1 I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki
potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan di masyarakat. Indonesia memiliki bermacam macam jenis Domba Lokal dengan masing masing karakteristik khas yang tidak dimiliki oleh daerah lain, diantaranya adalah Domba Ekor Gemuk, Domba Ekor Tipis, Domba Priangan, Domba Batur dan jenis lainnya. Pada Tahun 2014 populasi domba di Indonesia mencapai 16.091.838 ekor, sedangkan populasi domba di Jawa Barat mencapai 10.612.726 ekor atau 65,95% populasi nasional (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2014). Tingginya jumlah populasi domba di Jawa Barat diikuti pula dengan tingginya populasi domba di Kabupaten Subang yang pada Tahun 2014 yang mencapai 244.431 ekor terdiri atas 153.788 ekor domba betina, dan 90.643 ekor domba jantan, sedangkan populasi domba di Kecamatan Pamanukan mencapai 8.992 ekor yang terdiri atas 5.968 ekor domba betina, dan 3.024 ekor domba jantan (Dinas Peternakan Kabupaten Subang, 2014). Berdasarkan data statistik tersebut, dapat dilihat bahwa ketertarikan masyarakat Jawa Barat khususnya Kabupaten Subang terhadap domba cukup tinggi, hal ini diharapkan dapat diimbangi dengan performa domba yang baik. Dalam perkembangannya, pemeliharaan domba di wilayah Jawa Barat mengarah pada sasaran utama, yaitu sebagai domba pedaging. Produktivitas domba perlu diperhatikan dan ditingkatkan agar tujuan sebagai ternak penghasil
2 daging dapat dicapai dengan baik. Produktivitas ternak yang baik dapat dinilai melalui performa eksterior ternak tersebut. Penampilan suatu individu ditentukan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Pengaruh sifat genetik bersifat baka atau permanen dan tidak akan berubah selama individu tersebut hidup, sepanjang tidak terjadi mutasi, seleksi, dan migrasi dari gen yang menyusunnya. Pengaruh lingkungan bersifat temporer, tidak dapat diwariskan kepada keturunannya, dan bergantung pada kapan dan dimana individu tersebut berada. Peningkatan produktivitas Domba Lokal dapat dilakukan dengan cara seleksi. Seleksi domba lokal dapat dilakukan terhadap sifat - sifat yang mempunyai nilai ekonomis. Penurunan sifat indukan, aktivitas ternak, dan keadaan lingkungan pemeliharaan menjadi faktor yang sangat menentukan performa domba. Pengukuran produktivitas ternak dapat didasarkan pada penilaian prestasi ternak dengan memperhatikan ukuran parameter tubuh ternak sebagai dasar penilaian petumbuhan dan perkembangan ternak, cara pengukuran parameter tubuh hingga saat ini masih didasarkan pada ukuran ukuran tubuh yang merupakan korelasi dari pertumbuhan dan perkembangan ternak. Umumnya masyarakat Pantura di Kabupaten Subang bermata pencaharian sebagai petani padi, mereka cenderung memilih untuk beternak domba sebagai mata pencaharian sampingan. Domba Lokal dipilih karena dianggap memiliki banyak keunggulan, diantaranya adalah mudah dalam pemeliharaannya, tidak mengenal musim kawin, bersifat prolifik, dan relatif tahan terhadap beberapa macam penyakit dan parasit, serta mampu beradaptasi dengan lingkungan Pantura yang bersuhu cukup tinggi. Lingkungan Pantura yang dikelilingi dengan
3 persawahan pada umumnya dimanfaatkan oleh para peternak domba dengan memelihara domba dengan sistem semi intensif. Domba yang dipelihara digembalakan pada pagi hingga sore hari di areal persawahan dan dikandangkan pada malam hari. Program breeding dilakukan secara tradisional atau dengan sistem perkawinan yang tidak terarah, hal ini tentunya akan sangat mempengaruhi produktivitas dan performa domba tersebut. Performa ternak dapat dijadikan sebagai dasar utama dalam melakukan seleksi domba. Tujuan seleksi dalam populasi adalah meningkatnya rataan dalam suatu sifat ke arah yang lebih baik dan diikuti oleh peningkatan keseragaman atau penurunan simpangan baku. Identifikasi sifat kualitatif dan kuantitatif dapat dijadikan sebagai dasar seleksi, serta dapat digunakan untuk standarisasi induk Domba Lokal yang berumur 2 – 3 tahun sebagai dasar acuan jaminan mutu produksi yang sesuai dengan permintaan konsumen. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Performa Induk Domba Lokal yang Dipelihara Secara Semi Intensif di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang. 1.2
Identifikasi Masalah Bagaimana Performa Induk Domba Lokal yang Dipelihara Secara Semi
Intensif di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang. 1.3
Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana Performa Induk Domba Lokal yang Dipelihara Secara Semi Intensif di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang.
