PENELITIAN BUDIDAYA JENIS KAYU BAWANG
ASPEK : SILVIKULTUR GROWTH & YIELD PERLINDUNGAN
Program
: Pengelolaan Hutan Tanaman
Judul RPI
: Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan : Drs. Riskan Efendi, MSc : Budidaya Jenis Kayu Bawang : Aspek Silvikultur
Koordinator RPI Judul Kegiatan Sub Judul Kegiatan
Pelaksana Kegiatan
: Nanang Herdiana, S. Hut Sri Utami, SP, M. Si Armellia Prima Yuna, S. Hut Teten Rahman Saepulloh Agus Baktiawan Hidayat
Abstrak Kayu Bawang (Protium javanicum Burm F.) merupakan salah satu jenis andalan di Provinsi Bengkulu karena memiliki potensi pemanfaatan yang cukup luas dan potensi pertumbuhan yang cukup baik. Walaupun sudah berkembang cukup luas, pembudidayaan jenis ini di masyarakat pada umumnya belum menerapkan prinsip silvikultur yang memadai, sehingga penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas lingkungan serta nilai ekonomi hutan tanaman Kayu Bawang yang mendukung industri perkayuan dan perekonomian rakyat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tegakan Kayu Bawang tersebar hampir di seluruh Kabupaten di Provinsi Bengkulu, yang meliputi Kab. Bengkulu Utara, Bengkulu Selatan, Bengkulu Tengah, dan Rejang Lebong. Pembibitan Kayu Bawang secara generatif relatif lebih mudah dilakukan baik dengan mengecambahkan benih atau menggunakan cabutan alam. Aplikasi pupuk memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan pertumbuhan bibit Kayu Bawang di persemaian. Kata Kunci : Kayu Bawang, pembibitan, sebaran Ringkasan : A. Latar Belakang Dalam Rencana Penelitian Integratif Pengelolaan Hutan Tanaman 2010 2014, Kayu Bawang (Protium javanicum Burm F.) termasuk salah satu jenis alternatif, karena jenis ini merupakan jenis lokal yang memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan secara komersil. Selain itu, jenis ini merupakan salah satu jenis andalan lokal di Provinsi Bengkulu, karena kualitas kayunya memenuhi kualitas sesuai dengan kebutuhan penggunaannya. Kayunya termasuk dalam kelas kuat III dan kelas awet IV dengan berat jenis 0,56 gram/cm 3 dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai kayu pertukangan, terutama sebagai bahan bangunan dan meubellair (Siahaan dan Saepulloh, 2007). Melihat potensi kayu dan pemanfaatan yang cukup besar serta pertumbuhannya yang cukup baik, maka jenis ini cukup potensial untuk dikembangkan tidak hanya di lokasi asalnya saja, tetapi juga di lokasi pengembangannya yang baru, baik pada kabupaten lain di Bengkulu maupun di luar Provinsi Bengkulu. Di sisi lain, data dan informasi terkait dengan persyaratan tumbuh, status pengembangan dan pengelolaan tegakan Kayu Bawang di masyarakat, potensi bahan perbanyakan (sumber benih) yang berkualitas, serta teknik pembibitan masih terbatas dan dapat menjadi salah satu penghambat upaya pengembangan jenis ini. Penelitian Budidaya Jenis Kayu Bawang-2010
56
B. Tujuan dan Sasaran Tujuan kegiatan penelitian Budidaya Jenis Kayu Bawang adalah meningkatkan produktivitas dan kualitas lingkungan serta nilai ekonomi hutan tanaman Kayu Bawang yang mendukung industri perkayuan dan perekonomian rakyat. