PENELITIAN BUDIDAYA JENIS BAMBANG LANANG

PENELITIAN BUDIDAYA JENIS BAMBANG LANANG

ASPEK : SILVIKULTUR GROWTH & YIELD STATUS PEMBUDIDAYAAN PERLINDUNGAN PENGUKURAN BIOMASSA

Program Judul RPI Koordinator RPI Judul Kegiatan Sub Judul Kegiatan Pelaksana Kegiatan

: Litbang Pembangunan dan Pengelolaan Hutan Tanaman : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan : Drs. Riskan Efendi, MSc. : Budidaya Jenis Bambang Lanang : Aspek Silvikultur : Ir. Abdul Hakim Lukman, MSi. Armellia Prima Yuna, S. Hut. Kusdi Mulyadi, S. Hut.

 Abstrak Kegiatan penelitian bambang dari aspek sebaran dan pembibitannya telah dilaksanakan di Kabupaten Lahat, Empat Lawang dan Kota Pagar Alam. Metode yang digunakan dalam kegiatan kajian sebaran adalah metode survei, sedangkan kegiatan pembibitan menggunakan metode eksperimen. Hasil survei menunjukkan bambang lanang tersebar hampir di tiga kabupaten/kota yang disurvei, yang tumbuh pada daerah dengan ketinggian sekitar 100 – 1000 m dpl, topografi datar-berbukit, jenis tanah podsolik merah kuning, podsolik coklat kekuningan, asosiasi podsolik coklat dan litosol, dan hidromorf kelabuan; drainase sedangbaik. Perbanyakan bambang dapat dilakukan melaui cabutan maupun semai. Bibit dari cabutan harus mengalami penyungkupan terlebih dahulu pada saat penyapihan. Pertumbuhan bibit yang dinaungi dengan intensitas cahaya 7.000 – 20.000 lux lebih baik dibandingkan dengan tanpa disungkup. Kata kunci : Bambang lanang, sebaran, pembibitan, produktivitas 

Ringkasan

A. Latar Belakang Bambang lanang (Michelia champaca) merupakan jenis pohon lokal penghasil kayu pertukangan yang dikenal oleh masyarakat dengan sebutan pohon bambang atau medang bambang. Di Sumatera Selatan, jenis ini telh pembudidayaannya telah berkembang terutama di tiga kabupaten.kota, yaitu Kabupaten Empat Lawang, Lahat dan Kota Pagar Alam dengan pola penanaman campuran dengan tanaman perkebunan seperti kopi, kakao dan karet. Pohon bambang oleh masyarakat di panen pada umur 10 – 15 tahun dengan menghasilkan produk kayu sekitar 0,5 – 1 m3/pohon. Produktivitas bambang lanang yang dihasilkan dari lahan kebun masyarkat dilaporkan rata-rata sebesar 13 m3/ha/th (Sofyan, et al., 2010), sementara target yang diamanatkan dalam Road Map Badan Libang Kehutanan 2010-2025 untuk jenis alternatif daur menengah (> 10 th), seperti jenis bambang lanang adalah 15 m3/ha/th (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 2009), sehingga masih perlu adanya upaya meningkatkan produktivitas hutan tanaman bambang lanang tersebut. Upaya meningkatkan produktivitas dan kualitas produk dapat dilakukan dengan memadukan teknologi penggunaan bibit unggul lewat program pemuliaan, Teknik Budidaya Bambang Lanang-2010

29

dan praktek silvikultur yang tepat. Praktek silvikultur yang tepat kegiatannya meliputi persiapan lahan yang baik, waktu penanaman yang tepat, pemupukan dengan macam dan dosis yang tepat, jarak tanam yang cocok, pemeliharaan tanaman yang bagus dan kontinyu, pemangkasan cabang dan penjarangan serta upaya mengendalikan kehilangan produk akibat hama, penyakit dan sebab-sebab lainnya. B. Tujuan dan Sasaran Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas lingkungan serta nilai ekonomi hutan tanaman bambang lanang. Sasaran yang ingin dicapai dari aspek silvikultur untuk tahun 2010 adalah : 1. Tersedianya data dan informasi sebaran dan persyaratan tumbuh bambang 2. Tersedianya teknik pembibitan bambang lanang C. Metode Penelitian 1. Studi sebaran Studi sebaran dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder yang terkait dengan sebaran alami jenis tersebut. Studi sebaran populasi meliputi pemetaan lokasi sebaran, dan pengukuran serta pengamatan kuantitatif dan kualitatif tegakan. 2. Pembibitan bambang lanang Pembibitan bambang yang dilakukan terdiri dari beberapa kegiatan pengujian, yaitu uji lama penyimpanan cabutan, penyungkupan cabutan, aplikasi media sapih, pupuk, naungan serta uji perkecambahan benih setelah disimpan. Metodologi yang digunakan dalam kegiatan pembibitan adalah metode eksperimen dengan mengaplikasikan beberapa perlakuan yang akan diujikan. Peubah yang diamati meliputi persentase hidup, tinggi dan diameter bibit. Data yang diperoleh di olah dan dianalisis menggunkan sidik ragam. D. Hasil yang dicapai 1. Sebaran Dari hasil survei yang telah dilakukan di tiga kabupaten di Sumatera Selatan , yaitu Kabupaten Lahat, Empat Lawang dan Pagar Alam, bambang lanang dapat dijumpai hampir di seluruh kabupaten yang di survei. Sebaran bambang terdapat di kebun-kebun masyarakat baik tumbuh secara alami (tidak ditanam) maupun yang ditanam bercampur dengan tanaman kopi, kakao atau karet. Kondisi umum lokasi yang disurvei mempunyai karakteristik sebagai berikut : jenis tanah asosiasi podsolik coklat dan litosol, podsolik merah kekuningan, podsolik coklat kekuningan dan hidromorf kelabuan; drainase sedang – baik; topografi datar – berbukit; ketinggian tempat 136 – 1.143 m dpl; curah hujan 2000 – 3000 mm/tahun, dan kelembaban 60 – 90%. Dalam kegiatan survei sebaran juga dilakukan penunjukkan pohon induk. Jumlah pohon induk yang berhasil ditunjuk ada 16 batang di Lahat, 58 batang di Empat Lawang, dan 8 batang di Pagar Alam Teknik Budidaya Bambang Lanang-2010

30

Gambar 1. Sebaran Bambang di Kabupaten Lahat, Empat Lawang dan Kota Pagar Alam 2. Pembibitan a. Uji lama penyimpanan cabutan Cabutan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari 5 pohon induk yang ada di Seleman Ulu, Kabupaten Empat Lawang, dan Muara Payang, Kabupaten Lahat. Setelah 7 hari disimpan dalam kantong plastik dan di ikat rapat, menghasilkan persentase hidup cabutan cukup tinggi, 88,2%. Setelah masa penyimpanan diperpanjang hingga 12 hari, persentase bibit yang masih segar tinggal 49%. b. Uji penyungkupan cabutan Materi yang digunakan adalah cabutan dari 15 pohon induk dengan tiga kelas tinggi cabutan, yaitu 4 – 10 cm, 10 – 15 cm, dan >15 cm. Hasil pengujian menunjukkan setelah disungkup selama 1 bulan, menghasilkan persentase hidup rerata 62,36%. Sementara cabutan yang tidak disungkup, memberikan persentase hidup 55%. c. Uji pengaruh media sapih Media sapih campuran tanah dan kompos dengan perbandingan 4 : 1 menghasilkan pertumbuhan tinggi dan diameter cabutan bambang lebih tinggi dibanding media tanah, dengan peningkatan tinggi dan diameter berturut-turut 52,94% dan 53,91%. d. Uji pengaruh penyungkupan dan dosis pupuk SP 36 Cabutan yang disungkup selama satu bulan, setelah disapih selama 5 bulan menghasilkan pertambahan tinggi dan diameter lebih tinggi dari tanpa disungkup. e. Uji perkecambahan benih (setelah disimpan 2 bulan) Benih bambang yang telah disimpan dalam kantong plastik tertutup dalam kondisi lembab, memiliki persentase perkecambahan yang tinggi, yakni 95 %. Kecambah muncul pertama kali setelah 10 hari disemai.

