Penentuan Originalitas Ciptaan Libretto Sang Kuriang Karya Utuy Tatang Sontani Bisma Aditya, Agus Sardjono Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia E-mail:
[email protected] Abstrak Skripsi ini membahas mengenai cara menentukan originalitas ciptaan libretto yang dibuat berdasarkan suatu ekspresi folklor. Hal ini penting untuk dibahas karena originalitas adalah salah satu syarat yang harus terpenuhi agar suatu ciptaan dapat dilindungi Hak Cipta, sedangkan sampai saat ini belum ada pengaturan yang pasti mengenai kriteria suatu ciptaan dikatakan memiliki originalitas. Oleh karena itu penentuan originalitas ciptaan hanya dapat ditentukan atas dasar doktrin dan teori mengenai originalitas yang ada. Masing-masing bentuk ciptaan memilki kriteria dan metode khusus di dalam menentukan originalitasnya, begitupun libretto yang dibuat berdasarkan ekspresi folklor. Penelitian ini adalah peneltian preskriptif yang memaparkan penggunaan doktrin dan teori sebagai penunjang dan pelengkap ketentuan Undang-Undang Hak Cipta di dalam menentukan originalitas libretto yang suatu ciptaan yang dapat dilindungi Hak Cipta.
Defining the Originality of Utuy Tatang Sontani’s Libretto of Sang Kuriang Abstract This mini thesis focused on how to define the originality of a libretto that was made based on folklore. It is necessary to know the methods to define originality because originality is one of the requirements for copyright protection, but in the other hand there are no regulation in Indonesian law that gave us the methods, that’s why the only things to do to define originality is by using doctrines and theories. Each kind of works has their own criteria and methods to define its originality, as well as a libretto which was made based on folklore. This research is a qualitative research with prescriptive design. The research depicts the use of theories and doctrines as supplementary provisions for the Copyright Law in defining originality of a libretto as a work that can be protected by the law. Keywords doctrines ; libretto ; originality ; theory ; works
Pendahuluan Sang Kuriang adalah sebuah Libretto yang ditulis oleh Utuy T. Sontani berdasarkan cerita rakyat Masyarakat Jawa Barat dengan judul Sangkuriang. Ada berbagai versi cerita dari kisah ini namun tetap dengan inti cerita sama. Utuy T. Sontani memiliki versinya sendiri dari kisah ini. Biarpun telah menyerakan interpretasi orisinilnya ke ciptaan nya yang berupa Libretto ciptaan tersebut tidaklah sepenuhnya buah pemikiran Utuy sebagai Pencipta. Cerita seorang anak yang mencintai dan mempersunting ibunya bukanlah sesuatu yang diciptakan Utuy,
Penentuan Originalitas..., Bisma Aditya, FH UI, 2014
melainkan adalah sebuah cerita rakyat yang telah berkembang di masyarakat Sunda sejak dahulu kala sebagai ekspresi folklor. Folklor adalah penyerapan kata dari bahasa Inggris yaitu folklore dimana Folk memiliki arti kolektif atau kebersamaan, dan Lore memiliki arti tradisi yang diwariskan secara turun temurun. Jadi folklor memiliki arti adat istiadat tradisional yang diwariskan secara turun temurun. Istilah folklore mengandung konsep yang beragam. Dalam diskusi yang berlangsung di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2003 muncul pendapat bahwa folklore mengandung pengertian yang luas mencakup traditional knowledge seperti traditional medicinal knowledge. Sementara menurut Michael Blakeney, folklore hanya mencakup karya-karya cipta tradisional yang berbentuk karya sastra, bahasa, musik, tarian, permainan, mitos, upacara ritual, kebiasaan, kerajinan tangan, karya arsitektur, dan karya seni lainnya.1 Dengan fakta bahwa Utuy T. Sontani hanya menambahkan interpretasinya dan menyatukan cerita yang telah tersebar di tanah Sunda yang kemudian hasil interpretasi dan penyatuan cerita tersebut dituangkannya ke dalam bentuk Libretto, muncul permasalahan yang patut di kaji yaitu apakah Libretto ciptaannya merupakan objek yang dapat dilindungi oleh hukum Hak Cipta? Yang menjadi permasalahan adalah untuk dilindungi Hak Ciptanya, suatu ciptaan harus memenuhi syarat yaitu ciptaan yang di maksud haruslah memenuhi kriteria yang telah ditentukan di Undang-Undang yaitu ciptaan haruslah berwujud dan memenuhi unsur originalitas Penciptanya. Kriteria berwujud berarti ciptaan tersebut bukan hanya berbentuk ide atau gagasan dan telah di tuangkan dalam wujud tertentu. Kriteria berwujud atau telah ada fiksasi telah terpenuhi dengan adanya Libretto dari Sang Kuriang, bagaimana dengan unsur originalitas dari Penciptanya mengingat Pencipta tidak sepenuhnya menciptakan ciptaan tersebut dari buah pemikirannya? Metode untuk mengetahui pemenuhan unsur originalitas tersebut lah yang perlu diketahui sehingga yang menjadi pokok permasalahan penelitian ini adalah “Bagaimana cara menentukan originalitas suatu Libretto yang diambil dari ekspresi folklor Sangkuriang?”
1
Agus Sardjono, “Perlindungan Folklore: Apakah Rezim Hak Cipta Memadai?”, Jurnal Hukum Internasional Volume 1, No 1 (Oktober 2013): hal 125
Penentuan Originalitas..., Bisma Aditya, FH UI, 2014
Tinjauan Teoritis Hak Cipta Di Indonesia Hak Cipta diatur di Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Menurut undang-undang tersebut yang di maksud dengan Hak Cipta adalah hak eksklusif Pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.2 Menurut Pasal 4 UU Hak Cipta, Hak Cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Secara tradisional, Hak Cipta telah diterapkan ke dalam buku-buku, tetapi sekarang Hak Cipta telah meluas dan mencakup perlindungan atas karya sastra, drama, karya musik dan artistik, termasuk rekaman suara, penyiaran suara film dan televisi dan program computer.3 Hak Cipta adalah hak yang dimiliki oleh seorang Pencipta suatu ciptaan untuk dapat menggunakan ciptaannya tersebut sesuai dengan kehendaknya dengan batasan yang ditentukan oleh undang-undang. Ciptaan yang dapat memperoleh perlindungan Hak Cipta adalah ciptaan yang memiliki wujud tertentu (fiksasi) dan memiliki originalitas. Perlindungan Hak Cipta atas suatu ciptaan timbul secara otomatis setelah ciptaan selesai dibuat, biarpun demikian agar Hak Cipta tersebut memiliki bukti otentik dalam hal pembuktian awal di pengadilan sebaiknya Hak Cipta tetap di daftarkan.4 Pencipta Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa yang dimaksud Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.5 Bab IV UU Hak Cipta mengatur secara khusus tentang Pencipta dimana tercantum bahwa kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta, yaitu Orang yang namanya : a. Disebut dalam ciptaan ; 2
Indonesia, Undang-Undang tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014. LN Nomor 266 Tahun 2014, TLN Nomor 5599. 3
Tim Lindsey, dkk, Hak Kekayaan Intelektual, Suatu Pengantar (Bandung: PT. Alumni, 2005), hal 6.
