0,05; ** = sangat nyata pada peluang p≤0,01.
Tabel 3. Rata-rata hasil biji dan indeks sensivitas 31 genotipe pada beberapa takaran nitrogen. N1 (0 kg/ha)
Genotipe
N3 (150kg/ha)
Hasil (t/ha)
CML 161/NEI 9008 CY11 CY12 CY14 CY15 CY6 G2013631 G2013645 MR-14 NEI 9008 CLRCY017 CLRCY034 CLRCY039 CLYN249 CLYN253 (G15) CLYN257 (G16) CLYN260 (G17) CLYN261 (G18) DTPYC9-F13-2-3-1-2-B DTPYC9-F46-1-2-1-2-B DTPYC9-F46-3-9-1-B DTPYC9-F65-2-2-1-1-B G2013649 G2013627 G20133077 G20133036 AMB20 1044-30 1042-69 AMB07 G-180 Rata-rata
0,61 0,70 0,51 0,83 0,52 0,18 0,68 0,62 0,67 0,83 0,17 0,04 0,18 0,46 0,98 0,37 1,00 0,63 0,34 0,58 0,76 0,42 0,52 0,42 0,26 0,27 0,57 0,73 0,40 0,25 0,35 0,51
2,21 2,49 3,35 3,48 2,12 1,85 3,01 3,29 1,86 3,44 1,29 1,64 2,28 2,24 2,49 1,35 2,29 2,58 2,51 2,23 2,27 2,60 2,76 2,31 2,18 1,64 2,55 2,35 2,20 2,18 1,79 2,35
Penurunan hasil (%)
Indeks Sensitivitas (S)
72,41 71,75 84,84 76,06 75,52 90,28 77,26 81,14 63,96 75,77 86,56 97,48 92,02 79,44 60,90 72,30 56,13 75,56 86,40 73,84 66,43 83,68 81,06 81,68 88,24 83,49 77,83 68,74 81,81 88,52 80,67 78,44
0,93M 0,92M 1,08P 0,97M 0,97M 1,15P 0,99M 1,04P 0,82M 0,97M 1,11P 1,25P 1,18P 1,02P 0,78M 0,92M 0,72M 0,97M 1,11P 0,94M 0,85M 1,07P 1,04P 1,04P 1,13P 1,07P 1,00M 0,88M 1,05P 1,13P 1,03P
N2 (75kg/ha)
N3 (150 kg/ha)
Hasil (t/ha)
1,36 1,66 1,83 1,69 1,79 1,55 2,15 2,20 0,95 2,64 0,80 1,49 1,97 0,94 1,60 0,84 1,25 1,71 1,93 1,49 1,63 1,80 2,17 1,54 2,00 1,36 1,63 1,73 1,92 1,12 0,91 1,60
2,21 2,49 3,35 3,48 2,12 1,85 3,01 3,29 1,86 3,44 1,29 1,64 2,28 2,24 2,49 1,35 2,29 2,58 2,51 2,23 2,27 2,60 2,76 2,31 2,18 1,64 2,55 2,35 2,20 2,18 1,79 2,35
Penurunan hasil (%)
38,51 33,20 45,52 51,53 15,46 16,37 28,61 33,14 49,27 23,24 37,81 9,23 13,57 57,88 35,89 37,61 45,13 33,90 22,97 33,08 28,28 30,57 21,44 33,40 7,96 17,01 35,96 26,12 12,62 48,81 49,51 31,41
Indeks sensiti-vitas (S)
1,21P 1,04P 1,43P 1,62P 0,49T 0,51M 0,90M 1,04P 1,55P 0,73M 1,19P 0,29T 0,43T 1,82P 1,13P 1,18P 1,42P 1,07P 0,72M 1,04P 0,89M 0,96M 0,67M 1,05P 0,25T 0,53M 1,13P 0,82M 0,40T 1,53P 1,56P
Keterangan : 1). T = toleranS<0,05; M= medium0,5≤S≤1,0; dan P= peka S>0,01. 2). Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda berarti menunjukkan perbedaan nyata pada uji DMRT = 0,01.
Nilai indeks sensitivitas dipengaruhi oleh persentase penurunan hasil, semakin rendah persentase penurunan hasil maka indeks sensivitas suatu genotipe akan semakin toleran terhadap cekaman pemupukan N rendah dan sebaliknya. Hal ini dapat dilihat pada galur G20133077 yang toleran terhadap cekaman pemupukan N rendah
dimana pada takaran N normal (150 kg N/ha) memiliki hasil biji sebesar 2,18 sedangkan pada takaran N rendah (75 kg N/ha) memiliki hasil biji sebesar 2,00 t/ha yang berarti persentase penurunan hasil biji yang rendah yaitu 7,96%. Sedangkan genotipe CLYN249 yang peka terhadap cekaman pemupukan N mempunyai hasil biji pada
4
Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol. 1, No. 2, Januari 2016
pemupukan N normal (150 kg N/ha) 2,24 t/ha dan takaran N rendah (75 kg N/ha) memproleh 0,94t/ha, yang berarti persentase penurunan hasil biji yang cukup tinggi yaitu 57,88%.
dengan koefisien korelasi 0,953. Peningkatan tinggi tanaman dapat memudahkan tanaman menyerap cahaya matahari yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis dan assimilat hasil fotosintesis akan ditranser untuk pembentukan biji (Liu et al. 2015). Karakter diameter batang juga berkorelasi positif nyata dengan hasil (r=0,39). Batang jagung menjadi tempat penimbunan assimilat, sehingga makin besar diameter jagung assimitat makin banyak, semakin banyak assimilat yang tersimpan di batang akan meningkatkan hasil biji karena assimilat tersebut akan ditranslokasikan untuk pembentukan biji pada fase generatif. Persentase tongkol normal berkorelasi positif sangat nyata dengan hasil biji (r = 0,70). Sedangkan persentase tongkol hampa berkorelasi negatif nyata dengan hasil biji (r = -0,37). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi persenatse tongkol normal maka hasil biji akan tinggi. Namun semakin tinggi persentase tongkol hampa hasil biji akan menurun.Tongkol normal mempengaruhi rendemen biji. Rendemen biji juga berkorelasi positif sangat nyata dengan hasil biji dengan nilai koefisien korelasi (r = 0,85). Semakin besar rendemen biji maka semakin besar peningkatan hasil biji.
Korelasi Antara Karakter Agronomis dan Hasil Nilai koefisien korelasi menunjukkan keeratan hubungan antar karakter (Shaban 2005). Menurut Banziger et al. (2000), karakter yang akan digunakan sebagai seleksi adalah karakter yang berkorelasi dengan hasil berdasarkan analisis korelasi. Tabel 4 menunjukkan bahwa pada kondisi pemupukan N rendah (75 kg N/ha) terdapat beberapa karakter yang berkorelasi dengan hasil biji yaitu rendemen biji, persentase tongkol normal, persentase tongkol hampa, diameter batang, tinggi tanaman, dan tinggi letak tongkol. Tinggi tanaman berkorelasi positif nyata dengan hasil biji dengan nilai koefisien korelasi 0,37. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tinggi tanaman pada suatu batas tertentu akan meningkatkan hasil biji. Bocanski et al. (2009) juga melaporkan bahwa terdapat korelasi positif sangat nyata antara tinggi tanaman dengan hasil biji
Tabel 4. Koefisien korelasi antara karakter agronomis dan hasil biji 31 genotipe jagung pada takaran 75 kg N/ha. Peubah
Y
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10
X11
X12
X13
X14
X15
X16
Y
1
X1
0,34
1
X2
0,02
-0,27
X3
0,85** 0,19
0,11
1
X4
0,70** 0,54**
-0,01
0,56**
1
X5
-0,37*
0,12
0,11
-0,21
-0,21
1
X6
0,39*
0,47**
0,02
0,18
0,20
-0,05
1
X7
-0,03
-0,24
-0,05
0,09
-0,24
-0,12
0,04
1
X8
-0,05
-0,27
0,38*
-0,01
0,00
-0,02
-0,23
-0,12
1
X9
0,15
0,36*
-0,22
-0,13
-0,14
0,11
0,73**
0,07
-0,31
1
X10
0,37*
0,09
-0,23
0,33
0,01
-0,06
0,50**
-0,04
-0,16
0,48**
1
X11
0,41*
0,40*
-0,39*
0,25
0,25
-0,05
0,56**
-0,05
-0,31
0,54**
0,79**
1
X12
-0,19
0,32
-0,44**
-0,35
-0,17
-0,07
0,39*
0,00
-0,09
0,45**
0,14
0,11
1
X13
-0,28
0,27
-0,47**
-0,42*
-0,21
0,02
0,28
-0,03
-0,04
0,39*
0,12
0,08
0,93**
1
X14
-0,31
-0,04
-0,23
-0,31
-0,16
0,22
-0,17
-0,08
0,07
-0,01
0,01
-0,04
0,13
0,48**
1
X15
0,20
0,29
-0,30
0,05
0,11
0,28
0,50**
-0,12
-0,28
0,44**
0,50**
0,52**
0,32
0,30
0,06
1
X16
0,03
-0,16
0,26
0,12
0,21
-0,03
-0,34
0,06
0,14
-0,41*
-0,19
-0,24
-0,47**
-0,45*
-0,10
-0,35*
1
X17
0,06
-0,35
0,10
0,17
-0,04
-0,12
-0,41*
0,21
0,12
0,44*
-0,15
-0,06
-0,65**
-0,63**
-0,16
-0,19
0,22
X17
1
Keterangan : Y= hasil biji, X1= panjang tongkol, X2= diameter tongkol, X3= rendemen biji, X4= persentase tongkol normal, X5=persentase tongkol hampa, X6= diameter batang, X7= aspek penuaan daun, X8= kandungan klorofil daun, X9= luas daun, X10= tinggi tanaman, X11= tinggi letak tongkol, X12= umur berbunga jantan, X13= umur berbunga betina, X14= selisih umur berbunga jantan dan betina, X15= jumlah malai, X16= panjang malai, dan X17= stay green.
5
1
Herawati dan Roy Efendi: Indeks Toleran dan ...
biji meningkat karena dapat memacu penyimpanan assimilat yang lebih banyak di dalam biji. Persentase tongkol normal dan persentase tongkol hampa berpengaruh langsung nyata terhadap hasil biji dengan koefisien sidik lintas masing-masing sebesar 0,273 dan -0,173. Persentase tongkol normal juga berpengaruh tidak langsung terhadap hasil biji melalui rendemen biji dengan koefisien sidik lintas 0,339. Tinggi tanaman, tinggi letak tongkol, dan diameter batang tidak berpengaruh langsung terhadap hasil biji. Ketiga karakter ini secara tidak langsung mempengaruhi hasil biji melalui rendemen biji dengan koefisien sidik lintas masing-masing sebesar 0,198; 0,151; dan 0,107. Akongwubel et al. (2012) melaporkan bahwa pada fase generatif dan pembentukan biji sebagian biomass batang akan dtranslokasikan kekomponen hasil.
Analisis Sidik Lintas Analisis sidik lintas merupakan lanjutan dari analisis korelasi dimana menguraikan koefisien korelasi menjadi pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung (Safuan et al. 2014). Analisis sidik lintas mampu menguraikan karakter-karakter vegetatif dan generatif yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap hasil 31 genotipe jagung inbrida pada takaran nitrogen rendah (75kg N/ha). Diagram lintasan (Gambar 1) menunjukkan hasil analisis sidik lintas dari enam karakter yang memiliki korelasi yang tinggi dengan hasil biji pada takaran nitrogen rendah (75kg N/ha). Rendemen biji berpengaruh langsung sangat nyata terhadap hasil biji yaitu sebesar 0,603. Pemberian nitrogen sesuai dengan kebutuhan menyebabkan rendemen
0,198
RENDEMEN BIJI
TINGGI TANAMAN
0,151
0,603 0,107
TINGGI LETAK TONGKOL
0,339 0,273
HASIL
PERSENTASE TONGKOL NORMAL
DIAMETER BATANG
-0,173
PERSENTASE TONGKOL HAMPA
Sisa = 0,364
Gambar 1. Diagram lintasan karakter jagung inbrida pada takaran 75 kg N/ha
6
Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol. 1, No. 2, Januari 2016
Anley, W., H. Zeleke, and Y. Dessalegn. 2013. Genotype X environment interaction of maize (Zea mays L.) across north western ethiopia. Journal of plant Breeding and Crop science 5(9):171-181.
Hasil analisis sidik lintas menunjukkan bahwa koefisien sisa pada kondisi N rendah (75 kg N/ha) yaitu 0,364. Dengan demikian, pengaruh karakter-karakter lain yang tidak dimasukkan dalam analisis sidik lintas masing-masing sebesar 0,364 atau 36,4%. Sedangkan enam karakter yang diamati mampu menjelaskan ragam hasil genotipe jagung yang diuji pada perlakuan pemupukan N rendah masing-masing sebesar 63,6%.
Anwar, J., G. M. Subhani, M. Hussain, J. Ahmad, M. Hussain, and M. Munir. 2011. Drought tolerance indices and their correlation with yield in exotic wheat genotypes. Pak. J. Bot 43(3):1527-1530. Banziger, M., G.O. Edmeades, D. Beck, and M. Bellon. 2000. Breeding for drought and nitrogen stress tolerance in Maize: From theory to practice. Mexico, D.F.: Cimmyt.68 p.
Kesimpulan 1.
2.
3.
Galur CY15, CLRCY034, CLRCY039, G20133077, dan 1042-69toleran terhadap N rendah (75 kg N/ha) dengan hasil biji masingmasing sebesar 1,79 t/ha; 1,49 t/ha; 1,97 t/ha; 2,00 t/ha; dan 1,92 t/ha. Genotipe ini berpeluang untuk dijadikan materi induk untuk pembentukan jagung hibrida toleran N rendah. Rendemen biji, persentase tongkol normal, persentase tongkol hampa, diameter batang, tinggi tanaman, dan tinggi letak tongkol memiliki korelasi nyata dengan hasil biji pada kondisi pemupukan N rendah sehingga dapat digunakan sebagai karakter seleksi jagung inbrida torelan N rendah. Karakter yang berpengaruh langsung terhadap hasil biji yaitu rendemen biji (0,603), persentase tongkol normal (0,273) dan persentase tongkol hampa (-0,173). Sedangkan Karakter yang tidak berpengaruh langsung terhadap hasil biji yaitu tinggi tanaman (0,198), tinggi letak tongkol (0,151), dan diameter batang (0,107).
Boćanski, J., Z. Srećkov, and A. Nastasić. 2009. Genetic and phenotypic relationship between grain yield and components of grain yield of maize (Zea mays L.). Genetika 41(2):145-154. Chaturvedi, I. 2005. Effect of nitrogen fertilizer on growth, yield, and quality of hybrid rice (Oyza sativa). Journal Central European Agriculture 6(4):616-618. Efendi, R., Y. Musa, M.F. Bdr, M.D. Rahim, M. Azrai, dan M. Pabendon. 2015. Seleksi jagung inbrida dengan marka molekuler dan toleran terhadap kekeringan dan nitrogen rendah. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 34(1): 43-53. Gani, A. 2009. Keunggulan pupuk majemuk NPK lambat urai untuk tanaman padi sawah. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 28(3):148157. Hartati, R.S., A. Setiawan, B. Heliyanto, dan Sudarso. 2012. Keragaman genetik,heritabilitas, dan korelasi antar karakter10 genotipe terpilih jarak pagar (Jatropha curcas L.). Jurnal Litri 18(2):7480.
Daftar Pustaka
Jeromela, A. M, R. Marinkovic, A. Mijic, Z. Zdunic, S. Ivanovska, and M. Jankulovska. 2008. Correlation and path analysis of quantitative traits in winter rapeseed (Brassica napus L.). Agriculture conspectus scientificus 73(1):13-18.
Abbasi, M.K., M.M. Tahir, dan N. Rahim. 2013. Effect of N fertilizer source and timing on yield and N use efficiency of rainfed maize (Zea mays L.) in Kashmir–Pakistan. Geoderma 195-196(2013):8793.
Kadir, A. 2011. Identifikasi klon harapan tanaman nilam toleran cekaman kekeringan berdasarkan kadar prolinedan karakter morfologi dan fisiologi.Jurnal Agrisistem 7(1):13-21.
Abera, W., M, Worku, B. Tadese, L. Wolde, A. Diallo, and T. Afriyie. 2007. Perfomance of CIMMYT maize germplasm under low nitrogen soil condition in the mid altitude sub humid agroecology of Ethiopia. African Crop Science Conference Proceedings. African Crop Science Society. El-Mina, Egypt. 8(1):15-18.
Kamara, A.Y., A. Menkir, S.O. Ajala, and I. Kureh. Perfomance of diverse maize genotypes under nitrogen deficiency in the northen guinea savana of nigeria. Expl. Agriculture 41:199-212.
Akongwubel, A.O., U. B. Ewa, A. Prince, O. Jude, A. Martins, O. Simon, and O. Nicholas. 2012. Evaluation of agronomic perfomance of maize (Zea mays L.) under different rates of poultry manure application in an Ultisol of Obubra, cross river state, Nigeria. Internatioanl Journal Of Agriculture and forestry 2(4):138-144.
Karasu, A., M. Oz, A.T. Goksoy, and Z.M. Turan. 2009. Genotype by environmet interaction, stability, and heratability of seed yield and certain agronomical traits in soybean (Glycine max (L.) Merr.). African Journal of Biotechnology 8(4):580-590
7
Herawati dan Roy Efendi: Indeks Toleran dan ...
Liu, T., L. Gu, S. Dong, J. Zhang, P. Liu, and B. Zhao. 2015. Optimum leaf removal increases canopy apparent photosynthesis, 13C-photosynthesis distribution and grain yield of maize crops grown at high density. Field Crop Research 170(2015):32-39.
Subatra, K., D. Hadiayanti, dan R.A. Suwigno. 2014. Hubungan korelasi antara daya hasil genotipe jagung efisiensi hara terhadap kandungan N dan P pada jagung di lahan pasang surut. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014. Palembang, 26-27 September 2014. p. 1-6.
