Pemanfaatan Konsep ”Muka” (”Face”) dalam Dialog Drama Awal dan Mira Karya Utuy Tatang Sontani: Analisis Pragmatik Oleh Nur Haidah Ranggarani Sudrajat *
Abstrak Skripsi yang penulis susun ini berjudul Pemanfaatan Konsep ”Muka” (Face) dalam Dialog Drama Awal dan Mira Karya Utuy Tatang Sontani: Analisis Pragmatik. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode kualitatif, dan data yang digunakan adalah dialog drama Awal dan Mira. Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk mendeskripsikan suasana yang terjadi dan lawan tuturnya ketika para tokoh menggunakan pemanfaatan konsep ”muka”, mendeskripsikan pemanfaatan konsep ”muka” yang sering digunakan para tokoh, mendeskripsikan tokoh yang lebih banyak berperan beserta alasannya, mendeskripsikan dampak yang terjadi antar tokoh, dan mendeskripsikan dampak terhadap mekanisme percakapan yang sedang berlangsung. Simpulan yang didapat penulis setelah melakukan penelitian adalah pemanfaatan konsep ”muka” ditunjukkan para tokoh dalam suasana tertentu. Pemanfaatan konsep ”muka” yang ditunjukkan para tokoh dalam drama Awal dan Mira pun membuat mekanisme percakapan berjalan dengan baik dan lancar. Selain itu, hubungan antar tokoh pun menjadi lebih baik dan lebih dekat lagi. Kata Kunci: konsep ”muka”, pemanfaatan ”muka” positif, pemanfaatan ”muka” negatif
ABSTRACT This paper titled “Use of “Face” Concept in Dialogues of Awal dan Mira Drama by Utuy Tatang Santani : Pragmatic Analysis”. Author used qualitative *
Penulis adalah mahasiswa Sarjana Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, lulus 31 Mei 2012
1
method as research method and used dialogues of Awal dan Mira as data. This paper is purposed to describe scenes occured and figure’s conversing mates when the figures use the “face” concept, to describe the use of “face” concept that frequently used by the figures, to describe the figures that participate more in use of “face” concept with reasons, to describe impacts occured between figures, and to describe impacts occured on the conversation mechanism. Author concluded that “face” concept is shown in certain conditions. Use of “face” concept shown in Awal dan Mira drama made the conversation mechanism run smooothly too. Beside of that, the relationships of the figures was going better and closer.
Pendahuluan Bagaimana pemanfaatan konsep “muka” yang digunakan para tokoh dalam drama Awal dan Mira? Siapakah tokoh yang sering menggunakan pemanfaatan konsep ”muka” dan bagaimanakah hubungan antara para tokoh dengan pemanfaatan konsep “muka” dalam drama Awal dan Mira? Apa dampak yang terjadi antar tokoh dan dampak terhadap mekanisme percakapan yang sedang berlangsung akibat adanya pemanfaatan konsep “muka” dalam drama Awal dan Mira? Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan masyarakat untuk menyampaikan ide dan gagasan yang mereka miliki. Bila dalam keseharian bahasa adalah alat komunikasi, maka dalam ilmu linguistik, bahasa adalah objek yang ditelitinya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melakukan komunikasi adalah lewat percakapan. Cabang linguistik yang mempelajari penggunaan bahasa dalam komunikasi adalah pragmatik. Di dalam pragmatik terdapat beberapa parameter yang memberi petunjuk kepada kita untuk membuat sebuah percakapan berlangsung dengan wajar, sopan, dan terpola. Salah satu parameter tersebut adalah konsep ”muka” (”face”) yang dapat diterapkan melalui dua cara, yaitu ”muka” positif dan ”muka” negatif.
2
Sumber data yang digunakan penulis adalah drama Awal dan Mira, dan data yang digunakan adalah dialog drama Awal dan Mira. Alasan penulis menggunakan drama sebagai sumber data karena seperti yang diungkapkan Soemanto (2001: 3) drama adalah satu bentuk seni yang bercerita lewat percakapan dan action tokoh-tokohnya. Seperti yang kita ketahui sebelumnya, pragmatik adalah salah satu cabang linguistik yang mempelajari bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi. Komunikasi tersebut dapat terjalin salah satunya lewat percakapan, dan di dalam drama, kita akan menemukan percakapan tersebut.
