I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Dari sisi penawaran
atau
agroklimatnya
produksi,
luas
memungkinkan
wilayah
Indonesia
pengembangan
dengan
berbagai
keragaman
jenis
tanaman
hortikultura, yang mencakup 323 jenis komoditas terdiri atas 60 jenis komoditas buah-buahan, 80 jenis komoditas sayuran, 66 jenis komoditas biofarmaka dan 117 jenis komoditas tanaman hias (Ditjen Hortikultura, 2008). Teknologi merupakan bagian dalam pembangunan pertanian untuk meningkatkan
produktivitas
dan
pendapatan
petani.
Mosher
(1966)
mengemukakan paling tidak terdapat 5 (lima) syarat mutlak yang harus dipenuhi agar pembangunan pertanian dapat tumbuh dan berkembang secara progresif, yaitu : (1) Adanya pasar bagi produk-produk agribisnis, (2) Teknologi yang senantiasa berubah, (3) Tersedianya sarana dan peralatan produksi secara lokal, (4)
Adanya perangsang produksi bagi produsen, dan (5) Adanya fasilitas
transportasi.
Perubahan teknologi, dalam arti semakin maju atau inovatif,
merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi agar sistem produksi cabai merah besar dan cabai merah keriting dapat berkembang. Teknologi baru yang dihasilkan dari kegiatan penelitian dan pengembangan, baik dalam rangka perbaikan dari teknologi yang sudah ada (technology innovation) atau penemuan
2 teknologi yang sama sekali baru (technology invention) merupakan salah satu sumber pertumbuhan produktivitas terpenting. Just dan Pope (1979) mengemukakan bahwa hampir setiap proses produksi terutama produksi pertanian, risiko produksi memainkan peranan yang sangat penting dalam keputusan alokasi penggunaan input, yang akhirnya berpengaruh pada tingkat produktivitas yang dicapai. Analisis risiko produksi yang dikembangkan oleh Just dan Pope sangat penting untuk kegiatan manajemen risiko produksi, yaitu untuk memutuskan apakah input produksi tertentu yang digunakan dalam kegiatan usahatani harus ditambah atau dikurangi. Dalam analisis risiko produksi perlu dilakukan analisis mengenai perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi. Analisis perilaku risiko produksi dapat dilakukan secara kuantitatif
maupun secara kualitatif.
Kumbhakar (2002)
memperkenalkan cara penghitungan secara kuantitatif tentang perilaku risiko produksi, sedangkan kajian perilaku risiko baik produksi maupun harga secara kualitatif dilakukan antara lain oleh (Bond dan Wonder, 1980; Robison dan Barry, 1987; serta Adiyoga dan Soetiarso, 1999). Debertin (1986) memperkenalkan cara penghitungan risiko harga secara kuantitatif dengan menggunakan model utilitas kuadratik. Pengetahuan dan pemahaman tentang perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi dapat memberikan dasar pemahaman yang baik tentang permasalahan produktivitas, terutama untuk usahatani komoditas bernilai ekonomi tinggi seperti halnya komoditas cabai merah. Lebih lanjut Kumbhakar (2002) mengemukakan
bahwa
mengabaikan
keberadaan
risiko
produksi
akan
3 menimbulkan bias terhadap estimasi parameter-parameter produksi dan efisiensi teknis sehingga dapat menimbulkan kesalahan penafsiran terhadap fenomena terjadinya penurunan produktivitas. Salah satu komoditas hortikultura potensial untuk dikembangkan adalah komoditas cabai merah, terutama cabai merah besar dan cabai merah keriting. Beberapa alasan penting melakukan penelitian pada komoditas cabai merah adalah: (1) Tergolong sebagai komoditas bernilai ekonomi tinggi (high economic value commodity) sehingga sangat potensial sebagai sumber pendapatan petani; (2) Adanya gejala pergeseran permintaan konsumen dari komoditas bernilai rendah (padi, palawija) ke arah komoditas