1 Makalah No. 27 SIMULASI KEKERINGAN DENGAN POLIETILEN GLIKOL(PEG) PADA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca ) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN HARA MAKRO BIBIT Drought simulation with Polyethylen Glycol( PEG) of Bambang lanang seed (Michelia champaca) to the seedling growth and macro nutrition coumpond Yulianti Bramasto, Kurniawati.P. Putri dan Evayusvita Rustam Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheuleut, Po Box. 105 Bogor Alamat E_mail :
[email protected] ABSTRAKABSTRACT Kemampuan adaptasi tanaman terhadap lingkungan dan perubahan iklim seperti cekaman kekeringan merupakan faktor penting dalam keberhasilan tumbuh tanaman. Pengujian tingkat kepekaan benih terhadap cekaman kekeringan dapat dilakukan dengan cara simulasi kondisi kekeringan menggunakan Polyethylen Glycol (PEG). Bambang lanang adalah salah satu jenis tanaman yang membutuhkan tempat tumbuh dengan kondisi selalu lembab, tanah yang dalam dan subur. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh simulasi cekaman kekeringan pada benih bambang lanang melalui perendaman dalam larutan PEG terhadap viabilitas benih dan pertumbuhan bibit. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial dengan dua faktor yaitu Asal benih (Bogor; Lahat) dan konsentrasi PEG (Kontrol; 10 %; 20%,; 30 %; 40 %). Respon yang diamati adalah daya berkecambah, kecepatan berkecambah, tinggi bibit, diameter bibit, jumlah daun, biomassa, top root ratio, dan kandungan serapan hara makro (C,N,P dan K). Hasil pengamatan menunjukkan benih bambang lanang mempunyai kondisi kritis kekeringan pada tahap benih, hal ini ditunjukkan dari daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih. Daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih pada perlakuan kontrol lebih tinggi dari pada benih yang diberi perlakuan PEG. Namun setelah fase perkecambahan dilalui dan bibit diperlakukan pada kondisi lingkungan yang optimal, maka pertumbuhan diameter, jumlah daun, biomassa dan top ratio bibit tidak terganggu dengan perlakuan kekeringan pada tingkat benih, demikian pula dengan serapan C, P dan K pada bibit. Pemberian PEG pada benih berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi bibit, hal ini terlihat dari tinggi bibit terbesar adalah kontrol (45,92 cm) yang berbeda nyata dengan bibit yang diberi PEG 40 % (36,23 cm). Kandungan nitrogen (N) pada bibit dipengaruhi oleh interaksi antara asal benih dan perlakuan perendaman benih dalam PEG, benih asal Lahat dengan konsentrasi PEG 20% mempunyai kandungan N terbesar. Kata kunci : Cekaman kekeringan, Michelia champaca, Pertumbuhan bibit
I. PENDAHULUAN Bambang Lanang (Michelia champaca) yang termasuk dalam famili Sapotaceae merupakan salah satu jenis andalan Sumatera Selatan (Kunarso dan Siahaan, 2008).Jenis ini telah lama digunakan sebagai bahan bangunan oleh masyarakat setempat karena kayunya yang kuat dan awet. Tanaman bambang lanang tumbuh pada kisaran antara 600-2000 m dpl, namun dapat dijumpai pula pada ketinggian yang lebih rendah, dengan suhu rata-rata tahunan berkisar antara 7-38 0C (Orwa, et al., 2009). Tanaman ini membutuhkan tempat tumbuh dengan kondisi selalu lembab, tanah yang dalam dan subur. Sebaran alami di India, dan menyebar di Asia Selatan hingga Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Orwa, et al. 2009). Menurut Orwa et al. (2009) tanaman ini menyebar pada daerah primary lowland hingga montane rain forest, pada daerah ecological zone yang sama.Tanaman 1
