan secara simultan terhadap speedometer sebagai Ground Truth (GT)
Gambar
4.18
menunjukkan
kecepatan
dari
GPS
yang
dibandingkan dengan kecepatan yang dibaca dari speedometer mobil sebagai Ground Truth (GT) atau alternative reference. Pada sebelah kiri dari gambar tersebut terlihat analog speedometer (Isuzu New Panther) 170
Integrated Traffic Intelligent System
menunjukkan kecepatan 29 km/jam sedangkan kecepatan pada mobile agent sebesar 27.7 km/jam. Pada gambar sebelah kanan terlihat digital speedometer menunjukkan 12 km/jam melalui mobil Toyota Vios, sedangkan mobile phone menunjukkan kecepatan 10.9 km/jam. Aplikasi yang dikembangkan pada penelitian ini didesain untuk mengirimkan data agent ketika berada pada lokasi Zona VDZ yang telah dibuat sebelumnya. Terdapat dua buah aplikasi yang digunakan dalam eksperimen ini, yakni Mobile Application sebagai agen dan Web service Application pada server. Pertama-tama mobile application sebagai pendeteksi kecepatan kendaraan berjalan melalui zona VDZ. Kemudian Agen (smart phone) mengirim data kecepatan kendaraan untuk kemudian disimpan pada server. Adapun data yang dikirim dari mobile agent ke server terdiri dari 6 buah fields:
Timestamp
VDZ ID
VDZ Name
VDZ Group
Android ID
Speed
Legenda:
Timestamp
: Waktu ketika mengirim data
VDZ ID
: Nomor ID pada VDZ
VDZ Name
: Nama dari VDZ
VDZ Group
: Nama Grup dari suatu VDZ
Andorid ID
: Mobile Device ID
Speed
: Kecepatan kendaraan yang dikalkulasi melalui data GPS
Setelah data dikirim melalui mobile agent, web service server akan menerima data yang dikirim dan kemudian disimpan ke dalam database. Tabel 4.6 merupakan contoh 15 records yang dikoleksi melalui data VDZ.
Integrated Traffic Intelligent System
171
Tabel 4.6 Contoh data VDZ pada server No
Time Stamp
VDZ ID
Location
VDZ Area
Agent Id
Speed (Km/jam)
1
May 11, 2013, 5:14 p.m. ,second:22
46
jembatan 1 mampang
Mampang
7
22.68
2
May 11, 2013, 5:14 p.m. ,second:21
46
jembatan 1 mampang
Mampang
7
21.96
3
May 11, 2013, 5:14 p.m. ,second:21
46
jembatan 1 mampang
Mampang
7
21.96
4
May 11, 2013, 5:13 p.m. ,second:43
46
jembatan 1 mampang
Mampang
3
22.64143
5
May 11, 2013, 5:13 p.m. ,second:42
46
jembatan 1 mampang
Mampang
3
21.85744
6
May 11, 2013, 5:13 p.m. ,second:41
46
jembatan 1 mampang
Mampang
3
21.2483
7
May 11, 2013, 5:13 p.m. ,second:38
46
jembatan 1 mampang
Mampang
8
21.52323
8
May 11, 2013, 5:13 p.m. ,second:37
46
jembatan 1 mampang
Mampang
8
20.70042
9
May 11, 2013, 5:13 p.m. ,second:36
46
jembatan 1 mampang
Mampang
8
20.23243
10
May 11, 2013, 5:24 p.m. ,second:25
48
jembatan 3 mampang
Mampang
7
34.2
11
May 11, 2013, 5:24 p.m. ,second:24
48
jembatan 3 mampang
Mampang
7
36
12
May 11, 2013, 5:24 p.m. ,second:23
48
jembatan 3 mampang
Mampang
7
35.28
13
May 11, 2013, 5:23 p.m. ,second:46
48
jembatan 3 mampang
Mampang
3
39.76454
14
May 11, 2013, 5:23 p.m. ,second:45
48
jembatan 3 mampang
Mampang
3
37.60957
15
May 11, 2013, 5:23 p.m. ,second:44
48
jembatan 3 mampang
Mampang
3
36.54892
Data pada VDZ memiliki beberapa parameter yang dapat digunakan sebagai input untuk melakukan proses klasifikasi, salah satunya adalah kecepatan kendaraan. Alasan utama memilih kecepatan agen sebagai input fitur adalah kita dapat mengekstraksi kondisi lalu 172
Integrated Traffic Intelligent System
lintas pada saat kendaraan berjalan melalui kecepatan agen. Kecepatan ini nantinya akan dilakukan verifikasi melalui informasi yang diperoleh melalui Twitter dengan mencocokkan timestamp antara data VDZ dengan Twitter.
Integrated Traffic Intelligent System
173
BAB 5 Pengolahan Informasi Lalu Lintas (Twitter)
174
Integrated Traffic Intelligent System
Integrated Traffic Intelligent System
176
Penggunaan Twitter sebagai salah satu sumber informasi saat ini semakin tinggi, khususnya di kota-kota besar. Tingginya jumlah pengguna layanan microblogging ini dikarenakan perkembangan teknologi yang pesat, diiringi harga device yang semakin terjangkau, sehingga perkembangan dunia maya juga semakin pesat dengan akses yang semakin mudah. Dari beragam informasi yang dibagi oleh pengguna Twitter, tidak sedikit informasi mengenai kondisi lalu lintas yang beredar. Terdapat berbagai macam akun Twitter yang melaporkan kondisi jalan di Jakarta, seperti @TMCPoldaMetro, @lewatmana, maupun @SonoraFM92 (Nugroho).
Gambar 5.1 Beberapa akun Twitter yang memberikan informasi mengenai kondisi lalu lintas di Jakarta.
Kita juga dapat memanfaatkan fasilitas pencarian (search) yang disediakan oleh Twitter untuk mengetahui kondisi lalu lintas yang akan kita lalui. Sebagai contoh kita ingin mengetahui kondisi jalan pasar minggu, maka kita bisa menuliskan “macet pasar minggu”.
Integrated Traffic Intelligent System
175
Gambar 5.2 Hasil pencarian tweet dengan kata kunci “macet pasar minggu”
Fenomena penggunaan Twitter sebagai sarana media informasi ini telah dimanfaatkan oleh (Sakaki, Matsuo and Yanagihara), di Jepang untuk membangun Real-time Event Extraction for Driving Information from Social Sensors. Sistem yang dibangun oleh Sakaki memanfaatkan Twitter sebagai sumber informasi kondisi lalu lintas dengan mengambil geotag atau menggunakan "place name" tagger untuk memperoleh lokasi yang dimaksud pada suatu tweet. Sistem semacam ini belum bisa diterapkan di Indonesia karena minimnya penggunaan geotag dalam suatu tweet, kendala bahasa, banyaknya penyingkatan nama lokasi, serta tidak terjaminnya kebenaran data dari berbagai akun Twitter yang melakukan tweet terhadap kondisi lalu lintas. Penelitian serupa telah dilakukan oleh (Endarnoto, Pradipta and Nugroho) pada kasus di Indonesia, yaitu Jakarta. Penelitian yang dilakukan oleh Endarnoto memanfaatan Natural Language Processing untuk mengidentifikasi nama lokasi yang tertera pada Twitter. Akan tetapi penelitian yang dilakukan
176
Integrated Traffic Intelligent System
belum mencakup bagaimana memperoleh koordinat lokasi secara tepat berdasarkan nama lokasi yang telah didapatkan melalui Twitter serta bagaimana mengatasi masalah penyingkatan nama lokasi yang sering dilakukan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Gambar 5.3 Contoh Tweet yang menggunakan fitur geotag.
Salah satu solusi alternatif yang dapat dilakukan untuk mengolah informasi nama lokasi yang disebutkan dalam Twitter adalah dengan membangun web place-name dictionary. Web place-name dictionary dibuat dengan mengumpulkan data nama lokasi/jalan yang berada di Jakarta yang kemudian diterapkan algoritma String matching untuk mencari nama lokasi yang paling mirip dengan nama lokasi yang terdapat dalam sebuah Twitter. Setelah kita mendapatkan koordinat lokasi, waktu dan kondisi dari lalu lintas tersebut, kita dapat menerapkan machine learning untuk memprediksi kondisi suatu lalu lintas pada suatu waktu. Misalnya kita ingin mengetahui kondisi jalan Pasar Minggu di hari Senin pukul 15.00 maka sistem akan mengembalikan hasil prediksi kondisi lalu lintas. Hasil prediksi yang akan diberikan meliput Hi (macet), Medium (sedang), dan Low (lancar).
Integrated Traffic Intelligent System
177
Untuk dapat mengembangkan sistem yang seperti itu, kita membutuhkan beberapa algoritma dan tools yang akan dijelaskan pada sub bab berikut.
5.1
String Matching Algorithm String Matching Algorithm merupakan algoritma yang kita
butuhkan untuk menemukan nama lokasi yang paling mirip dengan nama lokasi yang disebut pada Twitter. Hal ini diperlukan untuk mengatasi masalah penyingkatan serta typo yang sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Berikut merupakan ilustrasi dari penggunaan String Matching Algorithm.
Gambar 5.4 Ilustrasi Penggunaan String Matching Algorithm
Sebelum kita membahas mengenai berbagai macam algoritma String Matching kita akan memahami mengenai metode Q-grams terlebih dahulu karena metode ini erat kaitannya dalam perhitungan berbagai algoritma String Matching yang ada. Q-grams merupakan sebuah metode pencacahan sebuah string menjadi beberapa gram (substring) sesuai dengan nilai q yang dipilih. Terdapat dua jenis pemecahan dalam Qgrams (Changsheng Miao, Guiran Chang and Xingwei Wang), yaitu:
178
Integrated Traffic Intelligent System
Overlapping Q-grams Pada Overlapping Q-grams sebuah q-gram akan dibentuk pada setiap posisi dalam string. Sebagai contoh kita akan menerapkan metode 3-grams overlapping pada string “juanda”. Maka kita akan memperoleh hasil {(jua),(uan),(and),(nda)}.
