IMBANGAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT YANG BERBEDA PADA PENAMPILAN PRODUKSI SAPI SUMBA ONGOLE YANG DIBERI TIGA MACAM RANSUM PENGGEMUKAN
SKRIPSI HENDRO WASDIANTORO
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN HENDRO WASDIANTORO. D14050273. 2010. Imbangan Hijauan dan Konsentrat yang Berbeda pada Penampilan Produksi Sapi Sumba Ongole yang Diberi Tiga Macam Ransum Penggemukan. Skripsi. Departeman Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Dr. Ir. Rudy Priyanto. : drh. Joko Susilo.
Faktor utama yang menentukan keberhasilan usaha penggemukan sapi potong adalah tingkat efektifitas dan efisiensi penggunaan pakan. Pakan yang digunakan dalam usaha penggemukan terdiri atas konsentrat dan hijauan yang pemberiannya berbeda-beda tergantung dari kebutuhan sapi dan kemampuan menyediakan bahan pakan tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kombinasi pemberian pakan yang paling optimum dengan imbangan hijauan dan konsentrat yang berbeda pada sapi Sumba Ongole dengan penampilan produksi sebagai indikatornya. Penampilan produksi tersebut terdiri atas rataan konsumsi pakan, pertambahan bobot badan harian, lingkar dada, tebal lemak pangkal ekor, bobot karkas panas, persentase karkas, dan rataan rasio konversi pakan. Penelitian yang dilakukan di PT Karya Anugerah Rumpin ini menggunakan ternak sapi potong Sumba Ongole (SO) draft Medium yang berumur antara 2,5–3 tahun dengan kisaran berat hidup 300-409 kg/ekor. Perlakuan yang diamati dalam penelitian ini adalah : Perlakuan P1 (sapi diberi pakan hijauan dan konsentrat pada hari penggemukan 1-10 dengan imbangan pemberian hijauan 50% dan konsentrat 50%; hari penggemukan 11-60 dengan imbangan pemberian hijauan 25% dan konsentrat 75%, hari penggemukan 61-90 dengan imbangan pemberian hijauan 0% dan konsentrat 100%), Perlakuan P2 (sapi diberi pakan hijauan dan konsentrat pada hari penggemukan 1-10 dengan imbangan pemberian hijauan 50% dan konsentrat 50%; hari penggemukan 11-60 dengan imbangan pemberian hijauan 25% dan konsentrat 75%, hari penggemukan 61-90 dengan imbangan pemberian hijauan 10% dan konsentrat 90%), dan Perlakuan P3 (sapi diberi pakan hijauan dan konsentrat pada hari penggemukan 1-10 dengan imbangan pemberian hijauan 50% dan konsentrat 50%; hari penggemukan 11-60 dengan imbangan pemberian hijauan 30% dan konsentrat 70%, hari penggemukan 61-90 dengan imbangan pemberian hijauan 10% dan konsentrat 90%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan pada sapi Sumba Ongole dengan imbangan hijauan dan konsentrat yang berbeda tidak berpengaruh terhadap bobot potong, pertambahan bobot badan harian, lingkar dada dan tebal lemak pangkal ekor; tetapi berpengaruh terhadap bobot karkas panas dan persentase karkas. Sapi-sapi yang diberi ransum dengan rasio hijauan yang paling tinggi (Perlakuan P3) cenderung memiliki nilai konversi pakan yang paling baik, tetapi menghasilkan bobot karkas panas dan persentase karkas yang lebih rendah. Kata-kata kunci : sumba ongole, hijauan, konsentrat, penampilan produksi, penggemukan.