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan penelitian tahun 2010 adalah: 1) Tersedianya data dan informasi sebaran, persyaratan tumbuh, species Kayu Bawang yang telah dikembangkan oleh masyarakat, teknik pembudidayaan Kayu Bawang di masyarakat serta sumber benih Kayu Bawang; 2) Tersedianya teknik pembibitan Kayu Bawang; dan 3) Terbangunnya plot tanaman Kayu Bawang. C. Metodologi Penelitian 1. Studi Sebaran dan Persyaratan Tumbuh Studi sebaran dan persyaratan tempat tumbuh dilakukan pada beberapa lokasi penelitian di Provinsi Bengkulu. Kegiatan lain yang dilakukan dalam survey sebaran adalah inventarisasi dan identifikasi sumber benih dan pohon induk serta pengambilan bahan perbanyakan. Sedangkan studi persyaratan tumbuh Kayu Bawang diperoleh melalui survei kondisi tapak dan lingkungan tempat tumbuh guna mengumpulkan data pedosilvoklimat tempat tumbuh jenis ini. 2. Pembibitan Kayu Bawang Perlakuan pembibitan Kayu Bawang meliputi generatif benih dengan aplikasi pupuk NPK, SP.18 dan Dekastar. Perlakuan yang diujikan berupa dosis pupuk yang terdiri dari 5 taraf (0; 0,25; 0,5; 0,75 dan 1 gram/bibit) yang diberikan 1 minggu setelah kegiatan penyapihan. Parameter yang diamati adalah persentase hidup, pertumbuhan tinggi dan diameter serta biomassa. Pengamatan pertumbuhan tinggi dan diameter dilakukan setiap sebulan sekali selama 5 kali pengamatan. 3. Pembuatan Plot Perlakuan utama yang akan diujikan adalah jarak tanam yang terdiri dari 3 taraf, yaitu: 4 x 5 m, 4 x 3 m dan 3 x 3 m, masing-masing akan dibangun seluas 1 ha. Parameter yang diamati adalah persentase hidup, pertumbuhan tinggi dan diameter. Selain itu, pada kegiatan penanaman juga dilakukan uji pemupukan sebagai pupuk dasar dengan menggunakan pupuk organik. D. Hasil yang Telah Dicapai 1. Sebaran Kayu Bawang Tegakan Kayu Bawang dapat dijumpai hampir di seluruh kabupaten di Provinsi Bengkulu walaupun luasan dan kondisinya cukup beragam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 di 4 (empat) kabupaten di Provinsi Bengkulu menunjukkan bahwa jenis ini dapat ditemukan antara lain di Kab.
Penelitian Budidaya Jenis Kayu Bawang-2010
57
Bengkulu Utara, Kab. Bengkulu Tengah, Kab. Bengkulu Selatan, serta Kab. Rejang Lebong sebagaimana yang tersaji pada Tabel 1. Dari 4 kabupaten di Provinsi Bengkulu, tegakan Kayu Bawang paling banyak ditemui di Kabupaten Bengkulu Utara dan Bengkulu Tengah. Kedua daerah tersebut termasuk dataran rendah sampai sedang (ketinggian tempat kurang dari 200 m.dpl). Berdasarkan hasil wawancara disebutkan bahwa kedua daerah tersebut diakui sebagai daerah asal (sebaran alami) Kayu Bawang. Tabel 1. Sebaran tegakan Kayu Bawang di Provinsi Bengkulu No 1
Kab. Bengkulu Utara
2 3
Kab. Bengkulu Tengah Kab. Bengkulu Selatan
4
Kab. Rejag Lebong
Lokasi Sebaran Desa Sawang Lebar, Desa Curup, Desa Pondok Ubang (Areal Taman Hutan Raya Raja Lelo), Desa Senabah Desa Kembang Ayun, Desa Pasar Pedati Desa Air Sulau, Desa Batu Ampar, Desa Lubuk Ladung, Desa Merambung, Desa Simpang Pino, Desa Bakal Dalam Desa Lubuk Saung, Desa Bandung Marga, Desa Pal 7, Desa Beringin Tigo, Desa Pelalo, Desa Kampung Delima
Tanaman Kayu Bawang umumnya ditanam secara campuran, yakni dengan mengkombinasikan Kayu Bawang dengan jenis tanaman lainya, baik tanaman berkayu (jati, mahoni, sungkai, terap), tanaman buah (duren, nangka, cempedak) maupun tanaman perkebunan (karet, sawit, coklat dan kopi). Pada kegiatan survei juga diperoleh beberapa pohon induk yang memiliki fenotipe cukup baik, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber benih. Lokasi pohon induk tersebut antara lain : 1) Kab. Bengkulu Utara : Desa Senabah, Desa Sawang Lebar, dan Desa Pondok Ubang (Areal Taman Hutan Raya Rajo Lelo); 2) Kab. Bengkulu Tengah : Desa Kembang Ayun dan Desa Pasar Pedati; serta 3) Kab. Bengkulu Selatan : Desa Air Sulau dan Desa Merambung. 