PENDAHULUAN
Ayam bukan ras (Ayam Buras) merupakan salah satu sumber plasma nutfah hewan Indonesia. Ayam buras yang dikembangkan masyarakat Indonesia memiliki karakteristik yang relatif homogen. Ayam - ayam tersebut diberi nama berdasarkan nama daerah atau ciri khas yang dimilikinya. Potensi ayam bukan hanya pada produksi daging dan telurnya namun ada beberapa bangsa pada unggas yang dipelihara untuk tujuan kesenangan.
Sesuai dengan fungsinya
sebagai hewan kesayangan, beberapa kelompok ternak ayam dipelihara untuk dinikmati keindahan bulu atau bentuk tubuhnya, kemerduan suaranya, keunikan bentuk tubuhnya, untuk menghilangkan kejenuhan, dan menghilangkan stres. Suara pada ayam dapat dijadikan sebagai penanda individu karena setiap individu mempunyai karakteristik suara yang berbeda. Suara kokok pada ayam jantan merupakan salah satu potensi yang bernilai ekonomi. Ternak ayam yang memiliki suara khas dikelompokkan sebagai ternak ayam penyanyi dan memiliki kisaran harga yang cukup tinggi, bahkan satu ekor ayam penyanyi setara dengan satu unit mobil mewah tergantung dari kualitas dan keunikan suaranya. Ayam penyanyi memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Beberapa jenis ayam lokal tipe penyanyi yang ada di Indonesia yaitu ayam Kokok Balenggek (AKB) dari Sumatera Barat, ayam Pelung dari Jawa Barat, serta ayam Bekisar dari Jawa Timur. Di propinsi Sulawesi Selatan terdapat ayam Lokal yang memiliki karakter kokok yang khas. Ayam tersebut dikenal dengan nama ayam Gaga’. Ayam Gaga’ termasuk dalam kategori unggas yang dilindungi, keberadaannya masih
1
langka, dan termasuk salah satu plasma nutfah ternak khas Sulawesi Selatan. Ayam Gaga’ dahulu hanya dipelihara dan berkembang biak di lingkungan bangsawan Bugis sebagai simbol status sosial. Secara fisik, baik perawakan maupun bulunya ayam Gaga’, hampir sama dengan ayam Kampung. Keunikannya terdapat pada suara di penghujung kokok yang terdengar seperti suara ketawa manusia sehingga dikenal sebagai ayam Ketawa. Bioakustik merupakan ilmu yang mempelajari karakteristik suara, mulai dari organ penghasil suara, fungsi suara, fisiologi suara, dan analisis suara. Dibandingkan dengan ilmu lainnya, kajian bioakustik belum berkembang dengan baik. Sound Forge Xp 10 merupakan salah satu perangkat lunak komputer yang dapat digunakan dalam menganalisis suara dan sering digunakan dalam proses penyuntingan musik. Parameter yang menjadi penilaian pada kontes ayam Gaga’ yaitu durasi kokok dan jumlah suku kata yang dihasilkan tiap tipe ayam Gaga’ yang diperlombakan. Proses penjurian kontes ayam Gaga’ pada umumnya didasarkan atas ketajaman indra pendengar dari juri kontes ayam Gaga’, sehingga tingkat keakuratan hasil kontes masih rendah. Salah satu kendala bagi usaha pelestarian ayam Gaga’ asal Sulawesi Selatan yaitu kurangnya informasi dan penelitian ilmiah mengenai sifat bioakustik dari ayam tersebut. Selain itu proses penjurian pada kontes ayam Gaga’ masih sangat bersifat subjektifitas dan belum terukur secara kuantitatif. Tujuan penelitian ini diharapkan dapat; 1) mengetahui karakter bioakustik ayam Gaga’ agar dapat dijadikan informasi dasar untuk penggolongan ayam
2
Gaga’ menjadi ayam tipe penyanyi serta informasi untuk pelestarian dan pemuliaan ayam Gaga’, 2) meningkatkan kualitas penjurian kontes ayam Gaga’ Kegunaan penelitian ini yaitu hasil yang diperoleh dapat dijadikan sebagai 1) informasi tentang karakteristik dan kualitas bioakustik ayam Gaga’, 2) membantu proses penjurian saat kontes ayam Gaga’.
3
TINJAUAN PUSTAKA Mengenal Ayam Buras Ayam buras merupakan hasil domestikasi dari jenis ayam hutan merah. Martojo (1992) menyatakan bahwa nenek moyang ayam buras yang ada di Indonesia berasal dari ayam hutan merah (Gallus gallus).
Pendapat tersebut
diperkuat oleh Crawford (1990) yang menyatakan bahwa ayam hutan merah (Red jungle Fowl) merupakan nenek moyang dari ayam domestikasi (Gallus gallus domestikus) saat ini. Pendapat tersebut didasarkan pada hasil penelusuran bahwa ayam buras Indonesia memiliki jarak genetik yang lebih dekat dengan ayam hutan merah (Gallus gallus) dibandingkan dengan ayam hutan hijau (Gallus varius).