4
Yusran Isnaini, Buku Pintar HAKI Tanya Jawab Seputar Hak Kekayaan Intelektual (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), hal 5 5
Indonesia, Hak Cipta, Pasal 1 angka 2
Penentuan Originalitas..., Bisma Aditya, FH UI, 2014
b. Dinyatakan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan ; c. Disebutkan dalam surat pencatatan Ciptaan ; dan/atau d. Tercantum dalam daftar umum Ciptaan sebagai Pencipta. Berdasarkan definisi tersebut, Pencipta adalah subjek yang menciptakan suatu ciptaan atas kemampuan dan kreativitasnya. Pencipta adalah pihak yang memiliki Hak Cipta dari suatu ciptaan sehingga yang sesungguhnya dilindungi oleh hukum adalah hak dari Pencipta untuk mempergunakan haknya atas ciptaan yang telah dibuatnya seperti salah satunya adalah hak untuk mendapatkan royalti jika ada pihak lain yang ingin menggunakan ciptaanya. Pada Libretto yang menjadi bahan penelitian yang disebut sebagai Pencipta dari Libretto tersebut adalah Utuy Tatang Sontani, seorang sastrawan yang menciptakan sebuah Libretto Sang Kuriang yang didasari dari cerita rakyat daerah Jawa Barat. Pada makalah ini akan dijelaskan apakah Utuy dapat dikatakan sebagai Pencipta yang memiliki Hak Cipta atas Libretto nya karena ide cerita dari ciptaannya bukan berasal dari buah pemikirannya sendiri, melainkan dikumpulkan dari cerita yang telah ada sebelumnya. Ciptaan Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang di maksud dengan ciptaan adalah Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.6 Berdasarkan pasal tersebut secara ringkas ciptaan adalah buah hasil pemikiran Pencipta yang berupa suatu ciptaan berwujud. Ciptaan yang dilindungi oleh UU Hak Cipta Indonesia diatur pada pasal 40 UU No. 28 Tahun 2014. Atas definisi pada UU Hak Cipta dan jenis ciptaan yang diatur pada Konvensi Berne tersebut dapat disimpulkan bahwa segala ciptaan yang dari ilmu pengetahuan, seni, atau sastra dari Penciptanya adalah sebuah ciptaan, yang mana merupakan objek yang dilindungi oleh UU Hak Cipta, dan sebuah llbretto yaitu naskah suatu pementasan musikal adalah suatu ciptaan yang bisa dilindungi oleh UU Hak Cipta.
6
Ibid, Pasal 1 angka 3
Penentuan Originalitas..., Bisma Aditya, FH UI, 2014
Keaslian dan Originalitas Keaslian dan Originalitas seringkali dianggap sebagai hal yang sama, namun secara bahasa keduanya memiliki makna yang berbeda. Asli adalah istilah Indonesia dari Genuine sedangkan Originalitas berasal dari kata Originality yang asal katanya adalah Origin. Menurut Oxford Dictionary Genuine memiliki arti Truly what something is said to be; authentic: yang jika di terjemahkan menjadi sesuatu yang asli sebagaimana dikatakan, atau otentik. Menurut arti kata tersebut Genuine atau keaslian menitik beratkan pengertiannya pada konten dari sesuatu yang dikatakan asli tersebut. Sebagai contoh lukisan karya Picasso dikatakan lukisan yang asli jika lukisan tersebut memang lukisan yang sesungguhnya, bukan imitasi atau tiruan. Biarpun berbentuk sama, lukisan yang bukan lukisan sesungguhnya tidak bisa dikatakan lukisan asli. Jika konsep ini digunakan kepada Sang Kuriang, maka Sang Kuriang asli adalah Sang Kuriang yang asli ceritanya sesuai dengan cerita rakyat yang beredar di Jawa Barat. Jika pada cerita tersebut ada bagian yang di rubah maka Libretto yang di rubah tersebut bukan lagi Sang Kuriang asli. Sedangkan Origin menurut Oxford Dictionary adalah The point or place where something begins, arises, or is derived: yang mana jika di terjemahkan memiliki arti titik atau tempat sesuatu dimulai, muncul, atau berasal sehingga Origin atau Originalitas menitik beratkan pada asal muasal sesuatu. Sebagai contoh dikatakan lukisan original karya Picasso, maka yang dimaksud adalah lukisan yang benar dilukis oleh Picasso, bukan lukisan lain yang merupakan perbanyakan atau tiruan.
Secara umum originalitas berarti suatu keadaan yang bersifat
original, dimana yang dimaksud dengan original itu adalah berasal dari inisiatif “segar” atau kapastias inventif, atau konstruksi imajinasi seseorang. Dalam konteks sistem Hukum Hak Cipta, originalitas berarti ciptaan tersebut “berasal/dari seseorang sebagai Pencipta dimana ciptaan tersebut dapat merefleksikan kepribadian Penciptanya” Dengan demikian, suatu ciptaan yang memiliki originalitas adalah suatu ciptaan yang merefleksikan kepribadian Penciptanya, yang dibuat diantaranya dengan inisiatif, maupun imajinasi dari asi Pencipta itu.7 Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa originalitas tidak hanya menyatakan suatu ciptaan itu “asli” dan mengandung kreativitas tapi juga memandang siapa Pencipta dari ciptaan tersebut.