ABSTRACT Roughage and Concentrate with Different Ratio in Performance Production of Sumba Ongole's Bull that is Given Three Feedlot Feeds Kind Wasdiantoro, H., R. Priyanto and J. Susilo The level of feed efficiency has influence to the successes of cattle feedlot business. Feed that is utilized in cattles feedlot consisting of concentrate and roughage. Concentrate and roughage should be given in exact proportion. The purpose of this research was to determine the optimum proportion of roughage and concentrate diets which give the highest performance of Sumba Ongole’s bull during feedlot fattening. The parameters observed consisted of average daily consumption, final wight, average daily gain, feed conversion ratio, the thickness of anal fat, and thorax circular length. The carcass productivity was determined by hot carcass weight and carcass percentage. The results indicated that feeding application on Sumba Ongole's bull with roughage and concentrate in different ratio didnot influence to final weight, average daily gain, thorax circular length and thickness of anal fat; but influence the fhot carcass weight and carcass percentage. Feed that gave with combination of roughage and consentrate what does have to assess effectiveness at the best bases conversion to average's day growth is feed with proportion of roughage is more a lot of (as conduct P3), but resulting lower hot carcass weight and carcass percentage. keywords : sumba ongole, roughage, concentrate, performance production, feedlot feeding
IMBANGAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT YANG BERBEDA PADA PENAMPILAN PRODUKSI SAPI SUMBA ONGOLE YANG DIBERI TIGA MACAM RANSUM PENGGEMUKAN
HENDRO WASDIANTORO D14050273
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Insitut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi
: Imbangan Hijauan dan Konsentrat yang Berbeda pada Penampilan Produksi Sapi Sumba Ongole yang Diberi Tiga Macam Ransum Penggemukan
Nama
: Hendro Wasdiantoro
NIM
: D14050273
Menyetujui :
Pembimbing Utama
Dr. Ir. Rudy Priyanto NIP. 19601216 198603 1 003
Pembimbing Anggota
drh. Joko Susilo
Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 19 Januari 2010
Tanggal Lulus :……………
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Agustus 1987 di Liwa, Lampung Barat. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Sadiyat dan Ibu Marsi. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SDN 2 Bumi Setia, Seputih Mataram; pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 1 Seputih Mataram dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMAN 1 Seputih Mataram, Lampung Tengah. Penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2005, kemudian pada tahun 2006 mengambil program studi mayor Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan program
studi minor
Pengembangan Usaha Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah aktif di Koperasi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor sebagai anggota pada tahun 2005-2006; Himpunan Mahasiswa Produksi dan Teknologi Peternakan (HIMAPROTER) sebagai ketua Divisi Kewirausahaan pada tahun 2006-2007 dan sebagai Badan Pengawas HIMAPROTER pada tahun 2007-2008; serta aktif sebagai Duta Pojok BNI Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007-2009.
KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan, hidayah dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi hingga tugas akhir penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi dengan judul “Imbangan Hijauan dan Konsentrat yang Berbeda pada Penampilan Produksi Sapi Sumba Ongole yang Diberi Tiga Macam Ransum Penggemukan” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan taraf pemberian pakan dengan persentase hijauan dan konsentrat yang paling optimum pada penggemukan sapi Sumba Ongole (SO) berdasarkan penampilan produksinya, yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam usaha penggemukan sapi potong terutama penggemukan sapi Sumba Ongole. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu Penulis memohon maaf apabila terdapat kekurangan. Ucapan terima kasih tidak lupa Penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini, hanya Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang yang akan membalasnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan memberikan sumbangan yang berarti bagi kemajuan dunia peternakan di Indonesia. Amiin.
Bogor, Februari 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ...........................................................................................
i
ABSTRACT ............................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP ................................................................................
v
KATA PENGANTAR ............................................................................
vi
DAFTAR ISI ...........................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xi
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
Latar Belakang ............................................................................ Perumusan Masalah .................................................................... Tujuan .........................................................................................
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
3
Sapi Sumba Ongole (SO) ............................................................. Penggemukan Sapi Potong ......................................................... Pakan Sapi Potong ...................................................................... Pertumbuhan dan Perkembangan Ternak .................................... Ukuran Tubuh ............................................................................. Karkas .........................................................................................
3 4 5 7 9 10
METODE
..........................................................................................
11
Lokasi dan Waktu ....................................................................... Materi .......................................................................................... Ternak .............................................................................. Pakan ................................................................................ Kandang dan Peralatan ................................................... Rancangan .................................................................................... Perlakuan ........................................................................ Peubah yang Diamati ....................................................... Analisis Data .................................................................... Prosedur ...................................................................................... Pemeliharaan ...................................................................
11 11 11 11 12 12 12 13 14 15 15
Halaman Sebelum Proses Pemotongan ........................................... Pemotongan dan Pembelahan Karkas Sapi ......................
15 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................
17
Keadaan Umum Lokasi ............................................................... Sistem Pemeliharaan .................................................................... Pemberian Pakan ......................................................................... Konsumsi Ransum ....................................................................... Konsumsi Protein Kasar .................................................. Konsumsi Serat Kasar ...................................................... Konsumsi Energi ..............................................................
