BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya sudah berlangsung sejak manusia itu ada. Salah satu kegiatan manusia dalam usaha memenuhi kebutuhan tersebut adalah memerlukan adanya pasar sebagai sarana pendukungnya. Pasar merupakan tempat kegiatan ekonomi yang termasuk salah satu perwujudan adaptasi manusia terhadap lingkungannya. Hal ini didasari atau oleh faktor perkembangan ekonomi yang pada awalnya hanya bersumber pada problem untuk memenuhi kebutuhan hidup ( kebutuhan pokok ). Pasar
adalah tempat dimana terjadi interaksi antara penjual dan pembeli. Pasar di
dalamnya terdapat tiga unsur, yaitu penjual, pembeli dan barang atau jasa yang keberadaanya tidak dapat dipisahkan 1. Pertemuan antara penjual dan pembeli menimbulkan transaksi jual-beli, akan tetapi bukan berarti bahwa setiap orang yang masuk ke pasar akan membeli barang, ada yang datang ke pasar hanya sekedar bermain semata atau ingin berjumpa dengan seseorang guna mendapatkan informasi tentang sesuatu. Dalam kajian ini akan dibahas salah satu pasar tradisional yang ada di Kota Medan, yaitu Pasar Titipan. Pasar Titipapan ini terletak di tempat yang strategis yaitu di pinggir Jalan Yos Sudarso yang menghubungkan antara Kota Medan dengan Belawan, sehingga pasar ini selalu ramai dikunjungi orang. Pasar ini juga merupakan pasar satu-satunya yang ada di Kelurahan Titipapan.
1
Philip Kotler, Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan dan Pengendalian, Jakarta: Erlangga, 1988, hal. 18
Universitas Sumatera Utara
Di dalam aktivitas pasar terjadi tukar menukar barang dan jasa serta terbentuknya harga. Sehubungan dengan itu, pasar dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu pasar nyata dan pasar abstrak 2. Pasar Titipapan termasuk dalam golongan pasar nyata dimana kegiatan operasional pasar, kegiatan penawaran, permintaan, proses transaksi jual beli dan kegiatan pembayaran terjadi secara nyata dan dapat dilihat secara umum. Berbeda dengan pasar abstrak menunjukkan ketidaknyataan kegiatan operasional jual beli barang dan jasa, mereka menjual barang dagangannya tidak langsung dalam arti sejumlah barang yang akan diperjualbelikan tidak ikut hadir pada saat pemasaran dan kegiatan tawar-menawar terjadi. Penjual hanya menunjukkan beberapa contoh barang bahkan ada pula yang hanya memberi gambaran volume, kualitas barang dengan selembar brosur, ataupun hanya dengan kata-kata dan cerita saja. Dalam hal ini, Pasar Titipapan termasuk salah satu contoh pasar tradisional 3, karena dalam interaksi antara penjual dan pembeli masih dapat ditemukan tawar menawar mengenai harga, suatu hal yang tidak dapat ditemukan lagi di dalam pasar modern. Pasar ini mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakat, karena pasar ini dapat dikatakan sebagai pintu gerbang yang menghubungkan masyarakat sekitar dengan masyarakat lainnya. Pasar Titipapan juga berfungsi sebagai ajang tempat pertemuan diantara sesama pembeli, pedagang, dan antar warga kelurahan lainnya. 2
Ibid, hlm.174
3
Pasar tradisional adalah pasar yang dalam pelaksanaannya bersifat tradisional dan ditandai dengan pembeli serta penjual yang bertemu secara langsung. Ciri-ciri Ciri Ciri Pasar Tradisional, yaitu: Proses jual-beli melalui tawar menawar harga, Barang yang disediakan umumnya barang keperluan dapur dan rumah tangga, Harga yang relatif lebih murah, Area yang terbuka dan tidak ber-AC, dan Area yang terlihat kotor dan becek. Sedangkan Pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang- barang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh dari pasar modern adalah pasar swalayan dan hypermarket, supermarket, dan minimarket.
