Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
DEPOSISI PROTEIN PADA DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YANG DIBERI PAKAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT DENGAN METODE PENYAJIAN BERBEDA (Protein Deposition in Thin Tailed Rams Fed Grass and Concentrate of Different Offering Methods) MUKH ARIFIN, ANIK ISMINURSITI dan EDY RIANTO Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang
ABSTRACT An experiment was carried out to investigate the effect of different feeding method on protein deposition in thin tailed rams. In this experiment 12 thin tailed rams, aged 8-10 months, weighed 13.2-18.5 kg were used. The rams were allocated into a randomized block design (RBD), consisted of 4 groups of initial body weight and 3 treatments. The treatments applied were methods of providing concentrate and Napier grass, i.e. CG = concentrate was provided at 07.00 hr prior to Napier grass (ad libitum) given at 09.00 hr; GCG = 100 g Napier grass was provided at 07.00 hr, continued by concentrate given at 07.30 hr and Napier grass (ad libitum) given at 09.30 hr; and FC = Napier grass (ad libitum) and concentrate were provided together at 07.00 hr. The results showed that there was no significant difference (P>0.05) among treatments in all parameters observed. Average values of protein intake, fecal protein, urinary protein, protein digestibility and protein retention were 86.67 g/d, 29.59 g/d, 28.3 g/d, 65.76% and 33.34%, respectively. It is concluded that time arrangement of feeding do not influence protein deposition in thin tailed rams. Key Words: Sheep, Protein Deposition, Feed Offering Method ABSTRAK Suatu penelitian telah dilaksanakan dengan tujuan mengkaji pengaruh metode pemberian pakan hijauan dan konsentrat yang berbeda terhadap deposisi protein pada domba ekor tipis jantan. Penelitian ini menggunakan 12 ekor domba ekor tipis jantan yang berumur 8 – 10 bulan dengan bobot awal 13,2 – 18,5 kg. Domba-domba tersebut dialokasikan ke dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan 4 kelompok bobot hidup dan 3 perlakuan. Perlakuan yang diberikan adalah metode pemberian konsentrat dan rumput Gajah, yaitu KH = konsentrat diberikan pukul 07.00 WIB dilanjutkan dengan rumput Gajah (ad libitum) diberikan pukul 09.00 WIB; HKH = 100 g rumput Gajah diberikan pukul 07.00 WIB dilanjutkan dengan Konsentrat diberikan pukul 08.30 WIB dan rumput Gajah (ad libitum) pada pukul 09.30 WIB; FC = rumput Gajah (ad libitum) dan konsentrat diberikan bersama secara terpisah (Free choice) pada pukul 07.00 WIB. Hasil penelitian tidak menunjukkan adanya perbedaan (P > 0,05) diantara perlakuan dalam semua nilai parameter yang diamati. Rata-rata nilai parameter tersebut adalah: konsumsi protein sebesar 86,67 g/hari, PK feses sebesar 29,59 g/hari, PK urin sebesar 28,3 g/hari, kecernaan protein sebesar 65,76%, protein terdeposisi 28,93 g/hari (33,34%). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tata waktu pemberian hijauan dan konsentrat tidak berpengaruh terhadap deposisi protein pada domba ekor tipis jantan. Kata Kunci: Domba, Deposisi Protein, Metode Penyajian Pakan
PENDAHULUAN Salah satu bangsa domba yang banyak dipelihara di Indonesia adalah domba ekor tipis. Domba ini mempunyai ciri ekor pendek dan kecil, warna rambut pada umumnya putih, kasar dan tersebar tidak teratur pada bagian