Pembahasan Bahasa adalah objek yang diteliti dalam linguistik. Oleh karena itu, salah satu cabang linguistik yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal adalah pragmatik. Di dalam pragmatik kita akan mengenal prinsip kesopanan, prinsip kerja sama, konsep ”muka”, dan lain-lain. Levinson (dalam Suganda 2007, dalam “Pemanfaatan Konsep “Muka” (Face) dalam Wacana Wayang Golek: Analisis Pragmatik”) mengemukakan pragmatik adalah telaah mengenai bahasa dan konteks yang merupakan dasar dari suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain, telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa dalam menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, di dalam pragmatik kita akan mengenal konsep ”muka”. Konsep ”muka” merupakan salah satu parameter pragmatik. Dengan mempelajari konsep ”muka”, maka kita akan mengetahui caracara yang dapat dilakukan agar percakapan yang tengah kita lakukan berjalan dengan baik dan lancar. Malinowski, Leech, dan Goffman (dalam Suganda 2007, dalam “Pemanfaatan Konsep “Muka” (Face) dalam Wacana Wayang Golek: Analisis Pragmatik”) mengemukakan beberapa parameter paragmatik selain prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan yang dapat memberikan petunjuk bagaimana sebaiknya sebuah percakapan berlangsung dengan wajar, sopan, dan terpola, salah satunya yaitu melalui konsep muka (face). Konsep ”muka” diimplementasikan melalui dua cara, yaitu ”muka” positif dan ”muka” negatif. Menggolongkan sebuah percakapan ke dalam ”muka” positif
3
dan ”muka” negatif dilakukan dengan beberapa cara. Cara-cara inilah yang nantinya akan
memudahkan kita untuk menggolongkannya. Oleh karena itu,
mengetahui cara-cara tersebut merupakan suatu hal yang sangat penting. Goffman; Hatch; Wardaugh; Allan; Wijana; dan Wildana (dalam Suganda 2007, dalam “Pemanfaatan Konsep “Muka” (Face) dalam Wacana Wayang Golek: Analisis Pragmatik”) mengemukakan definisi dari muka positif dan muka negatif serta cara-cara untuk menggolongkannya. Definisi dan cara-cara tersebut, yaitu: Muka positif adalah strategi yang menunjukkan solidaritas hubungan yang dekat antara pembicara dan pendengar, dengan melalui cara: (a) memperhatikan keinginan atau meletakkan atas apa yang dibawa lawan tutur, “What a beautiful vase! Where did it come from?”; (b) menggunakan kata-kata yang menunjukkan persamaan identitas, “Help me with this bag, will you, mate?”; (c) menghindari pertentangan pendapat, A: “Wasn’t the food lovely?” B: “I thought very different, a very interesting change from the sort of food I ussualy have”; (d) memperkirakan keinginan lawan tutur, “Would you like drink?”; (e) membuat lelucon. Muka negatif adalah strategi untuk menghindarkan sesedikit mungkin ancaman atau hal yang membuat kebebasan seseorang partisipan diganggu oleh partisipan lainnya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara: (a) hedge, yaitu memperhalus atau memperlemah dampak tindakan mengancam dengan menggunakan frase-frase seperti sort of, by any chance, atau dengan menggunakan kata bantu pengandaian, seperti would, could: “Could you place pass me the salt?”; (b) menunjukkan rasa pesimis, “I don’t suppose you can help me”; (c) memperkecil kesan membebani lawan tutur, “I wonder if I can trouble you for just a second”; (d) meminta maaf, yang terdiri atas: mengakui beban, “I now this is bore but...”, menunjukkan keseganan, “I don’t want to intrude...”, memberikan alasan, pembicara menunjukkan bahwa ia tidak menganggap hal ini membebani lawan tutur, “I’ve been very busy lately, so could you help me with this”; memulai dengan kata-kata maaf, “Please forgive me if...”; (e) tidak mengenai orang tertentu, yaitu dengan mengganti pola kalimat yang bersubjek persona dengan intruductory, seperti “It would be describe if...”; (f) mengakui berutang budi pada partisipan lain. ”Muka” Positif (a) Memperhatikan Keinginan atau Menaruh Perhatian atas Apa yang Dibawakan Lawan Tutur Dalam drama Awal dan Mira, pemanfaatan ”muka” positif tersebut terdapat pada 38 dialog. Satu dialog diantaranya, yaitu: (1) Dialog 1 Mira Laki-laki Muda