2. Persyaratan Tumbuh Kayu Bawang Kondisi umum tempat tumbuh Kayu Bawang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Ketinggian tempat bervariasi mulai dari pinggir pantai (Bengkulu Utara dengan ketinggian antara 0 hingga 30 m. dpl dan Bengkulu Tengah dengan ketinggian sampai 66 m. dpl) sampai daerah pegunungan (Kab. Rejang Lebong dengan ketinggian sampai 974 m. dpl); 2) Kelerengan tempat mulai dari datar, bergelombang sampai dengan curam; 3) Jenis tanah podsolik merah kuninglatosol; 4) Tingkat bahaya erosi mulai dari rendah sampai tinggi dan; 5) Bahaya banjir termasuk rendah. Sifat fisik dan kimia tanah belum dapat dijelaskan karena kegiatan analisa tanah lengkap belum selesai dilaksanakan. 3. Pembibitan Kayu Bawang Pembibitan Kayu Bawang dilakukan secara generatif dengan mengumpulkan biji untuk dikecambahkan atau dengan mengumpulkan anakan dalam bentuk cabutan di bawah tegakan induk. Benih Kayu Bawang tergolong Penelitian Budidaya Jenis Kayu Bawang-2010
58
rekalsitran sehingga benih yang diperoleh segera dikecambahkan pada bak tabur/bedeng tabur. Media pembibitan menggunakan top soil yang dicampur dengan bahan organik lainnya untuk memacu pertumbuhan bibit. Aplikasi pupuk memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan. Pertambahan tinggi pada kontrol dan perlakuan NPK, SP.36, serta Dekastar selama 5 bulan pengamatan masing-masing sebesar 25,18 cm; 18,86 cm; 32,26 cm; dan 20,82 cm. Sedangkan pertambahan diameter pada kontrol dan perlakuan NPK, SP.18, serta Dekastar selama 5 bulan pengamatan masing-masing sebesar 5,66 mm; 2,61 mm; 3,47 mm; dan 2,35 mm. 4. Penanaman Kayu Bawang Persiapan lahan untuk penanaman Kayu Bawang dilakukan dengan pembersihan secara total semak belukar dan gulma yang ada di lokasi penanaman. Bibit Kayu Bawang siap tanam setelah mencapai tinggi ± 30 cm dan pangkal batang telah mengayu. Untuk memacu pertumbuhan awal, dilakukan aplikasi pupuk dasar, yakni pupuk SP.36 dan Green Farm. Tanaman Kayu Bawang ditanam pada jarak tanam 4 x 5 m, 4 x 3 m, dan 3 x 3 m. E. Kesimpulan Kayu Bawang merupakan salah satu jenis andalan lokal di Provinsi Bengkulu karena kualitas kayunya memenuhi kualitas sesuai dengan kebutuhan penggunaannya. Tanaman ini tersebar luas hampir di setiap kabupaten di Provinsi Bengkulu. Kayu Bawang bisa dibiakkan dengan cara generatif menggunakan benih atau cabutan alam. Aplikasi pupuk mampu memacu pertumbuhan Kayu Bawang. Lampiran
Gambar 1.Tegakan Kayu Bawang Program Judul RPI Koordinator RPI Judul Kegiatan Sub Judul Kegiatan
Gambar 2. Persemaian Kayu Bawang di KHDTK Kemampo : Pengelolaan Hutan Tanaman : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan : Drs. Riskan Efendi, MSc : Budidaya Jenis Kayu Bawang : Aspek Growth&Yield
Penelitian Budidaya Jenis Kayu Bawang-2010
59
Pelaksana Kegiatan
: Nanang Herdiana, S. Hut Sri Utami, SP, M. Si Armellia Prima Yuna, S. Hut Teten Rahman Saepulloh Agus Baktiawan Hidayat