Teknik Budidaya Bambang Lanang-2010

31

f. Uji pengaruh naungan Naungan dengan intensitas cahaya 7.000 – 20.000 lux, menghasilkan pertumbuhan tinggi yang lebih besar dibanding dengan tanpa naungan dan intensitas cahaya 1.000 – 5.000 lux. Tetapi sebaliknya diameter pada tempat tanpa naungan lebih besar dari yang dinaungi. E. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kesimpulan a. Bambang lanang dijumpai di kebun-kebun masyarakat di kabupaten Lahat, Empat Lawang dan Kota Pagar Alam, baik tumbuh alami maupun sengaja ditanam campuran dengan kopi, kakao, atau karet. b. Bambang lanang tumbuh pada jenis tanah podsolik merah kekuningan, podsolik coklat kekuningan, asosiasi podsolik coklat dan litosol, dan hidromorf kelabuan, dengan ketinggian tempat 100 – 1000 m dpl, dan drainase sedangbaik. c. Perbanyakan bambang lalang dapat dilakukan melalui cabutan maupun semai. d. Bibit bambang yang brasal asal dari cabutan memerlukan penyungkupan selama satu bulan pada saat penyapihan. e. Benih bambang yang disimpan dalam kantong plastik dengan kondisi lembab (tidak dikeringanginkan) setelah disimpan selama dua bulan dalam ruang pendingin memiliki persentase berkecambah > 90%. f. Pertumbuhan bibit bambang dipersemaian pada naungan dengan intensiatas cahaya 7.000 – 20.000 lux menghasilkan pertumbuhan tinggi yang lebih baik dibanding dengan tanpa naungan. 2. Rekomendasi Pengembangan bambang lanang dapat dilaksanakan dengan menggunakan bibit asal cabutan maupun semai pada lokasi yang mempunyai ketinggian tempat sekitar 100 – 1000 m dpl dengan drainase baik.  Lampiran

Tegakan bambang umur 5 tahun

Pembibitan bambang asal cabutan Teknik Budidaya Bambang Lanang-2010

32

Program

: Pengelolaan Hutan Tanaman

Judul RPI

: Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan : Drs. Riskan Efendi, MSc : Teknik Budidaya Bambang : Aspek Growth & Yield : Agus Sumadi, S. Hut Hengki Siahaan, S. Hut, M. Si Johan P. Tampubolon

Koordinator RPI Judul Kegiatan Sub Judul Kegiatan Pelaksana Kegiatan

 Abstrak Penelitian budidaya bambang aspek growth & yield merupakan penelitian untuk menggambarkan pertumbuhan dan hasil tegakan dalam persamaan matematik. Pada tahun 2010 penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi riap diameter, riap tinggi, riap volume tegakan bambang pada berbagai ketinggian tempat. Penelitian dilakukan dengan pembangunan plot PUP pada hutan rakyat bambang serta melakukan pengukuran dimensi tegakan dalam plot. Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan bambang terbaik pada ketinggian 100-200 mdpl yang terdapat di Kab. Empat Lawang. Regresi hubungan antara diameter dan luas tajuk memberikan informasi kerapatan tegakan optimal berdasarkan besarnya diameter pohon. Kata kunci : budidaya bamabang, aspek growth&yield, riap diameter, riap tinggi, kerapatan optimal  Ringkasan A. Latar Belakang Pembangunan hutan tanaman (hutan tanaman rakyat maupun hutan tanaman industri) serta hutan rakyat memerlukan informasi mengenai pertumbuhan dan hasil tegakan dari jenis yang dikembangkannya. Informasi berguna dalam melakukan manajemen pengaturan hasil dan prediksi kelestarian pengelolaan hutan. Kegiatan utama dalam pengelolaan hutan tanaman pada hakekatnya adalah penanganan pertumbuhan tegakan dengan tujuan memeroleh hasil tegakan hutan yang optimal. Dalam pengelolaan hutan tanaman diperlukan informasi yang memadahi mengenai pertumbuhan dan hasil tegakan hutan tanaman. Berdasarkan kondisi tersebut diperlukan penelitian yang komprehensif terhadap hutan tanaman yang meliputi penelitian pertumbuhan tegakan, model penduga volume pohon, pengaturan hasil dan informasi daur optimal tegakan. B. Tujuan dan Sasaran Secara garis besar, penelitian ini bertujuan untuk menyajikan informasi pertumbuhan dan hasil tegakan hutan tanaman dalam rangka mendukung peningkatan produktifitas hutan tanaman bambang yang disajikan dalam bentuk perangkat model matematik. Sasaran penelitian pada tahun 2010 untuk menghasilkan informasi dimensi tegakan pada berbagai umur, riap tegakan yang meliputi riap diameter, riap tinggi, riap volume serta informasi kerapatan optimal tegakan dengan pendekatan regresi antara diameter dengan luas tajuk.


33

C. Metode Penelitian 1. Pengumpulan data Pengumpulan data pertumbuhan dan hasil tegakan dilakukan dengan pengukuran dimensi tegakan dalam tiap plot PUP. Parameter yang diukur tiap plot berupa diameter setinggi dada, tinggi bebas cabang, tinggi total dan proyeksi tajuk. 2. Pengolahan data Pengolahan data model pertumbuhan dan hasil tegakan dengan menggunakan analisis regresi antara pertumbuhan dan hasil tegakan dengan variable-variabel yang mempengaruhinya. Pertumbuhan tegakan yang akan dianalisis meliputi pertumbuhan diameter, pertumbuhan tinggi dan regresi antara diameter dengan luas proyeksi tajuk. D. Hasil yang Telah Dicapai Kegiatan penelitian growth & yield dilaksanakan dengan melakukan pembuatan Petak Ukur Permanent (PUP) pada hutan rakyat bambang lanang yang ada di Kabupaten Empat Lawang, Kabupaten Lahat dan Kota Pagar Alam. Hasil pengukuran pohon-pohon yang ada di tiap PUP memberikan informasi sebagai berikut. 1. Kab Empat Lawang Pengukuran tegakan bambang di Kabupaten Empat Lawang dilakukan pada daerah yang mewakili ketinggian 100 – 200 mdpl sedangkan tegakannya berumur 5, 6, 8, 9 dan 10 tahun. Tegakan bambang pada umur 5 tahun memberikan informasi diameter tegakan sebesar 18,94 cm, tinggi 14,63 m, potensi per Ha sebesar 88,91 m3/ha. Riap diameter rata-rata tahunan (MAI) sebesar 3,79 cm/tahun, MAI tinggi 2,93 m/thn dan MAI volume 17.78 m3/ha/thn . Sedangkan pada tegakan berumur 10 tahun memiliki diameter 30,21 cm, tinggi 24 m dan volume sebesar 192,31 m3/ha. Pada tegakan umur ini memiliki MAI diameter sebesar 3,02 cm/tahun, MAI tinggi 2,4 m/thn dan MAI volume 19.23 m3/ha/thn. 2. Kabupaten Lahat Penelitian growth&yield bambang di Kab Lahat dilakukan pada daerah yang mewakili ketinggian 350-450 mdpl. Pada lokasi ini dilakukan pengukuran pada tegakan berumur 3 dan 7 tahun. Pohon bambang umur 3 tahun yang ada di Kecamatan Tanjung Tebat memberikan informasi rata-rata diameter sebesar 11,38 cm, tinggi total 7.55m dan potensi sebesar 18.04 m3/ha. Tegakan bambang ini memberikan informasi MAI diameter 3.79 cm/thn, MAI tinggi 2,52 m/thn serta MAI volume sebesar 6.01 m3/ha/thn. Lokasi yang sama tegakan berumur 7 tahun memiliki diameter 19.06 cm, tinggi 13.69 m dan potensi 69.45 m3/ha. Tegakan ini memiliki MAI diameter sebesar 2.72 cm/thn, MAI tinggi 1.96 m/thn dan MAI volume 9.92 m3/ha/thn. 3. Kota Pagar Alam Kota Pagar Alam merupakan daerah dimana masyarakat banyak mengembangkan pohon bambang dalam bentuk hutan rakyat. Lokasi penelitian dilakukan pada daerah yang mewakili ketinggian 700-1200 mdpl. Objek penelitian pada tegakan berumur 3, 5, 6, 8, 15 dan 17 tahun. Pada umur 3 tahun pohon memiliki diameter rata-rata 11.21 cm, tinggi total 7.28 m dan potensi Teknik Budidaya Bambang Lanang-2010