Consecutive Q-grams Pada Consecutive Q-grams, sebuah q-gram akan dibentuk dari setiap posisi kelipatan q. Sebagai contoh kita akan menerapkan metode 3-grams consecutive pada string “juanda”. Maka kita akan memperoleh hasil {(jua),(nda)}. Nilai Q dari Q-grams dapat berupa berbagai nilai sesuai
kebutuhan. Jika kita memilih q = 1 maka kita akan menerapkan metode unigram, yakni kita melakukan pemecahan kalimat atau frase menjadi masing-masing kata. Sebagai contoh kita akan menerapkan unigram pada
string
“tanah
{(tanah),(abang)}.
abang”,
Selain
itu
maka
kita
terdapat
akan
beberapa
mendapatkan variasi
dalam
pengembangan metode Q-grams seperti dengan menambahkan karakter bukan alfabet sebagai prefix maupun suffix dari suatu string. Misalnya kita ingin menerapkan metode 3-gram consecutive dengan adanya penambahan prefix dan suffix, maka kita akan mendapatkan {(##j),(#ju),(jua),(uan), (and),(nda),(da$),(a$$)}. Pada
dasarnya
proses
dari
String
Matching
Algorithm,
merupakan sebuah permasalahan T-Occurrence. Yakni permasalahan pencarian kumpulan string yang muncul setidaknya T kali pada kumpulan inverted list yang diperoleh dari setiap gram.
Integrated Traffic Intelligent System
179
“T-occurrence Problem : Misalkan Q adalah query dan G(Q, q) merupakan kumpulan q-gram untuk konstanta q. Cari string yang muncul minimal sebanyak T kali pada kumpulan inverted list di G(Q, q), dimana T adalah konstanta (Chen Li, Jiaheng Lu and Yiming Lu)”
Dalam konteks ini, kita dapat menyelesaikan masalah toccurrence problem dengan melakukan algoritma Scan Count dan Divide Skip terhadap pencarian nama lokasi ke dalam database yang ada. Kedua algoritma tersebut merupakan algoritma yang dikembangkan oleh Li di tahun 2008 untuk mempercepat komputasi dalam pencarian kumpulan string yang mirip terhadap string query yang diberikan.
Algoritma Scan Count Algoritma Scan Count menghitung jumlah kemunculan setiap string dalam database yang terkandung di dalam tiap gram query yang diberikan. Berikut merupakan pseudocode algoritma scan count.
Gambar 5.5 Pseudocode Scan Count
180
Integrated Traffic Intelligent System
Algoritma Divide Skip Algoritma Divide Skip adalah algoritma yang dikembangkan dari Scan Count untuk meningkatkan optimasi dari pencarian string ke dalam database. Algoritma ini membagi list dari masingmasing gram menjadi dua buah bagian setelah terlebih dahulu diurutkan. Bagian pertama adalah kumpulan list dengan jumlah elemen sedikit. Sedangkan bagian yang kedua adalah kumpulan list dengan jumlah elemen banyak. Pada list pendek (jumlah elemennya sedikit) akan diterapkan algoritma Scan Count dengan threshold sebesar T-L kali dengan L adalah banyaknya list yang ada pada bagian list dengan jumlah elemen banyak. Setelah kita mendapatkan hasil dari Scan Count, hasil tersebut akan digunakan untuk mencari elemen yang muncul setidaknya sebanyak T kali dalam list panjang (jumlah elemen banyak). Dengan demikian kita tidak perlu menelusuri seluruh elemen pada list panjang. Berikut merupakan pseudocode dari algoritma Divide Skip:
Gambar 5.6 Pseudocode Divide Skip
Integrated Traffic Intelligent System
181
Saat ini terdapat berbagai macam algoritma yang dapat digunakan untuk menghitung kemiripan antara dua buah string. Beberapa algoritma yang sering digunakan meliputi:
Algoritma Levenshtein Distance Levenshtein
Distance
merupakan
algoritma
yang
mendeskripsikan nilai kemiripan antara dua buah string dari berapa jumlah minimal insert, delete, dan substitusion yang diperlukan untuk dapat mengubah suatu string menjadi string yang lain [ (Levenshtein); (Navarro and Raffinot)]. Dalam perhitungannya, algoritma Levenshtein Distance atau yang sering dikenal dengan Edit Distance, dapat memanfaatkan dynamic programming
untuk
mempermudah
dan
mempercepat
komputasi yang diperlukan. Edit distance ed ( x, y) y y1... yn
antara string x x1...xm dengan
dimana x, y dan merupakan karakter alfabet. *
Sehingga kita dapat membentuk matriks berukuran M1...m1,1....n1 untuk melakukan perhitungan ed ( x, y) dimana nilai edit distance berada pada posisi
M m 1, n 1 .
Perhitungan masing-masing cell
pada posisi M i , j dihitung berdasarkan persamaan 5-1, dimana nilai (a, b) 0 jika a b dan 1 jika a b .
182
Integrated Traffic Intelligent System
M 1,1 0 M i, j
M i 1, j1 min M i , j 11 M i 1, j 1 ( xi , y j ) Persamaan 5.1
Gambar 5-5 merupakan contoh perhitungan kemiripan antara XDERES dengan KALIDERES. Dari perhitungan tersebut kita mendapatkan nilai 4 (cell M m1,n 1 ) yang berarti kita membutuhkan 4 buah operasi untuk dapat mengubah string XDERES menjadi KALIDERES.
Gambar 5.7 Perhitungan nilai edit distance antara KALIDERES dan XDERES Meskipun kita telah memperoleh nilai edit distance dengan menggunakan
Persamaan 5.1 , kita belum dapat mengatakan apakah kedua string tersebut mirip atau tidak, hanya dengan menggunakan persamaan tersebut. Sebagai contoh nilai
ed ( JUANDA, DJUANDAN ) 2 dan ed ( ABC , AFF ) 2 dari nilai tersebut kita dapat mengatakan bahwa string JUANDA dengan DJUANDAN cukup mirip, namun untuk string ABC dengan AFF tidak mirip meskipun nilainya sama, yakni 2. Dengan demikian Integrated Traffic Intelligent System
183
perlu adanya fungsi yang menormalisasi nilai tersebut sehingga kita dapat mengetahui apakah kedua buah string mirip atau tidak. Salah satu fungsi yang dapat kita gunakan adalah:
sim( s1 , s2 )
max( s1 , s2 ) ed ( s1 , s2 ) max( s1 , s2 ) Persamaan 5.2
Dengan menggunakan Persamaan 5.2 terhadap contoh perhitungan kemiripan string XDERES dengan KALIDERES pada gambar 5-7. Maka kita dapat memperoleh nilai:
sim( s1 , s2 )
max( s1 , s2 ) ed ( s1 , s2 ) max( s1 , s2 )
max( 6,9) 4 9 4 0.555556 max( 6,9) 9
Jika nilai yang dihasilkan semakin mendekati nilai 1, maka kedua string tersebut semakin mirip. Sedangkan jika nilai yang dihasilkan mendekati nilai 0, maka kedua string tersebut semakin tidak mirip.
Algoritma Jaccard Secara umum algoritma Jaccard merupakan representasi berapa jumlah elemen yang sama antara set X dan Y dibandingkan dengan berapa jumlah semua elemen unik yang terdapat pada set X dan Y. dimana set X adalah set dari string pertama, sedangkan set Y adalah set dari string kedua (Jiannan Wang, Guoliang Li and Jianhua Fe). Atau secara matematik dapat kita tuliskan sebagai berikut:
184
Integrated Traffic Intelligent System
Jaccard ( x, y )
X Y X Y Persamaan 5.3
Elemen pada masing-masing set biasanya terbentuk dengan memanfaatkan metode q-gram, dimana string x akan dicacah menjadi beberapa gram sesuai dengan nilai q yang ditentukan. Berikut merupakan contoh perhitungan nilai Jaccard terhadap string XDERES dan KALIDERES dengan menggunakan metode 3-gram untuk membentuk masing-masing set. Pertama kita akan membentuk dua buah set berdasarkan masing-masing string, sehingga kita dapatkan:
X { XDE, DER, ERE , RES } Y {KAL, ALI , LI , I D, DE, DER, ERE , RES } Kemudian kita akan menghitung set irisan dari X dan Y serta set gabungan dari X dan y, sehingga:
X Y {DER, ERE , RES } X Y { XDE, DER, ERE , RES , KAL, ALI , LI , I D, DE} Langkah terakhir, kita tinggal menghitung nilai dari Jaccard, yakni: Jaccard ( x, y )
X Y X Y
3 1 9 3
Algoritma Cosine Secara umum algoritma ini mirip dengan algoritma Jaccard, yakni adanya set yang di dalamnya terdapat kumpulan gram yang berasal dari pemecahan string yang ingin kita hitung kemiripannya (Jiannan Wang, Guoliang Li and Jianhua Fe).
