Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
PERFORMANS KAMBING SEDANG TUMBUH YANG MENDAPAT PAKAN TAMBAHAN MENGANDUNG SILASE KULIT BUAH KAKAO (The Performance of Growing Goats Fed on Ensilased Cocoa Pods) JUNJUNGAN SIANIPAR dan K. SIMANIHURUK Loka Penelitian Kabing Potong, PO Box 1, Sei Putih, Galang 20585, Sumatera Utara
ABSTRACT The cocoa pods waste is potential to be used as an animal feed, particularly ruminants. An experiment was conducted to evaluate the ensilased cocoa pods waste and its test for animal feed. The process of fermentation may increase nutrition content of the ensilased cocoa pods. The treatment was using 20 heads of growing local goat (average life weight 12.5 kg) and was divided into 4 groups with 5 replications each. The diets were (R0) 605 grass + 40% concentrate; (R1) 50% grass + 40% concentrate + 10% ensilased cocoa pod; (R2) 40% grass + 40% concentrate + 20% ensilased cocoa pod; (R3) 30% grass + 40% concentrate + 30% ensilased cocoa pods. All formulated diets were 14% isoprotein and 1.6 to 1.9 Kcal/kg metabolizable energy. The results show that 10% ensilased cocoa pods (R1) was significantly (P < 0.05) increasing nutrient intake, digestibility coefficient and life weight. The body weight gain was higher in R1 compared to 20 – 30% ensilased cocoa pods (R2 and R3) but did not significantly different to control group (R0). Key Words: Pod Cocoa Waste, Ensilsed, Nutrient and Goat ABSTRAK Produksi limbah kulit kakao di Indonesia sangat potensial digunakan sebagai pakan untuk pengembangan ternak, khususnya pada ruminansia. Percobaan dilakukan untuk mengevaluasi silase kulit kakao dan pengujiannya sebagai bahan pakan kambing. Proses fermentasi menunjukkan peningkatan kandungan nutrisi silase kulit kakao. Percobaan silase dalam pakan menggunakan 20 ekor kambing kacang (rataan bobot hidup 12,5 kg) dibagi dalam 4 perlakuan pakan dengan masing-masing 5 ekor ulangan. Pakan perlakuan yaitu (R0) rumput 60%+konsentrat 40%, (R1) rumput 50% + silase 10% + konsentrat 40%, (R2) rumput 40% + silase 20% + konsentrat 40%, dan (R3) rumput 30% + silase 30% + konsentrat 40%. Semua pakan diformulasi dengan kandungan protein yang sama (14%) dan energi metabolisme 1,6 – 1,9 k.kal/kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa silase 10% dalam pakan kambing (R1), nyata meningkatkan (P < 0,05) konsumsi nutrisi, tingkat kecernaan dan pertambahan bobot hidup lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan silase 20 – 30% dalam pakan R2 dan R3, tetapi tidak berbeda nyata dibanding pakan kontrol (R0). Kata Kunci: Limbah Kulit Buah Kakao, Silase, Nutrisi dan Kambing
PENDAHULUAN Limbah kulit buah kakao merupakan bahan pakan potensial bagi ternak ruminansia (ketersediaan cukup, terjangkau disekitar petani dan harga murah), dan dari 560 ribu ton produksi biji kakao nasional tahun 2005 meningkat menjadi 792 ribu ton tahun 2008 (DIRJENBUN. 2009), diperkirakan ± 70% dari produksi tersebut dapat dihasilkan limbah kulit kakao tahun 2008 sebesar 574 ribu ton dalam bentuk bahan kering. Suatu potensi yang
sangat besar jika dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia, seperti sapi, kerbau domba dan kambing. Hasil penelitian terdahulu melaporkan bahwa penggunaan kulit buah kakao 14 – 19% dalam ransum, mengakibatkan penurunan konsumsi dan pertambahan bobot hidup pada domba (TARKA et al., 1978; HAMZAH et al., 1989). Penggunaan terbaik pada sapi sedang tumbuh adalah 11% dalam ransum, sedang pemberian 15% cenderung menurunkan konsumsi dan pertambahan bobot hidup