Namun demikian, adanya impor berbagai jenis bangsa ayam ke
Indonesia, sejak zaman Hindia Belanda mengakibatkan keaslian genetik ayam lokal tercemar sehingga diperkirakan ayam Buras
yang ada sekarang hanya
memiliki gen asli sebanyak 50%. Ayam hutan merah di Indonesia ada dua macam yaitu ayam hutan merah Sumatera (Gallus gallus gallus) dan ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus javanicus) (Mansjoer, 1981). Tipe- Tipe Ayam Buras 1. Tipe ayam Buras Petelur Ayam Buras petelur adalah ayam-ayam Buras betina yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Umumnya produksi telur ayam Buras tidak sebanding dengan produksi telur ayam Ras. Beberapa ayam Buras yang memiliki produksi
4
telur tinggi diantaranya yaitu ayam Arab 190-250 butir/tahun, ayam Cemani 215 butir/tahun, dan ayam Sentul 13-20 butir/periode (Rusfidra, 2004). 2. Tipe Ayam Buras Pedaging Tipe pedaging pada ayam Buras dapat diketahui dari kemampuan ayam tersebut mengonversi pakan menjadi daging. Beberapa ayam Buras penghasil daging yaitu ayam Nunukan, ayam Pelung, dan ayam Bangkok (Jatmiko, 2001). 3 Tipe Penyanyi / Suara Ayam lokal yang potensial sebagai ayam penyanyi adalah ayam Pelung, ayam Kokok Balenggek, dan ayam Bekisar. Ke-3 bangsa ayam lokal tersebut memiliki suara kokok merdu, enak didengar, dan masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda satusama lainnya. a. Ayam Kokok Balenggek (AKB) Ayam Kokok Balenggek (AKB) merupakan ayam penyanyi yang berasal dari Sumatera Barat. Populasi AKB berkembang di Kecamatan Payung Sakaki dan Tigo Lurah, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. AKB merupakan hasil persilangan antara ayam hutan merah (Gallus gallus) dengan ayam buras (Gallus domesticus). Menurut legenda dan cerita yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dari Kecamatan Payung Sakaki Kabupaten Solok, AKB merupakan turunan dari ayam yang menjadi binatang kesayangan anak Nagari pada zaman kerajaan Minangkabau dahulu. Kini AKB sudah dipelihara oleh masyarakat di luar habitatnya di Kecamatan Payung Sakaki Kabupaten Solok dan menyebar ke berbagai kabupaten dan kota di Sumatera Barat, bahkan sudah banyak yang dipelihara ke luar Propinsi
5
Sumatera Barat. Pada umumnya ayam ini dipelihara sebagai ayam hias/hewan kesayangan yang dikandangkan dan diperlakukan secara khusus seperti hewan kesayangan lainnya (Rusfidra, 2005). Berdasarkan ukuran tubuhnya AKB dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu a) AKB yang berukuran besar dan penduduk di lokasi habitat aslinya menyebut sebagai ayam Gadang, b) ayam Ratiah yaitu ayam yang berukuran lebih kecil. Untuk memperkenalkan AKB kemasyarakat di luar Sumatera Barat, ayam ini biasanya juga dibawa sebagai materi/produk unggulan di bidang peternakan Sumatera Barat dalam berbagai kesempatan yang dilaksanakan secara nasional seperti di Jakarta dan tempat-tempat lainnya. Karakteristik khas AKB adalah suara kokoknya yang bertingkat-tingkat, bersusun-susun dari 3-21 suku kata atau lebih. Pengelompokan suku kata kokok AKB menjadi tiga bagian, yaitu kokok depan, kokok tengah dan kokok belakang. Kokok depan dimulai dari suku kata pertama, kokok tengah terdiri dari suku kata kokok kedua dan ketiga, dan kokok belakang dihitung dari suku kata keempat sampai suku kata terakhir. Kokok bagian belakang disebut lenggek kokok (Rusfidra, 2005). b. Ayam Pelung. Ayam Pelung berasal dari Kecamatan Warungkondang, Kab. Cianjur. Ayam jenis ini mulai dipelihara dan dikembangkan tahun 1850 oleh para bangsawan dan ulama. Berdasarkan penelusuran ilmiah, ayam Pelung diduga merupakan turunan ayam hutan merah yang terdapat di Pulau Jawa. Hal ini kemudian diperkuat oleh riset molekuler yang dilaporkan oleh Fumihito, dkk
6
(2003) yang menyatakan bahwa ayam domestik yang berkembang sekarang di seluruh dunia berasal dari turunan ayam hutan merah (Gallus gallus) (Jatmiko, 2001). Dengan
semakin
bertambahnya
penggemar
ayam
Pelung
maka
penyebarannyapun semakin meluas ke berbagai daerah sekitar Bandung, Bogor, Sukabumi, dan daerah lainnya. Kontes ayam pelung juga semakin marak diadakan baik oleh institusi pemerintah maupun inisiatif perhimpunan penggemar ayam pelung (Achmad, 2005). Ayam Pelung memiliki suara kokok merdu. Suara kokoknya sangat khas, mengalun panjang, besar, dan mendayu-dayu. Durasi kokok ayam Pelung cukup panjang, dapat mencapai waktu 10 detik bahkan lebih. Dengan kemampuan durasi kokok yang panjang ayam Pelung dapat dikelompokkan kedalam ayam berkokok panjang (long crow fowl) (Achmad, 2005). c. Ayam Bekisar Ayam Bekisar adalah hasil perkawinan antara ayam hutan hijau jantan (Gallus varius) dan ayam kampung/ayam buras betina (Gallus gallus domesticus). Ciri-ciri khusus dari ayam Bekisar yang paling menonjol adalah bentuk bulu leher yang ujungnya bulat/lonjong bukan lancip
(Fumihito,
Miyake, Takada, Shingu and Endo, 1994). Menurut Sarwono (1995) Ayam Bekisar memiliki suara kokok melengking dan sangat keras, bahkan suara kokoknya masih dapat terdengar sejauh 1 mil. Ayam Bekisar biasanya memiliki suara kokok berirama, lurus, dan panjang. Kokoknya terdiri atas dua bagian, yaitu kokok depan dan
7
belakang.
Suara depan memiliki nada rendah, besar, tebal, panjang, dan
bersih, sedangkan kokok belakang memiliki nada tinggi, tebal, panjang, lurus, dan bersih. Ayam Gaga’ Tipe Ayam Penyanyi Asal Sulawesi Selatan Ayam Gaga’ merupakan plasma nutfah ternak unggas Indonesia dan termasuk ayam Buras lokal tipe penyanyi asal daerah kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan yang masih alami dan belum ada informasi ilmiah untuk karakter genetiknya. Ayam Gaga’ berbeda dengan ayam kampung yang selama ini dikenal oleh masyarakat umum. Namun secara fisik ayam tersebut hampir sama dengan ayam lainnya. Di daerah asalnya (Sidrap, Kab. Sulawesi-Selatan) ayam ini disebut Ayam Gaga’, tetapi karena suara kokoknya seperti orang ketawa, maka ayam ini biasa juga disebut Ayam Ketawa. Ayam Gaga’ menyebar dari daerah Sidrap keseluruh wilayah Sulawesi Selatan bahkan saat ini, penyebaran ayam Gaga’ sampai lintas pulau yaitu Jawa dan Kalimantan. Hal tersebut disebabkan karena adanya kontes ayam Gaga’ yang sering dilakukan sehingga memikat hati para pencinta ayam Gaga’ untuk dipelihara sebagai ayam Penyanyi. Ayam Gaga’ dipelihara berdasarkan dari kesukaan para peternak baik dari segi warna bulu, postur tubuh, dan karakteristik suara. Jenis-Jenis Ayam Gaga’ a. Berdasarkan warna Bulunya;
Jenis ayam Bakka, yaitu ayam Gaga’ yang warna dasar putih mengkilap dengan dihiasi warna hitam, oranye, merah dan kaki hitam atau putih.
