PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT DALAM KONSENTRAT UNTUK DOMBA YANG MENDAPAT SILASE RUMPUT RAJA SEBAGAI PAKAN DASAR I-W . MATHIUS, D . LUBIS, E . WINA, D . P . NURHAYATI,
dan I.G .M .
BUDIARSANA
Balai Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogor 16002, Indonesia (Diterima dewan redaksi 6 Januari 1997) ABSTRACT D . LUBIS, E . WINA, D . P . NURHAYATI, and I .G.M . BUDIARSANA . 1997 . Additional calcium carbonate into concentrate diet for sheep fed ensiled king grass as a based-diet . Jurnal Ilmu Ternak dan Peteriner 2 (3) : 164-169 . MATHIUS, I-W .,
In order to ascertain the effect of additional calcium carbonate into concentrate diet, on the performance of sheep fed ensiled king grass as a basal diet, a trial was conducted using 28 growing sheep ( average body weight 17 _+ 1 .4 kg). Based on body weight, the animals were grouped and randomized into four dietary treatments in block randomized design . Dietary treatments were (i) chopped king grass + 400 g of concentrate, (ii) ensiled king grass + 400 g concentrate + 0 % of calcium carbonate, (iii) ensiled king grass + 400 g concentrate + 5 % calcium carbonate and (iv) ensiled king grass + 400 g concentrate + 10 % calcium carbonate . Results showed that offering 5 % of calcium carbonate into concentrate diet increased (P < 0 .05) dry matter and nutrient intake of silage, but digestibility coefficients were similar (P > 0 .05) for all groups . No differences in the apparent digestibility of the nutrient components were observed, but crude protein decreased significantly (P < 0 .05) . A significant relationship ( P < 0 .01) was found between nitrogen intake (NI) and nitrogen retention (NR), and the equation was NR = - 0.1848 + 0.3788 NI ( r = 0.9 ) . Based on data found that feeding only ensiled king grass as a single diet could not meet the maintenance requirement of energy and protein, therefore, additional energy and crude protein sources is needed . Keywords : Silage, king grass, growing sheep ABSTRAK D . LUBIs, E. WINA, D . P. NURHAYATI, dan I .G .M . BUDIARSANA . 1997 . Penambahan kalsium karbonat dalam konsentrat untuk domba yang mendapat silase rumput raja sebagai pakan dasar. Jurnal Ilmu Ternak dan I'eteriner 2 (3): 164-169 . MATHIUS, I-W .,
Untuk mengetahui pengaruh penambahan kalsium karbonat dalam pakan penguat terhadap kinerja domba yang mendapat silase rumput raja sebagai pakan dasar, suatu percobaan telah dilakukan dengan menggunakan 28 ekor domba (rataan bobot hidup 17 ± 1,4 kg) dalam suatu rancangan acak lengkap . Berdasarkan bobot hidup, temak dikelompokkan dan diacak untuk mendapat salah satu dari tiga perlakuan pakan yang disiapkan . Perlakuan pakan dimaksud adalah (i) cacahan rumput raja segar + 400 g konsentrat, (ii) silase + 400 g konsentrat + 0% kalsium karbonat, (iii) silase +400 g konsentrat + 5% kalsium karbonat dan (iv) silase + 400 g konsentrat + 10% kalsium karbonat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemberian kalsium karbonat sebanyak 5% dari bahan kering pakan konsentrat meningkatkan konsumsi bahan kering dan nutrien secara nyata (P < 0,05), tetapi koefisien cema komponen nutrien pakan oleh domba adalah sama (P > 0,05) untuk semua kelompok perlakuan . Tidak diperoleh perbedaan kecemaan nutrien pada pengamatan ini, kecuali untuk protein kasar terjadi penurunan secara nyata (P < 0,05). Diperolch hubungan yang nyata (P < 0,05) antara konsumsi nitrogen (KN) dan retensi nitrogen (RN) dan mengikuti persamaan RN =- 0,1848 + 0,3788 KN (r = 0,9) . Berdasarkan data yang diperoleh, pemberiaan silase rumput raja sebagai pakan tunggal tidak dapat memenuhi kebutuhan energi dan protein untuk pokok hidup, sehingga penambahan sumber energi dan protein diperlukan . Kata kunci: Silase, rumput raja, domba pertumbuhan