435
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
(MAHYUDIN dan BAKRIE, 1992). Penurunan ini salah satu faktor penyebabnya adalah adanya efek negatif dari kandungan theobromin sebanyak 1% dalam kulit buah kakao, dimana pada rantai karbon ke 3 dan 7 terdapat senyawa dimetil xantin yang bersifat racun. Dengan melakukan teknik bioproses ternyata dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan meningkatkan kandungan protein, sekaligus merupakan petunjuk terjadinya penurunan atau netralisasi pengaruh theobromin pada kulit buah kakao (CH’NG dan WONG, 1986; HARYATI dan SUTIKNO, 1994). Kulit buah kakao tidak tahan disimpan dalam waktu lama, sebagai pakan layak digunakan selama 5 – 7 hari setelah panen, atau 2 – 3 hari setelah kupas (pisah biji dengan kulit) karena mengandung air cukup tinggi (75%) sehingga mudah rusak. Salah satu cara pengawetan pakan agar tidak cepat rusak dan dapat disimpan relatif lama adalah dengan proses ensilase biasanya dilakukan dalam silo (dalam lubang tanah), atau wadah lain yang prinsipnya anaerob (hampa udara), agar mikroba anaerob dapat melakukan reaksi fermentasi (SAPIENZA dan BOLSEN, 1993). Keberhasilan lain dalam pembuatan silase selain mempertahankan kandungan nutrisi adalah adanya perkembangan bakteri pembentuk asam laktat yang meningkat selama proses fermentasi sehingga terjadi penurunan kandungan asam (pH) pada silase berkisar 4 – 6 (KHAN et al., 2004). Namun demikian teknik ensilase ini sering menimbulkan permasalahan lain yakni efek kurang disukai ternak karena silase rasanya asam akibat pH relatif rendah. Untuk meningkatkan konsumsi dan menetralisir tingkat keasaman cairan rumen sebagai akibat mengkonsumsi silase maka perlu dilakukan penambahan pakan tertentu (FARHAN dan THOMAS, 1978). Salah satunya adalah dengan mencampur silase dengan pakan tambahan yang disukai ternak. Penelitian dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat pengguaan optimal dan nilai nutrisi silase kulit buah kakao terhadap pertumbuhan kambing sedang tumbuh. METERI DAN METODE Kulit buah kakao sgar (1 – 2 hari setelah dikupas) diambil dari petani kakao dan diolah menjadi silase.
436
Pembuatan silase kulit buah kakao Kulit buah kakao segar dijemur dengan sinar matahari hingga kandungan air turun menjadi 60%, digiling dengan mesin dengan ukuran 0,5 – 2 cm, kemudian dicampur dengan molases dan urea dengan perbandingan berturut-turut yaitu 87 : 10 : 3%, setelah diaduk merata dimasukkan dan dipadatkan dalam kantong plastik, agar udara seminimal mungkin, kemudian disimpan ditempat teduh selama 2 – 3 minggu. Selama proses ensilase dilakukan pengukuran tiap tiga hari meliputi; kandungan asam (pH), bahan kering, protein, energi, NDF, ADF dan perubahan fisik secara visual seperti perubahan warna dan bau. Percobaan pakan Percobaan pakan dilakukan dengan rancangan acak kelompok, menggunakan 20 ekor kambing jantan lokal sedang tumbuh dengan bobot hidup berkisar 9 – 15 kg (sd ± 2,6) dan dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan pakan dengan rataan bobot hidup yang sama yaitu 12,5 kg (Tabel 1) dengan masing masing ulangan 5 ekor, ditempatkan