34

22.35m3/ha. Pada tegakan ini MAI diameter sebesar 3.74 cm/thn, MAI tinggi 2,43 serta MAI volume 7.45 m3/ha/thn. Tegakan bambang umur 17 tahun diameter rata-rata 33.16 cm, tinggi pohon 27.07m, potensi 298,54 m3/ha. Riap diameter tegakan ini 1.95 cm/tahun, MAI tinggi 1.59 m/tahun dan MAI volume 17.56 m3/ha/thn. 4. Hubungan diameter dan luas proyeksi tajuk Hubungan antaran diameter dengan luas tajuk berguna dalam menentukan kerapatan ideal tegakan yang dibangun secara monokultur. Persamaan diabangun berdasarkan persamaan eksponensial dengan rumus y=a*e(bx) dimana y adalah luas tajuk, x meruapakan diameter setinggi dada. Tegakan bambang yang ada di tiga kabupaten menghasilkan persamaan y = 6.6408786 * e (0.05473 x). Persamaan ini memiliki R2 sebesar 88.34%. Hasil analisis data berdasarkan persamaan diatas dapat memberikan informasi seperti pada tabel berikut. Tabel 1. Hubungan antara diameter (Dbh) dengan jumlah pohon per ha Jumlah Dbh Jumlah Dbh (cm) pohon/ha (cm) pohon/ha 2 1350 18 562 4 1210 20 504 6 1084 22 452 8 972 24 405 10 871 26 363 12 781 28 325 14 700 30 292 16 627

E. Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan Sebaran tegakan bambang dalam bentuk hutan rakyat terdapat di Kab Empat Lawang, Lahat dan Kota Pagar Alam. Pertumbuhan berdasarkan ketinggian tempat menunjukkan semakin tinggi tempat tumbuh bambang pertumbuhan tegakan menurun baik diameter maupun tinggi tanaman. Pertumbuhan terbaik pada tegakan yang tumbuh di kab Empat Lawang dengan ketinggian antara 100 – 200 mdpl. Hubungan antara diameter dan luas tajuk memberikan informasi kerapatan pohon optimal per ha. Rekomendasi Berdasarkan hasil yang diperoleh perlu dilakukan penelitian/pembuatan PUP pada lokasi yang memiliki ketinggian kurang dari 100 mdpl dan yang lebih dari 1200 mdpl untuk melengkapi data dan memperoleh informasi pertumbuhan yang lebih lengkap. Hasil regresi antara diameter dan luas tajuk dapat menjadi pedoman dalam menentukan jarak tanam dalam melakukan penanaman serta pedoman dalam melakukan penjarangan untuk mendapatkan kerapatan optimal.


35

Lampiran

Gambar 1.

Gambar 2.

Tegakan bambang umur 3 tahun pola campuran dengan kakao

Tegakan bambang umur 6 tahun pola campuran dengan kopi

Gambar 3.

Gambar 4.

Tegakan bambang monokultur umur 9 tahun

Tegakan bambang monokultur umur 10 tahun


36

Program

: Pengelolaan Hutan Tanaman

Judul RPI

: Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan : Drs. Riskan Efendi, MSc : Budidaya Jenis Kayu bawang : Aspek Pembudidayaan Bambang di Status Masyarakat : Edwin Martin, S. Hut, M. Si Bambang Tejo Premono, S. Hut, M. Si Armellia Prima Yuna, S. Hut Ari Nurlia, S. Hut Agus Baktiawan Hidayat

Koordinator RPI Judul Kegiatan Sub Judul Kegiatan Pelaksana Kegiatan



Abstrak

Bambang lanang menyebar menjadi hutan tanaman skala kecil melalui minat alami masyarakat. Masa tanam bambang lanang yang lebih dari 10 tahun tidak menurunkan minat masyarakat untuk terus menanam bambang pada lahan mereka. Saat ini, masyarakat di Sumatera Selatan diproyeksikan telah menanam lebih dari 3 juta pohon bambang lanang. Fenomena penanaman jenis kayu pertukangan bambang lanang terjadi di masyarakat namun belum dilakukan oleh unit usaha IUPHHK-HTI dan HTR. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status pembudidayaan bambang lanang di masyarakat. Penelitian dilaksanakan dengan metode survei yang dilengkapi dengan focus group discussion (FGD). Hasil yang telah dicapai menyatakan masyarakat memilih bambang lanang sebagai salah satu komoditas budidaya setelah melalui 4 (empat) tahap pemilihan jenis tanaman. Mereka menempatkan jenis pohon ini sebagai cadangan sumber ekonomi keluarga di masa depan. Agroforestry adalah pola tanam yang paling cocok dikembangkan bagi pembangunan hutan tanaman bambang lanang. Kata kunci : bambang lanang, hutan tanaman, status pembudidayaan, pemilihan jenis tanaman, agroforestry. 

Ringkasan

A. Latar Belakang Masa panen bambang lanang yang lebih dari 10 tahun tidak menyurutkan minat masyarakat untuk terus menanam bambang pada lahan-lahan mereka. Dalam 3 (tiga) tahun terakhir, 500.000 batang bibit setiap tahunnya yang disiapkan penangkar bibit di Kecamatan Jarai dan Muara Payang di Kabupaten Lahat belum dapat memenuhi permintaan masyarakat. Berbeda dengan kasus jati dan jabon yang pernah dan sedang menyebar di Sumatera Selatan melalui dukungan promosi media massa, bambang lanang menyebar menjadi hutan tanaman skala kecil melalui minat alami masyarakat. Saat ini, masyarakat di Sumatera Selatan diproyeksikan telah menanam lebih dari 3 juta pohon bambang lanang.


37

Pada banyak lokasi dapat ditemui masyarakat yang mengalokasikan lebih dari 1 ha lahannya khusus untuk bambang lanang. Menurut Enters et al. (2003) penanaman pohon lebih dari satu hektar biasanya berhubungan dengan produksi pendapatan (income generation) dan pengembalian investasi finansial (financial return). Fenomena penanaman jenis kayu pertukangan bambang lanang terjadi di masyarakat namun belum dilakukan oleh unit usaha IUPHHK-HTI dan HTR. Studi tentang pemahaman mengenai fakta masyarakat tertarik dan melakukan penanaman bambang lanang adalah fenomena penting untuk dipelajari. B. Tujuan dan Sasaran Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status pembudidayaan Bambang Lanang di masyarakat. Adapun sasaran dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tersedianya informasi metode pemilihan jenis dan pola tanam Bambang oleh masyarakat 2. Tersedianya pengetahuan dan informasi tingkat inovasi silvikultur budidaya Bambang di masyarakat. C. Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan metode survei yang dilengkapi dengan focus group discussion (fgd). Data primer dikumpulkan melalui wawancara terhadap rumah tangga penanaman bambang lanang melalui kuesioner terstruktur. Responden ditentukan secara acak sejumlah 10% dari jumlah total keluarga di desa. Jumlah responden di Desa Pajar Bakti (Kabupaten Empat Lawang) sebanyak 42 keluarga, 28 keluarga di Belumai (Kota Pagar Alam), 32 keluarga di Sukajadi (Kota Pagar Alam), 28 keluarga di Pelangkenidai (Kota Pagar Alam), dan 30 keluarga di Muara Meo (Kabupaten Muara Enim), sehingga jumlah total responden penelitian ini sebanyak 160 keluarga. D. Hasil yang Telah Dicapai 1. Metode pemilihan jenis tanaman Hasil penelitian menunjukkan bahwa bambang lanang dipilih masyarakat sebagai salah satu jenis yang dibudidayakan di dalam kebun-kebun produktif setelah melewati 4 (empat) tahapan pemilihan jenis tanaman. Pada tahap awal (I) penanam bambang lanang melakukan pendaftaran semua jenis dan pola tanam yang paling mungkin ia terapkan, selanjutnya (tahap II) mereka memilih jenis memiliki prospek ekonomi paling baik. Hasil tahap II adalah terpilihnya jenisjenis utama kebun seperti kakao, karet, dan kopi. Tahap selanjutnya adalah (III) masyarakat memilih jenis yang memenuhi kebutuhan pangan tradisional, seperti durian dan kopi. Pada tahap terakhir (IV) masyarakat memilih jenis yang dapat menjadi cadangan sumber ekonomi pada masa depan, hasil tahap terakhir inilah bambang lanang terpilih sebagai komoditas budidaya masyarakat.