PENDAHULUAN Pengawetan hijauan pakan merupakan bagian dari sistem produksi temak untuk dapat menyediakan pakan hijauan yang berkelanjutan sepanjang tahun. Salah satu cara pengawetan pakan adalah dengan membuat silase melalui suatu proses fermentasi dingin yang dikenal dengan ensilase (FORBES et al.,1967) . Namun demikian, pengawetan dalam bentuk silase sering menimbulkan permasalahan lain. Silase yang dihasilkan terkadang memiliki tingkat keasaman yang tinggi sehingga kurang disenangi temak. Untuk menetralisir tingkat keasaman cairan rumen temak, sebagai akibat mengonsumsi silase,
164
maka perlu diberikan/ditambahkan suatu bahan pakan tertentu (NICHOLSON dan CUNNINGHAM, 1964; FAHRAN dan THOMAS, 1978) . Salah satu bahan yang dapat dipakai dan mudah diperoleh adalah kalsium karbonat (CaCO,) yang dapat digolongkan pada kelompok yang bermuatan negatif dan mempunyai kemampuan mengikat unsur lain yang bermuatan positif. Diharapkan CaCO, dapat mengikat kation selain dapat mengabsorbsi gas yang berada di sekitamya (dalam hal ini N-amonia), dan diharapkan dapat menekan kondisi rumen ke arah normal. Kondisi rumen yang normal diharapkan dapat menmgkatkan konsumsi bahan keying dan meningkatkan kinerja temak yang bersangkutan.
Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 2 No . 3 Th . 1997
MATERI DAN METODE Proses ensilase Pembuatan silase dilakukan dengan menggunakan nlmput raja (Pennisetum purpureophoides) dengan umur potong lebih kurang 40 hari. Cacahan rumput segar (panjang 2 cm) dimasukkan dalam karung plastik (kapasitas 40 kg), ditekan dengan injakan hingga cukup padat dan ditutup. Untuk mencegah masuknya udara dari luar maka karung plastik yang telah terisi cacahan nunput tersebut dimasukkan dalam kantong plastik kedua (polyethylene) dan disimpan selama 21 hari pada suhu udara kamar. Setiap hari sejumlah lima kantong plastik dibuat agar dalam pengujian biologis silase, waktu/umur silase seragam, yakni 21 hari. Pengambilan contoh bahan untuk pengujaan laboratorium dilakukan saat kantong silase dibuka, demikian juga dengan pengukuran tingkat keasaman silase dan kandungan asam atsiri bahan. Silase contoh kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven (60° C selama 48 jam) untuk dianalisis kandungan nutriennya. Uji biologis Uji biologis silase mmput raja dilakukan dengan menggunakan ternak domba. Dua puluh delapan ekor domba betina lokal dengan rataan bobot hidup 17 kg (± 1,4 kg) dipilah menjadi 10 kelompok atas dasar bobot hidup dan ditempatkan pada kandang individu ( 1,0 x 1,5 m) yang dilengkapi dengan palaka (tempat pakan) dan minum (ember plastik hitam kapasitas 5 liter) dan secara acak mendapat salah satu dari pakan percobaan yang telah disiapkan . Pakan percobaan adalah (RI) cacahan nunput raja segar ditambah konsentrat komersial (Tabel 1) sebanyak 400 g per ekor per hari (kontrol positif), (R2) silase