I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak
kelebihan dibandingkan ternak unggas yang lain, diantaranya adalah lebih tahan terhadap penyakit, memiliki daya adaptasi yang cukup baik, dan memiliki efisiensi dalam mengubah pakan menjadi daging yang baik. Usaha peternakan itik dapat memberikan keuntungan yang optimal bagi pemiliknya, maka perlu diperhatikan beberapa hal yang menyangkut manajemen pemeliharaan itik. Salah satu usaha yang mampu mengatasi adalah mengalihkan sistem pemeliharaannya ke sistem intensif dengan cara dikandangkan. Telah dikembangkan sistem
pemeliharaan intensif dengan kondisi pemeliharaan
minim air yaitu itik tidak diberi akses untuk berenang dan air disediakan hanya untuk kebutuhan minum. Itik Cihateup termasuk kedalam golongan unggas air. Pemeliharaan itik Cihateup dalam kondisi minim air akan menimbulkan cekaman panas karena suhu tinggi yang mengakibatkan terjadinya stres. Stres menyebabkan produksi glukokortikoid yang berupa hormon kortikosteron dan kortisol akan meningkat. Tingginya kadar hormon kortikosteron dan kortisol menyebabkan terjadinya proses glukoneogenesis semakin meningkat yaitu perombakan senyawa selain karbohidrat seperti lemak, protein, asam nukleat menjadi prekursor energi. Kondisi ini menyebabkan keseimbangan metabolisme nutrien terganggu. Dalam kondisi stress meningkatkan radikal bebas sehingga produksi asam-asam lemak dari peroksidasi lipid akan meningkat begitu pula dengan
penggunaan kolesterol sebagai prekursor hormon kortisol. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk penanganan stress agar kadar kolesterol dan trigliserida dapat menurun adalah dengan penambahan bahan aditif ke dalam ransum yang secara langsung dapat mempengaruhi metabolismenya. Salah satu bahan aditif yang dapat digunakan adalah kitosan iradiasi. Kitosan merupakan bahan aditif yang kaya akan kandungan Dglukosamin hasil proses deasetilasi kitin dalam bentuk amina polisakarida. Kitosan biasa ditemukan di eksoskeleton arthropoda, seperti cangkang kepiting dan udang. Kitosan iradiasi merupakan kitosan yang berasal dari proses iradiasi menggunakan sinar gamma 60Co. Sifat polikationik kitosan menyebabkan kitosan mampu mengikat lemak.
Kitosan diharapkan dapat menghambat penyerapan
lemak sehingga kolesterol dan trigliserida dapat menurun. Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu adanya penelitian mengenai penambahan kitosan iradiasi pada ransum itik untuk mengetahui efek kitosan iradiasi terhadap penurunan kadar kolesterol dan trigliserida darah itik Cihateup dalam kondisi pemeliharaan minim air.
1.2
Identifikasi Masalah Identifikasi masalah dalam usulan penelitian ini sebagai berikut : 1) Adakah pengaruh pemberian kitosan iradiasi terhadap kadar kolesterol dan trigliserida darah itik Cihateup dalam kondisi pemeliharaan minim air. 2) Berapa besar perbedaan kadar kolesterol dan trigliserida darah itik Cihateup yang diberi kitosan iradiasi dengan tanpa kitosan iradiasi dalam kondisi pemeliharaan minim air.
1.3
Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari usulan penelitian ini sebagai berikut : 1) Mengetahui pengaruh pemberian kitosan iradiasi terhadap kadar kolesterol dan trigliserida darah itik Cihateup dalam kondisi pemeliharaan minim air. 2) Mengetahui seberapa besar perbedaan kadar kolesterol dan trigliserida darah itik Cihateup yang diberi kitosan iradiasi dengan tanpa kitosan iradiasi dalam kondisi pemeliharaan minim air.
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian pengaruh pemberian kitosan iradiasi dan tanpa kitosan
iradiasi terhadap kadar kolesterol dan trigliserida darah itik Cihateup dalam kondisi pemeliharaan minim air dapat menjadi sumber pengetahuan bagi penulis dan pembaca, sebagai informasi ilmiah untuk penelitian selanjutnya dan memberikan informasi praktis bagi peternak.