38

2. Tingkat inovasi silvikultur bambang lanang di masyarakat Secara tradisional, bambang lanang tidak dibudidayakan secara sengaja oleh masyarakat (khususnya masyarakat Lintang di Kabupaten Empat Lawang). Tumbuhan ini menyebar secara alami di dalam kebun-kebun milik mereka. Masyarakat hanya melakukan pembiaran bambang lanang tumbuh di antara jenisjenis budidaya di kebun mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat penyebar bambang lanang telah melakukan praktik budidaya dasar yang mengarah ke intensif. Sebanyak 33% responden telah melakukan praktif budidaya intensif, meliputi kegiatan pemilihan bibit yang memiliki penampilan terbaik, pengaturan jarak tanam, pemupukan, pemberantasan gulma, dan pemangkasan. Sementara, 67% responden lainnya melakukan praktik silvikultur dasar seperti penanaman dan pemeliharaan (pembebasan gulma). Secara umum, inovasi teknik silvikultur yang telah dipraktikkan oleh masyarakat berupa kegiatan menanam dengan jarak tanam tertentu, pemupukan, dan pembesihan gulma. Kegiatan pemilihan bibit berkualitas, pemangkasan, dan penjarangan belum umum dilakukan responden penelitian. Pola tanam yang paling banyak dipraktikkan masyarakat adalah agroforestry, sementara pola monokultur hanya dipraktikkan oleh kelompok masyarakat yang memiliki lahan kebun cukup luas atau pekerjaan utamanya bukan petani. Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa semua budidaya bambang lanang yang diterapkan oleh masyarakat layak untuk diusahakan. Harga jual lahan mempengaruhi tingkat kelayakan usaha budidaya bambang lanang. Jika harga beli lahan Rp. 25 juta per hektar (kasus Desa Pajar Bakti) maka 80 pohon bambang lanang per hektar telah layak untuk diusahakan, namun jika harga beli lahan Rp. 65 juta per hektar (kasus di Kota Pagar Alam) maka bambang lanang yang harus ditanam adalah sejumlah minimal 222 batang. E. Kesimpulan dan Rekomendasi Masyarakat memilih bambang lanang sebagai salah satu komoditas budidaya setelah melalui 4 (empat) tahap pemilihan jenis tanaman. Mereka menempatkan jenis pohon ini sebagai cadangan sumber ekonomi keluarga di masa depan. Status praktik inovasi silvikultur masyarakat pembudidaya bambang lanang adalah pada tahap silvikultur dasar yang mengarah kepada silvikultur intensif. Implikasi hasil penelitian ini adalah bahwa peningkatan produktivitas bambang lanang tidak cukup menarik bagi masyarakat jika dilakukan melalui input teknologi yang berbiaya tinggi, sehingga direkomendasikan untuk melakukan perakitan teknik budidaya yang bersifat lokalitas dan rendah input saja. Agroforestry adalah pola tanam yang paling cocok dikembangkan bagi pembangunan hutan tanaman bambang lanang.


39

Lampiran

Gbr 1. Kayu Bambang

Gbr 3. Wawancara dengan Pemilik Lahan

Gbr 2. Pengukuran Kayu Bambang

Gbr 4. Kelompok Diskusi Fokus (DKF)


40


: Litbang Pembangunan dan Pengelolaan Hutan Tanaman : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan : Drs. Riskan Efendi, MSc. : Budidaya Jenis Bambang Lanang : Aspek Perlindungan : Andika Imanullah, S. Si Johan P Tampubolon

 Abstrak Bambang Lanang (Michelia champaca L.) adalah salah satu jenis tanaman kehutanan unggulan lokal di Sumatera Selatan. Tetapi Pembangunan tanaman hutan khususnya tegakan Bambang Lanang sering kali terkendala serangan hama dan penyakit. Untuk mengantisipasi timbul dan berkembangnya gangguan hama dan penyakit pada tanaman Bambang Lanang maka diperlukan kegiatan pencegahan dan pengendalian. Penelitian ini dilakukan tahun 2010 untuk identifikasi, serta inventarisasi hama dan penyakit, untuk mendapatkan jenis hama dan penyakit yang potensial pada tanaman Bambang Lanang. Penelitian bertujuan mendapatkan teknik PHT yang efektif, Sasaran dari kegiatan penelitian adalah mendapatkan jenis hama dan penyakit yang potensial dan pengaruh teknik silvikultur yang diterapkan terhadap serangan hama dan penyakit. Lokasi penelitian dilakukan di beberapa desa di kabupaten Lahat, Empat Lawang dan Kota Pagar Alam Provinsi Sumatera Selatan. Prosedur kerja yang dilakukan dengan menginfentarisasi hama dan penyakit, hama dan penyakit yang didapat kemudian di identifikasi di Pusat Penelitian Biologi Bagian Zoologi LIPI. Juga dilakukan wawancara dan pengamatan langsung dengan Parameter yang diamati adalah jenis hama yang menyerang, bentuk kerusakan, bagian tanaman yang terserang, persentase serangan dan tingkat kerusakan tanaman. hasil yang dicapai dari penelitian ini adalah hama yang didapatkan yaitu Dari pengamatan yang dilakukan pada tegakan Bambang Lanang ditemukan beberapa hama dan penyakit yang potensial antara lain Kumbang (coleoptera), Kepik (Hemiptera) Dan ulat. Penyakit yang menyerang Tanaman Bambang Lanang antara lain Embun jelaga, Karat daun,dan Bercak coklat. Masyarakat rata-rata menanam Bambang Lanang dengan pola Campuran yang diharapkan bisa mencegah atau mengurangi serangan hama dan penyakit. Kata Kunci : Bambang Lanang, Hama, Penyakit, Pola Campuran, teknik silvikultur.  Ringkasan A. Latar Belakang Bambang Lanang (Michelia champaca L.) adalah salah satu jenis tanaman kehutanan unggulan lokal di Sumatera Selatan, manfaatnya sebagai bahan bangunan. Pertumbuhannya cepat dan kayunya berkualitas kelas kuat II (Adelina, 2008). Jenis ini telah lama digunakan sebagai bahan bangunan oleh masyarakat setempat karena kayunya yang kuat dan awet (Winarno, 2008). Bambang Lanang merupakan pohon lokal yang dikembangkan melalui kegiatan hutan rakyat dapat ikut berperan dalam penyediaan kayu di tanah air (Lukman, 1999). Teknik Budidaya Bambang Lanang-2010

