1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ternak babi adalah ternak monogastrik penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Hal ini disebabkan karena ternak babi memiliki keunggulan antara lain karena pertumbuhannya yang cepat, konversi pakan yang sangat baik dan mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan yang beranekaragam serta persentase karkasnya dapat mencapai 65% - 80% (Siagian, 1999). Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan ternak babi adalah masalah pakan. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan ternak babi sangat tergantung pada pakan yang diberikan dan biaya untuk penyediaan pakan pada usaha beternak babi dapat mencapai 80% dari total biaya yang dibutuhkan (Sihombing, 1997). Pakan
merupakan
kebutuhan
pokok
dalam
pertumbuhan
dan
perkembangan ternak babi. Salah satu unsur penting dalam ransum ternak babi adalah besarnya kandungan protein yang terdapat dalam ransum tersebut. Sumber protein dalam ransum ternak dapat berasal dari protein asal hewani maupun protein nabati. Sumber protein nabati berasal dari bungkil kacang kedelai dan bungkil kacang tanah, sedangkan protein hewani berasal dari tepung ikan atau fish meal (Wanasuria, 2010).
2
Penggunaaan tepung ikan merupakan bahan pakan pokok yang harus terkandung dalam ransum ternak babi, karena mengandung protein yang relatif tinggi yang tersusun oleh asam-asam amino esensial yang kompleks (methionine dan lysine) dan mineral (Ca, P, serta vitamin B12) (Kurniawan, 2012). Dalam pembuatan tepung ikan sebagai sumber protein hewani dalam ransum ternak, bahan yang digunakan adalah ikan-ikan yang juga digunakan untuk konsumsi manusia sehingga kemungkinan adanya persaingan antara kebutuhan untuk konsumsi manusia dan kebutuhan untuk pakan ternak. Hal ini akan mempengaruhi harga ransum secara keseluruhan menjadi meningkat karena mahalnya harga tepung ikan sebagai bahan pakan ternak. Usaha untuk menekan biaya ransum ternak adalah dengan jalan mencari alternatif bahan pakan sumber protein hewani yang lebih murah dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia atau dengan cara mengurangi penggunaan tepung ikan sebagai sumber protein hewani dalam ransum, namun tidak mempengaruhi produksi ternak. Salah satu alternatif dalam upaya menekan biaya pakan karena tingginya harga tepung ikan adalah pemanfaatan tepung bekicot (Achatina fulica). Bekicot selama ini merupakan hewan yang banyak terdapat di pedesaan dan merupakan hama pertanian pada waktu tertentu. Harganya relatif murah dan mudah diperoleh sehingga memungkinkan untuk dipakai sebagai bahan penyusun ransum untuk menggantikan bahan pakan sumber protein hewani yang relatif mahal diantaranya tepung ikan. Bekicot merupakan hewan bercangkang dengan perut bekicot yang berfungsi sebagai kaki jalan, yaitu dengan menjulurkan
3
sebagian anggota badannya. Untuk memudahkan pergerakannya (merayap) setiap saat, bagian perut bekicot dapat mengeluarkan lendir sehingga melicinkan jalan yang dilaluinya (Asa, 1999). Bekicot sering ditemukan pada tanaman baik tanaman pertanian, tanaman pekarangan maupun rumput, disamping itu juga sering ditemukan dalam bahanbahan busuk diantaranya pada timbunan sampah. Menurut Handojo (1989), bekicot menyukai tempat yang berhawa dingin atau daerah yang lembab, tetapi tidak becek atau berair sebagai habitatnya. Makin rendah temperatur maka makin baik bagi kehidupan bekicot. Bekicot juga tidak menyukai tempat yang terang atau tempat-tempat yang kena sinar matahari secara langsung, aktif mencari makan pada malam hari sedangkan siang hari lebih banyak istirahat. Bekicot mulai bertelur sekitar berumur 5 – 6 bulan. Jumlah telur yang dihasilkan seekor bekicot setiap bertelur sekitar 100 – 300 butir, dengan tiga sampai empat kali bertelur dalam satu tahun (Santoso,1989). Proses penetasan tidak dierami tetapi menetas secara alamiah setelah 7 – 9 hari keluar dari tubuh induknya dan berkembang menjadi bekicot muda. Pada musim penghujan daya tetas telur bekicot sangat tinggi bisa mencapai 90%, sedangkan pada musim kemarau hanya sekitar 60 – 70% (Prihasto, 1984). Sejak tahun 2009 terjadi serangan hama bekicot yang menyerang tanaman pertanian milik masyarakat di pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat petani setempat untuk memberantas hama bekicot ini, namun sampai sekarang usaha tersebut belum memberikan hasil yang memuaskan. Populasi
4
hama bekicot ini makin bertambah ditandai dengan makin meluas daerah penyebarannya dan makin banyak areal pertanian yang rusak akibat serangan bekicot. Luas kerusakan tanaman palawija khususnya tanaman kacang tanah dan kacang hijau di dua Kecamatan yang terserang hama bekicot seluas 65 ha pada tanaman kacang tanah dan 45 ha pada tanaman kacang hijau (Distanak Flotim, 2010). Sebagai upaya mengatasi masalah yang dihadapi oleh petani sekaligus bisa memberikan nilai tambah dari pemanfaatan tepung bekicot tersebut, maka dilakukan penelitian dengan judul:”Penampilan ternak babi yang diberi pakan mengandung tepung bekicot (Achatina fulica) sebagai pengganti tepung ikan". 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.2.1 Bagaimana pengaruh penggunaan tepung bekicot sebagai pengganti tepung ikan terhadap penampilan ternak babi. 1.2.2 Berapakah biaya pakan yang menggunakan tepung bekicot 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1.3.1 Untuk mengetahui seberapa jauh tepung bekicot dapat menggantikan tepung ikan sebagai sumber protein. 1.3.2 Untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung bekicot terhadap biaya pakan
5
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi usaha peternakan babi dengan menggunakan tepung bekicot sebagai pengganti tepung ikan dalam penyusunan ransum babi dalam upaya menekan biaya pakan. Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi petani di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur – NTT, untuk memanfaatkan bekicot sebagai pakan ternak dan bisa memberikan nilai ekonomis dari pemanfaatan bekicot ini.
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Babi Landrace Ternak babi tergolong dalam ternak monogastrik dimana memiliki kemampuan dalam mengubah bahan makanan secara efisien apabila ditunjang dengan kualitas ransum yang dikonsumsinya. Babi akan lebih cepat tumbuh dan cepat menjadi dewasa serta bersifat prolific yang ditunjukkan dengan kemampuan mempunyai banyak anak setiap kelahirannya yaitu berkisar antara 8 – 14 dan dalam setahun bisa dua kali melahirkan (Sihombing, 1997). Menurut Sihombing (1997), klasifikasi zoologis ternak babi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum
: Chordata
Klass
: Mamalia (menyusui)
Ordo
: Artiodactyla (berkuku genap)
Famili
: Suidae (non ruminansi)
Genus
: Sus
Spesies
: Sus scrofa Sus vittatus Sus celebensis Sus barbatus
Secara umum dapat dikenal tiga tipe babi yaitu babi tipe lemak “lard type”, tipe sedang “bacon type” dan tipe daging “meat type” (Mangisah, 2003). Di negara-negara
yang
telah
maju
dan
berkembang
peternakan
babinya,
7
penggolongan ini hampir tidak ditemui lagi karena tujuan dari pemeliharaannya sudah untuk menghasilkan daging yang berkualitas baik tanpa melihat tipe babi yang dipeliharanya. Blakely dan Bade (1998) menyatakan bahwa ternak babi yang dikembangkan dewasa ini merupakan babi hasil persilangan yang dilakukan oleh perusahaan pembibitan babi untuk memenuhi kebutuhan dan kualitas yang terkontrol. Babi Landrace termasuk bacon type atau babi tipe sedang, dengan ukuran lebar tubuh sedang dan timbunan lemak sedang dan halus (Mangisah, 2003). Menurut sejarahnya, babi Landrace awalnya dikembangkan di Denmark, kemudian masuk ke Amerika Serikat. Babi Landrace berasal dari persilangan antara pejantan babi Large white dengan babi lokal Denmark. Babi Landrace juga banyak digunakan untuk program persilangan babi-babi di daerah tropik, terutama di Asia Tenggara (Reksohadiprodjo, 1995). Ciri-ciri babi Landrace adalah berwarna putih dengan bulu yang halus, badan panjang, kepala kecil agak panjang dengan telinga terkulai, kaki letaknya baik dan kuat, dengan paha yang bulat dan tumit yang kuat pula serta tebal lemaknya lebih tipis. Babi Landrace mempunyai karkas yang panjang, pahanya besar, daging di bawah dagu tebal dengan kaki yang pendek (Mangisah, 2003). Budaarsa (2012) melaporkan bahwa babi Landrace menjadi pilihan pertama para peternak karena pertumbuhannya cepat, konversi makanan sangat bagus dan temperamennya jinak. Lebih lanjut dilaporkan bahwa babi Landrace yang diberi pakan komersial (ransum yang seimbang), maka pertambahan berat
8
badannya bisa mencapai 1 kg per hari dengan berat sapih pada umur 35 hari bisa mencapai 15 kg. 2.2 Bekicot Menurut sejarah, bekicot berasal dari Africa Timur. Binatang ini tersebar ke seluruh dunia dalam waktu yang relatif singkat karena ia dapat berkembang biak dengan cepat. Di Indonesia saat sekarang di kenal ada dua jenis bekicot, yaitu Achatina fulica dan Achatina variegate. Yang membedakan kedua jenis tersebut adalah belang-belang pada cangkangnya, Achatina fulica biasanya warna garisgaris pada tempurung atau cangkangnya tidak begitu mencolok, sedangkan jenis Achatina variegate warna garis-garis pada cangkangnya tebal dan berbuku-buku (Asa, 1999). Menurut Santoso (1989), bekicot dalam sistem binomial nomenklatur dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisio
: Mollusca
Kelas
: Gastropoda
Ordo
: Pulmonata
Famili
: Achatinidae
Genus
: Achatina
Spesies
: Achatina fulica
Secara normal bekicot dapat bertelur sekitar 300 butir dalam satu musim bertelur, sehingga dalam setahun dapat mencapai +1000 butir (Talib, 1999). Banyaknya telur yang dihasilkan setiap bekicot berbeda-beda antara satu Negara dengan Negara lainnya, maupun didalam suatu negara/wilayah tertentu (Djohar,
9
1986). Secara biologisnya, dibagian kepala terdapat sepasang alat peraba yang berfungsi sebagai alat penunjuk jalan, mencari makanan dan untuk mengetahui perubahan suhu lingkungan. Pada bagian tubuh paling bawah tersusun dari otototot yang sangat kuat yang berfungsi sebagai kaki, disini juga terdapat kelenjar yang dapat mengeluarkan lendir. Lendir ini berguna dalam membantu pergerakan bekicot. Saluran pencernaan terdiri dari: mulut – pharynx – kerongkonganlambung –usus – anus. Cangkangnya tersusun dari zat kapur (CaCO3), terbagi dalam beberapa lapisan, yaitu perostrachum yang tipis, lapisan prisma dan lapisan naker. Bekicot adalah binatang hermaprodit artinya tiap individu dari bekicot mampu menghasilkan sel telur dan spermatozoid (Handojo, 1989). Menurut Asa (1999) daging bekicot yang dibuat menjadi pakan ternak sebaiknya dijadikan tepung terlebih dahulu baik dalam bentuk Raw Snail Meal (tepung bekicot mentah) maupun Boilled Snail Meal (tepung bekicot rebus). Tepung bekicot rebus sebagai sumber protein hewani mempunyai kandungan protein kasar yang tinggi yaitu 62,43% dan kandungan serat kasarnya rendah yaitu 0,09% (Tabel 2.1) serta memiliki kandungan asam amino yang cukup lengkap (Tabel 2.2), sehingga penggunaannya sangat baik untuk pakan ayam, itik, dan babi. Bekicot juga mengandung berbagai asam amino dan kaya akan vitamin Bkompleks serta mineral kalsium dan fosfor yang cukup tinggi. Hasil penelitian Suharto (1999) menunjukkan untuk pakan ayam pedaging, tepung bekicot dapat digunakan antara 5 – 15% sedangkan untuk itik masa produksi, tepung bekicot dapat diberikan hingga 30%.
10
Tabel 2.1 Kandungan Nutrien Tepung Bekicot Kandungan Nutrien
Tepung Bekicot Dengan Kulit
Tepung Bekicot Mentah
Tepung Bekicot Rebus
Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak (%) Abu (%) BETN (%) Kalsium (%) Fosfor (%) Sumber: Asa (1999).
5,24 9,47 0,33 60,17 27,30 -
64,14 2,67 3,92 6,93 0,92
62,43 0,09 4,98 8,47 1,03
Tabel 2.2 Kandungan Asam Amino Daging Bekicot Asam Amino Asam Amino Esensial : Isoleusin Leusin Lisin Metionin Sistin Fenilalanin Tirosin Treonin Valin Bukan Asam Amino Esensial : Arginin Histidin Alanin Asam Aspartat Glutamat Glisin Prolin Serin Sumber : Asa (1999).
Kandungan (%) 2,64 4,62 4,35 1,00 0,60 2,62 2,44 2,76 3,07 4,88 1,43 3,31 5,98 8,16 3,82 2,79 2,96
11
Sebagai pakan ternak, daging bekicot perlu terlebih dahulu diolah menjadi tepung bekicot. Proses pengolahannya menurut Hartanto (2010) sebagai berikut : 1. Bekicot dipuasakan selama dua hari tanpa diberi makan dan minum. Tindakan ini bertujuan agar feses dan lendir dapat dikeluarkan sebanyakbanyaknya. Bekicot hidup ditempatkan dalam wadah tertutup lalu ditaburi garam kurang lebih 10 - 15% dari bobot badan selama 25 – 30 menit untuk mengeluarkan sisa lendir yang masih ada. 2. Bekicot yang masih ada cangkangnya dicuci dengan air, dimasukan kedalam alat masak berisi air kapur dan direbus sampai masak untuk menghindari adanya bakteri salmonella, selanjutnya ditiriskan. 3. Daging bekicot yang sudah masak dikeluarkan dari cangkangnya dengan cara dicungkil, dikeringkan dengan sinar matahari selama dua hari, selanjutnya digiling sampai halus. Suharto (1999) melaporkan bahwa dengan penambahan tepung bekicot sebanyak 15% dalam ransum ayam pedaging dapat meningkatkan laju pertumbuhan dan memberikan pertambahan bobot badan yang sangat nyata. Lebih lanjut dikatakan bahwa penambahan tepung bekicot dalam pakan itik yang sedang berproduksi bisa diberikan hingga 30% tanpa mempengaruhi produksinya. Sa’Adah (2008) melaporkan bahwa burung puyuh yang diberi tambahan 25% tepung bekicot dalam ransum, produksi telur lebih tinggi dibandingkan level dibawahnya.
12
2.3 Tepung Ikan Mudjiman (2004) melaporkan bahwa tepung ikan (Fish meal) merupakan salah satu bahan baku untuk pakan ternak karena kandungan protein yang tinggi. Protein dalam tepung ikan tersusun oleh asam amino esensial yang kompleks diantaranya asam amino lisin dan methionin, serta mengandung mineral kalsium, fospor, vitamin B kompleks khususnya vitamin B12 dan asam lemak esensial dari omega-3 HUFA (higher unsaturated fatty acid). Kandungan nutrien tepung ikan sangat tergantung pada macam ikan yang digunakan. Umumnya ikan yang besar mengandung protein yang mudah dicerna dan ikan yang kecil karena banyak durinya sehingga kandungan proteinnya lebih rendah (Prihasto, 1984). Lebih lanjut dilaporkan bahwa ikan yang berwarna putih kandungan proteinnya lebih baik dibandingkan dengan ikan yang berwarna gelap. Kandungan protein kasar tepung ikan impor berkisar 60 – 74%, lemak berkisar antara 6 – 10%, sedangkan tepung ikan lokal umumnya mengandung protein kasar berkisar antara 31,72 – 57,02%, lemak 4,57 – 20,68% dengan kadar air 7,33 – 11,16% (Murtidjo, 2001). Ichwan (2003) menyatakan bahwa kualitas tepung ikan impor lebih baik daripada tepung ikan lokal, karena tepung ikan impor proses pengolahannya lebih sempurna. Hartadi et al. (1997) melaporkan kandungan tepung ikan adalah sebagai berikut: energy metabolisme sebesar 2820 Kkal/kg, protein 52,6%, lemak 6,8%, serat kasar 2,2%, kalsium 5,11% dan phosphor 2,88%. Menurut NRC (1998), kandungan nutrisi tepung ikan yaitu bahan kering sebesar 92%, protein kasar 61%, lemak 10%, serat kasar 0,5%, Kalsium 1,23% dan Phospor 1,63%. Murtidjo
13
(2001) melaporkan tepung ikan yang bermutu baik kandungan protein 60 - 70%, lemak 6 – 14 %, kadar air 4 – 12%, dan kadar abu 6 – 18%. Menurut Martharini (2012), hasil analisis proksimat pada tepung ikan adalah: kadar air 7, 00%, kadar abu 17,93%, kadar lemak 6,89%, kadar protein 59,58% dan kadar serat 4,48%. 2.4 Penampilan Ternak Babi Davendra dan Fuller (1979) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan penampilan adalah semua yang berkaitan dengan pertambahan bobot badan, efisiensi penggunaan pakan dan kecepatan pertumbuhan. Efisiensi penggunaan ransum sangat berhubungan erat dengan konversi ransum pada ternak, semakin kecil konversi ransumnya maka nilai efisiensi penggunaan ransumnya semakin tinggi. Serres (1992) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah umur ternak, kandungan energi dan protein dalam ransum. Pertumbuhan biasanya dinyatakan dengan mengukur kenaikan bobot badan secara berulang kali yang dinyatakan dengan pertambahan bobot harian, mingguan atau dalam satuan waktu tertentu (Tillman et al., 1998). Ada tiga jaringan utama pembentuk pertumbuhan ternak yaitu tulang, daging dan lemak. Dari ketiga jaringan ini, yang paling awal tumbuh adalah tulang disusul pertumbuhan urat/daging yang menyelubungi tulang kemudian diikuti oleh pertumbuhan lemak disaat ternak babi mendekati kedewasaan. Hal ini yang menyebabkan persentase tulang dan daging pada ternak muda lebih tinggi dibandingkan dengan persentase lemaknya (Seputra, 2004).
