Penanggung jawab: Kepala PMU Pimpro P2KP
: Ir. Danny Sutjiono : Ir. Arianto, Dipl. SE, MT
Disusun oleh: Tim Persiapan P2KP • Imam Krismanto • R. Arief Rahadi • Sonny H. Kusuma • Udi Maadi • Tri Maulana • Maksudi Editing Anna Yulianti Shavin Diterbitkan oleh: Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) Direktur Jenderal Perumahan dan Permukiman — Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Lay out/desain grafis Maksudi, Bharata Kusuma Karikatur: Zakaria S. Sutedja Cetakan Revisi, September 2004 Buku ini boleh digandakan/perbanyak (di-foto copy). Penggunaan karikatur diizinkan hanya untuk kebutuhan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan. Penggunaan karikatur diluar proyek ini akan dikenakan sanksi sesuai hukum perundang-undangan yang berlaku.
Pedoman Umum
Kata Pengantar Masalah kemiskinan di Indonesia saat ini dirasakan sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh dibawah standar kelayakan, dan mata pencaharian yang tidak menentu. Pemerintah Indonesia, melalui Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, telah melakukan berbagai upaya penanganan masalah kemiskinan di perkotaan. Salah satu diantaranya ialah Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang dilaksanakan sejak tahun 1999. Dari hasil pelaksanaannya, tampak perkembangan yang positif, khususnya dalam hal terwujudnya kelembagaan masyarakat lokal yang mandiri, yakni Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Badan ini dipercaya sebagai pengelola dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dan sebagai pemeduli terhadap kemiskinan di komunitasnya. Membangun kelembagaan masyarakat yang mengakar perlu dilakukan, agar setelah masa proyek P2KP berakhir, upaya penanggulangan kemiskinan di
perkotaan dapat dijalankan sendiri oleh masyarakat. Meskipun demikian, dari hasil evaluasi pelaksanaan P2KP maupun kajian refleksi kritis yang dilakukan secara intensif serta masukan-masukan dari berbagai pihak, disadari bahwa masih terdapat berbagai hal yang belum diakomodasi dalam konsep dan strategi pelaksanaan P2KP yang ada saat ini, sehingga memerlukan penyempurnaanpenyempurnaan lebih lanjut. Penyempurnaan tersebut ditekankan pada keyakinan dasar P2KP bahwa persoalan kemiskinan sebenarnya hanya dapat ditanggulangi oleh masyarakat sendiri yang mampu bersinergi dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Sehingga cukup jelas bahwa faktor kapasitas dan kesiapan masyarakat dan pemerintah daerah menempati posisi yang sangat strategis dalam penyiapan kemandirian dan keberlanjutan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan maupun pembangunan lingkungan perumahan dan permukiman. Guna mendukung peningkatan kapasitas dan kesiapan masyarakat tersebut, strategi pelaksanaan P2KP dititikberatkan pada proses pemberdayaan dan pembelajaran
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
masyarakat serta pemerintah daerah agar mampu melakukan proses transformasi sosial dari masyarakat miskin/tidak berdaya menjadi masyarakat berdaya, dari masyarakat berdaya menjadi masyarakat mandiri dan akhirnya dari masyarakat mandiri mampu menuju tatanan masyarakat madani (civil society). Terrwujudnya tatanan masyarakat madani inilah yang menjadi pondasi yang kokoh bagi terjaminnya kemandirian dan keberlanjutan upaya-upaya masyarakat, yang selain mampu menanggulangi masalah kemiskinan di wilayahnya secara efektif, juga mampu membangun kondisi lingkungan permukiman di wilayahnya yang lebih baik, pro poor, sehat, dan lestari. Penjabaran dari penyempurnaan konsep dan strategi pelaksanaan P2KP tersebut selanjutnya dituangkan dalam bentuk penjelasan mengenai berbagai intervensi P2KP, yang berkaitan dengan; (1) upaya untuk lebih menitikberatkan orientasi pada penggalian dan pelembagaan kembali nilainilai luhur kemanusiaan (gerakan moral), prinsip-prinsip kemasyarakatan (good governance) dan pembangunan berkelanjutan (Tridaya) sebagai pondasi pelaksanaan P2KP, (2) pengokohan kelembagaan masyarakat yang mengakar dan representatif, (3) pembelajaran pendekatan Tridaya dalam pemanfaatan dana BLM, (4) Mendorong akuntabilitas kelembagaan masyarakat melalui tumbuhberkembangnya kontrol sosial dari masyarakat, (5) Mendorong kemitraan sinergi masyarakat dengan pemerintah daerah melalui komponen program Penanggulangan Kemiskinan terpadu (PAKET), (6) pembelajaran untuk menjalin kerjasama dengan pihak swasta dan kelompok peduli terkait dalam rangka optimalisasi berbagai peluang sumber daya yang ada, melalui channeling program, serta (7) pembelajaran penataan dan pembangunan lingkungan permukiman kelurahan secara terpadu (neighbourhood development).
Pedoman Umum
Melalui berbagai penyempurnaan konsep dan strategi pelaksanaan P2KP tersebut, diharapkan pada masa-masa mendatang upaya penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan masyarakat yang didukung oleh Pemerintah Daerah dan kelompok peduli serta pihak terkait setempat secara mandiri dan berkelanjutan (sustainable development).Hal inilah yang kemudian menjadi motto dan misi P2KP, yakni: “Bersama Membangun Kemandirian”. Selanjutnya, gambaran umum dari keseluruhan konsep serta strategi pelaksanaan P2KP tersebut dituangkan dalam bentuk Buku Pedoman Umum P2KP. . Penerbitan Buku pedoman P2KP ini sangat penting dilakukan agar seluruh pelaku P2KP maupun para pihak yang terkait akan dapat memahami konsep dan strategi pelaksanaan P2KP secara utuh serta sekaligus juga dapat mencegah, atau setidaknya mengeliminir, kemungkinan munculnya salah persepsi ataupun salah interpretasi dari berbagai pihak dalam pemahaman dan pelaksanaan P2KP. Selain itu, dengan diterbitkannya Buku Pedoman Umum P2KP ini, maka seluruh buku pedoman dan buku panduan P2KP yang pernah ada dan beredar harus disesuaikan dengan mengacu pada Buku Pedoman Umum P2KP ini.
Jakarta, September 2004 Direktur Jenderal Direktorat Perumahan dan Permukiman Departemen Kimpraswil
Ir. Syarifuddin Akil, Msc.
Daftar Isi Daftar Isi ......................................................................................................................... Daftar Gambar ............................................................................................................... Daftar Tabel .................................................................................................................... Daftar Bagan ..................................................................................................................
i iii iv v
BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ........................................................................................................ 1.1.1. Gejala-gejala kemiskinan ............................................................................. 1.1.2. Akar Penyebab Kemiskinan ......................................................................... 1.1.3. Penanganan Akar Penyebab Kemiskinan ................................................... 1.1.4. P2KP Memfasilitasi Masyarakat dan Pemerintah Daerah untuk Mampu Menangani Akar Penyebab Kemiskinan secara Mandiri dan Berkelanjutan
1 1 2 4 4
1.2. Visi dan Misi P2KP .................................................................................................. 1.2.1. Visi P2KP .................................................................................................... 1.2.2. Misi P2KP ....................................................................................................
6 6 6
1.3. Nilai-Nilai dan Prinsip-Prinsip yang Melandasi Pelaksanaan P2KP ........................ 1.3.1. Nilai-Nilai Universal Kemanusiaan (Gerakan Moral) ................................... 1.3.2. Prinsip-Prinsip Universal Kemasyarakatan (Good Governance) ............... 1.3.3. Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan (Tridaya) ..............................
6 6 7 8
1.4. Karakteristik Khas P2KP .........................................................................................
9
BAB II TUJUAN, SASARAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan ......................................................................................................................
13
2.2. Kelompok Sasaran ..................................................................................................
13
2.3. Lokasi Sasaran .......................................................................................................
14
2.4. Strategi .................................................................................................................... a. Mendorong Proses Transformasi Sosial Dari Masyarakat Tidak Berdaya/ Miskin Menuju Masyarakat Berdaya ...................................................................
15
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
15
i
b. Mendorong Proses Transformasi Sosial Dari Masyarakat Berdaya Menuju Masyarakat Mandiri ............................................................................................ c. Mendorong Proses Transformasi Sosial Dari Masyarakat Mandiri Menuju Masyarakat Madani ............................................................................................
17 18
BAB III KOMPONEN PROYEK DAN BANTUAN TEKNIS 3.1. Komponen Proyek................................................................................................... 3.1.1. Pengembangan Masyarakat dan Mengedepankan Peran Pemerintah Daerah ......................................................................................................... 3.1.2. Komponen Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) ...................................... 3.1.3. Komponen Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET) ......................
20 20 35 44
3.2. Dukungan Pelaksanaan Proyek ..............................................................................
50
BAB IV LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PROYEK 4.1. Tahap Persiapan .....................................................................................................
52
4.2. Tahap Pelaksanaan .................................................................................................
54
4.3. Tahap-Tahap Yang Menerus Atau Berkala ...............................................................
76
4.4. Tahap Penyiapan Keberlanjutan Program ...............................................................
78
BAB V MANAJEMEN PROYEK 5.1. Struktur Organisasi dan Tata Peran .......................................................................
79
5.2. Pendanaan Proyek ..................................................................................................
95
5.3. Monitoring dan Evaluasi ........................................................................................... 104
BAB VI TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS 6.1. Tata Cara Penyelenggaraan Transparansi dan Akuntabilitas ..................................
107
6.2. Manajemen Keuangan dan Audit .............................................................................
110
6.3. Mekanisme Penerapan Sanksi ................................................................................
113
6.4. Penanganan Pengaduan dan Penyelesaian Konflik ................................................
114
Lampiran - Lampiran
ii
Pedoman Umum
Daftar Gambar BAB I : PENDAHULUAN Gambar 1.1. Gambar 1.2. Gambar 1.3. Gambar 1.4.
Pandangan P2KP tentang Akar Kemiskinan .......................................... Penanganan Akar Kemiskinan oleh Masyarakat melalui Fasilitasi P2KP5 Konsep TRIDAYA ................................................................................... Asumsi Dasar di P2KP ..........................................................................
3 9 10
BAB II TUJUAN, SASARAN DAN STRATEGI Gambar 2.1.
Strategi Pelaksanaan P2KP ...................................................................
19
BAB III KOMPONEN PROYEK DAN BANTUAN TEKNIS Gambar 3.1. Gambar 3.2.
Kedudukan dan Posisi BKM .................................................................. Struktur BKM ..........................................................................................
27 31
BAB IV LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PROYEK Gambar 4.1. Gambar 4.2.
Siklus Kegiatan Pembelajaran Masyarakat di Tingkat Kelurahan .......... Siklus Kegiatan Penguatan KPK-D dan Penyusunan SPK-D di Tingkat Kota/Kabupaten .....................................................................................
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
58 64
iii
Daftar Tabel BAB II TUJUAN, SASARAN DAN STRATEGI Tabel 2.1.
Kelompok Sasaran P2KP ...........................................................................
13
BAB III KOMPONEN PROYEK DAN BANTUAN TEKNIS Tabel 3.1.
Distribusi Alokasi Dana BLM .......................................................................
37
Tabel 3.2. Ketentuan Sifat Penggunaan Dana BLM ....................................................
43
Tabel 3.3. Alokasi Dana PAKET per Kota/Kabupaten per tahun .................................
45
BAB V MANAJEMEN PROYEK Tabel 5.1. Indikator Kinerja Proyek P2KP .....................................................................
iv
Pedoman Umum
104
Daftar Bagan BAB II TUJUAN, SASARAN DAN STRATEGI Bagan 2.1.
Langkah Penentuan Lokasi Sasaran P2KP-2........................................
15
BAB V MANAJEMEN PROYEK Bagan 5.1.
Struktur Organisasi P2KP.....................................................................
81
Bagan 5.2.
Mekanisme Pendanaan dan Alur Pelaporan ...........................................
98
Bagan 5.3.
Diagram Alur Pendanaan BLM.................................................................
100
Bagan 5.4.
Diagram Alur Pendanaan PAKET ...........................................................
102
BAB VI TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS Bagan 6.1.
Mekanisme Penanganan Pengaduan .....................................................
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
117
v
Bab I
Pendahuluan
1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Gejala-Gejala Kemiskinan Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh dibawah standar kelayakan serta mata pencaharian yang tidak menentu. Disadari bahwa selama ini banyak pihak lebih melihat persoalan kemiskinan hanya pada tataran gejala-gejala yang tampak terlihat dari luar atau di tataran permukaan saja, yang mencakup multidimensi, baik dimensi politik, sosial, ekonomi, aset dan lain-lain. Dalam kehidupan sehari-hari dimensi-dimensi dari gejala-gejala kemiskinan tersebut muncul dalam berbagai bentuknya, seperti antara lain: a) Dimensi politik, sering muncul dalam bentuk tidak dimilikinya wadah/organisasi yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat miskin, sehingga mereka benar-benar tersingkir dari proses pengambilan keputusan penting yang menyangkut diri mereka. Akibatnya, mereka juga tidak memiliki akses yang memadai ke berbagai sumber daya kunci yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan hidup mereka secara layak, termasuk akses informasi;
b) Dimensi sosial, sering muncul dalam bentuk tidak terintegrasikannya warga miskin ke dalam institusi sosial yang ada, terinternalisasikannya budaya kemiskinan yang merusak kualitas manusia serta etos kerja mereka, dan pudarnya kapital sosial; c) Dimensi lingkungan, sering muncul dalam bentuk sikap, perilaku, dan cara pandang yang tidak berorientasi pada pembangunan berkelanjutan sehingga cenderung memutuskan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang kurang menjaga kelestarian dan perlindungan lingkungan serta permukiman. d) Dimensi ekonomi, muncul dalam bentuk rendahnya penghasilan sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sampai batas yang layak; dan e) Dimensi aset, ditandai dengan rendahnya tingkat kepemilikan masyarakat miskin ke berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk aset kualitas sumberdaya manusia (human capital), peralatan kerja, modal dana, hunian atau perumahan dan sebagainya. Orientasi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang hanya menitikberatkan pada salah satu dimensi dari gejala-gejala kemiskinan ini, pada dasarnya mencerminkan pendekatan program yang bersifat parsial, sektoral, charity dan tidak menyentuh akar penyebab kemiskinan itu sendiri. Akibatnya program-program dimaksud tidak mampu menumbuhkan kemandirian masyarakat yang pada akhirnya tidak akan mampu mewujudkan aspek keberlanjutan (sustainability) dari programprogram penanggulangan kemiskinan tersebut.
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
1
1.1.2. Akar Penyebab Kemiskinan Berbagai program kemiskinan terdahulu yang bersifat parsial, sektoral dan charity dalam kenyataannya sering menghadapi kondisi yang kurang menguntungkan, misalnya salah sasaran, terciptanya benih-benih fragmentasi sosial, dan melemahkan kapital sosial yang ada di masyarakat (gotong royong, musyawarah, keswadayaan dll). Lemahnya kapital sosial pada gilirannya juga mendorong pergeseran perilaku masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan dan kepedulian untuk mengatasi persoalannya secara bersama. Kondisi kapital sosial serta perilaku masyarakat yang yang melemah serta memudar tersebut salah satunya disebabkan oleh keputusan, kebijakan dan tindakan dari pihak pengelola program kemiskinan dan pemimpinpemimpin masyarakat, yang selama ini cenderung tidak adil, tidak transparan dan tidak tanggunggugat (tidak pro poor dan good governance oriented). Sehingga menimbulkan kecurigaan, stereotype dan skeptisme di masyarakat. Keputusan, kebijakan dan tindakan yang tidak adil ini biasanya terjadi pada situasi tatanan masyarakat yang belum madani,dengan salah satunya indikasinya dapat dilihat dari kondisi kelembagaan masyarakat yang belum berdaya, yakni: tidak berorientasi pada keadilan, tidak dikelola dengan jujur dan tidak ikhlas berjuang bagi kepentingan masyarakat. Kelembagaan masyarakat yang belum berdaya pada dasarnya disebabkan oleh karakterisitik lembaga masyarakat tersebut yang cenderung tidak mengakar, dan tidak representatif. Di samping itu, ditengarai pula bahwa berbagai lembaga masyarakat yang ada saat ini, dalam beberapa hal, lebih berorientasi pada kepentingan pihak luar masyarakat atau bahkan untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu, sehingga mereka kurang memiliki komitmen dan kepedulian pada masyarakat di wilayahnya, terutama masyarakat miskin. Dalam kondisi ini akan semakin mendalam krisis
2
Pedoman Umum
kepercayaan masyarakat terhadap berbagai lembaga masyarakat yang ada di wilayahnya. Kondisi kelembagaan masyarakat yang tidak mengakar, tidak representatif dan tidak dapat dipercaya tersebut pada umumnya tumbuh subur dalam situasi perilaku/sikap masyarakat yang belum berdaya. Ketidakberdayaan masyarakat dalam menyikapi dan menghadapi situasi yang ada di lingkungannya, yang pada akhirnya mendorong sikap masa bodoh, tidak peduli, tidak percaya diri, mengandalkan dan terbantung pada bantuan pihak luar untuk mengatasi masalahnya sendiri, tidak mandiri, serta memudarnya orientasi moral dan nilainilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat, yakni terutama keikhlasan, keadilan dan kejujuran. Dengan demikian, dari paparan di atas cukup jelas menunjukkan bahwa situasi kemiskinan akan tumbuh subur dalam situasi perilaku/ sikap dan cara pandang (paradigma) masyarakat yang belum berdaya. Oleh karena itu, P2KP memahami bahwa akar persoalan kemiskinan yang sebenarnya adalah karena kondisi masyarakat yang belum berdaya dengan indikasi kuat yang dicerminkan oleh perilaku/sikap/cara pandang masyarakat yang tidak dilandasi pada nilainilai universal kemanusiaan (jujur, dapat dipercaya, ikhlas, dll) dan tidak bertumpu pada prinsip-prinsip universal kemasyarakatan (transparansi, akuntabilitas, partisipasi, demokrasi, dll), sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.1. di bawah ini.
Gambar 1.1. Pandangan P2KP tentang Akar Penyebab Kemiskinan
KEMISKINAN Penyebab Tkt.4 atau Gejala kemiskinan
Politik yang Tidak Membuka Akses pada Kaum Miskin
Lingkungan dan Permukiman yang Tidak Memadai
Lemahnya Kapital Sosial Di Kehidupan Masy.
Ekonomi Yang Tidak Memihak Kaum Miskin
Tidak transparan; tidak partisipatif, tdk akuntabel, demokrasi semu, Berorientasi pada kepentingan pribadi dan kelompok interest-nya, dominasi elite, dll
Pencemaran & kerusakan alam; permukiman kumuh, tinggal di kawasan illegal, Tdk berorientasi pada pembangunan yang berkelanjutan, Dsb
Kehidupan sosial yang segregatif; pudarnya solidaritas sosial; proses marginalisasi; SDM rendah, pendidikan tidak memadai, pengangguran, budaya miskin, dsb
Tidak ada Kesempatan; Ketrampilan Rendah, Masih Sulit Akses Ke Sumber Daya Kunci & Permodalan, Tidak Membangun jiwa kewiraswastaan, dll
Penyebab Tkt.3
Keputusan, kebijakan, tindakan, dan kegiatan yang tidak adil serta tidak berpihak pada warga Miskin Tidak Berjalannya Jaring Institusi Pengambil Keputusan Pengaman Sosial di Masyarakat yang tidak adil, tidak berpihak Akibat Memudarnya Kapital Sosial pada warga miskin dan cende(musyawarah, gotong royong, rung egois pada kepentingan keswadayaan, transparansi, sendiri atau kelompoknya akutabilitas, demokrasi dll)
Citra Negatif Pada Orang Miskin (Belum mampu, belum punya pengalaman, kurang Pendidikan, kurang dapat dipercaya, dll)
Penyebab Tkt.2
Perilaku/Sikap/Cara Pandang Yang Keliru dan Tidak Manusiawi (Tidak Ikhlas, Tidak Peduli, Tidak Mandiri, Tidak Pro Poor dan Internalisasi budaya miskin) Warga kurang peduli pada Para Pengambil Kebijakan yang nasib orang miskin, pudarnya cenderung bersifat tidak adil, keikhlasan serta mental tidak ikhlas, tidak jujur, kurang bergantung kepada bantuan peduli pada warga miskin dan pihak luar, dll kurang amanah/dapat dipercaya
Budaya dan Perilaku Miskin (Tertutup, Kurang ulet, boros, Minder, Sikap Skeptis/pasrah, Kurang Bertanggungjawab dll)
Akar Penyebab Kemiskinan
Lunturnya nilai-nilai universal kemanusiaan atau aspek moral (jujur, adil, ikhlas/kerelawanan, dll), pudarnya prinsip-prinsip kemasyarakatan atau aspek good governance (partisipasi, demokrasi, transparansi, akuntabilitas, dll) serta orientasi pembangunan berkelanjutan atau aspek Tridaya (perlindungan lingkungan, pembangunan sosial dan pengembangan ekonomi)
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
3
1.1.3. Penanganan Akar Penyebab Kemiskinan Pemahaman mengenai akar persoalan kemiskinan seperti di atas telah menyadarkan berbagai pihak bahwa pendekatan dan cara yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan selama ini perlu diperbaiki, yaitu ke arah perubahan perilaku/sikap dan cara pandang masyarakat yang senantiasa berlandaskan pada nilai-nilai universal kemanusiaan (moral), prinsip-prinsip kemasyarakatan (good governance) dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Perubahan perilaku/sikap dan cara pandang masyarakat ini merupakan pondasi yang kokoh bagi terbangunnya lembaga masyarakat yang mandiri, melalui pemberdayaan para pelaku-pelakunya, agar mampu bertindak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia luhur yang mampu menerapkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakatnya sehari-hari. Kemandirian lembaga masyarakat ini dibutuhkan dalam rangka membangun lembaga masyarakat yang benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin, yang mandiri dan berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka dan mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik di tingkat lokal agar lebih berorientasi ke masyarakat miskin (“pro poor”) dan mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (“good governance”), baik ditinjau dari aspek ekonomi, lingkungan- termasuk perumahan dan permukiman, maupun sosial. 1.1.4. P2KP Memfasilitasi Masyarakat serta Pemerintah Daerah Untuk Mampu Menangani Akar Penyebab Kemiskinan Secara Mandiri dan Berkelanjutan Gambaran lembaga masyarakat seperti dimaksud di atas hanya akan dicapai apabila orang-orang yang diberi amanat sebagai pemimpin masyarakat tersebut merupakan kumpulan dari orang-orang yang peduli, memiliki komitmen kuat, ikhlas, relawan dan jujur serta mau berkorban untuk kepentingan
4
Pedoman Umum
masyarakat miskin, bukan untuk mengambil keuntungan bagi kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Tentu saja hal ini bukan merupakan suatu pekerjaan yang mudah, karena upaya-upaya membangun kepedulian, kerelawanan, komitment tersebut pada dasarnya terkait erat dengan proses perubahan perilaku masyarakat. Dalam hal ini, P2KP meyakini bahwa pendekatan yang lebih efektif untuk mewujudkan proses perubahan perilaku masyarakat adalah melalui pendekatan pemberdayaan atau proses pembelajaran (edukasi) masyarakat dan penguatan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah dalam mengapresiasi dan mendukung kemandirian masyarakatnya. Kedua substansi P2KP tersebut sangat penting sebagai upaya proses transformasi P2KP dari ‘tataran proyek’ menjadi ‘tataran program” oleh masyarakat bersama pemerintah daerah setempat. Bagaimanapun harus disadari bahwa upaya dan pendekatan penanggulangan kemiskinan tidak hanya menjadi perhatian pemerintah pusat, melainkan justru yang terpenting harus menjadi prioritas perhatian dan kebutuhan masyarakat bersama pemerintah daerah itu sendiri. Substansi P2KP sebagai proses pemberdayaan dan pembelajaran masyarakat dilakukan dengan terus menerus untuk menumbuhkembangkan kesadaran kritis masyarakat terhadap nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan sebagai landasan yang kokoh untuk membangun masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Proses pembelajaran di tingkat masyarakat ini berlangsung selama masa proyek P2KP maupun pasca proyek P2KP oleh masyarakat sendiri dengan membangun dan melembagakan Komunitas Belajar Kelurahan (KBK). Dengan demikian, penguatan lembaga masyarakat yang dimaksud P2KP terutama dititikberatkan pada upaya penguatan pelakunya untuk mampu menjadi pelaku nilai dan pada gilirannya mampu menjadi motor
penggerak dalam ‘melembagakan’ dan ‘membudayakan’ kembali nilai-nilai universal kemanusiaan (gerakan moral), prinsip-prinsip kemasyarakatan (gerakan good governance) serta prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (gerakan Tridaya), sebagai nilainilai utama yang melandasi aktivitas penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat setempat. Melalui lembaga masyarakat tersebut diharapkan tidak ada lagi kelompok masyarakat yang masih terjebak dalam
lingkaran kemiskinan, yang pada gilirannya diharapkan dapat tercipta lingkungan perkotaan dengan perumahan yang lebih layak huni di dalam permukiman yang lebih responsif dan dengan sistem sosial masyarakat yang lebih mandiri melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Gambaran tentang cara pandang P2KP dalam memfasilitasi upaya penanggulangan akar persoalan kemiskinan oleh masyarakat dapat dilihat pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2. Penanganan Akar Kemiskinan oleh Masyarakat melalui Fasilitasi P2KP
Penanggulangan Kemiskinan Secara Mandiri & Berkelanjutan (Sustainable Development)
PERUBAHAN SIKAP (FGD Refleksi Kemiskinan, FGD Kepemimpinan, FGD Kelembagaan dll)
TRIDAYA
PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN (BKM)
Gerakan Moral
PENYUSUNAN PROGRAM (PJM & RENTA PRONANGKIS) Gerakan Pro Poor & Good Governance
DAYA PEMBANGUNAN SOSIAL
DAYA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN
Membangun Kemitraan Sinergis dan Channelling Program
DAYA PEMBANGUNAN EKONOMI
PEMBELAJARAN SERTA PELEMBAGAAN NILAI-NILAI & PRINSIP-PRINSIP UNIVERSAL KEMANUSIAAN, KEMASYARAKATAN & PEMB. BERKELANJUTAN
Sedangkan substansi P2KP sebagai penguatan kapasitas dalam rangka mengedepankan peran dan tanggungjawab pemerintah daerah, dilakukan melalui; pelibatan intensif Pemda pada pelaksanaan siklus kegiatan P2KP, penguatan peran dan fungsi Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPK-D) agar mampu menyusun Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPK-D) dan PJM Pronangkis Kota/kab berbasis aspirasi dan program masyarakat (Pronangkis Kelurahan),
Gerakan Sustainable Development
serta mendorong dan melembagakan Komunitas Belajar Perkotaan (KBP). Selain itu, P2KP juga mendorong kemandirian dan kemitraan masyarakat bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan di perkotaan yang telah dilakukan melalui Program PAKET. Namun, untuk lebih menjamin kapasitas kemandirian masyarakat dan pemda agar mampu menangani kemiskinan di wilayahnya, maka perlu didorong upaya-upaya menuju tatanan kepemerintahan yang baik (good governance). Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
5
Dalam pelaksanaan P2KP, Pemda tidak hanya menjalankan fungsi monitoring, koordinasi serta legitimasi semata, namun juga didorong agar dapat berperan sebagai fasilitator, dinamisator, nara sumber dan pelaksana untuk beberapa kegiatan tertentu di tingkat kota/kabupaten, seperti KBP, penguatan KPK-D, PAKET, dll, yang dalam pelaksanaannya akan difasilitasi intensif KMW.
Semua pendekatan yang dilakukan P2KP di atas, baik fasilitasi di level masyarakat maupun di level pemerintah kota/kabupaten, ditujukan untuk mendorong proses percepatan terbangunnya landasan yang kokoh bagi terwujudnya kemandirian penanggulangan kemiskinan dan juga melembaganya pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Dengan demikian, pelaksanaan P2KP sebagai “gerakan bersama membangun kemandirian dan pembangunan berkelanjutan yang berbasis nilai-nilai universal”, diyakini akan mampu membangun kesadaran kritis dan perubahan perilaku individu ke arah yang lebih baik. Perubahan perilaku individu yang secara kumulatif menimbulkan perubahan kolektif masyarakat inilah yang menjadi inti pendekatan TRIDAYA, yakni proses pemberdayaan masyarakat agar terbangun: daya sosial sehingga tercipta masyarakat efektif, daya ekonomi sehingga tercipta masyarakat produktif dan daya pembangunan sehingga tercipta masyarakat pembangunan yang peduli lingkungan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Upaya penanggulangan kemiskinan di perkotaan akan lebih efektif bila dapat dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah daerah setempat secara mandiri dan berkelanjutan. Hal ini berarti masyarakat dan pemerintah daerah setempat telah mampu mentransformasi P2KP dari “Skema Proyek” menjadi “Skema Program”. Kemandirian dan tatanan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) tersebut dapat diwujudkan melalui penguatan kapasitas masing-masing pelaku dan kemitraan antara keduanya, yang bertumpu pada 3 (tiga) pondasi utama, yakni: Nilai-Nilai Universal Kemanusiaan (Berbasis Nilai/Moral), Prinsip-Prinsip Kemasyarakatan (Good Governance) dan Prinsipprinsip Pembangunan Berkelanjutan (Tri-Daya). Artinya, P2KP diharapkan dapat menjadi “gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan”, yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip universal di atas.
6
Pedoman Umum
1.2. VISI DAN MISI P2KP Mengingat bahwa Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) adalah landasan dan pemicu tumbuhnya gerakan pembangunan berkelanjutan dalam penanggulangan kemiskinan di perkotaan, maka diperlukan rumusan visi dan misi yang jelas sehingga dapat dipakai sebagai acuan perilaku dan arahan bagi semua pelaku P2KP maupun bagi para pihak (stakeholders) dalam mengembangkan program-program kemiskinan di wilayahnya. 1.2.1. Visi Terwujudnya masyarakat madani, yang maju, mandiri, dan sejahtera dalam lingkungan permukiman sehat, produktif dan lestari. 1.2.2. Misi Membangun masyarakat mandiri yang mampu menjalin kebersamaan dan sinergi dengan pemerintah maupun kelompok peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan secara efektif dan mampu mewujudkan terciptanya lingkungan permukiman yang tertata, sehat, produktif dan berkelanjutan.
1.3. NILAI-NILAI DAN PRINSIP-PRINSIP YANG MELANDASI P2KP Sejalan dengan substansi konsep Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) bahwa persoalan kemiskinan dapat ditanggulangi dengan kemandirian dan terwujudnya pembangunan berkelanjutan yang berlandaskan nilai-nilai luhur kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan, maka rumusan nilai-nilai yang melandasi pelaksanaan P2KP adalah sebagai berikut: 1.3.1.Nilai-Nilai Universal Kemanusiaan (Gerakan Moral) Nilai-nilai universal kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku P2KP (baik masyarakat, konsultan, pemerintah, maupun kelompok peduli), dalam melaksanakan P2KP adalah :
1) Jujur; dalam proses pengambilan keputusan, pengelolaan dana serta pelaksanaan kegiatan P2KP harus dilakukan dengan jujur, sehingga tidak dibenarkan adanya upaya-upaya untuk merekayasa, memanipulasi maupun menutup-nutupi sesuatu, yang dapat merugikan masyarakat miskin serta menyimpang dari visi, misi dan tujuan P2KP. Tanpa adanya kejujuran tidak mungkin ada kemajuan yang berkelanjutan dalam bidang apapun;
6) Kesatuan dalam keragaman; dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan kemiskinan perlu dioptimalkan gerakan masyarakat, melalui kebersamaan dan kesatuan masyarakat, sehingga kemiskinan benar-benar menjadi urusan semua warga masyarakat dari berbagai latar belakang, suku, agama, mata pencaharian, budaya, pendidikan dan sebagainya dan bukan hanya menjadi urusan dari masyarakat miskin atau pelaku P2KP atau sekelompok elit saja.
2) Dapat dipercaya; semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan P2KP harus benar-benar dapat menjaga kepercayaan yang diberikan masyarakat maupun pemerintah untuk menerapkan aturan main P2KP dengan baik dan benar. Dengan demikian, pemilihan pelaku-pelaku P2KP di tingkat masyarakat pun, harus menghasilkan figur-figur yang benar-benar dipercaya masyarakat sendiri, bukan semata mempertimbangkan status sosial, pengalaman serta jabatan;
1.3.2. Prinsip-Prinsip Universal Kemasyarakatan (Good Governance)
3) Ikhlas/kerelawanan; dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan P2KP benar-benar berlandaskan niat ikhlas untuk turut memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin yang ada di wilayahnya, dan tidak mengharapkan imbalan materi, jasa, maupun mengutamakan kepentingan pribadi serta golongan atau kelompoknya; 4) Adil; dalam menetapkan kebijakan dan melaksanakan P2KP harus menekankan asas keadilan (fairness), kebutuhan nyata dan kepentingan masyarakat miskin. Keadilan dalam hal ini tidak berarti sekedar pemerataan; 5) Kesetaraan; dalam pelibatan masyarakat pada pelaksanaan dan pemanfaatan P2KP, tidak membeda-bedakan latar belakang, asal usul, agama, status, maupun jenis kelamin dan lain-lainnya. Semua pihak diberi kesempatan yang sama untuk terlibat dan/atau menerima manfaat P2KP, termasuk dalam proses pengambilan keputusan;
Prinsip-prinsip universal kemasyarakatan (Good Governance) yang harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku P2KP (baik masyarakat, konsultan, maupun pemerintah), dalam melaksanakan P2KP adalah : 1) Demokrasi; dalam setiap proses pengambilan keputusan apapun, musyawarah harus menjadi alat terkuat dan pilar utama dalam menjalankan suatu proses demokrasi. Terlebih lagi apabila dalam hal pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, terutama kepentingan masyarakat miskin, maka mekanisme pengambilan keputusan dilakukan secara kolektif dan demokratis, dengan mengutamakan musyawarah. Kemampuan masyarakat bermusyawarah, yang dilandasi kesadaran kritis untuk senantiasa menuju kebaikan bersama, pada hakekatnya merupakan manifestasi tertinggi dari suatu kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, P2KP mendorong masyarakat agar dapat mengutamakan dan mendasarkan keputusan melalui mekanisme musyawarah, agar mampu membangun dan memperkuat lembaga pimpinan kolektif masyarakat dengan representasi, yang akseptabel, inklusif, transparan, demokratis dan akuntabel; 2) Partisipasi; dalam tiap langkah kegiatan P2KP harus dilakukan secara partisipatif Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
7
sehingga mampu membangun rasa kepedulian dan kepemilikan serta proses belajar melalui bekerja bersama. Partisipasi dibangun dengan menekankan proses pengambilan keputusan oleh warga, mulai dari tataran ide/gagasan, perencanaan, pengorganisasian, pemupukan sumber daya, pelaksanaan hingga evaluasi dan pemeliharaan. Partisipasi juga berarti upaya melibatkan segenap komponen masyarakat, khususnya kelompok yang rentan (vulnerable groups), yang selama ini tidak memiliki peluang/akses dalam program/kegiatan setempat; 3) Transparansi dan Akuntabilitas; dalam proses manajemen proyek maupun manajemen organisasi masyarakat harus menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, sehingga masyarakat belajar dan “melembagakan” sikap bertanggung jawab serta tanggung gugat terhadap pilihan keputusan dan kegiatan yang dilaksanakannya. Termasuk terbuka untuk diperiksa oleh BPKP, auditor atau pemeriksaan oleh masyarakat sendiri dan pihak terkait lainnya, serta menyebarluaskan hasil pemeriksaan dan audit tersebut ke masyarakat, pemerintah, lembaga donor serta pihak-pihak lainnya; 4) Desentralisasi; dalam proses pengambilan keputusan yang langsung menyangkut kehidupan dan penghidupan masyarakat agar dilakukan sedekat mungkin dengan pemanfaat atau diserahkan pada masyarakat sendiri, sehingga keputusan yang dibuat benar-benar bermanfaat bagi masyarakat banyak. 1.3.3. Prinsip-Prinsip Universal Pembangunan Berkelanjutan (Tridaya) Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang tidak menimbulkan persoalan baru, bersifat adil intra generasi dan inter generasi. Oleh sebab itu prinsip-prinsip universal pembangunan berkelanjutan harus merupakan prinsip keseimbangan pembangunan, yang dalam konteks P2KP diterjemahkan sebagai sosial, ekonomi dan lingkungan yang tercakup dalam konsep
8
Pedoman Umum
Tridaya. Jadi prinsip-pinsip pembangunan berkelanjutan yang harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku P2KP (baik masyarakat, konsultan, maupun pemerintah), dalam melaksanakan P2KP adalah melalui penerapan konsep Tridaya sebagai berikut: 1) Perlindungan Lingkungan (Environmental Protection); dalam pengambilan keputusan maupun pelaksanaan kegiatan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, terutama kepentingan masyarakat miskin, perlu didorong agar keputusan dan pelaksanaan kegiatan tersebut berorientasi pada upaya perlindungan/pemeliharaan lingkungan baik lingkungan alami maupun buatan termasuk perumahan dan permukiman, yang harus layak, terjangkau, sehat, aman, teratur, serasi dan produktif. Termasuk didalamnya adalah penyediaan prasarana dan sarana dasar perumahan yang kondusif dalam membangun solidaritas sosial dan me-ningkatkan kesejahteraan penduduknya. 2) Pengembangan Masyarakat (Social Development); tiap langkah kegiatan P2KP harus selalu berorientasi pada upaya membangun solidaritas sosial dan keswadayaan masyarakat sehingga dapat tercipta masyarakat efektif secara sosial sebagai pondasi yang kokoh dalam upaya menanggulangi kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan. Pengembangan masyarakat juga berarti upaya untuk meningkatkan potensi segenap unsur masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang rentan (vulnerable groups) dan marjinal yang selama ini tidak memiliki peluang/akses dalam program/ kegiatan setempat; 3) Pengembangan Ekonomi (Economic Development); dalam upaya menyerasikan kesejahteraan material, maka upaya-upaya kearah peningkatan kapasitas dan keterampilan masyarakat miskin dan atau penganggur perlu mendapat porsi khusus termasuk upaya untuk mengembangkan peluang usaha dan
akses kesumberdaya kunci untuk peningkatan pendapatan, dengan tetap memperhatikan dampak lingkungan fisik dan sosial. Prinsip-prinsip universal pembangunan berkelanjutan tersebut pada hakekatnya merupakan pemberdayaan sejati yang terintegrasi, yaitu pemberdayaan manusia seutuhnya agar mampu membangkitkan ketiga daya yang telah dimiliki manusia secara integratif, yaitu daya pembangunan agar tercipta masyarakat yang peduli dengan pembangunan perumahan dan permukiman yang berorietasi pada kelestarian lingkungan, daya sosial agar tercipta masyarakat efektif secara sosial, dan daya ekonomi agar tercipta masyarakat produktif secara ekonomi.
Diyakini bahwa pelaksanaan P2KP sebagian besar akan sangat ditentukan oleh individuindividu dari pelaksana, pemanfaat, maupun pelaku-pelaku P2KP lainnya. Oleh karena itu, dengan memberdayakan individu-individu tersebut diharapkan dapat membangun kesadaran kritis dan perubahan perilaku yang positif, mandiri dan merdeka berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Perubahan perilaku individu inilah yang menjadi pilar bagi perubahan perilaku kolektif, sehingga pada akhirnya masyarakat (kumpulan-kumpulan individu yang memiliki kesadaran kritis) mampu membangun dan menumbuhkembangkan keberdayaan masyarakat dalam bidang pembangunan lingkungan, sosial dan ekonomi..
1.4. KARAKTERISTIK KHAS P2KP
Gambaran umum mengenai implementasi prinsip-prinsip universal pembangunan berkelanjutan melalui TRIDAYA ini dapat dilihat pada Gambar 1.3 sebagai berikut:
Karakteristik khas P2KP yang menyebabkan P2KP berbeda dengan proyek-proyek sejenis yang lain, terletak pada asumsi dasar tentang masyarakat ataupun pemerintah,tantangan, pendekatan dan implementasi sebagai berikut di bawah ini.
Gambar 1.3. Konsep TRIDAYA Membangkitkan daya sosial agar tercipta masyarakat effektif
1)
Membangkitkan daya lingkungan agar tercipta masyarakat pembangunan
P e m b e rd ay a an S e ja ti
Manusia
Membangkitkan daya ekonomi agar tercipta masyarakat yg produktif
Asumsí dasar di P2KP Asumsi dasar di P2KP adalah bahwa akar persoalan kemiskinan pada dasarnya terkait erat dengan perilaku/sikap dan cara pandang manusia (individu) atau sifat kemanusiaan seseorang, yang kemudian mempengaruhi perilaku/sikap dan cara pandang secara kolektif (masyarakat) atau prinsip-prinsip hidup bermasyarakat, sebagaimana dijelaskan pada Gambar 1.4. di bawah ini:
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
9
Gambar 1.4. Asumsi Dasar di P2KP Akar Kemiskinan Tumbuh Subur, Karena: Semakin Lunturnya Keadilan..... Semakin Lunturnya Kejujuran.... Semakin Lunturnya Keikhlasan... Semakin Lunturnya Kepercayaan... Semakin Lunturnya Kepedulian.... Semakin Lunturnya Kesatuan..... Semakin Lunturnya Kebersamaan dan Solidaritas Sosial..... Tegasnya, Karena Semakin Lunturnya Nilai-Nilai Kemanusiaan, Prinsip-Prinsip Kemasyarakatan Dan Pilar-Pilar Pembangunan Berkelanjutan... yang Universal dan Hakiki !
P2KP hanya akan Mampu Memberikan Kontribusi bagi Perbaikan Masyarakat Miskin, Apabila: Semakin Pulihnya Keadilan........ Semakin Pulihnya Kejujuran........ Semakin Pulihnya Keikhlasan....... Semakin Pulihnya Kepercayaan....... Semakin Pulihnya Kepedulian........ Semakin Pulihnya Kesatuan...... Semakin Pulihnya Kebersamaan dan Solidaritas Sosial...... Tegasnya, Semakin Pulihnya NilaiNilai Kemanusiaan, Prinsip-Prinsip Kemasyarakatan serta Pilar-Pilar Pembangunan Berkelanjutan.... yang Universal dan Hakiki !
2) Paradigma-Paradigma di P2KP a) Akar Kemiskinan disebabkan oleh memudar serta lunturnya nilai-nilai luhur kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, yang melahirkan ketertutupan, ketidakadilan, keserakahan, mementingkan diri atau golongannya sendiri, ketidakpercayaan, perpecahan, penyimpangan, salah sasaran, mental ketergantungan pada bantuan dll; 10
Pedoman Umum
b) Akar penyebab kemiskinan hanya dapat diselesaikan masyarakat dan pemerintah daerah sendiri melalui perbuatan baik, orientasi kepentingan umum serta kelestarian, oleh orang-orang yang baik dan benar serta yang tulus ikhlas sebagai hasil dari pulihnya kembali nilai-nilai luhur kemanusiaan, prinsip-prinsip universal kemasyarakatan, dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. c) Manusia pada dasarnya baik. Di masyarakat maupun pemerintah daerah memiliki banyak tambang-tambang potensi sumber daya dan orang-orang berkualitas yang jujur serta dapat dipercaya dan penuh dengan manusia baik yang sarat dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan, akan tetapi kebaikannya tertutup oleh sistem serta tatanan kehidupan di sekitarnya (seperti tambang permata yang belum digali) d) Mendorong masyarakat untuk menggali dan membuka peluang bagi munculnya orang-orang yang jujur, dapat dipercaya, ikhlas, peduli, mampu, dan bertanggungjawab akan lebih menjamin kemajuan masyarakat! e) Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Masyarakat dan pemerintah daerah yang mandiri serta bersifat pemberi adalah lebih baik daripada masyarakat dan pemerintah daerah yang senantiasa meminta dan memiliki mental tergantung pada bantuan pihak luar. f) Dana P2KP digunakan sebaik-baiknya untuk kemanfaatan dan kepentingan perbaikan kesejahteraan masyarakat miskin. Pemanfaatan dana P2KP yang tidak sesuai dengan kemanfaatan bagi masyarakat miskin, atau salah sasaran, hanya akan memberikan andil besar pada “Pemiskinan Rakyat”. g) Pengambilan keputusan dalam pelaksanaan P2KP di tingkat masyarakat melalui “Voting” hanya baik dilakukan bila telah tercapai kesamaan pemahaman mengenai persoalan yang dihadapi. Meskipun demikian, keputusan melalui
musyawarah mufakat yang dilandasi kesadaran kritis adalah tingkat demokrasi yang terluhur …! h) Siapakah yang membangun? Jawabnya hanya satu: “Orang-orang yang peduli” siapa pun dia, dari suku apa pun dia, dari agama apa pun dia, berasal dari penjuru mana pun dia, laki-laki atau perempuan, tua-muda-atau anak-anak, berpendidikan tinggi atau tidak, dan lainnya.
•
i) Solidaritas sosial harus dibangun diatas nilai-nilai kemanusiaan yang universal (Jujur, Dapat Dipercaya, Adil, dan lainnya) serta prinsip-prinsip kemasyarakatan (transparan, akuntabel, partisipatif, demokratis, dll), sehingga kebenaran tidak akan terkalahkan. j) Yakinlah bahwa: Musuh bersama kemiskinan adalah “sifat-sifat buruk kemanusiaan”nya, bukan organisasi atau lembaga. Karena itu, suburkanlah sifat-sifat baik kemanusiaan di dalam diri dan lingkungan sekitar kita. k) Bersikap Adil adalah: “Memperlakukan orang lain seperti diri sendiri ingin diperlakukan oleh orang lain” l) Upaya penanggulangan akar kemiskinan harus dilanjutkan dengan upaya perbaikan kesejahteraan dan tata kehidupan serta lingkungan yang berkelanjutan melalui penumbuh-kembangan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (Tridaya). 3)
Tantangan Utama • Mendorong masyarakat dan pemerintah daerah untuk menemukan orang-orang baik dan benar. • Mendorong kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah untuk bertumpu pada potensi sumber daya yang dimiliki mereka sendiri dan mengurangi mental ketergantungan pada bantuan dari pihak luar. Dukungan pihak luar hanya sebagai pelengkap (stimulans) potensi yang ada. • Mendorong terwujudnya pembangunan berkelanjutan
4)
Pendekatan • Pemberdayaan sejati, yaitu proses pembelajaran (edukasi) agar mampu menggali nilai-nilai baik yang telah dimiliki
•
•
5)
manusia dan memberdaya-kannya atau dengan kata lain memulihkan fitrah manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai mahluk ciptaan tertinggi sehingga mampu bertindak secara moral/nurani. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa proyek P2KP ibarat sebuah sekop bagi masyarakat untuk memunculkan orang-orang baik dan benar, dan kemudian mendudukkan-nya pada tempat yang terhormat Pemberdayaan masyarakat, yaitu mengubah ‘skema proyek’ menjadi ‘tatanan program’ dari, oleh dan untuk masyarakat. Penguatan Kapasitas Pemerintah Daerah, yaitu melembagakan kemandirian dan keberlanjutan program penanggulangan kemiskinan, melalui proses konsultatif dan Kemitraan sinergis antara pemerintah, masyarakat serta kelompok peduli setempat Pembangunan Berkelanjutan, yaitu melalui Pembangunan daya sosial, daya lingkungan, daya ekonomi (Tridaya) secara proporsional sesuai aspirasi dan kebutuhan riil masyarakat.
Implementasi • Masyarakat menentukan siapa kelompok sasaran; • Masyarakat menentukan kelembagaan yang merepresentasikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip universal sebagai pimpinan kolektif mereka dalam membangun kemandirian dan keberlanjutan upaya penanggulangan kemiskinan. • Masyarakat merencanakan/menentukan sendiri bagaimana menanggulangi kemiskinan melalui PJM Pronangkis yang disepakati bersama • Masyarakat menggalang, memanfaatkan, mengoptimalkan dan mengelola sumber daya yang dimilikinya serta sumber daya luar yang diperolehnya, baik dari sumber daya P2KP, pemerintah daerah maupun sumber daya lainnya (melalui program kemitraan serta channeling program), untuk berlatih mengimplementasikan rencana mereka dalam menanggulangi kemiskinan • Masyarakat menentukan bagaimana menata dan membangun lingkungan permukiman yang terpadu, sehat, produktif dan lestari
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
11
• Melembagakan Komunitas Pembelajar,
•
•
12
baik di tingkat masyarakat kelurahan melalui Komunitas Belajar Kelurahan maupun di tingkat kota/kabupaten dengan Komunitas Belajar Perkotaan. Pemerintah daerah mampu memfungsikan KPK-D dalam menyusun SPK-D dan Pronangkis Kota berbasis aspirasi serta kebutuhan masyarakat. Pemerintah daerah menjalin kemitraan sinergis dengan masyarakat dan kelompok peduli, sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi hingga tahap pemeliharaan.
