PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok sebagian besar penduduk Indonesia
dan bagi lebih dari setengah penduduk dunia. Untuk memenuhi permintaan yang
terus meningkat pemerintah terus bempaya meningkatkan produksi beras, melalui program ekstensifikasi clan intensifikasi budidaya tanaman padi. Kedua usaha itu membawa Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984 (Departemen Pertanian, 1988). Selama pembangunanjangka panjang tahap pertama (PJPT I) peningkatan produksi bems melalui program intensifikasi lebih berarti dibanding dengan melalui program ektensifikasi. Luasan panen yang pada tahun 1969 (awal PJPT I)8 juta hektar baru meningkat menjadi I l juta hektar pada tahun 1993 atau meningkat sebesar 35%. Sedangproduksi meningkat dari 18.01juta ton menjadi 48 2 juta ton gabah kering giling atau rneningkathampir sekitartiga kali lipat. Peningkatan produksi itu sebagian besar diperoleh melalui program intensifikasi (Warta Pertanian, 1994). Luasan lahan intensifikasi pada awal PJPT I masih sangat sempit, yaitu dari 8.01 juta hektar luas panen yang telah intensifikasi baru rnencapai sekitar 2.1 juta
hektar. Perkembangan luasan tanaman padi intensifikasi sangat pesat sehingga pada tahun 199 1 luas lahan intensifikasi itu menjadi berbalik komposisinya, yaitu dari hasan panen sekitar 10.19juta hektar yang sudah menjadi lahan intensifikasi sekitar 8.64
juta hektar (Warta Pertanian, 1994). Luas lahan intensifikasi itu akan terus
berkembang. Pelaksanaan usaha ektensifikasi dan intensifikasi itu menghadapi banyak kendala, di antaranya adalah serangan hama dan penyakit. Terdapat sekitar 100 spesies serangga yang menyerang tanaman padi, 20 spesies di antamnya menyebabkan kerusakan berarti. Penggerek batang padi tennasuk serangga hama penting yang menyebabkan kerusakan ekonomis pada tanaman padi di Indonesia dan di negerinegeri Asia lainnya (Pathak, 1968; Soehardjan dan Iman, 1980) Di Indonesia terdapat enam jenis penggerek batang padi, yaitu penggerek batang padi kuning, Scirpophaga incertulas Walker (Lepidoptera: Pyralidae), penggerek batang padi putih, Scirpophaga innotata Walker (Lepidoptera: Pyralidae), penggerek batang padi merah jambu, Sesamia fnferens Walker (Lepidoptera: Noctuidae), penggerek batang padi bergaris, Chilo suppressalis Walker (Lepidoptera: Pyralidae), penggerek batang padi berkepala hitam, Chilo polych~susMeyrick (Lepidoptera: Pyralidae) dan penggerek batang padi berkilat, Chilo auricilius Dudgeon (Lepidoptera: Pyralidae). Keenam spesies itu adalah hama penting pada tanaman padi, namun penggerek batang padi putih merupakan hama yang paling penting atau paling merusak di antara keenam spesies tersebut (van der Laan, 1959; Soenardi, 1964; Kalshoven, 1981; Sosromarsono, 1990). Penggerek batang padi putih (PBPP) menyerang tanaman padi pada semua fase pertumbuhan tanaman, menimbulkan gejala sundep pada fase pertumbuhan vegetatif dan beluk pada fase pertwnbuhan generatif. Pada awal abad ini PBPP
3 menyebabkan kerusakan tanaman @ di jalur pantai utara Jawa, sehingga penduduk di daerah itu menderita kelaparan. Teknik pengendalian dengan pengunduran masa tanam di awal musim hujan, yang ditemukan oleh van der Goot (1925) efektif mengendalikan ngengat yang muncul dari larva diapause. Namun pada permulaan
tahun 1990 PBPP mengganas kembali di jalur pantai utara Jawa Barat, yaitu menyerang sekitar 75 ribu hektar dan menyebabkan kehilangan produksi padi sekitar 40% atau senilai 60 milyar rupiah (Oka,1991; Priyanto dan Soenajo. 1992). Diperkirakan hama itu di masa-masa yang akan datang masih merupakan ancaman terhadap kelestarian produksi padi di jalur pantai utara Jawa Barat. Salah satu ciri usaha pertanian intensif adalah penggunaan pupuk yang cukup banyak. Tiga unsur hara malcro yang sering digunakan dalam program intensifikasi tanaman padi adalah nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Pemberian ketiga macam pupuk i& cenderung semakin meningkat. Pupuk N dan P diketahui mempunyai pengaruh positif, sedang K diperkirakan mempunyai pengaruh negatif terhadap perkembangan penggerek batang padi. Tanaman p d i yang dipupukN, jaringannya menjadi lebih sukulen dan lebih banyak mengandung protein. Larva penggerek batang padi bergaris Chilo suppressalis dan penggerek batang padi kuning Scirpophaga incertulas yang memakan tanaman itu perkembangannya lebih baik dari pada tanaman yang tidak dipupuk. Larva lebih berhasil menggerek, bobot larva dan daya bertahan hidup larva lebih tinggi, masa perkembangan larva lebih pendek, serta telur yang diletakkan oleh ngengat betina lebih
banyak (Israel, 1967;~ u n a k a t dan a Okamoto, 1967;Man-,
1975).