Abstrak Kayu Bawang telah lama dikembangkan dalam bentuk hutan rakyat di Provinsi Bengkulu, tetapi hingga saat ini informasi mengenai pertumbuhan dan hasil jenis ini belum tersedia secara memadai. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh paket pengaturan hasil Kayu Bawang berupa model penduga volume dan model pertumbuhan dimensi tegakannya. Penyusunan perangkat pengaturan hasil didasarkan pada hasil pengukuran berulang terhadap petak-petak ukur permanen pada berbagai lokasi pengembangan. Berdasarkan analisis regresi, model penduga volume Kayu Bawang adalah V = 0,000103 D2,317 H0,239 dengan R2 = 95,58%. Model pertumbuhan tegakan disusun pada 2 pola agroforestri pengembangan Kayu Bawang, yaitu pola agroforestri Kayu Bawang + kopi dan pola agroforestri multijenis. Model pertumbuhan pada pola tanam Kayu Bawang + kopi adalah D = 44,71013 A0,44807 N-0,28443, H = 30,41087 A0,39637 N-0,22306, Ho = 9,4839 A0,39528 N-0,00389, Ln B = 3,8051 – 5,2604/A – 159,31/N, and Ln V = 6,2236 – 6,8892/A – 133,85/N masing-masing untuk variabel diameter, tinggi, peninggi, luas bidang dasar dan volume tegakan. Untuk pola agroforestri multijenis adalah Ln D = 2,64378 – 1,290/A + 111,37/N, H = 8,4351 A0,48802 N0,03989 , Ho = 8,6784 A0,50573 N-0,01082, Ln B = 0,5051 – 3,1301/A + 0,38864 ln N, and Ln V = 4,0009 – 4,7611/A + 0,21867 ln N. Pada kedua pola tanam, variabel penduga, kerapatan tegakan berpengaruh nyata pada pertumbuhan diameter, luas bidang dasar, dan volume. Kata kunci: Kayu Bawang, pola tanam, model volume, dan model pertumbuhan Ringkasan A. Latar Belakang Pengembangan Kayu Bawang dalam bentuk hutan rakyat di Provinsi Bengkulu dimulai pada tahun 1990-an dengan teknik budidaya yang sederhana. Penanaman dilakukan dengan pola tumpangsari atau pola agroforestry. Pada pola tumpangsari, Kayu Bawang ditanam dengan jenis tanaman semusim seperti cabe dan kacang tanah, namun pola ini tidak banyak dijumpai. Sedangkan pola agroforestry dapat dijumpai dalam bentuk kombinasi antara Kayu Bawang dan kopi atau dalam bentuk kombinasi multijenis dengan kopi, karet, jengkol dan kayu manis. Upaya peningkatan produktivitas hutan rakyat memerlukan sistem pengelolaan yang baik dan terencana. Sistem pengelolaan yang baik membutuhkan berbagai perangkat pengelolaan seperti model penduga volume, model kualitas tempat tumbuh, dan model pertumbuhan dan hasil tegakan. Perangkat pengelolaan ini akan bermanfaat untuk memberikan prediksi pertumbuhan dan hasil yang dapat diperoleh dan sebagai dasar dalam Penelitian Budidaya Jenis Kayu Bawang-2010
60
pengambilan keputusan manajemen. Namun hingga saat ini, berkembangnya hutan rakyat Kayu Bawang tidak disertai dengan tersedianya perangkat pengelolaan tersebut sehingga pengelolaan yang dilakukan belum optimal. Demikian pula informasi tentang riap, daur optimal, waktu panen, dan perlakuan silvikultur yang diperlukan belum diketahui. B. Tujuan dan Sasaran Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh perangkat pengelolaan hutan rakyat Kayu Bawang di Provinsi Bengkulu. Sasarannya adalah tersedianya model penduga volume dan model pertumbuhan tegakan. Model disusun dengan menggunakan variabel umur dan kerapatan tegakan pada dua pola tanam Kayu Bawang yang banyak dijumpai di daerah tersebut, yaitu pola agroforestry Kayu Bawang + kopi dan agroforestry multijenis. C. Metode Penelitian Model penduga volume Kayu Bawang disusun berdasarkan data yang diperoleh dari 96 pohon model yang dibagi dalam dua kelompok, yaitu 66 data digunakan untuk penyusunan model dan sisanya 30 data digunakan untuk validasi model. Pohon model dipilih secara purpossive sampling sehingga dapat mewakili sebaran kelas diameter dari diameter terkecil sampai dengan diameter terbesar. Pohon yang dipilih sebagai pohon model adalah pohon yang memiliki pertumbuhan normal, tidak terserang hama penyakit, serta memiliki tajuk