14
2.5 Konsumsi Ransum Ransum dapat diartikan sebagai makanan yang diberikan pada ternak tertentu selama 24 jam, dimana pemberiannya dapat dilakukan sekali atau beberapa kali selama waktu tersebut (Parakkasi, 1983). Lebih lanjut dilaporkan bahwa ransum sempurna adalah kombinasi beberapa bahan makanan yang bila dikombinasikan secara normal dapat mensuplai zat-zat makanan kepada ternak dalam perbandingan, jumlah, bentuk, sedemikian rupa sehingga fungsi-fungsi fisiologis dalam tubuh dapat berjalan dengan normal. Konsumsi merupakan faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup pokok dan produksi. Ada hubungan antara kecernaan dan konsumsi pakan, semakin banyak bahan makanan yang dicerna, maka ruang yang tersedia untuk penambahan makanan akan lebih banyak pula (Tillman et al., 1998). Kecernaan pakan sangat dipengaruhi oleh komposisi dari pakan, jumlah pakan, penyimpanan dan jenis ternak. Menurut NRC (1998) faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pakan adalah palatabilitas ransum, temperatur, kelembaban, kesehatan ternak, genetik, pengolahan pakan dan ketersediaan air. 2.6 Kecernaan Bahan Pakan Kecernaan zat makanan didefinisikan sebagai jumlah zat makanan yang tidak diekskresikan dalam feses atau dengan asumsi bahwa zat makanan tersebut dicerna oleh hewan, apabila dinyatakan dalam persentase maka disebut koefisien cerna (Tillman et al., 1998). Prinsip dari penentuan kecernaan zat-zat makanan adalah dengan menghitung banyaknya zat-zat makanan yang dikonsumsi
15
kemudian dikurangi dengan banyaknya zat-zat makanan yang dikeluarkan melalui feses (Ranjhan, 1980). Anggorodi (1994) menyatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi kecernaan adalah laju perjalanan makanan dalam saluran pencernaan, bentuk fisik atau ukuran bahan penyusun ransum, komposisi kimiawi ransum dan pengaruh dari perbandingan zat makanan lainnya. Sementara menurut Sihombing (1997) menyatakan bahwa kecernaan suatu bahan makanan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor diantaranya komposisi bahan makanan, konsumsi ransum, penyiapan makanan, faktor hewan dan jumlah makanan. 2.6.1 Kecernaan bahan kering Menurut Ranjhan (1980) untuk mengukur kecernaan bahan kering adalah dengan mengetahui jumlah zat makanan yang diserap tubuh yaitu dengan melakukan analisis jumlah bahan kering, baik dalam ransum maupun dalam feses, maka selisih antara jumlah bahan kering yang dikonsumsi dengan jumlah bahan kering yang diekskresikan adalah kecernaan bahan kering. 2.6.2 Kecernaan bahan organik Kecernaan bahan organik dari suatu pakan dapat menentukan kualitas dari pakan tersebut (Sutardi, 1995). Bahan organik suatu bahan pakan adalah semua zat nutrisi yang tersusun bersama unsur karbon, hydrogen, dan oksigen yakni protein, lemak, asam nukleat dan asam-asam organik (McDonal et al., 1995). 2.6.3 Kecernaan serat kasar Tillman et al. (1998) menyatakan bahwa kecernaan serat kasar suatu bahan makanan sangat mempengaruhi kecernaan pakan, baik dari segi jumlah maupun
16
dari komposisi kimia seratnya, sedangkan menurut Seputra (2004) kandungan serat yang tinggi dapat menurunkan kecernaan bahan kering namun dapat meningkatkan kecernaan neutral detergent fibre (NDF). 2.6.4. Kecernaan protein kasar Ranjhan (1980) menyatakan bahwa kecernaan protein kasar tergantung pada kandungan protein di dalam ransum. Umumnya ransum yang mengandung protein yang rendah mempunyai kecernaan yang rendah pula, begitu juga sebaliknya. Hal yang sama dilaporkan oleh Tillman et al. (1998) bahwa tinggi rendahnya kecernaan protein sangat tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan. 2.7 Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan murni menurut Anggorodi (1985) adalah pertambahan dalam bentuk dan bobot jaringan-jaringan tubuh seperti urat daging, tulang, jantung, otak, dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali lemak). Kemampuan ternak mengubah zat-zat nutrisi ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Kenaikan bobot badan dapat diketahui dengan penimbangan ternak yang dilakukan berulang-ulang dan dinyatakan dengan pertambahan bobot badan setiap hari, setiap minggu atau dalam waktu tertentu (Tillman et al., 1998). 2.8 Karkas Babi Boggs dan Merkel (1984) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan karkas babi adalah bagian dari ternak setelah dilakukan pengeluaran darah, pemisahan bulu, kuku, kepala, isi rongga perut dan rongga dada. Lawrie (2003)
17
menyatakan bahwa karkas merupakan bagian tubuh ternak yang tertinggal setelah diambil kepala, darah, kaki, kulit, saluran pencernaan, intestine, kantong urin, jantung, trakea, paru-paru, ginjal, limpha, hati dan jaringan lemaknya. Goodwin (1973); Seputra (2004), yang dimaksud dengan karkas babi adalah berat babi hasil pemotongan setelah dikurangi kepala, darah, organ-organ dalam dan kaki bagian bawah. Rata-rata bobot karkas babi adalah 75% dari bobot hidup. Kualitas karkas yang baik adalah karkas yang lebih banyak bagian dagingnya daripada bagian tulang dan lemak (Seputra, 2004). Forrest et al. (1975) menyatakan bahwa persentase karkas akan meningkat dengan meningkatnya bobot potong, sedangkan meningkatnya persentase lemak karkas akan menyebabkan menurunnya persentase otot dan tulang. Menurut Seputra (2004), persentase daging akan semakin tinggi jika tebal lemak punggungnya semakin tipis, dan sebaliknya persentasenya akan semakin rendah jika tebal lemak punggungnya semakin tinggi.
18
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep Penelitian Pola peternakan babi yang umumnya masih bersifat tradisional, dengan diberi pakan seadanya, saat ini telah mulai dipelihara secara semi intensif maupun secara intensif. Makanan yang diberikan mulai diperhatikan kandungan gizi dan ketersediaannya. Dalam usaha peternakan babi, biaya yang dikeluarkan untuk ransum bisa mencapai 80% dari keseluruhan biaya produksi (Sihombing,1997). Hal ini disebabkan karena mahalnya harga tepung ikan sebagai bahan sumber protein hewani dalam ransum. Untuk menekan biaya yang dikeluarkan untuk ransum ternak babi maka diusahakan mencari pengganti sumber protein hewani lain selain tepung ikan yang mempunyai kandungan protein yang tinggi dengan kandungan serat kasar yang rendah. Salah satu alternatif yang bisa digunakan sebagai sumber protein hewani adalah dengan menggunakan tepung bekicot sebagai pengganti penggunaan tepung ikan. Hal ini disebabkan karena kandungan protein dari tepung bekicot sebesar 62,43% dan kandungan serat kasarnya rendah yaitu 0,09% (Asa, 1999). Penggunaan tepung bekicot sebagai sumber protein dalam ransum babi ini diharapkan bisa berpengaruh terhadap penampilan ternak babi serta bisa dipakai sebagai bahan pakan alternatif pengganti tepung ikan sehingga dapat menekan biaya ransum babi.
19
Konsep penelitian ini adalah penggunaan tepung bekicot (Achatina fulica) sebagai pengganti tepung ikan akan memberi pengaruh terhadap penampilan babi peranakan Landrace masa pertumbuhan. Babi peranakan Landrace
Pemeliharaan secara intensif
Biaya ransum mengandung tepung ikan tinggi
Pemberian tepung bekicot sebagai pengganti tepung ikan
Ransum dengan 4% tepung bekicot
Ransum dengan 8% tepung bekicot
Ransum dengan 12% tepung bekicot
Alternatif pengganti tepung ikan Menekan biaya pakan Meningkatkan efisiensi
Gambar 3.1 Kerangka berpikir penelitian
20
3.2 Hipotesis Penelitian 1. Penggunaan tepung bekicot sebagai pengganti tepung ikan dalam ransum tidak berpengaruh terhadap penampilan babi Landrace masa pertumbuhan. 2. Penggunaan tepung bekicot sebagai pengganti tepung ikan dapat menurunkan biaya pakan dan meningkatkan efisiensi.
21
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan penelitian Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dengan masing-masing terdiri dari 3 ulangan. Penelitian menggunakan empat macam perlakuan ransum, yaitu : R0 = ransum menggunakan tepung ikan 12% tanpa tepung bekicot R1 = ransum menggunakan tepung bekicot 4% dan tepung ikan 8% R2 = ransum menggunakan tepung bekicot 8% dan tepung ikan 4% R3 = ransum menggunakan tepung bekicot 12% tanpa tepung ikan 4.2 Lokasi dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Waiwerang, Kecamatan Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur-NTT. Waktu penelitian selama 13 minggu dari bulan Nopember 2013 sampai dengan bulan Pebruari 2014. 4.3 Variabel penelitian Variabel yang diamati dalam penelitian ini: 1. Konsumsi pakan : konsumsi pakan diukur setiap minggu, yaitu selisih antara jumlah pakan yang diberikan dengan sisa pakan. 2. Koefisien cerna pakan, diukur berdasarkan: a. Kecernaan bahan kering Koefisien cerna bahan kering (KCBK) dapat dihitung sebagai berikut:
22
Konsumsi bahan kering – Bahan kering feses KCBK =
x 100% Konsumsi bahan kering
b. Bahan organik Koefisien cerna bahan organik (KCBO) : Konsumsi bahan organik – Bahan organik feses KCBO =
x 100% Konsumsi bahan organic
c. Koefisien cerna protein kasar Koefisien cerna protein kasar (KCPK) : Konsumsi protein kasar – Protein kasar feses KCPK =
x 100% Konsumsi protein kasar
d. Kecernaan serat kasar. Koefisien cerna serat kasar (KCSK) : Konsumsi serat kasar – Serat kasar feses KCSK =
x 100% Konsumsi serat kasar
3. Pertambahan bobot badan : Pertambahan bobot badan per hari merupakan selisih antara bobot badan akhir dengan bobot badan awal selama penelitian dibagi lamanya penelitian. 4. Energi tercerna Energi tercerna (Digestible Energy), dihitung dengan rumus: DE (Kkal/h) = Total energi pakan yang dikonsumsi – Total energi feses.
23
5. Berat karkas dan persentase karkas Berat karkas diketahui dengan melakukan penimbangan karkas segar (Forrest et al., 1975), sedangkan persentase karkas dapat dihitung dengan mengalikan rasio antara bobot karkas dan bobot potong dengan 100% (Blakely dan David, 1982). Bobot karkas segar % Karkas =
x 100 % Bobot potong
6. Panjang karkas Dalam keadaan tergantung, karkas dibelah menjadi dua bagian sama besar dengan menggunakan gergaji tepat ditengah-tengah dari arah posterior kearah anterior. Panjang karkas diukur dari tulang rusuk pertama sampai dengan aitch bone (Boggs dan Merkel, 1984). 7. Tebal lemak punggung Tebal lemak punggung secara langsung dapat menggambarkan produksi dari daging atau lemak, dimana semakin tipis tebal lemak punggung akan memberi persentase hasil daging yang lebih tinggi begitupun sebaliknya jika persentase daging yang rendah digambarkan oleh tebal lemak punggung yang tinggi (Seputra, 2004). Tebal lemak punggung didapat dari hasil pengukuran pada tiga tempat yaitu pada tulang rusuk pertama, tulang rusuk terakhir dan tepat diatas persendian paha, kemudian hasil dari ketiga pengukuran tersebut diambil nilai rata-ratanya (Blakey dan David, 1982).
24
8. Komposisi karkas a. Berat dan persentase daging karkas, didapat dari hasil penimbangan semua daging dari karkas babi (kg/ekor), sedangkan persentasenya didapat dari hasil perhitungan berdasar berat karkas (%). berat daging karkas % daging karkas =
x 100 % berat karkas
b. Berat dan persentase tulang, didapat dari hasil penimbangan semua tulang dari karkas babi (kg/ekor), sedangkan persentasenya didapat dari hasil perhitungan berdasar berat karkas (%). berat tulang karkas % tulang karkas =
x 100 % berat karkas
c. Berat dan persentase lemak, didapat dari hasil penimbangan semua lemak dari karkas babi (kg/ekor), sedangkan persentasenya didapat dari hasil perhitungan berdasar berat karkas (%). berat lemak karkas % lemak karkas =
x 100 % berat karkas
d. Berat dan persentase kulit, didapat dari hasil penimbangan semua kulit dari karkas babi (kg/ekor), sedangkan persentasenya didapat dari hasil perhitungan berdasar berat karkas (%). berat kulit karkas % kulit karkas =
x 100 % berat karkas
25
9. Potongan karkas Biasanya karkas babi dipotong menjadi Sembilan potongan bagian yang terdiri dari: Ham, Backfat, Loin, Clear Plate, Boston, Jowl, Picnic, Spare dan Bacon (Forres et al., 1975). Sedangkan secara komersial potongan utama yang diperdagangkan adalah terdiri dari empat potongan yaitu: Ham, Loin, Boston dan Picnic. Hal ini disebabkan karena keempat potongan tersebut paling banyak mengandung daging. 10.Analisa ekonomi Nilai ekonomis dari penggunaan tepung bekicot sebagai pengganti tepung ikan dalam ransum ternak babi dapat diukur berdasarkan harga ransum, total biaya yang dikeluarkan dan efisiensi dari pakan tersebut. 4.4 Bahan dan Instrumen Penelitian Bahan atau materi yang digunakan dalam penelitian adalah: 4.4.1 Ternak babi Babi yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi betina peranakan Landrace sebanyak 12 ekor dengan berat badan 9,8 + 0,38 kg yang diperoleh dari peternak di Kelurahan Waiwerang, Kecamatan Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur – NTT. Ternak babi yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.
26
Gambar 4.1 Ternak babi penelitian 4.4.2 Kandang dan perlengkapan Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu sebanyak 12 petak kandang. Tiap petak kandang berukuran panjang 1,2 m, lebar 1 m dan tinggi 0,8 m. Dinding kandang terbuat dari bambu dengan tiang dari batang kelapa. Seluruh petak kandang berada dalam satu bangunan kandang dengan atap kandang terbuat dari daun kelapa, sedangkan alas kandang dari beton. Setiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan yang terbuat dari kayu, dengan ukuran panjang 60 cm, lebar 30 cm dan tinggi 20 cm. Tempat air minum dari ember plastik. 4.4.3 Ransum dan air minum Ransum yang digunakan dalam penelitian disusun berdasarkan standar kebutuhan menurut Sihombing (1997) yang terdiri dari campuran bahan-bahan
27
pakan berbentuk mash (Tabel 4.1). Kandungan nutrien ransum percobaan berdasarkan hasil analisa Laboratorium Nutrisi, kelompok kerja penelitian sapi potong Grati, Jawa Timur (Tabel 4.2). Air minum yang digunakan berasal dari air sumur setempat dan diberikan secara ad libitum. Pencampuran ransum dilakukan setiap minggu. Mencampur ransum dilakukan dengan terlebih dahulu menimbang bahan-bahan penyusun ransum sesuai dengan kebutuhan bahan. Penimbangan dimulai dengan bahan yang komposisinya lebih banyak, diikuti dengan bahan yang komposisinya lebih sedikit. Kemudian tuangkan pada lantai atau alas yang disediakan selanjutnya dicampur secara merata. Teknik menyusun bahan ransum dapat dilihat pada Gambar 4.2. Tabel 4.1 Komposisi Bahan Ransum (% DM) Percobaan Bahan Pakan (%) Jagung Kuning Dedak Padi Tepung Ikan Tepung Bekicot Bungkil Kelapa Kacang Kedele Pigmix Total
Perlakuan R0 49 29 12 0 3,5 6 0,5 100
R1 49 29 8 4 3,5 6 0,5 100
R2 49 29 4 8 3,5 6 0,5 100
R3 49 29 0 12 3,5 6 0,5 100
28
Tabel 4.2 Kandungan Nutrien Ransum (%DM) Percobaan Nutrien1)
R0
Perlakuan 2) R1 R2
R3
Standar3)
3734,29 3923,66 3825,65 3975,53 3160 Energi Total (kkal/kg) Protein Kasar (%) 20,17 22,11 19,82 22,48 18 Serat Kasar (%) 6,99 7,15 7,91 6,97 4-5 Lemak (%) 3,07 6,42 4,19 5,87 6-8 Kalsium (%) 0,62 0,45 0,45 0,45 0,65 Fosfor (%) 0,54 0,49 0,43 0,37 0,55 Keterangan: 1). Hasil analisa Laboratorium Nutrisi, Kelompok Kerja Penelitian Sapi Potong Grati, Jawa Timur (2014). 2). R0 = ransum menggunakan tepung ikan 12% tanpa tepung bekicot R1= ransum menggunakan tepung bekicot 4% dan tepung ikan 8% R2= ransum menggunakan tepung bekicot 8% dan tepung ikan 4% R3= ransum menggunakan tepung bekicot 12% tanpa tepung ikan 3). Standar menurut Sihombing, 1997.
Tp. Ikan Bkl. Kelapa Kedele Tp. bekicot Dedak padi
Jagung kuning
Gambar 4.2 Teknik menyusun bahan ransum
29
4.4.4 Prosedur penelitian Penelitian diawali dengan persiapan kandang sebanyak 12 unit. Ternak babi ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot awal dengan menggunakan timbangan gantung kapasitas 50 Kg, kemudian dilakukan penempatan ternak babi dalam kandang. Setiap kandang berisi satu ekor ternak babi dan penempatannya dilakukan secara acak. Setelah penempatan, seluruh ternak babi diberi obat cacing untuk mencegah penyakit cacing. Selama dua minggu awal dilakukan penyesuaian pakan dengan ransum kontrol dan diberikan secara ad libitum. Ransum diberikan dua kali sehari, pagi (jam 07.00 – 08.00 wita) dan sore (jam 16.00 – 17.00 wita). Ransum diletakkan dalam tempat pakan yang telah disediakan dan penyediaan air minum pada tempat minum. Babi dimandikan setiap hari (jam 10.00 – 11.00 Wita) dengan menyiramkan air. Hal ini bertujuan untuk membersihkan babi dari kotoran yang menempel dan untuk mengurangi cekaman panas pada siang hari. Setelah dua minggu penyesuaian ransum, ternak mulai diberikan ransum sesuai perlakuan yaitu ransum R0, R1, R2 dan R3
sampai akhir penelitian.