Integrated Traffic Intelligent System
185
Secara matematik algoritma Cosine dihitung dengan persamaan berikut:
Cosine( x, y )
X Y X .Y Persamaan 5.4
Berikut merupakan contoh perhitungan nilai Cosine terhadap string XDERES dan KALIDERES dengan menggunakan metode 3-gram untuk membentuk masing-masing set. Pertama kita akan membentuk dua buah set berdasarkan masing-masing string, sehingga kita dapatkan:
X { XDE, DER, ERE , RES } Y {KAL, ALI , LI , I D, DE, DER, ERE , RES } Kemudian kita akan menghitung set irisan dari X dan Y sehingga:
X Y {DER, ERE , RES } Langkah terakhir, kita tinggal menghitung nilai dari Cosine (x,y), sehingga kita peroleh:
Cosine( x, y )
5.2
X Y X .Y
3 3 3 4.8 32 4 2
Online Mapping Perkembangan teknologi yang cukup pesat memberikan
pengaruh terhadap perkembangan penggunaan dan fitur dari online mapping yang ada. Saat ini terdapat dua buah online mapping yang sering digunakan dalam mengembangkan suatu sistem, yakni google maps dan OpenStreetMap. Aplikasi online mapping ini dibutuhkan untuk melakukan visualisasi dan pengecekan lokasi yang disebut di dalam Twitter. 186
Integrated Traffic Intelligent System
Aplikasi Google Maps Google Maps merupakan layanan pemetaan gratis dan cukup mapan yang disediakan oleh Google. Google Maps menawarkan peta jalan, perencanaan rute, pencarian lokasi serta citra dari satelit yang dapat digunakan dalam berbagai platform (Cullum).
Gambar 5.8 Tampilan Google Maps
Keuntungan dari Google Maps: Terdapat beberapa detail area yang mungkin tidak dimiliki OpenStreetMap. Simple, Straightforward dan mudah digunakan. Teradapat tiga buah map views: normal, satellite dan terrain. Meskipun demikian Google Maps memiliki Terms and Conditions sebagai berikut: Kita tidak diperbolehkan untuk menyimpan dan memberikan layanan copies of images yang di-generate oleh Google Static Maps API dari website yang kita buat. Integrated Traffic Intelligent System
187
Sejak 1 Oktober 2011, commercial web sites dan applications yang menggunakan Maps API tidak diperbolehkan mencapai 2500 map transactions. Penggunan Google Geocoding API terbatas pada 2500 geolocation request per hari.
Gambar 5.9 Tampilan OpenStreetMap
Aplikasi OpenStreetMap OpenStreetMap (OSM) merupakan free and editable map yang mencakup seluruh dunia. OSM dianggap sebagai “the most extensive, publicly available, mapping solution in the world.” OSM sangat didukung oleh komunitasnya dalam mengoleksi data, menambah/meng-update peta sehingga setiap orang dapat menggunakan secara bebas (OpenStreetMap, About). Data lokasi pada peta berasal dari berbagai sumber seperti dari GPS, satelit serta pengetahuan pengguna terhadap suatu area.
188
Integrated Traffic Intelligent System
Keuntungan dari OpenStreetMap: Map dapat dengan mudah untuk dikostumisasi sesuai dengan kebutuhan kita. Komunitas lokal dapat meningkatkan fungsionalitas pada peta dengan menambahkan informasi secara detail maupun informasi yang mengalami perubahan. Kebebasan untuk meng-copy, mendistribusi, transmit, dan mengadaptasi peta dan data kita selama kita memberikan credit kepada OpenStreetMap dan para kontributornya. OpenStreetMap memiliki Terms and Conditions sebagai berikut: OpenStreetMap merupakan open data, dan lisensinya di bawah Open Database License 1.0 (ODbL). Keterbukaannya resource yang diberikan oleh OpenStreetMap membuat
beberapa
perusahaan
atau
komunitas
ikut
mengembangkan aplikasi online mapping dengan berbagai variasi. Salah satu aplikasi yang mendukung OSM adalah MapQuest.
Aplikasi MapQuest MapQuest merupakan salah satu aplikasi online terbesar yang mendukung OSM. Berbagai fitur disediakan untuk memfasilitasi developer dalam membangun aplikasi, baik aplikasi desktop, web maupun mobile. JavaScript 6.0 SDK disediakan untuk client-side development,
sedangkan
untuk
server-side
development
disediakan C++, .NET, serta Java SDK (OpenStreetMap, MapQuest). Dalam buku ini MapQuest dipilih sebagai tools untuk melakukan virtualisasi lokasi yang disebut pada suatu Twitter
Integrated Traffic Intelligent System
189
setelah teks lokasi tersebut diolah menggunakan String Matching Algorithm.
Gambar 5.10 Tampilan MapQuest
Dalam melakukan virtualisasi lokasi yang ditunjuk dalam Twitter menjadi sebuah lokasi jalan yang cukup spesifik membutuhkan adanya sebuah fasilitas routing service sehingga lokasi yang dicakup menjadi lebih presisi. Salah satu alternatif yang dapat kita gunakan adalah dengan memanfaatkan aplikasi Yet Another OpenStreetMap Routing Service.
Yet Another OpenStreetMap Routing Service Yet Another OpenStreetMap Routing Service merupakan sebuah aplikasi yang open source yang sering dikenal sebagai YOURS, bertujuan untuk memberikan layanan routing berdasarkan data yang ada pada OSM (OpenStreetMap, YOURS). Saat ini YOURS telah terintegrasi dengan beberapa aplikasi pendukung seperti Gosmore the routing engine dan Namefinder the indexing service.
190
Integrated Traffic Intelligent System
Salah satu fasilitas yang dapat kita manfaatkan adalah web service yang disediakan oleh yournavigation.org.
Gambar 5.11 Contoh Pemanggilan Web Service dari yournavigation.org
Gosmore menerapkan algoritma A* yang diimplementasikan dalam pemrograman Bahasa C, dengan demikian web service yournavigation.org menjadi sangat ringan, scalable dan cepat. Adapun beberapa parameter yang digunakan dalam web service ini yang meliputi : flat = latitude dari lokasi awal flon = longitude dari lokasi awal tlat = latitude dari lokasi akhir tlon = longitude dari lokasi akhir v = jenis transportasi fast = 1 untuk rute tercepat, 0 untuk rute terpendek layer = pemilihan instansi dari Gosmore yang digunakan untuk mengkalkulasi rute Web service ini akan mengembalikan sebuah file dengan format kml yang kemudian dapat kita manfaatkan untuk mengetahui jarak rute yang ditempuh dari koordinat yang diberikan. Format kml mirip dengan format xml. Berikut merupakan contoh file kml yang dikembalikan oleh web service yournavigation.org
Integrated Traffic Intelligent System
191
Gambar 5.12 Contoh file kml
5.3 Machine Learning Algorithm untuk Prediksi Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai berbagai pendekatan machine learning yang mampu dimanfaatkan menjadi bagian dari pengolahan data hasil ekstraksi dari Twitter untuk dijadikan modul prediksi. Prediksi yang dimaksud dalam hal ini adalah prediksi kondisi lalu lintas pada tempat dan waktu tertentu sehingga pengendara kendaraan bermotor dapat memilih jalur yang sesuai (tidak padat). Beberapa algoritma machine learning yang akan dijelaskan meliputi Naïve Bayes, Decision Tree, K-NN, Single Layer Perceptron, Learning Vector Quantization, serta Generalized Learning Vector Quantization.
Naïve Bayes Dasar utama algoritma Naïve Bayes adalah teorema Bayes yang digunakan untuk membuat keputusan dengan menggunakan probability inference (Naive Bayes Classifier). Teorema bayes:
192
Integrated Traffic Intelligent System
P ( h | D)
P ( D | h ) * P ( h) P ( D) Persamaan 5.5
Dimana:
P(h) : probabilitas independen dari h (prior probability)
P(D) : probabilitas independen dari D
P(D|h) : probabilitas kondisional dari D jika diketahui h (likelihood)
P(h|D) : probabilitas kondisional dari h jika diketahui D (posterior probability)
Algoritma ini menerapkan asumsi kuat (naïve) bahwa masing-masing fitur saling independen sehingga kita dapat membuat model probabilitas sebagai berikut:
C arg max P(C j | x1 ,..., xn ) arg max
P( x1 ,..., xn | C j ) P(C j ) P( x1 ,..., xn )
arg max P( x1 ,..., xn | C j ) P(C j ) Persamaan 5.6
Dengan adanya asumsi bahwa setiap nilai conditionally independent maka kita peroleh:
P( x1 ,..., xn | C j ) P( xi | c j ) i
Persamaan 5.7
C arg max P(c j ) P( xi | c j ) i
Persamaan 5.8
Integrated Traffic Intelligent System
193
Decision Tree Decision Tree merupakan salah satu jenis klasifikasi supervised learning. Keuntungan dari algoritma ini adalah kemudahan untuk diinterpretasikan oleh manusia karena model yang dibentuk adalah tree. Model tree terdiri dari dua buah jenis node, yakni leaf node sebagai representasi sebuah kelas dan decision node yang mengatur percabangan. Tidak semua variable digunakan dalam membangun sebuah tree, tetapi variable yang memiliki pengaruh yang cukup besar yang digunakan.