dan batang normal. Pada pohon model dilakukan pengukuran diameternya setinggi dada (diameter at breast height = dbh), tinggi total, diameter pangkal dan ujung tiap seksi batang dan cabang dengan panjang seksi 1 m sampai diameter 7 cm. Model pertumbuhan disusun berdasarkan data pengukuran berulang pada petak-petak ukur permanen pada masing-masing pola tanam. Penyusunan model dilakukan dengan analisis regresi berganda dengan variabel bebas umur dan kerapatan tegakan. Variabel yang diduga adalah diameter, tinggi, peninggi, luas bidang dasar, dan volume tegakan. Model terbaik dipilih berdasarkan kriteriakriteria uji statistik, yaitu uji tingkat kepentingan peubah bebas (nilai-p), dan koefisien determinasi (R2). D. Hasil yang Telah Dicapai Berdasarkan nilai-nilai uji statistik, model penduga volume Kayu Bawang terbaik adalah V = 0,000103 D2,317 H0,239 dengan R2 = 95,58%. Pada model ini, diameter maupun tinggi mempunyai pengaruh yang nyata dalam model. Model pertumbuhan Kayu Bawang disusun pada masing-masing pola tanam. Model pertumbuhan tegakan Kayu Bawang pada pola agroforestry Kayu Bawang + kopi adalah D = 44,71013 A0,44807 N-0,28443, H = 30,41087 A0,39637 N0,22306 , Ho = 9,4839 A0,39528 N-0,00389, Ln B = 3,8051 – 5,2604/A – 159,31/N, dan Ln V = 6,2236 – 6,8892/A – 133,85/N masing-masing untuk variabel diameter, tinggi, peninggi, luas bidang dasar, dan volume tegakan perhektar. Model pertumbuhan tegakan Kayu Bawang untuk pola agroforestry multi jenis adalah Ln Penelitian Budidaya Jenis Kayu Bawang-2010
61
D = 2,64378 – 1,290/A + 111,37/N, H = 8,4351 A0,48802 N-0,03989, Ho = 8,6784 A0,50573 N-0,01082, Ln B = 0,5051 – 3,1301/A + 0,38864 ln N, dan Ln V = 4,0009 – 4,7611/A + 0,21867 ln N. Pada model pertumbuhan tegakan tersebut, berdasarkan uji tingkat kepentingan peubah bebas, kerapatan tegakan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap variabel diameter, luas bidang dasar, dan volume/ha pada kedua pola tanam, tetapi tidak berpengaruh nyata pada variabel tinggi dan peninggi tegakan. Pertumbuhan diameter akan semakin rendah dengan semakin tingginya kerapatan, sedangkan luas bidang dasar dan volume akan semakin besar dengan semakin tingginya kerapatan. E. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Model penduga volume pohon Kayu Bawang dengan persamaan regresi sederhana dengan peubah bebas tinggi dan diameter pohon yang memiliki ketelitian tertinggi adalah V = 0,0001027 D2,317 H0,239 dengan nilai R2 = 95,58%. 2. Model pertumbuhan tegakan Kayu Bawang berbeda pada pola tanam yang berbeda yaitu D = 44,710 A0,44807 N-0,28443 (R2 = 98,0%), H = 30,411 A0,39637 N-0,22306 (R2 = 79,3%), Ho = 9,484 A0,39528 N-0,00389 (R2 = 77,2%), Ln B = 3,805 – 5,260/A – 159,31/N (R2 = 92,6%) dan Ln V = 6,224 – 6,889/A – 133,85/N (R2 = 87,5%) pada pola tanam Kayu Bawang + kopi, sedangkan pada pola tanam agroforestry adalah Ln D = 2,644 – 1,290/A + 111,37/N (R2 = 93,8%), H = 8,435 A0,48802 N-0,03989 (R2 = 95,0%), Ho = 8,678 A0,50573 N0,01082 (R2 = 99,5%), Ln B = 0,505 – 3,130/A + 0,389 ln N (R2 = 92,8%) dan Ln V = 4,001 – 4,761/A + 0,219 ln N (R2 = 89,9%) masing-masing untuk variabel diameter, tinggi, peninggi, luas bidang dasar, dan volume tegakan perhektar. 3. Kerapatan tegakan berkorelasi negatif dengan variabel tinggi dan diameter, berkorelasi positif dengan variabel luas bidang dasar dan volume/ha pada kedua pola tanam, tetapi berkorelasi rendah dengan variabel peninggi tegakan.