7
Webster’s New Universal Unabriged Dictionary, Merriam-Webster Online, s.v. “Originality”; diperoleh dari http://www.merriam-webster.com/dictionary/originality; Internet; diakses pada 7 Mei 2014
Penentuan Originalitas..., Bisma Aditya, FH UI, 2014
Keaslian, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia makna dari kata asli adalah : yang asal ; yang semuka ; yang sebenarnya ; yang tulen ; yang berasal dari daerah itu sendiri. Pengertian kata asli menurut KBBI tersebut memiliki makna baik Keaslian dan juga Original. Pengertian “yang asal dan yang berasal dari daerah itu sendiri” adalah pengertian dari Original sedangkan “yang semuka, yang sebenarnya, dan yang tulen” adalah pengertian dari Keaslian. Secara teknis keaslian hanya memiliki makna (1) suatu ciptaan yang asli yang tidak palsu (Genuine) atau (2) berkaitan dengan darimana ciptaan itu berasal, dalam kaitannya dengan Pencipta (Original). Untuk menghindari kerancuan penulis akan menggunakan terminologi “originalitas” yang dirasa lebih tepat karena hanya memiliki satu makna yaitu berkaitan dengan asal muasal suatu ciptaan dalam mengkaji objek penelitian ini untuk menjawab pertanyaan penelitian karena yang dimaksudkan oleh undang-undang Hak Cipta konsep “keaslian” yang dimaksud bukanlah keaslian genuinity yang berarti asli karena tidak palsu tanpa memandang siapa Penciptanya melainkan “keaslian” yang menitikberatkan pada asal muasal suatu ciptaan tersebut. Menurut pemaparan tersebut dapat dikatakan bahwa suatu ciptaan bisa saja bersifat original dan asli, atau bisa saja hanya memenuhi salah satu diantara original ataupun asli. Libretto, Teater, dan Drama Kata teater secara etimologi berasal dari bahasa Yunani “teatron” yang artinya adalah takjub atau melihat. Saat ini definisi teater ada dua yaitu teater sebagai gedung pertunjukan dan teater sebagai suatu pentas yang di pertunjukan di depan orang. Perbedaannya dengan drama menurut Lary Opitz, Associate Professor of Theatre dari Skidmore College Amerika Serikat, Drama is the printed text of a play while theatre refers to the actual production of the play text on the stage.8 Drama adalah naskah dari suatu pementasan sedangkan teater mengacu pada produksi dari pementasan di panggung.
8
The Play’s the Thing: Drama versus Theatre, Lary Opitz, http://www.skidmore.edu/academics/theater/productions/arcadia/playreading.html, diakses 19 Februari 2014, Jam 16.52 WIB.
Penentuan Originalitas..., Bisma Aditya, FH UI, 2014
Teater sebagai hasil karya (seni), merupakan satu kesatuan yang utuh antara manusia (aktor) sebagai alat media utamanya dengan sebagian atau seluruh penunjangnya.9 Sebagai pengalih wujudan dari teks menjadi suatu pementasan, tentu beberapa teater dari drama yang sama, tidak selalu sama hasilnya karena untuk pengalih wujudan tersebut ada kreativitas dari sutradara dalam menginterpretasikan naskah yang ada menjadi pementasan seni peran. Menurut pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Drama adalah naskah atau teks yang digunakan untuk melakukan pementasan Teater yang merupakan gerakan manusia yang ditunjang dengan berbagai properti sebagai suatu pementasan. Libretto sama dengan Drama yaitu teks untuk melakukan pementasan, yang membedakan adalah Libretto adalah naskah untuk melakukan pementasan teater yang bersifat musikal. Karena ciptaan yang akan di teliti pada penelitian ini adalah berupa teks dari suatu drama musikal maka istilah yang digunakan adalah Libretto. Metode Penelitian Bentuk penelitan yang dilakukan pada penulisan ini adalah penelitian yang bersifat yuridisnormatif, dimana penelitian ini dilakukan dengan mengacu kepada norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan serta kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat.10 Metoda yuridis-normatif ini menurut Dr. Dian Puji Simatupang bermaksud untuk menelaah norma hukum tertulis dan teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen yang didukung dengan wawancara kepada Informan dan/atau Narasumber.11 Norma hukum yang digunakan adalah norma yang berlaku di Indonesia dalam hal Hak Cipta yang diatur pada Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, sedangkan kebiasaan yang berlaku di akan diteliti dengan menggunakan doktrin dan putusan pengadilan yang yang terkait dengan penelitian ini.
9
N. Riantiarno, Kitab Teater Tanya Jawab Seputar Seni Pertunjukan (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2011), hal 1. 10
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di dalam Penelitian Hukum, (Jakarta: Pusat Dokumentasi UI, 1979), hal. 18 11
Dian Simatupang, di sampaikan di Kuliah Metode Penelitian Penulisan Hukum yang diselenggarakan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 2012
Penentuan Originalitas..., Bisma Aditya, FH UI, 2014
Tipologi penelitian ini adalah penelitian preskriptif yang bertujuan memberikan solusi atau saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi suatu masalah tertentu.12 Pada tulisan ini penulis akan memberikan jalan keluar mengenai bagaimana cara penentuan originalitas suatu ciptaan khususnya ciptaan berbentuk naskah drama folklor melalui studi terhadap naskah Sang Kuriang karya Utuy Tatang Sontani dengan didasari pada hukum Hak Cipta. Metode analisis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yang menurut Dr. Dian Puji Simatupang adalah analisis data dengan pemaknaan sendiri oleh penulis terhadap data. Penelitian ini adalah penelitian mono disipliner dimana pemilihan metode penelitian didasarkan pada satu disiplin ilmu saja.13 Dalam hal ini ilmu yang digunakan oleh penulis adalah ilmu hukum, namun biarpun di dalam menguraikan permasalahan tetap harus digunakan ilmu di bidang sastra khususnya sastra drama, namun penggunaan ilmu sastra hanyalah pendukung dari ilmu hukum yang digunakan untuk menjawab pokok permasalahan pada penelitian ini. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang tidak diperoleh dari lapangan melainkan data diperoleh melalui studi kepustakaan. Data sekunder yang digunakan adalah data kepustakaan hukum yaitu Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Berne Convention on the Protection of Literary and Artistic Works tahun 1886 diimana data tersebut akan dianalisis menggunakan buku teks mengenai Hak Cipta, jurnal mengenai originalitas, dan bahan sejenis lainnya tentang drama atau hal lain yang terkait dengan penelitian dan bersifat menjelaskan aturan yang digunakan. Di dalam penyusunan digunakan juga kamus hukum dan kamus bahasa yang digunakan untuk menjelaskan bahasa-bahasa hukum ataupun bahasa asing yang ada pada buku teks atau jurnal yang digunakan pada penelitian.
