Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
“EDIBLE PORTION” DOMBA LOKAL JANTAN YANG MENDAPAT PAKAN LUMPUR LIMBAH FERMENTASI TETES TEBU (LFTT) DALAM KONSENTRAT DENGAN ARAS BERBEDA ARIES R. SETYAWAN, C. M. SRI LESTARI, DAN RETNO ADIWINARTI Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produksi ”edible portion” domba lokal jantan yang diberi pakan Limbah Fermentasi Tetes Tebu (LFTT). Sebanyak 12 ekor domba berumur kurang lebih 12 bulan dengan bobot badan awal 17,5 + 1,77 kg dikelompokkan menurut Rancangan Acak Lengkap menjadi tiga kelompok untuk diberikan perlakuan sebagai berikut; T0 = rumput gajah ad libitum + konsentrat 100%, T1 = rumput gajah ad libitum + (konsentrat 90% + LFTT 10%), T2 = rumput gajah ad libitum + (konsentrat 80% + LFTT 20%). Domba dipelihara selama 24 minggu sebelum dipotong untuk memperoleh data tentang bobot potong, bobot dan presentase karkas dan non karkas, bobot dan presentase ”edible portion” karkas dan non karkas dan ”edible portion” total. Data tersebut kemudian dianalisis ragam dengan uji F dan dilanjutkan dengan uji Duncan bila ditemukan signifikansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa LFTT tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) pada bobot potong, bobot karkas, bobot non karkas, bobot “edible portion” karkas, bobot “edible portion” non karkas, dan bobot “edible portion” total, namun mengakibatkan perbedaan nyata (P<0,05) pada persentase karkas dan ”edible portion” karkas. Rata-rata bobot potong untuk T0, T1dan T2 berturut-turut adalah 20.250; 18.750; dan 19.333 g. Rata-rata bobot dan persentase karkas adalah T0 = 7.500 g (36,99%); T1 = 6.438 g (34,37%); dan T2 = 6.333 g (32,95%), sedangkan rata-rata bobot dan persentase non karkas untuk T0 = 12.180 g (60,04%); T1 = 11.359 g (60,50%); dan T2 = 12.241 g (63,21%). Rata-rata bobot dan persentase ”edible portion” karkas untuk T0, T1, dan T2 berturut-turut 5.832 g (77,69%); 4.962 g (77,07%); dan 4.778 g (75,44%). Rata-rata bobot dan persentase ”edible portion” non karkas adalah T0 = 3.719 g (30,92%); T1 = 3.673 g (32,34%); dan T2 = 4.090 g (33,49%). Rata-rata bobot dan persentase ”edible portion” total untuk T0, T1, dan T2 berturut-turut adalah 7.044 g (47,25%); 8.384 g (46,05%); dan 8.868 g (46,02%). Kesimpulan dari penelitian ini bahwa penggantian konsentrat dengan LFTT dalam ransum sampai aras 20% tidak berpengaruh pada produksi “edible portion” karkas, “edible portion” non karkas, dan “edible portion” total domba lokal jantan. Kata kunci: Domba lokal, LFTT, karkas, edible portion.