17 17 19 21 25 25 26
Penampilan Produksi Sapi Sumba Ongole ................................... Bobot Akhir ..................................................................... Pertambahan Bobot Badan Harian ................................... Lingkar Dada ................................................................... Tebal Lemak Pangkal Ekor .............................................. Bobot Karkas Panas ......................................................... Persentase Karkas ............................................................ Konversi Pakan ............................................................................
27 27 28 29 30 31 32 32
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
35
Kesimpulan ................................................................................. Saran ...........................................................................................
35 35
UCAPAN TERIMAKASIH ...................................................................
36
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
37
LAMPIRAN
40
..........................................................................................
viii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Kandungan Nutrisi Pakan yang Digunakan dalam Penelitian .........
11
2. Jumlah Ulangan yang Digunakan pada Tiap Taraf Perlakuan ........
14
3. Rasio Pemberian Hijauan dan Konsentrat . ....................................
19
4. Rasio Konsumsi Hijauan dan Konsentrat dalam As fed ...................
21
5. Rataan Konsumsi Pakan Setiap Sapi ...............................................
22
6. Rataan Konsumsi Nutrisi Setiap Sapi dalam Bahan Kering .............
25
7. Hasil Analisis Peragam Pengaruh Perlakuan terhadap Peubah ........
27
8. Nilai Rataan Konversi Pakan terhadap Pertambahan Bobot Badan.. ............................................................................................
33
9. Nilai Rataan Konversi Biaya Pakan terhadap Pertambahan Bobot Badan ................................................................................................
34
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Grafik Rataan Konsumsi Hijauan pada tiap Periode Pemeliharaan….
23
2. Grafik Rataan Konsumsi Konsentrat pada tiap Periode Pemeliharaan…. 24 3. Grafik Perbandingan antara Bobot Badan Sapi yang sebenarnya dengan Bobot Badan Sapi Hasil Regresi Menggunakan Lingkar Dada..
30
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Rataan Konsumsi Konsentrat setiap Sapi pada Perlakuan P1.. ........
41
2. Rataan Konsumsi Hijauan setiap Sapi pada Perlakuan P1 ...............
41
3. Rataan Konsumsi Pakan setiap Sapi pada Perlakuan P 1. ................
41
4. Rataan Konsumsi Konsentrat setiap Sapi pada Perlakuan P2.. ........
42
5. Rataan Konsumsi Hijauan setiap Sapi pada Perlakuan P2 ...............
42
6. Rataan Konsumsi Pakan setiap Sapi pada Perlakuan P2 ..................
42
7. Rataan Konsumsi Konsentrat setiap Sapi pada Perlakuan P3. .........
43
8. Rataan Konsumsi Hijauan setiap Sapi pada Perlakuan P3 ...............
43
9. Rataan Konsumsi Pakan setiap Sapi pada Perlakuan P3. .................
43
10. Rataan Konsumsi Pakan Setiap Sapi selama 90 Hari .......................
44
11. Analisis Peragam Perlakuan terhadap Bobot Akhir .......................
44
12. Analisis Peragam Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Harian ...............................................................................................