Miftahorrachman. 2010. Korelasi dan analisis sidik lintas karakter tandan bunga terhadap buah jadi kelapa genjah salak. Buletin palma 38:60-66.
Syafruddin, S. Senong, dan Subandi. 2008. Penggunaan bagan warna daun untuk efisiensi pemupukan pada tanaman jagung. Penelitian pertanian tanaman pangan 27 (1):24-31.
Moser, S.B., B. Feil, S. Jampatong, dan P. Stamp. 2006. Effects of pre-anthesis drought, nitrogen fertilizerrate, and variety on grain yield, yield components,and harvest index of tropical maize. Agricultural Water Management 81:41-58.
Wardiana, E. Randriani, dan N.K. Izzah. 2009. Korelasi dan analisis lintasan beberapa karakter penting koleksi plasma nutfah piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium Trev) di kebun percobaan gunung putrid. Jurnal Litri 15(1):1-8.
Musfal, Delvian, dan A. Jamil. 2009. Efisiensi penggunaan pupuk NPK melalui pemanfaatan cendawan Mikoriza Arbuskular pada jagung. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 28(3):165-169. Nasution, M.A. 2010. Analisis korelasi dan sidik lintas antara karakter morfologi dankomponen buah tanaman nenas (Ananas comosus L. Merr). Crop Agro 3(1):1-9. Safuan, L.O., D. Boer, T. Wijayanto, dan N. Susanti. 2014. Analisis koefisisn lintas berbagai sifat agronomi yang mempengaruhi hasil kultivar jagung pulut (Zea mays Ceratina kulesh) lokal Sulawesi Tenggara. Agriplus: 136-143. Shaban, N. 2005. Analysis of the correlation and regression coefficients of the interaction between yield and some parameters of snap beans plants. Trakia Journal of Sciences 3(6):27-31.
8
Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol. 1, No. 2, Januari 2016
Parameter Genetik dan Korelasi Karakter Komponen Hasil Jagung Hibrida Slamet Bambang Priyanto, Muhammad Azrai, Andi Takdir Makkulawu Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi No. 274 Maros 90514, Sulawesi Selatan E-mail: [email protected]
Abstract Plant breeding efficiency can be improved by genetic and phenotypic diversity, and the correlation between the traits in every cycle of breeding. Adequate diversity is a prerequisite to perform selection. Heritability determines character is more influenced by irs genetics or environment while correlation explain the linear relationship among the characters. The research aims to determine genetic parameters and correlation between hybrid maize yield and yield components. The experiment was conducted in Grobogan from June to September 2015. The treatment consisted of fifteen genotypes of maize hybrids. Treatment arranged in a randomized block design (RBD) with three replications. Traits observed was the number of ear harvested, fresh ear weight, ear length, ear diameter, number of rows per ear, number of seeds per row, moisture content, shelling percentage, 100 seeds weight and yield. The results showed that the genetic diversity of yield categorized as wide except number of ear harvested, number of seeds per row, and 100 seeds weight. Heritability of yield components categorized as high except number of ear harvest, seeds per row, and 100 seeds weight. Through correlation and path analysis study, sheling percentage and ear fresh weight can be used in indirect selection, because these traits have high correlation value and direct effect to yield. Key words: genetic diversity, heritability, correlation, path analysis.
Abstrak Efisiensi program pemuliaan bisa ditingkatkan dengan memperhatikan nilai keragaman genetik, fenotipik, dan korelasi antar sifat dalam pelaksanaan tiap tahapnya. Terdapatnya keragaman yang luas merupakan prasyarat pelaksanaan seleksi. Heritabilitas menentukan suatu karakter lebih dipengaruhi oleh komponen genetik atau lingkungannya sedangkan korelasi berperan untuk mengetahui hubungan keeratan linier antar karakter. Penelitian bertujuan untuk mengetahui parameter genetik dan korelasi komponen hasil. Percobaan dilaksanakan di Kabupaten Grobogan mulai bulan Juni hingga September 2015. Perlakuan terdiri dari lima belas genotipe jagung hibrida. Perlakuan disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Karakter yang diamati adalah jumlah tongkol panen, bobot kupasan basah, panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris per tongkol, jumlah biji per baris, kadar air, rendemen, bobot 100 biji dan hasil biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman genetik karakter komponen hasil adalah luas kecuali jumlah tongkol panen, jumlah biji per baris, dan bobot 100 biji. Nilai heritabilitas komponen hasil termasuk tinggi kecuali jumlah tongkol panen, jumlah biji per baris, dan bobot 100 biji. Karakter rendemen dan bobot kupasan basah bisa dijadikan karakter seleksi tidak langsung hasil biji karena berdasarkan analisis sidik lintas mempunyai nilai korelasi dan pengaruh langsung yang tinggi. Kata kunci: keragaman genetik, heritabilitas, korelasi, analisis sidik lintas.
korelasi antar sifat dalam pelaksanaan tiap tahapnya (Hartati et.al 2012; Nzuve et al. 2014). Faktor yang penting dalam perakitan varietas unggul adalah populasi dasar yang memiliki keragaman tinggi (Suprapto dan Kairudin 2007; Vashistha et al. 2013; Tiwari 2015). Keragaman yang muncul pada populasi dasar berasal dari plasma nutfah, introduksi, persilangan, mutasi, atau melalui proses transgenik. Menurut Kristamtini et al. (2014) keragaman fenotipe pada populasi tanaman bisa
Pendahuluan Program pemuliaan tanaman berusaha memilih yang terbaik diantara genotipe yang muaranya adalah mendapatkan tanaman unggul. Program baku pelaksanaan pemuliaan tanaman adalah penyediaan materi pemuliaan, seleksi dan pelepasan varietas baru. Efisiensi program pemuliaan bisa ditingkatkan dengan memperhatikan nilai keragaman genetik dan fenotipik, heritabilitas, dan
9
Slamet Bambang Priyanto et al.: Parameter Genetik dan ...
dijadikan penduga keragaman genetik populasi tersebut. Keragaman genetik memberikan gambaran terdapatnya variasi antar individu dalam suatu populasi (Sa’diyah et al. 2013). Semakin tinggi keragaman genetik dimiliki suatu sifat maka akan semakin besar peluang keberhasilan dalam pemuliaan tanaman. Keragaman genetik yang tinggi bisa memperbesar peluang kombinasi sifat-sifat baik yang diinginkan (Sudarmadji et al. 2007). Perbaikan sifat melalui seleksi secara langsung bisa dilaksanakan pada sifat yang memiliki keragaman genetik tinggi. Heritabilitas memberikan gambaran proporsi varian genetik terhadap varian fenotipik yang dapat diwariskan kepada keturunannya (Crowder 1979; Brewbaker 1983; Puspodharsono 1988). Menurut Phoelman (1979) nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan dalam pengendalian suatu sifat bila dibandingkan faktor lingkungan. Heritabilitas merupakan tongkat pemandu pelaksanaan seleksi karena menentukan waktu dan metode seleksi suatu sifat tanaman. Apabila nilai heritabilitas suatu sifat tinggi seleksi bisa dilakukan pada generasi awal dengan menggunakan metode seleksi massa atau seleksi galur murni. Sedangkan seleksi pada generasi lanjut dengan metode pedigree, singlet seed descent, progeny test dilaksanakan apabila nilai heritabilitas sifat tersebut rendah (Aryana 2010). Nilai koefisien korelasi antar karakter juga penting dalam seleksi. Koefisien korelasi memberikan gambaran hubungan antar karakter dan memberikan informasi yang berguna tentang tingkat dan arah seleksi (Bechere et al. 2014). Koefisien korelasi memberikan gambaran tentang hubungan sederhana antar karakter, namun tidak memberikan gambaran lebih spesifik yang berpengaruh terhadap karakter utama. Maka dari itu, untuk menganalisis lebih detail tentang pengaruh karakter terhadap karakter utama dilakukan analisis sidik lintas (Pudjiwati et al. 2013; Seesang 2013). Analisis sidik lintas bisa memberikan gambaran pengaruh langsung dan tidak langsung suatu karakter terhadap karakter utama (Mundiyara et al. 2014; Teodoro et al. 2014) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parameter genetik dan korelasi komponen hasil jagung hibrida. Nilai korelasi dilanjutkan analisis sidik lintas
dapat menunjukkan karakter yang berpotensi dijadikan karakter seleksi tidak langsung.
Bahan dan Metode Percobaan dilaksanakan di Kabupaten Grobogan dari bulan Juni sampai September 2015. Perlakuan terdiri dari lima belas genotipe jagung hibrida yaitu HBSTK01, HBSTK02, HBSTK03, HBSTK04, HBSTK05, HBSTK06, HBSTK07, HBSTK08, HBSTK09, HBSTK10, HBSTK11, HBSTK12, HBSTK13, Bima 16 dan Pertiwi 3. Perlakuan disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Ukuran petak percobaan adalah 2,8 x 5 m, jarak tanam 70 x 20 cm satu tanaman per lubang sehingga terdapat 25 tanaman per baris. Pemupukan pertama pada 7 Hari Setelah Tanam (HST) dengan dosis 200 kg Urea, dan 300 kg phonska per ha. Pemupukan kedua pada 30 HST dengan dosis 200 kg urea per ha. Pemeliharaan tanaman antara lain penyiangan, pengairan, dan pembumbunan dilakukan secara optimal. Pemanenan dilakukan di dua baris tengah petak percobaan. Karakter yang diamati adalah jumlah tongkol panen, bobot kupasan basah, panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris per tongkol, jumlah biji per baris, kadar air, rendemen, bobot 100 biji dan produksi biji. Pada kadar air 15%, produksi biji dikonversi ke satuan ton per hektar dengan menggunakan rumus: Hasil biji(t/ha) = = Luas panen (m2) = Kadar Air Saat Panen (%) = Bobot Kupasan basah (kg) = Rendemen (%) Nilai keragaman genetik dan fenotipik diturunkan dari analisis ragam, seperti yang disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, varians genetik dan varian fenotipik dapat dihitung LP KA B R
σ 2g
KTg KTε 2 , σ p σ 2 g KTε b
Tabel 1. Daftar analisis ragam dan taksiran kuadrat tengah S.K.
Db
JK
KT
Genotipe Blok Galat
g-1 b-1 (g-1) (b-1)
JKg JKb JK
KTg KTb KT
10
Taksiran Kuadrat Tengah (TKT) 2 + b2g 2 + g2b 2
Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol. 1, No. 2, Januari 2016
Nilai h2 dihitung adalah heritabilitas arti luas, 2 menurut Allard (1960) sebagai berikut: h
Hasil dan Pembahasan
σ g σ2p 2
Hasil analisis sidik ragam menujukkan bahwa terdapat perbedaan pada semua karakter yang diamati, kecuali karakter jumlah tongkol panen (Tabel 2). Hal ini mengindikasikan terdapatnya keragaman pada genotipe uji. Untuk itu perlu adanya kajian lebih lanjut agar diketahui seberapa besar faktor genetik berpengaruh terhadap keragaman yang muncul pada masing-masing karakter (Nur et al. 2013). Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa karakter komponen hasil pada genotipe uji mempunyai kisaran yang luas terutama pada karakter bobot kupasan basah, hasil biji, bobot 100 biji, panjang tongkol, jumlah biji per baris, jumlah tongkol panen dan kadar air sedangkan karakter jumlah baris per tongkol, diameter tongkol dan rendemen memiliki kisaran sempit. Nilai keragaman genetik karakter komponen hasil jagung dinilai berdasarkan nisbah perbandingan antara standar deviasi keragaman genetik dan ragam genetik. Terdapat 2 karakter yang memiliki keragaman genetik yang luas yakni karakter bobot kupasan basah dan hasil biji (Tabel 4). Karakter uji lainnya menunjukkan keragaman yang sempit, agak sempit dan agak luas. KVG karakter jumlah tongkol panen memiliki keragaman genetik yang sempit. Karakter yang mempunyai keragaman agak sempit adalah diameter tongkol, jumlah baris per tongkol jumlah biji per baris, dan kadar air. Taufik et al. (2010) melaporkan bahwa karakter diameter tongkol, jumlah baris per tongkol jumlah biji per baris memiliki keragaman yang rendah. Sedangkan karakter panjang tongkol, rendemen dan bobot 100 biji memiliki keragaman genetik yang agak luas. Karakter bobot kupasan basah dan hasil biji memiliki keragaman genetik yang luas.
Selanjutnya nilai h2 dikelompokkan menurut Stansfield (1983), sebagai berikut: h2 > 0,5 mempunyai heritabilitas tinggi, 0,2 h2 0,5 heritabilitas sedang, dan h2 < 0,2 heritabilitas rendah. Standar deviasi varian genetik = σσ 2 g
2 KTg2 KTε 2 2 b db genotip 2 db galat 2
Keragaman genetik di kelompokkan berdasar Pinaria et al. (1995): 2g<22g berarti mempunyai keragaman genetik sempit dan 2g≥22g mempunyai keragaman genetik luas. Koefisien varians genetik (KVG) = Koefisien varians fenotipik (KVF) =
σ2 g x σ2 p x
Nilai KVG dan KVF digolongkan berdasarkan nilai relatif KVG. Nilai didapatkan dengan membagi nilai KVG masing-masing karakter dengan nilai KVG tertinggi. Penggolongan adalah sebagai berikut:0-24,99% (sempit), 2549,99% (agak sempit), 50-74,99% (agak luas) dan 75-100% (luas). Penggolongan KVF juga mengacu pada penggolongan KVG. Guna mengetahui hubungan antar karakter dilakukan dengan menggunakan korelasi pearson, kemudian untuk mengetahui besarnya pengaruh karakter komponen hasil terhadap hasil biji dilakukan analisis sidik lintas.
Tabel 2. Nilai KT karakter komponen hasil jagung di Grobogan pada MK 2015. Karakter Jumlah tongkol panen Bobot kupasan basah Panjang tongkol Diameter tongkol Jumlah baris per tongkol Jumlah biji per baris Kadar air Rendemen Bobot 100 biji Hasil biji Keterangan:
KT Genotipe 27,04tn 2,07** 7,91** 12,32** 3,53** 24,88** 18,76** 0,014** 33,46** 1,40 **
KT Galat 17,79 0,31 1,38 2,46 0,75 7,44 1,69 0,00 10,57 0,26
T= Kuadrat Tengah, KK=Koefidien keragaman, **= nyata pada taraf kesalahan 1%
11
KK (%) 8,80 12,90 9,30 3,90 5,90 9,10 4,60 2,80 13,40 13,70
Slamet Bambang Priyanto et al.: Parameter Genetik dan ...
Tabel 3. Nilai kisaran, rata-rata, dan standar deviasi karakter komponen hasil jagung di Grobogan pada MK 2015. Karakter Jumlah tongkol panen Bobot kupasan basah (kg) Panjang tongkol (cm) Diameter tongkol (mm) Jumlah baris per tongkol Jumlah biji per baris Kadar air (%) Rendemen Bobot 100 biji (gr) Hasil biji (ton/ha)
Kisaran 38,00-65,00 2,71-6,08 9,44-17,58 35,00-47,58 12,40-17,60 22,60-37,00 23,60-34,20 0,63-0,78 17,52-34,00 2,37-5,55
rata-rata 47,96 4,31 12,57 40,51 14,76 29,92 28,10 0,71 24,24 3,69
standar deviasi 4,59 0,93 1,86 2,35 1,27 3,60 2,66 0,04 4,17 0,79
Tabel 4. Nilai duga ragam genetik, ragam fenotipik, heritabilitas, koefisien varians genetik koefisien varians fenotipik karakter komponen hasil jagung di Grobogan pada MK 2015 Parameter Genetik
JTP
BKB
PT
DT
Ragam genetik
3,084
0,587
2,179
3,287
0,926
5,813
5,692
0,004
7,629
0,380
20,873
0,896
3,555
5,743
1,673
13,257
7,378
0,006
18,200
0,637
3,536
0,245
0,940
1,467
0,420
3,002
2,216
0,002
4,047
0,166
(S)
(L)
(L)
(L)
(L)
(S)
(L)
(L)
(S)
(L)
0,037
0,178
0,117
0,045
0,065
0,081
0,085
0,091
0,114
0,167
(S)
(L)
0,095
0,219
Ragam Fenotipik Standar deviasi varians genetik Koefisien Varians Genetik Koefisien Varians Fenotip Heritabilitas Keterangan:
(A S)
(L)
0,148 (Rd)
0,655 (T)
(A L) 0,150 (A L) 0,613 (T)
JBT
(A S)
(A S)
0,059
0,088
(A S)
(A S)
0,572 (T)
0,554 (T)
JBB
(A S) 0,122 (A L) 0,439 (Sd)
KA
(A S) 0,097 (A S) 0,772 (T)
R
(A L)
B 100
(A L)
H
(L)
0,105
0,176
0,216
AS
(L)
(L)
0,750 (T)
0,419 (Sd)
0,597 (T)
JTP = Jumlah tongkol panen, BKB = Bobot kupasan basah, PT = Panjang Tongkol, DT = Diameter tongkol, JBT = Jumlah baris biji per tongkol, JBB = Jumlah biji per baris, KA = Kadar air , R = Rendemen, B 100 = Bobot 100 biji, H= Hasil biji. T = Tinggi, S = Sempit, L= Luas, A S = Agak sempit, A L = Agak luas, Rd = Rendah, Sd =Sedang
Keragaman fenotipik karakter komponen hasil dalam penelitian ini berdasarkan nilai KVF tergolong menjadi tiga yaitu luas, agak luas, dan agak sempit. Nilai KVF luas terdapat pada karakter bobot kupasan basah, bobot 100 biji dan hasil biji. Karakter panjang tongkol dan jumlah biji per baris memiliki kisaran nilai KVF yang agak luas. Sedangkan nilai KVF dengan kisaran agak sempit terdapat pada karakter diameter tongkol, jumlah baris per tongkol, jumlah tongkol panen, kadar air, dan rendemen. Hampir semua nilai heritabilitas komponen hasil termasuk tinggi, kecuali jumlah tongkol panen, jumlah biji per baris, dan bobot 100 biji. Karakter jumlah tongkol panen memiliki nilai heritabilitas rendah. Heritabilitas menggambarkan pengaruh genotipe terhadap tampilan karakter. Karakter jumlah tongkol panen memiliki nilai heritabilias yang rendah. Hal ini berarti bahwa
pengaruh lingkungan terhadap karakter jumlah tongkol panen tinggi. Hal yang berpengaruh terhadap jumlah tongkol panen adalah jumlah tanaman yang dipanen dan prolipikasi. Jumlah tanaman yang dipanen dipengaruhi oleh jumlah tanaman tumbuh, serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), kerebahan tanaman. Jika kerebahan terjadi sebelum penyerbukan akan berpengaruh pada pengisian tongkol dan pada keadaan yang parah bisa mengakibatkan tanaman tidak menghasilkan tongkol. Sedangkan jika kerebahan terjadi pada saat pengisian biji akan berakibat pada berkurangnya jumlah biji per tongkol, bobot biji dan biji tidak terisi sempurna. Jumlah biji per baris dan bobot biji memiliki nilai heritabilitas yang sedang. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap variabel adalah ketersediaan hara, serangan OPT dan cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan berpengaruh pada makin
12
Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol. 1, No. 2, Januari 2016
panjangnya Anthesis silking interval (ASI) yang berakibat pada penyerbukan tidak berlangsung secara optimal sehingga biji yang terbentuk tidak maksimal. Jagung yang tumbuh pada kondisi cekaman kekeringan ukuran bijinya bisa berkurang hingga lebih dari 30 % dibanding pada kondisi normal (Banziger et al. 2000). Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar karakter komponen hasil berkorelasi positif terhadap karakter yang lain. Korelasi negatif terdapat antara jumlah baris per tongkol terhadap bobot 100 biji, kadar air terhadap rendemen dan rendemen terhadap bobot 100 biji. Karakter komponen hasil yang berkorelasi dengan hasil biji adalah jumlah tongkol panen, bobot kupasan basah, panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah biji per baris, rendemen, dan bobot 100 biji. Tabel 6 menunjukkan bahwa karakter yang berkorelasi dengan hasil dan memiliki pengaruh langsung yang tinggi terhadap hasil biji ialah karakter bobot kupasan basah dan rendemen. Bobot
kupasan basah memiliki nilai korelasi 0,92 dan pengaruh langsung 1,02. Rendemen memiliki nilai korelasi dan pengaruh langsung sebesar 0,29 dan 0,24. Sedangkan karakter jumlah tongkol panen, panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah biji per baris, dan bobot 100 biji meskipun berkorelasi dengan hasil biji namun mempunyai pengaruh langsung yang kecil terhadap hasil biji. Karakterkarakter tersebut berpengaruh secara tidak langsung terhadap hasil biji terbesar melalui karakter bobot kupasan basah. Apabila suatu karakter mempunyai nilai korelasi dan nilai pengaruh langsung terhadap karakter yang hampir sama dengan pengaruh langsung, maka seleksi melalui karakter tersebut efektif untuk dilaksanakan. Jika suatu karakter pengaruh totalnya besar namun pengaruh langsungnya negatif atau kecil maka karakterkarakter yang berperan secara tidak langsung harus dipertimbangkan secara simultan dalam seleksi (Singh dan Chaudary 1979).