12
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UI-Press, 2007), hal 10. ; Cholid Narkubo, dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal 156-157. 13
Sri Mamudji, dkk, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 5
Penentuan Originalitas..., Bisma Aditya, FH UI, 2014
Alat pengumpulan data pada penelitian ini adalah Studi Dokumen Studi Dokumen adalah alat pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian kepustakaan. Di dalam penelitian hukum penelitian kepustakaan yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat yuridisnormatif.14 Hasil Penelitian Paul Goldstein di dalam bukunya yang berjudul Copyright menyatakan bahwa ciptaan yang dilindungi oleh hukum Hak Cipta harus memenuhi tiga persyaratan yaitu 1). Ciptaan haruslah original atau memiliki Originalitas, yaitu ciptaan tersebut bukan hasil penjiplakan dari sumber lain 2). Ciptaan harus berupa ekspresi, bukan sekedar ide, dan 3) Ciptaan harus dituangkan pada suatu medium tertentu. untuk dapat dilindungi oleh Hak Cipta, atau berupa Fiksasi dari ide. Secara umum originalitas yang berasal dari kata origin menurut Oxford Dictionary adalah The point or place where something begins, arises,or is derived: yang mana jika di terjemahkan memiliki arti titik atau tempat sesuatu dimulai, muncul, atau berasal sehingga Origin atau Originalitas menitik beratkan pada asal muasal sesuatu. Dalam hal Libretto Sang Kuriang yang menjadi objek penelitian Originalitas yang dimaksud adalah istilah untuk menjawab apakah ciptaan tersebut benar berasal dari Utuy Tatang Sontani yang dikatakan sebagai Penciptanya sehingga Libretto tersebut memenuhi syarat suatu ciptaan yang dapat dilindungi Hak Cipta. Sedangkan Fiksasi secara bahasa sebagaimana dijelaskan pada Oxford Dictionary memiliki pengertian “The action or process of fixing or being fixed” yang artinya adalah tindakan atau proses fixing. Fixing memiliki pengertian “the action of fastening something in place” yaitu tindakan memasang sesuatu pada tempatnya. Menurut bahasa dapat ditarik pengertian fiksasi secara umum yaitu tindakan memasang/menempatkan/menuangkan sesuatu pada tempatnya. Di dalam Hak Cipta yang dianggap fiksasi adalah dengan menuangkan ide pada suatu media tertentu. Penentuan terpenuhinya syarat fiksasi dan originalitas sampai saat penulisan jurnal ini belum bisa menggunakan UU Hak Cipta Indonesia. Fiksasi memang diatur pada pasal 1 angka (13) UU No. 28 tahun 2014
yaitu Fiksasi adalah perekaman suara yang dapat didengar,
perekaman gambar atau keduanya, yang dapat dilihat, didengar, digandakan, atau dikomunikasikan melalui perangkat apapun.” Definisi ini adalah definisi yang tidak tepat karena menurut Prof. Dr. Agus Sardjono definisi ini adalah hasil penjiplakan definisi fiksasi 14
Dian Simatupang, Metode Penulisan Penelitian Hukum
Penentuan Originalitas..., Bisma Aditya, FH UI, 2014
pada Article 2c WIPO Performances and Phonograms Treaty (WPPT) “Fixation means the embodiement of sound, or of the representations thereof, from which they can be perceived, reproduced or communicated through a device” dengan melihat pengertian tersebut jelas terlihat bahwa definisi fiksasi pada UU No. 28 Tahun 2014 adalah terjemahan langsung dari definisi fiksasi pada WPPT, padahal WPPT khusus mengatur tentang pertunjukan dan fonogram sehingga definisi fiksasinya juga adalah fiksasi yang terbatas pada pembahasan di WPPT. Biarpun definisi dari fiksasi pada UU No. 28 Tahun 2014 tidak dijelaskan dengan tepat, UU ini tetap mensyaratkan fiksasi sebagai syarat dilindunginya suatu ciptaan. Berne Convention tidak dapat digunakan untuk menentukan kriteria fiksasi karena konvensi tersebut hanya menyerahkan pengaturan mengenai kepada Negara masing-masing. Oleh karena itu yang dapat digunakan untuk menentukan syarat fiksasi ini adalah doktrin para ahli. Prof. Agus Sardjono menyatakan “agar ide dilindungi Hak Cipta maka ia harus diwujudkan terlebih dahulu dalam suatu bentuk kesatuan yang nyata. Itulah inti dari doktrin Fixation”15 doktrin ini dengan jelas memaparkan bahwa untuk dapat dilindungi Hak Cipra, suatu ide harus diwujudkan dalam bentuk dan media yang nyata. Syarat Fiksasi menurut doktrin tersebut telah dipenuhi oleh Libretto Sang Kuriang karena ciptaan tersebut telah dituangkan ke dalam suatu media berupa naskah yang diterbitkan pada suatu majalah sehingga ciptaan tersebut sudah dikatakan telah diwujudkan dalam suatu bentuk kesatuan yang nyata. Setelah terpenuhinya syarat fiksasi oleh Libretto Sang Kuriang, maka barulah syarat setelahnya yang menjadi inti penelitian ini, yaitu terpenuhinya syarat originalitas, patut untuk di kaji karena syarat originalitas lebih sulit dipenuhi dan dibuktikan dibandingkan syarat fiksasi. Sama halnya dengan fiksasi, originalitas pun tidak diatur dengan baik pada UU No. 28 Tahun 2014. Pengertian originalitas pun tidak disinggung pada UU tersebut. Berne Convention hanya mensyaratkan bahwa suatu ciptaan haruslah memenuhi syarat originalitas untuk dapat dilindungi Hak Cipta tanpa menjelaskan apa syarat originalitas tersebut. Oleh karena itu di dalam menentukan originalitas Libretto Sang Kuriang, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Paul Goldstein bahwa originalitas suatu ciptaan dapat terlihat melalui : (1) hubungan originalitas dengan kebaruan. (2) batas kuantitatif ciptaan (3) hubungan originalitas dengan usaha yang dilakukan.
