1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam memasuki era globalisasi perkembangan dunia usaha sangat pesat, khususnya dibidang ekonomi. Perkembangan dunia usaha ini dapat memberikan peluang bisnis yang sangat besar bagi industri farmasi baik pabrik farmasi maupun sektor distribusi farmasi yang dikenal dengan Pedagang Besar Farmasi (PBF). Era ekonomi global memberikan tantangan dan ancaman yang patut diperhitungkan atau diwaspadai, yaitu berupa persaingan. Pedagang Besar Farmasi yang ada di Indonesia saat ini tergabung dalam asosiasi Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (G.P Farmasi Indonesia) yang didirikan sejak 19 Agustus 1969 di Lembang Jawa Barat oleh para utusan-utusan yang mewakili usaha-usaha farmasi dari seluruh Indonesia. Keberadaan G.P Farmasi Indonesia ini telah dinyatakan dalam surat keputusan Menteri Kesehatan R.I nomor 222/kab/B. VII/69 tanggal 03 Oktober 1969 sebagai satu-satunya wadah
induk
organisasi
perusahaan-perusahaan
farmasi
di
Indonesia. Lembaga ini merupakan wadah komunikasi dan konsultasi antar pengusaha farmasi dan antar pengusaha dengan pemerintah dan juga pihak-pihak lain yang terkait mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah distribusi obat dan penyaluran obat kepada sektor retail untuk dijual kembali kepada pemakai akhir
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
(end user). Pada mulanya lembaga ini bersifat federasi, beranggotakan persatuan Apotek, persatuan PBF, persatuan industri farmasi dan persatuan Toko Obat. Setiap pengusaha harus bersaing dalam menyambut era ekonomi global dengan salah 1 upaya yang dilakukan perusahaan adalah meningkatkan kualitas penjualan, kualitas produk serta kualitas pelayanan terhadap konsumen dengan terciptanya kepuasan pelanggan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa usaha dalam distribusi, perdagangan dan jasa baik sektor usaha besar maupun kecil jika ingin memiliki eksistensi dan mampu bertahan serta bersaing dalam era ekonomi global harus memiliki program mengenai peningkatan kualitas serta metode pemasaran yang strategis sehingga akan menimbulkan permintaan ulang (repeat order) dari konsumen dengan demikian akan meningkatkan permintaan produk di pasaran. Sehubungan dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2016 tentang percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, guna mewujudkan kemandirian dan meningkatkan daya saing industri alat kesehatan dalam negeri melalui peningkatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan meliputi: 1. Penyusunan dan penetapan rencana aksi pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, sebagai acuan K/L terkait agar kebijakan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
tersebut dapat terarah dan dapat mendorong produksi bahan baku obat di dalam negeri seperti produk bioteknologi, produk vaksin, produk natural. 2. Fasilitasi pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, agar terdapat peningkatan pelayanan kesehatan dalam rangka Jaminan
Kesehatan
Nasional
(JKN)
dan
mendorong
keterjangkauan harga obat di dalam negeri. 3. Mendorong pengembangan riset di bidang farmasi dan alat kesehatan, untuk mendorong peningkatan kualitas dan ragam temuan-temuan baru. 4. Penyusunan kebijakan yang mendorong investasi di bidang industri farmasi dan alat kesehatan, dengan memberikan insentif fiskal yang mendukung tumbuh dan berkembangnya industri farmasi dan alat kesehatan agar dapat berdaya saling menciptakan. Lebih lanjut dalam Inpres, Presiden menginstruksikan kepada Menko Bidang Perekonomian dan Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta Menteri Kesehatan, Menteri Keuangan, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Menteri Perindutrian, Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
