Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
PENAMPILAN PRODUKSI DAN PARAMETER PERTUMBUHAN KERBAU YANG DIBERI PAKAN KONSENTRAT DENGAN FREKUENSI YANG BERBEDA (Performance and Growth Parameters of Buffalo Fed Different Concentrate Feeding Frequency) E. IRAWATI, A. WIDYANINGRUM, E. PURBOWATI, R. ADIWINARTI, S. DARTOSUKARNO dan W.S. DILAGA Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang
ABSTRACT The purpose of this study was to assess the productivity of buffaloes fed concentrates in different frequency and rice straw as basal feed. The material used was 8 male buffaloes with initial body weight (BW) of 132.40 ± 13.70 kg (CV = 10.34%) 1 year of age. The buffaloes were fed rice straw (0.7% of BW) and concentrate (2.8% of BW) consisted of 37% rice bran, 23% cassava meal and 40% of tea waste product. The experimental design applied was Completely Randomized Design (CRD), with two treatments and four replications. Treatments applied were: T1 = 3 times daily feeding frequency of concentrate (at 08.00, 16.00, and 00.00) and T2 = 6 times daily feeding frequency of concentrate (08.00, 12:00, 16:00, 20:00, 00:00, and 04:00). Parameters measured were average daily gain (ADG), daily chest girth (DCG), daily body length (DBL), daily shoulder height (DSH), feed intakes (Dry Matter) (DM), Crude Protein (CP), Total Digestible Nutrients (TDN), DM digestibility, feed conversion and feed cost per gain. The results showed that all of the measured parameters between the treatments were not significantly different (P > 0.05), except for the DM intake and CP intake of rice straw showed highly significantly different (P < 0.01). DM intake total, DM intake of concentrate, CP intake total, CP intake of concentrate, and TDN intake were 4.04 kg, 3.03 kg, 0.69 kg, 0.59 kg dan 1.34 kg. The DM intake of rice straw in T1 (0.94 kg) was lower (P < 0.01) than those in T2 (1.08 kg) and CP intake of rice straw in T1 (0.09 kg) were also lower (P<0.01) than those in T2 (0.11 kg). DM digestibility, ADG, DCG, DBL, DSH and feed conversion ratio were 37.68 %, 0.10 kg, 0 cm, 0.05 cm, 0.04 cm and 55.27, respectively. Feed cost per gain in T1 and T2 were Rp 54,693/kg and Rp. 39,793/kg, respectively. It is concluded that the appearance of buffalo performance fed concentrate at 3 and 6 times a day was similar. Key Words: Buffalo, Feeding Frequency, Digestibility, Feed Cost per Gain, Growth ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mengkaji produktivitas kerbau yang diberi pakan konsentrat dengan frekuensi yang berbeda, dan jerami padi sebagai pakan basal. Materi penelitian adalah 8 ekor kerbau lumpur jantan dengan bobot badan (BB) awal rata-rata 132,40 ± 13,70 kg (CV = 10,24%) dan berumur ± 1 tahun. Pakan yang digunakan berupa jerami padi (diberikan 0,7% dari BB) dan konsentrat yang terdiri dari 37% bekatul, 23% onggok dan 40% ampas teh (diberikan 2,8% dari BB). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan dua perlakuan pakan dan masing-masing perlakuan terdapat 4 ulangan. Perlakuan pakan yang diterapkan adalah T1 = frekuensi pemberian pakan konsentrat dengan 3 kali sehari (08.00, 16.00, dan 00.00 WIB) dan T2 = frekuensi pemberian pakan konsentrat dengan 6 kali sehari (08.00, 1200, 16.00, 20.00, 00.00, dan 04.00 WIB). Parameter yang diukur adalah pertambahan bobot badan harian (PBBH), pertambahan lingkar dada harian (PLDH), pertambahan panjang badan harian (PPBH), pertambahan tinggi pundak harian (PTPH), konsumsi pakan (BK, PK TDN), kecernaan BK dan konversi pakan serta feed cost per gain. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa semua parameter yang diamati tidak berbeda nyata (P > 0,05) diantara perlakuan frekuensi pemberian pakan, kecuali konsumsi BK dan PK jerami padi menunjukkan berbeda sangat nyata (P < 0,01). Konsumsi BK total, BK konsentrat, PK total, PK konsentrat, dan TDN rata-rata adalah 4,04 kg, 3,03 kg, 0,69 kg, 0,59 kg dan 1,34 kg. Konsumsi BK jerami padi T1 (0,94 kg) lebih rendah (P < 0,01) daripada T2 (1,08 kg) dan konsumsi PK jerami padi T1 (0,09 kg) juga lebih rendah (P < 0,01) daripada T2 (0,11 kg). Kecernaan BK, PBBH, PLDH, PPBH, PTPH, dan
135
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
konversi pakan rata-rata adalah 37,68 %, 0,10 kg, 0 cm, 0,05 cm, 0,04 cm dan 39,34. Feed cost per gain pada T1 dan T2 masing-masing sebesar Rp 54.693/kg BB dan Rp 38.973/ kg BB. Kesimpulan penelitian ini adalah penampilan produksi kerbau lumpur yang diberi konsentrat dengan frekuensi 3 dan 6 kali sehari relatif sama. Kata Kunci: Kerbau Lumpur, Frekuensi Pakan, Kecernaan Pakan, Feed Cost Per Gain, Pertumbuhan
PENDAHULUAN Pakan merupakan faktor yang paling penting dalam meningkatkan produktivitas ternak. Produktivitas ternak dipengaruhi oleh konsumsi, kecernaan dan konversi pakan. Peningkatan produktivitas kerbau dipengaruhi kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Kualitas pakan meliputi kandungan nutrisi pakan, pakan yang diberikan harus dapat memenuhi kebutuhan ternak akan nutrisi, agar ternak tersebut dapat meningkatkan bobot badannya. Pemberian pakan pada ternak yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizinya akan mengakibatkan defisiensi zat makanan sehingga ternak mudah terserang penyakit (SIMON, 2009). Kuantitas pakan dapat dipenuhi dengan meningkatkan konsumsi pakan. Ternak lebih menyukai bahan pakan yang masih segar, oleh sebab itu pemberian pakan dengan frekuensi beberapa kali dalam sehari akan meningkatkan konsumsi pakan. Pemberian pakan beberapa kali dalam sehari juga dapat meningkatkan pemanfaatan protein dalam pakan. Hasil penelitian SHABI et al. (1999) menyatakan bahwa peningkatan frekuensi pemberian pakan dari 2 menjadi 4 kali sehari dapat meningkatkan konsumsi protein kasar (PK), efisiensi pemanfaatan protein mikrobia dan meningkatkan pemanfaatan protein pakan pada ternak sapi perah. Peningkatan frekuensi pemberian pakan pada ternak sapi Peranakan Ongole (PO) tidak hanya meningkatkan konsumsi pakan, tetapi juga meningkatkan kecernaan bahan kering pakan (SAWARNO et al.,