bernilai ekonomi tinggi (hortikultura semusim) dalam literatur dinamakan “value ladder” atau struktur peningkatan nilai tambah pertanian (Daryanto, 2011); (3) Merupakan salah komoditas sayuran unggulan nasional dan daerah, sehingga berpotensi sebagai sumber pertumbuhan ekonomi; (4) Usahatani cabai merah bersifat intensif tenaga kerja, sehingga berpotensi untuk memecahkan masalah pengangguran dan kemiskinan di pedesaan; (5) menduduki posisi penting dalam menu pangan sebab walaupun diperlukannya dalam jumlah kecil (4 kg/kapita/tahun) namun hampir seluruh menu masakan di Indonesia menggunakan cabai merah, posisi cabai merah tidak dapat disubstitusi oleh komoditas lain; (6) Merupakan komoditas subtitusi impor dan promosi ekspor, sehingga dapat memperbaiki neraca perdagangan; (7) Gejolak harga komoditas cabai merah memiliki pengaruh yang cukup nyata terhadap tingkat inflasi; (8) Mempunyai daya adaptasi yang luas, dari lahan sawah dataran rendah hingga lahan kering dataran tinggi; (9) Kegiatan usahatani cabai
4 merah melibatkan tenaga kerja muda terampil di perdesaan yang selama ini tidak tertarik untuk terjun di sektor pertanian; (10) Mempunyai manfaat yang cukup beragam baik penyedap makanan, bahan baku industri, bahan obat tradisional dan manfaat kesehatan; dan (11) Memiliki beragam tujuan pasar, baik untuk pasar tradisional, pasar modern (supermarket), maupun untuk industri pengolahan. Komoditas cabai merah besar banyak dibudidayakan oleh petani baik secara tradisional maupun intensif baik pada agroekosistem lahan sawah dataran rendah maupun lahan kering dataran tinggi. Komoditas ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubtitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan, kaya akan vitamin dan mineral, serta sebagai bahan obat tradisional. Komoditas cabai merah besar dalam bentuk segar antara lain mengandung (Setiadi, 2008): kalori 31 kal, protein 1 gram, lemak 0.30 gram, karbohidrat 7.30 gram, kalsium 29 mg, fosfor 24 mg, besi 0.50 mg, Vitamin A 470 Sl, Vitamin B1 0.05 mg, Vitamin C 18 mg, Niacin, Capsaicin, Pektin, Pentosan, Pati, air. Manfaat cabai merah antara lain adalah sebagai bahan baku penyedap makanan dan berkhasiat untuk kesehatan.
Prajnanta (2002) mengidentifikasi
beberapa manfaat cabai merah, yaitu : (a) Rasa pedas pada cabai ditimbulkan oleh zat capsaicin bermanfaat untuk memperlancar peredaran darah, memperkuat jantung, nadi, dan saraf; mencegah flu dan demam; membangkitkan semangat dalam tubuh (tanpa efek narkotik); (b) Mengkonsumsi cabai secara teratur dapat menunda kerentaan tubuh; (c) Zat capsaicin ini juga mampu merangsang burung ocehan dan dapat merangsang ayam atau itik untuk bertelur; (d) Penderita penyakit tulang dapat disembuhkan setelah menggunakan krim capsaicin empat
5 kali sehari; (e) Capsaicin juga mengandung zat ekspektoran yang aktif meredakan batuk, mengencerkan lendir, serta meringankan penyakit asma dan bronkitis. Walaupun komoditas cabai merah tergolong mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, namun komoditas cabai merah menuntut pengelolaan usahatani secara intensif, memiliki risiko gagal panen tinggi dan produktivitas jatuh, dan memiliki karakteristik mudah rusak (perishable) sehingga dapat berdampak terhadap produksi dan pendapatan petani. Dalam pengembangan komoditas cabai merah sangat dipengaruhi demikian banyak faktor, baik faktor yang dapat dikendalikan petani (internal) maupun faktor yang tidak dapat dikendalikan petani (eksternal). Ketika menjelang musim panen raya dan terjadi intensitas hujan yang tinggi maka produksi dan kualitas cabai merah mengalami penurunan.