41

Tetapi Pembangunan tanaman hutan khususnya tegakan Bambang Lanang sering kali terkendala serangan hama dan penyakit. Kendala ini acapkali disebabkan oleh penanaman monokultur yang hanya satu jenis tanaman. Serangan hama dan penyakit ini bila tidak ditangani bisa mengganggu sampai ke taraf ekonomi. Pada serangan yang berat, serangan hama dan penyakit dapat menyebabkan kematian tanaman, kondisi yang ringan pertumbuhan tanaman dapat terganggu. Untuk mengantisipasi timbul dan berkembangnya gangguan pada tanaman maka diperlukan kegiatan pencegahan dan pengendalian. Kegiatan pencegahan dan pengendalian akan efektif apabila jenis pengganggunya telah diketahui (Asmaliyah et al, 2007), dengan cara mengidentifikasi dan mencari tahu aspek biologi dan ekologi pada hama dan penyakit, Tingkat serangan perlu juga diketahui untuk menentukan status serangan hama serta pengaruh dari silvikultur Bambang Lanang terhadap hama dan penyakit. Namun, informasi tentang perlindungan tanaman Bambang Lanang sangat minim sekali. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan penelitian mengenai aspek perlindungan Bambang Lanang. Penelitian ini dilakukan tahun 2010 untuk identifikasi, serta inventarisasi hama dan penyakit, untuk mendapatkan jenis hama dan penyakit yang potensial pada tanaman Bambang Lanang sehingga mendapatkan informasi tentang untuk merancang suatu model Pengendalian Hama Terpadu (PHT). B. Tujuan dan Sasaran Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknik PHT yang efektif, efisien dan berwawasan lingkungan dapat digunakan sebagai untuk kegiatan pengendalian dalam rangka pengelolaan hutan tanaman, khususnya kayu pertukangan. Sasaran dari kegiatan penelitian adalah : 1) untuk mendapatkan jenis hama dan penyakit yang potensial pada tanaman Bambang Lanang di berbagai hutan tanaman, di Sumatera Selatan dan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya hama tersebut, 2) untuk mengetahui pengaruh teknik silvikultur yang diterapkan terhadap serangan hama dan penyakit. C. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di beberapa desa di kabupaten Lahat, Empat Lawang dan Kota Pagar Alam Provinsi Sumatera Selatan, 2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan hutan tanaman Bambang Lanang, alkohol, cat, kayu sento, papan, paku, thinner, kertas label, kawat tembaga, air atau aquadest, serangga hama, kertas roti, kertas saring, kapas, tally sheet, dan lain-lain. Sedangkan alat yang digunakan adalah hand counter, caliper, meteran, galah, kotak plastik, ice box, kuas, spidol permanen, ember, pipet, pinset, masker, kompor, timbangan, hand counter, hand sprayer, tali plastik, kamera, alat-alat tulis, dan lain-lain. 3. prosedur Kerja 1) Inventarisasi dan Identifikasi Hama & Penyakit


42

Kegiatan ini dilakukan dengan cara membuat petak/plot pengamatan pada areal tanaman yang terserang, baik di skala lapangan maupun persemaian yang luasannya diambil 10 % dari luasan seluruh areal yang terserang atau di areal seluas 1 – 3 ha, luasan areal ini terbagi dalam plot-plot kecil berukuran 20 x 50 m (0,1 ha). Jenis tanaman yang diamati adalah Bambang Lanang yang terserang hama dan penyakit. Kegiatan dilakukan dengan cara wawancara (data sekunder) dan pengamatan langsung dengan Parameter yang diamati adalah jenis hama yang menyerang, bentuk kerusakan, bagian tanaman yang terserang, persentase serangan dan tingkat kerusakan tanaman. Identifikasi hama dilakukan dengan mengumpulkan, telur, ulat, pupa dan atau imago, identifikasi penyakit dengan mengumpulkan bagian tanaman yang diserang. Identifikasi akan dilakukan di Pusat Penelitian Biologi Bagian Zoologi LIPI di Bogor. 2) Penghitungan tingkat Kerusakan tanaman Persentase serangan hama dan penyakit (P) dihitung dengan cara menghitung jumlah pohon yang terserang dalam suatu petak ukur, dibagi jumlah pohon yang terdapat dalam suatu petak ukur di kali 100 persen atau Jumlah tanaman yang terserang dalam suatu petak ukur P = X 100 % Jumlah seluruh tanaman dalam suatu petak ukur Penghitungan tingkat kerusakan tanaman (I) dilakukan menurut kriteria Unterstenhofer, 1963 dalam Djunaedah, 1994, dengan sedikit modifikasi (Tabel 5 dan Tabel 6). Adapun cara menghitung tingkat kerusakan tanaman dilakukan dengan menggunakan rumus dibawah ini. (ni x vj) I =  X 100 % ZXN Dimana : I : Tingkat kerusakan tanaman ni : Jumlah pohon yang terserang dengan klasifikasi tertentu vj : Nilai untuk klasifikasi tertentu Z : Nilai tertinggi dalam klasifikasi N : Jumlah pohon seluruhnya dalam suatu petak contoh Tabel 1. Klasifikasi tingkat kerusakan daun yang disebabkan oleh hama dan penyakit Tingkat Kerusakan Sehat Ringan Agak berat Berat Sangat berat

Tanda kerusakan yang terlihat pada daun - Kerusakan daun  5 % - Kerusakan daun antara 5 %  x  25 % - Kerusakan daun antara 25 %  x  50 % - Kerusakan daun antara 50 %  x  75 % - Kerusakan daun antara 75 %  x  100 % - Pohon gundul/hampir gundul


Nilai 0 1 2 3 4

43

Tabel 2. Klasifikasi tingkat kerusakan batang yang disebabkan oleh hama dan penyakit Tingkat Kerusakan Sehat Ringan Agak berat Berat Sangat berat Gagal

3)

Tanda kerusakan yang terlihat pada tanaman - Batang rusak 0 % - Batang rusak antara 1 % - 20 % - Batang rusak antara 20,1 % - 40 % - Batang rusak antara 40,1 % - 60 % - Batang rusak antara 60,1 % - 80 % - Batang rusak di atas 80 % - Pohon tumbang/patah/mati

Nilai 0 1 2 3 4 5

Analisis data

Analisis data dilakukan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor yang diterapkan terhadap parameter yang diamati dengan analisis sidik ragam dengan menggunakan sintesa uji F. Apabila hasil analisis menunjukkan perbedaan yang nyata, dilanjutkan dengan uji DMRT untuk membedakan rata-rata perlakuan yang diuji. Untuk memperoleh homogenitas varians semua data persentase ditransformasikan ke nilai arcsin √% (Gasperz, 1991). D. Hasil yang telah dicapai Dari pengamatan yang dilakukan pada tegakan Bambang Lanang ditemukan beberapa hama dan penyakit yang potensial yaitu : A. Hama dan penyakit yang potensial pada tanaman Bambang Lanang 1. Hama a. Kumbang (coleptera): Hasil pengamatan pada Bambang lanang ditemukan jenis Kumbang (Coleoptera). Serangan kumbang hampir ada di setiap lokasi yang diamati. Dari pengamatan yang dilakukan dibeberapa tempat ditemukan 3 jenis kumbang yang ada di tanaman Bambang Lanang. Berdasarkan hasil identifkasi di laboratorium Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI yaitu famili Scarabalidae spesies Adoretus sp, famili Lagriidae Spesies, famili Chrysomelidae spesies Aulexis sp, famili Chrysomelidae spesies Aulacophora. Ciri-ciri umum Coleoptera yaitu Sayap depan berbentuk seperti seludang, keras dan tebal disebut elitron Alat mulut menggigit mengunyah dimiliki oleh larva dan imago; Larva dan imago keduanya menjadi hama atau predator. Kumbang menyerang tanaman bambang lanang rata-rata pada stadia imago. Kumbang menyerang daun bambang lanang dengan memakan daging daun sehinggga menyebabkan daun menjadi berlubang yang tersisa hanya urat daun. Lubang yang dihasilkan banyak dan menyebar. Daun yang diserang oleh kumbang ini biasanya di pucuk daun, daun yang masih muda dan juga terdapat pada daun yang sudah tua. b. Kepik (hemiptera): Hasil pengamatan pada Bambang lanang ditemukan jenis kepik (hemiptera). Kepik ini banyak ditemukan daerah Pagar Alam dan Empat Lawang dari ketinggian 760-1120 m di atas permukaan laut. Dari pengamatan yang dilakukan dibeberapa tempat ditemukan 3 jenis kepik yang ada di tanaman Bambang Lanang Berdasarkan hasil identifkasi di laboratorium Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI yaitu famili Pentatomidae, Mitilidae, dan Coreidae. Secara umum kepik mempunyai ciri-ciri Sayap depan setengah lunak setengah keras (sayap hemilitron), mulut tipe menusuk-menghisap (haustelata). Kepik yang Teknik Budidaya Bambang Lanang-2010