tubuhnya. Domba ekor tipis jantan mempunyai tanduk sedangkan betina tidak. Domba ekor tipis banyak dipelihara oleh masyarakat karena adaptif terhadap pakan yang diberikan. Domba ekor tipis di masyarakat pada umumnya dipelihara secara tradisional. Domba biasanya hanya diberi pakan seadanya,
367
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
sehingga produktivitasnya masih rendah. Produktivitas domba dapat ditingkatkan melalui peningkatan kualitas dan kuantitas pakan, yaitu dengan menambahkan konsentrat. Pemberian konsentrat pada umumnya dilakukan 2 jam sebelum hijauan diberikan. Hal ini dapat menimbulkan resiko terjadinya penurunan atau peningkatan pH rumen yang terlalu tajam. Keadaan pH rumen yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mempengaruhi populasi mikroba, sehingga proses pencernaan pakan tidak berlangsung dengan baik, dan akibat selanjutnya adalah rendahnya produktivitas ternak. Guna menghindari resiko tersebut maka perlu memberikan sedikit hijauan sebelum pemberian konsentrat, dengan tujuan untuk menghasilkan saliva yang mampu berfungsi sebagai buffer di dalam rumen. Protein merupakan salah satu nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Protein pakan yang dikonsumsi oleh ternak, sebagian akan terserap lewat dinding usus, dan sebagian lainnya dikeluarkan melalui feses. Sebagian protein yang terserap tersebut akan dikeluarkan melalui urin dan sebagian lagi akan dideposisikan. Deposisi protein merupakan penimbunan protein yang diperoleh dari protein pakan yang dikonsumsi ternak dikurangi dengan protein yang dikeluarkan melalui feses dan urin. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengaruh pemberian pakan hijauan dan konsentrat dengan metode pemberian berbeda terhadap deposisi protein pada domba ekor tipis jantan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai pengaruh metode pemberian konsentrat dan hijauan pada domba ekor tipis jantan yang dapat diterapkan untuk meningkatkan produktivitas ternak.
MATERI DAN METODE Materi yang digunakan dalam penelitian adalah 12 ekor domba ekor tipis jantan, dengan umur sekitar 8 – 10 bulan dan rata-rata bobot hidup awal 13,2 – 18,5 kg. Domba ditempatkan dalam kandang individual model panggung yang terbuat dari bahan kayu dengan ukuran 1 × 1,2 m, serta memiliki tinggi 1 m dari permukaan tanah yang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum. Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput Gajah dan konsentrat. Rumput Gajah yang digunakan sudah dilayukan terlebih dahulu hingga memiliki kandungan air sebesar 13,38%. Kandungan nutrisi bahan pakan yang digunakan tercantum pada Tabel 1. Rancangan percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 kelompok dan 3 perlakuan. Pengelompokan ternak dilakukan berdasarkan bobot hidup. Bobot hidup kelompok 1 berkisar antara 13 dan 14,1 kg; kelompok 2 berkisar antara 14,2 dan 14,6 kg; kelompok 3 berkisar antara 14,7 dan 15,3 kg, dan kelompok 4 berkisar antara 16,5 dan 19,3 kg. Rumput Gajah diberikan secara ad libitum, sedangkan konsentrat diberikan dalam jumlah 2,8% dari bobot hidup. Perlakuan yang diberikan berupa metode pemberian pakan, yaitu tata waktu pemberian hijauan dan konsentrat, sebagai berikut: KH = Konsentrat diberikan pukul 07.00 WIB dilanjutkan dengan rumput Gajah (ad libitum) diberikan pukul 09.00 WIB
Tabel 1. Kandungan nutrisi bahan pakan penelitian Kandungan nutrisi dalan 100% BK Bahan pakan
PK
Abu
LK
SK
BETN
...........................................%.....................................