Terjadinya
serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) dan intensitas hujan yang tinggi menjelang musim panen merupakan risiko produksi yang harus dihadapi petani, karena terjadinya serangan OPT dan intensitas hujan tidak dapat ditentukan secara akurat pada saat awal tanam. Di samping itu, petani juga menghadapi risiko fluktuasi harga, baik yang disebabkan pada masalah pasokan, distribusi maupun kondisi permintaannya.
1.2. Perumusan Masalah Secara
umum
permasalahan-permasalahan
yang
dihadapi
dalam
pengembangan usahatani cabai merah, khususnya di sentra-sentra produksi cabai merah di Provinsi Jawa Tengah adalah belum terwujudnya ragam, kuantitas, kualitas, dan kesinambungan pasokan yang sesuai dengan permintaan pasar dan
6 preferensi konsumen.
Hal tersebut berkaitan dengan beberapa permasalahan
pokok sebagai berikut : (1) Pola pemilikan lahan yang sempit dan tersebar; (2) Sistem usahatani yang kurang intensif karena lemahnya permodalan petani; (3) Stagnasi teknologi budidaya yang tersedia; dan (4) Harga produk cabai merah sangat fluktuatif, bahkan dalam jangka pendek sekalipun. Permasalahan pokok dalam pengembangan usahatani cabai merah di Jawa Tengah adalah masalah penurunan luas areal panen, produksi dan produktivitas. Pada periode (2003-2007) terjadi penurunan luas areal panen cabai merah dari 172 ribu Ha (2003) menjadi 161 ribu Ha (2007) atau turun sebesar -6.57 persen pertahun. Pada periode yang sama produktivitas juga mengalami penurunan dari 6.07 ton/Ha (2003) menjadi 5.07 ton/Ha (2007) atau turun sebesar -9.05 persen pertahun.
Penurunan luas areal dan produktivitas menyebabkan penurunan
produksi cabai merah di Provinsi Jawa Tengah. Produksi cabai merah turun dari 149 232 ton (2003) menjadi 139 961 ton (2007) atau mengalami penurunan sebesar -5.52 persen pertahun (BPS Jateng, 2005-2007). Petani cabai merah menghadapi permasalahan pokok lainnya, yaitu masalah fluktuasi produktivitas dan harga cabai merah. Berdasarkan data rata-rata produktivitas di Provinsi Jawa Tengah pada periode (2003-2007) menunjukkan bahwa tingkat produktivitas cabai merah sangat berfluktuasi.
Nilai koefisien
variasi produktivitas cabai merah di Jawa Tengah pada periode (2003-2007) sebesar 38.29 persen. Demikian juga halnya dengan harga bulanan tingkat produsen di Jawa Tengah menunjukkan bahwa harga cabai merah sangat berfluktuasi.
Nilai
7 koefisien variasi harga bulanan cabai merah besar tingkat produsen di Jawa Tengah pada tahun 2006, 2007, dan 2008 secara berturut-turut sebesar 37.29, 29.20, dan 27.56 persen. Sedangkan untuk nilai koefisien variasi harga bulanan cabai merah keriting tingkat produsen di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2006, 2007, dan 2008 secara berturut-turut 49.26, 30.21; dan 38.34 persen.