15
Agus Sardjono, Hak Cipta dalam Desain Grafis (Jakarta : Yellow Dot Publishing, 2008)
Penentuan Originalitas..., Bisma Aditya, FH UI, 2014
Teori pertama, “hubungan originalitas dengan kebaruan” menyatakan bahwa suatu ciptaan tidak harus baru untuk dapat dilindungi Hak Cipta. Bahkan ada suatu pernyataan yang menjadi conundrum favorit para ahli Hak Cipta yaitu “If by some magic,”they say,”a man who had never known it were to compose anew Keats’s Ode on a Grecian Urn, he would be an author and others might not copy that poem, though they might of course copy Keats’s” yang intinya jika ada seseorang yang secara kebetulan menciptakan suatu karya sastra yang tidak ia ketahui telah ada sebelumnya, seseorang tersebut akan menjadi Pencipta karya sastra tersebut. Namun karena tidak mungkin ada karya sastra yang benar-benar sama tanpa adanya penjiplakan, pencipta yang terakhir tersebut diragukan memiliki unur originalitas pada ciptaannya tersebut. Namun ada kondisi dimana Pencipta tersebut memiliki originalitas pada ciptaan yang telah ada sebelumnya yaitu : 1. Jika Pencipta kedua mengkopi keseluruhan puisi Ode karya Keats kecuali satu kalimat yang dihilangkan dan diganti dengan kalimatnya sendiri, Pencipta kedua itu memiliki Hak Cipta atas penambahan kalimatnya tersebut. 2. Jika Pencipta kedua menyusun ulang susunan kalimat-kalimat pada puisi Ode karya Keats dia akan mendapatkan Hak Cipta atas susunan baru puisi tersebut. 3. Jika Pencipta kedua mengubah kalimat pada puisi tersebut menjadi kalimatnya sendiri secara keseluruhan, ia akan mendapatkan Hak Cipta atas keseluruhan puisi ciptaannya.16 Doktrin The Idea-Expression Dichotmy yang menyatakan bahwa “Ide yang mendasari suatu karya cipta tidak bisa mendapat perlindungan Hak Cipta (not copyrightable), hanya hasil ekspresi
dari
ide
tersebutlah
yang
dapat
memperoleh
perlindungan
Hak
Cipta
(copyrightable)” sehingga terdapat pemisahan antara ide dengan ekspresi suatu ciptaan. Berdasarkan pemisahan antara ide dan ekspresi tersebut, seorang Pencipta dapat menggunakan ide orang lain untuk membuat suatu ciptaan karena ide bukanlah hal yang dapat di monopoli dan dapat di lindungi oleh Hak Cipta. Menurut doktrin ini suatu karya yang terbentuk atas pengembangan ide ciptaan lain dalam ekespresi baru (atau berbeda) dari ciptaan sebelumnya, tetap memiliki originalitas akibat adanya dikotomi ide dan ekspresi tersebut. Dengan begitu jika suatu karya tercipta dengan terinspirasi dan merupakan pengembangan dari ide ciptaan lain, ciptaan baru tidak dapat dikatakan melanggar Hak Cipta dan ciptaan tersebut memiliki originalitas yang dilindungi sebagai karya baru yang berbeda 16
Paul Goldstein, Copyright, Vol I (Toronto:Little, Brown and Company,1989), hal.63
Penentuan Originalitas..., Bisma Aditya, FH UI, 2014
dengan ciptaan sebelumnya. Hubungan originalitas dengan kebaruan ciptaan juga dapat terlihat dengan Derivative Works yang meskipun bukan merupakan ciptaan baru tapi tetap dapat dilindungi Hak Cipta sehingga pastilah memenuhi unsur originalitas. Derivative Works atau dalam Bahasa Indonesia dapat disebut karya derivatif adalah pengubahan karya orang lain menjadi bentuk lain. Terjemahan buku seperti Harry Potter dalam Bahasa Indonesia, Versi Film dari pementasan drama seperti film Les Miserables, dan Boneka dari karakter kartun seperti boneka Mickey Mouse kesemuanya adalah contoh dari karya derivatif. Paul Goldstein menyatakan bahwa untuk dapat dikatakan karya derivatif, suatu ciptaan harus memenuhi dua syarat yaitu ciptaan harus meminjam konten dari ciptaan lain yang telah ada, dan ciptaan yang baru tersebut haruslah merupakan penyusunan kembali, transformasi, atau adaptasi dari ciptaan awalnya. Bukan sekedar penjiplakan.17 Teori kedua yaitu Batas kuantitatif pada ciptaan untuk memperoleh originalitas. Batas kuanitatif. Beberapa pengadilan khususnya pada kasus yang melibatkan ciptaan yang berhubungan dengan seni menyaratkan Penciptanya untuk membuat kontribusi original yang cukup untuk memenuhi batas kuantitatif. kontribusi yang dimaksudkan haruslah lebih dari : sekedar variasi sederhana (merely trivial variation), originalitas yang substansial bukan sekedar sederhana (some substantial, not merely trivial, originality), sedikit kreativitas (a modicum of creativity), sentuhan Penciptaan yang segar (touch of fresh authorship), atau setidaknya variasi pembeda (distinguishable variation). Batas kuantitatif untuk originalitas secara umum tidak akan didapatkan oleh Pencipta yang melakukan transformasi atas ciptaan yang telah ada sebelumnya dari satu media ke media lainnya, seperti Penciptaan karakter tiga dimensi dari kartun dua dimensi namun ada satu kasus dimana pengubahan media terhadap patung Hand of God karya Rodin dianggap memenuhi batas kuantitatif karena ditemukan perbedaan antara karya yang baru dengan karya asli yaitu sisi samping patung tersebut dimana pada ciptaan aslinya tertutup sedangkan pada karya yang baru sisi sampingnya terbuka. Perbedaan tersebut ditemukan oleh pengadilan membutuhkan keahlian dan kreativitas yang tidak dimiliki semua orang.18 Jika suatu variasi dilakukan pada media yang sama, sebagai contoh sesama boneka, originalitas dapat dipenuhi dengan adanya kombinasi elemen pada ciptaan yang baru yang jika digabungkan akan memberikan tampilan yang berbeda. Sebagai contoh adalah pada kasus boneka “Raggedy Ann” dan “Raggedy Andy” dimana bentuk 17
Goldstein, Copyright, hal 222
18
Ibid
Penentuan Originalitas..., Bisma Aditya, FH UI, 2014