44

ditemukan terdapat di dahan dan daun yang masih muda, banyak dan bergerombol terutama di dahan yang muda. kecuali dari famili Coreidae Dilihat dari gejala yang ditimbulkannya kepik menghisap cairan yang ada didaun menyebabkan daun keriting, kaku dan akhirnya gugur, kemungkinan kepik hijau ini mengeluarkan semacam toksin. c. Ulat Pengamatan yang dilakukan ditemukan beberapa larva atau ulat menyerang daun Bambang Lanang. Serangan ulat hampir ada di setiap lokasi yang diamati, yaitu : 1) Ulat daun: Berdasarkan pengamatan ditemukan juga ulat daun yang menyerang daun bambang lanang. Ulat daun ditemukan hampir disetiap lokasi pengamatan. Ulat daun ini menyerang daun muda dan tua. Bila menyerang biasanya ulat memakan daging daun dan hanya meninggalkan rangka daun atau daun menjadi lebih transparan. Daun pun menjadi coklat. 2) Ulat Kuning : ulat ini menyerang daun bambang lanang yaitu dengan masuk ke bagian daun, membuat selaput tipis pada daun dan memakan daging daun. Ulat ini biasanya ada di daun muda. Serangan ulat kuning ini menyebabkan daun yang tersisa hanya urat daun / rangka daun. 3) Ulat Kantong : gejala serangan ulat kantong pada bambang lanang yaitu ulat kantong ini memakan daun sehingga daun menjadi berlubang dan berwarna kecoklatan. 2. Penyakit a. Embun jelaga : Penyakit embun jelaga menyerang daun Bambang Lanang di enam lokasi pengamatan, juga menyerang ranting batang dan buah. Bagian tanaman yang terserang kelihatan dilapisi oleh kumpulan jamur berwarna hitam. Pada musim kering kumpulan jamur mudah terkelupas dan diterbangkan oleh angin kepada tanaman yang sehat. Buah yang terserang ditutupi oleh lapisan jamur, biasanya ukurannya lebih kecil dan terlambat matang. Jamur lebih cepat berkembangnya dengan adanya sekresi embun madu yang dihasilkan oleh hama kutu. b. Karat Daun : Karat daun tidak terlalu banyak ditemukan pada Bambang Lanang, Tanaman Bambang Lanang yang terserang Karat yaitu adanya bercakbercak berwarna kuning muda pada sisi bawah daunnya, kemudian berubah menjadi kuning tua.Di bagian ini terbentuk tepung berwarna jingga cerah (oranye). c. Bercak coklat : Penyakit bercak coklat ini di temukan hampir disemua lokasi pengamatan. Di daun Bambang lanang terdapat beberapa bulat berwarna coklat. Bercak berkembang melebar membentuk bulat, bulat panjang warna tengah coklat muda warna tengah coklat terang. Selanjutnya daun berwarna kuning dan akhirnya gugur. B. Pengaruh teknik silvikultur yang diterapkan terhadap serangan hama dan penyakit. Dari hasil pengamatan yang dilakukan kabupaten Lahat, Empat Lawang dan Kota Pagar Alam bahwa masyarakat menggunakan pola tanam campuran dan hanya beberapa yang menggunakan pola tanam monokultur. Umumnya Teknik Budidaya Bambang Lanang-2010

45

masyarakat mencampur tanaman Bambang Lanang dengan tanaman pertanian. Ada di beberapa lokasi tanaman Bambang Lanang digunakan sebagai Tanaman Pagar / tanaman pinggir. Menurut Altieri & Nicholls, 1999 dalam Tobing, 2009, budidaya tanaman monokultur dapat mendorong ekosistem rentan terhadap organisme serangga hama dan Penyakit. Salah satu pendorong meningkatnya serangga pengganggu adalah tersedianya makanan terus menerus sepanjang waktu dan di setiap tempat. Tindakan mengurangi serangan hama dengan meningkatkan keanekaragaman tanaman sangat perlu dilakukan karena meningkatkan stabilitas ekosistem serta mengurangi resiko gangguan hama dan penyakit. E. Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan : 1. Serangga hama yang potensial menyebabkan kerusakan pada Tanaman Bambang Lanang adalah : a. Kepik (Hemiptera) famili Pentatomidae, Mitilidae, dan Coreidae. b. Kumbang (Coleoptera) famili Scarabalidae spesies Adoretus sp, famili Lagriidae Spesies, famili Chrysomelidae spesies Aulexis sp, famili Chrysomelidae spesies Aulacophora. c. Ulat / larva yaitu ulat daun, ulat kuning dan ulat kantong 2. Ditemukan juga penyakit yang ada pada Tanaman Bambang Lanang antara lain embun jelaga, karat daun, bercak coklat 3. Pola tanam campuran yang ditanam oleh masyarakat dapat mencegah serangan hama dan penyakit Rekomendasi : 1. Hama dan penyakit yang dapat dijadikan informasi awal untuk proses pengendalian hama dan penyakit pada tanaman Bambang Lanang 2. Perlu dibuat sistem silvikultur antara lain pola tanam campuran yang baik untuk tanaman bambang lanang yang nantinya akan mencegah serangan hama dan penyakit. Lampiran

(a)

(b)

(d)

(c)

Gambar 1.(a) Serangan ulat; (b) Serangan kumbang; (c) Serangan ulat daun; (d) Gerombolan kepik di dahan tanaman


46


: Litbang Pembangunan dan Pengelolaan Hutan Tanaman : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan : Drs. Riskan Efendi, MSc. : Budidaya Jenis Bambang Lanang : Aspek Biomassa : Ir. R. Dody Prakosa, M. Sc Johan P Tampubolon Mualimin

 Abstrak Hutan memiliki kemampuan dalam menyerap karbon dari atmosfir. Para pihak yang telah meratifikasi konvensi perubahan iklim menyepakati bahwa peran hutan dalam menyimpan dan mengemisi karbon merupakan salah satu aspek yang dimungkinkan bisa diakomodir dalam perdagangan karbon. Indonesia termasuk salah satu negara berkembang yang giat memperjuangkan mekanisme perdagangan karbon melalui mekanisme REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation). Hal ini dilakukan setelah adanya hasil COP-13 (Conference of Parties) di Bali. Peraturan Menteri Kehutanan No. 30, tahun 2009, telah memberi kesempatan kepada pengelola hutan untuk berpartisipasi dalam kegiatan REDD. Hutan di Sumatera Selatan pada umumnya berupa hutan alam dan hutan tanaman termasuk hutan rakyat yang merupakan campuran antara komoditi kehutanan dan pertanian atau lebih dikenal dengan agroforestry, namun demikian ada juga yang ditanam dengan pola monokultur. Pengukuran biomassa pada hutan rakyat jenis Bambang Lanang perlu dilakukan untuk mengantisipasi adanya mekanisme distribusi pendanaan dan pembayaran REDD dan voluntary market. Masalah yang timbul disini adalah bagaimana caranya mengukur simpanan biomassa (karbon) atau secara cepat dan akurat. Penggunaan teknik remote sensing dan GIS serta ground check dilapangan merupakan salah satu cara yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Penelitian ini akan dimulai dengan mereview berbagai metode perhitungan biomassa pada lahan Agriculture, Forestry and Other Land Uses(AFOLU) dari IPCC (International Panel on Climate Change) tahun 2006. Untuk mereview metode tersebut diperlukan pengukuran sampel plot di lapangan. Sampel plot bentuk persegi panjang akan digunakan untuk menghitung biomassa di atas permukaan tanah dan di dalam tanah. Jumlah sampel dan stratifikasi tipe dan luas hutan ditentukan dengan menggunakan remote sensing dan GIS serta data penutupan lahan dari Dirjen Planologi, Dephut. Analisis akan dilakukan untuk menghitung jumlah simpanan biomassa di atas permukaan tanah dan di dalam tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara diameter setinggi dada dan berat basah biomassa pohon Bambang, yaitu ditandai 2.328 2 persamaan Y= 0,373 Dbh dengan R sebesar 0,98. Selanjutnya kandungan