Energi kal/g
Rumput Gajah
11,33
18,45
3,90
27,62
38,70
3453
Konsentrat
15,11
9,24
3,96
13,57
58,12
4014
368
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
HKH = 100 g rumput Gajah diberikan pukul 07.00 WIB, dilanjutkan dengan pemberian Konsentrat pada pukul 07.30 WIB, dan rumput Gajah (ad libitum) diberikan kembali pukul 09.30 WIB FC = rumput Gajah (ad libitum) dan Konsentrat diberikan bersama secara terpisah (free choice) pada pukul 07.00 WIB Prosedur penelitian Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap, yaitu adaptasi, pendahuluan dan perlakuan. Tahap adaptasi berlangsung selama 3 minggu. Pada tahap ini domba diberi pakan berupa rumput Gajah yang dilayukan dan konsentrat yang terdiri dari dedak gandum dan dedak halus. Tujuan dari tahap adaptasi ini adalah agar domba terbiasa untuk mengkonsumsi pakan perlakuan. Pada masa ini juga dilakukan pemberian obat cacing agar domba dapat terhindar dari parasit-parasit (cacing) yang dapat mengganggu proses pencernaan. Konsentrat diberikan pada pukul 07.00 WIB. Rumput Gajah diberikan mulai pukul 09.00 WIB secara ad libitum. Tahap pendahuluan berlangsung selama 2 minggu. Pada tahap ini dilakukan pengacakan materi penelitian dan penempatan domba dalam kandang. Metode pemberian pakan yang diberikan pada tahap ini sama dengan metode pemberian pakan yang dilakukan pada tahap perlakuan. Kegiatan ini dilakukan sampai dengan konsumsi pakan stabil. Pakan yang diberikan dalam bentuk kering. Air minum diberikan secara ad libitum. Kegiatan akhir dari tahap ini adalah penimbangan bobot hidup domba yang akan digunakan untuk menentukan bobot awal perlakuan serta untuk mengetahui kebutuhan pakannya. Tahap perlakuan selama 10 minggu. Penimbangan domba dilakukan setiap minggu sekali, dan bobot hidup domba tersebut digunakan untuk menentukan kebutuhan pakan untuk minggu berikutnya. Data yang diambil pada tahap ini meliputi konsumsi pakan harian, pertambahan bobot hidup domba setiap minggu. Total koleksi feses dan urin yang dikeluarkan oleh ternak dilakukan 7 hari
berturut-turut pada minggu ke-3 (6 ekor domba) dan minggu ke-4 (6 ekor domba) periode perlakuan. Total koleksi dilakukan pada pukul 07.00 WIB dan berakhir pada jam yang sama di hari berikutnya begitu seterusnya sampai 7 hari berturut-turut. Hasil penampungan feses dan urin pada pagi harinya ditimbang. BK segar feses diukur setiap hari. Feses yang terkumpul setiap hari disemprot dengan H2SO4 10%. Sampel feses tersebut dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari sampai benar-benar kering. Hasil total koleksi feses selama 7 hari yang sudah kering dicampur kemudian diambil subsampel untuk dianalisis. Sampel urin diambil setelah pengadukan hingga merata dan diambil sampel sebanyak 25%. Hasil sampel total koleksi urin selama 7 hari dicampur dan diaduk hingga homogen, kemudian diambil subsampel untuk dianalisis. Pengambilan cairan rumen dilakukan pada minggu ke-8 periode perlakuan. Pengambilan cairan rumen dilakukan sebanyak 3 kali untuk setiap ekor domba dengan waktu yang berbeda, yaitu sebelum pemberian pakan, 3 jam setelah pemberian pakan, dan 6 jam setelah pemberian pakan. Sampel cairan rumen diambil dengan cara memasukkan selang yang dihubungkan dengan pompa vakum ke dalam rumen lewat mulut. Sampel cairan rumen yang diperoleh diberi larutan H2SO4 encer hingga pH-nya turun sampai 3, kemudian disaring, dimasukkan ke dalam botol plastik dan disimpan di dalam freezer sebelum dianalisis untuk konsentrasi NH3. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi protein, PK feses, PK urin, kecernaan protein, dan protein terdeposisi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan prosedur analisis ragam (dengan uji F) mengikuti petunjuk STEEL dan TORRIE (1995). HASIL DAN PEMBAHASAN Selama penelitian ini berlangsung, ada satu domba yang mendapat perlakuan free choice kelompok 1 mati pada minggu ke-8 perlakuan. Dalam analisis data, nilai variabel untuk ternak yang mati tersebut kemudian diperhitungkan dengan perhitungan data hilang mengikuti petunjuk STEEL dan TORRIE (1995).
