I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak memperhatikan aspek keberlanjutan dapat menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas dan kuantitas SDAL. Kerusakan SDAL seperti kerusakan ekosistem hutan dapat menyebabkan bencana alam yang akan merugikan manusia dan ekosistem secara keseluruhan. Pentingnya menjaga sumberdaya hutan dikarenakan hutan merupakan salah satu sumberdaya sangat penting yang memiliki berbagai fungsi esensial. Fungsi hidrologi merupakan salah satu fungsi hutan dengan beragam manfaat antara lain dapat menampung air hujan di dalam tanah, mencegah intrusi air laut yang asin, dan menjadi pengatur tata air tanah. Fungsi hutan lainnya secara ekologis adalah mencegah erosi dan banjir, menjaga dan mempertahankan kesuburan tanah, dan sebagai wilayah untuk melestarikan keanekaragaman hayati, sedangkan secara klimatologi hutan dapat mengatur iklim dan hutan berfungsi sebagai paru-paru dunia yang menghasilkan oksigen bagi kehidupan dan manfaat bagi manusia secara ekonomi adalah hasil hutan dapat dijual langsung atau diolah menjadi berbagai barang yang bernilai tinggi, membuka lapangan pekerjaan, dan menyumbang devisa negara dari hasil penjualan produk hasil hutan ke luar negeri. Ditinjau dari peran hutan yang sangat besar, maka apabila hutan mengalami kerusakan akan berdampak nyata bagi keberlangsungan kehidupan umat manusia dan lingkungan.
2
Taman Hutan Raya (Tahura) adalah suatu bentuk kepedulian pemerintah akan kelestarian lingkungan. Tahura merupakan daerah konservasi yang ditetapkan oleh pemerintah dengan tujuan agar kelestarian lingkungan dapat dicapai. Tahura adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa yang dimanfaatkan bagi kepentingan umum sebagai tujuan penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan, juga sebagai fasilitas yang menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi. Fungsi dari Tahura sendiri sebagai tempat perlindungan sistem penyangga kehidupan, pelestarian keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa asli dan atau bukan asli serta keunikan panorama alam dapat dimanfaatkan secara lestari untuk konservasi, koleksi, edukasi, rekreasi, dan secara tidak langsung dapat meningkatkan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, 2007). Fungsi Tahura sebagai penyangga kehidupan salah satunya adalah sebagai penyimpan cadangan air bersih. Fungsi tersebut merupakan fungsi hidrologis hutan sebagai tempat penampung air hujan di dalam tanah. Air hujan yang tersimpan dalam tanah akan menjadi suatu input alami air tanah yang dapat dimanfaatkan atau dikonsumsi manusia. Sekitar 97 persen air yang ada di bumi merupakan air laut yang tidak dapat dikonsumsi sebelum terlebih dahulu dipisahkan dari kandungan garamnya. Sekitar 3 persen adalah air tawar yang terbagi menjadi 0,3 persen air di permukaaan tanah; 30,1 persen air di bawah tanah; dan 68,7 persen berupa glasier. Air di permukaan itulah yang selama ini dimanfaatkan atau dikonsumsi manusia. Dari hanya 0,3 persen air permukaan, sebagian besar adalah air danau (87 persen), sekitar 11 persen adalah air payau, dan hanya 2 persen adalah air sungai (Ramli, 2011).
3
Manusia sangat membutuhkan air untuk kehidupan sehari-harinya, namun ketersediaan air bersih ini semakin menurun dari tahun ke tahun. Persediaan air yang
terbatas
seharusnya
membuat
masyarakat
lebih
efisien
dalam
menggunakannya. Salah satu kegiatan yang membutuhkan persediaan air adalah irigasi pertanian. Menurut Siwi (2006), meningkatnya konversi lahan sawah menjadi perumahan serta sektor industri dan jasa menyebabkan pasokan air yang layak untuk dimanfaatkan semakin langka. Pada tahun 1999-2000 kebutuhan air meningkat sebesar 10 persen/tahun dan tahun 2000-2015 diperkirakan meningkat sebesar 6,7 persen/tahun. Disisi lain ketersediaan air tahun 2000 hanya mencukupi 23 persen dari total kebutuhan penduduk dan tahun 2015 diperkirakan hanya mencukupi 12 persen. Dengan demikian, upaya peningkatan efisiensi dalam penggunaan air harus dilakukan. Selama pemanfaatan air masyarakat tidak dikenai biaya karena air tidak memiliki nilai pasar. Hal tersebut menyebabkan penggunaannya