keduanya mirip namun ada perbedaan pada bentuk kepala dan menggantikan senyuman pada Ann menjadi wajah bersedih pada Andy yang membuat keduanya memiliki tampilan berbeda sehingga ciptaan yang lebih baru tetap memiliki originalitas. Kasus berbeda terjadi ketika ada boneka lain yang ditiru, namun ciptaan yang lebih baru tidak menambahkan apapun yang membuatnya memiliki tampilan berbeda. Perubahan yang dilakukan hanyalah sedikit menambahkan ukuran hidung boneka tersebut dan terdapat dua titik merah di hidung yang dibuat lebih dekat satu sama lain. Variasi yang dilakukan tersebut tidaklah menambahkan sesuatu yang membuat tampilan kedua boneka tersebut berbeda.19 Terdapat batas kualitatif selain batas kuantitatif yang telah di jelaskan sebelumnya, namun batas kualitatif dianggap terlalu subjektif sehingga tidak pernah digunakan untuk menentukan originalitas. Teori terakhir adalah apakah Originalitas dipengaruhi oleh usaha yang dilakukan. Paul Goldstein menyatakan bahwa melakukan suatu usaha di dalam menciptakan suatu ciptaan tidak serta merta membuat ciptaannya original. Contoh yang diberikannya adalah produksi mainan karakter tiga dimensi dari tokoh kartun dua dimensi dapat dihitung sebagai dilakukannya suatu usaha, namun karakter tiga dimensi itu belum tentu memenuhi syarat originalitas karena ciptaan baru tersebut harus memenuhi batas kuantitatif bahwa ciptaan tersebut memiliki lebih dari variasi yang sederhana20 Sebagai contoh bahwa usaha yang dilakukan tidak menentukan originalitas suatu ciptaan adalah dengan adanya doktrin Sweat of the Brow yang menyatakan bahwa usaha yang dilakukan dapat membuat suatu ciptaan memiliki originalitas dan doktrin Creativity School yang membantah doktrin Sweat of the Brow dan menyatakan bahwa diperlukan kreativitas minimum untuk memperoleh originalitas pada suatu ciptaan. Pembahasan Libretto Sang Kuriang karya Utuy T. Sontani mengubah beberapa hal pada kisah Sangkuriang yang telah dikenal oleh masyarakat Jawa Barat seperti mengubah alur cerita dan menambahkan karakter pada cerita tersebut, namun di lain pihak juga tetap menggunakan beberapa hal yang lain seperti inti cerita dan tetap menghadirkan seorang anak bernama Sang Kuriang dengan ibunya yang bernama Dayang Sumbi sebagai karakter utama. Nantinya sang 19
Ibid, hal 70
20
Ibid
Penentuan Originalitas..., Bisma Aditya, FH UI, 2014
anak akan menyunting ibunya untuk dijadikannya seorang istri. Hal ini lah yang merupakan inti dari cerita Sangkuriang. Menurut Paul Goldstein ciptaan yang demikian termasuk di dalam kategori ciptaan derivatif. Untuk dapat dikatakan ciptaan derivatif ada dua syarat yang harus dipenuhi yaitu (1) ciptaan harus meminjam konten dari ciptaan lain yang telah ada, Libretto Sang Kuriang telah memenuhi syarat ini karena ciptaan tersebut meminjam inti cerita dan karakter utama dari kisah aslinya. (2) ciptaan yang baru tersebut haruslah merupakan penyusunan kembali, transformasi, atau adaptasi dari ciptaan awalnya, Libretto tersebut juga telah memenuhi syarat tersebut karena selain cerita asli Sangkuriang yang telah disusun kembali menjadi versi Utuy, juga telah dilakukan transformasi oleh Penciptanya, dimana kisah Sangkuriang yang merupakan folklor yang tidak tertulis dan memiliki jalan cerita berbeda-beda di setiap daerah di Jawa Barat dijadikan suatu naskah tertulis. Setelah dinyatakan telah memenuhi syarat untuk dapat dikatakan sebagai ciptaan derivatif, perlu juga ditentukan jenis reproduksi yang dilakukan oleh Pencipta pada ciptaan tersebut. Jenis ciptaan Libretto Sang Kuriang yang merupakan ciptaan derivatif yang di reproduksi dengan cara simulasi dari cerita rakyat Sangkuriang adalah ciptaan yang telah termasuk kedalam kategori ciptaan yang dilindungi oleh Hak Cipta baik pada UU No. 19 Tahun 2002 maupun UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta biarpun terdapat perbedaan kategori perlindungan, karena UU tahun 2014 telah mengatur lebih rinci mengenai ekspresi budaya tradisional sedangkan UU tahun 2002 tidak secara jelas membahasnya. Fakta bahwa Libretto Sang Kuriang dibuat dengan melakukan simulasi terhadap suatu ekspresi budaya tradisional yang ada di public domain membuat Libretto tersebut termasuk di dalam kategori ciptaan yang dapat dilindungi Hak Cipta karena menurut UU tahun 2014 tepatnya pada pasal 40 huruf o yaitu bahwa “terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional” merupakan ciptaan yang dilindungi Hak Cipta. Untuk dapat dilindungi Hak Cipta-nya, Libretto Sang Kuriang harus memenuhi syarat suatu ciptaan yaitu terdapat fiksasi dan memiliki originalitas. Setelah dipaparkan sebelumnya bahwa tidak jelasnya pengertian fiksasi menurut UU Hak Cipta tahun 2002, dan tidak tepatnya pengertian fiksasi menurut UU tahun 2014, maka untuk menganalisis apakah unsur ini telah dipenuhi oleh Libretto Sang Kuriang atau belum, akan digunakan pengertian fiksasi menurut doktrin yang telah secara umum menjelaskan
Penentuan Originalitas..., Bisma Aditya, FH UI, 2014
pengertian fiksasi, yaitu pengertian menurut Paul Goldstein “Fixation is the act of rendering a creation in some tangible form in which, or by means of which, other people can perceive it”21 yaitu fiksasi adalah tindakan yang menyebabkan ciptaan menjadi suatu bentuk nyata sehingga orang lain bisa melihatnya. Dengan adanya naskah dari Libretto Sang Kuriang yang telah diterbitkan pada suatu majalah pada tahun 1955 dan bahkan telah diterbitkan kembali oleh Balai Pustaka sehingga orang lain bisa membacanya, maka Libretto ini telah memenuhi syarat fiksasi untuk dapat dilindungi oleh Hak Cipta. Unsur kedua yang perlu dibuktikan, dan yang menjadi pembahasan utama makalah ini adalah apakah suatu ciptaan yang merupakan simulasi dari ciptaan lainnya, memenuhi unsur originalitas untuk dapat dilindungi oleh hukum Hak Cipta. Sayangnya karena baik UU No. 19 Tahun 2002 atau UU No. 28 Tahun 2014 tidak mengatur secara terperinci kriteria originalitas, maka untuk mencari unsur originalitas Libretto Sang Kuriang harus digunakan kriteria yang ada pada doktrin, dalam hal ini penulis menggunakan teori yang dijelaskan Paul Goldstein. Menurut pemaparan sebelumnya telah ditemukan bahwa tidak ada hubungan originalitas dengan kebaruan ciptaan. Bukan berarti ciptaan yang baru tidak memiliki originalitas karena ide ciptaan tersebut menyerupai ciptaan yang telah ada sebelumnya. Libretto Sang Kuriang sebagai ciptaan derivatif tentu bukan ciptaan yang baru karena sebelumnya telah ada kisah Sangkuriang yang telah dikenal oleh masyarakat Jawa Barat sebagai cerita rakyat. Namun menurut teori Paul Goldstein tentang kebaruan ciptaan, hal yang demikian tidak membuat ciptaan yang baru tidak memiliki originalitas. Menurut William S. Strong perlindungan pada karya derivatif hanya diberikan pada kontribusi original yang dibuat Penciptanya, namun pertanyaan kembali timbul tentang apa sajakah yang dapat dikategorikan sebagai kontribusi si Pencipta baru. Telah dipaparkan pula sebelumnya bahwa kontribusi yang dapat dilindungi Hak Cipta hanyalah sebatas pada variasi yang bukan variasi sederhana (Distinguishable, nontrivial variation from the underlying work).22 Untuk menentukan batas variasi untuk dapat dikatakan tidak sederhana, akan jelaskan dengan teori selanjutnya.
