PENANGKAPAN IKAN KAKAP (Lutjanus sp.) DI KABUPATEN KUPANG PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
ESTHER AFANIA ATAUPAH
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Penangkapan Ikan Kakap (Lutjanus sp.) di Sekitar Pulau Timor adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor,
Juli 2010
Esther Afania Ataupah
ABSTRAK ESTHER AFANIA ATAUPAH, C44062910. Penangkapan Ikan Kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur. Dibimbing oleh MUHAMMAD FEDI ALFIADI SONDITA dan ROZA YUSFIANDAYANI . Informasi tentang perikanan tangkap secara menyeluruh masih sangat minim karena terbatas pada statistik perikanan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah seperti di pulau Timor. Kegiatan penangkapan ikan di Pulau Timor masih menerapkan sistem yang sederhana, terutama jika dilihat dari spesifikasi unit penangkapan ikan yang belum menggunakan peralatan yang rumit dalam pengoperasiannya dan kemampuan nelayan. Secara umum, kegiatan penangkapan ikan tidak hanya ditentukan oleh unit penangkapan ikan saja, akan tetapi sangat dipengaruhi juga oleh faktor alam yang bersifat musiman. Perubahan pada kondisi oseanografi menyebabkan perubahan terhadap kelimpahan ikan di suatu tempat akibat migrasi ikan, tingkah laku ikan dan sebagainya. Hal ini selanjutnya menyebabkan terjadinya perubahan daerah penangkapan ikan karena aktivitas nelayan sangat dipengaruhi oleh kondisi laut dan angin sehingga daerah penangkapan ikan tidak selalu tetap sepanjang tahun. Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah: 1). Mengetahui spesifikasi unit penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan kakap di Kabupaten Kupang, 2). Mengetahui daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang, dan 3) Menganalisis hasil tangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) dari jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan kakap di Kabupaten. Penelitian dilakukan pada bulan Januari-April 2010. Pengumpulan data lapangan dilakukan selama bulan Februari 2010 dengan mengambil lokasi di Pelabuhan Perikanan Pantai Tenau-Kupang, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Data mengenai daerah penangkapan ikan dan unit penangkapan yang diperoleh, diklasifikasi dan dianalisis secara deskriptif dengan menampilkan tabulasi dan gambar peta, sedangkan uji analisis ragam (ANOVA) klasifikasi satu arah digunakan untuk mengetahui produktivitas bulanan ikan kakap dari alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan kakap. Jenis alat tangkap utama yang digunakan untuk menangkap ikan kakap (Lutjanus sp.) di perairan Kabupaten Kupang adalah rawai dasar, pancing ulur, dan bubu. Nelayan penangkap ikan kakap (Lutjanus sp.) yang berpangkalan di PPP Tenau, Kabupaten Kupang umumnya beroperasi di perairan yang berterumbu-karang. Lokasi tersebut adalah kawasan yang tidak jauh dari pangkalan, yaitu kota Kupang (1 mil) dan sekitar Pulau Kera (4 mil), serta kawasan yang cukup dari pangkalan, yaitu di sekitar Pulau Semau (12 mil), Kecamatan Papela (25 mil), Kecamatan Landu (40 mil) dan Kecamatan Lole (60 mil).Ukuran ikan kakap yang ditangkap oleh rawai dasar lebih besar dari ikan kakap yang tertangkap dengan pancing ulur dan bubu. Hasil tangkapan bulanan ikan kakap terbanyak diperoleh dari operasi rawai dasar, yaitu 57% dari seluruh ikan kakap yang diperoleh selama 14 bulan; pancing ulur dan bubu masingmasing memproduksi ikan kakap sebanyak 37% dan 6%.
Kata kunci : Unit penangkapan, daerah penangkapan ikan, ikan kakap (Lutjanus sp.)
© Hak cipta IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mencantumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seijin IPB.
PENANGKAPAN IKAN KAKAP (Lutjanus sp.) DI KABUPATEN KUPANG PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
ESTHER AFANIA ATAUPAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi
: Penangkapan Ikan Kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur
Nama Mahasiswa
: Esther Afania Ataupah
NRP
: C44062910
Mayor
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui, Komisi Pembimbing I
Komisi Pembimbing II
Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc NIP: 19630315 1987031003
Dr. Roza Yusfiandayani, S.Pi NIP: 197408232008012006
Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP: 196212231987021001
Tanggal Lulus: 13 Juli 2010
KATA PENGANTAR Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari 2010 ini adalah Penangkapan Ikan Kakap (Lutjanus sp.), dengan judul Penangkapan Ikan Kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc dan Dr. Roza Yusfiandayani. S.Pi selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah
memberikan
pengarahan
dan
bimbingan
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc selaku penguji tamu penulis pada saat ujian skripsi dan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si selaku komisi pendidikan pada saat ujian skripsi penulis serta ucapkan terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantuh penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga hasil penelitian dalam bentuk skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang memerlukannya dikemudian hari.
Bogor,
Juli 2010
Esther Afania Ataupah
UCAPAN TERIMA KASIH Suatu kehormatan bagi penulis selama penelitian dan penyelesaian skripsi banyak mendapatkan arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan kasih setiaNya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini sampai pada tahap akhir. 2. Bapak Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc dan Ibu Dr. Roza Yusfiandayani. S.Pi sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc sebagai penguji tamu penulis pada saat ujian skripsi. 4. Bapak Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si sebagai komisi pendidikan pada saat ujian skripsi penulis. 5. Pemerintah Daerah Kabupaten
Timor Tengah Selatan Propinsi Nusa
Tenggara Timur yang telah memberikan beasiswa kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor. 6. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Nusa Tenggara Timur, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang, Kepala Pelabuhan Perikanan Pantai Tenau Kupang yang telah membantu penulis dalam mendapatkan informasi yang penulis butuhkan selama penelitian. 7. Papa dan mama atas segala dukungan baik semangat maupun dana yang diberikan kepada penulis, serta doa yang selalu menyertai. 8. Kak Opa, kak Nona, kak Yalen, kak Sami, kak Risna, dan adik Oma yang selalu mendukung penulis dalam melakukan penelitian dan penyelesaian skripsi. 9. Kak Risna dan kak Yefta yang selalu temani penulis dalam melakukan penelitian selama di Kupang. 10. Kak Eri, Yeti dan Ayu atas persaudaraan selama di Bogor yang selalu memberikan dukungan, dan masukan buat penulis dalam menyelesaikan skripsi. 11. Teman-teman PSP 43.
12. Saudara-saudara GAMANUSRATIM atas dukungannya bagi penulis selama penyusunan skripsi. 13. Jenius corporation atas dukungannya bagi penulis selama penyusunan skripsi. 14. Pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah mendukung penulis adalam menyelesaikan skripsi.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di SoE pada tanggal 12 Februari 1989. Penulis adalah anak ke enam dari tujuh bersaudara dari pasangan Benny Ataupah dan Solita Nubatonis. Penulis memulai pendidikan formalnya pada tahun 1994 di SD Negeri Tubunaus dan lulus pada tahun 2000, setelah itu penulis melanjutkan pendidikannya di SMP
Negeri 1 SoE
dan
dinyatakan lulus pada tahun 2003. Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 SoE dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tingkat persiapan bersama melalui jalur beasiswa utusan daerah (BUD) dari Kabupaten Timor Tengah Selatan Propinsi Nusa Tenggara Timur, dan pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa PMK IPB tahun 2006 sampai sekarang. Penulis pernah menjabat sebagai bendahara komisi pelayanan diaspora PMK IPB pada tahun 2008-2009, anggota Departemen Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) tahun 2009-2010. Selain itu juga aktif pada organisasi mahasiswa daerah Keluarga Mahasiswa Nusa Tenggara Timur (GAMANUSRATIM) sejak tahun 2006 sampai sekarang, dan mengikuti berbagai kepanitiaan lainnya. Pada
tahun
2010,
penulis
melakukan
penelitian
dengan
judul
“Penangkapan Ikan Kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur ” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfataan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………………..
i
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………..
ii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………..
iv
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………… 1 1.2 Tujuan Penelitian ……………………………………………………........ 2 1.3 Manfaat Penelitian ……………………………………………………….. 2 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Ikan Kakap ……………………………………………………. 2.1.1 Makanan dan kebiasaan makan …………...……………................. 2.1.2 Sifat hidup dan pemijahan …………. …………………………….. 2.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap …………………………………….. 2.2.1 Kapal …………………………………………………………......... 2.2.2 Alat dan metode penangkapan ……………………………….......... 2.2.3 Daerah penangkapan ikan ……………………………………......... 2.3 Sebaran Sumberdaya Ikan …..…………………………………………… 3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat ………………………………………………………. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ……………………………………………….. 3.3 Metode Penelitian ………………………………………………………... 3.3.1 Unit penangkapan ikan dan pengoperasiannya ………………........ 3.3.2 Komposisi hasil tangkapan ………………………………………... 3.3.3 Daerah penangkapan ikan ………………………………………... 3.4 Metode Analisis Data …………………………………………………..... 4
15 15 15 15 16 16 16
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaan Daerah Penelitian ……………………………….……………… 4.2 Produksi Perikanan Tangkap di kabupaten Kupang ……….…………...... 4.3 Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Kupang ……………………..… 4.3.1 Unit penangkapan …………………………………………………. 4.3.1.1 Kapal …………………………………………………............... 4.3.1.2 Alat penangkap ikan …………………………………............... 4.3.1.3 Nelayan ………………………………………………............... 4.4 Sarana dan Prasarana Perikanan di Kabupaten Kupang…………………. 5
3 6 6 6 9 11 11 12
19 20 23 23 24 25 27 28
HASIL PENELITIAN
5.1 Unit Penangkapan Ikan Kakap di Kabupaten Kupang …………………... 5.1.1 Unit penangkapan rawai dasar …………………………………….. 5.1.1.1 Alat tangkap, kapal, dan nelayan rawai dasar….………………. 5.1.1.2 Metode pengoperasian rawai dasar ………….………………… 5.1.2 Unit penangkapan pancing ulur…………...………………………..
30 30 30 33 38
5.1.2.1 Alat tangkap, kapal, dan nelayan pancing ulur…………………. 5.1.2.2 Metode pengoperasian pancing ulur……………………………. 5.1.3 Unit Penangkapan bubu ...…………………………………………. 5.1.3.1 Alat tangkap, kapal, dan nelayan………….……………………. 5.1.3.2 Metode pengoperasian bubu……………………………………. 5.2 Daerah Penangkapan Ikan ……………………………………………….. 5.3 Komposisi Hasil Tangkapa …..………………………………………......
38 40 42 42 44 45 47
6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan Berdasarkan Jalur-Jalur Penangkapan Ikan ..... 57 6.2 Produktivitas Unit Penangkapan ………………………………………… 59 6.3 Penyebaran Sumberdaya Ikan …………………………………………… 65 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ………………………………………………………………. 66 7.2 Saran …………………………………………………………………....... 66 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 67 LAMPIRAN ………………………………………………………………..... 71
DAFTAR TABEL Halaman 1. Penyebaran ikan kakap (Lutjanus sp.) di Indonesia …………………...
14
2. Analisis ragam klasifikasi satu arah (ANOVA) ……………………….
16
3. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan di Kabupaten Kupang tahun 2008 …………………………………………………………….. 4. Produksi perikanan laut menurut jenis non ikan di Kabupaten Kupang tahun 2008 …………………………………………………………….. 5. Perkembangan produksi dan nilai produksi ikan di Kabupaten Kupang periode 2004-2008 …………………………………………………… 6. Jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Kupang periode 2004-2008 ……………………………………………………………... 7. Jenis dan jumlah alat tangkap di Kabupaten Kupang periode 20042008 …………………………………………………………………… 8. Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Kupang periode 20042008 …………………………………………………………………… 9. Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang.. 10. Komposisi hasil tangkapan berdasarkan alat tangkap selama penelitian di Kabupaten Kupang …………………………………………………. 11. Berat rata-rata per ekor hasil tangkapan berdasarkan alat tangkap selama penelitian di Kabupaten Kupang ……………………………… 12. Total produksi rata-rata yang dihasilkan setiap bulan dan ragam produksi bulanan armada penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang dalam periode Januari 2009 hingga Februari 2010. 13. Hasil uji sidik ragam produksi bulanan tiga jenis unit penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang ……………………... 14. Daerah penangkapan ikan, jarak dari pantai (fishing base), dan jalur penangkapan ikan ……………………………………………………...
21 21 22 24 26 27 46 48 53 56 56 58
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Gambar ikan kakap (Lutjanus sp.) …………………………………. 3 2. Perkembangan jumlah unit penangkapan di Kabupaten Kupang periode 2004-2008 …………………………………………………. 22 3. Perkembangan produksi ikan di Kabupaten Kupang periode 20042008 ………………………………………………………………… 23 4. Perkembangan armada perikanan tangkap di Kabupaten Kupang periode 2004-2008 …………………………………………………. 25 5. Perkembangan alat tangkap di Kabupaten Kupang periode 20042008 ………………………………………………………………… 26 6. Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Kupang periode 20042008 ………………………………………………………………… 28 7. Konstruksi mata pancing rawai dasar ………………………………
30
8. Diagram alir rawai dasar ……………………………………………
36
9. Desain rawai dasar ………………………………………………….
37
10. Konstruksi pancing ulur …………………………………………….
38
11. Diagram alir operasi pancing ulur ………………………………….. 41 12. Bentuk dan dimensi bubu …………………………………………... 43 13. Diagram alir operasi bubu ………………………………………….. 45 14. Proporsi hasil tangkapan pancing ulur berdasarkan berat (kg) jenis ikan …………………………………………………………………. 49 15. Proporsi hasil tangkapan pancing ulur berdasarkan jumlah (ekor) jenis ikan …………………………………………………………… 49 16. Proporsi hasil tangkapan utama dan sampingan pancing ulur berdasarkan berat (kg) jenis ikan …………………………………...
49 17. Proporsi hasil tangkapan utama dan sampingan pancing ulur berdasarkan jumlah (ekor) jenis ikan ……………………………… 50 18. Proporsi hasil tangkapan rawai dasar berdasarkan berat (kg) jenis ikan …………………………………………………………………. 51 19. Proporsi hasil tangkapan rawai dasar berdasarkan jumlah (ekor) jenis ikan …………………………………………………………… 51 20. Proporsi hasil tangkapan utama dan sampingan rawai dasar berdasarkan berat (kg) jenis ikan …………………………………... 51
21. Proporsi hasil tangkapan utama dan sampingan rawai dasar berdasarkan jumlah (ekor) jenis ikan ………………………………. 51 22. Proporsi hasil tangkapan bubu berdasarkan berat (kg) jenis ikan ….. 52 23. Proporsi hasil tangkapan bubu berdasarkan jumlah (ekor) jenis ikan
52
24. Proporsi hasil tangkapan utama dan sampingan bubu berdasarkan berat (kg) jenis ikan …………………………………........................ 53 25. Proporsi hasil tangkapan utama dan sampingan bubu berdasarkan jumlah (ekor) jenis ikan …………………………………................. 53 26. Jumlah hasil tangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang selama bulan Januari 2009-Februari 2010 ………………… 54 27. Jumlah hasil tangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) berdasarkan bulan dan jenis alat tangkap ………………………………………... 55
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta lokasi penelitian …………………………………………………...
71
2. Ukuran mata pancing rawai dasar dan pancing ulur ……………………
72
3. Sistem pengoperasian bubu di dalam perairan ……..………………….. 4. Peta lokasi daerah penangkapan ikan kakap di Kabupaten Kupang ……
73
5. Peta lokasi daerah penangkapan ikan kakap di Pulau Rote …………….
74
6. Beberapa jenis hasil tangkapan ………………………………………....
75
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Kupang adalah salah satu kabupaten dengan ekosistem kepulauan, karena terdiri atas 27 pulau dimana 8 di antaranya masih belum memiliki nama. Kabupaten ini terletak antara garis-garis geografi 09°19'-10°57'LS dan 121°31'-124°11'BT. Kawasan pesisir dan laut Kabupaten Kupang mempunyai potensi sumberdaya alam berupa hutan mangrove, padang lamun, rumput laut, berbagai jenis terumbu karang, sumberdaya ikan dan biota laut lainnya yang dapat dimanfaatkan dalam bidang perikanan budidaya dan perikanan tangkap (Kamlasi, 2007). Perikanan tangkap merupakan suatu kegiatan ekonomi yang memanfaatkan sumberdaya ikan melalui kegiatan penangkapan dan pengumpulan berbagai jenis biota yang ada di perairan (Diniah, 2008). Informasi tentang perikanan tangkap secara menyeluruh masih sangat minim karena terbatas pada statistik perikanan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah seperti di Pulau Timor. Kegiatan penangkapan ikan di Pulau Timor masih menerapkan sistem yang sederhana, terutama jika dilihat dari spesifikasi unit penangkapan ikan yang masih menggunakan peralatan yang sederhana dalam pengoperasiannya dan kemampuan nelayan. Secara umum, kegiatan penangkapan ikan tidak hanya ditentukan oleh unit penangkapan ikan saja, akan tetapi sangat dipengaruhi juga oleh faktor alam yang bersifat musiman. Perubahan pada kondisi oseanografi menyebabkan perubahan terhadap kelimpahan ikan di suatu tempat akibat migrasi ikan, tingkah laku ikan dan sebagainya. Hal ini selanjutnya menyebabkan terjadinya perubahan daerah penangkapan ikan karena aktivitas nelayan sangat dipengaruhi oleh kondisi laut dan angin sehingga daerah penangkapan ikan tidak selalu tetap sepanjang tahun. Menanggapi perubahan-perubahan tersebut di atas, nelayan umumnya menyesuaikan wilayah operasinya sesuai dengan lokasi ikan terkonsentrasi atau melimpah. Mengingat nelayan tidak selalu mendapat jangkauan lokasi-lokasi tempat ikan melimpah, maka akan terjadi fluktuasi produktivitas dan komposisi hasil tangkapan yang diperoleh nelayan. Oleh karena itu informasi mengenai
karekteristik suatu daerah penangkapan ikan menjadi sangat penting agar nelayan tidak merugi pada saat operasi penangkapan. Potensi dan penyebaran ikan kakap di Indonesia sangat luas dan hampir menghuni seluruh perairan pantai Indonesia salah satunya di Nusa Tenggara Timur, seperti Pulau Timor yang mencakup Kabupaten Kupang. Namun daerah penangkapannya sendiri kurang diketahui oleh nelayan maupun masyarakat di Pulau Timor pada umumnya sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang daerah penangkapan ikan kakap yang berada di sekitar Pulau Timor, sehingga dapat memberikan wawasan kepada masyarakat umum tentang ikan kakap, karena ikan kakap
merupakan salah satu jenis ikan karang dan ikan
demersal perairan laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dengan potensi lestari di perairan Indonesia sebesar 66.000 ton per tahun dengan harga jual yang tinggi yaitu antara Rp. 24.000,- sampai dengan Rp. 33.750,- per kg yang terdapat di Indonesia pada umumnya (Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, 2010), sedangkan harga jual ikan kakap di Kabupaten Kupang yaitu Rp. 25.000,- per ekor dengan berat rata-rata 2-3 kg per ekor.