369
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Perhitungan statistik yang menggunakan teknik data hilang meliputi pertambahan bobot hidup harian, konsumsi BK, konsumsi PK, jumlah PK terdeposisi, konversi PK. Efisiensi pemanfaatan pakan Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa nilai konsumsi tidak terdapat perbedaan yang nyata (P > 0,05) antar perlakuan pada parameter konsumsi BK (Tabel 2). Hal ini berarti bahwa tidak ada pengaruh antar perlakuan yang diberikan terhadap konsumsi BK. Konsumsi BK total pada masing-masing perlakuan KH, HKH dan FC secara berturutturut adalah 611 g/hari; 651 g/hari dan 618 g/hari. Tidak adanya perbedaan tersebut diduga karena kecernaan BK tidak berbeda nyata (Tabel 2). Hal ini berarti pemberian pakan konsentrat dan hijauan dengan metode berbeda tidak berpengaruh terhadap kecernaan pakan. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ternak adalah kecernaan (PARAKKASI, 1999). Hasil perhitungan statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P > 0,05) antara ketiga perlakuan terhadap PBHH yang diduga karena konsumsi BK juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (P > 0,05). Hal ini berarti bahwa perbedaan metode pemberian pakan tidak memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot hidup harian. Menurut SOEPARNO (1998) dan PARAKKASI (1999), salah satu faktor yang mempengaruhi
PBHH adalah konsumsi pakan, semakin tinggi jumlah pakan yang dikonsumsi, semakin tinggi pula laju pertumbuhan ternak. Nilai PBHH pada semua perlakuan bernilai positif, hal ini menunjukkan bahwa pakan yang diberikan telah melampaui kebutuhan hidup pokok. Pertambahan bobot hidup terjadi apabila ternak mampu mengubah zat-zat pakan yang diperoleh menjadi produk ternak seperti lemak dan daging, setelah kehidupan pokok terpenuhi (WILLIAMSON dan PAYNE, 1993). Konversi pakan pada penelitian ini menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hal ini diduga disebabkan oleh konsumsi BK dan PBHH yang tidak berbeda nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan metode pemberian pakan tidak berpengaruh terhadap efisiensi pemanfaatan pakan. Rata-rata konversi pakan domba penelitian adalah 16,97 dan lebih tinggi bila dibandingkan dengan konversi pakan yang diperoleh RIANTO et al. (2006) yang memperoleh konversi pakan sebesar 11,16 pada DET yang diberi pollard dengan aras yang berbeda. Perbedaan konversi pakan tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan kecernaan pakan. Kecernaan pakan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan kecernaan pakan penelitian RIANTO et al. (2006). Kecernaan pakan yang lebih tinggi mengakibatkan pakan yang dimanfaatkan untuk produksi lebih tinggi, sehingga menghasilkan pertambahan bobot hidup yang lebih tinggi pula dan akan mempengaruhi konversi pakannya.