: Tapi engkau terlalu lama duduk di sini, terlalu lama melihat wajahku. (1.1) : Melihat wajahmu mesti bayar? (1.2)
4
Mira
: Mengapa tidak? Memangnya istrimu di rumah cantik seperti aku? (1.3)
(AdM, 2006: 31) Pada dialog di atas, tokoh yang menunjukkan pemanfaatan ”muka” positif adalah tokoh Laki-laki Muda. Tokoh tersebut menunjukkan pemanfaatan ”muka” positif karena pada saat itu, tokoh Mira yang menjadi lawan tuturnya mengucapkan sesuatu yang menarik perhatiannya. Bentuk perhatian yang ditunjukkan tokoh Laki-laki Muda kepada tokoh Mira adalah dengan dilakukannya pengulangan (reduplikasi) pada kata-kata yang diucapkan tokoh Mira sebelumnya. Pengulangan (reduplikasi) tersebut terdapat pada (1.2). Tokoh Mira pada dialog di atas memberikan peran penting dalam pemanfaatan ”muka” positif yang dilakukan dengan cara memperhatikan keinginan atau menaruh perhatian atas apa yang dibawakan lawan tutur. Hal tersebut disebabkan tokoh Mira adalah tokoh yang membuat tokoh Laki-laki Muda menunjukkan pemanfaatan ”muka” positif. Pada dialog di atas, bila tokoh Mira tidak mengucapkan sesuatu yang menarik perhatian tokoh Lakilaki Muda, tentu pemanfaatan ”muka” positif tidak akan terjadi. Dengan adanya pemanfaatan ”muka” positif tersebut, maka mekanisme percakapan yang terjadi akan berjalan dengan lancar. Dikatakan lancar karena percakapan berjalan hingga akhir dan tidak terpotong di tengah jalan. Bentuk perhatian yang diberikan tokoh Laki-laki Muda pada lawan tuturnya membuat percakapan terus berlanjut. Selain itu dengan adanya pemanfaatan ”muka” positif tersebut, maka tidak terjadi hal buruk pada hubungan tokoh Laki-laki Muda dan tokoh Mira. Meskipun dalam dialog tokoh Mira bersikap sinis kepada tokoh Laki-laki Muda, tetapi hal tersebut tidak membuat kedua tokoh menjadi berselisih atau berbeda pendapat. (b) Menggunakan Kata-kata yang Menunjukkan Persamaan Identitas Dalam drama Awal dan Mira, pemanfaatan ”muka” positif tersebut terdapat pada delapan belas dialog. Satu dialog diantaranya, yaitu: (1) Dialog 41 Si Baju Biru
: Mengapa dia kecut? (41.1) 5
Si Baju Putih (AdM, 2006: 34)
: Seperti marah kepada kita. (41.2)
Pada dialog di atas, tokoh Si Baju Putih adalah tokoh yang menunjukkan pemanfaatan ”muka” positif. Hal tersebut terlihat dari penggunaan kata kita yang diucapkannya pada dialog (41.2). Tokoh Si Baju Biru adalah lawan tuturnya pada dialog di atas. Kata kita yang diucapkan tokoh Si Baju Putih ditujukan kepada tokoh yang tengah berbincang dengannya, yaitu tokoh Si Baju Biru. Tokoh Si Baju Putih mengucapkan kata kita kepada tokoh Si Baju Biru karena ada kesamaan pada mereka berdua. Kesamaan tersebut terletak pada latar belakang mereka, yaitu seorang pejuang. Dialog yang menunjukkan bahwa mereka adalah seorang pejuang adalah dialog 46 yang terdapat pada lampiran. Selain itu, sebelum ke kedai kopi tokoh Mira, mereka berdua sudah berteman. Menunjukkan kata-kata yang menunjukkan persamaan identitas membuat kedua tokoh tersebut yang sebelumnya sudah saling kenal dan akrab menjadi lebih dekat dan akrab lagi. Hal tersebut disebabkan kesamaan antara mereka didukung oleh ucapan yang keluar dari mulut masing-masing. Selain itu, dengan mengucapkannya, maka para tokoh semakin mengakui kedekatan dan kesamaan satu sama lain. Pemanfaatan ”muka” positif ini pun bukan hanya membuat tokoh Si Baju Putih dan tokoh Si Baju Biru semakin dekat, tetapi membuat mekanisme percakapan pun berjalan dengan baik dan lancar. Dikatakan berjalan dengan baik, karena dengan mengakui kedekatan satu sama lain (yang dilakukan dengan cara menggunakan kata-kata yang menunjukkan persamaan identitas), maka pertentangan dan perdebatan pun akan dapat terhindarkan. Selain itu, dikatakan akan berjalan dengan lancar, karena dengan menunjukkan pemanfataan ”muka” positif tersebut, maka percakapan tidak akan putus atau berhenti di tengah jalan. Hal tersebut terjadi karena bahan (topik) obrolan atau percakapan akan terus ada, sehingga para tokoh akan terus bercerita dan berdialog satu sama lain.