1.2 Tujuan Tujuan dari diadakannya penelitian ini, adalah: 1. Mengetahui spesifikasi unit penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan kakap di Kabupaten Kupang. 2. Mengetahui daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang. 3. Menganalisis hasil tangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) dari jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan kakap di Kabupaten.
1.3 Manfaat Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu memberikan informasi mengenai gambaran umum keadaan perikanan tangkap dan daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.), sehingga dapat dijadikan suatu masukan bagi penentuan kebijakan pengelolaan perikanan laut di Kabupaten Kupang.
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Kakap (Lutjanus sp.) Nama kakap diberikan kepada kelompok ikan yang termasuk tiga genus yaitu Lutjanus, Latidae dan Labotidae. Jenis-jenis yang termasuk Lutjanidae biasanya disebut kakap merah, dan jenis lainnya yaitu Lates calcarifer yang termasuk suku Latidae umumnya disebut kakap putih dan Lobotos surinamensis yang termasuk suku Lobotidae disebut kakap batu (Hutomo et al. 1986). Menurut Saanin tahun 1984 Ikan kakap merah keluarga Lutjanidae mempunyai klasifikasi sebagai berikut: Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Percomorphi Sub ordo : Perciodea Famili : Lutjanidae Sub famili : Lutjanidae Genus : Lutjanus Spesies : Lutjanus sp.
Gambar 1 Ikan kakap (Lutjanus sp.)
Kakap merah (Lutjanus sp.) mempunyai tubuh yang memanjang dan melebar, gepeng atau lonjong, kepala cembung atau sedikit cekung. Jenis ikan ini umumnya bermulut lebar dan agak menjorok ke muka, gigi konikel pada taringtaringnya tersusun dalam satu atau dua baris dengan serangkaian gigi caninnya yang berada pada bagian depan. Ikan ini mengalami pembesaran dengan bentuk segitiga maupun bentuk V dengan atau tanpa penambahan pada bagian ujung maupun penajaman. Bagian bawah pra penutup insang bergerigi dengan ujung berbentuk tonjolan yang tajam. Sirip punggung dan sirip duburnya terdiri dari jarijari keras dan jari-jari lunak. Sirip punggung umumnya berkesinambungan dan berlekuk pada bagian antara yang berduri keras dan bagian yang berduri lunak. Batas belakang ekornya agak cekung dengan kedua ujung sedikit tumpul. Warna sangat bervariasi, mulai dari yang kemerahan, kekuningan, kelabu hingga kecoklatan. Ada yang mempunyai garis-garis berwarna gelap dan terkadang dijumpai adanya bercak kehitaman pada sisi tubuh sebelah atas tepat di bawah awal sirip punggung berjari lunak. Pada umumnya berukuran panjang antara 2550 cm, walaupun tidak jarang mencapai 90 cm (Gunarso, 1995). Ikan kakap merah menerima berbagai informasi mengenai keadaan sekelilingnya melalui beberapa inderanya, seperti melalui indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, peraba, linea lateralis dan sebagainya.
2.1.1 Makanan dan kebiasaan makan Menurut Effendi (1997), makanan merupakan faktor pengendali yang penting dalam menghasilkan sejumlah ikan disuatu perairan, karena merupakan faktor yang menentukan bagi populasi, pertumbuhan dan kondisi ikan di suatu perairan. Di alam terdapat berbagai jenis makanan yang tersedia bagi ikan dan ikan telah menyesuaikan diri dengan tipe makanan khusus dan telah dikelompokkan secara luas sesuai dengan cara makannya, walaupun dengan macam-macam ukuran dan umur ikan itu sendiri (Nikolsky, 1963). Menurut Moyle dan Chech (1988), ikan dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah dan variasi makanannya menjadi euryphagous yaitu ikan yang memakan berbagai jenis makanan; stenophagous yaitu ikan yang memakan makanan yang sedikit
jenisnya; dan monophagous yaitu ikan yang hanya memakan satu jenis makanan saja. Menurut Effendi (1997), kebiasaan makanan adalah jenis, kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara makan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan waktu, tempat dan bagaimana cara ikan memperoleh makanannya. Effendi (1997) menambahkan bahwa faktor – faktor yang menentukan suatu jenis ikan akan memakan suatu jenis organisme adalah ukuran makanan, ketersediaan makanan, warna, rasa, tekstur makanan dan selera ikan terhadap makanan. Selanjutnya dikatakan bahwa faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh suatu spesies ikan adalah umur, tempat dan waktu. Jenis ikan kakap umumnya termasuk ikan buas, predator yang senantiasa aktif mencari makan pada malam hari (nokturnal). Aktivitas ikan nokturnal tidak sebanyak ikan diurnal (siang hari). Gerakannya lambat, cenderung diam dan arah geraknya tidak dilengkapi area yang luas dibandingkan ikan diurnal. Diduga ikan nokturnal lebih banyak menggunakan indera perasa dan penciuman dibandingkan indera penglihatannya. Bola mata yang besar menunjukkan ikan nokturnal menggunakan indera penglihatannya untuk ambang batas intensitas cahaya tertentu, tetapi tidak untuk intesitas cahaya yang kuat (Iskandar dan Mawardi, 1997). Selain jenis-jenis ikan, jenis mangsa ikan kakap adalah kepiting, udang, gastropoda serta berbagai jenis plankton terutama urochordata. Kakap yang berukuran besar, baik panjang maupun tinggi tubuhnya, umumnya memangsa jenis-jenis ikan maupun invertebrata berukuran besar yang ada di dekat permukaan di perairan karang. Jenis kakap
ini biasanya menghuni perairan pantai berkarang hingga
kedalaman 100 meter, hidup soliter dan tidak termasuk jenis ikan yang berkelompok. Ikan kakap umumnya dilengkapi dengan gigi canin yang merupakan adaptasi sehubungan dengan tingkah laku makannya, agar mangsa tidak mudah lepas. Ikan dewasa umumnya berwarna merah darah pada punggungnya dan berwarna putih pada bagian perutnya (Gunarso, 1995).
2.1.2 Sifat hidup dan pemijahan Ikan kakap merah tergolong diecious yaitu terdiri atas individu jantan dan individu betina. Hampir tidak dijumpai seksual dimorfisme atau beda nyata antara jenis jantan dan jenis betina baik dalam hal struktur tubuh maupun dalam hal warna. Pola reproduksinya tergolong gonokorisme, yaitu setelah terjadi diferensiasi jenis kelamin, maka jenis seksnya akan berlangsung selama hidupnya, jantan sebagai jantan dan betina sebagai betina. Jenis ikan ini rata-rata mencapai tingkat pendewasaan pertama saat panjang tubuhnya telah mencapai 41-51% dari panjang tubuh total atau panjang tubuh maksimum. Ikan jantan mengalami matang kelamin pada ukuran yang lebih kecil dari betinanya. Kelompok ikan yang siap memijah, biasanya terdiri atas sepuluh ekor atau lebih, akan muncul ke permukaan pada waktu senja atau malam hari di bulan Agustus dengan suhu air berkisar antara 22,2-25,2ºC di sekitar pulau Jawa . Ikan kakap jantan yang mengambil inisiatif berlangsungnya pemijahan yang diawali dengan menyentuh dan menggesek-gesekkan tubuh mereka pada salah seekor betinanya. Setelah itu baru ikan-ikan lain ikut bergabung, mereka berputar-putar membentuk spiral sambil melepas gamet sedikit di bawah permukaan air. Secara umum ikan kakap yang berukuran besar akan bertambah pula umur maksimumnya dibandingkan yang berukuran kecil. Ikan kakap
yang
berukuran besar akan mampu mencapai umur maksimum berkisar antara 15-20 tahun, umumnya menghuni perairan mulai dangkal hingga kedalaman 60-100 meter (Gunarso, 1995).
2.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Perikanan tangkap merupakan suatu kegiatan ekonomi dalam memanfaatkan sumberdaya alam, khususnya kegiatan penangkapan dan pengumpulan berbagai jenis biota yang ada di lingkungan perairan (Diniah, 2008). Dalam rangka menertibkan usaha penangkapan ikan dan menghindari konflik pemanfaatan daerah penangkapan, pemerintah melalui keputusan menteri pertanian no. 392/Kpts/IK.120/4/99 membagi jalur penangkapan ikan menjadi 3 jalur, yaitu:
1. Jalur Penangkapan Ikan I Meliputi perairan pantai diukur dari permukaan air laut pada surut yang terendah pada setiap pulau sampai dengan 6 mil laut ke arah laut. Dimana perairan yang diukur dari permukaan air laut pada surut terendah sampai dengan 3 mil laut, maka usaha penangkapan ikan yang diperbolehkan di perairan pantai dengan 3 mil laut meliputi: -
Alat tangkap yang menetap
-
Kapal perikanan tanpa motor dengan ukuran panjang keseluruhan tidak lebih dari 10 meter.
Sedangkan perairan pantai di luar 3 mil sampai 6 mil laut, usaha penangkapan diperbolehkan bagi: -
Kapal perikanan tanpa motor dan atau bermotor tempel dengan ukuran panjang keseluruhan tidak lebih dari 10 meter. Kapal perikanan bermotor tempel dan bermotor dalam dengan ukuran panjang keseluruhan maksimal 12 meter atau berukuran maksimal 56 GT.
-
Pukat cincin (purse seine) berukuran panjang maksimal 150 meter.
-
Jaring insang hanyut (drift gill net) ukuran panjang maksimal 1000 meter.
2. Jalur penangkapan ikan II Jalur penangkapan ikan yang meliputi perairan di luar jalur penangkapan I sampai dengan 12 mil laut ke arah laut. Jalur ini dialokasikan untuk : -
Kapal perikanan bermotor dalam berukuran maksimal 60 GT
-
Kapal perikanan dengan menggunakan alat penangkap ikan pukat cincin berukuran panjang maksimal 600 meter dengan cara pengoperasian menggunakan satu kapal yang bukan grup atau maksimal 1000 meter dengan cara pengoperasian menggunakan 2 kapal yang bukan grup, tuna longliner (pancing tuna) maksimal 1200 buah mata pancing, atau jaring insang hanyut berukuran panjang maksimal 2500 meter.
3. Jalur penangkapan ikan III Jalur penangkapan ikan ini meliputi perairan di luar jalur penangkapan II sampai dengan batas terluar ZEEI. Pada jalur ini diatur sebagai berikut: -
Perairan Indonesia diperbolehkan bagi kapal perikanan berbendera Indonesia berukuran maksimal 200 GT, kecuali yang menggunakan alat
penangkap ikan purse seine pelagis besar di Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Laut Flores, Laut Sawu dilarang untuk semua ukuran. -
Perairan ZEEI Selat Malaka dibolehkan bagi kapal perikanan berbendera Indonesia berukuran maksimal 200 GT kecuali yang menggunakan alat penangkap ikan pukat ikan (fish net) minimal berukuran 60 GT.
-
Perairan ZEEI di luar ZEEI Selat Malaka dibolehkan bagi kapal perikanan berbendera Indonesia dan berbendera asing berukuran maksimal 350 GT bagi semua alat penangkap ikan. Kapal perikanan berukuran di atas 350 GT - 800 GT yang menggunakan alat penangkap ikan purse seine hanya boleh beroperasi di luar 100 mil laut dari garis pangkal kepulauan Indonesia. Kapal perikanan dengan alat penangkap ikan purse seine dengan sistem grup hanya boleh beroperasi di luar 100 mil laut dari garis pangkal kepulauan Indonesia. Kapal perikanan berbendera asing boleh dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III sepanjang dimungkinkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sarana Perikanan yang mendukung perkembangan perikanan meliputi
armada dan jenis alat tangkap. Jumlah armada perikanan yang beroperasi di Kabupaten Kupang sampai dengan tahun 2004 adalah 3.203 unit yang terdiri atas 1.826 unit jukung, 695 unit perahu tanpa motor (PTM), 432 unit motor tempel (MT) dan 250 unit kapal motor (KM) ukuran 5-10 GT yang tersebar pada 19 kecamatan. Kapal-kapal yang berukuran 10 GT ke atas seperti jenis pole and line terbanyak didominasi oleh para nelayan asal Makasar dengan daerah operasi mereka di perairan Kabupaten Kupang. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Kupang dapat dikategorikan sebagai alat tangkap tradisional yang umumnya digunakan adalah bagan tancap, bagan apung, purse seine, jala lompo, gilnet, pancing/pancing tonda dan alat lainnya (Anonim, 2006). Potensi tangkapan lestari ikan-ikan pelagis di Kabupaten Kupang 60.000 ton/tahun, dengan demikian untuk meningkatkan hasil produksi tangkapan ikan diperlukan penambahan sarana/alat tangkap dan armada kapal penangkap ikan seperti kapal mini purse seine, pole and line, long-line, bagan serta alat-alat tangkap lain (Anonim, 2006).
Melihat faktor-faktor pendukung seperti stok ikan yang cukup tersedia, sarana penangkapan, jumlah armada maupun hasil produksi yang terus meningkat dari tahun ke tahun, maka kebutuhan akan prasarana perikanan seperti PPI (Pangkalan Pendaratan Ikan) adalah sangat diperlukan. Pemerintah kabupaten Kupang merencanakan PPI di kawasan pantai Tablolong (Kecamatan Kupang Barat), dimana lebih dikenal sebagai kawasan pariwisata pantai (Anonim, 2006). Kegiatan perikanan tangkap juga tidak terlepas dari beberapa hal penting yang sangat mempengaruhi keberhasilannya. Hal-hal tersebut meliputi kapal, alat dan metode penangkapan ikan, serta daerah penangkapan ikan.
2.2.1 Kapal Kapal penangkap ikan merupakan satu unsur yang tak terpisahkan dalam kesatuan unit penangkapan ikan dengan alat tangkap dan nelayan. Kapal penangkap ikan beragam konstruksi dan ukurannya. Hal ini bergantung pada jenis alat penangkap ikan yang dioperasikannya. Secara prinsip, ada perbedaan konstruksi dan penataan di atas kapal ikan dibandingkan dengan jenis kapal lain. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan pasal 1, kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan
untuk
melakukan
penangkapan
ikan,
mendukung
operasi
penangkapan ikan, pembudidaya ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan. Kekuatan struktur badan kapal, fasilitas untuk menyimpan dan stabilitas tertinggi minimal harus dimiliki oleh setiap kapal ikan yang hendak melakukan aktivitas menangkap ikan (Nomura dan Yamazaki,1977), selanjutnya dikatakan kapal ikan akan memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan kapalkapal lain, seperti: 1. Kemampuan olah gerak kapal Kemampuan olah gerak kapal ini sangat dibutuhkan bagi kapal ikan pada saat pengoperasian alat tangkap, sangat diperlukan kemampuan steerability yang baik, daya dorong mesin (propulsion engine) guna mempermudah gerak maju mundurnya kapal dan radius putaran (turning circle) yang kecil.
2. Kelaiklautan Laik (layak) sangat diperlukan bagi setiap kapal ikan untuk beroperasi dalam menahan dan melawan kondisi yang tidak diharapkan terjadi, seperti kekuatan gelombang dan angin yang kadang-kadang datang secara tiba-tiba dengan tujuan dapat menjamin keselamatan dan kenyamanan, hal ini dibutuhkan stabilitas yang baik dan daya apung yang cukup. 3. Kecepatan kapal Dibutuhkan dalam kegiatan pengopearsian yakni dalam melakukan pengejaran terhadap gerombolan ikan dan juga pada saat kembali dengan membawa hasil tangkapan agar hasil tangkapan selalu tetap berada dalam kondisi segar (kecepatan waktu), waktu penangkapan dan penanganan. 4. Kontruksi kasko yang kuat Konstruksi yang baik dan kuat diperlukan dan merupakan hal yang sangat sensitif dalam manghadapi kondisi alam yang selalu berubah-ubah tanpa kompromi, dan terhadap getaran mesin yang bekerja selama beroperasi. 5. Lingkup area pelayaran Luas area kapal ikan sangat dipengaruhi oleh jarak fishing ground yang akan dijelajah, jangkauan fishing ground ini ditentukan oleh migrasi ikan berdasarkan musim dan habitatnya (sesuai tingkah laku ikan) dari setiap kelompok spesies ikan. 6. Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan Sarana ini sangat diperlukan dalam penyimpanan dan mengolah ikan, bagi kapal yang melakukan processing secara langsung di laut, baik ruang pendingin, ruang pembekuan, ruang pembuat dan penyimpan es bahkan ruang pengepakan, hal ini dibutuhkan untuk menghindari ketidak higenisnya produk dan menjaga sanitasi terhadap produk dari bakteri (terkontaminasi oleh bahanbahan luar yang mengakibatkan rendahnya kualitas produk). 7. Daya dorong mesin Kemampuan daya dorong mesin akan ditentukan sesuai dengan ukuran kapal yang digunakan dan jangkauan operasi serta alat tangkap yang digunakan. Sebab kemampuan daya dorong mesin dengan volume mesin serta getaran yang diberikan harus seimbang, seperti daya dorong cukup besar, volume
mesin dan getarannya harus sekecil mungkin, mesin yang dibutuhkan harus dilengkapi dengan alat bantu penangkapan demi kelancaran operasi penangkapan.
2.2.2 Alat dan metode penangkapan ikan Alat penangkap ikan adalah alat atau peralatan yang digunakan untuk menangkap atau mengumpulkan ikan. Beragam jenis alat penangkap ikan ada di Indonesia. Pengelompokkan alat penangkap ikan sendiri beragam berdasarkan pertimbangan khusus dari pakar yang mengelompokkannya. Statistik perikanan tangkap Indonesia mengelompokkan alat penangkap ikan menjadi 9 kelompok, sedangkan Von Brant (2004) mengelompokkan alat penangkap ikan berdasarkan cara pengoperasiannya menjadi 16 kelompok. Menurut Ayodhoa (1981), berhasilnya suatu usaha penangkapan ikan banyak bergantung kepada sejumlah pengetahuan mengetahui tingkah laku ikan agar dapat menemukan keberadaan ikan. Pengetahuan tingkah laku ikan sebagai individu ataupun sebagai kelompok dalam suatu saat tertentu ataupun pada suatu periode musim, dan dalam keadaan alamiah ataupun dalam keadaan diberikan perlakuan-perlakuan penangkapan (fishing). Oleh karena itu, dapat diterapkan metode, taktik maupun desain alat penangkap ikan yang sesuai. Pengetahuan tentang penyebaran ikan merupakan pengetahuan yang tidak kecil artinya bagi perencanaan suatu alat tangkap maupun metode penangkapan ikan yang dilakukan.