2 bambang lanang tumbuh pada zona iklim (Climatic zone) tropika, khususnya di daerah hutan hujan tropika (tropical rainforest). Adanya perubahan iklim yang saat ini mulai dirasakan dapat mempengaruhi keberhasilan penanaman suatu tanaman, sehingga perlu diketahui sifat-sifat tanaman yang mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan yang ekstrem (misalnya kekeringan), untuk mengurangi kerugian yang timbul akibat perubahan iklim tersebut. Oleh karena itu telah banyak dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan tanaman beradaptasi terhadap cekaman kekeringan. Untuk mengetahui kemampuan adaptasi tanaman pada kondisi kekurangan air, maka dilakukan penelitian dengan metode simulasi cekaman kekeringan. Dalam metode simulasi ini digunakan berbagai larutan osmotikum yang dapat mengontrol potensial air pada tanaman. Terdapat tiga jenis bahan osmotikum yang sering digunakan, yaitu melibiose , mannitol, dan polyethylene glycol/PEG (Effendi, 2009). Menurut Verslues et al. (2006), di antara ketiga bahan osmotikum tersebut ternyata PEG merupakan bahan yang terbaik untuk mengontrol potensial air dan tidak dapat diserap tanaman. Rahayu et al. (2005) menyatakan bahwa PEG merupakan senyawa yang dapat menurunkan potensial osmotik larutan melalui aktivitas matriks sub-unit etilena oksida yang mampu mengikat molekul air dengan ikatan hidrogen. Tekanan osmotik tinggi menyebabkan penurunan serapan air oleh benih yang menyebabkan rendahnya persentase daya berkecambah ( Meneses et al., 2011; Brevedan et al ., 2012; Okcu et al., 2005). Menurut Verslues et al. (2006) dikatakan bahwa untuk mengetahui pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan padi, maka dilakukan penelitian dengan
menggunakan PEG
dengan bobot molekul > 6000. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan PEG 6000 dengan konsentrasi 25 % dapat menduga varietas padi yang toleran terhadap kekeringan (Afa et al., 2013). Pendugaan kemampuan benih beradaptasi dengan kondisi kekeringan dengan menggunakan simulasi perendaman dalam Polyetheline glycol (PEG) telah dilakukan pada berbagai benih tanaman, antara lain padi, kapas, kacang tanah, nilam ( Djazuli, 2010; Lestari, 2006; Song Ai Nio, et al., 2009; Balch, et al. 1996; Sulistyowati dan Sumartini 2009 ; Hemon, 2009). Pengujian benih terhadap cekaman kekeringan
dapat dilakukan dengan cara simulasi kondisi kekeringan menggunakan
Polyethylen Glycol (PEG), karena larutan PEG dapat mendeteksi dan membedakan respon tanaman terhadap cekaman kekeringan serta tidak bersifat racun bagi tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh simulasi cekaman kekeringan pada benih bambang lanang melalui perendaman pada berbagai konsentrasi PEG terhadap viabilitas benih serta pertumbuhan bibit bambang lanang
II. BAHAN DAN METODE A.
Lokasi Penelitian Kegiatan pengujian dan pengamatan dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Teknologi
Perbenihan Bogor. 2
3
B.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih bambang lanang yang berasal dari
Bogor (Jawa Barat) serta Lahat ( Sumatera Selatan), PEG 6000, aquades, kertas Whatman No 1, sedangkan
untuk pengujian perkecambahan digunakan media pasir, tanah dan bak kecambah.
Adapun untuk pembibitan digunakan polybag yang telah berisi media tanah dan kompos. C.
Prosedur Kerja Benih bambang lanang direndam dalam larutan PEG (BM 6000) pada berbagai perlakuan
yaitu konsentrasi PEG 0 (kontrol), 10 %, 20%, 30% dan 40 % (Balch et al, 1996 dalam Lestari, 2006). Sebelum perendaman benih dari setiap populasi disterilkan terlebih dahulu dengan menggunakan larutan pemutih komersial (yang berfungsi untuk mensterilkan benih) selama 20 menit. Setelah itu benih dibilas dan dicuci dengan menggunakan aquades (air destilasi). Benih yang telah disterilkan tersebut selanjutnya diletakkan di atas kertas Whatman No.I, yang telah dibasahi terlebih dahulu dengan larutan PEG 6000 dalam berbagai konsentrasi (0, 10, 20, 30 dan 40%). Benih yang telah direndam selanjutnya disemaikan di rumah Kaca. Untuk uji di rumah kaca, benih yang telah berkecambah ( umur ± 10 hari), disapih kedalam polybag ukuran 15 x 20 cm yang berisi campuran media tanah dan kompos (v:v/1:1). Pengamatan dilakukan sampai dengan bibit umur 4 bulan. D.
Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan Pola Faktorial.
Terdapat dua faktor yaitu Asal Benih (A) dan konsentrasi PEG (B). Faktor A terdiri dari A1 = benih asal Bogor dan A2 = Benih asal Lahat. Faktor B terdiri dari 4 tahap yaitu B0 = Kontrol (tanpa PEG), B1 = PEG 10 %, B2 = PEG 20%, B3= PEG 30 % dan B4 = PEG 40 %. Respon yang diamati adalah Daya Berkecambah (DB), Kecepatan Berkecambah (KCT), Tinggi Bibit, Diameter Bibit, Jumlah Daun, Biomassa (BKT), Top Root Ratio (TR), dan untuk mengetahui apakah bibit bambang lanang mengalami gangguan dalam penyerapan hara akibat dari perlakuan kekeringan pada benih, maka dilakukan analisis hara makro pada bibit diakhir penelitian, yaitu kandungan serapan hara makro (C,N,P dan K) . Metode pengukuran yang digunakan adalah berdasarkan standar pengukuran bibit. Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (SAS 6.12, 1985), apabila ada keragaman maka dilanjutkan dengan Uji lanjut menggunakan Duncan’s MultipleRange Test (DMRT) taraf uji 5%.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Hasil analisis ragam (Tabel 1) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata diantara perlakuan asal benih dan simulasi kekeringan terhadap daya berkecambah dan kecepatan berkecambah. Interaksi antara asal benih dan simulasi kekeringan berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah dan 3
4 kecepatan berkecambah.
Pada fase bibit, pertumbuhan tinggi total bibit bambang lanang
memperlihatkan perbedaan nyata yang disebabkan oleh asal benih dan perlakuan simulasi kekeringan. Sedangkan untuk parameter diameter, jumlah daun, biomasa dan Top Root Ratio tidak menunjukkan perbedaan nyata diantara perlakuan asal benih dan simulasi kekeringan yang diberikan. Hasil uji Duncan daya berkecambah (DB) , kecepatan berkecambah (KCT) dan tinggi bibit dapat dilihat pada Gambar 1, 2 dan 3. Tabel 1. Hasil analisis Ragam Daya berkecambah , kecepatan berkecambah benih serta beberapa variabel pertumbuhan bibit Respon Sumber Keragaman F hitung Daya Berkecambah (DB) Asal Benih 102.16** Perlakuan 177.11** Interaksi 32.45** Kecepatan Berkecambah Asal Benih 145.95** (KCT) Perlakuan 265.63** Interaksi 96.95** Tinggi Asal Benih 78.88** Perlakuan 3.05 * Interaksi 1.59 ns Diameter Asal Benih 0.02 ns Perlakuan 2.57 ns Interaksi 0.94 ns Jumlah Daun Asal Benih 2.02 ns Perlakuan 0.26 ns Interaksi 0.28 ns Biomasa Asal Benih 0.65 ns Perlakuan 1.27 ns Interaksi 3.15 ns Top Root Ratio Asal Benih 0.16 ns Perlakuan 0.35 ns Interaksi 0.73ns Biomassa tanaman mengandung beberapa unsur hara makro, yang terbesar adalah kandungan Karbon (C) , selain itu terdapat Nitrogen (N),Fospor (P) serta Kalium (K). Hasil analisis ragam untuk kandungan hara makro (Tabel 2) menunjukkan bahwa kandungan karbon (C) dan Fospor (P) pada bibit umur 4 bulan tidak dipengaruhi oleh asal benih maupun perlakuan, sedangkan kandungan Nitrogen (N) dipengaruhi oleh perlakuan dan interaksi antara asal benih dan perlakuan, adapun kandungan kalium (K) dipengaruhi oleh asal benih. Hasil uji lanjut untuk kandungan N total dapat dilihat pada Gambar 4. Tabel 2. Kandungan hara makro pada bibit bambang lanang umur 4 bulan Kandungan Hara Makro C org