nimput raja ditambah 400 g konsentrat komersial ditambah 0% CaCO,, (R3) silase ditambah 400 g konsentrat komersial ditambah 5% CaCO, dan (R4) silase ditambah 400 g konsentrat komersial ditambah 10% Ca CO, . Cacahan nunput raja segar, silase dan air minum diberikan secara bebas, sedangkan penambahan kalsium karbonat didasarkan pada bahan kering konsentrat. Pengambilan contoh silase untuk kepentingan laboratorium dilakukan dengan mengambil sub-contoh pada bagian atas, tengah dan bawah segera setelah kantong plastik dibuka. Parameter yang diamati adalah tingkat produksi (perubahan bobot hidup), konsumsi ransom dan kecernaan selama pengamatan. Pengukuran bobot hidup (BH) dilakukan sekah seminggu dengan cara menimbang ternak sebelum diberi makan. Untuk pengukuran konsumsi dan kecernaan pakan, dilakukan penimbangan jumlah pemberian, sisa pakan, feses dan urin. Analisis protein kasar dilakukan dengan cara mengukur kandungan nitrogen total, sedangkan kandungan serat (serat deterjen netral/SDN dan serat deterjen asam/SDA)
dilakukan sesuai petunjuk ROBERTSON dan VAN SOEST (1981). Pengukuran kandungan energi contoh digunakan adiabatic bomb calorimeter (Gallenkamp Autobomb), sedangkan untuk volatile fatty acid (VFA) dilakukan dengan menggunakan gas liquid chromatography (GLC). Retensi nitrogen diketahui dengan mengurangi jumlah nitrogen (N) yang dikonsumsi dengan N yang keluar melalui feses dan urin. Perhitungan energi termetabolisasi (EM) diasumsikan setara dengan 0,62 konsumsi energi, sedangkan energi dalam urin disetarakan dengan (N-urin g x 6,25 x 1,2) (SHIRLEY, 1986) . Perolehan data dianalisis dengan sidik ragam dan menggunakan paket SAS (1978), sedangkan untuk menguji nilai rataan dipergunakan uji polinomial ortogonal . Tabel 1 .
Komposisi nutrien pakan percobaan
Uraian
BK (%)
PK SDN SDA -------- (%BK) --w-----
Energi (K]/g)
-segar
15,31
9,58
65,6
67,1
16,85
-silase
31,0
11,7
41,8
44,2
16,42
Konsentrat komersial
90,6
15,94
44,95
12,1
16,89
Rumput raja
Keterangan : BK : bahan kering PK : protein kasar SDN : serat deterjen netral SDA : serat deterjen asam.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas silase Pembuatan silase dengan menggunakan lapisan ganda memberikan hasil yang cukup baik. Bau asam yang tercium dan warna hijau yang terlihat mempakan ciri tingkat keberhasilan proses pembuatan silase. Tingkat keasaman silase bervariasi 4,7 - 5,3 dengan rataan 5,12 + 0,318 . Tingkat keasaman silase pada pengamatan ini adalah 0,8 unit lebih tinggi jika dibandingkan dengan tingkat keasaman silase yang dilaporkan WILKINS et al. (1971) . Tingkat kepadatan bahan silase tertentu diperlukan agar tumpukan bahan silase tersebut benar-benar bebas udara dan mikroorganisme yang tidak diinginkan tidak berkembang . Sebagai akibatnya, nutrien yang seharusnya diharapkan masih tersimpan dalam bahan silase makin berkurang. Pengamatan komposisi nutrien silase (Tabel 1), menunjukkan bahwa perlakuan awetan fermentasi dingin meningkatkan kadar bahan kering dan protein kasar, sementara kandungan energi silase menurun. Meningkatnya kandungan protein kasar silase dimungkinkan karena berkurangnya kandungan SDN dan 165
1-W . MATHius et al. : Penambahan Kalsium Karbonat dalam Konsentrat untuk Domba