dalam kandang metabolisme, sehingga feses dan urin dapat ditampung secara terpisah, dilengkapi tempat pakan dan air minum. Sebelum pelaksanaan percobaan pakan kepada semua ternak percobaan diberikan obat anti cacing (Kalbazen liquid) untuk mencegah pengaruh parasit usus. Pakan percobaan diberikan sebanyak 3,5% dari bobot hidup berdasarkan bahan kering. Pakan penguat dan silase ditimbang sesuai persentase masing-masing dalam perlakuan dan dicampur kemudian diberikan pada ternak setiap jam 9.00 WIB pagi, dan pakan rumput diberikan setiap jam jam 12.00 wib. Jumlah pakan yang diberikan 1 x 1 minggu berubah sesuai dengan perubahan bobot hidup ternak. Penimbangan ternak dilakukan selama 12 kali, setiap minggu pada pagi hari sebelum ternak diberi makan. Setiap hari pakan diberi dan sisa ditimbang untuk mengetahui konsumsi. Setelah pengamatan produksi (pertambahan bobot hidup ternak selama 3 bulan), maka dilanjutkan dengan pengamatan kecernaan pakan selama 6 hari koleksi data dengan mengambil sampel (pakan, feses dan urin) sebanyak 10% dari
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Tabel 1. Komposisi pakan percobaan Komposisi pakan (% bahan kering) Bahan pakan R0
R1
R2
R3
Rumput
60
50
40
30
Silase
0
10
20
30
Bungkil kelapa
12
8
7
7
Dedak padi
15
15
15
15
Dedak jagung
10
13.8
14.5
15.2
Tepung ikan
1
1
1
0.4
Garam dapur
1
1.2
1.5
1.4
Ultra mineral
1
1
1
1
100
100
100
100
Protein kasar
14,45
14,02
14,07
14,06
ME (k.kal/kg)
1,67
1,72
1,84
1,92
Serat deterjen netral
68.15
58.44
53.53
48.43
Serat deterjen asam
45.75
39.32
35.42
31.66
1957
1805
1748
1712
Penguat
Total Kandungan nutrisi
Harga pakan (Rp/kg) ME (metebolisme energi)
bobot/volume total, kemudian disimpan dalam refrigerator dan diakhir uji biologis kecernaan semua sampel dikomposit berdasarkan perlakuan untuk analisis proksimat, menurut metoda Kjeldahl untuk kandungan nitrogen (AOAC,1995) dan analisis serat detergen netral dan serat detergen asam menggunakan metode VAN SOEST. Data dianalisis dengan menggunakan sidik ragam, dan jika berbengaruh nyata (P < 0,5), dilanjutkan dengan uji beda rataan antar perlakuan dengan uji jarak Duncan, menurut prosedur STELL dan TORRIE (1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil silase kulit buah kakao Waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan silase dalam kantong plastik ganda berkisar 10 – 14 hari (± 12 hari ), dan silase yang dihasilkan dapat disimpan selama 2
bulan dengan kualitas yang masih layak digunakan sebaga pakan kambing. Karakteristik silase yang beraroma asam, tidak ada warna bercak, tidak lengket jika digenggam, warna dekat dengan aslinya (kecoklatan) merupakan ciri silase yang baik. Tingkat keasaman silase yaitu pH 4,7 (± 1,65). Keasaman silase pada percobaan ini 0,42 lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat keasaman silase yang dilaporkan oleh MATHIUS et al., (1997), ini disebabkan kulit kakao yang dijadikan silase mengandung air cukup tinggi (60%), dan pemadatan bahan cukup sempurna menyebabkan udara bagi mikroorganisme aerob yang dapat menimbulkan kerusakan menjadi relatif kecil. Kandungan protein kasar silase meningkat sebanyak 5,8% dibandingkan dengan dalam bentuk segar, sedangkan kandungan energi dan serat detergen semakin menurun akibat adanya perombakan oleh mikroorganisme anaerob pada saat proses fermentasi (Tabel 2).