Tabel 2. Efisiensi penggunaan pakan pada berbagai perlakuan Perlakuan
Parameter Konsumsi BK Total (g/hari)
Uji statistik
KH
HKH
FC
611
651
618
ns
Rumput Gajah (g/hari)
158
176
161
ns
Konsentrat (g/hari)
453
475
457
ns
256,90
299,90
252,72
ns
Pengeluaran BK feses (g/hari) Kecernaan BK (%)
54,50
58,25
54,98
ns
Konsumsi BK tercerna (g/hari)
333,29
380,66
352,13
ns
PBHH (g/hari)
33,93
44,39
46,38
ns
Konversi pakan
23,04
16,85
14,73
ns
ns: tidak berbeda nyata (P > 0,05)
370
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Metabolisme protein Sebagaimana tercantum pada Tabel 3, hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa konsumsi PK total, konsumsi PK hijauan, konsumsi PK konsentrat, konsumsi PK tercerna, PK terdeposisi dan deposisi protein tidak berbeda nyata (P > 0,05). Konsumsi protein kasar Hasil perhitungan statistik terhadap konsumsi PK menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (P > 0,05) antar ketiga perlakuan. Hal ini diduga karena konsumsi BK menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (P > 0,05). Faktor yang mempengaruhi konsumsi PK adalah konsumsi BK dan kandungan PK dalam ransum. Konsumsi BK pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata, sementara jenis pakan yang diberikan adalah sama, sehingga kandungan protein ransum ketiga perlakuan juga sama. Hal ini pada akhirnya menyebabkan konsumsi protein kasar tidak berbeda nyata (P > 0,05) antar perlakuan. Kecernaan protein Protein kasar tercerna pada perlakuan KH sebesar 55,30 g/hari (64,30% dari konsumsi PK total), HKH sebesar 61,32 g/hari (67,03% dari konsumsi PK total) dan FC adalah 55,37
g/hari (65,94% dari konsumsi PK total). Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa kecernaan PK antara ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hal ini diduga karena hasil perhitungan statistik konsumsi PK tercerna juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (P > 0,05). Hal ini sesuai dengan pendapat ANGGORODI (1994), kecernaan pakan dipengaruhi oleh jumlah PK tercerna. Apabila konsumsi PK tercerna tidak berbeda nyata (P > 0,05), maka kecernaan PK juga tidak berbeda nyata (P > 0,05). Deposisi protein Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (P > 0,05) deposisi protein antar perlakuan yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan metode pemberian pakan tidak berpengaruh terhadap jumlah dan kinerja mikroba rumen, sehingga tidak berpengaruh pula terhadap kecernaan pakan. Deposisi protein pada penelitian ini KH sebesar 31,17%; HKH sebesar 33,35%; dan FC sebesar 35,50%. Deposisi protein ini lebih rendah daripada deposisi protein hasil penelitian ARIFIN et al. (2005) yang menggunakan pakan penguat pollard dengan aras yang berbeda, yaitu berkisar antara 59,93 dan 66,42%. Hasil penelitian ini juga sedikit lebih rendah daripada temuan RIANTO et al. (2006) yang mendapatkan deposisi protein
Tabel 3. Efisiensi penggunaan protein pada berbagai perlakuan Perlakuan
Parameter KH
HKH
Uji statistik FC
Konsumsi protein total (g/hari)
85,89
91,17
84,78
ns
Konsumsi PK hijauan (g/hari)
17,67
21,51
15,72
ns
Konsumsi PK konsentrat (g/hari)
68,22
69,66
69,06
ns
Feses (g/hari)
30,59
29,85
28,32
ns
Urin (g/hari)
ns
Pengeluaran PK 28,41
30,90
25,59
Konsumsi PK tercerna (g/hari)
55,30
61,32
55,37
ns
Kecernaan protein (%)
64,30
67,03
65,94
ns
PK terdeposisi (g/hari)
26,89
30,42
29,20
ns
Deposisi protein (%)
31,17
33,35
35,50
ns
ns tidak berbeda nyata (P > 0,05)
371
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
sebesar 39,73% pada domba Garut yang mendapat pakan rumput Gajah, konsentrat dan ampas tahu. Deposisi protein penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian OKTARINA et al. (2004) yang melaporkan bahwa deposisi protein pada domba ekor tipis jantan yang diberi pakan rumput Gajah ad libitum dan dedak padi 400 g per hari adalah 19,92%. Tinggi rendahnya deposisi protein antara lain dipengaruhi oleh komposisi asam amino pakan (BONDI, 1987; MCDONALD Et al., 1988); jenis bahan pakan yang berbeda-beda memiliki komposisi asam amino yang berbeda pula.
konsentrasi amonia kira-kira 3 jam setelah makan. Konsentrasi NH3 rumen pada saat 6 jam setelah perlakuan pada HKH lebih tinggi dari pada 0 jam dan 3 jam. Hal ini disebabkan populasi dan kinerja mikroorganisme rumen yang optimal karena didukung oleh kondisi pH rumen netral. Mikroba rumen dapat bekerja secara optimum pada pH 6-7 (BONDI, 1987). Nilai pH netral ini diperoleh dengan cara memberi ternak pakan hijauan sebelum diberi pakan konsentrat untuk meningkatkan buffer.