Lampiran
Penelitian Budidaya Jenis Kayu Bawang-2010
62
(a)
(b)
Gambar 1. Petak ukur permanen Kayu Bawang di Desa Talang Empat (a) dan Desa Pasar Pedati (b), Kabupaten Bengkulu Tengah
Gambar 2. Tegakan Kayu Bawang pada umur 9 tahun (a) dan 11,5 tahun (b) di Desa Dusun Curup Kabupaten Bengkulu Utara.
Penelitian Budidaya Jenis Kayu Bawang-2010
63
Program
: Pengelolaan Hutan Tanaman
Judul RPI
: Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan : Drs. Riskan Efendi, MSc : Budidaya Jenis Kayu Bawang : Aspek Perlindungan : Agus Kurniawan, S. Hut Sri Utami, SP, M. Si Teten Rahman Saepulloh Agus Baktiawan Hidayat
Koordinator RPI Judul Kegiatan Sub Judul Kegiatan Pelaksana Kegiatan
Abstrak Tanaman Kayu Bawang merupakan salah satu jenis unggulan di Provinsi Bengkulu. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam budidaya tanaman Kayu Bawang yaitu adanya serangan hama dan penyakit. Hasil inventarisasi dan eksplorasi yang dilakukan di 3 kabupaten di Provinsi Bengkulu yaitu di Kab. Bengkulu Utara, Bengkulu Tengah, dan Rejang lebong, serta di KHDTK Benakat, Kab. Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan menunjukkan bahwa terdapat serangan hama dan penyakit pada tanaman Kayu Bawang pada skala lapangan maupun persemaian. Persentase dan intensitas serangan hama dan penyakit tergolong ringan hingga sedang. Jenis serangan hama yang menyerang Kayu Bawang yaitu ulat kantong, belalang, ulat daun, kutu buah, dan babi. Adapun serangan penyakitnya yaitu bercak daun dan tanaman parasitik seperti benalu. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tanaman Kayu Bawang yang ditanam campuran relatif lebih tahan terhadap hama dan penyakit dibandingkan pola monokultur. Kata kunci : hama, Kayu Bawang, penyakit Ringkasan : A. Latar Belakang Kayu Bawang merupakan salah satu jenis unggulan di Provinsi Bengkulu dan biasanya dikenal dengan nama kayu pahit. Jenis ini merupakan tanaman masyarakat dan di hutan alamnya sendiri sudah tidak dapat ditemukan. Pada umumnya Kayu Bawang ditanam pada lahan yang sudah dibuka seperti semak belukar, bekas ladang, kebun atau tegakan. Kayu Bawang mampu tumbuh di berbagai jenis tanah dan relatif tidak membutuhkan persyaratan tumbuh yang spesifik. Pembudidayaan Kayu Bawang oleh masyarakat belum dilakukan dengan teknik silvikultur yang memadai. Upaya peningkatan produktivitas hutan tanaman Kayu Bawang dapat dilakukan dengan menerapkan teknik silvikultur secara intensif termasuk di dalamnya aspek perlindungan tanaman dari gangguan hama, penyakit dan gulma.