Penimbangan ternak babi dilakukan setiap minggu sekali untuk mengetahui pertambahan bobot badan dan laju pertumbuhan. Penimbangan dilakukan pada pagi hari sebelum ternak diberi makan. Penentuan koefisien cerna nutrien dilakukan dengan menggunakan metode koleksi total (Tillman et al.,1998). Data diambil 2 minggu sebelum penelitian berakhir, selama 7 hari berturut-turut dengan mencatat konsumsi dan produksi fesesnya.
Feses dari tiap unit percobaan ditimbang secara keseluruhan lalu
30
diambil sampel masing-masing sebanyak 200 g selama koleksi total lalu dikeringkan sehingga jumlah sampel sebanyak 84 sampel. Sampel feses yang telah terkumpul masing-masing diambil sub sampelnya sebanyak 200 g sesuai perlakuan sehingga menjadi 12 sampel untuk dianalisis di laboratorium. Pada akhir penelitian dilakukan pemotongan ternak dari setiap perlakuan sebanyak 2 ekor untuk mengetahui kualitas karkas babi. Ternak babi yang akan dipotong dipilih dari ternak babi yang memiliki berat mendekati berat rata-rata dari setiap perlakuan. Sebelum dipotong ternak terlebih dahulu dipuasakan kurang lebih 24 jam dan dipotong dengan metode “Schechita” menurut Thornton (1968) yaitu dengan cara memotong kulit, otot-otot, kerongkongan (oesophagus), tenggorokan (trachea), A. carotis dan V. jugularis. Selanjutnya dilakukan pembersihan bulu dan kulit ari dengan menggunakan air panas, kemudian dicuci dengan air dingin sampai bersih. Selanjutnya dilakukan pengeluaran organ dalam rongga perut dan dada, kemudian dilakukan pemisahan kepala dan kaki bagian bawah depan dan belakang, dan selanjutnya mulai dilakukan pengukuran karkasnya. 4.4.5 Analisis proksimat Analisis proksimat terhadap bahan pakan dan feses babi ditentukan menurut Association of Official Analitycal Chemist (1984) dengan menggunakan cara Weende. Adapun analisis yang termasuk didalamnya adalah penentuan Bahan Kering (BK), Protein Kasar (PK) dan Serat Kasar (SK). 1. Penentuan Bahan Kering
31
Penentuan Bahan kering dimulai dengan melakukan pencucian cawan porselin, kemudian dibilas dan di keringkan. Cawan dioven pada suhu 105 – 110 oC sampai berat konstan selama 3 jam. Cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang untuk mendapatkan berat konstan cawan kosong. Kemudian dimasukkan sampel sebanyak 1 – 2 g dan ditimbang sebagai bobot awal. Cawan yang telah berisi sampel kemudian dioven selama 9 – 12 jam dengan suhu 105 – 110 oC, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang untuk memperoleh bobot akhir. Penentuan kadar Bahan kering dapat dicari dengan rumus : WS - W Bahan Kering =
x 100 % S
W = berat cawan porselin kosong (g) (sudah dioven) WS = berat konstan cawan + sampel (g) (sudah dioven) S = berat sampel (g) (berat kering) 2. Penentuan Protein Kasar (PK) Mikro Kjeldahl Fase Destruksi : Sampel sebanyak 300 mg dimasukkan ke dalam labu kjehdahl, kemudian ditambahkan 1 butir tablet katalis
dan 1 butir butiran gelas, selanjutnya
ditambahkan 5 ml asam sulfat pekat. Sampel didestruksi dalam suhu rendah sampai asap hilang kemudian suhu dinaikkan dan destruksi dilanjutkan sampai jernih. Pemanasan dilanjutkan selama 15 menit, kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 50 ml.
32
Fase Destilasi : Alat destilasi makhram dipanaskan dan 5 ml cairan hasil destruksi dimasukkan, kemudian ditambahkan dengan 10 ml natrium hidroksida 50%. Sampel ditampung dengan 5 ml asam borak 2% yang telah dicampur dengan indicator (11 asam borak 2% + 20 ml 0,1% brom chresol green + 4 ml 0,1% methyl red). Sampel didestilasi sampai tertampung sebanyak 25 ml. Fase Titrasi : Hasil destilasi dititrasi dengan asam klorida 0,1 N sampai titik akhir titrasi. Penentuan kadar PK dapat dicari dengan rumus : 0,1 x (ml titrasi sampel – ml titrasi blanko) x 14 x 6,25 % PK =
x 100 % mg sampel
Fase titrasi penentuan protein kasar dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Kegiatan analisis di laboratorium
33
3. Penentuan Serat Kasar (SK) Satu gram sampel ditimbang kedalam gelas piala tinggi 600 ml dan ditambahkan H2SO4 0,3 N. Sampel diletakkan diatas penangas pasir (hot plate) dan didihkan selama 30 menit, kemudian ditambahkan 25 ml NaOH 1,5 N dan terus didihkan selama 30 menit. Kertas saring bebas abu yang telah dikeringkan disiapkan bersama dengan cawan porselin dalam oven 105 – 110 oC yang telah dicatat beratnya. Sampel disaring dengan menggunakan bantuan pompa vakum, kemudian dicuci berturut-turut dengan 50 ml aquadest panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml aquadest panas, 25 ml alkohol dan 25 ml aceton. Kertas saring yang berisi residu dipindahkan ke dalam cawan porselin dan dikeringkan selama 1 – 3 jam dengan oven pada suhu 105 – 110 oC, kemudian ditimbang dan dicatat bobot tetapnya. Pengabuan dilakukan dengan oven pada suhu 400 – 600 oC selama 1 – 3 jam. Sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Penentuan kadar serat kasar dapat dicari dengan rumus : c-d-b % Serat Kasar =
x 100 % a
a b c d
= = = =
berat sampel (g) berat cawan + kertas saring (g) berat cawan + kertas saring + residu kering (g) berat cawan + residu abu (g)
4.5 Analisis data Data yang diperoleh dianalisa dengan sidik ragam, dan diproses memakai program SPSS seri 20. Jika diantara perlakuan berbeda nyata, maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan’s (Steel dan Torrie, 1995).
34
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Penampilan Ternak Babi Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi ransum, pertambahan berat badan dan konversi ransum pada babi Landrace yang diberi ransum menggunakan tepung bekicot sebagai pengganti tepung ikan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Konsumsi Ransum, Pertambahan Berat Badan dan Konversi Ransum Babi Selama Tiga Belas Minggu Variabel Bobot awal (kg) Bobot akhir (kg) Pertambahan bobot badan (kg) Pertambahan bobot badan per hari (kg/ekor/hari) Total konsumsi ransum (kg) Konsumsi ransum per hari (kg/ekor/hari) Konversi ransum (%)
R0 10,2 40,30 30,10a3)
Perlakuan1) R1 R2 9,43 10,06 38,00 35,60 a 28,56 25,53a
R3 9,6 40,93 31,33a
SEM2) 0,24 3,96 3,83
0,33a
0,30a
0,28a
0,34a
0,04
131,64a 1,44a
107,68a 1,18a
111,32a 1,22a
124,87a 1,37a
13,89 0,15
4,38a
3,78a
4,54a
3,95a
0,34
Keterangan: 1. Perlakuan R0 : ransum menggunakan tepung ikan 12% tanpa tepung bekicot R1 : ransum menggunakan tepung bekicot 4% dan tepung ikan 8% R2 : ransum menggunakan tepung bekicot 8% dan tepung ikan 4% R3 : ransum menggunakan tepung bekicot 12% tanpa tepung ikan 2. SEM: “Standard Error of the Treatmen Means” 3. Superscript dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
35
Konsumsi ransum dari ternak babi yang mendapat ransum tanpa mengandung tepung bekicot (R0) adalah 1,44 kg/hari (Tabel 5.1). Ternak babi yang mendapat perlakuan R1 (ransum menggunakan tepung bekicot 4% dan tepung iakn 8%), perlakuan R2 (ransum menggunakan tepung bekicot 8% dan tepung ikan 4%) serta perlakuan R3 (ransum menggunakan tepung bekicot 12% tanpa tepung ikan) lebih rendah masing-masing 18,05, 15,27 dan 4,86% dibandingkan dengan ransum R0 namun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Pertambahan berat badan dari ternak babi yang mendapat perlakuan R0 adalah 0,33 kg/hari (Tabel 5.1). Pertambahan berat badan perlakuan R1 dan R2 lebih rendah 9,09 dan 15,15% dibandingkan dengan R0 namun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Pertambahan berat badan perlakuan R3 lebih tinggi 3,03% dibandingkan dengan R0 namun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Konversi ransum dari perlakuan R0 adalah 4,38% (Tabel 5.1). Konversi ransum perlakuan R1 dan R3 lebih rendah 13,69 dan 9,81% dibandingkan dengan R0 namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Konversi ransum R2 lebih tinggi 3,65% dibandingkan dengan R0 dan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). 5.2 Kecernaan Bahan Pakan Kecernaan bahan pakan meliputi kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar, serat kasar dan energi tercerna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung bekicot sebagai pengganti tepung ikan dalam ransum
36
ternak babi terhadap kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar, serat kasar dan energi tercerna adalah berbeda tidak nyata (P>0,05). Tabel 5.2 Koefisien Cerna Bahan Pakan dan Energi Tercerna Ransum Babi Yang Mengandung Tepung Bekicot Variabel
Perlakuan1)
SEM2)
R0 R1 R2 R3 a3) a a Koefisien cerna bahan 84,86 86,32 83,25 86,50a 1,47 kering (%) Koefisien cerna 87,20a 88,32a 87,42a 88,61a 1,30 bahan organik (%) Koefisien cerna 83,56a 87,04a 85,90a 88,92a 1,67 protein kasar (%) Koefisien cerna serat 49,18a 44,00a 48,01a 47,84a 6,42 kasar (%) Konsumsi energi 7116,52a 6357,90a 5957,99a 6935,49a 585,09 (Kkal/h) Energi tercerna 6480,19a 5513,87a 5073,44a 5742,32a 484,38 (Kkal/h) Keterangan: 1. Perlakuan R0 : ransum menggunakan tepung ikan 12% tanpa tepung bekicot R1 : ransum menggunakan tepung bekicot 4% dan tepung ikan 8% R2 : ransum menggunakan tepung bekicot 8% dan tepung ikan 4% R3 : ransum menggunakan tepung bekicot 12% tanpa tepung ikan 2. SEM: “Standard Error of the Treatmen Means” 3. Superscript dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) Koefisien cerna bahan kering dari perlakuan R0 adalah 84,86% (Tabel 5.2). Koefisien cerna bahan kering perlakuan R1 dan R3 lebih tinggi 1,72 dan 2,05% dibandingkan dengan R0 namun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Koefisien cerna bahan kering perlakuan R2 lebih rendah 1,89% dibandingkan dengan R0 dan secara statistik tidak menujukkan perbedaan yang nyata (P>0,05).
37
Koefisien cerna bahan organik dari perlakuan R0 adalah 87,20% (Tabel 5.2). Koefisien cerna bahan organik dari perlakuan R1, R2 dan R3 lebih tinggi masing-masing 1,28, 0,25, dan 1,61% dibandingkan dengan R0 namun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Koefisien cerna protein kasar dari perlakuan R0 adalah 83,56% (Tabel 5.2). Koefisien cerna protein kasar perlakuan R1, R2 dan R3 lebih tinggi masingmasing 4,16, 2,80 dan 6,41% dibandingkan dengan R0 namun secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Koefisien cerna serat kasar dari perlakuan R0 adalah 49,18% (Tabel 5.2). Koefisien cerna serat kasar perlakuan R1, R2 dan R3 lebih rendah masing-masing 10,53, 2,37 dan 2,72% dibandingkan dengan R0 namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Energi tercerna dari perlakuan R0 adalah 6480,19 Kkal/h (Tabel 5.2). Energi tercerna dari perlakuan R1, R2 dan R3 lebih rendah masing-masing 14,91, 21,70 dan 11,38% dibandingkan dengan R0 namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). 5.3 Kualitas Karkas Peubah yang diamati untuk menentukan kualitas karkas antara lain: berat dan persentase karkas, panjang karkas serta tebal lemak punggung. Pengaruh penggunaan tepung bekicot sebagai pengganti tepung ikan dalam ransum ternak babi dapat dilihat pada Tabel 5.3.
38
Tabel 5.3 Kualitas Karkas Babi Peranakan Landrace Yang Diberikan Pakan Mengandung Tepung Bekicot
Variabel
Perlakuan R0
R1
R2
R3
SEM
Bobot potong (kg) 38,45b 41,3c 28,7a 40,3bc 0,61 b b a b Berat karkas (kg) 24,40 26,20 16,30 26,35 0,93 ab ab a b Persentase karkas (%) 63,42 63,42 56,74 65,38 1,76 b b a b Panjang karkas (cm) 53,25 54,5 44,75 54,0 1,18 ab b a ab Tebal lemak punggung (cm) 2,35 3,38 2,22 3,1 0,25 Keterangan: 1. Perlakuan R0 : ransum menggunakan tepung ikan 12% tanpa tepung bekicot R1 : ransum menggunakan tepung bekicot 4% dan tepung ikan 8% R2 : ransum menggunakan tepung bekicot 8% dan tepung ikan 4% R3 : ransum menggunakan tepung bekicot 12% tanpa tepung ikan 2. SEM: “Standard Error of the Treatmen Means” 3. Superscript dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Berat karkas ternak babi yang mendapat perlakuan ransum R0 adalah 24,4 kg (Tabel 5.3). Berat karkas dari perlakuan R1 dan R3 lebih tinggi masing-masing 7,37 dan 7,99% dibandingkan dengan R0 namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Berat karkas dari perlakuan R2 lebih rendah 33,19% dibandingkan dengan R0 dan secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Persentase karkas dari ternak babi yang mendapat ransum R0 dan R1 adalah 63.42% (Tabel 5.3). Persentase karkas dari perlakuan R2 lebih rendah 10,53% dibandingkan dengan R0 dan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Persentase karkas dari perlakuan R3 lebih tinggi
39
3,09 dari R0 dan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Panjang karkas dari ternak yang diberi ransum R0 adalah 53,25 cm (Tabel 5.3). Panjang karkas dari perlakuan R1 dan R3 lebih tinggi masing-masing 2,34 dan 1,40% dibandingkan dengan R0 namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaaan yang nyata (P>0,05). Panjang karkas dari perlakuan R2 lebih rendah 15,96 dibandingkan dengan R0 dan secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Tebal lemak punggung dari ternak babi yang mendapat perlakuan R0 adalah 2,35 cm (Tabel 5.3). Tebal lemak punggung dari perlakuan R1 dan R3 lebih tinggi masing-masing 43,82 dan 31,91% dibandingkan dengan R0 namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Tebal lemak punggung dari perlakuan R2 lebih rendah 5,53% dibandingkan dengan R0 dan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). 5.4 Komposisi Karkas Variabel yang diamati pada komposisi karkas meliputi: komposisi daging, tulang, lemak dan kulit karkas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi daging dan kulit karkas adalah berbeda tidak nyata (P>0,05) antar perlakuan, sedangkan komposisi tulang dan lemak karkas menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
40
Tabel 5.4 Komposisi Karkas Babi Peranakan Landrace Yang Diberikan Pakan Mengandung Tepung Bekicot Perlakuan
Variabel (%)
R0
R1
R2
R3
SEM
Daging 52,5a 51,9a 52,7a 56,5a 1,85 b ab b a Tulang 12,3 10,6 11,3 9,1 0,42 ab ab b a Lemak 24,8 27,4 25,1 22,2 1,90 a a a a Kulit 10,4 10,1 10,9 12,2 0,60 Keterangan: 1. Perlakuan R0 : ransum menggunakan tepung ikan 12% tanpa tepung bekicot R1 : ransum menggunakan tepung bekicot 4% dan tepung ikan 8% R2 : ransum menggunakan tepung bekicot 8% dan tepung ikan 4% R3 : ransum menggunakan tepung bekicot 12% tanpa tepung ikan 2. SEM: “Standard Error of the Treatmen Means” 3. Superscript dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) Persentase daging karkas dari perlakuan R0 adalah 52,5% (Tabel 5.4). Persentase daging karkas dari perlakuan R1 lebih rendah 1,14% dibandingkan dengan R0 dan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Persentase daging karkas dari perlakuan R2 dan R3 lebih tinggi masing-masing 0,37 dan 7,61 dibandingkan dengan R0 namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Persentase tulang karkas dari perlakuan R0 adalah 12,3% (Tabel 5.4). Persentase tulang karkas dari perlakuan R1, R2 dan R3 lebih rendah masingmasing 13,82, 8,13 dan 26,01% dibandingkan dengan R0 namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Persentase lemak karkas dari perlakuan R0 adalah 24,8% (Tabel 5.4). Persentase lemak karkas dari perlakuan R1 dan R2 lebih tinggi masing-masing
41
10,48 dan 1,20% dibandingkan dengan R0 namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Persentase lemak karkas dari R3 lebih rendah 10,48% dibandingkan dengan R0 dan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Persentase kulit karkas dari perlakuan R0 adalah 10,4% (Tabel 5.4). Persentase kulit karkas dari perlakuan R1 lebih rendah 2,88% dibandingkan dengan R0 dan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Persentase kulit karkas dari perlakuan R2 dan R3 lebih tinggi masing-masing 4,80 dan 17,30% dibandingkan dengan R0 namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Komposisi daging karkas hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.1, tulang karkas pada Gambar 5.2, lemak karkas pada Gambar 5.3 dan kulit karkas dapat dilihat pada Gambar 5.4.