Universitas Sumatera Utara
Para pedagang yang ada di Pasar Titipapan terdiri dari pedagang ikan, sayuran, daging, pakaian, sembako dan segala perlengkapan rumah tangga mereka ditempatkan di tempat yang sudah disediakan. Selain itu, terdapat juga pedagang makanan dan minuman yang berupa kioskios kecil hingga grosir dan pedagang eceran. Para pedagang ini berasal dari dalam maupun luar daerah Kelurahan Titipapan yang terdiri dari berbagai etnis, misalnya Melayu, Minang, Jawa, Batak Toba, Batak Karo, dan Cina. Dengan latar belakang yang berbeda-beda, para pedagang memiliki sikap untuk saling bersosialisasi dalam menuju kesatuan yang utuh. Seluruh pedagang berbaur dan melakukan persaingan secara sehat tanpa ada konflik yang terjadi. Mereka juga merasa senasib sepenanggungan yang mempunyai kepentingan yang sama. Pembeli yang datang berkunjung ke Pasar Titipapan ini berasal dari berbagai kelurahanan yang ada di Kecamatan Medan Deli dan ada juga yang datang dari Kecamatan Medan Marelan. Berangkat dari sini maka dapat disimpulkan bahwa fungsi pasar, terutama pasar tradisional bukan hanya sebagai tempat transaksi jual-beli, tetapi juga sebagai media komunikasi antara warga masyarakat desa yang bermukim di sekitar pasar. Pasar menjadi media sosial yang menghubungkan komunikasi antar manusia di suatu daerah. Selain itu, pasar merupakan suatu lokasi yang menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat. Tidak terkecuali Pasar Titipapan yang telah melahirkan lahan pekerjaan baru yang dimanfaatkan oleh masyarakat, seperti dijumpai tukang becak atau ojek, kuli penarik gerobak, tukang parkir, penjual Koran dan tukang semir sepatu. Hal ini menandakan Pasar Titipapan mempunyai peranan yang penting dalam mengurangi pengangguran yang ada di sekitarnya. Terlepas daripada itu, dilihat dari historis Pasar Titipapan ini adalah pasar tradisional yang sudah ada sejak zaman Kolonial Belanda. 4 Akan tetapi, tidak diketahui secara pasti tahun 4
Wawancara, Asnah, Simpang Titipapan Kelurahan Titipapan, 18 Febuari 2013.
Universitas Sumatera Utara
berapa pasar itu mulai ada dengan arti pertama kali terjadinya transaksi jual beli ditempat tersebut. Lokasi pasar Titipapan ini sebelum pindah ke Simpang Titipapan, lokasinya terletak di pinggiran Sungai Deli yang tidak jauh dari tempat yang sekarang. Jadi, secara otomatis pasar ini beroperasi di pinggiran Sungai Deli. Dalam sejarah di Sumatera Timur 5 (yang sekarang menjadi bagian dari Sumatera Utara), transportasinya erat kaitannya dengan sungai. Sungai mempunyai peranan yang sangat penting, karena di sepanjang jalur ini penduduk bermukim dan melakukan aktivitas pertaniannya. Selain itu, melalui sungai hubungan dengan dunia luar terutama perdagangan yang dilakukan di sungai. Sungai-sungai di Sumatera Timur
semuanya berawal dari pegunungan Bukit Barisan dan
bermuara ke Selat Malaka, di bagian Utara yakni di Langkat, Deli dan Serdang, serta Asahan, sungai-sungai umumnya pendek dan dangkal 6.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, Sungai Deli merupakan sungai yang terpenting di Cultuurgebied 7. Meskipun sungainya tidak besar dan relatif dangkal, merupakan hulu dari pelabuhan terbesar di Sumatera Timur, yaitu Belawan. Para pedagang membawa barang dagangannya dengan sampan dan rakit, dan di sini produsen membeli hasil pertanian dari 5
Terdapat dua bentuk transportasi yang digunakan di Sumatera Timur hingga awal abad ke-20, yaitu transportasi melalui air dan darat. Transportasi air dilakukan pada sungai-sungai yang dapat dilayari dengan menggunakan rakit, sampan, maupun kapal. Transportasi darat dilakukan di atas jalan-jalan raya dengan menggunakan tenaga hewan, manusia dan kendaraan bermotor, serta kereta api pada jalur-jalur yang tersedia. 6
Edi Sumarno, “Pertanian Karet Rakyat Sumatera Timur (1863-1942)” Tesis S-2, belum diterbitkan, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1998, hal.52-53. 7
Daerah Cultuurgebied yakni daerah yang berada di daerah Selatan Sumatera Timur yang mencakup Simalungun Bawah, Batu Bara, Asahan, dan Labuhan Batu. Selain Sungai Deli yang penting di daerah Cultuurgebied juga ada Sungai Wampu dan sungai Langkat di Langkat, Sungai Serdang, Sungai Bedagai, dan Sungai Padang di Deli dan Serdang, Sungai Asahan, Sungai Bilah, dan Sungai Panai di Asahan.