Tabel 5. Nilai duga koefisien korelasi antar karakter komponen hasil jagung di Grobogan pada MK 2015 JTP 0,355* -0,015 -0,022 0,116 0,126 0,033 -0,087 -0,198 0,326*
BKB PT DT JBT JBB KA R B 100 H Keterangan:
Tabel 6.
BKB
PT
DT
JBT
0,653** 0,577** -0,221 0,606** 0,437** -0,07 0,502** 0,923**
0,403** -0,233 0,775** 0,131 0,121 0,407** 0,681**
0,132 0,228 0,324* -0,154 0,455** 0,482**
-0,285 -0,025 0,094 -0,413** -0,209
JBB
0,029 0,244 0,257 0,687**
KA
R
-0,635** 0,553** 0,105
-0,295* 0,294*
B 100
0,340*
JTP = Jumlah tanaman panen, BKB = Bobot kupasan basah, PT = Panjang Tongkol, DT = Diameter tongkol, JBT = Jumlah baris biji per tongkol, JBB = Jumlah biji per baris, KA = Kadar air , R = Rendemen, B 100 = Bobot 100 biji, H= Hasil biji., *=nyata pada taraf kesalahan 5%, **= nyata pada taraf kesalahan 1%
Nilai duga pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung karakter komponen hasil jagung terhadap hasil biji jagung di Grobogan pada MK 2015
Pengaruh JTP BKB PT DT JBT JBB KA R B 100 Pengaruh langsung terhadap hasil -0,013 1,023 -0,001 -0,015 -0,002 0,021 -0,183 0,241 -0,003 Pengaruh tidak langsung melalui JTP -0,005 0,000 0,000 -0,002 -0,002 0,000 0,001 0,003 Pengaruh tidak langsung melalui BKB 0,363 0,668 0,590 -0,226 0,620 0,447 -0,072 0,513 Pengaruh tidak langsung melalui PT 0,000 -0,001 -0,001 0,000 -0,001 0,000 0,000 -0,001 Pengaruh tidak langsung melalui DT 0,000 -0,009 -0,006 -0,002 -0,004 -0,005 0,002 -0,007 Pengaruh tidak langsung melalui JBT 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,000 0,001 Pengaruh tidak langsung melalui JBB 0,003 0,013 0,016 0,005 -0,006 0,001 0,005 0,005 Pengaruh tidak langsung melalui KA -0,006 -0,080 -0,024 -0,059 0,005 -0,005 0,116 -0,101 Pengaruh tidak langsung melalui R -0,021 -0,017 0,029 -0,037 0,023 0,059 -0,153 -0,071 Pengaruh tidak langsung melalui B 100 0,001 -0,001 -0,001 -0,001 0,001 -0,001 -0,001 0,001 Total 0,327 0,923 0,681 0,482 -0,209 0,688 0,106 0,294 0,339 Keterangan: JTP = Jumlah tongkol panen, BKB = Bobot kupasan basah, PT = Panjang Tongkol, DT = Diameter tongkol, JBT = Jumlah baris biji per tongkol, JBB = Jumlah biji per baris, KA = Kadar air , R = Rendemen, B 100 = Bobot 100 biji.
13
Slamet Bambang Priyanto et al.: Parameter Genetik dan ...
Nur,
Kesimpulan Dari 15 genotipe jagung yang diuji, dapat disimpulkan bahwa: 1. Keragaman genetik karakter komponen hasil adalah luas kecuali jumlah tongkol panen, jumlah biji per baris, dan bobot 100 biji. 2. Hampir semua nilai heritabilitas komponen hasil termasuk tinggi kecuali jumlah tongkol panen, jumlah biji per baris, dan bobot 100 biji. 3. Karakter rendemen dan bobot kupasan basah bisa dijadikan karakter seleksi tidak langsung hasil biji karena mempunyai nilai korelasi dan pengaruh langsung yang tinggi terhadap hasil biji.
A., R.N. Iriany, A.T. Makkulawu. 2013. Variabilitas genetik dan heritabilitas karakter agronomis galur jagung dengan tester MR 14. Agroteknos 3 (1): 34-40.
Nzuve, F., S. Githiri, D. M. Mukunya, and J. Gethi. 2014. Genetic variability and correlation studies of grain yield and related agronomic traits in maize. Journal of Agricultural Science 6 (9): 166176. Phoelman, J.M. 1979. Breeding Field Crops. Van Nostrand Reinhold. New York. 724 p. Pudjiwati, E.H, Kuswanto, N. Basuki and A.N. Sugiharto. 2013 Path analysis of some leaf characters related to downy mildew resistance in maize. Agrivita 35 (2): 163-173 .Pinaria, A., A. Baihaki, Ridwan S, dan A.A. Daradjat. 1995. Variabilitas Genetik dan Heritabilitas Karakter Biomassa 53 Genotipe Kedelai. Zuriat 6 (2): 88-92
Daftar Pustaka Allard, R.W. 1960. Pemuliaan Tanaman. Terjemahan oleh Mul Mulyani. 1989. Bina Aksara. Jakarta. 642 p.
Puspodharsono, S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas IPB bekerja sama dengan Lembaga Sumber Daya Informasi IPB. Bogor. 168 p.
Aryana, I.G.P.M. 2010. Uji keseragaman, heritabilitas dan kemajuan genetik galur padi beras merah hasil seleksi silang balik di lingkungan gogo. Crop Agro 3 (1): 12-19.
Sa’diyah, N., M. Widiastuti dan Ardian 2013. Keragaan, keragaman, dan heritabilitas karakter agronomi kacang panjang (Vigna Unguiculata) generasi F1 hasil persilangan tiga genotipe. Agrotek Tropika 1(1): 32-37.
Banziger, M., G.O. Edmeades, D. Beck, and M. Bellon. 2000. Breeding for Drought and Nitrogen Stress Tolerance in Maize: From Theory to Practice. D.F.CIMMYT. Mexico. Bechere, E., J.C. Boykin, and L. Zeng. 2014. Genetics of ginning efficiency and its genotypic and phenotypic correlations with agronomic and fiber traits in upland cotton. Crop Sci. 54:507–513
Seesang, J. P. Siripicchit, P. Somchit, T. Sreewongchai. 2013. Genotypic correlation and path coeffecien for some agronomic traits of hybrid and inbred rice (Oryza sativa L.) cultivars. Asian Journal of Crop Science 5(3): 319-324.
Brewbaker, J.L. 1983. Genetika Pertanian. Terjemahan oleh Iman Santoso. Gede Jaya. Jakarta. 124pp.
Singh, R.K. and B.D. Chaudary. 1979. Biometrical Methods in Quantitative Genetic Analysis. Kalyani Publisher. New Delhi. 304 p.
Crowder, L.V. 1979. Genetika Tumbuhan. Terjemahan oleh L Kusdiarti dan Sutarso 1986. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Stansfield, 1983. Genetika. Terjemahan oleh Mohidin A, Apandi, Lanny T. 1991. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Hartati, R.S., A. Setiawan, B. Heliyanto, dan Sudarsono. 2012. Keragaman genetik, heritabilitas, dan korelasi antar karakter 10 genotipe terpilih jarak pagar (Jatropha curcas L.). Jurnal littri 18(2): 74 – 80.
Sudarmadji, R. Mardjono dan H. Sudarmo 2007. Variasi genetik, heritabilitas, dan korelasi genotipik sifatsifat penting tanaman wijen (Sesamum indicum L.). Jurnal Littri 13(3): 88-92.
Kristamtini, Taryono, P. Basunanda dan R. Murti. 2014. Keragaman Genetik dan Korelasi Parameter Warna Beras dan Kandungan Antosianin Total Sebelas Kultivar Padi Beras Hitam Lokal. lmu Pertanian. 17 (1): 90 - 103
Suprapto dan N.M. Kairudin. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen dan kemajuan genetik kedelai (Glycine max Merrill) pada ultisol. IlmuIlmu Pertanian Indonesia 9 (2): 183-190.
Mundiyara, R., S.A. Kerkhi, M.L. Jakhar and S. Mishra. 2014. Genetic variability, correlation and path analysis in wheat (Triticum aestivum L.) Jour Pl Sci Res 30(1): 39-47.
Taufik, M. Suprapto dan Widiyono. 2010. Uji daya hasil pendahuluan jagung hibrida di lahan ultisol dengan input rendah. Akta Agrosia 13 (1): 70-76.
14
Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol. 1, No. 2, Januari 2016
Teodoro, P.T., C.A.S. Junior, C.C. Correa, L.P. Ribeiro, E.P.D. Oliveira, M.F. Lima and F.E. Torres. 2014. Path analysis and correlation of two genetic classes of Maize (Zea mays L.). Journal of Agronomy 13 (1): 23-28.
Vashistha, A., N.N. Dixit, Dipika, S.K. Sharma, and S. Marker. 2013. Studies on heritability and genetic advance estimates in Maize genotypes. Bioscience Discovery 4 (2): 165-168.
Tiwari, G.C. 2015. Variability, heritability and genetic advance analysis for grain yield in rice. Int. Journal of Engineering Research and Applications 5(7): 46-49.
15
Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol. 1, No. 2, Januari 2016
Uji Daya Hasil Populasi Jagung Provit A (βeta carotene) Pada Zona Dataran Rendah Tropis Jamaluddin, Musdalifah Isnaeni, dan M. Yasin H.G. Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi No. 274 Maros 90514, Sulawesi Selatan
Abstract Corn Provit-A is a type of corn that is rich in vitamin A (beta carotene) than regular corn. A provit maize endosperm containing 5-15 μm/g while regular only about 1 μm/g. The role of vitamin A in corn kernels in profit-A is for growth of tissue, bone and tooth growth, increase appetite and prevent early blindness. Some populations of maize in profit-A was evaluated at the tropical lowlands of Maros and Bajeng experimental farm at a height <50 masl. The treatment was arranged in a randomized complete block design with four replications, conducted during the 2008/2009 rainy season. Each entry was planted in four rows with a distance of 75x20 cm, fertilization with Urea, SP36, and KCl with dose of 300, 200, and100 kg/ha respectively. The results showed that there were populations that yield potential reaches 7.0 to 8.0 t/ha ie Obatanpa (Pro-A) BC1C2-F2, ZM305 (Pro-A) BC2C1F2, and KUI. Carotenoids Syn3 (broad). Visual observation of aspects of the plant, the closure of husk and cob was good to excellent. Population in profit-A has moderate resistance to maydis leaf blight (Bipolaris maydis) and rust (Puccinia polysora) diseases. Key words: provit-A population, lowland, adaptation
Abstrak Jagung Provit-A adalah jenis jagung yang kaya kandungan vitamin-A (beta carotene) dibanding jagung biasa. Endosperm jagung provit-A mengandung 5-15 µm/g sedangkan jagung biasa sekitar 1 µm/g. Peranan vitamin–A pada biji jagung provit-A adalah untuk pertumbuhan jaringan, pertumbuhan tulang dan gigi, menambah nafsu makan serta mencegah kebutaan dini. Sejumlah populasi jagung provit-A dievaluasi pada dataran rendah tropis di K.P. Maros dan K.P. Bajeng pada ketinggian <50 m dpl. Perlakuan disusun dalam rancangan acak kelompok dengan empat ulangan, dilaksanakan pada saat musim hujan 2008/2009. Setiap entri ditanam empat baris dengan jarak 75x20 cm, dipupuk Urea, SP36, dan KCl dengan dosis masing-masing 300, 200, dan100 kg/ha. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat populasi yang potensi hasilnya mencapai 7,0-8,0 t/ha yakni Obatanpa (Pro-A)BC1C2-F2, ZM305(Pro-A)BC2C1F2, dan KUI. Carotenoid Syn3 (broad). Pengamatan secara visual terhadap aspek tanaman, penutupan kelobot dan tongkol adalah baik sampai sangat baik.Populasi provit-A mempunyai ketahanan sedang terhadap penyakit hawar daun (Bipolaris maydis), dan karat (Puccinia polysora). Kata kunci: populasi provit-A, dataran rendah, adaptasi
mempertahankan sistem kekebalan tubuh , reproduksi subur, tersimpan dalam hati, dan tidak larut dalam air (Bwibo and Neuman 2003; Menkir et al. 2005). Beta karoten dapat diperoleh dari hati ternak, telur, dan minyak ikan. Di Cina dan Mesir masyarakat sudah mengenal khasiat hati hewan kaya beta karoten untuk mengobati rabun ayam. Rekomendasi dari Institut Kesehatan Amerika Serikat bahwa konsumsi harian beta karoten 5001.500 µg, merupakan campuran organik yang termasuk ke dalam klasifikasi terpenoid, mudah diperoleh pada sayuran dan buah berwarna merahorange. Wortel adalah sayuran bernutrisi beta karoten tinggi.
Pendahuluan Jagung Provit A yang mengandung beta karoten adalah jenis jagung kaya vitamin A. Sejumlah referensi melaporkan bahwa jagung provit A mengandung beta karoten 250-300% lebih tinggi dibanding jagung biasa. Peranan beta karoten adalah untuk pertumbuhan jaringan, pertumbuhan tulang, gigi, dan menghindari buta senja atau buta lebih awal (Crowly 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi provit-A pada anak balita meningkatkan pertumbuhan badan, dan dapat meningkatkan nafsu makan (Khan et al. 2007; Nutra 2008). Hasil penelitian lainnya menunj ukkan bahwa beta karoten dapat
16
Jamaluddin et al.: Uji Daya Hasil Populasi ...
Program pembentukan varietas jagung provit-A dimulai pada tahun 2009 dengan tujuan pembentukan varietas bersari bebas, disamping itu mencari pejantan sebagai tetua penguji (tester) untuk perakitan varietas hibrida. Pada tahun 2008 benih dari delapan populasi dan sebelas galur generasi lanjut telah diperoleh dari CIMMYT kemudian dimurnikan serta dikarakterisasi daya adaptasinya di dataran rendah tropis (lokasi KP Maros). Jagung provit-A secara visual dapat ditandai dengan warna pada biji, semakin mendekati warna merah cerah, diduga kandungan beta karotennya semakin tinggi (Buffard et al. 2005). Target penyebaran varietas diarahkan pada wilayah rawan pangan seperti di NTT, NTB, NAD, Bali, Jatim, Sulteng, dan Sulsel. Pembentukan varietas unggul provit-A akan memperkaya bahan pangan non-beras dan non-gandum. Masyarakat memiliki banyak alternatif pilihan sumber karbohidrat, protein, asam amino, dan beta karoten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya adaptasi serta potensi hasil yang dapat dicapai dari sejumlah populasi jagung provit-A pada dataran rendah tropis di KP Maros dan KP Bajeng.
ulangan 1 m. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan Urea, SP36, dan KCl dengan dosis masing-masing 300, 200, dan100 kg/ha. Pemupukan pertama dilakukan pada 7 hari setelah tanam (HST) yakni sepertiga bagian Urea serta seluruh takaran SP36 dan KCl. Pemupukan kedua dilakukan pada 42-45 HST dengan memberikan 2/3 Urea. Pupuk diberikan secara tugal disamping tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap sejumlah peubah komponen agronomis, hasil dan penyakit utama serta karakteritik lokasi penelitian berupa sifat fisik dan kimia tanah.