Harga
berfluktuasi antar bulan dalam musim dan tahun yang sama, bahkan berdasarkan informasi harga di pusat-pusat pasar seperti di Pasar Induk Sengon Kabupaten Brebes dan Sub Terminal Agribisnis (STA) di Kuta Bawah, Kabupaten Purbalingga, serta STA di Sewukan Kabupaten Magelang harga cabai merah mengalami berfluktuasi secara harian. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani cabai merah di Provinsi Jawa Tengah menghadapi risiko produktivitas dan harga cabai merah yang moderat hingga tinggi. Bahkan pada periode Desember 2010 – Januari 2011 fluktuasi harga cabai merah meningkat sangat tajam dengan koefisien variasi jauh di atas 37 persen. Secara teoritis terdapat tiga sumber pertumbuhan produktivitas, yaitu perubahan teknologi (technological change/TC), peningkatan efisiensi teknis (technical efficiency, TE), dan skala usaha ekonomi (economic of scale/ES) (Coelli et al., 1998). Bokusheva dan Hockmann (2004) mengemukakan bahwa salah satu faktor yang menjadi penyebab turunnya produktivitas adalah terjadinya inefisiensi teknis. Banyak studi-studi di negara-negara berkembang yang mengkaji tentang tingkat efisiensi teknis dan penyebab terjadinya inefisiensi teknis, namun sebagian besar dari penelitian tersebut tidak mempertimbangkan faktor risiko produksi (Villano, et al., 2005).
Selanjutnya Ellis (1988)
8 mengemukakan bahwa besar-kecilnya alokasi penggunaan input-input produksi dalam usahatani sangat dipengaruhi oleh perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi. Kumbakhar (2002) telah mengemukakan bahwa produksi suatu komoditas dipengaruhi oleh efisiensi tidaknya dalam alokasi penggunaan input, ada tidaknya masalah in-efisiensi teknis yang berkaitan dengan kapabilitas manajerial petani, dan faktor risiko produksi dalam usahatani. Penurunan luas areal panen, produksi, dan produktivitas cabai merah yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah harus dilihat dari bagaimana para petani cabai merah baik cabai merah besar maupun cabai merah keriting mengalokasikan input produksi yang digunakan dalam kegiatan usahataninya.
Berdasarkan tinjauan
teoritis dan data sekunder maka masalah rendahnya produktivitas cabai merah di Provinsi Jawa Tengah dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut: stagnasi teknologi budidaya, masalah belum tercapainya efisiensi teknis dan inefisiensi teknis dalam mengalokasikan input-input yang digunakan, dan perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi yang selanjutnya berpengaruh terhadap alokasi penggunaan input-input produksi.
Tingkat alokasi penggunaan input
produksi oleh petani akan berpengaruh terhadap jumlah produksi yang dihasilkan, tingkat produktivitas, dan dapat memberikan gambaran mengenai tingkat efisiensi yang dicapai petani (Kumbhakar, 2002). Berdasarkan jenisnya, cabai merah yang paling dominan diusahakan adalah cabai merah besar dan cabai merah keriting. Kedua jenis cabai merah tersebut memiliki karakteristik yang berbeda baik dari aspek agronomi, ekonomi, preferensi konsumen, serta penggunaannya. Varietas yang banyak diusahakan
9 untuk cabai merah besar adalah Varietas Hot Biola, Hot Beauty, Hot Chili, Gada, Laras, Adipati, dan Krisna dan varietas unggul lokal TIT segitiga dan TIT Randu, TIT Super. Sementara itu, untuk cabai merah keriting adalah Varietas Tampar, TM 888, TM 999, Laris, Lado, Taro. Secara umum alokasi penggunaan input untuk cabai merah besar lebih tinggi dibandingkan cabai merah keriting, sehingga produktivitas cabai merah besar lebih tinggi dibandingkan cabai merah keriting. Dari aspek ekonomi jenis cabai merah keriting rata-rata memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan harga jual cabai merah besar. Dalam usahatani cabai merah, risiko produksi merupakan variasi output yang disebabkan oleh faktor eksternal, seperti perubahan iklim (kekeringan, kebanjiran), serangan OPT (beberapa jenis hama : Trips, Kutu daun, Tungau merah, Ulat, Kumbang, dan Lalat buah; beberapa jenis penyakit : antraknosa, bercak daun, busuk daun, gugur daun, busuk buah, penyakit keriting daun, dan penyakit layu daun atau layu tanaman), serta salinitas tinggi. Secara umum, petani cabai merah di Jawa Tengah menghadapi risiko produksi dan harga. Petani dalam mengahadapi risiko produksi dapat dikategorikan dalam tiga kelompok yaitu perilaku menghindari risiko produksi (risk averse), netral terhadap risiko produksi (risk neutral), dan perilaku berani mengambil risiko produksi (risk taker) (Ellis, 1988; Kumbhakar dan Lovell, 2000; dan Kumbhakar, 2002).