8
Jenis ayam Lappung, yaitu ayam Gaga’ warna dasar bulu hitam dengan merah hati dan mata putih.
Jenis ayam Ceppaga, yaitu ayam Gaga’ warna dasar hitam dengan dihiasi bulu hitam dan putih ditambah bentuk putih di badan sampai pangkal leher dan kaki hitam.
Jenis ayam Koro, yaitu ayam Gaga’ warna dasar hitam dihiasi hijau, putih, dan kuning mengkilat dan kaki kuning atau hitam.
Jenis ayam Ijo Buata, yaitu ayam Gaga’ warna dasar hijau dihiasi merah, diselingi warna hitam di sayap dan kaki warna kuning.
Jenis Bori Tase’, yaitu ayam Gaga’ warna dasar bulu merah dan dihiasi bintik bintik kuning keemasan.
b. Berdasarkan Suaranya
Ayam Gaga’ tipe Slow yaitu
interval nadanya kurang rapat dan
iramanya lambat antara nada awal dengan nada berikutnya.
Ayam Gaga’ tipe Dangdut yaitu interval nadanya rapat, irama cepat, dan umumnya durasi kokoknya panjang.
Kajian Bioakustik pada Ayam Tipe Penyanyi Bioakustik adalah ilmu biologi terapan yang mempelajari karakteristik suara, organ penghasil suara, fungsi suara, fisiologi suara, dan analisis suara. Pada bangsa unggas, ada dua tipe suara, yaitu call dan song. Suara call digunakan untuk berkomunikasi antar sesama, sebagai isyarat adanya musuh, saat terkejut, dan saat menemukan makanan. Suara song merupakan tipe suara untuk menyatakan daerah kekuasaan (territorial) dan sebagai atraksi untuk memikat
9
unggas betina yang akan dikawininya. Selain itu, suara dijadikan sebagai indikator kesejahteraan hewan (animal welfare), ekspresi emosional, status fisiologi hewan, penanda individu dan kegiatan taksonomi hewan (sonotaksonomi)
(Rusfidra,
2005). Proses Fisiologis Organ Penghasil Suara pada Unggas Ayam memiliki empat pasang kantomg udara, terletak dari leher sampai abdomen, dan salah satu kantong tunggal terletak di rongga dada (toraks). Hal tersebut dapat terlihat pada gambar 1.
Gambar 1. Kantong Udara pada Sistem Pernafasan Unggas ( Sumber: Caceci, 1995) Saat inspirasi otot-otot abdominal dikendorkan (relax) dan bagian belakang sternum diturunkan, udara disedot melalui paru-paru ke dalam kantung udara abdominal. Jika otot-otot abdominal berkontraksi maka udara akan tertekan dan
10
terus keluar (ekspirasi) melalui paru-paru. Otot-otot pernafasan berkontraksi aktif selama proses inspirasi dan ekspirasi (Tanudimadja, 1974). Pada bangsa unggas, suara diproduksi oleh syring atau kotak suara yang terdapat pada persimpangan antara trakhea dengan bronkus. Pada syring terdapat sepasang membran tymphani medial (MTM), yaitu selaput getar dan menghasilkan bunyi jika dilewati oleh udara pada saat ekspirasi. Pada sebagian besar unggas, selaput ini berupa organ yang sederhana, namun ia merupakan selaput yang kompleks pada unggas tipe penyanyi (Young, 1986). Gambaran Umum tentang Sound Forge xp 10 Sound Forge xp adalah salah satu produk audio dari perusahaan sony. Sound forge xp berfungsi untuk pemotongan audio, menyambung audio, memberi efek audio, membesarkan volume, compressing audio, editing equalizer, dan converting format audio. Analisis suara kokok dengan memanfaatkan berbagai perangkat lunak sound forge xp 10 dan spectrogram 6,4 dapat membantu proses penjurian pada kontes ayam Gaga’. Dengan melakukan analisis suara kokok dan menvisualisasikannya, maka proses penjurian dapat dilakukan secara objektif, transparan, terukur, dapat diulang, dan tingkat tingkat akurasi yang baik. Visualisasi suara kokok ditampilkan dalam bentuk waveform berupa suara kokok dalam bentuk grafik. Sumbu X adalah dimensi waktu (detik) dan sumbu Y adalah dimensi frekuensi (kHz). Waveform berguna untuk menggambarkan pola kokok (Anderson, 2010).
11
Gambar 2. Tampilan Layar Sound Forge xp 10 (Anderson, 2010).
12
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Mei 2012 di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. Lokasi tersebut dipilih karena daerah Sidrap merupakan pusat populasi terbanyak ayam Gaga’ dan merupakan daerah asal-usul ayam Gaga’. Materi Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 287 ekor ayam Gaga’ jantan masing-masing 163 ekor ayam Gaga’ tipe Dangdut (33 ekor kelas panjang, 130 ekor kelas pendek) dan ayam tipe Slow berjumlah 124 ekor. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sangkar ayam individu, satu set alat perekam suara, stopwatch, batu baterai dan satu set komputer yang dilengkapi program analisis suara (Sound Forge xp 10). Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap diantaranya ialah: a) Persiapan ayam penelitian Ayam Gaga’ jantan berumur lebih dari 2 tahun yang dijadikan sampel dipilih secara acak sebanyak 287 ekor.
Seluruh ayam Gaga’ tersebut
dipastikan dalam keadaan sehat dan tiap ekor ayam diletakkan dalam sangkar berukuran 80 X 60 X 60 cm untuk mempermudah dalam pengambilan data penelitian.
13
b) Analisis Suara Kokok 1. Kegiatan merekam suara kokok menggunakan alat perekam suara. 2. Melakukan digitalisasi rekaman suara kokok ke komputer menggunakan program Sound forge xp 10. 3. Analisis suara kokok untuk visualisasi, gelombang suara, durasi kokok, dan frekuensi kokok. 4. Interpretasi hasil analisis suara kokok. Parameter yang Diukur Ayam Gaga’ dikelompokkan berdasarkan perbedaan irama menjadi tipe dangdut dan tipe slow. Ayam tipe dangdut terbagi pula berdasarkan durasi kokok menjadi kelas panjang (> 10 detik) dan kelas pendek (< 10 detik) Karakteristik suara kokok ayam Gaga’ yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari beberapa kriteria yaitu: 1. Jumlah Suku kata kokok a. Jumlah suku kata kokok gelombang ke- 1 adalah suara kokok yang merapat antara suku kata ku dengan suku kata ku berikutnya dari suara kokok gelombang ke-1. b. Jumlah suku kata kokok pada gelombang ke- 2 adalah total suku kata suara kokok setelah kokok gelombang ke-1 hingga kokok berakhir. 2. Durasi Kokok a. Durasi kokok gelombang ke-1 adalah lama waktu berkokok (detik) yang dihasilkan dari suara kokok pada gelombang ke-1.