1.5
Kerangka Pemikiran Itik Cihateup adalah itik yang berasal dari Desa Cihateup, Kabupaten
Tasikmalaya. Itik Cihateup merupakan salah satu kebanggaan peternak itik di Propinsi Jawa Barat, maka dari itu selain untuk melestarikan kekayaan fauna Jawa Barat, itik Cihateup juga memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan produksi daging dan telurnya sebagai sumber protein hewani. Beternak itik merupakan usaha yang dapat dikembangkan untuk mendapat keuntungan.
Selain diambil telurnya, itik juga merupakan unggas penghasil
daging. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi telur dan daging, itik sebaiknya dipelihara secara intensif dengan menggunakan kandang
tanpa digembalakan.
Usaha tersebut dapat mempermudah proses manajemen
pemeliharaan maka mulai dikembangkan proses pemeliharaan secara intensif dalam kondisi minim air. Kondisi minim air adalah kondisi dimana itik hanya disediakan air untuk minum namun tidak disediakan air untuk berendam dikolam. Proses pemeliharaan itik Cihateup dalam kondisi minim air dapat menimbulkan stress dengan suhu tinggi. Stres merupakan suatu respon biologis yang dapat menimbulkan ancaman dan mengganggu homeostasis pada ternak (Mohammad, 2014). Munculnya stres pada ternak unggas dapat menjadi pemicu munculnya berbagai macam penyakit, laju pertumbuhan dan produksi telur menurun dan berakhir dengan turunnya tingkat keuntungan. Rangkaian respon fisiologi tubuh itik akibat adanya cekaman panas dengan suhu tinggi diawali dengan pembentukan CRH (Corticotrophin Releasing Hormone) di hipotalamus.
Stimulus untuk peningkatan CRH adalah stres,
hipoglikemia (glukosa darah yang rendah), dan penurunan kadar glukokortikoid yang
bersirkulasi.
CRH
ini
akan
menstimulasi
pembentukan
ACTH
(Adrenocorticotropic Hormone) pada hipofisa anterior yang kemudian ACTH ini menginduksi pembentukan glukorkotikoid pada kelenjar adrenal korteks. Pelepasan glukokortikoid menimbulkan berbagai efek terhadap metabolisme normal tubuh, seperti gangguan sekresi hormon, pertahanan (imunitas) tubuh, pertumbuhan dan aktivitas reproduksi (Sugito dan Delima, 2009).
Hormon
kortikosteron dan kortisol diklasifikasikan sebagai glukokortikoid (Ozkan dkk, 2006). Keberadaan stres secara fisiologis dapat dideteksi dengan menggunakan ratio heterofil/limfosit (Maxwell and Robertson, 1998 dalam Tamzil, 2014), karena hormon yang meningkatkan stres disekresikan oleh kelenjar adrenal akan
meningkatkan ratio heterofil/limfosit (Gudev dkk, 2011 dalam Tamzil, 2014), maka ratio heterofil/limfosit yang meningkat merupakan indikasi stres yang meningkat pula (Cetin dkk, 2011 dalam Tamzil, 2014). Tolak ukur yang dapat dipergunakan untuk mengetahui tingkat stres pada unggas adalah konsentrasi kortikosteron dalam darah (Sohail dkk, 2010; Tamzil dkk, 2013). Ayam broiler yang menderita stres karena pengangkutan memperlihatkan peningkatan konsentrasi hormon kortikosteron yang sangat signifikan (Delezie dkk, 2007). Peningkatan kadar hormon stres seperti hormon glukortikoid pada unggas berpengaruh buruk pada kesehatan dan pertumbuhan ternak (Nesheim dkk, 2005; Etches dkk, 2008 dalam Tamzil, 2014), karena hormon ini menginduksi glukoneogenesis serta mengganggu fungsi kekebalan tubuh dan jaringan limfoid (Virden & Kidd, 2009 dalam Tamzil, 2014). Hormon lain yang ikut mengalami perubahan dengan peningkatan suhu tubuh adalah hormon tiroksin dan adrenalin. Aktivitas kedua hormon tersebut akan menurun pada suhu lingkungan tinggi (Etches dkk, 2008 dalam Tamzil, 2014). Kedua hormon ini sangat berperan dalam pengaturan suhu tubuh. Cekaman panas juga menyebabkan kadar Hb dan PCV menurun, sehingga berpengaruh pada berkurangnya asupan oksigen tubuh (Hilman dkk, 2000; Tamzil dkk, 2014 dalam Tamzil, 2014). Keadaan ini menjadi pemicu terjadinya kerusakan sel jaringan pada organ tertentu, baik berupa degenerasi maupun nekrosis.