N total
P total
Sumber keragaman Asal Benih Perlakuan Interaksi Asal Benih Perlakuan Interaksi Asal Benih
F hitung 2.40 tn 0.98 tn 1.36 tn 3.27 tn 6.89** 13.41** 2.30 tn
4
5 Perlakuan Interaksi Asal Benih Perlakuan Interaksi
K total
1.04 tn 0.42 tn 11.89** 0.71 tn 0.69 tn
B.Pembahasan Hasil uji lanjut (Gambar 1 dan 2) menunjukkan bahwa benih asal lahat tanpa perendaman dalam larutan PEG (kontrol) menghasilkan daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih terbesar. Interaksi antara asal benih dan perendaman (PEG) menyebabkan penurunan terhadap daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih bambang lanang. Hal ini berarti benih bambang lanang tidak dapat bertahan pada kondisi kekeringan, dan ini sesuai dengan karakter benih bambang lanang yang mempunyai kadar air tinggi (16,7-25%) atau termasuk benih rekalsitran (Yulianti, et al. 2013). Tingkat kepekaan benih terhadap cekaman kekeringan dapat dilihat dari hasil simulasi benih terhadap kekeringan dengan menggunakan perendaman benih dalam beberapa konsentrasi PEG. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara benih dengan perlakuan PEG dengan kontrol (Tabel 1), dalam hal daya berkecambah (DB) dan kecepatan berkecambah (KCT). Daya berkecambah benih asal Lahat dan Bogor masing-masing adalah 66,6 % dan 27,3 %. Hasil penelitian Sumartini et al. (2013) menyatakan bahwa rata –rata daya berkecambah benih kapas yang diberi perlakuan PEG 6000 lebih rendah dibandingkan kontrol (penyiraman rutin), hal ini disebabkan tekanan osmotik yang tinggi
menurunkan serapan air oleh benih yang menyebabkan rendahnya
persentase daya berkecambah.
Gambar 1. Hasil Uji Duncan DB Benih Bambang lanang pada berbagai konsentrasi PEG dan asal benih
Gambar 2. Hasil Uji Duncan Kecepatan Berkecambah Benih bambang lanang pada berbagai konsentrasi PEG dan asal benih Keterangan Gambar : A1 = benih asal Bogor; A2 = Benih asal Lahat; B0 = Kontrol (tanpa PEG); PEG 10 %; B2 = PEG 20%; B3= PEG 30 % ;B4 = PEG 40 %.
5
B1 =
6 Semakin tinggi konsentrasi PEG maka semakin banyak sub etilen mengikat air, akibatnya benih sulit menyerap air. Karena benih bambang lanang mempunyai kadar air yang tinggi ( 16,7 -25 %), maka dengan perlakuan PEG kadar air benih akan menurun drastis dan air yang ada disekitar benih tidak mampu diserap oleh benih sehingga benih tidak mampu berkecambah. Selain DB dan KCT, pengamatan juga dilakukan terhadap pertumbuhan bibit, tinggi bibit dipengaruhi oleh asal benih dan perlakuan, akan tetapi variabel lainnya (diameter, biomassa, jumlah daun dan TR) tidak dipengaruhi oleh asal benih ataupun simulasi kekeringan pada benih. Hal ini menunjukkan kondisi kekeringan pada benih akan berpengaruh terhadap tingkat perkecambahan sedangkan setelah semai menjadi bibit, pertumbuhannya tidak terganggu pada kondisi lingkungan yang optimal, walaupun tetap pertumbuhan tertinggi pada kontrol ( Gambar 3). Hasil uji lanjut (Gambar 3) diketahui bahwa tinggi bibit bambang lanang umur 4 bulan yang benihnya berasal dari Lahat lebih besar (50.187 cm) dibanding bibit asal benih Bogor (32,37 cm). Pertumbuhan ini menunjukkan vigor bibit yang berasal dari Lahat lebih baik dibandingkan dengan yang berasal dari Bogor. Hal ini pun terlihat dari rata-rata biomassa bibit yang berasal dari Lahat lebih besar dibandingkan dengan yang berasal dari Bogor ( Yulianti, et al. 2013)