2.2.3 Daerah penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan adalah perairan tempat beroperasinya armada penangkapan ikan. Armada tersebut umumnya telah menetapkan target spesies atau ikan yang menjadi sasaran utamanya. Oleh karena itu daerah penangkapan ikan dapat berbeda untuk jenis armada yang berbeda. Sebagai contoh armada perikanan yang target spesiesnya ikan pelagis kecil akan menuju daerah penangkapan ikan di sekitar pantai. Mengingat keberhasilan operasi penangkapan ikan sangat ditentukan oleh kelimpahan ikan sasaran, kondisi laut yang mempengaruhi keselamatan dan aspek
teknis operasi penangkapan ikan, maka karekteristik daerah penangkapan ikan perlu diketahui dengan baik. Keadaan iklim dan cuaca dapat mempengaruhi kehidupan ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Iklim dan musim akan sangat mempengaruhi penyebaran ikan sedangkan cuaca seperti terjadinya topan dapat mempengaruhi ruaya dan keberadaan ikan pada suatu daerah karena topan dapat menyebabkan terjadinya turbulensi. Ikan biasanya akan menghindari hal seperi ini karena sedimen laut yang terangkat dapat merusak filament insang ikan (Gunarso,1985). Pengetahuan mengenai daerah penangkapan ikan meliputi kelimpahan, kepadatan stok, sifat fisik lingkungan, pola migrasi dan distribusi jenis-jenis ikan. Dengan diketahuinya daerah penangkapan ikan yang potensial dan ditunjang oleh unit penangkapan yang baik akan meningkatkan produksi perupaya penangkapan (Purbayanto,1989). Ikan kakap umumnya menghuni daerah perairan karang ke daerah pasang surut di muara, bahkan beberapa spesies cenderung menembus sampai ke perairan tawar. Daerah penangkapan ikan kakap yang paling banyak terdapat di Nusa Tenggara meliputi Flores Timur dan Pulau Rote (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, 1991).
Namun tidak ada penjelasan rinci tentang
tempat-tempat yang menjadi daerah operasi penangkapan ikan.
2.3 Sebaran Sumberdaya Ikan Potensi sumberdaya perairan, terdiri dari berbagai jenis ikan pelagis besar seperti: tenggiri (Scomberomous commerson), tongkol (Euthynnus spp), tuna (Thunnus spp), ikan-ikan demersal seperti : kerapu (Serranidae), kakap (Lates Calcarifar), merah/bambangan (Lutjanidae), beronang (Siganus spp), dan lencam (Lethrinus spp). Ikan-ikan pelagis kecil seperti: ikan teri (Stelephorus spp), tembang (Sardinella fimbriata), kembung (Rastrelliger spp), selar (Selar spp), julung-julung (Hemirhamohus spp), alu-alu (Sphyraena spp), balanak (Mugil spp). Nelayan yang bergerak dalam usaha penangkapan ikan terutama ikan-ikan pelagis kecil ini jumlahnya cukup banyak dan menyebar sepanjang wilayah perairan laut Kabupaten Kupang dengan pola penangkapan yang masih tradisional.
Potensi perikanan yang demikian besar tersebut belum ditunjang
dengan sarana kapal dan alat tangkap yang memadai. Oleh karena itu, Pemerintah dan Dinas/Instansi terkait telah memberikan perhatian yang cukup besar dengan memberikan bantuan dalam bentuk paket-paket sarana produksi/penangkapan seperti bantuan berupa “rumpon” sejak tahun 2000 pada kelompok-kelompok nelayan di Kabupaten Kupang (Kamlasi, 2007). Daerah penangkapan ikan-ikan pelagis kecil menyebar di seluruh perairan laut di Kabupaten Kupang dengan daerah-daerah tangkapan potensial adalah daerah perairan laut sekitar Pulau Semau, Sabu, Raijua, Teluk Kupang, dan Laut Sabu. Berdasarkan data Baseline Economic Survey (BES), usaha penangkapan ikan-ikan pelagis di Kabupaten Kupang ini cukup potensial untuk dikembangkan di perairan Laut Sabu, Laut Timor, Selat Ombai, Pulau Semau, Teluk Kupang, dan sekitar Pulau Sabu dan Raijua. Tingkat eksploitasi ikan pelagis di lokasi perairan laut di atas, masih rendah sehingga masih terbuka peluang besar untuk dikembangkan. Pengembangan usaha penangkapan ikan pelagis di wilayahwilayah perairan di atas dengan teknik/pola yang lebih baik, akan dapat meningkatkan taraf hidup para nelayan dan sekaligus juga meningkatkan pendapatan daerah. Ikan kakap, umumnya menghuni daerah perairan karang ke daerah pasang surut di muara, bahkan beberapa spesies diantaranya cenderung perairan tawar. Jenis kakap berukuran besar umumnya membentuk gerombolan yang tidak begitu besar dan beruaya ke dasar perairan menempati bagian yang lebih dalam daripada jenis yang berukuran kecil. Selain itu biasanya ikan kakap tertangkap pada kedalaman dasar antara 40–50 meter dengan substrat sedikit karang dan salinitas 30–33 ppt serta suhu antara 5-32ºC (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, 1991). Jenis yang berukuran kecil seringkali dijumpai beragregasi di dekat permukaan perairan karang pada waktu siang hari. Pada malam hari umumnya menyebar guna mencari makanannya baik berupa jenis ikan maupun crustacea. Ikan-ikan berukuran kecil untuk beberapa jenis ikan kakap biasanya menempati daerah bakau yang dangkal atau daerah-daerah yang ditumbuhi rumput laut. Potensi ikan kakap jarang ditemukan dalam gerombolan besar dan cenderung
hidup soliter dengan lingkungan yang beragam mulai dari perairan dangkal, muara sungai, hutan bakau, daerah pantai sampai daerah berkarang atau batu karang. Famili Lutjanidae utamanya menghuni perairan tropis maupun sub tropis, walau tiga dari genus Lutjanus ada yang hidup di air tawar (Baskoro et al. 2004). Potensi dan penyebaran kakap di Indonesia sangat luas dan hampir menghuni seluruh perairan pantai Indonesia. Penyebaran ikan kakap menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan (1991) adalah sebagai berikut: Tabel 1 Penyebaran ikan kakap di Indonesia Perairan Sumatera
Daerah Penyebaran Seluruh perairan
Daerah Penangkapan Utama Sebagian perairan Aceh terutama bagian utara dan barat, sebagian pantai timur Sumatera Utara sekitar Bengkalis, Belitung dan Bangka, pantai barat Sumatera Utara, pantai Sumatera Barat, Bengkulu, dan pantai Timur Lampung
Jawa dan Nusa Seluruh perairan
Selat Sunda bagian Timur sekitar Cirebon,
Tenggara
perairan utara Jawa Tengah dan Jawa Timur, Karimun Jawa, Utara Madura, Ujung Kulon, Cilacap, Nusa Barung, sekitar selat Lombok, perairan Sumbawa, Flores Timur dan pulau Rote
Kalimantan Sulawesi
dan Seluruh perairan Lepas pantai Kalimantan Barat, sebagian kecuali
laut besar pantai timur Kalimantan Selatan dan
dalam
Kalimantan
Tengah,
perairan
sekitar
Samarinda, perairan sedikit di luar teluk Palu berikut lepas pantainya Maluku dan Irian Seluruh perairan
Perairan di luar antara Buru-Seram, perairan
Jaya
teluk Bintuni, teluk Cendrawasih, di luar pantai bagian Tengah dan Selatan laut Banda
Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan (1991)
3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari-April 2010. Pengumpulan data lapangan dilakukan selama bulan Februari 2010 dengan mengambil lokasi di Pelabuhan Perikanan Pantai Tenau-Kupang, Propinsi Nusa Tenggara Timur (Lampiran 1).
3.2 Alat dan Bahan Penelitian 1. 2. 3. 4.
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Peta perairan laut Timor dan sekitarnya Alat dokumentasi berupa kamera Kuesioner Gambar ikan kakap dan beberapa jenis ikan lainnya
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Unit penangkapan ikan dan pengoperasiannya Untuk mengetaui deskripsi dan pengoperasian alat tangkap ikan kakap akan dilakukan wawancara terhadap nelayan yang menggunakan alat tangkap untuk menangkap ikan kakap. Data jumlah dan jenis alat tangkap, jumlah perahu atau kapal dan jumlah nelayan dari dinas perikanan Propinsi Nusa Tenggara Timur dan PPP-Tenau Kupang. Ukuran kapal (GT) dapat diketahui melalui data tentang panjang total (L), lebar (B), dan tinggi (D) terhadap kapal-kapal yang mengoperasikan alat tangkap kakap tersebut. Ukuran kapal diperkirakan dengan menggunakan rumus (Nomura dan Yamazaki, 1977): GT = L x B x D x Cb x 0,353 Keterangan : GT
: Gross tonage kapal
L
: Panjang kapal (m)
B
: Lebar kapal (m)
D
: Dalam kapal (m)
Cb
: Konstanta bahan kapal (kayu = 0,55)
3.3.2 Komposisi hasil tangkapan Komposisi hasil tangkapan dari alat tangkap yang dioperasikan untuk menangkap kakap diperoleh melalui pengamatan terhadap semua unit penangkapan yang mendaratkan ikan hasil tangkapannya di PPP Tenau Kupang. Selain itu juga dilakukan pencatatan berdasarkan perhitungan dari para langgan atau bakul yang membeli hasil tangkapan dari tiap-tiap jenis alat tangkap tersebut. Penentuan jenis dan nama ikan hasil tangkapan disesuaikan dengan ciri fisik ikan antara lain bentuk kepala, bentuk sirip, garis linea literalis, dan bentuk ekornya dari setiap jenis ikan yang tertangkap dengan mengacu pada contoh gambargambar ikan yang digunakan pada saat penelitian.
3.3.3 Daerah penangkapan ikan Data daerah penangkapan ikan diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap nelayan-nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Tenau Kupang. Informasi penangkapan ikan dari setiap kapal yang datang diplotkan ke dalam peta laut yang dapat mewakili setiap daerah tersebut. Selain itu juga dilakukan pencatatan setiap jenis-jenis ikan yang berada di setiap daerah penangkapan ikan tersebut. Sementara untuk perhitungan jarak dari fishing base maupun dari pantai terdekat ke fishing ground dilakukan pengukuran jarak pada peta, kemudian dikalikan dengan skalanya. Contoh peta yang digunakan dalam survei ini ditampilkan pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
3.4 Metode Analisis Data Data mengenai daerah penangkapan ikan dan unit penangkapan yang diperoleh, diklasifikasi dan dianalisis secara deskriptif dengan menampilkan tabulasi dan gambar peta. Sementara untuk mengetahui proporsi berat dan proporsi jumlah hasil tangkapan masing-masing unit penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan kakap menggunakan rumus, sebagai berikut: 1. Proporsi berat hasil tangkapan setiap alat tangkap (A) A
a 100% b
Keterangan: a: Berat setiap jenis hasil tangkapan per alat tangkap b: Total berat hasil tangkapan per alat tangkap
2. Proporsi jumlah hasil tangkapan setiap alat tangkap (B) B
c 100% d
Keterangan: c: Jumlah setiap jenis hasil tangkapan per alat tangkap d: Jumlah seluruh hasil tangkapan per alat tangkap 3. Proporsi berat hasil tangkapan utama (HTU) dan hasil tangkapan sampingan (HTS) setiap alat tangkap a. Proporsi berat hasil tangkapan utama setiap alat tangkap (PHTU) PHTU
a1 100% a1 b1
b. Proporsi berat hasil tangkapan sampingan setiap alat tangkap (PHTS) PHTS
b1 100% a1 b1
Keterangan: a1: Berat hasil tangkapan utama setiap alat tangkap b1: Berat hasil tangkapan sampingan setiap alat tangkap 4. Proporsi jumlah hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan setiap alat tangkap a. Proporsi jumlah hasil tangkapan utama setiap alat tangkap (QHTU) QHTU
a2 100% a 2 b2
b. Proporsi jumlah hasil tangkapan sampingan setiap alat tangkap (QHTS) QHTS
b2 100% a 2 b2
Keterangan: a2: Jumlah hasil tangkapan utama setiap alat tangkap b2: Jumlah hasil tangkapan sampingan setiap alat tangkap Uji analisis ragam (ANOVA) klasifikasi satu arah digunakan untuk mengetahui produktivitas bulanan ikan kakap dari alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan kakap. Rumus untuk memperhitungkan analisis ragam (ANOVA) ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Analisis Ragam Klasifikasi Satu Arah (ANOVA) Sumber keragaman Jenis unit penangkapan ikan Galat
Jumlah kuadrat JKK
Derajat bebas k-1
JKG
K(n-1)
Total
JKT
Nk-1
Kuadrat tengah 2
S1 = 2 S2 =
JKK k 1
Fhitung
S1
2
S2
2
Ftabel
Fa v1, v2
JKG k (n 1)
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: k
n
JKT X ij2 i 1 j 1
JKK
T ...2 nk
1 k 2 1 T i T ...2 n i 1 nk
JKG JKT JKK Asumsi : data hasil tangkapan (kilogram) untuk setiap kelompok lama trip menyebar normal.
4
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau diantaranya telah bernama dan 8 buah pulau belum diberi nama. Sementara 5 buah pulau telah berpenghuni yakni, Pulau Timor dengan luas 4.937,62 km2, Pulau Sabu dengan luas 423,81 km2, Pulau Semau dengan luas 246,66 km2, Pulau Raijua dengan luas 36,97 km2 dan Pulau Kera dengan luas 1,5 km2. Secara
geografis
Kabupaten
Kupang
terletak
pada
121°.30’BT-
124°.11’BT dan 9°.19’LS-10°.57’LS. Luas wilayah Kabupaten Kupang adalah seluas 53.958,28 km² yang terdiri dari wilayah daratan seluas 7.178,28 km² dan wilayah laut seluas 46.780 km² dengan garis pantai ± 492,4 km. Kabupaten Kupang sebelah utara berbatasan dengan Laut Sawu dan Selat Ombai, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan dan negara Timor Leste sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Rote Ndao dan Laut Sawu. Topografi permukaan tanah di Kabupaten Kupang pada umumnya berbukit-bukit, bergunung-gunung, dan sebagian terdiri dari daratan rendah dengan tingkat kemiringan rata-rata mencapai 450, dimana kondisi permukaan tanah kritis dan gundul sehingga peka terhadap erosi. Wilayah Kabupaten Kupang berada pada ketinggian dari permukaan laut 0-500 meter, dengan iklimnya termasuk iklim kering yang dipengaruhi oleh angin muson dengan musim hujan pendek, yang jatuhnya sekitar bulan Desember sampai bulan Maret sedangkan musim kemarau antara bulan April sampai bulan November (DKP Kabupaten Kupang, 2009). Suhu udara di Kabupaten Kupang yang tercatat pada tahun 2008 yaitu siang hari rata-rata berkisar antara 30,00C sampai dengan 33,70C, sementara pada malam hari suhu udara berkisar antara 21,20C sampai dengan 24,30C. Kelembaban udara relatif cukup tinggi dengan rata-rata berkisar antara 61% yaitu pada bulan Agustus sampai dengan 84% pada bulan Februari. Catatan curah hujan di Kabupaten Kupang tahun 2008 di luar bulan Agustus yaitu berkisar antara 3 mm
pada bulan Juli dan 383 mm pada bulan Februari ( BPS Kabupaten Kupang, 2009).
4.2 Produksi Perikanan Tangkap di Kabupaten Kupang Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Kupang masih didominasi oleh produksi perikanan laut melalui kegiatan penangkapan, pada umumnya didominasi oleh sumberdaya ikan pelagis kecil seperti alu-alu (Sphyraena jello) , selar (Caranx sp.), tembang (Sardinella sp.), julung-julung (Hemirhampus spp.), teri (Stolephorus commersoni), ikan terbang, kembung (Scombridae), dan cumicumi (Loligo sp), serta ikan pelagis besar seperti tenggiri (Cybium commersoni), tuna/cakalang (Thunnus albacares), dan tongkol (Auxis sp.). Sumberdaya ikan demersal seperti peperek (Leiognathus spp.), ikan merah, kerapu (Epinephelus sp), kakap (Lutjanus sp.), ekor kuning (Caesio cuning), dan cucut (Tylosurus spp) (BPS Kabupaten Kupang, 2009). Potensi lestari sumberdaya ikan di perairan Kabupaten Kupang dengan garis pantai ± 492,4 km sebesar 60.000 ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan baru mencapai 29.363 ton (33,50%) pada tahun 2009 dari potensi lestari yang tersedia. Sumberdaya perikanan tangkap di Kabupaten Kupang terdiri dari sumberdaya jenis ikan dan sumberdaya jenis non ikan. Ada 16 jenis sumberdaya ikan dan 8 jenis sumberdaya non ikan yang merupakan jenis sumberdaya ekonomis penting. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan di Kabupaten Kupang tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan produksi perikanan laut menurut jenis non ikan di Kabupaten Kupang tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3 Produksi perikanan laut menurut jenis ikan di Kabupaten Kupang tahun 2009 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Jenis Ikan Paperek Ikan Merah Kakap Kerapu Ekor Kuning Cucut Alu-Alu Selar Tembang Julung-julung Teri Ikan Terbang Kembung Tenggiri Tuna/Cakalang Tongkol Jumlah
Jumlah (Ton) 359,50 645,20 512,20 371,80 483,70 204,00 179,70 311,60 485,00 546,30 2.887,60 5.525,40 3.450,50 5.435,70 4.500,20 2.875,40 28.774,10
Sumber: Diolah dari Kupang dalam Angka (BPS,2009)
Tabel 4 Produksi perikanan laut menurut jenis non ikan di Kabupaten Kupang Tahun 2009 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis non Ikan Kepiting Udang Halus Lobster Udang Putih Kerang Teripang Cumi-Cumi Rumput Laut Jumlah
Jumlah (Ton) 10,89 7,76 2,64 46,00 12,89 2,09 589,70 3.037,80 3.709,77
Sumber: Diolah dari Kupang dalam Angka (BPS,2009)
Dari Tabel 3 dan Tabel 4 di atas menununjukan bahwa produksi perikanan tangkap untuk jenis ikan didominasi oleh ikan tenggiri dan ikan tuna/cakalang yaitu masing-masing sebesar 5.435,70 ton dan 4.500,20 ton, sedangkan untuk sumberdaya perikanan tangkap jenis non ikan yang dominan adalah rumput laut dan cumi-cumi yaitu sebesar 3.037,80 ton dan 589,70 ton. Perkembangan hasil tangkapan produksi dengan nilai produksi periode 2004-2008 mengalami fluktuasi. Produksi tertinggi adalah 18,153 ton dengan nilai produksi sebesar Rp 62,041,640,- pada tahun 2005 (Tabel 5).