Universitas Sumatera Utara
penduduk dengan menggunakan kapal yang lebih besar untuk diangkut ke Pelabuhan Belawan. Akan tetapi menjelang akhir abad ke-20 lambat laun jalur transportasi air mulai ditinggalkan penduduk. Mereka lebih memilih menggunakan jalur darat, yaitu kereta api terutama untuk mengangkut hasil pertanian onderneming. Berdasarkan gambaran tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa sebagian penduduk di pinggiran Sungai Deli pada saat itu masih menggunakan transportasi air, meskipun jumlahnya tidak sebanyak sebelumnya. Dengan begitu, lahirnya Pasar Titipapan dilatarbelakangi oleh adanya aktivitas di pinggiran Sungai Deli yang hingga awal abad ke-20 masih ada. Aktivitas tukar-menukar antar penduduk inilah yang melatarbelakangi lahirnya pasar. Pertukaran barang dan jasa yang dilakukan setiap harinya mengakibatkan perkembangan yang luar biasa, dan akhirnya penduduk sekitar menyebut Pasar Titipapan 8. Perkembangan pasar ini berdampak pada jumlah pedagang yang semakin bertambah, sehingga pinggiran sungai itu tidak dapat menampung para pedagang. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa hingga tahun 1990-an pasar itu berdiri di pinggiran Sungai Deli, yang sebagian tanahnya termasuk tanah milik Pekerjaan Umum (PU) Kotamadya Medan. Karena pasar ini menjadi ramai, sehingga para pedagang menyebar luas ke tanah milik warga dengan cara membayar sewa tanah. Pada awal tahun 1993 pihak PU melakukan penggalian Sungai Deli dan melakukan pembuatan benteng agar air sungai tidak meluap seperti yang telah sering terjadi 9. Hal ini mengakibatkan pedagang yang ada di Pasar Titipapan kehilangan tempat untuk meletakkan barang dagangannya. Walaupun begitu para
8
Asal usul penamaan Pasar Titipapan berasal dari penduduk setempat yang letaknya di Kelurahan
Titipapan, Medan Deli. 9
Wawancara, Anwar, 30 Juli 2013, Kantor Pasar Titipapan, Kelurahan Titipapan.