Hasil Dan Pembahasan Komponen Hasil Potensi hasil yang dicapai pada kedua lokasi disajikan pada Tabel 2 dan 3 untuk penelitian di KP Maros dan pada Tabel 5 di KP Bajeng. Pada Tabel 2 terlihat bahwa kisaran hasil bobot biji (k.a. 15%) dapat dicapai 4,81-7,82 t/ha dibandingkan dengan varietas Srikandi Kuning-1 yakni 6,37 t/ha. Hal ini dapat diartikan bahwa jagung provit-A mempunyai potensi hasil lebih tinggi dibanding varietas unggul Srikandi kuning-1 sebanyak 22,8%. Hasil yang sama ditunjukan di Tabel 4, dimana terdapat selisih sebesar 23,5%. Populasi Obatanpa(Pro-A) BC1C2F2 menunjukan hasil yang tertinggi diantara populasi yang dievaluasi dan secara konsisten lebih tinggi pada kedua lokasi. Pada kedua tabel terlihat bahwa di KP Maros terdapat tiga populasi yang hasilnya lebih dari 7,0 t/ha yakni populasi (1) Obatanpa (Pro-A)BC1C2-F2, (2) Zm305(Pro-A) BC2C1F2, dan (3) KUI Carotenoid Syn. Hal yang sama di KP Bajeng untuk entri (1) dan (2) sama di KP Maros > 7,0 t/ha serta Sam4(Pro-A)BC2C1F2.
Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan di KP Maros dan KP Bajeng pada musim hujan 2008/2009, kedua lokasiter letak pada zona dataran rendah tropis dengan ketinggian <10 mdpl. Sebanyak delapan populasi asal CIMMYT ditambah pembanding Srikandi kuning-1 ditanam empat baris pada panjang plot 5,0 m. Jarak tanam 75x20 cm satu tanaman per lubang. Materi uji, warna biji dan tekstur disajikan pada Tabel 1.
Perlakuan disusun dalam rancangan acak kelompok dengan empat ulangan, jarak antar
Tabel 1. Karakteristik biji materi uji Genotipe (Perlakuan) 1. Obatanpa(Pro-A)BC1C2-F2 2. Zm305(Pro-A)BC2C1F2 3. Sam4(Pro-A)BC2C1F2 4. KUI Carotenoid Syn 5. KUI Carotenoid Syn (broad) 6. Carotenoid Syn-3 7. Carotenoid Syn-3 (broad) 8. Florida A Plus Syn Pembanding 9. Srikandi kuning-1
Asal benih CIMMYT CIMMYT CIMMYT CIMMYT CIMMYT CIMMYT CIMMYT CIMMYT
Warna biji kuning kemerahan kuning Kuning tua kuning kemerahan kuning kuning kuning tua kuning
Tipe biji mutiara mutiara semi mutiara mutiara mutiara semi mutiara mutiara mutiara
Balitsereal
kuning muda
mutiara
17
Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol. 1, No. 2, Januari 2016
Tabel 2 . Rangkuman komponen hasil populasi jagung Provit-A KP. Maros MH 2008/2009 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Hasil *) (t/ha) 7,82 7,46 6,37 7,07 6,96 7,28 6,19 4,81 6,37 13,89 0,31
Genotipe Obatanpa(Pro-A)BC1C2-F2 Zm305(Pro-A)BC2C1F2 Sam4(Pro-A)BCC1F2 KUI Carotenoid Syn KUI Carotenoid Syn (broad) Carotenoid Syn-3 Carotenoid Syn-3 (broad) Florida A Plus Syn Srikandi Kuning-1 KK (%) Sd.
Kadar air (%) 29,0 26,1 28,6 28,9 30,0 29,6 30,1 28,7 29,6 5,56 0,53
Rendemen (%) 73,9 76,8 77,4 76,8 73,7 76,9 73,7 77,5 75,9 2,31 0,58
Ubjn hari 50,2 50,5 50,2 51,0 50,0 48,5 49,5 42,2 51,0 1,71 0,28
Ubb hari 52,5 52,0 51,7 53,2 52,2 52,7 52,2 44,7 53,0 1,69 0,29
Ket. : *) kadar air 15%,Ubj : umur berbunga jantan, Ubb : umur berbunga betina
Tabel 3. Komponen hasil panen, biji dan tongkol jagung Provit-A di KP Maros. MH 2008/2009
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Genotipe Obatanpa(Pro-A)BC1C2-F2 Zm305(Pro-A)BC2C1F2 Sam4(Pro-A)BC2C1F2 KUI Carotenoid Syn KUI Carotenoid Syn (broad) Carotenoid Syn-3 Carotenoid Syn-3 (broad) Florida A Plus Syn Srikandi Kuning-1 KK (%) Sd.
Tnm pn/ plot
Tkl pn/ plot
Bbt.pn (kg/plt)
46,7 48,2 47,2 46,5 49,2 48,0 48,2 47,7 46,0 4,03 0,63
47,0 48,2 48,5 47,5 49,2 48,7 48,5 48,2 46,2 3,67 0,58
8,78 8,05 7,13 7,94 7,92 8,24 7,06 5,38 7,23 14,05 0,35
Ketr. : Tnm.pn : tanaman panen Bbr-4tkl : bobot 4 tongkol Rend : rendamen Dt.tkl : diameter tongkol
Bt-4 tk kpsan (g) 869 766 645 742 697 717 685 631 867 11,57 0,02
Bt-4 tkl biji (g) 642 588 499 556 514 552 504 490 661 12,73 0,02
Bbt 500 biji (g) 155 131 117 125 137 137 127 120 132 5,62 4,21
Pjg tkl (cm)
Dt tkl (cm)
16,3 15,5 17,9 17,0 16,2 17,4 17,1 16,8 17,1 8,71 0,48
5,0 4,7 4,1 4,3 4,4 4,8 4,6 4,3 4,9 6,41 0,09
Tkl.pn : tongkol panen Bbt.pn : bobot panen Bbt. 4 bj : bobot biji empat tongkol Pjg.tkl : panjang tongkol
Tabel 4. Komponen barisan biji, visual dan penyakit jagung Provit-A di KP Maros. MH 2008/2009
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Genotipe Obatanpa(Pro-A)BC1C2-F2 Zm305(Pro-A)BC2C1F2 Sam4(Pro-A)Bc2C1F2 KUI Carotenoid Syn KUI Carotenoid Syn (broad) Carotenoid Syn-3 Carotenoid Syn-3 (broad) Florida A Plus Syn Srikandi Kuning-1 KK (%) Sd.
Jlh brs per tkl
Jlh biji per brs
Asp tan (skor)
Asp klbt (skor)
Asp tkl (skor)
14,0 13,0 12,5 12,5 12,5 14,0 12,5 12,5 15,5 11,11 0,48
36,0 32,0 34,5 34,5 32,5 32,0 34,5 36,0 35,0 15,9 1,81
1,0 1,0 1,0 2,0 1,2 1,0 1,0 1,0 1,7 30,24 0,12
1,0 1,0 1,0 1,7 1,0 1,0 1,0 1,0 1,5 21,54 0,08
1,0 1,0 1,0 1,7 1,5 1,2 1,0 1,2 1,2 30,49 0,12
Ket. : Jlh brs : jumlah barisan biji per tongkol Asp Tan : aspek tanaman Asp Tkl : aspek tongkol Karat : penyakit karat
Jlh biji : jumlah biji per baris Asp Klbt : aspek kelobot Hawar daun : penyakit hawar daun
18
Hawar daun (skor) 1,5 1,5 1,2 2,2 1,2 1,5 1,2 1,0 1,7 29,95 0,14
Karat (skor) 1,0 1,0 1,0 1,7 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 15,38 0,05
Jamaluddin et al.: Uji Daya Hasil Populasi ...
Tabel 5. Rangkuman Komponen Hasil dan Agronomis Jagung Provit-A. KP. Bajeng MH 2008/2009
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ket.:
Genotipe 1. Obatanpa(Pro-A)BC1C2-F2 2. Zm305(Pro-A)BC2C1F2 3. Sam4(Pro-A)BC2C1F2 4. KUI Carotenoid Syn 5. KUI Carotenoid Syn broad) 6. Carotenoid Syn-3 7. Carotenoid Syn-3 (broad) 8. Florida A Plus Syn 9. Srikandi Kuning-1 KK (%) Sd. *) kadar air 15% Ubb : umur berbunga betina Rb.bt : rebah batang
Hasil *) (t/ha) 7,97 7,07 7,56 7,10 6,64 6,65 6,91 5,04 6,45 7,63 0,17
K.air (%) 33,7 31,3 31,1 33,6 31,9 33,1 29,5 31,1 32,9 8,84 0,94
Rendm (%) 75,8 76,7 75,3 75,3 74,1 76,1 76,5 78,7 73,9 2,47 0,62
Ubj (hari) 50,2 52,5 50,2 49,5 50,5 49,7 52,0 42,2 52,0 1,44 0,24
Ubb (hari) 52,7 55,2 52,7 52,2 53,0 52,7 55,2 44,7 54,5 1,45 0,25
Ubj : umur berbunga jantan Rendm : rendamen Rb.akr : rebah akar
Hasil ini memberikan indikasi bahwa sejumlah populasi jagung provit-A di tingkat nasional untuk agro ekosistem dataran rendah mempunyai peluang untuk menghasilkan varietas unggulan baru jagung provit-A yang kaya beta karoten. Varietas unggul dapat dirakit melalui perbaikan dalam populasi atau antar populasi setelah mengalami daya adaptasi pada lingkungan tertentu serta mengalami kemajuan seleksi serta populasi mengalami peningkatan siklus atau daur (Hallauer dan Miranda 1981; Effren et al. 2010). Hasilyang sama sedang dilakukan untuk rilis hibrida jagung provit-A yang diharapkan dapat beradaptasi baik untuk zona dataran rendah tropis. Pemurnian tetua provit A introduksi CIMMYT menunjukkan daya adaptasi baik pada zona dataran rendah tropis (Cordova et al. 2007; Yasin et al. 2015). Pengamatan peubah komponen hasil lainnya berupa kadar air, rendamen, serta umur berbunga jantan dan betina menunjukan bahwa untuk peubah kisaran rendamen di KP Maros 73,7-76,8%, pembanding Srikandi kuning-1 yakni 75,9%. 73,978,7% serta pembanding 73,9%. Pada saat tanaman menyerbuk ditunjukan bahwa umur saat berbunga jantan dan betina pada kedua lokasi tidak berbeda yakni masing-masing pada kisaran asi 2,0-4,0 hari. Peubah ASI (anthesis silking interval) adalah selisih umur berbunga betina terhadap umur berbunga jantan semakin rendah nilai ASI (<5,0 hari) semakin potensial jagung tersebut untuk memberikan hasil maksimal. Populasi Florida A Plus Syn memperlihatkan umur genjah dibanding populasi lain termasuk pembanding yakni umur 4244 hari saat penyerbukan. Menurut Meseka et al. (2006), David et al. (2014), dan Fennigan (2016)
bahwa peubah ASI sangat berperan untuk penetuan produktivitas jagung, semakin rendah nilai ASI (<5,0 hari) maka produktivitas jagung semakin tinggi, jika nilai ASI>8,0 hari, tidak akan diperoleh hasil. Peubah kadar air saat panen menunjukan bahwa di KP Maros terdapat selisih sekitar 2,0% lebih rendah dibanding di KP Bajeng Persentase Tumbuh, Tinggi, dan Rendamen Ketiga peubah pada dua lokasi disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7. Persentase tumbuh benih pada kedua lokasi cukup tinggi yakni diatas 95,0%. Tinggi tanaman dan tinggi tongkol dari setiap populasi memperlihatkan posisi yang cukup ideal sebagai calon varietas yakni tinggi tongkol berada pada posisi sekitar setengah dari tinggi tanaman. Komponen Hasil Panen Peubah jumlah tanaman dan tongkol yang dipanen setiap entri mendekati populasi normal (50 tanaman/plot) yakni >47 tanaman/plot baik di KP Maros maupun di KP Bajeng, hal ini menunjukan bahwa selama masa pertanaman populasi introduksi provit-A dapat tumbuh dengan baik pada kedua lingkungan penelitian. Bobot tongkol saat panen >7,0 t/ha pada kedua lokasi kecuali entri yang berumur genjah yakni populasi Florida A Plus Syn hanya sekitar 5,1 kg/plot. Peubah rendamen dihasilkan dari ratio penimbangan antara bobot biji terhadap bobot biji+janggel dari empat tongkol dan dihasilkan nilai >70,0% nilai yang dihasilkan ini sedikit lebih rendah disbanding Srikandi kuning-1 yang dapat mencapai 75,0%. Bobot penimbangan empat tongkol (janggel+biji) 860 gr. Panjang tongkol dan diameter tongkol pada kedua lokasi sekitar 15-17 cm dan 4,0-5,0 cm.
19
Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol. 1, No. 2, Januari 2016
Tabel 6 . Rangkuman % tumbuh, tinggi tanaman dan rebah akar jagung Provit-A KP. Maros MH 2008/09 No.
Genotipe
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Obatanpa(Pro-A)BC1C2-F2 Zm305(Pro-A)BC2C1F2 Sam4(Pro-A)Bc2C1F2 KUI Carotenoid Syn KUI Carotenoid Syn (broad) Carotenoid Syn-3 Carotenoid Syn-3 (broad) Florida A Plus Syn Srikandi Kuning-1 KK (%) Sd.
Ket.:
Rb.bt : rebah batang Rb.akr : rebah akar
Tumbuh (%) 95,5 96,5 96,7 97,0 99,5 98,5 97,0 98,0 96,7 2,34 0,76
Tgg.tn (cm) 201,7 201,5 204,0 195,7 198,0 196,2 204,5 178,0 208,0 2,50 1,71
Tgg.tk (cm) 100,2 99,7 99,0 102,0 98,5 97,0 97,0 90,5 97,2 5,90 2,88
Rb.bt tn/plot 0,2 0,5 0,7 1,5 0,2 0,2 0,2 0,7 1,2 -
Rb.akr tn/plot 0,2 0,2 0,2 0,2 1,0 0,2 0,2 0,0 0,2 -
Tgg.tn : tinggi tanaman Tgg.tkl : tinggi tongkol
Tabel 7. Rangkuman % tumbuh, tinggi tanaman dan rebah akar jagung Provit-A KP. Bajeng MH 2008/09 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Genotipe Obatanpa(Pro-A)BC1C2-F2 Zm305(Pro-A)BC2C1F2 Sam4(Pro-A)Bc2C1F2 KUI Carotenoid Syn KUI Carotenoid Syn broad) Carotenoid Syn-3 Carotenoid Syn-3 (broad) Florida A Plus Syn Srikandi Kuning-1 KK (%) Sd.
Ket.:
Tgg tk : tinggi tongkol Rb.bt : rebah batang
Tumbuh (%) 98,2 99,5 97,7 98,2 93,7 98,2 97,0 99,0 96,2 2,22 0,72
Tgg.tn (cm) 222,5 210,0 216,2 207,5 191,2 207,5 198,2 178,0 231,2 8,40 5,79
Tgg.tk (cm) 115,0 85,0 113,7 92,5 88,7 90,5 91,0 63,7 113,7 12,74 4,02
Rb.bt tn/plot 2,5 2,0 0,0 2,5 2,5 0,0 7,5 1,5 0,5 0,26
Rb.akr tn/plot 0,0 0,0 0,0 0,0 2,2 0,0 0,7 1,0 0,2 0,16
Tgg.tn : tinggi tanaman Rb.akr : rebah akar
Bobot biji dari populasi provit A pada penelitian ini dapat mencapai 185g/500 biji. Menurut Gambin et al. (2007), varietas komposit biji kuning dapat membentuk biji dengan jumlah maksimal setelah populasi mengalami perbaikan genetik dengan metoda perbaikan antar dan inter populasi (intra and inter populastion improvement) dan ditunjukkan bahwa terdapat 412-465 biji/ tongkol pada kondisi lingkungan optimal.
P a d a T a be l 8 di t u nj uka n b a h w a hasil penilaian dengan sistem scoring berada pada kisaran 1,0-2,0 dan dapat diartikan bahwa ketiga pengamatan visual tersebut berada pada penilaian baik sampai sangat baik (1,0-2,0) Penyakit Penyakit utama yang dijumpai di KP Maros adalah hawar daun (Bipolaris maydis) dan karat (Puccinia polysora) sedangkan di KP Bajeng dijumpai penyakit karat (Tabel 9). Hasil skoring menunjukan bahwa kedua penyakit di skor berkisar 1,0-2,0 (tahan-agak tahan) pada populasi provit-A maupun Srikandi Kuning-1, sehingga dapat diassumsi kan bahwa provit -A mempu nyai ketahanan sama dengan Srikandi kuning-1.
Peubah Visual Pengamatan aspek tanaman, penutupan kelobot, dan aspek tongkol dilakukan secara visual yakni mulai saat tanaman selesai menyerbuk untuk aspek tanaman, dan saat kelobot menutup sempurna untuk kelobot, serta saat panen untuk aspek tongkol.
20
Jamaluddin et al.: Uji Daya Hasil Populasi ...
Tabel 8. Komponen barisan biji, visual dan penyakit jagung Provit-A di KP Bajeng. MH 2008/2009.
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Genotipe Obatanpa(Pro-A)BC1C2-F2 Zm305(Pro-A)BC2C1F2 Sam4(Pro-A)BC2C1F2 KUI Carotenoid Syn KUI Carotenoid Syn (broad) Carotenoid Syn-3 Carotenoid Syn-3 (broad) Florida A Plus Syn Srikandi Kuning-1 KK (%) Sd.