6
(c) Menghindari Pertentangan Pendapat Dalam drama Awal dan Mira, pemanfaatan ”muka” positif tersebut terdapat pada dua belas dialog. Satu dialog diantaranya, yaitu: (1) Dialog 57 Awal
: (Dengan cetus) Omong kosong semuanya juga! Omongan badut. Hh, berjuang berdampingan... Tanah air yang indah dan molek! Enak saja bicara. Dia sendiri tak akan tahu apa yang dikatakannya. Asal saja berbunyi. (Kembali duduk terhuyung) (57.1) Ibu Mira : (Gugup) Be...betul, Den, tidak akan minum? (57.2) (AdM, 2006: 33) Pada dialog di atas, tokoh Ibu Mira adalah tokoh yang menunjukkan pemanfaatan ”muka” positif. Lawan tuturnya pada dialog di atas adalah tokoh Awal. Pada dialog (57.1), tokoh Awal membicarakan tentang perjuangan dan tanah air, karena merasa kaget dengan ucapan tokoh Awal, bukannya memberikan tanggapan atas ucapan tokoh Awal, tokoh Ibu Mira lebih memilih untuk mengalihkan percakapan. Hal tersebut terlihat pada dialog (57.2). Alasan lain tokoh Ibu Mira mengalihkan percakapan adalah adanya rasa segan pada diri tokoh Awal. Rasa segan tersebut muncul karena tokoh Awal adalah tokoh yang terpandang, termasuk ke dalam golongan menak, dan memiliki wawasan yang luas. Rasa segan tersebut terlihat pada diaog (57.2). Mengalihkan topik percakapan bukanlah suatu hal yang baik, tetapi bila hal tersebut dilakukan untuk menghindari pertentangan pendapat, maka akan lebih baik untuk dilakukan. Pada dialog di atas hubungan di antara tokoh Awal dan tokoh Ibu Mira tetap baik. Namun karena adanya perbedaan status, maka di antara keduanya pun tetap ada jarak. Bukan hanya hubungan di antara keduanya saja yang baik, mekanisme percakapan yang terjalin pun menjadi baik. Dikatakan baik karena percakapan di antara kedua tokoh tersebut tidak terhenti di tengah jalan. (d) Memperkirakan Keinginan atau Kesenangan Lawan Tutur Dalam drama Awal dan Mira, pemanfaatan ”muka” positif tersebut terdapat pada tujuh dialog. Satu dialog diantaranya, yaitu:
7
(1) Dialog 72 Mira : (Kepada Awal) Kopi, Mas? (72.1) Awal : Ya. (72.2) (AdM, 2006: 39) Pada dialog di atas, tokoh Mira adalah tokoh yang menunjukkan pemanfaatan ”muka” positif. Hal tersebut terlihat pada dialog (72.1). Pada dialog tersebut, tokoh Mira sedang mencoba memperkirakan keinginan atau kesenangan dari lawan tuturnya, yaitu tokoh Awal. Sama halnya dengan dialog 70, tokoh Mira dapat memperkirakan keinginan atau kesenangan lawan tuturnya karena ia bekerja di kedai kopi sama seperti ibunya, tokoh Ibu Mira, sehingga tokoh Awal yang mampir atau berkunjung ke kedai kopinya tentu akan berbincang dengannya. Perbincangan yang sering terjadi antara tokoh Mira dan tokoh Awal membuat mereka menjadi akrab satu sama lain. Bahkan ada ikatan khusus di antara keduanya. Walau ikatan tersebut tidak terlihat oleh tokoh lain. Memperkirakan keinginan atau kesenangan lawan tutur dapat membuat hubungan antar tokoh menjadi semakin baik dan akrab. Hal tersebut disebabkan kedua tokoh yang telah saling akrab sebelumnya menunjukkan keakraban mereka satu sama lain, sehingga hubungan yang terbentuk dengan baik akan menjadi semakin baik lagi. Mekanisme percakapan yang sedang berlangsung pun akan berjalan dengan lancar bila seorang tokoh dapat memperkirakan keinginan atau kesenangan lawan tuturnya. Hal yang terpenting dalam hal ini adalah bentuk perhatian seorang tokoh kepada tokoh lainnya. ”Muka” Negatif (a) Hedge Dalam drama Awal dan Mira, pemanfaatan ”muka” positif tersebut terdapat pada satu dialog, yaitu: (1) Dialog 76 Ibu Mira Mira