44
13. Analisis Peragam Perlakuan terhadap Lingkar Dada ... ...................
44
14. Analisis Peragam Perlakuan terhadap Tebal Lemak Pangkal Ekor..
45
15. Analisis Peragam Perlakuan terhadap Bobot Karkas Panas... ..........
45
16. Analisis Peragam Perlakuan terhadap Persentase Karkas . ..............
45
17. Uji Lanjut Tukey untuk Analisis Bobot Karkas Panas . ...................
46
18. Uji Lanjut Tukey untuk Analisis Persentase Karkas ........................
46
PENDAHULUAN Latar Belakang Kemampuan produksi ternak sapi potong di Indonesia belum dapat memenuhi besarnya permintaan daging sapi untuk dikonsumsi. Permasalahan tersebut ditunjukkan dengan tingginya impor daging sapi (39.400 ton) dan sapi hidup (414.200 ekor) pada tahun 2007 (BPS, 2008). Upaya peningkatan produksi daging sapi di Indonesia dapat dilakukan dengan cara peningkatan populasi sapi dan peningkatan produktifitas sapi yang jumlahnya masih terbatas. Peningkatan produktifitas biasa dilakukan dengan usaha penggemukan sapi menggunakan sistem feedlot yang merupakan pemeliharaan secara intensif dengan pakan utama berupa konsentrat. Sistem pemeliharaan tersebut dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi. Usaha feedlot di Indonesia lebih banyak menggunakan bakalan sapi impor, sedangkan ternak sapi lokal belum banyak dimanfaatkan. Hal ini disebabkan karena sapi lokal Indonesia memiliki efisiensi dan potensi pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan sapi impor. Sapi lokal Indonesia banyak dipelihara secara tradisional dengan pemberian pakan sangat tergantung dengan hijauan. Sedangkan pada beberapa usaha feedlot yang menggunakan sapi lokal, pemberian pakan masih didasarkan pada kebutuhan pakan sapi impor. Pakan dalam penggemukan sapi potong terdiri atas konsentrat dan hijauan. Pembagian imbangan hijauan dan konsentrat didasarkan pada kebutuhan sapi dan kemampuan menyediakan bahan pakan tersebut. Hijauan makanan ternak merupakan bahan makanan yang mengandung serat kasar tinggi yang dibutuhkan untuk memperlancar dan menjaga fungsi normal saluran pencernaan. Sementara itu, konsentrat merupakan pakan yang mengandung nutrisi yang mudah dicerna oleh sapi yang dibutuhkan untuk mempercepat produktifitas. Imbangan konsumsi hijauan dan konsentrat sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan sapi. Selain itu, imbangan pemberian hijauan dan konsentrat yang tepat juga dapat meningkatkan efesiensi dan dapat menghasilkan sapi siap potong yang berkualitas, sehingga imbangan pemberian tersebut sangat berpengaruh terhadap daya terima konsumen.
Sapi Sumba Ongole (SO) merupakan salah satu jenis sapi lokal Indonesia yang memiliki potensi untuk menyumbang pemenuhan kebutuhan daging nasional. Penelitian dan pengamatan pada sapi SO belum banyak dilakukan karena populasinya lebih sedikit dan lebih terpusat di pulau Sumba dibandingkan dengan sapi Peranakan Ongole (PO). Sapi SO sendiri merupakan tetua dari sapi PO yang banyak tersebar di Indonesia. Pengamatan pada sapi jenis SO ini perlu dilakukan karena sapi jenis ini dapat diternakkan dalam skala industri maupun skala peternakan rakyat. Perumusan Masalah Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi dan keadaan khususnya peternakan sapi potong yang menimbulkan beberapa pertanyaan, sehingga dibutuhkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut sebagai solusi yang tepat. Beberapa pertanyaan tersebut diantaranya adalah : Dapatkah usaha feedlot meningkatkan produktifitas sapi potong ? Dapatkah sapi Sumba Ongole dipelihara dengan sistem feedlot dan diberi pakan berupa konsentrat komersial ? Bagaimana kinerja produksi sapi Sumba Ongole yang dipelihara secara feedlot ? Apakah sapi Sumba Ongole yang dipelihara secara feedlot dipengaruhi oleh imbangan hijauan dan konsentrat yang diberikan ? Imbangan hijauan dan konsentrat yang seperti apa yang dapat meningkatkan nilai penampilan produksi sapi Sumba Ongole ? Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan taraf pemberian pakan dengan imbangan hijauan dan konsentrat yang paling optimum pada penggemukan sapi Sumba Ongole (SO) berdasarkan penampilan produksinya.