47

volume dan berat biomassa tegakan Bambang monokultur tanpa kopi lebih besar dibandingkan dengan tegakan Bambang yang dicampur dengan kopi dan coklat. Kata kunci : Biomassa, penutupan lahan, REDD, land use change, remote sensing, hutan rakyat.  Ringkasan A. Latar Belakang Perubahan iklim adalah sebuah fenomena global yang ditandai dengan perubahan suhu udara dan distribusi hujan. Dalam keadaan iklim yang berubah semua tempat di bumi akan mengalami peningkatan suhu udara dan perubahan curah hujan baik dari segi jumlah maupun waktunya. Perubahan iklim tidak terjadi secara mendadak atau seketika, tetapi merupakan proses yang berlangsung dalam jangka yang panjang dan terjadi secara berangsur-angsur. Penyebab utama terjadinya perubahan iklim adalah meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) sejak 150 tahun yang lalu, ketika negara industri atau negara maju mulai menggunakan BBF (bahan bakar fosil) dan melakukan alih-guna lahan untuk membangun ekonominya. Dalam rangka usaha menstabilkan emisi GRK diperlukan penanganan secara global melalui sebuah perjanjian internasional. Akhirnya muncullah Protokol Kyoto yang mentargetkan penurunan emisi GRK paling sedikit sebesar 5% dari tingkat emisi tahun 1990 pada periode komitmen 2008-2012. Secara global negara-negara maju harus menurunkan emisinya sebesar 14 Gt CO2 (Gt = gigaton), dengan target penurunan emisi dibedakan untuk masing-masing negara maju Salah satu wujud dukungan internasional adalah diadakannya COP (Conference of Parties). COP-13 yang telah dilaksanakan di Bali tahun 2007, salah satu topik utama yang dibahas adalah Reducing Emission from Deforestation and Forest Dedradation (REDD). Upaya REDD atau pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan juga memerlukan pendekatan kebijakan internasional yang tidak akan mengancam pembangunan ekonomi negara yang bersangkutan dan kehidupan masyarakat lokalnya. Negara berkembang akan terdorong melaksanakan upaya REDD, apabila insentif yang diberikan setidaknya setara dengan opportunity costs dari penggunaan lahan/hutan tersebut. Di Indonesia, Departemen Kehutanan melalui REDDI (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation in Indonesia) mengantisipasi perdagangan karbon melalui 3 tahapan atau fase yaitu fase persiapan yaitu tahun 2007 (pre-COP 13), fase transisi atau pilot activities (20082012) dan fase implementasi penuh (mulai tahun 2012 atau lebih awal tergantung perkembangan dalam negosiasi COP). Apapun tahapan yang akan dilakukan, upaya untuk memperoleh insentif dari jasa REDD akan dihadapkan pada trade off (transaksi) antara memanfaatkan kayu dengan mempertahankan tanaman hingga waktu tertentu dengan tujuan menyimpan (stock) karbon. Dalam transaksi ini pada tahun 1996, Badan Internasional untuk Perubahan Iklim (IPCC) memberikan pedoman untuk perhitungan perubahan simpanan dan emisi karbon pada suatu bentang lahan. yaitu dengan menghitung simpanan karbon di atas permukan tanah


48

dan di dalam tanah pada lahan AFOLU (Agriculture, Forestry and Other Land Uses). Permasalahan yang timbul yaitu belum adanya persiapan untuk memenuhi persyaratan dalam kegiatan REDD. Persyaratan itu antara lain, harus tersedianya data monitoring dan pelaporan perubahan simpanan dan emisi karbon suatu bentang lahan pada level tertentu, baik itu level nasional, provinsi maupun kabupaten. Hutan rakyat mempunyai peluang untuk ikut dalam partisipasi kegiatan REDD. Di Sumatera Selatan, hutan rakyat dengan jenis pohon Bambang mempunyai peluang yang cukup besar, meskipun jenis ini baru dikembangkan di 3 Kabupaten/Kota yaitu: Kabupaten Lahat, Empat lawang dan Kodya Pagar Alam. Untuk memenuhi persyaratan REDD, maka diperlukan informasi mengenai kandungan biomassa atau karbon pada jenis tutupan hutan rakyat jenis Bambang ini. Pada penelitian ini bertujuan untuk menghitung simpanan karbon pada berbagai tipe penutupan lahan Bambang. Tentunya masing-masing tipe penutupan mempunyai karakter yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu dikelompokkan untuk mempermudah didalam penghitungannya. Hutan rakyat Bambang termasuk tipe penutupan lahan kering, sehingga jenis ini banyak ditemukan pada ketinggian di atas 400 meter dpl. Simpanan biomassa atau karbon dihitung dengan menghitung biomassa di atas permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah (above and below ground). Biomassa dihitung dengan cara mengukur berat vegetasi pohon, tumbuhan bawah, serasah, nekromasa (kayu mati) dan kandungan bahan oraganik tanah. Untuk mengetahui berat biomassa pohon pada berbagai diameter, maka dilakukan penebangan pada berbagai diameter. Berat biomassa pohon akan ditentukan berdasar hasil regresi antara diameter dengan berat biomassa (persamaan allometrik) dan untuk biomasa lainnya dihitung dengan mengukur sampel berat kering biomassanya. Untuk mengukur besarnya biomassa pada tumbuhan bawah, serasah, nekromasa dan tanah dilakukan dengan membuat plot ukuran 100 meter x20 meter (2000 m2). B.

Tujuan dan Sasaran Dari perumusan masalah di atas, tujuan umum penelitian yaitu mengetahui teknik kuantifikasi simpanan biomassa/karbon pada tipe penutupan lahan hutan rakyat jenis Bambang. Sasaran penelitian tahun 2010 adalah: 1. Membuat persamaan allometrik untuk mengukur biomassa tegakan hutan rakyat Bambang. 2. Menghitung kandungan karbon di atas permukaan tanah (vegetasi hidup termasuk pohon dan tumbuhan bawah, nekromasa (tumbuhan yang mati), serasah dan tanah pada penutupan lahan hutan rakyat Bambang. Penelitian ini merupakan implementasi sistem monitoring kondisi hutan rakyat Bambang secara menyeluruh, mulai dari kondisi vegetasi, nekromasa, serasah, akar dan tanah. Hasil ini dapat digunakan untuk memonitor kondisi hutan dan lahan, siklus hara, biodiversitas, serta dapat juga digunakan untuk menentukan tindakan rehabilitasi yang tepat bagi hutan yang terdegradasi. Selain


49

itu juga dapat digunakan untuk memenuhi persyaratan dalam partisipasi kegiatan REDD. C. Metode Penelitian 1. Bahan dan Alat Bahan dan peralatan yang diperlukan adalah sebagai berikut:  Bahan yang digunakan antara lain larutan kimia, kantong plasti besar dan kecil, dll.  Peralatan yang diperlukan berupa: perlengkapan survei, pengukur tumbuhan bawah, alat-alat tulis, GPS, roll meter, gunting stek, kompas, kamera, cangkul, pisau tanah, ring sampel, timbangan 100 kg dan timbangan digital, gergaji chainsaw besar dan kecill, tali nilon dll. 2.

Metode Langkah pertama adalah membuat persamaan allometrik antara diameter pohon dengan berat kering biomassa pohon (akar, batang, cabang dan daun). Metode yang dipakai adalah dengan menebang pohon pada berbagai diameter. Batang pohon yang sudah ditebang dipotong-potong menjadi segmen-segmen sepanjang 4 m. Setiap segmen diambil sampelnya untuk dihitung kerapatan kayunya (wood density) caranya membagi berat kering sampel dengan volume basah kayu sampel. Nilai wood density rata-rata digunakan untuk menghitung berat biomassa kayu. Dengan demikian akan dapat dibuat hubungan antara b diameter pohon dan berat kering biomasaa pohon. (Y = aX ) dimana Y=berat biomassa pohon, X=diameter pohon dan a dan b adalah konstanta. Langkah kedua adalah menghitung biomassa pada penutupan lahan Bambang pada luasan tertentu yaitu 20 m x 100 m (2000 m2). Pertama dilakukan pengukuran pohon (diameter dan tinggi), kemudian dilakukan pengukuran kayu mati (nekromasa). Tahap berikutnya adalah pengukuran tumbuhan bawah dan serasah pada plot seluas 0,25 m2/plot, sebanyak 6 plot dalam luasan plot yang 2000 m2 (Gambar 1). Terakhir adalah pengambilan sampel tanah dengan ring sampel untuk mengetahui BV (Bulk Density) dan kandungan bahan organik. Berdasar persamaan allometrik dan sampel yang diambil, maka dapat dihitung total biomassa pada tutupan hutan rakyat Bambang. Hal ini dapat dilakukan dari waktu ke waktu, sehingga dapat diketahui perubahan kandungan biomassanya, apakah terjadi penambahan (sink) atau pengurangan (emisi).