Penelitian Budidaya Jenis Kayu Bawang-2010
64
B. Tujuan dan Sasaran Tujuan penelitian adalah mengkaji serangan hama dan penyakit pada tanaman Kayu Bawang dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kualitas lingkungan serta nilai ekonomi hutan tanaman Kayu Bawang yang mendukung industri perkayuan dan perekonomian rakyat. Sedangkan sasarannya adalah: 1) Diketahuinya jenis hama dan penyakit yang potensial pada tanaman Kayu Bawang, dan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya hama dan penyakit tersebut, dan 2) Diketahuinya pengaruh perlakuan silvikultur yang diterapkan terhadap tingkat serangan hama dan penyakit. C. Metodologi Penelitian 1. Inventarisasi dan Identifikasi Hama dan Penyakit Kegiatan dilakukan pada beberapa lokasi penelitian di Provinsi Bengkulu yaitu : 1) Bengkulu Tengah : Desa Pekik Nyaring, Talang empat, Sekayun, dan Pasar Pedati; 2) Bengkulu Utara : Dusun Curup, Senabah, Sawang lebar, Talang boseng, dan Taba Penanjung; serta 3) Kab. Rejang Lebong : Desa Pal 7, Bandung Marga, Pelalo, Lubuk Saung, dan Beringin tigo. Selain itu kegiatan inventarisasi dilakukan di KHDTK Benakat dengan pertimbangan untuk membandingkan serangan hama penyakit pada tegakan Kayu Bawang yang berada di luar habitatnya. Kegiatan ini dilakukan dengan cara membuat petak/plot pengamatan pada areal tanaman yang terserang, baik di skala lapangan maupun persemaian yang luasannya diambil 10 % dari luasan seluruh areal yang terserang atau di areal seluas 1 – 3 ha, dimana luasan areal ini terbagi dalam plot-plot kecil berukuran 20 x 50 m (0,1 ha). Parameter yang diamati adalah jenis hama yang menyerang, bentuk kerusakan, bagian tanaman yang terserang, persentase serangan dan tingkat kerusakan tanaman. 2. Penghitungan Persentase Serangan dan Tingkat Kerusakan Tanaman Persentase serangan hama dan penyakit (P) dihitung dengan cara menghitung jumlah pohon yang terserang dalam suatu petak ukur, dibagi jumlah pohon yang terdapat dalam suatu petak ukur di kali 100 %. Penghitungan tingkat kerusakan tanaman (I) dilakukan menurut kriteria Unterstenhofer (1963) dalam Djunaedah (1994). D. Hasil yang Telah Dicapai Kegiatan inventarisasi dan eksplorasi hama dan penyakit pada tegakan Kayu Bawang dilakukan pada beberapa lokasi di Provinsi Bengkulu. Pada umumnya dijumpai serangan hama dan penyakit baik pada skala lapangan maupun persemaian tetapi dengan persentase dan tingkat serangan ringan hingga sedang sebagaimana yang tersaji pada Tabel 1. Timbulnya serangan hama dan penyakit tersebut lebih disebabkan karena faktor lingkungan yang mendukung.
Penelitian Budidaya Jenis Kayu Bawang-2010
65
Tabel 1. Jenis Serangan hama dan penyakit pada beberapa lokasi penelitian Lokasi
Skala
Bengkulu Utara
Lapangan
Pola Tanam Monokultur Campuran
Persemaian Bengkulu Tengah
Lapangan
Campuran Monokultur
Persemaian Rejang Lebong
Lapangan
Campuran
KHDTK Benakat
Lapangan
Campuran
Jenis Serangan hama Persentase dan Penyakit Serangan Penyakit busuk akar Ringan (<10%) Tidak dijumpai serangan hama dan penyakit Belalang dan bercak Ringan daun (<10%) Tidak terdapat serangan hama dan penyakit Benalu dan serangan Ringan (10kutu buah 15%) Hama penggerek daun Agak berat (9,3%) Serangan hama : ulat Ulat kantong, semut dan kantong babi, serangan penyakit (11,83%), : bercak daun dan semut tumbuhan parasitik; (15%), babi serta gulma (7,8%), bercak daun (21,95%), tumb. parasitik (2,43%), gulma (7,22%) Hama : ulat daun, Sedang semut. Liana (<40%)
Intensitas Serangan Ringan (<10%)
Ringan (<10%) Ringan (<10%) Ringan (27,42%) Hama, penyakit dan gulma : Ringan (510%)
Ulat daun (0,44%), semut (24%), liana (10,67%)