PENDAHULUAN Salah satu tolok ukur keberhasilan usaha ternak potong adalah produksi bagian yang dapat dimakan (edible portion). Produktivitas yang tinggi dapat tercapai apabila ternak tercukupi kebutuhan nutrisinya. Konsentrat adalah bahan pakan dengan nilai nutrisi tinggi, namun konsekuensi penggunaan pakan konsentrat adalah harga pakan menjadi mahal dan sulit terjangkau oleh peternak. Hal inilah yang mendorong untuk mencari alternatif bahan pakan yang murah, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, dan mempunyai nilai nutrisi yang cukup baik. Penggunaan limbah sebagai bahan pakan merupakan salah satu pilihan, karena memiliki nilai ekonomi
180
yang rendah, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia dan bermanfaat untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Limbah dari industri pembuatan alkohol berbahan dasar tetes tebu, berupa lumpur yang selanjutnya disebut dengan Limbah Fermentasi Tetes Tebu (LFTT) merupakan bahan pakan alternatif inkonvensional yang dapat digunakan sebagai bahan pengganti konsentrat. Limbah ini mempunyai potensi sebagai bahan pakan ternak. Kandungan nutrisi LFTT adalah 42,8% (BK), 10,1% (PK), 8,5% (SK), 0,9% (LK) dan 55,5% bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (PRAMUDYO, 1995 yang disitasi oleh ASTUTI dan RISYANI, 2001). Penelitian yang dilakukan oleh ASTUTI dan RISYANI (2001) pada 12 ekor sapi PO, menunjukkan hasil bahwa
Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
penggunaan LFTT sampai level 30% dari total ransum menghasilkan nilai konversi pakan yang paling rendah. Ternak yang dipotong akan memberikan nilai ekonomis berupa karkas dan non karkas (SOEPARNO, 1998). Bagian-bagian tubuh yang dapat dimakan edible portion baik berasal dari karkas maupun dari non karkas, merupakan produk dari usaha ternak potong yang menunjukkan produktivitas secara keseluruhan serta menggambarkan keberhasilan suatu usaha ternak potong. “Edible portion” karkas terdiri dari lemak dan daging karkas, sedangkan “edible portion” non karkas meliputi daging dari bagian non karkas seperti kepala, kaki, dan organ-organ viscera (SOEPARNO, 1998). GATENBY (1986) menyatakan, bahwa di negara tropis, hampir semua non karkas dibersihkan dan dimakan. Hasil penelitian Lestari et al. (2001) tentang presentase “edible portion” karkas domba menunjukkan bahwa bagian yang dapat dimakan dari karkas adalah 75,64– 78,96%. Sedangkan menurut hasil penelitian ADIWINARTI et al., (1999) menyatakan bahwa, persentase “edible portion” non karkas domba mencapai 41,50 – 47,40% dari bagian non karkas. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian LFTT terhadap produksi ”edible portion” domba lokal jantan. Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah diperoleh informasi mengenai presentase bagian tubuh yang dapat dimakan (“edible portion”) dari seekor domba yang diberi pakan konsentrat dan LFTT. Pemberian LFTT diharapkan mampu menggantikan penggunaan sebagian konsentrat.
MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Ternak Potong dan Kerja, Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang selama 24 minggu. Sebanyak 12 ekor domba lokal berumur sekitar 1 tahun dengan bobot badan awal rata-rata 17,5 + 1,77 kg (CV 10,32%) digunakan dalam penelitian ini. Domba ditempatkan di kandang petak individual, model panggung yang terbuat dari kayu yang dilengkapi dengan tempat makan dan tempat minum. Peralatan yang digunakan selama penelitian yaitu timbangan merk “Camry” berkapasitas 100 kg dengan ketelitian 0,5 kg untuk menimbang ternak dan timbangan merk “Accura” berkapasitas 6 kg dengan ketelitian 2 g, untuk menimbang pakan, karkas dan non karkas serta “edible portion” baik dari karkas maupun non karkas. Selain itu digunakan gergaji mesin untuk memotong karkas menjadi potongan komersial, pisau besar untuk memotong domba, dan pisau kecil untuk mengurai karkas. Pakan yang digunakan terdiri dari konsentrat dan rumput gajah, yang diberikan berdasarkan kebutuhan bahan kering sebesar 4% dari bobot badan. Kandungan nutrisi bahan pakan penelitian tercantum pada Tabel 1. Konsentrat diberikan 2 kali sehari yaitu pada pukul 07.00 dan pukul 13.00. Rumput Gajah diberikan 2 jam setelah pemberian konsentrat dengan bentuk potongan kecil + 5 cm.