Gambar 5.13 Ilustrasi decision tree
Algoritma decision tree memiliki beberapa variasi yang sering digunakan seperti REPTree dan J48. REPTree merupakan fast decision tree learner yang membangun model menggunakan information gain dalam membuat percabangan serta terdapat proses pruning menggunakan reduced error pruning. J48 merupakan algoritma modifikasi dari C4.5 yang terdapat di WEKA. Data training diurutkan berdasarkan nilai dari attribute dan entropy gain (Y. a. Zhao). 194
Integrated Traffic Intelligent System
Algoritma K-Nearest Neighbors Algoritma K-Nearest Neighbors atau sering dikenal dengan KNN merupakan sebuah lazy learning algorithm dimana seluruh data training akan disimpan ke dalam memori. Suatu data masukan akan dikelompokkan kedalam kelas tertentu dengan melakukan vote terhadap sejumlah tetangganya. Penentuan jarak antar data dapat dilakukan dengan menggunakan Eucledian Distance, Minkowski Distance maupun Manhattan Distance (Sayad). Eucledian Distance k
(x
i
i 1
yi ) 2 Persamaan 5.9
Minkowski Distance 1/ q
k (| xi yi |) q i 1
Persamaan 5.10
Manhattan Distance k
| x y | i 1
i
i
Persamaan 5.11
Dengan demikian pseudocode dari algoritma K-NN adalah sebagai berikut:
Integrated Traffic Intelligent System
195
Gambar 5.14 pseudocode KNN
Sebagai ilustrasi kita akan menentukan apakah kelas dari suatu input (notasi X) dengan menggunakan 5-NN sesuai pada gambar berikut. Objek lingkaran kita anggap merupakan data dengan kelas lingkaran, sedangkan objek kotak merupakan data dengan kelas kotak.
Gambar 5.15 Contoh perhitungan KNN
Jika kita lihat 5 tetangga terdekat dari objek X, maka kita akan mendapatkan 3 buah kotak dan 2 buah lingkaran. Dengan demikian objek X akan kita masukkan ke dalam kelas kotak.
Single Layer Perceptron Algoritma single layer perceptron (SLP) merupakan algoritma feed-forward network berdasarkan fungsi threshold. Output yang dihasilkan akan menjadi acuan untuk mengubah bobot. SLP adalah artificial neural networks paling sederhana
196
Integrated Traffic Intelligent System
dimana nilai awal masing-masing bobot didapatkan melalui fungsi random (Sayad). Keseluruhan nilai bobot input akan dijumlahkan dan dibandingkan dengan nilai threshold. Jika nilai penjumlahan lebih dari threshold maka output akan bernilai 1, jika tidak maka akan bernilai 0.
w1 x1 w2 x2 ... wn xn 1 w1 x1 w2 x2 ... wn xn 0 Persamaan 5.12
Apabila output menghasilkan prediksi yang tidak sesuai dengan nilai yang diinginkan maka bobot akan diubah dengan persamaan:
w d x Persamaan 5.13
Dimana: d output prediksi - output yang diharapkan learning rate x data input
Algoritma SPL dapat dilustrasikan sebagai kumpulan input unit yang dipetakan kedalam beberapa output unit seperti pada gambar.
Gambar 5.16 Ilustrasi SLP
Integrated Traffic Intelligent System
197
Learning Vector Quantization Algoritma
Learning
Vector
Quantization
(LVQ)
merupakan metode pengenalan pola dimana setiap unit output merepresentasikan sebuah kelas (Kohonen). Konsep utama dari algoritma ini adalah adanya vektor pewakil sebagai center dari masing-masing kelas dengan karakteristik jaringan lapis tunggal tanpa adanya hidden layer.
Gambar 5.17 Pseudocode LVQ
Pada perkembangannya algoritma LVQ telah berkembang menjadi 4 macam jenis, yakni LVQ1, LVQ2, LVQ2.1 serta LVQ3 yang akan dijelaskan pada sub bab ini.
LVQ1 Pada LVQ1, setiap satu sampel data akan mengubah satu vektor pewakil yang terdekat dengan posisi data tersebut. Jika vektor pewakil terdekat memiliki kategori yang sama dengan input, maka posisi vektor pewakil tersebut akan didekatkan dengan input. Namun jika kategori vektor pewakil terdekat berbeda 198
Integrated Traffic Intelligent System
dengan input, maka posisi vektor pewakil tersebut akan dijauhkan dengan input. Berikut merupakan ilustrasi dari algoritma LVQ1.
Gambar 5.18 Contoh Kasus Vektor Pewakil didekatkan
Pada Gambar 5.18 terlihat data x berada pada kelas yang sama dengan vektor pewakil terdekat (vektor apel) sehingga vektor pewakil tersebut didekatkan ke arah data x. Sedangkan pada Gambar 5.19 terlihat data x lebih dekat dengan vektor pewakil yang berbeda kelas, sehingga vektor pewakil tersebut dijauhkan dari data x.
Gambar 5.19 Contoh Kasus Vektor Pewakil dijauhkan
Integrated Traffic Intelligent System
199
LVQ2 Pada LVQ2, perubahan posisi vektor pewakil tidak hanya dilakukan pada satu vektor pewakil dengan jarak terdekat untuk setiap satu sampel data. Perubahan posisi vektor dilakukan terhadap 2 vektor pewakil terdekat wc (Vektor pewakil terdekat pertama) dan wr (Vektor pewakil terdekat kedua setelah wc). Adapun aturan yang harus dipenuhi untuk perubahan posisi kedua vektor pewakil tersebut: 1.
Pilih satu sampel data x
2. Tentukan wc dan wr 3. Pada wc dan wr terapkan aturan berikut
Cwc Cwr dan Cwx Cwr , dimana wc dan wr berada pada kelas yang berbeda dan x merupakan anggota dari kelas wr
Kondisi
dc d (1 ) dan c (1 ) terpenuhi dr dr
4. Apabila kondisi pada no 3 terpenuhi maka akan dilakukan update dengan persamaan
wc wc ( x wc ) wr wr ( x wr ) Persamaan 5.14
Melalui persamaan tersebut kita akan mendekatkan wc terhadap x dan menjauhkan wr terhadap x.
200
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 5.20 Ilustrasi LVQ2
LVQ2.1 Adanya syarat bahwa data x harus berasal dari kategori vektor kedua Cwx Cwr mebuat adanya variasi pada LVQ2 menjadi LVQ2.1 dimana syarat tersebut diabaikan dan diganti menjadi minimal data x merupakan kategori pada salah satu vektor wc atau wr. Kondisi update akan dilakukan jika memenuhi persyaratan berikut: 1.
Lakukan perhitungan untuk mendapatkan 2 vektor terdekat wc1 dan wc2
2. Apabila
nilai
d d min c1 , c 2 d c 2 d c1
(1 )
dan
d d max c1 , c 2 (1 ) dan diasumsikan bahwa x d c 2 d c1
berasal dari kelas wc1 maka akan dilakukan update dengan persamaan
wc wc ( x wc ) wr wr ( x wr ) Persamaan 5.15
Integrated Traffic Intelligent System
201
Algoritma LVQ2.1 dapat dilihat ilustrasinya sebagai berikut:
Gambar 5.21 Ilustrasi Algoritma LVQ2.1
LVQ3 Algoritma LVQ3 digunakan untuk melakukan update pada kelas yang direpresentasikan kedalam beberapa vektor pewakil. Aturan update akan mendekatkan kedua vektor pewakil terdekat dengan kategori kelas yang sama dengan data sampel x menuju data x tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada ilustrasi berikut:
Gambar 5.22 Ilustrasi Algoritma LVQ3
202
Integrated Traffic Intelligent System
Generalized Learning Vector Quantization Generalized Learning Vector Quantization (GLVQ) merupakan algoritma yang dikembangkan dari algoritma LVQ2.1 oleh (Atsushi Sato and Keiji Yamada). Perkembangan yang terjadi adalah pada aturan update yang dilakukan untuk mengubah bobot vektor pewakil sehingga konvergensi pada vektor pewakil tersebut
terjamin.
meminimalisasi
Proses
cost
pembelajaran
function
yang
yang
dilakukan
dihasilkan
oleh
misclassification error melalui metode gradient descent. Error rate dapat dihitung dengan persamaan
( x)
d1 d 2 dimana d1 d 2
2
d i x wi . Dari persamaan error rate tersebut kita perlu N
meminimalkan cost function S,
S f ( ( x)) dimana N i 1
merupakan jumlah dari vektor masukan dan
f ( ( x))
merupakan fungsi monoton naik. Untuk meminimalkan S maka kita akan mengupdate w1 dan w1 dengan metode steepest descent melalui persamaan:
f 4d 2 ( x w1 ) d1 d 2 2 f 4d1 w2 w2 ( x w2 ) d1 d 2 2 w1 w1
Persamaan 5.16
Fungsi monoton naik yang dipakai adalah fungsi sigmoid f ( , t )
1 dimana 1 e t
f f ( , t )(1 f ( , t )) .
Pseudocode
dari algoritma GLVQ adalah sebagai berikut: Integrated Traffic Intelligent System
203
Gambar 5.23 Pseudocode Algoritma GLVQ
5.4 Pengambilan Data Untuk membangun sistem ini, kita perlu mengolah dua buah data yaitu data Twitter dan data nama jalan di Jakarta.
Data Jalan di Jakarta Nama jalan di Jakarta berikut koordinat latitude dan longitudenya dapat kita peroleh dengan memanfaatkan data yang disediakan oleh OpenStreetMap. Data tersebut dapat diunduh melalui alamat web: http://downloads.cloudmade.com/asia/southeastern_asia/indon esia/jakarta_raya/jakarta_raya.highway.osm.bz2. Dengan adanya asumsi bahwa tweet yang diberikan oleh @TMCPoldaMetro adalah informasi kondisi lalu lintas jalan utama dan sekunder, maka kita hanya akan membangun database berdasarkan kedua jenis data tersebut. Kita dapat mengetahui data tersebut dengan
204
Integrated Traffic Intelligent System
adanya tag
serta . Adapun struktur data jalan dari OSM adalah berupa kumpulan node yang masing-masingnya berisi id dan koordinat latitude dan longitude.