50

Gambar 1. Skema plot sampel untuk pengukuran biomassa lahan hutan rakyat Bambang ,(Hairiah, K, 2007) D. Hasil Yang Telah Dicapai Setelah dilakukan survei dan pengukuran, maka diperoleh data hasil pengukuran lapangan yaitu: hasil pengukuran dari penebangan pohon Bambang untuk menentukan persamaan allometrik (allometric equation) dan hasil pengukuran biomassa tutupan hutan rakyat Bambang untuk menentukan jumlah biomassa pada satuan luas dan waktu tertentu 1.

Hasil Pengukuran Penebangan Pohon Bambang Hasil survei pada hutan rakyat Bambang di Desa Pajar Bakti, Desa Muara Karang dan Desa Pendopo, di Kabupaten Empat Lawang, Sumsel, berhasil menebang sebanyak 11 pohon pada berbagai diameter, dari diameter 5 cm sampai dengan diameter 60 cm. Hasil pengukuran pohon yang telah ditebang dapat dilihat pada Tabel1. Tabel 1. Hasil pengukuran pohon Bambang setelah ditebang pada berbagai diameter Berat Basah (kg) Cabang & Batang Daun Ranting

Tinggi

Volume

pohon

Batang

(cm)

(m)

(m3)

2

3

4

1

37.4

21.4

1.6448

271.42

673.5

797.5

2

26.11

19.78

0.7410

164.79

408.9

3

15

11.97

0.1480

30.335

4

10.19

8.88

0.0507

5

5

4.3

0.0059

6

60.5

16.73

7

42.36

22.73

No. Ph. 1

DBH

Akar 5

6

7

8

Lokasi

Jumlah 9

10

85.5

1827.92

Desa Pajar Bakti

64.75

60

698.44

Desa Pajar Bakti

89.86

19

20

159.20

Desa Pajar Bakti

16.665

44.9

12.135

16

89.70

Desa Pajar Bakti

2.26

5.5

2.935

5

15.70

Desa Pajar Bakti

3.3649

68.5

184.5

77

40.5

370.50

2.2412

585.56

1453

271.6

173.4

2483.56

Desa Pajar Bakti Desa Muara Karang


51

1

2

3

4

5

6

7

8

9

8

34.08

19

1.2126

372.57

924.5

481

86.5

1864.57

9

39.3

23.4

1.9860

381.16

945.8

589.7

171.4

2088.06

10 Desa Muara Karang Desa Muara Karang

10

47.77

28

3.5110

909.5

2254.5

1110

246

4520.00

Desa Pendopo

11

48.09

23.54

2.9915

582.82

1446.2

166.6

21.8

2217.42

Desa Pendopo

Dari hasil pengukuran tersebut dapat dibuat persamaan allometrik antara berat kering biomassa total dengan diameter setinggi dada (Dbh). Namun demikian karena hasil analisis sampel di laboratorium belum selesai, maka berikut ini akan disajikan hubungan antara Dbh dengan berat basah biomassa total, seperti digambarkan pada persamaan regresi pada Gambar 2.

Hubungan antara Diameter dan berat basah 6000,00

y = 0.373x2.328 R² = 0.982

5000,00 4000,00 3000,00 2000,00 1000,00 0,00 0

10

20

30

40

50

60

70

Gambar 2. Persamaan regresi hubungan antara diameter dengan berat basah total biomassa. Hasil persamaan hubungan antara Dbh dan berat basah adalah Y= 0,373 Dbh dengan nilai R2 sebesar 0,98. Jika dilihat nilai R2 maka persamaan yang dihasilkan sangat bagus untuk menduga besarnya berat basah biomassa pohon dari hanya mengukur diameter pohon saja. Namun demikian yang akan ditentukan kemudian adalah hubungan antara diameter dan berat kering total biomassa. Diperkirakan hubungan antara diameter dan berat kering juga cukup kuat, melihat berat basahnya mempunyai hubungan yang sangat erat. 2.328

2.

Kandungan biomassa pada tutupan lahan hutan rakyat Bambang Kandungan karbon di atas permukaan tanah (vegetasi hidup termasuk pohon dan tumbuhan bawah, nekromasa (tumbuhan yang mati) dan serasah pada penutupan lahan hutan rakyat Bambang yang dihitung dari plot seluas 2000 m2 adalah sebagai berikut: Teknik Budidaya Bambang Lanang-2010

52

a.

Pengukuran pada biomassa hutan rakyat Bambang tanpa tanaman di bawah tegakan Pola penutupan lahan hutan rakyat Bambang ini tanpa ada tanaman dibawahnya yang berproduksi seperti kopi, cokelat dan lain-lain. Tanaman pokok biasanya sedikit dicampur tanaman lainnya seperti: Cengkeh, Jati, Randu, Pulai dan lain-lain. Hasil pengukuran volume biomassa tegakan dan nekromasa serta berat basah biomassa tumbuhan bawah dan serasah dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil pengukuran volume biomassa tegakan dan nekromasa serta berat basah biomassa tumbuhan bawah dan serasah pada lahan hutan rakyat Bambang monokultur. No.

Bagian Biomassa

1 Bambang 2 Jenis lainnya 3 Nekromasa 4 Tumbuhan bawah dan Serasah Jumlah

Volume (m3/ha) 234.5527

Berat Basah (kg/ha)

Ket

55.9778 1.4918 35.4667 292.0222

35.4667

Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa tegakan hutan rakyat Bambang monokultur umur 20 tahun dengan sedikit campuran tanaman lainnya, tanpa tanaman kopi, coklat dan terdapat semak-semak di bawah tegakannya, mempunyai volume biomassa sebesar 292,02 m3/ha, dengan asumsi bahwa bilangan bentuk 0,6 dan berat basah tumbuhan bawah dan serasah sebesar 35,47 kg/ha. Volume ini akan dapat diketahui berat keringnya setelah sampel kayu selesai dianalisis. b.

Pengukuran pada biomassa hutan rakyat Bambang dengan tanaman di bawah tegakan (kopi dan coklat). Pengukuran dilakukan juga pada tegakan Bambang dengan tanaman kopi dan coklat di bawahnya. Tegakan yang ada memang tidak sepenuhnya monokultur tanaman Bambang, tetapi tanaman Bambang terlihat dominan jika dilihat dari tajuknya, Bahkan tanaman lainnya bisa dikatakan tanaman campuran. Pengukuran dilakukan di Desa Sekendal, Kabupaten Lahat. Tanaman kopi dicampur sedikit coklat dengan jarak tanam 1,5 m x 1,5 m. Hasil pengukuran tegakan Bambang tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil pengukuran volume biomassa tegakan dan nekromasa serta berat basah biomassa tumbuhan bawah dan serasah pada lahan hutan rakyat Bambang dicampur kopi. No. 1 2 3 4

Bagian Biomassa Bambang Jenis lainnya Nekromasa Tumbuhan bawah dan Serasah Jumlah

Volume (m3/ha) 188.9370 16.0302 0.0410

Berat Basah (kg/ha)

Ket

24733.33 205.01

24733.33


53

Jika dilihat dari volume kayu atau biomassanya maka pola tutupan lahan hutan rakyat Bambang dengan kopi ini biomassanya sedikit lebih rendah. Hal ini disebabkan volume atau berat tanaman kopi belum dihitung. Volume kayu Bambang terlihat lebih kecil karena jumlah per ha juga lebih kecil, karena spacenya digunakan untuk tanaman kopi. Volume biomassa tercatat sebesar 205,01 m3/ha dan berat basah tumbuhan bawah dan serasahpu juga lebih kecil yaitu sebesar 24.733,33 kg/ha. Hal ini terjadi karena tanaman kopi belum dihitung dan jumlah pohon/ha juga lebih kecil. E. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Terdapat hubungan yang kuat antara diameter setinggi dada dan berat basah 2.328 biomassa pohon Bambang, yaitu ditandai persamaan Y= 0,373 Dbh 2

2.

dengan R sebesar 0,98. Kandungan volume dan berat biomassa tegakan Bambang monokultur tanpa kopi lebih besar dibandingkan dengan tegakan Bambang yang dicampur dengan kopi dan coklat.

Lampiran:

Gambar 1.Penebangan pohon Bambang Lanang

Gambar 2. Penimbangan biomassa Bambang Lanang


54

PENELITIAN BUDIDAYA JENIS BAMBANG LANANG

Recommend Documents