Cekaman panas kronis pada suhu 40oC selama 1,5-2 jam
menyebabkan terjadi peningkatan suhu tubuh (suhu rektal), nilai hematokrit, perbedaan jumlah leukosit, rasio antara heterofil dan limfosit (Altan dkk, 2000; Tamzil dkk, 2014 dalam Tamzil, 2014). Disamping itu, juga terjadi perubahan mikroskopis pada jaringan hati dan ginjal yang merupakan organ yang
aktivitasnya selama
mengalami cekaman panas
meningkat terkait dengan
fungsinya sebagai organ detoksifikasi dan sekresi (Aengwanich & Simaraks 2004 dalam Tamzil, 2014). Perubahan fisiologis lain yang terjadi pada ayam broiler yang mengalami stres panas adalah secara mikroskopis pada jaringan hati ditemukan adanya degenerasi lemak dengan adanya vakuola, serta ditemukan adanya nekrosis dan infiltrasi sel-sel radang (Sugito dkk, 2007 dalam Tamzil, 2014). Glukoneogenesis adalah pembentukan glukosa dari sumber-sumber non karbohidrat seperti asam laktat, beberapa jenis asam amino, gliserol, dan beberapa jenis asam lemak. Proses ini bertujuan untuk mempertahankan kadar gula darah yang cukup disaat masa asupan karbohidrat terbatas, yaitu ketika asam laktat yang terbentuk
dalam
otot
diubah
kembali
menjadi
glukosa
dalam
hati.
Glukoneogenesis distimulasi oleh konsentrasi karbohidrat selular yang rendah dan penurunan gula darah. Kolesterol memainkan peranan yang kritis sebagai komponen utama dari membran sel dan sebagai prekursor hormon steroid. Selain itu juga sebagai prekursor asam empedu yang akan dibentuk di hati, disimpan di kantung empedu dan disekresi di usus yang nantinya akan berperan dalam penyerapan lemak (Larsen, 2003). Kolesterol yang disintesa di ubah menjadi jaringan, hormon, dan vitamin yang kemudian beredar ke dalam tubuh melalui darah, maka dari itu kadar kolesterol dalam darah perlu dijaga karena memiliki banyak manfaat untuk tubuh. Trigliserida mengandung tiga molekul asam lemak sehingga effisien untuk penyimpanan bentukan dari energi metabolik (Burtis, 2006). Trigliserida terdiri dari tiga molekul asam lemak yang diesterifikasi menjadi molekul gliserol. Trigliserida berfungsi untuk menyimpan asam lemak dan membentuk droplet
lemak yang besar di jaringan adiposa. Trigliserida yang disimpan di jaringan adiposa merupakan simpanan energi utama tubuh. Ketika trigliserida disimpan di jaringan adiposa maka akan dihidrolisa oleh hormon yang sensitif lipase menjadi asam lemak untuk menjadi tersedia sebagai sebuah substrat energi (Larsen, 2003). Cekaman panas karena suhu tinggi mengakibatkan ternak stress maka produksi glukokortikoid yang berupa hormon kortikosteron dan kortisol akan meningkat. Kortikosteron dan kortisol yang meningkat berperan pada peristiwa glukoneogenesis.