Gambar 5.1 Daging karkas
Gambar 5.2 Tulang karkas
42
Gambar 5.3 Lemak karkas
Gambar 5.4 Kulit karkas
5.5 Potongan Karkas Biasanya potongan karkas babi dibagi menjadi sembilan bagian yang terdiri dari: ham, backfat, loin, clear plate, boston, jowl, picnic, spare dan bacon; namun secara komersial ada empat potongan karkas yang dapat diperdagangkan yaitu: ham, loin, boston, dan picnic (Forrest et al. 1975). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan tepung bekicot sebagai pengganti tepung ikan dalam ransum terhadap berat ham, loin, boston dan picnic berbeda tidak nyata (P>0,05)
43
Tabel 5.5 Potongan Karkas Babi Peranakan Landrace Yang Diberi Pakan Mengandung Tepung Bekicot (berdasarkan berat potong 50 kg) Perlakuan
Variabel (kg)
R0
R1
R2
R3
SEM
Ham 7,80a 7,26a 7,18a 7,56a 0,40 a a a a Loin 7,54 7,26 5,22 7,56 0,62 a a a a Boston 4,03 4,11 3,72 3,83 0,22 a a a a Picnic 5,46 5,44 4,92 4,96 0,15 Keterangan: 1. Perlakuan R0 : ransum menggunakan tepung ikan 12% tanpa tepung bekicot R1 : ransum menggunakan tepung bekicot 4% dan tepung ikan 8% R2 : ransum menggunakan tepung bekicot 8% dan tepung ikan 4% R3 : ransum menggunakan tepung bekicot 12% tanpa tepung ikan 2. SEM: “Standard Error of the Treatmen Means” 3. Superscript dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) Berat ham dari perlakuan R0 adalah 7,80 kg (Tabel 5.5). Berat ham dari perlakuan R1, R2 dan R3 lebih rendah masing-masing 6,92, 7,94 dan 3,07% dibandingkan dengan R0 namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Berat loin dari perlakuan R0 adalah 7,54 kg (Tabel 5.5). Berat loin dari perlakuan R1 dan R2 lebih rendah masing-masing 3,71 dan 30,76% dibandingkan dengan R0 namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Berat loin dari R3 lebih tinggi 0,26% dibandingkan dengan R0 dan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Berat boston dari perlakuan R0 adalah 4,03 kg (Tabel 5.5). Berat boston dari perlakuan R1 lebih tinggi 1,98% dibandingkan dengan R0 dan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Berat boston dari perlakuan
44
R2 dan R3 lebih rendah 7,69 dan 4,96% dibandingkan dengan R0 namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Berat picnic dari perlakuan R0 adalah 5,46 kg (Tabel 5.5). Berat picnic dari perlakuan R1, R2 dan R3 lebih rendah masing-masing 0,36, 9,89 dan 9,15% dibandingkan dengan R0 namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). 5.6 Analisa Ekonomi Hasil analisa biaya ransum dengan pemanfaatan tepung bekicot sebagai pengganti tepung ikan dari perlakuan R0, R1, R2 dan R3 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.6 Harga Ransum Babi Percobaan
Variabel Harga ransum (Rp/kg) Total biaya pakan (Rp)
Perlakuan1) R0
R1
R2
R3
2893c
2773bc
2653ab
2533a
380834
d
298596
b
295331
a
326529
SEM2) 57,73 c
41,02
Biaya pakan per 1 kg 12652c 10455a 11568b 10422a 29,01 PBB (Rp/kg) Keterangan: 1. Perlakuan R0 : ransum menggunakan tepung ikan 12% tanpa tepung bekicot R1 : ransum menggunakan tepung bekicot 4% dan tepung ikan 8% R2 : ransum menggunakan tepung bekicot 8% dan tepung ikan 4% R3 : ransum menggunakan tepung bekicot 12% tanpa tepung ikan 2. SEM: “Standard Error of the Treatmen Means” 3. Superscript dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Harga ransum dari perlakuan R0 adalah Rp.2893/kg (Tabel 5.6). Harga ransum dari perlakuan R1 lebih rendah 4,14% dibandingkan dengan R0 dan
45
secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Harga ransum dari perlakuan R2 dan R3 juga lebih rendah 8,29 dan 12,44% dibandingkan dengan R0 namun secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Total biaya pakan dari perlakuan R0 selama penelitian adalah Rp. 380834 (Tabel 5.6). Total biaya pakan dari perlakuan R1, R2 dan R3 lebih rendah masingmasing 21,59, 22,45 dan 14,25% dibandingkan dengan R0 dan secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Biaya pakan per 1 kg pertambahan berat badan dari perlakuan R0 adalah Rp. 12652 (Tabel 5.6). Biaya pakan per 1 kg pertambahan berat badan dari perlakuan R1, R2 dan R3 lebih rendah masing-masing 17,36, 8,56 dan 17,62% dibandingkan dengan R0 dan secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
46
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Penampilan Ternak Babi Konsumsi pakan dari ternak babi yang diberi tepung bekicot sebagai pengganti tepung ikan dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan ransum kontrol (ransum tanpa tepung bekicot). Hal ini disebabkan karena ransum yang menggunakan tepung bekicot mempunyai palatabilitas yang sama dengan ransum kontrol. Selain palatabilitas, kandungan nutrisi terutama kandungan energi dan protein yang digunakan dalam penelitian ini juga mempunyai komposisi yang hampir sama sehingga konsumsi ransum tidak berbeda nyata antar perlakuan. Dewi dan Setiohadi (2010) menyatakan bahwa pakan yang mempunyai kandungan nutrien yang relatif sama maka konsumsi pakannya juga relatif sama. Palatabilitas yang sama dari ransum yang mengandung tepung bekicot dengan ransum kontrol disebabkan karena tepung bekicot merupakan sumber protein hewani yang sama dengan tepung ikan sebagai sumber protein hewani dalam ransum ternak. McDonald et al. (1995) menyatakan bahwa bekicot merupakan sumber protein yang ideal untuk ternak karena kandungan asam amino esensial yang tinggi yang dibutuhkan oleh ternak untuk pertumbuhannya, terutama lisin dan metionin. Kaensombath dan Ogle (2004) melaporkan bahwa dengan menambahkan bekicot
pada tingkat 12%
dalam pakan tidak
mempengaruhi kinerja pertumbuhan ternak babi. Lebih lanjut dilaporkan bahwa
47
bekicot bisa menggantikan tepung ikan 100% baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk pakan ternak untuk pemeliharaan ternak babi, dan memberikan hasil yang sama dengan ransum yang diberi tepung ikan. Anggorodi (1985) menyatakan bahwa pertumbuhan murni adalah pertambahan dalam bentuk dan bobot jaringan tubuh yaitu urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali lemak). Blakely dan Blade (1998) menyatakan bahwa tingkat konsumsi pakan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dan bobot akhir ternak, karena pembentukan bobot, bentuk dan komposisi tubuh pada hakekatnya adalah merupakan akumulasi dari pakan yang dikonsumsi dalam tubuh ternak. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Hartati, dkk. (2008) yang menyatakan bahwa pertambahan berat badan merupakan wujud dan akumulasi dari konsumsi, kecernaan, fermentasi, metabolisme dan penyerapan zat-zat makanan dalam tubuh ternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan berat badan harian dari perlakuan R3 (ransum yang menggunakan tepung bekicot 12%) lebih tinggi dari perlakuan lain yang mengandung tepung ikan walaupun secara statistik berbeda tidak nyata. Hal ini bisa disebabkan karena nilai kecernaan nutrien seperti bahan kering, bahan organik dan protein kasar juga lebih tinggi dari ransum yang hanya menggunakan tepung bekicot dibandingkan dengan ransum yang mengandung tepung ikan. Tillman et al. (1998) menyatakan bahwa protein dalam ransum dibutuhkan untuk membangun, menjaga, memelihara jaringan dan organ tubuh, menyediakan asam-asam amino dan energi serta sumber lemak dalam tubuh. Malheiros et al.
48
(2003) menyatakan bahwa semakin rendah kandungan
protein pakan maka
semakin rendah juga pertumbuhan dan konsumsi pakan jika dibandingkan dengan kandungan protein yang sedang atau lebih tinggi. Astuti et al. (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi kandungan protein kasar dalam ransum maka palatabilitas ternak dan kecernaan pakan juga akan meningkat. Kandungan protein yang lebih tinggi pada ransum R3 akan menyebabkan kecernaan pakan dari perlakuan R3 menjadi lebih tinggi sehingga pertambahan berat badan dari perlakuan R3 menjadi lebih tinggi walaupun secara statistik tidak berbeda nyata dengan ketiga perlakuan lainnya.
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Pertambahan berat badan R0 Pertambahan berat badan R1 Pertambahan berat badan R2 Pertambahan berat badan R3
Gambar 6.1 Pertambahan berat badan Konversi ransum merupakan perbandingan antara konsumsi ransum dengan pertambahan berat badan. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam konversi ransum dari penggantian tepung bekicot terhadap tepung ikan dalam ransum ternak babi adalah berbeda tidak nyata (P > 0,05). Hal ini disebabkan karena
49
konsumsi ransum dan pertambahan berat badan dari semua perlakuan juga berbeda tidak nyata. 6.2 Kecernaan Bahan Pakan Anggorodi (1994) menyatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi kecernaan adalah laju perjalanan makanan dalam saluran pencernaan, bentuk fisik atau ukuran bahan penyusun ransum, komposisi kimiawi ransum dan pengaruh dari perbandingan zat makanan lainnya. Sutardi (1995) menyatakan bahwa peningkatan kecernaan bahan kering sejalan dengan meningkatnya kecernaan bahan organik, karena sebagian besar komponen bahan kering terdiri atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kecernaan bahan kering akan mempengaruhi juga tinggi rendahnya kecernaan bahan organik. Apabila kecernaan bahan kering yang diperoleh sama, maka koefisien cerna bahan organik yang diperoleh akan sama pula. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering dan bahan organik yang berbeda tidak nyata disebabkan karena konsumsi ransum dari masing-masing perlakuan juga berbeda tidak nyata (Tabel 5.2). Hal ini sesuai pendapat Zain (1999) bahwa tingkat konsumsi ransum mempengaruhi kecernaan, sehingga konsumsi ransum yang berbeda tidak nyata antar perlakuan juga menyebabkan kecernaan yang berbeda tidak nyata. Konsumsi ransum yang berbeda tidak nyata disebabkan oleh palatabilitas ransum yang hampir sama antar perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung bekicot sebagai pengganti tepung ikan dalam ransum mempunyai palatabilitas yang dapat diterima
50
oleh ternak babi sehingga sehingga penggantian tepung ikan dengan tepung bekicot tidak berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik. Kecernaan protein kasar tergantung pada kandungan protein dalam ransum. Ransum yang kandungan proteinnya rendah, umumnya mempunyai kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan (Tillman et al., 1998). Kecernaan protein kasar dapat juga dipengaruhi oleh kecernaan dari bahan kering, dimana peningkatan konsumsi bahan kering akan dapat pula meningkatkan konsumsi protein. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sihombing (1997) yang menyatakan bahwa konsumsi protein cenderung meningkat sejalan dengan konsumsi bahan kering. Kecernaan protein kasar yang lebih tinggi ditunjukkan oleh perlakuan yang menggunakan tepung bekicot, hal ini disebabkan karena kandungan protein dari perlakuan ini yang lebih tinggi juga karena konsumsi bahan kering dari perlakuan ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang menggunakan tepung ikan. Namun kecernaan protein kasar antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata karena konsumsi bahan kering antar perlakuan juga berbeda tidak nyata. Kandungan serat kasar pada ransum akan berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering ransum, dimana makin tinggi kandungan serat kasar yang terdapat dalam ransum akan menyebabkan kecernaan bahan kering makin rendah. Budaarsa (1997) menyatakan bahwa penambahan serat yang tinggi dalam ransum akan menurunkan kecernaan zat-zat makanan. Lebih lanjut dikatakan bahwa serat dalam saluran pencernaan akan menyerap air sehingga akan meningkatkan laju
51
alir isi saluran pencernaan yang pada akhirnya dapat menyebabkan kesempatan penyerapan bahan pakan menjadi menurun. Hasil penelitian mendapatkan bahwa kecernaan serat kasar berbeda tidak nyata antar perlakuan, hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung bekicot sebagai pengganti tepung ikan tidak berpengaruh terhadap kecernaan serat kasar, sehingga tidak mempengaruhi kecernaan bahan pakan, yang ditandai dengan kecernaan bahan kering yang berbeda tidak nyata. Energi tercerna erat kaitannya dengan kecernaan bahan kering. NRC (1998) menyatakan bahwa konsumsi bahan kering berkorelasi negatif dengan kandungan energi. Pada ransum yang kandungan energinya rendah maka ternak akan meningkatkan konsumsi bahan keringnya untuk memenuhi kebutuhan energi dan akan berhenti makan bila kebutuhan energinya sudah tercukupi. Kandungan energi dalam ransum dari perlakuan R0 lebih rendah dari semua perlakuan (Tabel 4.2), sehingga konsumsi ransum pada perlakuan ini lebih tinggi dari semua perlakuan untuk memenuhi kebutuhan energinya (Tabel 5.1). Konsumsi ransum yang lebih tinggi menyebabkan konsumsi energi dari perlakuan R0 menjadi lebih tinggi (Tabel 5.2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa energi tercerna dari semua perlakuan adalah berbeda tidak nyata, hal ini disebabkan karena kecernaan bahan kering antar perlakuan juga berbeda tidak nyata. Hal ini berarti bahwa penggunaan tepung bekicot sebagai pengganti tepung ikan tidak berpengaruh terhadap energi tercerna sehingga antar perlakuan juga tidak berbeda nyata.
52
6.3 Kualitas Karkas Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa berat karkas dan persentase karkas dari perlakuan R2 adalah berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya. Hal ini bisa dipengaruhi karena terdapat perbedaan bobot potong antar perlakuan, dimana bobot potong dari perlakuan R2 lebih rendah diantara semua perlakuan. Budaarsa (1997) menyatakan bahwa babi yang mempunyai berat badan yang rendah apabila dipotong maka lebih banyak limbahnya sehingga berat dan persentase karkasnya lebih kecil dan sebaliknya. Soeparno (2009) menyatakan bahwa persentase karkas dipengaruhi oleh berat hidup dan berat karkas. Berat potong dari perlakuan R1 lebih tinggi dari semua perlakuan namun persentase karkas yang paling tinggi ditunjukkan oleh perlakuan R3. Hal ini kemungkinan disebabkan karena berat non karkas dari perlakuan R1 lebih besar dari perlakuan R3 sehingga berat karkas dari perlakuan R1 lebih rendah dari R3. Berliana (2007) menyatakan bahwa bobot potong yang tinggi tidak selalu menghasilkan bobot karkas yang tinggi atau sebaliknya karena bobot karkas dipengaruhi juga oleh bobot saluran pencernaan dan organ-organ yang tidak termasuk dalam karkas. Rataan panjang karkas setelah dianalisis dengan analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan R2 lebih kecil dan berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya disebabkan karena memiliki bobot potong yang lebih rendah dari semua perlakuan. Panjang karkas dari perlakuan R1 lebih besar dari semua perlakuan, disebabkan karena bobot potong dari perlakuan R1 juga lebih tinggi dari semua perlakuan (Tabel 5.3). Hal ini disebabkan karena panjang karkas
53
berkaitan erat dengan bobot potong, dimana babi dengan bobot potong yang lebih berat cenderung mempunyai karkas yang lebih panjang, atau sebaliknya (Budaarsa, 1997). Ukuran tebal lemak punggung secara langsung menggambarkan produksi lemak atau daging. Tebal lemak punggung babi yang tipis memberi persentase hasil daging yang tinggi dan sebaliknya tebal lemak punggung yang tinggi memberi hasil persentase hasil daging yang rendah. Taraf protein juga berpengaruh terhadap tebal lemak punggung dan persentase karkas. Semakin tinggi taraf protein dalam ransum maka akan semakin tipis lemak punggung yang dihasilkan dan persentase karkas yang diperoleh semakin besar (Miller et al., 1990). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tebal lemak punggung dari perlakuan R2 adalah yang lebih kecil dari semua perlakuan, hal ini dipengaruhi oleh bobot potong dari perlakuan R2 juga lebih rendah dari semua perlakuan. Gurmilang (2003) menyatakan bahwa ternak dengan bobot potong yang minimum akan menghasilkan panjang karkas dan tebal lemak punggung yang lebih rendah dibandingkan dengan ternak yang memiliki bobot potong maksimum. Tebal lemak punggung paling tinggi terdapat pada perlakuan R1, kemungkinan disebabkan karena kandungan lemak kasar dalam ransum dari perlakuan juga yang paling tinggi dari semua perlakuan (Tabel 4.2). Tebal lemak punggung dari masing-masing perlakuan R0,R1,R2 dan R3 yaitu 2,35, 3,38, 2,22 dan 3,1 cm lebih kecil dari tebal lemak punggung yang direkomendasikan oleh USDA (1985) untuk ternak babi dengan bobot potong 80
54
kg yaitu 3-3,75 cm (grade satu), 3,75-4,5 cm (grade dua) dan 4,5 cm atau lebih (grade tiga) disebabkan karena ternak yang dipotong belum mencapai bobot potong maksimum. Babi pada masa pertumbuhan, penimbunan lemaknya relatif lebih kecil namun pertumbuhan tulang dan dagingnya lebih cepat (Seputra, 2004). 6.4 Komposisi Karkas Persentase daging karkas dari ternak babi yang diberi ransum mengandung tepung bekicot 12% memberikan hasil yang lebih tinggi dari persentase daging karkas dari ransum yang tidak mengandung tepung bekicot. Hal ini dikaitkan dengan daya cerna protein kasar dari perlakuan yang mengandung tepung bekicot lebih tinggi dibanding perlakuan tanpa menggunakan tepung bekicot (Tabel 5.2). Menurut Budaarsa dkk. (2007) bahwa persentase daging karkas sangat dipengaruhi oleh masukan protein dari ransum. Dimana otot dan jaringan ikat yang merupakan komponen utama pembentuk daging sebagian besar serabut otot mengandung lebih dari 50% protein miofibril. Namun secara statistik persentase daging karkas menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan disebabkan karena koefisien cerna protein kasar juga tidak berbeda nyata. Persentase tulang karkas dari perlakuan yang tidak mengandung tepung bekicot lebih tinggi dibandingkan dengan persentase tulang dari perlakuan yang mengandung tepung bekicot, hal ini terkait dengan proporsi komponen karkas lainnya lebih rendah misalnya persentase daging karkas yang lebih rendah dari perlakuan yang mengandung tepung bekicot (Tabel 5.4). Soeparno (2009) menyatakan bahwa bila proporsi dari salah satu komponen karkas lebih tinggi
55
maka proporsi dari salah satu atau kedua komponen lainnya akan menjadi lebih rendah atau sebaliknya. Persentase lemak karkas lebih tinggi terdapat pada perlakuan R1 jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena persentase daging karkas dari perlakuan R1 lebih rendah dari perlakuan lainnya dimana dikatakan bahwa dengan meningkatnya persentase lemak karkas akan menyebabkan penurunan pada persentase otot dan tulang (Forrest et al., 1975). Persentase lemak karkas R1 lebih tinggi ditunjukkan juga oleh tebal lemak punggung yang lebih tinggi dari perlakuan R1 (Tabel 5.3). Persentase kulit karkas dari ransum yang mengandung tepung bekicot lebih tinggi dari ransum yang menggunakan tepung ikan yang ditunjukkan oleh perlakuan R3 yang lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan karena berat potong dari perlakuan R3 lebih tinggi, dimana dikatakan bahwa babi dengan berat potong yang lebih berat cendrung mempunyai persentase kulit yang lebih banyak (Budaarsa, dkk. 2007). Walaupun ada perbedaan persentase kulit karkas antar perlakuan namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan tersebut.