14
b. Durasi kokok gelombang ke- 2 adalah lama waktu berkokok (detik) yang dihasilkan dari suara kokok pada gelombang ke-2. Analisis Data Data yang didapat pada penelitian ini dianalisis secara deskriptif, dihitung nilai rataan dan standar deviasi (Sudjana, 2005).
15
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bioakustik Ayam Gaga’ Ciri khas yang membedakan ayam Gaga’ dengan ayam Buras tipe penyanyi seperti ayam Pelung dan ayam Kokok Balenggek adalah bioakustik suaranya. Ayam Gaga’ memiliki karakteristik suara yang mirip orang yang sedang tertawa, sehingga dikenal sebagai ayam Ketawa sedangkan ayam Pelung memiliki suara yang panjang melengkung (Jatmiko, 2001), dan ayam Kokok Balenggek memiliki suara lenggek (bertingkat) (Rusfidra, 2005). Suara berkokok pada ayam terjadi jika udara pada paru-paru melewati memran tympani
formis
internus
dan
memran
tympani
externus
yang
berhubungan dengan dinding lateral bronkus. Variasi suara umumnya disebabkan oleh perbedaan kotak suara unggas yang terdapat pada siring atau trakea bagian bawah, letaknya antara trakea yang bercabang dan kedua bronkus. Ayam tipe penyanyi memiliki selaput penggetar sekunder pada dinding dorsal yang bertautan dengan tembolok oleh jaringan ikat berfungsi sebagai resonator suara (Tanudimadja, 1974). Perbedaan suara nyanyian/song
pada ayam jantan disebabkan karena
eskpresi vokalisasi ayam pada daerah di otak yang bertanggung jawab terhadap produksi song (Jackman, 2003). Song merupakan perilaku yang
kompleks
sebagai hasil interaksi faktor genetik dan lingkungan. Brenowitz et al. (2003) menjelaskan bahwa pada ayam, suara song hanya diproduksi pada ayam jantan. Pada ayam jantan suara kokok termasuk suara tipe song dan merupakan karakteristik seks sekunder. Sifat berkokok biasanya baru muncul setelah dewasa
16
kelamin mulai berumur 18 minggu yang ditandai oleh munculnya taji pada ayam dan dipengaruhi oleh hormon testosteron. Siklus song terjadi sepanjang hari (pagi, siang, sore dan malam). Tipe Suara Ayam Gaga’ Karakteristik suara ayam Gaga’ tipe Slow umumnya memiliki irama agak pelan dengan jumlah suku kata lebih sedikit dibanding Ayam Gaga’ tipe Dangdut. Ayam Gaga’ tipe Dangdut yang diperoleh dilapangan memiliki variasi rentang durasi kokok yang tinggi sehingga Ayam Gaga’ tipe Dangdut dibagi menjadi dua kelas yaitu dangdut kelas panjang yang memiliki durasi kokok lebih dari 10 detik dan dangdut kelas pendek yang memiliki durasi kokok kurang dari 10 detik. Karakteristik bioakustik pada ayam Gaga’ dari tipe Dangdut dan tipe Slow disajikan pada Tabel 1.
No
1.
2.
Tabel. 1 Rataan Karakteristik Bioakustik Ayam Gaga’ Parameter Tipe Dangdut Kelas Kelas Panjang Pendek n= 33 Ekor n=130 Ekor
Tipe Slow n=124 Ekor
Durasi Kokok (Detik) - Durasi Kokok Gelombang I (Detik)
30.83 ±19.67 0.91±0.38
4.20 ±1.80 0.98±0.61
3.68±1.08 1.11±0.62
- Durasi Kokok Gelombang II (Detik)
29.89 ±19.77
3.21 ±1.78
2.65 ±1.06
Jumlah Suku Kata - Jumlah Suku Kata Gel. I
143.97±97.65 21.36±9.69 2.21±0.74 2.66 ±0.77
8.35 ±2.65 2.49 ±0.67
- Jumlah Suku Kata Gel. II
141.79±97.95 18.46 ±9.70
5.91±2.46
17
1. Durasi Kokok Durasi kokok pada ayam dihitung mulai ayam berkokok sampai selesai berkokok.
Ayam Gaga’ tipe Dangdut kelas panjang (30,83 detik), kelas
pendek (4,20 detik), dan tipe Slow (3,68 detik) memiliki durasi kokok lebih lama dibandingkan dengan ayam Buras (2,28 detik) (Nurningsih, 2010) dan ayam Kokok Balenggek (3,018 detik) (Rusfidra, 2005) serta, durasi kokok ayam Pelung (3,0 – 8,9 detik ) (Jatmiko, 2001) masih lebih pendek dibandingkan ayam Gaga’ tipe Dangdut kelas panjang dan kelas pendek. Selain itu, durasi kokok ayam Gaga’ tipe dangdut kelas panjang ternyata masih unggul dibandingkan Ayam Toutenko Toumaru dan Koeyoshi dari Jepang yang terkenal sebagai tipe penyanyi suara panjang dengan rataan durasi kokok 15 detik (Tsudzuki, 2003). Adanya perbedaan durasi dari beberapa tipe ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu genetik, cara pemeliharaan, perawatan, kondisi kesehatan, dan jenis pakan yang diberikan (Achmad, 2005). Karakteristik suara ayam Gaga’ terdiri dari dua bagian yaitu gelombang I dan gelombang II. Gelombang I merupakan suku kata yang dihasilkan pada ayam saat melakukan ancang-ancang berkokok sedangkan gelombang II dikenal oleh masyarakat Sulsel dengan sebutan jumlah ketukan. Ilustrasi suara gelombang I dan gelombang II pada ayam Gaga’ disajikan pada Gambar 1.