: Tadi siang aku tidak tidur, Mira. Akibatnya sekarang ngantuk.” (76.1) : Kalau sudah mau tidur, tidurlah. Toh sekarang sudah malam, tak akan datang lagi banyak tamu. (76.2) 8
(AdM, 2006: 46) Tokoh yang menunjukkan pemanfaatan ”muka” negatif pada dialog 76 adalah tokoh Ibu Mira, dan yang menjadi lawan tuturnya adalah tokoh Mira. Selain tokoh Ibu Mira, tidak ada lagi tokoh yang menunjukkannya. Tokoh Ibu Mira menunjukkan pemanfaatan ”muka” negatif kepada tokoh Mira, karena hampir setiap saat ia berinteraksi dan melakukan percakapan dengan tokoh Mira. Selain itu, tokoh Ibu Mira menunjukkannya kepada tokoh Mira, karena ia ingin meminta sesuatu kepada tokoh Mira tetapi dengan cara dan perkataan yang halus agar tokoh Mira tidak merasa sakit hati. Dengan menunjukkan pemanfaatan ”muka” negatif yang dilakukan dengan cara hedge, maka hubungan antara tokoh Ibu Mira dan tokoh Mira pun menjadi baik. Hal tersebut disebabkan perkataan tokoh Ibu Mira yang halus, sehingga tokoh Mira yang menjadi lawan tuturnya tidak merasa sakit hati. Bukan hanya hubungan di antara keduanya saja yang baik, mekanisme percakapannya pun berlangsung dengan lancar dan baik. Dikatakan demikian karena percakapan dapat berjalan hingga akhir tanpa perlu terpotong perselisihan atau pertentangan. Secara tidak langsung, tokoh Ibu Mira dapat dijadikan contoh, karena tokoh Ibu Mira menunjukkan pemanfaatan ”muka” negatif kepada yang lebih muda. Hal tersebut dilakukan tokoh Ibu Mira karena ia berusaha untuk bersikap halus dan menjaga perasaan anaknya (tokoh Mira). (b) Menunjukkan Rasa Pesimistis Dalam drama Awal dan Mira, pemanfaatan ”muka” negatif tersebut terdapat pada empat dialog. Satu dialog diantaranya, yaitu: (1) Dialog 79 Awal : Mira, kau tahu bahwa selain dari kau, orang banyak itu bagiku tak ada artinya. (79.1) Mira : Saya tukang kopi, Mas. (79.2) (AdM, 2006: 46) Pada dialog di atas, tokoh yang menunjukkan pemanfaatan ”muka” negatif adalah tokoh Mira. Rasa pesimistis yang ditunjukkan oleh tokoh Mira terlihat pada dialog (79.2). Lawan tutur tokoh Mira pada dialog di atas adalah
9
tokoh Awal, seorang tokoh yang termasuk ke dalam golongan menak. Berbeda halnya dengan tokoh Mira, ia hanyalah seseorang yang berasal dari golongan bawah yang tidak memiliki pangkat dan kekayaan yang berlebih. Perbedaan status itulah yang menimbulkan rasa pesimistis (rasa tidak percaya diri) pada tokoh Mira. Pada dialog di atas, sikap tokoh Mira yang menunjukkan rasa pesimistis, dapat dikategorikan ke dalam gaya bahasa litotes. Hal tersebut disebabkan pernyataan pada dialog di atas merupakan pernyataan yang di dalamnya mengandung rasa rendah diri (rasa tidak percaya diri). Tarigan (1985: 58) mengemukakan bahwa litotes kebalikan dari hiperbola, adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikecil-kecilkan, dikurangi dari kenyataan yang sebenarnya, misalnya untuk merendahkan diri. Dengan menunjukkan pemanfaatan ”muka” negatif tersebut, maka tidak ada dampak buruk yang terjadi di antara kedua tokoh, karena selama percakapan berlangsung tidak terjadi perselisihan atau pertentangan. Hal