437
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Tabel 2. Komposisi nutrisi kulit buah kakao segar dan silase
Kulit buah kakao Segar Silase
BK
PK
(%)
------------------(% BK ) -----------------
25,15 45,43
9,26 14,80
SDN
55,53 48,44
SDA
38,31 21,57
Energi kasar Kal/g) 4,429 4,125
BK: bahan kering; PK: protein kasar; SDN: serat detergen netral; SDA: serat detergen asam
Konsumsi pakan Konsumsi bahan kering pakan semakin menurun pada tingkat pemberian silase kulit kakao yang semakin tinggi. Konsumsi bahan kering tertinggi (P < 0,05) terdapat pada penggunaan silase kakao sebesar 10% (R1) yaitu 517,43 gram per hari per ekor atau 3,17% dari bobot hidup kambing dan konsumsi terendah terdapat pada pemberian silase kakao sebesar 30% (R3) (Tabel 3). Penurunan konsumsi ini disebabkan terjadinya penurunan kecernaan bahan kering ransum sebagai akibat peningkatan theobromine yang semakin tinggi pada konsumsi silase kulit kakao yang semakin tinggi pada pakan R3, sehingga menyebabkan gangguan kecernaan pakan dalam rumen. Meskipun demikian konsumsi silase pada
penelitian ini relatif cukup tinggi yaitu sebesar 0,4 – 0,70 persen dari bobot hidup kambing, dan lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian MAHYUDDIN dan BAKRIE (1993), yaitu 0,3 persen dari bobot hidup. Kecenderungan yang sama terlihat apabila kandungan nutrisi diekspresikan terhadap konsumsi bahan kering, maka semakin tinggi pemberian silase kulit kakao (20 – 30 persen) dalam pakan kambing, mengakibatkan penurunan terhadap tingkat konsumsi nutrisi yaitu protein, energi, serat detergen netral dan serat detergen asam. Konsumsi nutrisi pada tingkat pemberian silase 10% meskipun secara statistik tidak berbeda nyata (P > 0,05) dibandingkan dengan pakan kontrol (R0) namun cenderung lebih tinggi.
Tabel 3. Konsumsi bahan kering dan nutrisi perhari pada kambing yang mendapat pakan percobaan Konsumsi
Ro
R1
R2
R3
242,76
205,66
156,53
103,54
65,75
103,08
111,97
Bahan kering (g/ekor/hari) Rumput Silase Penguat
258,79
246,02
154,61
107,65
Jumlah
501,55a
517,43ab
414,23bc
323,16c
3,33
3,17
2,40
2,01
Protein kasar
87,22a
91,81a
75,13b
68,07b
Energi (kal) SDN SDA
2466,00a 195,42a 107,73a
2594,00a 218,14a 102,43a
1754,00b 146,58b 80,02b
1614,00b 135,66b 72,61b
% BH
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom berbeda dan baris yang sama, menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P < 0,05); BH: bobot hidup; SDN: serat detergen netral; SDA: serat detergen asam)
438
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
85,83 g, masih setara dibandingkan dengan hasil penelitian limbah kulit nenas menurut GINTING et al. (2005); setara dengan hasil limbah pelepah sawit menurut BATUBARA et al (2003) dengan kambing kacang bobot hidup 12 – 13 kg. Pemberian silase sebanyak 20% dalam pakan (R2) mengakibatkan penurunan yang nyata (P < 0,05) terhadap pertambahan bobot hidup harian sebesar -15,11 g atau turun 19,3%, dan tingkat silase 30% (R3) mengakibatkan penurunan semakin tinggi yaitu sebesar -36,70 g perhari atau turun 56%.