Gambar 3. Rata-rata tinggi bibit bambang lanang umur 4 bulan pada berbagai asal benih dan konsentrasi PEG
Berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan bibit
bambang lanang, terlihat perlakuan
kekeringan pada benih, tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit. Hasil pengamatan menunjukkan jumlah daun tidak dipengaruhi oleh asal benih maupun perlakuan, demikian pula dengan biomassa dan TR (Tabel 1), Hal ini terlihat dari pertumbuhan bibit pada perlakuan kontrol dengan perendaman PEG tidak berbeda nyata. Hasil ini memperlihatkan bahwa benih yang telah mengalami kekeringan apabila mampu berkecambah, maka pada tahap selanjutnya yaitu bibit akan tetap tumbuh dengan baik. Hal ini berarti benih bambang lanang mempunyai kondisi kritis kekeringan pada tahap benih, namun apabila benih tersebut mampu melewati fase ini, maka pertumbuhan bibitnya akan tetap tumbuh dengan baik. Jumlah daun pada bibit dapat dijadikan indikator pertumbuhan, karena daun merupakan tempat berlangsungnya proses fotosintesa yaitu untuk cadangan makanan bagi pertumbuhan. Jumlah daun yang tidak berbeda antara kontrol dengan perlakuan perendaman dalam PEG, maka hal ini menunjukkan tidak ada gangguan dalam penyerapan hara.
6
7 Berdasarkan hasil analisis ragam, kandungan N total pada bibit bambang lambing dipengaruhi oleh asal benih dan perlakuan perendaman, oleh karena itu dilakukan uji lanjut untuk mengetahui keragaman tersebut (Gambar 4).
Gambar 4. Hasil Uji Lanjut Kandungan N Total pada bibit bambang lanang umur 4 bulan pada berbagai konsentrasi PEG dan asal benih
Hasil uji lanjut menunjukkan kandungan N total tertinggi pada bibit yang benihnya berasal dari Lahat dan dilakukan perendaman pada PEG 20 % , sedangkan yang terendah juga pada benih asal lahat namun pada perendaman dengan konsentrasi PEG 40 %. Adapun unsur hara lainnya yang menunjukkan adanya keragaman adalah pada unsur K total, yaitu dipengaruhi oleh asal benih. Hasil Uji lanjut untuk K total disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Hasil Uji Lanjut Kandungan K total pada bibit bambang lanang umur 4 bulan Bibit bambang lanang yang benihnya berasal dari Lahat (Sumatera Selatan) mempunyai kemampuan penyerapan hara yang paling baik, hal ini terlihat dari dua unsur hara yang dilakukan uji lanjut yaitu kandungan hara N dan K, keduanya berperan penting dalam pertumbuhan, khususnya terhadap vigor bibit. Hasil ini pun sejalan dengan variabel pengamatan lainnya, yaitu daya berkecambah, kecepatan berkecambah dan pertumbuhan tinggi, bahwa benih asal lahat mempunyai vigor dan pertumbuhan yang lebih baik walaupun diberi perlakuan cekaman pada tingkat benihnya, fase ini dapat dilalui maka bibit akan tumbuh normal.