Ellis (1988) mengemukakan bahwa sebagian besar petani kecil di
kebanyakan negara berkembang berperilaku menghindari risiko produksi (risk averse). Perilaku petani menghindari risiko produksi menyebabkan alokasi penggunaan input tidak efisien, sehingga pada akhirnya berpengaruh terhadap
10 tingkat produktivitas usahatani. Beberapa studi mengemukakan bahwa petani kecil lebih cenderung berperilaku menghindari risiko produksi, sebab risiko produksi yang dihadapi jika terjadi kegagalan panen adalah tidak terpenuhinya kebutuhan keluarga, bahkan pada level subsisten sekalipun (Lipton, 1968; Ellis, 1988). Namun demikian, perilaku petani cabai merah yang tergolong sebagai komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi dalam menghadapi risiko produksi perlu di kaji secara empiris. Selain itu, risiko produksi yang dihadapi petani cabai merah besar dan cabai merah keriting dimungkinkan berbeda, karena adanya perbedaan perilaku petani serta eksis tidaknya kelembagaan kemitraan usaha. Perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi akan mempengaruhi keputusan petani mengenai seberapa besar alokasi input-input produksi yang akan digunakan dalam kegiatan usahatani cabai merah. Jumlah input produksi yang digunakan oleh petani yang berperilaku sebagai pengindar risiko produksi (risk averse) akan berbeda dengan jumlah input yang alokasikan oleh petani yang berperilaku sebagai berani mengambil risiko produksi (risk taker) (Ellis, 1988). Selanjutnya dikemukakan bahwa keengganan petani dalam mengalokasikan input produksi sesuai dengan paket rekomendasi disebabkan oleh kekawatiran petani terhadap risiko produksi, sehingga menyebabkan petani berproduksi secara tidak efisien. Terdapat kecenderungan bahwa petani cabai merah yang berperilaku sebagai berani menghadapi risiko produksi (risk taker) akan mengalokasikan input lebih tinggi, sehingga tingkat efisiensi dan produktivitas yang dicapai lebih tinggi.
11 Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat inefisensi produksi juga dipengaruhi oleh variabel sosial ekonomi dan demografi, seperti umur kepala keluarga (KK), jumlah anggota rumah tangga (ART), tingkat pendidikan kepala keluarga (KK), keikutsertaan dalam kelompok tani, keikursertaan dalam anggota koperasi tani, pengetahuan tentang teknologi budidaya, penyuluhan pertanian, pengalaman usahatani KK, pendapatan non pertanian (Battese dan Coelli, 1995; Dev dan Hossain, 1995; Wilson et al., 1998; Xu dan Jeffrey, 1998; Kurkalova dan Helen, 2000; Theingi dan Thanda, 2005; Msuya et al., 2005; dan Fabiosa et al., 2004). Faktor-faktor apa saja yang menjadi sumber inefisiensi teknis usahatani cabai merah di Provinsi Jawa Tengah perlu diuji secara empiris di lapang. Penelitian-penelitian tentang produktivitas, efisiensi dan risiko produksi pada usahatani komoditas hortikultura dapat dikatakan sangat terbatas. Bahkan studi efisiensi pada komoditas cabai merah yang memasukkan unsur risiko produksi belum ada. Secara empiris masalah produktvitas, efisiensi, dan masalah risiko baik risiko produksi maupun harga yang dihadapi petani komoditas cabai merah menurut jenis (cabai merah besar dan cabai merah keriting) belum terjawab dengan baik. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah sebagai berikut : 1.