18
a 1 2 3 b 4 5 6 7 8 9 10 11 12 c Gambar 3. Perbedaan diagram bioakustik gelombang I dan gelombang II pada ayam Gaga’. Ket: a-b = Gelombang I b-c = Gelombang II 1, 2, 3, ...= Jumlah suku kata ( 12 suku kata) Durasi kokok (4,332 detik) 1,2,3 = Jumlah suku kata Gelombang I ( 3 suku kata) Durasi kokok Gelombang I (1,141 detik) 4,5,6,..12= Jumlah suku kata Gelombang II ( 9 suku kata) Durasi kokok Gelombang II (3,191 detik) Suara kokok ayam Kokok Balenggek memiliki suara kokok depan terdiri atas suku kata pertama, suara kokok tengah terdiri atas suku kata kedua dan ketiga, dan suara kokok ujung disebut lenggek kokok terdiri atas suku kata keempat sampai suku kata terakhir. Ayam pelung memiliki tiga suku kata kokok, terdiri atas suara awal (angkatan), suara tengah dan suara akhir (tungtung) sedangkan suara kokok ayam Bekisar terkelompok dalam kokok depan dan kokok belakang (Rusfidra, 2005). a. Durasi Kokok Gelombang I Durasi kokok gelombang ke-1 adalah lama waktu berkokok (detik) yang dihasilkan dari suara kokok pada gelombang ke-1. Pada tabel.1 terlihat bahwa rataan durasi kokok gelombang I pada ayam Gaga’ tipe
19
Slow lebih lama (1,11 detik) dibanding ayam Gaga tipe Dangdut kelas panjang (0,91 detik) dan ayam Gaga’ tipe Dangdut kelas pendek (0.98 detik). Hal tersebut disebabkan karena irama suara ayam Gaga’ tipe Slow lebih pelan dibandingkan ayam Gaga’ tipe Dangdut. Suara kokok pada gelombang I merupakan ancang-ancang kokok pada awal ayam berkokok untuk melanjutkan kekokokan gelombang ke II. b. Durasi Kokok Gelombang II Durasi kokok gelombang II adalah lama waktu berkokok (detik) yang dihasilkan dari suara kokok pada gelombang II. Durasi kokok ayam tipe Dangdut (29,89 detik dan 3,21 detik) pada gelombang ke- 2 lebih lama dibandingkan dengan tipe ayam Slow (7,65 detik). Panjang durasi kokok gelombang II dipengaruhi oleh masa berlatih. Kemampuan sifat berkokok pada ayam penyanyi tidak diturunkan secara genetik namun diwariskan secara kultural melalui fase berlatih berkokok sebagaimana menurut (Solis et al, 2000) bahwa masa berlatih berkokok pada ayam terjadi dalam dua fase, yaitu fase sensory dan fase sensorimotor. Selama fase sensory, ayam jantan muda akan melihat pejantan lebih tua yang berperan sebagai tutor. Ayam jantan muda akan merekam suara tutornya. Pada fase sensory, organ yang mengatur produksi suara yang disebut song control region (SCR) mengalami perkembangan yang pesat. Fase sensorimotor terjadi setelah ayam jantan mengalami dewasa kelamin. Saat inilah ia mulai bernyanyi dan berlatih terus menerus hingga ia menjadi ayam penyanyi yang mahir. Hal ini kemudian diperkuat oleh Marler dan Doupe (2000) yang
20
menyatakan bahwa sifat nyanyian pada ayam jantan merupakan perilaku berlatih yang diwariskan secara kultural (culturally inherited traits). 2. Jumlah Suku Kata Jumlah suku kata kokok adalah suara kokok yang mengelompok dalam sebuah kelompok suara yang rapat dan antara setiap suku kata terdapat fragmentasi yang jelas. Hal tersebut dapat terlihat dengan jelas dan mudah melalui analisis suara menggunakan Sound Forge xp 10 berupa gelombang suara yang jelas. Pada Tabel. 1 terlihat perbedaan rataan jumlah suku kata yang jelas antara Ayam Gaga’ tipe Dangdut kelas pendek(21,36 detik), tipe Dangdut kelas panjang(143,97 detik), dan Ayam Gaga’ tipe Slow (8,35 detik). Ayam Gaga’ tipe Dangdut memiliki jumlah suku kata lebih banyak dibanding ayam Gaga’ tipe Slow. a. Jumlah Suku Kata Gelombang I Jumlah suku kata kokok gelombang ke-1 adalah suara kokok yang merapat antara suku kata ku dengan suku kata ku berikutnya dari suara kokok gelombang ke-1. Ayam Gaga’ pada semua tipe menghasilkan jumlah rataan suku kata pada gelombang I yang relatif sama yaitu 2 suku kata. Pada ayam Kokok Balenggek didapatkan jumlah suku kata sebanyak 3 suku kata terdiri dari kokok depan dan kokok tengah (Rusfidra, 2004). Pada ayam Pelung tidak terdapat interval yang jelas diantara suku kata, namun terjadi perubahan volume suara diantara suara awal dengan suara tengah dan diantara suara tengah dengan suara akhir (Jatmiko, 2001).
21
b. Jumlah Suku Kata Gelombang II Jumlah suku kata kokok pada gelombang II adalah total suku kata suara kokok setelah kokok gelombang ke-1 hingga kokok berakhir. Dalam bahasa lokal masyarakat Sulawesi dikenal sebagai jumlah ketukan sedangkan masyarakat Sumatra Barat mengistilahkan dengan sebutan lenggek/tingkatan. Ayam Gaga’ tipe dangdut memiliki jumlah suku gelombang II yang lebih banyak dibandingkan ayam Gaga’ tipe Slow. Hal ini terutama terlihat pada ayam Gaga’ tipe Dangdut kelas panjang yang memiliki rataan mencapai 141,79 suku kata. Kondisi ini melebihi kemampuan ayam Kokok Balenggek yang hanya memiliki 19 suku kata. Namun jumlah suku kata ayam Kokok Balenggek dengan ayam Gaga’ tipe Dangdut kelas Pendek hampir sama yaitu (19 suku kata vs 18,4 suku kata). Pemanfaatan Sound Forge Xp 10 pada Kontes Ayam Penyanyi Kriteria ayam
juara pada kontes ayam Gaga’ yaitu ayam yang
menghasilkan jumlah suku kata terbanyak dan durasi kokok yang terlama dari masing-masing tipe ayam Gaga’ yang diperlombakan (tipe Dangdut dan tipe slow). Penggunaan program Sound Forge Xp 10 dapat memudahkan, menvisualkan, dan meningkatkan objektifitas dan akurasi saat penilaian durasi kokok dan jumlah suku kata ayam Gaga’. Oleh karena itu pemanfaatan perangkat tekhnologi berupa program Sound Forge Xp 10 memperkecil faktor subjektifitas penilaian saat kontes suara kokok ayam penyanyi, terutama ayam Gaga’ yang memiliki jumlah suku kata yang lebih banyak dan durasi kokok yang lebih
22
panjang dan rapat dibandingkan ayam tipe penyanyi lainnya di Indonesia seperti ayam Kokok Balenggek dan ayam Pelung maupun ayam tipe Penyanyi dari luar negeri. Hasil analisis suara kokok ayam Gaga’ pada Program Sound Forge Xp 10 yaitu durasi suara dalam satuan detik akan terlihat langsung dan perhitungan jumlah suku kata lebih mudah. Begitupula perbedaan antara gelombang I dan gelombang II pada diagram terlihat dengan jelas. Kelebihan lain dari program Sound Forge Xp 10 dalam analisis suara ayam Gaga’ yaitu hasil bisa dilihat berulang kali, hasil lebih terukur, dan lebih objektif.