Jlh brs/ tkl
Jlh biji/ baris
15,5 13,5 15,0 14,0 13,0 14,0 14,0 14,0 15,5 7,71 0,36
35,5 31,7 36,2 39,0 34,0 32,5 32,5 33,5 32,0 14,32 1,62
Ket. : Jlh brs : jumlah barisan biji per tongkol Asp Tan : aspek tanaman Asp Tkl : spek tongkol
Aspek tan, (skor) 1,25 1,50 1,75 1,25 1,25 1,25 1,50 1,50 2,25 33,49 0,16
Aspek klbt, (skor) 1,25 1,00 1,00 2,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,75 30,24 0,12
Aspek tkl, (skor) 1,50 1,00 1,25 1,00 1,50 1,00 1,25 1,50 1,25 41,63 0,17
Hawar daun, (skor) 1,00 1,25 1,00 2,25 1,00 1,00 1,00 1,25 1,50 28,02 0,11
Jlh biji : jumlah biji per baris Asp Klbt : aspek kelobot Hawar daun : penyakit hawar daun
Tabel 9. Komponen hasil panen, biji dan tongkol jagung Provit-A di KP Bajeng. MH. 2008/09
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Genotipe Obatanpa(Pro-A)BC1C2-F2 Zm305(Pro-A)BC2C1F2 Sam4(Pro-A)BC2C1F2 KUI Carotenoid Syn KUI Carotenoid Syn (broad) Carotenoid Syn-3 Carotenoid Syn-3 (broad) Florida A Plus Syn Srikandi Kuning-1 KK (%) Sd.
Ket. Tnm.pn : tanaman panen Bbt.pn : bobot panen Bbt. 500 bj : bobot 500 biji Pjg.tkl : panjang tongkol
Tnm pn/ plot
Tkl pn/ plot
Bbt.pn (kg/plt)
49,7 49,5 49,5 49,2 47,5 49,2 49,0 50,0 48,5 2,51 0,41
50,0 49,7 50,0 50,0 48,2 49,0 49,7 50,0 50,0 2,63 0,43
9,59 8,21 8,74 8,48 7,83 7,92 7,81 5,83 7,65 8,18 0,21
Bbt 500 biji (g) 195 180 175 180 185 185 180 137 192 6,40 3,18
Pjg tkl (cm)
Dt tkl (cm)
Karat (skor)
15,5 15,3 16,4 16,7 16,7 16,4 16,8 15,1 14,3 14,10 0,74
5,3 4,7 4,9 4,8 4,6 4,9 4,8 4,3 5,1 7,12 0,11
1,2 1,2 1,5 2,0 1,2 1,0 1,2 1,0 1,0 31,1 0,14
Tkl.pn : tongkol panen Karat : penyakit karat Dt.tkl : diameter tongkol
protein varietas pembanding Srikandi Kuning-1 yaitu protein 8,01%, lemak 4,72%, dan karbohidrat 75,99%.
Nutrisi Kandungan beta karoten jagung Obatanpa (Pro-A) BC1C2-F2 dan KUI Carotenoid Syn (broad) lebih tinggi 113-282% dibanding jagung biasa Srikandi Kuning-1. Hal ini membuktikan bahwa jagung provit dapat digunakan sebagai acuan dalam mengantisipasi kekurangan vitamin A (Tabel 10). Kandungan nutrisi berupa protein, lemak, dan karbohidrat disajikan pada Tabel 11. Pada tabel terlihat tidak terdapat perbedaan ekstrim dari genotype jagung provit-A dan varietas chek Srikandi Kuning-1. Kandungan protein Obatanpa (Pro-A) BC1C2-F2 dan KUI Carotenoid masingmasing 9,34% dan 8,64%, lemak 4,73% dan 4,99%, dan karbohidrat 74,85% dan 76,56%. Kandungan
Karakteristik Lokasi Pengujian Lokasi pengujian memiliki karakteristik seperti disajikan pada Tabel 12. Pada Tabel 12 dapat diketahui bahwa lokasi pengujian mempunyai pH agak rendah (pH:5,2-5,5). Kandungan N tanah di KP Maros lebih tinggi sedangkan kandungan P di KP Bajeng lebih tinggi, hal ini dapat diartikan bahwa pada kondidi N dan P yang agak rendah populasi provit-A dapat mencapai 7,0-8,0 t/ha dan lebih tinggi dibanding Srikandi Kuning1.
21
Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol. 1, No. 2, Januari 2016
Tabel 10. Kandungan βeta carotene dan rasio kenaikan vs. varietas chek No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Genotipe (Provit A)
Ratio kenaikan (%) terhadap Srikandi Sukmaraga kuning-1 68,75 113,16 144,58 171,05 202,08 281,58 202,08 281,58 162,5 231,58 210,4 292,11 20,8 52,63
Beta karoten (ppm)
Obatanpa(Pro-A)BC1C2-F2 Zm305(Pro-A)BC2C1F2 Sam4(Pro-A)BC2C1F2 KUI Carotenoid Syn KUI Carotenoid Syn (broad) Carotenoid Syn-3 Carotenoid Syn-3 (broad) Chek Srikandi Kuning-1
0,081 0,103 0,145 0,145 0,126 0,149 0,058 0,038
(BB Pasca Panen Bogor, Novembar 2009).
Tabel11. Kandungan proksimat jagung provit A vs chek No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Genotipe (Provit A) Obatanpa(Pro-A)BC1C2-F2 Zm305(Pro-A)BC2C1F2 Sam4(Pro-A)BC2C1F2 KUI Carotenoid Syn KUI Carotenoid Syn (broad) Carotenoid Syn-3 Carotenoid Syn-3 (broad) Chek Srikandi Kuning-1
Protein (%) 9,34 10,35 7,84 8,64 10,18 10,10 8,18
Lemak (%) 4,73 4,78 4,97 4,99 4,67 4,62 3,91
Karbohidrat (%) 74,85 74,88 76,75 76,56 74,39 73,56 76,02
8,01
4,72
75,99
(Laboratorium Dasar Balitsereal 2010).
Tabel 12. Sifat fisik dan kimia tanah, serta ketinggian tempat (m.dpl) pada lokasi pengujian Penetapan Tekstur (%) Liat Debu Pasir pH : - air - KCl Bhn organik, % N - total (%) - C/N P - Olsen, ppm KTK (me/100 g) -K - Ca - Mg - Na Aldd (me/100 g) H + (me/100 g) KTK (me/100 g) Kejenuhan basa,% Ketinggian m. dpl. Ekologi Tipe tanah Tipe iklim
Bajeng
Maros
13 47 40
28 40 32
5,5 5,0 1,94 0,09 29,92
5,2 4,0 2,0 0,12 10,0 48,0
0,43 6,12 1,02 0,19 0,06 9,76 79,0 < 50,0 L. K. Ultisol C2
0,77 22,60 1,21 0,42 25,29 < 20,0 L.S. Vertisol C2
Contoh tanah dianalisis di laboratorium Balitsereal Maros *) : sangat rendah - : tidak terukur KTK : nilai tukar kation L.K : lahan kering, L.S : lahan sawah
22
Jamaluddin et al.: Uji Daya Hasil Populasi ...
Fennigan, W.S. 2016. Drought tolerance maize improves yields in 13 countries. A Journal Science. Development Net of South Africa. CIMMYTIITA. Kenya
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga populasi jagung provit-A yang potensi hasilnya mencapai 7,0-8,0 t/ha yakni: (1) Obatanpa (Pro-A)BC1C2-F2, (2) ZM305(Pro-A)BC2C1F2, dan (3) KUI. Carotenoid Syn3 (broad), sedangkan pembanding Srikandi kuning-1 <7,0 t/ha. Skor aspek tanaman, penutupan kelobot dan tongkol jagung provit-A adalah baik sampai sangat baik. Populasi provit-A mempunyai ketahanan sedang terhadap penyakit bercak daun (B. maydis) dan karat (P. polysora).
Gambin, B.L., L. Barras, and M.E. Otegui. 2007. Themaize kernel size limited by its capacity to expand. MAYDICA. A Journal Devoted to Maize and Allied Species. 52(4):434. Instituto Sperimentale pe la Cerealicoltura Section of Bergamo. Italy. Hallauer A.R. and J.B. Miranda FO. 1981. Quantitative Genetics in Maize Breeding. Iowa State Univ. Press. Menkir, A., W. Liu, W.S. White, B. Maziya-Dixon, andT. Rocheford. 2005. Carotenoid diversity in tropical-adapted yellow maize inbred lines. Jurnal of International Institute of Tropical Agriculture. Oyo Road PMB 5320. Ibadan Nigeria.:521-529.
Daftar Pustaka Buffard, D., K.R. Lamkey, and M.P. Scott. 2005. Viability and genetic effects for tryptophane and methionine in commercial maize germplasm. MAYDICA. A Journal Devoted to Maize and Allied Species 50(2). Instituto Sperimentale pe la Cerealicoltura Section of Bergamo. Italy.
Meseka, S.K., A. Menkir, A.E.S. Ibrahim, and S.O.Ajalan. 2006. Genetic analysis of performance of maize inbred lines selected for tolerance to drought under low nitrogen. MAYDICA. A Journal Devoted to Maize and Allied Species 51(3). Instituto Sperimentale pe la Cerealicoltura Section of Bergamo. Italy.
Bwibo N. O. andC.G. Neuman. 2003. Suplement : Animal source food to improve micronutrient nutrition in Developing countries. The American Society for nutritional science. Jurnal of Nutrition. 133-3936S-3940S.
Nutra. 2008. ALA can benefit dry eye syndrome. News head lines research. Ingredients. Com. Breaking news on supplements & nutrition-Nort America.
Cong Khan N., C.E. West, A.D. Pee, D. Bosch, H.D. Phung, P.J. Hulshof, H.H. Khoi, H. Verhoef, and G.A.J. Hautvast. 2007. The contribution of plant foods to the Vietamin A supply of lactating women in Vietnam: a randomized controlled trial. American Journal of Crinical Nutrition. 85(4):1112-1120.
Yasin, HG.,M., Sumarno, Nur A., 2015. Perakitan Varietas Unggul jagung fungsional. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian. Bogor. p.14.
Cordova, H., S. Trifunovic., A. Ramirez., and M. Sierra., 2007. CIMMYT maize hybrids for Latin America; Head to Head Analysis and Probability of Outperforming the Best Check. MAYDICA. A Journal Devoted to Maize and Allied Species 52(4). Instituto Sperimentale pe la Cerealicoltura Section of Bergamo. Italy. Crowly, L. 2008. New research boosts vitamin a content in maize. News headlines science and nutrition food Navigator.com/Europe. David, B. L., M. J. Robert., W. Schlenker., W. Braum., N. Little., B. B. Rejesus, and R. M. Hammer. 2014. Greater sensitivity to drought accompanies maize yield increase in the U. S. Midwest. A Journal of Science. 344. DOI 10. Effren, E., M. Emma, and K. Sales. 2010. A method of increasing the efficiency of finding productive crosses in maize. A Journal of University of Southern Mindanao. Kabacan. Catabato. Philipines. p. 138
23
Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol. 1, No. 2, Januari 2016
Analisis Sidik Lintas Karakter Morfologi dan Komponen Hasil Jagung Hibrida Genjah Suriani, R. Neni Iriany M., dan A.Takdir M Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi 274, Maros, Sulawesi Selatan Email: [email protected]
Abstract Early maturity hybrid maize are needed by farmers to overcome the climate change or efficiency in short growing season. In consequence, selection was needed in some early maturity maize hybrid genotype by considering influential traits toward grain yield. The research was conducted in Palu of Central Sulawesi wich is evaluated 8 early maturity maize hybrid genotypes and 4 check varieties (Gumarang, Bima-3, AS1, and Bisi-2) as treatment. Treatment was arranged in randomized complete block design with 3 replications. Each genotype was planted in plot of 5 x 3 m, with distance between row 75 cm and distance in row 20 cm. The results of the research indicated that early maturity maize hybrid with the highest yield was obtained by CH-8 were 8.38 ton/ha. Furthermore, the traits which the highest correlation with yield was fresh cob were weight with significant by positive correlation (r = 0.984) and where as ASI had negative correlation to yield (r = -0.599). These traits can be used as the main character in indirect selection of early maturity maize. While results of path analysis showed that some characters had direct effect to yield including fresh cob weight, plant height, number of row, in ear and the number of seed, in row. Key words: maize, early maturity, correlation, path analysis
Abstrak Penggunaan varietas jagung hibrida genjah dibutuhkan petani untuk mengatasi perubahan iklim ataupun efisiensi waktu penanaman. Oleh karena itu, perlu dilakukan seleksi terhadap beberapa genotipe hibrida genjah dengan mempertimbangkan karakter yang berpengaruh terhadap hasil. Penelitian ini dilakukan di Palu, Sulawesi Tengah dengan menguji 8 genotipe hibrida genjah dan 4 varietas pembanding (Gumarang, Bima-3, AS-1 dan Bisi-2). Perlakuan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan. Setiap genotipe ditanam pada petakan dengan ukuran 5 x 3 m, jarak antar baris 75 cm. Jarak tanaman dalam barisan 20 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa calon varietas hibrida genjah yang memiliki produksi tertinggi ialah CH-8 sebesar 8,38 kg/ha. Karakter agronomi yang berkorelasi dengan hasil adalah bobot kupasan basah dengan korelasi positif sangat nyata (r= 0,984) dan ASI berkorelasi negatif terhadap hasil (r= -0,599). Kedua karakter tersebut dapat dijadikan karakter utama dalam seleksi tidak langsung varietas unggul hibrida umur genjah. Hasil analisis sidik lintas menunjukkan beberapa karakter yang berpengaruh langsung terhadap hasil diantaranya tinggi tanaman, jumlah baris per tongkol dan jumlah biji per baris. Kata kunci: jagung, hibrida genjah, korelasi, analisis sidik lintas
varietas jagung hibrida melalui program pemuliaan. Beberapa keunggulan yang dimiliki jagung hibrida diantaranya berdaya hasil tinggi, umur genjah dan tahan terhadap serangan hama penyakit (Yustiana et al. 2013). Penggunaan jagung hibrida di Indonesia telah mencapai 56% dari total pertanaman pada tahun 2013 (Anonim 2015). Perakitan jagung hibrida umur genjah merupakan salah satu program strategis untuk peningkatan produksi jagung dengan periode waktu tanam lebih pendek. Varietas hibrida umur genjah
Pendahuluan Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas penting dalam bidang tanaman pangan (Kasryno et al. 2007). Perkembangan industri pakan ternak di Indonesia menjadikan tanaman jagung sebagai sumber utama pakan ternak. Upaya pemenuhan kebutuhan jagung telah dilakukan oleh pemerintah baik melalui pendekatan intensifikasi maupun ekstensifikasi (Dewi et al. 2013). Salah satu upaya intensifikasi ialah pengembangan
24
Suriani et al.: Korelasi Sidik Lintas ...
ditargetkan untuk penanaman di lahan cekaman kekeringan dan sawah tadah hujan. Di Lampung, pengembangan jagung dilakukan di lahan kering pada ketinggian 115-195 mdpl, memiliki jenis tanah podsolik dengan kemasaman tinggi (pH < 5) (Swastika et al. 2004). Varietas hibrida umur genjah dan berdaya hasil tinggi dapat diperoleh melalui seleksi secara langsung dari potensi hasil biji atau tidak langsung melalui beberapa karakter yang terkait dengan hasil biji (Falconer dan Mackay 1996 dalam Nasution 2010). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa karakter-karakter yang sering berpengaruh langsung ataupun tidak langsung terhadap produksi biji jagung diantaranya jumlah tongkol per tanaman, panjang tongkol, jumlah biji per tongkol, berat biji, dan tinggi letak tongkol (Agrama 1996; Shalygina dan Singh. 1993; Shalygina 1990; Wang et al. 1999; Farhatulla. 1990 dalam Mohammadi et al. 2003). Karakter morfologi dan komponen hasil serta pertumbuhan dikendalikan oleh banyak gen yang ekspresinya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Desta et al. 2006). Proses seleksi dalam pemuliaan dapat dilakukan dengan mencari nilai korelasi dan sidik lintas antar karakter morfologi dengan komponen hasil. Korelasi antar karakter merupakan fenomena umum yang terjadi pada tanaman. Pengetahuan tentang hubungan antara hasil dengan karakter agronomi sangat penting untuk menentukan arah perubahan yang diharapkan selama seleksi. Analisis korelasi dapat dikembangkan melalui analisis sidik lintas untuk mengetahui keeratan hubungan antar karakter dengan cara menguraikan koefisien korelasi menjadi pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung, seperti halnya pengaruh suatu karakter terhadap produksi biji (Wirnas et al. 2005; Mohammadi et al. 2003; Pudjiwati et al. 2013). Batista et al. (2012) dalam Teodoro et al (2014) bahwa berat tongkol memiliki pengaruh langsung tertinggi terhadap hasil biji jagung hibrida. Hal ini menjelaskan bahwa karakter tersebut dapat dijadikan salah satu kriteria dalam seleksi tidak langsung untuk peningkatan produktivitas genotipe jagung. Penelitian bertujuan untuk melihat korelasi antara komponen hasil dan karakter morfologi serta pengaruh langsung dan tidak langsung karakter tersebut terhadap hasil. Dengan demikian kita dapat mengidentifikasi karakter yang paling berkontribusi terhadap hasil.