Bila dibandingkan dengan jenis tanaman kehutanan lainnya tanaman Kayu Bawang merupakan salah satu jenis tanaman yang relatif tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Dari analisis fitokimia menunjukkan bahwa daun, Kayu Bawang mengandung alkaloid dan steroid, sedangkan ranting dan kulit batangnya mengandung senyawa alkaloid. Diduga senyawa tersebut menyebabkan hama kurang menyukai tanaman Kayu Bawang sebagai inangnya. 1. Jenis dan Tingkat Serangan Hama pada Tanaman Kayu Bawang Jenis serangan hama yang umumnya dijumpai adalah ulat kantong, belalang, ulat daun, kutu buah, dan babi. Serangan ulat kantong tidak hanya menyerang daun tetapi juga batang. Tingkat serangan belalang dan ulat daun tergolong ringan, hanya mengakibatkan daun berlubang-lubang tidak sampai menimbulkan kematian tanaman. Sedangkan serangan babi biasanya menyerang batang, apabila serangannya berat dapat mengakibatkan kematian tanaman karena terhambatnya transpor air dan unsur hara. Selain itu juga dijumpai serangan kutu Penelitian Budidaya Jenis Kayu Bawang-2010
66
buah. Ciri buah yang mengalami kerusakan oleh kutu buah adalah buah membusuk ketika masih berada di pohon yang ditandai dengan perubahan warna kulit buah menjadi berwarna hitam/coklat tua. 2. Jenis dan Tingkat Serangan Penyakit pada Tanaman Kayu Bawang Serangan penyakit pada tanaman Kayu Bawang meliputi penyakit bercak daun dan tumbuhan parasitik seperti benalu. Tingkat serangan kedua jenis penyakit tersebut tergolong ringan. Gangguan bercak daun ini biasanya menyerang daun-daun muda baik pada skala lapangan maupun persemaian. Pada daun nampak bercak-bercak berwarna kecoklatan, lama kelamaan melebar, dan gejala lanjut mengakibatkan daun berlubang dan kering. Pada skala lapangan, penyakit ini menyerang tanaman yang berumur 1-5 tahun, sedangkan pada tanaman yang berumur lebih dari 5 tahun jarang dijumpai. Sedangkan pada tingkat persemaian, penyakit ini menyerang bibit yang berumur kurang dari 6 bulan. Benalu juga merupakan gangguan pada tanaman Kayu Bawang. Tanaman parasitik ini biasanya menyerang tegakan Kayu Bawang yang berumur lebih dari 3 tahun, dan umumnya pada tegakan yang kurang atau tidak terpelihara. 3. Pengaruh Perlakuan Silvikultur terhadap Serangan Hama dan Penyakit Dari beberapa lokasi penelitian menunjukkan bahwa tegakan Kayu Bawang yang ditanam secara monokultur lebih rentan terserang hama dan penyakit dibandingkan dengan pola tanam campuran. Dengan pola tanam campuran mengakibatkan ekosistem lebih seimbang dan stabil, sehingga tanaman lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Terjadinya serangan hama dan penyakit pada suatu areal pertanaman disebabkan karena kombinasi faktor-faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan populasi hama dan inokulum patogen penyebab penyakit. E. Kesimpulan Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam budidaya Kayu Bawang yaitu adanya serangan hama dan penyakit. Hasil inventarisasi dan eksplorasi pada beberapa daerah di Provinsi Bengkulu dan KHDTK Benakat, Kab. Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan menunjukkan bahwa terdapat serangan hama dan penyakit pada tanaman Kayu Bawang baik pada skala persemaian maupun lapangan. Persentase dan intensitas serangan hama penyakit pada tanaman Kayu Bawang tergolong ringan hingga sedang. Perlakuan silvikultur mempengaruhi besarnya serangan hama dan penyakit, dimana tingkat serangan hama dan penyakit pada pola tanam campuran lebih rendah dibandingkan monokultur.
Penelitian Budidaya Jenis Kayu Bawang-2010
67
Lampiran
1
3
1
3
2
4
2
4
Gambar 1) Serangan kutu buah, 2) Gejala bercak daun, 3) Gejala serangan babi, 4) Ulat kantong pada kulit batang kayu bawang (tanda panah)
Penelitian Budidaya Jenis Kayu Bawang-2010
68