23
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Ayam Gaga’ tipe Dangdut dan tipe Slow memiliki karakteristik bioakustik (jumlah suku kata kokok dan durasi kokok) yang khas dan berbeda dari Ayam tipe penyanyi di Indonesia lainnya 2. Program Sound Forge Xp 10 dapat digunakan untuk membantu analisis Bioakustik ayam Gaga’ dan dapat digunakan pada saat penjurian kontes ayam Gaga’. Saran 1. Perlu penelitian tentang bioakustik dari sudut genetik molekuler pada ayam Gaga’. 2. Perlu sistem dan pola pembibitan yang terstruktur dan berkesinambungan untuk konversi dan pengembangan ayam Gaga’. 3. Program Sound Forge Xp 10 disarankan agar menjadi alat bantu ukur yang baku pada penjurian kontes ayam Gaga’.
24
DAFTAR PUSTAKA Achmad, G. 2005. Karakteristik penampilan pola warna bulu, kulit, sisik kaki, dan paruh ayam Pelung di Garut dan ayam Sentul di Ciamis. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor Anderson. 2010. Pengolahan suara melalui soundforge. http://wiaderko.net/id/ download-programy/161322-sony-sound-forge-pro-10-0c-build-491-inclkeygen.htm. Diakses 2 Mei 2012. Caceci, T. 1995. Mechanics of Respiration on Birds. http://education. Vetmed Vt.edu/curriculum/vm8054. Fumihito, A., T. Miyake, M. Takada, R. Shingu and T. Endo. 1994. One subspecies of the red jungle fowls (Gallus gallus gallus) suffices as the matriarchic ancestor of all domestic breeds. Proceeding National Academy Science, 91: 12505-12509 [Abstrk] Jatmiko. 2001. Studi fenotipe ayam pelung untuk seleksi tipe ayam penyanyi. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mansjoer, S.S. 1981. Studi sifat-sifat ekonomis yang menurun pada ayam Kampung. Laporan penelitian No 15/Penelitian/PUT/IPB/1979-1980. Fakultas Peternakan.IPB. Bogor Nurningsih. 2010. Karakteristik Bioakustik Suara Ayam Buras Jantan pada Umur yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar. Rusfidra. 2004. Karakterisasi sifat-sifat fenotipik sebagai strategi awal konservasi ayam Kokok Balenggek di Sumatera Barat. Disertasi. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. . 2005. Analisis suara kokok pada ayam Kokok Balenggek; ayam lokal berkokok merdu dari Sumatera Barat. Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Andalas Kampus UNAND Limau Manis, Padang. Sudjana. 2005. Metode Statistika. Edisi Ke-6. Tarsito. Bandung Susanti, T., S.Iskandar dan S. Sopiyana. 2007. Ayam Kokok Balenggek:sumber plasma nutfah yang hampir punah. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian vol. 29. No.4. 2007.
[email protected]. Diakses Tanggal 2 November 2011. Tanudimadja. 1974. Anatomi dan Fisiologi Ayam. Cetakan ke 3. Yogjakarta. Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bogor. 25
Young, J. Z. 1986. The Life of Vertebrata. Ed. Ke-3. Clarendon Press. Oxford
LAMPIRAN Lampiran 1. Tabel Data Mentah Bioakustik Ayam Gaga’ Tipe Slow
1.862
Jumlah Suku Kata Gelombang I 2
Jumlah Suku Kata Gelombang II 4
Durasi Kokok Gelombang I 0.45
Durasi Kokok Gelombang II 1.411
5
1.875
1
4
0.528
1.347
7
2.087
3
4
1.022
1.064
22
7
2.847
2
5
0.905
1.942
24 25
21 Slow 10
9
2.867
3
6
0.808
2.509
7
2.883
3
4
1.134
1.748
26 27
23 s Slow 9h
7
2.9
3
4
1.255
1.645
2.902
2
5
0.991
1.911
28 29
23 Slow 4
7 7
2.91
3
4
1.199
1.711
7
2.913
3
4
0.984
1.927
30
Slow f
8
2.918
3
5
0.932
1.985
31
17 s
8
2.925
2
6
0.609
2.315
Kode Ayam
Jumlah Suku Kata
Durasi kokok (detik)
1
Slow 3n
6
2
24 s
3 4
3s Slow c
5
5s
6 7
36 s Slow 14
8
Slow 3p
9
38 s
10 11
18 Slow 3y
12
Slow a2
13 14
43 s Slow 9c
15
slow 15
16 17
14 s Slow 13
18
Slow 3g
19 20
35 s Slow 9g
21
50 s
22
2
23
No
26
32 33
18 s Slow 3r
8
2.945
2
6
1.186
1.758
6
2.964
1
5
0.538
2.426
34
Slow 3
6
2.991
3
3
1.172
1.819
35
Slow 3c
9
3.008
3
6
1.045
1.962
36
Slow 7
7
3.009
2
5
0.842
2.166
37 38
48 s Slow 3w