hilangnya komponen tertentu yang mudah larut. Mikroorganisme yang telah ada pads bahan dasar silase memanfaatkan ketersediaan nutrien yang mudah larut (seperti karbohidrat) untuk perkembangbiakan clan kegiatan lainnya dari mikroorganisme . Konsekuensinya kandungan energi silase lebih rendah dari rumput raja. Terpakainya karbohidrat mudah larut menyebabkan kadar serat (SDN clan SDA) menurun. Penduga lain yang pada umumnya dipergunakan sebagai tolak ukur tingkat keberhasilan proses ensilase adalah kandungan asam lemak terbang, utamanya asam butirat clan asetat . Pada pengamatan ini rataan kadar asam butirat adalah 54,5 g/kg BK silase clan kadar asam asetat silase adalah 128 g/kg BK silase. WILKINS et al. (1971) melaporkan bahwa kadar asam asetat silase berpengaruh negatif terhadap konsumsi bahan kering silase. Menurut BALCH clan CAMPLING (1962), asam asetat menekan tingkat keasaman cairan rumen clan menurunkan selera makan temak yang bersangkutan . Dengan mengetahui kadar asam lemak terbang silase yang dipergunakan sebagai indikator tingkat mutu silase, maka dapat dikatakan bahwa silase pada pengamatan ini berkualitas rendah clan ditandai dengan kandungan asam butirat clan asetat yang cukup tinggi, yakni sebanyak 6 clan 4%. WILKINS et al. (1971) melaporkan bahwa silase yang baik mengandung asetat sebesar 2% dengan tingkat keasaman di bawah 4,2. Konsumsi clan kecernaan Meskipun mutu silase yang dihasilkan belum mencapai target yang diinginkan, tingkat kesenangan domba terhadap silase cukup memuaskan. Hal ini di tandai dengan kemampuan domba mengonsumsi silase yang disediakan (Tabel 2). Waktu yang dibutuhkan untuk dapat beradaptasi clan mengonsurnsi silase secara maksimal adalah 16 hari. Selama periode adaptasi, konsumsi bahan kering secara berangsur-angsur meningkat dengan makin berkurangnya tingkat pemberian hijauan segar. Rataan konsumsi bahan kering silase oleh domba yang mendapat pakan dasar silase adalah 312 g/ekor atau 37,9 g/kgBH°.'s , yang berarti 16,3 g unit/ kgBH°''S lebih tinggi (P< 0,05) dari pada konsumsi bahan kering oleh domba yang mendapatkan rurnput raja segar. DEMAQUILLY (dikutip oleh ORR et al., 1983) melaporkan bahwa kemampuan temak untuk mengonsumsi pakan silase lebih rendah jika dibandingkan dengan apabila diberikan dalam keadaan segar. Rendahnya tingkat/ kemampuan temak untuk mengonsumsi silase disebabkan oleh tingginya kadar N-amonia clan asam lemak atsiri (volatile fatty acids/VFA), sebagai yang dilaporkan ORR et al. (1983) . Untuk dapat meningkatkan kemampuan temak agar dapat mengonsumsi silase lebih banyak perlu dilakukan penambahan asam format yang berfungsi menurunkan kadar N-amonia (ORR et al., 1983). Pengamatan yang dilakukan oleh CUSHNAHAN clan GORDON (1995), menunjukkan bahwa penambahan asam 166
format dapat menurunkan kadar N-amonia sampai sebanyak 10% clan tingkat konsumsi bahan kering meningkat hampir setara dengan tingkat konsumsi bahan kering apabila diberikan dalam bentuk segar. Konsurnsi BK maksimal pada pengamatan ini adalah 40,74 g/kgBH°''S, yakni pada temak yang mendapat perlakuan pakan dasar silase dengan tambahan kalsium karbonat sebesar 5%. CUSHNAHAN et al. (1994) melakukan pengamatan pemanfaatan silase pada domba sebagai model untuk menduga konsumsi silase oleh sapi perah . Penambahan bahan imbuhan ke dalam silase pada saat proses pembuatan, temyata dapat meningkatkan konsumsi harian bahan kering silase oleh sapi perah dengan rataan 