guna mengambil langkah-langkah untuk mendukung percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, dengan: 1. Menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagai upaya peningkatan pelayanan kesehatan dalam rangka Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 2. Meningkatkan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan di dalam negeri dan ekspor. 3. Mendorong penguasaan teknologi dan inovasi dalam bidang farmasi dan alat kesehatan. 4. Mempercepat kemandirian dan pengembangan produksi bahan baku obat, obat, dan alat kesehatan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan ekspor serta memulihkan dan meningkatkan kegiatan industri/utilisasi kapasitas industri. Komitmen pemerintah untuk memberikan obat murah ini sangat kuat dan hal tersebut diungkapkan Presiden pada beberapa kesempatan. Kedepan Inpres ini menjadi kebijakan nasional terpadu dan terintegrasi, sehingga dapat membantu mendapatkan obat dengan harga lebih murah dan berkualitas, serta inpres ini juga dapat menjadi model kebijakan yang akan mendorong kebijakan lain peduli kepada kebutuhan masyarakat. Menurut H. Sampurno (2016) mengemukanan bahwa dampak BPJS kesehatan pada kefarmasian Indonesia terjadi karena adanya perpindahan dari layanan privat ke layanan publik. Sehingga industri
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
farmasi, usaha retail farmasi seperti apotek serta Pedagang Besar Farmasi (PBF) mengalami penurunan omset yang cukup besar mencapai angka 60 %. Menurut H. Sampurno (2016) mengemukakan bahwa dampak BPJS kesehatan juga berpengaruh secara langsung pada kinerja Apotek khususnya pada farmasi komunitas, setiap bulan customer apotek telah hijrah besar-besaran ke BPJS karena biaya yang sangat murah, terutama customer apotek yang ekonominya untuk kelas kalangan menengah ke bawah. Dorodjatun Sanusi (2015) mengemukakan bahwa kelemahan pengawasan
regulasi
pemerintah
mengakibatkan
terjadinya
peredaran obat-obat palsu sehingga fenomena tersebut akan mengakibatkan industri farmasi bisa terpuruk akibat adanya obat palsu. TABEL 1.1 KASUS PEREDARAN VAKSIN DAN OBAT PALSU TAHUN 2015-2016 Tahun Fenomena Lokasi Sumber Kejadian Kejadian 2016 Peredaran vaksin palsu Bekasi JPNN berimbas korban 250 anak dan balita sekitarnya 2016 Obat palsu dan kadaluarsa Apotek Koran berjumlah ribuan dengan Rakyat Kompas berbagai macam jenis dan dan Toko merk yang beredar Obat di berdasarkan pemeriksaan Pasar mendadak BPOM Pramuka 2015 Penyediaan Obat oleh Seluruh LKPP Lembaga Kebijakan propinsi Pengadaan Barang/ jasa di Pemerintah (LKPP) dengan Indonesia
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
Tahun Fenomena Lokasi Sumber Kejadian Kejadian listing berbagai macam jenis dan merk dagang baik generik maupun paten 2015 Peraturan BPJS Kesehatan Seluruh BPJS Nomor 02 tahun 2015 Propinsi tentang Norma Penetapan di Besaran Kapitasi dan Indonesia Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan pada Faskes Tingkat Pertama 2016 Penetapan kebijakan obat Medan Koran BPJS berakibat kepada Sindo kebangkrutan beberapa pengusaha farmasi, di kota Medan bulan September 2016 sudah 3 apotek yang tutup akibat tidak bisa mendapatkan untung dan sepinya konsumen. Sumber : data diolah dari berbagai sumber berita tahun 2015-2016 Pada fenomena vaksin palsu di atas Mabes Polri mulai menyelesaikan berkas pemeriksaan terhadap 23 tersangka peredaran vaksin palsu yang 3 diantaranya berprofesi sebagai dokter. Kasus tersebut merupakan salah satu yang terbesar karena setelah 13 tahun baru terungkap. Peredaran vaksin palsu ini sudah menyebar hampir ke seluruh pelosok di Indonesia karena yang bermain adalah bekas karyawan tenaga kesehatan salah satu Rumah Sakit besar di Jakarta. Selain hal tersebut BPOM juga merazia toko obat dan apotek rakyat di PD Pramuka dan polisi menemukan berbagai macam obat yang diduga palsu dan dipalsukan tanggal kadaluarsanya yang berjumlah ratusan. Hal ini akan sangat membahayakan konsumen
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
serta menunjukkan bahwa distribusi farmasi tidak tepat sasaran dan akan berimbas mengancam terhadap kelangsungan usaha dari pengusaha farmasi ,kenyataannya sudah terjadi di Medan 3 unit usaha farmasi apotek menutup usahanya. Dalam kasus vaksin palsu di atas produksi obat bukan untuk pengobatan yang ilmiah, tetapi juga untuk kepentingan komersial demi terciptanya keuntungan yang tinggi meskipun dengan cara pemalsuan produk. Konsumen tergiur karena harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan harga produk yang asli. Menurut Sampurno (2016) obat generik murah menjadi primadona dalam pelayanan BPJS kesehatan, dan pelaku farmasi harus memasukkan obat generik dalam proses bisnisnya meskipun hanya dengan margin yang rendah, akibatnya adalah : 1. Pada sektor retail (apotek) akan mengalami penurunan omzet berkisar 20% hingga 60% akibat kehilangan konsumen. 2. Dengan pengadaan obat sektor pemerintah melalui e_catalog, pedagang besar farmasi local kehilangan captive market akibatnya ribuan pedagang besar sekarang matisuri akibat kehilangan konsumen Rumah Sakit. 3. Pada industri farmasi mengalami pertumbuhan minus karena harus beroperasi low price dan low margin. Seperti diungkapkan oleh Sampurno (2016) pengadaan obat yang fokus pada obat generik dalam jumlah besar membawa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