Perlakuan disusun mengikuti pola rancangan acak kelompok (RAK) dengan menggunakan 8 genotipe calon hibrida genjah (CH1, CH2, CH3, CH4, CH5, CH6, CH7, CH8 dan 4 varietas pembanding (Bima 3, AS1, Bisi-2 dan Gumarang) yang diulang sebanyak 3 kali. Setiap genotipe ditanam pada petakan 5 x 3 m, jarak antar baris 75 cm dan jarak dalam barisan 20 cm dengan 1 benih per lubang tanam sehingga populasi 25 tanaman dalam setiap baris. Pupuk dasar dilakukan pada 7 hari setelah tanam (HST) dengan dosis 200 kg/ha urea, SP36 200 kg/ha, KCL 100 kg/ha. Pemberian pupuk kedua (30 HST) dilakukan setelah penyiangan dan pembumbunan dengan dosis 200 kg/ha Urea. Pencengahan serangan hama dan penyakit dilakukan dengan pemberian Carbofuran dan fungisida metalaxyl. Pengamatan dilakukan terhadap: (1) tinggi tanaman (cm) diukur dari permukaan tanah sampai pangkal terakhir bunga jantan sebanyak 10 tanaman secara acak; (2) tinggi letak tongkol (cm) diukur mulai dari permukaan tanah sampai ruas munculnya tongkol sebanyak 10 tanaman; (3) Anthesis silking interval (ASI) diperoleh dengan menghitung selisih umur berbunga jantan dengan umur berbunga betina dari setiap petak; (4) panjang tongkol (cm) diukur dari pangkal tepat letak biji sampai ujung tongkol; (5) diameter tongkol (cm) diperoleh dengan mengukur lingkar tengah tongkol; (6) jumlah baris per tongkol dengan menghitung jumlah baris 10 tongkol per petak; (7) jumlah biji per tongkol dengan menghitung jumlah biji per baris dari 10 tongkol per petak; (8) rendemen biji; (9) bobot kupasan basah per petak; (10) kadar air 15%; (11) bobot 1000 biji setiap petak pada kadar air 15%; (12) hasil biji. Data dianalisis menggunakan sidik ragam dan untuk mengetahui hubungan antar komponen hasil dan karakter morfologi data dianalisis dengan model korelasi pearson (Singh dan Choudhary 1979). Untuk mengetahui karakter morfologi yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap hasil biji jagung digunakan metode analisis sidik lintas (Dewey dan Lu 1959).
Hasil dan Pembahasan Keragaan Beberapa Karakter Morfologi dan Komponen Hasil Produksi tanaman jagung hibrida genjah dipengaruhi oleh beberapa karakter agronomi yang berbeda dan memberikan respon berbeda untuk setiap genotipe. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sidik ragam komponen hasil berupa bobot kupasan basah dan hasil biji berbeda sangat nyata pada taraf Uji P <1>, bobot 1000 biji berbeda nyata
Bahan dan Metode Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2013 di Palu, Sulawesi Tengah. 25
Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol. 1, No. 2, Januari 2016
antar ulangan. Sedangkan karakter rendemen dan kadar air semua genotipe tidak berbeda nyata (Tabel 1). Produktivitas 12 genotipe yang diuji berkisar antara 4,27 – 8,38 t/ha (Tabel 2). Genotipe CH-8 memberikan hasil paling tinggi kemudian CH-7 yaitu 8,38 t/ha dan 8,23 t/ha. Genotipe CH-8 menunjukkan perbedaan hasil nyata pada uji BNT taraf 5% terhadap keempat varietas pembanding yakni varietas Gumarang, Bima 3, AS-1 dan Bisi 2,
sementara hasil genotipe CH-7 tidak nyata dengan Bima 3. Hasil keseluruhan kedelapan genotipe yang diuji berbeda nyata dibandingkan hasil varietas Gumarang. Hal ini disebabkan karena jagung varietas Gumarang merupakan jenis jagung bersari bebas dengan produktivitas lebih rendah dibanding varietas hibrida. Produktivitas hibrida lebih tinggi dibandingkan dengan OPV karena adanya efek heterosis antara galur-galur tetua pembentuk hibrida (Mejaya et al. 2005 dalam Suryana 2007).
Tabel 1. Analisis ragam karakter morfologi dan komponen hasil evaluasi hibrida umur genjah Palu MK 2013 Sumber Keragaman
Db
Ulangan
2
Bobot 1000 biji 5702,781*
Perlakuan
11
2865,659 tn
Acak
22
1327,021
Total
35
2060,628
ASI 0,333 tn 0,614 tn 0,515 0.536
Kuadrat Tengah Bobot Kupasan Rendemen Basah 0,159tn 3,254**
Kadar Air 5,605
Hasil
tn
4,075**
4,339tn
3,573**
9,524tn
3,758**
1,453
0,339
5,976
0,312
2,286
1,522
7,069
1,615
** nyata pada taraf uji 1%; * nyata pada taraf uji 5%; tn = tidak nyata
Tabel 2. Penampilan hasil dan komponen hasil evaluasi hibrida umur genjah di Palu MK 2013.
CH-1
Bobot 1000 biji 403,3 c
77,1
Bobot Kup. Basah 6,4a
CH-2
416,7 c
77,2
7,7ad
29,0a
2,3
7,6ad
CH-3
400,0 c
79,4bc
6,4a
29,5a
2,0
6,1a
CH-4
406,7 c
77,2
7,8ad
31,0a
2,3
7,5ad
CH-5
423,3 c
76,0
6,4a
28,9
1,7
6,3a
CH-6
426,7 ac
78,3
6,5a
29,9tn
2,0
6,2a
CH-7
390,0 c
75,1
7,9ad
26,9tn
2,0
8,2acd
CH-8
400,0 c
77,2
8,2acd
26,3tn
1,7
8,4abcd
Gumarang (a)
366,7
78,6
4,2
24,9
3,3
4,3
Bima 3 (b)
406,7
77,0
7,4
29,3
2,0
7,3
AS-1 (c)
496,7
76,7
7,2
30,6
1,7
7,0
Bisi 2 (d)
416,67
78,65
6,64
28,57
2,00
6,43
RERATA
412,78
77,36
6,91
28,67
2,08
6,80
BNT 5%
59,68
2,04
0,99
4,14
-
0,96
8,8
1,60
8,40
8,50
-
8,30
Genotipe
KK
Rendemen
Kadar Air 29,1
ASI
Hasil
a
2,0
6,5a
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dengan varietas pembanding berarti berbeda nyata dengan varietas pembanding tersebut pada uji BNT 0,05 a: berbeda nyata terhadap pembanding varietas Gumarang b: berbeda nyata terhadap pembanding varietas Bima 3 c: berbeda nyata terhadap pembanding varietas AS-1 d: berbeda nyata terhadap pembanding varietas BISI 2
26
Suriani et al.: Korelasi Sidik Lintas ...
Pengamatan terhadap berat 1000 biji menunjukkan bahwa genotipe CH-6 memiliki berat 1000 biji yang berbeda nyata dengan varietas pembanding gumarang. Sementara genotipe lainnya tidak berbeda nyata dengan semua varietas pembanding bahkan kedelapan genotipe tersebut memiliki berat 1000 biji yang lebih rendah dibandingkan dengan varietas pembanding AS-1. Rendemen merupakan salah satu komponen hasil yang sering menjadi kriteria petani dalam pemilihan varietas jagung, selain diameter tongkol yang besar (Efendi et al. 2013). Rendemen yang dihasilkan dari setiap tongkol jagung pada pengujian ini menunjukkan bahwa hanya ada satu genotipe (CH-3) yang memiliki rendemen berbeda nyata dengan varietas pembanding Bima 3 dan AS1 dengan nilai 79,35%. Sedangkan rendemen genotipe lainnya tidak berbeda nyata dengan semua varietas pembanding. Bobot kupasan basah tertinggi ditunjukkan oleh galur CH-8 yakni sebesar 8,24 kg. Bobot kupasan genotipe tersebut berbeda nyata dengan 3 varietas pembanding yakni Gumarang, AS-1 dan Bisi 2. Namun secara keseluruhan semua bobot kupasan basah kedelapan genotipe yang diuji berbeda nyata dengan Gumarang. Sementara pengamatan terhadap kadar air menunjukkan bahwa galur CH-5, CH-6, CH-7 dan CH-8 memiliki kadar air yang tidak berbeda nyata dengan semua varietas pembanding. Anthesis Silking Interval (ASI) merupakan selisih antara keluar bunga jantan dan betina. ASI dari 12 genotipe yang diuji menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Galur CH-8 memiliki nilai ASI terendah yakni 1,67 hari dengan rata-rata lama ASI dari semua genotipe ialah 2,08 hari. Nuning et al. 2007 menyatakan bahwa bunga jantan tanaman jagung pecah anther 1 – 3 hari sebelum bunga betina muncul. Dengan demikian penyerbukan yang terjadi dalam pengujian ini masih normal
sehingga pengisian biji optimal. Hal ini berarti tanaman tidak tercekam kekeringan. Analisis ragam terhadap beberapa karakter morfologi dari 12 genotipe hibrida genjah yang diujikan tersaji pada Tabel 3. Hasil pengamatan terhadap beberapa karakter agronomi evaluasi hibrida genjah menunjukkan perbedaan sangat nyata pada taraf uji P <1> kecuali panjang tongkol. Karakter tinggi tanaman berbeda sangat nyata baik antar perlakuan maupun ulangan. Hal ini menunjukkan adanya variasi tinggi tanaman yang cukup besar. Singh (1987) dalam Sembiring (2007) mengemukakan bahwa tinggi tanaman yang bervariasi adalah karakter yang bisa digunakan sebagai pembeda genotipe. Tinggi tanaman merupakan salah satu diskripsi penting dalam pelepasan varietas jagung. Tinggi tanaman dari 12 genotipe uji berkisar antara 188,27-235,87 cm. Galur CH-1, CH-3, CH-6 dan CH-7 memiliki tinggi tanaman yang berbeda nyata dengan tinggi tanaman ketiga varietas pembanding yakni Gumarang, Bima 3 dan AS-1 masing-masing 228,67; 235,27; 226,53 dan 230,33 cm. Sementara tinggi letak tongkol berkisar antara 81,87-131,80 cm. Beberapa galur dengan tinggi letak tongkol yang berbeda nyata dengan ketiga varietas pembanding gumarang, Bima dan AS-1 yakni CH-1, CH-2, CH-3, CH-5, CH-6, CH-7 dengan masing-masing nilai 131,40; 123,87; 122,87; 131,60; 124,20 dan 131,80 cm. Genotipe CH-3 dan CH-4 memiliki rasio tinggi letak tongkol terhadap tinggi tanamannya masing-masing 0,53 dan 0,52. Hal ini menjadi kriteria ideal varietas jagung hibrida karena memudahkan panen dan mengurangi resiko rebah batang. Menurut Subandi et al. (1982) dalam Subekti dan Jafri (2011), tinggi letak tongkol pada pertengahan batang jagung merupakan posisi tanaman yang ideal, terlebih jika didukung oleh batang yang kuat dan tahan kerebahan.
Tabel 3. Analisis ragam karakter morfologi evaluasi jagung hibrida umur genjah di Palu, MK. 2013 Kuadrat Tengah
Sumber Keragaman
Db
Ulangan
2
Tinggi Tanaman 868.708**
Tinggi letak tongkol 117.114tn
Panjang Tongkol 1.674 tn
Diameter Tongkol 0.173**
Jumlah Biji per Baris 4.694tn
Jumlah Baris Per Tongkol 0.750tn
Perlakuan
11
1134.510**
954.469**
2.264*
0.095**
16.979**
2.365**
Acak
22
67.567
59.250
0.586
0.016
2.134
0.392
Total
35
448.671
343.911
1.176
0.050
6.889
1.034
** nyata pada taraf 1%; * nyata pada taraf uji 5%; tn = tidak nyata
27
Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol. 1, No. 2, Januari 2016
Tabel 4. Penampilan karakter morfologi evaluasi hibrida umur genjah di Palu, MK. 2013
CH-1
228,7abc
131,4abc
15,0a
4,6d
Jumlah Baris Per Tongkol 13,9d
CH-2
207,7a
123,9abc
15,1a
4,6d
15,3acd
CH-3
abc
abc
a
d
Genotipe
Tinggi Tanaman
233,7
Tinggi letak tongkol
Panjang Tongkol
Diameter Tongkol
122,9
CH-4
179,9tn
92,3tn
CH-5
235,9abc
CH-6 CH-7
14,9
4,5
13,3
Jumlah Biji per Baris 33,3a 33,2a
tn
35,3a
16,3ab
4,6d
12,3tn
34,4a
131,6abc
14,9a
4,7ad
13,5tn
29,9tn
226,5abc
124,2abc
16,8abd
4,7ad
13,6d
38,0abcd
abc
abc
230,3
131,8
15,5
a
4,6
d
12,9
tn
33,5a
199,4tn
103,2a
15,2a
4,8ad
14,8acd
32,9a
Gumarang
188,3
81,9
13,2
4,5
13,6
28,5
Bima 3
197,5
95,0
14,9
4,9
14,4
32,9
AS-1
202,1
98,8
15,6
4,6
13,3
33,2
Bisi 2
227,7
123,1
15,2
4,2
12,5
33,4
RERATA
213,11
113,33
15,22
4,59
13,62
33,21
BNT 5%
13,92
13,03
1,30
0,22
1,06
2,47
3,90
6,80
5,00
2,80
4,60
4,40
CH-8
KK
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dengan varietas pembanding berarti berbeda nyata dengan varietas pembanding tersebut pada uji BNT 0,05 a: berbeda nyata terhadap pembanding varietas Gumarang b: berbeda nyata terhadap pembanding varietas Bima 3 c: berbeda nyata terhadap pembanding varietas AS-1 d: berbeda nyata terhadap pembanding varietas BISI 2
Panjang tongkol galur jagung yang dievaluasi berkisar antara 13,23 cm – 16,81 cm. Galur CH-6 memiliki ukuran tongkol yang paling panjang yakni 16,81 cm, berbeda nyata dengan panjang tongkol ketiga varietas pembanding. Secara keseluruhan kedelapan galur yang diuji memiliki panjang tongkol yang berbeda nyata pada BNT taraf 5 % dengan varietas Gumarang yang memiliki panjang tongkol 13,23 cm. Diameter tongkol kedelapan genotipe yang dievaluasi menunjukkan perbedaan yang nyata dengan diameter tongkol varietas pembanding Bisi 2 (4,18 cm). Galur CH-8 memiliki diameter tongkol terbesar yakni 4,76 cm dan berbeda nyata dengan varietas Gumarang. Galur lain yang memiliki diameter tongkol berbeda nyata dengan varietas Gumarang ialah galur CH-5 dan CH-6. Jumlah baris per tongkol terbanyak diperlihatkan oleh galur CH-2 kemudian CH-8 yang masing-masing sebesar 15,33 dan 14,80. Jumlah baris per tongkol kedua galur ini lebih banyak dibanding dengan 3 varietas pembanding yakni Gumarang, AS-1 dan Bisi 2. Sementara keempat galur lainnya yakni CH-3, CH-4, CH-5,
dan CH-7 memiliki jumlah baris per tongkol yang tidak berbeda nyata dengan semua varietas pembanding. Rata-rata jumlah baris setiap tongkol jagung pada penelitian ini ialah 13,62. Nuning et al. (2007) menyatakan bahwa secara umum, setiap tongkol jagung memiliki 10-16 baris biji yang jumlahnya selalu genap. Hasil pengamatan terhadap jumlah biji per baris ditemukan paling banyak pada genotipe CH-6 yakni 38 biji per baris. Genotipe ini memiliki jumlah biji per baris 13,77 % lebih banyak dibandingkan dengan varietas pembanding terbaik dengan rata-rata jumlah biji per baris 33,40. Sedangkan jumlah biji perbaris terendah pada genotipe CH-5 yakni 29,93 dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan semua varietas pembanding kecuali varietas Gumarang. Korelasi Antar Karakter Hasil analisis korelasi pearson terhadap beberapa karakter penentu hasil biji dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil korelasi menunjukkan bahwa bobot kupasan basah berkorelasi sangat nyata terhadap hasil biji (r= 0,984).
28
Suriani et al.: Korelasi Sidik Lintas ...
Tabel 5. Korelasi fenotipik antar karakter genotipe jagung hibrida genjah di Palu MK 2013 x1
x2
x3
x4
x5
x6
x7
x8
x2
0,918**
x3
-0,469
-0,488
x4
0,118
0,273
-0,533
x5
-0,224
-0,150
-0,310
0,235
x6
-0,118
0,003
-0,035
-0,250
0,563
x7 x8
0,253 -0,047
0,331 -0,214
-0,394 0,386
0,845** -0,182
0,115 -0,421
x9
-0,084
0,163
-0,627*
0,613*
0,382
0,170
0,431
-0,527
x10
0,081
0,171
-0,464
0,679*
0,156
-0,243
0,585*
-0,015
x11
0,055
0,051
-0,582*
0,459
0,133
-0,057
0,263
-0,187
-0,121 -0,064
x9
x10
x11
0,208 0,354 0,284
0,646*
y -0,070 0,172 -0,599* 0,527 0,392 0,209 0,330 -0,611* 0,984** 0,201 0,208 Ket: x1: tinggi tanaman; x2 : tinggi letak tongkol; x3 : Anthesis silking interval; x4: Panjang tongkol; x5: diameter tongkol ; x6: jumlah baris per tongkol; x7: jumlah biji per baris; x8: Rendemen; x9: Bobot kupasan basah; x10: kadar air; x11: bobot 1000 biji; y: hasil biji.
Koefisien korelasi fenotipik memberikan informasi penting bagi pemulia tentang hubungan antara karakter penentu hasil dengan hasil biji (Badawy and Mehasen 2012). Karakter yang memiliki korelasi paling tinggi bisa dijadikan sebagai kriteria seleksi tidak langsung untuk meningkatkan hasil biji per ha. Pada pengujian ini parameter ASI menunjukkan korelasi negatif terhadap hasil biji. Hal ini berarti jika nilai ASI rendah maka hasil biji tinggi karena terjadinya sinkronisasi pembungaan sehingga peluang penyerbukan sempurna sangat besar. Semakin besar nilai ASI semakin kecil sinkronisasi pembungaan menyebabkan penyerbukan terhambat sehingga dapat menurunkan hasil. Cekaman abiotis umumnya mempengaruhi nilai ASI, seperti pada cekaman kekeringan dan temperatur tinggi (Nuning et al. 2007). Karakter morfologi yang saling berkorelasi positif ialah tinggi tanaman berkorelasi sangat nyata dengan tinggi letak tongkol (r= 0,918), jumlah biji per baris berkorelasi sangat nyata dengan panjang tongkol (r = 0,845), Korelasi positif antara panjang tongkol dengan jumlah biji perbaris paling tinggi pada genotipe CH-6 yakni 38 biji/baris. Karakter panjang tongkol juga berkorelasi dengan bobot kupasan basah dan kadar air.
dalam komponen-komponen analisis lintas yang berpengaruh langsung dan tidak langsung. Secara langsung, maksudnya karakter morfologi memberikan pengaruh terhadap hasil tanpa melalui komponen hasil lain. Secara tidak langsung, artinya pengaruh karakter morfologi terhadap hasil melalui sifat karakter lainnya (Sari dan Susilo 2013). Melalui analisis sidik lintas kita dapat menghitung atau mendeteksi karakter yang berkontribusi penting terhadap peningkatan hasil jagung (Abdulkhaleq dan Tawfiq 2014). Hasil analisis sidik lintas terhadap karakter morfologi dan komponen hasil evaluasi jagung hibrida umur genjah di Palu disajikan pada Tabel 6. Analisis sidik lintas digunakan untuk memilah korelasi genetik antara bobot kering per biji baik dengan karakter-karakter yang berkaitan dengan bobot kering per biji menjadi pengaruh langsung dan tidak langsung (Sari dan Susilo 2013). Hasil analisis sidik lintas karakter yang diamati menghasilkan hubungan kausal antara karakter tersebut dengan hasil biji. Sebelas karakter yang dianalisis berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap hasil biji, tidak seluruhnya memberikan pengaruh langsung yang besar. Karakter yang berpengaruh langsung paling besar terhadap hasil jagung hibrida genjah adalah bobot kupasan basah dengan nilai koefisien lintas 1,0023 kemudian disusul pengaruh tinggi tanaman dan jumlah biji per baris dengan nilai koefisien lintas masing-masing sebesar 0,0356 dan 0,0266. Fatmawati dan Adnan (2008) melaporkan bahwa bobot kupasan basah dan tinggi tanaman memberikan pengaruh langsung yang signifikan terhadap hasil jagung pada kondisi rendah nitrogen.