83g/kg BH° .'s . Sementara kemampuan temak domba untuk mengonsumsi BK silase adalah 41 rs. &gBIf' Hasil analisis data menunjukkan bahwa konsumsi BK sangat dipengaruhi (P < 0,01) oleh komponen bobot hidup (BH), energi yang dikonsumsi (KE) clan serat pakan yang dikonsumsi (serat deterjen asam/SDA clan/ atau serat detetjen netral/SDN) clan hubungannya mengikuti persamaan sebagai berikut : a. KBK = 22,51 - 1,38 BH + 45,21 KE + 0,59 KSDA; r=0,9** b. KBK = 18,88 - 1,16 BH + 29,86 KE + 0,76 KSDN; r = 0,9** c. KBK = 4,60 - 0,301 BH + 63,29 KE; r = 0,9** d. KBK = 32,07 - 1,95 BH + 1,46 KSDA; r = 0,9** . Keterangan : KBK BH KE KSDA KSDN **
: konsumsi bahan kering (g%BH°''s) : bobot hidup metabolis (kg°' ?5 : konsumsi energi (MJ/kgBH°') : konsumsi serat deterjen asam (g/kgBH °'rsl : konsumsi serat deterjen netral (g/kgBH°'~S) :(P<0,01)
Dari persamaan tersebut maka untuk menduga kebutuhan bahan kering seekor domba dapat diketahui dengan pasti. Hal ini penting kaitannya dengan efisiensi pemanfaatan pakan dalam suatu petemakan komersial. Peningkatan konsumsi bahan kering meningkatkan konsumsi nutrien dari pakan perlakuan . Penambahan CaCO, sebanyak 5% ke dalam pakan konsentrat cende rung menngkatkan konsumsi nutrien (g/kg BH °'' S ), meskipun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05) (Tabel 2). Rataan konsumsi EM oleh domba mendapat pakan dasar silase adalah yaNi , sedangkan 0,80 MJ/kg BH konsumsi EM oleh domba yang mendapat pakan dasar rumput raja segar hanya mencapai 0,62 MJ/kgBH °.'s atau 0,18 MJ unit lebih rendah. Bila diasumsikan bahwa setiap gram PBBH membutuhkan 33,7 kJ EM, dengan tingkat efisiensi EM menjadi 1 g PBBH adalah 75% (RATTRAY, 1974), maka untuk PBBH sebesar 31,4 g dibutuhkan 1,61 MJ EM. Keadaan, tersebut memberi gambaran bahwa dari rataan 6,17 MJ EM yang dipasok dari pakan, 5,235 MJ EM
Jurnal llmu Ternak dan Veteriner Vol. 2 No . 3 Th. 1997
diperuntukkan bagi kebutuhan hidup pokok temak yang bersangkutan . Dengan perkataan lain, kebutuhan hidup pokok domba lokal Indonesia yang sedang tumbuh adalah 0,552 MJ/kgBH°''S . Kebutuhan EM tersebut lebih rendah 0,068 MJ unit dari nilai yang dilaporkan terdahulu (MATHIUS et al., 1997). Dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan ORSKov dan RYLE (1990), yakni 0,420 MJ EM/kg BH °''S, maka nilai yang diperoleh pada pengamatan ini 0,1978 MJ unit lebih tinggi, namun 0,043 MJ lebih rendah dari yang dilaporkan HARYANTo dan DJAJANEGARA (1992) . Sementara KEARL (1982) melaporkan bahwa domba muda (BH 25 kg) membutuhkan EM sejumlah 0,389 MJ/kg BH° "S untuk hidup pokok. Tingginya nilai yang diperoleh pada pengamatan ini menunjukkan pengaruh banyak faktor, antara lain perbedaan temak, jenis pakan, tatalaksana pengamatan dan lingkungan musim yang perlu diperhatikan dalam membandingkan kebutuhan temak akan energi (RATTRAY, 1974). Dari Tabel 2 terlihat bahwa rataan penyediaan EM yang berasal dari pakan silase adalah 0,387 MJ EM/kg BH °as, sedangkan pakan hijauan rumput sear hanya mampu menyediakan 0,222 MJ EM/kg BH ''S . Nilai tersebut lebih rendah dari kebutuhan EM untuk hidup pokok domba muda, sebagai yang diperoleh pada penelitian ini (0,552 MJ EM/kg BH 0,75) . Data tersebut menunjukkan bahwa pemberian silase rumput raja sebagai pakan tunggal belum mampu memenuhi kebutuhan EM hidup pokok domba dan oleh Tabel 2.