Gambar 5.24 Struktur Node pada OSM
Gambar 5.25 merupakan contoh struktur data jalan HOS Cokro Aminoto, terlihat bahwa jalan tersebut terdiri dari 12 node dan merupakan jalan primer (utama).
Gambar 5.25 Sturktur jalan pada OSM
Data yang kita peroleh dari OSM tersebut perlu kita olah terlebih dahulu melalui program sederhana untuk parsing kedalam database yang akan kita buat. Adapun database yang akan kita buat dapat dilihat melalui Entity Relationship Diagram berikut: Integrated Traffic Intelligent System
205
Gambar 5.26 ERD untuk database data jalan di Jakarta
Dari Entity Relationship Diagram dan proses parsing yang dilakukan maka kita akan mendapatkan tabel-tabel berikut: Tabel 5.1 Contoh data pada entitas street_description
206
id
street_name
type
way
2
Pasar Senen
primary
2
3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kesenian Budi Utomo Gunung Sahari Lapangan Banteng Utara Kartini Lenteng Agung Timur Akses UI A.R. Hakim Juanda
secondary secondary primary secondary primary primary primary primary primary
1 1 2 1 2 1 1 1 2
Integrated Traffic Intelligent System
Adapun contoh tabel pada street_node dapat dilihat pada Tabel 5.2 Tabel 5.2 Contoh data pada tabel street_node
Dari
tabel
id
latitude
longitude
74783
-6.19551
106.8231
74782 74781 74780 74779 74778 74777 74776 74775 74774
-6.19443 -6.24295 -6.3798 -6.37962 -6.377 -6.21634 -6.21694 -6.22215 -6.2224
106.823 106.8437 106.8511 106.851 106.832 106.7732 106.7734 106.7703 106.7704
street_description
kita
dapat
membangun
tabel
extended_descritption seperti pada Tabel 5.3 Tabel 5.3 Contoh data pada tabel extended_description
id
id_street reference
first
center
last
721
547
1
48488
48500
48512
722 723 724 725 726 727 728 729 730
547 552 552 567 567 568 568 569 569
2 1 2 1 2 1 2 1 2
52885 53741 53816 57737 57734 57741 57755 59888 59889
48522 53753 53782 57738 57735 57746 57756 59887 59892
3359 53768 53769 57740 57736 57753 57758 59885 59890
Integrated Traffic Intelligent System
207
Data yang akan menjadi entry dari tabel GRAM adalah data nama jalan pada tabel street_description yang dilakukan pemecahan sehingga menjadi 3-gram (3 karakter). Tabel 5.4 Contoh data pada tabel gram
id
gram
1
gke
2 3 4 5 6 7 8 9 10
r3 cce gko ted tel ten gla ter kti
Selain itu akan terdapat tabel-tabel yang berasal dari relasi antar entitas yang ada dari ERD pada Gambar 5.26 seperti Tabel 5.5 dan Tabel 5.6 Tabel 5.5 Contoh data pada tabel street_path
id
208
id_street id_node
1
3
100
2 3 4 5 6 7 8 9 10
3 4 4 4 4 6 6 6 10
109 100 10427 10429 10464 100 108 10421 484
Integrated Traffic Intelligent System
Tabel 5.6 Contoh data pada tabel gram_street
id_gram id_street
1
522
4 7 7 7 7 7 7 7 9
102 8 12 109 131 328 349 414 133
Data Twitter Data Twitter yang akan dibahas dan diolah dalam buku ini adalah data Twitter dari TMC Polda Metro Jaya melalui akunnya @TMCPoldaMetro. Pemilihan akun Twitter ini disebabkan karena informasi yang diberikan oleh akun ini dianggap merupakan informasi yang kebenarannya tidak lagi diragukan. Proses pengambilan Twitter dari @TMCPoldaMetro dapat dilakukan
dengan
memanfaatkan
Twitter
API
(https://dev.twitter.com/). Jika kita perhatikan, Twitter dari @TMCPoldaMetro memiliki 3 buah pola, yakni pola dengan satu nama lokasi, dua nama lokasi dan 3 nama lokasi.
Gambar 5.27 Contoh Tweet dengan satu nama lokasi
Integrated Traffic Intelligent System
209
Gambar 5.28 Contoh Tweet dengan dua nama lokasi
Gambar 5.29 Contoh Tweet dengan tiga nama lokasi
Dari ketiga pola tersebut, langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan melakukan proses parsing sehingga kita mendapatkan data berupa: jam, hari, nama lokasi (satu hingga tiga), beserta kondisi lalu lintasnya. Setelah kita mendapatkan informasi-informasi tersebut melalui proses parsing, kemudian kita akan melakukan proses penyederhanaan masing-masing informasi agar dapat dikelompokkan dengan lebih mudah. Adapun aturan yang dapat dilakukan adalah:
Membuat fitur latitude awal, longitude awal, latitude akhir dan longitude akhir dengan menggunakan String matching algorithm.
Fitur hari dengan memetakan nama hari menjadi angka dari 0 hingga 6, dimana angka 0 adalah hari Minggu dan 6 adalah hari Sabtu.
Fitur jam dengan memetakan jam menjadi angka 0 sampai 11, dimana setiap angka mewakili durasi 2 jam dimulai dari pukul 00:00.
210
Integrated Traffic Intelligent System
5.5 Implementasi Program Konsep dan algoritma yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya akan kita implementasikan ke dalam web application dengan basis java, sehingga kita membutuhkan XAMPP sebagai server untuk menjalankan Apache Tomcat serta MySQL untuk pembuatan database.
Nama Lokasi
Web Page Servlet
Pencarian Nama Lokasi Termirip
Pencarian Koordinat Lokasi
Mapping
Gambar 5.30 Alur pemrosesan untuk visualisasi
Pencarian nama lokasi termirip Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan algoritma 3gram divide skip merupakan alogritma yang paling optimal digunakan
untuk
permasalahan
String
Matching.
Dalam
perhitungannya setelah kita mendapatkan kandidat yang memenuhi dari aturan divide skip maka kita akan memilih satu nama
lokasi
termirip
dengan
memanfaatkan
algoritma
Levenshtein Distance.
Integrated Traffic Intelligent System
211
Gambar 5.31 Alur Implementasi dengan 3-gram Devide skip
Pencariaan koordinat lokasi Setelah kita mendapatkan nama lokasi yang sesuai dengan yang terdapat pada database, selanjutnya kita akan mencari koordinatnya agar dapat divisualisasikan ke dalam peta. Dengan demikian kita akan memperhatikan ketiga pola dari Tweet yang diberikan oleh @TMCPoldaMetro. Pada kasus satu nama lokasi maka kita dapat berasumsi bahwa keseluruhan jalan dari ujung permulaan jalan hingga ujung akhir jalan dimaksudkan di dalam informasi tersebut. Alur implementasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
Gambar 5.32 Alur implementasi pada satu nama lokasi
Pada kasus berikutnya, untuk kasus dengan dua nama lokasi kita dapat berasumsi bahwa informasi yang ingin disampaikan meliputi kondisi suatu jalan menuju suatu jalan tertentu dengan kemungkinan titik tengah jalan tersebut menuju titik akhir jalan apabila titik akhir lebih dekat dengan lokasi acuan daripada titik awal, atau titik tengah menuju titik 212
Integrated Traffic Intelligent System
awal jalan jika sebaliknya. Alur implementasi yang dapat dilakukan dapat berupa sebagai berikut.
Gambar 5.33 Alur implementasi pada dua nama lokasi
Kasus terakhir, yakni kasus ketiga merupakan kasus dimana informasi yang diberikan mencakup informasi mengenai 3 nama lokasi. Pada kasus ini biasanya informasi berisi mengenai kondisi sebuah jalan yang menuju ke suatu arah dari suatu arah tertentu. Sehingga, kita perlu mencari koordinat lokasi pada jalan yang terdekat dengan lokasi yang menjadi lokasi acuan awal serta acuan
akhir.
memanfaatkan
Pencarian web
yournavigation.org.
lokasi service
Berikut
terdekat yang
merupakan
tersebut
dapat
disediakan
oleh
alur
yang
dapat
diimplementasikan. Integrated Traffic Intelligent System
213
Gambar 5.34 Alur implementasi pada 3 nama lokasi
Setelah kita dapat memetakan atau memvisualisasikan kedalam peta informasi yang diberikan melalui media Twitter tersebut, langkah terakhir adalah dengan melakukan proses klasifikasi pada hasil koordinat yang telah diperoleh dengan terlebih dahulu melakukan proses normalisasi dengan membuat skala dari masing-masing fitur menjadi bilangan antara 0 hingga 1. Sedangkan pada kondisi akan dipetakan menjadi 3 kelompok kelas, yakni Hi, Medium, dan Low. Selanjutnya data tersebut akan dilakukan klasifikasi dengan tools WEKA.