Analisis Sidik Lintas Analisis sidik lintas dapat digunakan untuk mengetahui karakter morfologi yang mempunyai pengaruh terhadap produksi jagung hibrida genjah. Keuntungan dari analisis ini adalah memberikan kemungkinan untuk memisahkan koefisien ke
29
Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol. 1, No. 2, Januari 2016
Tabel 6. Pengaruh langsung dan tidak langsung 11 karakter morfologi terhadap hasil jagung hibrida genjah di Palu MK 2013 Var
x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10 x11
Pengaruh tidak Langsung x1
x2
x3
x4
x5
x6
x7
x8
x9
x10
x11
Total Korelasi
0,0356
-0,0089
-0,0060
-0,0028
-0,0033
0,0017
0,0067
0,0043
-0,0843
-0,0139
0,0131
-0,0577
0,0327
-0,0097
-0,0062
-0,0065
-0,0022
0,0000
0,0088
0,0195
0,1636
-0,0291
0,0122
0,1831
-0,0167
0,0047
0,0127
0,0127
-0,0045
0,0005
-0,0105
-0,0352
-0,6281
0,0792
-0,0139
-0,5990
0,0042
-0,0026
-0,0068
-0,0239
0,0034
0,0035
0,0225
0,0166
0,6146
-0,1160
0,0109
0,5265
-0,0080
0,0015
-0,0039
-0,0056
0,0145
-0,0079
0,0031
0,0383
0,3833
-0,0266
0,0032
0,3917
-0,0042
0,0000
-0,0004
0,0060
0,0082
-0,0141
-0,0032
0,0058
0,1705
0,0415
-0,0014
0,2086
0,0090
-0,0032
-0,0050
-0,0202
0,0017
0,0017
0,0266
-0,0189
0,4321
-0,0998
0,0063
0,3303
-0,0017
0,0021
0,0049
0,0044
-0,0061
0,0009
0,0055
-0,0911
-0,5284
0,0025
-0,0045
-0,6114
-0,0030
-0,0016
-0,0080
-0,0146
0,0055
-0,0024
0,0115
0,0480
1,0023
-0,0604
0,0068
0,9842
0,0029
-0,0017
-0,0059
-0,0162
0,0023
0,0034
0,0156
0,0013
0,3544
-0,1708
0,0154
0,2007
0,0196
-0,0050
-0,0074
-0,0109
0,0019
0,0008
0,0070
0,0170
0,2847
-0,1103
0,0238
0,2212
Ket: - Angka dengan garis bawah merupakan nilai pengaruh langsung suatu karakter terhadap hasil biji. - x1: tinggi tanaman; x2 : tinggi letak tongkol; x3 : Anthesis silking interval; x4: Panjang tongkol; x5: diameter tongkol ; x6: jumlah baris per tongkol; x7: jumlah biji per baris; x8: Rendemen; x9: Bobot kupasan basah; x10: kadar air; x11: bobot 1000 biji.
Namun hal lain yang ditemukan oleh Mohammadi et al (2003) bahwa pengaruh tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol terhadap hasil sangat kecil. Karakter tinggi tanaman hanya dapat dijadikan sebagai variabel prediktor yang pengaruhnya lebih rendah dibandingkan berat 100 biji dan jumlah biji per tongkol. Selain berpengaruh langsung secara signifikan, karakter jumlah biji per baris juga berpengaruh tidak langsung terhadap hasil biji melalui bobot kupasan basah sebesar 0,4321. Azizpour dan Afarinesh (2007) menemukan bahwa jumlah biji per baris dan panjang tongkol berpengaruh langsung terhadap hasil galur jagung hibrida yang berumur dalam dan genjah. Karakter lain yang dapat digunakan sebagai indikator seleksi berdasarkan pada pengaruh tidak langsung adalah panjang tongkol memiliki korelasi positif sebesar 0,6146 melalui bobot kupasan basah. Hubungan antara karakter yang ditunjukkan melalui hasil analisis sidik lintas dapat juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis plasma nutfah yang digunakan, karakter yang dipilih untuk dianalisis dan lingkungan (Mohammadi et al. 2003). Pengaruh tidak langsung yang cukup besar biasanya memiliki nilai korelasi yang cukup tinggi (Rachmawati et al. 2014).
Kesimpulan 1. Galur CH-8 merupakan galur jagung hibrida genjah yang berdaya hasil tinggi dengan ratarata hasil 8,38 ton/ha dengan rasio tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol sebesar 0,52. 2. Karakter tinggi tanaman dan jumlah biji per baris berperan penting dalam menentukan hasil biji jagung hibrida genjah yang bisa digunakan sebagai karakter seleksi tidak langsung dalam menghasilkan varietas hibrida genjah berdaya hasil tinggi. 3. Karakter bobot kupasan basah dapat digunakan dalam seleksi genotipe karena memiliki pengaruh langsung tinggi dibandingkan karakter lain.
Daftar Pustaka Abdulelkhaleq, D.A. and S.I. Tawfiq. 2014. Correlation and path coefficient analysis of yield and agronomic characters among some maize genotypes and their F1 hybrids in diallel Cros. Journal of Zankoy SulaimanI-Part A, Special Isuue. 16: 1-8. Anonim. 2015. Pedoman teknis GP-PTT jagung tahun 2015. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Indonesia. http://tanamanpangan.pertanian.go.id. [12 Maret 2015].
30
Suriani et al.: Korelasi Sidik Lintas ...
Azizpour M and A. Afarinesh. 2007. Correlation of morphological characteristics of maize hybrids through path analysis. Iranian Crop Science Congress. August 28-30. Karaj
tanaman jagung. jagung, teknik produksi dan pengembangannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Departemen Pertanian. 500 hlm.
Badawy, M.E.I.M. and S.A.S. Mehasen. 2012. Correlation and path coefficient analysis for yield and yield components of soybean genotypes under different planting density. Asian Journal of Crop Science 4 (4): 150-158.
Pudjiwati, E.H, Kuswanto, N. Basuki and A.N Sugiharto. 2013 Path analysis of some leaf characters related to downy mildew resistance in maize. Agrivita 35 (2): 163-173. Rachmawati, R.Y., Kuswanto dan S.L. Purnamaningsih. 2014. Uji keseragaman dan analisis sidik lintas antara karakter agronomis dengan hasil pada tujuh genotip padi hibrida Japonica. Jurnal Produksi Tanaman. 2 (4): 292-300.
Desta, W., I. Widodo I. Sobir, Trikoesoemaningtyas, S. Sopandie. 2006. Pemilihan karakter agronomi untuk menyusun indeks seleksi pada 11 populasi kedelai generasi F6. Buletin Agronomi 34 (1): 1924.
Sari, I.A. dan A.W. Susilo. 2013. Pengembangan kriteria seleksi karakter berat biji pada tanaman kakao (Theobroma cacao L.) melalui pendekatan analisis sidik lintas. Pelita Perkebunan 29 (3): 174-181.
Dewey, D.R. and K.H. Lu. 1959. A correlation and pathcoeffisient analysis of components of crested wheatgrass seed production. Agronomy Journal 51: 515-518. Dewi
N., M.M.Tahir, A.B. Tawali dan M. Mahendradatta. 2013. pengembangan model usaha jagung terpadu di Kabupaten Takalar. Jurnal Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
Sembiring, S. 2007. Studi karakteristik beberapa varietas jagung (Zea mays L.) hasil tree way cross. Universitas Sumatera Utara. Skripsi. 86 hlm. Singh. R.K. and B.D. Chaudhary. 1979. Biometrical methods in quantitative genetic analysis. Kalyani publication, New Dehli. 288 pp.
Efendi, R., Bunyamin dan A. Andriyani. 2013. Karakter phetotipic jagung hibrida Bima 3. Prosiding Seminar Nasional Serealia: 123-131.
Subekti, A dan Jafri. 2011. Penampilan karakter agronomi dan hasil beberapa varietas jagung pada lahan ultisol Singkawang, Kalimantan Barat. Prosiding Seminar Nasional Serealia: 9 – 14.
Entringer G.C., P.H.A.D. Santos. J.C.F. Vettorazzi, K.S.D. Cunha. and M.G. Pereira. 2014. Correlation and path analysis for yield components of supersweet corn. Rev. Ceres, Vicosa 61 (3) : 356-361.
Suryana, S., 2007. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jagung di Kabupaten Blora (Studi Kasus Produksi Jagung Hibrida di Kecamatan Banjajero Kabupaten Blora). Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
Fatmawati and A.M. Adnan. 2008. Path analysis of yield and yield component of syntheticb Maros first cycle population (MRSS-1 C0) Under Low N. Proceeding of The 10th Asian Regional Maize Workshop: 337-339.
Swastika, D.W.K., F. Kasim, W. Sudana, R. Hendayana, K. Suhariyanto, R.V. Gerpado, P.L. Pingali. 2004. Maize in Indonesia: Production system, contstraints, and research priorities. IFADCIMMYT.
Kasryno, F., E. Pasandaran, Suyamto dan M.O. Adnyana. 2007. Gambaran umum ekonomi jagung Indonesia. Dalam Jagung, Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Peneltian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor, p.474497
Teodoro, P.E., C.A. S. Junior, C.C. Correa, L.P. Ribeiro, E. P. Oliveira, M. F. Lima, and F. e. Torres. 2014. Path analysis and correlation of two genetic classes of maize (Zea mays L). Journal of Agronomy 13 (1): 23-28.
Mohammadi, S.A., B.M. Prasanna and N.N. Singh. 2003. Sequential Path Model for determining interrelationships among grain yield and related characters in maize. Crop Science Vol. 43: 16901697.
Wirnas, D., Sobir dan M. Surahman. 2005. Pengembangan kriteria seleksi pada pisang (Musa sp) berdasarkan analisis lintas. Buletin Agronomi 33 (3): 48-54.
Nasution. 2010. Analisis korelasi dan sidik lintas antara karakter morfologi dan komponen buah tanaman nenas (Ananas comosus L. Merr.). Crop Agro Vol 3 (1): 1-8.
Yustiana, M. Syukur dan S. H. Sutjahjo. 2013. Analisis daya gabung galur-galur tropis di dua lokasi. Jurnal Agro. Indonesia 41 (2): 105-111
Nuning, A.S., Syafruddin, dan R. Effendi. 2007. Morfologi, pertumbuhan dan perkembangan
31
Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol 1, No. 2, Januari 2016
Karakter Agronomis dan Hasil Beberapa Galur Sorgum Fatmawati dan M Yasin HG Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi No. 274 Maros 90514, Sulawesi Selatan
Abstract Sorghum has a great potential to be developed in Indonesia because it has wide adaptability. Sorghum well adapted to suboptimal land like dry land, wetlands and acid soil that widespread in Indonesia. So far, ICERI have released six varieties of sorghum for food and feed. The study aimed to determine the agronomic characters and yield of the 13 lines of sorghum plus two check varieties (Kawali and Numbu). The research was conducted at the Bontobili experimental farm in Gowa, South Sulawesi in the first planting season of 2013. The treatment was arranged in randomized block design with three replications. Each entry was planted in four rows on plot length of 5.0 m and plant spacing of 75x20 cm. The results showed that line 15 103-A gave the highest grain yield. Results obtained reach 2.97 t / ha, 11.23% higher than Numbu varietiy and 62.30% higher than Kawali varietiy. Another advantage of the 15 103-A line was higher at the variable weight of dry panicle, panicle weight of wet biomass and panicle weight of five plants. High yielding line have good adaptability and higher biomass production from 10.68 to 33.67% compared to the two varieties Kawali and Numbu. keywords: lines, yielded, adaptation
Abstrak Tanaman sorgum mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai daya adaptasi yang luas. Tanaman sorgum beradaptasi baik pada lahan suboptimal seperti lahan kering, lahan rawa dan lahan masam yang tersedia cukup luas di Indonesia. Balitsereal sampai saat ini telah melepas enam varietas sorgum untuk pangan dan pakan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakter agronomis dan hasil dari 13 galur sorgum ditambah dua varietas pembanding (Kawali dan Numbu). Penelitian dilaksanakan di KP. Bontobili Kab. Gowa Sulsel pada musim tanam I tahun 2013. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Setiap entri ditanam empat baris pada panjang plot 5,0 m jarak tanam 75x20 cm. Hasil penelitian menunjukkan terdapat satu galur yang memberikan hasil biji tertinggi yaitu galur 15103-A. Hasil yang diperoleh mencapai 2,97 t/ha, lebih tinggi 11,23% dibandingkan varietas Numbu dan lebih tinggi 62,30% dibandingkan varietas Kawali. Keunggulan lain dari galur 15103-A adalah lebih tinggi pada peubah bobot malai kering, bobot malai basah, biomas dan bobot malai lima tanaman. Galur unggulan mempunyai adaptasi baik dan menghasilkan biomas lebih tinggi 10,68-33,67% dibanding kedua varietas Kawali dan Numbu. kata kunci: galur, bobot biji, adaptasi, sorgum
Biji sorgum dapat dikonsumsi secara langsung sebagai bubur (pooridge), juga sebagai bahan olahan menjadi dodol, tape, roti, tepung, sirup, alkohol, mono sodium glutamat, dan spirtus. Sorgum juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri lem dan bir serta sebagai media starter perbanyakan jamur kayu yang lebih baik dari jagung dan beras. Suarni dan Firmansyah (2012) mengemukakan bahwa sorgum dapat diolah menjadi tepung dan dapat menjadi bahan alternatif untuk subtitusi tepung terigu, karena tepung terigu mengandung karbohidrat 71,0% dan sorgum 70,7%. Batang dan daun sorgum dapat pula dimanfaatkan untuk pakan ternak termasuk dedaknya sebagai konsentrat dalam ransum pakan. Sebagai bahan pangan dan pakan alternatif sorgum
Pendahuluan Sorgum adalah tanaman serealia yang potensial untuk dikembangkan, khususnya pada daerah marginal dan kering yang banyak terdapat di Indonesia. Sor gum mempunyai ber bagai keunggulan diantaranya daya adaptasi luas, tahan kekeringan, produksi tinggi, serta lebih tahan terhadap hama dan penyakit dibanding tanaman pangan lain. Selain itu tanaman sorgum memiliki kandungan nutrisi tinggi, sehingga sangat baik digunakan sebagai sumber bahan pangan maupun pakan ternak. Produksi sorgum Indonesia masih sangat rendah, bahkan secara umum produk sorgum belum tersedia di pasaran (KNP 2004).
32
Fatmawati dan M. Yasin HG.: Karakter Agronomis dan ...
memiliki kandungan nutrisi yang baik, bahkan kandungan proteinnya lebih tinggi dibanding beras dan jagung (Tabel 1). Poelhman (1993) melaporkan bahwa dalam endosperm biji sorgum terdapat asam amino essensial yaitu lysine yang dikontrol oleh gen resessif hl. Lysine berperan mengantisipasi penyakit busung lapar pada anak balita (Mertz 1992; Bjarnason dan Vasal 1992). Salah satu metoda untuk menghasilkan varietas sorgum adalah melalui seleksi sejumlah koleksi yang ada, namun jika variabilitas genetik rendah maka kecil kemungkinan untuk menghasilkan varietas. Dikemukakan oleh Granados (2002) dan Stoskopfet et al. (1993) bahwa perbaikan genetik dapat dilakukan untuk menghasilkan varietas unggulan yaitu dengan perbaikan dalam dan antar populasi (intra and inter population improvement). Populasi dasar sorgum umumnya dihasilkan dari introduksi dari CIMMYT, ICRISAT dan plasma nutfah lokal sebagai kekayaan alamiah. Balitsereal telah melakukan kegiatan seleksi sejumlah galur/varietas sorgum. Balitsereal telah melakukan uji kadar tannin 15 genotipe sorgum, dengan kadar 0,045–0,368%. Koleksi telah melalui uji pendahuluan pada tahun 2009, dilanjutkan uji adaptasi pada lokasi dan musim yang berbeda untuk mendapatkan varietas kadar tannin rendah dengan potensi hasil tinggi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakter agronomis dan hasil dari sejumlah genotipe sorghum yang akan digunakan dalam seleksi lanjutan untuk menghasilkan varietas unggul baru.
Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan di KP. Bontobili (Sulawesi Selatan) pada bulan Maret – Juni 2013. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Jarak tanam 75 x 25 cm, panjang baris lima meter, masing-masing galur/ varietas terdiri atas 4 baris per entri, ditanam 4 biji per lubang tanam. Lubang tanam di tutup dengan menggunakan abu sekam. Penjarangan dilakukan pada umur 14 hari setelah tanam (hst) yaitu dua tanaman per rumpun. Takaran pupuk yang digunakan adalah Urea 400 kg/ha, Ponska 300 kg/ha, dan KCl 100/ha. Pemupukan dilakukan dua kali yaitu satu minggu setelah (mst) tanam dengan pemberian 200 kg urea, 300 kg Ponska dan KCl 100 kg. Pemupukan kedua menggunakan 200 kg urea. Genotipe yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
1090A 1115-C 15006-A 15020-B 15103-A 15105-C 15105-D 15131-B
9. 4-183-B 10. 5-193-B 11. 67388 12. Buleleng Empok 13. KT247-1-1 14. Kawali 15. Numbu (Nomor 14 dan 15 adalah pembanding)
Data yang diamati adalah persentase tumbuh, umur berbunga, tinggi tanaman saat panen, bobot biomas saat panen, komponen hasil berupa bobot biji, skoring hama dan penyakit, dan kadar tanin, panjang malai, kadar gula brix, berat biji kering, berat 1000 bji.
Tabel 1. Kandungan nutrisi sorgum dan bahan pangan lainnya Unsur nutrisi Kalori (cal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Besi (mg) Posfor (mg) Vit. B1 (mg)
Beras 360 6,8 0,7 78,9 6 0,8 140 0,12
Kandungan/100 g Jagung Singkong Sorgum 361 146 332 8,7 1,2 11 4,5 0,3 3,3 72,4 34,7 73 9 33 28 4,6 0,7 4,4 380 40 287 0,27 0,06 0,38
Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1992).
33
Kedelai 286 30,2 15,6 30,1 196 6.9 506 0,93
Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol 1, No. 2, Januari 2016
Pada Tabel 4 dan Tabel 5 disajikan rataan pengamatan peubah dimana kisaran hasil biji yang diperoleh berkisar 1,47-2,97 t/ha. Hasil tertinggi diperoleh pada galur 15103-A yaitu 2,97 t/ha, dan 11,23% lebih tinggi dari varietas Numbu yang digunakan sebagai pembanding. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa untuk kegiatan seleksi dalam menghasilkan varietas terdapat galur atau entri yang hasil bijinya lebih tinggi dari varietas yang telah dilepas yaitu varietas Numbu. Seleksi berdasarkan hasil biji disebabkan karena karakter tersebut merupakan karakter daya hasil yang menjadi target pada kegiatan pemuliaan sorgum. Prihar dan steward (1991) menyatakan bahwa hasil tanaman sorgum tergantung pada lingkungan serta genotipe yang digunakan, Varietas pembanding Kawali memberikan produksi biji terendah yaitu 1,83 t/ha dan mempunyai selisih hasil 62,30% dari galur 15103A. Pengamatan pada peubah vegetatif menunjukkan galur 15103-A dan 4-183-13 memiliki bobot biomas tertinggi yaitu 28,58 t/ha, sedangkan galur 4-183-B memiliki bobot terendah yaitu 12,6 t/ha. Soenartiningsih dan Fatmawati (2013) menyatakan bahwa galur 15103-A mempunyai ketahanan terhadap penyakit bercak daun dengan intensitas serangan <10% dan tidak terdapat serangan pada busuk batang (Fusarium). Menurut Borrel et al. (2003) bobot biomas juga tergantung terhadap lingkungan. Pada Tabel 3 terlihat bahwa galur 15103-A mempunyai bobot biomas yang tertinggi, hal ini diduga galur tersebut mempunyai kemampuan mengakumulasi tanaman sehingga lebih toleransi terhadap lingkungan. Hal ini sejalan dengan peubah lainnya yaitu bobot biji lima tanaman, bobot lima malai kering dan bobot malai basah. Sedangkan pada peubah yang lain perbedaan tersebut tidak nyata .Pada tabel 3 terlihat bahwa terdapat dua peubah yang lebih tinggi dibanding varietas chek terbaik Numbu yaitu bobot malai kering dan bobot biji kering dari lima sample tanaman, kisaran perbedaan dari dua peubah tersebut adalah 7,5% lebih unggul galur 15103-A. Hasil bobot biji tertinggi dari penelitian ini adalah 2,97 t/ha, setara dengan hasil yang dicapai yaitu berkisar 2,5-3,3 t/ha apabila pertanaman sorgum diberikan air 433-488 mm selama masa pertumbuhannya (Aqil dan Bunyamin 2013). Peubah komponen agronomis lainnya tidak memperlihatkan perbedaan nyata antara galur yang di uji dengan varietas pembanding.
Hasil dan Pembahasan Sifat Fisik dan Kimia Tanah Lingkungan penelitian mempunyai tekstur tanah liat geluhan dengan persentase debu yang cukup tinggi. Tanah tergolong masam dengan pH = 5. Lahan mempunyai kandungan nitrogen yang rendah dan Kalium tergolong sedang, Kandungan bahan organik juga tergolong sedang. Lokasi penelitian tergolong dataran rendah dengan ketinggian <10,0 m dpl, tipe lahan berdasarkan sistim klasifikasi oldeman adalah tipe C2. Sifat fisik dan kimia tanah disajikan pada Tabel 2. Tabel 2.Sifat Fisik dan Kimia Tanah di Lokasi Penelitian Penetapan Tekstur (%) : liat debu pasir pH - air (1 : 2,5) - KCl (1 : 2,5) Bahan Organik (%) N – total (%) - C/N
KP. Btbili 17 55 28 5,0 4,3 4,72 0,10 27,0
P - Olsen (ppm) KTK (me/100 g) - K - Ca - Mg - Na Al - dd (me/100 g) H+ (me/100 g) NTK (me/100 g) Kejenuhan Al Kejenuhan basa (%) Ketinggian mdpl Tipe lahan Tipe tanah Tipe iklim
0,54 2,48 1,24 0,15 0,44 14,52 30,0 < 10,0 L.K Ultisol C2
Kriteria
Masam Masam Sedang Rendah Sangat tinggi
Sedang Rendah Sedang Rendah
Tinggi Rendah
Karakter Komponen Hasil Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh nyata dari beberapa komponen hasil seperti bobot biji, bobot malai kering dan basah, kadar air saat panen, dan bobot biomas (Tabel 3). Peubah komponen agronomis yang tidak nyata adalah tinggi tanaman, sedangkan komponen generatif adalah bobot lima malai baik basah maupun kering, bobot biji lima tanaman, kadar air saat panen, kadar gula, panjang malai dan bobot 1000 biji.
34
Fatmawati dan M. Yasin HG.: Karakter Agronomis dan ...
Tabel 3. Analisis sumber keragaman peubah agronomis dan hasil sorgum, Bontobili 2013 Peubah Bobot biji (t/ha) Bobot malai kering (t/ha) Bobot malai basah (t/ha) Kadar air malai (%) Biomas (t/ha) Bobot 5 malai basah (t/ha) Bobot 5 malai kering (gr) Bobot biji 5 tanaman (gr) Kadar air (%) Kadar gula, brix Panjang malai (cm) Bobot 1000 biji (gr) Tinggi tanaman (cm)
Kuadrat Tengah 0,633** 1,126** 1,704* 283,642* 50,164* 406,785tn 187,446tn 105,438tn 38,093tn 119,923tn 21,853tn 1166,044tn 9086,525tn
Galat 0,141 0,251 0,477 80,551 15,980 528,058 298,379 167,838 41,664 39,66 10,963 913,475 6423,881
BNT(5%) 0,444 0,593 0,817 1,156 4,73 -
BNT (1%) 0,600 0,800 1,102 1,560 6,38 -
Ket.: tn: tidak nyata * : berbeda nyata taraf kepercayaan 95% ** : berbeda sangat nyata taraf kepercayaan 99%
Tabel 4. Peubah komponen agronomis dan hasil genotipe sorgum, Bontobili, 2013
Genotipe 1090-A 115-C2 15006A 15020-B 15103-A 15105-C 15105-D 15131-B 4-183-B 5-193-B 67388 B.Empok KT24711 Konrol Kawali Numbu Rataan (t/ha) KK (%)
2,63 2,67 2,07 2,33 2,97 2,33 2,07 1,90 1,40 1,97 1,47 2,17 2,67
Bobot malai kering (t/ha) 3,51 3,56 2,76 3,11 3,96 3,11 2,76 2,53 1,87 2,62 1,96 2,89 3,56
1,83 2,69 2,21
2,44 3,50 2,95
4,13 4,71 3,74
40,1 25,4 19,8
21,38 25,82 20,09
106,67 86,67 96,92
17,10
17,00
18,47
22,92
19,89
23,71
Bobot biji (t/ha)
Bobot malai basah (t/ha)
Kadar air malai (%)
Bobot biomas (t/ha)
Bobot malai basah (gr/5 tanaman)
4,36 4,24 3,27 3,67 5,13 3,87 3,02 2,96 2,31 2,93 3,60 3,69 4,18
19,5 14,6 15,6 14,0 21,3 17,3 8,4 14,2 18,7 9,9 42,3 20,8 15,0
18,00 17,82 20,98 24,04 28,58 23,38 17,56 17,82 12,62 19,42 18,53 15,56 19,91
100,0 96,43 97,67 76,93 116,13 100,81 86,91 113,24 81,03 100,35 110,00 88,30 93,33
35
Buletin Penelitian Tanaman Serealia Vol 1, No. 2, Januari 2016
Tabel 5. Peubah komponen agronomis dan hasil genotipe sorghum. Bontobili, 2013 Genotipe 1090-A 115-C2 15006A 15020-B 15103-A 15105-C 15105-D 15131-B 4-183-B 5-193-B 67388 B.Empok KT24711 Kontrol Kawali Numbu Rataan (t/ha) KK (%)
Bobot malai kering (gr/5 tanaman) 73,33 63,13 72,73 55,16 76,37 65,97 62,92 82,67 59,15 73,26 70,87 66,16 64,33
Bobot biji kering (gr/5 tanaman 55,00 47,50 54,55 41,37 57,28 49,48 47,17 62,00 44,36 54,94 56,90 49,62 48,25
71,00 56,67 67,93 25,43
53,25 42,50 50,95 25,43
26,67 34,55 25,41 28,10 34,00 35,41 27,00 27,00 27,00 27,00 30,30 24,34 31,22
Kadar gula, brix 12,3 14,7 6,3 9,7 7,00 15,3 17,0 4,0 9,7 13,7 12,3 14,7 12,7
Panjang malai (cm) 26,6 32,5 24,6 24,9 24,1 24,1 29,0 23,5 23,4 28,5 25,9 27,2 27,8
Bobot 1000 biji (gr) 297,2 274,2 306,2 308,8 278,8 264,3 261,8 263,8 236,6 288,8 267,3 282,6 293,9
Tinggi tanaman, cm 217,3 134,6 294,1 201,0 191,4 314,2 212,9 205,2 194,4 270,9 315,2 266,1 249,0
32,89 32,22 29,56 21,83
7 10,3 11,49 39,15
26,4 22,1 26,1 12,70
307,5 321,3 285,3 10,59
224,7 322,6 240,9 33,23
Kadar air biji (%)
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2007. Program pengembangan tanaman sorgum di Indonesia. Departemen Pertanian.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa galur yang unggul dan potensi hasil tinggi dibandingkan varietas yang telah dilepas yaitu Numbu dan Kawali. Rataan hasil biji adalah 2,97 t/ha pada genotype 15103-A lebih tinggi dari pembanding terbaik varietas Numbu sebanyak 11,23%, dan terhadap Kawali lebih tinggi 62,30%. Keunggulan lain dari galur 15103-A adalah karakter fenotifik tanaman diantaranya bobot malai kering, bobot malai basah, biomas dan bobot malai basah lima tanaman. Galur unggulan mempunyai adaptasi baik dan menghasilkan biomas lebih tinggi 10,68-33,67% dibanding varietas Kawali dan Numbu. Galur 15103-A memiliki prospek untuk dapat di lepas setelah melalui fase uji multi lokasi.
Granados. G., 2002. Population Improvement of Maize. Maize Breeding Devision of CIMMYT. Adiestramiento en maize. CIMMYT El Batan Mexico. p.2 KNP (Komisi Nasional Plasma Nutfah). 2004. Traktat Internasional Sumber Daya Genetik Tanaman. Untuk Pangan dan Pertanian. Kumpulan Bahan Ratifikasi, Departemen Pertanian. 74 hal. Mertz, E. T. 1992. Discovery of High Lysine, High Tryptophan Cereals. Department of Agronomy. Purdue University West Lafayette. Indiana. The American Association of Cereal Chemists St. Paul. Minnesota. USA:94-95 Poehlman, J. M. 1993. International Sorghum Breeding Programs. Breeding field crops. University of Missouri, Columbia. An Avi Book. New York. 541 p.
Daftar Pustaka Aqil, M. dan Z. Bunyamin. 2013. Optimalisasi pengelolaan agroklimat pertanaman sorgum. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Meningkatkan Peran Penelitian Serealia Menuju Pertanian Bioindustry. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros p. 371
Prihar, S.S. and B.A. Stewart. 1991. Sorghum harvest index in relation to plant size, environment and cultivar. Agronomy Journal 83(3):603-608 Soenartiningsih dan Fatmawati. 2013. Reaksi beberapa varietas/galur sorgum terhadap panyakit utama. Prosiding seminar nasional serealia. Meningkatkan peran penelitian serealia menuju pertanian bioindustry. Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Bjarnason. M. and S. K. Vasal. 1992. Breeding of QPM. CIMMYT. Lisboa 27. D. F.. Mexico:182 Borrel A, Van Oosterom E, Hammer G, Jordan D, Douglas A. 2003. The physiology of ”stay green” in sorgum. Proceeding of the 11th Australian agronomy Conference. 2-6 February 2003
36
Fatmawati dan M. Yasin HG.: Karakter Agronomis dan ...
Stoskopf. N. C., Tomes. D. T., and Christie B. R., 1993. Plant Breeding. Westview Press. Oxford. 475 p. Suarni dan I. U. Firmansyah. 2012. Potensi Sorgum sebagai bahan subtitusi beras, terigu dalam diversifikasi pangan. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Inovasi tekhnologi mendukung swasembada jagung dan diversifikasi pangan. Maros 3-4 Oktober 2011. Balai Penelitian Tanaman Serealia
37
PEDOMAN BAGI PENULIS RUANG LINGKUP. Buletin Serealia memuat tulisan primer hasil penelitian tanaman serealia dari berbagai disiplin ilmu mencakup plasmanutfah dan pemuliaan, fisiologi/budidaya, perlindungan tanaman, pascapanen, dan sosial ekonomi termasuk kebijakan pengembangan tanaman serealia. Naskah yang dikirim untuk diterbitkan hendaknya belum pernah diterbitkan atau sedang dikirimkan untuk diterbitkan di penerbitan lainnya. BAHASA. Buletin Serealia memuat karangan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Setiap naskah dilengkapi dengan abstrak Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Bahasa Indonesia yang digunakan mengikuti aturan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa). NASKAH. Naskah yang dikirim adalah naskah primer; disusun dengan urutan;Judul tulisan (dwi bahasa). Nama penulis (disertai nama lembaga asal penulis dan alamatnya, termasuk email penulis); Abstrak Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (lengkap dengan judul dan kata kunci untuk masing-masing abstrak); Pendahuluan, diikuti Sub-Judul (sesuai dengan materi tulisan); Kesimpulan, Ucapan Terima Kasih (bila perlu), diakhiri dengan Daftar Pustaka. Panjang Abstrak maksimal 250 kata. Naskah. Diketik dengam program MS Word, Times New Roman 12 point, dua spasi, jarak kanan dan kiri 2 cm dari pinggir kertas. Panjang naskah maksimal 20 halaman A4 termasuk tabel dan gambar. Naskah tercetak diserahkan ke Redaksi rangkap 2 (dua), disertai file. File gambar asli harus disertakan. Pustaka (literatur). Komposisi pustaka acuan adalah 80% terbitan lima tahun terakhir dan 80% dari terbitan sumber acuan primer. Pengacuan pustaka (literatur) di dalam teks menggunakan nama penulis, diikuti tahun terbit tulusan. Setiap pustakan yang disitir harus tercantum dalam daftar pustaka, dan disusun menurut abjad sesuai nama penulis. Pustaka harus mencerminkan secara benar tetang judul tulisan, penulis (-penulis), halaman, penyunting (jika bagian dari suatu buku, prosiding, bunga rampai), penerbit, dan kota terbit. Penyingkatan judul terbitan dan penerbit harus mengikuti aturan standar. Tabel. Jumlah kolom, panjang baris, dan penggunaan digit dalam tabel hendaknya tidak berlebihan. Setiap tabel harus diberi judul secara singkat tetapi jelas dengan keterangan secukupnya, sehingga dapat disajikan secara mandiri. Tiap tabel harus disitir dalam teks. Ilustrasi. Ilustrasi berupa gambar (termasuk foto, grafik, bagan, dan yang lainnya), harus tajam dan jelas sehingga memungkinkan pengecilan dalam proses pencetakan. Ilustrasi yang dibuat dengan program komputer atau foto digital hendaknya disertakan file aslinya. Setiap gambar harus diberi nomor urut dan disitir dalam teks. Keterangan yang dimuat pada ilustrasi harus cukup jelas agar disajikan secara mandiri. Satuan Ukuran. Di dalam teks, tabel, dan ilustrasi menggunakan sistem metrik atau Satun Internasional (SI) misalnya dalam satuan micron, mm, cm, kg, untuk panjang: cm 3, liter untuk volume; dan g, kg, ton untuk bobot. Hindari pemakaian satuan yang berlaku terbatas, misalnya kuintal, pikul, dan lain sebagainya. PROSES PENYUNTINGAN. Redaksi berhak melakukan koreksi dan perbaikan serta mengubah format sesuai dengan kebijakan Redaksi tanpa mengubah maknanya. Redaksi berhak menolak naskah yang tidak sesuai atau tidak mengikuti pedoman penulisan. Redaksi akan mengembalikan naskah kepada penulis untuk diperbaiki seuai dengan koreksi Redaksi atau Mitra Bestari. Penulis diharapkan segera mengembalikan perbaikan naskah agar dapat diterbitkan pada waktunya. Kepada penulis pertama diberikan dua eksemplar Buletin Serealia ditambah 5 eksemplar cetak lepas (reprint).