Tabel 1. Kandungan nutisi bahan pakan penelitian (dalam 100% bahan kering) Bahan Pakan
Protein Kasar
Lemak Kasar
Serat Kasar
Abu
BETN
% Rumput Gajah Konsentrat LFTT
12,15 6,10 12,39
0,66 6,21 0,99
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah penggantian konsentrat dengan LFTT, dengan
Energi (kal/gram)
27,32 21,58 0,33
24,74 20,27 59,21
35,12 45,84 27,08
3543,05 3593,15 1234,65
pakan basal rumput gajah. Ketiga perlakuan tersebut adalah sebagai berikut: T0 = Rumput Gajah ad libitum + (konsentrat 100% + LFTT 0%)
181
Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
T1 = Rumput Gajah ad libitum + (konsentrat 90% + LFTT 10%) T2 = Rumput Gajah ad libitum + (konsentrat 80% + LFTT 20%) Konsentrat diberikan sebanyak 50% dari total kebutuhan Bahan Kering pakan. Penelitian dilakukan dalam 4 periode, meliputi periode adaptasi, periode pendahuluan, periode perlakuan, dan periode pengambilan data. Periode adaptasi selama 2 bulan yaitu penyesuaian ternak terhadap rumput gajah dan LFTT, serta membiasakan ternak terhadap kandang dan lingkungan. Tahap pendahuluan dilaksanakan selama 2 minggu, yang diawali dengan pengacakan ternak. Selama tahap ini pakan diberikan sesuai dengan perlakuan, yang bertujuan untuk menghilangkan pengaruh pakan sebelumnya. Periode perlakuan selama 12 minggu, yang diawali dengan penimbangan ternak untuk mengetahui bobot awal ternak. Selama tahap perlakuan pakan dilakukan pengumpulan data tentang konsumsi dan pertambahan bobot badan. Setelah penelitian selesai domba-domba dipotong untuk memperoleh data “edible portion”. Sebelum dipotong, domba dipuasakan selama 12 jam, setelah itu domba ditimbang untuk mengetahui bobot potong. Pemotongan domba dilakukan di bagian leher dengan memutus vena jugularis, arteri carotis, dan kerongkongan. Darah yang keluar ditampung dalam ember kemudian ditimbang. Kepala dipisahkan di bagian tulang atlas, selanjutnya dilakukan pemotongan kaki pada bagian teracak (phalanges). Sebelum pengulitan dilaksanakan, domba digantung dengan posisi kaki belakang di atas. Pengulitan dimulai dari bagian kaki belakang, dilanjutkan ke bagian perut dan dada sampai ke bagian leher. Kemudian bagian perut dibelah untuk mengeluarkan organ–organ viscera. Karkas yang dibelah menjadi 2 bagian secara simetris menggunakan mesin gergaji karkas sehingga diperoleh bagian kanan dan bagian kiri yang relatif sama. Penguraian hanya dilakukan pada karkas bagian kanan saja, sedang karkas bagian kiri dianggap sama. Karkas diurai untuk mendapatkan bobot lemak dan daging karkas serta tulang. Bobot “edible portion” karkas diperoleh dengan menimbang lemak dan daging karkas. “Edible portion” non karkas dibatasi pada bagian kepala (otak, lidah,
182
telinga, hidung, bibir, mata, semua otot dan lemak pada kepala), organ-organ viscera, meliputi organ pernafasan (paru-paru dan trakhea), sirkulasi darah (jantung) dan organ pencernaan (rumen, retikulum, omasum, abomasum, usus besar, usus halus, esophagus, hati, pancreas, limpha, lemak omental), organ reproduksi (testis dan penis), kaki dan ekor. Bobot “edible portion” diperoleh dengan cara menimbang bagian-bagian tersebut, kemudian hasilnya dikonversikan menjadi bobot “edible portion” karkas dan non karkas secara utuh. Parameter yang diamati dalam penelitian adalah bobot potong, bobot karkas, bobot non karkas, bobot “edible portion” karkas, bobot “edible portion” non karkas, dan bobot “edible portion” total. Bobot potong diperoleh dengan menimbang domba sebelum dipotong dan setelah dipuasakan selama 12 jam. Bobot karkas diperoleh dengan menimbang karkas. Bobot non karkas diperoleh dengan menimbang bagian non karkas yang meliputi kepala, ekor, organ pencernaan, organ pernafasan, organ reproduksi, organ sirkulasi darah dan kaki. Bobot “edible portion“ karkas diperoleh dengan menimbang bagian edible portion karkas (daging dan lemak karkas). Bobot “edible portion” non karkas diperoleh dengan menimbang bagian “edible portion” non karkas (daging dan lemak non karkas). Bobot total “edible portion” diperoleh dengan cara menjumlah bagian “edible portion” karkas dan “edible portion” non karkas. Pada saat periode perlakuan berlangsung, terdapat satu materi penelitian yang mati, sehingga pada tahap analisis data, hanya digunakan 11 materi penelitian. Data selanjutnya dianalisis menggunakan analisis varians (anova) untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan. Apabila terbukti adanya perbedaan antara perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji wilayah ganda dari Duncan (STEEL dan TORRIE, 1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi karkas dan non karkas domba lokal jantan Rata-rata bobot potong, karkas, dan non karkas serta persentase karkas dan non karkas hasil penelitian ditampilkan pada Tabel 2.
Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggantian konsentrat dengan LFTT menyebabkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada persentase karkas, sedangkan bobot potong, bobot karkas, bobot non karkas serta persentase non karkas tidak berbeda nyata (P>0,05).
TRIATMOJO yang disitasi oleh RIANTO dan BUDHIHARJO (2004), menyatakan bahwa bobot potong berpengaruh terhadap bobot karkas dan komponen-komponennya. Semakin tinggi bobot potong maka bobot karkas akan semakin meningkat.
Tabel 2. Rata-rata bobot potong dan bobot dengan persentase karkas serta non karkas Parameter
Bobot potong (g) Bobot karkas (g) Bobot non karkas (g) Persentase karkas (%) Persentase non karkas (%)
Perlakuan T0
T1
T2
20.250,00a 7.500,00a 12.180,46a 36,99a 60,04a
18.750,00a 6.437,50a 11.359,03a 34,37a 60,50 a
19.333,33a 6.333,33a 12.240,69a 32,95b 63,21a
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Bobot potong yang tidak berbeda diduga karena konsumsi pakan yang tidak berbeda. Rerata konsumsi bahan kering T0, T1 dan T2 secara berurutan adalah 890, 815 dan 808 g/hari. Konsumsi bahan kering hasil penelitian ini sudah mencapai kisaran kebutuhan bahan kering untuk domba menurut KEARL (1982) yaitu sebesar 710 g. Selain konsumsi, kandungan nutrisi pakan merupakan salah satu fakta yang mempengaruhi bobot potong. Pemberian pakan dengan kandungan nutrisi tinggi akan menyebabkan pertumbuhan yang lebih baik sehingga meningkatkan pertambahan bobot badan harian, yang pada akhirnya akan meningkatkan bobot potong. Hal ini sesuai dengan pendapat TILLMAN et al. (1991) bahwa kualitas dan kuantitas nutrisi pakan sangat mempengaruhi produksi ternak. Konsentrat mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik dibandingkan dengan LFTT (Tabel 1), tetapi domba yang diberi pakan dengan subtitusi LFTT dalam ransum sebesar 10 dan 20% dapat menghasilkan bobot potong yang relatif sama dengan perlakuan kontrol (konsentrat), hal tersebut diduga kandungan nutrisi LFTT telah memenuhi kebutuhan domba untuk berproduksi atau untuk meningkatkan bobot badannya. Pemberian LFTT dengan aras berbeda pada domba menghasilkan bobot karkas tidak berbeda nyata (P>0,05), namun persentase karkas menurun pada pemberian 20% LFTT
(P<0,05). Salah satu faktor yang mempengaruhi bobot karkas adalah bobot potong. Bobot potong pada perlakuan ini tidak berbeda nyata (P>0,05), sehingga menyebabkan bobot karkas juga tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat SOEPARNO (1998) bahwa ternak dengan bobot potong besar akan menghasilkan bobot karkas yang besar, sedangkan ternak dengan bobot potong kecil akan menghasilkan karkas yang kecil pula. Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, namun bobot karkas hasil penelitian ini cenderung mengalami penurunan seiring dengan peningkatan aras LFTT dalam konsentrat. Domba dengan pakan konsentrat mempunyai persentase karkas tinggi dibanding dengan domba yang mendapat ransum dengan LFTT 10% dan 20%. FORREST et al. (1975) menyatakan bahwa persentase karkas akan meningkat seiring dengan bertambahnya bobot hidup. Persentase karkas dipengaruhi oleh bobot potong dan bobot karkas. Persentase karkas yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 32,95–36,99%, hasil ini lebih rendah dari persentase karkas yang dilaporkan oleh DEVENDRA dan MCLEROY (1982) bahwa domba di daerah tropis memiliki persentase antara 40–50%. Hasil penelitian terhadap domba yang diberi pakan limbah industri kecap sebagaimana dilaporkan oleh ADIWINARTI et al. (1999) menghasilkan persentase karkas
183
Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
sebesar 41,11–44,00%, sedangkan Akhmadi (2005) melaporkan bahwa domba yang diberi pakan ampas tahu memiliki persentase karkas sebesar 43,85–49,81%. Bobot dan persentase non karkas hasil penelitian (Tabel 2) menunjukkan bahwa bobot maupun presentase non karkas tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan, namun cenderung mengalami peningkatan seiring dengan aras LFTT yang diberikan. Organ viscera merupakan proporsi terbesar pada komponen non karkas. Rata-rata persentase non karkas hasil penelitian ini adalah 61,25%, lebih besar dari hasil penelitian yang diperoleh ADIWINARTI et al., (1999) yaitu sebesar 57,98%.