Tabel 5 Perkembangan hasil tangkapan (produksi) dengan nilai produksi periode 2004-2008 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah
Jumlah unit penangkapan 7261 7964 4323 6137 4281 29966
Produksi (ton) 11,884.60 18,153.00 11,476.80 11,884.60 11,458.80 64,857.80
Nilai produksi (Rp) 50,037,400.00 62,041,640.00 48,652,550.00 50,037,400.00 47,785,590.00 285,554,580.00
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang (2009)
Secara umum data hasil tangkapan selama periode 2004-2008 adanya peningkatan sebesar 3.98 % per tahun. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Peningkatan produksi ini antara lain karena produksi ikan yang didaratkan oleh nelayan di Pelabuhan Perikanan Pantai Tenau Kupang.
Jumlah unit penangkapan ikan
9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 2004
2005
2006 Tahun
2007
2008
Gambar 2 Perkembangan jumlah unit penangkapan ikan di Kabupaten Kupang periode 2004-2008.
Jumlah produksi ikan (ton)
20,000.00 18,000.00 16,000.00 14,000.00 12,000.00 10,000.00 8,000.00 6,000.00 4,000.00 2,000.00 0.00 2004
2005
2006 Tahun
2007
2008
Gambar 3 Perkembangan produksi ikan di Kabupaten Kupang periode 2004-2008. Penanganan ikan merupakan proses awal yang sangat menentukan dalam proses pengolahan dan pemasaran. Penanganan adalah suatu proses untuk mencegah mundurnya mutu ikan sampai ikan tiba di konsumen. Penanganan ikan sangat diperlukan mulai pada saat tertangkap karena ikan mempunyai sifat yang mudah rusak. Penanganan pada saat tertangkap dan dilakukan penyortiran di atas kapal sampai ikan didaratkan. Penanganan ikan di kapal dilakukan dengan menggunakan es sampai ke pasaran. Pengolahan ikan yang dilakukan di PPP Tenau-Kupang masih bersifat tradisional dengan menggunakan alat-alat yang sederhana. Pengolahan yang dilakukan antara lain pengeringan dan pengasapan. Ikan segar maupun ikan hasil olahan dipasarkan secara lokal dan ada juga ikan segar hasil tangkapan seperti ikan kakap dan kerapu yang dipasarkan ke luar daerah seperti Bali dengan menggunakan es untuk tetap menjaga mutu ikan. 4.3 Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Kupang 4.3.1 Unit penangkapan ikan Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknis dalam melakukan operasi penangkapan ikan yang terdiri dari kapal, alat tangkap dan nelayan.
4.3.1.1 Kapal Armada perikanan tangkap di Kabupaten Kupang terdiri atas perahu tanpa motor (PTM), perahu motor tempel (PMT), dan kapal motor (KM). Kapalkapal tersebut rata-rata memiliki panjang antara 5-22 meter dengan lebar kapal rata-rata 1-5 meter dan memiliki tonase kapal bervariasi antara 5-30 GT. Perkembangan jumlah yang terjadi pada setiap jenis armada penangkapan ikan, seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Kupang periode 20042008 No
Jenis armada
Perahu Tanpa 1 Motor 2 Motor Tempel 3 Kapal Motor Jumlah
Tahun 2004
2005
2006
2007
2008
Perkembangan rata-rata (%)
706 422 274 1402
710 424 276 1410
810 412 252 1474
980 410 240 1630
980 410 240 1630
8.91 -0.49 -3.76 1.55
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang ( 2009)
Pada periode 2004-2008, perkembangan armada perikanan tangkap di Kabupaten Kupang meningkat rata-rata 1.55 % per tahun, yaitu dari 1402 unit pada tahun 2004 meningkat menjadi 1630 unit pada tahun 2008 (Tabel 6). Pada kurun waktu yang sama yaitu pada tahun 2004-2008 untuk armada jenis perahu tanpa motor meningkat sebesar 8.91 % per tahun, sedangkan untuk jenis motor tempel dan kapal motor masing-masing mengalami penurunan yaitu 0.49 % per tahun dan 3.76 % per tahun. Perkembangan armada perikanan tangkap di Kabupaten Kupang yang terdiri dari perahu tanpa motor, motor tempel, dan kapal motor dapat dilihat pada Gambar 4.
Jumlah armada (unit)
1200 1000 800 600 400 200 0 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun Perahu Tanpa Motor
Motor Tempel
Kapal Motor
Gambar 4 Perkembangan armada perikanan tangkap di Kabupaten Kupang tahun 2004-2008. 4.3.1.2 Alat penangkap ikan Jenis alat penangkap ikan yang terdapat di Kabupaten Kupang terdiri dari 6 jenis, yaitu: 1. Pukat kantong (payang, dogol, dan pukat pantai) 2. Jaring insang (jaring insang hanyut, jaring klitik, dan jaring tiga lapis) 3. Jaring angkat (bagan perahu, dan bagan tancap) 4. Pancing (rawai tuna, rawai dasar, huhate, pancing tonda, pancing ulur, pancing tegak, dan pancing cumi) 5. Perangkap (sero dan bubu) 6. Alat tangkap lainnya (jala tebar, garpu dan tombak). Jumlah alat tangkap yang terdapat di Kabupaten Kupang periode 20042008 berfluktuasi. Alat tangkap pancing merupakan alat tangkap yang paling banyak jumlahnya dari tahun ke tahun diantara alat tangkap lainnya (Tabel 7).
Tabel 7. Jenis dan jumlah alat tangkap di Kabupaten Kupang pada tahun 20042008 No 1 2 3 4 5 6
Jenis alat tangkap Pukat Kantong Jaring Insang Jaring Angkat Pancing Perangkap Lain-Lain Jumlah
2004 429 2646 72 3849 122 143 7261
2005 510 3445 101 3517 223 168 7964
Tahun 2006 715 1179 83 2055 120 85 4237
2007 920 956 72 3712 322 155 6137
kenaikan ratarata (%) 2008 950 22.20 760 -18.75 50 -5.34 2237 -2.42 115 35.16 169 14.87 4281 7.62
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang (2009)
Pada periode 2004-2008 alat tangkap meningkat rata-rata 7.62 % per tahun. Unit penangkapan yang mengalami kenaikan paling tinggi selama lima tahun terakhir adalah alat tangkap perangkap meningkat rata-rata 35.16 % per tahun. Pukat kantong meningkat rata-rata 22.20 % per tahun, alat tangkap lainnya yang terdapat di Kabupaten Kupang meningkat rata-rata 14.87 % per tahun, sedangkan alat tangkap yang mengalami penurunan antara lain jaring insang, jaring angkat, dan pancing, masing-masing menurunan sebesar 18.75 %, 5.34%, dan 2.42 % untuk per tahunnya. Perkembangan alat tangkap dari tahun ke tahun di
jumlah alat tangkap (unit)
Kabupaten Kupang dapat dilihat pada Gambar 5.
4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2004
2005
2006
2007
Pukat kantong
Tahun jaring insang
jaring angkat
pancing
perangkap
lain-lain
2008
Gambar 5 Perkembangan alat tangkap di Kabupaten Kupang tahun 2004-2008.
4.3.1.3 Nelayan Kondisi nelayan yang beroperasi di Kabupaten Kupang memiliki status yang berbeda-beda ada yang status sewa beli, milik pribadi, swasta, sewa saja, mendapat bantuan dana bergilir dan ada pula yang
modal bersama. Dengan
adanya variasi kepemilikan akan mempersulit pula dalam pengurusan perijinan. Pada umumnya nelayan yang beroperasi di Kabupaten Kupang merupakan nelayan yang berasal dari Bugis. Perkembangan nelayan di Kabupaten Kupang tahun 2004-2008 terdiri atas nelayan penuh, nelayan sambilan utama, dan nelayan sambilan tambahan (Tabel 8). Tabel 8 Perkembangan nelayan di Kabupaten Kupang tahun 2004 – 2008 2004 1550 1503 1269
2005 1589 1482 1257
2006 1871 2056 1991
2007 1863 2045 1895
2008 1872 2025 3003
Kenaikan rata-rata (%) 5.08 8.96 37.35
4322
4328
5918
5803
6900
17.13
Tahun No
Jenis nelayan
1 Nelayan penuh 2 Nelayan sambilan utama 3 Nelayan sambilan tambahan Jumlah
Sumber: Diolah dari Statistik DKP Kabupaten Kupang (2009)
Perkembangan nelayan di Kabupaten Kupang periode 2004-2008 mengalami kenaikan jumlah nelayan sebesar 17,13 % per tahun (Tabel 8). Ketiga jenis nelayan yang terdapat di Kabupaten Kupang masing-masing mengalami kenaikan sebesar 5,08 % per tahun untuk jenis nelayan penuh, sedangkan nelayan sambilan utama dan nelayan sambilan tambahan mengalami kenaikan sebesar 8,98 % per tahun dan 37,35 % per tahun, dimana dengan melihat persentase kenaikannya dapat diketahui bahwa status nelayan terbanyak yang terdapat di Kabupaten Kupang yaitu status nelayan sambilan tambahan, diikuti status nelayan utama dan status nelayan penuh. Perkembangan status nelayan yang terdapat di kabupaten Kupang dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Gambar 6.
Jumlah nelayan ( Orang)
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun Nelayan Penuh
Nelayan Sambilan Utama
Nelayan Sambilan Tambahan
Gambar 6 Perkembangan nelayan di Kabupaten Kupang tahun 2004-2008. 4.4 Sarana dan Prasarana Perikanan di Kabupaten Kupang Ketersediaan sarana dan prasarana juga turut menunjang suatu keberhasilan dari suatu operasi penangkapan dalam hal ini industri perikanan tangkap. Kondisi sarana dan prasarana yang ada belum memenuhi syarat/standar suatu bentuk dari industri perikanan tangkap. Kondisi yang ada di daerah Kabupaten Kupang masih sangat minim sekali, oleh karena itu pelaksanaan kegiatan operasi penangkapan ikan yang ada juga memiliki banyak kendala. Daya dukung dan daya tampung sumberdaya tidak seimbang. Daya dukung lingkungan sangat potensial sedangkan daya tampungnya masih sangat minim. Sumberdaya ikan yang sangat berlimpah didukung oleh kondisi perairan Indonesia Timur yang masih sangat potensial dengan berbagai jenis ikan dan non ikan yang belum mampu tereksploitasi dengan optimal. Pelaksanaan kegiatan ini juga tidak didukung oleh ketersediaan sumberdaya manusia yang cukup. Produksi melimpah namun tidak dapat tertampung dengan baik. Daya tampung sumberdaya rendah. Sarana dan prasarana pelabuhan seperti pabrik es, bengkel, cold storage, air bersih, lokasi tambat labuh, dan kapasitas listrik: PPI dan TPI yang masih sangat minim. Secara umum sarana dan prasarana perikanan yang terdapat di Propinsi Nusa Tenggara Timur, antara lain: 1 unit PPP, 4 unit PPI, 4 unit TPI, 1 unit Laboratorium mutu ikan, 5 unit cold storage dengan kapasitas masing-masing 220
ton, 14 unit pabrik es dengan kapasitas masing-masing unit sebanyak 166 ton, 1 unit Balai Budidaya Ikan Pantai (BBIP), 1 unit Balai Benih Ikan Sentral (BBIS), dan 1 unit Balai Benih Ikan Lokal (BBIL). Kabupaten Kupang memiliki 6 pelabuhan laut yaitu, Pelabuhan Nusa Lontar Tenau Kupang yang berfungsi sebagai pelabuhan ekspor, Pelabuhan Naikliu di Kecamatan Amfoang Utara, Pelabuhan Seba dan Pelabuhan Biu di Sabu, Pelabuhan Raijua di Pulau Raijua, dan Pelabuhan Uiasa di Pulau Semau. Pelabuhan Perikanan Ikan yang terdapat di Kupang, yaitu Pelabuhan Perikanan Pantai Tenau-Kupang (PPP Tenau-Kupang), dan beberapa Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang digunakan oleh nelayan sebagai tempat berlabuh dan bersandarnya kapal-kapal penangkap ikan tersebut. Terdapat beberapa fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya yang pendukung kegiatan perikanan di Pelabuhan Perikanan Pantai Tenau- Kupang. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain: dermaga, kolam pelabuhan, TPI, cold storage, pabrik es, kantor pelabuhan, dan koperasi nelayan, sedangkan untuk pangkalan pendaratan ikan yang terdapat di Kabupaten Kupang tidak dilengkapi dengan fasilitas yang terdapat pada PPP Tenau. Fasilitas yang terdapat pada PPI antara lain hanya berupa TPI, akan tetapi tidak dimanfaatkan oleh nelayan karena kapasitas yang tidak mendukung kegiatan penjualan hasil tangkapan. Pengelolaan yang belum optimal mengakibatkan jalur-jalur pemanfaatan oleh kapal-kapal ikan tidak teratur dengan baik sehingga ukuran kapal yang seharusnya beroperasi sesuai ketentuan yang ada tidak berjalan dengan baik. Kapal ukuran > 10 GT dapat beroperasi pada jalur I, dan hal ini akan menimbulkan konflik pada nelayan kecil. Penentuan fishing ground yang belum optimal berdampak pada hasil tangkapan yang sangat rendah. Kondisi pengelolaan armada yang terdapat di Kabupaten Kupang secara umum belum optimal, baik dari pengaturan jalur penangkapan, ukuran kapal, izin penangkapan sampai pada pendaratan hasil maupun penarikan pajak daerah.
5 HASIL PENELITIAN 5.1 Unit Penangkapan Ikan Kakap di Kabupaten Kupang 5.1.1 Unit penangkapan rawai dasar 5.1.1.1 Alat tangkap, kapal, dan nelayan rawai dasar Rawai dasar yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Kupang terdiri dari beberapa komponen untuk dapat menghasilkan satu rangkaian rawai dasar. Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut : a. Mata pancing (hook) Mata pancing yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan kakap adalah mata pancing yang bernomor 7. Jumlah mata pancing yang akan digunakan dalam satu rangkaian rawai dasar biasanya sebanyak 300-350 buah. Kanstruksi mata pancing yang digunakan dapat dilihat pada gambar 7.
a
c b
d
f
e
Keterangan : a. Eye b. Shank (P=3,8 cm) c. Wire (ø=0,3 cm) d. Gap (L=1,2 cm) e. Barb f. Throat (Pthroat= 1,5 cm) g. Bend
g
Gambar 7 Konstruksi mata pancing rawai dasar. Mata pancing yang digunakan ini memiliki kait pada ujung mata pancingnya (barb hook). Hal ini ditujukan agar ikan hasil tangkapan tidak terlepas lagi setelah memakan umpan yang ada pada mata pancing. Jika rawai dasar menggunakan pancing tanpa kait (barbless hook), maka ikan hasil tangkapan dapat terlepas walaupun sudah terjerat mata pancing. b. Tali cabang Tali cabang yang digunakan oleh nelayan rawai dasar di Kabupaten Kupang mempunyai panjang berkisar antara 1-1,5 meter dengan bahan tali monofilament.
Jumlah tali cabang yang digunakan sesuai dengan banyaknya mata pancing yang akan dipasang, dalam hal ini jumlah mata pancing yang sering digunakan oleh nelayan rawai dasar di Kabupaten Kupang berkisar 300-350 buah. Tali cabang ini dipasang secara menetap pada tali utama. c. Tali utama Tali utama yang digunakan terbuat dari bahan nylon multifilament dengan panjang kurang lebih 1000 meter. Ukuran tali yang biasa digunakan oleh nelayan adalah tali nomor 3. Tali utama berfungsi sebagai tempat menggantungkan tali cabang. Warna tali yang biasa digunakan oleh nelayan adalah warna hijau dan biru tua, warna tali dipilih berdasarkan warna perairan, dengan harapan tidak terlihat oleh ikan. Pada tali utama diberi tanda untuk meletakkan tali cabang, sehingga panjang tali utama antar tali cabang sama. Tanda ini berupa dua simpul mati yang dibuat berdekatan. Selain itu simpul tanda pada tali utama adalah agar tali cabang tidak bergeser dari tempatnya. d. Tali pelampung Tali pelampung yang digunakan memiliki panjang 100 meter. Dalam satu rangkaian rawai terdapat dua tali pelampung dipasang pada masing-masing ujung. Tali yang dipakai adalah nylon multifilament nomor 4 atau nomor 5. Tali inilah yang akan digulung pada penggulung tali (roller) saat proses penarikan rawai. Tali ini disambungkan pada tali utama pada saat rawai akan diturunkan. Pada tali ini diikatkan pelampung tanda dan jangkar. e. Jangkar Jangkar yang digunakan oleh nelayan rawai dasar di Kabupaten Kupang merupakan tipe jangkar kayu batu dengan plat besi, dimana jangkar tersebut terbuat dari kayu yang bengkok atau yang dibengkokkan yang diperkuat dengan besi, serta diberi batu sebagai pemberatnya. Untuk memperkuat kedudukan batu tersebut diikatkan juga ke kayu dan besi, dan dipastikan batu tersebut tidak akan lepas, biasanya nelayan membuat sendiri jenis jangkar ini. f. Pelampung Pelampung yang digunakan hanya berjumlah 2 buah dan bahkan ada yang memakai hanya satu buah. Pelampung yang digunakan terbuat dari styrofoam
yang dipotong persegi atau bulat. Styrofoam itu ditumpuk dua hingga tiga lapis yang kemudian dibungkus jaring supaya tidak terlepas. Kemudian, styrofoam itu dilubangi pada bagian tengah untuk tempat meletakan bambu. Bambu berfungsi sebagai tempat menalikan tali pelampung. Ujung bawah tali diberi jangkar kayu batu dengan plat besi. Ujung atas bambu pelampung dipasang bendera kecil yang berfungsi sebagai tanda. Pelampung hanya ditempatkan pada masing-masing ujung tali pelampung. Rawai dasar yang berada di Kabupaten Kupang pada umumnya tidak dilengkapi dengan radio buoyanci atau lampu tanda. Hal ini berpengaruh terhadap pencarian pelampung tanda, yang akhirnya hanya didasarkan pada kemampuan penglihatan nelayan terhadap pelampung yang berwarna putih dan berbendera kecil yang ada di atasnya. Kapal yang digunakan oleh nelayan rawai dasar di Kabupaten Kupang rata-rata berukuran 5-27 GT, dengan dimensi panjang 12-21 meter, lebar 1,805,30 meter, dan tinggi kapal 1,10-1,61 meter. Bahan yang biasa digunakan untuk membuat kapal rawai dasar di Kabupaten Kupang adalah kayu jati. Bahan ini merupakan kualitas nomor satu karena memiliki daya tahan atau umur teknis yang lebih lama dari jenis kayu yang lain seperti jenis kayu biru dan kayu ulin yaitu kurang lebih 17 tahun sedangkan kayu biru dan kayu ulin umur teknisnya antara 12-15 tahun. Di atas kapal juga terdapat palkah yang digunakan sebagai tempat menyimpan hasil tangkapan yang telah di beri es. Ukuran palkah kurang lebih lebar 1,50 meter, tinggi 1,45 meter, dan panjang 2,0 meter sebanyak kurang lebih dua buah palkah untuk setiap kapalnya. Selain itu juga terdapat roller yang diletakkan di daerah pinggir kapal, ada yang disebelah kanan dan ada juga yang disebelah kiri kapal. Perbedaan peletakan roller ini terjadi karena perbedaan kebiasaan nelayan. Ada nelayan yang terbiasa menurunkan rawai dari sebelah kanan kapal, dan ada juga yang menurunkan rawai dari sebelah kiri kapal. Perbedaan penempatan roller ini tidak menjadi masalah selama roller tetap diletakkan dipinggir. Penempatan ini dilakukan untuk mempermudah penarikan tali pelampung pada saat pengangkutan rawai.