karena itu dalam pemanfaatan silase rumput raja sebagai pakan tunggal perlu diberikan tambahan pakan lain sebagai sumber energi, misalnya molase . Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perbedaan pakan dasar membenkan kencemaan bahan keying (BK) yang tidak berbeda (P > 0,05). Demikian pula kecernaan BK antara perlakuan dan pakan dasar yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05) (Tabe13). Oleh karena itu dampak respon kinerja Tmak yang cenderung meningkat (P> 0,05) sebagai akibat pemberian pakan dasar yang berbeda lebih dimungkinkan oleh perbedaan nutrien yang dikonsumsi. Pertambahan bobot hidup harian domba yang mendapat perlakuan pakan yang berbeda tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05), dengan rataan 31,74 g, meskipun pasokan EM asal pakan antara temak yang mendapat perlakuan pakan dengan ransum dasar silase dan rumput raja sear cukup banyak, yakni 0,18 MJ untuk setup kg BH° ' 5 . Rendahnya respon kinerja domba (Tabel 2) terhadap kelebihan pasokan EM tersebut dimungkinkan oleh besamya variasi respon antara temak domba yang dipergunakan pada pengamatan ini. Untuk memperkecil variasi respon temak terhadap kelebihan EM yang dikonsumsi, maka sebaiknya dipergunakan Tmak domba yang memiliki keragaman genetik yang kecil atau jumlah ulangan temak yang lebih banyak.
Konsumsi nutrien dan kinerja domba yang mendapat pakan dasar yang berbeda
Uraian Konsumsi (g/ekor) : Bahan kering : hijauan, total BK Protein kasar SDN SDA Energi (MJ) EM(MJ)* PBHH (g) Konsumsi (g/kgBH 11''5) : Bahan kering, Protein kasar, SDN, SDA, Energi (MJ) EM (MJ)*
R1
R2
R3
R4
183,8 a 547,0 a 75,9 a 284,0 a 120,0 a 8,5 a 5,27a 27,8
276,3 6 640,0 b 90,6 b 348,0 b 166,0 b 9,9b 6,14b 32,1
339,5 c 703,0 c 98,0 c 391,0 c 194,0 c 10,9 c 6,76b 33,6
321,2 be 685,0 be 95,9 be 378,0 be 186,0 be 10,6 be 6,57b 35,5
12,06 12,06 1,37 8,06 5,28 0,40 0,27 4,69
64,8 a 9,0 a 33,7 a 14,3 a 1,00 a 0,62 a (0,222)
81,1 b 11,5 b 44,9 b 21,0 b 1,26 b 0,78 b (0,356)
84,7 b 11,8 b 47,1 b 23,4 b 1,33 b 0,82 b (0,416)
81,7 b 11,4 b 45,2 b 22,2 b 1,28 b 0,79b (0,390)
2,54 0,33 1,49 0,84 0,04 0,02
Simpangan Baku
Keterangan : -*diasumsikanEM= 0,62 x EnergiKonsumsi (ORSKOv dan RYLE, 1990) . - ( ) nilai yang berasal dari pakan hijauan - a,b,c nilai yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05) - SDN, serat deteden netral - SDA, serat deteden asam - EM, energi termetabolis - PBBH, pertambahan bobot hidup harian
167
I-W.
MATHius
et al. : Penambahan Kalsium Karbonat dalam Konsentrat untuk Domba
Retensi nitrogen
Tabel3.