Universitas Sumatera Utara
pedagang masih berjualan di sekitar tanah milik warga yang disewa, sehingga keadaan pasar semakin penuh sesak dan sempit. Melihat kondisi itu, Pemerintah Kotamadya Medan mendirikan pasar yang baru yang letaknya tidak jauh dari pasar yang lama. Pemerintah mendirikan sebuah bangunan yang dikelilingi pagar beton dan di dalamnya terdapat beberapa toko, kios, dan meja-meja untuk para pedagang Pasar Titipapan. Pemerintah Kotamadya Medan juga membuatkan pos keamanan, tempat pembuangan sampah yang memenuhi syarat, dan beberapa kamar mandi. Akan tetapi setelah bangunan selesai perpindahan lokasi ini menyebabkan banyak pedagang mengeluh, dengan alasan menurunnya hasil penjualan. Tempat Pasar Titipapan yang baru ini diresmikan pada tahun 1997 oleh Bachtiar Djaafar sebagai Wali Kotamadya Medan pada masa itu. Persoalan di atas mempunyai cerita sendiri untuk dikaji bahwa sebelum dan sesudah pemindahan lokasi memiliki cerita yang berbeda. Di samping itu, tulisan yang membahas mengenai pasar tradisional khususnya di Kecamatan Medan Deli belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang mengkaji soal pasar tradisional pernah dilakukan, antaralain oleh Harry dalam skripsi S-1 (USU) “Sejarah Perkembangan Pasar Inpres Belawan (1975-1980). Cakupan spasial dalam kajian ini bersifat lokal, yakni Kelurahan Titipapan sebagai satu bagian dari kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Deli. Batasan temporal adalah dari tahun 1993-2000, bahwa pada tahun 1993 pertumbuhan pedagang yang ada di Pasar Titipapan melonjak pesat, Proyek Umum (PU) Kotamadya Medan melakukan pembuatan benteng (tanggul) Sungai Deli sehingga mengakibatkan pedagang kehilangan tempat untuk meletakkan barang dagangannya. Pada periode ini tempat Pasar Titipapan yang baru mulai dibangun Pemerintah Kotamadya Medan yang diresmikan pada tahun 1997. Sementara itu, skop temporal
Universitas Sumatera Utara
penulisan diakhiri pada tahun 2000 disebabkan pedagang secara keseluruhan sudah meninggalkan lokasi pasar yang lama yang berada dipinggir Sungai Deli.
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan awal dari setiap proses penelitian ilmiah. Tanpa adanya rumusan masalah maka sebuah penelitian tidak akan mempunyai kegunaan. Rumusan masalah adalah inti dari setiap rencana penelitian ilmiah karena masalah inilah yang menentukan layak atau tidak sebuah penelitian untuk dilakukan. Untuk merumuskan suatu masalah, seseorang harus mengetahui apa yang dimaksud dengan masalah itu sendiri. Masalah adalah ungkapan rasa ingin tahu tentang sesuatu hal dalam bentuk pertanyaan. Permasalahan ada apabila terdapat suatu perbedaan dengan apa yang seharusnya ada. Misalnya, sesuatu yang diharapkan berbeda dengan apa yang terjadi pada kenyataan, maka akan timbul suatu masalah untuk dipertanyakan. Penelitian ini membahas mengenai pasar tradisional dengan judul “Pasar Titipapan Sebelum dan Sesudah Direlokasi Pemerintah Kotamadya Medan (1993 - 2000)”. Permasalahan yang dibicarakan dalam kajian ini terangkum dalam pertanyaan: 1. Bagaimana keadaan Pasar Titipapan sebelum direlokasi Pemerintah Kotamadya Medan. 2. Bagaimana proses relokasi dan pengelolaan Pasar Titipapan. 3. Apa perubahan yang dirasakan masyarakat terhadap relokasi dan pengelolaan Pasar Titipapan.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan dan Manfaat Sesuai dengan pokok rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini mempunyai tujuan menggambarkan tentang: 1. Keadaan Pasar Titipapan sebelum direlokasi Pemerintah Kota Madya Medan 2. Proses relokasi dan pengelolaan Pasar Titipapan 3. Perubahan yang dirasakan masyarakat terhadap relokasi dan pengelolaan Pasar Titipapan Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menambah koleksi sumber sejarah lokal Kota Medan dan khususnya di Kelurahan Titipapan 2. Sebagai referensi bagi masyarakat umum dalam mengetahui sejarah Pasar Titipapan 3. Agar pemerintah lebih meningkatkan perhatiannya terhadap pasar tradisional yang ada di Kota Medan