Konsentrasi NH3 cairan rumen
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perbedaan metode pemberian pakan hijauan dan konsentrat tidak berpengaruh terhadap deposisi protein pada domba ekor tipis jantan. Guna menghindari resiko terjadinya penurunan arau peningkatan pH rumen yang terlalu tajam, pemberian konsentrat pada pagi hari sebaiknya diberikan setelah atau bersamasama dengan hijauan.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa konsentrasi NH3 cairan rumen pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan metode pemberian pakan tidak berpengaruh terhadap tingkat degradasi protein pakan pada ketiga perlakuan. Konsentrasi NH3 cairan rumen pada penelitian ini berkisar 92,23-197,85 mg/l. Menyatakan bahwa konsentrasi NH3 yang tinggi di dalam rumen menunjukkan adanya degradasi protein yang besar (BONDI, 1987; MCDONALD et al., 1988).
Konsentrasi NH3 (mg/l)
250 200 KH
150
HKH 100
DAFTAR PUSTAKA ARIFIN, M., E. RIANTO dan PURWATI. 2005. Retensi protein pada domba lokal jantan yang mendapat pakan penguat pollard pada aras berbeda. Pros. Seminar AINI 2005. Pengembangan Nutrisi dan Bioteknologi Pakan sebagai Pendorong Agroindustri di Bidang Peternakan. Malang, 10 Agustus 2005. hlm. 308 – 314.
FC
ANGGORODI, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT Gramedia, Jakarta.
50 0 0 jam
3 jam
6 jam
Waktu setelah pemberian pakan (jam)
Gambar 1. Perubahan konsentrasi NH3 cairan rumen pada 0, 3 dan 6 jam setelah pemberian pakan
Konsentrasi amonia cairan rumen pada saat 3 jam setelah pemberian pakan lebih tinggi daripada 0 jam dan 6 jam pada perlakuan KH dan FC, tetapi tidak pada HKH. Menurut ARORA (1995) konsentrasi asam-asam amino dan peptida di dalam rumen menjadi tinggi segera setelah makan, kemudian diikuti oleh
372
KESIMPULAN DAN SARAN
ARORA, S.P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta (Diterjemahkan oleh: R. MURWANI). BONDI, A.A. 1987. Animal Nutrition. 1st Edition Publishing. John Wiley and Sons, Chichester. MCDONALD, P., R.A. EDWARDS dan J.F.D. GREENHALGH. 1988. Animal Nutrition. 4th Ed. Longman Scientific and Technical, New York. OKTARINA, K., E. RIANTO, R. ADIWINARTI dan A. PURNOMOADI. 2004. Retensi Protein pada Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Pakan Penguat Dedak Padi dengan Aras yang Berbeda. J. Pengembangan Peternakan Tropis Spec. Ed. Oktober 2004. Buku I: 110 – 115.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
PARAKKASI, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press, Jakarta. RIANTO, E., E. HARYONO dan C. M. SRI LESTARI. 2006. Produktivitas Domba Ekor Tipis Jantan yang Diberi Pollard dengan Aras Berbeda. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 5 – 6 September 2005. RIANTO, E., PURWANTO dan A. PURNOMOADI. 2006. Pemanfaatan Protein pada Domba Garut Jantan yang Mendapat Tahu Kering sebagai Pengganti Konsentrat. Pros. Seminar Nasional. Semarang, 3 Agustus 2006. hlm. 336 – 344.
STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika (Suatu Pendekatan Biometrik). Edisi ke-2. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta (Diterjemahkan oleh: B. Sumantri). WILLIAMSON, G. dan W.J.A. PAYNE. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh: S.G.N.D. Darmadja).
373