Mesin yang digunakan oleh kapal rawai dasar mempunyai tenaga antara 18-90 HP. Ada dua merek mesin yang banyak digunakan, yaitu Hino yang berbahan bakar solar dan juga Jiandong yang berbahan bakar bensin. Umur teknis mesin antara 2-5 tahun. Panjang umur teknis mesin dipengaruhi oleh perlakuan dan perawatan yang dilakukan olen nelayan. Desain dan konstruksi kapal yang digunakan untuk pengoperasian rawai dasar termasuk unik, karena dilengkapi dengan rumah untuk nelayan yang berada dibagian tengah kapal. Kondisi rumah yang demikian disebabkan karena nelayan ingin meminimalkan air yang masuk ke dek, selain itu juga karena waktu operasi penangkapan mereka yang lama, antara 1 minggu sampai dengan 6 bulan, sehingga membuat nelayan merasa perlu memiliki tempat berlindung yang nyaman. Selain itu juga fungsi dari rumah tersebut sebagai tempat untuk berlindung, istirahat, dan menyimpan berbagai perlengkapan nelayan. Alat tangkap rawai dasar di Kabupaten Kupang dioperasikan oleh 3-10 orang nelayan tergantung dari ukuran kapal yang digunakan oleh nelayan. Pembagian tugas diantara nelayan adalah satu sebagai juru mudi dan lainnya sebagai anak buah kapal (ABK) yang bertugas untuk mengoperasikan alat tangkap.
5.1.1.2 Metode pengoperasian rawai dasar Pengoperasian rawai dasar di Kabupaten Kupang secara umum berlangsung selama 5 hari sampai 6 bulan. Waktu yang diperlukan cukup lama karena daerah penangkapannya yang terletak cukup jauh dari tempat pemberangkatan (fishing base). Waktu yang diperlukan untuk mencapai daerah penangkapan berkisar antara 5-48 jam. Secara teknis urutan metode pengoperasian yang dilakukan oleh nelayan rawai dasar di Kabupaten Kupang, adalah: 1. Persiapan Persiapan yang dilakukan terdiri dari persiapan perbekalan melaut, persiapan umpan dan memeriksa seluruh peralatan. Perbekalan yang disiapkan antara lain pembelian bahan bakar, oli, es balok, air tawar, garam, dan makanan (beras). Pengecekan peralatan yang dilakukan untuk memperlancar
jalannya pengoperasian antara lain mempersiapkan dan memeriksa alat tangkap, mesin, kapal, palkah ikan, lampu petromaks, dan penggulung tali. Nelayan biasanya berangkat dari fishing base pada waktu siang menjelang sore hari. Umpan tidak dibawah dari darat, melainkan dicari di laut saat perjalanan
menuju
daerah
penangkapan,
dengan
demikian
nelayan
menyiapkan bulu ayam sebagai umpan buatan untuk memancing ikan yang akan digunakan untuk umpan pengoperasian rawai dasar, pemancingan umpan menggunakan pancing ulur. Urutan kerja untuk memancing ikan yang akan digunakan sebagai umpan dalam operasi rawai dasar adalah : a. Memasang lampu di pinggir kapal (pada malam hari) b. Setelah ikan muncul dipancing menggunakan pancing dengan umpan bulu ayam. Setelah mendapat ikan untuk umpan, ikan tersebut dipotong-potong dengan ukuran yang lebih besar dari mata pancing. Hal ini bertujuan agar mata pancing tidak terlihat oleh ikan. Pemasangan umpan pada mata pancing dilakukan pada saat perjalanan menuju ke daerah penangkapan. Umpan yang dikaitkan pada mata pancing minimal separuh dari mata pancing yang akan dipasang. Ketika daerah penangkapan ditemukan, maka umpan akan segera dipasang pada mata pancing sisanya. 2. Pencarian daerah penangkapan ikan (fishing ground) Daerah penangkapan ikan biasanya ditentukan berdasarkan pengalaman nelayan. Nelayan akan memperhatikan kondisi sumberdaya ikan dan karangkarangnya. Kemudian ditentukan alat dapat dioperasikan di daerah tersebut atau tidak. Kedalaman perairan yang biasa dilakukan operasi rawai dasar ini adalah 70-180 meter. Setelah diketahui kedalamannya, maka pancing yang telah disiapkan akan diturunkan. 3. Setting Penurunan pancing ke perairan dilakukan setelah diketahui kedalaman dan kondisi dasar perairan, serta potensi ikannya. Penurunan rawai diawali dengan menurunkan jangkar dan pelampung tanda. Setelah itu rangkaian tali cabang
yang sudah dipasang umpan dilepaskan satu per satu. Saat penurunan dilakukan, nelayan yang lain bertugas mengaitkan umpan pada mata pancing sisanya. Dalam satu malam nelayan dapat melakukan dua sampai tiga kali penurunan pancing yang di mulai dari jam 18.00 sampai jam 08.00 WITA. Hal ini tergantung dari lama waktu perendaman yang dilakukan oleh nelayan, serta keahlian nelayan dalam menarik rawai. Biasanya jika dalam satu kali penurunan tertangkap banyak ikan, maka dalam satu malam hanya dilakukan dua kali setting. Hal ini dikarenakan semakin banyak ikan yang tertangkap maka diperlukan waktu yang lebih lama untuk melakukan penarikan (hauling) rawai, serta melepas dan membersihkan ikan-ikan yang tertangkap. 4. Soaking Setelah alat tangkap dilepaskan ke perairan, maka rawai didiamkan atau direndam kurang lebih 2 sampai 4 jam. Pada saat perendaman, salah satu ujung tali selambar dikaitkan pada roller yang ada pada sisi kapal, dan mesin berada dalam keadaan mati. Perendaman pancing ini dilakukan untuk memberikan waktu pada ikan agar dapat mendeteksi keberadaan umpan dan kemudian memakannya. Nelayan berharap dengan adanya waktu perendaman, maka ikan yang tertangkap lebih banyak. Waktu perendaman tidak boleh terlalu lama, karena dapat dikhawatirkan ikan yang sudah tertangkap dapat terlepas. Walaupun kemungkinan ini sudah diantisipasi dengan menggunakan mata pancing yang memiliki kait, tidak menutup kemungkinan ikan masih dapat terlepas. 5. Hauling Setelah pancing rawai direndam selama kurang lebih 2-4 jam, maka nelayan mulai melakukan pengangkatan rawai. Hauling dilakukan dengan menggunakan alat bantu roller. Roller berfungsi untuk menggulung tali pelampung. Tali utama ditarik secara manual dan diletakkan kembali ke dalam keranjang sesuai dengan urutan tali cabang. Hauling dimulai dari ujung tali pelampung yang telah diikatkan pada roller. Roller ini masih sangat sederhana, terbuat dari bahan kayu yang menyerupai katrol dan digerakkan oleh tenaga manusia.
Saat pengangkatan rawai, jika ada ikan yang tertangkap maka ikan tersebut akan dilepaskan dari mata pancing. Penanganan ikan di atas kapal dilakukan dengan membersihkan organ dalam ikan dengan membuangnya. Kemudian setelah bersih dan dicuci dengan air laut, maka ikan dimasukan ke dalam palkah ikan yang diberi es yang dihancurkan dan ditaburkan garam diatasnya. Penaburan garam ini berfungsi untuk mempertahankan es agar tidak cepat mencair. Metode pengoperasian rawai dasar di Kabupaten Kupang dapat dilihat pada Gambar 8, sedangkan desain dan konstruksi rawai dasar di Kabupaten Kupang dapat dilihat pada Gambar 9.
-
Persiapan Mencari umpan Pemotongan umpan Pemasangan umpan pada mata pancing
Pencarian daerah penangkapn ikan berdasarkan: 1. Dasar perairan 2. Musim penangkapan 3. Pengalaman nelayan 4.
Tidak Ditemukan? Ya Penurunan rawai dasar (setting) Perendaman alat tangkap (soaking) Pengangkatan alat tangkap (hauling) Gambar 8 Diagram alir operasi rawai dasar oleh nelayan di Kabupaten Kupang.
a
b a
d
e a
c
a
i
a
f h
a
a
g a
Keterangan: a. Pelampung (1-2 buah) b. Tiang bendera dan bendera (1-2 buah) c. Tali pelampung (P= 90 m) d. Tali utama (P= 1000 m) e. Pemberat kecil (40-50 buah) f. Tali cabang (1-1,5 m) g. Jangkar (1 buah) h. pancing (300-350 buah) i. Jarak antar tali cabang (2,5-3 m)
Gambar 9 Desain dan konstruksi rawai dasar.
5.1.2 Unit Penangkapan pancing ulur 5.1.2.1 Alat tangkap, kapal dan nelayan pancing ulur Konstruksi alat tangkap pancing ulur yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Kupang untuk menangkap ikan karang dapat dilihat pada Gambar 10.
a
b
c
Keterangan: a. Penggulung (Reel) b. Tali utama (P= 100-200 m) c. Swivel d. Tali cabang (P= 1-5 m) e. Pancing (no.7) f. Pemberat (1-1,5 kg)
d
e
f
Gambar 10 Konstruksi pancing ulur yang digunakan untuk menangkap ikan karang dan ikan demersal di Kabupaten Kupang. Keterangan dari alat tangkap pancing ulur yang digunakan, sebagai berikut: a. Tali pancing Merupakan tali yang terbuat dari bahan monofilament yang terdiri atas tali utama (main line) dan tali cabang (branch line). Tali utama merupakan tali yang digulung pada reel dan berujung pada swivel yang pertama. Tali utama dan tali cabang terbuat dari bahan nylon monofilament yang berwarna putih transparan. Tali utama yang digunakan bernomor 1000 dengan diameter 1 mm, sedangkan tali cabang ukurannya lebih kecil yaitu yang bernomor 500. Panjang tali utama berkisar 100-200 meter, sedangkan tali cabang 1-5 meter.
b. Pemberat (sinker) Pemberat yang digunakan terbuat dari bahan timah atau besi (linggis) yang berfungsi untuk memberikan gaya berat pada tali pancing agar dapat tenggelam pada kedalaman yang diinginkan. Pemberat diikatkan pada tali untang atau kawat barlen yang terletak diantara swivel pertama dan swivel kedua dengan berat 1-1,5 kg disesuaikan dengan arus yang terjadi. c. Mata pancing (hook) Mata pancing berfungsi sebagai tempat mengait umpan. Jika ingin menangkap ikan yang berukuran ’sedang’ nelayan menggunakan mata pancing yang berukuran nomor 8 dan 9, sedangkan untuk menangkap ikan yang berukuran ’besar’ biasanya nelayan menggunakan mata pancing yang berukuran nomor 6 dan 7 (Lampiran 2). Mata pancing yang digunakan oleh nelayan terbuat dari baja tahan karat sehingga nelayan tidak perlu terlalu sering mengganti mata pancing karena bahan tersebuat mempunyai daya tahan yang lama. d. Swivel (kili-kili) Merupakan alat yang berfungsi agar tali pancing tidak terpelintir dan menjadi kaku, dengan tujuan agar tali pancing lentur mengikuti gerak ikan yang memakan umpan pada mata pancing ataupun karena pengaruh arus di dalam air. Umumnya dalam satu unit pancing terdapat dua buah swivel yang terletak pada ujung tali utama dan pada pangkal tali cabang. Swivel terbuat dari bahan baku baja berwarna putih. e. Tali untang atau kawat barlen Terletak diantara swivel pertama dan swivel kedua dan juga dipasang antara tali cabang dengan mata pancing. Fungsi dari tali untang atau kawat barlen adalah agar tali cabang tidak membelit pada tali utama sewaktu menurunkan tali pancing ke dalam air ataupun pada saat berada di dalam air. Kawat ini diikatkan pada swivel pertama dengan menggunakan tali yang sama ukurannya dengan tali utama sepanjang 20-30 cm. Tali ini juga merupakan tempat dikaitkannya pemberat, untuk bagian tali cabang dan mata pancing dipasang tali untang sepanjang 10-20 cm.
f. Penggulung (reel) Penggulung berfungsi untuk mempermudah pengoperasian pancing ulur. Penggulung yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Kupang umumnya terbuat dari plastik
yang berbentuk seperti roda dengan diameter yang
bervariasi tergantung dari panjang pendeknya tali yang digulung. Pada pengoperasian pancing ulur kapal yang digunakan yaitu kapal motor tempel, dengan rata-rata dimensi kapal adalah panjang 11,87-21,30 meter, lebar 1,47-4,00 meter, dan tinggi 0,70-1,10 meter dengan volume kapal 3-24 GT, sedangkan mesin yang digunakan merupakan mesin diesel bermerek jiandong yang berkekuatan 32 PK serta menggunakan bahan bakar bensin. Nelayan yang mengoperasikan alat tangkap ini untuk setiap kapal pancing ulur rata-rata 4-5 orang, hal ini disesuaikan dengan ukuran kapal yang ada.
5.1.2.2 Metode pengoperasian pancing ulur Pengoperasian pancing ulur dimulai dari tahap persiapan yang dilakukan oleh nelayan pancing. Persiapan yang dilakukan dimulai dari mempersiapkan pancing yang akan digunakan, perbekalan bagi nelayan, dan mesin kapal yang akan digunakan. Para nelayan pancing ulur di Kabupaten Kupang biasanya tidak hanya membawa satu jenis mata pancing, biasanya membawa 4 jenis mata pancing untuk digunakan. Selain itu nelayan juga membawa cadangan dari setiap jenis pancing yang digunakan, sehingga pada saat pancing yang digunakan ada yang putus maka nelayan dapat menggantinya. Pengoperasian pancing ulur ini biasanya dilakukan 5 hari dalam seminggu. Setelah semua persiapan selesai maka nelayan langsung menuju fishing ground yang berada di sekitar Pulau Rote. Jarak dari fishing base ke fishing ground yaitu sekitar 5-60 mil dari Pelabuhan Perikanan Pantai Tenau Kupang. Nelayan segera memulai untuk memancing setelah tiba di fishing ground. Nelayan menurunkan pancing sesuai dengan tujuan penangkapan ikan, misalnya jika ingin memancing ikan yang berukuran ’sedang’ maka menggunakan mata pancing bernomor 8 dan 9, sedangkan jika ingin memancing ikan dengan ukuran ’besar’ maka bisanya nelayan menggunakan mata pancing yang bernomor 6 dan 7, dengan jenis ikan yang ingin ditangkap yaitu ikan demersal dan ikan karang.
Cara pengoperasian pancing, yaitu dengan menurunkan pemberatnya terlebih dahulu yang berada di bagian bawah dari pancing, kemudian diikuti dengan mata pancingnya. Setelah semua mata pancing turun dan kedalaman senar yang dikehendaki, maka pada senar yang dipegang oleh nelayan diberi kejutan-kejutan kecil dengan cara menarik ulur pancing tersebut supaya ikan tertarik dengan gerakan umpan yang diberikan. Diagram alir metode pengoperasian pancing ulur oleh nelayan di Kabupaten Kupang dapat dilihat pada Gambar 11.
-
Persiapan Menyiapkan pancing Menyiapkan umpan Pemasangan umpan pada mata pancing
Pencarian daerah penangkapan ikan berdasarkan: - Jenis dasar perairan - Pengalaman nelayan Ditemukan? Melakukan pemancingan Ya
Tidak Ya
Pancing dibiarkan selama beberapa detik atau menit tergantung reaksi dari ikan terhadap umpan yang terdapat pada pancing Penarikan pancing Gambar 11 Diagram alir operasi pancing ulur oleh nelayan di Kabupaten Kupang.
5.1.3 Unit penangkapan bubu 5.1.3.1 Alat tangkap, kapal dan nelayan bubu Alat tangkap bubu yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Kupang termasuk dalam klasifikasi bubu dasar. Dalam satu unit penangkapan bubu nelayan mengoperasikan 4-8 unit bubu. Bubu yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Kupang termasuk sederhana, terdiri atas badan bubu, mulut, dan rangka. Bubu yang digunakan untuk menangkap ikan karang oleh nelayan di Kabupaten Kupang pada umumnya mempunyai ukuran panjang 78 cm, lebar 65 cm dan tinggi 43,9 cm. Mulut bubu berbentuk celah dengan panjang mulut 58 cm, yang mempunyai rangka terbuat dari besi dengan penutup jaring yang terbuat dari bahan polyethylene (PE) dengan mesh size 30 mm. Bentuk dan dimensi bubu dapat dilihat pada Gambar 12. Kapal yang digunakan dalam pengoperasian bubu dasar di Kabupaten Kupang adalah kapal yang menggunakan tenaga penggerak motor tempel yang berkekuatan 5,5 PK dengan jenis bahan bakar bensin. Rata-rata dimensi perahu yang digunakan oleh nelayan bubu di Kabupaten Kupang adalah panjang antara 69 meter, lebar 0.8-2 meter, dan tinggi 2-5 meter. Jumlah nelayan yang mengoperasikan unit penangkapan bubu dasar yaitu 1-2 orang. Nelayan mempunyai tugas masing-masing, nelayan pertama bertugas sebagai pencari dan penentu daerah penangkapan serta memasang bubu dasar yang dioperasikan, sedangkan nelayan yang kedua bertugas sebagai juru mudi dan juru mesin, serta membantu dalam pemasangan bubu dasar yang dioperasikan.
t= 43,9 cm cmcm m
g L= 65 cm cm
P= 78 cm
P= 16 cm
L= 11 cm
Keterangan: a. Mulut bubu b. Engsel c. Frame/ Rangka d. Penutup rangka/ Jaring e. pengait umpan f. Kantong umpan g. Lebar bukaan mulut bubu (L= 58 cm)
Gambar 12 Bentuk dan dimensi bubu.