1.4 Tinjauan Pustaka Sesuai dengan judul skripsi ini Pasar Titipapan Sebelum dan Sesudah Direlokasi Pemerintah Kotamadya Medan (1993 - 2000)”, penulis menggunakan literatur mengenai kajian sejarah pasar tradisional. Dalam kajian ini selain melakukan penelitian ke lapangan, peneliti juga menggunakan beberapa literatur kepustakaan berupa buku-buku dan laporan sebagai bentuk studi kepustakaan yang dilakukan selama penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Berkaitan dengan kajian yang dilakukan, sedikitnya ada beberapa buku yang digunakan. Buku yang pertama adalah karangan Basu Swasta dan Ibnu Sukotjo dengan judul “Pengantar Bisnis Modern” (2002), buku ini menjelaskan pasar adalah suatu wadah transaksi sosial dan kebudayaan, dimana yang dipertukarkan bukan saja barang dan jasa, melainkan juga nilai-nilai, norma-norma sosial yang dimiliki para pedagang dan pembeli yang terlibat dalam transaksi tersebut. Buku ini akan menjadi landasan bagi penulis untuk menjabarkan norma dan nilai seperti apa yang terdapat antara pedagang dan pembeli begitu juga didalam lingkungan Pasar Titipapan itu sendiri. Menurut Philip Kotler, dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Pemasaran (analisis, perencanaan dan pengendalian)” (1988), dijelaskan bahwa sebuah pasar terdiri dari pelanggan potensial dengan kebutuhan atau keinginan tertentu yang mungkin mau dan mampu untuk ambil bagian dalam jual beli guna memuaskan kebutuhan atau keinginan tersebut. Karena itu besar kecilnya suatu pasar tergantung pada jumlah orang yang menunjukkan kebutuhan, mempunyai sumber daya yang menarik bagi orang lain, dan mau menyediakan sumber daya tersebut untuk memperoleh apa yang mereka inginkan. Buku ini menjadi sebuah landasan bagi penulis dalam mengkaji aktifitas Pasar Titipapan. D. H. Penny yang diterjemahkan oleh Ace Partadiredja, dkk yang berjudul “Kemiskinan Peranan Sistem Pasar” (1990). Buku ini menjelaskan mengenai semua harga baik untuk komoditas maupun sarana-sarana produksi di dalam pasar dapat dikatakan bersifat fleksibel. Perubahan harga terjadi secara cepat juga bisa sangat mencolok. Pedagang yang ingin mewujudkan suatu transaksi yang potensial, akan membuat analisis yang cermat tentang keinginan-keinginan pembeli dan berusaha menyediakan apa saja yang dibutuhkan. Biasanya seorang pembeli akan memilih barang yang berkualiatas dengan harga yang layak dan akan
Universitas Sumatera Utara
senang bila mendapatkan pelayanan yang cukup baik. Dengan teori ini dijadikan landasan bagi penulis untuk mengkaji dan membandingkan bagaimana harga-harga komoditi yang ada di Pasar Titipapan. Menurut Marius P. Angipora, dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Pemasaran, (1999) menjelaskan perilaku konsumen dikemukakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi para konsumen untuk melakukan pembelian terhadap setiap barang atau jasa di dalam usaha memenuhi kebutuhan dan keinginan yang bersangkutan. Pengaruh-pengaruh tersebut berasal dari latar belakang budaya, sosial, pribadi, pisikologis dan ekonomis yang secara keseluruhan langsung atau tidak akan mempengaruhi sikap pembelian 10. Buku ini sebagai dasar untuk mengetahui
sikap konsumen terhadap pemenuhan kebutuhan dan aktivitas jual beli serta
bagaimana hubungan antara penjual dan pembeli yang ada di Pasar Titipapan. Sejarah Perkembangan Pasar Inpres Belawan (1975-1980). Skripsi sarjana yang di tulis Harry menceritakan perkembangan pedagang kaki lima yang ada di pasar tersebut mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pada tahun 1970, pasar ini mendapatkan bantuan dari pemerintah yang mengakibatkan Pasar Belawan ini berubah namanya menjadi Pasar Inpres Belawan. Skripsi ini menjadi acuan dan perbandingan bagi penulis dalam melakukan penelitian apa yang menyebabkan Pasar Titipapan direlokasi Pemerintah Kotamadya Medan.