6
3.041
3
3
0.716
2.325
10
3.056
3
7
0.894
2.162
39
Slow 2
8
3.072
3
5
1.046
2.024
40
Slow 9a
41
37 s
9 8
3.074 3.105
2 2
7 6
0.586 0.635
2.488 2.469
42 43
19 Slow 16
9
3.142
2
7
0.704
2.437
7
3.144
2
5
0.948
2.195
44
Slow 9e
8
3.185
3
5
1.279
1.905
45
Slow 8
7
3.208
3
4
0.202
2.005
46
3
11
3.235
3
8
0.906
2.328
47
39 s
7
3.235
1
6
0.742
2.493
48 49
51 s
11
3.251
3
8
0.888
2.362
60
Slow d
7
3.431
2
5
1.028
2.402
61
42 s
8
3.455
2
6
0.909
2.346
62
8
3.459
2
6
0.87
2.589
63
12 s slow 4e
10
3.498
3
7
0.99
2.508
64
2 Slow
11
3.503
3
8
0.903
2.6
65
15 s
8
3.516
2
6
1.288
2.227
66
32 s
12
3.519
3
9
1.077
2.441
67 68
1 Slow Slow 9f
10
3.528
3
7
0.853
2.675
9
3.54
3
6
1.146
2.393
69 70
28 s Slow 3l
8
3.545
3
5
2.418
2.418
5
3.56
2
3
0.885
2.675
71
Slow 3m
6
3.632
2
4
1.307
2.324
72
8s
10
3.669
3
7
0.905
2.764
50 51 52 53 54 55 56 57 58 59
27
73
Slow 2b
74
Slow 3s
75
Slow 2c
76
Slow 3k
77
Slow 1d
78 79
26 s Slow 3i
80
44 s
81 82
45 s slow 6
83
Slow 1k
84
Slow a
85
Slow b
86
Slow 3j
87
Slow 2f
9
3.985
2
7
0.894
3.091
88
Slow 1n
8
3.988
3
5
1.311
2.676
89
Slow 9
6
4.008
3
3
1.217
2.791
90
Slow 3v
8
4.034
2
6
1.088
2.946
91
Slow 3a
8
4.07
3
5
1.31
2.76
92
Slow 2a
9
4.144
4
5
1.275
2.839
93
Slow 3x
8
4.148
2
6
1.234
2.914
94
Slow 12
6
4.167
2
4
1.375
2.792
95
Slow 1i
6
4.169
2
4
1.336
2.832
96
Slow 2h
10
4.209
3
7
0.934
3.275
97
Slow 2e
5
4.226
1
4
1.34
2.885
98
Slow 1
8
4.232
2
6
1.332
2.917
99
slow 5
8
4.268
3
5
1.212
3.056
100
Slow 3e
7
4.311
3
4
1.58
2.731
101
Slow 3d
11
4.355
3
8
1.334
3.021
102
27 s
16
4.397
3
13
3.588
3.588
103
9s
8
4.434
2
6
0.9
3.534
104 105
10 s Slow 11
7
4.494
2
5
0.82
3.674
12
4.59
2
10
1.379
3.211
106
Slow 9i
9
4.651
2
7
0.947
3.704
107
Slow 3z
9
4.655
2
7
1.18
3.474
108
Slow 4b
12
4.679
1
10
0.508
4.17
109
Slow 9j
14
4.736
2
12
0.133
4.003
110 111
4s
9
4.784
3
6
1.445
3.342
112 113
28
114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124
Slow
13
8.211
2
11
0.746
7.464
Rata-rata Standar Deviasi
8.35
3.68
2.49
5.91
1.11
2.65
2.65
1.08
0.67
2.49
0.62
1.06
Lampiran 2. Tabel Data Mentah Bioakustik Ayam Gaga’ Tipe Dangdut Kelas Pendek No
Kode Ayam
Jumlah Suku Kata
Durasi kokok (detik)
Jumlah Suku Kata Gel. I
Jumlah Suku Kata Gel. II
Durasi Kokok Gel. I
Durasi Kokok Gel. II
1
4d
10
1.688
4
6
0.745
0.943
2
27 d
12
1.926
3
9
0.671
1.255
3
42 d
13
2.079
2
11
1.03
1.048
4
Dangdut a
9
2.171
2
7
0.999
1.171
5
Dangdut 8J
11
2.265
4
7
0.814
1.451
6
28
8
2.353
2
6
0.892
1.46
7
25 d
12
2.366
3
9
0.914
1.451
8
64 d
9
Dangdut 3d
10 11
Dangdut 8S Dangdut 8V
12
63 d
13 14
17 Dangdut 8G
15
8d
16
Dangdut 10
17
52 d
18
Dangdut 7h
19
38 d
29
20
Dangdut 9N
21
29
22
29 d Dangdut 8N
23 24
11
2.627
2
9
0.957
1.669
25
11 d Dangdut 8U
13
2.648
4
9
1.148
1.500
26
Dangdut 8L
13
2.683
2
11
0.913
1.769
27
60 d
12
2.767
3
9
0.996
1.77
28
6
14
2.784
3
11
0.924
1.864
29
Dangdut 7a
19
2.793
4
15
0.73
2.063
30
44 d
14
2.801
3
11
0.833
1.967
31
5d
12
2.806
3
9
1.128
1.677
32
17
2.825
2
15
0.565
2.26
33
Dangdut 7i Dangdut 8K
19
2.827
1
18
0.194
2.633
34
6d
24
2.883
3
21
0.53
2.352
35
61 d
19
2.926
4
15
1.017
1.909
36
Dangdut 9z
13
2.976
2
11
1.142
1.834
37
Dangdut 8C
11
3.038
3
8
1.142
1.895
38
48 d
16
3.05
2
14
0.936
2.114
39
16 d
19
3.093
3
16
0.852
2.24
40
Dangdut 3g
41
28 d
42
1
43
24
44
54 d
45
Dangdut 1
46 47
Dangdut 3b Dangdut 9O
48
Dangdut 7j
49
Dangdut 9J
50
19 d
51
30 d
52
Dangdut 3c
53
50 d
54
18 d
30
3.321
3
27
0.294
2.936
55
Dangdut 9v
16
3.331
3
13
1.176
2.154
56
43 d Dangdut 7N
12
3.333
2
10
0.86
2.473
17
3.366
2
15
0.1048
2.317
57
30
58
20
3.403
4
16
1.13
2.272
59
5 Dangdut 8D
23
3.429
3
20
0.882
2.547
60
Dangdut 9p
23
3.448
2
21
0.799
2.649
61
57 d
18
3.522
4
14
1.242
2.28
62
49d
19
3.574
2
17
1.028
2.546
63
19
3.586
3
13
1.097
2.489
64
45 d Dangdut 8H
20
3.688
3
17
1.121
2.475