2003). Ternak ruminansia yang diberi pakan 24 jam secara terus menerus akan memiliki pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ternak yang hanya memiliki kesempatan makan selama 16 jam (PARAKKASI, 1999). Tujuan penelitian ini adalah mengkaji produktivitas kerbau lumpur (Swamp Buffalo) yang diberi pakan konsentrat yang terdiri dari bekatul, onggok dan ampas teh dengan frekuensi yang berbeda dan jerami padi sebagai pakan basal yang diukur dari pertambahan bobot badan harian (PBBH), pertambahan lingkar dada harian (PLDH), pertambahan panjang badan harian (PPBH), pertambahan tinggi pundak harian (PTPH), konsumsi bahan kering (BK), konsumsi protein kasar (PK), konsumsi Total Digestible Nutrients (TDN), kecernaan BK, konversi pakan, dan feed cost per gain. MATERI DAN METODE Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 21 Juni 2010 sampai 4 Januari 2011 di Laboratorium Ilmu Ternak Potong dan Kerja Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang. Materi yang digunakan adalah 8 ekor kerbau lumpur jantan dengan bobot badan (BB) awal rata-rata 132,40 ± 13,70 kg (CV = 10,34%) dan umur ± 1 tahun. Pakan yang digunakan berupa jerami padi 0,7% BB dan konsentrat 2,8% BB yang terdiri dari 37% bekatul, 23% onggok dan 40% ampas teh. Kandungan nutrisi bahan pakan ini ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan nutrisi bahan pakan penelitian Bahan Pakan
BK
Kandungan nutrisi dalam 100 % BK Abu
LK
PK
SK
BETN
----------------------------%----------------------Jerami padi
84,51
24,40
2,02
10,02
36,37
27,19
Konsentrat
84,07
16,84
1,31
19,56
16,93
45,36
BK: Bahan Kering; LK: Lemak Kasar; PK: Protein Kasar; SK: Serat Kasar; dan BETN: Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen
136
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Peralatan yang digunakan adalah timbangan berkapasitas 7,5 kg dengan ketelitian 500 g untuk menimbang konsentrat, timbangan ternak berkapasitas 2.000 kg dengan ketelitian 1 kg, timbangan gantung berkapasitas 25 kg dan ketelitian 100 g untuk menimbang jerami padi, pita ukur dengan ketelitian 1 mm untuk mengukur lingkar dada, tongkat ukur yang dimodifikasi untuk mengukur panjang badan dan tinggi pundak. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan dua perlakuan pakan dan masing-masing perlakuan terdapat 4 ulangan. Perlakuan pakan yang diterapkan adalah (1) T1: frekuensi pemberian pakan konsentrat dengan 3 kali sehari (08.00; 16.00 dan 00.00 WIB) dan (2) T2: frekuensi pemberian pakan konsentrat dengan 6 kali (08.00; 12.00; 16.00; 20.00; 00.00 dan 04.00 WIB). Pada tahap perlakuan dilakukan penimbangan pemberian dan sisa pakan, penimbangan bobot badan, pengukuran ukuran tubuh (lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak) dan koleksi feses. Kerbau ditimbang
bobot badannya setiap minggu sebagai acuan untuk menentukan jumlah konsentrat dan jerami padi yang harus diberikan. Nilai total digestible nutrient (TDN) diukur dengan metode total koleksi yang dilakukan selama 7 hari berturut-turut. Hasil total koleksi feses selama 7 hari diambil sampelnya, dikeringkan dan ditumbuk untuk dianalisis proksimat. Nutrien tercerna dihitung dengan mengurangkan nutrien yang dikonsumsi dengan yang dikeluarkan (di feses), dan nilai kecernaan pakan dari pengukuran ini digunakan untuk menentukan nilai TDN. Feed cost per gain dihitung dengan mengalikan harga pakan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi dibagi dengan PBBH yang dihasilkan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan, bahwa semua parameter yang diamati tidak berbeda nyata (P > 0,05) antar perlakuan frekuensi pemberian pakan, kecuali konsumsi BK dan PK jerami padi. Data hasil penelitian selengkapnya pada Tabel 2.