21
William S. Strong, The Copyright Book: A Practical Guide (Cambridge: The MIT Press, 1981), hal 2
22
Goldstein, Copyright, hal 222
Penentuan Originalitas..., Bisma Aditya, FH UI, 2014
Terdapat dua batas untuk menentukan “nilai” suatu variasi apakah cukup untuk dapat dikatakan tidak sederhana dan dapat dilindungi Hak Cipta yaitu batas kualitatif dan batas kuantitatif dari suatu ciptaan. Menurut pemaparan sebelumnya telah ditemukan bahwa batas kuantitatif lah yang dapat digunakan untuk menentukan apakah satu ciptaan dapat dilindungi Hak Cipta dimana untuk dapat dilindungi Hak Cipta suatu ciptaan (dalam hal ini variasi pada Libretto Sang Kuriang) harus lebih dari sekedar variasi sederhana, menggunakan sedikit kreativitas, terdapat sentuhan Penciptaan yang segar, atau setidaknya terdapat variasi pembeda. Pada Libretto Sang Kuriang yang menjadi objek penelitian, penulis menemukan bahwa perbedaan atau variasi atau kontribusi yang dilakukan Penciptanya sangat terlihat karena secara umum memiliki alur cerita yang berbeda meskipun inti ceritanya sama, dan terdapat tambahan karakter yang berbeda dengan kisah aslinya. Perubahan alur cerita dan penambahan karakter tentu saja lebih dari suatu variasi yang sederhana, yang di dalam Penciptaannya diperlukan kreativitas dan menjadi variasi yang memberikan tampilan berbeda dengan ciptaan aslinya. Teori ketiga yang dipaparkan Goldstein perihal originalitas yang tidak dipengaruhi oleh usaha yang dilakukan menyatakan bahwa originalitas tidak dipengaruhi oleh usaha yang dilakukan tanpa adanya kreativitas. Tindakan yang membutuhkan usaha namun tanpa kreativitas seperti membuat kompilasi fakta (sebagai contoh kompilasi nomor telepon23) tanpa adanya kreativitas, tidak dapat menjadi objek Hak Cipta. Kontribusi yang dilakukan oleh Utuy T. Sontani dengan jelas memperlihatkan adanya kreativitas dan juga usaha. Unsur terpenting adalah adanya sedikit kreativitas di dalam Penciptaannya, dengan adanya alur cerita yang baru dan karakter yang baru yang tidak ditiru dari manapun dengan jelas memperlihatkan unsur kreativitas yang diekspresikan oleh Pencipta. Dengan begitu menurut teori ini pun Libretto Sang Kuriang tetap memiliki originalitas sejauh pada kontribusi yang dilakukan oleh Penciptanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada Libretto Sang Kuriang yang diteliti pada makalah ini, yang dapat dilindungi hanyalah sejauh pada kontribusi yang dilakukan oleh Pencipta dimana kontribusi yang diperhitungkan hanyalah kontribusi yang bukan hanya kontribusi sederhana dan menimbulkan adanya tampilan berbeda diantara ciptaan yang baru dengan ciptaan 23
Bauman v Fussell [1978] R.P.C. 485
Penentuan Originalitas..., Bisma Aditya, FH UI, 2014
asalnya. Dalam hal objek penelitian pada makalah ini, kontribusi yang baru yang dapat dilindungi karena telah memenuhi unsur originalitas dan fiksasi adalah : 1. Alur cerita pada Libretto Sang Kuriang yang berbeda sama sekali dengan kisah aslinya. Biarpun ide cerita dan inti ceritanya sama, namun alur yang dibawakan Utuy T. Sontani pada ciptaannya ini sungguh berbeda dengan ciptaan aslinya karena dibuat berdasarkan pemikiran dan tafsirnya sendiri mengenai kisah Sang Kuriang. 2. Karakter pada Libretto ini selain daripada karakter Sang Kuriang dan Dayang Sumbi adalah buah kreativitas Penciptanya karena tidak ada pada kisah aslinya. Adapun karakter Si Tumang yang ada pada kisah aslinya, namun mengalami penafsiran ulang atas karakternya yang akhirnya mengubah karakter tersebut dari seekor anjing menjadi seorang budak bisu pincang menjadi milik Utuy sebatas pada perubahan yang dilakukan. Karakter lain seperti Budjang, Ardasim, Raja Siluman, dan Para Siluman adalah karakter yang diciptakan oleh Pencipta Libretto ini sehingga karakter-karakter baru ini adalah kontribusi yang Hak Ciptanya dimiliki olehnya. 3. Yang membedakan Libretto dengan naskah drama biasa adalah dialognya yang terdiri bait bait lirik lagu, meskipun belum ada musik yang mengiringinya maupun bagaimana nada lirik tersebut akan dinyanyikan, setiap dialognya diciptakan sebagai lirik lagu sehingga Pencipta Libretto itu juga memiliki Hak Cipta atas susunan kalimatnya yang merupakan lirik lagu tersebut. Seperti lirik lagu, perubahan pada satu kata saja akan mengubah makna dari lagu tersebut dari apa yang di kehendaki Penciptanya. Itulah metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi originalitas dari Libretto yang dibuat berdasarkan ekspresi folklor, yang juga memaparkan bagian mana saja yang menjadi hak dari Pencipta Libretto tersebut jika dikaitkan dengan doktrin yang ada. Metode yang serupa juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi bentuk ciptaan derivatif lainnya meskipun akan terdapat beberapa perbedaan dalam mengidentifikasi originalitas dari kontribusi Pencipta pada ciptaannya karena terdapat perbedaan dari karakteristik ciptaan yang ada. Kesimpulan dan Saran Suatu Libretto yang diambil dari ekspresi folklor adalah suatu pengalih wujudan dari sesuatu yang tidak tertulis menjadi sesuatu yang tertulis. Dengan adanya pergantian media, Libretto
Penentuan Originalitas..., Bisma Aditya, FH UI, 2014