65
39 d
15
3.695
3
12
1.02
2.674
66
Dangdut 8B
26
3.704
2
24
0.705
2.999
67
Dangdut 3f Dangdut 7M
23
3.744
2
21
0.563
3.181
16
3.791
3
13
0.643
3.147
69
Dangdut 5
19
3.847
3
16
0.737
3.109
70
31
3.862
4
27
1.163
2.698
71
Dangdut 9I Dangdut 9K
21
3.881
2
19
0.954
2.927
72
20
12
3.884
2
10
1.189
2.692
73
26 d
26
3.891
2
24
0.591
3.3
74
15 d
18
3.914
3
15
0.82
3.094
75
Dangdut 9u Dangdut 8A
24
3.924
4
20
0.83
3.093
21
3.928
3
18
1.029
2.898
77
62 d
20
3.953
3
17
1.185
2.767
78
Dangdut 7c
25
4.011
2
23
0.715
3.296
79
Dangdut 9F Dangdut dillang
23
4.085
2
21
0.540
3.544
16
4.099
2
14
1.005
3.094
18
4.157
2
16
0.994
3.162
82
2 dangdut Dangdut papi
19
4.158
2
17
0.912
3.246
83
40 d
26
4.21
3
23
0.26
3.45
84
22
4.218
3
19
0.99
3.227
85
58 d Dangdut 7O
26
4.270
3
23
0.926
3.343
86
Dangdut 9q
19
4.313
2
17
0.757
3.556
87
10
12
4.332
3
9
1.142
3.191
88
21 d
22
4.432
2
20
0.722
3.71
89
Dangdut 8P
23
4.553
3
20
1.010
3.542
90
7
12
4.605
2
10
1.128
3.477
91
1 dangdut
22
4.675
4
18
1.334
3.323
92
40 dd
26
4.691
2
24
0.368
4.323
93
24 d
31
4.775
2
9
0.943
3.831
94
Dangdut 9L
31
4.776
2
29
0.887
3.889
68
76
80 81
31
95
Dangdut 9
28
4.8
1
27
0.132
4.668
96
Dangdut 9r
30
4.84
2
28
0.93
3.91
97
Dangdut 8R
20
4.890
3
17
1.164
3.725
98
Dangdut 3
25
4.979
1
24
0.707
4.271
99
Dangdut q
100
53 d
101
Dangdut 8
102
56 d
103 104
Dangdut 2 Dangdut 9G
105
Dangdut 3a
106
47 d
107
9d
108 109
Dangdut 9B Dangdut 8O
110
37 d
111
Dangdut 9t
112
23 d
113
Dangdut 7f
114
Dangdut 8F
115
46 d
116 117
4 Dangdut 9M
118
Dangdut 7
37
7.13
2
35
0.991
6.139
119
59 d
44
7.77
3
41
0.706
7.663
120
dangdut 3k
43
7.96
2
41
0.996
6.963
121
Dangdut f
43
7.97
2
41
1.053
6.916
122
dangdut 1m
19
7.982
2
17
1.748
6.233
123
8
34
8.068
3
31
0.942
7.125
124
Dangdut c
36
8.612
3
33
1.079
7.532
125
Dangdut d
51
8.864
3
48
1.217
7.627
126
Dangdut 3i
52
8.947
4
48
1.169
7.772
127
Dangdut 9C
52
9.106
4
48
1.258
7.847
128
Dangdut 3h
52
9.138
4
48
1.082
8.056
129
Dangdut 7e
43
9.28
2
41
1.201
8.078
130
Dangdut 7g
34
9.359
1
33
0.153
9.205
Rata-rata Standar Deviasi
21.36
4.20
2.66
18.46
0.98
3.21
9.69
1.80
0.77
9.70
0.61
1.78
32
Lampiran 3. Data Mentah Bioakustik Ayam Gaga’ Tipe Dangdut Kelas Panjang
No
Kode Ayam
Jumlah Suku Kata
Durasi kokok (detik)
Jumlah Suku Kata Gel. I
Jumlah Suku Kata Gel. II
Durasi Kokok Gel. I
Durasi Kokok Gel. II
1
35d
57
11.17
3
54
1.216
9.954
2
34d
46
11.547
3
43
0.955
10.592
3
68d
55
11.694
2
53
0.34
11.355
4
36d
57
11.915
3
54
1.28
10.634
5
73d Dangdut 8W
73
12.088
3
70
1.4
10.688
73
12.214
3
70
1.325
10.888
6 7 8 9 10
41d Dangdut 1a Dangdut 7d
13
7d Dangdut 8Q Dangdut 9A Dangdut 8T
14
55d
94
18.668
2
92
1.08
17.587
15
3d
140
20.853
1
139
0.373
20.479
16
14d Dangdut t
135
23.745
2
133
1.112
22.632
133
24.075
2
131
0.895
23.2
10d Dangdut m Dangdut 7b Dangdut w
110
24.241
2
108
0.835
23.406
96
24.625
3
93
1.016
23.069
81
30.928
1
80
0.414
30.514
223
31.123
3
220
1.241
29.882
17d Dangdut u Dangdut s Dangdut 7L Dangdut anto
133
33.384
3
130
1.253
32.13
60
37.126
2
58
1.072
36.053
241
49.42
1
240
0.539
49.38
300
50.385
1
299
0.235
50.150
258
53.087
3
255
1.091
51.996
11 12
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
51d Dangdut 88
33
29 30 31 32 33
25 Dangdut v Dangdut 3j Dangdut R 13d Ratarata Standar Deviasi
222
64.922
1
221
0.679
64.243
247
66.476
2
245
1.385
65.59
320
68.6
3
318
1.3
66.9
143.97
30.83
2.21
141.79
0.91
29.89
97.65
19.67
0.74
97.95
0.38
19.77
Lampiran 4. Contoh Grafik Hasil analisis Karakteristik Bioakustik Ayam Gaga’ Tipe Dangdut Kelas Panjang
Lampiran 5. Contoh Grafik Hasil analisis Karakteristik Bioakustik Ayam Gaga’ Tipe Dangdut Kelas Pendek
34
Lampiran 6. Contoh Grafik Hasil analisis Karakteristik Bioakustik Ayam Gaga’ Tipe Slow
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian
35