5.1.3.2 Metode pengoperasian bubu Pengoperasian unit penangkapan bubu bersifat pasif berada di dasar perairan. Pengoperasian bubu dilakukan dengan sistem longline traps dimana bubu dirangkaikan pada tali utama dengan jarak 8,2 meter. Bubu dipasang pada dasar perairan dengan kisaran 10-25 m. Sistem pemasangan bubu di dasar perairan diperlihatkan pada
Lampiran 3. Secara umum pengoperasian
bubu
dibagi menjadi empat tahap, yaitu persiapan, setting, soaking, dan hauling. Tahap pertama yaitu persiapan perlengkapan alat dan perbekalan. Persiapan yang dilakukan dimulai dari mempersiapkan bubu yang akan digunakan, perbekalan bagi nelayan, mesin kapal yang akan digunakan, serta kotak tempat penyimpanan hasil tangkapan. Setelah semua persiapan selesai, lalu nelayan menuju fishing ground atau daerah penangkapan ikan. Selama perjalanan dari fishing base ke fishing ground nelayan melakukan pemasangan umpan. Setelah tiba di fishing ground maka mulai melakukan penurunan alat atau setting bubu. Setting dilakukan dengan cara melakukan penurunan pelampung tanda dan pemberat serta setelah beberapa detik kemudian satu per satu bubu diturunkan. Setelah setting selama masa soaking selama kurang lebih 4-5 jam nelayan menggunakan alat tangkap pancing untuk memancing. Setelah proses soaking kurang lebih 4-5 jam maka nelayan akan melakukan proses hauling atau penarikan bubu ke atas kapal. Biasanya setelah proses pengangkatan (hauling), hasil tangkapan langsung dikeluarkan dari bubu dan dimasukan ke dalam kotak yang telah disiapkan tanpa menggunakan garam atau es dan langsung kembali ke fishing base. Proses pengoperasian akan dilanjutkan pada hari berikutnya, untuk nelayan di Kabupaten Kupang pengoperasian bubu dalam seminggu biasanya melakukan operasi penangkapan ikan menggunakan alat tangkap bubu kurang lebih 4-5 hari tergantung tingkat kerusakan alat tangkap dan cuaca. Secara rinci diagram alir operasi bubu oleh nelayan di Kabupaten Kupang dapat dilihat pada Gambar 13.
1. 2. 3. 4.
Persiapan : Perahu Alat tangkap Umpan Mesin Setting Soaking (4 – 5 jam)
Alat Rusak
Tidak ada HT Hauling
Hasil tangkapan (HT) Gambar 13 Diagram alir operasi bubu oleh nelayan di Kabupaten Kupang.
5.2 Daerah Penangkapan Ikan Nelayan melakukan pencarian daerah penangkapan ikan berdasarkan pada pengalaman-pengalaman sebelumnya maupun informasi dari nelayan-nelayan lainnya. Keberhasilan dalam melakukan operasi penangkapan ikan di suatu lokasi akan diulang dengan melakukan operasi di lokasi yang sama pada trip berikutnya. Daerah penangkapan ikan oleh nelayan di sekitar Kabupaten Kupang tersebar di beberapa perairan yang meliputi Laut Timor, Laut Flores, dan Laut Sawu. Dari ketiga perairan tersebut nelayan yang asalnya asli dari Propinsi Nusa Tenggara Timur lebih banyak menangkap ikan di sekitar Laut Timor karena disesuaikan dengan ukuran kapal yang dimiliki oleh nelayan-nelayan tersebut. Daerah penangkapan ikan kakap yang terdapat di Laut Timor meliputi Kupang, Pulau Kera, Pulau Semau, dan Pulau Rote, bahkan tidak menutup kemungkinan oleh nelayan untuk beroperasi sampai pada batas negara Australia yaitu pada Perairan Coustum yang berjarak 103 mil dari fishing base nelayan yang berada di Kabupaten Kupang. Daerah penangkapan ikan yang terdekat oleh nelayan di Kabupaten Kupang adalah di sekitar Kupang, Pulau Kera dan Pulau
Semau yang dapat di tempuh kurang lebih 20-60 menit dari fishing base yang berjarak kurang lebih 4-12 mil dari Pantai Kupang sedangkan yang terjauh yaitu di sekitar Pulau Rote, jarak fishing base ke fishing ground kurang lebih 60 mil dari Pantai Kupang yang memerlukan waktu sekitar kurang lebih 3-5 jam perjalanan untuk sampai pada daerah penangkapan tersebut. Jika dilihat dari jalur-jalur penangkapan ikan yang diatur oleh Pemerintah (SK menteri Pertanian No.392/Kpts/IK.120/4/99 tentang jalur-jalur penangkapan ikan), maka nelayan di Kabupaten Kupang yang mengoperasikan alat tangkap pancing ulur, rawai dasar, dan bubu dengan tujuan utama penangkapan ikan kakap beroperasi pada jalur penangkapan I yang dihitung dari fishing base yang sama yaitu Pantai Kupang. Daerah penangkapan ikan kakap di Kabupaten Kupang terdiri dari pantai Kupang, Pulau Kera, Pulau Semau, Papela, Landu, dan Lole (Tabel 9). Tabel 9 Daerah penangkapan ikan kakap di Kabupaten Kupang No.
Daerah penangkapan Fishing ikan base
1
Kupang
2
Pulau Kera
3
Pulau Semau
4
Papela
5
Landu
Pantai Kupang
40,0
6
Lole
Pantai Kupang
60,0
Pantai Kupang Pantai Kupang Pantai Kupang Pantai Kupang
Jarak dari Jenis alat Jalur fishing base tangkap penangkapan (mil) yang ikan beroperasi 1,0 Bubu I 4,0 12,0 25,0
Bubu, pancing ulur Bubu, pancing ulur Pancing ulur, rawai dasar Pancing ulur, rawai dasar Pancing ulur, rawai dasar
I I I
I
I
Sumber: Data olahan
Bagi armada penangkapan ikan milik nelayan setempat, umumnya lama operasi penangkapan ikan adalah satu hari (one day fishing) untuk alat tangkap seperti pancing ulur dan rawai dasar, yang menggunakan kapal yang kecil dengan jumlah nelayan 2-3 orang dengan daerah operasi sekitar Pulau Kera dan Pulau Semau, sedangkan untuk alat tangkap bubu lama operasi penangkapannya antara
1-2 hari tergantung waktu perendaman yang beroperasi di sekitar Pulau Kera dan Pulau Semau dan ada juga yang hanya berada di sekitar Kabupaten Kupang. Armada penangkapan yang mempunyai ukuran tonasse antara 5-29 GT seperti kapal pancing ulur dan rawai dasar, lokasi pengoperasiannya di sekitar Pulau Rote, Laut Flores, dan Laut Sawu. Lokasi penangkapan ikan yang demikian termasuk jauh sehingga nelayan harus melaut antara 5 hari untuk nelayan yang mengoperasikan alat tangkapnya di sekitar Pulau Rote, dan ada juga yang harus melaut antara 3-6 bulan bagi nelayan yang mengoperasikan alat tangkapnya di sekitar Laut Flores dan Laut Sawu. Daerah penangkapan ikan yang berada di sekitar Kupang dan Pulau Rote dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
5.3 Komposisi Hasil Tangkapan Ikan Ikan hasil tangkapan dari jenis alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan di Kabupaten Kupang sangat bervariasi, hal ini sesuai dengan tujuan jenis ikan sasarannya. Selama bulan Februari 2010, terdapat lima jenis ikan yang tertangkap oleh alat tangkap rawai dasar dan pancing ulur, serta empat jenis ikan yang tertangkap menggunakan bubu oleh nelayan setempat (Tabel 10). Sesuai dengan jenis alat tangkapnya maka yang menjadi sasaran utama hasil tangkapannya adalah jenis ikan karang dan jenis ikan demersal. Jenis ikan yang menjadi tujuan utama atau target spesies penangkapan oleh nelayan setempat adalah jenis ikan kakap (Lutjanus sp.) dan ikan kerapu (Epinephelus sp.), sedangkan ikan swangi (Priacanthus spp.), kurisi (Nemipterus sp.), dan lobster merupakan hasil tangkapan sampingan, berdasarkan hasil wawancara terhadap nelayan. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari pelabuhan perikanan pantai Tenau-Kupang jenis ikan yang tertangkap dari jenis alat tangkap tersebut adalah ikan kakap (Lutjanus sp.), ikan kerapu (Epinephelus sp.), ikan kurisi (Nemipterus sp.), ikan swangi (Priacanthus spp.), ikan lencam (Lethrinus, spp.), ikan manyung (Arius spp.), ikan kuwe (Caranx sexfasciatus) dan lobster dengan jumlah dan berat rata-rata setiap jenis hasil tangkapan yang berbeda.
Tabel 10 Komposisi hasil tangkapan berdasarkan alat tangkap selama 4 kali trip (20 hari operasi) untuk pancing ulur dan rawai dasar serta 8 kali trip (16 hari operasi) untuk bubu. No
Jenis alat tangkap
Jumla h trip
Lama operasi (hari) 20
Hasil tangkapan (ekor) (kg) LUT
Pancing ulur
4
177 ekor (440 kg)
EPI
PRI
292 ekor (875 kg)
1550 ekor (930 kg) 545 ekor (325 kg) -
NEM
1700 ekor (582 kg) 260 ekor 174 ekor 750 ekor 2 Rawai 4 20 (520 kg) (435 kg) (300 kg) dasar 85 ekor 65 ekor 180 ekor 3 Bubu 8 16 (130 kg) (100 kg) (75 kg) 522 ekor 531 ekor 2095 2630 (1090 kg) (1410 ekor ekor Jumlah 16 56 kg) (1255 (1057 kg) kg) Sumber: Berdasarkan hasil wawancara untuk hasil tangkapan selama bulan Februari 2010
1
LOB 40 ekor (125 kg) 12 ekor (35 kg) 45 ekor (25 kg) 97 ekor (185 kg)
Keterangan: LUT: ikan kakap (Lutjanus sp.); EPI: ikan kerapu (Epinephelus sp.); PRI: ikan swangi (Priancanthus sp.); NEM: ikan kurisi (Nemipterus sp.); LOB: lobster.
Hasil tangkapan pancing ulur merupakan spesies ikan konsumsi. Sasaran utama tujuan penangkapan dengan menggunakan pancing ulur yaitu ikan-ikan karang dan ikan demersal. Jenis ikan yang tertangkap selama pengoperasian alat tangkap pancing ulur oleh nelayan di Kabupaten Kupang pada bulan Februari yaitu terdiri dari 5 jenis ikan. Ikan kakap (Lutjanus sp.), ikan kerapu (Epinephelus sp.), ikan swangi (Priacanthus spp.), ikan kurisi (Nemipterus sp.) dan lobster. Tujuan utama atau target spesies dari pengoperasian alat tangkap ini adalah untuk menangkap ikan kakap (Lutjanus sp.), dan ikan kerapu (Epinephelus sp.). Jumlah hasil tangkapan dari alat tangkap pancing ulur selama bulan Februari oleh nelayan kurang lebih 2952 kg atau 3759 ekor ikan dengan proporsi berat hasil tangkapan terbanyak yaitu ikan swangi (Priacanthus spp.) sebanyak 31 % dan ikan kerapu (Epinephelus sp) sebanyak 30 %, sisanya adalah ikan kurisi (Nemipterus sp.) sebanyak 20 %, ikan kakap (Lutjanus sp) sebanyak 15 %, dan lobster sebanyak 4 %, sedangkan untuk proporsi jumlah ikan hasil tangkapan terbanyak adalah ikan kurisi (Nemipterus sp.) dan ikan swangi (Priacanthus spp.)
masing-masing
sebanyak 45% dan 41%. Proporsi jumlah hasil tangkapan lainnya lainnya 8% untuk ikan kerapu (Epinephelus sp.), 5% untuk ikan kakap (Lutjanus sp.) dan 1% untuk lobster.
Proporsi hasil tangkapan pancing ulur berdasarkan jumlah dan berat ikan yang tertangkap dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15, sedangkan proporsi hasil tangkapan pancing ulur berdasarkan jumlah dan berat hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17. LUT
EPI
NEM
LOB
LUT
EPI
NEM
LOB
2% 8%
20% 22%
13%
29%
43%
77%
Gambar 14 Proporsi hasil tangkapan pancing ulur berdasarkan berat (kg) jenis ikan.
Gambar 15 Proporsi hasil tangkapan pancing ulur berdasarkan jumlah (ekor) jenis ikan.
Hasil Tangkapan Utama
Hasil Tangkapan Utama
Hasil Tangkapan Sampingan
Hasil Tangkapan Sampingan
21%
35% 65%
Gambar 16 Proporsi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan pancing ulur berdasarkan berat (kg) jenis ikan.
79%
Gambar 17 Proporsi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan pancing ulur berdasarkan jumlah (ekor) jenis ikan.
Jumlah ikan hasil tangkapan utama untuk berat dan jumlah lebih sedikit dari ikan hasil tangkapan sampingan (Gambar 16 dan Gambar 17). Hal ini disebabkan sumberdaya ikan tujuan hasil tangkapan utama telah berkurang karena hasil tangkapan yang dilakukan terus-menerus pada tempat yang sama oleh nelayan setempat, selain itu juga karena dipengaruhi oleh musim penangkapan,
dimana pada bulan Januari dan bulan Februari merupakan musim barat sehingga nelayan tidak terlalu banyak melakukan pengoperasian alat tangkap karena angin dan arus yang kencang. Perbandingan proporsi ikan hasil tangkapan utama dan proporsi ikan hasil tangkapan sampingan untuk beratnya yaitu 45% hasil tangkapan utama dan 55% hasil tangkapan sampingan, sedangkan perbandingan proporsi ikan hasil tangkapan utama dan proporsi ikan hasil tangkapan sampingan untuk jumlahnya yaitu 12% hasil tangkapan utama dan 88% hasil tangkapan sampingan. Proporsi
yang demikian nelayan masih tetap melakukan
pengoperasian pada daerah penangkapan yang sama, karena nelayan beranggapan bahwa meskipun hasil tangkapan utama yang diperoleh lebih sedikit dari hasil tangkapan sampingan, namun hasil tangkapan sampingan juga tetap memberikan keuntungan dari hasil tangkapan sampingan tersebut karena tetap dimanfaatkan, selain itu untuk proporsi jumlah dan berat dari hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan yang berbeda untuk berat jenis hasil tangkapan utama mempunyai berat yang lebih besar dari hasil tangkapan sampingan yang menyebabkan jumlah ikan yang tertangkap sedikit, berbeda dengan hasil tangkapan sampingan mempunyai jumlah hasil tangkapan yang banyak akan tetapi jenis ikan tersebut mempunyai berat yang kecil dibanding jenis ikan hasil tangkapan utama. Pada pengoperasian unit penangkapan rawai dasar oleh nelayan di Kabupaten Kupang selama bulan Februari 2010, hasil tangkapan yang diperoleh kurang lebih sebanyak 1615 kg atau 1741 ekor. Jenis ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan dari alat tangkap ini adalah ikan karang dan ikan demersal. Sama halnya dengan alat tangkap pancing ulur, ada 5 jenis ikan yang tertangkap dari kegiatan pengoperasian tersebut. Jenis-jenis tersebut
adalah Ikan kakap
(Lutjanus sp.), ikan kerapu (Epinephelus sp.), ikan swangi (Priacanthus spp.), ikan kurisi (Nemipterus sp.) dan lobster. Proporsi hasil tangkapan jenis-jenis ikan untuk berat yang paling banyak adalah ikan kakap (Lutjanus sp.), dan ikan kerapu (Epinephelus sp.), yaitu masing-masing sebanyak 32% dan 27%, sedangkan tiga jenis lainnya masing-masing sebanyak 20% untuk ikan swangi (Priacanthus spp.), 19% ikan kurisi (Nemipterus sp.), dan 2 % untuk hasil tangkapan lobster (Gambar 18). Proporsi hasil tangkapan jenis-jenis ikan untuk jumlah yang paling banyak
adalah ikan kurisi (Nemipterus sp.) dan ikan swangi (Priacanthus spp.) sebanyak 43% dan 31%, sedangkan tiga jenis ikan lain mempunyai proporsi jumlah 15%, 10% dan 1% untuk
ikan kakap (Lutjanus sp.), ikan kerapu (Epinephelus sp.),
dan lobster dari seluruh jenis ikan yang tertangkap (Gambar 19). LUT
EPI
NEM
LOB
LUT
EPI
3%
NEM
LOB
1% 22%
23%
40% 63%
14%
34%
Gambar 18 Proporsi hasil tangkapan rawai dasar berdasarkan berat (kg) jenis ikan.
Gambar 19 Proporsi hasil tangkapan rawai dasar berdasarkan jumlah (ekor) jenis ikan.
Pada unit penangkapan rawai dasar proporsi hasil tangkapan sasaran utama diperoleh sebesar 59% sedangkan hasil tangkapan sampingan sebesar 41% dari total berat seluruh hasil tangkapan ikan yang diperoleh (Gambar 20), sedangkan proporsi hasil tangkapan utama yang diperoleh dari jumlah jenis ikan yang tertangkap adalah 25% dan 75% untuk jumlah hasil tangkapan sampingan yang diperoleh dari jumlah keseluruhan hasil tangkapan (Gambar 21). Hasil Tangkapan Utama
Hasil Tangkapan Utama
Hasil Tangkapan Sampingan
Hasil Tangkapan Sampingan
26%
36% 74%
Gambar 20 Proporsi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan rawai dasar berdasarkan berat (kg) jenis ikan.
64%
Gambar 21 Proporsi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan rawai dasar berdasarkan jumlah (ekor) jenis ikan.
Hasil tangkapan bubu yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap nelayan kurang lebih sebulan selama bulan Februari 2010 diperoleh hasil tangkapan sebanyak 330 kg ikan atau 375 ekor. Kelompok ikan yang tertangkap sebanyak 4 jenis. Jenis ikan yang paling banyak tertangkap berdasarkan berat adalah ikan kakap (Lutjanus sp) sebanyak 39%, dan ikan kerapu (Epinephelus sp) sebanyak 30%, sisanya adalah ikan kurisi (Nemipterus sp.) dan lobster masingmasing sebanyak 23% dan 8% (Gambar 22). Proporsi hasil tangkapan jenis-jenis ikan berdasarkan jumlah dari alat tangkap bubu yang paling banyak adalah ikan kurisi (Nemipterus sp.) dan ikan kakap (Lutjanus sp.) sebanyak 48% dan 23%, sedangkan jenis ikan lain mempunyai proporsi 17% untuk ikan kerapu (Epinephelus sp.), dan 12% untuk lobster dari jumlah seluruh jenis ikan yang tertangkap (Gambar 23). LUT
EPI
NEM
LOB
8%
LUT
EPI
12%
NEM
LOB
23%
39%
23% 30%
Gambar 22 Proporsi hasil tangkapan bubu berdasarkan berat (kg) jenis ikan.
48%
17%
Gambar 23 Proporsi hasil tangkapan bubu berdasarkan jumlah (ekor) jenis ikan.