Pedoman Umum
Bab II
Tujuan, Sasaran dan Strategi
2.1. TUJUAN a) Terbangunnya lembaga masyarakat berbasis nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan berorientasi pembangunan berkelanjutan, yang aspiratif, representatif, mengakar, mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin, mampu memperkuat aspirasi/suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan lokal, dan mampu menjadi wadah sinergi masyarakat dalam penyelesaian permasalahan yang ada di wilayahnya; b) Meningkatnya akses bagi masyarakat miskin perkotaan ke pelayanan sosial, prasarana dan sarana serta pendanaan (modal), termasuk membangun kerjasama
dan kemitraan sinergi ke berbagai pihak terkait, dengan menciptakan kepercayaan pihak-pihak terkait tersebut terhadap lembaga masyarakat (BKM); c) Mengedepankan peran Pemerintah kota/ kabupaten agar mereka makin mampu memenuhi kebutuhan masyarakat miskin, baik melalui pengokohan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) di wilayahnya, maupun kemitraan dengan masyarakat serta kelompok peduli setempat.
2.2. KELOMPOK SASARAN Pada dasarnya, kelompok sasaran P2KP mencakup empat sasaran utama, yakni masyarakat, pemerintah daerah, kelompok
Tabel 2.1. Kelompok Sasaran P2KP Kelompok Sasaran Masyarakat
Pemerintah Daerah & KPK Daerah
Kelompok Peduli
Komponen Proyek Dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat)
Pengembangan Masyarakat & Pemda Masyarakat warga kelurahan peserta P2KP dan BKM /lembaga masyarakat yg mengakar serta KSM
Perangkat pemerintah tingkat kota/kab. s/d lurah/kepala desa yg terkait P2KP & anggota KPKD Perorangan / anggota asosiasi profesi, asosiasi usaha sejenis, perguruan tinggi, LSM, dsb yg peduli dengan kemiskinan
Bank, notaris, auditor publik, Para Pihak terkait media masa (radio, tv, dsb)
Dana PAKET
Masyarakat kelurahan pada umumnya BKM/Lembaga masyarakat dan Warga miskin pd khususnya, yang mengakar dan menurut kriteria kemiskinan setempat representatif yang disepakati warga, termasuk yg telah lama miskin, yg penghasilannya menjadi tdk berarti karena inflasi, yg kehilangan sumber penghasilannya Dinas atau unit pemerintah kota/ kab. yg bermitra dgn BKM/ lembaga masy. yg mengakar -
-
Perorangan / anggota asosiasi profesi, asosiasi usaha sejenis, perguruan tinggi, LSM, dsb yg peduli dengan kemiskinan -
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
13
2.3. LOKASI SASARAN 2.3.1.Proses Penetapan Lokasi Sasaran P2KP-2 Pada awalnya lokasi sasaran P2KP-2 yang disepakati meliputi 2.227 kelurahan/desa di perkotaan yang tersebar di 79 Kota/Kabupaten. Lokasi sasaran terletak di Pulau Jawa bagian Selatan, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat. Daftar lokasi sasaran tersebut adalah sebagaimana tercantum di dalam buku Pedoman Umum sebelumnya. Namun , sesuai dengan hasil koordinasi interdept dan proyek-proyek lainnya serta adanya pemekaran wilayah administratif di daerah, maka daftar lokasi sasaran tersebut telah direvisi sesuai dengan surat Dir. Bina Teknik, Ditjen. Perumahan dan Permukiman nomor UM.01.11-Ma/252 tanggal 9 Maret 2004 perihal Lokasi Kelurahan Sasaran P2KP-2. Berdasarkan surat tersebut, lokasi sasaran P2KP-2 berubah menjadi 2.058 kelurahan/ desa yang tersebar di 80 Kota/Kabupaten sebagaimana tercantum di dalam buku Pedoman Umum ini. Proyek dilaksanakan dalam dua tahap, yakni tahap I dengan lokasi sasaran meliputi 1.131 kelurahan/desa yang tersebar di 54 Kota/ Kabupaten di wilayah-wilayah luar P. Jawa, yakni Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat. Sedangkan tahap II dilaksanakan di 927 kelurahan/desa yang tersebar di 26 Kota/Kabupaten di P. Jawa bagian Selatan. Seleksi pemilihan lokasi sasaran tersebut di atas dilakukan dengan menggunakan data dasar yang sama, yakni Podes 2000 yang dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik selaku instansi yang berwenang di bidang statistik (UU No. 16 Tahun 1997). Proses evaluasi pemilihan lokasi sasaran adalah sbb : Langkah 1: Dipilih kecamatan urban/perkotaan (dengan menggunakan kriteria BPS; Kecamatan yang memiliki jumlah kelurahan lebih banyak dari pada jumlah desa) dan ditambah dengan kecamatan yang menjadi ibukota kabupaten, serta keduanya bukan lokasi sasaran Program Pengembangan Kecamatan (PPK) 14
Pedoman Umum
dan bukan lokasi P2KP-1, wilayahwilayah yang memenuhi kriteria di atas, masuk dalam daftar calon kecamatan sasaran P2KP-2; Langkah 2:Berdasarkan skor kemiskinan dengan variabel PODES dan dengan jumlah penduduk kelurahan > 1.000 jiwa, maka disusun peringkat kemiskinan antar kecamatan per kota/kabupaten. Setelah itu, 20 % kecamatan terkaya dikeluarkan dari daftar calon kecamatan sasaran untuk kota/kabupaten yang memiliki 4 atau lebih kecamatan; Langkah 3: Dilakukan konfirmasi daftar calon kecamatan sasaran yang sudah dikeluarkan 20% kecamatan terkaya seperti tersebut di atas dengan surat Direktur Bina Teknik, Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman, Departemen Kimpraswil kepada seluruh Ketua Bappeda Propinsi yang akan menjadi wilayah P2KP-2; Langkah 4: Masukan yang diperoleh dari kota/kabupaten atau propinsi, diolah kembali dengan menggunakan kriteria bahwa kecamatan yang diusulkan/ ditambahkan bukan merupakan wilayah Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dan dibuat peringkat kemiskinan berdasarkan variabel PODES serta dilakukan penyaringan, dengan mengeluarkan 20 % kecamatan terkaya untuk kota/kabupaten yang memiliki 4 atau lebih kecamatan calon lokasi; Langkah 5: Daftar kecamatan ini kemudian dikonsultasikan kepada Pemerintah Daerah pada lokakarya yang dilaksanakan di 13 lokasi di propinsi wilayah P2KP-2 pada tanggal 4 – 14 Maret 2002, daftar tersebut dikonfirmasi kembali secara langsung dengan seluruh
d. Menjamin dan menyediakan staf-staf proyek yang dibutuhkan bagi dukungan pelaksanaan dan koordinasi proyek, serta kelancaran pencairan dana bantuan langsung untuk masyarakat (BLM) & PAKET (bila terseleksi);
calon kota/ kabupaten yang akan mengikuti P2KP-2; Langkah 6: Dari hasil masukan daerah (kota/ kabupaten) diperoleh tambahan usulan kecamatan yang diharapkan dapat dimasukkan dalam daftar kecamatan calon sasaran, yang kemudian dilakukan proses seleksi sebagaimana yang sudah dilakukan dalam proses seleksi sebelumnya, yaitu; bukan merupakan kecamatan yang menjadi wilayah kerja PPK, mengeluarkan 20 % kecamatan terkaya per kota/kabupaten yang memiliki 4 atau lebih kecamatan, dan dari jumlah kecamatan yang diperoleh dikeluarkan kecamatan yang jumlah keluarga Pra KS dan KS I kurang dari 30 % jumlah keluarga yg ada; dan
e. Sanggup menyediakan dana operasional dan pendamping sesuai kebutuhan. Terlampir dalam Buku Pedoman Umum P2KP edisi Revisi, adalah daftar lokasi sasaran P2KP per tanggal 9 Maret 2004 (sesuai Surat Direktur Bina Teknik Ditjen Perkim Depkimpraswil). Apabila selama pelaksanaan P2KP terdapat kebijakan untuk menyesuaikan dan merevisi daftar lokasi sasaran tersebut (jumlah wilayah, nama lokasi, maupun besaran jumlah bantuan dana P2KP), maka pihak ‘executing agency’, dalam hal ini Direktur Bina Teknik Ditjen Perkim Departemen Kimpraswil, akan menerbitkan Surat Penetapan Lokasi Sasaran P2KP sebagai revisi dari daftar yang terlampir dalam Buku Pedoman P2KP ini.
Bagan 2.1: Langkah Penentuan lokasi sasaran P2KP-2 Evaluasi Data PODES (2000)
Langkah 7: Diperoleh daftar akhir kecamatan/ kelurahan sasaran P2KP-2 yang definitif setelah dilakukan berbagai penyaringan tersebut di atas.
tidak Drop
tidak
Semua pemerintah kota/kabupaten yang telah memenuhi kategori di atas (hingga langkah ke-7) dapat berpartisipasi dalam P2KP-2. Meskipun demikian, apabila kota/kabupaten memutuskan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan P2KP, mereka harus memenuhi beberapa kondisi sebagai berikut: a. Menjamin bahwa penanggulangan kemiskinan adalah prioritas kota/ kabupaten (dari aspek administrasi, kebijakan dan peraturan); b. Setuju untuk melaksanakan secara konsisten ketentuan dan aturan P2KP yang ditetapkan atau tercantum dalam pedoman umum dan pedoman teknis P2KP; c. Menjamin terjadinya tranparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek, termasuk bersedia serta menjamin pelaksanaan audit independen serta pemeriksaan oleh BPKP terhadap pelakupelaku P2KP di wilayahnya;
Kriteria : Kec. urban / Ibu kota Kab. Non-PPKdan Non P2KP-I
Kriteria: Tidak termasuk 20%kec . terkaya dan memiliki Pra -KS dan KS-I > 30%
1
ya
6
Drop ya 7 DaftarI Kec Calon Lokasi Sasaran dengan mengeluarkan 20% kecamatan terkaya
DaftarII Kecamatan Calon Lokasi Sasaran
Daftar Final Kec/Kel Calon Lokasi Sasaran
5
2 Konfirmasi ke Pemda
3
Masukan dari Pemda Tambahan dan Perubahan Lokasi
4
2.4. STRATEGI Agar terwujud tujuan yang hendak dicapai, maka strategi yang dilaksanakan adalah: a. Mendorong Proses Transformasi Sosial dari Masyarakat Tidak Berdaya/Miskin Menuju Masyarakat Berdaya Intervensi P2KP untuk mampu mewujudkan transformasi dari kondisi masyarakat tidak berdaya/miskin menuju masyarakat berdaya, setidaknya terdiri dari empat hal:
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
15
(i) Internalisasi nilai-nilai dan prinsipprinsip universal, sebagai pondasi yang kokoh untuk memberdayakan masyarakat menuju tatatan masyarakat yang mandiri dan mampu mewujudkan pembangunan permukiman berkelanjutan. Pembelajaran P2KP berkaitan dengan nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan pembangunan berkelanjutan (Tridaya). Proses pembelajaran nilai-nilai serta prinsip-prinsip universal tersebut akan melandasi seluruh strategi maupun tahapan pelaksanaan P2KP. Sehingga salah satu indikator utama berhasil tidaknya P2KP akan dilihat dari tingkat tumbuh berkembangnya nilai-nilai dan prinsip-prinsip universal dimaksud, baik oleh masyarakat maupun pemerintah lokal dan kelompok peduli setempat. (ii) Penguatan Lembaga Masyarakat melalui pendekatan pembangunan bertumpu pada kelompok (Community based Development), dimana masyarakat membangun dan mengorganisir diri atas dasar ikatan pemersatu (common bond), antara lain kesamaan kepentingan dan kebutuhan, kesamaan kegiatan, domisili, dll, yang mengarah pada upaya mendorong tumbuh berkembangnya kapital sosial. Kelompok dalam konteks P2KP adalah kelompok yang “sudah ada” (existing groups) atau kelompok-kelompok yang “dibangun baru” dalam rangka pelaksanaan P2KP, yang memenuhi syaratsyarat sebagai institusi lokal dalam konteks tatanan masyarakat madani. Beberapa pertimbangan digunakannya pendekatan bertumpu pada kelompok :
• Warga masyarakat diharapkan dapat lebih dinamis dalam mengembangkan kegiatan dan nilai-nilai kemanusiaan serta kemasyarakatan, misalnya; kejujuran, keikhlasan, dapat dipercaya, kebersamaan, menjalin kesatuan, gotong royong,
16
Pedoman Umum
solidaritas antar sesama, dan lainnya;
• Proses pemberdayaan (empowerment) berjalan lebih efektif dan efisien;
• Terjadi konsolidasi kekuatan bersama baik antar yang lemah maupun antar yang kuat dan lemah di dalam suatu kelompok masyarakat (konsep sapu lidi); Kelompok dapat berfungsi untuk melembagakan solidaritas dan kesatuan sosial, menumbuhkan keswadayaan, wadah proses belajar/ interaksi antar anggota, menyepakati aturan bersama, dan fungsi lainnya. Pendekatan ini harus dilakukan secara konsisten oleh semua pelaku P2KP. Bahkan dalam menangani persoalanpersoalan yang sifatnya amat khusus dan mendesak (musibah, jompo, anak terlantar dll), yang menuntut penanganan kasus demi kasus yang seringkali juga individual, tetap harus berbasis pada kelompok, dimana pengambilan keputusan harus melalui berbagai pertimbangan dan rembug-rembug warga yang di fasilitasi oleh BKM. Salah satu faktor kunci yang strategis dari penguatan lembaga masyarakat adalah faktor kepemimpinan yang peduli, komitmen, ikhlas dan benarbenar berjuang bagi kepentingan masyarakat miskin, untuk itu dibutuhkan proses penyadaran kritis masyarakat melalui refleksi kepemimpinan moral dimana indikator utama dalam pemilihan pemimpin-pemimpin masyarakat lebih didasarkan pada kualitas sifat-sifat kemanusiaan yang dimiliki, bukan didasarkan pada ikatan emosional, primordialisme maupun hal-hal yang bersifat diskriminatif lainnya. (iii) Pembelajaran Penerapan Konsep Tridaya dalam Penanggulangan Kemiskinan, menekankan pada proses pemberdayaan sejati (bertumpu pada manusia-manusianya) dalam rangka
membangkitkan ketiga daya yang dimiliki manusia, agar tercipta masyarakat efektif secara sosial, tercipta masyarakat ekonomi produktif dan masyarakat pembangunan yang mampu mewujudkan lingkungan perumahan dan permukiman yang sehat, produktif dan lestari. Sebagai suatu strategi yang bersifat integratif, maka proses pembelajaran Tridaya perlu dilaksanakan masyarakat secara proporsional sesuai kondisi dan kebutuhan masing-masing. (iv) Penguatan Akuntabilitas Masyarakat, menekankan pada proses membangun dan menumbuhkembangkan segenap lapisan masyarakat untuk peduli untuk melakukan kontrol sosial secara obyektif dan efektif sehingga menjamin pelaksanaan kegiatan yang berpihak kepada masyarakat miskin dan mendorong kemandirian serta keberlanjutan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan di wilayah masing-masing. Penguatan akuntabilitas masyarakat juga dimaksudkan sebagai suatu upaya pembelajaran masyarakat terhadap sistem penghargaan terhadap kinerja/ perbuatan baik dan sistem sanksi terhadap kinerja/perbuatan buruk (reward dan punishment). Bentuk-bentuk penghargaan dan sanksi tersebut dapat ditetapkan masyarakat sebagai hasil dari proses kontrol sosial dan dapat ditetapkan oleh pihak-pihak terkait dalam rangka mendorong masyarakat untuk melaksanakan program lebih lanjut, termasuk P2KP dan Departemen Kimpraswil sebagai penyelenggara (executing agency). b. Mendorong Proses Transformasi Sosial dari Masyarakat Berdaya Menuju Masyarakat Mandiri Intervensi P2KP untuk mampu mewujudkan transformasi dari kondisi masyarakat berdaya menuju masyarakat mandiri, setidaknya terdiri dari dua hal:
(i) Pembelajaran Kemitraan antar Stakeholders Strategis, yang menekankan pada proses pembangunan kolaborasi dan sinergi upaya-upaya penanggulangan kemiskinan antara masyarakat, pemerintah kota/kab., dan kelompok peduli setempat agar kemiskinan dapat ditangani secara efektif, mandiri dan berkelanjutan. Kemitraan sinergis pada dasarnya mengandung makna bahwa jalinan kerjasama dan kolaborasi antara masyarakat, pemerintah dan kelompok peduli/swasta tersebut harus dibangun atas dasar kebutuhan bersama, kepentingan yang sama dan kesetaraan peran dalam melaksanakan kegiatan. Terkait erat dengan upaya mendukung kemitraan sinergis sebagaimana dimaksud, maka perlu dilakukan upayaupaya penguatan peran pemerintah dan KPK di tingkat kota/kabupaten dalam penanggulangan kemiskinan, sehingga mampu mendorong berfungsinya KPKkota/kabupaten secara efektif untuk menyusun strategi penanggulangan kemiskinan di masing-masing wilayah. Melalui kemitraan sinergis ketiga pilar pembangunan lokal ini (masyarakat, pemerintah dan kelompok peduli/ swasta), diharapkan dapat terbangun proses pelembagaan kerjasama yang baik antara pemerintah daerah dengan masyarakat dan dunia usaha, serta dunia nirlaba lainnya, dalam seluruh proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeliharaan berbagai program/proyek di daerah secara umum, dan khususnya dalam kegiatan penanggulangan kemiskinan. Di samping itu, kemitraan sinergis tersebut dapat memberi peluang bagi masyarakat untuk mampu mengakses dan memanfaatkan berbagai programprogram atau sumber daya yang ada di luar P2KP yang dimiliki oleh pemerintah daerah, dunia usaha, dan dunia nirlaba lainnya.
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
17
(ii) Penguatan Jaringan antar Pelaku Pembangunan, dengan membangun kepedulian dan jaringan sumberdaya dan mendorong keterlibatan aktif dari para pelaku pembangunan lain maka dapat dijalin kerjasama dan dukungan sumberdaya bagi penanggulangan kemiskinan, termasuk akses penyaluran (channeling) bagi keberlanjutan program-program di masyarakat dan penerapkan Tridaya di lapangan. Para pelaku pembangunan lain yang dimaksud antara lain : LSM, Perguruan Tinggi setempat, lembagalembaga keuangan (perbankan), Pengusaha, Asosiasi Profesi dan Usaha Sejenis, dll. c. Mendorong Proses Transformasi Sosial dari Masyarakat Mandiri Menuju Masyarakat Madani Intervensi P2KP untuk mampu mewujudkan transformasi dari kondisi masyarakat mandiri menuju masyarakat madani lebih dititikberatkan pada proses penyiapan landasan yang kokoh melalui penciptaan situasi dan lingkungan yang kondusif bagi tumbuhberkembangnya masyarakat madani, melalui intervensi komponen Pembangunan Lingkungan Kelurahan Terpadu (Neighbourhood Development) menuju tata kepemerintahan dan pelayanan publik yang baik (Good Governance). yakni proses pembelajaran masyarakat dalam mewujudkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang berbasis nilai menuju terwujudnya lingkungan permukiman yang tertata, sehat, produktif dan lestari.
18
Pedoman Umum
Pada P2KP-1 dan P2KP-2, Intervensi “Channeling Program dan Neighbourhood Development berbasis pro-poor good governance” belum menjadi komponen proyek. Ketentuan tentang pelaksanaan kedua intervasi tersebut akan ditetapkan kemudian oleh Departemen Kimpraswil.
Gambaran mengenai strategi pelaksanaan P2KP dapat dilihat pada gambar 2.1. di bawah ini.
Gambar 2.1. Strategi Pelaksanaan P2KP
MASYARAKAT TIDAK BERDAYA (MISKIN)
PERUBAHAN PRILAKU/SIKAP MASYARAKAT
MASYARAKAT BERDAYA
P2KP
KELEMBAGAAN MASYARAKAT YG MENGAKAR DAN REPRESENTATIF
PENYUSUNAN PROGRAM PARTISIPATIF OLEH MASYARAKAT
1 INTERNALISASI
APLIKASI PRONANGKIS PRO POOR & KONTROL WARGA
MASYARAKAT MANDIRI
PEMBELAJARAN SINERGI DGN PEMDA MELALUI KEMITRAAN PROGRAM
PEMBELAJARAN OPTIMALISASI SUMBER DAYA DARI LUAR (PERBANKAN, KIMPRASWIL, DEPSOS, DLL)
MASYARAKAT MADANI
PEMBELAJARAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN WILAYAH KELURAHAN TERPADU SCR MANDIRI
NILAI & PRINSIP UNIVERSAL PENGUATAN P2KP meyakini bahwa dengan ketujuh strategi dan pendekatan di atas pada akhirnya akan mampu LEMBAGA MASYARAKAT mewujudkan kemandirian dan keberlanjutan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat
2
PENYIAPAN MASYARAKAT
PEMBELAJARAN bersama pemerintah daerah yang didukung oleh dunia usaha, dan organisasi masyarakat sipil lainnya.
3 PENERAPAN
KONSEP TRIDAYA
4 PENGUATAN AKUNTABILITAS
BKM
MASYARAKAT PJM PRONANGKIS
5
KEMITRAAN PEMDA DAN MASYARAKAT
BLM TRIDAYA
6 PAKET
PENGUATAN JARINGAN & CHANNELING PROGRAM
7 PEMBELAJARAN NEIGHBOURHOOD
DEVELOPMENT BERBASIS GOOD Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan GOVERNANCE CHANNELING PROGRAM
19
Bab III
Komponen Proyek dan Bantuan Teknis
Untuk dapat mendukung kegiatan proyek agar tercapai tujuan P2KP seperti tersebut di atas, maka P2KP dibagi menjadi 3 komponen proyek sbb: A.
Pengembangan Masyarakat dan Mengedepankan Peran Pemerintah Daerah;
B.
Penyediaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM); dan
C.
Penyediaan Dana Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET);
3.1. KOMPONEN PROYEK 3.1.1. Pengembangan Masyarakat dan Mengedepankan Peran Pemerintah Daerah 1) Uraian Komponen proyek ini menyediakan dukungan untuk mendanai kegiatan pengembangan atau pemberdayaan masyarakat serta penguatan kapasitas dalam rangka mengedepankan peran pemerintah daerah, termasuk diantaranya adalah penguatan peran dan fungsi Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPK-D), mengembangkan Komunitas Belajar Perkotaan (KBP), dan menumbuhkembangkan kemitraan sinergis dengan masyarakat, agar mampu bekerja sama secara lebih efektif dalam penanggulangan kemiskinan di wilayah setempat sesuai prinsip dan nilai universal di P2KP. Pada dasarnya, dukungan pembiayaan melalui komponen ini mencakup biaya operasional konsultan dan fasilitator untuk melaksanakan pendampingan masyarakat 20
Pedoman Umum
dan pemerintah kota/kabupaten, biaya sosialisasi dan pelatihan, termasuk penyiapan materi-materi sosialisasi dan pelatihan yang berkaitan dengan pelaksanaan P2KP, serta biaya-biaya lain yang berkaitan dengan upaya memperkuat kapasitas dan mengedepankan peran pemerintah daerah. a) Pengembangan Masyarakat melalui Proses Pembelajaran Komponen pengembangan atau pemberdayaan masyarakat dalam P2KP dilakukan melalui proses pembelajaran masyarakat untuk memulihkan dan melembagakan kembali kapital sosial (social capital) yang telah ada di masyarakat, yakni nilai-nilai dan prinsipprinsip universal, sebagai landasan kokoh untuk membangun tatanan masyarakat yang mampu mandiri dan berkelanjutan menangani kegiatan penanggulangan kemiskinan serta pembangunan lingkungan perumahan permukiman di wilayahnya secara terpadu. Tahapan pembelajaran masyarakat terdiri dari serangkaian kegiatan, mulai dari belajar membangun kebersamaan pada saat rembug kesiapan masyarakat, belajar mengevaluasi penyebab kemiskinan yang bertumpu pada perilaku dan sikap, belajar merumuskan keinginan secara riil sesuai dengan kondisi obyektif masalah yang ada dan potensi yang dimilikinya, belajar
bersinergi dan mengorganisir dalam lembaga yang mengakar dan representatif, belajar membuat program kemiskinan dan pembangunan di wilayahnya, belajar melakukan kegiatan bersama yang dilandasi perubahan perilaku dan sikap, serta proses belajar lainnya. Seluruh tahapan pelaksanaan kegiatan P2KP di tingkat masyarakat pada dasarnya dititikberatkan pada nuansa proses pembelajaran masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam pelaksanaan P2KP tidak hanya berorientasi pada output/produk atau dilandasi prinsip sekedar terlaksana semata, namun justru harus benar-benar memperhatikan dinamika proses, kesadaran kritis dan pelembagaan nilainilai universal serta proses perubahan perilaku/ sikap masyarakat itu sendiri.
Beberapa kegiatan yang termasuk dalam komponen pengembangan masyarakat, antara lain mencakup: a.1.Rembug atau Musyawarah Kesepakatan Masyarakat Kegiatan Rembug/Musyawarah Kesepakatan Masyarakat (RKM) merupakan serangkaian musyawarah di tingkat kelurahan/desa yang diselenggarakan oleh Lurah/Kepala Desa dengan mengundang para ketua RT, ketua RW, warga miskin (Pra KS dan KS1) dan tokoh masyarakat serta kelompok peduli setempat untuk memutuskan apakah berminat mengikuti P2KP dengan segala konsekuensinya atau tidak. RKM didahului serangkaian kegiatan silaturahmi sosial dan pemasyarakatan gambaran umum P2KP ke berbagai pihak, baik perangkat pemerintah maupun masyarakat, melalui berbagai media, arisan, pertemuan PKK, pengajian, siskamling, dsb, yang difasilitasi fasilitator. RKM ini dilanjutkan dengan pendaftaran relawan-relawan yang akan berperan sebagai agen pembangunan masyarakat setempat. Untuk tahap pertama yang dibutuhkan
adalah relawan untuk menyelenggarakan Refleksi Kemiskinan yang akan dilakukan di tiap RT/RW, minimum 1 orang per RW. Dalam tiap tahapan kegiatan, jumlah anggota tim relawan dapat ditambah sesuai kebutuhan maupun terutama sesuai kesediaan partisipasi dan kerelaan warga untuk menjadi relawan-relawan dalam proses penanggulangan kemiskinan di wilayahnya. Para relawan-relawan tersebut selanjutnya bersama fasilitator akan mendorong peran aktif masyarakat dalam berbagai proses kegiatan P2KP khususnya, maupun upaya pembangunan wilayah kelurahan pada umumnya. Relawan-relawan adalah orang-orang yang memiliki niat ikhlas dan peduli untuk membantu masyarakat miskin di wilayahnya. Tidak ada batasan jumlah relawan dalam satu wilayah, karena siapapun yang ikhlas dan peduli dapat terlibat dan memberi kontribusi untuk membantu masyarakat dalam proses pelaksanaan P2KP di wilayahnya.
a.2. Pengorganisasian Masyarakat Kegiatan penyiapan dan pengorganisasian masyarakat diawali dengan proses membangun kesadaran kritis masyarakat, melalui serangkaian kegiatan diskusi kelompok terarah (focus group discusión/FGD); dimulai dengan refleksi kemiskinan sebagai upaya membangun paradigma baru masyarakat terhadap akar persoalan kemiskinan yang dihadapi bersama yang berkaitan dengan sikap/prilaku dan cara pandang masyarakat selama ini, dilanjutkan dengan pemetaan swadaya (community self survey/CSS) sebagai upaya belajar bersama menemukenali realita persoalan dan potensi di wilayahnya serta berbagai kemungkinan penanggulangannya dan apa yang
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
21
dibutuhkan untuk menanggulangi kemiskinan secara efektif dalam bentuk antara lain; komitmen (individu dan kelompok), keahlian, sumberdaya, kelembagaan, organisasi dan lain-lainnya, dilanjutkan dengan FGD kelembagaan dan kepemimpinan moral hingga pengukuhan/pembentukan lembaga pimpinan kolektif berbasis nilai-nilai universal, yang secara jenerik disebut BKM, untuk akhirnya memimpin gerakan penanggulangan kemiskinan dari, oleh untuk masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan. a.3. Perencanaan Partisipatif Menyusun PJM dan Renta Pronangkis Kegiatan ini merupakan kegiatan awal BKM bersama relawan-relawan, masyarakat serta pemerintah kelurahan dan kelompok peduli setempat, untuk bersama-sama merencanakan langkah-langkah penanggulangan kemiskinan dalam bentuk PJM dan Renta Pronangkis. Dalam hal ini, BKM diharapkan dapat mendorong peran aktif masyarakat kelurahan setempat untuk menyampaikan aspirasinya, memberikan masukan, saran, usulan dan inisiatifinisiatifnya. BKM bersama para relawan, yang difasilitasi Tim fasilitator, akan mengkoordinir dan memfasilitasi proses pelaksanaan di masyarakat untuk menjamin bahwa proses penyusunan PJM Pronangkis dilakukan secara partisipatif serta benar-benar didasarkan pada kebutuhan nyata (riil) masyarakat, yang dalam penyusunannya perlu mempertimbangkan: 1) hasil-hasil pemetaan swadaya yang telah dilakukan masyarakat sendiri sebelumnya, 2) keterpaduan dengan rencana dan program pemerintah kelurahan, dan 3) kebijakan Pemda setempat.
22
Pedoman Umum
Ruang lingkup kegiatan dalam PJM Pronangkis mencerminkan kegiatan yang benar-benar merupakan kebutuhan riil dan prioritas masyarakat, baik itu pembangunan prasarana/ sarana perumahan dan permukiman, penciptaan lapangan kerja baru, kredit mikro untuk usaha kecil, hingga santunan bagi masyarakat rentan/ lemah atau pelayanan sosial lain. Program penanggulangan kemiskinan (pronangkis) yang akan disusun masyarakat diharapkan dapat berisi; (1) Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Kelurahan setempat, yakni visi, misi dan strategi penanggulangan kemiskinan di kelurahan setempat; (2) Rencana Jangka Menengah penanggulangan kemiskinan, yakni dalam jangka waktu 3 tahun, serta (3) Rencana Tahunan (Renta) yang berisi rencana detail investasi tahunan pada tahun pertama yang dapat diusulkan untuk dibiayai sebagian dari swadaya murni masyarakat, alokasi dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) P2KP, maupun sumber dana Pemda dan pihak terkait lainnya. PJM dan Renta Pronangkis tidak boleh semata-mata dipandang sebagai prasyarat untuk memperoleh dana bantuan P2KP, namun harus diposisikan sebagai media pembelajaran masyarakat untuk menyusun program bersama. Sehingga muatan PJM dan Renta Pronangkis bukan hanya berisikan daftar kegiatan yang didanai dengan sumber dana BLM P2KP, melainkan uraian program masyarakat secara menyeluruh, termasuk dengan sumber-sumber dana lainnya yang dibutuhkan, apakah berasal dari swadaya masyarakat, APBD, ataupun channeling dengan sektor perbankan, program, swasta, stimulan P2KP, dan sebagainya;
PJM dan Renta Pronangkis secara prinsip merupakan dokumen hasil proses pembelajaran perencanaan partisipatif masyarakat bersama perangkat kelurahan dan para pihak di kelurahan setempat, yang mencerminkan prioritas-prioritas program yang disepakati bersama. Tidak dibenarkan sama sekali adanya ‘exclusivitas’ ataupun adanya rekayasa pihak luar dalam proses penyusunan Pronangkis, baik fasilitator, KMW atau pihak-pihak lainnya.
a.4. Komunitas Belajar Kelurahan (KBK) Sebagaimana telah dijelaskan di awal, seluruh proses pelaksanaan kegiatan P2KP di tkt masyarakat pada dasarnya bernuansa proses pembelajaran masyarakat untuk memperbaiki kondisinya secara bertahap menuju kondisi masyarakat yang mandiri, dan akhirnya mampu terwujud tatanan masyarakat madani. Oleh karena itu, selama masa proyek P2KP, yang dimotori relawanrelawan setempat, masyarakat diharapkan mampu memahami substansi, mekanisme, proses dan dinamika pembelajarannya, sekaligus kemudian mampu menerapkannya sesuai dengan nilai dan prinsip universal. Untuk lebih mendukung proses pembelajaran tersebut, BKM dapat menjadi motor penggerak dalam membangun forum pembelajaran dalam bentuk Komunitas Belajar Kelurahan (KBK), yang dipelopori para relawan`setempat. Dimaksud relawan dalam hal ini ialah anggota masyarakat, perangkat pemerintah kelurahan dan orang-orang peduli yang memiliki komitment, kepedulian dan keikhlasan membantu masyarakat miskin di sekitarnya. KBK pada prinsipnya merupakan forum dari para relawan, dikoordinir BKM, yang bersifat cair (tidak struktural) sebagai wadah melembagakan dan menumbuhkembangkan
proses pembelajaran masyarakat, melalui diskusi-diskusi, kajian-kajian refleksi, best practice dan tukar pikiran mengenai berbagai persoalan kemiskinan yang ada di wilayahnya serta bagaimana upaya penanggulangannya agar lebih efektif dan berbasis nilai-nilai universal. Proses membangun Komunitas Belajar Kelurahan (KBK), yang dimotori BKM, dapat dimulai setelah dana BLM P2KP tahap pertama telah diterima masyarakat, dimana pada saat itu relawan-relawan telah selesai membantu masyarakat sejak tahap awal hingga tahap penyusunan PJM Pronangkis. Agenda pertama KBK dapat dimulai dengan diskusi reflektif tentang efektivitas kemanfaatan penggunaan dana, transparansi dan akuntabilitas, serta sosial kontrol status dan pemanfaatan dana BLM. Selanjutnya. pelaksanaan kegiatan KBK dilakukan misalnya dengan FGD-FGD bersama warga miskin, kunjungan lapang ke KSM-KSM dan kegiatan para anggotanya atau ke panitia-panitia dan hasil kegiatannya, refleksi proses dan hasil pelaksanaan kegiatan tertentu, dll. Hasil-hasil kajian dari KBK menjadi masukan bagi BKM untuk meningkatkan kinerjanya dan juga menjadi masukan bagi pemerintah kelurahan hingga pemerintah kota/kabupaten. Diharapkan pada pasca pelaksanaan P2KP, mekanisme KBK dapat terus dilembagakan warga sehingga mampu menjadi motor penggerak masyarakat untuk senantiasa melakukan penyempurnaan proses pembelajaran dalam penerapan substansi konsep, sistem dan mekanisme yang telah dikenalkan selama pelaksanaan P2KP, dalam rangka melembagakan kembali kapital sosial yang dimiliki masyarakat.
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
23
Melembaganya KBK, sekaligus juga merupakan pondasi yang kokoh bagi warga masyarakat untuk senantiasa merefleksi, mendiskusikan dan memperbaiki serta menata kualitas lingkungan permukiman kelurahannya yang lebih lestari, asri, sehat, aman dan berkelanjutan secara terpadu (Neighbourhood Development).
Fungsi KBK adalah sebagai forum para relawan (masyarakat, perangkat pemerintah kelurahan dan kelompok peduli setempat) untuk saling belajar, sharing pemikiran dan pengalaman, kajian refleksi, tempat berkomunikasi, yang dilandasi semangat untuk menemukan model kegiatan dan kebijakan yang lebih mampu meningkatkan perbaikan masyarakat miskin di kelurahannya. Sebagai sebuah forum, siapapun yang berminat bisa bergabung dalam KBK dengan kedudukan yang sejajar. Tidak perlu ada SK pengukuhan karena sifat keanggotaannya adalah cair. Artinya, siapapun bebas keluar masuk sesuai dengan minatnya. UPS-BKM memfasilitasi dan terus menerus menumbuhkembangkan KBK, agar proses kegiatan dan kehidupan bermasyarakat senantiasa bertumpu pada keadilan, keikhlasan dan kejujuran.
Ketentuan umum mengenai KBK dapat dipelajari pada Pedoman Khusus mengenai Komunitas Belajar Kelurahan dalam pelaksanaan P2KP. b) Mengedepankan Peran Pemerintah Daerah Kegiatan mengedepankan peran pemerintah daerah, pada dasarnya merupakan kegiatan yang berorientasi pada upaya membangun kemandirian pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan dan mewujudkan pembangunan keberlanjutan yang berbasis nilai-nilai serta prinsip-prinsip universal. Pemerintah Propinsi akan didorong peran aktifnya sebagai pelaksana dalam penyelenggaraan lokakarya-lokakarya dan kegiatan P2KP di tingkat propinsi serta melakukan peran-peran koordinasi, monitoring dan supervisi. Sedangkan Pemerintah Kota/Kabupaten secara
24
Pedoman Umum
prinsip merupakan pelaksana P2KP di wilayahnya masing-masing, baik dalam memfasilitasi proses kegiatan P2KP di tingkat masyarakat maupun di tingkat kota/kabupaten, dengan difasilitasi KMW sesuai ketentuan P2KP. b.1. Penguatan peran Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan siklus P2KP Penguatan peran pemerintah daerah dalam pelaksanaan siklus P2KP sebenarnya telah dimulai pada saat tahap persiapan pelaksanaan P2KP, yakni dalam proses verifikasi penentuan lokasi sasaran, kesepakatan MOU pelaksanaan P2KP, maupun lokakarya-lokakarya P2KP di tingkat nasional dan propinsi. Sedangkan dalam pelaksanaan P2KP di tingkat kota/kabupaten, kegiatan diawali dengan pelatihan dasar bagi aparat pemerintah kota/ kabupaten, KPK-D dan kelompok peduli setempat. Melalui pelatihan dasar ini, perangkat pemerintah kota/kabupaten, difasilitasi KMW, selanjutnya diharapkan dapat berperan sebagai nara sumber dan fasilitator, baik pada lokakaryalokakarya P2KP di wilayahnya maupun pada kegiatan-kegiatan sosialisasi lainnya. Selain itu, pemerintah daerah juga diharapkan mampu mengikuti dinamika perkembangan P2KP di wilayahnya, termasuk dalam turut memfasilitasi kegiatan P2KP serta merespon berbagai permasalahan dan konflik yang terjadi. Peran Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan kegiatan P2KP tidak hanya terbatas pada peran monitoring, supporting dan legitimator semata, melainkan juga peran-peran fasilitasi, koordinasi, supervisi dan turut implementasi dalam beberapa kegiatan, yang difasilitasi KMW.
b.2. Penguatan peran KPK-D dalam menyusun SPK-D dan Pronangkis Kota/Kabupaten. Salah satu kegiatan mengedepankan peran pemda pada pelaksanaan P2KP dilakukan melalui pendampingan untuk memperkuat peran dan fungsi Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPK-D) agar mampu menyusun dokumen strategi penanggulangan kemiskinan Daerah (SPK-D) dan Pronangkis kota/kabupaten secara partisipatif, berdasarkan masukan dan kebutuhan masyarakat (Pronangkis kelurahan) serta dukungan pihak terkait lain, terutama bagi terwujudnya keselarasan dan keterpaduan program penanggulangan kemiskinan di wilayahnya. Ketentuan penguatan peran dan fungsi KPK-D dalam menyusun SPK-D dan Pronangkis Kota/kab akan diatur lebih lanjut dalam Buku Panduan Khusus mengenai hal ini. b.3. Komunitas Belajar Perkotaan (KBP). Komunitas Belajar Perkotaan (KBP) pada dasarnya suatu forum untuk belajar, berbagi pemikiran dan pengalaman, serta melakukan kajian-kajian pembangunan partisipatif, terutama persoalan kemiskinan di kota/kabupaten, yang dilandasi prinsip prinsip “good governance”. Tujuan dari KBP adalah dikembangkannya satu forum pembelajaran untuk berbagi informasi sekaligus mengkaji programprogram penanggulangan kemiskinan dan program pembangunan wilayah dan terbangunnya komunitas pembelajar yang merupakan jaringan dari para relawan dan para peduli (stakeholders) tingkat kota/ kabupaten, baik dari unsur perangkat pemda maupun nonpemerintah.
KBP merupakan titik awal membangun jaringan antar kelompok, organisasi, atau lembaga yang dimulai dengan memperkuat relasirelasi antar individunya, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi kebijakan-kebijakan dan tindakantindakan lembaga/organisasinya masing-masing. KBP tidak bersifat struktural, melainkan suatu forum yang dimotori dan digerakkan oleh KPK-D setempat. Hal ini sekaligus menempatkan kedudukan KPK-D yang juga didorong untuk berfungsi sebagai “pusat pembelajaran (learning center)”, yang terbuka untuk seluruh pelaku setempat dalam rangka membahas dan merumuskan perkara strategis secara rutin serta sistematis, khususnya perkara yang terkait dengan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan di wilayah masing-masing. Hasil-hasil dan masukan dari KBP menjadi bahan KPK Daerah untuk memberi berbagai saran dan pertimbangan bagi perbaikan dan penyempurnaan kebijakan maupun programprogram penanggulangan kemiskinan di kota/kabupaten setempat. KPK-D, staf pemerintah kota/kab, dinas terkait dan para pelaku laín yang peduli kemiskinan pada tahap awal akan mengikuti terlebih dahulu lokakarya serta pelatihan dasar agar dapat memahami secara utuh konsep dan pelaksanaan P2KP. Alumnus dari pelatihan dasar P2KP tersebut kemudian diharapkan bisa menjadi relawan-relawan kemiskinan tingkat kota/ kabupaten, yang salah satunya akan berperan menjadi tulang punggung proses penumbuhkembangan KBP. Selanjutnya melalui koordinasi dan berbagi beban pendanaan, pemerintah kota/ kab. dan KPK-D juga akan memfa-
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
25
silitasi aktivitas KBP, baik itu dalam bentuk belajar dari lapangan (thematic field study) yang terdiri dari kunjungan lapangan dan diskusi tematik, penyajian audio visual (VCD), kunjungan dan FGD serta dialog dengan Fasilitator, BKM, Relawan Masyarakat, dan atau pemanfaat P2KP, yang akan diselenggarakan oleh KPK-D bekerja sama dengan KMW bersangkutan secara reguler maupun insedentil sesuai kebutuhan. Keterlibatan pemerintah kota/kab ini akan dilakukan berkoordinasi dengan KMW yang ditugasi oleh Pimpro/PMU (Project Management Unit) P2KP di wilayah setempat. Fungsi KPK-D untuk menumbuhkembangkan Komunitas Belajar Perkotaan (KBP) sebagai Pusat Pembelajaran (learning center) inilah yang diharapkan mampu mendorong terwujudnya “transformasi P2KP dari proyek menjadi kegiatan program oleh masyarakat bersama pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat”.
b.4. Membangun Kemitraan Sinergis. Pengembangan kapasitas ini juga dimaksudkan untuk membangun kepedulian dan menjalin kemitraan dengan masyarakat, baik dengan BKM-BKM, Forum BKM maupun kelompok peduli setempat, terutama pada pelaksanaan kegiatan PAKET. Upaya membangun kemitraan sinergis dapat dilakukan dalam berbagai tahapan kegiatan, antara lain; 1) perencanaan program, misalnya mensinergikan PJM Pronangkis dengan mekanisme musbangkel hingga rakorbang dan mensinergikan PJM Pronangkis dengan SPK-D dan Pronangkis kota/kabupaten, 2) pelaksanaan program, misalnya channeling program-program pemerintah daerah dan pihak ketiga dengan BKM, serta 3) monitoring dan pemeliharaan hasil-hasil pembangunan, 4) dll. 26
Pedoman Umum
Untuk kota/kabupaten yang terpilih sebagai lokasi pelaksanaan PAKET, proses pembelajaran kemitraan sinergis dilakukan melalui serangkaian kegiatan yang difasilitasi KMW sesuai dengan ketentuan Buku Pedoman Pelaksanaan PAKET. c) Jaringan Kerjasama & Forum BKM Komponen Pengembangan Masyarakat, Pemerintah dan Pelaku lain juga memberikan pendampingan dan pelatihan untuk mendukung BKM dalam membentuk asosiasi atau forum antar BKM di tingkat kecamatan dan kota/kabupaten sebagai sarana kerja sama dan komunikasi antar mereka. Forum BKM akan berfungsi sebagai jaringan tukar menukar pengalaman, melaksanakan kegiatan bersama, mengkombinasikan sumber daya yang ada untuk membantu warga miskin, serta menyuarakan aspirasi masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan lokal yang berkaitan dengan kebijakan publik yang langsung menyangkut kaum miskin. Kegiatan ini juga mendorong jaringan kerja sama, baik antar KSM, antar BKM maupun Forum BKM dengan dengan pihak terkait lainnya, untuk kepentingan dan kemanfaatan masyarakat miskin, antara lain; desain produk, perencanaan, pemasaran, advokasi masyarakat miskin, pusat informasi, jaringan bisnis dan sebagainya. 2) Ketentuan Umum a) Siapa yang dimaksud masyarakat Pengertian masyarakat dalam P2KP adalah seluruh penduduk warga kelurahan/desa peserta P2KP - baik yang kaya maupun yang miskin, kaum minoritas, pendatang dan penduduk asli setempat -, yang setelah melalui proses pemberdayaan dapat menyadari dan memahami kondisi kelurahan/desa
mereka serta persoalan kemiskinan yang masih dihadapi dan sepakat perlunya mengorganisasi diri untuk menanggulangi persoalan kemiskinan tersebut secara bersama, mandiri, terpadu, dan sistematik.
Gambar 3.1. Kedudukan dan Posisi BKM
Pemerintah
“Civil Society ialah himpunan masyarakat warga yang diprakarsai dan dikelola secara mandiri oleh warga, yang secara damai berupaya memenuhi kebutuhan atau memperjuangkan kepentingan, memecahkan persoalan atau menyatakan kepedulian bersama dengan tetap menghargai hak orang lain untuk berbuat yang sama dan tetap mempertahankan sifat independen dan otonom terhadap institusi pemerintah, politik, militer, keluarga, agama dan usaha”. Dengan demikian, masyarakat warga yang dibangun dalam P2KP adalah himpunan masyarakat yang didasarkan pada ciri-ciri sukarela, kesetaraan, kemitraan, inklusif, demokratik, mandiri, otonom, proaktif, bersemangat saling membantu, menghargai kesatuan dalam keragaman dan kedamaian. Gambaran umum mengenai kedudukan dan posisi BKM dapat dilihat pada gambar 3.1. di bawah ini.
Swasta dan Klpk.Peduli
LKMD/ LPMK, dll
Warga yang sadar akan potensi dan persoalan yang masih harus diselesaikan tersebut, dapat mengorganisasi diri sebagai masyarakat warga dan membangun lembaga pimpinan kolektif sebagai representasi dari masyarakat warga kelurahan yang bersangkutan, yang secara jenerik disebut Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Pengertian masyarakat warga (civil society), dapat dirumuskan sbb :
Koperasi
b) Lembaga masyarakat yang harus dibangun dalam P2KP
Masyarakat Madani
"BKM"
Dari gambaran di atas, kedudukan BKM jelas merupakan lembaga masyarakat warga (Civil Society Organization), yang pada hakekatnya mengandung pengertian sebagai wadah masyarakat untuk bersinergi dan menjadi lembaga kepercayaan milik masyarakat, yang diakui baik oleh masyarakat sendiri maupun pihak luar, dalam upaya masyarakat membangun kemandirian menuju tatanan masyarakat madani (civil socitey), yang dibangun dan dikelola berlandaskan berbasis nilai-nilai universal (value based). Sebagai wadah masyarakat bersinergi, BKM berbentuk pimpinan kolektif, dimana keputusan dilakukan secara kolektif melalui mekanisme rapat anggota BKM, dengan musyawarah mufakat menjadi norma utama dalam seluruh proses pengambilan keputusan. Sedangkan sebagai lembaga kepercayaan (‘board of trusty’), anggotaanggota BKM terdiri dari orang-orang yang dipercaya warga, berdasarkan kriteria kemanusiaan yang disepakati bersama dan dapat mewakili masyarakat dalam berbagai kepentingan,
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
27
Dengan demikian, kedudukan dan posisi BKM adalah sebagai lembaga masyarakat yang benarbenar dibangun dari, oleh dan untuk masyarakat sebagai representasi upaya-upaya untuk membangun sinergi segenap potensi masyarakat menuju tatanan masyarakat madani, yang senantiasa berbasis keikhlasan dan kerelawanan, keadilan serta kejujuran. Jadi jelas dan tegas bahwa BKM pada dasarnya merupakan lembaga kepercayaan masyarakat atau “Board of Trusty”. Pengertian board of trusty pada satu sisi merujuk pada keberadaan BKM yang harus mengakar, representatif, dan aspiratif, serta beranggotakan kumpulan warga yang ikhlas, adil, jujur, dan tidak dibayar untuk pengabdiannya, sehingga menjadi tumpuan kepercayaan masyarakat. Sedangkan pada sisi lain, BKM sebagai lembaga kepercayaan milik masyarakat juga harus mampu diakui dan dipercaya oleh pihakpihak lainnya.
b.1. Proses membangun lembaga masyarakat berbasis nlai (BKM) Sebagaimana dijelaskan di atas, Istilah BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) pada dasarnya merujuk baik pada pemampuan lembaga yang ada, yang telah melalui proses konfirmasi ulang oleh masyarakat setempat dan direvitalisasi sesuai ketentuan P2KP, ataupun lembaga yang dibentuk baru oleh masyarakat. Tahapan proses yang harus dilakukan masyarakat untuk memutuskan memampukan dan merevitalisasi lembaga yang ada atau membentuk lembaga baru sebagai BKM, adalah: b.1.1.FGD refleksi kelembagaan masyarakat berbasis nilai Hal penting yang pertama kali perlu dilakukan ialah proses penyadaran kritis mengenai substansi tatanan masyarakat madani, yang salah satu indikatornya tercermin pada keberadaan lembaga masyarakat yang benar-benar aspiratif, mengakar, diakui kemanfaatannya, representatif, dan berbasis pada keikhlasan/ kerelawanan, keadilan serta kejujuran. FGD-FGD refleksi lembaga masyarakat berbasis nilai dilakukan di 28
Pedoman Umum
seluruh tataran masyarakat, baik masyarakat pada umumnya maupun masyarakat miskin pada khususnya. Proses FGD refleksi lembaga masyarakat berbasis nilai digerakkan dan difasilitasi oleh relawanrelawan, dengan pendampingan dari Fasilitator dan perangkat kelurahan. b.1.2. Identifikasi Profil Lembagalembaga yang ada Selanjutnya relawan-relawan dibantu perangkat kelurahan melakukan identifikasi profil dari berbagai lembaga masyarakat yang ada di wilayahnya, yang menyangkut halhal mengenai landasan keberadaan, mekanisme pembentukan, visi dan misi, tujuan, organisasi, kepengurusan, mekanisme pemilihan anggota/pengurus, jenis kegiatan yang dilakukan, dll. Hasil-hasil identifikasi profil lembaga-lembaga tersebut menjadi bahan pembahasan pada proses rembug warga untuk mengevaluasi dan merefleksi kebutuhan lembaga masyarakat. b.1.3. Rembug-rembug warga untuk merefleksi dan mengavaluasi lembaga-lembaga yang ada Atas dasar kesadaran kritis masyarakat terhadap pemahaman substansi lembaga masyarakat berbasis nilai serta hasil identifikasi berbagai profil lembaga-lembaga masyarakat yang ada, relawanrelawan dibantu perangkat kelurahan setempat selanjutnya memfasilitasi rembug-rembug warga evaluasi lembaga yang ada, mulai dari tingkat RT/RW atau dusun hingga tingkat kelurahan. Agenda rembug-rembug warga terfokus pada menggali aspirasi dan apresiasi masyarakat terhadap kinerja dan kredibilitas berbagai lembaga-lembaga masyarakat yang ada di wilayah setempat. Refleksi
dan evaluasi dititikberatkan pada tingkat pengakaran di masyarakat, tingkat kemanfaatannya bagi masyarakat, tingkat aspiratif-nya, tingkat representatif dan tingkat kepercayaan masyarakat.