menjadi tidak efisien dan apabila air diberi harga, maka masyarakat diharapkan lebih efisien dalam menggunakannya. Fungsi Tahura selain sebagai penghasil sumberdaya air juga berfungsi sebagai tempat rekreasi, tempat penelitian, kawasan konservasi, penyerap karbon, dan penunjang perekonomian masyarakat sekitarnya. Apabila Tahura mengalami penurunan kualitas maupun kuantitas, maka akan berdampak secara tidak langsung kepada masyarakat sekitarnya. Contohnya, penurunan kualitas dan kuantitas Tahura menyebabkan kuantitas air yang dihasilkan semakin berkurang, sehingga menyebabkan pasokan air yang dimanfaatkan beberapa instansi dan kebutuhan sehari-hari masyarakat menjadi berkurang. Berkurangnya kuantitas air disebabkan karena menurunnya luas daerah resapan air. Kawasan Bandung Utara
4
sudah mengalami penurunan luas daerah resapan air akibat banyaknya pembangunan perumahan, sebelum terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya air Tahura yang berada di kawasan Bandung Utara. Apabila Tahura yang berada di kawasan Bandung Utara mengalami kerusakan maka akan semakin memperburuk kuantitas air untuk kawasan Bandung Utara, oleh sebab itu keberadaan Tahura tersebut harus dijaga kelestariannya agar sumberdaya air tetap dapat dimanfaatkan (Pikiran Rakyat, 2008). Tahura Ir. H. Djuanda merupakan Tahura yang berada di kawasan Bandung Utara dengan luas 526,98 Ha. Tahura tersebut memiliki potensi yang cukup besar dalam menghasilkan sumberdaya air, karena salah satu fungsinya adalah sebagai daerah resapan air. Pemanfaatan air oleh beberapa instansi dan masyarakat di sekitar daerah Tahura Ir. H. Djuanda merupakan suatu jasa lingkungan dari Tahura tersebut. Jasa sumberdaya air yang dihasilkan oleh Tahura ini dapat dimanfaatkan oleh siapa saja yang berada di sekitarnya. Pemanfaatan atas jasa sumberdaya air yang dilakukan oleh beberapa instansi dan masyarakat dilakukan tanpa mengeluarkan biaya sedikitpun karena dalam hal ini air dianggap tidak memiliki harga pasar, sehingga instansi dan masyarakat tersebut kurang efisien dalam memanfaatkan sumberdaya air yang dihasilkan oleh Tahura Ir. H. Djuanda. Keadaan tersebut dapat membahayakan kelestarian suplai air bagi masyarakat dimasa yang akan datang. Potensi jasa sumberdaya air yang ada di kawasan Tahura Ir. H. Djuanda sebenarnya dapat dihitung, sehingga diketahui berapa besar nilai jasa sumberdaya air yang dihasilkan. Nilai dari jasa sumberdaya air Tahura ini dapat dihitung dengan menggunakan metode Pembayaran Jasa Lingkungan/Payment for Environmental Services (PJL/PES). Dengan mengetahui
5
nilai jasa lingkungan dari sumberdaya air, maka dapat dilakukan langkah-langkah pengelolaan dan pemanfaatan air secara efisien dan lestari. 1.2
Perumusan Masalah Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda merupakan Tahura pertama di
Indonesia. Awal mulanya Tahura Ir. H. Djuanda merupakan hutan lindung dengan nama hutan Lindung Gunung Pulosari yang merupakan taman terbesar yang dibangun oleh pemerintah Hindia-Belanda di Indonesia. Saat itu Tahura Ir. H. Djuanda dijadikan sebagai kawasan pelestarian alam yang tersisa serta sebagai paru-paru Kota Bandung, yang juga memiliki potensi sebagai daerah resapan air. Tahura Ir. H. Djuanda memiliki potensi sebagai daerah resapan air dan penyedia air bersih yang dimanfaatkan oleh beberapa instansi dan masyarakat sekitar sumber air Tahura tersebut. Sumber air bersih yang dimanfaatkan oleh masyarakat dan beberapa instansi sekitar Tahura Ir. H. Djuanda dapat berasal dari mata air dan sungai yang mengalir di dalam kawasan Tahura Ir. H. Djuanda. Sungai yang mengalir dalam kawasan Tahura Ir. H. Djuanda adalah Sungai Cikapundung, dimana Sungai Cikapundung membentang sepanjang 15 km dan lebar rata-rata 8 m dengan debit air sekitar 3.000 m3/detik dan dimanfaatkan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Dago Bengkok. Salah satu mata air yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar Tahura Ir. H. Djuanda melalui Badan Pengelola Air Bersih Desa Ciburial (BPAB-DC) adalah mata air Seke Gede dengan debit air sebesar 360 liter/detik. Setiap pemanfaat yang memanfaatkan potensi
Tahura
Ir.
H.