Pertambahan bobot badan harian kambing Pertambahan bobot hidup kambing kacang hasil penelitian ini berkisar 4 – 7,2 kg selama tiga bulan atau antara 50 – 85 g perhari (Tabel 4), secara umum hasil ini masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan oleh ROMJALI et al. (2002), yaitu mencapai 60 – 70 g perhari. Untuk pemberian silase kulit kakao sebanyak 10% (R0) menghasilkan pertambahan bobot hidup harian sebesar
Tabel 4. Pertambahan bobot badan harian kambing Kacang yang diberi pakan silase kulit buah kakao, konsentrat dan rumput alam Parameter
Perlakuan pakan R0
R1
R2
R3
Bobot hidup Awal (kg)
12,81
12,80
12,88
13,03
Akhir (kg)
18,97
19,01
17,23
17,24
PBH (kg)
6,16a
7,21ab
5,35c
4,21c
78,80a
85,83ab
63,69c
50,14c
PBHH (g/ekor/hari)
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom berbeda dan baris yang sama, menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P < 0,05); PBH: pertambahan bobot hidup selama 12 minggu; PBHH: pertambahan bobot hidup harian Tabel 5. Koefisien cerna nutrisi dan pemanfaatan nitrogen pakan percobaan Komponen
R0
Koefisien cerna Bahan kering 69a Protein kasar 59a Energi 61a SDN 48a SDA 38a Ketersediaan dan pemanfaatan nitrogen (g/ekor/hari) Konsumsi N 13.92 N. feses 5.71 N. urine 3.60 N. diserap 8.21a N. tertahan 4.61 Persen nitrogen terbuang melalui :
R1
R2
R3
67a 68a 63a 44a 35a
57b 43b 57a 35b 30ab
49c 36c 46b 32b 27b
15.68 5.02 2.77 10.66b 7.89
12.32 6.02 3.90 6.30c 2.40
11.36 7.27 3.55 4.09c 0.54
N. feses
41.00
32.00
57.00
64.00
N.urine
25.86
17.67
31.66
31.25
N. termanfaat
33.14
50.33
11.34
4.75
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom berbeda dan baris yang sama, menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P < 0,05); BH: bobot hidup; SDN: serat detergen netral; SDA: serat detergen asam
439
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Kecernaan nutrisi pakan yang mengandung silase sebanyak 10 – 20 persen (R1 dan R2), tidak berbeda nyata (P > 0,05) dibandingkan dengan pakan kontrol (R0). Penambahan silase sebesar 30 dalam pakan menyebabkan penurunan yang nyata (P < 0,05) terhadap kecernaan nutrisi pada R3 (Tabel 4). Pakan R2 dan R3 dibandingkan terhadap pakan silase 10% (R1), berturut-turut koefisien cerna; bahan kering menurun sebesar 10 – 18 persen, protein kasar menurun 23 – 25 persen, energi menurun 6 – 17 persen, SDN menurun 9 – 12 persen dan SDA menurun 5 – 8 persen. Neraca nitrogen pada kambing yang diberi pakan percobaan ditampilkan pada Tabel 4, penyerapan N pada pakan R1 lebih tinggi (P < 0,05) dibandingkan dengan ketiga jenis pakan percobaan lainnya. Hal ini disebabkan konsumsi N lebih tinggi, N feses dan N urine lebih rendah sehingga tingkat N yang tertahan atau yang termanfaat sebesar 50,33% untuk pertambahan bobot hidup kambing. Jumlah N yang terbuang dalam feses pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian GINTING et al. (2006) menggunakan kambing kacang dengan bobot hidup 16 – 18 kg N terbuang dalam feses sebesar 24 – 36%, sedang N terbuang dalam urin relatif setara. KESIMPULAN 1.
2.
3.
Pemberian silase sampai 30% dalam pakan menurunkan tingkat konsumsi dan kecernaan pakan. Pemberian silase kulit buah kakao diatas 30% dalam pakan, mengakibatkan penurunan pertambahan bobot hidup harian sebesar 1,43 gram tiap kenaikan 1% silase dalam pakan Silase kulit buah kakao dapat digunakan sebagai pakan penguat sumber protein dan penggunaannya direkomendasikan sampai 20% dalam pakan kambing potong. DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1990. Official Methods of Analysis. 15th Ed. K. HELRICH (Ed.). Association of Official Analytical Chemist, Inc. Arlington, Virginia, USA. BADAN PUSAT STATISIK, 2006. Statistik Indonesia, BPS Jakarta.