Hal ini dimaksudkan agar lembaga masyarakat yang dipilih masyarakat sebagai BKM tersebut dapat ditingkatkan peran dan fungsinya serta memenuhi kriteria dan sifat lembaga pimpinan kolektif masyarakat warga yang berbasis nilai, sesuai koridor P2KP.
Aspirasi dan apresiasi warga harus benar-benar berasal dari pendapat dan aspirasi masyarakat, tanpa rekayasa dari siapapun. b.1.4. Rembug warga tingkat kelurahan untuk memutuskan merevitalisasi lembaga yang ada atau membentuk lembaga baru. Hasil refleksi dan evaluasi terhadap profil lembaga-lembaga masyarakat di atas menjadi masukan utama dalam rembug warga tingkat kelurahan yang akan memutuskan apakah akan merevitalisasi dan memampukan lembaga yang ada ataukah membentuk lembaga masyarakat baru, sebagai BKM. Rembug warga dihadiri oleh representasi seluruh warga kelurahan, perangkat kelurahan, kelompok peduli, dan relawan-relawan. Apabila rembug warga masyarakat kelurahan memutuskan untuk: •
Merevitalisasi dan memampukan lembaga masyarakat yang telah ada sebagai BKM, maka fasilitator akan memfasilitasi masyarakat untuk merevitalisasi (peran dan fungsi, AD/ART dan aturan dasar lainnya), merestrukturisasi (struktur organisasi, kepemimpinan kolektif, board of trusty dan unit-unit pelaksana), serta melaksanakan pemilihan ulang anggota-anggota lembaga ter-sebut dengan proses yang demokratis, partisipatif, akuntabel, inklusif dan berlandaskan keikhlasan/kerelawanan, kejujuran dan keadilan (nilai-nilai universal kemanusiaan).
Beberapa lembaga masyarakat lokal yang sudah mentradisi dan hingga kini tetap mengakar, representatif, akuntabel serta diakui kemanfaatannya oleh masyarakat, dapat ditetapkan sebagai “bkm”, melalui mekanisme persetujuan masyarakat.
•
Membentuk lembaga baru sebagai BKM, fasilitator akan memfasilitasi proses pemilihan anggota-anggota lembaga tersebut (BKM) agar terlaksana secara organik, demokratis, partisipatif, transparan, akuntabel dan inklusif berdasarkan kriteria nilai-nilai universal kemanusiaan.
b.2. Anggota BKM Untuk memimpin masyarakat warga ini, dipilih pimpinan kolektif yang terdiri dari pribadi-pribadi yang dipercaya warga berdasarkan kriteria kemanusiaan yang disepakati bersama dan dapat mewakili warga dalam berbagai kepentingan. Anggota pimpinan kolektif masyarakat warga ini yang kemudian disebut anggota BKM. Anggota-anggota BKM tidak digaji atau menerima imbalan secara rutin. Dengan menjadi anggota BKM, mereka diberi kesempatan dan kepercayaan dari masyarakat untuk memberi, kontribusi peduli, berkorban, dan ikhlas berbuat nyata bagi warga miskin yang ada di wilayahnya. Adanya kesempatan dan kepercayaan itulah yang bagi mereka merupakan imbalan yang tak ternilai harganya, apalagi dibandingkan materi atau status, karena mereka dapat berbuat baik terhadap sesama, khususnya kaum miskin dan tertinggal/marjinal.
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
29
Anggota BKM secara prinsip merupakan representasi dari warga masyarakat kelurahan yang paling dipercaya, ikhlas, jujur, adil, peduli dan tanpa pamrih, sehingga bukan sebagai wakil kewilayahan, golongan atau perwakilan kelompok masyarakat.
Tidak ada satu pun anggota BKM yang memiliki hak istimewa (privilege) dan semua hasil keputusan ‘BKM’ ditetapkan secara kolektif melalui mekanisme Rapat Anggota BKM. Anggota-anggota BKM dipilih oleh seluruh utusan-utusan warga setempat dengan kriteria kualitas sifat kemanusiaan atau track record perbuatan baik dan mekanisme pemilihan tanpa kampanye, tanpa pencalonan serta secara tertulis dan rahasia. Utusan-utusan warga adalah warga pilihan masyarakat RT yang dipilih dengan mekanisme dan kriteria yang sama. Dalam hal ini, masyarakat warga RT mengadakan rembug dan FGD Kepemimpinan moral untuk memilih 2-3 orang terbaik sebagai utusan warga pada pemilihan di tingkat kelurahan. Apabila dalam satu kelurahan terdapat lebih dari 50 RT, masyarakat warga setempat dapat melakukan pemilihan utusan warga di tingkat RW, dengan tetap memperhitungkan bahwa jumlah utusan warga untuk pemilihan anggota BKM di tingkat kelurahan minimal 30% dari jumlah penduduk kelurahan. Masa pengabdian anggota BKM adalah 2 tahun dengan kemungkinan dapat dievaluasi pada setiap tahunnya berdasarkan indikator perbuatan baik serta kualitas sifat-sifat kemanusiaan. Pada bulan ke-23 atau satu bulan sebelum masa pengabdian anggota BKM berakhir, masyarakat melakukan proses pemilihan ulang dengan mekanisme yang sama. Anggota BKM yang tengah mengabdi dan akan berakhir masa tugasnya, secara otomatis berhak menjadi peserta pemilihan
30
Pedoman Umum
anggota BKM baru di tingkat kelurahan. Sehingga dalam hal ini masyarakat hanya memilih 2 utusan warga yang bukan menjadi anggota BKM saat itu. Utusan-utusan warga pilihan masyarakat ditambah dengan anggota BKM yang ada itulah yang akan menjadi peserta sekaligus memiliki hak memilih dan dipilih pada rapat pemilihan anggota BKM yang baru. Dalam hal terdapat penduduk asli atau minoritas pada satu kelurahan/desa yang membutuhkan pendekatan dan dukungan proses pengorganisasian masyarakat yang berbeda, maka harus dijamin keterlibatan mereka dalam lembaga masyarakat warga tersebut, sebagaimana diatur dalam lampiran 1 Buku Pedoman Umum mengenai ketentuan perlakuan terhadap penduduk asli.
b.3. Struktur BKM Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan yang disepakati seluruh masyarakat setempat, baik dari sumber dana P2KP maupun sumber dana lain (channeling), BKM membentuk unit-unit pengelola sesuai kebutuhan, yang setidaknya terdiri dari Unit Pengelola Keuangan (UPK), Unit Pengelola Lingkungan (UPL), dan Unit Pengelola Sosial (UPS). Unit Pengelola Keuangan (UPK) akan bertanggungjawab pada pengelolaan pinjaman bergulir, akses channeling ekonomi, dan akses kegiatan yang berkaitan dengan pemupukan dana atau akses modal masyarakat. Unit Pengelola Lingkungan (UPL) bertanggungjawab pada penanganan Rencana Perbaikan Kampung, Penataan dan Pemeliharaan Prasarana Lingkungan Perumahan dan Permukiman, Good Governance di bidang Permukiman, dan lain-lain.Sedangkan Unit Pengelola Sosial (UPS) didorong untuk mengelola relawan-relawan dan hal-hal yang berkaitan dengan kerelawanan, mengelola pusat Informasi dan pengaduan masyarakat (termasuk
media warga untuk sarana kontrol social), penanganan kegiatan Good Governance, Penanganan Kegiatan Sosial, dan lain-lain sesuai kesepakatan warga masyarakat setempat. Masing-masing Unit Pengelola-BKM berkedudukan mandiri dalam melaksanakan kegiatan dan pengelolaan dana sesuai dengan cakupan bidangnya masing-masing, sebagaimana diputuskan dalam PJM Pronangkis serta langsung bertanggung-jawab kepada BKM.
PT/UPE Gambar
Unit-Unit Pelaksana akan dipimpin seorang manajer, atau istilah lain, dan beberapa staf sesuai kebutuhan yang dipilih melalui Rapat Anggota BKM, berdasarkan kriteria kemampuan di bidangnya masing-masing. BKM mengawasi pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh unit-unit pelaksana sesuai bidang kegiatannya, yakni UPL, UPS, dan UPK.
Oleh karena itu, Unit-Unit Pelaksana tersebut berkewajiban memberikan informasi dan laporan perkembangan dari masing-masing kegiatan yang menjadi tugas pokoknya, mengusulkan draft konsep pengembangan, serta memberikan pertanggungjawaban berkala maupun akhir kepada BKM. Termasuk juga memberikan saran-saran dan masukan-masukan secara profesional kepada BKM untuk menjadi dasar pertimbangan BKM dalam Masyarakat mengambil Kelurahan kebijakan maupun Lurah/Kades, BPD, keputusan yang diperlukan. BKM LPMK/D, dll Koperasi
Anggota-anggota BKM tidak diperkenankan merangkap menjadi pengelola dari unit-unit tersebut.
Gambaran struktur BKM dapat dilihat pada gambar 3.2. di bawah ini:
3.2. Struktur BKM
Unit-Unit Pengelola
Unit Pengelola Sosial
Relawan-relawan kelurahan, media infokom warga, santunan sosial, beasiswa, KBK dll
Unit Pengelola Lingkungan
Perbaikan sarana dan prasarana, permukiman, Neighbourhood development, dll
Unit Pengelola Keuangan
Pinjaman bergulir, usaha produktif, modal ventura, channeling ekonomi, dll
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
31
Sesuai dengan landasan keberadaannya, BKM dan Unit-unit pelaksana (UPL, UPS dan UPK) harus senantiasa berorientasi pada upaya-upaya untuk melayani masyarakat miskin dan meningkatkan kesejahteraannya. Oleh karena itu, dalam kebijakan dan keputusan mengenai pelayanan unit-unit pelaksana didasarkan pada pertimbangan kemampuan warga miskin dan warga termiskin di wilayahnya. Meskipun demikian, dalam rangka meningkatkan kapasitas pelayanan kepada warga miskin dan termiskin di wilayahnya, maka BKM sesuai dengan kapasitas dan kebutuhannya, diperkenankan pula untuk mengembangkan berbagai jenis pelayanan yang bersifat usaha produktif dan pemupukan dana. Kegiatan pengembangan usaha BKM tersebut tidak boleh dilakukan secara langsung oleh BKM, melainkan dengan mendorong terbentuknya koperasi oleh KSM-KSM maupun anggota-anggotanya yang dinilai telah berkembang atau dengan membentuk Unit Pelayanan Ekonomi (UPE) atau Perusahaan untuk melayani kegiatan usaha produktif ataupun kegiatan ekonomi yang bersifat menguntungkan. Pembentukan UPE, PT atau badan usaha lainnya tidak boleh diputuskan sepihak oleh anggota BKM saja, namun harus ditetapkan melalui mekanisme rembug warga masyarakat setempat di tingkat kelurahan. Ketentuan mengenai hal ini akan diatur dalam Pedoman Khusus P2KP. Demikian pula dalam hal pembentukan koperasi tidak dilakukan BKM secara institusi, namun oleh kumpulan warga non miskin atau KSM-KSM atau anggota-anggota KSM dengan mengacu pada UU Koperasi yang berlaku.
32
Pedoman Umum
BKM serta UPL, UPS dan UPK tetap harus senantiasa berorientasi pada pelayanan kepada masyarakat miskin dan termiskin di wilayahnya. Sedangkan Keberadaan Koperasi dan Unit Pengelola Ekonomi atau PT atau badan usaha lainnya di BKM pada dasarnya dimaksudkan untuk memperkuat kapasitas pelayanan BKM terhadap warga miskin dengan cara mengembangkan kegiatan-kegiatan yang produktif dan profitable, melalui cara-cara antara lain sbb; a) pelayanan kepada warga tidak miskin, b) pelayanan kepada warga miskin yang telah meningkat kesejahteraannya setelah mendapat beberapa kali pelayanan dan pembinaan dari BKM beserta UP-UP-nya, dan c) pelayanan kegiatan ekonomi lainnya.
c) Peran apa yang harus dilakukan oleh BKM •
Bertindak sebagai motor penggerak untuk senantiasa menggali dan melembagakan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang bersifat universal, prinsipprinsip universal kemasyarakatan, serta Tridaya;
•
Menumbuhkan solidaritas serta kesatuan sosial untuk menggalang kepedulian dan kebersamaan gerakan masyarakat warga dalam menanggulangi masalah kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan;
•
BKM mengorganisasi warga untuk merumuskan program jangka menengah (3 tahun) penanggulangan kemiskinan dan rencana tahunan (PJM dan Renta Pronangkis) secara partisipatif;
•
Bertindak sebagai forum pengambilan keputusan dan kebijakan untuk hal-hal yang menyangkut pelaksanaan P2KP pada khususnya dan penanggulangan kemiskinan pada umumnya;
•
Menumbuhkan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin agar mampu meningkatkan kesejahteraan mereka;
•
Menumbuhkembangkan Komunitas Belajar Kelurahan (KBK) dan mengoptimalkan peran relawanrelawan setempat;
•
•
Mengembangkan jaringan BKM di tingkat kota/kabupaten sebagai mitra kerja Pemda serta kelompok peduli setempat dan sebagai sarana untuk menyuarakan aspirasi masyarakat warga yang diwakili, maupun dalam rangka mengakses berbagai potensi sumber daya yang ada di luar untuk melengkapi sumber daya yang dimiliki masyarakat (partnership dan channeling programme); Menetapkan kebijakan serta mengawasi pemanfaatan dana bantuan P2KP (BLM dan PAKET) dan dana-dana sumber lainnya, yang sehari-hari dikelola unit-unit pelaksana yang dibentuk BKM sesuai kebutuhan.
d) Siapa yang melakukan pendampingan kepada masyarakat •
•
•
•
Proses pendampingan masyarakat dalam proyek P2KP ini utamanya dilakukan oleh Tim Fasilitator bersama para relawan yang didukung oleh KMW dgn berbagai tenaga ahlinya. Tim Fasilitator, sebagai masukan (input) proyek secara intensif melakukan pendampingan kepada para Relawan, BKM, unit pelaksana (UP-UP), Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) serta masyarakat kelurahan/desa pada umumnya dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Tim Fasilitator merupakan bagian dari Konsultan Manajemen Wilayah (KMW). Para Relawan, dibantu Tim Fasilitator melakukan pendampingan langsung ke masyarakat kelurahan pada umumnya dan masyarakat miskin khususnya. Para Relawan adalah pribadi-pribadi dari warga masyarakat setempat yang bersedia secara ikhlas mengorbankan sebagian waktu,
tenaga, pikiran, serta mungkin materi, dan lainnya untuk mengabdi bagi perjuangan memperbaiki taraf hidup dan harkat serta martabat masyarakat miskin serta kelompok masyarakat rentan (anak yatim piatu, jompo, korban musibah dll) yang tinggal di sekitarnya. Para relawan tidak memandang P2KP sebagai sarana untuk mengejar materi, kedudukan, status dan jabatan atau sesuatu yang bersifat simbol-simbol bagi dirinya dan kelompoknya. Para relawan adalah orang-orang yang akan menempatkan P2KP sebagai sarana mereka untuk ’beribadah’ dan memberi kontribusi nyata kepada sesama manusia yang masih miskin dan terpuruk di sekitarnya. Kebahagiaan para relawan adalah keyakinan akan pilihannya untuk ’mengorbankan’ sebagian apa yang dia miliki (waktu, pikiran, tenaga, dll) telah sesuai dengan fitrah dirinya sebagai manusia hakiki. Profil dan karakteristik para relawan masyarakat miskin seperti demikian biasanya muncul secara organik atas kesadaran diri sebagai hasil dari tumbuhnya kesadaran kritis dan tidak muncul karena melalui proses penunjukan atau mungkin pemilihan. Para Relawan tetap merupakan bagian integral dari masyarakat di kelurahan/desa peserta P2KP dan ‘diharapkan’ setidaknya terdapat 1 orang Relawan dari tiap RW di kelurahan/desa setempat. Para relawan akan mendapatkan pendampingan serta penguatan kapasitas, melalui berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh Tim Fasilitator, agar mampu menjiwai substansi konsep P2KP dan menggerakkan masyarakat untuk senantiasa menggali dan menumbuhkembangkan nilai-nilai universal
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
33
kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan, dan tridaya dalam melaksanakan kegiatan P2KP maupun penanggulangan kemiskinan di wilayahnya. e) Peran yang diharapkan dilakukan oleh Pemerintah Daerah •
Bertindak sebagai fasilitator, dinamisator dan pendukung dalam pelaksanaan P2KP khususnya dan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan pada umumnya;
•
Memfasilitasi upaya-upaya yang berkaitan dengan pembangunan atau pengokohan lembaga KPK Daerah dan Pokja PAKET agar lebih demokratis, organik, partisipatif, transparan dan akuntabel;
•
Memfasilitasi penguatan peran dan fungsi KPK Daerah sebagai motor penggerak penyusunan Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan (SPK) dan Pronangkis Kota/ kabupaten serta sebagai pusat pembelajaran (learning center) penanggulangan kemiskinan, dengan melibatkan berbagai pihak di wilayahnya. (Kinerja pemerintah kota/kabupaten dalam penguatan peran dan fungsi KPK Daerah serta kualitas dokumen SPK dan Pronangkis kota/kabupaten akan menjadi indikator utama untuk penentuan seleksi peserta pelaksanaan PAKET);
•
Memfasilitasi proses membangun dan melembagakan Komunitas Belajar Perkotaan (KBP) yang dimotori KPK-D
•
Mengorganisasi dinas-dinas terkait untuk dapat bekerja sama dengan BKM/masyarakat dan kelompok peduli yang antara lain dalam membangun “Pokja PAKET” dan memadukan berbagai kegiatan pembangunan untuk kepentingan penanggulangan kemiskinan.
•
34
Menumbuhkan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat serta
Pedoman Umum
mengedepankan peran pemerintah daerah, Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD), Pokja PAKET dan kelompok peduli setempat agar mampu meningkatkan kesejahteraan warga miskin; •
Bertindak sebagai dinamisator proses pembangunan partisipatif yang dilakukan melalui pelaksanaan P2KP pada umumnya, maupun pelaksanaan komponen PAKET P2KP secara khusus;
•
Kontribusi dana melalui sumber dana APBD, baik untuk keperluan BOP (Biaya Operasional Pelaksanaan) pemerintah kota/kab, pengembangan kapasitas, pengawasan dan pengembangan sistem informasi manajemen, dana pendamping (matching fund) pelaksanaan proyek sesuai ketetapan PMU/Pimpro P2KP pusat, dan lain-lain.
•
Berkoordinasi dengan KMW memfasilitasi penyelesaian masalah dan penanganan pengaduan serta konflik yang timbul dalam pelaksanaan P2KP dengan menyiapkan pranata dan sarana yang dibutuhkan
•
Memfasilitasi proses terminasi proyek maupun pelaksanaan strategi pelepasan (exit strategy), agar masyarakat mampu mandiri dan berkelanjutan dalam mengembangkan kelembagaan dan kegiatan P2KP, termasuk pengelolaan dana yang diperoleh, berlandaskan nilainilai universal kemanusiaan serta prinsip-prinsip kemasyarakatan (nilai dan prinsip yang melandasi P2KP).
f) Pendampingan kepada Pemerintah Daerah dan Pelaku lain •
Pendampingan kepada pemerintah Daerah dan pelaku lain, utamanya dilakukan oleh KMW, baik untuk tingkat propinsi maupun kota/
kabupaten, yang secara intensif melakukan berbagai fasilitasi, mediasi dan advokasi kepada pemerintah daerah, KPK-D dan KBP, Forum BKM serta pelaku lain yang terkait (LSM, perguruan tinggi, pengusaha, dsb); •
•
Team Leader KMW akan melakukan pendampingan secara intensif pada proses pengembangan kapasitas dan peran pemerintah propinsi serta penguatan KPK-propinsi; Koordinator Kota KMW akan melakukan pendampingan secara intensif pada proses mengedapankan peran pemerintah daerah, Komunitas Belajar Perkotaan dan penguatan KPK-D dalam menyusun SPK-D dan Pronangkis Kota/kab, serta Pokja PAKET bila terpilih sebagai lokasi pelaksanaan PAKET;
•
Bagi kota/kabupaten yang terpilih sebagai lokasi pelaksanaan PAKET, tenaga ahli PAKET KMW, juga akan memfasilitasi pelaksanaan PAKET, termasuk fasilitasi Pokja PAKET;
•
Relawan-Relawan Kemiskinan tingkat kota/kabupaten yang akan mengabdi secara sukarela sebagai agen perubahan perilaku ke arah nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan pembangunan berkelanjutan di wilayahnya masing-masing. Dengan demikian, relawan-relawan kemiskinan tingkat kota/kabupaten merupakan bagian integral dari masyarakat daerah setempat. Forum-forum diskusi atau rembugrembug para-pihak (stakeholders) tingkat kota/kabupaten (KBP) akan mendorong seluasnya peluang bagi relawan-relawan masyarakat tingkat kelurahan untuk tampil dan mengabdi di wilayah yang lebih luas, yakni di tingkat kota/kabupaten. Pemerintah kota/kabupaten diharapkan dapat memberikan akses
kemudahan, kontribusi perhatian dan dukungan moral bagi relawanrelawan kemiskinan setempat. Di samping itu, relawan-relawan tingkat kota/kabupaten juga akan difasilitasi koordinator kota KMW setempat.
3.1.2. Komponen Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) 1) Uraian Proses pembelajaran masyarakat untuk menanggulangi masalah kemiskinan dilakukan melalui praktek langsung di lapangan oleh masyarakat sendiri dengan melaksanakan apa yang sudah direncanakan (PJM dan Renta Pronangkis), dengan dukungan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Harapannya adalah melalui praktek langsung dengan stimulan BLM tersebut, masyarakat secara bertahap mampu menumbuhkembangkan keberdayaan dalam tiga aspek, yaitu lingkungan, sosial, dan ekonomi. Substansi makna dana BLM P2KP sesungguhnya merupakan media pembelajaran masyarakat untuk terus membangun kapital sosial dan menumbuhkan nilai-nilai universal kemanusiaan maupun prinsip-prinsip kemasyarakatan sehingga pada gilirannya akan mampu menyelesaikan persoalan sosial, ekonomi dan lingkungan/ permukiman mereka. Lebih dari itu, Komponen Dana BLM diadakan juga dengan tujuan membuka akses bagi masyarakat miskin ke sumber dana yang dapat langsung digunakan oleh masyarakat miskin untuk upaya-upaya penanggulangan kemiskinan. Makna Dana BLM P2KP harus disikapi sebagai pelengkap sarana proses pembelajaran untuk perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan kemiskinan berbasis nilai-nilai universal. Sehingga tolok ukur dari pembelajaran BLM dapat dilihat pada sejauhmana BLM dimanfaatkan oleh masyarakat secara bertanggungjawab dan proporsional.
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
35
Dana BLM juga merupakan dukungan stimulan P2KP yang dapat digunakan secara luwes (flexible) oleh masyarakat untuk berbagai upaya pembelajaran penanggulangan kemiskinan, sesuai dengan PJM dan Renta Pronangkis (Program Penanggulangan Kemiskinan) yang telah disepakati oleh seluruh masyarakat kelurahan/desa setempat. Jenis-jenis kegiatan dapat ditentukan sendiri oleh masyarakat melalui rembug warga, dengan tetap memperhatikan keselarasan dan keberlanjutan pembangunan (aspek tridaya) sesuai kebutuhan masyarakat sebagaimana layaknya pembelajaran pada kontek realita (bukan laboratorium). Pemanfaatan dana BLM P2KP oleh masyarakat diharapkan dapat dilakukan dengan arif/bijak, yakni senantiasa mempertimbangkan keseimbangan aspek Tridaya, antara kepentingan untuk kegiatan lingkungan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Dimaksud keseimbangan dalam hal ini adalah adanya kesempatan yang sama bagi masyarakat untuk belajar bersama dalam melakukan kegiatan di bidang lingkungan, sosial dan ekonomi sesuai kebutuhan wilayah masing-masing. Hal ini sejalan dengan esensi BLM P2KP baik sebagai stimulan kemandirian dan keswadayaan masyarakat maupun sebagai sarana pembelajaran aspek tridaya menuju pembangunan berkelanjutan.
Dana BLM merupakan dana publik yang diberikan sebagai “dana waqaf” dari pemerintah ke masyarakat kelurahan/ desa penerima yang penyalurannya dipercayakan ke lembaga pimpinan kolektif masyarakat warga (secara jenerik disebut BKM), yang bertindak sebagai representasi warga kelurahan yang memenuhi sifat-sifat kemanusiaan. Pengelolaan operasional dana BLM dilakukan oleh unit-unit pelaksana teknis yang dibentuk oleh BKM untuk maksud tersebut, yang sekurang-kurangnya terdiri dari UPL, UPK dan UPS. Dana BLM harus dimanfaatkan bagi kepentingan perbaikan kesejahteraan masyarakat miskin setempat.
36
Pedoman Umum
2) Ketentuan Umum a) Alokasi Dana BLM Besarnya dana BLM ditentukan berdasarkan jumlah penduduk dan jumlah keluarga miskin (Pra KS dan KS1) di kelurahan/desa penerima proyek (sesuai hasil data PODES 2000), sebagaimana tampak pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Distribusi Alokasi Dana BLM Ukuran Kelurahan/Desa *) Kategori
Kecil < 3.000 jiwa
Jumlah penduduk Kelurahan Tahun 2000 Jumlah KK Miskin (Pra KS dan KS1)
< 300 KK
> 300 KK
Sedang
Besar
3.000 s.d. 10.000 jiwa
> 10.000 jiwa
< 1.000 KK
> 1.000 KK
Jumlah Alokasi Dana BLM
Rp 200 juta
Rp 300 juta Rp 300 juta
Rp 500 juta
Jumlah Alokasi Dana BLM Maluku & Papua
Rp 300 juta
Rp 300 juta Rp 500 juta
Rp 500 juta
Pagu maksimal untuk tiap usulan pinjaman bergulir per KSM Minimal jumlah anggota per KSM
Rp. 30 juta
Pagu maksimal pinjaman per anggota KSM
Pinjaman pertama sebesar Rp 500 ribu dan pinjaman berikutnya sebesar Rp 2 juta. Selanjutnya diharapkan KSM dan &/atau anggota KSM dapat mengakses (channeling) lembaga keuangan formal yang ada di wilayah sekitarnya
Jumlah alokasi dana BLM untuk masing-masing kelurahan sasaran diinformasikan secara terbuka, sehingga dapat diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat secara transparan. Jumlah dana BLM yang telah dialokasikan untuk masing-masing kelurahan/desa sasaran tersebut merupakan jumlah maksimum yang dapat dimanfaatkan. Sedangkan jumlah pencairan yang sesungguhnya akan didasarkan pada kemampuan pengelolaan dan kesiapan masyarakat melaksanakan nilai-nilai dan prinsipprinsip P2KP, sesuai dengan tujuan dan ketentuan P2KP. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan masyarakat di suatu kelurahan/desa sasaran dinilai tidak dapat menunjukan kemampuan dan kesiapan melaksanakan P2KP, maka alokasi dana yang ada - sebagian atau seluruhnya - dapat ditangguhkan atau dibatalkan. Demikian pula halnya, apabila masyarakat tidak mampu mencairkan seluruh alokasi dana BLM hingga masa proyek P2KP berakhir,
5 orang
maka sisa alokasi dana BLM harus dikembalikan ke kas negara. Dana BLM adalah dana publik yang diberikan sebagai waqaf (titipan) dari pemerintah kepada masyarakat yang bermakna bahwa penggunaan dana BLM oleh masyarakat hanya dapat dimanfaatkan bagi kepentingan penanggulangan kemiskinan, dan bukan hadiah atau dana tak bertuan yang dapat digunakan sekehendak hati. Harus disadari pula bahwa sumber dana P2KP adalah hutang luar negeri yang harus dibayar kembali di kemudian hari. Diharapkan masyarakat mampu memanfaatkan dana tersebut secara tepat, benar, efesien, efektif, dan dapat menanggulangi persoalan kemiskinan di wilayahnya, yang pada gilirannya akan meningkatkan produktifitas mereka, sehingga dapat menjadi bagian dari sumber pendapatan untuk dapat membayar kembali hutang luar negerinya.
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
37
Sebagai dana yang berasal dari pinjaman hutang luar negeri dan harus dibayar kembali oleh seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali, maka dana BLM P2KP merupakan “Dana Publik” yang diberikan sebagai waqaf (titipan) dari pemerintah kepada masyarakat kelurahan! Pada satu sisi hal ini berarti bahwa seluruh pihak berhak memperoleh informasi tentang status keberadaan dan pemanfaatan dana tersebut, dan pada sisi lain masyarakat yang dipercaya mengelola dana tersebut juga harus menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas, terutama kepada pemerintah, termasuk pemerintah kota/kabupaten, baik selama masa proyek ataupun pada masa pasca proyek P2KP.
b) Penyaluran dan pencairan dana BLM ke BKM Pencairan Dana BLM ke BKM/ masyarakat dilakukan secara bertahap, yakni Tahap I sebesar 20%, Tahap II sebesar 50% dan Tahap III sebesar 30% dari total alokasi dana BLM untuk kelurahan/desa sasaran, melalui rekening Bank yang ditunjuk oleh BKM Pencairan dana BLM tahap I merupakan insentif terhadap proses pembelajaran masyarakat dalam menyusun PJM dan rencana tahunan Pronangkis. Pencairan dana BLM tahap II adalah insentif untuk proses pembelajaran masyarakat dalam menyusun usulanusulan kegiatan sesuai Pronangkis yang telah disepakati bersama, sedangkan pencairan dana BLM tahap III merupakan insentif untuk proses pembelajaran masyarakat dalam memperkuat potensi keberlanjutan kegiatan, kelembagaan, dana serta penerapan prinsip dan nilai yang dijunjung P2KP, khususnya pada penyiapan phase terminasi. Catatan: •
38
Pencairan dana tahap 1 sebesar 20% dari total alokasi BLM ke rekening BKM dapat dilakukan apabila BKM telah terbentuk secara sah sesuai ketentuan P2KP, serta menyerahkan PJM dan Rencana Tahunan Pronangkis (termasuk rencana penyerapan BLM) yang telah disepakati masyarakat dan
Pedoman Umum
diverifikasi KMW kepada PJOK. BKM kemudian menandatangani Surat Perjanjian Penyaluran Bantuan (SPPB) bersama dengan pihak pemerintah, yang diwakili PJOK. SPPB akan memuat dan mengatur peran serta tanggung jawab dari masing-masing pihak, persyaratan dan ketentuan pencairan dana BLM, sanksi serta perjanjian-perjanjian lain yang harus disepakati berkenaan dengan penggunaan dana bantuan BLM P2KP. Dana BLM tahap 1 hanya dapat dimanfaatkan untuk membiayai usulan kegiatan yang mencerminkan kebersamaan masyarakat, yakni kegiatan yang sifat kemanfaatannya jelas-jelas bagi kepentingan umum masyarakat miskin (kolektif) dan pengelolaan kegiatannya pun dilakukan secara kolektif/bersama. Dengan demikian dana BLM P2KP tahap I tidak diperkenankan untuk kegiatan pinjaman bergulir, baik untuk kepentingan kelompok maupun individual. Hal ini dimaksudkan bahwa aspek utama pada tahap awal proses pembelajaran di masyarakat adalah tumbuhnya kebersamaan (munculnya kepedulian dan solidaritas serta kesatuan sosial) di masyarakat kelurahan/desa tersebut.
Termasuk kategori kegiatan kolektif yang dapat dibiayai dana BLM P2KP tahap 1 adalah; (1) Perbaikan dan pembangunan prasarana umum, (2) Peningkatan sumber daya manusia (pelatihan penguatan kapasitas lembaga masyarakat) dan pelayanan sosial bagi masyarakat termiskin, jompo, anak yatim piatu, musibah, penyandang cacat dan lainnya, serta (3) Kegiatan ekonomi yang tidak bersifat pinjaman bergulir, yakni khusus untuk kegiatan penciptaan peluang usaha baru bagi kelompok masyarakat miskin dan pengangguran yang diorganisir BKM, yakni
melalui Program Pelatihan Ketrampilan usaha dan bantuan peralatan untuk mempraktekkan ketrampilan usaha mereka. •
Pencairan dana tahap 2 sebesar 50 % ke rekening BKM hanya dapat dilaksanakan apabila: 1) berdasarkan verifikasi KMW terhadap kinerja, transparansi, akuntabilitas dan efesiensi pengelolaan dana BLM tahap 1 menunjukkan hasil yang memuaskan, 2) 95% dana tahap I telah dimanfaatkan, 3) kegiatankegiatan yang dilaksanakan dan yang diusulkan untuk didanai BLM Tahap 2 telah diverifikasi oleh Fasilitator dan KMW, 4) proposal/ usulan KSM untuk penggunaan dana tahap 2 telah disetujui BKM. Apabila berdasarkan hasil evaluasi kinerja KMW ternyata kinerja BKM maupun masyarakat kelurahan/ desa dinilai tidak memuaskan, maka KMW dapat “mengusulkan” penundaan pencairan BLM tahap 2 dalam batas waktu yang ditetapkan KMW. Dalam kurun waktu yang ditetapkan tersebut, BKM dan masyarakat harus dapat memperbaiki kinerjanya sesuai dengan ketentuan P2KP. Apabila setelah batas waktu yang ditetapkan, BKM dan masyarakat kelurahan/desa tidak dapat memperbaiki kinerjanya dan dinilai tidak mampu untuk melaksanakan P2KP sesuai Buku Pedoman, maka KMW dapat “mengajukan” adanya pertemuan dengan Pemerintah Kota/ Kabupaten untuk membahas “rekomendasi” pembatalan seluruh sisa dana BLM bagi kelurahan/desa tersebut kepada PMU/Pimpro. PMU/Pimpro P2KP berwenang memutuskan bentuk rekomendasi berdasarkan usulan dari salah satu pihak atau keduanya (KMW dan Pemerintah Kota/Kabupaten) untuk membatalkan atau menunda
pencairan sisa dana BLM untuk kelurahan/desa dimaksud. Pencairan dana BLM tahap 2 dapat dimanfaatkan untuk membiayai usulan-usulan kegiatan yang bersifat kolektif dan juga usulan-usulan kegiatan yang sifat kemanfaatannya bagi kepentingan individu warga miskin, yang tergabung dalam Kelompok Swadaya Masyarakat. Kategori dari kegiatan kolektif adalah sama dengan penjelasan pada pemanfaatan dana BLM Tahap 1 di atas. Sedangkan kategori usulan kegiatan yang bersifat individual, antara lain adalah; (1) Kegiatan lingkungan permukiman, misalnya perbaikan dan pembangunan prasarana rumah tangga (renovasi rumah, sarana pembuang limbah rumah tangga, dll), (2) kegiatan sosial yang berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia (pelatihan individu dengan minat khusus, beasiswa, dll) serta (3) Kegiatan ekonomi yang bersifat pinjaman modal bergulir. Untuk efesiensi, efektivitas, dan sesuai semangat P2KP, pelaksanaan kegiatan yang bersifat individual tersebut tetap diorganisir dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Pencairan dana tahap 2 dilakukan sekurang-kurangnya 4 (empat) bulan setelah penandatanganan SPPB atau pencairan dana BLM tahap 1. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dalam melaksanakan proses pembangunan KSM-KSM atau panitia-panitia tidak hanya sekedar asal bentuk atau dengan proses yang instan dan serba cepat serta formalitas belaka, melainkan dapat benar-benar dilakukan secara organik, partisipatif, mengakar, transparan, akuntabel dan demokratis
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
39
•
Pencairan dana tahap 3 sebesar 30 % ke rekening BKM hanya dapat dilaksanakan apabila: 1) berdasarkan verifikasi KMW terhadap indikator keberlanjutan (sustainability) telah menunjukkan adanya potensi kemandirian BKM dan potensi keberlanjutan program, kelembagaan, serta dana di desa/ kelurahan tersebut, 2) kinerja pengelolaan dana dan kegiatan tahap sebelumnya cukup memuaskan, 3) 95% dana tahap sebelumnya telah dimanfaatkan, 4) kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dan yang diusulkan telah diverifikasi oleh Tim Fasilitator KMW serta 5) proposal/ usulan kegiatan KSM untuk dana tahap 3 telah disetujui Rapat BKM. Pencairan dana BLM tahap 3 dapat digunakan untuk membiayai usulanusulan kegiatan sebagaimana ketentuan pemanfaatan dana BLM tahap 2 di atas, yakni untuk kategori kegiatan-kegiatan yang mencerminkan kebersamaan (kolektif) maupun individual. Apabila berdasarkan hasil evaluasi kinerja KMW ternyata kinerja potensi keberdayaan BKM dan kinerja potensi keberlanjutan P2KP di kelurahan/desa tersebut dinilai tidak memuaskan, maka KMW dapat mengusulkan penundaan pencairan BLM tahap 3 dalam batas waktu yang ditetapkan KMW. Dalam kurun waktu yang ditetapkan tersebut, BKM dan masyarakat harus memperbaiki kinerja potensi kemandirian dan potensi keberlanjutannya sesuai ketentuan P2KP. Apabila setelah batas waktu yang ditetapkan, BKM dan masyarakat kelurahan/desa tidak dapat memperbaiki kinerja potensi kemandirian dan keberlanjutannya, maka KMW dapat “mengajukan” pertemuan dengan pemerintah Kota/Kab.
40
Pedoman Umum
membahas “rekomendasi” pembatalan sisa alokasi dana BLM untuk kelurahan/desa tersebut kepada PMU/Pimpro P2KP. PMU/Pimpro P2KP berwenang memutuskan bentuk rekomendasi berdasarkan usulan dari salah satu pihak atau kedua belah pihak (KMW dan Pemerintah Kota/Kabupaten) untuk membatalkan atau menunda pencairan sisa dana BLM untuk kelurahan/desa dimaksud. Pencairan dana tahap 3 dapat dilakukan setidaknya 6 (enam) bulan setelah pencairan dana BLM tahap 2, dengan tujuan bahwa hanya BKM dan masyarakat yang menunjukkan kinerja pendayagunaan dana dan kegiatan P2KP serta kinerja kemandirian dan potensi keberlanjutan, berdasarkan hasil evaluasi KMW dan pemkot/kab setempat pada phase terminasi (sekurangnya 6 bulan sebelum berakhir masa proyek), yang bisa mengakses dana BLM tahap 3. •
Pembatalan Penyaluran Dana BLM. Selain berkaitan dengan persyaratan pencairan Dana BLM pada setiap tahapnya, KMW beserta Pemerintah Kota/Kabupaten juga dimungkinkan mengajukan rekomendasi pembatalan penyaluran dana BLM, sebagian atau seluruhnya, kepada PMU/Pimpro P2KP, apabila terdapat salah satu atau lebih indikator sebagai berikut: Î Tidak terdapat relawan-relawan di kelurahan/desa setelah 6 bulan pelaksanaan P2KP di kelurahan/ desa tersebut. Î BKM tidak terbentuk dan/atau kinerjanya tidak efektif setelah satu tahun pelaksanaan P2KP di kelurahan/desa tersebut. Î Ditemukan indikasi penyalahgunaan dana bantuan.
Î Tidak terdapat indikasi potensi kemandirian BKM dan/atau potensi keberlanjutan (sustainability) program, dana dan kelembagaan.
yang ada di BKM ditambah dengan saldo dana BLM yang belum dicairkan, digunakan untuk usulan kegiatan pembangunan prasarana/ sarana lingkungan.
Î Terdapat indikasi bahwa visi, misi, tujuan, prinsip dan nilai-nilai yang dijunjung P2KP tidak diterapkan secara konsisten.
Usulan kegiatan prasarana/sarana tersebut harus sesuai dengan PJM Pronangkis dan disepakati masyarakat melalui serangkaian rembug warga, serta telah diverifikasi dan direkomendasi oleh KMW, berdasarkan ketentuan P2KP.
Dalam hal tidak terjadi kesepakatan antara KMW dengan Pemerintah Kota/Kabupaten mengenai rekomendasi pembatalan penyaluran dana BLM pada kelurahan/desa tertentu, maka PMU/Pimpro P2KP berwewenang untuk mengambil keputusan mengenai hal tersebut, setelah memperoleh pertimbangan dari kedua belah pihak maupun dari salah satu pihak. •
Pembekuan Kegiatan Pinjaman Bergulir. Apabila masyarakat di kelurahan/ desa sasaran memutuskan sebagian dana BLM dimanfaatkan untuk kegiatan pinjaman bergulir, maka BKM sebagai pengemban amanat harus mendorong UPK agar mampu mengelola pinjaman bergulir sesuai dengan prinsip-prinsip standard lembaga keuangan mikro. Dalam hal pencapaian kinerja kegiatan pinjaman bergulir yang dikelola oleh UPK tidak memuaskan (misalnya: tingkat pengembalian pinjaman yang sangat rendah dan menyebabkan akumulasi dana BLM P2KP di masyarakat semakin berkurang tajam, dll), KMW bersama dengan Pemerintah Kota/Kabupaten dapat mengambil keputusan Pembekuan Kegiatan Pinjaman Bergulir. Melalui ketentuan ini, maka alokasi dana BLM yang belum dicairkan untuk kelurahan/desa tersebut, hanya dapat dicairkan kembali apabila saldo dana BLM untuk kegiatan pinjaman bergulir
3) Penggunaan Dana BLM •
Apa yang boleh dibiayai oleh BLM Pada dasarnya dana BLM dapat digunakan secara cukup luwes dengan berpedoman kepada PJM Pronangkis, pembelajaran aspek Tridaya dan kesepakatan serta kearifan warga sehingga hasilnya dapat benar-benar memberikan manfaat berkurangnya kemiskinan di kelurahan/desa tersebut.
Î Stimulan Keswadayaan Masyarakat (Insentif Hibah) : o Kegiatan santunan sosial untuk fakir miskin, orang jompo, anak yatim piatu dan lain-lainnya, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka yang termiskin dari masyarakat miskin (termasuk dimungkinkan penggunaan untuk bea siswa, perbaikan rumah kumuh, pelayanan kesehatan dan lainnya). Mengingat masyarakat termiskin dari kelompok masyarakat miskin adalah kelompok sasaran utama P2KP, maka sebagian dana BLM harus dialokasikan untuk memberikan santunan dan sekaligus membangkitkan kepedulian dan kegiatan amal dari lapisan masyarakat yang lebih beruntung untuk terlibat dalam gerakan amal ini. Besarnya alokasi BLM sesuai kesepakatan masyarakat setempat. Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
41
o Kegiatan pembangunan prasarana/sarana lingkungan yang manfaatnya langsung dinikmati sebagian besar warga kelurahan/ desa bersangkutan, seperti jembatan, jalan, perbaikan sekolah, fasilitas kesehatan, sanitasi dan lainnya yang telah diidentifikasi melalui Pronangkis berbasis pemetaan swadaya. Usulan kegiatan pendidikan dan kesehatan harus sesuai dengan Rencana Induk (Master Plan) Pendidikan dan Kesehatan di kota/kabupaten bersangkutan, bila Master Plan itu telah ada. Kegiatan yang sifatnya membangun kapasitas dan daya saing kelompok-kelompok masyarakat (pelatihan, study banding, dsb) Pelayanan prasarana dan sarana yang didanai sumber dana hibah BLM pada prinsipnya adalah prasarana dan sarana lingkungan skala kecil. Akan tetapi apabila masyarakat memutuskan untuk membangun pelayanan prasarana dan sarana bekerjasama dengan pihak lainnya yang mungkin akan menimbulkan dampak yang cukup berarti terhadap lingkungan, misalnya: pompa sumur dalam, pompa irigasi dan lainnya, maka lampiran 2 tentang pedoman lingkungan harus diterapkan secara konsisten.
Î Pinjaman Bergulir :
o Pinjaman untuk kegiatan prasarana yang bersifat individual, misalnya perbaikan rumah maupun sarana rumah tangga yang berkaitan dengan lingkungan permukiman dan kegiatan sosial yang bersifat individual, misalnya beasiswa dan pelatihan untuk warga tidak miskin. Apabila kegiatan lingkungan permukiman dan kegiatan sosial tersebut diperuntukkan bagi warga termiskin, maka termasuk kategori kegiatan kolektif, yakni santunan sosial yang bersifat stimulan hibah.
42
Pedoman Umum
o Pinjaman untuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang membutuhkan dana untuk kegiatan yang terkait usaha produktif dari anggotaanggotanya. o Batas maksimal pinjaman pertama kali bagi setiap anggota KSM adalah Rp 500 ribu. Sedangkan batas maksimal pinjaman untuk tahap berikutnya adalah Rp 2 juta. Hal ini dimaksudkan sebagai proses pembelajaran masyarakat sekaligus memperkuat orientasi sasaran P2KP, yakni masyarakat miskin. Oleh karena itu, pada tahap berikutnya diharapkan KSMKSM dan anggota-anggotanya yang telah meningkat kesejahteraannya dimaksud dapat dilayani oleh koperasi atau UPE yang difasilitasi BKM dan juga dapat mengakses lembaga keluangan formal di sekitarnya. Dalam hal masyarakat telah menyepakati dan menetapkan sebagian dana BLM dialokasikan untuk kegiatan pinjaman bergulir, maka pengelolaannya harus dilakukan secara profesional sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan pinjaman bergulir. Pedoman yang khusus untuk hal ini harus dibuat oleh KMP untuk menjamin bahwa dana digunakan sesuai contoh terbaik, dan menerapkan prinsipprinsip sedemikian sehingga tidak terjadi distorsi dengan pasar keuangan mikro. Lihat lebih lanjut pada Pedoman Khusus Pengelolaan Pinjaman Bergulir.
Secara singkat dapat diuraikan ketentuan sifat penggunaan dana BLM seperti dijelaskan pada tabel 3.2. sebagai berikut:
Tabel 3.2. Ketentuan Sifat Penggunaan Dana BLM Sifat kemanfaatan Kegiatan
Contoh Jenis Kegiatan yang dibiayai P2KP
Status Pemanfaatan Dana BLM
Kegiatan yang secara langsung memberikan manfaat pada sebagian besar warga masyarakat, terutama warga miskin
• Pembangunan sarana & prasarana
Kegiatan yang bersifat penyantunan. Hal ini harus sesuai menurut kesepakatan warga dan tertuang dlm kebijakan BKM
• Penyantunan kepada warga yg
Kegiatan yang secara langsung memberikan manfaat hanya kepada perorangan atau sekelompok orang saja
• Usaha produktif • Pengembangan modal ekonomi
perumahan dan permukiman, baik kepentingan masyarakat umum, dan/ atau ke-pentingan warga miskin (rumah kumuh, dll). • Pelatihan UP-BKM-KSM untuk pengembangan kapasitas/ penguatan organisasi. • Penciptaan peluang usaha melalui pelatihan dan praktek ketrampilan usaha bagi warga-warga miskin dan penganggur sangat miskin, spt; jompo, anak yatim piatu, korban bencana, anak putus sekolah krn alasan ekonomi, dsb • Beasiswa bagi warga miskin
keluarga, yang bermanfaat langsung bagi perbaikan penda-patan keluarga miskin, • Perbaikan rumah/ sarana individu • Pelatihan individu, dll
• Apa yang tidak boleh dibiayai oleh BLM P2KP tidak menghendaki bahwa dana BLM akan dimanfaatkan untuk hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan upaya penanggulangan kemiskinan, menimbulkan dampak keresahan sosial dan kerusakan lingkungan, berorientasi pada kepentingan individu atau kelompok tertentu dan bertentangan dengan norma-norma, hukum serta peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, secara umum ditetapkan beberapa kegiatan yang tidak boleh dibiayai dengan dana BLM, yaitu: Î Kegiatan yang berkaitan dengan politik praktis (kampanye, demonstrasi, dll) Î Kegiatan militer atau semi-militer (pembelian senjata dan sejenisnya); Î Deposito atau yang berkaitan dengan usaha memupuk bunga bank; Î Kegiatan yang memanfaatkan BLM sebagai jaminan atau agunan atau
Sebagai dana stimulan/ hibah yang harus gunakan secara arif dan cermat. Diharapkan dana ini dapat menggugah keswadayaan masyarakat untuk mampu memberi kontribusi agar kegiatan ini menjadi lebih besar manfaatnya.