Tabel 2. Konsumsi dan kecernaan pakan, pertambahan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh, serta konversi pakan, dan feed cost per gain Parameter
T1
T2
Rata-rata
Konsumsi BK total (kg/hari)
4,12
3,96
4,04
Konsumsi BK konsentrat (kg/hari)
3,18
2,88
3,03
Konsumsi BK jerami padi (kg/hari)
0,94
a
b
1,08
Konsumsi BK total (% BB)
2,93
2,65
2,79
Konsumsi BK konsentrat (% BB)
2,25
1,93
2,09
Konsumsi BK jerami padi (% BB)
0,68
0,72
0,70
Konsumsi PK total (kg/hari)
0,72
0,67
0,69 0,59
Konsumsi PK konsentrat (kg/hari)
0,62
0,56
Konsumsi PK jeami padi (kg/hari)
0,09a
0,11b
Konsumsi TDN (kg/hari)
1,39
1,30
1,34
Kecernaan BK (%)
36,64
38,73
37,68
PBBH (kg/hari)
0,09
0,12
0,10
PLDH (cm/hari)
-0,02
0,02
0
PPBH (cm/hari)
0,07
0,03
0,05
PTPH (cm/hari)
0,05
0,03
0,04 39,35
Konversi pakan
45,02
33,67
Feed cost per gain (Rp/kg)
54.693
38.973
a, b
Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P < 0,01)
137
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Konsumsi pakan Konsumsi BK total dan BK konsentrat tidak berbeda nyata (P > 0,05), artinya peningkatan frekuensi pemberian pakan konsentrat pada kerbau dari 3 kali menjadi 6 kali sehari tidak meningkatkan konsumsi BK. Tidak berbedanya konsumsi BK total (rata-rata 4,04 kg) dan konsumsi BK konsentrat (ratarata 3,03 kg) pada penelitian ini kemungkinan karena kemampuan kerbau dalam mengkonsumsi konsentrat relatif sama. Konsumsi BK jerami padi T2 (1,08 kg) lebih tinggi (P < 0,01) daripada T1 (0,94 kg), kemungkinan karena dengan T2 keadaan jerami padi selalu tersedia lebih segar. Kemungkinan yang lain adalah laju pakan dalam rumen T2 menjadi lebih cepat sehingga ternak kerbau mampu mengkonsumsi jerami padi lebih banyak. Pernyataan ARORA (1989), bahwa pemberian pakan beberapa kali sehari dapat meningkatkan konsumsi pakan terbukti pada konsumsi BK jerami padi, tetapi tidak pada konsumsi BK total dan BK konsentratdalam penelitian ini. Hal tersebut karena konsumsi jerami padi pada T1 lebih rendah daripada T2 sehingga T1 mengkonsumsi konsentrat lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan BK akibatnya konsumsi BK total antara T1 dengan T2 tidak berbeda nyata. Konsumsi BK total (rata-rata 2,79% dari BB) sudah melebihi kemampuan kerbau dalam mengkonsumsi BK menurut RANJHAN dan PATHAK (1979) sebesar 2,5 – 3% BB. Konsumsi PK total (rata-rata 0,69 kg) dan PK konsentrat (rata-rata 0,59 kg) kerbau antar perlakuan frekuensi pemberian konsentrat tidak berbeda nyata (P > 0,05), karena konsumsi BK total dan BK konsentrat juga tidak berbeda nyata. Konsumsi PK jerami padi T2 (0,11 kg) lebih tinggi (P < 0,01) daripada T1 (0,09 kg), karena konsumsi BK jerami padi yang berbeda sangat nyata (P < 0,01) pula. Menurut CRAMPTON dan HARIS (1969), faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi PK adalah bobot badan, pertambahan bobot badan, daya cerna pakan, jumlah pakan yang dikonsumsi dan kandungan protein dalam ransum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan TDN pakan penelitian T1 dan T2 adalah 32,31 dan 34,70%. Konsumsi TDN kedua perlakuan frekuensi pemberian konsentrat (rata-rata 1,34 kg) menunjukkan
138