Djuanda
berkewajiban
membayar
sebesar
Rp
6
500.000.000/10 tahun berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 25 Tahun 2008 tentang pengelolaan Tahura Ir. H. Djuanda. Saat ini kondisi sumberdaya air yang berada di Tahura Ir. H. Djuanda mulai mengalami penurunan baik itu secara kuantitas maupun secara kualitas, hal ini dapat dilihat dari hilangnya salah satu mata air yang berada dalam kawasan Tahura Ir. H. Djuanda. Total mata air yang berada di kawasan Tahura Ir. H. Djuanda berjumlah 21 mata air dan kini hanya berjumlah 20 mata air saja. Mata air yang hilang adalah mata air Seke Cikiih Kuda, mata air ini hilang karena tertimbun oleh longsor sedangkan mata air yang dimanfaatkan oleh masyarakat melalui BPAB-DC adalah mata air Seke Gede dengan debit sebesar 360 liter/detik. Debit mata air Seke Gede keadaannya sudah tidak memadai untuk dimanfaatkan oleh pelanggan BPAB-DC yaitu masyarakat Desa Ciburial, karena masyarakat kini harus bergiliran selama lebih kurang 2-3 hari dalam mendapatkan pasokan air bersih yang berasal dari mata air Seke Gede. Saat ini beberapa instansi dan pengelola air masyarakat memanfaatkan air secara gratis dari sumberdaya air Tahura Ir. H. Djuanda. Selama ini masyarakat serta instansi beranggapan bahwa air dianggap tidak memiliki nilai yang sangat berarti, namun pada kenyataannya apabila air dihitung secara ekonomi maka akan diketahui bahwa air sesungguhnya memiliki nilai yang sangat besar. Dengan demikian air yang merupakan jasa lingkungan memiliki nilai yang sesuai jenis dan kegunaannya. Jasa lingkungan yang dihasilkan oleh Tahura Ir. H. Djuanda berupa sumberdaya air yang sangat bermanfaat bagi kehidupan umat manusia dan umumnya dianggap tidak memiliki nilai karena sifatnya sebagai barang publik
7
atau sumberdaya milik bersama. Namun kenyataannya jasa lingkungan tersebut dapat diketahui nilainya dengan menggunakan penerapan Pembayaran Jasa Lingkungan/Payment for Environmental Service (PJL/PES), sehingga dapat diketahui besarnya nilai jasa lingkungan yang dimanfaatkan oleh instansi dan masyarakat sekitar Tahura Ir. H. Djuanda. Berdasarkan uraian di atas, beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian meliputi: 1.
Bagaimana pola pemanfaatan sumberdaya air di Tahura Ir. H. Djuanda?
2.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk membayar penggunaan air bersih dalam kawasan Tahura Ir. H. Djuanda?
3.
Berapa besarnya
kesediaan membayar (WTP)
masyarakat
terhadap
penggunaan air bersih yang berasal dari dalam kawasan Tahura Ir. H. Djuanda? 4.
Berapa besarnya nilai ekonomi dari jasa sumberdaya air yang terdapat dalam kawasan Tahura Ir. H. Djuanda?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian yaitu:
1.
Menganalisis pola pemanfaatan sumberdaya air di Tahura Ir. H. Djuanda.
2.
Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar dalam penggunaan air bersih di kawasan Tahura Ir. H. Djuanda.
3.
Mengestimasi besarnya kesediaan membayar (WTP) masyarakat terhadap penggunaan air bersih yang berasal dari kawasan Tahura Ir. H. Djuanda.
4.
Mengestimasi besarnya nilai ekonomi dari jasa sumberdaya air yang terdapat dalam kawasan Tahura Ir. H. Djuanda.
8
1.4
Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1.
Bagi penulis, menjadi sarana untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan serta salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
2.
Bagi masyarakat dan pemerintah, penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran lebih lengkap tentang pentingnya peranan keberadaan hutan sebagai kawasan dalam pengelolaan sumberdaya air, kawasan pelestarian alam, dan rekreasi.
3.
Bagi pengelola Tahura Ir. H. Djuanda, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi nilai sumberdaya air yang terdapat dalam kawasan Tahura Ir. H. Djuanda.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Wilayah penelitian adalah kawasan di sekitar Tahura Ir. H. Djuanda dan
Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Responden dalam penelitian adalah masyarakat melalui BPAB-DC yang memanfaatkan sumberdaya air di kawasan Tahura Ir. H. Djuanda, PDAM Tirtawening Kota Bandung, dan PLTA Dago Bengkok. Penelitian difokuskan kepada pola pemanfaatan jasa sumberdaya air Tahura Ir. H. Djuanda, faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam membayar penggunaan air Tahura Ir. H. Djuanda. Besarnya kesediaan masyarakat dalam pembayaran kelestarian lingkungan Tahura
9
Ir. H. Djuanda serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dan nilai ekonomi potensial sumberdaya air Tahura Ir. H. Djuanda.