Dalam kondisi stress meningkatkan radikal bebas sehingga
produksi asam-asam lemak dari peroksidasi lipid akan meningkat begitu pula dengan penggunaan kolesterol sebagai prekursor hormon kortisol. Bila
kandungan
kolesterol
menyebabkan hiperkolesterolemia.
dalam
darah
meningkat
maka
akan
Hiperkolesterolemia adalah suatu kondisi
yang ditandai dengan tingkat kolesterol yang sangat tinggi dalam darah. Peningkatan kolesterol dalam darah disebabkan kelainan pada tingkat lipoprotein. Tingginya kadar kolesterol dalam tubuh menjadi pemicu munculnya berbagai penyakit (Sutedjo, 2006). Salah satu penyebab terjadinya hiperkolesterolemia sekunder terjadi akibat stres (Wiryowidagdo, 2002). Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menambahkan bahan aditif ke dalam ransum itik Cihateup. Salah satu bahan aditif yang dapat digunakan adalah kitosan iradiasi. Kitosan adalah kitin yang mengalami deasetilisasi yang diperoleh dari eksoskeleton hewan arthropoda. Walaupun bukan berasal dari tanaman tetapi mempunyai sifat seperti serat makanan yang merupakan polisakarida yang bersifat indigestible (Galaher dkk., 2000). Kitosan merupakan polimer glukosamin yang mengandung banyak gugus amino yang bermuatan positif yang mampu mengikat gugus bermuatan negatif
seperti asam empedu dan asam lemak (Sugano dkk., 1988). Kitosan dibentuk melalui proses deasetilasi kitin. Deasetilasi adalah proses pemutusan gugus asetil dari glukosamin, derajat deasetilasi menunjukan banyaknya gugus asetil yang putus dari gugus glukosamin dan jumlah presentase dari gugus amino pada struktur polimer. Semakin besar derajat deasetilasi maka semakin banyak kitosan yang terbentuk dari kitin, sehingga lebih mudah larut dalam asam encer (Shahidi dkk, 1999). Iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk pemakaian radiasi secara sengaja dan terarah atau proses yang kejadiannya berlangsung karena adanya perlakuan khusus terhadap suatu obyek yang dilakukan secara sengaja. Iradiasi yang dilakukan terhadap kitosan bertujuan untuk memutus bobot molekul suatu senyawa. Proses ini tidak menyebabkan perubahan struktur utama dari suatu senyawa yang diputus berat molekulnya. menggunakan
sinar
gamma
60
Co.
Radiasi
Proses iradiasi pada kitosan gamma
adalah
gelombang
elektromagnetik, yang sifat penetrasinya paling besar dan dapat dengan mudah menembus jaringan lebih dari 30 cm (Leswara, 2005). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan pemberian kitosan dalam kisaran 150 ppm pada ayam petelur fase layer dapat menurunkan profil kolesterol darah ayam petelur dengan hasil rataan 36,71±0,36 μL/dL (Pratita, 2016). Hasil penelitian lain menunjukan penggunaan 100-1000 ppm/kg ransum laju metabolisme, adaptasi dan respons fisiologiknya lebih baik, selain itu pertumbuhaan villi-villi pada ileum dengan pemberian 100 hingga 500 ppm/kg ransum (Xu dkk., 2013). Ayam yang diberi chitosan hingga 150 ppm per kg ransum daya cerna pakan, kecernaan nutrien dan performans meningkat, sehingga asupan dan efisiensi nutrien semakin tinggi (Huang dkk., 2005)
Berdasarkan uraian dalam kerangka pemikiran ini, dapat ditetapkan hipotesis bahwa pemberian kitosan iradiasi dapat menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah itik Cihateup pada kondisi pemeliharaan minim air.
1.6
Waktu dan Tempat Penelitian Percobaan telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Maret 2017 di
kandang percobaan Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Analisis kadar kolesterol dan trigliserida darah dilaksanakan pada bulan Maret 2017 di Laboratorium Fisiologi dan Biokimia Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.