4 1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan dan menambah informasi
mengenai domba yang potensial dikembangkan di kawasan Pantura, khususnya performa Domba Lokal, sehingga dapat dijadikan sumber bibit unggul untuk dikembangkan oleh peternak domba lokal di daerah sekitar penelitian pada khususnya dan para peternak di seluruh Indonesia pada umumnya, serta untuk dijadikan bahan acuan standardisasi Domba Lokal. 1.5
Kerangka Pemikiran Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang dalam pemeliharaannya
relatif mudah dipelihara dan cukup menguntungkan karena dapat dijadikan sebagai sebagai sumber penghasil protein hewan (daging). Indonesia memiliki berbagai tipe domba yang banyak dibudidayakan di berbagai daerah, salah satunya adalah Domba Lokal. Domba-domba lokal Indonesia umumnya diberi nama sesuai dengan nama daerah dan karakteristiknya masing – masing, seperti Domba Donggala, Domba Garut, Domba Kisar, Domba Ekor Gemuk, dan Domba Priangan. Domba Priangan tergolong ke dalam domba tipe besar dengan bobot badan domba jantan berkisar antara 60 – 80 kg dan domba betina 30 – 40 kg, tetapi tidak jarang ditemukan domba jantan dengan bobot diatas 80 kg dan domba betina di atas 40 kg. Ciri domba Priangan hampir sama dengan Domba Garut pada bagian ekornya yaitu ngabuntut beurit atau ngabuntut bagong, hanya saja berbeda pada bagian telinga dengan bentuk rubak ( lebih dari 8 cm) (Heriyadi, 2012). Usaha peternakan domba didominasi oleh peternakan tradisional dengan skala usaha kecil dan umumnya mengandalkan sistem pemeliharaan semi intensif yaitu dimana ternak selain dikandangkan juga digembalakan di areal pertanian.
5 Umumnya pemeliharaan domba di Kecamatan Pamnukan Kabupaten Subang digembalakan pada areal persawahan, hal ini dilakukan untuk mengurangi biaya modal yang besar dalam pemeliharaan domba, karena dengan sistem penggembalaan peternak - peternak domba dapat mengurangi kebutuhan kandang yang besar dan lahan yang luas. Dalam penerapannya sistem pemeliharaan ini jarang sekali memperhatikan kecukupan kebutuhan nutrien bahan pakan dan kualitas makanan untuk menghasilkan energi. Defisiensi energi pada ternak akan menyebabkan pertumbuhan lambat atau terhenti, bobot badan berkurang, fertilitas rendah, daya tahan tubuh terhadap penyakit berkurang dan angka kematian tinggi (Pond, dkk., 1995). Peningkatan mutu genetik dapat ditingkatkan pula dengan melakukan seleksi untuk menghasilkan anakan domba yang memiliki produktivitas baik. Seleksi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan dan memperhatikan sifat genetik suatu individu yang terdiri dari sifat kualitatif dan kuantitatif. Sifat kualitatif dipengaruhi oleh satu atau dua pasang gen, tidak dapat diukur dan dalam manifestasinya tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Sifat kuantitatif adalah sifat yang dapat diukur, dipengaruhi oleh banyak pasangan gen (polygen) dan dalam manifestasinya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sifat kuantitatif terdiri atas bobot badan, konformasi tubuh, sifat reproduksi, dan produksi. Sifat kuantitatif dapat diukur dan berhubungan dengan kemampuan produksi suatu individu ternak, seperti bobot badan, dan ukuran ukuran tubuh (Warwick, dkk., 1995). Sifat kuantitatif sering digunakan sebagai kriteria seleksi ternak sebelum dilakukan perkawinan untuk memperoleh bibit unggul. Ukuran-ukuran seperti
6 tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada, dan dalam dada, perlu diketahui untuk memperkirakan bentuk fisik dan kemampuan produksi seekor ternak. Sifat-sifat kualitatif dapat dikelompokan karena penampilan sifat kualitatif pada setiap individu jelas antara sifat yang satu dengan sifat lainnya. Umumnya sifat kualitatif hanya sedikit atau bahkan tidak ada hubungannya dengan kemampuan produksi seperti: warna bulu, bentuk telinga, bentuk ekor, bentuk tanduk dan lain sebagainya. Manajemen pemeliharaan domba di kawasan Pantura mengandalkan penggembalaan pada sawah yang terbatas yaitu setelah sawah tersebut dipanen. Pakan yang terdapat di areal persawahan terdiri dari hijauan yang tumbuh setelah padi ditunai atau dipanen (misalnya: jerami dan tunas baru yang tumbuh dari jerami), gulma yang tumbuh di sekitar padi, dan penggembalaan ternak di pinggir jalan serta pada lahan milik masyarakat, hal ini tentunya akan mempengaruhi produktivitas ternak tersebut. Sistem ini pada prinsipnya merupakan pemanfaatan sumber-sumber pakan yang mempunyai nilai gizi rendah, sehingga kemungkinan besar akan menyebabkan tingkat produktivitas yang rendah sebagai manifestasi pemberian pakan dengan kualitas yang rendah tanpa adanya pakan tambahan maupun pemberian mineral mikro yang dibutuhkan oleh tubuh. 1.6
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Tanggal 6 Juni – 15 Juni 2016 di peternakan
tradisional Kecamatan Pamanukan, Kabupaten Subang, Jawa Barat.