perubahan besar pada pasar farmasi Indonesia. Dampaknya, apotek kehilangan konsumen, pedagang besar farmasi kehilangan pasar rumah sakit, sementara industri farmasi mengalami minus pertumbuhan karena harus beroperasi low price dan low margin. Selain hal di atas Harga Pokok Penjualan (HPP) yang ditentukan oleh perusahaan akan sangat menentukan pada tingkat laba yang diinginkan berdasarkan proyeksi laba sebelumnya. Harga pokok penjualan atau lebih sering disingkat dengan HPP adalah istilah yang digunakan
pada
akuntansi
keuangan
dan
pajak
untuk
menggambarkan biaya langsung yang timbul dari barang yang diproduksi dan dijual dalam kegiatan bisnis. Komponen yang termasuk dalam HPP adalah biaya bahan baku ,tenaga kerja langsung dan biaya overhead dan tidak termasuk periode (operasi) biaya seperti penjualan,iklan atau riset dan pengembangan. Menurut Wikipedia (2016) dijelaskan bahwa HPP muncul pada laporan laba rugi sebagai komponen utama dari biaya operasi, HPP juga disebut sebagai biaya penjualan. Berdasarkan data di atas sangat diperlukan loyalitas dari pelanggan atau kesetiaan pelanggan dari Apotek dan Pedagang Besar Farmasi yang diinginkan yaitu untuk melakukan pembelian berulang-ulang di tempat yang sama. Menurut Aaker dalam Tatik Suryani (2013 ; 111-112) ada 3 tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesetiaan pelanggan yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
1. Program reward untuk pembelian ulang. 2. Membuat komunitas pelanggan customer club. 3. Pembuatan data base marketing. Keterkaitan dengan Pasal 20 Permenkes RI Nomor 34 tahun 2014 pasal 20 yang berbunyi PBF dan PBF cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berdasarkan Surat Pesanan (SP) yang ditandatangani
oleh
penanggungjawab,
apoteker atau
pengelola
tenaga
apotek,
medis
apoteker
kefarmasian
penanggungjawab untuk toko obat dengan mencantumkan nomor SIPA, SIKA, atau SIKTTK. Dengan aturan tersebut seharusnya sudah tidak lagi terjadi kasus pemalsuan obat-obatan bagi konsumen, tetapi dengan kondisi ini akan membuat perusahaan farmasi menjadi lebih waspada terkait dengan pendistribusian sediaan farmasi, termasuk juga di apotek akan menjadi waspada terhadap pelayanan resep obat dari konsumen. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan dari fenomena di atas maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah harga pokok penjualan berpengaruh terhadap going concern perusahaan ? 2. Apakah system pengendalian internal berpengaruh terhadap going concern perusahaan ?
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
3. Apakah pengaruh gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap going concern perusahaan ? 4. Seberapa besar dampak kebijakan pemerintah terhadap going concern perusahaan ? C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh harga pokok penjualan terhadap going concern perusahaan. 2. Untuk mengetahui pengaruh system pengendalian internal terhadap going concern perusahaan 3. Untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan terhadap going concern perusahaan. 4. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan pemerintah terhadap going concern perusahaan. 2. Kontribusi penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi : 1. Bagi
penulis,
penelitian
ini
merupakan
syarat
untuk
mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi (SE) di Universitas Mercubuana dan untuk mengembangkan kemampuan serta aplikasi dari berbagi macam bidang ilmu yang diperoleh selama menuntut ilmu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
2. Bagi penelitian selanjutnya, dari pokok permasalahan dan variabel yang diambil diharapkan dapat diteliti lebih lanjut dan menghasilkan
kesimpulan
yang
dapat
diterapkan
pada
operasional perusahaan. 3. Bagi masyarakat umum, diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan mengenai konsep-konsep yang akan berpengaruh terhadap going concern perusahaan farmasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/