Pemupukan N dosis tinggi dapat meningkatkan perkembangan penggerek batang padi bergaris, dan dapat meningkatkan jumlah telur yang diletakkan sarnpai tujuh kali daripada yang tidak dipupuk N (Ishii, 1964; Pathak, 1968), sedang pemupukan P tidak berpengaruh nyata terhadap perkembangan larva penggerek batang pad^ (Wirano clan Ishii, 1959),tetapi berpengaruh baik terhadap serapan N oleh tanaman padi (De Datta, 1981).
Berbeda dengan pengaruh pemberian pupuk N dan P, pemberian pupuk K yang cukup tinggi diperkirakan &pat melindungi tanaman padi dari serangan hama
dan penyakit, termasuk serangga penggerek batang padi (Soepardi, 1991). Ketersediaan hara K di lapisan olah tanah sawah sangat beragam. Hasil pemetaan status K tanah sawah di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa kandungan K terekstraksi atau tersedia berkisar dari sangat rendah (17 ppm K) sampai sangat tinggi (675 ppm K) (metode ekstraksi arnonium asetat 1 N) (Adiningsih, 1984;Soepartini et al.,1990). LembagaPenelitianTanah (1977)membagi status K tanah sawah terekstraksi
-
-
(metode ekstraksi HC125%) atau tersedia ke dalam lima kelas yaitu 0 10,>10 20,
-
-
-
-
-
> 20 40,>40 60 dan > 60 mg K,O/ 100 g tanah atau 0 80,80 160,160 320,
320 - 480,dan > 480 ppm K,berturut-turut sebagai kandungan K tersedia sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Status K tanah sawah di Jawa pada tahun 1990 adalah 13.4% (489 524 ha) pada tingkat sangat rendah, 25.4% (964 374
ha) rendah, 36% (1 325 879 ha) sedang, 13.5% (49 078 ha) tinggi, 10.4% (37774
5
ha) sangat tinggi (Soelaartini et al., 1990). Serangan PBPP di daerah persawahan jalur pantai utara Jawa mulai musim tanam 198911990 meliputi Kabupaten Bekasi, Karawang, Indramayu, Subang dan
Cirebon. Pemetaan status K yang dilakukan oleh Soepartini dan Widati (1995)pada keempat daerah persawahan itu menunjukkan bahwa K tersedia rendah masingmasing dengan luasan 28 960, 41 690,2638 dan 4 600 hektar (total seluas 78 ribu hektar atau 16.83%); sedang dengan luasan 29 358, 19 919,47456,25 594 dan
19 461 hektar (total seluas 141 788 hektar atau 30.63%), dan tinggi dengan luasan 28 475,46 541,39 540,89 561,dan 39 096 hektar (total seluas 243 213 hektar atau 52.54%). Pemberian pupuk K sebanyak 150 kg K,O per hektar sawah di samping pupuk N dan P dapat meningkatkan produksi padi dari 4.6menjadi 5.3 ton gabah kering giling (Partohardjono et al., 1983) Penelitian pengaruh K terhadap serangan PBPP telah dilakukan oleh van der Goot (1925)tetapi tidak dilaporkan hasihya Sehingga sampai saat ini belum tersedia data yang cukup mengenai pengaruh ham K terhadap pertumbuhan dan perkernbangan penggerek batang padi putih (PBPP). Maka untuk itu perlu dilakukan penelitian secara mendalam.