Perbedaan jumlah nitrogen yang dikonsumsi dan yang dikeluarkan dari tubuh, baik melalui feses maupun urin merupakan gambaran tingkat nitrogen yang dapat dimanfaatkan dan sekaligus menggambarkan taraf efisiensi pemanfaatan nitrogen. Secara umum pada Tabel 3 terlihat bahwa perlakuan pakan, baik silase maupun rtunput raja segar memberi gambaran retensi-N yang positif Hubungan antara jumlah nitrogen (X; g/kgBH°") yang dikonsumsi dan yang tertinggal (Y) adalah Y = 0,1848 + 0,3788 X; dengan tingkat keeratan hubungan 0,9 (P < 0,01), (Gambar 1). Apabila garis tersebut diekstrapolasi sehingga memotong sumbu konsumsi nitrogen atau dengan perkataan lain nitrogen yang tertinggal sama dengan nol, maka diperoleh jumlah nitrogen yang dibutuhkan untuk hidup pokok. Dari persamaan tersebut diperoleh bahwa untuk hidup pokok, membutuhkan 0,49 g ternak domba yang sedang tumbuh °.75 yang setara dengan nitrogen untuk setiap kg BH 3,049 g protein (6,25 x 0,49 g). Dengan rataan koefisien cerna protein kasar sebesar 61,5 % (Tabel 3) maka jumlah protein kasar yang dibutuh seekor ternak domba untuk hidup pokok adalah 4,998 g/kg BH°'" (100/61,5 x 3,049). Dengan perkataan lain, untuk tidak terjadi perombakan protein tubuh, maka ternak domba muda dengan bobot hidup 25 kg membutuhkan ~rotein kasar sejumlah 55,88 g protein kasar (25 kg °'' x 4,998 g). KEARL (1982) menyarankan bahwa ternak domba yang sedang tumbuh (BH 25 kg) dan dengan pertambahan bobot hidup harian sebesar 0 g membutuhkan 53 g protein kasar . Hal tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan protein kasar untuk hidup pokok domba lokal Indonesia lebih tinggi daripada yang dilaporkan, yakni 3 g lebih banyak .
0,5 0,4 0,3 0,2
1,2
1,3
1,4
Konsumsi nitrogen
Gambar 1 .
168
Uraian
Rl
Koefisien cema semu (%) : Bahan kering 52 Protein kasar 63b 37 SDA 45 SDN Energi 67
dan retensi
R2
R3
R4
49 62ab 32 44 64
50 60ab 34 47 68
51 59a 35 44
Ketersediaan dan pemanfaatan nitrogen (g/kg BH0,75) : 1,429 1,829 1,882 Asal pakan (0,409) (0,655) (0,766) Dal am feses 0,529 0,696 0,753 Dalam urin 0,545 0,617 0,591 Retensi 0,356a 0,514b 0,537b
1,822 (0,717) 0,747 0,561 0,513b
Keterangan : - ( ) nilai dari pakan hijauan - a dan b, nilai yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (P < 0,05) - SDN, serat deteden netral - SDA, serat deteden asam
Rataanjumlah nitrogen yang dikonsumsi, baik yang berasal dari pakan hijauan maupun dari pakan tambahan adalah sebanyak 1,7405 g/ kgBH°'". Dari jumlah tersebut sumban an nitrogen asal pakan hijauan adalah 0,637 g/kgBH°" . Pada Tabel 3 terlihat bahwa rataan sumbangan nitrogen asal hijauan silase rumput raja 74 5% lebih tinggi jika dibandingkan dengan sumbangan pakan hijauan rumput segar nitrogen yang berasal dari °.75) . Data tersebut menunjukkan (0,409 vs 0,713 g/kgBH bahwa sumbangan nitrogen yang berasal dari pakan hijauan sebesar 0,637 g/kgBH °''S, hanya mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup ternak domba akan nitrogen. KESIMPULAN DAN SARAN
Rx wsB11°,")
0.0
Koefisien cema semu (%) nutrien nitrogen (g/kgBH °' '5) pakan perlakuan
Hubungan antara (g/kgBH o''5) dan (g/kgBH 0'75)
1,5
~W-")
1,6
retensi nitrogen/RN konsumsi nitrogen
Penambahan kalsium karbonat dapat meningkatkan konsumsi, namun tidak dapat membantu meningkatkan kemampuan ternak untuk dapat mencema nutrien. Konsekuensinya, kinerja ternak tidak dipengaluhi oleh imbuhan kalsium karbonat. Sebagai pakan dasar, silase dapat dipergunakan sebagai pengganti rumput segar dan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok domba muda, maka perlu penambahan pakan lain sebagai sumber energi. Sementara itu, untuk tujuan produksi, pemberian silase rumput raja sebagai pakan dasar perlu mendapat tambahan konsentrat. Sejalan dengan tujuan daripada pembuatan silase, yakni mengatasi kurangnya pakan hijauan di musim kemarau, maka pengujian penggunaan silase untuk domba yang sedang bunting dan laktasi perlu dilakukan .
Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 2 No . 3 Th. 1997
UCAPAN TERIMA KASIH Tulisan ini dapat terwujud berkat uluran tangan beberapa pihak yang turut membantu selama penelitian berlangsung . Untuk itu, hormat dan terima kasih disampaikan pada Sdr. Ridwan dalam penanganan Trnak. Penghargaan kepada Sdr.Rochman dan Kusma atas waktu yang diberikan selama pengolahan data. Terima kasih disampaikan pula kepada Sdr. Soraya, Nina dan Oman dalam penanganan contoh-contoh bahan penelitian. DAFTAR PUSTAKA BALCH, C. C. and R. C. CAMPLING . 1962 . Regulation of voluntary food intake in ruminants. Nutr. Abstr. Rev. 32: 669. CUSHNAHAN, A., F.J. GORDON, C.P .W. FERRIS, D.M .B . CHESTNUTT, and C.S . MAYNE. 1994 . Th e use of sheep as a model to predict the relative intakes of silages by dairy cattle . Anim . Prod. 59 :415- 420. CUSHNAHAN, A. and F. J. GORDON. 1995 . Th e effects of grass preservation on intake, digestibility and rumen degradation characteristics. Anim . Prod. 60 :429-438 . FAHRAN, S.M .A . and P.C . THOMAS . 1978 . The effect of partial neutralization of formic acid silage with sodium bicarbonate on their voluntary intake by cattle and sheep. J. Br. GrasslandSoc. 33 : 151 . FORBES, J.M ., J.K . REES and T.G . BOAZ. 1967 . Silage as a feed for pregnant ewes. Anim . Prod. 9:339 . HARYANTO, B. and A. DJAJANEGARA. 1992 . Energy dan protein requirements for small ruminants in the tropics. In . P. Ludgate and S. Scholz (Eds). New Technologies for Small Ruminant Production in Indonesia. Winrock International Institute for Agricultural Development, Arkansas-USA . pp . 19-24.
KEARL, L.C. 1982. Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries. Int' Feedstuffs Institute. Utah Agricultural Experiment Station . Utah State Univ . Logan, Utah . USA. MATHIUS, I-W., M. MARTAWIDJAJA, A. WILSON, dan T. MANURUNG . 1997 . Studi strategi kebutuhan energiprotein untuk domba lokal: I fase pertumbuhan . J. Ilmu Ternak Vet. 2 (2): 84-91 . NICHOLSON, J. W. G. and H.M . CUNNINGHAM . 1964 . Addition of limestone to immature corn and grass silages. J. Anim . Sci. 23(4): 1072. ORR, R. J., J. E. NEWTON, and C. A. JACKSON. 1983 . The intake and performance of ewes offered concentrates and grass silage in late pregnancy. Anim . Prod. 36 : 2127 ORSKOV, E. R. and M. RYLE, 1990 . Energy Nutrition in Ruminant . Elsevier Sci. Publisher, Ltd. England. 149 PP . RATTRAY, P.V. 1974. Energy requirements for net energy in sheep. Proc. New Zealand Soc. Anim. Prod. 35 :67.
ROBERTSON, J. B. and J. J. VAN SOEST . 1981 . The deterjent system of analysis and its application to human foods. In . James,W.P .T . and O. Theander (Eds). The Analysis of Dietary Fiber in Food. Marcel Dekker, Inc., New York . pp . 123-158. SAS. 1978 . SAS User's Guide:Statistics. SAS Inst . Inc., Cary, NC . SHIRLEY, R.L . 1986. Nitrogen and Energy Nutrition of Ruminants. Academic Press Inc., Orlando,Florida 2887 USA 358 pp . WILKINS, R.J., K.J. HUTCHINSON, R.F . WILSON, and C.E . HARRIS . 1971 . Th e voluntary intake of silage by sheep. 1 . Interelationships between silage composition and intake . J. Agric. Sci.Camb. 77 :531-537.