tersebut terjadi karena di dalam dialog ada salah satu tokoh yang menunjukkan pemanfaatan ”muka” negatif yang dilakukan dengan cara menunjukkan rasa pesimistis, sehingga tokoh yang melakukannya akan banyak mengalah ketika perselisihan terasa akan muncul. Selain itu, mekanisme percakapan yang terjadi pun akan berjalan dengan baik. Dikatakan baik karena tidak terjadi perdebatan atau perselisihan antara tokoh Awal dengan tokoh Mira. Selain itu mekanisme percakapan pun terjalin sesuai dengan aturan yang seharusnya, karena tokoh Mira menyadari perbedaan statusnya dengan tokoh Awal, sehingga tokoh Mira dapat memilih kata-kata yang lebih sopan ketika tengah bercakap dengan tokoh Awal. (c) Menunjukkan Keseganan Dalam drama Awal dan Mira, pemanfaatan ”muka” negatif tersebut terdapat pada tiga dialog. Satu dialog diantaranya, yaitu: (1) Dialog 82 Laki-laki Tua Mira
: Siapa sih pemuda itu, Mira? Nampaknya dia pintar, tapi... (82.1) : Hm, ya... Hanya saya yang tahu siapa dia. (82.2) 10
(AdM, 2006: 44) Tokoh Laki-laki Tua adalah tokoh yang menunjukkan pemanfaatan ”muka” negatif. Hal tersebut terlihat pada dialog (82.1). Pada dialog di atas yang menjadi lawan tuturnya adalah tokoh Mira, tetapi rasa segan tersebut ditujukannya kepada tokoh Awal. Tokoh Laki-laki Tua menunjukkan pemanfaatan ”muka” negatif yang dilakukan dengan cara menunjukkan keseganan karena tokoh Awal yang tengah diperbincangkan adalah seorang tokoh yang memiliki status dan kedudukan yang lebih tinggi dibandingkannya. Perbedaan status itulah yang menimbulkan rasa segan pada tokoh Laki-laki Tua ketika tengah membicarakan tokoh Awal dengan lawan tuturnya. Keseganan tersebut membuat tokoh Laki-laki Tua selalu merasa ragu-ragu untuk melanjutkan ucapannya, sehingga yang dilakukannya adalah menghentikan ucapannya ketika tengah membicarakan tokoh Awal. Dengan ditunjukkannya pemanfaatan ”muka” negatif yang dilakukan dengan cara menunjukkan keseganan, maka tidak akan terjadi hal buruk dalam hubungan antar tokoh. Hanya saja akan timbul rasa penasaran pada lawan tuturnya karena ucapan yang tidak diselesaikan. Rasa penasaran yang timbul ini akan membuat lawan tutur lebih sering bertanya mengenai hal yang ada sangkut pautnya dengan ucapan yang tidak diselesaikan tersebut. Namun, karena tokoh Mira merupakan seorang tokoh yang mengenal tokoh Awal, maka hal tersebut (sering bertanya mengenai hal yang ada sangkut pautnya dengan ucapan yang tidak diselesaikan oleh tokoh Laki-laki Tua) tidak akan terjadi. Dengan menunjukkan pemanfaatan ”muka” negatif yang dilakukan dengan cara menunjukkan keseganan pun akan membuat mekanisme percakapan menjadi kurang lancar, karena adanya ucapan yang tidak diselesaikan. Hal tersebut dapat membuat lawan tutur melakukan dua hal pada topik pembicaraan yang tengah dilakukannya. Kedua hal tersebut yaitu lawan tutur meneruskan pembicaraan yang memang pada awalnya menjadi
11
topik utama, atau lawan tutur terus menanyakan ucapan yang tidak diselesaikan. (d) Memulai dengan Kata-kata Maaf Dalam drama Awal dan Mira, pemanfaatan ”muka” negatif tersebut terdapat pada satu dialog, yaitu: (1) Dialog 84 : Maaf Saudara, kita belum berkenalan. (84.1) : Dengan mendengar omongan Saudara, saya sudah mengenal jiwa Saudara. Dan itu bagi saya sudah cukup, lebih cukup daripada mengenal nama atau jabatan. (84.2) (AdM, 2006: 48) Wartawan Awal