56
Kulit 10.1%
Kulit 10.4%
Lemak 27.4%
Lemak 24.8%
Tulang 12.2%
Daging 52.5%
Gambar 6.2 Komposisi karkas R0
Daging 51.9%
Tulang 10.6%
Gambar 6.3 Komposisi karkas R1
Kulit 12.2%
Kulit 10.9%
Lemak 22.2%
Lemak 25.1%
Tulang 11.3%
Daging 52.7%
Daging 56.5%
Tulang 9.1%
Gambar 6.4 Komposisi karkas R2 Gambar 6.5 Komposisi karkas R3 6.5 Potongan Karkas Berat potongan karkas berupa ham, loin, boston dan picnic dari perlakuan R2 cenderung lebih kecil dari perlakuan lainnya, hal ini dipengaruhi oleh berat karkas dari perlakuan R2 lebih kecil dari perlakuan lainnya (Tabel 5.5). Budaarsa (1997) melaporkan bahwa bobot potongan karkas sangat dipengaruhi oleh berat karkas. Rendahnya potongan karkas pada perlakuan R2 kemungkinan juga disebabkan karena kandungan protein dalam ransum juga lebih rendah dari semua perlakuan (Tabel 4.2). Berat ham dari perlakuan R2 terlihat lebih rendah dari semua perlakuan hal ini disebabkan karena berat karkas dari R2 lebih rendah
57
rendah namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini disebabkan karena koefisien cerna protein kasarnya juga tidak berbeda nyata. Loin merupakan potongan karkas yang paling disukai konsumen karena potongan karkas ini hampir tanpa lemak. Berat loin dari R3 lebih tinggi dari semua perlakuan kemungkinan disebabkan selain karena berat karkasnya yang paling tinggi juga karena koefisien cerna protein kasarnya lebih tinggi dari semua perlakuan. Hal ini berkaitan erat dengan pemanfaatan zat-zat makanan dalam pembentukan komponen tersebut. Konsumsi protein yang tinggi memungkinkan untuk pembentukan daging yang lebih tinggi. Berat boston dan picnic dari perlakuan R2 lebih rendah dari semua perlakuan kemungkinan disebabkan karena bobot karkas dari perlakuan R2 memang lebih rendah dari perlakuan lainnya dan secara statistik berbeda tidak nyata, hal ini disebabkan karena koefisien cerna proteinnya juga berbeda tidak nyata. 6.6 Analisa Ekonomi Berdasarkan hasil penelitian diperoleh biaya ransum dari perlakuan kontrol (R0) lebih tinggi dan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,05) dengan perlakuan ransum yang menggunakan tepung bekicot sebagai pengganti tepung ikan. Hal ini disebabkan karena bekicot yang digunakan sebagai pengganti tepung ikan belum memiliki nilai ekonomis khususnya ditempat dimana penelitian dilakukan. Sampai saat ini bekicot dianggap sebagai hama bagi masyarakat setempat dan belum biasa dimanfaatkan sebagai pakan ternak sehingga nilai ekonomisnya
58
masih kurang. Biaya yang dikeluarkan untuk tepung bekicot adalah untuk upah tenaga kerja dalam mengolah bekicot sebagai pakan ternak. Kaensombath dan Ogle (2004) melaporkan bahwa bekicot merupakan sumber makanan yang tersedia secara lokal, dan untuk dijadikan sebagai pakan ternak dikumpulkan pada saat musim hujan ketika bekicot tersebut jumlahnya sangat banyak dan biayanya rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga ransum yang mengandung tepung bekicot lebih rendah daripada harga ransum yang mengandung tepung ikan (Tabel 5.6). Hal ini akan berpengaruh terhadap total dari biaya pakan yang dikeluarkan yang mengakibatkan pakan yang mengandung tepung bekicot akan lebih rendah dibanding pakan yang mengandung tepung ikan. Hasilnya adalah biaya untuk pertambahan berat badan yang sama dari ransum yang menggunakan tepung bekicot dan ransum kontrol adalah lebih rendah. Untuk mendapatkan pertambahan bobot badan yang sama, terdapat penurunan biaya ransum sebesar Rp. 2.230/kg sehingga untuk mencapai bobot potong maksimum 90 kg maka peternak dapat menekan biaya pakan sebesar Rp. 200.700/ekor bila menggunakan tepung bekicot sebagai pengganti tepung ikan dalam ransum ternak babi.
59
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan tepung bekicot sebagai pengganti tepung ikan dalam ransum ternak babi, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penampilan babi yang diberikan tepung bekicot sebagai pengganti tepung ikan memberikan hasil yang tidak berbeda, ditunjukkan oleh konsumsi ransum, pertambahan berat badan dan konversi ransum yang juga tidak berbeda. 2. Kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar dan energi tercerna dari pakan yang menggunakan tepung bekicot tidak berbeda dengan pakan yang menggunakan tepung ikan. 3. Karkas dari ternak babi yang diberi pakan menggunakan tepung bekicot memberikan hasil yang sama dengan pakan dari ternak babi yang menggunakan tepung ikan. 4. Ransum yang menggunakan tepung bekicot lebih murah dibandingkan dengan ransum yang menggunakan tepung ikan. 5. Biaya yang dikeluarkan untuk pakan yang menggunakan tepung bekicot lebih rendah dibandingkan dengan biaya untuk pakan yang menggunakan tepung ikan sehingga pemberian pakan yang menggunakan tepung bekicot pada ternak babi lebih efisien.
60
7.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Peternak
dapat menggunakan tepung bekicot sampai 100% sebagai
pengganti tepung ikan dalam ransum ternak babi sebagai upaya menekan biaya pakan pada saat bekicot dalam keadaan over produksi. 2. Perlu dilakukan usaha budidaya bekicot untuk menjaga keberlanjutan dari ketersediaan bekicot sebagai pakan ternak. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung bekicot sebagai pengganti tepung ikan dalam ransum terhadap kualitas daging babi.
61
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir Ilmu Makanan Ternak Unggas. Jakarta. Universitas Indonesia Press. Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta. AOAC. 1984. Official Method of Analysis. 14th Ed.,Association of Official Analytical Chemists.Washington. DC. Asa, K. 1999. Budidaya Bekicot. Bharatara. Jakarta. Astuti, A., A. Agus dan S.P.S. Budhi. 2009. Pengaruh Penggunaan High Quality Feed Supplement Terhadap Konsumsi dan Kecernaan Nutrien Sapi Perah Awal Laktasi. Buletin Peternakan Vol. 33 (2): 81-87, Juni 2009. Berliana, D. C. 2007. Karakteristik Karkas Dan Lemak Babi Dengan Pemberian Ransum Mengandung Curcumin. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Blakely, J. and H.B. David. 1982. The Sciences of Animal Husbandry. 3rd Ed. Restorn Publishing Company, Inc. Reston A, Prentice hall Company, Virginia. Blakely, J. dan D.H Bade 1998. Ilmu peternakan. Cetakan keempat. Terjemahan: B. Srigandono. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta. Boggs, D.L. and R.A. Merkel. 1984. Live Animal Carcass Evaluation and Selection Manual. Toronto, Ontario, Canada. Kendal/Hunt Publishing Company. Budaarsa, K. 1997. Kajian Penggunaan Rumput Laut dan Sekam Padi Sebagai Sumber Serat Dalam Ransum Untuk Menurunkan Kadar Lemak Karkas dan Kolesterol Daging Babi. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Budaarsa K., P.H. Siagian, dan Kartiarso. 2007. Penggunaan Rumput Laut dan Sekam Sebagai Sumber Serat Dalam Ransum Terhadap Kadar Lemak Karkas Babi. Jurnal Ilmu Ternak, Desember 2007, Vol. 7 No. 2, 95-100. Budaarsa, K. 2012. Babi Guling Bali. Dari Beternak, Kuliner, Hingga Sesaji. Buku Arti. Denpasar. Davendra, C. and M.F. Fuller. 1979. Pig Production in the Tropics. Oxford University Press, Oxford, London.
62
Dewi, S.H.C. dan J. Setiohadi. 2010. Pemanfaatan Tepung Pupa Ulat Sutera (Bombyx mori) Untuk Pakan Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Jantan. Jurnal Agri Sains. Vol.1. No. 8 Maret 2010. Hal 1 – 6. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan. 2010. Laporan Kerusakan Akibat Serangan Hama Bekicot. Distanak Flores Timur. Djohar. 1986. Reproduksi bekicot dan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Disertasi. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Forrest, J.C., E.D. Aberle, H.B. Hendrick, M.D. Judge, & R.A. Merkel. 1975. Principles of Meat Science. W. H. Freemen and Company, San Fransisco. Goodwin. 1973. Pig Management and Production. Hutchinson Educational Ltd, London. Gurmilang, A. A. 2003. Pengaruh taraf zeolit dan tepung darah sebagai sumber protein dalam ransum terhadap kualitas karkas babi. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Handojo, F. L. 1989. Budidaya Bekicot (Achatina fuluica). CV. Simplex. Jakarta. Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A.D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. UGM Press. Yogyakarta. Hartanto. 2010. Pengaruh Ranggas Paksa (Forced Molting) Metode Puasa dan Suplementasi Tepung Bekicot (Achatina fulica) pada Ransum Terhadap Bobot Ovarium dan Pertumbuhan Folikel Yolk Ayam Arab (Gallus furcicus). Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang. Hartati E., N.G.F. Katipana dan A. Saleh. 2008. Konsumsi dan Kecernaan Zat-zat Makanan pada Sapi Bali Akhir Kebuntingan yang diberi Pakan Padat Gizi Mengandung Minyak Lemuru dan Seng. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana Kupang. Ichwan, W.M. 2003. Membuat Pakan Ayam Ras Pedaging. Agromedia Pustaka. Jakarta. Kaensombath, L dan Ogle, B. 2004. Effect of Ensiled or Fresh Golden Apple Snails (Pomacea spp) on Pig Growth Performance and Production Economics. Faculty of Agriculture, National University of Laos, Vientiane, Lao PDR. http://mekarn.org/msc2003-05/theses05/lamp3.pdf. (diunduh tanggal 22 Pebruari 2014).
63
Kurniawan, A. 2012. Tepung Ikan dan Pemakaiannya Dalam Ransum Ternak. http://arsip-perikanan.blogspot.com/. (diunduh tanggal 18 Mei 2013) Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Ternak Daging. Terjemahan A. Parakkasi. Edisi Ke-5. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Malheiros R.D., MB Moraes, A Collin, PJ Janssens, E Decuypere and J Buyse. 2003. Dietary Macronutrients, Endocrine Functioning and Intermediary Metabolism in Broiler Chickens. Nutr. Res., 23 : 567 – 578. Mangisah, I. 2003. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Babi. Diktat Kuliah. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. Martharini, D. 2012. Analisis Proksimat Tepung Ikan. http://dwitiyamartharini.blog.ugm.ac.id/2012/08/13/analisis-proksimat-tepung-ikan/ (diunduh tanggal 18 Mei 2013) McDonald, P., R.A. Edwards, J.F.D. Greenhalg, C.A. Morgan. 1995. Animal Nutrition, 5th Ed. John Wiley & Sons Inc., New York. Miller, M.F., S.D. Shackelfort, K.D. Hayden and J.O. Reagen. 1990. Determination of the alteration in fatty acid Profiles, sensory characteristics and carcass traits of swine fed elevated level of monounsaturated fats in the diet. Journal Animal Science. 68:1624-1631. Mudjiman, A. 2004. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. Murtidjo, B. A,. 2001. Beberapa Metode Pengolahan Tepung Ikan. Kanisius. Yogyakarta. NRC. 1998. Nutrient Requirements of swine. Washington, D.C, National Academy Press. Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa. Bandung. Prihasto, S.B. 1984. Pengaruh Penggunaan Tepung Bekicot Sebagai Pengganti Tepung Ikan Terhadap Alat Pencernaan Ayam Broiler Jantan. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Ranjhan, S.K. 1980. Animal Nutrition In The Tropics. Vikas Publishing House P and T Ltd., New Delhi. Reksohadiprodjo, S. 1995. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. Edisi Ke-2. BPFE.Yogyakarta.
64
Sa’Adah, Anis. 2008. Pengaruh Pengunaan Tepung Bekicot (Achatina fulica) Sebagai Substitusi Tepung Ikan di dalam Ransum Terhadap Produksi dan Kualitas Telur pada Burung Puyuh (Coturnix japonica). Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Malang. Santoso, B.H. 1989. Budidaya Bekicot. Kanisius. Yogyakarta. Seputra, I M. A. 2004. Penampilan dan Kualitas Karkas Babi Landrace yang diberi Ransum Mengandung Limbah Tempe. Tesis. Universitas Udayana, Bali. Serres, H. 1992. Manual of Pig Production in the Tropics, Translated by Julian Wiseman, Faculty of Agriculture and Food Sciences. University of Nottingham.C.A.B International. Siagian H.P. 1999. Manajemen Ternak Babi, Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sihombing, D.T.H. 1997. Ilmu Beternak Babi. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi Ke-4 Penerjemah Bambang Soemantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Suharto, H. 1999. Pengolahan Bekicot Untuk Pakan Ternak. Lokakarya Fungsional Non Peneliti. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Sutardi, T. 1995. Landasan Ilmu Nutrisi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Talib, C. 1999. Bekicot. Nusa Indah. Ende. Thornton, H. 1968. Texbook of Meat Inspection. The Williams & Wilkins Company, Baltimore (Publisher), U.S.A. Tindall and Cassell Ltd. 7 and 8 Henrietta Street, London, H.G. 2. Tillman, A.D., S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. USDA/US Department of Health and Human Service. 1985. Nutrition and Youth Health. Dietary Guidelines for Americans. 2nd ed. Home and Garden Bulletin No. 232. Washington D.C. U.S. Government Printing Office.
65
Wanasuria, S. 2010. Biosekuritas Pabrik Pakan. Available http://feedtekno.com/index.php/. (diunduh tanggal 18 Mei 2013).
at
Zain, M. 1999. Pengaruh taraf bungkil biji kapok dalam ransum kambing perah laktasi terhadap kecernaan dan karakteristik kondisi rumen. Jurnal Peternakan dan Lingkungan. 5:32-34. Universitas Padjadjaran Press. Bandung.
66
LAMPIRAN
67
Lampiran 1. Contoh Perhitungan Berat Karkas Babi Peranakan Landrace Yang Diberi Pakan Mengandung Tepung Bekicot Sebagai Pengganti Tepung Ikan Perlakuan R0 R1 R2 R3 Jumlah
Perlakuan R0 R1 R2 R3 Jumlah
Ulangan 1 25,60 27,10 15,20 26,20
2 23,20 25,30 17,40 26,50
Ulangan 1 655,36 734,41 231,04 686,44
2 538,24 640,09 302,76 702,25
FK = (186,5)2 = 34782,25 = 4347,78 8 8 JK T = (25,6)2 + (23,2)2 + …….. + (26,5)2 – FK = 4490,59 – 4347,78 = 142,80 JK P = (48,8)2 + (52,4)2 + (32,6)2 + (52,7)2 - FK 2 = 4483,62 – 4347,78 = 135,84 JK G = JK T – JK P = 142,80 – 135,84 = 6,96
Jumlah
Rata-rata
48,80 52,40 32,60 52,70 186,50
24,40 26,20 16,30 26,35 23,31
Jumlah
Rata-rata
1193,60 1374,50 533,80 1388,69 4490,59
596,80 687,25 266,90 694,34 561,32
68
Hasil Analisis Sidik Ragam Berat Karkas Babi Peranakan Landrace yang Diberi Pakan Mengandung Tepung Bekicot Sebagai Pengganti Tepung Ikan. Sumber db JK KT Keragaman Perlakuan 3 135,84 45,28 Galat 4 6,96 1,74 Jumlah 7 142,81 Keterangan : ** sangat berbeda nyata (P<0,05)
F Hitung 26,02**
F Tabel 0,05 0,01 6,59 16,69
Uji Jarak Berganda Duncan’s SEM = √KT G = √1,74 = 0,93 r 2 Tabel Duncan’s P SSR 0,05 SSR 0,01 LSR 0,05 LSR 0,01
2 3,93 6,51 3,65 6,05
3 4,01 6,8 3,72 6,32
4 4,02 6,9 3,73 6,41
Rangking Perbedaan Perlakuan Rataan R3 26,35 R1 26,2 0,15 R0 24,4 1,95 R2 16,3 10,05* Keterangan : * Berbeda nyata (P<0,05)
Perbedaan
1,8 9,9*
8,1*
Notasi b b b a
69
Lampiran 2. Analisis Statistik Konsumsi Ransum Babi Peranakan Landrace Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 3 3 3 3
Descriptive Statistics Dependent Variable: konsumsi ransum Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean 131.6467 107.6833 111.3233 124.8700 118.8808
Std. Deviation 10.625 37.579 27.860 3.943 22.918
N 3 3 3 3 12
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: konsumsi ransum Type III Sum df Mean Square F Of Squares Corrected Model 1144.009a 3 381.336 0.658 Intercept 169591.830 1 169591.830 292.798 Perlakuan 1144.009 3 381.336 0.658 Error 4633.687 8 579.211 Total 175369.527 12 Corrected Total 5777.696 11 a. R Square = 0.198 (Adjusted R Square = - 0.103) Source
Sig. 0.600 0.000 0.600
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: konsumsi ransum Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
131.647 107.683 111.323 124.870
13.895 13.895 13.895 13.895
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 99.605 163.689 75.641 139.725 79.281 143.365 92.828 156.912
70
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: konsumsi ransum (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
Mean Difference (I-J)
23.963 20.323 6.776 -23.963 -3.640 -17.186 -20.323 3.640 -13.546 -6.776 17.186 13.546
Std. Error
Sig.