5.6 Analisa Hasil Pengujian hasil dilakukan dengan menggunakan 1938 data Twitter yang diperoleh selama 5 minggu dimana hanya terdapat 1449 data yang memiliki keseluruhan fitur secara lengkap dikarenakan terdapat beberapa data yang tidak lengkap akibat tidak ditemukannya nama lokasi yang sesuai ataupun informasi node yang tidak lengkap. Berikut 214
Integrated Traffic Intelligent System
merupakan hasil uji coba dengan 30 data uji pada algoritma 3-gram divide skip. Tabel 5.7 Hasil uji coba dengan 30 data uji
Data
Devide Skip
Jl H R Rasuna Said
data tidak ditemukan
Pos Tanjung Priok
taman stasiun tanjung priok
Jl Thamrin
mh thamrin
jl Danau Sunter Utara
danau sunter utara
jalan Sunter Utara
danau sunter utara
Slipi Jaya
Slipi Jaya
Jl Matraman
matraman raya
Tomang
tomang raya
Jl Pos Pengumben
pos pengumben
Jl Gatot Subroto
gatot soebroto
Kalibata
kalibata
Cililitan
cililitan besar
Tomang
tomang raya
Jl Rasuna Said
rasuna said
Jl Jatibaru
jatibaru
Jl Gajah Mada
gajah mada
Slipi
Slipi Jaya
Jl Panglima Polim
panglima polim raya
Jl Sudirman
sudirman
Jl I Gusti Ngurah Rai
i gusti ngurah rai
Mangga Besar
mangga besar
jln raya bogor
raya bogor
Jl Margonda Raya
jalan raya margonda
Fatmawati
fatmawati
Pasar Jumat
pasar jumat
Pancoran
pancoran
Jl Pramuka Raya
pramuka
Jl Imam Bonjol
imam bonjol
jalan Raya Kalimalang jalan Raya Pesanggrahan
kalimalang pesanggrahan
Integrated Traffic Intelligent System
215
Berdasarkan Tabel 5.7, kita dapat melihat bahwa akurasi yang diberikan oleh algortima 3-gram divide skip cukup memuaskan untuk membentuk sistem informasi ini. Algoritma 3-gram divide skip memiliki waktu rata-rata sekitar 172.7 milisecond dalam menangani satu nama lokasi. Tahapan berikutnya adalah menguji kebenaran dari visualisasi peta koordinat berdasarkan lokasi yang diberikan baik pada kasus 1 nama lokasi, 2 nama lokasi maupun 3 nama lokasi. Berikut merupakan contoh hasil visualisasi pada kasus satu nama lokasi.
Gambar 5.35 Jalan Ragunan
Gambar 5.36 Jalan Kalibata
216
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 5.37 Jalan Akses UI
Pada kasus 2 nama lokasi, berikut merupakan contoh hasil visualisasi dari input yang diberikan. Terlihat plotting dilakukan pada titik tengah jalan menuju titik ujung yang terdekat dengan koordinat lokasi kedua.
Gambar 5.38 Kalibata arah Pasar Minggu
Integrated Traffic Intelligent System
217
Gambar 5.39 Kalibata arah Dewi Sartika
Gambar 5.40 Pasar Minggu arah Pancoran
Sama seperti kasus-kasus lainnya buku ini akan memberikan 3 buah contoh dalam kasus 3 nama lokasi. Berikut merupakan gambar visualisasinya.
218
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 5.41Tanjung Barat dari Pancoran menuju Taman mini
Gambar 5.42 Pasar Minggu dari Pancoran Menuju Kalibata
Integrated Traffic Intelligent System
219
Gambar 5.43 Pasar Minggu dari Lenteng Agung menuju Ragunan
Setelah kita mendapatkan koordinat lokasi yang kita inginkan, langkah berikutnya adalah melakukan proses klasifikasi terhadap fiturfitur yang diinginkan, yakni Latitude Awal, Longitude Awal, Latitude Akhir, Longitude Akhir, Hari, Jam, dan Kondisi menggunakan tools WEKA. Dimana data pada 4 minggu pertama akan dijadikan sebagai data training sedangkan data pada minggu ke-5 akan dijadikan data testing. Berikut merupakan akurasi hasil dari proses klasifikasi tersebut menggunakan berbagai proses klasifikasi yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya.
220
Integrated Traffic Intelligent System
Gambar 5.44 Akurasi dari proses klasifikasi
Dengan
demikian
kita
dapat
mengembangkan
sistem
pengolahan informasi lalu lintas berdasarkan media Twitter. Proses pengembangan sistem ini tidak hanya berakhir di sini, namun masih banyak berbagai variasi dan konsep yang dapat dilakukan untuk mengembangkan sistem yang lebih baik lagi. Besar harapan penulis agar pembaca dapat terinspirasi dan mengembangkan sistem yang jauh lebih baik demi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Integrated Traffic Intelligent System
221
DAFTAR PUSTAKA (Google’s).,
Privacy
Policy.
n.d.
10
Jan
2013.
. Al Afif, Faris. "Implementasi Prototipe Sistem Pengaturan Lampu Lalu Lintas
Terdistribusi
Penjejakan
Dengan
Kendaraan
Optimasi
Berbasis
Pengenalan
Pemrosesan
Dan
Video."
Undergraduate Honors Thesis. 2011. Atsushi Sato and Keiji Yamada. "Generalized Learning Vector Quantization." NIPS. 1995. 423-429. Baf, Fida, Thierry Bouwmans and Bertrand Vachon. "Type-2 Fuzzy Mixture of Gaussians Model: Application to Background Modeling." Proceedings of the 4th International Symposium on Advances in Visual Computing. 2008. 772-781. Berman, M. "Cell Phone Location System." 2007. Bouwmans, T, F El Baf and B Vachon. "Background Modeling using Mixture of Gaussians for Foreground Detection - A Survey." Recent Patents on Computer Science (2008): 219-237. BPS. "Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Tahun 1987-2011."
2011.
15
Februari
2013.
. BSTP. "Transportasi Kota Jakarta Mengkhawatirkan." 2010. 15 Februari 2013.
222
Integrated Traffic Intelligent System
. Buhori,
Imam.
www.merdeka.com.
2013.
7
Agustus
2014.
. C. Stauffer, W. Eric, L. Grimson. "Adaptive background mixture models for real-time tracking." Conference on Computer Vision and Pattern Recognition (CVPR ’99). 1999. 23-25. C. Wren, A. Azarbayejani, T. Darrell, A. Pentland. "Pfinder: real-time tracking of the human body." Proceedings of the Second International Conference on Automatic Face and Gesture Recognition. 1996. 51-56. Cathey, F. W. W. and D. J. J. Dailey. "A Novel Technique to Dynamically Measure Vehicle Speed using Uncalibrated Roadway Cameras." IEEE Proceedings. Intelligent Vehicles Symposium. 2005. 777-782. Changsheng Miao, Guiran Chang and Xingwei Wang. "Filtering Based Multiple String Matching Algorithm Combining q-Grams and BNDM." Genetic and Evolutionary Computing (ICGEC), 2010 Fourth International Conference on. 2010. 582-585. Chen Li, Jiaheng Lu and Yiming Lu. "Efficient Merging and Filtering Algorithms for Approximate String Searches." Data Engineering, 2008. ICDE 2008. IEEE 24th International Conference on. 2008. 257266.
Integrated Traffic Intelligent System
223
Chen, Yen-Lin, Bing-Fei Wu and Chung-Jui Fan. "Real-time vision-based multiple vehicle detection and tracking for nighttime traffic surveillance." Systems, Man and Cybernetics, 2009. SMC 2009. IEEE International Conference on. 2009. 3352-3358. Chen, Z. and T. Ellis. "Multi-shape Descriptor Vehicle Classification for Urban Traffic." 2011 International Conference on Digital Image Computing: Techniques and Applications. 2011. 456-461. Cheung, S. "Traffic Surveillance by Wireless Sensor Networks." Final Report. 2007. Cullum, Brannon. "google-maps-or-openstreetmap." 3 January 2011. movements. 4 April 2014. Demers, A., et al. "Probes as Path Seekers: A New Paradigm." Journal of the Transportation Research Board (2006). Endarnoto, S.K., et al. "Traffic Condition Information Extraction amp; Visualization from Social Media Twitter for Android Mobile Application." Electrical Engineering and Informatics (ICEEI), 2011 International Conference on. 2011. 1-4. Garibotto, G., et al. "Speed-vision: speed measurement by license plate reading and tracking." IEEE Intelligent Transportation Systems. 2001. 585-590. Grammatikopoulos, L., G. E. Karras and E. Petsa. "Geometric Information From Single Uncalibrated Images Of Roads." International Archives of Photogrammetry & Remote Sensing. 2002. 21-26.
224
Integrated Traffic Intelligent System
Grammatikopoulos, L., G. Karras and E. Petsa. "Automatic Estimation Of Vehicle
Speed
From
Uncalibrated
Video
Sequences."
International Symposium On Modern Technologies, Education And Professional Practice In Geodesy And Related Fields. 2005. 3-4. Gruteser, M. and A. Alrabady. "Enhancing Security and Privacy in TrafficMonitoring Systems." IEEE Pervasive Computing. 2006. 38-46. Haney, R. D. Location sharing and tracking using mobile phones or other wireless devices. U.S.: Patent 7353034 B2. 2008. Hardjono, B., et al. "Mobile phones as traffic sensors with map matching and privacy considerations." Micro-NanoMechatronics and Human Science (MHS), 2012 International Symposium on (2012): 450-455. —. "Virtual Detection Zone in smart phone , with CCTV , and Twitter as part of an Integrated ITS." International Journal On Smart Sensing And Intelligent Systems (S2is) (2013): 1830–1868. Hardjono, et al. "Development of Traffic sensor system with Virtual Detection
Zone."
International
Conference
on
Advanced
Computer Science and Information Systems (ICACSIS). 2012. 19-23. He, X. and N. C. Yung. "A Novel Algorithm for Estimating Vehicle Speed from Two Consecutive Images." IEEE Workshop on Applications of Computer Vision (WACV ’07). 2007. Herrera, J. C., et al. "Evaluation of Traffic Data Obtained via GPS-enabled Mobile Phones : the Mobile Century field experiment." in Transportation Research (2009): 1-30.