Pada dialog di atas, tokoh yang menunjukkan pemanfaatan ”muka” negatif adalah tokoh Wartawan. Selain tokoh Wartawan, tidak ditemukan lagi tokoh lain yang menunjukkan pemanfaatan ”muka” negatif yang dilakukan dengan cara memulai dengan kata-kata maaf. Lawan tutur tokoh Wartawan ketika menunjukkan pemanfaatan ”muka” negatif tersebut adalah tokoh Awal. Tokoh Wartawan menunjukkan pemanfaatan ”muka” negatif kepada tokoh Awal, karena pada saat itu tokoh Wartawan dan tokoh Awal belum saling kenal. Memang mereka sudah melakukan percakapan satu sama lain ketika tokoh Wartawan datang mengunjungi kedai kopi tokoh Mira, tetapi sebelum percakapan tersebut terjadi mereka belum berkenalan secara formal. Ada beberapa percakapan yang berisi perdebatan (perbedaan pendapat) di antara keduanya, sehingga ketika tokoh Wartawan ingin berkenalan dengan tokoh Awal, ia menggunakan kata maaf di awal kalimatnya. Hal tersebut dilakukan agar emosi tokoh Awal berkurang, sehingga percakapan yang selanjutnya akan lebih baik lagi. Namun pada kenyataannya, sambutan tokoh Awal atas ucapan tokoh Wartawan kurang baik. Dengan ditunjukkannya pemanfaatan ”muka” negatif, maka hubungan di antara keduanya tidak akan terlalu buruk. Dikatakan demikian, karena tokoh Wartawan memulai dengan kata-kata yang sopan, sehingga percakapan selanjutnya tidak akan terlalu banyak menimbulkan perdebatan atau
12
pertentangan pendapat. Sebuah tindakan yang tepat untuk dilakukan setelah perdebatan atau pertentangan pendapat telah terjadi sebelumnya. Bukan hanya hubungan di antara keduanya saja yang tidak akan terlalu buruk, dampak yang terjadi terhadap mekanisme percakapan yang sedang berlangsung pun tidak akan berjalan dengan buruk. Bahkan, mekanisme percakapan yang terjadi akan berjalan dengan lancar, karena percakapan dimulai dengan kata-kata yang sopan. (e) Tidak Berbicara mengenai Orang Tertentu Dalam drama Awal dan Mira, pemanfaatan ”muka” negatif tersebut terdapat pada 37 dialog. Satu dialog diantaranya, yaitu: (1) Dialog 88 Awal Ibu Mira
: (Tegas) Saya mau bicara dengan Mira, Bu. (88.1) : Tapi barangkali akan lama juga dia pergi. Tidak dapatkah Ibu menolong menyampaikan pesan Aden kepadanya? (88.2) (AdM, 2006: 33) Pada dialog di atas, tokoh yang menunjukkan pemanfaatan ”muka”
negatif adalah tokoh Ibu Mira. Lawan tuturnya pada dialog di atas adalah tokoh Awal, tetapi tokoh yang sedang dibicarakannya adalah tokoh Mira. Dialog tokoh Ibu Mira yang tengah membicarakan orang atau tokoh tertentu terlihat pada dialog (88.2). Tokoh Ibu Mira membicarakan tokoh Mira dengan tokoh Awal, karena tokoh Awal pun adalah tokoh yang mengenal tokoh Mira. Dengan demikian, tidak akan terjadi kesalahan penggambaran tokoh pada kedua tokoh tersebut. Bila tokoh Awal tidak mengenal tokoh Mira, tentu tokoh Ibu Mira tidak akan membicarakannya dengan tokoh Awal. Seperti yang terjadi pada dialog 87, hubungan di antara kedua tokoh tersebut tidak menjadi buruk dan tetap baik. Hal tersebut disebabkan tidak terjadi kesalahpahaman pada tokoh Awal dan tokoh Ibu Mira. Mekanisme percakapan yang terjalin pun tetap lancar, karena mereka memiliki topik pembicaraan yang dapat mereka gunakan ketika mereka memiliki keinginan untuk bercakap.