hasil yang tidak berbeda nyata (P > 0,05). Menurut PURBOWATI dan RIANTO (2009), konsumsi BK, kadar PK, dan kadar TDN pakan mempengaruhi konsumsi PK dan TDN. Oleh karena faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi TDN tersebut dalam penelitian ini relatif sama, maka konsumsi TDN hasil penelitian ini tidak berbeda nyata. Kecernaan pakan Kecernaan BK pakan hasil penelitian ini menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05), dengan nilai rata-rata 37,68%, artinya kemampuan kerbau untuk mencerna pakan tidak dipengaruhi oleh frekuensi pemberian konsentrat yang berbeda. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian SAWARNO et al. (2003) yang melaporkan bahwa peningkatan frekuensi pemberian pakan pada ternak sapi Peranakan Ongole (PO) tidak hanya meningkatkan konsumsi pakan, tetapi juga meningkatkan kecernaan bahan kering pakan. Peningkatan kecernaan BK pakan pada frekuensi pemberian konsentrat 6 kali hasil penelitian ini hanya 1,85% dibandingkan dengan frekuensi pemberian konsentrat 3 kali sehari sehingga tidak memberikan perbedaan yang nyata. Kecernaan pakan dalam penelitian ini termasuk rendah, karena menurut RUKMANA (2003) ternak kerbau memiliki kemampuan daya cerna hingga 62,70%, lebih tinggi dibandingkan dengan sapi yang hanya 51,10%. Kecernaan rendah ini disebabkan oleh kandungan serat kasar yang tinggi dalam jerami padi yaitu 36,37%. Hal ini sesuai dengan ANGGORODI (1994) yang menyatakan bahwa bahan pakan yang mengandung serat kasar yang tinggi akan sulit dicerna daripada bahan pakan yang mengandung serat kasar rendah. Selain itu, penggunaan ampas teh sebanyak 40% dalam konsentrat mengakibatkan kadar tannin dalam ransum tinggi. Menurut DEWI (2010) kandungan tannin dalam ampas teh sebesar 0,0011775%. RIANTO dan PURBOWATI (2009) menyatakan bahwa kandungan tannin pada bahan pakan sebesar 0,3% dapat menurunkan palatabilitas dan penurunan pencernaan protein. Kandungan tannin dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap palatabilitas, tapi menurunkan kecernaan BK pakan. Namun dugaan tannin dapat menurunkan kecernaan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
BK pakan kerbau tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
pertumbuhan tulang cepat, sesuai dengan fungsinya untuk menyangga tubuh.
Pertambahan bobot badan dan ukuranukuran tubuh harian
Konversi pakan dan feed cost per gain
Pertambahan bobot badan harian (PBBH), pertambahan lingkar dada harian (PLDH), pertambahan panjang badan harian (PPBH), dan pertambahan tinggi pundak harian (PTPH) pada kedua perlakuan frekuensi pemberian konsentrat tidak berbeda nyata (P > 0,05). Menurut PARAKKASI (1999) ternak yang diberi pakan 24 jam secara terus menerus menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang hanya memiliki kesempatan makan selama 16 jam. Tidak berbeda nyatanya parameter-parameter tersebut pada hasil penelitian ini karena konsumsi BK total, PK total dan TDN tidak berbeda nyata. Kerbau pada penelitian ini, dengan BB rata-rata 146,19 kg mengkonsumsi BK, PK dan TDN sebanyak 4,04, 0,69, dan 1,34 kg, yang menurut KEARL (1982) seharusnya mampu menghasilkan PBBH sebesar 0,35 kg, sehingga PBBH yang dihasilkan pada penelitian ini (rata-rata 0,10 kg) termasuk rendah. Rendahnya PBBH ternak ini dikarenakan kecernaan BK pakan yang rendah (37,68%). Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa PLDH, PPBH dan PTPH yang tidak berbeda nyata (P > 0,05), menunjukkan bahwa perlakuan frekuensi pemberian konsentrat 3 dan 6 kali tidak berpengaruh terhadap pertambahan ukuran-ukuran tubuh tersebut, karena konsumsi dan kecernaan pakan relatif sama. Penelitian CARROLINA (2004) dengan frekuensi pemberian pakan 1 dan 2 kali sehari juga menghasilkan PPBH dan PTPH yang tidak beda nyata (P > 0,05). Ternak muda mempunyai tubuh relatif panjang dan lebar (SUGENG yang disitasi oleh CARROLINA 2004). Tinggi pundak merupakan ukuran tubuh yang tumbuh lebih awal dibandingkan dengan ukuran tubuh lainnya. Menurut CAMPBELL dan LASLEY (1985), tinggi pundak berhubungan erat dengan tulang penyusun kaki yang bersifat masak dini, tinggi pundak menggambarkan pertumbuhan tulang penyusun kaki depan (extremitas anterior), tulang ini mengalami