Sebagai dana stimulan/ hibah dan diharapkan dapat menggugah partisipasi warga lainnya untuk ikut dlm gerakan amal bagi kaum miskin Sebagai pinjaman kepada KSM dan harus dikembali-kan kepada UP
garansi, baik yang berhubungan dengan lembaga keuangan dan perbankan atau pihak ketiga lainnya; Î Pembebasan lahan; Î Pembangunan rumah ibadah; Î Pembangunan gedung kantor pemerintah atau kantor BKM; Î Kegiatan-kegiatan yang berdampak negatif terhadap lingkungan, penduduk asli dan kelestarian budaya lokal; dan. Î Kegiatan yang bertentangan dengan hukum, nilai agama, tata susila dan kemanusiaan serta tidak sejalan dengan visi, misi, tujuan dan nilainilai P2KP. 4) Siapa yang berhak menggunakan Pada dasarnya semua warga miskin di kelurahan/desa yang bersangkutan berhak memanfaatkan dana BLM ini melalui mekanisme pinjaman bergulir atau stimulan/hibah.
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
43
Untuk lebih menjamin dana BLM dapat menjangkau kelompok sasaran secara tepat, maka kriteria miskin dan kelompok sasaran sebaiknya disusun dan disepakati bersama oleh warga melalui mekanisme diskusi kelompok terarah dan pemetaan swadaya. Sebagai langkah awal identifikasi warga miskin, dapat digunakan data BKKBN atau daftar penerima zakat fitrah dari mesjid setempat atau daftar fakir dari organisasi agama lain. 3.1.3. Komponen Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET) 1) Uraian Komponen PAKET adalah salah satu komponen proyek P2KP yang dimaksudkan sebagai suatu upaya proses pembelajaran untuk membangun dan melembagakan “kemitraan” antara masyarakat dengan pemerintah kota/kabupaten dan kelompok peduli setempat (LSM, perguruan tinggi, pihak swasta, perbankan dan lain-lainnya) dalam rangka terwujudnya sinergi upaya penanggulangan kemiskinan. Melalui Komponen PAKET diharapkan juga dapat terbangun dan melembaga proses konsultatif antara ketiga pilar pembangunan (pemerintah, masyarakat, swasta/ kelompok peduli) di tingkat kota/kabupaten dalam penanggulangan kemiskinan. Hal ini berarti bahwa PAKET hanya dapat berjalan sesuai dengan tujuannya apabila di antara masing-masing pelaku pembangunan di atas memiliki ‘kepentingan dan kebutuhan yang sama’ untuk saling koordinasi, kooperasi dan kolaborasi satu terhadap yang lain sehingga terjadi kemitraan. PAKET hanya sekedar stimulan untuk membantu dan mempercepat proses kemitraan yang mulai ditumbuhkan oleh mereka sendiri. Bagi masyarakat, terutama BKM, Komponen PAKET juga dimaksudkan sebagai proses pembelajaran untuk mengakses dan menggalang berbagai sumber daya maupun sumber dana yang dimiliki oleh pemerintah kota/kabupaten atau kelompok peduli (channeling), 44
Pedoman Umum
sehingga diharapkan dapat lebih mengoptimalkan kemandirian dan keberlanjutan upaya penanggulangan kemiskinan. Agar BKM serta masyarakat mampu bermitra dengan pemerintah kota/ kabupaten dan kelompok peduli setempat, maka prasyarat utama adalah bahwa BKMBKM memiliki kredibilitas yang menjamin kepercayaan dari berbagai pihak tersebut. Hal ini berarti bahwa hanya BKM-BKM yang telah menunjukkan kinerja sebagai “BKM Berdaya” yang memiliki perluang lebih besar untuk dapat berpartisipasi aktif dalam proses channeling program-program yang ada, khususnya melalui PAKET. Program PAKET P2KP hanya merupakan ‘Stimulan’ sebagai pelengkap atas tumbuhnya keswadayaan, kebutuhan dan kepentingan bersama di antara masyarakat, pemerintah kota/kabupaten dan kelompok peduli setempat untuk menjalin kemitraan yang sinergis dalam mengefektifkan dan mempercepat upaya-upaya penanggulangan kemiskinan di wilayah mereka!
Komponen PAKET P2KP akan mengalokasikan dana stimulan yang dapat digunakan untuk keperluan membiayai kegiatan yang direncanakan secara partisipatif serta diusulkan oleh BKM Berdaya bekerjasama dengan dinas pemerintah kota/kabupaten atau sebaliknya. Dana PAKET bersifat “stimulan” sebesar setengah pendanaan dari kegiatan yang diusulkan dan dikelola oleh panitia kemitraan. Panitia kemitraan dibentuk dari gabungan BKM Berdaya dengan Dinas terkait setempat. Kesepakatan pembentukan panitia kemitraan harus dituangkan dalam bentuk berita acara yang ditandatangani oleh masing-masing pimpinan dari unsur pembentuknya. Komponen PAKET tidak dilaksanakan di seluruh kota/kabupaten sasaran P2KP, namun hanya di sebagian kota/kabupaten saja yang akan dipilih dengan cara kompetisi sehat yang dilakukan melalui mekanisme evaluasi partisipatif dengan melibatkan pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah kota/kabupaten.
Hasil evaluasi partisipatif tersebut selanjutnya disampaikan untuk ditetapkan oleh PMU/Pimpro P2KP Pusat sebagai lokasi pelaksanaan PAKET P2KP. Proses seleksi lokasi pelaksanaan PAKET melalui mekanisme evaluasi partisipatif didasarkan pada kriteria-kriteria sebagai berikut:
terhadap persoalan kemiskinan melalui Komunitas Belajar Perkotaan (KBP). Berbagai pihak terkait yang telah terbangun kepeduliannya selama terlibat intensif dalam KBP inilah yang menjadi embrio Pokja PAKET pada saatnya, bila kota/kabupaten tersebut terpilih sebagai lokasi PAKET.
a. Kinerja pemerintah kota/kabupaten dalam mendukung pelaksanaan P2KP di wilayah kerjanya, baik dalam memfasilitasi siklus kegiatan di tingkat masyarakat maupun memfasilitasi Komunitas Belajar Perkotaan (KBP); b. Kinerja pemerintah kota/kabupaten dalam penguatan peran dan fungsi Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) di wilayahnya; c. Kinerja Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah setempat serta Kualitas Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan (SPK) setempat;
Komponen Program PAKET pada dasarnya harus ditempatkan sebagai sarana pembelajaran kemitaran antara masyarakat dengan pemerintah daerah setempat. Dengan demikian, Indikator pelaksanaan dan capaian PAKET dapat dilihat pada tumbuhnya kebutuhan rasa kebersamaan dan kemitraan antara masyarakat dan pemerintah daerah, baik dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan maupun sumber dana terhadap kegiatan pembangunan di wilayahnya
2) Ketentuan Umum a) Alokasi Dana PAKET Untuk kota-kota terpilih, akan dialokasikan dana PAKET setiap tahun selama tiga tahun berturutan yang dibagi dalam tiga tahap (Tabel 3.3.)
Pada tahun pertama pelaksanaan P2KP, ketika kegiatan pengembangan masyarakat di tingkat kelurahan/desa sedang berlangsung, maka pada saat yang bersamaan pemerintah kota/kabupaten melakukan serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan penguatan peran dan fungsi KPK-D agar mampu menyusun dokumen SPK-D dan Pronangkis kota/ kab.secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel, serta kegiatan membangun kepedulian berbagai pihak terkait
Alokasi dana PAKET P2KP kepada pemerintah kota/kabupaten terseleksi akan dilakukan melalui mekanisme penganggaran yang biasa dilakukan pemerintah pusat kepada pemerintah kota/kabupaten. Dalam hal ini, pemerintah kota/kabupaten akan menunjuk PJOK (Penanggung jawab Operasional Kegiatan) di tingkat kota/ kabupaten yang bertanggungjawab dalam mengadministrasi alokasi dana PAKET itu.
Tabel 3.3. : Alokasi Dana PAKET per Kota/Kabupaten per tahun Ketentuan
Alokasi PAKET per Kota/Kab. (milyar Rp)
Kota/Kab.Kecil
Kota/Kab.Sedang
< 25 BKM
> 25 BKM
Tahun 1
1 milyar
1,5 milyar
Tahun 2
1,5 milyar
2 milyar
Tahun 3
2 milyar
2,5 milyar
4,5 milyar
6 milyar
Total Plafon Usulan PAKET per sub proyek/Panitia kemitraan
Minimal Rp 30 juta dan Maksimal Rp 200 juta. Kurang daripada Rp 30 juta diharapkan dapat dipenuhi dengan swadaya masyarakat atau stimulan dana BLM, sedangkan lebih dari Rp 200 juta dapat didukung oleh APBD setempat maupun channeling program dengan pihak terkait lainnya
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
45
Jumlah alokasi dana PAKET untuk masing-masing kota/kabupaten sasaran diinformasikan secara terbuka, sehingga dapat diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat secara transparan. Jumlah dana PAKET yang telah dialokasikan untuk masing-masing kota/kabupaten sasaran tersebut merupakan jumlah maksimum yang dapat dimanfaatkan. Sedangkan jumlah pencairan yang sesungguhnya akan didasarkan pada kemampuan pengelolaan dan kesiapan masyarakat, pemerintah kota/kabupaten serta kelompok peduli setempat dalam melaksanakan nilai-nilai dan prinsip-prinsip di P2KP serta ketentuan PAKET P2KP. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan ternyata masyarakat, pemerintah daerah dan kelompok peduli di suatu kota/kabupaten sasaran dinilai tidak dapat menunjukan kemampuan dan kesungguhan melaksanakan PAKET, maka alokasi dana yang ada sebagian atau seluruhnya- dapat ditangguhkan atau dibatalkan. Demikian pula halnya, apabila mereka tidak mampu mencairkan seluruh alokasi dana PAKET hingga masa pelaksanaan PAKET berakhir, maka sisa alokasi dana PAKET harus dikembalikan ke kas negara. b) Pembentukan Pokja PAKET Masing-masing kota/kabupaten yang terpilih sebagai lokasi pelaksanaan PAKET harus membentuk Pokja PAKET. Pokja PAKET di bawah koordinasi KPK Daerah sekaligus sebagai ’Pusat Pembelajaran (learning center)’, yang menjadi sarana forum diskusi, pembahasan serta pembelajaran mengenai perkara dan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan di wilayahnya masing-masing. Pokja PAKET pada intinya bersifat adhoc, yang anggota-anggotanya dipilih dari relawan-relawan kemiskinan tingkat kota yang terlibat intensif dalam KBP.
46
Pedoman Umum
Proses pemilihan anggota Pokja PAKET diawali dengan serangkaian FGD refleksi kepemimpinan moral melalui serangkaian pertemuan KBP yang difasilitasi KPK-D tingkat kota/ kabupaten setempat secara demokratis, partisipatif, transparan dan akuntabel, dengan melibatkan seluruh para pihak terkait (stakeholders). Prinsip kerja Pokja PAKET adalah sebagai dewan sehingga tidak ada satu pun anggota yang memiliki hak istimewa (privilege). Jumlah anggota Pokja PAKET adalah 11 orang atau lebih dengan catatan jumlah total tetap ganjil. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan proses pengambilan keputusan dalam mekanisme kerja Pokja PAKET. Anggota-anggota Pokja PAKET adalah relawan-relawan kota yang terbukti telah menunjukkan keikhlasan, kepedulian, komitmen tinggi serta berperan aktif dalam proses Komunitas Belajar Perkotaan (KBP) di wilayah setempat. Relawan-relawan tersebut dapat berasal dari masyarakat (BKM-BKM dan relawan-relawan lainnya), perangkat pemerintah kota/kabupaten ataupun kelompok peduli (LSM, lembaga pendidikan, pihak swasta, asosiasi profesi/usaha sejenis, dsb) yang peduli terhadap masalah penanggulangan kemiskinan. Anggota Pokja PAKET merupakan representasi dari relawan-relawan kemiskinan kota/kabupaten yang paling dipercaya, ikhlas, jujur, peduli, adil dan lainnya, yang mencerminkan sifat-sifat universal kemanusiaan. Anggota Pokja PAKET bukan merupakan representasi dari kewilayahan, kelompok atau golongan tertentu.
Anggota-anggota Pokja PAKET bekerja atas dasar sukarela, sehingga tidak diperkenankan menerima imbalan secara tetap dan rutin, namun biaya operasional kegiatan Pokja PAKET akan dipenuhi dari kontribusi pemerintah kota/kabupaten dalam pelaksanaan proyek P2KP. Pemerintah kota/
kabupaten akan membantu KPK-D yang bertugas memfasilitasi kegiatan dan pekerjaan Pokja PAKET secara operasional, dengan sumber pendanaan dari APBD masing-masing kota/kabupaten.
PJOK dengan wakil pengusul kegiatan, yakni Panitia Kemitraan. Panitia Kemitraan selanjutnya membuka rekening yang ditandatangani bersama.
Peran-peran yang akan dilaksanakan oleh Pokja PAKET adalah: • Sosialisasi dan diseminasi PAKET;
Î Penyaluran dana PAKET dari rekening khusus proyek ke rekening panitia kemitraan akan dibuat berdasarkan permintaan PJOK dan dicairkan dalam dua tahap yang sama (50% dan 50%).
• Merumuskan dan menyepakati kriteria seleksi proposal kegiatan PAKET;
• Mengevaluasi dan menyeleksi proposal; dan
• Menetapkan prioritas usulan-usulan kegiatan panitia kemitraan yang dinilai layak untuk menerima dana PAKET;
• Monitoring pelaksanaan kegiatan oleh panitia kemitraan serta menetapkan kegiatan-kegiatan terbaik (best practice) untuk dapat dipertimbangkan memperoleh penghargaan (rewards) maupun menerapkan sanksi terhadap panitia kemitraan yang melaksanakan kegiatan PAKET tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Buku Pedoman PAKET;
• Memfasilitasi serangkaian forum diskusi antar pelaku (stakeholders) di tingkat kota/kabupaten untuk membahas perkara kemiskinan serta upaya-upaya penanggulangannya sebagai bahan masukan untuk kebijakan dan strategi penanggulangan kemiskinan yang dirumuskan oleh KPK setempat. Pokja PAKET tidak boleh terlibat sebagai pengusul atau pelaksana usulan/proposal kegiatan PAKET.
Î Pencairan alokasi dana PAKET untuk kota/kabupaten lokasi sasaran pada tahun-tahun berikutnya mengikuti prosedur pencairan dana PAKET tahun sebelumnya, dengan ditambah keharusan audit independen (BPKP dan auditor lainnya) serta telah diverifikasi kinerja pelaksanaan kegiatan tahun sebelumnya oleh KMW. Î KMW beserta pemerintah propinsi dimungkinkan untuk mengajukan pembatalan dana PAKET kepada PMU/Pimpro P2KP pusat, apabila: (1) Dalam waktu satu tahun pelaksanaan PAKET P2KP di kota/ kabupaten tersebut dinilai gagal membentuk atau mengefektifkan Pokja PAKET; atau (2) Adanya indikasi penyalahgunaan dana PAKET tahun sebelum-nya; (3) Tidak dilakukan audit oleh auditor independen; atau (4) Terdapat indikasi visi, misi, tujuan, prinsip dan nilai P2KP tidak dapat dilaksanakan secara konsisten. 3) Penggunaan Dana PAKET
c) Penyaluran dan pencairan dana PAKET Î Bagi proposal yang telah terseleksi oleh Pokja PAKET dan diverifikasi KMW, maka dibuat Surat Perjanjian Penyaluran Bantuan PAKET (SPPB PAKET) yang ditandatangani antara
a. Kriteria Kegiatan yang boleh dibiayai oleh PAKET PAKET merupakan stimulan untuk memperkuat upaya-upaya kemitraan antara lembaga masyarakat warga (BKM Berdaya) dan dinas pemerintah kota/kabupaten. Oleh karena itu, pada
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
47
dasarnya dana PAKET dapat digunakan secara cukup luwes dengan berpedoman kepada keterpaduan Program Masyarakat (PJM Pronangkis) yang disusun BKM bersama masyarakat dengan Rencana Program dinas-dinas terkait, sehingga hasilnya dapat benar-benar memberi manfaat langsung upaya penanggulangan kemiskinan di wilayah setempat. Usulan kegiatan/subproyek dapat berkaitan dengan pembangunan atau rehabilitasi infrastruktur, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan anak, perbaikan lingkungan, kegiatan sosial dan lain-lainnya, yang merupakan keterpaduan rencana masyarakat dengan program dinas/instansi kota/ kabupaten. Usulan kegiatan/sub proyek yang berkaitan dengan sektor pendidikan dan kesehatan yang diajukan untuk PAKET P2KP, harus sesuai dan selaras dengan rencana induk (master plan) pendidikan dan kesehatan di kota/ kabupaten bersangkutan. Kegiatan-kegiatan yang akan diusulkan melalui mekanisme PAKET harus memenuhi kriteria yang ditetapkan sesuai tujuan PAKET P2KP, yakni: Î Kontribusi keswadayaan kegiatan dari pihak pengusul (BKM Berdaya bersama dinas terkait) minimal 50% (natura dan tunai) dari jumlah total kebutuhan dana. Î Melibatkan masyarakat miskin, perempuan dan kelompok masyarakat rentan lainnya, baik dalam pengelolaan atau pemanfaatan kegiatan Î Jangkauan wilayah atau penerima manfaat kegiatan diutamakan meliputi lebih dari satu kelurahan/desa. Dalam hal hanya meliputi wilayah satu kelurahan/desa, maka kegiatan diprioritaskan pada skala kegiatan yang tidak dimungkinkan dibiayai melalui sumber dana BLM
48
Pedoman Umum
Î Menjamin kebersamaan dan kesetaraan yang sinergi sejak tahap gagasan, perencanaan, pengusulan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, pemeliharaan dan pelestarian kegiatan, dll Î Kriteria-kriteria yang ditetapkan oleh Pokja PAKET secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel. Apabila masyarakat yang bekerjasama dengan dinas pemerintah daerah setempat memutuskan untuk memilih kegiatan yang mungkin menimbulkan dampak lingkungan atau memerlukan pembebasan lahan, maka harus melaksanakan ketentuan sebagaimana tercantum pada Lampiran 2: Pedoman Lingkungan dan Lampiran 3: Kerangka kebijakan pembebasan lahan serta permukiman kembali/ penampungan.
Usulan-usulan kegiatan diseleksi Pokja PAKET berdasarkan 4 (empat) kriteria utama, sbb: i. Kinerja BKM pengusul, sebagai salah satu unsur utama panitia kemitraan, lebih diprioritaskan bagi yang kualifikasi ’berdaya. ii. Tingkat kemitraan yang diukur dari proses kebersamaan dan kerjasama antara BKM dengan dinas pemerintah kota/kabupaten dan/atau kelompok peduli yang tercermin dalam proses pengajuan usulan tersebut (mulai tahap gagasan, perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian serta pengembangan kegiatan, dll) iii. Tingkat kontribusi keswadayaan pihak pengusul dalam usulan kegiatan yang diajukan (diharapkan minimal 50% dari jumlah dana yang diusulkan). Artinya sumber dana PAKET hanya dialokasikan sebesar 50% dari total kebutuhan biaya yang diusulkan Panitia Kemitraan. iv. Kemanfaatan dari usulan kegiatan tersebut berkaitan langsung dengan penanggulangan kemiskinan
b. Kriteria Kegiatan yang tidak boleh dibiayai oleh PAKET Beberapa kegiatan yang tidak boleh dibiayai dengan dana PAKET, yaitu: Î Pengadaan senjata api dan sejenisnya; Î Pembiayaan kegiatan yang berkaitan dengan politik (kampanye dll); Î Pembelian atau usaha narkoba; Î Deposito atau yang berkaitan dengan upaya memupuk bunga bank; Î Kegiatan yang memanfaatkan dana PAKET sebagai jaminan atau agunan atau garansi, baik yang berhubungan dengan lembaga keuangan dan perbankan maupun pihak ketiga lainnya; Î Pembebasan lahan dan/atau Pemukiman kembali secara paksa; Î Pembangunan rumah ibadah; Î Pembangunan gedung kantor pemerintah atau gaji pegawai ; Î Produk-produk yang merugikan lingkungan; Î Usaha perjudian dan usaha yang bertentangan dengan susila serta moral dan nilai-nilai agama; Î Kegiatan-kegiatan yang berdampak negatif terhadap lingkungan, penduduk asli dan kelestarian budaya lokal; Î Kegiatan yang bertentangan dengan hukum dan kemanusiaan serta tidak sejalan dengan visi, misi, tujuan dan sasaran P2KP; Î Kegiatan bukan merupakan kegiatan pokok dari dinas pengusul; Î Kegiatan perkreditan atau dana bergulir oleh pengusul; dan Î Kegiatan yang jangka waktu pelaksanaannya diperkirakan lebih dari satu tahun. 4) Siapa yang berhak mengusulkan dan memanfaatkan dana PAKET 1) Penyusunan Usulan Kegiatan Î Proposal kegiatan yang diusulkan terdiri dari satu jenis kegiatan spesifik.
Î BKM mengajukan usulan kegiatan berdasarkan PJM Pronangkis berkolaborasi dengan dinas terkait , dan dapat juga sebaliknya. Î BKM diperkenankan berkolaborasi dengan beberapa dinas terkait yang berbeda untuk mengusulkan beberapa proposal sub proyek yang berbeda dan sebaliknya. Î Kolaborasi antara BKM dengan dinas/instansi terkait harus berlandaskan kemitraan dan kesetaraan yang tercermin pada seluruh proses kegiatan, sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip universal yang melandasi P2KP BKM-BKM yang diprioritaskan dapat mengajukan usulan kegiatan untuk mengakses dana bantuan PAKET P2KP adalah BKM-BKM yang memenuhi kualifikasi “Berdaya” !
2) Pihak Penilai dan Pemutus Persetujuan Usulan Kegiatan PAKET Î KMW memverifikasi tingkat kemitraan dan kesesuaian dengan prinsip serta nilai P2KP dari proposalproposal yang diajukan oleh pihak pengusul (panitia kemitraan). Hasil verifikasi KMW disampaikan kepada Pokja PAKET untuk ditindaklanjuti. Î Seleksi prioritas/rangking usulan kegiatan ditetapkan melalui Rapat Anggota Pokja PAKET dan hasilnya diverifikasi KPK Kota/Kabupaten didasarkan kesesuaian usulan dengan Dokumen SPK setempat. Î Keputusan final pendanaan proposal kegiatan ditetapkan Rapat Anggota Pokja PAKET berdasarkan verifikasi KMW & KPK-nya. 3) Pelaksanaan Usulan Kegiatan PAKET BKM-BKM dan dinas pemerintah kota/ kabupaten yang usulan kegiatannya dipilih oleh Pokja PAKET harus membuka rekening bersama dan menyepakati perjanjian bahwa dalam pelaksanaan kegiatan tersebut akan didasarkan pada prinsip kemitraan
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
49
dalam kesetaraan antara kedua belah pihak berdasarkan nilai-nilai dan prinsipprinsip di P2KP, sebagai aktivitas yang dikelola secara partisipatif dan mandiri.
3.2. DUKUNGAN PELAKSANAAN PROYEK Untuk melaksanakan proyek P2KP tersebut dan mencapai tujuan yang diharapkan, PMU/ Pimpro akan mengontrak seperangkat konsultan dan fasilitator untuk mengelola pelaksanaan proyek, terutama dikarenakan P2KP membutuhkan kehadiran dan pendampingan lapangan yang aktif dan intensif di tingkat masyarakat kelurahan/desa hingga tingkat kota/kabupaten. Pemerintah kota/kabupaten juga turut berperan aktif sebagai mitra PMU/Pimpro dalam pelaksanaan P2KP. Pada dasarnya dukungan pelaksanaan proyek mencakup pembiayaan seluruh manajemen proyek yang dapat memampukan PMU/ Pimpro untuk mempunyai (i) Kualitas kinerja proyek yang lebih baik; (ii) Dukungan teknis di lapangan bagi masyarakat dan pemerintah kota/kabupaten; serta (iii) Evaluasi dan monitoring dampak proyek yang lebih baik. Dengan demikian, dukungan pelaksanaan proyek mencakup hal-hal berkenaan dengan: i. Bantuan Teknis bagi Pendampingan dan Monitoring, yang akan meliputi: 1. Pengadaan konsultan di tingkat pusat, propinsi dan/atau satuan wilayah kerja untuk beberapa kota/kabupaten serta tim fasilitator pada tingkat masyarakat, termasuk pengembangan kapasitas bagi mereka dan masyarakat dalam subyek yang bervariasi. 2. Pelatihan dan Sosialisasi tingkat nasional, lokal serta tingkat masyarakat, termasuk didalamnya pembuatan web-site, pusat pembelajaran (learning center) di KPK kota/kabupaten maupun BKM, komunikasi media (audio dan audio visual), publikasi, lokakarya, diskusi kelompok terarah (FGD), on the job training, coaching, dll. 50
Pedoman Umum
3. Pengembangan kapasitas bagi pemerintah kota/kabupaten dalam mendorong pengokohan peran dan fungsi KPK kota/kabupaten untuk merumuskan Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan di wilayahnya, menumbuhkembangkan Komunitas Belajar Perkotaan maupun dalam rangka membangun kemitraan sinergi para pelaku dalam upaya penanggulangan kemiskinan. ii. Bantuan Teknis untuk Evaluasi Pengadaan konsultan evaluasi untuk melakukan baseline survey (survey dasar), survey tindak lanjut, studi evaluasi dan studi khusus sesuai kebutuhan. Untuk menjamin kelancaran dan keberhasilan proyek, pelaksanaan proyek di lapangan akan dipercayakan kepada tim konsultan yang akan bekerja di bawah manajemen PMU/Pimpro. Konsultan-konsultan tersebut adalah Konsultan Advisory sebagai bagian integral dari struktur PMU/Pimpro, Konsultan Manajemen Pusat (KMP), Konsultan Manajemen Wilayah (KMW), dan Konsultan Evaluasi (KE). Pada tingkat kecamatan terdapat Tim Fasilitator P2KP, yang sekurangnya akan terdiri dari 4 fasilitator, yakni satu koordinator fasilitator dan 3 fasilitator. Tim fasilitator tersebut bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan P2KP dan pendampingan masyarakat di sekitar 10 kelurahan/desa sasaran serta akan melakukan pendampingan dan pembinaan intensif kepada masyarakat. Jumlah tim fasilitator tersebut mungkin akan bertambah besar disesuaikan dengan besarnya jumlah kelurahan/desa yang didampingi dan faktor keterpencilan wilayah sasaran, berdasarkan kesepakatan antara PMU/Pimpro dengan pemerintah daerah setempat, atas masukan dari KMW. Pada tingkat satuan wilayah kerja (SWK), terdapat satu orang tenaga ahli kemiskinan perkotaan yang secara khusus akan mendampingi pemerintah kota/kabupaten dalam memfasilitasi penguatan peran dan fungsi KPK-Kota/Kabupaten agar mampu
menyusun Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan (SPK) di wilayahnya dan juga memfasilitasi pelaksanaan kegiatan PAKET bagi kota/kabupaten yang terpilih menjadi lokasi PAKET P2KP. Pemerintah kota/kabupaten juga akan menjadi mitra PMU dalam hal pengadaan fasilitatorfasilitator di wilayah masing-masing kota/ kabupaten dengan kriteria memiliki komitment dan kepedulian kepada masyarakat miskin, berpengalaman dalam bidang pemberdayaan masyarakat sejenis, terutama pelaksanaan P2KP, serta diutamakan mampu memahami budaya dan bahasa setempat.
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
51
Bab IV
Langkah - Langkah Pelaksanaan Proyek
Langkah-langkah pelaksanaan P2KP pada dasarnya terdiri dari serangkaian kegiatan di berbagai tataran; pusat, daerah dan masyarakat, yang dapat bersifat urutan (sekuensial), bersamaan (paralel) atau menerus, seperti antara lain pemantauan dan pendampingan. Di samping itu kelompok kegiatan tersebut dapat juga dipilah menjadi tahap persiapan (tidak terkait langsung dengan pelaksanaan kegiatan) dan tahap pelaksanaan (actual implementation). Untuk menghindarkan terjadinya anggapan yang salah mengenai adanya urutan langkah baku dari awal sampai akhir, maka dalam Buku Pedoman ini berbagai jenis kegiatan dikelompokkan ke dalam tahap persiapan dan pelaksanaan. Khusus di tahap pelaksanaan, kumpulan kegiatan dikelompokkan dengan berorientasi pada komponen proyek Pengembangan Masyarakat dan Penguatan Kapasitas untuk Mengedepankan Peran Pemerintah Daerah, Pelaksanaan Komponen Dana BLM, dan Pelaksanaan Komponen Dana PAKET. Perlu diperhatikan bahwa daftar kegiatan yang tertulis dalam Buku Pedoman Umum ini adalah jenis kegiatan utama saja sedangkan untuk kegiatan pendukung, seperti antara lain: pelatihan dan sosialisasi, dapat dilihat lebih rinci dalam Buku Pedoman Pelatihan serta Pedoman Sosialisasi.Demikian pula Buku-Buku Pedoman dan Panduan lainnya.
4.1. TAHAP PERSIAPAN Tahap persiapan ini pada dasarnya adalah menyiapkan para pelaku terkait, baik di tingkat pusat maupun daerah, agar lebih memahami
P2KP dan mendorong integrasi serta sinkronisasi kegiatan-kegiatan terkait di pusat maupun di daerah.
Kegiatan dan Pelaku pada Tahap Persiapan No
KEGIATAN
PELAKU
HASIL
KETERANGAN
1.
Orientasi P2KP untuk internal Ditjen Perumahan dan Permukiman Dept. Kimpraswil
Penyelenggara : PMU Peserta: Eselon 3 dan 4 serta fungsional Ditjen Perkim, Dept. Kimpraswil Fasilitator : Tim advisory
Seluruh staf eselon 3 & 4 serta tenaga fungsional di Ditjen Perkim memiliki pemahaman yang sama tentang P2KP
Lihat kerangka acuan lokakarya
2.
Lokakarya orientasi P2KP tingkat Pusat.
Penyelenggara : Tim Interdept. Peserta : Staf proyek, PMU dan Tim Pokja/Teknis Inter Dept. Fasilitator : Tim Advisory
Seluruh staf Proyek, PMU dan wakil intansi terkait dalam Tim Koor-dinasi Nasional P2KP memiliki pemahaman sama tentang P2KP.
Lihat kerangka acuan lokakarya
3.
Pencanangan P2KP mulai dilaksanakan
Penyelenggara : PMU Fasilitator : Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
52
Pedoman Umum
Momentum P2KP dimulai
No
KEGIATAN
4.
Pelatihan dasar P2KP bagi Konsultan Manajemen Pusat (KMP)
Konsultan paham dan Penyelenggara : PMU terjadi persamaan pemahaPeserta : Seluruh Staf KMP (Tim man mengenai P2KP Leader, Co-Team Leader, • Rencana tindak pelaksanaTenaga Ahli dan lainnya). an P2KP di lapangan Fasilitator : Tim Advisory disetujui PMU
5.
Pelatihan dasar P2KP bagi Konsultan Manajemen Wilayah (KMW)
Penyelenggara : KMP Peserta : Seluruh Staf KMW (Tim Leader, Co-Tim Leader, Tenaga Ahli dan lainnya). Fasilitator : Advisory & KMP
6.
Pelatihan dasar P2KP dan TOT bagi Tim Pelatih P2KP
Penyelenggara : KMP Peserta : Tenaga Pelatih Fasilitator : Tim Advisory
Tersedianya Tim Pelatih khusus P2KP
Lihat GBPP Training Of Trainer (TOT)
7.
Lokakarya orientasi P2KP tingkat nasional
Penyelenggara : PMU Peserta : Dirjen & wakil-wakil instansi pusat terkait, Gubernur, Ketua DPRD Prop., Ketua Bappe-prop. wilayah sasaran P2KP. Fasilitator: KMP, Tim Pelatih dan Tim Advisory
Eselon 1 & 2 instansi pusat terkait, Gubernur, DPRD Prop, dan Bappeprop, di wilayah sasaran P2KP paham & penyamaan persepsi mengenai P2KP.
Lihat kerangka acuan lokakarya
Lokakarya orientasi P2KP tingkat propinsi
Penyelenggara: Pemprop Peserta: Walikota/Bupati, Kepala Beppekota/Kab, KPKprop & KPK-kota/kab, ketua komisi DPRD terkait, & kelompok strategis. Fasilitator: PMU, Tim Interdept & KMW
Walikota, Bupati, Kepala Bappekot/Kab,KPK, ketua komisi DPRD terkait dan kelompok stra-tegis di lokasi propinsi penerima P2KP paham dan terjadi persamaan persepsi mengenai P2KP serta rencana pelaksanaan P2KP dapat disepakati
Lihat kerangka acuan lokakarya
Serangkaian lobby-lobby, silaturahmi sosial dan sosialisasi awal kpd perangkat pemkot/ kabupaten & kelompok strategis di tingkatkota/ kabupaten.
Penyelenggara: KMW Peserta: Bupati/Walikota, ketua DPRD, pejabat pemkot/kab, tokoh formal dan tokoh informal yang berpengaruh di kota/kab. setempat.
Pelatihan dasar P2KP bagi Pemerintah Daerah Tkt Kota/Kab. (Tim Koordinasi Kota/ Kab., PJOK-PJOK & KPK-D Bila sudah terbentuk)
Penyelenggara: Pemkot/kab Peserta: Anggota Tim Koord. Kota/Kabupaten, KPK-Kot/Kab, PJOK dan kelompok peduli setempat. Fasilitator: KMW & Tim Pelatih
8.
9.
10.
PELAKU
HASIL
• •
•
•
Konsultan pelaksana paham & penyamaan persepsi ttg P2KP Rencana tindak pelaksanaan P2KP di lapangan
KETERANGAN Lihat TOR, GBPP dan modul pelatihan.
Lihat TOR, GBPP dan modul pelatihan.
Penerimaan perangkat • Dilakukan di bulan pemkot/kab, DPRD dan ke-1 stlh KMW kelompok strategis thdp mobilisasi keberadaan KMW untuk memfasilitasi proses kegiatan P2KP di kota/ kab bersangkutan Kesepakatan Rencana pelaksanaan Pelatihan Dasar, Lokakarya orientasi P2KP dan kegiatan P2KP lainnya di kota/kab sasaran
Tim Koord. P2KP, KPK Kota/ Kab, dan PJOK paham substansi serta ada persamaan persepsi mengenai P2KP dan rencana pelaksanaan P2KP dapat disepakati
Sebelumnya perlu dilakukan dengar pendapat dgn DPRD oleh TKPP difasilitasi KMW. Bulan ke-1 stlh KMW mobilisasi
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
53
No
KEGIATAN
PELAKU
11.
Lokakarya orientasi P2KP tingkat Kota/Kabupaten
Penyelenggara: Pemkot/kab Peserta : Camat, Lurah/ Kades, Dinas/Instansi terkait & Tokohtokoh masyarakat/ kelompok strategis Fasilitator: Tim Koordinasi Kota/ Kab, KPK-D, PJOK dan kelompok peduli setempat Nara Sumber: KMW & Pemkot/ kabupaten
12.
Lokakarya Orientasi P2KP tingkat kecamatan
Penyelenggara: PJOK Peserta: Wakil-wakil kelurahan/ desa: DK atau BPD, Ka.Dusun, RW, RT, wakil organisasi masyarakat, dan tokoh-tokoh masyarakat dari seluruh calon lokasi kelurahan sasaran di kecamatan bersangkutan. Fasilitator : PJOK, KPK-D dan kelompok peduli Nara Sumber: Pejabat pemda setempat dan KMW
4.2. TAHAP PELAKSANAAN Prinsip dasar keseluruhan pelaksanaan kegiatan di tingkat masyarakat kelurahan hingga ke tingkat kota/kabupaten tidak boleh dipahami hanya sebagai suatu proses yang dilakukan secara administratif formal dan mekanisme prosedural semata, namun yang lebih penting adalah “dinamika proses” dari pelaksanaan kegiatan dalam mencapai keberhasilan proyek. Pembobotan substansi pada dinamika proses menuntut tumbuhnya kesadaran kritis masyarakat dan para pihak terkait dalam melakukan setiap langkah kegiatan, yakni pemahaman tentang mengapa, apa, untuk apa dan bagaimana suatu kegiatan tersebut dilakukan. Hal ini sesuai dengan hakekat partisipasi masyarakat yang tidak dimaknai hanya menyerahkan keputusan dan segala sesuatunya kepada masyarakat, tetapi justru harus mendorong dan menumbuhkembangkan ’kesadaran kritis masyarakat’. Dimana masyarakat telah paham terhadap resiko, tanggungjawab, hak dan kewajiban yang 54
Pedoman Umum
HASIL Camat, Dinas/Instansi terkait, Tokoh Masyarakat & Kelompok Strategis paham dan terjadi persamaan persepsi, integrasi & sinkronisasi P2KP di daerah dengan proyek lain
Lurah/Kades, RW, Dusun, BPD/DK, tokoh masyarakat setempat paham substansi, nilai, prinsip, & mekanisme pelaksanaan P2KP. Kesepakatan Rencana Tindak Lanjut untuk meneruskan informasi kepada masyarakat dan mengadakan rembug warga untuk menerima atau menolak pelaksa-naan P2KP dan memilih Relawan Masyarakat
KETERANGAN Pembicara adalahTKPP, KPK-D & PJOK yang ikut pelatihan dasar P2KP, KMW & Pemkot/kab sbg nara sumber. Bulan ke-2 stlh KMW mobilisasi
Kerangka acuan lokakarya orientasi tingkat Kecamatan Dilaksanakan pd bulan ke-2 stlah KMW mobilisasi
timbul dari segala konsekuensi atas keputusan yang akan diambilnya. Dalam hal ini, seluruh pihak yang terkait pada pelaksanaan P2KP diharapkan senantiasa mampu mengambil keputusan dan melaksanakan kegiatan yang lebih adil, berpihak pada masyarakat miskin, lebih arif, lebih jujur, lebih berorientasi pada kemandirian dan pembangunan berkelanjutan. Dengan kata lain, substansi kegiatan P2KP di tingkat masyarakat serta pemerintah kota/ kabupaten pada dasarnya adalah proses untuk menumbuhkembangkan kemandirian dan keberlanjutan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan, melalui proses pembelajaran dan pelembagaan nilai-nilai luhur kemanusiaan (Gerakan Moral), prinsip-prinsip kemasyarakatan (Good Governance), dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (Tridaya). Untuk mewujudkan hal itu, tahap pelaksanaan kegiatan P2KP terdiri dari kegiatan-kegiatan yang dikelompokkan berdasarkan komponen proyek, yakni: pengembangan masyarakat dan penguatan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah, penyediaan Dana BLM serta penyediaan dana PAKET.
a) Pengembangan masyarakat dan penguatan kapasitas untuk mengedepankan peran Pemerintah Daerah Pelaksanaan P2KP pada tahap awal dimulai dengan serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan proses pemberdayaan/ pengembangan masyarakat (Community Empowerment) dan pengembangan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah, khususnya penguatan peran dan fungsi KPK setempat dalam menyusun Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan (SPK) di wilayahnya dan melembagakan Komunitas Belajar Perkotaan (KBP). a.1. Pengembangan Masyarakat Beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh para pelaku P2KP dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan atau pemberdayaan masyarakat, adalah sebagai berikut: a.1.1. Prinsip Membangun Dari Dalam (Development from within) Substansi dasar pemberdayaan masyarakat dititikberatkan pada memulihkan dan melembagakan kembali kapital sosial yang dimiliki masyarakat, yakni dengan mendorong masyarakat mampu meningkatkan kepedulian, kesatuan serta solidaritas sosial untuk bahumembahu dan bersatu-padu menanggulangi masalah kemiskinan di wilayahnya secara mandiri dan berkelanjutan, dengan bertumpu pada nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan prinsip-prinsip Tridaya. Hasil yang diharapkan dari proses pemberdayaan masyarakat adalah tumbuhnya kesadaran kritis masyarakat bahwa persoalan kemiskinan di wilayahnya hanya akan bisa diatasi oleh mereka sendiri, dengan cara; (i) bertumpu pada keswadayaan, kemandirian dan pembangunan berkelanjutan, (ii) pengambilan
keputusan serta tindakan yang lebih adil, lebih jujur dan lebih berpihak pada masyarakat miskin, dan (iii) upaya menggali dan menggalang segenap potensi kepedulian, kerelawanan/keikhlasan, solidaritas dan kesatuan sosial. Prinsip dasar pemberdayaan masyarakat yang harus diyakini oleh semua pihak adalah bahwa proses menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat tidak akan efektif dengan hanya bertumpu atau selalu mengandalkan pendampingan dari pihak luar, baik itu fasilitator, konsultan maupun pemerintah. Terlebih apabila substansi pemberdayaan masyarakat ini terkait erat dengan perubahan perilaku masyarakat. Peran dari pendampingan pihak luar masyarakat hanya sebagai pelengkap dari adanya inisiatif, prakarsa, komitmen, kepedulian, motivasi dan ikhtiar dari masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, tingkat keberhasilan pelaksanaan P2KP di suatu lokasi sasaran sebagian besar sangat tergantung pada kepedulian, komitmen, motivasi dan ikhtiar masyarakat setempat. Melalui cara pandang demikian, masyarakat dapat menempatkan P2KP sebagai sarana proses pembelajaran masyarakat untuk terus melakukan perubahanperubahan ke arah yang lebih baik dan efektif, baik itu menyangkut pola pikir, pola perilaku, pola tindak,dll. Inilah yang menjadi ruh pendekatan membangun masyarakat dari dalam (development from within). Pada sisi lain, bagi para pendamping (fasilitator, konsultan dll), prinsip membangun dari dalam bermakna tegas bahwa proses pendampingan setiap tahapan kegiatan selayaknya tidak boleh dilaksanakan sendiri oleh para pendamping, tetapi justru
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
55
lebih dititikberatkan pada proses pembelajaran masyarakat agar mereka mampu melakukan tahapan kegiatannya sendiri serta dapat menumbuhkan kesadaran kritis terhadap substansi mengapa dan untuk apa suatu kegiatan itu harus dilakukan. a.1.2. Prinsip Kerelawanan (Volunteerisme) Proses pengembangan masyarakat dengan prinsip ‘membangun masyarakat dari dalam’ akan membutuhkan pelopor-pelopor penggerak dari masyarakat sendiri yang mengabdi tanpa pamrih, ikhlas, peduli, adil, jujur dan memiliki komitmen kuat bagi kemajuan masyarakat di wilayahnya. ’Proses membangun dari dalam’ tidak akan terlaksana apabila pelopor-pelopor tersebut merupakan individu atau sekumpulan individu yang hanya memiliki pamrih pribadi dan mementingkan kepentingan pribadi serta golongan/kelompoknya saja. Dengan kata lain, perubahan perilaku masyarakat akan sangat ditentukan relawan-relawan setempat sebagai motor penggerak yang memiliki ’moral’ baik atau diakui kualitas sifat kemanusiaannya, dibandingkan dengan pribadi yang bertumpu pada pengalaman, pendidikan, status sosial, dll. Didasarkan keyakinan inilah, P2KP mendorong seluruh masyarakat agar membuka kesempatan seluas mungkin bagi warga-warganya yang ikhlas, jujur, adil, relawan, peduli dan komitmen untuk membantu dalam melaksanakan seluruh tahapan kegiatan P2KP, sehingga dapat bermanfaat seluruh masyarakat di wilayahnya, khususnya bagi masyarakat miskin.
56
Pedoman Umum
Relawan-relawan yang diusulkan masyarakat tidak menjadi bagian dari struktur KMW ataupun fasilitator, namun akan didampingi khusus melalui proses penguatan kapasitas (capacity building) agar lebih mampu memahami substansi P2KP berikut tahapan-tahapan kegiatannya, baik dengan cara pendampingan oleh fasilitator, on the job training (magang), coaching, praktek, forum koordinasi dan konsultasi, pelatihan kelas, dll. Pengertian relawan-relawan masyarakat dalam P2KP mengandung makna yang cukup luas, antara lain: (i) Relawan-relawan masyarakat dalam P2KP yang terlibat mendalam secara khusus dalam satu atau beberapa tahapan kegiatan P2KP, misalnya Refleksi Kemiskinan, Pemetaan Swadaya, Pembentukan BKM, Perencanaan Partisipatif, dengan menjadi utusan warga atau panitia-panitia dari pelaksanaan tahapan kegiatan dimaksud. (ii) Relawan-relawan masyarakat yang ikut dalam struktur yang dibangun masyarakat untuk melaksanakan P2KP, misalnya Anggota BKM, Pengurus KSM, Panitia Pembangunan Prasarana, Panitia Kegiatan Sosial, dll, serta (iii) Relawan-relawan yang mengikuti seluruh proses pelaksanaan P2KP untuk membantu masyarakat atau bahkan relawan-relawan yang tidak ikut terlibat dalam pelaksanaan maupun organisasi P2KP, namun memberikan kontribusi nyata bagi kelancaran P2KP di kelurahannya.
Relawan-relawan masyarakat memiliki posisi yang sama dan tidak ada perlakuan khusus (privillege). Ciri Utama relawan-relawan masyarakat adalah sama, yakni; Orang-orang atau warga masyarakat setempat yang bersedia mengabdi secara ikhlas dan tanpa pamrih, tidak digaji atau diberikan imbalan, rendah hati, berkorban, diusulkan serta dipilih oleh masyarakat berdasarkan kualitas sifat kemanusiaan atau moralitasnya, dan memiliki kepedulian serta komitmen yang sangat kuat bagi upaya memperbaiki kesejahteraan masyarakat miskin yang ada di sekitarnya maupun bagi upaya kemajuan masyarakat dan kondisi lingkungan permukiman di wilayahnya. Dalam konteks keberlanjutan P2KP, relawanrelawan akan menjadi tulang punggung pelembagaan ‘Komunitas Belajar Kelurahan’.
Agar relawan-relawan masyarakat tersebut mampu menjadi motor penggerak masyarakat dengan melaksanakan tahapan kegiatan P2KP sesuai ketentuan, maka pengabdian mereka akan didukung oleh pendampingan intensif dari tim fasilitator yang ditugaskan di wilayahnya. Bagi Tim fasilitator, relawan-relawan masyarakat harus dipandang sebagai ujung tombak sekaligus kunci yang sangat menentukan berhasil tidaknya masyarakat melakukan proses pembelajaran melembagakan nilai-nilai luhur universal kemanusiaan, prinsipprinsip kemasyarakatan dan Tridaya, dalam rangka terwujudnya kemandirian dan keberlanjutan upaya menanggulangi masalah kemiskinan di wilayah setempat. a.1.3. Prinsip Pertumbuhan Organik & Dinamis (Organic Development) Siklus kegiatan P2KP disiapkan secara sistemik untuk mendorong tumbuhnya ‘kesiapan dan kesadaran kritis masyarakat’ di kelurahan sasaran agar mampu menanggulangi kemiskinan di wilayahnya secara mandiri dan berkelanjutan. Proses penumbuhan kesiapan dan kesadaran kritis masyarakat memang memerlukan waktu, karena
bukan merupakan proses yang dijalankan secara instan (serba cepat, formalitas dan mekanistis). Meskipun demikian, dibutuhkan manajemen pengendalian proses di lapangan secara tepat agar tidak menjadi berlarut-larut dan berteletele, yang pada akhirnya menimbulkan kefrustasian masyarakat. Padahal keterlambatan-keterlambatan atau berlarut-larutnya proses di lapangan pada umumnya terjadi disebabkan adanya kegiatan di masyarakat di lokasi tertentu yang stagnant, vakum, dan terhenti sesaat, karena harus menunggu selesainya aktivitas yang sama di kelurahan lain atau menunggu pelaksanaan kegiatan yang diselenggarakan secara terpusat (mis. pelatihan yang dikoordinir KMW, dll). Oleh karena itu, para pelaku P2KP diharapkan dapat memahami arti penting pertumbuhan organik suatu masyarakat, yakni terselenggaranya rangkaian aktivitas pembelajaran masyarakat di lokasi sasaran dalam pelaksanaan P2KP secara berkesinambungan tanpa adanya kegiatan tambahan, yang disengaja ataupun tidak disengaja, akan menghentikan sementara aktivitas masyarakat di lokasi sasaran itu. Terkait dengan upaya membangun pertumbuhan organik tersebut, P2KP merancang proses pendampingan secara langsung dan intensif oleh Tim fasilitator yang berkedudukan di kecamatan, sehingga tim fasilitator bersama relawan-relawan mampu memfasilitasi masyarakat kelurahan untuk melaksanakan kegiatan P2KP scr berkesinambungan. Kalaupun dirasakan cukup berat untuk menjaga kesinambungan kegiatan di tingkat kelurahan, maka setidaknya kesinambungan tetap terjaga di tingkat kecamatan.