Target utama penangkapan dengan menggunakan alat tangkap bubu oleh nelayan di Kabupaten Kupang adalah ikan kakap (Lutjanus sp.) dan ikan kerapu (Epinephelus sp.), sedangkan ikan kurisi (Nemipterus sp.) dan lobster merupakan hasil tangkapan sampingan yang diperoleh. Perbandingan hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan berdasarkan berat hasil tangkapan dengan menggunakan alat tangkap bubu yaitu 70 % hasil tangkapan utama dan 30 % hasil tangkapan sampingan dari total berat hasil tangkapan yang diperoleh (Gambar 24), sedangkan perbandingan hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan berdasarkan jumlah hasil tangkapan dengan menggunakan alat tangkap
bubu yaitu 40% hasil tangkapan utama dan 60% hasil tangkapan sampingan dari jumlah keseluruhan hasil tangkapan yang diperoleh (Gambar 25). Hasil Tangkapan Utama
Hasil Tangkapan Utama
Hasil Tangkapan Sampingan
Hasil Tangkapan Sampingan
30%
40% 60%
70%
Gambar 24 Proporsi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan bubu berdasarkan berat (kg) jenis ikan.
Gambar 25 Proporsi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan bubu berdasarkan jumlah (ekor) jenis ikan.
Hasil tangkapan yang diperoleh dari ketiga jenis unit penangkapan yaitu pancing ulur, rawai dasar dan bubu mempunyai berat hasil tangkapan yang berbeda dari masing-masing alat tangkap. Jenis hasil tangkapan yang diperoleh mempunyai berat rata-rata 2,3 kg per ekor untuk jenis ikan kerapu, 2,2 kg per ekor untuk jenis ikan kakap, 2,2 kg per ekor untuk lobster, 0,9 kg per ekor untuk ikan lencam dan 0,4 kg per ekor untuk jenis ikan kurisi yang diperoleh dari ketiga alat tangkap tersebut (Tabel 11). Tabel 11 Berat rata-rata per ekor hasil tangkapan berdasarkan alat tangkap selama 4 kali trip (20 hari operasi) untuk pancing ulur dan rawai dasar serta 8 kali trip (16 hari operasi) untuk bubu pada bulan Februari 2010. No. 1 2 3
Alat tangkap Pancing ulur Rawai dasar Bubu Rata-rata
LUT 2,5 2,5 1,5 2,1
Berat rata-rata hasil tangkapan per ekor (kg) EPI PRI NEM LOB 3,0 0,6 0,4 3,0 2,5 0,5 0,4 3,0 1,5 1,5 0,4 0,5 2,7 0,6 0,4 1,9
Sumber: Data olahan
Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh oleh nelayan sangat bervariasi tergantung alat tangkap yang digunakan, daerah penangkapan, dan musim penangkapan. Hasil tangkapan nelayan yang diperoleh dari hasil wawancara selama kurang lebih untuk 5 hari melaut dari alat tangkap rawai dasar, pancing
ulur, dan bubu berbeda dari masing-masing nelayan. Perbedaan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh disebabkan karena kemampuan daya tangkap yang berbeda dan lokasi daerah penangkapan yang berbeda pula. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang jumlah hasil tangkapan khusus ikan kakap (Lutjanus sp.) yang diperoleh nelayan selama periode kurang lebih 14 bulan sejak bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Februari 2010 sangat berbeda untuk bulan-bulan tertentu, hal ini disesuaikan dengan musim penangkapan dan sumberdaya yang ada. Musim puncak penangkapan ikan kakap di Kabupaten Kupang kurang lebih selama 4 bulan yaitu sejak bulan Juli sampai pada bulan Oktober, musim sedang berlangsung selama 3 bulan sejak bulan April sampai bulan Juni, sedangkan musim paceklik terjadi selama 5 bulan yaitu sejak bulan November sampai bulan Maret. Hasil tangkapan ikan kakap yang diperoleh selama musim puncak kurang lebih sebanyak 131.053 kg atau sebanyak 50% dari seluruh hasil tangkapan ikan kakap yang diperoleh, pada musim sedang kurang lebih 864.98 kg atau sebesar 33% dari seluruh hasil tangkapan ikan kakap yang diperolah, dan pada musim paceklik kurang lebih 44.861 kg atau 17% dari seluruh tangkapan ikan kakap yang diperoleh. Jumlah hasil tangkapan ikan kakap yang diperoleh selama 14 bulan sejak bulan Januari 2009 sampai bulan Februari 2010 dapat dilihat pada Gambar 26 dan Gambar 27. 60000
Musim puncak
50000 Musim sedang
40000 30000 20000 10000
Musim paceklik Musim paceklik
0
Gambar 26 Jumlah hasil tangkapan ikan kakap di Kabupaten Kupang selama bulan Januari 2009-Februari 2010.
Gambar 21 menjelaskan tentang jumlah hasil tangkapan ikan kakap yang diperoleh sejak Januari 2009-Februari 2010, berdasarkan alat tangkap yang digunakan. Dari data yang diperoleh dari DKP Kabupaten Kupang (2009), alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan kakap adalah rawai dasar, pancing ulur, dan bubu. Hasil tangkapan terbanyak diproduksi oleh alat tangkap rawai dasar sebesar 57%, pancing ulur sebesar 39%, dan bubu sebesar 4% dari jumlah keseluruhan hasil tangkapan tangkapan ikan kakap yang diproduksi oleh
Hasil tangkapan (kg)
tiga alat tangkap tersebut selama 14 bulan (Gambar 27). 45000 42500 40000 37500 35000 32500 30000 27500 25000 22500 20000 17500 15000 12500 10000 7500 5000 2500 0
Bulan pancing ulur
Rawai dasar
Bubu
Gambar 27 Komposisi hasil tangkapan ikan kakap berdasarkan bulan dan jenis alat tangkap. Produksi ikan kakap (Lutjanus sp.) yang dihasilkan setiap bulan sejak Januari 2009-Februari 2010 dari tiga alat tangkap (rawai dasar, pancing ulur, dan bubu) disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Total produksi, rata-rata produksi yang dihasilkan setiap bulan dan ragam produksi bulanan armada penangkap ikan kakap di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur dalam periode Januari 2009 hingga Februari 2010 Jenis alat tangkap Pancing ulur
Jumlah bulan
Produksi (kg)
14
Produksi ratarata (kg/bulan) 102581 7334,35
Ragam bulanan 26945366
Rawai dasar
14
151930
10852,14
154530628
Bubu
14
10621
758,64
521944
Sumber: Data olahan
Hasil analisis ragam (ANOVA) terhadap hasil tangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) dari 3 alat tangkap tersebut (rawai dasar, pancing ulur dan bubu) yang dioperasikan di Kabupaten Kupang berdasarkan data yang diperoleh dari DKP Kabupaten Kupang, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan nyata hasil tangkapan tiap bulannya dalam satuan kg ( α = 0.05; Fhitung = 6.06; Ftabel = 3.24) Tabel 13, dengan menggunakan hipotesis: H0 = S1= S2 = S3 H1 = S1 ≠ S2 ≠ S3. Keterangan: S1 = Hasil tangkapan pancing ulur. S2 = Hasil tangkapan rawai dasar. S3 = Hasil tangkapan bubu. Tabel 13 Hasil uji sidik ragam produksi bulanan tiga jenis unit penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur Sumber keragaman Jenis unit penangkapan ikan Galat Total
Jumlah kuadrat 734970026
2365973201 3100943230
Derajat bebas 2
39 41
Kuadrat tengah 367485013,0
Fhitung 6,06
Ftabel 3,24
60665979,6
Sumber: Data olahan
Tabel 13 menunjukan bahwa Fhitung > Ftabel, maka tolak H0, dimana terdapat perbedaan rata-rata hasil tangkapan dari setiap alat tangkap yang dioperasikan untuk menangkap ikan kakap.
6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur–Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan. Pemerintah telah mengelurkan Keputusan Menteri Pertanian No.392/Kpts/4/99 tentang jalur-jalur penangkapan ikan. Dalam keputusan tersebut telah ditetapkan tiga jalur penangkapn ikan. Jalur penangkapan ikan I diukur dari permukaan air laut pada surut terendah sampai dengan 3 mil laut dan perairan pantai luar 3 mil laut sampai dengan 6 mil laut. Jalur penangkapan ikan II meliputi perairan di luar jalur penangkapan ikan I sampai dengan 12 mil laut ke arah laut. Jalur penangkapan ikan III berada di luar jalur penangkapan ikan II sampai dengan terluar ZEE. Jalur penangkapan ikan oleh nelayan di Kabupaten Kupang khusus ikan kakap (Lutjanus sp.) termasuk pada jalur penangkapan ikan I karena dihitung dari fishing base yang sama yaitu dari Pantai Kupang bukan dari pantai terdekat dari pulau tertentu. Pada jalur penangkapan ikan I di perairan 0-3 mil laut hanya diperbolehkan bagi: a. Alat penangkap ikan menetap b. Alat penangkap ikan tidak menetap yang tidak dimodifikasi c. Kapal perikanan tanpa motor dengan ukuran panjang maksimum 10 m. Sementara di dalam jalur penangkapan ikan di perairan 3-6 mil laut hanya diperbolehkan bagi : a. Alat tangkap ikan menetap dimodifikasi b. Purse seine panjang maksimum 150 m c. Gill net maksimum 1000 m d. Kapal tanpa motor dan bermotor tempel dengan ukuran panjang maksimum 10 m e. Kapal bermotor tempel inboard maksimum 5 GT atau panjang maksimum 12 m. Berkaitan dengan ketentuan-ketentuan tersebut pengoperasian unit penangkapan pancing ulur, dan bubu ditinjau dari segi ukuran kapal dan jalur penangkapan maka sesuai dengan ketentuan tersebut. Masing-masing unit
penangkapan memiliki panjang kapal kurang dari 12 meter, yaitu berkisar antara 6-12 meter. Berbeda dengan rawai dasar dan pancing ulur yang sistem operasinya bukan one day fishing, jalur penangkapan untuk kedua alat tangkap ini termasuk pada jalur penangkapan III yang sesuai peraturan Pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.392/Kpts/4/99 tentang jalur-jalur penangkapan ikan tersebut. Akan tetapi alat tangkap ini oleh nelayan setempat tetap dioperasikan pada jalur penangkapan I, karena disesuaikan dengan fishing base yang sama. Daerah penangkapan ikan kakap di Kabupaten Kupang meliputi pantai Kupang, Pulau Kera, Pulau Semau, Papela, Landu, dan Lole dengan jarak penangkapan dari pantai antara 1-60 mil laut yang diukur dari pantai Kupang sebagai fishing basenya (Tabel 14). Tabel 14 Daerah penangkapan Ikan, jarak dari pantai, dan jalur Penangkapan Ikan Daerah Penangkapan No Ikan 1 Kupang 2 Pulau Kera 3 Pulau Semau 4 Papela 5 Landu 6 Lole
Fishing base Pantai Kupang Pantai Kupang Pantai Kupang Pantai Kupang Pantai Kupang Pantai Kupang
Jalur Jarak dari pantai Penangkapan (mil) Ikan 1.0 I 4.0 I 12.0 I 25.0 I 40.0 I 60.0 I
Sumber: Data olahan
Jenis dan alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Kupang pada umumnya masih sederhana sehingga berpengaruh pada penentuan daerah penangkapan ikan yang hanya disesuaikan pada pengalaman nelayan dan kondisi laut dan angin yang terjadi. Walaupun demikian, dengan jenis dan alat tangkap yang sederhana, nelayan di Kabupaten Kupang tetap melakukan penangkapan ikan sampai pada daerah penangkapan yang berjarak jauh. Hal ini disebabkan karena didasarkan pada pengalaman nelayan dimana stok sumberdaya ikan karang yang ada di daerah penangkapan ikan yang berjarak dekat, ukuran ikan yang diperolah dianggap belum layak tangkap karena memiliki ukuran yang kecil disesuikan dengan kedalaman penangkapan. Karyaningsih dan Suhendrata (1992) mengemukakan bahwa perbedaan jumlah dan berat hasil tangkapan disetiap
kedalaman menunjukkan bahwa pada kedalaman yang semakin tinggi ikan kakap yang tertangkap akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena ikan kakap mempunyai kebiasaan beruaya ke daerah kedalaman yang lebih tinggi untuk mencari makan dan melakukan pemijahan. Dengan demikan, nelayan berusaha mencari daerah penangkapan yang baru selain berdasarkan pada pengalaman nelayan lain juga karena adanya informasi dari nelayan lain tentang daerah penangkapan yang lebih produktif, sehingga membuat nelayan setempat untuk melakukan penangkapan yang berjarak jauh karena didukung dengan ukuran kapal yang ada cukup memfasilitasi untuk menangkap ikan pada jarak yang jauh dimana stok sumberdaya ikan kakap masih banyak dengan ukuran layak tangkap yang mempunyai daerah penangkapan yang lebih dalam yaitu antara 70-180 meter, dimana pada umumnya semakin bertambah besar ukuran ikan kakap dan semakin tua umur ikan kakap, ada kecenderungan menyukai dan mencari perairan dengan suhu yang lebih rendah di perairan yang lebih dalam (Puslitbang, 1991). 6.2 Produktivitas Unit Penangkapan Ikan Pengembangan
teknologi
penangkapan
yang
bertanggung
jawab
berdasarkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (1995) yang diacu dalam Yusfiandayani (2004), hendaknya memenuhi persyaratan: 1.
Selektivitas tinggi
2.
Konsumsi terhadap bahan bakar minyak rendah
3.
Investasi rendah
4.
By-catch rendah
5.
Hasil tangkapan segar
6.
Tidak merusak habitat
7.
Tidak membahayakan bagi operator (nelayan)
8.
Aman bagi spesies yang dilindungi
9.
Bersifat menguntungkan
10. Dapat diterima oleh masyarakat 11. Legal Sistem pengoperasian dari alat tangkap rawai dasar, pancing ulur, dan bubu yang digunakan untuk menangkap ikan kakap maka alat tangkap pancing ulur merupakan alat tangkap yang memenuhi persyaratan dari Code of Conduct
for Responsible Fisheries, sedangkan alat tangkap rawai dasar dan bubu tidak memenuhi persyaratan Code of Conduct for Responsible Fisheries, karena dapat merusak habitat. Rawai dasar adalah salah satu alat penangkap ikan yang hidup di perairan karang, yaitu disekitar terumbu karang. Rawai dasar untuk perairan karang termasuk ke dalam rawai tetap. Rawai tetap adalah rawai yang pada salah satu ujung tali utama
sebelah bawah diberi pemberat atau jangkar sehingga alat
tangkap ini tetap dan tidak hanyut, sedangkan ujung tali lainnya diikatkan di pelampung atau kapal ( Direktorat Prasarana Perikanan Tangkap, 2001). Operasi penangkapan dengan menggunakan alat tangkap ini haruslah memperhatikan keadaan topografi dasar perairan, sebab untuk perairan yang dasarnya terdapat karang-karang, terumbu karang, atau banyak bebatuan akan memungkinkan mata pancing mudah tersangkut sehingga mengakibatkan rusaknya habitat karang serta menggeser kedudukannya akibat terbelit oleh tali pancing serta penurunan dan penarikan pemberat atau jangkar hal ini juga yang menyebabkan putusnya tali pancing, oleh karena itu harus dibuat konstruksi khusus bentuk pancing yang dioperasikan di atas karang-karang khususnya dan atau perairan karang pada umumnya (Cochrane, 2002). Alat tangkap bubu dapat mengakibatkan terumbu karang rusak. Kerusakan terumbu karang akibat pengoperasian bubu adalah penimbunan bubu dengan menggunakan batu-batu karang. Kegiatan ini dilakukan supaya alat tangkap bubu berada dalam posisi diam, selain itu supaya bubu tidak hilang karena terbawa arus. Karang yang digunakan berfungsi sebagai kamuflase sebuah karang selain itu karang tersebut juga berfungsi sebagai pemberat bubu. Karang merupakan tempat hidup beberapa jenis ikan. Ikan yang hidup pada daerah karang akan tertarik pada tumpukan karang yang sebenarnya adalah merupakan bubu (Ikawati, et al,. 2001). Karang hidup yang menjadi media penimbunan bubu merupakan sumber makanan bagi beberapa jenis ikan dan biota karang lain seperti Tetraodintidae, Monochantidae, Balistidae, dan Chaetodontidae (Nybakken, 1992). Jumlah hasil tangkapan ikan yang berbeda dari alat tangkap rawai dasar, pancing ulur, dan bubu yang dioperasikan di Kabupaten Kupang sama halnya
dengan tiga jenis alat tangkap tersebut yang dioperasikan oleh nelayan di Kabupaten lain seperti di Kabupaten Lampung Selatan yang mengalami perbedaan rata-rata hasil tangkapan dari setiap alat tangkap yang dioperasikan. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan suatu daerah penangkapan sangat tergantung pada stok sumberdaya ikan yang tersedia, kemampuan daya tangkap dari alat, tingkat keefektifan dan keefisienan dari alat tangkap yang digunakan, lama trip yang berlangsung, serta daerah penangkapan ikannya Lama trip operasi penangkapan dengan menggunakan alat tangkap rawai dasar, pancing ulur dan bubu oleh nelayan di Kabupaten Kupang berbeda dengan lama trip operasi penangkapan ikan dengan menggunakan ketiga alat tangkap tersebut di Kabupaten Lampung Selatan. Nelayan di Kabupaten Kupang biasanya melakukan operasi penangkapan antara 2-5 hari melaut sedangkan nelayan di Kabupaten Lampung melakukan operasi penangkapan yang bersifat
one day
fishing untuk ketiga alat tangkap tersebut (Adianto, 2007). Hasil tangkapan yang menjadi tujuan utama penangkapan oleh nelayan di Kabupaten Kupang adalah ikan kakap dan ikan kerapu dari ketiga alat tangkap tersebut berbeda dengan tujuan utama penangkapan ikan oleh nelayan di Kabupaten Lampung Selatan untuk alat tangkap rawai dasar dan pancing ulur yang menjadi sasaran utamanya adalah ikan kakap berbeda dengan alat tangkap bubu yang menjadi sasaran utamanya adalah ikan kerapu, ekor kuning, dan ikan kakap (Adianto, 2007). Hasil tangkapan unit penangkapan rawai dasar, pancing ulur, dan bubu yang dilakukan oleh nelayan, menunjukkan adanya perbedaan rata-rata hasil tangkapan dari setiap alat tangkap yang dioperasikan untuk menangkap ikan kakap. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan setiap unit penangkapan adalah berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan upaya penangkapan dari tiap-tiap unit penangkapan tersebut. Antara lain meliputi daerah penangkapan yang berbeda, jumlah setingan tiap alat tangkap yang relatif berbeda, dan musim penangkapan ikan yang berbeda. Alat tangkap rawai dasar merupakan alat tangkap yang efisien bagi nelayan karena dalam melakukan operasi penangkapan hasil tangkapan yang diperoleh beragam dengan ukuran yang berbeda, sedangkan alat tangkap pancing
ulur merupakan alat tangkap yang tidak efisien karena dalam melakukan operasi penangkapan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan hasil tangkapan yang banyak karena operasinya tergantung banyaknya mata pancing yang digunakan, sedangkan alat tangkap bubu berdasarkan komposisi hasil tangkapan yang diperoleh menunjukan bahwa alat tangkap tersebut tidak spesifik terhadap jenis ikan tertentu, hal ini dapat dilihat dari beragamnya hasil tangkapan yang tertangkap oleh bubu (Adianto, 2007). Alat tangkap bubu yang terdapat di Kabupaten Kupang sama seperti alat tangkap bubu yang terdapat di Cirebon yaitu bubu lipat yang terbuat dari rangka besi dengan menggunakan jaring polyetilen dengan mesh size 30 mm sebagai penutup rangkanya. Keragaman spesies yang tertangkap dari ketiga alat tangkap tersebut terjadi karena jenis ikan yang hidup di perairan karang sangat beranekaragam. Alat tangkap rawai dasar, pancing ulur, dan bubu merupakan alat tangkap yang pasif terhadap ikan (Ayodhyoa, 1975). Hasil tangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang lebih banyak diproduksi oleh alat tangkap rawai dasar. Hal ini disebabkan oleh tingkat keefisienan dari alat tangkap tersebut yang ditunjang dengan keadaan daerah penangkapan ikan. Menurut Purbayanto 1989, dengan diketahuinya daerah penangkapan yang potensial seperti kelimpahan, kepadatan stok, sifat fisik lingkungan, pola migrasi dan distribusi jenis-jenis ikan serta didukung oleh unit penangkapan yang baik akan meningkatkan produksi perupaya penangkapan. Produksi ikan kakap di Kabupaten Kupang yang terbanyak terjadi pada bulan September dan paling sedikit produksi ikan kakap (Lutjanus sp.) yaitu terjadi pada bulan Desember-Februari. Hal ini disebabkan oleh musim penangkapan. Secara umum kondisi oseanografi perairan di Indonesia dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim barat dan musim timur sebagai akibat adanya pergantian sistem tekanan udara di daratan Asia dan Australia. Pada bulan Desember, Januari, dan Februari terjadi pusat tekanan tinggi di atas daratan Asia dan pusat tekanan rendah di atas daratan Australia sehingga menyebabkan berhembusnya angin dari Asia menuju Australia. Keadaan demikian dikenal dengan angin musim barat. Sebaliknya pada bulan Juli dan Agustus, di atas daratan Australia tekanan udara lebih tinggi dibanding di atas daratan Asia, sehingga di Indonesia
berhembus angin musim timur. Sistem tersebut terjadi secara tetap sehingga angin musim bertiup stabil terutama di atas lautan (Nontji,1993). Kondisi oseanografis perairan yang berubah-ubah sesuai musim tersebut baik langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi produktivitas perairan yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap perilaku pengelompokan ikan, sehingga perubahan musim tersebut sangat berpengaruh terhadap kegiatan perikanan dan upaya penangkapan ikan. Upaya penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) terbesar di Kabupaten Kupang terjadi pada musim timur, karena pada musim timur angin yang bertiup tidak terlalu besar sehingga tidak menimbulkan gelombang besar dan relatif tenang sehingga banyak nelayan yang mengoperasikan alat tangkap. Sebaliknya pada musim barat upaya penangkapan berkurang, disebabkan karena kondisi gelombang yang besar akibat angin dan juga sering terjadi hujan yang lebat (Dharmayanti, 1989). Nelayan di Kabupaten Kupang melakukan operasi penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) sepanjang tahun. Meskipun penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) bisa dilakukan sepanjang tahun, namun hasil tangkapan yang tinggi terjadi pada musim angin timur (Juli-Desember), sedangkan hasil tangkapan yang terendah terjadi pada musim angin barat (Januari-Februari) yang terjadi di Kabupaten Kupang. Hal ini, berkaitan dengan musim puncak, musim sedang, dan musim paceklik ikan, dimana di Indonesia ketiga musim tersebut untuk setiap jenis ikan mempunyai musim penangkapan yang berbeda baik musim puncak, musim sedang, dan musim paceklik. Musim puncak penangkapan ikan kakap di Kabupaten Kupang berlangsung selama 4 bulan yaitu sejak bulan Juli-Oktober dengan hasil tangkapan ikan kakap sebanyak 50% dari seluruh hasil tangkapan ikan kakap yang diperoleh selama musim penangkapan, sedangkan musim sedang berlangsung dari bulan April-Juni dengan hasil tangkapan yang diperoleh sebesar 33% dari seluruh hasil tangkapan ikan kakap yang diperoleh dan musim paceklik berlangsung selama 5 bulan yaitu dari bulan November-Maret dengan total hasil tangkapan sebesar 17% dari seluruh hasil tangkapan ikan kakap yang diperoleh dari ketiga musim penangkapan ikan kakap yang terdapat di Kabupaten kupang.