Konversi pakan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua perlakuan frekuensi pemberian konsentrat tidak berbeda nyata (P > 0,05), dengan rata-rata 39,34. Konversi pakan yang tidak berbeda, karena konsumsi BK dan PBBH yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata. Konversi pakan hasil penelitian ini sangat tinggi dibandingkan dengan ternak ruminansia lainnya seperti pada sapi PO hanya berkisar 6,07 – 8,42 (ASTUTI et al., 2009). Pakan yang digunakan untuk menaikkan 1 (satu) kg PBBH sangat banyak yaitu 39,34 kg atau efisiensi pakan rendah. Feed cost per gain kerbau dengan frekuensi pemberian konsentrat 3 dan 6 kali sehari sebesar Rp 54.693/kg BB dan Rp. 38.973/kg BB. Biaya pakan kerbau untuk meningkatkan PBBH sebesar 1 (satu) kg dengan pemberian konsentrat 6 kali sehari lebih murah daripada 3 kali sehari, meskipun demikian feed cost per gain hasil penelitian ini terlalu tinggi, karena harga kerbau Rp 29.411/kg BB. KESIMPULAN Penelitian ini adalah penampilan produksi kerbau jantan dengan frekuensi pemberian konsentrat 3 dan 6 kali sehari relatif sama. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan frekuensi pemberian konsentrat pada ternak kerbau dilakukan 3 kali sehari saja untuk efisiensi penggunaan tenaga kerja. DAFTAR PUSTAKA ANGGORODI. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta. ARORA, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Diterjemahkan oleh R. MURWANI. ASTUTI, D.A., E. WINA, B. HARYANTO dan S. SUHANI. 2009. Performa dan profil darah sapi Peranakan Ongole yang diberi pakan mengandung lerak (Sapindus rarak De Candole). Media Peternakan 32: 1 – 80.
139
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
CAMPBEL, J.R. and J.F. LASLEY. 1985. The Science of Animal that Serve Humanity. 3rd Ed. McGraw Hill Book Company, New York.
RANJHAN, S.K. dan N.N. PATHAK. 1979. Management and Feeding of Buffaloes. Vikas Publishing House Pvt. Ltd., New Delhi.
CARROLINA, R. 2004. Pengaruh Frekuensi Pemberian Konsentrat terhadap Pertumbuhan Sapi Jantan Muda Peranakan Ongole (PO). Universitas Diponegoro, Semarang.
RIANTO. E. dan E. PURBOWATI. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
CRAMPTON, E.W. dan L.E. HARIS. 1969. Applied Animal Nutrition. Edisi ke-2. W.H. Freeman and Company, San Fransisco. DEWI, F.F. 2010. Pengaruh Kandungan Ampas teh dalam Konsentrat terhadap Ekskresi Kreatinin pada Sapi Peranakan Ongole (PO). Skripsi. Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang. KEARL, L.C. 1982. Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries. Utah State University Logan, Utah USA. PARAKKASI, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia, Jakarta PURBOWATI, E. dan E. RIANTO. 2009. Respon Ternak Potong terhadap Pakan. Universitas Diponegoro, Semarang.
140
RUKMANA, R. 2003. Beternak Kerbau. Penerbit Aneka Ilmu, Semarang. SAWARNO, A., E. PURBOWATI dan S. DARTOSUKARNO. 2003. Penampilan produksi sapi Peranakan Ongole jantan muda dengan frekuensi pemberian konsentrat yang berbeda. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. Special Ed. hlm. 147 – 152. SHABI, Z., I. BRUCKENTAL, S. ZAMWELL, H. TAGARI dan A. ARIELI. 1999. Effects of extrusion of grain and feeding frequency on rumen fermentation, nutrient digestibility and milk yield and composition in dairy cows. J. Dairy Sci. 82: 1252 – 1260. SIMON. 2009. Pengaruh Pemberian Ampas Teh (Camellia sinensis) dalam Pakan terhadap Analisis Usaha Domba Lokal Jantan Lepas Sapih Selama 3 Bulan Penggemukan. Skripsi. Sarjana Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara, Medan.