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
57
Oleh karena itu, ketika seluruh atau sebagian besar kelurahan dalam satu kecamatan telah selesai melaksanakan satu siklus kegiatan P2KP, maka dapat segera ditindaklanjuti dengan siklus berikutnya. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar strategi pendampingan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan di P2KP akan bertumpu
pada strategi pelaksanaan kegiatan di tingkat kelurahan dan kecamatan sasaran, yang dikoordinir oleh Tim fasilitator setempat. Gambaran umum mengenai proses pelaksanaan kegiatan pengembangan masyarakat di tingkat kelurahan dapat dilihat pada gambar 4.1. berikut.
Gambar 4.1. SIKLUS KEGIATAN PEMBELAJARAN MASYARAKAT DI TINGKAT KELURAHAN Sosialisasi awal dan Lobby-lobby Kelompok Strategis
Rembug Kesiapan Masyarakat
Refleksi Pronangkis (Review)
FGD Refleksi Kemiskinan
Pemetaan Swadaya
(CSS) Sosialisasi Intensif dan Pendaftaran Relawan Warga Dokumen SPK & PJM/Renta Pronangkis Kelurahan Membangun KSM-KSM
Seleksi PAKET evaluasi kinerja BKM Berdaya
Akhir Tahun ke-1
Keterangan: Urutan/Sikuen Siklus Kegiatan Hubungan Keterkaitan
58
Pedoman Umum
Pembelajaran BLM Tridaya
Tahun ke-2 dan seterusnya Pembentukan BKM FGD Institusi dan Kepemimpinan Moral
Pemilihan AnggotaAnggota BKM
Adapun rangkaian kegiatan-kegiatan pokok komponen pengembangan masyarakat dalam pelaksanaan P2KP secara umum adalah sbb: No
KEGIATAN
13.
Serangkaian lobby-lobby, silaturahmi sosial dan sosialisasi awal kepada perangkat kelurahan & kelompok strategis di tingkat kelurahan.
Penyelenggara: Perangkat ke- Paham gambaran P2KP scr • Tim Fasilitator umum &konsekuensinya lurahan dan kelompok strategis menunjukkan surat Kesepakatan rencana melak- tugas dari KMW dan Peserta: Perangkat kelurahan, sanakan Rembug Kesiapan tokoh formal dan tokoh informal Pemda setempat Masyarakat utk menyatakan • Dilakukan di bulan keyang berpengaruh, kelompok kesediaan atau ketidaksedia- 1 pada minggu ke-1 strategis/peduli setempat. an masyarakat setempat Fasilitator: Perangkat kelurahan stlh mobilisasi berpartisipasi dlm P2KP & Fasilitator ·
14.
Rembug warga tingkat desa/ kelurahan untuk menyatakan kesiapan warga melaksanakan P2KP sesuai proses dan ketentuan P2KP.
Warga masy. miskin, perangPenyelenggara: Lurah/Kades. kat kelurahan, RW & tokoh Peserta: Ketua RW, RT, Dusun, masyarakat paham gambarTokoh Masyarakat, perwakilan an umum konsep & proses organisasi masyarakat, dan kegiatan P2KP warga miskin setempat. Fasilitator: Perangkat kelurahan Kesepakatan bersama untuk menyatakan kesiapan atau & Fasilitator menolak melaksanakan P2KP. Perangkat kelurahan, warga miskin & Tokoh Masy. secara bersama mengajukan Surat permintaan bantuan teknik ke KMW & Bappekot.
Sosialisasi intensif substansi P2KP sbg proses pembelajaran serta pelembagaan prinsip & nilai di P2KP serta Sosialisasi peran strategis relawanrelawan masyarakat dlm penanggulangan kemiskinan, dan ditindaklanjuti dengan pendaftaran relawan-relawan warga sebagai Anggota Tim refleksi kemiskinan
Tumbuhnya pemahaman & Penyelenggara: Lurah/ Kades · • Dilakukan melalui kesadaran kritis warga ttg & RW/RT rembug-rembug substansi P2KP sbg proses Peserta: Representasi Segenap warga, baik dari pembelajaran & pelembagaan tingkat RW/dusun masyarakat kelurahan sasaran, prinsip serta nilai universal terutama warga miskin hingga kelurahan Warga paham arti penting Fasilitator: Perangkat • Mulai dilakukan di kerelawanan dlm mendorong kelurahan, relawan-relawan Minggu ke-2 Bulan ketumbuh berkembangnya kedan Fasilitator 1 s/d minggu ke-2 satuan & solidaritas sosial, Bulan ke-2 setelah kepedulian bersama serta fasilitator dimobilisasi. kemandirian & keswadayaan • Secara prinsip, utk menanggulangi masalah sosialisasi intensif kemiskinan di wilayahnya P2KP sbg proses Warga memahami hakekat pembelajaran dan relawan-relawan masyarapelembagaan nilai-nilai kat berdasarkan perbuatan kemanusiaan, prinsipbaik seseorang dan yang prinsip kemasyarakamemiliki dianggap paling tan dan prinsip-prinsip ikhlas, jujur, dapat dipercaya, pembangunan berkedan komitmen yang tinggi utk lanjutan harus tetap membantu warga miskin. terus menerus berja• Terdaftarnya relawan2 se- lan selama masa tempat yang akan membantu proyek P2KP berlangmasyarakat melaksanakan sung di kelurahan kegiatan P2KP, dimulai dgn sasaran FGD Refleksi Kemiskinan.
15.
PELAKU
HASIL
KETERANGAN
•
•
Tim Fasilitator memfasilitasi perangkat kelurahan dalam proses rembug warga tkt Desa/ Kelurahan Dilakukan di bulan ke1 pada minggu ke-1 hingga ke-2 stlh mobilisasi
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
59
No
KEGIATAN
16. Focussed Group Discussion (FGD) Refleksi Kemiskinan guna mendorong masyarakat mampu merefleksi masalah kemiskinan di wilayahnya dan terutama menumbuhkan kesadaran kritis warga bahwa akar persoalan kemiskinan berkaitan erat dengan lunturnya nilai-nilai universal kemanusiaan (aspek moral), prinsip kemasyarakatan (Aspek Good governance), dan pembangunan berkelanjutan (Aspek Tridaya).
PELAKU Pelaksana: Perangkat kelurahan & Relawan masyarakat (Tim refleksi Kemiskinan) Peserta: sebanyak mungkin warga Fasilitator : Tim Fasilitator
HASIL Tumbuhnya kesadaran
•
•
•
•
17.
60
Pelaksanaan kegiatan Pemetaan Swadaya (CSS/Community Self Survey) oleh Tim Pemetaan Swa-daya yang merupakan relawan-relawan dan perangkat kelurahan setempat, melalui serangkaian kegiatan analisis sosial dan rembug-rembug warga masyarakat
Pedoman Umum
Pelaksana: Relawan-relawan masyarakat (tim Pemetaan Swadaya) dan perangkat kelurahan setempat Peserta: Masyarakat Fasilitator : Fasilitator & Lurah/ kades
kritis masyarakat bahwa akar persoalan kemiskinan karena lunturnya nilai-nilai luhur kemanusiaan, prinsip kemasyarakatan & prinsip pembangunan berkelanjutn Tumbuhnya Kesadaran warga bahwa upaya penanggulangan kemiskinan harus dimulai dari diri sendiri melalui perubahan mental & perilaku kolektif Kesepakatan langkahlangkah utk menanggulangi masalah kemiskinan secara bersama melalui proses penumbuhkembangan nilai & prinsip di P2KP Tumbuhnya kepedulian dan kesatuan warga melalui proses remug-rembug warga yang melibatkan segenap lapisan masyarakat, baik warga miskin dan kaya, warga peduli, dll utk bersama-sama membahas persoalan kemiskinan yang ada di wilayahnya Tergalinya aspirasi & harapan warga miskin serta kelompok marjinal mengenai persoalan kemiskinan dan upaya penanggulangannya
KETERANGAN Sebelum FGD, perlu
•
•
•
dilakukan coaching oleh tim fasilitator kepada Tim Refleksi Ke-miskinan/ Relawan-relawan & perangkat kelurahan Mulai dilaksanakan Minggu ke-2 bulan ke-2 s/d minggu ke-2 Bulan ke-3 stlh tim fasilitator dimobilisasi di lapangan FGD-FGD dilaku-kan mulai dari tingkat kelompok masyarakat marjinal dan tkt akar rumput (RT atau RW). Hasil FGD menjadi bahan pembahasan rembug warga di tkt dusun & kelurahan/ desa
• Tim Fasilitator melakukan coaching subsyarakat thdp kondisi realistansi, teknik, dan tas yg ada saat ini & memproses pemetaan bangun kesepakatan kondiswadaya kpd Tim si ideal yang akan dicapai Pemetaan • Pelaksanaan pemetaan • Dapat menggunakan swadaya menyepakati: tehnik-tehnik PRA/ − Penyebab kemiskinan di tehnik participatory wilayahnya, peta kemiskiassessment lain nan, kriteria kemiskinan, • Mulai dilakukan profil keluarga mis-kin, dll. Minggu ke-2 bulan (Untuk menetapkan kriteria ke-3 s/d minggu ke-2 & daftar ke-luarga miskin ) Bulan ke-4 stlh tim -Peta, profil persoalan dan fasilitator dimobilisasi potensi setempat (ekonodi lapangan mi, sosial, SDM, lingkungn, prasarana permukiman, dll) • Tim pemetaan membahas dahulu - Peta dan profil lembaga hasil refleksi yg ada (potensi & kendala) kemiskinan untuk menangani P2KP. -Peta & profil “kebutuhan riil masyarakat” • Tumbuhnya kesadaran ma-
No 18.
KEGIATAN Serangkaian FGD Refleksi Kepemimpinan moral dan rembug warga masyarakat untuk menentukan lembaga masyarakat yang akan menangani P2KP sebagai Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), dgn pilihan: memampukan dan merevitalisasi lembaga yg ada ataukah membentuk/ membangun lembaga baru
PELAKU
HASIL
• Tumbuh kesadaran kritis dan • Pelaksana: Relawan-relawan Kesepakatan ttg kriteria sebagai Tim Panitia Pembentukan lembaga masyarakat yang BKM dan perangkat kelurahan benar-benar mencerminkan Peserta: Seluruh Warga kedaulatan rakyat dan kepemasyarakat Fasilitator : Tim Fasilitator & Lurah/ mimpinan moral (relawan, inklusif, kepemimpinan kolek- • Kades tif, partisipatif, akuntabel, aspiratif & mengakar) • Kesepakatan masyarakat merevitalisasi lembaga yang ada atau membentuk lembaga baru sbg “BKM” yang diberi mandat mengendalikan penanganan P2KP serta • pembangunan wilayahnya. • Rumusan kriteria anggota BKM berdasarkan kualitas sifat kemanusiaan (moral) • dan sistem pemilihan tanpa calon, tanpa kampanye, tertulis & rahasia dpt disepakati. • Terpilih 9 sampai 13 anggota BKM sebagai lembaga kepemimpinan kolektif masyarakat dgn proses dan ketentuan sesuai pedoman P2KP • AD/ART BKM tlh dibahas dan disepakati terlebih dahulu oleh masyarakat melalui rembug-rembug warga
KETERANGAN Pedoman pembentukan BKM (Pedoman & contoh AD/ ART BKM sbg referensi, serta Pedoman pemilihan anggota BKM dll disiapkan KMP) Tim Fasilitator harus melakukan FGD Refleksi Kepemimpinan berbasis Moral pd rembugrembug warga tkt RT/ RW hingga kelurahan tentang Kriteria & pemilihan Anggota BKM. peserta rembug melibatkan masyarakat miskin, perempuan dan klmpk marjinal lainnya Mulai dilaksanakan pada minggu ke-2 Bulan ke-4 s/d akhir bulan ke-5 setelah Tim Fasilitator mobilisasi di lokasi sasaran
19.
Pelaksanaan Kegiatan Perencanaan Partisipatif untuk Menyusun Dokumen Strategi Penanggula-ngan kemiskinan Kelurahan dan Program Jangka Menengah (PJM) serta Program Tahunan Penanggulangan Kemiskinan oleh Masyarakat setempat (PJM Pronangkis dan Program Tahunan)
Pelaksana : BKM, Tim Pemetaan Swadaya, Relawan Masyarakat dan perangkat kelurahan Peserta : Representasi warga masyarakat desa/kelurahan, warga miskin (Para KS& KS1) perangkat kelurahan, kelompok/ orang-orang peduli setempat Fasilitator : Tim Fasilitator & Lurah/Kades
Dokumen SPK Kelurahan: • Visi, Misi dan Strategi Penanggulangan kemiskinan di Kelurahan setempat PJM Pronangkis (3 thn): • • Indikasi program jangka menengah penang-gulangan kemiskinan setempat Program Tahunan (1 thn): • Rumusan jenis kegiatan yg akan dilaksanakan tahun 1 • · Klasifikasi & kesepakatan rencana kegiatan dengan sumber dananya: -Swadaya murni warga -Stimulan P2KP -APBD (Pemkot/kab) -Chanelling program lainnya
20.
Pembangunan KSM/ Panitia dan/atau pemanfaatan kelompok masyarakat yang ada sebagai KSM/Panitia untuk pelaksanaan kegiatan P2KP.
Pelaksana: BKM & UP-UP Peserta: Masyarakat miskin dan kelompok/ orang-orang peduli setempat Fasilitator: Relawan-relawan masyarakat
• Tumbuh kesadaran kritis ttg · Rintisan kegiatan mengapa, untuk apa dan bagaimana berkelompok • KSM dibangun atas dasar kepentingan dan kebutuhan bersama •· BKM & relawan dpt memfasilitasi pembenttukan KSM yg sesuai koridor P2KP ·
Lihat Pedoman teknis tentang pembuatan Dokumen SPK dan PJM Pronangkis Tim Fasilitator melakukan coaching Perencanaan partisipatif bagi BKM, relawan & perangkat kelurahan sblm pelaksanaan Dilakukan pada Bulan ke-6 stlh tim fasilitator dimobilisasi
dapat dimulai stlh hasil pemetaan swadaya dan difasilitasi intensif pada bulan ke-7 hingga seterusnya secara berkelanjutan sesuai dinamika masyarakat setempat
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
61
a.2. Pengembangan kapasitas untuk mengedepankan peran Pemerintah Daerah Beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dan dilaksanakan sungguh-sungguh oleh para pelaku P2KP dalam mengedepankan peran Pemerintah daerah, antara lain sbb: a.2.1. Mengedepankan Peran Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Kegiatan P2KP Implementasi P2KP diharapkan tidak dilaksanakan dengan pendekatan proyek (Project Oriented), dimana segala sesuatu dan seluruh tahapan pelaksanaan kegiatan P2KP hanya dijalankan institusiinstitusi proyek semata, terutama Konsultan, sedangkan masyarakat dan pemerintah daerah ditempatkan sebagai obyek sasaran dari pekerjaan yang dilaksanakan konsultan. Padahal keberadaan konsultan dan fasilitator P2KP bukan berperan sebagai ‘pelaksana’ P2KP, tetapi justru lebih berperan sebagai ‘pendamping dan fasilitator’ untuk memampukan peran serta kapasitas masyarakat dan pemerintah daerah agar mereka mampu melaksanakan kegiatan P2KP di wilayahnya secara tepat, benar, sesuai substansi konsep dan mekanisme pelaksanaan P2KP serta berlandaskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip universal P2KP. Melalui peran pemerintah daerah yang lebih aktif dan intensif sebagai pelaksana P2KP, maka akan lebih mendorong proses pembelajaran bagi pemerintah daerah dalam hal memahami pendekatan, substansi konsep dan proses pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dengan pola P2KP, sekaligus juga menjadi sarana bagi upaya membangun proses kemitraan sinergi upaya penanggulangan 62
Pedoman Umum
kemiskinan antara masyarakat serta pemerintah daerah sesuai prinsip dan nilai di P2KP. Termasuk juga mendudukan cara pandang terhadap proses kegiatan program P2KP sebagai alat untuk “mencari” pola yang disepakati semua stekholders setempat yang akan dipakai dalam penanganan tahap selanjutnya, yakni pasca proyek P2KP. Pentingnya mengedepankan peran pemerintah daerah dalam pelaksanaan P2KP di wilayahnya merupakan faktor yang sangat signifikan bagi upaya membangun kemandirian dan keberlanjutan P2KP, melalui replikasi pasca proyek P2KP.
a.2.2. Membangun dan Memfungsikan KPK-Daerah Kunci utama upaya penanggulangan kemiskinan dan pembangunan tingkat kota/kabupaten ialah terbangun serta melembaganya jaringan komunikasi, koordinasi dan kerjasama antara ketiga pilar pembangunan setempat, yakni pemerintah kota/kabupaten, masyarakat dan kelompok peduli (LSM, Swasta, Perguruan Tinggi, Ulama, Pers, dll). Salah satu upaya strategis yang dapat mendorong pada terwujudnya forum para pihak di tingkat kota/ kabupaten tersebut adalah dengan mendorong proses penguatan serta peningkatan kapasitas peran dan fungsi dari Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPK-D). Untuk itu, KPK-D selain didorong untuk mampu mengapresiasi dan mengakomodasi aspirasi serta prakarsa masyarakat dalam rangka terciptanya pola pembangunan partisipatif di wilayahnya (participatory development), juga diharapkan mampu merumuskan dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan (SPK) dan Pronangkis kota di wilayahnya secara transparan,
partisipatif, demokratis dan akuntabel sebagai landasan kebijakan maupun kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya. Kedudukan, peran & fungsi KPK-D seperti tersebut hanya dapat dicapai apabila KPK benar-benar mengakar, terbuka, berpihak pada masyarakat miskin (Pro Poor) dan dikelola dengan menerapkan prinsip pengelolaan pelayanan publik yang baik (Good Governance). Tidak mungkin KPK-D mampu mengakar dan diakui memiliki peran dan fungsi yang memadai apabila KPK-D dimaksud tidak lebih hanya merupakan forum yang tidak inklusif, instan, formalitas, birokratis, administratis serta mekanistis. Oleh karena itu, perlu didorong agar proses pembentukan maupun proses kerja KPK-D dapat benarbenar dilandasi nilai-nilai universal kemanusiaan serta prinsip-prinsip universal kemasyarakatan. a.2.3. KPK-D sebagai penggerak Komunitas Belajar Perkotaan (KBP) Proses membangun, memperkuat, dan menumbuhkembangkan KPK-D secara organik dengan dilandasi ‘kebutuhan serta kepentingan bersama’ semua pihak di wilayah masing-masing, dapat diwujudkan dengan memperkuat peran serta fungsi KPK-D sebagai pusat pembelajaran (learning center) masalah-masalah kemiskinan dan penanggulangannya. Sehingga salah satu peran KPK-D yang perlu didorong, selain merumuskan dokumen SPK-D dan Pronangkis Kota/kabupaten, adalah sebagai motor penggerak KBP.
dan terlibat secara langsung dengan proses-proses pembelajaran prinsip dan nilai di P2KP serta penumbuhan kesadaran kritis masyarakat yang berlangsung di tingkat kelurahan, Kajian lapang, refleksi kebijakan, kunjungan lapang, dialog dengan masyarakat, pemutaran VCD dll. Keseluruhan kajian KBP tersebut disampaikan ke KPK-D sebagai bahan pertimbangan. Harapannya adalah agar KPK-D di samping mampu merumuskan strategi dan masukan kebijakan sesuai aspirasi, masukan serta kebutuhan masyarakat di wilayahnya, juga dapat menumbuhkembangkan nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan tridaya dalam skala yang lebih luas, yakni di tingkat kota/ kabupaten, sehingga dokumen strategi, kebijakan penanggulangan kemiskinan di tkt kota/ kabupaten maupun perencanaan dan penganggaran pemerintah kota/kabupaten dapat dilandasi prinsip dan nilai-nilai universal di P2KP. Pelaksanaan strategi pendampingan untuk mengedepankan peran pemerintah daerah dan penguatan KPK-D setempat akan difasilitasi KMW, khususnya Koordinator Kota, dan berlangsung paralel dengan kegiatan pengembangan masyarakat yang difasilitasi Tim Fasilitator. Gambaran umum mengenai proses pelaksanaan kegiatan pengembangan kapasitas pemerintah daerah dan KPK-D dapat dilihat di gambar 4.2. berikut ini.
Melalui P2KP, peran serta fungsi learning center KPK-D secara konkret akan dilakukan dengan mendorong KBP untuk memantau
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
63
Gambar 4.2. SIKLUS KEGIATAN PENGUATAN KPK-D DAN PENYUSUNAN SPK-D DI TINGKAT KOTA/KABUPATEN
Seleksi PAKET: evaluasi Kinerja KPK-D dan SPK-D Silaturahmi sosial ke Walikota/Bupati & Lobby-lobby Kelompok Strategis (DPRD, Dinas, Klpk Peduli, dll)
Pelatihan Dasar KPKD/ TKPP & PJOK
Review Program dan Penganggaran Pemkot/kab yg berpihak pada masy.miskin
Proses belajar Dari Lapangan KBP (Pembelajaran Lapangan Tematik): Kunjungan lapang Diskusi Refleksi VCD-VCD Lokakarya Wawancara, dll
Lokakarya Orientasi P2KP Tkt.Kota/kab
Analisis Sosial Kemiskinan Kota Membangun Relawan Kota/Kab
Serangkaian FGD Refleksi Kemiskinan Kota
Serangkaian Rembug Kota untuk Pemetaan Kemiskinan Kota secara Partisipatif
Lokakarya Orientasi P2KP Tkt.Kecamatan
Sosialisasi Tkt Kelurahan/Desa
Penyusunan /review Dokumen SPKKota/Kab.
Penyusunan Program Kemiskinan Kota/Kab. yg berpihak pada masy.miskin dan berbasis PJM Pronangkis
Keterangan: Urutan/Sikuen Siklus Kegiatan Hubungan Keterkaitan
64
Pedoman Umum
Penguatan Kelembagaan dan Reorientasi KPK-Kota/kab
Beberapa kegiatan pokok dari kegiatan mengedepankan peran pemerintah daerah, adalah sbb: No
KEGIATAN
PELAKU
HASIL • Para pihak kota/kab paham
21.
Sosialisasi intensif P2KP dan membangun serta mengembangkan Komunitas Belajar Perkotaan (KBP) yang mendorong proses berlajar dari Lapangan seta kajian reflektif tentang penerapan prinsip & nilainilai universal dll kepada para pihak terkait tkt kota/ kab, melalui serangkaian FGD, pe-mutaran VCDVCD P2KP, belajar dari lapangan, forum diskusi reflektif, lokakarya, sarasehan, dan kegiatan lain yang mendukung
Pelaksana: Pemkot/ kab bersama KMW Peserta: Aparat Pemkot/kab, DPRD, Dinas-dinas/ Instansi, camat, Kelompok Peduli (LSM, swasta, Pers, Perguruan tinggi, dll), para pihak lainnya. Fasilitator : KPK-D dan KMW
22.
Membangun Relawan Kemiskinan Tingkat Kota berdasarkan intensitas keterlibatan dan peran aktif dalam KBP, dan serangkaian FGD atau rembug kota tentang kemiskinan dan pembangungan kota/ kabupaten
Pelaksana: Pemkot/ kabupaten. ·• Pemda dan para-pihak di tkt. Peserta: Pemkot/kab, DPRD, kota/kab. paham dan sadar Dinas-dinas/ Instansi, camat, arti strategis kerelawanan Kelompok Peduli (LSM, swasta, dlm penanggulangan kemisPers, Perguruan tinggi, dll), para kinan scr komprehensive pihak terkait lainnya. • Pemda dan para-pihak tkt. Fasilitator : KMW, KPK-D & kota/kab. mendorong serta Pemkot/kab membuka peluang orangorang peduli (sesuai kriteria perbuatan baik dan kualitas sifat kemanusiaan) menjadi relawan-relawan utk memperjuangkan penanggulangan kemiskinan setempat · Pelaksana: Relawan-relawan • Tumbuhnya kesadaran & kota dan Pemkot/kab. kesepakatan semua pihak di Peserta: Pemkot/kab, DPRD, tkt. Kota/kab bahwa akar Dinas-dinas/ Instansi, camat, persoalan kemiskinan strukKelompok Peduli (LSM, swasta, tural, kultural & multidimensi Pers, Perguruan tinggi, dll), para disebabkan lunturnya nilaipihak lainnya. nilai kemanusiaan, prinsip Fasilitator : KMW, KPK-D & kemasyarakatan & pembaPemkot/kab ngunan berkelanjutan. • Perumusan aspirasi & harapan warga miskin serta kelompok marjinal (hasil masukan refleksi kemiskinan seluruh kelurahan) & profil kemiskinan di kota/kab. (Kuantitas, karakteristik, jangkauan pelayanan & tkt kemanfaatan program kemiskinan Pemkot/ kab, dll ) • Kesepakatan penerapan kebijakan & strategi pro poor berbasis nilai-nilai kemanusiaan (moral), Good Governance & TRIDAYA sebagai pondasi pelaksanaan P2KP & penguatan peran KPK di masing-masing kota/kab.
23.
Refleksi Kemiskinan Tingkat Kota/ Kab. melalui serangkaian FGD & Lokakarya Refleksi di tkt kota/kab. berdasarkan masukan hasil-hasil refleksi kemiskinan di tingkat kelurahan
substansi P2KP sbg upaya penanggulangan kemiskinan kota melalui penerapan nilainilai kemanusiaan, prinsipprinsip kemasyarakatan, & pembangunan berkelanjutan • Dukungan penuh serta komitment berpartisipasi aktif dlm pelaksanaan KBP di masing-masing kota/kab.
KETERANGAN Di Kota/Kab Dilakukan mulai pada Bulan ke-2 stlh KMW dimobiisasi dan seterusnya scr berkesinam-bungan selama masa proyek P2KP
• Dilakukan pada Bulan ke-3 hingga ke-4 stlh KMW dimobiisasi dan berkesinambungan selama masa P2KP
• Pemda & KMW mendorong para-pihak terkait kota/ kab utk memantau & terlibat dgn FGD kerelawanan yang dilakukan di tk kelurahan
•Di Kota/Kab •Dilakukan pada Bulan ke 5 stlh KMW dimobilisasi atau bersamaan dgn FGD refleksi Kemiskinan di tkt kelurahan •KPK-D & relawan kota memantau, belajar & terlibat dlm proses FGDFGD Refleksi Kemiskinan tkt. kelurahan •KMP & KMW menyusun Pedoman Pelak-sanaan refleksi kemiskinan
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
65
No
KEGIATAN
24. Pemetaan Swadaya tkt. Kota/kabupaten melalui serangkaian FGD dan rembug kota membahas dan menyepakati Peta Masalah, Potensi dan Kebutuhan dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kota/Kab. setempat berdasarkan masukan hasilhasil pemetaan swadaya di tingkat kelurahan
PELAKU
HASIL
Pelaksana: relawan-relawan kota dan Pemkot/kab. Peserta: Pemkot/kab, DPRD, Dinas-dinas/ Instansi, camat, Kelompok Peduli (LSM, swasta, Pers, Perguruan tinggi, dll), para pihak lainnya. Fasilitator : KMW, KPK-D & Pemkot/kab
• Tumbuhnya kesadaran &
pemahaman substansi serta proses pemetaan kemiskinan melalui pembelajaran pelaksanaan pemetaan swadaya di tkt kelurahan & coaching teknik pemetaan kemiskinan oleh KMW • Disepakatinya peta kemiskinan kota/kab. (Peta masalah, potensi dan kebutuhan riil penanggulangan kemiskinan kota/kab) dengan mempertimbangkan hasilhasil pemetaan swadaya dari seluruh kelurahan yang ada di wilayahnya. · • Pemda dan para-pihak di tkt. 25. Membangun/ MengokohPelaksana: Pemkot/ kab. & kota/kab menyepakati kritekan KPK-Kota/ Kab. melalui relawan kota. Peserta: Pemkot/ ria & Profil peran KPK yg serangkaian FGD dan kab, DPRD, Dinas-dinas/ Instansi, diharapkan sbg pusat pemrembug kota berdasarkan camat, Ke-lompok Peduli (LSM, belajaran dalam strategi dan proses pembelajaran FGD swasta, Pers, Pergu-ruan tinggi, masukan kebijakan penangkepemimpinan moral dan dll), relawan kota, para pihak gulangan kemiskinan ‘konsep’ pembentukan lainnya.Fasilitator : KMW dan • ·Disepakati & terpilihnya BKM Pemkot/kab anggota KPK sesuai kriteria kerelawanan dan kualitas sifat kemanusiaan serta mekanisme pemilihan langsung, tertulis, rahasia, tanpa pencalonan dan tanpa kampanye • ·Kesepakatan pembentukan KPK-Kota/ Kab. scr inklusif, partisipatif, organik, transparan, demokratis bagi wilayah-wilayah yg belum ada KPK atau revitalisasi & restrukturisasi KPK-Kota/ Kab. bagi wilayah yg telah membentuk KPK. • Penerbitan SK Walikota/ Bupati tentang pembentukan atau Revitalisasi & restrukturisasi KPK di wilayahnya • Meningkatnya kesadaran kritis KPK-D & relawan kota ttg upaya penanggulangan kemiskinan berbasis nilai dan prinsip melalui pelatihan da-sar substansi & proses P2KP bagi KPK-D & relawan kota
66
Pedoman Umum
KETERANGAN •Di Kota/Kab •Dilakukan pada Bulan ke 6 stlh KMW dimobilisasi atau bersamaan/ setelah pelaksanaan pemetaan swadaya di tkt kelurahan • KPK-D & relawan kota memantau & terlibat dlm proses FGD Refleksi Kemiskinan tkt. kelurahan
•Di Kota/Kab •Dilakukan pada Bulan ke 7-8 stlh KMW dimobiisasi •Pemda & KMW mendorong para-pihak kota/kab utk memantau, belajar & menerapkan proses, sistem & prinsip pembentukan lembaga masyarakat (BKM) di tkt kelurahan. •KMP & KMW menyiapkan panduan FGD kepemimpinan moral & Pedoman KPK (sesuai Keppres & SK Menko Kesra) •KMP & KMW menyiapkan modul & GBPP pelatihan dasar P2KP bagi KPK-D & relawan kota jauh sebelumnya. Pelatihan dilaksanakan pada Minggu akhir bulan ke-8 atau segera setelah KPK-D terbentuk
No 26.
27.
28.
KEGIATAN
PELAKU
HASIL
Penyusunan/Review Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan di tkt Kota/ Kab. secara Partisipatif, demokratis, transparan, akuntabel, & berbasis kebutuhan masyarakat melalui serangkaian rembug para pihak di tkt. Kota/ kabupaten
Pelaksana: KPK-D & relawan• Tumbuhnya kesadaran & relawan kota. pemahaman substansi Peserta: Pemkot/kab, DPRD, serta proses PJM ProDinas-dinas/ Instansi, camat, Kenangkis melalui pembelajalompok Peduli (LSM, swasta, ran pelaksanaan perencaPers, Perguruan tinggi, dll), naan partisipatif menyusun Relawan-Relawan Masyarakat Pronangkis & coaching kelurahan, BKM (bila telah teknik perencanaan terbentuk) & para pihak lainnya. partisipatif oleh KMW Fasilitator : KMW dan Pemkot/ • ·Disepakati dan tersusunkab nya Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan (SPK) kota/kab. yg mencerminkan keberpihakan pd warga miskin & kelompok marjinal (pro poor), Pelayanan Publik yg baik (Good Governance) serta nilai-nilai kemanusiaan • Kesepakatan Keterpaduan Pronangkis masyarakat dgn Program Penanggulangan Kemiskinan Kota/Kab sebagai Penjabaran SPK-D ·
Penyusunan Program Penanggulangan Kemiskinan (Pronangkis) tkt Kota/Kab yang pro poor dan berbasis PJM Pronangkis masyarakat untuk mendorong program-program dan anggaran pemerintah daerah yang lebih berpihak pada masy. Miskin.
Pelaksana: KPK-D & relawanrelawan kota. Peserta: Pemkot/kab, DPRD, Dinas-dinas/ Instansi, & para pihak lainnya. Fasilitator : KMW & Pemkot/kab.
Review program serta APBD Pemda yang berpihak pada masyarakat miskin oleh pemerintah kota/Kab
Pelaksana: Pemkot/ Kabupaten. Peserta: Pemkot/kab & KPK setempat Fasilitator : KPK dan relawan kota
• Tumbuhnya kesadaran &
KETERANGAN •Di Kota/Kab •Dilakukan pd Bln ke-9 & 10 stlh KMW dimobilisasi atau setelah dimulai pelaksanaan perencanaan partisipatif penyusunan PJM & renta Pronangkis di tkt kelurahan •KPK-D & relawan kota memantau & terlibat dlm proses penyusunan PJM & Renta Pronangkis masyarakat
•Di Kota/Kab •Dilakukan pada Bulan
paham substansi program dan anggaran pemkot/kab yang lebih berpihak pada masyarakat miskin • ·Disepakati dan tersusunnya APBD yg mencerminkan keberpihakan pada warga miskin & kelompok marjinal (pro poor)
ke 11 & 12 stlh KMW dimobiisasi •KPK-D & relawan kota memantau & terlibat dlm proses penyusunan program dan APBD kota/kab
· Program-program dan APBD Kota/Kabupaten benar-benar dilaksanakan sesuai dengan orientasi keberpihakan pada masyarakat miskin · Meningkatnya manfaat program dan APBD kota/ kabupaten bagi masyarakat miskin
Di Kota/Kab Mulai Dilakukan pada Bulan ke-13 setelah KMW dimobiisasi atau setelah pemkot/ kab menyusun program & APBD tahun berjalan yang telah disepakati dan berpihak pada masyarakat miskin
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
67
b) Pelaksanaan Komponen Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) Sebagaimana dijelaskan di awal, P2KP bukan sekedar merupakan proyek bagi-bagi uang ke masyarakat. Kedudukan dana bantuan P2KP hanyalah sebagai “pelengkap atau stimulus” dari kesiapan, keswadayaan, dan kemandirian masyarakat itu sendiri. Demikian pula halnya dengan komponen dana bantuan langsung masyarakat (BLM), pada hakekatnya merupakan bentuk dukungan P2KP untuk melengkapi dan sekaligus sebagai stimulans kepada masyarakat di lokasi sasaran P2KP yang secara sungguh-sungguh telah memperlihatkan kesiapan, keswadayaan, kemandirian dan kerja keras untuk menggalang segenap potensi sumber daya yang dimilikinya dalam upaya menanggulangi masalah kemiskinan yang ada di wilayahnya. Sebaliknya, komponen dana BLM tidak akan dilaksanakan apabila kondisi masyarakat di kelurahan sasaran itu sendiri ternyata terbukti tidak mencerminkan kesiapan, keswadayaan dan kemandirian. Hal ini dimaksudkan sebagai proses pembelajaran kepada masyarakat untuk tidak tergantung pada bantuan pihak luar, tetapi harus mampu bertumpu pada kemandirian dan potensi sumberdaya yang mereka miliki sendiri sebelum kemudian masyarakat dapat mengakses berbagai peluang sumber daya di luar (chanelling programme). Nuansa pembelajaran masyarakat dalam pelaksanaan komponen dana BLM juga tercermin pada pemanfaatan dana bantuan P2KP oleh masyarakat secara efektif, efesien, berpihak pada masyarakat miskin atau marjinal (pro poor) serta sistematis, yakni dengan ketentuan bahwa penggunaannya harus mengacu pada PJM serta renta Pronangkis yang disepakati seluruh masyarakat. Sehingga masyarakat akan benar-benar bertanggungjawab (moral, hukum dan materiil) untuk
68
Pedoman Umum
mengelola dana P2KP hanya bagi kepentingan perbaikan kesejahteraan masyarakat miskin/marjinal. Dalam pemanfaatan stimulan dana BLM, masyarakat diharapkan dapat melaksanakan secara sungguh-sungguh proses pembelajaran dengan mempertimbangkan serta menerapkan secara nyata keseimbangan aspek-aspek Tridaya (lingkungan, sosial dan ekonomi) sesuai kondisi, kebutuhan serta kemampuan masing-masing. Pembelajaran dalam hal ini lebih dititikberatkan pada upaya memberi kesempatan masyarakat belajar menangani berbagai aspek persoalan yang ada dan menumbuhkan kesadaran kritis bahwa kebutuhan untuk penanggulangan kemiskinan tidak hanya kebutuhan modal kredit atau ekonomi semata, melainkan juga kebutuhan yang berkaitan dengan lingkungan perumahan dan permukiman, sosial serta ekonomi. P2KP memang tidak menentukan proporsi prosentase masing-masing aspek sesuai dengan asas “Open Menu”, tetapi masyarakat perlu menyadari bahwa tidak mungkin kebutuhan orang miskin hanya satu aspek semata dan mengabaikan aspek lainnya.
Proses pembelajaran masyarakat lainnya dalam pelaksanaan dana BLM P2KP ini adalah menumbuhkembangkan dan melembagakan solidaritas serta kesatuan sosial. Hal ini diwujudkan dengan prinsip bahwa dana BLM tidak dapat diakses oleh individu, melainkan melalui kelompok, baik panitia yang bersifat temporer maupun KSM yang lebih bersifat permanen. Ketentuan pemanfaatan oleh kelompok ini berlaku pada seluruh jenis kegiatan yang akan dilaksanakan, baik kegiatan prasaran lingkungan perumahan dan permukiman, santunan sosial maupun pengembangan usaha ekonomi masyarakat dan peningkatan kapasitas institusi masyarakat. Pada akhirnya, sebagaimana konsep dasar serta strategi pelaksanaan P2KP, maka masyarakat dalam pengelolaan dana BLM ini juga diharapkan mampu mengimplementasikan secara nyata proses pembelajaran dalam hal penerapan nilai-nilai universal kemanusiaan serta prinsip-prinsip universal kemasyarakatan dan pembangunan berkelanjutan. Ketiga nilai-nilai yang melandasi pelaksanaan P2KP di tiap komponen maupun tahapan
kegiatan, diyakini akan mampu mendorong proses transformasi sosial masyarakat kelurahan sasaran ke arah yang lebih baik, lebih jujur, lebih berpihak pada masyarakat miskin, lebih transparan dan akuntabel, lebih adil, lebih partisipatif dan lebih No 29.
30.
31.
KEGIATAN
memiliki peluang untuk konribusi nyata dalam memperbaiki kesejahteraan masyarakat miskin di wilayahnya, Adapun kegiatan-kegiatan pokok komponen dana BLM secara umum adalah sbb:
PELAKU
HASIL • Seluruh para pihak yg ter-
Pelaksana: KMW Coaching Administrasi Pencairan dana BLM P2KP Pelaku: KPKN, PJOK, BKM & Relawan Masy. oleh KMW Fasilitator: KMW
kait dalam proses administrasi pencairan dana BLM P2KP ke masyarakat memiliki persepsi serta pemahaman yang sama. • Dana BLM Tridaya dapat dicairkan ke masyarakat secara mudah, transparan, dan akuntabel. • Administrasi pencairan dan pelaporan penyaluran dana BLM Tridaya tertata baik dan mudah.
Pengajuan pencairan BLM Pelaksana : BKM Fasilitator : KMW/Tim Fasilitator tahap I ke PJOK
Permintaan pencairan dana oleh BKM ke PJOK dilampiri PJM dan rencana tahunan Pronangkis
Pencairan dana BLM thp I Pelaksana: KPKN ke rekening BKM dan pe- Fasilitator: KMW & PJOK manfaatan-nya untuk kegiatan yang bersifat kolektif/kepentingan umum
Dana BLM Tahap I tersedia di rekening BKM
KETERANGAN •Maximal bln ke-6 stlh fasilitator mobilisasi, atau segera mungkin stlh terbit SE BLM P2KP oleh DJA Dept.Keu. •Sangat diharapkan adanya forum koordinasi intensif KMW, PJOK, dan KPKN setempat utk penyamaan persepsi SE-DJA ttg pencairan dana P2KP
•Lihat SE & format format pencairan dana (SPPB & lampirannya) •Diharapkan bln ke-7 stl fasilitator mobilisasi
•Thp I,yakni 20% dr pagu BLM
•Diharapkan awal bln-7 stl mobilisa-i fasilitator
32.
Proses penyusunan usulan kegiatan oleh KSM berdasarkan PJM Pronangkis dan Program Tahunan untuk pengajuan pencairan dana BLM thp II atau tahap III
Pelaksana: BKM dan Relawan Masyarakat Peserta : KSM-KSM Fasilitator : Tim Fasilitator
Pengajuan Usulan KSM kpd UP BKM, baik untuk kegiatan pembangunan/ pemeliharaan sarana-prasarana lingkungan, usaha (kredit/ perguliran), maupun kegiatan sosial.
KMP menyusun pedoman penyusunan usulan oleh KSM secara sederhana
33.
Proses analisis kelayakan usulan KSM
Pelaksana: BKM & UP Fasilitator : Tim Fasilitator dan Relawan Masyarakat
Daftar usulan KSM yang layak, yang perlu perbaikan dan yang tidak layak
Lihat Pedoman UP dan pinjaman bergulir tentang analisis kelayakan usulan sederhana
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
69
No
KEGIATAN
34.
Proses penetapan prioritas usulan yang layak melalui rembug warga dimana yang berkepentingan diundang
Pelaksana: BKM Daftar urutan prioritas usulan Peserta: Tim Verifikasi, KSM-KSM kegiatan dan masyarakat Fasilitator : Tim Fasilitator dan Relawan Masyarakat
35.
Verifikasi KMW terhadap kinerja tahap sebelumnya untuk rekomendasi pencairan BLM tahap 2 (50%) atau potensi keberlanjutan (kelembagaan, dana, dan kegiatan serta penerapan prinsip dan nilai P2KP oleh BKM) untuk rekomendasi pencairan BLM tahap III (30%)
Pelaksana: KMW Fasilitator : Tenaga Ahli dan Tim Fasilitator
• BKM dan masyarakat telah
36.
Pengajuan pencairan BLM Pelaksana : BKM & UP Fasilitator : KMW/Tim Fasilitator tahap II atau tahap III ke PJOK
Permintaan pencairan dana oleh BKM ke PJOK dilampiri: Verifikasi KMW mengenai kinerja tahap sebelumnya (untuk BLM tahap II) atau Potensi keberlanjutan dari organisasi, kegiatan dan dana (untuk BLM tahap III), proposal-proposal KSM, dan lampiran-lampiran lainnya.
37.
Pencairan dana BLM tahap Pelaksana: KPKN II atau tahap III ke rekening Fasilitator: KMW & PJOK BKM
Dana BLM Tahap II atau tahap Tahap II, yakni 50%, dan III tersedia di rekening BKM tahap III sebesar 30% Jadwal & mekanisme pencairan dana sesuai dgn SE DJA Depkeu.
38.
Pencairan dana ke KSM / Panitia
Penanggungjawab: BKM Pelaksana : UP Peserta: KSM-KSM Fasilitator : Tim Fasilitator dan Relawan
Dana diterima oleh KSM/ panitia
Format-format Surat Perjanjian antara BKM dengan KSM di Pedoman UP & pinjaman bergulir
39.
Pemanfaatan dana oleh KSM/anggota sesuai usulan
Penanggungjawab: BKM & UP Pelaksana : KSM-KSM Fasilitator: Tim Fasilitator dan Relawan Masyarakat
Dana dimanfaatkan untuk penanggulangan kemiskinan dan dikelola secara transparan, partisipatif dan akuntabel oleh masingmasing KSM
Lihat format supervisi kegiatan oleh BKM/UP di Buku Pedoman Teknis
70
Pedoman Umum
PELAKU
HASIL
memenuhi persyaratan utk memperoleh dana BLM tahap berikutnya • Menjamin kinerja BKM sesuai ketentuan (termasuk tlh melaksanakan audit independen dan entry data SIM P2KP) • Menjamin aspek sustainability kegiatan, lembaga dan keuangan
KETERANGAN Pedoman prioritasi usulan scr sederhana disusun KMW, dgn mempertimbangkan nuansa pembelajaran. Atas persetujuan KMP, KMW perlu menyusun panduan verifikasi kinerja, kegiatan, kelembagaan, keuangan serta kesesuaian dengan Prinsip dan Nilai di P2KP
Lihat format–format pencairan dana BLM sesuai SE DJA Depkeu dan Buku Pedoman Teknis
c) Penyediaan Dana Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET) Komponen PAKET pada hakekatnya merupakan bentuk dukungan P2KP untuk melengkapi dan sekaligus stimulans bagi proses kemitraan yang sinergis antara masyarakat, pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Karena itu, PAKET hanya dapat diakses para pihak terkait yang telah memperlihatkan kebutuhan dan kesungguhan kemitraan sinergis dengan bertumpu pada keswadayaan, kemandirian dan kerja keras mereka untuk menggalang segenap potensi sumber daya yang dimiliki bersama. Sebaliknya, komponen dana PAKET tidak akan dilaksanakan bila parapihak di kota/kabupaten sasaran memperlihatkan kondisi ketidakkesiapan untuk bermitra sinergis di antara mereka. PAKET merupakan proses pembelajaran kepada para pihak di tingkat kota/ kabupaten untuk tidak tergantung pada bantuan pihak luar ataupun berorientasi mencari dana proyek semata, tetapi harus mampu bertumpu pada kemandirian dan potensi sumberdaya yang mereka miliki sendiri sebelum kemudian mereka dapat mengakses PAKET serta sumber daya lainnya (chanelling programme).
Nuansa pembelajaran para pihak dalam pelaksanaan komponen dana PAKET juga tercermin pada penggunaan dana PAKET secara efektif, efesien, berpihak pada masyarakat miskin atau marjinal (pro poor) serta sistematis, yakni dengan ketentuan bahwa penggunaannya harus mengacu pada kesesuaian/keterpaduan antara Dokumen SPK-D dan Pronangkis kota/kab. yang disusun KPK-D dengan PJM serta renta Pronangkis yang disepakati seluruh masyarakat. Sehingga para pihak terkait akan benar-benar bertanggungjawab (moral, hukum dan materiil) untuk mengelola PAKET P2KP hanya bagi kepentingan perbaikan kesejahteraan masyarakat miskin.
program yang dimiliki oleh pemerintah daerah (dinas/instansi) ataupun kelompok peduli dan swasta. Sebaliknya, pemerintah daerah juga dapat belajar bagaimana merencanakan dan melaksanakan program serta kebijakan yang berbasis kebutuhan riil serta program masyarakat Pada akhirnya, sebagaimana konsep dasar serta strategi pelaksanaan P2KP, maka para pihak dalam pengelolaan PAKET P2KP diharapkan mengimplementasikan secara nyata proses pembelajaran penerapan nilai-nilai universal kemanusiaan serta prinsip-prinsip universal kemasyarakatan dan pembangunan berkelanjutan. Nilai-nilai serta prinsipprinsip itulah yang diyakini P2KP akan mampu mendorong pelembagaan kemitraan sinergis antara ketiga pilar pembangunan lokal ke arah yang lebih baik, lebih jujur, lebih pro poor, lebih good governance, lebih transparan dan akuntabel, lebih adil, lebih partisipatif dan lebih memiliki peluang untuk konribusi efektif dalam menanggulangi masalah kemiskinan di wilayahnya. Program PAKET berlangsung selama tiga tahun, dimulai pada tahun ketiga pelaksanaan P2KP di wilayahnya. Sedangkan proses seleksi kota/kabupaten peserta program PAKET pada pertengahan tahun kedua pelaksanaan PAKET, berdasarkan kinerja KPK-D dan kualitas SPK-D yang berlangsung sejak tahun pertama pelaksanaan P2KP. Adapun kegiatan-kegiatan pokok komponen dana PAKET secara umum adalah sbb:
Selain itu, melalui PAKET diharapkan juga dapat mendorong proses saling belajar satu sama lain. Masyarakat didorong untuk belajar keterampilan teknis maupun akses Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
71
No
KEGIATAN
PELAKU
HASIL
KETERANGAN
Tahap Seleksi Lokasi PAKET 40.
41.
42.
•Lihat Pedoman Pelaku BKM.