13
Simpulan (1) Para tokoh dalam drama Awal dan Mira akan menunjukkan pemanfaatan ”muka” positif dan pemanfaatan ”muka” negatif pada saat suasana tertentu. Suasana yang membuat para tokoh menunjukkan pemanfaatan ”muka” positif dan pemanfaatan ”muka” negatif, yaitu: a. Munculnya ketertarikan pada suatu kejadian ataupun suatu ucapan yang dilontarkan oleh lawan tutur (terjadi ketika para tokoh menunjukkan pemanfaatan ”muka” positif yang dilakukan dengan cara memperhatikan keinginan atau menaruh perhatian atas apa yang dibawakan lawan tutur). b. Adanya persamaan pada latar belakang para tokoh (terjadi ketika para tokoh menunjukkan pemanfaatan ”muka” positif yang dilakukan dengan cara menggunakan kata-kata yang menunjukkan persamaan identitas). c. Adanya kemungkinan terciptanya perselisihan atau perdebatan di dalam percakapan para tokoh (terjadi ketika para tokoh menunjukkan pemanfaatan ”muka” positif yang dilakukan dengan cara menghindari pertentangan pendapat). d. Terjadinya percakapan di antara para tokoh dan tokoh yang sebelumnya telah saling kenal dan akrab (terjadi ketika para tokoh menunjukkan pemanfaatan ”muka” positif yang dilakukan dengan cara memperkirakan keinginan atau kesenangan lawan tutur). e.
Memiliki suatu keinginan atau permintaan (terjadi ketika para tokoh menunjukkan pemanfaatan ”muka” negatif yang dilakukan dengan cara hedge).
f. Terjadinya percakapan di antara para tokoh yang memiliki status berbeda, dan lawan tutur tokoh tersebut memiliki status yang lebih tinggi (terjadi ketika para tokoh menunjukkan pemanfaatan ”muka” negatif yang dilakukan dengan cara menunjukkan rasa pesimis dan yang dilakukan dengan cara menunjukkan keseganan). g. Terjadinya percakapan dengan tokoh yang sebelumnya tidak dikenal dan memiliki keinginan untuk berkenalan ataupun memperbaiki keadaan buruk yang terjadi sebelumnya (terjadi ketika para tokoh menunjukkan
14
pemanfaatan ”muka” negatif yang dilakukan dengan cara memulai dengan kata-kata maaf). h. Membicarakan tokoh lain yang tidak ikut berbincang dengan para tokoh (terjadi ketika para tokoh menunjukkan pemanfaatan ”muka” negatif yang dilakukan dengan cara tidak berbicara mengenai orang tertentu). (2) Melihat dialog-dialog yang terdapat pada lampiran, maka akan terlihat bahwa tokoh Mira, tokoh Awal, tokoh Si Baju Biru, tokoh Si Baju Putih, dan tokoh Wartawan adalah para tokoh yang sering menggunakan pemanfaatan ”muka” positif. Berbeda halnya dengan para tokoh tersebut, tokoh Laki-laki Tua adalah tokoh yang sering menggunakan pemanfaatan ”muka” negatif. Namun, dari lima tokoh yang sering menggunakan pemanfaatan ”muka” positif, tokoh yang paling berperan di dalamnya adalah tokoh Mira dan tokoh Awal. (3) Dengan adanya pemanfaatan konsep ”muka” (baik pemanfaatan ”muka” positif maupun pemanfaatan ”muka” negatif), maka hubungan di antara para tokoh akan menjadi baik. Hal tersebut disebabkan para tokoh dapat menghindari perselisihan atau perdebatan, memiliki bentuk perhatian pada tokoh lain, dan adanya pengakuan atas latar belakang yang sama. Dampak yang terjadi terhadap mekanisme percakapan yang sedang berlangsung pun akan menjadi baik dan lancar. Hal tersebut disebabkan percakapan yang tengah terjalin dapat diselesaikan hingga akhir, tanpa perlu terhenti di tengah jalan.
Daftar Sumber: Damono, Sapardi Djoko (ketua). 2006. Antologi Drama Indonesia. Jakarta: Amanah Lontar. Hlm. 29-52. Soemanto, Bakdi. 2001. Jagat Teater. Yogyakarta: Media Pressindo. Suganda, Dadang. 2007. ”Pemanfaatan Konsep “Muka” (Face) dalam Wacana Wayang Golek: Analisis Pragmatik”. Dalam Metalingua 5: 15-32.
15