2
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Sumba Ongole Pemerintah Indonesia mengimpor sapi dari berbagai jenis keturunan sapi Zebu pada akhir abad ke 19 dari India. Tujuan impor tersebut untuk mendatangkan sapi yang cocok hidup di Indonesia dan memiliki fungsi ganda yaitu sebagai ternak kerja dan penghasil daging. Sapi Ongole (Nellore) merupakan ternak yang terpilih dan dianggap memenuhi syarat tersebut. Sekitar tahun 1914 semua sapi jenis Ongole murni yang ada di Indonesia dikembangkan dan digembalakan di satu tempat yaitu pulau Sumba. Secara berangsur-angsur pengembangan ternak tersebut diperluas dengan cara menyebarkan pejantan Ongole ke pulau-pulau lain yang ada di Indonesia dengan tujuan untuk kawin silang. Pada tahun 1950-an terdapat sekitar 1000 hingga 1200 ekor pejantan Ongole dikeluarkan dari pulau Sumba tiap tahunnya (Payne and Hodges, 1997). Karakteristik fisik sapi Sumba Ongole secara umum tidak berbeda dengan karakteristik tubuh sapi Ongole yang ada di India. Sapi Ongole merupakan salah satu ternak yang paling besar di India yang berbadan panjang dan berkaki panjang dengan leher relatif pendek. Warna kulit yang normal adalah putih tapi pada ternak jantan dewasa biasanya berwarna abu-abu pada kepala, bagian leher dan punggung. Terkadang warna merah atau merah berlapis putih juga terlihat pada kulitnya. Warna kulit juga ada yang terdapat titik-titik berwarna dan untuk ketebalan kulitnya berukuran medium. Kepala panjang, telinga sedang dengan sedikit jatuh (layu). Tanduknya pendek. Punuk tumbuh lurus dan berkembang baik pada ternak jantan. Gelambir besar dan gemuk serta memiliki lipatan hingga meluas ke pusar (Payne and Hodges, 1997). Terdapat sekitar 30 bangsa sapi dari India seperti Nellore (Ongole), Guzerat, Gir, Red Sindhi dan masih banyak lagi yang kesemuanya termasuk dalam golongan sapi Zebu. Sapi-sapi dari India tersebut termasuk dalam spesies Bos indicus (sapi-sapi yang memiliki punuk) dalam klasifikasi zoologisnya (Blakely dan Bade, 1991). Hasil penelitian Ngadiono (1995) sapi Sumba Ongole yang dipelihara dengan intensif dapat memiliki rataan pertambahan bobot badan harian sebesar 0,85+0,01 kg/ekor/hari. Kemampuan mengkonsumsi bahan kering pakan sebesar 8,49 kg/ekor/hari atau konsumsi bahan keringnya sebesar 2,38% dari bobot badan.
Selanjutnya dinyatakan pula bahwa dengan konsumsi bahan kering tersebut, sapi Sumba Ongole dapat mengkonversi pakan sebesar 10,60 kg bahan kering pakan/kg pertambahan bobot badan. Nilai rataan pertambahan bobot badan tersebut masih lebih rendah dari hasil penelitian Nugroho (2008) yang juga menggunakan sapi Sumba Ongole dengan sistem pemeliharaan secara intensif yaitu, sebesar 1,29 kg/ekor/hari. Penggemukan Sapi Potong Penggemukan adalah suatu usaha pemeliharaan sapi yang bertujuan untuk mendapatkan produksi daging berdasarkan pada peningkatan bobot badan tinggi melalui pemberian makanan yang berkualitas dan dengan waktu yang sesingkat mungkin. Secara umum penggemukan sapi dapat dilakukan secara dikandangkan (feedlot fattening) dan dipadang rumput (pasture fattening). Pada umumnya industri fattening di Indonesia dilakukan secara feedlot dengan pemberian makanan konsentrat berupa biji-bijian dalam jumlah besar dan ad libitum dengan lama penggemukan antara 90-180 hari (Purwanto, 2000). Tujuan program penggemukan adalah untuk memperbaiki kualitas karkas dengan jalan mendeposit lemak seperlunya. Bila hewan yang digunakan belum dewasa, maka program tersebut sifatnya membesarkan sambil menggemukkan atau memperbaiki kualitas karkas. Makanan ternak yang dibutuhkan dalam usaha ini relatif sudah mahal, dengan penambahan konsentrat sesuai dengan kebutuhan (Parakkasi, 1999). Sistem pemeliharaan pada sapi potong dapat dilakukan dengan sistem pemeliharaan intensif, semi intensif dan ekstensif. Philips (2001) menyatakan bahwa sistem pemeliharaan intensif merupakan sistem pemeliharaan dimana sapi dipelihara dalam kandang dengan pemberian pakan konsentrat berprotein tinggi dan juga terkadang ditambahkan dengan hijauan. Sistem pemeliharaan semi intensif merupakan sistem yang memelihara sapi selain dikandangkan, juga digembalakan di padang
rumput,
sedangkan
sistem
ekstensif,
pemeliharaannya
di
padang
penggembalaan dengan pemberian peneduh untuk istirahat sapi. Parakkasi (1999) menambahkan bahwa sistem intensif biasanya dilakukan pada daerah yang banyak tersedia limbah pertanian sedangkan sistem ekstensif diterapkan pada daerah yang memiliki padang penggembalaan yang luas.