Serangkaian rembug BKMBKM untuk pem-bentukan Forum BKM Kota/ Kabupaten secara organik, partisipatif, demokratis, transparan & akuntabel
Pelaksana: BKM-BKM Partisipan: BKM-BKM se kota/ kabupaten Fasilitator: KPK-D dan Tim Koordinasi Kab./Kota
Terbentuk Forum BKM Kota/ Kabupaten secara partisipatif, didasarkan kerelawanan, kepemim-pinan kolektif, inklusif, mengakar, organik, demokratis, transparan & mengakar
Diseminasi PAKET dan Kriteria peserta PAKET ke seluruh Pemda dan kelompok strategis kota/ kab. sasaran P2KP
Pelaksana: KMW & KMP Peserta : Kota/kabupaten lokasi sasaran P2KP Fasilitator : KMP
Kota/Kabupaten lokasi P2KP paham substansi, kriteria dan mekanisme seleksi peserta PAKET P2KP serta dpt menyiapkan diri untuk berkompetisi melalui penguatan KPK-D & SPK-D
Lihat buku pedoman khusus tentang PAKET
Seleksi kota/ kabupaten peserta PAKET P2KP melalui Evaluasi Kinerja Pemkot/Kab dalam rangka pengokohan KPK-Kota/ Kab dan Evaluasi Dokumen Strategi Penanggula-ngan Kemiskinan (SPK) Kota/ Kab serta Pronangkis Kota/kab
Pelaksana: Gabungan Pemerintah pusat, propinsi dan kota/kab. Peserta: Pemkot/kab yg menjadi lokasi P2KP & KPK setempat Fasilitator : PMU
• PMU/Pimpro P2KP menetapkan hasil penilaian kinerja KPK-Kota/kab, profil SP- D dan Pronangkis dari masingmasing kota/kab. sesuai hasil seleksi yg dilakukan secara partisipatif, dengan melibatkan pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah kota/kab. • Indikator seleksi didasarkan kinerja KPK-D, KBP, SPK-D masing-masing kota/kab dan kinerja BKM Berdaya.
Langkah kegiatan ini sbg hasil tindak lanjut langkah-langkah kegiatan dalam komponen pengembangan kapasitas pemkot/Kab Dilakukan pada akhir tahun ke 2 stlh KMW dimobilisasi atau stlh review Dokumen SPKD
Launching, Lokakarya Kesepakatan Pelaksanaan PAKET & Penandatangan MOU antara Pemerintah Pusat (c.q. Dept. Kimpraswil) dengan Kota/Kab. peserta PAKET.
Pelaksana: PMU dan Pemprop. Peserta: Pemkot/kab & KPK setempat Fasilitator : PMU
• Disepakatinya beberapa ke-
•Diharapkan dapat ber-
tentuan pelaksanaan PAKET di masing2 kota/kab. • Ditandatanganinya MOU kesepakatan antara Dept. Kimpraswil dgn masing2 kota/kab.
langsung pada awal tahun ke-3 setelah pelaksanaan P2KP. •Dilaksanakan di propinsi atau kota/kab
Penyiapan BKM dan Pemkot/ kab untuk pelaksanaan PAKET P2KP
Pelaksana: Pemkot/ kab lokasi PAKET Partisipan: BKM, lurah, camat, PJOK, Pemkot/ kabupaten Fasilitator: KMW
• PJM & Renta Pronangkis dpt diusulkan dlm mekanisme musbangkel & rakor bangdes atau jaring asmara (atau istilah lain yang merujuk pd kebijakan Pemda/DPRD utk menampung usulan masy.) • Pemkot/kab menyiapkan dana BOP & program pendamping dlm APBD • Pemda menyebarluaskan informasi terpilihnya kota/ kab. bersangkutan sbg lokasi PAKET melalui berbagai media (TV, Radio, Koran, Tabloid, Majalah, Siaran Pers, dll)
Dilaksanakan pd saat berlangsungnya musbangkel/des hingga Rakorbang sebelum tahun pertama pelaksanaan PAKET P2KP di wilayah tersebut
•Mulai dilakukan stlh slrh BKM terbentuk dan mengakar
Dilaksanakan sejak awal bersamaan dgn sosialisasi awal P2KP
Tahap Persiapan 43.
44.
72
Pedoman Umum
No
KEGIATAN
PELAKU
HASIL
KETERANGAN
Tahap Pelaksanaan Penerimaan perangkat
Dilakukan di bulan ke-1 pelaksanaan PAKET di kota/ kabupaten bersangkutan
Serangkaian silaturahmi sosial, Lobby-lobby kelompok strategis dan lokakarya disseminasi PAKET tingkat kota/kab
Penyelenggara: Pemkot/ kab & KPK-D Peserta: Perangkat pemkot/kab, DPRD, tokoh formal dan tokoh masyarakat informal yang berpengaruh di kota/kab. setempat serta masyarakat dan para pihak lainnya. Fasilitator: KMW
46.
Pemasyarakatan/ sosialisasi intensif PAKET sbg proses pembelajaran ke-mitraan sinergis para pihak berlandaskan nilai & prinsip di P2KP ke seluruh masyarakat kelurahan di kota/kab. peserta PAKET
Lihat Buku Pedoman Pelaksana: KPK-D Masyarakat paham tujuan, khusus PAKET Peserta : BKM, lurah, Relawan, konsep dan mekanisme Mulai dilaksanakan pd LKMD/BPD, & masyarakat PAKET (apa, mengapa & bln ke-1 sampai ke-2 kelurahan mekanisme PAKET) pelaksanaan PAKET & Fasilitator : Pemkot/ kab. & KMW Tumbuh niat masyarakat berkesi-nambungan untuk bermitra secara secara intensif sinergis dgn pemerintah dan kelompok peduli (swasta, LSM, dsb)
47.
Pemasyarakatan/ sosialisasi intensif PAKET sbg proses pembelajaan kemitraan sinergis para pihak berlandas-kan nilai dan prinsip di P2KP secara khusus ke seluruh dinas/ instansi dan kelompok peduli di kota/ kab. peserta PAKET
Pelaksana: KPK-D Peserta : Dinas-dinas, instansi, Kelompok peduli (LSM, universitas, profesional, pers, swasta dan kelompok peduli lainnya) Fasilitator : Pemkot/ kab.dan KMW
48.
Pengokohan Relawan Kemiskinan Tkt Kota/ kab, yang berasal dari peserta aktif KBP dan unsur lainnya, melalui serangkaian FGD dan rembug kota tentang kerelawanan sebagai basis kemitraan penanggulangan kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan
Pelaksana: KPK-D & Pemkot/ kabupaten. Peserta: Pemkot/kab, DPRD, Dinas-dinas/ Instansi, camat, Kelompok Peduli (LSM, swasta, Pers, Perguruan tinggi, dll), para pihak peduli lainnya. Fasilitator : KMW
45.
pemkot/kab, DPRD dan kelompok strategis thdp keberadaan PAKET P2KP di kota/kab bersangkutan Dipahaminya substansi, proses dan ketentuan kemitraan yang ingin dibangun melalui PAKET Kesepakatan Rencana tindak pelaksanaan PAKET P2KP di kota/kab sasaran
Lihat Pedoman Dinas/instansi & kelompok khusus PAKET peduli paham tujuan, konsep dan mekanisme PAKET (apa, Mulai dilaksanakan pd bln ke-1 sampai ke-2 mengapa & bagaimana pelaksanaan PAKET & mekanisme dana PAKET) berke-sinambungan Tumbuh kebutuhan & kesecara intensif pentingan Dinas/instansi & kelompok peduli utk bermitra sinergi dg masyarakat Tumbuh niat dinas/instansi dan kelompok peduli untuk bermitra secara sinergis dengan masyarakat (BKM) • Di Kota/Kab • Para-pihak di tkt. kota/kab. • Dilakukan pd Bulan menumbuhkembangkan ke-3 pelaksanaan kerelawanan sebagai basis PAKET & berkesipelaksanaan PAKET nambungan selama • Para-pihak tkt. kota/kab. masa proyek P2KP mendorong serta membuka kesempatan kepada orang- • KPK-D & KMW mendorong paraorang peduli (berdasarkan pihak kota/kab utk kriteria perbuatan baik dan komunikasi intensif kualitas sifat kemanusiaan) dengan Relawanuntuk menjadi relawanRelawan Masyarakat relawan dalam rangka pelaksanaan PAKET di wilayahnya.
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
73
No
KEGIATAN
PELAKU
HASIL
KETERANGAN
Lihat Pedoman Dipahaminya substansi Khusus PAKET Pokja PAKET yang berbasis kerelawanan, organik, inklu- Proses pemilihan hanya dapat dilakukan sif & pimpinan kolektif. apabila dalam proses Anggota-anggota Pokja pemilihan dilaksanaPAKET dipilih berdasar krikan terlebih dahulu teria & mekanisme pemilihan FGD kepemimpinan yang berbasis kerelawanan berbasis nilai-nilai & nilai-nilai kemanusiaan. kemanusiaan & Pokja PAKET terbentuk kerelawanan secara organik, partisipatif, demokratis, transparan dan Sebaiknya dilakukan pada bln ke-4 akuntabel beranggotakan pelaksanaan PAKET para-pihak dari pemerintah daerah (dinas/instansi), BKM, dan kelompok peduli Disepakatinya aturan dasar, prinsip, rencana dan mekanisme kerja Pokja PAKET.
49.
Pembentukan Pokja PAKET di tingkat kota dengan keanggotaan berbasis kerelawanan dan nilai-nilai universal kemanusiaan melalui serangkaian FGD serta rembug kota yg dikoor-dinir oleh KPK-D
Pelaksana: KPK-D & Relawan Peserta : Relawan-relawan kemiskinan kota dan kelompok strategis di kota/ kabupaten setempat Fasilitator : Pemkot/ kab dan KMW
50
Serangkaian rembug parapihak di tkt kota/ kab untuk keterpaduan programprogram masy-arakat dengan program pemkot/ kab. (dinas/ instansi) & kelompok peduli setempat (dapat melalui pameran lelang program, rapat koordinasi, lobby strategis, silaturahmi sosial, musbangkel/des, dll)
Pelaksana: KPK-D, Pokja PAKET, Pemkot/ kab & Relawan kota Peserta : BKM-BKM, Dinas/ Instansi, LSM, universitas, swasta, ulama, pers, kelompok peduli & masyarakat. Fasilitator: Pemerintah kota/kab. dan KMW
51.
Pembentukan Panitia Kemitraan oleh BKM dan dinas pengusul yang telah menyepakati ber-sama untuk memadukan program mereka & bermitra sinergis dlm me-laksanakan kegiatannya
Lihat Pedoman Pelaksana: BKM bersama dinas/ Panitia kemitraan dibentuk Khusus PAKET instansi pengusul berdasarkan kesetaraan, Rintisan dapat dilakuFasilitator: Pemerintah kota/kab, kemitraan, kebersamaan, kan sejak bulan ke-5 partisipatif dan akuntabel. KPK-D dan KMW dan secara intensif Job description dan tata Dilakukan pada bln kekerja Panitia kemitraan telah 6 s/d ke-7 disepakati pelaksanaan PAKET Ditandatangi berita acara pembentukan panitia kemit- KMW memverifikasi kesesuaian proses raan oleh ketua BKM bersapembentukan dgn ma dgn kepala dinas prinsip & nilai di P2KP
74
Pedoman Umum
• Program Pemda dari Hasilhasil Musbankel/des & rakorbang thn lalu telah menampung usulan masyarakat (Pronangkis) pada tahun sebelumnya & kesepakatan ttg penyampaian program masyarakat pd program Pemda utk thn berikutnya melalui mekanisme musbangkel/des & rakorbang thn berjalan • Kesepakatan Matching Program Penanggulangan Kemiskinan antara masyarakat dengan dinas/instansi sebagai hasil keterpaduan PJM dan Renta Pronangkis yang disusun masyarakat dengan program organik dinas/instansi setempat. • Diperoleh rencana kemitraan Program Masyarakat dg Program dinas dengan jenis kegiatan & keterlibatan institusi yang bervariasi
• Lihat Pedoman Khusus PAKET • Pronangkis diharapkan dpt disampaikan pada mekanisme Musbangkel/des hingga rakorbang atau mekanisme perencanaan pembangunan pemda lain yg melibatkan partisipasi masyarakat • Rencana keterpaduan & kemitraan program masyarakat dgn program dinas dibahas intensif di rembug kota KPK yang dilengkapi dg lokakarya perencanaan partisipatif & ‘lelang program kemitraan’ utk pelaksanaan PAKET • Dilakukan pada bln ke5 hingga ke-6 pelaksanaan PAKET
No
KEGIATAN
PELAKU
HASIL
52.
Penyusunan Proposal bersama yg dilakukan secara partisipatif, transparan, demokratis, & akun-tabel serta dlm suasana kesetaraan oleh dinas kota/kab dengan BKM yang telah sepakat membentuk panitia kemitraan
53.
Penilaian kelayakan Diperoleh kelayakan usulan- Lihat Pedoman Pelaksana: Pokja PAKET Khusus PAKET proposal PAKET dan usulan berdasarkan Fasilitator: Pemerintah kota/kab, Dilakukan pd akhir bln Prioritasi proposal serta verifikasi lapangan & KPK-D dan KMW ke-8 pelaksanaan Persetujuan Pendanaan penilaian ke-layakan teknis, PAKET proposal oleh Pokja PAKET lingkungan serta keuangan
Usulan-usulan bersama Pelaksana: Dinas/ Instansi pembangunan prasarana bersama BKM dan/atau pengembangan Fasilitator: Pemerintah kota/kab, pelayanan masyarakat yg KPK-D dan KMW terkait dgn penanggulangan kemiskinan Proses pembuatan proposal bersama dilandasi kesetaraan, kebersamaan, serta sesuai dengan prinsip dan nilai di P2KP Proposal panitia kemitraan diverifikasi oleh KMW Proposal yg telah diverifikasi KMW diserahkan ke Pokja PAKET untuk dinilai kelayakannya (teknis, keuangan dan lingkungan)
oleh Pokja PAKET Usulan-usulan yg layak diajukan ke PJOK PAKET untuk dicairkan dananya
KETERANGAN Lihat Pedoman Khusus PAKET Dilakukan pada bln ke7 s/d ke-8 pelaksanaan PAKET KMW & relawan kota memfasilitasi keduabelah pihak agar proses penyusunan proposal sesuai dgn prinsip & nilai di P2KP serta terjadi saling belajar bersama Proposal yg tidak memenuhi kriteria verifikasi KMW diserahkan kembali ke pengusul untuk disempurnakan
Pokja PAKET dpt meminta bantuan Dinas teknis atau pakar yang terkait dgn usulan utk membantu penilaian kelayakan usulan tersebut Dapat dibantu tenaga ahli dari dinas terkait atau klpk peduli Dilakukan pd bln ke-8 pelaksanaan PAKET
54.
Penyiapan detail desain teknis (bila diperlukan)
Penyiapan detail desain Pelaksana: Panitia kemitraan (DED, pendanaan dll) oleh yang proposal/usulannya pihak pengusul yg proposal disetujui atau usulannya menurut Fasilitator: Pemerintah kota/kab, keputusan Pokja PAKET KPK-D dan KMW harus dilengkapi dgn detail desain Detail desain teknis diverifikasi & disetujui KMW
55.
Pencairan dana PAKET ke rekening Panitia kemitraan
Panitia kemitraan terlebih Pelaksana: PJOK & KPKN dahulu melak-sanakan Fasilitator: Pemerintah kota/kab, kegiatan dgn sumber dana KPK-D dan KMW swadaya (baik dari masyarakat maupun dinas atau kelompok peduli) Dana tersedia di rekening bersama panitia kemitraan
56.
Kerjasama & kemitraan sinergis pelaksanaan kegiatan sesuai dengan proposal yang disetujui
Lihat pedoman Prasarana dan/atau pelaPelaksana: Setiap Panitia khusus PAKET yanan publik terkait dgn pekemitraan yang proposal-nya Dilakukan pd bln ke-9 nanggulangan kemiskinan, didanai PAKET P2KP s/d bln ke-12 terbangun dan/atau tersedia Fasilitator : Pemerintah kota/kab, pelaksanaan PAKET KPK-D dan KMW
Dilakukan pd bulan ke-9 pelaksanaan PAKET
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
75
No
KEGIATAN
PELAKU
HASIL
KETERANGAN
Tahap Laporan dan Evaluasi 57.
Penyusunan laporan pertanggung jawaban pelaksanaan proyek/ subproyek oleh Panitia Kemitraan
Pelaksana: Pokja PAKET dan semua Panitia kemitraan yang proposal-nya didanai PAKET Fasilitator : Pemerintah kota/kab, KPK-D dan KMW
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan telah diaudit & dipertanggungjawabkan serta disampaikan secara terbuka & akuntabel kepada masyarakat serta pihak terkait lainnya
Dilakukan pd bln ke-11 s/d bln ke-12 pelaksanaan PAKET
58.
Evaluasi tkt Kota/Kab, Penyusunan laporan tahunan pelaksanaan PAKET di tingkat Kota/Kab dan Penyusunan Best Practice kegiatan Panitia Kemitraan
Pelaksana : Pokja PAKET & KPKD serta relawan kota Fasilitator : KMW dan Pemkot/ kab
Pelaksanaan PAKET di kota/ kab & kegiatan best practice dapat dipertanggungjawabkan, disampaikan scr terbuka dan akuntabel ke masyarakat serta pihak terkait lainnya
Dilakukan pd bln ke-11 s/d bln ke-12 pelaksanaan PAKET
59.
Evaluasi Kinerja Peserta PAKET untuk Penyempurnaan Pelaksanaan dan Evaluasi Keberlanjutan PAKET di kota/kab peserta PAKET
Dilakukan pd bln ke-12 Pelaksana : KMW, Pemprop, P2P • Teridentifikasinya realisasi pelaksanaan PAKET Peserta: KPK-D, Pokja PAKET, MOU dan pelaksanaan pemkot/kab, relawan-relawan PAKET sesuai Pedoman dan kota/ kab dan para pihak lainnya ketentuan P2KP Fasilitator : PMU/KMP • Penyempurnaan konsep dan Pelaksanaan PAKET di lokasi-lokasi peserta • Keputusan untuk keberlanjutan program PAKET di lokasi-lokasi peserta PAKET
Pelaksanaan PAKET putaran berikutnya (Tahun berikutnya)
4.3. TAHAP-TAHAP YANG MENERUS ATAU BERKALA Pada pelaksanaan P2KP terdapat serangkaian kegiatan, baik sebagai bagian dari siklus pokok P2KP maupun kegiatan khusus, yang dilaksanakan secara berkala dan secara terus menerus atau berkelanjutan selama masa proyek P2KP. Meskipun demikian, harus disadari agar kegiatan ini dilaksanakan No
KEGIATAN
PELAKU
1.
Monitoring (pemantauan)
Pelaksana: KMP dan KMW, Tim Fasilitator dan Relawan Masyarakat
secara cermat, sistematis dan terarah agar tidak menjadi siklus tersendiri yang justru akan memperlambat proses dinamika kegiatan proyek P2KP di lapangan, sehingga menimbulkan dampak kejenuhan dan ketidakpercayaan masyarakat. Beberapa kegiatan yang termasuk dalam kategori kegiatan yang terus menerus atau berkala, antara lain adalah sebagai berikut: HASIL
KETERANGAN
Perbaikan kualitas kinerja proyek P2KP
Dilakukan atas dasar indikator kinerja P2KP & sebagai bagian dari fungsi manajemen proyek
Data status pencapaian tujuan proyek Saran perbaikan & masukan kebijakan bagi pemerintah
Survai awal (Baseline survey) Diikuti serangkaian studi dampak
2.
Evaluasi
Pelaksana: Konsultan Evaluasi (KE)
3.
Penanganan pengaduan dan manajemen konflik
Pedoman penanganan Pengaduan masyarakat Pelaksana : PMU, KMP, KMW & teridentifikasi dan tertangani pengaduan oleh KMP BKM sesuai dengan tingkatannya Konflik terselesaikan
76
Pedoman Umum
No
KEGIATAN
4.
Inventarisasi dan penyebarluasan contoh kasus sukses (Best Practice) P2KP
Pelaksana : KMP Peserta : BKM, KSM dan pihak terkait Fasilitator: KMW
Sosialisasi P2KP secara terus menerus selama masa proyek ke berbagai kelompok sasaran di berbagai tataran.
Pelaksana: KMP, KMW dan Tim Fasilitator sesuai dengan wilayah kerjanya. Fasilitator: PMU
Meningkatnya kesadaran dan Buku Pedoman teknis fungsi kontrol sosial masyara- dan Pedoman Khusus kat terhadap program penang- tentang Sosialisasi gulangan kemiskinan pada umumnya dan khususnya terhadap BKM, UP, KSM
7.
Pelatihan (in class, coaching, on the job training, magang, dll)
Pelaksana: KMP, KMW dan Tim Fasilitator sesuai dengan wilayah kerjanya Fasilitator: PMU, Tim Pelatih
8.
Pendampingan serta Penguatan Forum dan Lembaga Masyarakat dalam P2KP (Relawan Masyarakat, Panitia, BKM, UP-UP, KSM Forum BKM dll) & pe-ngembangan jaringan diantara mereka dan berbagai lembaga lainnya
Meningkatnya kemampuan dan Buku Pedoman teknis kapasitas para pelaku dan Pedoman khusus pembangunan dlm menangtentang Pelatihan gulangi kemiskinan pada umumnya dan menerapkan P2KP pada khususnya Pedoman Teknik • BKM berfungsi & dikelola sesuai prinsip & nilai P2KP Penguatan Kelembagaan Masyarakat oleh KMP • UP berfungsi & dipersiap-
Pelaksana: Pemerintah Kelurahan, PJOK dan Tim Fasilitator sesuai wilayah kerjanya kan dikelola sbg Lembaga Peserta : Relawan Masyarakat, pelaksana kegiatan Tim Pemetaan Swadaya, BKM, • Terbangun jaringan kerjaUP, Forum BKM, kelompok peduli, sama antar lembaga masyakelompok usaha, pemda, dll rakat & antara lembaga maFasilitator : Pemkot/kab dan KMW syarakat dgn pihak lainnya • Relawan Masyarakat menjadi pengawal prinsip dan nilai-nilai P2KP (safeguard)
9.
Pendampingan serta Pelaksana: KMW dan Pemkot/kab • Pemkot/kab mampu utk Penguatan Kapasitas Peserta : KPK-D, relawan kota, replikasi konsep P2KP sbg Pemerintah Kota/Kab & kelompok peduli, dll dasar program & kebijakan KPK-D setempat sbg penanggulangan kemisForum Komunikasi stakekinan di wilayahnya holder untuk upaya-upaya • KPK-D berfungsi & dikelola penanggulangan sesuai prinsip & nilai P2KP kemiskinan di kota/kab • Relawan Kota dan KPK-D setempat menjadi pengawal prinsip dan nilai-nilai di P2KP (safeguard)
5.
6.
PELAKU
HASIL
KETERANGAN
Pedoman inventarisasi Proses inventarisasi kasus-kasus sukses dilakukan secara partisipatif, transparan dan oleh KMP akuntabel o Pedoman Exit Strategy Penyiapan tahap terminasi Pelaksana : KMW Keberlanjutan dari: & Terminasi P2KP (Penghentian hubungan Peserta : BKM, UP, KSM, Relawan • kelembagaan masyarakat o Pengenaan sanksi ke kerja proyek) Masyarakat, Forum BKM, Pokja • dana bergulir (BLM) BKM yg tdk mampu PAKET dan stakeholder • budaya kerjasama antara mengelola dana Fasilitator: PMU & KMP pemerintah dan masyarakat bergulir dengan melikuidasi dana bergulir utk digunakan pembangunan prasarana
Penguatan Kapasitas Pemerintah Kota/ kabupaten dan KPK-D oleh KMP
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
77
4.4. TAHAP PENYIAPAN KEBERLANJUTAN PROGRAM Selain kegiatan di atas, P2KP juga mendorong dua kegiatan yang dilaksanakan sebagai proses penyiapan keberlanjutan program oleh masyarakat dan pemerintah daerah setempat. Artinya, kegiatan-kegiatan jenis ini diharapkan dapat terus dikembangkan lebih lanjut oleh pemerintah kota/kabupaten dan masyarakat, No
KEGIATAN
1.
Pendampingan serta Penguatan Komunitas Belajar Kelurahan (KBK)
2.
78
Pendampingan serta Penguatan Komunitas Belajar Kelurahan (KBK)
Pedoman Umum
PELAKU
meskipun masa proyek P2KP telah berakhir. Maksud utama dari kegiatan ini pada intinya adalah mendorong masyarakat dan pemerintah daerah untuk mempertahankan dan meningkatkan proses pembelajaran di antara mereka, khususnya dalam menerapkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip universal yang telah mulai dibangun selama masa proyek P2KP. HASIL
Pelaksana: UPS, BKM, perangkat • BKM mampu melembaga-kan kelurahan dan relawan-relawan komunitas pembelajar di Peserta : Relawan dan masyarakat sebagai pusat Masyarakat serta perangkat kajian kebijakan dan kelurahan/ desa yang aktif di KBK kegiatan penanggulangan kemiskinan serta pembaPelaksana: Pemkot/ kab, KPK-D ngunan kelurahan dan KMW Peserta : Pemkot/kab, • Keputusan dan kebijakan KPK-D, relawan kota, kelompok BKM serta UP-UP dan peduli, dll Pemerintah Kelurahan berbasis pada aspirasi dan kebutuhan masyarakat serta berorientasi pro poor setelah P2KP berakhir • Relawan-relawan masy. menjadi pengawal prinsip dan nilai-nilai universal di P2KP (safe-guard) • Meletakkan pondasi bagi masyarakat untuk menata dan memperbaiki kualitas lingkungan perumahan permukiman kelurahannya yang lebih lestari, sehat, aman dan terpadu (Kelurahan Neighbour-hood development) Pelaksana: KMW dan Pemkot/ kabPeserta : KPK-D, relawan kota, kelompok peduli, dll
• KPK-D mampu melembagakan KBP sbg Pusat Pembelajaran dan Pengkajian masalah-masalah kemiskinan di wilayahnya • Pemkot/kab mampu replikasi konsep P2KP sbg dasar program & kebijakan di wilayahnya • Relawan Kota dan KPK-D menjadi pengawal prinsip dan nilai-nilai di P2KP (safeguard) • Meletakkan pondasi bagi upaya menata & memperbaiki kualitas lingkungan perumahan permukiman di perkotaan yang lebih lestari, sehat, aman dan berkelanjutan scr terpadu (city Neighbourhood development)
KETERANGAN Pedoman Teknik Komunitas Belajar Kelurahan (KBK) Pedoman Teknik Komunitas Belajar Perkotaan (KBP)
Pedoman Teknik Penguatan Kapasitas Pemerintah Kota/ kabupaten dan KPK-D oleh KMP
Bab V
Manajemen Proyek
Pada dasarnya Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) adalah proyek Pemerintah Indonesia dalam rangka penanggulangan kemiskinan masyarakat di perkotaan. Untuk menyelenggarakan proyek tersebut, maka ditunjuk Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah yang dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan berbagai instansi di tingkat pusat dan daerah. Untuk pelaksana harian proyek di lapangan, maka dikontrak seperangkat konsultan (contracting out) yang bekerja di tingkat pusat maupun daerah. Konsultan ini bertanggung jawab langsung ke Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, melalui Project Manajemen Unit (PMU). Lebih dari itu, P2KP dirancang sebagai gerakan bersama yang terpadu dalam penanggulangan kemiskinan melalui proses pemberdayaan masyarakat dan pemerintah daerah. Pemberdayaan ini memerlukan keterlibatan berbagai pihak antara lain pemerintah, swasta, dan warga masyarakat luas. Semua pihak diharapkan dapat menjalankan peran dan tanggung jawabnya dengan baik dalam memampukan kemandirian masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Dengan demikian, pada tingkatan masyarakat dan pemerintah daerah diharapkan P2KP dapat ditransformasi dari Proyek menjadi Program yang ditangani Mandiri dan Berkelanjutan.
5.1. STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA PERAN 5.1.1. Struktur Organisasi Struktur organisasi proyek menggambarkan pola penanganan proyek secara menyeluruh dari pusat sampai dengan daerah yang akan dijelaskan di bawah ini. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas menetapkan Surat Keputusan Tentang Tim Pengarah dan Tim Pelaksana inter Departemen Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP).
Tim Pengarah P2KP diketuai oleh Deputi Bidang Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional Bappenas, serta wakilnya adalah Deputi VI Menko Kesra dan Direktur Jenderal Perumahan dan Permukiman Departemen Kimpraswil. Tim pengarah beranggotakan unsur-unsur seperti dari Bappenas, Kantor Menko Kesra, Departemen Kimpraswil, Depdagri, Departemen Keuangan, Departemen Koperasi dan UKM, Deperindag, Biro Pusat Statistik dan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Nasional. Tim Pengarah Inter Departemen akan didukung Tim Pelaksana Inter Departemen, yang diketuai oleh Direktur Perkotaan dan Pedesaan Bappenas serta Direktur Bina teknik Ditjen Perkim Dept. Kimpraswil selaku wakil ketua. Tim Pelaksana Inter departemen P2KP beranggotakan unsur-unsur dari Bappenas, Dept.Kimpraswil, Depdagri, Dept. Koperasi & UKM, Dept. Keuangan, Deperindag, Kantor Menko Kesra, KPK Nasional dan Biro Pusat Statistik. Secara operasional, tim pengarah dan tim pelaksana inter departemen akan dibantu oleh Kelompok Kerja P2KP Nasional (Pokja P2KP nasional) yang beranggotakan eselon III dari departemen-departemen terkait. Pembentukan Pokja P2KP Nasional ditetapkan melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Perumahan dan Permukiman (Dirjen Perkim) Departemen Kimpraswil.
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
79
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) adalah lembaga penyelenggara proyek (Executing agency) P2KP ini. Oleh sebab itu, Departemen Kimpraswil melalui Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (Ditjen Perkim) bertanggung jawab terhadap keseluruhan penyelenggaraan proyek P2KP. Sebagai lembaga penyelenggara proyek P2KP, Departemen Kimpraswil di bawah arahan Tim Pengarah dan Tim Pelaksana Inter Departemen (Tim Interdept). Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman Departemen Kimpraswil membentuk unit manajemen proyek atau lebih dikenal sebagai PMU (Project Management Unit) yang dipimpin oleh seorang Kepala yang membawahi beberapa staf. Kepala PMU, dibantu Pemimpin Proyek (Pimpro), mendapat mandat penuh serta bertanggungjawab langsung kepada Dirjen Perkim dalam melaksanakan tugas-tugas keproyekan P2KP. Kepala PMU dan Pimpro akan dibantu oleh konsultan advisory (advisory consultant) yang akan bertanggungjawab mengawal/menjaga substansi konsep P2KP dan menyusun pedoman-pedoman P2KP, baik pedoman umum, pedoman teknis maupun pedoman pelaku serta pedoman-pedoman yang memuat konsep-konsep dasar berkaitan pelaksanaan P2KP, misalnya pelatihan, sosialisasi, komunitas belajar, exit strategy, PAKET, dll. Untuk pelaksanaan lapangan, Pimpro mengontrak Konsultan Manajemen Pusat (KMP) yang akan bertindak atas nama Pimpro sesuai dan kewenangan yang diberikan Pimpro, untuk melakukan manajemen proyek secara menyeluruh termasuk manajemen Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) yang akan bertugas di tiap satuan wilayah kerja (SWK). Di tiap SWK, akan ditangani oleh satu KMW yang berkantor di wilayah bersangkutan dan dipimpin oleh seorang Team Leader, yang bertindak sebagai Koordinator SWK dengan dibantu oleh beberapa tenaga ahli. Team leader KMW juga dibantu oleh koordinator kota yang bertanggungjawab untuk menangani kurang lebih 50 kelurahan sasaran atau 5 tim
80
Pedoman Umum
fasilitator. Koordinator kota berkedudukan di kota/kabupaten yang ditetapkan KMW sesuai kapasitas kelurahan sasaran dan dapat dibantu oleh beberapa tenaga sub-proffesional sesuai kebutuhan. Di tingkat kecamatan, pada setiap sekitar 10 kelurahan akan didampingi oleh Tim Fasilitator yang terdiri dari sekurangnya seorang Fasilitator Senior dan 3 Fasilitator. Jumlah anggota tim fasilitator akan disesuaikan untuk lokasi yang jumlah kelurahannya lebih banyak dan lokasi yang dianggap cukup terpencil, sesuai ketetapan Pimpro. Tim Fasilitator ini akan dikontrak oleh KMW dan bertanggung jawab langsung ke KMW. Disamping itu di tiap kelurahan, masyarakat diharapkan dapat mendorong dan memberi kesempatan seluas mungkin relawan-relawan, yang nantinya melalui pendampingan dan penguatan kapasitas oleh tim fasilitator, diharapkan mampu membantu masyarakat dalam melaksanakan proses dan kegiatan P2KP secara benar sesuai dengan pedoman P2KP. Relawan-relawan ini adalah orang-orang yang peduli, komitment dan ingin memberikan kontribusi nyata bagi perbaikan kesejahteraan masyarakat miskin dan warga rentan atau tertinggal (kelompok marjinal) yang ada di sekitarnya, melalui keterlibatan aktif dan konstruktif dalam pelaksanaan P2KP di wilayahnya Secara rinci hubungan kerja antar unsur pelaksana proyek dari tingkat pusat sampai dengan tingkat masyarakat dapat dilihat pada Bagan 5.1. di bawah ini.
Bagan 5.1. Struktur Organisasi P2KP DEP KIMPRASWIL Dirjen Perkim
Tim Pengarah Inter Departemen
Direktur Bina Teknik
Pusat
Direktur Perkim Wil Barat, Tengah,Timur
PMU
Tim Pelaksana Inter Departemen
Pimpro Tim Kelompok Kerja Nasional KA
KMP
KE Bappeda Propinsi
KMW
Propinsi
Kepala Dinas PU/ Perumahan/Kimpraswil Propinsi
Pimpro P2P Propinsi
KPK Propinsi
Forum BKM Propinsi
Bappeda Kota/Kab.
Koord. Kota/Kab
Kabupaten Kota
KPK Kota/Kab.
Kepala Dinas PU/ Perumahan /Kimpraswil Kota/Kab.
Forum BKM Kabupaten/Kota
Tim Fasilitator 10 Kel/Desa
Relawan/kader
BKM
KSM
PJOK Kecamatan
Tingkat kecamatan
LURAH
Tingkat Kelurahan
Garis Pengendalian Garis fasilitasi Garis koordinasi Garis Pelaporan/informasi
Bagi Kota/Kabupaten yang terpilih menjadi lokasi sasaran PAKET, maka di tingkat Pemerintah Kota/Kabupaten terdapat PJOK PAKET dan di struktur KPK-D terdapat Tim Pokja PAKET.
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
81
P2KP dengan tugas pokok melaksanakan koordinasi, pengendalian, monitoring dan pembinaan teknis P2KP.
Keterangan Bagan 5.1.:
Tim Pengarah dan Tim Pelaksana Inter Departemen adalah Tim yang beranggotakan Pejabat Eselon I & II dari Kantor Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Komite Penanggulangan Kemiskinan, Bappenas, Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, BPS, yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Tim Pokja Nasional adalah Tim yang beranggotakan Pejabat Eselon III dari Kantor Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Komite Penanggulangan Kemiskinan, Bappenas, Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, BPS, yang dibentuk dengan Keputusan Direktur Jenderal Perumahan dan Permukiman, dan yang dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Kelompok Kerja Inter Departemen.
Direktur Bina Teknik adalah Direktur Bina Teknik Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman.
Direktur Perumahan dan Permukiman Wilayah Barat adalah Direktur Perumahan dan Permukiman Wilayah Barat Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman.
Direktur Perumahan dan Permukiman Wilayah Tengah adalah Direktur Perumahan dan Permukiman Wilayah Tengah Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman.
Direktur Perumahan dan Permukiman Wilayah Timur adalah Direktur Perumahan dan Permukiman Wilayah Timur Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman.
Project Management Unit P2KP (PMU-P2KP) adalah sebuah unit kerja yang bertanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan proyek
82
Pedoman Umum
Pimpro P2KP adalah Pemimpin Proyek yang bertugas memberikan dukungan teknis dan administratif pada semua unsur P2KP guna meningkatkan kelancaran dan ketertiban pelaksanaannya
Konsultan Advisory (KA), berkedudukan di Jakarta, bertugas memberikan masukan PMU/ Pimpro dalam mengembangkan konsepkonsep dasar P2KP, menyusun Pedoman Umum dan Buku-Buku Pedoman lainnya, serta konsep kebijakan operasional sebagai acuan pelaksanaan pelaku P2KP.
KE adalah Konsultan Evaluasi, berkedudukan di Jakarta, bertugas membantu PMU dalam mengevaluasi kegiatan serta hasil dari seluruh proyek P2KP.
KMP adalah Konsultan Manajemen Pusat, berkedudukan di Jakarta dan bertugas membantu Proyek dalam hal perencanaan, monitoring dan pelaporan pelaksanaan di lapangan yang dilakukan oleh Konsultan Manajemen Wilayah (KMW).
KMW adalah Konsultan Manajemen Wilayah berkedudukan di lokasi proyek, berada di bawah tanggung jawab dan koordinasi KMP, yang berperan sebagai pelaku utama pelaksanaan proyek di Tingkat Wilayah (yang mencakup beberapa kota/kabupaten).
BKM adalah Badan Keswadayaan Masyarakat
KSM adalah Kelompok Swadaya Masyarakat
Relawan/kader adalah Relawan Masyarakat
5.1.1. Tata Peran a) Pemerintah Secara umum, partisipasi dan peran aktif pemerintah yang diharapkan dalam pelaksanaan P2KP adalah: (i) Memfasilitasi dan menumbuhkan iklim mendukung bagi upaya terwujudnya kemandirian masyarakat, (ii) “melembagakan” mekanisme yang menjamin terwujudnya komunikasi, koordinasi dan keterpaduan antara pemerintah dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat, dan (iii) Memfasilitasi keberlanjutan penanggulangan kemiskinan secara mandiri. Perangkat pemerintah khususnya pemerintah daerah didorong untuk mampu berperan sebagai pemampu (enabler), pelaksana (fasilitasi), monitoring, supervisi, koordinasi dan selalu beorientasi pada pengembangan masyarakat dengan mengedepankan prakarsa masyarakat. Secara khusus perangkat pemerintah diharapkan mampu berperan sebagai katalis pembangunan dalam rangka mendorong terjadinya proses transformasi dan bukan transplantasi. Proses transformasi yang dimaksud dalam P2KP adalah transformasi masyarakat dari masyarakat miskin menuju masyarakat berdaya, dari masyarakat berdaya menuju masyarakat mandiri dan pada akhirnya dari masyarakat mandiri menuju masyarakat madani (Civil Society).
Di Tingkat Pusat Secara nasional, lembaga penyelenggara (executing agency) P2KP adalah Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil), yang untuk kelancaran tugas membentuk PMU (Project Management Unit). Departemen Kimpraswil dibawah arahan Tim Pengarah Inter Departemen, yang terdiri dari unsur-unsur terkait, antara lain : Bappenas, Dept Kimpraswil, Depdagri, DepKeu, Kantor Menko Kesra, BPS, Deperindag serta Departemen Koperasi dan UKM. Tim Pengarah Inter Departemen (Inter Dept.) akan didukung Tim Pelaksana Inter departemen, yang beranggotakan unsur-unsur terkait yang sama. Keberadaan Tim Pengarah dan Tim Pelaksana Inter Dept. dibentuk melalui Surat Keputusan Menteri Negara/Kepala Bappenas.
Adapun tugas-tugas dari Tim Inter Departemen sesuai Surat Keputusan Menteri Negara dan Kepala Bappenas No.300/M.PPN/10/2002, adalah: 1) Tim Pengarah Inter Departemen • Menetapkan dan memberikan dasardasar kebijakan, perencanaan, koordinasi, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan P2KP • Melakukan sinkronisasi pelaksanaan P2KP dengan program lainnya dalam upaya untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan secara menyeluruh • Memberikan laporan perkembangan kerja secara triwulanan dan laporan hasil kerja kepada Menteri Negara/ Kepala Bappenas serta Menko Kesra 2) Tim Pelaksana Inter Departemen • Menetapkan kebijakan umum dan pedoman-pedoman umum P2KP. • Melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan dengan mengacu pada kebijakan yang telah ditentukan • Memberikan masukan kepada Tim Pengarah untuk penyempurnaan pelaksanaan program • Melaporkan hasil pelaksanaan P2KP kepada Tim Pengarah & KPK Nasional Untuk memperlancar koordinasi, sinkronisasi dan komunikasi antara executing agency dengan Tim Pengarah dan Tim Pelaksana Inter Departemen, Dirjen Perkim Departemen Kimpraswil menetapkan Surat Keputusan tentang Pokja P2KP Nasional, yang beranggotakan eselon III dari departemen-departemen terkait. Perincian tugas-tugas dari Pokja P2KP Nasional ditetapkan dalam SK Dirjen Perkim tersebut.
3) Project Management Unit/Pemimpin Proyek Kepala PMU/Pemimpin proyek, sebagai bagian integral, berperan sebagai penanggungjawab umum pelaksanaan P2KP dan berkedudukan di pusat. PMU/ Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
83
Pimpro adalah penyelenggara dan sekaligus mewakili Departemen Kimpraswil sebagai instansi pelaksana dan bertindak atas nama proyek di tingkat pusat (executing agency). Untuk pelaksanaan substansi proyek, termasuk sebagian tanggung jawab kualitas pelaksanaan P2KP, PMU/Pimpro menugasi KMP (Konsultan Manajemen Pusat) yang bertindak untuk atas nama PMU/pimpro di lapangan -sesuai dengan batasan kewenangan yang diberikan- dan bertanggungjawab langsung ke Kepala PMU/Pimpro. Kedudukan, peran dan fungsi PMU/Pimpro diatur melalui surat keputusan Menteri Kimpraswil. Tanggung jawab dan pokok-pokok tugas PMU/Pimpro P2KP : • Bertanggung jawab terhadap kelancaran pelaksanaan teknis dan administrasi proyek P2KP secara umum kepada Departemen Kimpraswil • Menetapkan jumlah dan nama kelurahan sasaran • Menyiapkan Manual/PedomanPedoman P2KP • Menyiapkan Term of Refference (TOR) konsultan pelaksana • Mengarahkan, memonitor dan menilai kinerja konsultan pelaksana • Melaksanakan sosialisasi secara nasional • Menyiapkan dan bertanggung jawab terhadap sistem penanggulangan pengaduan masyarakat (resolusi konflik) • Melaksanakan dan bertanggung jawab terhadap replenishment IDA Credit No. 3658-IND dan IBRD- Loan No. 4664. • Melakukan proses pengadaan dan pembayaran konsultan pelaksana Di Tingkat Propinsi Pemerintah Propinsi berperan memberikan dukungan dan jaminan atas kelancaran pelaksanaan P2KP di wilayah kerjanya. Penanggung jawab pelaksanaan P2KP di tingkat propinsi adalah Pemerintah Proponsi, yang untuk
84
Pedoman Umum
kelancaran tugasnya dapat membentuk Tim Koordinasi P2KP di tingkat propinsi, melalui Surat Keputusan Gubernur. Tim Koordinasi P2KP tingkat Propinsi terdiri dari KPK Propinsi sebagai Pengarah, Bappeprop sebagai ketua, Dinas yang menangani perumahan dan permukiman sebagai wakil ketua, serta beranggotakan dinas-dinasi terkait lainnya. Bentuk-bentuk kegiatan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: • Pemasyarakatan P2KP kepada instansi pemerintah di tingkat propinsi dan kepada Pemerintah Kota/Kabupaten di wilayahnya; • Memfasilitasi terjadinya koordinasi pelaksanaan P2KP di wilayahnya; • Memantau kegiatan pelaksanaan P2KP dan menerima laporan tahunan dari Pemerintah Kota/Kabupaten; • Mendorong Pemerintah Kota/Kabupaten untuk menumbuh-kembangkan pola-pola pembangunan partisipatif dengan cara membangun sinergi dan memadukan program yang disusun masyarakat dengan program pembangunan pemerintah dan tercermin dalam APBD Kota/Kabupaten; • Mengalokasikan anggaran Biaya Operasional Proyek P2KP yang diperlukan untuk tingkat Propinsi; dan • Berkoordinasi dengan KMW, menyelesaikan persoalan dan konflik yang muncul serta menangani pengaduan-pengaduan, yang tidak dapat diselesaikan di tingkat kota/kabupaten. • Memperkuat peran dan fungsi KPK Propinsi dalam merumuskan dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan di tkt Propinsi dan Pusat Pembelajaran pengkajian masalah-masalah penanggulangan kemiskinan di wilayahnya berdasarkan masukan-masukan dan aspirasi masyarakat, untuk disampaikan kepada Pemerintah Propinsi sebagai bahan pengambilan kebijakan serta program penanggulangan kemiskinan dan pembangunan propinsi. • Berperan aktif mendukung dan terlibat pada pelaksanaan exit strategy P2KP
Di Tingkat Kota/Kabupaten 1) Pemerintah Kota/Kabupaten Pemerintah Kota/Kabupaten berperan dan bertanggungjawab menjamin kelancaran pelaksanaan P2KP di wilayah kerjanya, yang untuk kelancaran tugasnya dapat membentuk Tim Koordinasi P2KP di tingkat kota/kabupaten, melalui Surat Keputusan Walikota/Bupati. Tim Koordinasi P2KP Kota/ Kabupaten terdiri dari KPK-kota/kab sebagai pengarah, Bappeko/kab sebagai ketua, Dinas yang menangani perumahan atau permukiman sebagai wakil ketua, dan beranggotakan dinas-dinas terkait lainnya. Tugas Pemerintah Kota/Kabupaten dalam rangka P2KP, antara lain adalah : • Mengajukan usulan lokasi sasaran P2KP kepada PMU/Pimpro • Memverifikasi daftar lokasi sasaran P2KP serta menyampaikan hasilnya dalam bentuk rekomendasi lokasi sasaran definitif kepada PMU/Pimpro. • Menjamin bahwa lokasi-lokasi sasaran P2KP di wilayahnya tidak tumpang tindih dengan lokasi proyek sejenis lainnya, terutama Proyek Pengembangan Kecamatan (PPK). • Mengangkat Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK) di tingkat kecamatan untuk kelancaran administrasi BLM. Bagi kota/kabupaten peserta PAKET, juga mengangkat PJOK PAKET di tingkat kota/ kabupaten (Bappeda) untuk membantu adminsitrasi pencairan dana PAKET bagi Kota/kabupaten yang terseleksi sebagai lokasi pelaksanaan program PAKET P2KP; • Mendukung koordinasi dan kerjasama antar para pelaksana P2KP, baik pelaksana dari instansi pemerintah, konsultan maupun masyarakat. • Mengalokasikan Biaya Operasional Proyek (BOP) secara tepat waktu dan tepat kebutuhan, baik untuk BOP-Tim Koordinasi, BOP-PJOK (termasuk PJOK PAKET bagi kota peserta PAKET), BOP-Kelurahan, maupun
biaya-biaya lain yang terkait dengan pelaksanaan P2KP yang tidak disediakan oleh APBN, APBD Propinsi, dan pinjaman Bank Dunia; • Pemasyarakatan program/sosialisasi P2KP kepada instansi pemerintah di tingkat kota/kabupaten, termasuk kecamatan dan kelurahan di wilayahnya, berkoordinasi dengan KMW, termasuk dimungkinkan sharing pendanaan kegiatan sosialisasi; • Mendorong pelibatan masyarakat, KSM, BKM dan Forum BKM dalam proses perencanaan pembangunan partisipatif, mulai dari tingkat kelurahan/ desa, kecamatan hingga kota/ kabupaten, antara lain dalam bentuk keikut-sertaan organisasi masyarakat tersebut dalam kegiatan Rakorbang; • Memadukan kebutuhan, rencana, dan program penanggulangan kemiskinan masyarakat (PJM Pronangkis) melalui penetapan kebijakan program pemkot/ kabupaten, khususnya yang dibiayai APBD Kota/Kabupaten; • Mendorong terbentuknya Pokja Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (Pokja PAKET) dan mengalokasikan biaya operasional PAKET P2KP, bagi kota/kabupaten peserta PAKET P2KP; • Memfasilitasi pelatihan-pelatihan dan lokakarya-lokakarya tertentu bekerjasama dengan KMW, termasuk kemungkinan dalam hal sharing pendanaannya; • Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Forum BKM kota/kabupaten; • Melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan pelaksanaan P2KP, menerima serta mengevaluasi laporan kegiatan dari PJOK BLM dan PJOK PAKET; • Berkoordinasi dengan Koordinator Kota KMW, menyelesaikan persoalan dan konflik yang muncul serta menangani pengaduan, yang tidak dapat diselesaikan di tingkat BKM/kelurahan; • Melakukan supervisi terhadap pelaksanaan P2KP dan memberi
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
85
masukan-masukan kepada KMW, KMP maupun PMU/Pimpro P2KP. • Memperkuat peran dan fungsi KPK Kota/Kabupaten dalam merumuskan dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan di tkt Kota/kabupaten dan Pusat Pembelajaran pengkajian masalah-masalah penanggulangan kemiskinan di wilayahnya berdasarkan masukan-masukan dan aspirasi masyarakat, untuk disampaikan kepada Pemerintah Kota/Kabupaten sebagai bahan pengambilan kebijakan serta program penanggulangan kemiskinan dan pembangunan kota/ kabupaten. • Berperan aktif untuk terlibat dan menumbuhkembangkan proses ’Komunitas Belajar Perkotaan (KBP) , yang dikoordinir oleh KPK setempat; • Mendorong, mendukung, dan membuka akses seluas mungkin bagi relawanrelawan kemiskinan kota/kabupaten; • Berperan aktif & terlibat dalam mendukung pelaksanaan exit strategy P2KP 2) Kelompok Kerja Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (Pokja PAKET) Pokja PAKET dibentuk sebagai persyaratan bagi pemerintah kota/ kabupaten yang terpilih sebagai lokasi pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET) P2KP. Pokja PAKET pada dasarnya bersifat ad hoc, setelah dipilih anggota-anggota Pokja PAKET yang dilakukan secara demokratis, partisipatif dan akuntabel, berdasarkan pertimbangan hasil pembelajaran relawan-relawan kemiskinan kota/ kabupaten. Pokja PAKET berfungsi serta beroperasi sebagai suatu pimpinan kolektif dan tidak ada satupun anggota Pokja PAKET yang memiliki hak istimewa (privilege). Anggota Pokja PAKET diutamakan terdiri dari relawan-relawan kemiskinan kota/ kabupaten yang aktif dalam KBP dan
86
Pedoman Umum
merupakan representasi masyarakat yang memiliki kualitas sifat-sifat kemanusiaan yang luhur, seperti ikhlas, berkorban, jujur, adil, serta komitment dan peduli terhadap penanggulangan kemiskinan. Pokja PAKET bekerja dan melaksanakan kegiatan atas dasar kerelawanan, namun biaya operasional kegiatannya ditanggung oleh pemerintah kota/ kabupaten sebagai kontribusi pendanaan dalam proyek. Pemerintah Kota/Kabupaten mendukung kebutuhan KPK-D untuk memfasilitasi kegiatan Pokja PAKET. Pembentukan Pokja PAKET difasilitasi oleh KMW berkoordinasi dengan KPK-D dan Tim Koordinasi kota/kabupaten setempat. Ruang lingkup tugas utama Pokja PAKET antara lain adalah sbb: • Menyebarluaskan PAKET di seluruh kelurahan di kota/kabupaten peserta; • Mendorong dan mempromosikan kemitraan/kerjasama antara masyarakat dan pemerintah daerah dalam penyediaan pelayanan publik; • Merumuskan dan menetapkan kriteria untuk seleksi proposal bersama; • Menseleksi proposal/usulan bersama dan menetapkan alokasi dana PAKET; • Mengevaluasi dan menyebarluaskan contoh baik (best practice) kegiatan PAKET P2KP kepada pihak-pihak terkait; serta • Menjaga keutuhan dan konsistensi pelaksanaan prinsip dan nilai P2KP dalam pelaksanaan PAKET. Beberapa hal yang harus menjadi perhatian adalah: • Pokja tidak menjadi kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan yang bertentangan dengan tujuan, prinsip dan nilai P2KP; • Pokja tidak dapat dipergunakan sebagai wadah kegiatan yang bersifat politis dan harus mengedepankan prinsip kemitraan, kesetaraan dan kebersamaan;
• Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) bukan merupakan sub-ordinat Pokja PAKET; dan
dan perangkatnya, dan (2) PJOK untuk BLM dengan peran dan tugas masing-masing unsur adalah sbb:
• Anggota Pokja bukan dari wakil organisasi politik.