Integrated Traffic Intelligent System
225
Herrera, J.C., et al. "Evaluation of traffic data obtained via GPS-enabled mobile phones: The Mobile Century field experiment." Elsavier: Transportation Research Part C 18 (2010): 568-583. Hofmann, M., P. Tiefenbacher and G. Rigoll. "Background segmentation with feedback: The Pixel-Based Adaptive Segmenter." Computer Vision and Pattern Recognition Workshops (CVPRW), 2012 IEEE Computer Society Conference on. 2012. 38-43. Hoh, B., et al. "Achieving Guaranteed Anonymity in GPS Traces via Uncertainty-Aware Path Cloaking." IEEE Transactions On Mobile Computing (2010): 1089-1107. —. "Enhancing Privacy and Accuracy in Probe Vehicle Based Traffic Monitoring via Virtual Trip Lines." IEEE Transactions On Mobile Computing. 2011. 16. —. "Enhancing Privacy and Accuracy in Probe Vehicle-Based Traffic Monitoring via Virtual Trip Lines." IEEE Transactions On Mobile Computing (2012): 849-864. Hoh, Baik and Gruteser, Marco and Herring, Ryan and Ban, Jeff and Work, Daniel and Herrera, Juan-Carlos and Bayen, Alexandre M., Murali Annavaram and Quinn Jacobson. "Virtual Trip Lines for Distributed Privacy-preserving Traffic Monitoring." Proceedings of the 6th International Conference on Mobile Systems, Applications, and Services. 2008. 15--28. Jiannan Wang, Guoliang Li and Jianhua Fe. "Fast-join: An efficient method for fuzzy token matching based string similarity join."
226
Integrated Traffic Intelligent System
Data Engineering (ICDE), 2011 IEEE 27th International Conference on. 2011. 458-469. JTMA. "ITS developed by Japanese Police." Ed. Japan Traffic Management Technology Association. Institute of Urban Traffic Research, n.d. . Kim, J. "Energy-Efficient Rate-Adaptive GPS-based Positioning for Smartphones." MobiSys, 2010. 2010. 299-314. Kohonen,
Teuvo.
Recognition."
"Learning Helsinki
Vector
Quantization
University
of
for
Technology,
Pattern 1986.
. Kosala, R. and E. Adi. "Harvesting Real Time Traffic Information from Twitter." Procedia Engineering, 2012. n.d. 1-11. Lamport, L. "Password Authentication with Insecure Communication." ACM. 1981. 770-772. Leduc, G. "Road traffic data: Collection methods and applications." Techinacal report. 2008. Levenshtein, Vladimir I. "{Binary codes capable of correcting deletions, insertions, and reversals}." Soviet Physics Doklady 10.8 (1966): 707--710. Maddalena, L. and A. Petrosino. "A Self-Organizing Approach to Background Subtraction for Visual Surveillance Applications." Image Processing, IEEE Transactions on (2008): 1168-1177. Integrated Traffic Intelligent System
227
Maddalena, Lucia and Alfredo Petrosino. "A Fuzzy Spatial Coherencebased Approach to Background/Foreground Separation for Moving Object Detection." Neural Comput. Appl. (2010): 179-186. Maduro, C., et al. Estimation Of Vehicle Velocity And Traffic Intensity Using Rectified. Coimbra, Portugal, 2008. Maduro, C., K. Batista and J. Batista. "Estimating Traffic Intensity Using Profile Images On Rectified Images." ISR-Institute of Systems and Robotics. 2009. 1149-1152. Maloney, J. E., C. J. Hinkle and J. O. Stevenson. Communications Localization System. U.S.: Patent 59595801999. 1999. Metropolitan Transportation Commission, MTC. FasTrak® Electronic Toll Collection
(ETC).
n.d.
12
April
2014.
. Mitsubishi Heavy Industries, LTD. ETC(Electronic Toll Collection System). n.d.
12
April
2014.
. Mohapatra, D. and S. B. Suma. "Survey Of Location Based Wireless Services." ICPWC (2005): 358-362. MRT.
"Tentang
MRT
Jakarta."
n.d.
1
April
2014.
.
228
Integrated Traffic Intelligent System
—.
"Tentang
PT
MRT
Jakarta."
n.d.
1
April
2014.
. N. Friedman, S. Russell. "Image segmentation in video sequences: a probabilistic approach." Proceedings of the Thirteenth conference on Uncertainty in artificial intelligence (UAI’97). 1997. 175-181. "Naive Bayes Classifier." 2008. Temple University. 20 November 2013. . Navarro, Gonzalo and Mathieu Raffinot. Flexible Pattern Matching in Strings: Practical On-line Search Algorithms for Texts and Biological Sequences. New York, NY, USA: Cambridge University Press, 2002. Nowacki, Gabriel. "Development and Standardization of Intelligent Transport Systems." TransNav, the International Journal on Marine Navigation and Safety of Sea Transportation 6.3 (2012): 403-411. . NTMC. "NATIONAL TRAFFIC MANAGEMENT CENTRE." n.d. 1 April 2014. . Nugroho, Wisnu. "Tips Menghindari Macet di Jakarta." 9 Oktober 2013. PC
Plus.
2
Integrated Traffic Intelligent System
April
2014.
229
. Nurhadiyatna, A., et al. "ITS information source: Vehicle speed measurement using camera as sensor." Advanced Computer Science and Information Systems (ICACSIS), 2012 International Conference on. 2012. 179-184. O'Malley, R. and Jones, E. and Glavin, M. "Rear-Lamp Vehicle Detection and Tracking in Low-Exposure Color Video for Night Conditions." Intelligent Transportation Systems, IEEE Transactions on (2010): 453-462. OpenStreetMap.
About.
2013.
23
Desember
2013.
. —.
MapQuest.
2013.
18
November
2013.
. —.
YOURS.
2013.
18
Desember
2013.
. Pai, T., W. Juang and L. Wang. "An adaptive windowing prediction algorithm for vehicle speed estimation." IEEE Intelligent Transportation Systems. 2001. 901-906. Quddus, M. A., W. Y. Ochieng and R. B. Noland. "Current Map Matching Algorithms for Transport Applications: State of the art and Future Research Directions." Transportation Research Part C: Emerging Technologiesab (2007): 1-30.
230
Integrated Traffic Intelligent System
Rachmadi, M.F., et al. "Adaptive traffic signal control system using camera sensor and embedded system." TENCON 2011 - 2011 IEEE Region 10 Conference. 2011. 1261-1265. RITA. "Intelligent Transportation Systems (ITS) Standards Program Strategic Plan for 2011—2014." Final Report. 2011. Sakaki, T., et al. "Real-time event extraction for driving information from social sensors." Cyber Technology in Automation, Control, and Intelligent Systems (CYBER), 2012 IEEE International Conference on. 2012. 221-226. Sari, H.R. "Selama 2012, 13 Juta Kendaraan Sesaki Jakarta." 15 Februari 2013.
kendaraan-sesaki-jakarta.html>. Sayad, Dr. Saed. "Artificial Neural Network - Perceptron." 2010. saedsayad.
15
Januari
2014.
. Schoepflin, T. N., D. J. Dailey and S. Member. "Algorithms for Calibrating Roadside Traffic Cameras and Estimating Mean Vehicle Speed." Proceedings of the 2007 IEEE Intelligent Transportation Systems Conference. 2007. 277-283. —. "Dynamic Camera Calibration of Roadside Traffic Management Cameras for Vehicle Speed Estimation." IEEE Transactions On Intelligent Transportation Systems. 2003. 90-98.
Integrated Traffic Intelligent System
231
Schwartz, B. "How Does Google’s Predictive Traffic Maps Work?" 2010. 21
Jan
2013.
. Singh, B. S. R. B. J. "Real Time Prediction of Road Traffic Condition in London via Twitter and Related Sources by." 2012. Stauffer, Chris and W. E L Grimson. "Adaptive background mixture models for real-time tracking." Computer Vision and Pattern Recognition, 1999. IEEE Computer Society Conference on. 1999. 252. Suzuki, K., I. Horiba and N. Sugie. "Linear-Time Connected-Component Labeling Based on Sequential Local Operations." Computer Vision and Image Understanding (2003): 1-23. Transportation, US Dept of. Traffic Detector Handbook : Third EditionVolume I, 3rd ed., vol. I. 2006. Transportation, USD of. Traffic Detector Handbook : Third Edition-Volume II, Third. 2011. UTMS. Universal Traffic Management System. n.d. 11 April 2014. . Vaughn, D. Vehicle Speed Control Based On GPS/map Matching Of Posted Speeds. U.S.: Patent 54851611996. 1996. Viloria, A., et al. "Mobile Voronoi Diagrams for Traffic Monitoring under Bad Visibility Conditions." 2011 Eighth International Symposium on Voronoi Diagrams in Science and Engineering. 2011. 228-233. 232
Integrated Traffic Intelligent System
White, C. E., D. Bernstein and A. L. Kornhauser. "Some map matching algorithms for personal navigation assistants." Transportation Research Part C: Emerging Technologies (2000): 91-108. Wibisono, A., et al. "Traffic Intelligent System Architecture Based on Social Media Information." ICACSIS 2012. n.d. 25-30. Widiantono, Doni J. "Kebijakan dan Strategi Penanganan Kemacetan Lalulintas di Perkotaan." tataruang March 2008: 65--70. . Wu, B., L. Chen and C. Chiu. "Recursive Algorithm for Image Segmentation on a Discriminant Criterion." World Academy of Science, Engineering and Technology. 2007. Xinping Yan, Hui Zhang and Chaozhong Wu. "Research and Development of Intelligent Transportation Systems." Distributed Computing and Applications to Business, Engineering Science (DCABES), 2012 11th International Symposium on. 2012. 321-327. Xueyi, He Zhiwei and Liu Yuanyuan and Ye. "Models of Vehicle Speeds Measurement with a Single Camera." Computational Intelligence and Security Workshops, 2007. CISW 2007. International Conference on. 2007. 283-286. Yadav, K., et al. "Alternative Localization Approach for Mobile Phones Without GPS." ACM. 2010. 1-4. Zan, B., et al. "VTL Zone-Aware Path Cloaking Algorithm." International IEEE Conference on Intelligent Transportation Systems. 2011. 115251530. Integrated Traffic Intelligent System
233
Zhang, Wei, et al. "Tracking and Pairing Vehicle Headlight in Night Scenes." Intelligent Transportation Systems, IEEE Transactions on}, (2012): 140-153. Zhao, Y. and Zhang, Y. "Comparison of decision tree methods for finding active." Adv.Space Res. 41 (2008): 1955-1959. Zhao, Zhenjie, et al. "A Fuzzy Background Modeling Approach for Motion Detection in Dynamic Backgrounds." Multimedia and Signal Processing, Communications in Computer and Information Science (2012): 177-185. Zhiwei, He, Liu Yuanyuan and Ye Xueyi. "Models of Vehicle Speeds Measurement with a Single Camera." Computational Intelligence and Security Workshops, 2007. CISW 2007. International Conference on. 2007. 283-286. Zivkovic, Zoran and Ferdinand van der Heijden. "Efficient Adaptive Density Estimation Per Image Pixel for the Task of Background Subtraction." Pattern Recogn. Lett. (2006): 773-780.