Fenomena penurunan produktivitas cabai merah besar dan cabai merah keriting serta faktor-faktor apa yang menjadi determinan utama dalam upaya peningkatan produktivitas.
12 2.
Masih rendahnya efisiensi produksi cabai merah besar dan cabai merah keriting serta faktor-faktor apa yang menjadi determinan utama untuk meningkatkan efisiensi produksi dan menurunkan inefisiensi teknis.
3.
Tingginya fluktuasi produktivitas dan harga menyebabkan petani cabai merah besar dan cabai merah keriting dihadapkan pada risiko produktivitas dan harga.
4.
Bagaimana perilaku petani dalam menghadapi risiko produktivitas dan harga, serta strategi manajemen risiko yang dilakukan petani oleh petani.
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan pokok tersebut di atas, maka tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji efisiensi produksi komoditas cabai merah menurut jenis cabai merah. Secara khusus, studi ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produktivitas usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting. 2. Mengestimasi tingkat efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting. 3. Mengetahui faktor-faktor produksi yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting. 4. Mengkaji sumber-sumber penyebab terjadinya efek inefisiensi teknis dalam usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting. 5. Mengetahui faktor-faktor produksi yang mempengaruhi risiko produktivitas usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting.
13 6. Mengetahui perilaku petani cabai merah besar dan cabai merah keriting dalam menghadapi risiko produktivitas dan harga. 7. Mengetahui strategi manajemen risiko petani cabai merah besar dan cabai merah keriting dalam menghadapi risiko produktivitas dan harga.
1.4. Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang ditetapkan, maka penelitian ini diharapkan berguna : 1. Pada tataran ilmu pengetahuan, memberikan acuan model teoritis mengenai perilaku petani cabai merah besar dan cabai merah keriting terhadap risiko produktivitas, serta konsekuensinya terhadap alokasi penggunaan input, tingkat produktivitas, efisiensi teknis dan tingkat pendapatan usahatani. 2. Sebagai rujukan pemerintah dalam menetapkan kebijakan peningkatan efisiensi dan produktivitas cabai merah besar dan keriting yang didasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi produksi, sebaran efisiensi teknis dan alokatif, serta perilaku petani terhadap risiko produktivitas dan harga. Sehingga dapat dirumuskan upaya-upaya meningkatkan efisiensi produksi atau menurunkan inefisiensi teknis, terobosan inovasi teknologi baru, strategi manajemen risiko produksi, memperluas kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan petani. 3. Masukan bagi pelaku ekonomi terutama petani cabai merah sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan dalam alokasi penggunaan input produksi, mengelola usahatani secara lebih efisien, dan strategi manajemen
14 risiko baik risiko produksi maupun harga berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi sehingga efisien, produktif dan berdayasaing. 4. Bagi kalangan akademisi seperti mahasiswa, dosen dan peneliti merupakan bahan referensi maupun informasi bagi penelitian lebih lanjut secara lebih mendalam
dalam
komoditas
cabai
pengembangan merah
yang
metodologi efisien
maupun
produktif,
pengembangan
berdayasaing,
dan
berkelanjutan.
1.5. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memfokuskan pada aspek produksi di tingkat petani yang mencakup analisis efisiensi teknis, efisiensi alokatif, dan efisiensi ekonomi dengan memasukkan faktor-faktor inefisiensi dan unsur risiko prouktivitas. Kemudian dilakukan analisis perilaku risiko produktivitas pada usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting. Secara terpisah dilakukan analisis perilaku petani cabai merah dalam menghadapi risiko harga. Penelitian ini, juga dilengkapi kajian deskreptif kualitatif untuk menangkap aspek persepsi terhadap risisko, perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi dan harga, serta strategi manajemen risiko yang dilakukan petani dalam menghadapi risiko produksi dan harga. Dengan demikian, aspek di luar aspek produksi seperti aspek pengadaan sarana produksi, pemasaran, dan industri pengolahan, serta perdagangan luar negeri tidak tercakup dalam penelitian ini. Keterbatasan yang dijumpai dalam penelitian di lapang adalah jumlah petani cabai merah sangat menyebar antar lokasi, antar jenis cabai, antar agroekosistem,
15 antar petani mitra dan non mitra. Berkenaan dengan masalah tersebut, nilai efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi, serta perilaku risiko produktivitas secara kuantitatif yang dihasilkan hanya akan membandingkan antar jenis cabai merah besar dan cabai merah keriting.