19.650 19.650 19.650 19.650 19.650 19.650 19.650 19.650 19.650 19.650 19.650 19.650
0.257 0.331 0.739 0.257 0.858 0.407 0.331 0.858 0.510 0.739 0.407 0.510
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-21.35 -24.99 -38.53 -69.27 -48.95 -62.50 -65.63 -41.67 -58.86 -52.09 -28.12 -31.76
69.27 65.63 52.09 21.35 41.67 28.12 24.99 48.95 31.76 38.53 62.50 58.86
The error term is Mean Square (Error) = 579.211 Homogeneous Subsets Konsumsi ransum perlakuan
N
R1 R2 R3 R0 Sign.
3 3 3 3
Duncana,b
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 579.211 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000 b. Alpha = 0.05
Subset 1 107.683 111.323 124.870 131.646
71
Lampiran 3. Analisis Statistik Konsumsi Ransum Harian Babi Peranakan Landrace Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 3 3 3 3
Descriptive Statistics Dependent Variable: konsumsi ransum harian Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean 1,4467 1,1833 1,2233 1,3700 1,3058
Std. Deviation 0,11676 0,41296 0,30616 0,04000 0,25159
N 3 3 3 3 12
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: konsumsi ransum harian Type III Sum df Mean Square F Of Squares Corrected Model 0,137a 3 0,046 0,655 Intercept 20,462 1 20,462 292,843 Perlakuan 0,137 3 0,046 0,655 Error 0,559 8 0,070 Total 21,159 12 Corrected Total 0,696 11 a. R Square = 0,197 (Adjusted R Square = -0,104) Source
Sig. 0,602 0,000 0,602
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: konsumsi ransum harian Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
1,447 1,183 1,223 1,370
0,153 0,153 0,153 0,153
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 1,095 1,799 0,831 1,535 0,871 1,575 1,018 1,722
72
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: konsumsi ransum harian (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
Mean Difference (I-J)
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
0,2633 0,2233 0,0767 -0,2633 -0,0400 -0,1867 -0,2233 0,0400 -0,1467 -0,0767 0,1867 0,1467
Std. Error
0,21583 0,21583 0,21583 0,21583 0,21583 0,21583 0,21583 0,21583 0,21583 0,21583 0,21583 0,21583
Sig.
0,257 0,331 0,732 0,257 0,858 0,412 0,331 0,858 0,516 0,732 0,412 0,516
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-0,234 -0,274 -0,421 -0,761 -0,537 -0,684 -0,721 -0,457 -0,644 -0,574 -0,311 -0,351
0,761 0,721 0,574 0,234 0,457 0,311 0,274 0,537 0,351 0,421 0,684 0,644
The error term is Mean Square (Error) = 0,070 Homogeneous Subsets Konsumsi ransum harian perlakuan
N
R1 R2 R3 R0 Sign.
3 3 3 3
Duncana,b
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 0,070 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000 b. Alpha = 0.05
Subset 1 1,1833 1,2233 1,3700 1,4467 0,284
73
Lampiran 4. Analisis Statistik Pertambahan Berat Badan Babi Peranakan Landrace Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 3 3 3 3
Descriptive Statistics Dependent Variable: Pertambahan berat badan Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean 30,1000 28,5667 25,5333 31,3333 28,8833
Std. Deviation 3,36006 5,63235 11,48971 1,10151 6,09692
N 3 3 3 3 12
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pertambahan berat badan Type III Sum df Mean Square F Of Squares Corrected Model 56,417a 3 18,806 0,427 Intercept 10010,963 1 10010,963 227,212 Perlakuan 56,417 3 18,806 0,427 Error 352,480 8 44,060 Total 10419,860 12 Corrected Total 408,897 11 a. R Square = 0,138 (Adjusted R Square = -0,185) Source
Sig. 0,739 0,000 0,739
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: pertambahan berat badan Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
30,100 28,567 25,533 31,333
3,832 3,832 3,832 3,832
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 21,263 38,937 19,729 37,404 16,696 34,371 22,496 40,171
74
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: pertambahan berat badan (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
Mean Difference (I-J)
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
1,5333 4,5667 -1,2333 -1,5333 3,0333 -2,7667 -4,5667 -3,0333 -5,8000 1,2333 2,7667 5,8000
Std. Error
5,41972 5,41972 5,41972 5,41972 5,41972 5,41972 5,41972 5,41972 5,41972 5,41972 5,41972 5,41972
Sig.
0,784 0,424 0,826 0,784 0,591 0,623 0,424 0,591 0,316 0,826 0,623 0,316
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-10,96 -7,931 -13,73 -14,03 -9,464 -15,26 -17,06 -15,53 -18,29 -11,26 -9,731 -6,697
14,03 17,06 11,26 10,96 15,53 9,731 7,931 9,464 6,697 13,73 15,26 18,29
The error term is Mean Square (Error) = 44,060 Homogeneous Subsets Pertambahan berat badan perlakuan
N
R2 R1 R0 R3 Sign.
3 3 3 3
Duncana,b
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 44,060 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000 b. Alpha = 0.05
Subset 1 25,5333 28,5667 30,1000 31,3333 0,343
75
Lampiran 5. Analisis Statistik Pertambahan Berat Badan Harian Babi Peranakan Landrace Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 3 3 3 3
Descriptive Statistics Dependent Variable: pertambahan berat badan harian Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean 0,3333 0,3067 0,2833 0,3467 0,3175
Std. Deviation 0,03512 0,07572 0,12702 0,01155 0,06982
N 3 3 3 3 12
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pertambahan berat badan harian Type III Sum df Mean Square F Of Squares Corrected Model 0,007a 3 0,002 0,411 Intercept 1,210 1 1,210 208,265 Perlakuan 0,007 3 0,002 0,411 Error 0,046 8 0,006 Total 1,263 12 Corrected Total 0,054 11 a. R Square = 0,133 (Adjusted R Square = -0,191) Source
Sig. 0,750 0,000 0,750
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: pertambahan berat badan harian Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
0,333 0,307 0,283 0,347
0,044 0,044 0,044 0,044
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 0,232 0,435 0,205 0,408 0,182 0,385 0,245 0,448
76
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: pertambahan berat badan harian (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
Mean Difference (I-J)
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
0,0267 0,0500 -0,0133 -0,0267 0,0233 -0,0400 -0,0500 -0,0233 -0,0633 0,0133 0,0400 0,0633
Std. Error
0,06223 0,06223 0,06223 0,06223 0,06223 0,06223 0,06223 0,06223 0,06223 0,06223 0,06223 0,06223
Sig.
0,680 0,445 0,836 0680 0,717 0,538 0,445 0,717 0,339 0,836 0,538 0,339
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-0,116 -0,093 -0,156 -0,170 -0,120 -0,183 -0,193 -0,166 -0,206 -0,130 -0,103 -0,080
0,170 0,193 0,130 0,116 0,166 0,103 0,093 0,120 0,080 0,156 0,183 0,206
The error term is Mean Square (Error) = 0,006 Homogeneous Subsets Pertambahan berat badan harian perlakuan
N
R2 R1 R0 R3 Sign.
3 3 3 3
Duncana,b
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 0,006 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000 b. Alpha = 0.05
Subset 1 0,2833 0,3067 0,3333 0,3467 0,365
77
Lampiran 6. Analisis Statistik Konversi Ransum Babi Peranakan Landrace Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 3 3 3 3
Descriptive Statistics Dependent Variable: konversi ransum Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean 4,3800 3,7800 4,5467 3,9500 4,1642
Std. Deviation 0,68432 0,47697 0,82718 0,17349 0,60146
N 3 3 3 3 12
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: konversi ransum Type III Sum df Mean Square F Of Squares Corrected Model 1,159a 3 0,386 1,096 Intercept 208,083 1 208,083 590,252 Perlakuan 1,159 3 0,386 1,096 Error 2,820 8 0,353 Total 212,063 12 Corrected Total 3,979 11 a. R Square = 0,291 (Adjusted R Square = 0,025) Source
Sig. 0,405 0,000 0,405
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: konversi ransum Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
4,380 3,780 4,547 3,950
0,343 0,343 0,343 0,343
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 3,590 5,170 2,990 4,570 3,756 5,337 3,160 4,740
78
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: konversi ransum (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
Mean Difference (I-J)
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
0,6000 -0,1667 0,4300 -0,6000 -0,7667 -0,1700 0,1667 0,7667 0,5967 -0,4300 0,1700 -0,5967
Std. Error
0,48479 0,48479 0,48479 0,48479 0,48479 0,48479 0,48479 0,48479 0,48479 0,48479 0,48479 0,48479
Sig.
0,251 0,740 0,401 0,251 0,152 0,735 0,740 0,152 0,253 0,401 0,735 0,253
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-0,517 -1,284 -0,687 -1,717 -1,884 -1,287 -0,951 -0,351 -0,521 -1,547 -0,947 -1,714
1,717 0,951 1,547 0,517 0,351 0,947 1,284 1,884 1,714 0,687 1,287 0,521
The error term is Mean Square (Error) = 0,353 Homogeneous Subsets Konversi ransum perlakuan
N
R1 R3 R0 R2 Sign.
3 3 3 3
Duncana,b
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 0,353 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000 b. Alpha = 0.05
Subset 1 3,7800 3,9500 4,3800 4,5467 0,175
79
Lampiran 7. Analisis Statistik Koefisien Cerna Bahan Kering Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 3 3 3 3
Descriptive Statistics Dependent Variable: Koefisien cerna bahan kering Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean 84.8667 86.3267 83.2567 86.5033 85.2383
Std. Deviation 1.5868 2.7114 1.1485 3.8797 2.5767
N 3 3 3 3 12
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Koefisien cerna bahan kering Type III Sum Mean df Square Of Squares Corrected Model 20.549a 3 6.850 Intercept 87186.882 1 87186.882 Perlakuan 20.549 3 6.850 Error 52.484 8 6.561 Total 87259.915 12 Corrected Total 73.034 11 a. R Square = 0.281 (Adjusted R Square = 0.012) Source
F 1.044 13289.653 1.044
Sig. 0.424 0.000 0.424
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: koefisien cerna bahankering Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
84.867 86.327 83.257 86.503
1.479 1.479 1.479 1.479
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 81.457 88.277 82.917 89.737 79.847 86.667 83.093 89.913
80
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: koefisien cerna bahan kering (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
Mean Difference (I-J)
-1.4600 1.6100 -1.6367 1.4600 3.0700 -0.1767 -1.6100 -3.0700 -3.2467 1.6367 0.1767 3.2467
Std. Error
2.09133 2.09133 2.09133 2.09133 2.09133 2.09133 2.09133 2.09133 2.09133 2.09133 2.09133 2.09133
Sig.
0.505 0.464 0.456 0.505 0.180 0.935 0.464 0.180 0.159 0.456 0.935 0.159
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-6.28 -3.21 -6.45 -3.36 -1.75 -4.99 -6.43 -7.89 -8.06 -3.18 -4.64 -1.57
3.36 6.43 3.18 6.28 7.89 4.64 3.21 1.75 1.57 6.45 4.99 8.06
The error term is Mean Square (Error) = 6.561 Homogeneous Subsets Koefisien cerna bahan kering perlakuan
N
R2 R0 R1 R3 Sign.
3 3 3 3
Duncana,b
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 6.561 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000 b. Alpha = 0.05
Subset 1 83.2567 84.8667 86.3267 86.5033 0.182
81
Lampiran 8. Analisis Statistik Koefisien Cerna Bahan Organik Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 3 3 3 3
Descriptive Statistics Dependent Variable: koefisien cerna bahan organik Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean 87,2000 88,3233 87,4200 88,6133 87,8892
Std. Deviation 1,42390 2,50412 1,26028 3,22598 2,01834
N 3 3 3 3 12
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: koefisien cerna bahan organik Type III Sum df Mean Square Of Squares Corrected Model 4,224a 3 1,408 Intercept 92694,067 1 92694,067 Perlakuan 4,224 3 1,408 Error 40,587 8 5,073 Total 92738,878 12 Corrected Total 44,811 11 a. R Square = 0,094 (Adjusted R Square = -0,245) Source
F 0,278 18270,811 0,278
Sig. 0,840 0,000 0,840
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: koefisien cerna bahan organik Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
87,200 88,323 87,420 88,613
1,300 1,300 1,300 1,300
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 84,201 90,199 85,325 91,322 84,421 90,419 85,615 91,612
82
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: koefisien cerna bahan organik (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
Mean Difference (I-J)
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
-1,1233 -0,2200 -1,4133 1,1233 0,9033 -0,2900 0,2200 -0,9033 -1,1933 1,4133 0,2900 1,1933
Std. Error
Sig.
1,83908 1,83908 1,83908 1,83908 1,83908 1,83908 1,83908 1,83908 1,83908 1,83908 1,83908 1,83908
0,558 0,908 0,464 0,558 0,636 0,879 0,908 0,636 0,535 0,464 0,879 0,535
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-5,364 -4,460 -5,654 -3,117 -3,337 -4,530 -4,020 -5,144 -5,434 -2,827 -3,950 -3,047
3,117 4,020 2,827 5,364 5,144 3,950 4,460 3,337 3,047 5,654 4,530 5,434
The error term is Mean Square (Error) = 5,073 Homogeneous Subsets Koefisien cerna bahan organik perlakuan
N
R0 R2 R1 R3 Sign.
3 3 3 3
Duncana,b
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 5,073 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000 b. Alpha = 0.05
Subset 1 87,2000 87,4200 88,3233 88,6133 0,489
83
Lampiran 9. Analisis Statistik Koefisien Cerna Protein Kasar Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 3 3 3 3
Descriptive Statistics Dependent Variable: koefisien cerna protein kasar Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean 83,5633 87,0467 85,9033 88,9267 86,3600
Std. Deviation 4,24066 3,16680 1,97216 1,24536 3,19335
N 3 3 3 3 12
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: koefisien cerna protein kasar Type III Sum Mean df Square Of Squares Corrected Model 45,268a 3 15,089 Intercept 89496,595 1 89496,595 Perlakuan 45,268 3 15,089 Error 66,904 8 8,363 Total 89608,767 12 Corrected Total 112,172 11 a. R Square = 0,404 (Adjusted R Square = 0,180) Source
F 1,804 10701,419 1,804
Sig. 0,224 0,000 0,224
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: koefisien cerna protein kasar Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
83,563 87,047 85,903 88,927
1,670 1,670 1,670 1,670
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 79,713 87,414 83,196 90,897 82,053 89,754 85,076 92,777
84
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: koefisien cerna protein kasar (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
Mean Difference (I-J)
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
-3,4833 -2,3400 -5,3633 3,4833 1,1433 -1,8800 2,3400 -1,1433 -3,0233 5,3633 1,8800 3,0233
Std. Error
Sig.
2,36122 2,36122 2,36122 2,36122 2,36122 2,36122 2,36122 2,36122 2,36122 2,36122 2,36122 2,36122
0,178 0,351 0,053 0,178 0,641 0,449 0,351 0,641 0,236 0,053 0,449 0,236
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-8,928 -7,785 -10,80 -1,961 -4,301 -7,325 -3,105 -6,588 -8,468 -0,081 -3,565 -2,421
1,961 3,105 0,081 8,928 6,588 3,565 7,785 4,301 2,421 10,80 7,325 8,468
The error term is Mean Square (Error) = 8,363 Homogeneous Subsets Koefisien cerna protein kasar perlakuan
N
R0 R2 R1 R3 Sign.
3 3 3 3
Duncana,b
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 8,363 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000 b. Alpha = 0.05
Subset 1 83,5633 85,9033 87,0467 88,9267 0,066
85
Lampiran 10. Analisis Statistik Koefisien Cerna Serat Kasar Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 3 3 3 3
Descriptive Statistics Dependent Variable: koefisien cerna serat kasar Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean 49,180 44,003 48,013 47,840 47,2592
Std. Deviation 7,25945 7,76629 1,59199 19,47754 9,70209
N 3 3 3 3 12
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: koefisien cerna serat kasar Type III Sum Mean df Square Of Squares Corrected Model 45,589a 3 15,196 Intercept 26801,146 1 26801,146 Perlakuan 45,589 3 15,196 Error 989,847 8 123,731 Total 27836,582 12 Corrected Total 1035,436 11 a. R Square = 0,044 (Adjusted R Square = -0,314) Source
F 0,123 216,608 0,123
Sig. 0,944 0,000 0,944
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: koefisien cerna serat kasar Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
49,180 44,003 48,013 47,840
6,422 6,422 6,422 6,422
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 34,371 63,989 29,194 58,813 33,204 62,823 33,031 62,649
86
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: koefisien cerna serat kasar (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
Mean Difference (I-J)
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
5,1767 1,1667 1,3400 -5,1767 -4,0100 -3,8367 -1,1667 4,0100 0,1733 -1,3400 3,8367 -0,1733
Std. Error
Sig.
9,08225 9,08225 9,08225 9,08225 9,08225 9,08225 9,08225 9,08225 9,08225 9,08225 9,08225 9,08225
0,584 0,901 0,886 0,584 0,671 0,684 0,901 0,671 0,985 0,886 0,684 0,985
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-15,76 -19,77 -19,60 -26,12 -24,95 -24,78 -22,11 -16,93 -20,77 -22,28 -17,10 -21,11
26,12 22,11 22,28 15,76 16,93 17,10 19,77 24,95 21,11 19,60 24,78 20,77
The error term is Mean Square (Error) = 123,731 Homogeneous Subsets Koefisien cerna serat kasar perlakuan
N
R1 R3 R2 R0 Sign.