234
Integrated Traffic Intelligent System
GLOSARIUM Kata Kunci
Keterangan
Closed Circuit Television (CCTV)
CCTV digunakan sebagai pelengkap keamanan dan banyak dipakai di dalam industri-industri seperti militer, bandara, toko, kantor, pabrik dan bahkan sekarang perumahan pun telah banyak yang menggunakan teknologi ini.
Global Positioning System (GPS)
Sistem untuk menentukan letak di permukaan bumi dengan bantuan penyelarasan (synchronization) sinyal satelit. Sistem ini menggunakan 24 satelit yang mengirimkan sinyal gelombang mikro ke Bumi.
Intelligent Transportation System (ITS)
Sebuah aplikasi yang menerapkan inteligensi dengan maksud memberikan layanan informasi mengenai transportasi dan manajemen lalu lintas.
OpenStreetMap (OSM)
Sebuah proyek kolaboratif dalam free ediatable map seluruh dunia dengan dukungan dari komunitasnya.
Twitter
Layanan jejaring sosial dan mikroblog user yang memungkinkan penggunanya untuk mengirim dan membaca pesan berbasis teks hingga 140 karakter, yang dikenal dengan sebutan kicauan (tweet).
Universal Traffic Management Systems (UTMS)
sistem yang merealisasikan keamanan, kenyamanan dan lingkungan lalu lintas yang bersahabat melalui sebuah aplikasi yang menerapkan teknologi informasi
Virtual Detection Zone (VDZ)
sensor virtual yang diletakkan pada online map di koordinat tertentu untuk menghitung kecepatan kendaraan.
Integrated Traffic Intelligent System
235
DAFTAR INDEKS erosi ......................... 62, 64, 65, 66
B background 54, 55, 57, 58, 59, 64,
Eucledian .............................. 198
65, 66, 102, 104, 106
F
biner ..................................... 62, 65 Binerisasi Citra...............101 Blob ...........................................107
foreground . 54, 55, 57, 58, 65, 66 frame .. 54, 55, 56, 57, 59, 102, 123, 125, 127, 130 fuzzy .......................................... 55
C CCTV .... 2, 3, 5, 6, 24, 38, 44, 45, 50, 241
G Gaussian Mixture Model 55,
Centroid. 109, 111, 122, 134, 137, 139
56, 57 GLVQ ...................................207, 208
circle structuring element.................................. 64
GPS ........ 50, 120, 121, 136, 192, 241 H
citra 42, 44, 54, 61, 62, 63, 65, 66, 99, 102, 104, 105, 107, 109, 111, 112, 122, 128, 129, 135, 190
Hole Filling Algorithm 65, 66
computer.................................... 54
I
connected component ......... 65 image .......................................... 59 D
intensitas ...... 41, 54, 55, 56, 59,
Decision Tree .............. 195, 197 Detection ..... 2, 5, 6, 33, 142, 241 dilasi ...................... 62, 63, 65, 66 distance transform ............ 66
101, 104 ITS27, 28, 29, 30, 31, 32, 46, 47, 48, 241 J
distribusi normal .............. 55 Divide Skip .................. 183, 184
K
E
Kemacetan ................................ 19
elongated structuring element.................................. 62
236
jaringan saraf tiruan .... 55
K-Means ..................................... 59
Integrated Traffic Intelligent System
KNN ..................................... 198, 199 L Lampu ................................ 109, 122
R region ........................................ 65 RGB ................................. 56, 59, 102
Latitude ................................. 225 Learning rate................................. 58 Levenshtein .................. 185, 216
S SLP ..................................... 200, 201 square structuring
Longitude............................... 225
element ........................... 62, 66
LVQ ..................................... 201, 202
statistik ................................. 55
M
subtraction .....54, 55, 59, 64, 66 T
Mobile ...................................... 120 Morphological Operation .......................................55, 61, 63 N Naïve Bayes .................. 195, 196 noise ......... 62, 64, 65, 66, 102, 126 Normalized Cross-
threshold ...58, 66, 102, 104, 105, 112, 122, 125, 184, 200 TMC ....................................... 49, 213 tracking ........6, 54, 121, 123, 126 Transportasi.................... 19, 31 Twitter ..... 2, 3, 5, 6, 50, 177, 178,
Correlation .....113, 132, 135,
179, 180, 181, 190, 193, 195, 208,
137, 139
213, 214, 219, 226, 241 U
O online algorithm ................ 60
UTMS........................................... 241
OSM ...... 191, 192, 194, 209, 210, 241 P parameter............59, 60, 128, 194 Piksel .................................. 56, 57 probabilistik ....................... 55
V variance ................................... 59 VDZ ..... 2, 3, 5, 6, 121, 122, 142, 168, 241 Video ............................ 53, 54, 132 vision .................................. 47, 54
Integrated Traffic Intelligent System
237
PROFIL SINGKAT PENULIS
Dr.
Eng.
Wisnu
Jatmiko,
S.T.,
M.Kom. Surabaya, 16 Desember 1973 Pengajar / Staf Akademis Fakultas
Ilmu
Komputer
Universitas
Indonesia [email protected] Ketertarikan: Robotika,
Swarm,
Odor
Source
Localization, Electronic Nose Quote: “Tidak ada tanggal merah di kalender saya, 247
merupakan
angka
terbaik
setiap
minggunya”
Dr. Petrus Mursanto, M.Sc. Surakarta, 25 Juni 1967 Pengajar / Staf Akademis Fakultas Ilmu Indonesia
Komputer
Universitas
[email protected] Ketertarikan: Hardware, Arsitektur Komputer, Enterprise Computing
238
Integrated Traffic Intelligent System
Benny Hardjono, B.E.E (Hons), M.Eng Jakarta, 4 Agustus 1964 Pengajar / Staf Akademis Fakultas Ilmu Komputer Universitas Pelita Harapan [email protected] Ketertarikan: Database, software development and application, Human Computer Interaction. Quote: ASK: Ask and you will receive, Seek and you will find, Knock and the door will be opened for you. For everyone who asks receives; he who seeks finds; and to him who knocks, the door will be opened.
Ari Wibisono, S. Kom, M. Kom. Jakarta, 27 Desember 1988 Pengajar / Staf Akademis Fakultas
Ilmu
Komputer
Universitas
Indonesia [email protected] Ketertarikan: HPC Quote:
Integrated Traffic Intelligent System
239
Adi Nurhadiyatna, S. Kom, M. Kom. Tangerang, 18 Desember 1987 PNS Pusat Penelitian Informatika (Cibinong) [email protected] Ketertarikan: Intelligence System, Computer Vision Quote: Kalau kita fokus dalam mengerjakan sesuatu, pasti ketemu jalan keluarnya, walau mungkin bukan jalan yang paling ideal
Ibnu Sina, S. Kom. Tasikmalaya, 29 Januari 1991 Software Engineer [email protected] Ketertarikan: Image Processing, Robotics
Quote: “It’s not who I am underneath, but what I do that defines me” - Batman Begins
240
Integrated Traffic Intelligent System
Rachmad Akbar, S. Kom. Bojonegoro, 24 Mei 1992 Asisten Peneliti Fakultas
Ilmu
Komputer
Universitas
Indonesia [email protected] Ketertarikan: Artificial Intelligence, Game Development dan Cryptography Quote: Manusia itu bukan cuma tempatnya salah dan lupa, tapi juga tempat benar dan ingat
Mira Suryani, S.Pd, M.Kom Bandung, 30 Desember 1989 Teaching & research assistant Fakultas
Ilmu
Komputer
Universitas
Indonesia [email protected] Ketertarikan: E-learning,
information
retrieval,
information system Quote: Keep moving forward
Integrated Traffic Intelligent System
241
M Nanda Kurniawan, S. Kom. Depok, 22 Februari 1989 Asisten peneliti Fakultas
Ilmu
Komputer,
Universitas
Indonesia [email protected] Ketertarikan : Robotics, Embedded Systems, Machine Learning, Digital System Design, and Digital Signal Processing Quote : "When someone ask: what if you fail? I answer: I just need to believe!"
242
Integrated Traffic Intelligent System
Integrated Traffic Intelligent System
243