1) Camat
3) Penanggung Jawab Operasional Kegiatan PAKET (PJOK-PAKET) Peran Penanggung Jawab Operasional Kegiatan PAKET (PJOK-PAKET) adalah sebagai pelaksana proyek P2KP, khususnya untuk kegiatan PAKET di tingkat kota/kabupaten dan bertanggung jawab atas aspek administrasi pelaksanaan proyek di dalam wilayah kerjanya. PJOK diangkat oleh Walikota/ Bupati dari perangkat Bappeda Kota/ Kabupaten terkait, dengan tugas sbb: • Berkoordinasi dengan KMW, Memantau proses pelaksanaan Dana PAKET di wilayah kerjanya sesuai dengan pentahapan yang sudah ditentukan; • Melaksanakan pengadministrasian proyek yang meliputi: menandatangani SPPB, memproses SPP ke KPKN, dll; • Membuat laporan bulanan pelaksanaan tugas setiap bulan. Laporan bulanan dibuat rangkap empat untuk diserahkan sebelum tanggal 15 setiap bulan kepada Walikota/Bupati dan tembusannya kepada Bappeda serta Pokja PAKET di wilayah kerjanya; • Membuat laporan pertanggungjawaban pada akhir masa jabatannya dan menyerahkannya kepada Walikota/ Bupati paling lambat satu bulan setelah masa tugasnya sebagai PJOK berakhir. Jika terjadi pergantian PJOK antar waktu maka PJOK sebelumnya harus menyerahkan satu copy laporan kepada PJOK penggantinya; dan • Melakukan pengecekan terhadap penggunaan dana yang telah disalurkan kepada Panitia kemitraan agar sesuai dengan usulan yang diajukan. Di Tingkat Kecamatan Di tingkat Kecamatan, unsur yang masuk dalam pelaksanaan P2KP adalah (1) Camat
Peran pokok Camat adalah memberikan dukungan dan jaminan atas kelancaran pelaksanaan P2KP di wilayah kerjanya, dengan rincian tugas sebagai berikut: • Melakukan pemasyarakatan program P2KP kepada lurah dan perangkat kelurahan di wilayah kerjanya; • Memfasilitasi berlangsungnya koordinasi dan konsolidasi dalam pelaksanaan P2KP di wilayah kerjanya; • Melakukan pemantauan pelaksanaan P2KP di wilayah kerjanya dan menerima serta memverifikasi laporan para Lurah; • Mendorong dan mendukung tumbuhnya prakarsa dan partisipasi warga masyarakat di wilayahnya. • Mendorong dan mendukung tumbuhnya forum BKM tingkat kecamatan; • Memadukan dan mensinergikan kebutuhan dan rencana program penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat melalui penetapan kebijakan dalam program pembangunan kelurahan/desa; • Mendorong proses pembangunan partisipatif dalam penanggulangan kemiskinan di wilayah kerjanya, termasuk perumusan program
penanggu-langan kemiskinan yang berbasis masyarakat; • Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Forum Komunikasi BKM di tingkat kecamatan/kota/kabupaten, KSM, dan kelompok peduli lainnya untuk meningkatkan keberhasilan P2KP di wilayah kerjanya; serta • Berkoordinasi dengan PJOK dan tim fasilitator dalam penyelesaian persoalan, konflik dan penanganan pengaduan mengenai pelaksanaan P2KP di wilayahnya.
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
87
2) Penanggung Jawab Operasional Kegiatan BLM (PJOK-BLM) Peran Penanggung Jawab Operasional Kegiatan BLM (PJOK-BLM) adalah sebagai pelaksana proyek P2KP di tingkat kecamatan dan bertanggung jawab atas aspek administrasi dan substansi pelaksanaan proyek di dalam wilayah kerjanya. PJOK diangkat oleh Bupati/ Walikota dari perangkat Kecamatan terkait, dengan tugas. • Memantau proses pelaksanaan P2KP di wilayah kerjanya sesuai dengan pentahapan yang sudah ditentukan; • Melaksanakan pengadministrasian proyek yang meliputi: menandatangani SPPB, memproses SPP ke KPKN dll; • Membuat laporan bulanan pelaksanaan tugas setiap bulan. Laporan bulanan dibuat rangkap empat untuk diserahkan sebelum tanggal 15 setiap bulan kepada bupati/walikota. Laporan tersebut dikirim sebagai tembusan kepada Camat, Lurah dan BKM-BKM di wilayah kerjanya; • Membuat laporan pertanggungjawaban pada akhir masa jabatannya dan menyerahkannya kepada bupati/ walikota paling lambat satu bulan setelah masa tugasnya sebagai PJOK berakhir. Jika terjadi pergantian PJOK antar waktu, maka PJOK sebelumnya harus menyerahkan satu copy laporan kepada PJOK penggantinya. Laporan pertanggung-jawaban PJOK memuat pelaksanaan tugas, hasil-hasil kegiatan, hasil monitoring dan evaluasi serta dilengkapi dengan uraian dan penjelasan penggunaan dana BOP-PJOK; • Melakukan koordinasi dan sinkronisasi kegiatan P2KP dengan konsultan dan atau Tim Fasilitator serta bersama-sama menangani penyelesaian persoalan/ konflik dan pengaduan mengenai pelaksanaan P2KP di wilayah kerjanya; • Melakukan pengecekan terhadap penggunaan dana yang telah disalurkan
88
Pedoman Umum
kepada BKM/UP maupun KSM dan masyarakat agar sesuai dengan usulan yang diajukan. Di Tingkat Kelurahan 1) Lurah atau Kepala Desa Secara umum peran utama Kepala Kelurahan/Lurah dan Kepala Desa adalah memberikan dukungan dan jaminan agar pelaksanaan P2KP di wilayah kerjanya dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga tujuan yang diharapkan melalui P2KP dapat tercapai dengan baik. Untuk Itu Lurah/ Kepala Desa dapat mengerahkan perangkat kelurahan atau desa sesuai dengan fungsi masing-masing. Secara rinci tugas dan tanggung jawab Lurah/Kepala Desa dalam pelaksanaan P2KP adalah sebagai berikut: • Membantu sosialisasi awal P2KP ke seluruh masyarakat di wilayahnya; • Memfasilitasi proses pemahaman masyarakat mengenai P2KP, dan atas nama warga mengajukan surat ke KMW dan Bappeda Kota/Kabupaten, yang menyatakan kesiapan warga masyarakat melaksanakan P2KP; • Memfasilitasi pendaftaran dan pengusulan relawan-relawan masyarakat secara demokratis, transparan dan akuntabel; • Memfasilitasi terselenggaranya FGD, rembug warga atau jenis pertemuan lainnya yang melibatkan perangkat pemerintah kelurahan/desa (termasuk RT/RW), masyarakat, dan relawan masyarakat dalam upaya penyebarluasan informasi maupun pelaksanaan tahapan kegiatan P2KP; • Memfasilitasi proses pengorganisasian masyarakat warga dan pembentukan lembaga masyarakat di kelurahannya. (Bentuk-bentuk dukungan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat, serta ketentuan P2KP);
• Memfasilitasi koordinasi dan sinkronisasi kegiatan yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan termasuk peninjauan lapangan oleh berbagai pihak berkepentingan; • Memfasilitasi pelaksanaan pemetaan swadaya (Community Self Survey) dalam rangka pemetaan kemiskinan dan potensi sumberdaya masyarakat yang dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat; • Memfasilitasi dan mendukung penyusunan Program Jangka Menengah Penanggulangan Kemiskinan dan program tahunannya oleh masyarakat yang diorganisasikan oleh lembaga masyarakat setempat (BKM); • Mendorong tumbuh-berkembangnya proses pembangunan partisipatif di desa/kelurahannya; • Memfasilitasi BKM dan masyarakat agar mampu mencapai kinerja Mandiri • Bersama dengan BKM/masyarakat dan kelompok peduli membangun kesepakatan tentang tata cara pelayanan publik yang baik (good governance) yang berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin (pro poor) • Mendukung dan turut aktif dalam proses penggalian, pengembangan, dan pelembagaan nilai-nilai universal kemanusiaan serta prinsip-prinsip universal kemasyarakat sebagai landasan yang kokoh dalam kegiatan penanggulangan kemiskinan, pembangunan lingkungan permukiman dan kemasyarakatan di kelurahannya. • Memfasilitasi upaya-upaya untuk menggalang kepedulian, dukungan serta kontribusi potensi sumber daya yang ada (baik keahlian, pengetahuan, dana, maupun informasi, dan lain-lain), yang ada di wilayah kelurahannya; • Memberi laporan bulanan kegiatan P2KP di wilayahnya kepada Camat; • Berkoordinasi dengan fasilitator, relawan masyarakat dan BKM, memfasilitasi
penyelesaian persoalan dan konflik serta penanganan pengaduan yang muncul dalam pelaksanaan P2KP di wilayah kerjanya; • Memfasilitasi keberlanjutan P2KP di wilayahnya dengan mendukung BKM guna menggerakan Komunitas Belajar Kelurahan (KBK), yang beranggotakan relawan-relawan kemiskinan setempat. b) Konsultan Pelaksana 1) Konsultan Advisory (KA) Konsultan Advisory (KA) berkedudukan di pusat dengan tugas pokok melaksanakan tugas-tugas dan kewenangan yang diberikan PMU/Pimpro dalam merumuskan dan mengembangkan konsep-konsep P2KP, menyusun bukubuku pedoman P2KP, dan mengawal substansi serta koridor-koridor konsep P2KP agar bisa dilaksanakan dengan baik oleh konsultan (KMP, KMW & KE). Untuk itu, sesuai kewenangan PMU/ Pimpro, KA dapat melakukan koordinasi, monitoring dan pengendalian implementasi konsep P2KP yang dilaksanakan Konsultan Manajemen (KMP, & KMW), sehingga kualitas substansi konsep P2KP lebih terjamin tercapai. Di samping itu, KA juga memberikan masukan kepada PMU/Pimpro dan para pihak terkait di tingkat pusat, dalam hal penanganan berbagai isu-isu strategis yang berkaitan dengan konsep P2KP yang muncul dalam pelaksanaan P2KP. Isyu-isyu tersebut dapat berkaitan dengan permasalahan yang muncul, antisipasi tindakan perbaikan atau penyempurnaan, serta merumuskna lesson learned dan best practice dari pengalaman-pengalaman lapangan. KA juga bertugas mendukung Tim Pokja Nasional, Tim Pengarah dan Tim Pelaksana Interdept P2KP dalam hal isu-isu strategis yang berkaitan dengan penyusunan konsep & pedoman P2KP serta implementasinya di lapangan, maupun isyu-isyu penanggulangan
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
89
kemiskinan di perkotaan dan konsep pemberdayaan masyarakat. KA terdiri dari Tim Ahli inti (Community Development Specialist Team), yang terdiri dari individu-individu terpilih yang menguasai pemberdayaan masyarakat dan berpengalaman luas dalam proyek P2KP. Tim Ahli Inti KA dapat dibantu beberapa tenaga ahli junior dan assisten untuk mendukung bidang-bidang tertentu sesuai kebutuhan. Adapun ruang lingkup tugas Konsultan advisory adalah sbb: a. Membantu PMU/Pimpro, POKJA dan Tim Interdept P2KP dalam koordinasi dan pelaksanaan P2KP serta mengkaji isu-isu strategis yang berkaitan konsep P2KP dan penanggulangan kemiskinan. b. Mengumpulkan, mengkaji dan menganalisis isu-isu strategis pelaksanaan P2KP untuk menjadi lesson learned dan best practice yang selanjutnya disosialisasikan kepada berbagai pihak, baik di lingkungan internal maupun para pihak (stakeholder) lainnya. c. Membantu PMU/Pimpro dalam proses pengadaan/pelelangan KMP, KMW & KE untuk P2KP, sesuai kebutuhan. d. Mengkoordinasikan forum diskusi dengan berbagai program/proyek/ kegiatan penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan oleh departemen/ kementerian/lembaga donor lain untuk saling bertukar pengalaman dan informasi guna mencapai upaya-upaya penanggulangan kemiskinan yang lebih baik, e. Mengembangkan strategi pelaksanaan Exit Strategy P2KP, dan menyiapkan pedoman-pedoman yang dibutuhkan, pelatihan untuk fasilitator, BKM dan penguatan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah setempat.
90
Pedoman Umum
f. Membuat dan menyusun konsep pengembangan kapasitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan P2KP (pelatihan dan sosialisasi), baik untuk para pelaku maupun untuk masyarakat, pemerintah daerah dan kelompok peduli serta pihak lainnya sesuai kebutuhan. g. Membuat desain konsep dan pedoman-pedoman P2KP. h. Membuat konsep pelaksanaan Pilot Proyek chanelling BKM/UP dengan lembaga keuangan dan lembaga lainnya, guna menjamin keberlanjutan dan kemandirian BKM. i. Membantu PMU/Pimpro dalam mengembangkan konsep-konsep lainnya sesuai kebutuhan. 2) Konsultan Evaluasi (KE) Konsultan Evaluasi (KE) berkedudukan di pusat dengan tugas utama melaksanakan tugas-tugas dan kewenangan yang diberikan Departemen Kimpraswil dalam melakukan evaluasi, survey dan study sebagaimana ditetapkan pada pedoman P2KP. Secara umum tugas KE ialah: a. Berkoordinasi dengan para pihak (Dept. Kimpraswil, Tim Interdept, PMU & Worldbank) untuk merumuskan instrument, penetapan samping serta prosedur dan mekanisme evaluasi. b. Membuat modul dan materi pelatihan yg berkaitan dengan konsep, prosedur serta instrument survey, study dan evaluasi P2KP c. Merekrut, mengontrak dan melatih para pelaku yang akan melaksanakan survey, study serta evaluasi di lapangan. d. Melaksanakan baseline survey berdasarkan instrument penelitian yang disepakati oleh para pihak. e. Memasukkan, sorting dan menyimpan data lengkap instrument
penelitian dan menyerahkan dalam bentuk format elektronik ke PMU. f. Membuat laporan deskriptif dan mempresentasikannya kepada para pihak terhadap hasil-hasil dari survey, study dan evaluasi yang dilakukannya. 3) Konsultan Manajemen Pusat (KMP) Konsultan Manajemen Pusat (KMP) berkedudukan di pusat dengan tugas utama melaksanakan tugas-tugas dan kewenangan yang diberikan PMU dalam pelaksanaan P2KP, terutama dalam pengendalian mutu pelaksanaan proyek dan bertanggungjawab kepada PMU. Dengan demikian, KMP melakukan koordinasi, supervisi dan pengendalian terhadap tugas yang dilaksanakan oleh seluruh Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) sehingga kualitas kinerjanya terjamin. Secara umum tugas KMP meliputi perencanaan, koordinasi, monitoring dan supervisi (pengendalian), pelaporan dan melakukan tindakan penanggulangan terhadap berbagai persoalan yang muncul dalam pelaksanaan P2KP. KMP juga bertugas membangun dan mengembangkan sistem penanganan persoalan dan penanggulangan konflik secara berjenjang, dimulai dari tingkat komunitas/ masyarakat sampai ke tingkat yang lebih tinggi seperti KMW dan KMP. KMP juga bertanggungjawab untuk mengelola Tim Pelatih Ahli (Training Specialist Team), yang terdiri dari individu terpilih yang menguasai pelatihan partisipatif untuk menjamin standard kualitas pelatihan, terutama pelatihan yang khas dengan P2KP, seperti; pelatihan siklus proyek P2KP, pelatihan dasar dan pelatihan kepemimpinan. Sedangkan untuk pelatihan ketrampilan khusus bagi pelaku terkait P2KP, KMP dapat
menyewa training provider. Selain itu untuk menangani sosialisasi yang berperan sangat strategis bagi kesuksesan P2KP, KMP wajib mengalokasikan anggaran serta tenaga ahli khusus di bidang sosialisasi. Demikian pula halnya dengan kebutuhan personal di bidang PAKET. Dalam hal pelaksanaan tugasnya, KMP melakukan koordinasi secara intensif dengan Konsultan Advisory, khususnya dalam hal upaya menjamin bahwa substansi konsep P2KP dapat diimplementasikan dengan baik dan benar. 4) Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) Tugas utama KMW secara umum adalah sebagai pelaksana proyek di tingkat Satuan Wilayah Kerja (SWK) masing-masing dan sebagai pemberdaya pelaku P2KP di daerah. Untuk itu, KMW akan melakukan persiapan, perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, monitoring, supervise, dan pelaporan seluruh kegiatan pelaksanaan P2KP di SWK-nya Dalam melaksanakan tugasnya KMW bertanggungjawab langsung dan berada di bawah koordinasi serta kendali KMP. “Team Leader” KMW akan berperan sebagai koordinator propinsi dan KMW juga dapat menempatkan satu orang koordinator kota di seluruh kota sasaran yang ada dalam satuan wilayah kerjanya. Koordinator kota, selain mengkoordinir, memfasilitasi dan mengendalikan Tim fasilitator, juga memfasilitasi peran pemerintah kota/ kabupaten dan menangani kegiatan PAKET di kota terseleksi. Tim fasilitator sendiri berkedudukan di kecamatan dan terdiri dari satu orang fasilitator senior dibantu oleh 3-4 fasilitator. KMW dapat menyewa training provider untuk kegiatan pelatihan yang berkaitan dengan peningkatan ketrampilan bagi BKM, UP-UP, Relawan dan KSM. Secara umum, tugas KMW adalah: Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
91
• Sebagai pelaksana lapangan P2KP di wilayah kerja masing-masing;
• Menjamin realisasi pemberdayaan masyarakat dilakukan secara tepat melalui manajemen dan fasilitasi yang benar kepada Tim fasilitator;
• Menjamin visi, misi, tujuan, strategi, sasaran dan pendekatan P2KP dapat dilaksanakan secara konsisten sesuai Pedoman P2KP;
• Memfasilitasi, mengkoordinasi dan mendukung pembentukan Forum BKM tingkat kota/kabupaten dan menghubungkan dengan stakeholders lainnya, termasuk dinas pemerintah kota/kabupaten, dalam rangka membangun kemitraan serta jejaring kerja yang saling menguntungkan di antara mereka;
• Mendorong keterlibatan berbagai pihak, khususnya relawan-relawan kemiskinan.tingkat kelurahan, dalam ‘learning center’ penanggulangan kemiskinan, melalui Komunitas Belajar Kelurahan (KBK);
• Mendorong dan mengembangkan terbentuknya kelompok independen sebagai kontrol sosial bagi P2KP khususnya dan proyek pemerintah lainnya pada umumnya;
• Menumbuhkembangkan dan melembagakan kembali nilai-nilai dan prinsip P2KP, sebagai bagian organik proses pembangunan lokal dan penanggulangan kemiskinan;
• Mengkondisikan masyarakat,
• Mendorong masyarakat untuk
kelompok-kelompok masyarakat serta kekuatan-kekuatan sosial yang ada, termasuk di dalamnya aparat pemerintah kota/kabupaten, agar memahami esensi dan substansi “P2KP”, sehingga dapat mendukung maupun melakukan kontrol yang memadai;
mampu mengakses berbagai peluang program
• Membangun dan mengembangkan kapasitas pemerintah lokal dan stakeholders untuk bekerja lebih efektif dengan masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan serta mampu menjadi fasilitator pelaksanaan P2KP di wilayah kerjanya;
• Mendorong dan memperkuat peran serta fungsi Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK), baik di tingkat propinsi maupun kota/kabupaten dalam menyusun Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan (SPK) dan Pronangkis Kota/kabupaten di wilayah masing-masing;
• Mendorong keterlibatan berbagai pihak, khususnya relawan-relawan kemiskinan. tingkat kota/kabupaten dalam kegiatan ‘learning center’
92
penanggulangan kemiskinan, melalui pelembagaan Komunitas Belajar Perkotaan (KBP);
Pedoman Umum
• Melakukan upaya-upaya pada phase terminasi (minimal 6 bulan sebelum phase pendampingan berakhir) untuk menjamin kesiapan masyarakat dan pemerintah kota/ kabupaten dalam hal kemandirian serta keberlanjutan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan maupun replikasi konsep dan pendekatan P2KP;
• Memfasilitasi pemerintah propinsi dan pemerintah kota/kabupaten agar mampu melaksanakan program exit strategy P2KP, sesuai dengan kondisi dan perkembangan wilayah masing-masing;
• Menjamin berfungsinya Sistem Informasi Manajemen (SIM) P2KP, melalui pengelolaan dan penyediaan input data yang akurat; serta
• Berkoordinasi dengan pemerintah propinsi dan kota kabupaten dalam rangka menyelesaikan berbagai masalah dan konflik yang ada, penanganan pengaduan serta
mendukung pelaksanaan P2KP.
kelancaran
3) Tim Fasilitator Tugas utama Tim fasilitator adalah melaksanakan tugas KMW di tingkat komunitas/masyarakat :
• sebagai pelaksana proyek termasuk mencatat dan mendokumentasikan setiap perkembangan proyek dan melaporkannya ke KMW sebagai masukan untuk data SIM (Sistem Informasi Manajemen); dan
• sebagai pemberdaya masyarakat termasuk mensosialisasikan masyarakat tentang P2KP, melakukan intervensi dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan membantu masyarakat merumuskan serta melaksanakan kegiatan penanggulangan kemiskinan.
• Para fasilitator ini akan bekerja dalam satu Tim dan dipimpin oleh seorang fasilitator senior. Rincian tugas-tugas tim fasilitator sebagai pelaksana proyek dari tugas-tugas KMW di tingkat masyarakat adalah sebagai berikut :
• Melaksanakan P2KP sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Buku-Buku Pedoman P2KP;
• Menjaga proyek dari terjadinya salah sasaran dan salah penanganan;
• Mencatat dan mendokumentasikan semua kemajuan proyek di lapangan sesuai dengan format pedoman P2KP, SIM dan yang disediakan KMW; dan
• Melaporkan kemajuan proyek kepada KMW melalui koordinator kota sebagai input SIM. Rincian tugas-tugas tim fasilitator sebagai agen pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut : ♦ Melaksanakan kegiatan-kegiatan sosialisasi penyadaran masyarakat Termasuk didalamnya adalah:
• Menyebarluaskan
informasi mengenai P2KP sebagai Program Pemberdayaan Masyarakat dalam
penanggulangan kemiskinan kepada seluruh lapisan masyarakat dimana mereka bertugas
• Menyebarluaskan Visi, Misi, Tujuan, Strategi, Prinsip dan Nilai P2KP
• Bersama relawan masyarakat, melalui serangkaian FGD, membangun kesadaran kritis masyarakat agar mampu mengidentifikasikan masalah kemiskinannya dan perlunya menanggulangi masalah kemiskinan mereka secara terorganisasi dan sistematis
• Mendorong peran serta dan keterlibatan seluruh komponen masyarakat umumnya dan masyarakat miskin khususnya, di seluruh kegiatan P2KP
• Membangkitkan tumbuhberkembangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan sosial kontrol pelaksanaan P2KP di kelurahannya
• Memfasilitasi pembangunan dan pengembangan sosial kapital (nilainilai kemanusiaan dan kemasyarakatan) sebagai kondisi yang dibutuhkan bagi upaya penanggulangan kemiskinan. ♦ Melaksanakan kegiatan-kegiatan pelatihan (training). Termasuk didalamnya adalah:
• Memperkuat dan Mengembangkan kapasitas relawan-relawan masyarakat sebagai agen pemberdayaan masyarakat. Termasuk diantaranya pelatihan dasar dan lanjutan dalam bentuk pelatihan kelas, praktek atau on the job training dan latihan serta pendampingan intensif;
• Memperkuat dan mengembangkan kapasitas BKM sebagai badan perwakilan masyarakat terpilih. Dalam hal ini difokuskan pada pelatihan dasar serta pendampingan dan on the job training intensif; dan
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
93
• Memperkuat dan mengembangkan kapasitas KSM sebagai kelompok dinamik. Termasuk diantaranya membangun tim, mengenali peluang usaha atau mengembangkan usaha yang ada, menyusun proposol usaha, dan pengelolaan keuangan secara sederhana. Pelatihan dilaksanakan dalam bentuk kelas maupun praktek dalam kelompok ♦ Melaksanakan kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat. Termasuk didalamnya adalah:
• Pengorganisasian Masyarakat. Bersama Relawan Masyarakat, memfasilitasi proses penilaian lembaga masyarakat yang ada dan/ atau membentuk baru lembaga masyarakat sebagai BKM, sesuai kesepakatan bersama masyarakat. BKM harus merupakan badan perwakilan masyarakat terpilih yang dibentuk dan dikelola secara partisipatif dan demokratis. Demikian pula halnya dalam pembentukan Unit-Unit Pengelola (UP-UP). Termasuk fasilitasi pengorganisasian masyarakat adalah pembentukan KSM-KSM dalam rangka menggalang potensi masyarakat serta memanfaatkan peluang yang ditawarkan P2KP;
• Bersama relawan, memfasilitasi masyarakat melaksanakan proses perencanaan partisipatif untuk menyusun rencana program jangka menengah dan rencana tahunan program penanggulangan kemiskinan (PJM & Renta Pronangkis).
• Bersama perangkat kelurahan dan relawan masyarakat, memfasilitasi BKM untuk membangun dan memperkuat Unit-unit pelaksana (UPL. UPK dan UPS);
• Memperkuat kapasitas BKM dan relawan-relawan agar mereka mampu memfasilitasi KSM untuk mengidentifikasi peluang usaha,
94
Pedoman Umum
kebutuhan pembangunan infrastruktur dan pelayanan lingkungan dasar, serta memformulasikannya dalam bentuk usulan kegiatanl yang layak;
• Memperkenalkan berbagai inovasi sederhana dalam manajemen pinjaman bergulir, termasuk sistem audit, transparansi, proses pengambilan keputusan yang demokratis, tata buku, dan lain-lain;
• Memfasilitasi dan membimbing masyarakat secara intensif agar mampu mengikuti ketentuan Pedoman P2KP dalam seluruh tahapan kegiatan pelaksanaan P2KP; serta
• Memfasilitasi BKM, perangkat kelurahan dan relawan agar mampu membangun dan mengembangkan masyarakat pembelajar melalui Komunitas Belajar Kelurahan (KBK).
• Advokasi, mediasi dan membangun jalinan kemitraan strategis (networking) antar semua pelaku yang bermanfaat bagi masyarakat dan pihak lainnya. Spesifikasi Persyaratan Fasilitator dalam P2KP setidaknya memenuhi harapan dan kualifikasi berikut:
• Wajib bertempat tinggal di lokasi yang strategis untuk menjangkau kelurahan sasaran yang menjadi tanggung jawab selama masa kontrak.
• Memahami budaya dan bahasa setempat
• Memilki komitmen dan keberpihakan yang tinggi terhadap masyarakat miskin.
• Memiliki wawasan dan pengalaman yang memadai tentang Community Based Development.
• Syarat pendidikan minimal untuk Fasilitator adalah sarjana atau sarjana muda, dengan pengalaman bekerja minimal 3 tahun, dan lebih diutamakan yang telah memiliki pengalaman di bidang pemberdayaan masyarakat dan
dapat mengoperasikan komputer (spreadsheet dan word processor). Khusus Fasilitator senior, maka tambahan persyaratan adalah sbb:
• Diutamakan pernah menjadi Fasilitator P2KP yang kinerjanya dinilai berprestasi atau memiliki pengalaman kerja minimal 5 tahun dalam kegiatan pengembangan masyarakat
• Syarat pendidikan minimal adalah sarjana atau sarjana muda. P2KP akan mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh bentuk penghargaan khusus terhadap fasilitator yang telah mengabdi bersama P2KP, dalam bentuk jenjang karir atau bentuk lainnya sesuai dengan lamanya masa pengabdian di P2KP dan kebutuhan yang ada.
5.2. PENDANAAN PROYEK 5.2.1. Sumber Dana Dana Sumber Dana P2KP berasal dari : •
Pinjaman Bank Dunia, melalui IDA-Credit dan IBRD-Loan ; dan
•
APBN, APBD Propinsi dan APBD Kota/ Kabupaten
5.2.2. Peruntukan Dana Sumber-sumber dana P2KP digunakan untuk keperluan komponen-komponen proyek sbb : a) Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kapasitas untuk mengedepankan peran Pemerintah Daerah Biaya-biaya kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah pada dasarnya didanai dari sumber dana pinjaman Bank Dunia, yaitu berupa pendampingan tim fasilitator, lokakarya dan pelatihan masyarakat. Pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah kota/ kabupaten juga mengalokasikan dana dari sumber APBN & APBD masing-masing untuk beberapa kegiatan pelatihan dan lokakarya yang diperuntukkan bagi pengembangan kapasitas para-pihak yang ada di wilayah kerja masing-masing.
Ketentuan mengenai jenis pelatihan dan sosialisasi yang dialokasikan dari APBN dan APBD akan ditetapkan PMU/Pimpro P2KP pusat. b) Penyediaan Dana Bantuan Langsung ke Masyarakat (BLM) Dana Bantuan Langsung ke Masyarakat (BLM) bersumber pada dana pinjaman dari Bank Dunia, sementara pemerintah Indonesia (Pusat, propinsi dan kota/kab.) mengalokasikan dana untuk Biaya Operasional Proyek, termasuk BOP PJOK dan BOP kelurahan. c) Penyediaan Dana Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET) Dana PAKET bersumber dari pinjaman Bank Dunia, sementara pemerintah kota/ kabupaten peserta PAKET mengalokasikan dana untuk Biaya Operasional Proyek, termasuk sosialisasi, koordinasi, BOP PJOK PAKET, Pokja PAKET dll. Dana PAKET untuk satu usulan kegiatan/ sub proyek hanya untuk memenuhi 50% dari kebutuhan biaya yang diusulkan. Oleh karena itu, pihak pengusul kegiatan PAKET, khususnya dinas/instansi terkait bersama BKM, harus menyediakan kontribusi keswadayaan (dana dan natura) sebesar 50% dari total kebutuhan biaya yang disetujui Pokja PAKET. d) Dukungan Pelaksanaan atau Bantuan Teknis Dukungan pelaksanaan proyek atau bantuan teknis proyek akan sepenuhnya dibiayai oleh sumber dana pinjaman Bank Dunia, khususnya dialokasikan untuk keperluan biaya langsung personil maupun biaya langsung non personil, Kegiatan sosialisasi dan pelatihan serta peningkatan kapasitas konsultan dan fasilitator. Untuk mengelola dana ini, Pemerintah pusat mengalokasikan dana untuk biaya operasional bantuan teknis, yang besarnya ditentukan sesuai kebutuhan. Sedangkan peruntukan dana yang bersumber dari dana APBN dan APBD dialokasikan untuk Biaya Operasional
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
95
Proyek (BOP) bagi pelaksana instansi pemerintah maupun fasilitasi kegiatan P2KP di wilayah dan kegiatan lainnya. 5.2.3. Pengelolaan Keuangan Proyek a) Arus Pendanaan Kepala PMU/Pimpro P2KP pusat bertanggungjawab pada aktivitas tingkat pusat. PJOK di tingkat Kecamatan bertanggungjawab dalam proses administrasi pencairan BLM, seperti halnya PJOK tingkat Kota/ Kabupaten bertanggungjawab dalam administrasi dana PAKET. PJOK akan mengajukan surat permintaan pembayaran (SPP) kepada kantor KPKN setempat, yang selanjutnya menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) kepada Bank Indonesia setempat. Bank Indonesia akan menyalurkan dana BLM ke masingmasing rekening BKM di Bank yang ditunjuk BKM dan menyalurkan dana PAKET ke masing-masing rekening Panitia kemitraan (BKM dan dinas terkait) di Bank yang ditunjuk mereka sendiri. SPP dilengkapi dengan berbagai dokumen sebagai syarat penyaluran dana tahap awal sebagaimana dijelaskan dalam manual proyek (misalnya; akte notaris, SPPB, nomor rekening bank, PJM Pronangkis, dan lainnya). Untuk penyaluran tahap II, diperlukan dokumen persyaratan tambahan seperti invoice serta laporan kemajuan dan lainnya. Prosedur pendanaan dan persyaratan dokumen yang dibutuhkan akan diuraikan dalam Buku Pedoman Teknis P2KP dan SE DJA Depkeu. Bagan 5.2. memperlihatkan arus pendanaan dan mekanisme pelaporan pada tingkat nasional, sedangkan Bagan 5.3, dan Bagan 5.4. menunjukkan arus dan mekanisme penyaluran dana BLM serta Dana PAKET. b) Tata Cara Pencairan Dana Pemerintah Indonesia membuka Rekening Khusus (RK) di Bank Indonesia dalam mata uang Dollar Amerika (USD). RK adalah atas nama Ditjen. Anggaran, Dept. Keuangan. Pencairan dana dari RK
96
Pedoman Umum
mengikuti tata cara Financial Management Reporting (FMR). Laporan Pengeluaran: Pencairan dana dilakukan dengan mengikuti tata cara Statements of Expenditures (SOEs) untuk seluruh dana BLM, dana PAKET dan konsultan perorangan untuk setara jumlah kurang dari US $50,000 dan kontrak konsultan setara jumlah kurang dari US $100,000. Seluruh salinan dokumen pencairan (SPM) yang dikeluarkan oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara akan disimpan oleh PMU, PJOK PAKET, PJOK BLM, KMW dan BKM/UP sesuai dengan tingkatan dan wilayah kerjanya. Seluruh salinan dokumen pencairan tersebut harus tersedia apabila diminta oleh auditor ataupun Bank Dunia sebagai lembaga donor. c) Akuntansi dan Pelaporan Sistem dan prosedur akuntansi di tingkat pusat yang dilakukan oleh PMU mengikuti sistem akuntansi Pemerintah Indonesia. Pada BKM, setiap pengeluaran dicatat dan dilaporkan dengan sistem akuntansi sederhana. PMU, PJOK dan BKM masingmasing harus memiliki pembukuan aliran uang yang dibuat secara terpisah. PMU mengkonsolidasikan FMR dari seluruh pencairan dana dari mulai tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan kelurahan/desa. Laporan seluruh kelurahan/desa dirangkum terlebih dahulu oleh Koordinator Kota (KMW) dan kemudian menyampaikannya ke PMU melalui SIM P2KP secara tepat waktu. FMR yang berisi laporan Keuangan, laporan Kemajuan Pekerjaan dan Pengadaan, harus sudah diterima PMU paling lambat 30 hari setelah akhir kuartal yang lalu. PMU selanjutnya mengkompilasi dan mengkonsolidasikan seluruh laporan tersebut dan khusus untuk Laporan Keuangan PMU harus meminta pengesahan dari Ditjen. Anggaran, terlebih dahulu sebelum menyampaikan seluruh laporan tersebut ke Bank Dunia.
d) Audit External PMU berkewajiban menyiapkan dan membuat laporan keuangan proyek yang sudah dikonsolidasikan. Auditor yang dipilih PMU harus dari lembaga audit yang resmi dan dapat diterima oleh Bank Dunia. Laporan audit tahunan harus disampaikan ke Bank Dunia paling lambat 6 bulan setelah tutup buku masa Tahun Anggaran Pemerintah yang lalu. Permintaan audit proyek P2KP kepada lembaga auditor oleh PMU harus didasarkan atas Kerangka Acuan Audit yang telah disepakati dalam Appraisal Bank Dunia. Lembaga Auditor tersebut juga dapat melakukan audit terhadap pencapaian tujuan proyek dengan berpatokan pada indikator kinerja sebagaimana telah disepakati bersama antara Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia. BKM dan Pokja PAKET (bersama dengan Panitia-Panitia kemitraan) berkewajiban menyiapkan laporan keuangan/pembukuan dan meminta kepada akuntan publik untuk melakukan audit terhadap laporan keuangan tersebut. PMU akan menyusun kriteria auditor tersebut, dan KMW akan membantu BKM dan Pokja PAKET dalam memilih akuntan publiknya. Pembiayaan untuk audit laporan keuangan BKM secara rutin tersebut dibiayai oleh BKM sendiri, sedangkan pembiayaan audit Pokja PAKET atas beban kontribusi pemerintah kota/kabupaten peserta PAKET P2KP. Kewajiban membuat laporan keuangan, audit dan menyampaikan hasil audit kepada seluruh pihak dilakukan oleh para pengelola dana bantuan P2KP (BKM, Panitia Kemitraan dll) tidak hanya pada saat masa proyek berlangsung, namun harus dilaksanakan secara rutin sesuai asas transparansi dan akuntabilitas. Selain itu, pihak-pihak penerima bantuan P2KP juga harus terbuka dan membuka diri untuk memberi informasi kepada seluruh pihak yang ingin mengetahu status kondisi, penggunaan dan pemanfaatan dana bantuan P2KP. Hal ini mengingat sifat dana P2KP sebagai dana publik. Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
97
Bagan 5.2 Mekanisme Pendanaan dan Alur Pelaporan 4
1
Bank Dunia
SA
PMR/WA
DLN Depkeu
Pusat
2 Memorandum / Pemberitahuan / Pelaporan 3b FMR/WA
PMU/Pimpro/KMP Konsolidasi Laporan
3a SA 5
BI atau Bank Pemerintah
SE-DJA 10b
Laporan
9b Debet Note
KMW
KPKN Verifikasi
Kota
SPM (Surat Perintah Membayar) 8
7
Kecamatan SPP (Surat Permintaan Pembayaran)
Kantor BI Setempat
10a Laporan
PJOK/KMW Verifikasi SPPB dan Lampirannya
6
Kelurahan
9a
Transfer
SPPB dan Lampirannya
BKM
Keterangan: Transfer dana Pelaporan Memorandum
98
DLN
Direktorat Luar Negeri, Depkeu
SA
Special Account
KPKN
Kantor Perbendarahaan dan Kas Negara
FMR
BI
Bank Indonesia
Financial Monitoring Report Withdrawl Application
PMU
Project Management Unit, Kimpraswil
WA PMR
KMP
Konsultan Manajemen Pusat
KMW
Konsultan Manajemen Wilayah
PJOK
Penanggung Jawab Operasional Kegiatan
BKM
Badan Keswadayaan Masyarakat
DJA
Direktorat Jenderal Anggaran, Depkeu
Pedoman Umum
SPPB
Project Management Report Surat Perjanjian Penyaluran Bantuan
Keterangan : 1.
Sesuai kesepakatan Loan Agreement dan mekanisme pengelolaan Hutang Luar Negeri (HLN), Pemerintah Indonesia akan membuka Rekening Khusus/Special Account (SA) di Bank Indonesia untuk menampung pencairan dana P2KP dari Bank Dunia.
2.
Selanjutnya BI Pusat akan memberikan Laporan Rekening Khusus kepada Departemen Keuangan secara mingguan, dimana laporan tersebut berisi seluruh transaksi yang terjadi pada rekening khusus, baik penarikan dana (pencairan dana BLM dan Konsultan) maupun pencairan dana dari Bank Dunia (pengisian kembali rekening khusus) selama periode minggu tersebut.
3a/3b. Atas dasar Laporan Rekening Khusus yang diterima dari Departemen Keuangan, selanjutnya PMU/ KMP akan menyiapkan laporan pengelolaan keuangan P2KP, baik dalam bentuk Financial Monitoring Report (FMR) maupun Laporan Status Penyerapan Dana. FMR pada dasarnya merupakan Laporan Konsolidasi dari seluruh penggunaan dana Rekening Khusus sampai periode tertentu. 4.
5.
6.
Berdasarkan Laporan Keuangan proyek dari PMU/ KMP, Departemen Keuangan akan menyiapkan laporan keuangan proyek dan penggunaan dana P2KP dalam bentuk Project Management Report (PMR) ke Bank Dunia. Selain sebagai laporan atas kemajuan proyek dan penggunaan dana P2KP, PMR tersebut akan menjadi alat bagi pihak Bank Dunia untuk mengevaluasi kebutuhan dana pada periode berikutnya. Untuk pelaksanaan di lapangan, khususnya yang menyangkut tata cara pencairan dana P2KP, Departemen Keuangan akan menerbitkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Anggaran (SE-DJA) ke seluruh KPKN yang akan ditunjuk menjadi kantor pembayar. Melalui penerbitan SE-DJA tersebut sekaligus menegaskan bahwa kegiatan proyek dari sisi pendanaan sudah siap untuk dilaksanakan. Untuk merealisasikan pencairan dana P2KP, BKM akan mengajukan permohonan
pencairan dana kepada PJOK sesuai dengan usulan atau proposal yang telah disetujui dengan melampirkan SPPB (Surat Perjanjian Penyaluran Bantuan) dan lampiran-lampiran lainnya, seperti PJM dan Rencana Tahunan Pronangkis yang telah disepakati masyarakat. 7.
Berdasarkan permohonan pencairan dana yang diajukan oleh BKM, PJOK dan KMW akan memeriksa dan melakukan verifikasi atas kelengkapan dokumen dan lampiran yang dipersyaratkan (seperti SPPB, PJM, Rencana Tahunan Pronangkis, nama BKM, No. Rekening BKM, tanda tangan dan lainlain). Setelah dilakukan verifikasi atas kebenaran dan kelengkapan dokumen pendukung permohonan pencairan dana tersebut, PJOK akan menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada KPKN setempat.
8.
Setelah menerima SPP dan dokumen pendukung lainnya dari PJOK, KPKN akan melakukan verifikasi atas kebenaran dan kelengkapan dokumen pendukung tersebut. Setelah dilakukan verifikasi KPKN akan segera menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) kepada Kantor Bank Indonesia (BI) Cabang setempat untuk membayar sejumlah dana (sesuai nilai SPM yang diterbitkan) kepada pihak penerima (beneficiary) sebagaimana yang ditunjukkan dalam SPM.
9a/9b. Atas dasar SPM yang diterima dari KPKN, selanjutnya Kantor BI Cabang setempat akan segera melakukan transfer dana sebesar nilai SPM ke rekening penerima di bank yang ditunjuk sesuai SPM. Pada saat yang sama Kantor BI Cabang setempat akan menerbitkan Nota Debet ke Kantor BI Pusat sebagai pemberitahuan bahwa Kantor BI setempat telah melakukan pendebetan atas rekening khusus P2KP. 10a/10b.Selanjutnya setelah menerbitkan SPP dan memastikan dana telah efektif di rekening BKM, maka PJOK bersama-sama KMW akan memberikan laporan atas pertanggungjawaban pencairan dana P2KP kepada PMU/KMP melalui KMW.
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
99
BAGAN 5.3. DIAGRAM ALUR PENDANAAN BLM KETENTUAN
DIAGRAM ALUR
Catatan: Alur Pendanaan Alur Permintaan/Perintah pembayaran Garis Koordinasi Garis Pendampingan/fasilitasi Arus Replenishment DLN PMU PJOK BKM CDP BI KSM
100
: : : : : : :
Direktorat Luar Negeri, Depkeu Project Management Unit Penanggung Jawab Operasional Kegiatan Badan Keswadayaan Masyarakat Community Development Plan (PJM dan Rencana Tahunan Pronangkis) Bank Indonesia (Central Bank) Kelompok Swadaya Masyarakat
Pedoman Umum
Penjelasan Bagan 5.3.: 1.
Dit. DLN mengajukan pengisian dana awal (initial deposit) kepada Bank Dunia selaku lembaga donor.
ditetapkan melalui Surat Edaran Departemen Keuangan) 6.
KPKN menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) dan mengirimkannya ke kantor BI atau Bank Pemerintah setempat untuk melakukan pemindahbukuan dan mengirimkan tembusan Surat Perintah Membayar lembar ke-4 kepada Dit. DLN.
2.
Bank Dunia mentransfer Dana untuk pembiayaan P2KP ke BI atau Bank Peme-rintah yang ditunjuk Departemen Keuangan
3.
BI atau Bank Pemerintah Kantor Pusat mentransfer dana ke BI atau Bank Pemerintah kantor setempat.
7.
BKM mengajukan permohonan pencairan dana BLM kepada PJOK, dengan ketentuan:
Kantor BI atau Bank Pemerintah setempat memproses transfer dana ke bank yang dipilih BKM, sebagai rekening penyerapan dana BLM.
8.
a. BKM menyerahkan Rencana Program Penanggulangan Kemiskinan (Pronangkis) yang telah diverifikasi KMW. Selanjutnya PJOK dan BKM menandatangani Surat Perjanjian Penyaluran Bantuan (SPPB) untuk pencairan BLM Tahap I (20%); b. BKM menyerahkan hasil evaluasi KMW terhadap perkembangan dan pencapaian kinerja kegiatan serta dana tahap sebelumnya, untuk pencairan BLM tahap II (50%); c. BKM menyerahkan hasil evaluasi kelayakan KMW terhadap kinerja potensi keberlanjutan kegiatan, dana dan kelembagaan masyarakat, untuk pencairan BLM tahap III (30%).
BKM menerima informasi transfer dana dari bank pilihan BKM. Rekening bank untuk penyerapan dana BLM harus atas nama lembaga (BKM) dan ditandatangani sekurangkurangnya oleh 3 (tiga) orang, yang ditetapkan oleh Rapat Anggota BKM. Perubahan spesimen tandatangan tersebut juga diputuskan melalui Rapat Anggota BKM.
9.
KSM/Panitia menyusun usulan kegiatan berdasarkan hasil Pronangkis dengan difasilitasi oleh relawan masyarakat dan fasilitator. Usulan kegiatan diajukan ke BKM yang diteruskan ke UP untuk diberikan penilaian kelayakan teknis, lingkungan dan finansial. Hasil penilaian kelayakan UP diajukan BKM ke KMW untuk mendapat rekomendasi dan verifikasi
10.
KMW memberikan rekomendasi dan verikasi atas hasil analisa kelayakan usulan kegiatan KSM yang ditetapkan UP dan mengadakan koordinasi dengan BKM.
4.
5.
PJOK mengajukan SPPB serta Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada KPKN. KPKN setempat meneliti SPP tersebut menyangkut pagu dana yang dapat dicairkan, yang harus sesuai dengan yang tercantum pada lembar anggaran yang berlaku, dan mencocokkan contoh tandatangan yang bersangkutan. Pengajuan SPP oleh PJOK ke KPKN dilampiri: a. SPPB; (Format SPPB BLM-1 dan Lampirannya) b. Berita Acara Penarikan/Penggunaan Dana (BAPPD); (Format SPPB BLM-4) c. Berita Acara Penetapan Prioritas Usulan Kegiatan (BAPPUK), baik usulan kegiatan kolektif oleh BKM maupun usulan-usulan kegiatan KSM; (format Prioritas-1) d. Verifikasi KMW tentang Pencapaian Kinerja dana, kelembagaan serta kegiatan sebelumnya, untuk pencairan BLM Tahap II; dan verifikasi KMW mengenai Kinerja potensi keberlanjutan kegiatan, dana serta kelembagaan, untuk pencairan BLM tahap III. Keduanya dilengkapi dengan Format SPPB-BLM-3 dan Format SPPB BLM-4. (Ketentuan dan Pesyaratan lebih detail
a. BKM melakukan Rapat Anggota untuk menyusun urutan prioritas terhadap usulanusulan kegiatan yang sudah diverifikasi oleh KMW dan membuat laporan dalam format Prioritas-1. b. BKM mencairkan dana BLM ke KSM/ masyarakat melalui rekening Bank pilihan KSM, yang sekurang-kurangnya ditandatangani oleh 3 (tiga) orang, yang ditetapkan melalui Rapat Anggota KSM. BKM
11.
menyampaikan BAPPUK ke lurah, RT/RW dan Dusun, KSM-KSM yang ada, KMW, PJOK dan mengumumkannya secara terbuka kepada masyarakat setempat. Dit. DLN mengajukan pengisian kembali (replenishment) dana di rekening khusus kepada Bank Dunia selaku penyedia dana untuk pelaksanaan P2KP berdasarkan informasi SPM lembar ke 4.