“Edible portion” karkas Hasil penelitian tentang pengaruh penggunaan LFTT dalam ransum domba lokal jantan terhadap ”edible portion” karkas ditampilkan pada Tabel 4. Analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan LFTT dalam konsentrat sebanyak 10 dan 20% tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap bobot “edible portion” karkas (P>0,05). BERG dan BUTTERFIELD (1976) menyatakan bahwa kualitas fisik karkas dipengaruhi oleh bobot potong, bobot karkas, kondisi ternak, bangsa, proporsi komponen bukan karkas dan pakan. Bobot badan dari seekor ternak berpengaruh pada bagian tubuh yang dapat dimakan (SUPARNO, 1998). SWATLAND (1984) menyatakan bahwa bobot “edible portion” dipengaruhi oleh bobot potong. Proporsi bagian yang dapat dimakan meningkat seiring dengan meningkatnya bobot badan.
Tabel 3. Rata-rata bobot “Edible portion” karkas domba lokal jantan setelah perlakuan Paremeter Bobot karkas (g) Bobot daging (g) Bobot lemak (g) Bobot tulang (g) Bobot “edible portion” karkas (g) Persentase “edible portion” karkas (%)
Perlakuan T0
T1 a
7.500,00 4.783,23a 1.048,61a 1.668,25a 5.831,84a 77,69a
T2 a
6.437,50 4.201,16a 760,71a 1.475,75a 4.961,87a 77,07 a
6.333,33a 4148,83a 628,78a 1.555,67a 4.777,61a 75,44b
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Bobot ”edible portion” yang diperoleh pada penelitian ini tidak berbeda nyata disebabkan oleh bobot karkas tidak berbeda nyata. SOEPARNO (1998) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara komponenkomponen karkas (daging, lemak dan tulang) dengan karkas, semakin tinggi bobot karkas, maka bobot daging dan lemak yang menjadi komponen ”edible portion” karkas juga akan semakin tinggi. Bobot daging karkas tidak berbeda nyata, diduga karena konsumsi protein kasar yang tidak berbeda nyata. Rata-rata konsumsi protein T0, T1, dan T2 secara berurutan adalah 0,104 g; 0,094 g; dan 0,092 g. Konsumsi protein akan menyebabkan bertambahnya deposisi protein dalam tubuh yang akan menentukan produksi dan pertumbuhan ternak
184
(Lestari et al., 2005). Secara deskriptif, bobot daging mengalami penurunan sejalan dengan aras LFTT yang diberikan, semakin banyak aras LFTT yang diberikan menyebabkan penurunan bobot daging karkas. Hal serupa terjadi pada bobot lemak karkas. Bobot lemak akibat perlakuan penambahan aras LFTT dalam konsentrat tidak berbeda nyata. Bobot lemak dipengaruhi oleh konsumsi energi. Konsumsi energi T0 (11,50 MJ), T1 (11,82 MJ) dan T2 (10,66 MJ) tidak berbeda, maka bobot lemak juga tidak bebeda nyata. SOEPARNO (1998) menyatakan bahwa peningkatan energi pakan dan konsumsi energi akan meningkatkan kadar lemak karkas. Bobot tulang karkas menunjukkan pola yang menarik, yaitu ada kecenderungan pada level pemberian aras LFTT sebesar 10% bobot
Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
tulang menurun, namun pada pemberian 20% LFTT bobot tulang naik, meskipun secara statistik antara ketiga perlakuan tidak terdapat perbedaan. Hal ini diduga karena LFTT merupakan sumber mineral yang tinggi, sehingga cenderung digunakan untuk pembentukan tulang, domba masih dalam fase pertumbuhan sehingga komponen tubuhnya masih berkembang secara optimal, sehingga mineral dalam LFTT digunakan untuk perkembangan tulang. Persentase ”edible portion” karkas T0 (77,69%) lebih tinggi (P<0,05) daripada T1 (77,07%) dan T2 (75,44%), tetapi antara T1 dan T2 tidak berbeda nyata. Persentase “edible portion” dipengaruhi oleh bobot ”edible portion” karkas dan bobot potong. Hasil penelitian ini relatif sama dengan persentase “edible portion” karkas domba dari penelitian LESTARI et al. (2001) yaitu 75,64–78,96% dari bobot karkas, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Akhmadi (2005) terhadap domba lokal jantan, yaitu sebesar 80,93–84,34% dari bobot karkas. “Edible portion” non karkas Hasil penelitian tentang pengaruh aras LFTT dalam konsentrat terhadap ”edible portion” non karkas dapat dilihat pada Tabel 4. Analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan LFTT sebesar 10 dan 20% tidak berpengaruh nyata terhadap bobot dan persentase “edible portion” non karkas (P>0,05). Presentase “edible portion” non karkas dipengaruhi oleh bobot “edible portion” non karkas, sedangkan “edible portion” non karkas dipengaruhi oleh bobot non karkas. Bobot non karkas tidak berbeda nyata, oleh karena itu bobot “edible portion” non karkas dan presentasenya juga tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat SOEPARNO (1998) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara bobot non karkas dan bagian-bagiannya.