tersebut disebut dengan ciptaan derivatif. Perlindungan yang diberikan kepada Pencipta dari ciptaan derivatif hanya terbatas pada kontribusi original yang dibuat oleh si Pencipta saja, bukan secara keseluruhan ciptaannya karena ada pihak yang telah memiliki Hak Cipta dari bagian yang bukan kontribusi originalnya. Syarat dilindunginya suatu ciptaan, yaitu telah ada fiksasinya dapat diterapkan kepada ciptaan itu secara keseluruhan, namun originalitas dari ciptaan tersebut dapat ditemukan pada kontribusi original Penciptanya saja. Untuk membuktikan adanya originalitas pada kontribusi Pencipta pada ciptaan derivatif, dapat digunakan teori originalitas yang dikemukakan oleh para ahli yaitu “variasi tersebut bukanlah variasi yang sederhana ” dan “kontribusi tersebut haruslah merupakan variasi yang dapat membedakan ciptaan yang baru dari ciptaan yang lama.” Kontribusi original yang dilakukan oleh Utuy T. Sontani pada Libretto Sang Kuriang yang diteliti pada makalah ini salah satunya adalah alur cerita yang dibuat sendiri oleh Penciptanya tanpa mengikuti cerita yang telah dikenal secara umum oleh masyarakat Jawa Barat. Perubahan alur cerita tentu bukan suatu variasi sederhana karena mengandung kreativitas dalam pembuatannya dan memberikan tampilan yang membedakan Libretto Sang Kuriang dengan kisah Sangkuriang yang asli. Hal yang demikian juga ditemukan pada penambahan dan modifikasi karakter yang ada pada ciptaan yang baru tersebut yang dengan munculnya karakter baru tersebut akan membuat ciptaan yang baru berbeda dengan ciptaan yang lama. Selama belum ditentukan suatu metode yang baku oleh hukum di Indonesia, metode itulah yang bisa digunakan untuk menentukan originalitas suatu Libretto yang diambil dari ekspresi folklor. Dengan dapat dibuktikannya originalitas dan fiksasi dari kontribusi yang dilakukan Pencipta maka Pencipta tesebut akan mendapatkan Hak Cipta atas kontribusinya tersebut. Setelah melakukan penelitian ini penulis menemukan bahwa masih terdapat berbagai ketidak jelasan pada hukum Hak Cipta di Indonesia, bahkan pada hal yang paling mendasar yaitu tentang syarat suatu ciptaan. Bahwa suatu ciptaan harus memenuhi syarat : terpenuhinya unsur originalitas dan telah ada fiksasi-nya memang telah dijelaskan pada UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, namun tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai apa yang dimaksud dengan originalitas, sedangkan apa yang dimaksud dengan fiksasi dijelaskan dengan penjelasan yang tidak tepat dan hanya menjiplak definisi dari aturan lain yang konteksnya berbeda. Topik yang dibahas pada penelitian ini adalah tentang penentuan originalitas ciptaan sehingga perlu diketahui batasan agar suatu ciptaan dapat dikatakan
Penentuan Originalitas..., Bisma Aditya, FH UI, 2014
memenuhi syarat originalitas. Namun sama halnya seperti definisi, batasan originalitas pun belum ada penjelasannya di UU Hak Cipta tahun 2014 Atas dasar tersebut diatas penulis menyarankan agar lembaga legislatif membuat aturan yang mengatur tentang definisi yang tepat dan pasti mengenai originalitas dengan bekerja sama dengan para ahli di bidang Hak Cipta agar terbentuk suatu aturan yang baku tentang definisi dan batasan untuk terpenuhinya syarat originalitas pada suatu ciptaan. Selain itu setelah adanya pembahasan lebih mendetil mengenai ekspresi budaya tradisional di UU No. 28 Tahun 2014 sebaiknya diatur pula secara khusus batasan originalitas suatu ciptaan yang dibuat berdasarkan ekspresi folklor seperti yang menjadi topik pembahasan pada penelitian ini. Kepastian definisi dan batasan pada aturan mengenai Hak Cipta akan menyebabkan adanya kepastian hukum, sehingga tidak akan timbul multi tafsir yang mungkin dapat bersifat merugikan para Pencipta. Dengan adanya kepastian hukum, para Pencipta dapat merasa aman dan tidak takut dirugikan dalam membuat suatu ciptaan sehingga mereka bisa lebih bebas mengekspresikan kreativitasnya tanpa takut melanggar hak orang lain. Khusus untuk ciptaan yang dibuat berdasarkan ekspresi budaya tradisional, jika dibuat berbagai ciptaan baru berdasarkan ekspresi budaya, tentunya akan membantu melestarikan ekspresi budaya yang dimaksud seperti apa yang terjadi pada kisah Sangkuriang yang akhirnya masih tetap dibicarakan dan dipertunjukkan sampai saat ini sehingga kisah ini tetap lestari sampai masa yang akan datang. Daftar Referensi Peraturan : Indonesia . Undang-Undang Hak Cipta. UU No. 28 Tahun 2014. LN Nomor 266 Tahun 2014. TLN Nomor 5599. Buku : Goldstein, Paul. Copyright. Vol I. Toronto: Little, Brown and Company, 1989. Isnaini, Yusran. Buku Pintar HAKI Tanya Jawab Seputar Hak Kekayaan Intelektual. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010. Lindsey, Tim., dkk. Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: PT.Alumni, 2005. Mamudji, Sri., dkk. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Riantiarno, N. Kitab Teater Tanya Jawab Seputar Seni Pertunjukan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2011. Sardjono, Agus. Hak Cipta dalam Desain Grafis. Jakarta: Yellow Dot Publishing, 2008.
Penentuan Originalitas..., Bisma Aditya, FH UI, 2014
Soekanto, Soerjono., dan Mamudji, Sri. Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di dalam Penelitian Hukum.Jakarta: Pusat Dokumentasi UI, 1979. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press, 2007. Strong, William S. The Copyright Book: A Practical Guide. Cambridge: The MIT Press, 1981. Jurnal : Sardjono, Agus. Perlindungan Folklore: Apakah Rezim Hak Cipta Memadai?, Jurnal Hukum Internasional Volume 1, No 1 (Oktober 2013). Internet : Merriam-Webster. “Webster’s New Universal Unabriged Dictionary.” Diakses pada 7 Mei 2014. http://www.merriam-webster.com/dictionary Opitz, Lary. “The Play’s the Thing: Drama versus Theatre.” diakses pada 19 Februari 2014. www.skidmore.edu/ academics/ theater/ productions/ arcadia/ playreading.html
Penentuan Originalitas..., Bisma Aditya, FH UI, 2014