Data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan data penampang lintang (cross section data) sehingga tidak dapat menangkap fenomena risiko produksi antar waktu, hal ini membawa konsekuensi menghasilkan variasi yang cenderung rendah (underestimate). Oleh karena itu, penelitian lanjutan yang dapat menangkap fenomena risiko produksi antar waktu dapat menggunakan data lengkap (panel data). Meskipun demikian penelitian ini secara terpisah telah menampilkan variasi produksi dan harga di tingkat petani selama tiga tahun. Selanjutnya penelitian ini lebih memfokuskan estimasi tingkat efisiensi teknis, efisiensi alokatif dan ekonomi berorientasi output. Penelitian hanya difokuskan untuk melihat kombinasi penggunaan input produksi dalam mencapai tingkat output maksimal dengan fungsi produktivitas translog, sedangkan pendekatan yang menggunakan konsep minimisasi biaya yang paling minimum dalam menghasilkan output yang optimal tidak menjadi fokus dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini dilakukan pendekatan Translog dengan
menggunakan Model Kumbhakar, karena fungsi produksi tersebut telah banyak digunakan oleh peneliti-peneliti terdahulu dan dipandang kompatibel dengan permasalahan yang diteliti, terutama terkait dengan efisiensi produksi, dampak penggunaan input terhadap risiko produktivitas, dampak penggunaan input terhadap inefisiensi teknis, serta perilaku petani dalam menghadapi risiko produktivitas.
16 Keterbatasan lainnya dalam penelitian ini, bahwa pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan konsep Stochastic Production Frontier (SPF) dengan memasukkan unsur risiko produksi dalam kondisi frontier dengan menggunakan Model Kumbhakar. Pendekatan dalam mengukur efisiensi lainnya seperti metode dekomposisi variabel efisiensi model Kopp and Diewert. Pendekatan efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis yang dikemukakan Farell, metoda Data Envelopment Analysis dan Total Faktor Productivity tidak dijadikan pilihan dalam melakukan estimasi nilai efisiensi teknis yang dicapai. Kesempatan untuk mengeksplorasi masing-masing pendekatan tersebut sangat terbuka, sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumber inspirasi bagi penelitian-penelitian lanjutan.
1.6. Kebaharuan Penelitian Penelitian tentang efisiensi produksi dan perilaku petani terhadap risiko produksi cabai merah masih sangat terbatas. Kajian tentang analisis usahatani dan pemasaran telah dilakukan (Sudaryanto et al., 1993); Lemlit, IPB, 1998; Agromedia, 2008).
Studi tentang analisis keunggulan kompetitif komoditas
unggulan hortikultura yang mencakup komoditas cabai merah juga telah dilakukan oleh Saptana et al. (2001).
Kajian tentang pemantapan model
pengembangan kawasan agribisnis sayuran sumatera (KASS) mencakup komoditas cabai merah juga telah dilakukan oleh (Saptana et. al., 2004). Pengembangan kelembagaan kemitraan usaha komoditas hortikultura di Sumatera Utara, Jawa Barat dan Bali juga mencakup komoditas cabai merah juga telah dilakukan oleh Saptana et. al. (2005). Sedangkan analis tentang pengembangan
17 kelembagaan partnership dalam pemasaran komoditas pertanian termasuk komoditas cabai merah telah dilakukan oleh Sayaka, et. al. (2008). Sementara itu, kajian tentang analisis faktor penentu tingkat efisiensi teknis usahatani cabai merah secara terbatas telah dilakukan oleh Sukiyono (2005). Terdapat lebih dari 50 studi efisiensi, sebagian besar adalah efisiensi untuk usahatani padi (29) dan beberapa komoditas non padi (21) dengan komoditas yang beragam dengan menggunakan frontier non-paramterik (8 studi) dan selebihnya (32) menggunakan frontier parametrik (Battese, 1992; Bravo-Ureta dan Pinheiro, 1993; dan Coelli, 1995). Beberapa studi oleh Tabor (1991), Erwidodo (1990) dan Trewin et al., (1995), Heny-Daryanto (2000), Sumaryanto (2001) dan Sumaryanto et al., (2003), serta Wahida (2005) menggunakan frontier stokastik untuk analisis efisiensi untuk usahatani padi.