1.5
Metode Penelitian
Metode sejarah yang umum digunakan dalam ilmu sejarah ada empat tahapan, yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Heuristik adalah pengumpulan sumber-sumber
10
Marius P. Angipora, SE, Dasar-Dasar Pemasaran, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999,
hlm.114.
Universitas Sumatera Utara
yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Metode yang dilakukan di dalam heuristik ini adalah studi pustaka (library research) dan studi lapangan (field research). Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah sumber tertulis, yakni berupa arsip, laporan, dokumen, skripsi, tesis, disertasi, dan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini, yang terdapat di Pemerintah Kota Medan Sumatera Utara, Kantor Dinas Pasar Kota Medan, dan Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Studi lapangan adalah penelitian yang dilakukan langsung ke lokasi objek penelitian. Metode yang digunakan adalah melakukan wawancara terhadap informan-informan yang mengetahui tentang masalah di dalam penelitian tersebut. Informan sering juga disebut dengan sumber. Sumber terbagi dua, sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah informan yang mengetahui secara langsung dan terlibat di dalam peristiwa sejarah yang diteliti, sedangkan sumber sekunder adalah informan yang mengetahui peristiwa sejarah secara tidak langsung hanya melalui atau mendengar cerita dari pelaku sejarah tersebut. Setelah semua sumber-sumber yang diperlukan terkumpul maka tahapan selanjutnya dilakukan verifikasi atau disebut juga dengan kritik sumber. Dalam hal ini, dilakukan uji keabsahan tentang keaslian sumber yang dilakukan melalui kritik ekstern dan keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas) yang ditelusuri melalui kritik intern. Saat penelitian yang dilakukan maka pengujian atas asli dan tidaknya sumber, dilakukan dengan cara menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang ditemukan. Sedangkan kritik intern adalah menguji kelayakan dan kebenaran sumber-sumber tersebut bagi masalah penelitian yang dilakukan. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa kesaksian dalam sejarah merupakan faktor paling menentukan
Universitas Sumatera Utara
sahih dan tidaknya bukti atau fakta sejarah. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan pengelompokkan sumber dan membandingkannya dengan sumber yang lain. Tahapan selanjutnya adalah interpretasi atau yang sering disebut juga dengan analisis sejarah. Dalam hal ini, ada dua metode yang digunakan, yaitu analisis dan sintesis. Analisis berarti menguraikan, sedangkan sintesis berarti menyatukan. Dengan kata lain interprestasi adalah membuat analisis dan sintesis terhadap data yang telah diverifikasi. Hal ini dilakukan agar sumber-sumber tersebut menjadi satu hubungan dan berkaitan antara satu dengan yang lain hingga membentuk sebuah fakta yang valid. Menganalisa sumber-sumber yang diperolah ini akan melahirkan analisa baru yang sifatnya lebih objektif dan ilmiah dari objek yang diteliti. Dengan kata lain, tahapan ini dilakukan dengan menyimpulkan kesaksian atau sumber informasi yang dapat dipercaya dari bahan-bahan yang ada. Fase terakhir dalam metode sejarah adalah historiografi. Historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan 11. Penulisan hasil penelitian sejarah hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian dari awal (fase perencanaan) sampai dengan akhir (penarikan kesimpulan). Dalam kajian ini penulisannya dilakukan secarah ilimiah dan objektif, juga akan menggunakan aspek sistematis dan kronologis. Penyajian penelitian ini secara garis besarnya terdiri atas tiga bagian, yakni pengantar, hasil penelitian, dan kesimpulan. Dengan ini diharapkan struktur penulisan Pasar Titipapan Sebelum dan Sesudah Direlokasi Pemerintah Kotamadya Medan (1993 – 2000) diungkapkan secara jelas, logis, dan utuh.
11
Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah, Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2007, hlm.76.
Universitas Sumatera Utara