Durasi penangkapan ikan pada musim angin timur berlangsung lebih lama (Juli-Desember) daripada musim barat yang terjadi antara bulan Januari dan Februari, dengan lokasi daerah penangkapan ikan yang berbeda. Alat tangkap pancing ulur dan rawai dasar pada musim angin timur nelayan biasanya beroperasi di sekitar Lole dan Landu dan pada musim angin barat nelayan beroperasi disekitar Papela dengan tidak beroperasi di sekitar daerah selatan Papela dan Landu karena di sekitar daerah tersebut bukan merupakan daerah penangkapan ikan kakap karena tidak terdapat terumbu karang sebagai habitat ikan kakap dan jenis ikan lainnya yang merupakan ikan karang. Alat tangkap bubu daerah penangkapannya selalu tetap setiap musim yang disesuikan dengan keadaan laut dan angin untuk beroperasi. Daerah pengoperasian ketiga alat tangkap ini disesuaikan dengan konstruksi alat tangkap yang digunakan. Daerah penangkapan yang berbeda serta jarak yang jauh dari fishing base tidak membuat nelayan untuk mendaratkan hasil tangkapannya di sekitar pantai terdekat melainkan hasil tangkapan didaratkan di PPP Tenau Kupang karena disesuaikan dengan permintaan pasar oleh konsumen di Kupang. Ukuran ikan kakap yang ditangkap oleh nelayan di Kabupaten Kupang untuk alat tangkap pancing ulur dan rawai dasar berbeda dengan ukuran ikan kakap yang dihasilkan oleh alat tangkap bubu. Hal ini disebabkan karena alat tangkap pancing ulur dan rawai dasar merupakan alat tangkap yang selektif terhadap hasil tangkapan, dimana jika nelayan ingin menangkap ikan kakap yang berukuran ’besar’ maka nelayan akan menggunakan ukuran mata pancing yang bernomor 6 dan 7 sedangkan untuk ukuran yang ’sedang’ nelayan menggunakan ukuran mata pancing yang bernomor 8 dan 9, dengan demikian ukuran ikan kakap yang ditangkap merupakan ukuran ikan yang layak tangkap. Berbeda dengan ukuran ikan kakap yang diperoleh dari alat tangkap bubu, karena alat tangkap bubu merupakan alat tangkap yang tidak spesifik terhadap ukuran ikan yang tertangkap maka sebagian ikan kakap yang diperoleh merupakan hasil tangkapan yang belum layak tangkap. Ikan kakap yang diproduksi oleh alat tangkap pancing ulur dan rawai dasar rata-rata berkisar antara 3-20 kg/ekor, sedangkan ukuran yang diproduksi oleh alat tangkap bubu rata-rata berkisar antara 0,5-1,5 kg/ekor.
6.3 Sebaran Sumberdaya Ikan Pengetahuan penyebaran sumberdaya ikan sangat mendukung dalam penentuan daerah penangkapan ikan. Sumberdaya ikan di Indonesia terbagi dalam beberapa kelompok, antara lain sumberdaya ikan pelagis, ikan demersal, crustacea, cumi-cumi, molusca, mamalia, dan teripang. Sumberdaya ikan kakap (Lutjanus sp) menempati lingkungan yang beragam mulai dari lingkungan terumbu karang hingga daerah pasang surut. Khusus di Nusa Tenggara sumberdaya ikan kakap (Lutjanus sp) terdapat di sekitar Nusa Barung, sekitar Selat Lombok, Perairan Sumbawa, Flores Timur dan Pulau Rote. Ikan kakap yang terdapat di wilayah Nusa Tenggara khususnya di Kabupaten Kupang rata-rata hidup pada kedalaman 10-180 meter dengan sumberdaya yang bisa dikatakan banyak, karena potensi lestari ikan karang yang meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu juga karena didukung oleh
keadaan
perairan wilayah Nusa Tenggara Timur dimana pada wilayah ini rata-rata bersubtrat karang. Ikan kakap (Lutjanus sp.) yang terdapat di Nusa Tenggara antara lain adalah beragam diantaranya ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus), kakap putih (Lates calcarifer), kakap batu (Lutjanus griseus ), kakap domba (Lutjanus analis), kakap anjing (Lutjanus joccu), kakap Cubera (Lutjanus cyanopterus), kakap sutera (Lutjanus vivanus), Jehana (Lutjanus synagris), kakap sirip hitam (Lutjanus buccanella), dan school master (Lutjanus apodus), sedangkan yang terdapat di Kabupaten Kupang antara lain kakap merah (Lutjanus sanguineus), kakap batu (Lutjanus griseus ),
kakap putih (Lates calcarifer), kakap sutera (Lutjanus
vivanus), kakap anjing (Lutjanus joccu), dengan lokasi penangkapan yang berbeda.
7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1.
Jenis alat tangkap utama yang digunakan untuk menangkap ikan kakap (Lutjanus sp.) di perairan Kabupaten Kupang adalah rawai dasar, pancing ulur, dan bubu.
2.
Nelayan penangkap ikan kakap (Lutjanus sp.) yang berpangkalan di PPP Tenau, Kabupaten Kupang umumnya beroperasi di perairan yang berterumbu-karang. Lokasi tersebut adalah kawasan yang tidak jauh dari pangkalan, yaitu kota Kupang (1 mil) dan sekitar Pulau Kera (4 mil), serta kawasan yang cukup dari pangkalan, yaitu di sekitar Pulau Semau (12 mil), Kecamatan Papela (25 mil), Kecamatan Landu (40 mil) dan Kecamatan Lole (60 mil).
3.
Ukuran ikan kakap yang ditangkap oleh rawai dasar lebih besar dari ikan kakap yang tertangkap dengan pancing ulur dan bubu. Hasil tangkapan bulanan ikan kakap terbanyak diperoleh dari operasi rawai dasar, yaitu 57% dari seluruh ikan kakap yang diperoleh selama 14 bulan; pancing ulur dan bubu masing-masing memproduksi ikan kakap sebanyak 37% dan 6%.
7.2 Saran Penelitian serupa perlu dilakukan pada periode waktu lain, khususnya antara bulan Juli hingga Oktober, yaitu pada saat musim puncak penangkapan ikan. Penelitian tersebut akan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang data ukuran ikan yang tertangkap ketika musim penangkapan ikan.
DAFTAR PUSTAKA Adianto, Herno. 2007. Tingkat Keramahan Unit Penangkapan Ikan Karang dan Krustacea Terhadap Lingkungan di Pulau Sebesi Lampung. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 4-9, 49. Adrim, M. 1995. Metode Penelitian Ikan – Ikan Karang Indonesia: Materi Kursus Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Allen, Gerald R dan Swainston, R. 1988. The Marine Fishes.Western Australian. Amali, Selvi. 2003. Studi Unit Penangkapan Rawai Dasar di Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 9. Anonymous. 2004. Panduan Dasar untuk Pengenalan Ikan Karang secara Visual Indonesia. Indonesia Coral Reef Foundation (Terangi). Jakarta. Anonymous. 2010. http://enmygolan.blogspot.com/deskripsi-dan-klasifikasi-ikan. (29 April 2010). Anonymous. 2010. http://www.find-pdf.com/cari-nama+latin+ikan+latin.html. (30 April 2010). Anonymous. 2010. Fishbase. www.fishbase.com/Reproduction/Maturitylist. (10 Mei 2010). Ayodhyoa, A.U. 1975. Fishing Methods, Bagian Penangkapan Ikan. Fakultas Perikanan da Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ayodhoa, A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. Halaman 6-7. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kupang. 2009. Laporan Tahunan Badan Pusat Statistik Kabupaten Kupang. Kupang. Baskoro. M.S, Ronny. I.W, dan Arief Effendy. 2004. Migrasi dan Distribusi Ikan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 156 hal. Cochrane, K. L. 2002. A Fishery Managers Guide Book. Fisheries Technical Papel. No. 424.
Damayanti, A. D. 2005. Keramahan Lingkungan Unit Penangkapan Ikan Karang Menggunakan Rawai Dasar di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal 9,11. Diniah. 2008. Pengenalan Perikanan Tangkap. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang. 2009. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang. Kupang. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. 2010. www.wpi.dkg.go.id. Warta Pasar Ikan. (15 Juli 2010). Djamal, R. dan S. Marzuki. 1992. Analisis Usaha Penangkapan Kakap Merah dan Kerapu dengan Pancing Rawai, Jaring Nylon, Pancing Ulur dan Bubu. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian Perikanan Laut. Balitbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. No. 68. Hal 11-25 Djamal, R. 1993. Potensi dan Peluang Usaha Perikanan Kakap, Kerapu di Laut Jawa dan Sekitarnya. Prosiding Simposium Perikanan Indonesia. Jakarta. Hal 253-260. Effendi, M.I. 1997. Biologi Yogyakarta.112 hal.
Perikanan.
Yayasan
Pustaka
Nusatama.
Ernawati, Tri. 2003. Rencana Operasi dan Produktivitas Armada Perikanan Tangkap yang Berbasis di Kronjo. Tangerang. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal 7-9. Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metode, dan Taktik Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Halaman 8. Gunarso, W. 1995. Mengenal Kakap Merah Komoditi Ekspor Baru Indonesia (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 238 hal. Hutomo. A.D.M, Burhanudin dan S. Martosewojo. 1986. Sumberdaya Ikan Kakap (Lates carcariferi) dan Bambangan (Lutjanus spp.) di Indonesia. Proyek Studi Potensi Sumberdaya Alam Hayati Ikan. Lembaga Oseanologi Nasional-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 54 hal.
Ikawati Y, H Parlan, PS Hanggarawati, H Handini dan B Siswohardjo. 2001. Terumbu Karang di Indonesia. Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Bekerjasama dengan Kantor Menteri Riset dan Teknologi. Jakarta Irawati, R. 2002. Studi Tingkah Laku Pelolosan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) pada Bubu yang Dilengkapi dengan Celah Pelolosan (Escaping gaps). [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 7-9. Iskandar, B.H. dan W. Mawardi. 1997. Studi Perbandingan Keberadaan Ikan-Ikan Karang Nokturnal dan Diurnal Tujuan Penangkapan di Terumbu Karang Pulau Pari Jakarta Utara. Bulletin PSP 6 : 1. Hal 17-27. Kaleka, W.M. Desalina. 2006. Analisis Pengembangan Armada Perikanan Tangkap di Perairan Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur. [Disertasi] (tidak dipublikasikan). Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 55-56. Kamlasi, Yusuf. 2007. http://www.damandiri.or.id/file/yusufkamlasiipbbab4.pdf (11 Januari 2010). Karyaningsih, S. dan T. Suhendrata. 1992. Pendugaan Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Ikan Kakap Merah (Lutjanus sanguineus) di Laut Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. No. 75. Hal 29-32. Keputusan Menteri Pertanian. 1999. Tentang Jalur-Jalur Penangkapan Ikan. nomor: 392/Kpts/IK.120/4/99. Kusumawardani, Hardi Indah. 2001. Analisis Sistem Penangkapan Kakap Merah di PPI Bojomulyo, Kabupaten Pati. Jawa Tengah. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal 4-6. Moyle, P.B. dan J.J. Chech, JR.1988. Fishes an Introduction to Ichthyology 2 ed. Prentice-Hall. Inc. Englewood Cliffs. New Jersey. USA. 197 p.
nd
Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academy Press. New York. 352 p. Nomura dan Yamazaki T. 1977. Fishing Technique I. Tokyo: Japan International Cooperation Agency. 26 p. Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. Nurhidayat. 2002. Pengaruh Kedalaman Pemasangan Bubu terhadap Hasil Tangkapan Kakap Merah (Lutjanus sanguineus) di Perairan Sekitar Kepulauan Karimunjawa. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 4-5.
Nurhayati, Yuli. 2006. Pengaruh Kedalaman terhadap Komposisi Hasil Tangkapan Pancing Ulur (Handline) pada Perikanan Layur di Perairan Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 14-16. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologi. Diterjemahkan oleh H.M. Eidman,S. Koesoebiono. Gramedia. Jakarta. Hal 325 – 336. Purbayanto,A. 1989. Jenis Teknologi Penangkapan yang Sesuai untuk Dikembangkan di Pantai Timur Kabupaten Donggala Sulewesi Tengah. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertania Bogor. Bogor. Halaman 6. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. 1991. Alat dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia. Jilid I. Puslitbang Perikanan. Jakarta. Ramdani, Deni. 2007. Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan pada Bubu Lipat dengan Menggunakan Umpan yang Berbeda. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 14-17. Saanin. H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2. Bina Cipta. Bogor. Sadhori, N. 1984. Teknologi Penangkapan Ikan. Angkasa. Bandung. Saptono, P. 2010. http://www.petantt.com. (7 April 2010). Subani, W. dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut Indonesia. Balai penelitian Perikanan Laut. Departemen Pertanian. Jakarta. 248 hal. Yahyah. 2007. Desain Sistem Perencanaan dan Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur. [Disertasi] (tidak dipublikasikan). Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 51-52. Yusfiandayani, R. 2004. Studi Tentang Mekanisme Berkumpulnya Ikan Pelagis Kecil di Sekitar Rumpon dan Pengembangan Perikanan di Perairan Pasauran, Propinsi Banten. [Disertasi] (tidak dipublikasikan). Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 45.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian
Sumber: Saptono, P. 2010. http://www.petantt.com.(7 April 2010).
Lampiran 2 Ukuran mata pancing rawai dasar dan pancing ulur
Lampiran 3 Sistem pengoperasian bubu di dalam perairan
Lampiran 4 Peta lokasi daerah penangkapan ikan kakap di Kabupaten Kupang
Lampiran 5 Peta lokasi daerah penangkapan ikan kakap di Pulau Rote
Lampiran 6 Beberapa jenis ikan hasil tangkapan pancing ulur, rawai dasar, dan bubu oleh nelayan di Kabupaten Kupang 1. Jenis kakap (Lutjanus sp.)
Lutjanus carponotatus
Lutjanus boutton
Lutjanus gibbus
Lutjanus russelli
Lampiran 6 (Lanjutan) 2. Jenis kerapu (Epinephelus sp.)
Epinephelus spp
Plectropomus leopardus
Epinephelus spp 3. Ikan kuniran (Upeneus sp.)
Lampiran 6 (Lanjutan) 4. Jenis kurisi (Nemipterus sp.)
Nemipterus isacanthus
Nemipterus zisrom 5. Ikan Putih (Kupang); Imbambon (Biak); (Plectorhinchus lineatus)
6. Ikan swangi (Priacanthus spp.)