IV. KESIMPULAN Benih bambang lanang tidak toleran terhadap kekeringan, sehingga benih tidak mampu menyerap air dan kondisi ini sangat berpengaruh terhadap perkecambahan, namun secara umum pertumbuhan bibit bambang lanang tidak terpengaruh oleh adanya perlakuan kekeringan pada benih sehingga fase paling rawan adalah pada tahap perkecambahan, apabila fase ini dapat dilalui maka bibit akan tumbuh normal. 7
8 DAFTAR PUSTAKA Afa, LO., Bambang S. Purwoko, Ahmad Junaedi, Oteng Haridjaja dan Iswari S. Dewi. 2013. Pendugaan Toleransi Padi Hibrida Terhadap Kekeringan dengan Polyetilen Glikol (PEG) 6000. Jurnal Agrivigor . 11(2) : 292-299 Brevedan, R.E., M.G. Klich, E.E. Sanchez, and M.N. Fioretti. 2012. Effects of water stress on germination and seedling growth of lovegrass species. Plant Physiology and Growth. Session 7. ID No. 774 (7):35-36. Djazuli, M. 2010. Pengaruh Cekaman Kekeringan Terhadap Pertumbuhan dan Beberapa Karakter Morfo-fisiologis Tanaman Nilam. Buletin Littro. Vol 21, No. 1 : 8-17 Effendi, R. 2009. Tanggap genotipe jagung toleran dan peka terhadap cekaman kekeringan pada fase perkecambahan. Prosiding Seminar Nasional Serealia. ISBN: 978-979-8940-27-9. Hemon, AF. 2009. Pertumbuhan Tanaman Kacang Tanah Hasil Seleksi in Vitro pada Media Polietilina Glikol Terhadap Cekaman Larutan Polietilina Glikol.Crop. Agro Vol. 2 No. 1 : 1-7 Kunarso,A. dan Siahaan H. 2008. Pemetaan Sebaran Pohon Induk Jenis Prioritas Sumatera Selatan. Info Hutan Vol. V. No. 1 : 35-43 Lestari, EG. 2006. Hubungan antara Kerapatan Stomata dengan Ketahanan Kekeringan pada Somklon Padi Gajahmungkur, Towuti dan IR 64. Biodiversitas, Vol.7 No. 1: 44-48 Meneses, C.H.S.G., R.L.A. Bruno, P.D. Fernandes, W.E. Pereira, L.H.G.M. Lima, M.M.A. Lima, And M.S. Vidal. 2011. Germination Of Cotton Cultivar Seeds Under Water Stress Induced By Polyethyleneglycol-6000. Crop Science. 68(2):131-138. Okcu, G., M.D. Kaya, and M. Atak. 2005. Effects of salt and drought stresses on germination and seedling growth of pea (Pisum sativum L.). Turk J. Agric. 29: 237-242 Orwa C, Mutua A , Kindt R , Jamnadass R, Simons A. 2009. Michelia champaca (Magnoliaceae). Agroforestree Database:a tree reference and selection guide version 4.0 Rahayu, E.S., E. Guhardja, S. Ilyas, dan Sudarsono. 2005. Polietilena Glikol (Peg) Dalam Media In Vitro Menyebabkan Kondisi Cekaman Yang Menghambat Tunas Kacang Tanah (Arachis Hypogeal L). Berk. Penel. Hayati:11 (39-48). Song Ai Nio, Sri Maryati Tondais dan Regina ButarButar. 2010. Evaluasi Indikator Toleransi Cekaman Kekeringan pada Fase Perkecambahan Padi (Oryza sativa L.). Jurnal Biologi XIV, No. 2 : 50-54 Sumartini, S., Emy Sulistyowati, Sri Mulyani, Abdurrakhman. 2013 . Skrining Galur Kapas (Gossypium hirsutum L.) Toleran Terhadap Kekeringan Dengan Peg-6000 Pada Fase Kecambah. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. 19 (3) : 139-146 Sulistyowati, E. dan S. Sumartini. 2009. Kanesia 10-13: Empat Varietas Kapas Baru Berproduksi Tinggi. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. 15(1): 24-32. Verslues, P.E., M. Agrawal, K.S. Agrawal, and J. Zhu. 2006. Methods and concepts in quantifying resistance to drought, salt and freezing, and abiotic streses that affect plant water status. The Plant Journal. 45: 523-539. Yulianti, Eva YR, E. Pujiastuti, Dede JS, Suherman dan Abay. 2013. Kajian Kajian Ekologi Dan Biologi Benih Dan Bibit Bambang Lanang (Michelia Champaca) . Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan
8