Tabel 4. Bobot “Edible portion” non karkas domba lokal jantan Perlakuan
Paremeter Bobot non karkas (g) Bobot “edible portion” non karkas (g) Bobot EP kepala (g) Bobot EP kaki (g) Bobot EP ekor (g) Bobot EP viscera (g) Organ reproduksi (g) Persentase “Edible portion” non karkas (%)
T0 12.180,46 3.719,35 784,34 93,75 120,89 2373,47 324,40 30,92
Bobot ”edible portion” kepala (daging, lemak, mata, otak, lidah, telinga dan kulit) tidak berbeda nyata antar perlakuan, namun secara visual terdapat kecenderungan pola peningkatan bobot ”edible portion” kepala seiring dengan aras LFTT yang diberikan. Pola peningkatan ini tidak diikuti oleh komponen ”edible portion” kaki dan ekor. ”Edible portion” ekor tidak berbeda nyata diduga karena penimbunan lemak pada domba ekor tipis sangat sedikit. Bobot ”edible portion” viscera dan organ reproduksi tidak berbeda nyata antar perlakuan. Secara visual bobot viscera dan
T1 11.359,03 3.672,57 829,31 123,69 190,04 2236,19 293,10 32,34
Rata-rata T2 12.240,69 4.090,28 860,43 92,59 121,86 2709,39 312,67 33,49
11.926,73 3.827,40 824,69 103,34 144,26 2439,69 310, 06 32,25
organ reproduksi tidak mengambarkan suatu pola tertentu. SOEPARNO (1998) menyatakan bahwa ternak yang mengkonsumsi pakan dengan energi tinggi, akan memiliki bobot jantung, paru-paru, ginjal, hati, rumen, retikulum, omasum, abomasum, usus kecil, usus besar dan total alat pencernaan yang lebih berat dibandingkan dengan ternak yang mengkonsumsi energi pakan yang rendah. Konsumsi energi pada perlakuan penggantian konsentrat dengan LFTT tidak berbeda, sehingga bobot dan presentase ”edible portion” juga tidak berbeda nyata. Ini berarti bahwa penambahan LFTT dalam konsentrat pada aras
185
Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
10 dan 20% menghasilkan bobot non karkas, maupun bobot dan persentase ”edible portion” non karkas yang sama dengan perlakuan tanpa penambahan LFTT. Rata-rata persentase “edible portion” non karkas hasil penelitian ini (30,28%) lebih rendah dari yang dilaporkan oleh ADIWINARTI et al. (1999) yaitu sebesar 43,76% namun hampir sama dengan hasil penelitian AKHMADI (2005), sebesar 30,53%. Hal ini terjadi karena perbedaan perlakuan yang diberikan.
“Edible portion” total Hasil penelitian tentang pengaruh aras LFTT dalam konsentrat terhadap bobot “edible portion” domba, terdapat pada Tabel 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggantian konsentrat dengan LFTT tidak memberikan perbedaan nyata pada bobot dan persentase “edible portion” total (P>0,05). Hal ini karena bobot potong, bobot “edible portion” karkas dan non karkas juga tidak berbeda nyata. Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, namun terdapat kecenderungan peningkatan produksi ”edible portion” total seiring dengan penambahan aras LFTT. Rata-rata bobot dan persentase “edible portion” total adalah 8.098,84 g dan 46,45%.