3 3 3 3
Duncana,b
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 123,731 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000 b. Alpha = 0.05
Subset 1 44,0033 47,8400 48,0133 49,1800 0,605
87
Lampiran 11. Analisis Statistik Energi Tercerna Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 3 3 3 3
Descriptive Statistics Dependent Variable: kecernaan energi Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean 1953,8567 1631,7700 1823,1167 1741,1167 1787,4650
Std. Deviation 292,35593 1064,59960 284,69618 142,67496 505,11418
N 3 3 3 3 12
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: kecernaan energi Type III Sum Mean df Square Of Squares Corrected Model 166038,987a 3 55346,329 Intercept 38340373,51 1 38340373,51 Perlakuan 166038,987 3 55346,329 Error 2640504,701 8 330063,088 Total 41146917,20 12 Corrected Total 2806543,688 11 a. R Square = 0,059 (Adjusted R Square = -0,294) Source
F 0,168 116,161 0,168
Sig. 0,915 0,000 0,915
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: kecernaan energi Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
1953,857 1631,770 1823,117 1741,117
331,694 331,694 331,694 331,694
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 1188,969 2718,745 866,882 2396,658 1058,229 2588,005 976,229 2506,005
88
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: kecernaan energi (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
212,7400 322,0867 130,7400 -109,3467 -191,3467 -322,0867 82,0000 191,3467 -130,7400 109,3467 -82,0000 -212,7400
469,0864 469,0864 469,0864 469,0864 469,0864 469,0864 469,0864 469,0864 469,0864 469,0864 469,0864 469,0864
0,662 0,512 0,788 0,822 0,694 0,512 0,866 0,694 0,788 0,822 0,866 0,662
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-868,9 -759,6 -950,9 -1191 -1273 -1403 -999,7 -890,3 -1212 -972,3 -1163 -1294
1294 1403 1212 972,3 890,3 759,6 1163 1273 950,9 1191 999,7 868,9
The error term is Mean Square (Error) = 330063,088 Homogeneous Subsets Kecernaan energi perlakuan
N
R1 R3 R2 R0 Sign.
3 3 3 3
Duncana,b
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 330063,088 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000 b. Alpha = 0.05
Subset 1 1631,7700 1741,1167 1823,1167 1953,8567 0,535
89
Lampiran 12. Analisis Statistik Berat Karkas Babi Peranakan Landrace Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 2 2 2 2
Descriptive Statistics Dependent Variable: berat karkas Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean 24,4000 26,2000 16,3000 26,3500 23,3125
Std. Deviation 1,69706 1,27279 1,55563 0,21213 4,51677
N 2 2 2 2 8
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: berat karkas Type III Sum Mean df F Square Of Squares Corrected Model 135,844a 3 45,281 26,005 Intercept 4347,781 1 4347,781 2496,931 Perlakuan 135,844 3 45,281 26,005 Error 6,965 4 1,741 Total 4490,590 8 Corrected Total 142,809 7 a. R Square = 0,591 (Adjusted R Square = 0,915) Source
Sig. 0,004 0,000 0,004
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: berat karkas Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
24,400 26,200 16,300 26,350
0,933 0,933 0,933 0,933
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 21,809 26,991 23,609 28,791 13,709 18,891 23,759 28,941
90
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: berat karkas (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
-1,8000 8,1000* -1,9500 1,8000 9,9000* -0,1500 -8,1000* -9,9000* -10,0500* 1,9500 0,1500 10,0500*
1,31956 1,31956 1,31956 1,31956 1,31956 1,31956 1,31956 1,31956 1,31956 1,31956 1,31956 1,31956
0,244 0,004 0,214 0,244 0,002 0,915 0,004 0,002 0,002 0,214 0,915 0,002
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-5,463 4,436 -5,613 -1,863 6,236 -3,813 -11,76 -13,56 -13,71 -1,713 -3,513 6,386
1,863 11,76 1,713 5,463 13,56 3,513 -4,436 -6,236 -6,386 5,613 3,813 13,71
The error term is Mean Square (Error) = 1,741 * The mean difference is significant at the 0,05 level Homogeneous Subsets Berat karkas perlakuan
N
Subset
1 R2 2 16,3000 R0 2 R1 2 R3 2 Sign. Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
2
Duncana,b
Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 1,741 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000 b. Alpha = 0.05
24,4000 26,2000 26,3500 0,220
91
Lampiran 13. Analisis Statistik Persentase Karkas Babi Peranakan Landrace Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 2 2 2 2
Descriptive Statistics Dependent Variable: Persentase Karkas Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean 63.4200 63.4200 56.7450 65.3850 62.2425
Std. Deviation 2.1920 1.9940 4.0234 0.1626 3.9773
N 2 2 2 2 8
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Persentase Karkas Type III Sum df Mean Square F Of Squares Corrected Model 85.742a 3 28.581 4.574 Intercept 30993.030 1 30993.030 4959.73 Perlakuan 85.742 3 28.581 4.574 Error 24.996 4 6.249 Total 31103.768 8 Corrected Total 110.737 7 a. R Square = 0.198 (Adjusted R Square = 0.605) Source
Sig. 0.088 0.000 0.088
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: Persentase Karkas Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
63.420 63.420 56.745 65.385
1.768 1.768 1.768 1.768
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 58.512 68.328 58.512 68.328 51.837 61.653 60.477 70.293
92
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: Persentase Karkas (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
Mean Difference (I-J)
Std. Error
0.0000 6.6750 -1.9650 0.000 6.6750 -1.9650 -6.6750 -6.6750 -8.6400* 1.9650 1.9650 8.6400*
Sig.
2.49978 2.49978 2.49978 2.49978 2.49978 2.49978 2.49978 2.49978 2.49978 2.49978 2.49978 2.49978
1.000 0.056 0.476 1.000 0.056 0.476 0.056 0.056 0.026 0.476 0.476 0.026
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-6.94 -0.26 -8.90 -6.94 -0.26 -8.90 -13.6 -13.6 -15.5 -4.97 -4.97 1.69
6.94 13.6 4.97 6.94 13.6 4.97 0.26 0.26 -1.69 8.90 8.90 15.5
The error term is Mean Square (Error) = 6.249 *The mean difference is significant at the 0.05 level Homogeneous Subsets Persentase Karkas
Duncana,b
perlakuan
N
R2 R0 R1 R3 Sign.
2 2 2 2
Subset 1 56.7450 63.4200 63.4200 0.059
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 6.249 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000 b. Alpha = 0.05
2 63.4200 63.4200 65.3850 0,481
93
Lampiran 14. Analisis Statistik Panjang Karkas Babi Peranakan Landrace Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 2 2 2 2
Descriptive Statistics Dependent Variable: panjang karkas Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean 53,2500 54,5000 44,7500 54,0000 51,6250
Std. Deviation 0,35355 2,82843 1,76777 0,00000 4,45413
N 2 2 2 2 8
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: panjang karkas Type III Sum Mean df F Square Of Squares Corrected Model 127,625a 3 42,542 15,126 Intercept 21321,125 1 21321,125 7580,844 Perlakuan 127,625 3 42,542 15,126 Error 11,250 4 2,813 Total 21460,000 8 Corrected Total 138,875 7 a. R Square = 0,919 (Adjusted R Square = 0,858) Source
Sig. 0,012 0,000 0,012
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: panjang karkas Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
53,250 54,500 44,750 54,000
1,186 1,186 1,186 1,186
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 49,958 56,542 51,208 57,792 41,458 48,042 50,708 57,292
94
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: panjang karkas (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
Mean Difference (I-J)
-1,2500 8,5000* -0,7500 1,2500 9,7500 0,5000 -8,5000* -9,7500* -9,2500* 0,7500 -0,5000 9,2500*
Std. Error
Sig.
1,67705 1,67705 1,67705 1,67705 1,67705 1,67705 1,67705 1,67705 1,67705 1,67705 1,67705 1,67705
0,497 0,007 0,678 0,497 0,004 0,780 0,007 0,004 0,005 0,678 0,780 0,005
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-5,906 3,843 -5,406 -3,406 5,093 -4,156 -13,15 -14,40 -13,90 -3,906 -5,156 4,593
3,406 13,15 3,906 5,906 14,40 5,156 -3,84 -5,09 -4,59 5,406 4,156 13,90
The error term is Mean Square (Error) = 2,813 * The mean difference is significant at the 0,05 level Homogeneous Subsets Panjang karkas perlakuan
N
Subset
1 R2 2 44,7500 R0 2 R3 2 R1 2 Sign. 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
2
Duncana,b
Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 2,813 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000 b. Alpha = 0.05
53,2500 54,0000 54,5000 0,502
95
Lampiran 15. Analisis Statistik Tebal Lemak Punggung Babi Peranakan Landrace Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 2 2 2 2
Descriptive Statistics Dependent Variable: tebal lemak punggung Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean Std. Deviation 2,3500 0,31113 3,3850 0,16263 2,2200 0,63640 3,1000 0,09899 2,7638 0,59399 Tests of Between-Subjects Effects
N 2 2 2 2 8
Dependent Variable: tebal lemak punggung Type III Sum Mean df Square Of Squares Corrected Model 1,932a 3 0,644 Intercept 61,107 1 61,107 Perlakuan 1,932 3 0,644 Error 0,538 4 0,135 Total 63,576 8 Corrected Total 2,470 7 a. R Square = 0,782 (Adjusted R Square = 0,619) Source
F 4,787 454,281 4,787
Sig. 0,082 0,000 0,082
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: tebal lemak punggung Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
2,350 3,385 2,220 3,100
0,259 0,259 0,259 0,259
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 1,630 3,070 2,665 4,105 1,500 2,940 2,380 3,820
96
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: tebal lemak punggung (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
Mean Difference (I-J)
-1,0350* 0,1300 -0,7500 1,0350* 1,1650* 0,2850 -0,1300 -1,1650* -0,8800 0,7500 -0,2850 0,8800
Std. Error
Sig.
0,36676 0,36676 0,36676 0,36676 0,36676 0,36676 0,36676 0,36676 0,36676 0,36676 0,36676 0,36676
0,048 0,741 0,110 0,048 0,034 0,481 0,741 0,034 0,074 0,110 0,481 0,074
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-2,053 -0,883 -1,768 0,016 0,146 -0,733 -1,148 -2,183 -1,898 -0,268 -1,303 -0,138
-0,016 1,148 0,268 2,053 2,183 1,303 0,888 -0,146 0,138 1,768 0,733 1,898
The error term is Mean Square (Error) = 0,135 * The mean difference is significant at the 0,05 level Homogeneous Subsets Tebal lemak punggung perlakuan
N
Duncana,b
R2 2 R0 2 R3 2 R1 2 Sign. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 0,135 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000 b. Alpha = 0.05
Subset 1 2,2200 2,3500 3,1000 0,078
2 2,3500 3,1000 3,3850 0,051
97
Lampiran 16. Analisis Statistik Komposisi Daging Karkas Babi Pernakan Landrace Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 2 2 2 2
Descriptive Statistics Dependent Variable: komposisi daging karkas Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean Std. Deviation 52,5450 2,49609 51,9400 1,44250 52,7500 0,16971 56,5250 4,37699 53,4400 2,76681 Tests of Between-Subjects Effects
N 2 2 2 2 8
Dependent Variable: komposisi daging karkas Type III Sum Mean df F Square Of Squares Corrected Model 26,089a 3 8,696 1,265 Intercept 22846,669 1 22846,669 3323,381 Perlakuan 26,089 3 8,696 1,265 Error 27,498 4 6,875 Total 22900,256 8 Corrected Total 53,587 7 a. R Square = 0,487 (Adjusted R Square = 0,102) Source
Sig. 0,399 0,000 0,399
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: komposisi daging karkas Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
52,545 51,940 52,750 56,525
1,854 1,854 1,854 1,854
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 47,398 57,692 46,793 57,087 47,603 57,897 51,378 61,672
98
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: komposisi daging karkas (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
Mean Difference (I-J)
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
0,6050 -0,2050 -3,9800 -0,6050 -0,8100 -4,5850 0,2050 0,8100 -3,7750 3,9800 4,5850 3,7750
Std. Error
Sig.
2,62193 2,62193 2,62193 2,62193 2,62193 2,62193 2,62193 2,62193 2,62193 2,62193 2,62193 2,62193
0,829 0,941 0,204 0,829 0,773 0,155 0,941 0,773 0,223 0,204 0,155 0,223
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-6,674 -7,484 -11,25 -7,884 -8,089 -11,86 -7,074 -6,469 -11,05 -3,299 -2,694 -3,504
7,884 7,074 3,299 6,674 6,469 2,694 7,484 8,089 3,504 11,25 11,86 11,05
The error term is Mean Square (Error) = 6,875 Homogeneous Subsets Komposisi daging karkas perlakuan
N
Duncana,b
R1 2 R0 2 R2 2 R3 2 Sign. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 6,875 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000 b. Alpha = 0.05
Subset 1 51,9400 52,5450 52,7500 56,5250 0,161
99
Lampiran 17. Analisis Statistik Komposisi Tulang Karkas Babi Pernakan Landrace Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 2 2 2 2
Descriptive Statistics Dependent Variable: komposisi tulang karkas Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean Std. Deviation 12,3200 0,86267 10,6950 0,51619 11,3750 0,65761 9,1200 0,09899 10,8775 1,32847 Tests of Between-Subjects Effects
N 2 2 2 2 8
Dependent Variable: komposisi tulang karkas Type III Sum Mean df F Square Of Squares Corrected Model 10,901a 3 3,634 10,004 Intercept 946,560 1 946,560 2605,988 Perlakuan 10,901 3 3,634 10,004 Error 1,453 4 0,363 Total 958,914 8 Corrected Total 12,354 7 a. R Square = 0,882 (Adjusted R Square = 0,794) Source
Sig. 0,025 0,000 0,025
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: komposisi tulang karkas Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
12,320 10,695 11,375 9,120
0,426 0,426 0,426 0,426
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 11,137 13,503 9,512 11,878 10,192 12,558 7,937 10,303
100
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: komposisi tulang karkas (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
Mean Difference (I-J)
1,6250 0,9450 3,2000* -1,6250 -0,6800 1,5750 -0,9450 0,6800 2,2550* -3,2000* -1,5750 -2,2550*
Std. Error
Sig.
0,60268 0,60268 0,60268 0,60268 0,60268 0,60268 0,60268 0,60268 0,60268 0,60268 0,60268 0,60268
0,054 0,192 0,006 0,054 0,322 0,059 0,192 0,322 0,020 0,006 0,059 0,020
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-0,048 -0,728 1,526 -3,298 -2,353 -0,098 -2,618 -0,993 0,581 -4,873 -3,248 -3,928
3,298 2,618 4,873 0,048 0,993 3,248 0,728 2,353 3,928 -1,526 0,098 -0,581
The error term is Mean Square (Error) = 0,363 * The mean difference is significant at the 0,05 level Homogeneous Subsets Komposisi tulang karkas perlakuan
N
Subset
1 R3 2 9,1200 R1 2 10,6950 R2 2 R0 2 Sign. 0,059 Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
2
Duncana,b
Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 0,363 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000 b. Alpha = 0.05
10,6950 11,3750 12,3200 0,058
101
Lampiran 18. Analisis Statistik Komposisi Lemak Karkas Babi Peranakan Landrace Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 2 2 2 2
Descriptive Statistics Dependent Variable: komposisi lemak karkas Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean Std. Deviation 24,8750 3,48604 27,4600 1,75362 25,1000 0,42426 22,2000 3,67696 24,9087 2,84594 Tests of Between-Subjects Effects
N 2 2 2 2 8
Dependent Variable: komposisi lemak karkas Type III Sum Mean df Square Of Squares Corrected Model 27,768a 3 9,256 Intercept 4963,567 1 4963,567 Perlakuan 27,768 3 9,256 Error 28,928 4 7,232 Total 5020,262 8 Corrected Total 56,695 7 a. R Square = 0,489 (Adjusted R Square = 0,106) Source
F 1,280 686,342 1,280
Sig. 0,395 0,000 0,395
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: komposisi lemak karkas Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
24,8750 27,4600 25,1000 22,2000
1,902 1,902 1,902 1,902
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 19,595 30,155 22,180 32,740 19,620 30,180 16,920 27,480
102
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: komposisi lemak karkas (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
Mean Difference (I-J)
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
-2,5850 -0,0250 2,6750 2,5850 2,5600 5,2600 0,0250 -2,5600 2,7000 -2,6750 -5,2600 -2,7000
Std. Error
Sig.
2,68922 2,68922 2,68922 2,68922 2,68922 2,68922 2,68922 2,68922 2,68922 2,68922 2,68922 2,68922
0,391 0,993 0,376 0,391 0,395 0,122 0,993 0,395 0,372 0,376 0,122 0,372
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-10,05 -7,491 -4,791 -4,881 -4,906 -2,206 -7,441 -10,02 -4,766 -10,14 -12,72 -10,16
4,881 7,441 10,14 10,05 10,02 12,72 7,491 4,906 10,16 4,791 2,206 4,766
The error term is Mean Square (Error) = 7,232 Homogeneous Subsets Komposisi lemak karkas perlakuan
N
Duncana,b
R3 2 R0 2 R2 2 R1 2 Sign. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 7,232 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000 b. Alpha = 0.05
Subset 1 22,2000 24,8750 25,1000 27,4600 0,128
103
Lampiran 19. Analisis Statistik Komposisi Kulit Karkas Babi Peranakan Landrace Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 2 2 2 2
Descriptive Statistics Dependent Variable: komposisi kulit karkas Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean Std. Deviation 10,4000 0,28284 10,1000 0,70711 10,9000 1,41421 12,2000 0,56569 10,9000 1,07305 Tests of Between-Subjects Effects
N 2 2 2 2 8
Dependent Variable: komposisi kulit karkas Type III Sum Mean df F Square Of Squares Corrected Model 5,175a 3 1,725 2,379 Intercept 946,125 1 946,125 1305,000 Perlakuan 5,175 3 1,725 2,379 Error 2,900 4 0,725 Total 954,200 8 Corrected Total 8,075 7 a. R Square = 0,641 (Adjusted R Square = 0,372) Source
Sig. 0,211 0,000 0,211
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: komposisi lemak karkas Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
10,400 10,100 10,900 12,200
0,602 0,602 0,602 0,602
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 8,728 12,072 8,428 11,772 9,128 12,472 10,528 13,872
104
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: komposisi kulit karkas (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
Mean Difference (I-J)
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
0,3000 -0,4000 -1,8000 -0,3000 -0,7000 -2,1000 0,4000 0,7000 -1,4000 1,8000 2,1000 1,4000
Std. Error
Sig.