Rumusan Masalah Tanarnan padi yang tumbuh pada tanah sawah dengan status K berbeda mengakibatkan jumlah serapan K berbeda. Menurut Buckman dan Brady (1964)
6
serapan K oleh tanaqan tergantung pada kandungan K tersedia bagi tanaman. Semakin banyak kandungan K tersedia semakin banyak pula jumlah K yang diserap oleh tanaman. Kecendemgan ini ia sebut sebagai konsumsi berlebih ( l m u y conrumption). Menurut Grimme (1985) K diserap padi sawah lebih banyak dari N
bahkan dapat mencapai lebih dari dua kali jumlah serapan N. Kalium adalah unsur hara makro esensial bagi semuajenis tanaman. Di ddam sel-sel jaringan tanaman, K berfungsi sebagai aktivator enzim-enzim dalam reaksi sintetik, meningkatkan permeabilitas rnembran sel, dan mengatur metabolisme air. Dalam reaksi biosintetik, ion K di dalam jaringan tanaman berperan meningkatkan sintesis gula dari senyawa anorganik (air dan asam arang) dalam proses fotosintesis, gula sederhana menjadi polisakarida, sintesis asam amino, sintesis asamasam amino menjadi polipeptida atau protein, sintesis lignin dan selulose (Kock dan Mengel, 1974; Kemler, 1980; Marschner, 1986). Peningkatan kandungan K total dalam jaringan tanaman padi dapat meningkatkan serapan silikat (Takijima et al., 1959; Mubekti, 1980). Tanaman padi yang ditanam pda tanah yang dipupuk K dengan dosis berbeda diperkirakan akan meng-
hasilkan jaringan tanaman dengan kandungan silika total berbeda. Dari dua macam peranan K di atas diketahui bahwa ion K yang diserap tanaman padiberpengaruh terhadap kandungan fitokimia yaitu gula pereduksi, gula total, asam amino esensial, protein total, dan silika total di dalam jaringannya, yang kemudian berpengaruh terhadap perkembangan PBPP yang memakan tanaman padi
7
itu. Kandungan senyawa fitokimia dalam fase pertumbuhan vegetatif dan fase pertumbuhan generatif diperkirakan be*.
Perbedaan kandungan senyawa fitokimia
tersebut itu diduga akan mempengaruhl pertumbuhan dan perkembangan PBPP yang memakan tanaman pa& tersebut. Oleh sebab itu, pengaruh makanan berupa tanaman pa& yang berumur be*
dan yang tumbuh pada tanah yang diberi pupuk K berbe-
da terhadap pertumbuhan dan perkembangan PBPP perlu dipelajari dengan seksama. Selain itu ion K di dalarnjaringan tanaman dapat meningkatkan sintesis lignin
dan selulose, serta meningkatkan serapan silikat. Ketiga senyawa kimia itu dapat mempengaruhi kekerasan jaringan tanaman padi. Pada kekerasan tertentu diperkirakan tanaman padi sulit digerek oleh larva PBPP. Dengan demikian pengaruh pupuk K terhadap kekerasan jaringan tanaman padi perlu dipelajari. Pada metabolisme air tanaman, K berperan &lam meningkatkan serapan air melalui akar tanaman dan menghambat hilangnya air melalui transpirasi. Dalam penghambatan hilangnya air melalui transpirasi, K berperan dalam meningkatkan turgor sel penutup stomata. Pada kondisi tanaman kekurangan air, sel penutup akan menutup stomata (Kock dan Mengel, 1974; Kemler, 1980).
Kahat K, khususnya pada tanah media tumbuh yang kekurangan air mengakibatkan tidak terterkendalinya kehilangan air melalui transpimi. Pada kondisi demikian terjadi p e n m a n kandungan air jaringan tanaman dan penurunan kandungan air
itu memicu pembentukan senyawa sekunder asam absisat (abscisic acid = ABA) (Kock dan Mengel, 1974; Kemler, 1980; Marschner, 1986). Peningkatan kandungan
ABA dalam jaringan tanaman padi yang diakibatkan oleh kekuranp air dan K pada
tanah media tumbuhnya terhadap perkembangan PBPP belum diketahui dan perlu diteliti.
Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan memahami perhmbuhan dan perkernbangan penggerek batang padi putih Scirpophaga innotata Walker yang makan dan hidup di dalam tanaman padi yang ditamm pada tanah dengan kandungan K tersedia dalam kisaran
sangat rendah sarnpai tinggi.
Hipoteais Tanaman padi yang diberi pupuk K dengan dosis berbeda akan mempunyai pengaruh berbeda terhadap perhmbuhan dan perkembangan penggerek batang @
putih yang memakannya.