440
BATUBARA, L.P., S.P. GINTING, K. SIMANIHURUK, J.SIANIPAR dan A. TARIGAN. 2003. Pemanfaatan limbah dan hasil ikutan Perkebunan kelapa sawit, sebagai ransom kambing potong. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor, 29 – 30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor, hlm, 106 – 109. CH’NG and H.M. WONG, 1986. Utilization of Cacao Shell in Pig Feed. Sing. J. Pri. Ind. 14(2): 124 – 132. DIRJENBUN. 2009. Luas areal dan produksi kakao di Indonesia. Laporan Tahunan 2008. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. FARHAN, S.M.A. and P.C. THOMAS. 1978. The effect of partial neutralization of formic acid silage with sodium bicarbonate on their voluntary intake by catle and sheep. J. Br. Grassland. Soc. 33: 55. GINTING, S.P dan ANDI TARIGAN. 2006. Kualita Nutrisi Stenotaphrum secundatum dan Brachiaria humidicola pada Kambing. JITV 11(4): 273 – 279. GINTING, S.P., R. KRISNAN dan A. TARIGAN. 2005. Substitusi hijauan dengan limbah nenas dalam pakan komplit pada kambing. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 – 13 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm, 604 – 609. HAMZAH, P., M.RANGKUTI, ERLINAWATI, T.H dan RUSTANDI, T. 1989. Pengaruh berbagai tinggkat pemberian kulit biji coklat dalam ransum ternak domba. Ilmu dan Peternakan. Balitnak, Bogor. 3: 161 – 169. HARIYATI, T. dan A.I. SUTIKNO. 1994. Peningkatan nilai nutrisi kulit buah kakao melalui bioproses menggunakan beberapa jenis kapang. Ilmu dan Peternakan 8(1): 34 – 37. KHAN, M.A., M. SARWAR, M.M.S, 2004. Feeding value of urea treated corncobs ensiled with or without Enzose (corn Dextrose) for lactating crossbred cows. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 8: 1093 – 1097. MAHYUDIN, P dan B. BAKRIE, 1992. Different level of cocoa shell in diets of growing cattle. Ilmu dan Peternakan 6(2): 3 – 5. MATHIUS, I.W., D. LUBIS, E. WINA, D.P. NURHAYATI dan I.G.M. BUDIARSANA. 1997. Penambahan Kalsium Karbonat dalam Konsentrat untuk domba yang mendapat Silase Rumput Raja sebagai pakan dasar. JITV 2(3): 164 – 169.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
ROMJALI, E., LEO P.BATUBARA, K. SIMANIHURUK dan E. ELIESER. 2002. Keragaan anak hasil persilangan camping kaang dengan Boer dan Peranakan Ettawah. Pros. Seminal Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 30 September – 1 Oktober 2002. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 113 – 115. SAPIENZA, D.A. and K.K. BOLSEN. 1993. Teknologi Silase (Penanaman, Pembuatan dan Pemberiannya pada Ternak). Penerjemah: MARTOYONDO RINI B.S.
STELL, R.G.D. and J.H. TORRIE. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah: SUMANTRI B. Gramedia, Jakarta. Terjemahan dari: Principles and Procedures of Statistics. TARKA, S.M., B.L. ZAUMAS and G.A. TRAUT. 1978. Examination of the effect of cocoa shells and theobromine in lambs. Nutritional Report International. 18: 301 – 312.
DISKUSI Pertanyaan: Silase untuk menurunkan pH, tetapi penambahan urea sebenarnya ini bukan silase tetapi amoniase. Sebaiknya kata silase dihilangkan. Jawaban: Saran diterima.
441