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
101
BAGAN 5.4. DIAGRAM ALUR PENDANAAN PAKET
DINAS KOTA/KAB.
Penyerahan Proposal Usulan yang Disetujui Pokja PAKET dan SPPB
1
MASYARAKAT (BKM)
Panitia kemitraan 2
6
PJOK PAKET
7 Permintaan Pembayaran
PROPOSAL BERSAMA 5
3a verify
KMW
4
POKJA PAKET
Penyerahan Usulan/Sub Proyek yang telah Disetujui
KANTOR CABANG KPKN
REKENING BERSAMA
Perintah Membayar
3b 9
KANTOR BI ATAU BANK PEMERINTAH SETEMPAT
8
Keterangan: Alur Pendanaan Alur Permintaan/perintah pembayaran Garis Koordinasi Garis Pendampingan/fasilitasi
DLN PMU KMW PJOK BKM CDP BI
102
: Direktorat Luar negeri, Depkeu : Project Management Unit : Konsultan Manajemen Wilayah (Koord. Kota: Staf KMW tingkat kota) : Penanggung Jawab Operasional Kegiatan : Badan Keswadayaan Masyarakat : Community Development Plan (PJM Pronangkis-3 tahun) : Bank Indonesia (Bank Central)
Pedoman Umum
Keterangan : 1.
2.
“Panitia kemitraan” dibentuk oleh BKM dan dinas terkait yang telah sepakat untuk melaksanakan kegiatan bersama atas dasar kesesuaian kegiatan masyarakat (Pronangkis) dengan program dinas terkait. Pembentukan Panitia kemitraan disahkan oleh pimpinan dari kedua belah pihak dan telah difasilitasi oleh KMW. Selanjutnya Panitia kemitraan menyusun proposal bersama. Dalam penyusunan proposal bersama dapat menggunakan tenaga ahli pendamping untuk membantu Panitia kemitraan. Tenaga ahli pendamping dapat berasal dari dinas terkait yang berkompeten di bidang usulan yang akan diajukan, atau dapat juga berasal dari kelompok peduli (perguruan tinggi, LSM dll). Proposal harus mencerminkan kegiatan yang merupakan keterpaduan antara usulan BKM/masyarakat (Pronangkis) dengan program organik Dinas terkait serta memperhatikan kesesuaian dengan Dokumen SPK-D dan Pronangkis Kota/kabupaten yang telah disusun KPK-D secara partisipatif.
3a/3b. Proposal bersama yang diajukan oleh Panitia kemitraan diverifikasi oleh KMW. Aspek verifikasi menyangkut kesesuaian usulan dengan PJM Pronangkis dan Program dinas terkait, kemitraan dalam kesetaraan, serta kesesuaian dengan prinsip dan nilai P2KP. Proposal yang telah diverifikasi oleh KMW dapat diajukan ke Pokja PAKET untuk dinilai kelayakannya secara teknis. Dalam penilaian kelayakan teknis, Pokja PAKET berkonsultasi dengan KPK-D setempat untuk kesesuaian usulan dengan SPK-D dan Pronangkis Kota serta bila diperlukan dapat pula berkonsultasi dengan pihak-pihak yang menguasai teknis dari kegiatan yang diusulkan panitia kemitraan. 4.
Berdasarkan Hasil verifikasi KMW dan penilaian kelayakan teknis, Pokja PAKET mengadakan Rapat Anggota untuk menetapkan prioritas usulan yang akan didukung oleh bantuan dana PAKET. Dalam setiap tahunnya, Pokja PAKET menetapkan maksimal 20 (dua puluh) usulan per kota yang dapat dibantu oleh dana bantuan PAKET.
5.
Proposal Panitia kemitraan yang telah disetujui prioritas pendanaannya oleh Pokja PAKET disampaikan kembali ke Panitia kemitraan untuk ditindaklanjuti dengan proses administrasi pencairan dana PAKET.
6.
Untuk merealisasikan pencairan dana PAKET P2KP, Panitia kemitraan mengajukan permohonan pencairan dana kepada PJOK PAKET sesuai dengan usulan atau proposal yang telah disetujui Pokja PAKET, dengan melampirkan SPPB (Surat Perjanjian Penyaluran Bantuan), proposal bersama serta lampiran-lampiran lainnya.
7.
Berdasarkan permohonan pencairan dana yang diajukan oleh Panitia kemitraan, PJOK PAKET memeriksa dan melakukan verifikasi atas kelengkapan dokumen dan lampiran yang dipersyaratkan (seperti SPPB, Proposal bersama, nama Panitia kemitraan, No. Rekening Panitia kemitraan, tanda tangan dan lain-lain). Setelah dilakukan verifikasi atas kebenaran dan kelengkapan dokumen pendukung permohonan pencairan dana tersebut, PJOK PAKET akan menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada KPKN setempat.
8.
Setelah menerima SPP dan dokumen pendukung lainnya dari PJOK PAKET, KPKN akan melakukan verifikasi atas kebenaran dan kelengkapan dokumen pendukung tersebut. Setelah dilakukan verifikasi KPKN akan segera menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) kepada Kantor Bank Indonesia (BI) setempat untuk membayar sejumlah dana (sesuai nilai SPM yang diterbitkan) kepada pihak penerima (beneficiary) sebagaimana yang ditunjukkan dalam SPM.
9.
Atas dasar SPM yang diterima dari KPKN, selanjutnya Kantor BI setempat akan segera melakukan transfer dana sebesar nilai SPM ke rekening penerima di bank yang ditunjuk sesuai SPM (rekening panitia kemitraan).
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
103
5.3. MONITORING DAN EVALUASI
selanjutnya akan disebut sebagai Konsultan Evaluasi (KE). Konsultan Evaluasi ini harus bebas dari pengaruh manajemen proyek P2KP sehingga tidak terjadi benturan kepentingan (conflict interest) yang dapat merugikan kinerja proyek.
KMP bertanggungjawab penuh terhadap desain dan pelaksanaan monitoring P2KP. Monitoring dilakukan untuk menganalisis dan memperbaiki manajemen proyek. Hasil monitoring digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan manajemen.
Konsultan Evaluasi (KE) P2KP akan dikontrak oleh pihak diluar PMU/Pimpro untuk melakukan survai dasar (baseline survey) pada tahap awal proyek, evaluasi berkala (mid term review dan akhir proyek) dan penelitian mendalam (indepth research) terhadap perkara-perkara penting proyek.
KMP juga bertanggungjawab untuk mengembangkan dan mengelola Sistem Informasi Manajemen (SIM), sebagai salah satu alat strategis untuk memonitor perkembangan proyek dari tingkat masyarakat sampai dengan jajaran manajemen wilayah dan pusat. Hasil SIM ini setelah dilakukan penilaian dan verifikasi secara periodik bulanan dilaporkan ke PMU/Pimpro dengan tembusan ke Tim Pengarah Inter Departemen dan Bank Dunia.
Evaluasi dampak proyek secara menyeluruh difokuskan pada pengukuran kinerja proyek berdasarkan indikator kinerja proyek seperti diuraikan pada Tabel 5.3. Hasil evaluasi sesuai dengan penugasan akan dilaporkan ke pihak pemberi tugas, Tim Pengarah Inter Departemen, PMU/Pimpro dan Bank Dunia.
Sedangkan untuk evaluasi dampak proyek akan dilakukan oleh konsultan khusus yang
Tabel 5.3. Indikator Kinerja Proyek P2KP No
Komponen
Mid term Review Phase I
I
SOSIALISASI
a.
Jumlah kelurahan yang berpartisipasi
b.
Jumlah penduduk kelurahan yang turut berpartisipasi pada pertemuan-pertemuan sosialisasi P2KP
c.*)
Phase II
Akhir Proyek
Sumber Informasi
1131
927
2058
MIS
10%
10%
10%
MIS
Jumlah penduduk miskin di kelurahan yang hadir, sekurang-kurangnya satu kali, dalam pertemuan.
25%
25%
25%
Survey
d.
Jumlah pertemuan sosialisasi tiap kelurahan sasaran
24
24
24 %
MIS
e.*)
Persentase penduduk kelurahan yang peduli dan paham terhadap P2KP serta tujuannya
30%
15%
70%
Survey
54
26
80
MIS
II
LEMBAGA MASYARAKAT (BKM)
a.
Jumlah Tim Koordinasi tingkat kota/kabupaten
b.
Jumlah BKM terbentuk
1131
927
2058
MIS
c.
Persentase jumlah wanita dalam anggota BKM
20%
20%
20%
MIS
d.
Persentase penduduk yang memilih anggota BKM dalam proses pemilihan tingkat akhir (tkt.Kelurahan)
30%
30%
30%
MIS
Persentase kelurahan sasaran dengan PJM Pronangkis yang telah diselesaikan dan disetujui
95%
95%
95%
MIS
e.
104
*)
Pedoman Umum
No
Komponen
Mid term Review Phase I
f.
g.*)
Persentase penduduk yang hadir atau diajak konsultansi oleh BKM dalam serangkaian rembug warga atau FGD, sebagai salah satu bagian dari proses penyiapan PJM Pronangkis Persentase penduduk kelurahan yang mengetahui, peduli dan paham PJM Pronangkis.
Phase II
Akhir Proyek
Sumber Informasi
25%
25%
25%
MIS
50%
50%
50%
Survey
h.
Jumlah relawan masyarakat tiap kelurahan
3
3
3
MIS
i.
Jumlah Forum BKM yang terbentuk
54
26
80
MIS
j.
Jumlah warga masyarakat (BKM, KSM, UP, relawan masyarakat) yang mengikuti pelatihan per kelurahan
20
20
20
MIS
80%
50%
80%
MIS
Persentase BKM/UP dengan laporan audit unqualified
75%
75%
75%
MIS
m.
Persentase penyaluran BLM
80%
20%
100%
MIS
III
PENYEDIAAN PELAYANAN BLM
a.
Jumlah proposal kredit yang diajukan ke UP/ BKM per kelurahan
20
10
40
MIS
b.
Jumlah dana yang tersedia (outstanding loans) dari persentasi BLM yang dialokasikan untuk pinjaman bergulir
80%
40%
90%
MIS
c.
Tingkat pengembalian (repayment rate) pinjaman bergulir
75%
75%
90%
MIS
d.
Persentase peningkatan kredit bagi usaha kecil/ rumah tangga pada tingkat bunga pasar
20%
10%
20%
Survey
40%
30%
50%
Survey
k.*) l.
e.*)
Persentase BKM/UP yang melaporkan audit independen
Persentase Keluarga (KK) yang pendapatannya meningkat setelah menerima pinjaman dari P2KP
f.
Persentase keluarga miskin (Pra KS dan KS1) dalam KSM pinjaman bergulir/persentase KK miskin kelurahan
1:3
1:3
1:3
MIS
g.
Jumlah proposal pelayanan kegiatan lingkungan dan kegiatan sosial yang diajukan ke BKM per kelurahan
5
5
10
MIS
h.
Persentase proposal pelayanan lainnya (non pinjaman bergulir) yang disetujui dan telah selesai dilaksanakan
70%
50%
90%
MIS
Persentase KK miskin di antara penerima manfaat langsung dari penyediaan pelayanan kegiatan lingkungan dan sosial / persentase KK miskin dari penduduk kelurahan
1:6
1:6
1:6
Survey
Persentase wanita dalam KSM
30%
30%
30%
MIS
i.*)
j.
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
105
No
Komponen
Mid term Review Phase I
Phase II
Akhir Proyek
Sumber Informasi
IV
PENYEDIAAN PELAYANAN PAKET
a.
Jumlah Kota peserta PAKET P2KP terseleksi
17
13
30
MIS
b.
Jumlah Pokja PAKET terbentuk
17
13
30
MIS
c.*)
Persentase Pemerintah kota/Kabupaten yg meng-alokasikan dana kemitraan/pendamping PAKET
25%
25%
25%
MIS
d.
Jumlah subproyek PAKET yang diselesaikan per kota/kabupaten partisipan
25
10
40
MIS
e.
Jumlah penduduk kelurahan yang mengetahui dan paham PAKET P2KP di kota/kabupaten partisipan
20%
10%
30%
Survey
20%
10%
30%
Survey
1:6
1:6
1:6
Survey
f.
g.*)
Jumlah staf pemerintah daerah yang mengetahui dan paham PAKET di kota/ kabupaten partisipan Persentase penduduk miskin dari penerima manfaat langsung pelayanan yang disediakan PAKET / persentase KK miskin dalam penduduk kota
*) Indikator-indikator kunci yang dimonitoring setiap tahunnya
106
Pedoman Umum
Bab VI
Transparansi dan Akuntabilitas
Sumber dana P2KP berasal dari pinjaman luar negeri yang harus dikembalikan oleh seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, dana P2KP merupakan “Dana Publik” yang “di-wakaf-kan” oleh Pemerintah Indonesia ke masyarakat di lokasi sasaran P2KP. “Dana Publik” pada hakekatnya mengandung makna bahwa rakyat Indonesia berhak memperoleh informasi keberadaan dan pemanfaatan dana P2KP yang dikelola oleh masyarakat di lokasi sasaran P2KP. Pada sisi lain, hal ini juga menuntut para pengelola dana P2KP untuk senantiasa memberi informasi secara terbuka tentang pemanfaatan dana yang dikelolanya, termasuk terbuka untuk diperiksa oleh pihak-pihak terkait. Sedangkan sifat “Dana Wakaf” bermakna pada tanggungjawab pengelola dana P2KP untuk tidak menggunakan dana P2KP secara sembarangan, melainkan harus selalu dimanfaatkan sepenuhnya bagi kepentingan perbaikan kesejahteraan masyarakat miskin yang ada di wilayahnya.
6.1. TATA CARA PENYELENGGARAAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS 6.1.1. Transparansi Transparansi dalam pelaksanaan P2KP pada dasarnya dapat diterapkan dengan memberikan akses kepada semua pihak yang berrkepentingan ataupun membutuhkan untuk mengetahui informasi-informasi mengenai P2KP, kebijakan serta pengambilan keputusan, perkembangan kegiatan dan keuangan, serta informasi-informasi lainnya dari para pelaku P2KP, baik di tingkat proyek, daerah dan masyarakat . Dalam hal ini, semua informasi yang berkaitan dengan kegiatan dan keuangan dana bantuan P2KP harus dipublikasikan dan disebarluaskan kepada masyarakat luas serta pihak-
pihak lainnya secara terbuka melalui papanpapan informasi, bulletin, dan berbagai media yang dimungkinkan. Pada tataran masyarakat dan panitia kemitraan, maka notulensi pertemuan, kebijakan, kondisi dan laporan keuangan bulanan, nama serta jumlah pinjaman, jenis kegiatan yang diusulkan, penunggak pinjaman, dan lain-lain juga harus disebarluaskan ke masyarakat serta harus ditempelkan di papan-papan pengumuman di seluruh pelosok kelurahan, khususnya di tempat-tempat strategis. Di sisi lain, P2KP juga berupaya mendorong masyarakat luas untuk menuntut hak atas segala informasi yang berkaitan dengan pengelolaan kegiatan serta dana bantuan P2KP oleh pelaku-pelaku P2KP. Sebaliknya, pelaku-pelaku P2KP dan masyarakat penerima manfaat didorong pula untuk memberi kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat serta pihak terkait yang ingin mengetahui informasi dana serta kegiatan P2KP. Penerapan transparansi secara konsisten oleh seluruh pelaku P2KP tersebut pada dasarnya dimaksudkan, antara lain; (1) mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan-penyimpangan melalui tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk melakukan kontrol sosial, (2) menghindarkan miss komunikasi ataupun salah persepsi, (3) mendorong proses masyarakat belajar dan “melembagakan” sikap bertanggung jawab serta tanggung gugat terhadap pilihan keputusan dan kegiatan yang
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
107
dilaksanakannya, (4) membangun kepercayaan semua pihak (trust building) terhadap pelaksanaan P2KP secara keseluruhan, serta (5) agar pelaksanaan P2KP sesuai dengan ketentuan, prinsip dan nilai P2KP. Pelaksanaan transparansi oleh seluruh pihak yang berkepentingan tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, misalnya Pedoman-Pedoman P2KP, Surat Keputusan PMU/Proyek, Keppres, AD/ART, dsb. Transparansi dalam P2KP ini harus dilakukan di semua tataran, antara lain sebagai berikut: a) Di tataran penyelenggara proyek Untuk menjaga agar transparansi pengelolaan proyek ini dapat selalu dijaga, maka di tataran penyelenggara harus dilakukan hal-hal sebagai berikut: • Secara periodik PMU/Pimpro wajib mendiseminasikan P2KP secara luas, melalui berbagai media masa, seperti antara lain; radio, televisi dan koran, mengenai apa saja yang disediakan proyek ke masyarakat dan pemda serta sejauh mana pencapaian proyek; • PMU/Pimpro wajib mengembangkan dan mengelola situs jaringan internet (Web-site) yang dapat diakses dengan mudah oleh semua pihak yang berkepentingan pada P2KP dan masyarakat untuk mendapatkan gambaran terkini dari perkembangan P2KP; dan • PMU/Pimpro juga wajib menyelenggarakan audit proyek baik dari segi finansial dan manajemen yang hasilnya dilaporkan ke semua pihak terkait. b) Di tataran daerah Untuk menjaga transparansi pengelolaan proyek di daerah, terutama penggunaan Dana PAKET, maka pemerintah daerah, khususnya penanggung jawab Dana PAKET, harus melakukan hal-hal sbb : • Secara periodik wajib mendiseminasikan proyek P2KP ini secara luas melalui berbagai media masa seperti antara lain; radio, televisi daerah dan koran mengenai apa saja yang ditawarkan oleh proyek ke masyarakat 108
Pedoman Umum
dan sejauh mana pencapaian proyek serta penggunaan Dana PAKET; • Kepada penanggung jawab Dana PAKET harus dilakukan audit menjelang akhir tahun anggaran oleh independen auditor, baik dari segi finansial maupun manajemen, yang hasilnya dilaporkan ke semua pihak terkait; dan • Menjamin pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan keuangan proyek - baik untuk BLM maupun PAKET – yang dilakukan oleh BPKP maupun auditor independen kepada pelaku-pelaku P2KP di wilayahnya masing-masing. c) Di tataran masyarakat Untuk menjaga transparansi pengelolaan kegiatan dan penggunaan dana BLM oleh BKM maupun dana PAKET oleh Panitia Kemitraan, sehingga dapat diketahui oleh semua warga, BKM diwajibkan untuk menyebarluaskan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan, PJM dan Renta Pronangkis, perkembangan organisasi dan kegiatan BKM/UP-UP, laporan posisi keuangan, KSM beserta anggota yang memperoleh pinjaman, Panitia Kemitraan beserta anggotanya, serta informasiinformasi lain, dengan cara: • Penempelan melalui papan-papan informasi di tempat-tempat yang strategis, minimal di 5 lokasi, dengan ukuran dan bentuk yang mudah dilihat dan dibaca oleh semua warga. Jenis papan informasi yang diperlukan adalah papan informasi kegiatan (proyek), papan informasi BKM dan papan informasi KSM, papan informasi Panitia Kemitraan dan kegiatan PAKET, papanpapan informasi kegiatan pembangunan, kegiatan sosial, dengan muatan/isi sesuai perkembangan terbaru dll; • Pertemuan-pertemuan rutin dengan KSM, panitia dan masyarakat; • Pertemuan-pertemuan rutin dengan perangkat kelurahan, lembaga formal yang ada dan kelompok peduli setempat, demikian pula pertemuan rutin
masyarakat dengan dinas dan kelompok peduli dalam kaitan dengan pelaksanaan PAKET. • Penyebarluasan melalui surat kepada KSM-KSM dan masyarakat • Pembuatan dan penyebarluasan media warga, leaflet atau buletin, dll • Melakukan audit tahunan BKM dan hasilnya disebar luaskan ke masyarakat melalui rapat tahunan pertanggung jawaban BKM (lihat akuntabilitas) • BKM, UP-UP serta pelaku P2KP di tingkat kelurahan harus bersifat terbuka memberikan informasi dan data-data yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pemeriksaan oleh KMW, perangkat pemerintah, unsur masyarakat dan atau pemantau independen yang dapat dilakukan setiap saat serta audit independen yang dilakukan sekurangkurangnya satu kali dalam setahun. 6.1.2. Akuntabilitas Selain wajib menerapkan prinsip transparansi dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan kegiatan serta keuangan, juga wajib dilaksanakan berdasarkan prinsip akuntabilitas. Penerapan prinsip akuntabilitas harus ditaati secara konsisten oleh semua pelaku P2KP, tanpa terkecuali. Akuntabilitas ini pada dasarnya dapat diterapkan dengan memberikan akses kepada semua pihak yang berkepentingan untuk melakukan audit, bertanya dan atau menggugat pertanggunganjawaban para pengambil keputusan, baik ditingkat proyek, daerah dan masyarakat . Oleh sebab itu semua unit pengambilan keputusan dalam semua tataran proyek harus melaksanakan proses pengambilan keputusan masing-masing sesuai dengan ketentuan yang berlaku, misalnya Pedoman P2KP, Surat Edaran Dirjen Anggaran, Keppres, AD/ART, dsb Untuk tataran masyarakat antara lain dapat dilakukan sebagai berikut : a) Konsultasi Publik
banyak (misalnya; Peta Kemiskinan, Pronangkis, Pencairan dana BLM dan PAKET, KSM penerima manfaat dll), maka keputusan yang ditetapkan oleh BKM harus dikonsultasikan ke masyarakat melalui penyebarluasan dan penempelan keputusan tersebut di tempat-tempat strategis. Maksimal dua minggu setelah pelaksanaan konsultasi publik, BKM mengadakan rapat evaluasi keputusan untuk ditetapkan sebagai keputusan yang mengikat atau disempurnakan terlebih dahulu sebelum ditetapkan, berdasarkan masukan masyarakat yang telah diterima. b) Rapat Koordinasi Triwulan BKM dengan KSM dan Masyarakat Anggota-anggota BKM wajib mengadakan pertemuan koordinasi triwulanan atau sesuai ketentuan AD/ART dengan mengundang seluruh gugus tugas (UP-UP), KSM, dan perwakilan masyarakat untuk menyampaikan perkembangan kegiatan, membahas permasalahan serta merencanakan kegiatan triwulan berikutnya. c) Rapat Bulanan Anggota BKM Anggota BKM berkewajiban menyelenggarakan pertemuaan rutin anggota-angota BKM sekurang-kurangnya satu bulan sekali. Rapat bertujuan selain membahas berbagai masalah dan perkembangan yang ada, juga membahas rencana BKM untuk bulan berikutnya. Hasil rapat bulanan tersebut disampaikan BKM kepada KSM, masyarakat dan pemerintah kelurahan. d) Rapat Tahunan BKM BKM wajib menyelenggarakan Rapat Tahunan BKM yang dilaksanakan minimal satu tahun sekali. Rapat tahunan BKM tersebut disamping sebagai pertanggung jawaban kegiatan dan keuangan kepada masyarakat (termasuk penyampaian hasil audit) juga dapat sekaligus untuk melakukan penyegaran anggota BKM, apabila
Dalam hal BKM mengambil keputusan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
109
dibutuhkan dan sesuai dengan AD/ART. Masyarakat, melalui utusan-utusan yang dipilih langsung dari setiap RT/RW, dapat menerima atau menolak pertanggungjawaban BKM dan menetapkan untuk memperpanjang atau mengganti anggota BKM. e) Rembug Para-Pihak Tingkat Kelurahan BKM, pemerintah kelurahan dan kelompok peduli terkait perlu menyelenggarakan rembug para-pihak di tingkat kelurahan yang dilaksanakan untuk mengambil keputusan mengenai program perbaikan pelayanan public (good governance) serta matching program dalam kaitan dengan pelaksanaan PAKET, dll yang menyangkut kepentingan seluruh para-pihak.
Demikian pula halnya terkait dengan pelaksanaan PAKET, maka para-pihak terkait sesuai ketentuan wajib melakukan audit pelaksanaan kegiatan dan penggunaan dana PAKET yang diterimanya, dengan beban pendanaan berasal dari swadaya yang bersangkutan. Audit ini harus dilakukan oleh auditor indipenden dan hasilnya disebarluaskan kesemua pihak terkait sesuai ketentuan. Disamping itu, Para pihak terkait di lokasi PAKET dengan semua panitia kemitraan harus terbuka terhadap berbagai pemeriksaan, baik dari manajemen proyek, pemerintah maupun masyarakat.
f) Komunitas Belajar Kelurahan BKM, melalui UPS, mengkoordinir relawan-relawan setempat, yang terdiri dari orang-orang peduli dan ikhlas, perangkat pemerintah kelurahan dan kelompok peduli setempat, dalam forum kajian reflektif yang disebut dengan Komunitas Belajar Kelurahan (KBK). Fungsi utama KBK adalah turut membantu masyarakat setempat dalam rangka menjaga dan melembagakan penerapan nilai-nilai serta prinsip-prinsip universal, sehingga kontrol sosial masyarakat tetap terbangun dan BKM serta UP-UP tetap berorientasi pada perbaikan kesejahteraan masyarakat miskin maupun pembangunan kelurahan di wilayahnya. Pada akhirnya, keberadaan KBK juga sebagai embrio dan pondasi untuk mendorong keberlanjutan P2KP oleh masyarakat secara mandiri.. g) Audit dan Pemeriksaan Dalam rangka pelaksanaan akuntabilitas ini, maka BKM wajib melakukan audit tahunan termasuk semua unit-unitnya (UPUP). Audit ini harus dilakukan oleh auditor indipenden dan hasilnya disebarluaskan kesemua pihak terkait sesuai ketentuan. Disamping itu, BKM dengan semua unitnya harus terbuka terhadap berbagai pemeriksaan, baik dari manajemen proyek, pemerintah maupun masyarakat.
110
Pedoman Umum
6.2. MANAJEMEN KEUANGAN DAN AUDIT 6.2.1. Umum Sebagaimana telah dijelaskan di awal bahwa pada dasarnya P2KP dalam penyediaan dana BLM maupun PAKET menganut sikap menu bebas (open menu), dimana masyarakat dapat bebas mengajukan usulan kegiatan apapun selama terkait langsung dengan upaya penanggulangan kemiskinan, disepakati semua pihak, serta harus merupakan penjabaran dari PJM & Renta Pronangkis. Meskipun demikian, pengambilan keputusan masyarakat serta para pihak tingkat kelurahan tentang pilihan kegiatan yang akan dilakukannya untuk menanggulangi kemiskinan harus senantiasa disertai kesadaran akan konsekuensi dari keputusan tersebut, yakni melakukan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi dan proses persiapan yang harus dilakukan. Apapun bentuk kegiatan, secara administrasi harus tetap menganut prinsip transparansi dan akuntabilitas yang tata cara pelaksanaannya dijelaskan di atas. 6.2.2. Pengelolaan Pinjaman Bergulir Apabila masyarakat memutuskan bahwa sebagian dana BLM digunakan untuk pinjaman bergulir, maka pengelolaanya harus dilakukan
dengan memenuhi kaidah-kaidah pengelolaan pinjaman bergulir yang berorientasi pada masyarakat miskin. Pengelolaan pinjaman bergulir secara operasional ditangani oleh Unit Pengelola, sebagai gugus tugas dari BKM. BKM diperkenankan memperkuat kapasitas pelayanan kepada orang miskin dengan mengembangkan Unit Pengelola Ekonomi (UPE), Perusahaan Terbatas dan lain-lain, termasuk memfasilitasi pembentukan koperasi oleh KSM-KSM atau sekumpulan anggota KSM yang telah meningkat kesejahteraannya. (Ketentuan mengenai pengelolaan pinjaman bergulir dan pembentukan koperasi atau UPE dan PT akan ditetapkan lebih lanjut oleh PMU/ Pimpro P2KP)). 6.2.3. Penatabukuan Dalam rangka mempersiapkan tertib administrasi BKM, khususnya dalam masalah administrasi keuangan, maka KMW memberikan pelatihan tentang penatabukuan kepada BKM dan Unit-Unit Pengelola. Pelatihan sejenis diberikan kepada Panitia-Panitia Kemitraan PAKET sebelum mereka melaksanakan kegiatan yang telah disetujui Pokja PAKET. Pada saat pelaksanaan P2KP, maka KMW melalui Tim Fasilitator dan Relawan masyarakat akan membantu pihak BKM dalam memproses penatabukuan BKM, sehingga sesudah akhir tahun buku pihak BKM sudah siap dalam menerima audit yang akan dilakukan oleh akuntan independen. KMW melalui koordinator kota dan stafnya juga akan membantu Panitia-Panitia Kemitraan PAKET serta Para Pihak terkait dalam memproses penatabukuan sehingga siap diaudit. Tiap kelompok (KSM) wajib menatabukukan kegiatannya maupun keuangannya dengan cara yang cukup sederhana yang akan di siapkan oleh KMW. Penatabukuan ini akan dijadikan bahan pelaporan kepada anggota BKM pada pertemuan bulanan, sekaligus menjadi alat pantau secara dini terhadap kedisiplinan pengembalian pinjaman anggota. Disamping itu, laporan tersebut juga dapat dipakai sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban kepada UP/BKM yang
telah memberikan pinjaman kepada KSM. BKM dan relawan-relawan dapat membantu proses penatabukuan ini dalam kapasitas sebagai pendamping. Dengan kata lain, BKM dan relawan-relawan akan membantu KSM yang didampinginya dengan tujuan agar pengurus KSM tersebut pada masa berikutnya mampu mengerjakannya secara mandiri. 6.2.4. Audit Selain pantauan partisipatif yang dilakukan sendiri oleh para pelaku di semua tingkatan, akan dilakukan pula audit oleh pihak-pihak yang tidak terlibat secara langsung dalam proses pendampingan. Ada tiga jenis audit dalam pelaksanaan P2KP. a) Audit oleh Instansi Pemerintah untuk Seluruh Pelaku Sebagaimana semua proyek/program pemerintah lainnya, maka P2KP juga akan diaudit oleh BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan). Artinya bahwa pemerintah (proyek P2KP) mempercayakan pelaksanaan audit kepada BPKP. Audit dilakukan sekali setiap tahun terhadap KSM, BKM/UP, Panitia Kemitraan PAKET, PJOK, para konsultan pelaksana, serta kantor-kantor bank pemerintah yang ditunjuk sebagai penyalur dana. Lembagalembaga pemeriksa akan mengkoordinasikan kegiatan ini untuk menghindari duplikasi antar mereka. Bagi instansi pemerintah pelaksana P2KP, Panitia Kemitraan PAKET, konsultan pelaksana, dan bank, titik berat pemeriksaan adalah pada ada atau tidaknya penyimpangan, sedangkan bagi KSM dan BKM/UP, lebih pada pendidikan dan pembelajaran kepada masyarakat tentang penatabukuan yang sehat. Audit BPKP terhadap BKM selama masa proyek P2KP lebih dititikberatkan pada aspek substantif. Sedangkan audit BPKP terhadap UP-UP (UPL, UPS dan UPK) difokuskan pada audit kegiatan, administrasi pembukuan, dan keuangan, yang dikelola oleh masing-masing UP.
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
111
Laporan pemeriksaan BPKP harus selesai pada setiap akhir bulan Maret bagi pengeluaran yang terjadi pada tahun fiskal sebelumnya. BKM/UP, KSM, Panitia Kemitraan PAKET, para konsultan pelaksana, dan bank yang ditunjuk harus mendokumentasikan catatan-catatan kegiatannya selama tiga tahun dan menyerahkannya kepada auditor independen bila diminta. b) Audit Independen untuk Pelaksana Kegiatan P2KP Masyarakat perlu menyadari pentingnya penilaian pihak luar untuk membuktikan telah dijalankannya prinsip transparansi dan akuntabilitas. Untuk itu, setiap tahun semua lembaga yang langsung terkait sebagai pelaksana lapangan P2KP, khususnya Pokja PAKET, BKM, dan Parapihak terkait harus mengauditkan diri kepada auditor independen. Biaya audit wajib dialokasikan oleh BKM dan Pokja PAKET sendiri sebagai bagian biaya operasional pelaksanaan (BOP). Audit oleh auditor independent terhadap BKM selama masa proyek P2KP lebih dititikberatkan pada aspek penyerapan dan penyaluran dana BLM tahap 1 hingga tahap 3. Sedangkan audit terhadap UP-UP (UPL, UPS dan UPK) difokuskan pada audit administrasi pembukuan dan keuangan, yang dikelola oleh masing-masing UP. Ketentuan pokok mengenai audit independen adalah sebagai berikut: 1) Pokja PAKET dan BKM melalui kesepakatan anggotanya menyewa auditor independen untuk melakukan audit di lembaga masing-masing dan pihak mitra kerja masing-masing, baik untuk aspek keuangan maupun untuk aspek manajemen. 2) Auditor independen harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: • Akuntan Publik yang terdaftar di Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), atau Koperasi Jasa Audit, atau perguruan tinggi yang memiliki jurusan/program studi akuntansi (dengan syarat 112
Pedoman Umum
tambahan: tim audit harus dipimpin seorang sarjana akuntansi dan hasil audit ditandatangani ketua tim audit). • bukan warga kelurahan di mana BKM yang akan diaudit berada; dan bukan anggota Panitia Kemitraan PAKET; • bersedia mengikuti briefing atau pengarahan dari KMW tentang model kelembagaan “bkm”, Panitia Kemitraan, sistem pembukuan P2KP, dan cakupan audit (biaya pengarahan ditanggung oleh auditor); • lulus pengujian yang dilakukan oleh KMW (pengujian hanya dilakukan atas: kesediaan mengikuti pengarahan dan melakukan audit sesuai isi pengarahan, calon auditor benar-benar bukan warga kelurahan di mana BKM yang akan diaudit berada, dan berijasah minimal S-1 akuntansi). 3) Audit independen harus dilakukan setiap tahun selambat-lambatnya satu bulan setelah tutup tahun buku. 4) Hasil audit diumumkan oleh BKM, Pokja PAKET dan para pihak terkait kepada masyarakat baik dengan cara ditempelkan di papan pengumuman, penyebarlausan salinan hasil audit kepada masyarakat, disebarluaskan melalui media massa (untuk Panitia Kemitraan PAKET) dan dimasukkan ke dalam laporan tahunan dan laporan pertanggungjawaban BKM serta laporan pertanggungjawaban Pokja PAKET. 6.2.5.Monitoring Independen oleh Tim Khusus Pemerintah atau perwakilan Bank Dunia dapat membentuk tim khusus di luar yang telah ada untuk melakukan monitoring independen atas pelaksanaan P2KP, terutama untuk memeriksa apakah proses pelembagaan di masyarakat dan proses pendampingan yang dilakukan instansi pemerintah pelaksana P2KP dan para konsultan pelaksana telah dilakukan sebagaimana mestinya. Tim khusus ini dapat dibentuk sewaktu-waktu tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu baik keberadaan maupun jadwal pemeriksaannya kepada para pelaku. 6.2.6. Kelompok Pemantau Independen P2KP Disamping audit resmi tersebut, harus dibangun mekanisme pengendalian sosial (social control). Untuk itu, masyarakat kelurahan yang peduli pada P2KP dan memiliki komitmen terhadap penanggulangan kemiskinan dapat membentuk Kelompok pemantau independen P2KP atau sejenisnya. Inisiatif masyarakat untuk mengawasi pelaksanaan P2KP harus diakomodasi oleh BKM dan Pokja PAKET dengan memberikan kemudahan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan mereka. Meskipun demikian, Kelompok pemantau independen tetap tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan sanksi ataupun kebijakan terhadap BKM dan Pokja PAKET. Kelompok pemantau independen dapat menyampaikan temuannya kepada rembug-rembug warga kelurahan atau instansi yang berwenang menangani, atau ke unit pengaduan masyarakat (UPM) yang ada. Untuk menyiapkan BKM (termasuk UP-UPnya) dan Pokja PAKET (termasuk Panitia Kemitraan di wilayahnya) mengikuti berbagai macam audit tersebut, terutama audit manajemen dan audit pendanaan, KMW perlu terlebih dahulu mengadakan verifikasi manajemen dan pembukuan kepada semua BKM, Pokja PAKET dan Panitia Kemitraan di wilayah kerja masing-masing. Verifikasi dilakukan oleh tenaga ahli KMW untuk mengecek kesiapan BKM dan Pokja PAKET dalam menerima audit independen.
6.3. MEKANISME PENERAPAN SANKSI 6.3.1. Sanksi Sanksi adalah pemberlakuan hukuman terhadap pelanggaran ketentuan dan/atau aturan yang telah ditetapkan dalam Pedoman P2KP maupun aturan yang ditetapkan masyarakat, sebagaimana tercantum pada AD/ART BKM dan aturan Pokja PAKET.
6.3.2. Penetapan dan Penerapan Sanksi Penerapan sanksi merupakan konsekuensi logis dari penegakan prinsip akuntabiltas yang bertujuan untuk menghukum yang salah dan menyebarkan kebajikan dengan menumbuhkan rasa tanggungjawab dari berbagai pihak terkait dalam melaksanakan P2KP. Sehingga warga masyarakat miskin yang seharusnya merasakan manfaat program tidak dirugikan dan program dapat berjalan dengan baik serta berkelanjutan. a) Penetapan dan penerapan sanksi oleh Pemerintah Pemerintah dapat menetapkan dan menerapkan sanksi dalam bentuk : • Sanksi hukum yang dapat dikenakan pada perangkat pemerintah, konsultan, pengurus BKM/UP dan masyarakat, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, terhadap upaya dan/atau penyalahgunaan dana, tindak korupsi, penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi maupun kelompok; • Sanksi pembatalan/pencabutan dana, yaitu suatu bentuk sanksi dengan dibatalkan/tidak dialokasikannya dana P2KP (BLM atau PAKET) pada tahap awal atau tahap berikutnya. Ketentuan mengenai pembatalan dana dimaksud dapat dibaca pada ketentuan umum penggunaan dana BLM dan ketentuan umum penggunaan dana PAKET di Buku Pedoman ini. b) Penerapan sanksi oleh masyarakat Sanksi yang diterapkan masyarakat dapat bersifat formal, artinya merupakan keputusan/hasil rembug warga atau bersifat non formal dalam bentuk sanksi yang dilakukan oleh warga orang per orang; seperti cemoohan atau yang bersangkutan tidak dihargai lagi, dan sebagainya. Mekanisme penetapan dan penerapan sanksi yang lazim dilakukan melalui : • Rembug Warga Kelurahan Rembug warga merupakan mekanisme yang lazim digunakan dalam menetapkan sanksi dan penerapannya. Dalam
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
113
hal masyarakat melihat terjadi penyimpangan prinsip serta nilai P2KP oleh anggota BKM dan/atau terdapat keputusan BKM yang ditolak oleh sebagian besar warga, dan/atau BKM dianggap tidak lagi mencerminkan kriteria sebagai pimpinan kolektif organisasi masyarakat warga, maka masyarakat kelurahan berhak untuk membubarkan sebagian atau seluruh anggota BKM serta memilih penggantinya melalui mekanisme Rembug Warga Kelurahan. Mekanisme rembug warga kelurahan diawali dengan rembug warga tingkat RT/RW, rembug warga tingkat dusun dan akhirnya rembug warga tingkat kelurahan. Melalui rembug warga ini dapat ditetapkan sanksi sosial dan atau sanksi hukum, yaitu dengan menyerahkan oknum yang melakukan penyimpangan ke pihak yang berwajib. • Musyawarah kelompok Selain mekanisme rembug warga, yang relatif melibatkan banyak orang, sering kali juga dilakukan musyawarah kelompok untuk membahas persoalan di tingkat kelompok. Sanksi yang ditetapkan dan diterapkan pada umumnya adalah bersifat sanksi sosial misalnya pengucilan dari kelompok, dsb.
6.4. PENANGANAN PENGADUAN DAN PENYELESAIAN KONFLIK Pengaduan pada dasarnya merupakan aspirasi, keluhan ataupun ketidakpuasan terhadap implementasi P2KP. Pengaduan dapat disampaikan dalam bentuk lisan atau tertulis, baik ke pelaku P2KP, media massa dll. Terlepas dari siapapun dan darimanapun yang menyampaikan pengaduan, maka harus dipahami bahwa pada hakekatnya timbulnya pengaduan disebabkan oleh: • pemahaman substansi informasi yang kurang utuh, • proses kegiatan di lapangan yang kurang sempurna,
114
Pedoman Umum
• pendekatan yang keliru, • tumbuhnya kepedulian dan kontrol sosial dari warga masyarakat; • mulai tumbuh berkembangnya prinsip dan nilai P2KP Oleh karena itu, pandangan tidak adanya pengaduan menunjukkan indikator keberhasilan pendampingan di lapangan adalah sangat keliru. Sama kelirunya dengan pandangan bahwa banyaknya pengaduan merupakan indikator ketidakberhasilan. Indikator keberhasilan P2KP sebenarnya dapat dilihat dari menurunnya jumlah pengaduan secara bertahap melalui proses penyempurnaan pelaksanaan P2KP di lapangan dan penanganan pengaduan yang memberi kontribusi bagi kelancaran P2KP. Pengaduan adalah bagaikan mutiara yang sangat berharga bagi keberhasilan pencapaian proyek P2KP. 6.4.1. Prinsip Penanganan Pengaduan Sistem penanggulangan pengaduan yang diterapkan di P2KP pada dasarnya harus menganut beberapa kaidah sebagai berikut : a) Kemudahan. Masyarakat harus mendapatkan kemudahan untuk menyampaikan pengaduannya baik dari aspek fisik, pendanaan maupun administrasi; b) Cepat, Tepat dan Tanggap. Pengaduan yang masuk harus ditangani dengan cepat dan tepat. Instansi yang berwenang menangani pengaduan harus tanggap terhadap setiap pengaduan yang masuk, termasuk melalui surat kabar; c) Terbuka. Proses penerimaan dan penanganan pengaduan harus terbuka untuk pihak umum yang ingin mengetahuinya; d) Satu Pintu. Penanganan pengaduan yang dikoordinir di Unit Pengaduan Masyarakat P2KP pada berbagai tataran; serta e) Rahasia dan Aman. Penanganan pengaduan harus dapat memberikan jaminan kerahasiaan dan rasa aman bagi pelapor.
6.4.2. Manajemen Pengaduan a) Pembentukan Unit pengaduan Masyarakat KMP wajib membangun dan memfasilitasi jaringan unit pengaduan masyarakat (UPM) di semua wilayah kerja; pusat, daerah dan masyarakat/komunitas, yang masingmasing bekerja secara independen dalam suatu jejaring pengaduan masyarakat. Untuk itu, KMP wajib bekerjasama dengan dengan semua pihak peduli (stakeholders), baik pemerintah maupun non pemerintah, untuk membangun simpul-simpul jaringan pengaduan masyarakat di tiap wilayah kerja P2KP (pusat, daerah dan masyarakat). Simpul-simpul jaringan tersebut diharapkan akan membentuk unit-unit pengaduan masyarakat dan akan tetap berfungsi setelah masa proyek P2KP selesai, sebagai bagian dari partisipasi masyarakat dalam mengawal pembangunan. Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) yang telah ada dapat difungsikan sebagai UPM P2KP, apabila UPM dimaksud telah memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditetapkan melalui pedoman P2KP maupun ketentuan PMU/Pimpro, berdasarkan hasil penilaian dari KMW dan rekomendasi KMP. b) Penyampaian dan Penerimaan Pengaduan serta Keluhan Pengaduan dan keluhan dapat berasal dari perorangan atau kelompok masyarakat. Untuk memudahkan penyampaian pengaduan, maka pengaduan dapat disampaikan ke unit pengaduan masyarakat (UPM) terdekat. Penyampaian dapat dilakukan dengan berbagai cara: surat/ kotak pos, fax, telepon bebas pulsa, email dan sebagainya. Meski pada tiap tingkatan pelaku dikembangkan unit pengaduan, tetapi yang paling strategis adalah di tingkat masyarakat atau BKM, hal ini untuk menjamin kesinambungan program setelah proyek selesai. Pencatatan pengaduan dan keluhan pada tiap UPM (Unit Pengaduan Masyarakat) harus dilakukan pada saat penerimaan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pelaporan dan penanganan penyelesaian pengaduan.
Untuk memudahkan penanganan perlu dikembangkan klasifikasi masalah yang bersifat standar dan terkait dengan SIM. Sebagai contoh jenis pengaduan dapat dikelompokkan dalam katagori: penyalahgunaan dana, intervensi politik, proses usulan, proses pelaksanaan kegiatan, dll. c) Penyelesaian Pengaduan Pada dasarnya adanya pengaduan dari masyarakat menandakan ketidakpuasan dan sengketa antara masyarakat dengan pelaku proyek, baik itu sengketa horisontal maupun vertikal. Artinya penyelesaian pengaduan juga mengacu pada proses penyelesaian sengketa. Sebetulnya yang paling baik adalah penyelesaian sengketa dengan cara musyawarah dan mufakat. Namun kenyataannya upaya penyelesaian sengketa dengan cara ini tidak selalu terjadi dengan mudah, sehingga diperlukan campur tangan pihak ketiga. Untuk itu, cara lain yang juga dapat dipakai untuk penyelesaian pengaduan adalah melalui arbitrase dan hukum, dll. Pada dasarnya penanganan pengaduan dilakukan melalui proses investigasi, konfirmasi, rekomendasi dan informasi. Hasil investigasi yang dilakukan oleh UPM harus dikonfirmasikan kepada pihak terkait yang tepat. Selanjutnya dari hasil konfirmasi, UPM membuat rekomendasi ke pihak yang berwenang menangani masalahnya. Untuk P2KP, BKM adalah lembaga yang paling banyak mendapatkan rekomendasi untuk menyelesaikan masalahnya. Gambaran mekanisme penanganan pengaduan dapat dilihat pada Bagan 6.1.
d) Penyelesaian Secara Hukum Proses penyelesaian secara hukum untuk pengaduan tentang ketidakpuasan maupun sengketa antara masyarakat dengan pelaku proyek, baik sengketa horisontal atau vertikal, dapat dilakukan dalam hal: • Sengketa tidak dapat didamaikan melalui mekanisme penanganan pengaduan yang disiapkan di P2KP
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
115
• Terdapat indikasi kuat bahwa persoalan atau peristiwa tersebut berkaitan dengan pelanggaran hukum (pidana maupun perdata) 6.4.3. Penanganan Konflik Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan konflik antara dua pihak atau lebih, dapat diuraikan singkat sebagai berikut: a) Identifikasi jenis konflik, apakah konflik laten, konflik terbuka ataukah konflik permukaan, yang membutuhkan pendekatan berbeda dalam penanganannya. Konflik laten merupakan konflik tersembunyi yang perlu diidentifikasi sejak awal; b) Identifikasi akar persoalan dari konflik yang terjadi; dan c) Formulasikan rencana tindak penanganan konflik, yang dapat dikategorikan sbb: • Cegah terjadinya konflik sejak dini agar terhindar dari munculnya konflik yang lebih luas dan keras; • Selesaikan konflik melalui pengakhiran kekerasan dan pertengkaran; • Kelola konflik melalui pengurangan atau penghindaran kekerasan maupun tindakan yang menjurus kekerasan, dengan cara mengembangkan tindakan serta perilaku positif yang melibatkan semua pihak atau pelaku; serta • Transformasikan konflik melalui investigasi mendalam secara partisipatif untuk menyelesaikan akar konflik, dengan cara mentransformasi kekuatan negatif menjadi kekuatan-kekuatan positif.
116
Pedoman Umum
Bagan 6.1. Mekanisme Penanganan Pengaduan Jalur hukum
Tim InterDept. Nasional
Tdk Dapat Diselesai -kan ?
PMU
Ya
Tdk Dapat Diselesaikan ?
KMP P.O.Box 2222 JKPMT Atau e-mail ke :
[email protected] Website: www.p2kp.org
Ya Tk. Pusat
Tdk Tim Koordinasi Propinsi/KPK Propinsi
Dapat Diselesaikan ?
KMW PO Box UPMKMW
Ya Tk. Propinsi Jalur hukum Tim Koordinasi Kota/Kabupaten & KPK kota/kab
Tdk Dapat Diselesaikan ?
Koordinator Kota. Kab. / KMW
Forum BKM/ Pokja PAKET
Ya
Kotak Pos UPMForum BKM / Pokja PAKET
Tk. Kota Jalur hukum Camat / PJOK
Tdk Tim Fasilitator
Dapat Diselesaikan ?
Ya
Tk. Kecamatan Jalur hukum Kepala Kelurahan/Desa
Tdk Dapat Diselesaikan ?
BKM
Fasilitator /Kader
Ya
Masyarakat
Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
117