Aplikasi model frontier untuk komoditas
hortikultura masih jarang ditemukan di Indonesia, hanya dijumpai pada usahatani cabai di Kecamatan Selupu, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu dengan variabel teknis dan sosial-ekonomi yang terbatas (Sukiyono, 2004). Penelitian yang menganalisis fungsi produksi dan besaran risiko produksi secara
simultan telah dilakukan Just dan Pope (1979), Hutabarat (1987),
Kumbhakar (1993), Hartoyo et al., (2004), Eggert dan Tveteras (2004). Para peneliti terdahulu menganalisis perilaku risiko produksi dengan mengasumsikan fungsi utilitas secara eksplisit. Model Kumbhakar (2002) dapat digunakan untuk menganalisis fungsi produksi, fungsi risiko produksi dan fungsi inefisiensi teknis secara simultan.
Model yang dikembangkan juga dapat digunakan untuk
mengkaji perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi. Model ini telah
18 diaplikasikan untuk mengkaji perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi terhadap alokasi input usahatani tembakau di Pamekasan dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas (Fauziyah, 2010). Kebaharuan dari penelitian ini adalah menggunakan fungsi produktivitas translog dengan struktur heterokedastisitas Model Kumbhakar untuk menganalisis secara lebih mendalam tentang pengaruh penggunaan input-input produksi terhadap pruktivitas, risiko produktivitas, dan inefisiensi teknis. Di samping itu, Model Kumbhakar dapat digunakan untuk menganalisis perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi atau produktivitas terhadap alokasi input yang digunakan dalam usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting di Provinsi Jawa Tengah. Di dalam penelitian ini telah dilakukan penggabungan input pupuk kimia menurut kandungan unsur haranya (N, P2O5, K2O) bukan pupuk menurut jenis dan merk dagangnya (Urea, ZA, TSP/SP-36, KCL, KNO3, NPK). Hal ini penting dilakukan karena secara agronomis dan fisiologis tanaman bahwa yang diserap oleh tanaman adalah jenis unsur haranya dan bukan jenis atau nama dagang dari pupuk kimia yang digunakan. Langkah ini juga sangat penting untuk menghindarkan adanya multikolinieritas antar jenis pupuk yang mengandung– unsur-unsur hara yang sama (Urea, ZA, KNO3 dan NPK; SP-36/TSP, NPK; KCL, KNO3 dan NPK). Secara terpisah penelitian ini juga menganalisis perilaku petani dalam menghadapi risiko harga cabai merah. Untuk dapat menjelaskan hasil analisis kuantitatif tentang risiko produksi dan perilaku petani terhadap risiko produksi
19 secara lebih mendalam, dilakukan kajian deskriptif kualitatif tentang persepsi petani cabai merah terhadap risiko produksi dan harga, perilaku petani cabai merah dalam menghadapi risiko produksi dan harga, serta strategi petani cabai merah dalam menghadapi risiko produksi dan harga.
Dengan demikian
diharapkan diperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang efisiensi produksi cabai merah, faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas usahatani cabai merah, faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani cabai merah, faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi inefisiensi teknis, perilaku petani cabai merah menghadapi risiko baik produksi maupun harga, dan strategi petani dalam menghadapi risiko baik risiko produksi maupun harga.