Tabel 5. Produksi “Edible portion” domba lokal jantan Perlakuan
Paremeter Bobot potong (g) Bobot “edible portion” total (g) Presentase “edible portion” total (%)
T0
T1
20.250 7.044,19 47,25
18.750 8.384,44 46,05
SWATLAND (1984) menyatakan bahwa bobot “edible portion” dipengaruhi oleh bobot potong, dimana domba dengan bobot potong tinggi, mempunyai bobot dan presentase “edible portion” yang tinggi, demikian pula sebaliknya. SOEPARNO (1998) menyatakan bahwa bagian tubuh yang dapat dimakan dari seekor ternak meningkat seiring dengan pertambahan bobot badan ternak. Presentase “edible portion” total hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh AKHMADI (2005), yaitu sebesar 51,81 – 57,91%. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggantian konsentrat dengan LFTT dalam ransum sampai aras 20% tidak mempengaruhi produksi “edible portion” karkas, “edible portion” non karkas, dan “edible portion” total domba lokal jantan.
186
Rata-rata T2 19.333,33 8.867,89 46,02
19.444,44 8.098,84 46,45
UCAPAN TERIMA KASIH Kepada Almarhum Ir. Juron Andreas Prawoto, MS atas segala atas bimbingan, saran, pengarahan, serta wacana-wacana sehingga penelitian dan penulisan ini dapat selesai. DAFTAR PUSTAKA ADIWINARTI, R., C. M. S. LESTARI., E. PURBOWATI., E. RIANTO dan J.A. PRAWOTO. 1999. Karakteristik karkas dan non karkas domba yang diberi pakan tambahan limbah industri kecap dengan aras yang berbeda. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. 24 (4): 137 – 145. AKHMADI, D., E. PURBOWATI, dan R. ADIWINARTI. 2005. Persentase “Edible Portion” Domba yang Diberi Ampas Tahu Kering dengan Aras yang Berbeda. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. 30 (4).
Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
ASTUTI, P. dan L. RISYANI. 2001. Effisiensi Usaha Ternak Itik Melalui Pemberian Ransum dengan Komposisi Limbah Lumpur Fermentasi. Akademi Peternakan Karanganyar. Karanganyar. Laporan Penelitian (Tidak Dipublikasikan). BERG, R. T. dan R. M. BUTTERFIELD. 1976. New Concepts of Cattle Growth. Edisi ke–1. Sydney University Press, Sydney. DEVENDRA, C dan G. B. MCLEROY. 1982. Goat and Sheep Production in the Tropics. Toppan Printing Co. Ltd, Singapore. FORREST, J. C., E. D. ABERLE, H. B. HEDRICK, M. D. JUDGE dan R. A. MERKEL. 1975. Principles of Meat Science. Edisi ke–2. W. H. Freeman & Company. San Fransisco. GATENBY, R. M. 1986. Sheep Production in the Tropics and Sub-Tropics. Longman, London. KEARL, L. C. 1982. Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries. International Feedstuff Institute, Utah Agricultural Experiment Station, Utah State University, Logan. LESTARI, C. M. S., E PURBOWATI, dan MAWATI. 2001. Produksi “edible portion” karkas domba lokal jantan akibat penggantian protein konsentrat dengan protein ampas tahu. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. Edisi Khusus. April. 228–235.
LESTARI, C. M. S., S. DARTOSUKARNO, dan I. PUSPITA. 2005. “Edible Portion” Domba Lokal Jantan yang Di Beri Pakan Dedak Padi dan Rumput Gajah. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Hlm. 461 – 466. RIANTO, E., dan M. BUDHIHARTO. 2004. Proporsi daging, tulang, dan lemak karkas domba ekor tipis jantan akibat pemberian ampas tahu dengan aras berbeda. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Hlm. 309 – 313. SOEPARNO. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-3. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. SWATLAND, H. J. 1984. Structure and Development of Meat Animal. Prentice Hal Inc., Englenwood Cliffs, New Jersey. TILLMAN, A.D., H. HARTADI., S. REKSOHADIPROJO., S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSUKOJO. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke–8. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
187