0,85147 0,85147 0,85147 0,85147 0,85147 0,85147 0,85147 0,85147 0,85147 0,85147 0,85147 0,85147
0,742 0,663 0,102 0,742 0,457 0,069 0,663 0,457 0,175 0,102 0,069 0,175
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-2,064 -2,764 -4,164 -2,664 -3,064 -4,464 -1,964 -1,664 -3,764 -0,564 -0,264 -0,964
2,664 1,964 0,564 2,064 1,664 0,264 2,764 3,064 0,964 4,164 4,464 3,764
The error term is Mean Square (Error) = 0,725 Homogeneous Subsets Komposisi kulit karkas perlakuan
N
Duncana,b
R1 2 R0 2 R2 2 R3 2 Sign. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 0,725 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000 b. Alpha = 0.05
Subset 1 10,1000 10,4000 10,9000 12,2000 0,074
105
Lampiran 20. Analisis Statistik Berat Ham Babi Peranakan Landrace Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 2 2 2 2
Descriptive Statistics Dependent Variable: berat ham Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean 7,8000 7,2600 7,1850 7,5600 7,4500
Std. Deviation 0,00000 0,00000 0,14142 0,87681 0,56529
N 2 2 2 2 8
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: berat ham Type III Sum Mean df F Square Of Squares Corrected Model 0,487a 3 0,162 0,824 Intercept 444,020 1 444,020 2251,623 Perlakuan 0,487 3 0,162 0,824 Error 0,789 4 0,197 Total 445,296 8 Corrected Total 1,276 7 a. R Square = 0,4382 (Adjusted R Square = -0,082) Source
Sig. 0,545 0,000 0,545
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: berat ham Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
7,800 7,260 7,185 7,560
0,314 0,314 0,314 0,314
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 6,928 8,672 6,388 8,132 6,308 8,052 6,688 8,432
106
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: berat ham (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
Mean Difference (I-J)
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
0,5400 -0,3850 0,2400 -0,5400 -0,9250 -0,3000 0,3850 0,9250 0,6250 -0,2400 0,3000 -0,6250
Std. Error
Sig.
0,57447 0,57447 0,57447 0,57447 0,57447 0,57447 0,57447 0,57447 0,57447 0,57447 0,57447 0,57447
0,400 0,539 0,698 0,400 0,183 0,629 0,539 0,183 0,338 0,698 0,629 0,338
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-1,055 -1,980 -1,355 -2,135 -2,520 -1,895 -1,210 -0,670 -0,970 -1,835 -1,295 -2,220
The error term is Mean Square (Error) = 0,197 Homogeneous Subsets Berat ham perlakuan
N
Duncana,b
R2 2 R1 2 R3 2 R0 2 Sign. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 0,197 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000 b. Alpha = 0.05
Subset 1 7,1850 7,2600 7,5600 7,8000 0,240
2,135 1,210 1,835 1,055 0,670 1,295 1,980 2,520 2,220 1,355 1,895 0,970
107
Lampiran 21. Analisis Statistik Berat Loin Babi Peranakan Landrace Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 2 2 2 2
Descriptive Statistics Dependent Variable: berat loin Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean 7,5400 7,2600 5,2250 7,5600 6,8962
Std. Deviation 0,36770 0,00000 1,47785 0,87681 1,23339
N 2 2 2 2 8
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: berat loin Type III Sum Mean df Square Of Squares Corrected Model 7,561a 3 2,520 Intercept 380,466 1 380,466 Perlakuan 7,561 3 2,520 Error 3,088 4 0,772 Total 391,115 8 Corrected Total 10,649 7 a. R Square = 0,710 (Adjusted R Square = 0,493) Source
F 3,265 492,824 3,265
Sig. 0,141 0,000 0,141
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: berat loin Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
7,540 7,260 5,225 7,560
0,621 0,621 0,621 0,621
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 5,815 9,265 5,535 8,985 3,500 6,950 5,835 9,285
108
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: berat loin (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
Mean Difference (I-J)
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
0,2800 2,3150 -0,0200 -0,2800 2,0350 -0,3000 -2,3150 -2,0350 -2,3350 0,0200 0,3000 2,3350
Std. Error
Sig.
0,87864 0,87864 0,87864 0,87864 0,87864 0,87864 0,87864 0,87864 0,87864 0,87864 0,87864 0,87864
0,766 0,058 0,983 0,766 0,081 0,750 0,058 0,081 0,057 0,983 0,750 0,057
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-2,159 -0,124 -2,459 -2,719 -0,404 -2,739 -4,754 -4,474 -4,774 -2,419 -2,139 -0,104
The error term is Mean Square (Error) = 0,772 Homogeneous Subsets Berat loin perlakuan
N
Duncana,b
R2 2 R1 2 R0 2 R3 2 Sign. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 0,772 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000 b. Alpha = 0.05
Subset 1 5,2250 7,2600 7,5400 7,5600 0,061
2,719 4,754 2,419 2,159 4,474 2,139 0,124 0,404 0,104 2,459 2,739 4,774
109
Lampiran 22. Analisis Statistik Berat Boston Babi Peranakan Landrace Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 2 2 2 2
Descriptive Statistics Dependent Variable: berat boston Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean 4,0300 4,1100 3,8300 3,7200 3,9225
Std. Deviation 0,18385 0,33941 0,49497 0,00000 0,28947
N 2 2 2 2 8
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: berat boston Type III Sum Mean df F Square Of Squares Corrected Model 0,193a 3 0,064 0,652 Intercept 123,088 1 123,088 1249,625 Perlakuan 0,193 3 0,064 0,652 Error 0,394 4 0,098 Total 123,675 8 Corrected Total 0,587 7 a. R Square = 0,328 (Adjusted R Square = - 0,176) Source
Sig. 0,622 0,000 0,622
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: berat boston Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
4,030 4,110 3,830 3,720
0,222 0,222 0,222 0,222
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 3,414 4,646 3,494 4,726 3,214 4,446 3,104 4,336
110
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: berat boston (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
Mean Difference (I-J)
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
-0,3000 0,9000 0,1000 0,3000 1,2000 0,4000 -0,9000 -1,2000 -0,8000 -0,1000 -0,4000 0,8000
Std. Error
Sig.
0,21213 0,21213 0,21213 0,21213 0,21213 0,21213 0,21213 0,21213 0,21213 0,21213 0,21213 0,21213
0,230 0,013 0,662 0,230 0,005 0,132 0,013 0,005 0,020 0,662 0,132 0,020
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-0,889 0,311 -0,489 -0,289 0,611 -0,189 -1,489 -1,789 -1,389 -0,689 -0,989 0,211
The error term is Mean Square (Error) = 0,098 Homogeneous Subsets Berat boston perlakuan
N
Duncana,b
R3 2 R2 2 R0 2 R1 2 Sign. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 0,098 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000 b. Alpha = 0.05
Subset 1 3,7200 3,8300 4,0300 4,1100 0,286
0,289 1,489 0,689 0,889 1,789 0,989 -0,311 -0,611 -0,211 0,489 0,189 1,389
111
Lampiran 23. Analisis Statistik Berat Picnic Babi Peranakan Landrace Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 2 2 2 2
Descriptive Statistics Dependent Variable: berat picnic Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean 5,4600 5,4400 4,9200 4,9600 5,0950
Std. Deviation 0,36770 0,16971 0,00000 0,00000 0,44178
N 2 2 2 2 8
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: berat picnic Type III Sum Mean df F Square Of Squares Corrected Model 1,202a 3 0,401 9,774 Intercept 207,672 1 207,672 5065,176 Perlakuan 1,202 3 0,401 9,774 Error 0,164 4 0,041 Total 209,038 8 Corrected Total 1,366 7 a. R Square = 0,880 (Adjusted R Square = 0,790) Source
Sig. 0,026 0,000 0,026
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: berat picnic Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
5,460 5,440 4,920 4,960
0,143 0,143 0,143 0,143
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 5,062 5,858 5,042 5,838 4,122 4,918 4,562 5,358
112
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: berat picnic (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
Mean Difference (I-J)
-0,3000 1,6000 0,2000 0,3000 1,9000 0,5000 -1,6000 -1,9000 -1,4000 -0,2000 -0,5000 1,4000
Std. Error
Sig.
0,15811 0,15811 0,15811 0,15811 0,15811 0,15811 0,15811 0,15811 0,15811 0,15811 0,15811 0,15811
0,131 0,001 0,275 0,131 0,000 0,034 0,001 0,000 0,001 0,275 0,034 0,001
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-0,739 1,161 -0,239 -0,139 1,461 0,061 -2,039 -2,339 -1,839 -0,639 -0,939 0,961
The error term is Mean Square (Error) = 0,041 * The mean difference is significant at the 0,05 level Homogeneous Subsets Berat picnic perlakuan
N
Duncana,b
R2 2 R3 2 R1 2 R0 2 Sign. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 0,041 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000 b. Alpha = 0.05
Subset 1 4,9200 4,9600 5,4400 5,4600 0,441
0,139 2,039 0,639 0,739 2,339 0,939 -1,161 -1,461 -0,961 0,239 -0,061 1,839
113
Lampiran 24. Analisis Statistik Harga Ransum Babi Peranakan Landrace Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 3 3 3 3
Descriptive Statistics Dependent Variable: harga ransum Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean 2893,0000 2773,0000 2653,0000 2533,0000 2713,0000
Std. Deviation 100,00000 100,00000 100,00000 100,00000 164,03991
N 3 3 3 3 12
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: harga ransum Type III Sum Mean df F Square Of Squares Corrected Model 216000,000a 3 72000,000 7,200 Intercept 88324428,00 1 88324428,00 8832,443 Perlakuan 216000,000 3 72000,000 7,200 Error 80000,000 8 10000,000 Total 88620428,00 12 Corrected Total 296000,000 11 a. R Square = 0,730 (Adjusted R Square = 0,628) Source
Sig. 0,012 0,000 0,012
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: harga ransum Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
2893,000 2773,000 2653,000 2533,000
57,735 57,735 57,735 57,735
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 2759,863 3026,137 2639,863 2906,137 2519,863 2786,137 2399,863 2666,137
114
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: harga ransum (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
120,0000 240,0000* 360,0000* -120,0000 120,0000 240,0000* -240,000* -120,0000 120,0000 -360,000* -240,000* -120,0000
81,64966 81,64966 81,64966 81,64966 81,64966 81,64966 81,64966 81,64966 81,64966 81,64966 81,64966 81,64966
0,180 0,019 0,002 0,180 0,180 0,019 0,019 0,180 0,180 0,002 0,019 0,180
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
-68,28 51,71 171,7 -308,2 -68,28 51,71 -428,2 -308,2 -68,28 -548,2 -428,2 -308,2
308,2 428,2 548,2 68,28 308,2 428,2 -51,71 68,28 308,2 -171,7 -51,71 68,28
The error term is Mean Square (Error) = 10000,000 * The mean difference is significant at the 0,05 level Homogeneous Subsets Harga ransum perlakuan
N
Subset 2
1 R3 3 2533,000 R2 3 2653,000 2653,000 R1 3 2773,000 R0 3 Sign. 0,180 0,180 Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
3
Duncana,b
Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 10000,000 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000 b. Alpha = 0.05
2773,000 2893,000 0,180
115
Lampiran 25. Analisis Statistik Total Biaya Ransum Babi Peranakan Landrace Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 3 3 3 3
Descriptive Statistics Dependent Variable: total biaya ransum Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean 380834,0000 298596,0000 295331,0000 326529,0000 325322,5000
Std. Deviation 10,00000 100,00000 100,00000 10,00000 35790,26638
N 3 3 3 3 12
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: total biaya ransum Type III Sum Mean df F Square Of Squares Corrected Model 1,409E+10a 3 4696778149 930055,0 Intercept 1,270E+12 1 1,270E+12 251488465 Perlakuan 14090334447 3 4696778149 930055,0 Error 40400,000 8 5050,000 Total 1,28E+12 12 Corrected Total 14090374847 11 a. R Square = 1,000 (Adjusted R Square = 1,000) Source
Sig. 0,000 0,000 0,000
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: total biaya ransum Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
380834,000 298596,000 295331,000 326529,000
41,028 41,028 41,028 41,028
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 380739,388 380928,612 298501,388 298690,612 295236,388 295425,612 326434,388 326623,612
116
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: total biaya ransum (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
82238,00* 85503,00* 54305,00* -82238,0* 3265,00* -27933,0* -85503,0* -3265,0* -31198,0* -54305,0* 27933,00* 31198,00*
58,02 58,02 58,02 58,02 58,02 58,02 58,02 58,02 58,02 58,02 58,02 58,02
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
82104,19 85369,19 54171,19 -82371,8 3131,19 -28066,8 -85636,8 -3398,80 -31331,8 -54438,8 27799,19 31064,19
82371 85636 54438 -82104 3398,8 -27799 -85369 -3131,1 -31064 -54171 28066 31331
The error term is Mean Square (Error) = 5050,000 * The mean difference is significant at the 0,05 level Homogeneous Subsets Total biaya ransum perlakuan
N
Subset
1 2 3 4 R2 3 295331,0 R1 3 298596,0 R3 3 326529,0 R0 3 380834,0 Sign. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Duncana,b
Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 5050,000 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000 b. Alpha = 0.05
117
Lampiran 26. Analisis Statistik Biaya Ransum Per Pertambahan Berat Badan Babi Peranakan Landrace Between-Subjects Factors Perlakuan
Value Label R0 R1 R2 R3
1 2 3 4
N 3 3 3 3
Descriptive Statistics Dependent Variable: biaya ransum per pertambahan berat badan Perlakuan R0 R1 R2 R3 Total
Mean 12652,0000 10455,0000 11568,0000 10422,0000 11274,2500
Std. Deviation 1,00000 10,00000 1,00000 100,00000 961,35124
N 3 3 3 3 12
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: biaya ransum per pertambahan berat badan Type III Sum Mean df F Square Of Squares Corrected Model 10145954,3a 3 3381984,750 1339,135 Intercept 1525304557 1 1525304557 603961,4 Perlakuan 10145954,25 3 3381984,750 1339,135 Error 20204,000 8 2525,500 Total 1535470715 12 Corrected Total 10166158,25 11 a. R Square = 0,998 (Adjusted R Square = 0,997) Source
Sig. 0,000 0,000 0,000
Estimated Marginal Means Perlakuan Dependent Variable: biaya ransum per pertambahan berat badan Perlakuan
Mean
Std. Error
R0 R1 R2 R3
12652,000 10455,000 11568,000 10422,000
29,014 29,014 29,014 29,014
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 12585,093 12718,907 10388,093 10521,907 11501,093 11634,907 10355,093 10488,907
118
Post Hoc Test Perlakuan Multiple Comparisons Dependent Variable: biaya ransum per pertambahan berat badan (I) perlakuan
LSD
(J) perlakuan
R0
R1 R2 R3 R1 R0 R2 R3 R2 R0 R1 R3 R3 R0 R1 R2 Bassed on observed means.
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
2197,00* 1084,00* 2230,00* -2197,00* -1113,00* 33,00 -1084,00* 1113,00* 1146,00* -2230,00* -33,00 -1146,00*
41,03 41,03 41,03 41,03 41,03 41,03 41,03 41,03 41,03 41,03 41,03 41,03
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,44 0,00 0,00 0,00 0,00 0,44 0,00
95% Confidence Lower Upper Bound Bound
2102,37 989,378 2135,37 -2291,62 -1207,62 -61,6211 -1178,62 1018,378 1051,378 -2324,62 -127,621 -1240,62
2291,6 1178,6 2324,6 -2102,3 -1018,3 127,62 -989,37 1207,6 1240,6 -2135,3 61,621 -1051,3
The error term is Mean Square (Error) = 2525,500 * The mean difference is significant at the 0,05 level Homogeneous Subsets Biaya ransum per pertambahan berat badan perlakuan
N
Subset 2
1 R3 3 10422,00 R1 3 10455,00 R2 3 11568,00 R0 3 Sign. 0,44 1,00 Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
3
Duncana,b
Based on observed means. The error term is Mean Square (Error) = 2525,500 a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000 b. Alpha = 0.05
12652,00 1,00
119
Lampiran 27.
Minggu
Konsumsi Ransum Babi Peranakan Landrace Selama 13 Minggu Penelitian (Kg) Perlakuan R0
R1
R2
R3
1.
4,22
4,11
4,72
4,63
2.
8,32
8,53
9,22
7,10
3.
7,17
3,80
6,21
6,32
4.
7,47
5,03
5,61
6,85
5.
7,96
6,74
5,73
7,42
6.
8,20
5,03
5,79
8,49
7.
9,18
6,18
6,86
9,43
8.
11,43
8,67
9,09
10.91
9.
12,34
11,10
9,47
11,38
10.
13,60
12,00
10,66
11,82
11.
13,95
12,19
12,49
13,20
12.
14,43
12,51
13,04
13,55
13.
13,83
11,75
12,40
13,55
Total
131,64
107,68
111,32
124,87
Konsumsi/hari
1,44
1,18
1,22
1,37
120
Lampiran 28.
Minggu
Pertambahan Berat Badan Babi Peranakan Landrace Selama 13 Minggu Penelitian (Kg) Perlakuan R0
R1
R2
R3
Bobot awal
10,2
9,43
10,06
9,60
1.
11,36
10,36
11,20
10,60
2.
12,80
11,50
12,20
11,86
3.
14,20
11,33
13,26
13,40
4.
17,00
12,6
14,53
16,13
5.
18,46
14,73
15,63
17,53
6.
20,63
18,00
16,80
19,73
7.
23,06
20,00
17,80
22,93
8.
26,03
22,60
22,06
25,66
9.
28,03
25,66
23,86
28,40
10.
31.33
28,60
26,40
31,66
11.
35,86
32,33
30,13
35,26
12.
38,20
36,00
32,93
38,46
13.
40,30
38,00
35,60
40,93
PBB
30,10
28,56
25,53
31,33
PBB/hari
0,33
0,30
0,28
0,34
121
Lampiran 29. Harga Bahan Pakan Penelitian
No
Bahan
Harga /
Pakan
Kg*
Harga Ransum/kg
%
R0
R1
R2
R3
1
Jagung Kuning
2000
49
980
980
980
980
2
Dedak Padi
1200
29
348
348
348
348
3
Tepung Ikan
6000
12,8,4,0
720
480
240
0
4
Tepung Bekicot
3000
0,4,8,12
0
120
240
360
5
Kedele
11000
6
660
660
660
660
6
Bungkil Kelapa
1000
3.5
35
35
35
35
7
Pig Mix
30000
0.5
150
150
150
150
2893
2773
2653
2533
Total
Keterangan : * Harga lokal bahan pakan di Kecamatan Adonara Timur, NTT bulan Agustus 2013.
122
PENAMPILAN TERNAK BABI YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG BEKICOT (Achatina fulica) SEBAGAI PENGGANTI TEPUNG IKAN
EGEDIUS LEGA LAOT 1291361001
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014