4
Terdapat dua tipe dasar dalam operasi pemberian pakan pada sapi potong, yaitu secara komersial (commercial feeder) dan peternakan rakyat (farmer feeder). Dua tipe tersebut secara umum didasarkan pada tipe kepemilikan dan ukuran dari penggemukan sapi. Feedlot komersial biasa didefinisikan sebagai peternakan dengan kapasitas lebih dari 1000 ekor dan peternakan rakyat kurang dari 1000 ekor dalam satu waktu produksi. Sistem operasi peternakan rakyat biasanya dijalankan dan dimiliki secara individu atau keluarga, sedangkan peternakan komersial dapat dimiliki secara individu, rekanan, atau koorporasi. Sistem peternakan komersial juga terdapat sistem custom cattle feeding atau custom feedlot, yaitu salah satu pihak memiliki ternaknya dan di pihak lain menjalankan operasionalnya (Field, 2007). Ternak sapi/kerbau pedaging dapat ditemukan hampir di seluruh penjuru dunia dengan berbagai macam pemeliharaan, tergantung pada kondisi setempat. Di Indonesia, ruminan pedaging besar masih mempunyai beberapa fungsi selain untuk produksi daging. Bila dibandingkan dengan negara maju (bidang peternakan), perbedaan utamanya terletak pada penggunaannya sebagai sumber tenaga kerja, produksi susu (pada kerbau), dan pengertian tabungan. Sistem pemeliharaan di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh seorang peternak (bersama keluarga) dengan memelihara satu, dua ekor atau mungkin lebih banyak dengan cara pemeliharaannya masing-masing; biaya pemeliharaannya mungkin tidak pernah dihitung. Selama pemeliharaan hewan tersebut bertambah besar, bertambah berat atau kondisinya bertambah baik, berkembangbiak atau mungkin tenaga kerjanya sempat dimanfaatkan sebelum suatu ketika dapat dijual. Keuntungannya banyak dipengaruhi oleh cara seseorang menilainya (Parakkasi, 1999). Pakan Sapi Potong Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor hewan yang mampu menyajikan hara atau nutrien yang penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan, penggemukan, reproduksi (birahi, konsepsi, kebuntingan) serta laktasi. Bahan pakan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu konsentrat dan bahan berserat. Konsentrat (produk bijian dan butiran) serta bahan berserat (jerami atau rumput) merupakan komponen atau penyusun ransum (Blakely dan Bade, 1991).
5
Hijauan merupakan bahan pakan yang mengandung serat kasar yang tinggi. Hijauan memiliki kandungan serat kasar lebih dari 18% dalam bahan kering. Serat kasar merupakan komponen utama dari dinding sel hijauan, komponen ini sangat susah untuk dicerna (Field, 2007). Serat adalah struktur karbohidrat pada dinding sel tanaman. Serat terdiri atas bahan yang lebih mudah dicerna (hemi-selulosa) dan fraksi yang sangat sukar dicerna (sellulosa dan lignin). Semua tanaman pakan mengandung serat tetapi daya cerna dan fungsinya sangat bervariasi. Serat juga dibutuhkan oleh ternak untuk membantu memproduksi saliva yang akan digunakan sebagai bahan buffer di dalam rumen (Meal and Livestock Association, 2009). Bahan pakan berupa hijauan termasuk pakan kasar, yakni bahan pakan yang berserabut kasar tinggi. Hewan memamah biak seperti sapi justru akan mengalami gangguan pencernaan bila kandungan serat kasar di dalam ransum terlalu rendah. Kandungan serat kasar untuk ternak sapi paling sedikit 13% dari bahan kering di dalam ransum. Peranan hijauan yang harus disajikan pada ternak sapi tidak bisa digantikan seluruhnya dengan pakan penguat yang kandungan serat kasarnya relatif lebih rendah. Sebab, pakan kasar ini berfungsi menjaga alat pencernaan agar bekerja baik,
membuat
kenyang
dan
mendorong
keluarnya
kelenjar
pencernaan.
Pertambahan bobot badan atau besar hewan akan bertambah lebih cepat daripada kapasitas konsumsinya, maka pemberian hijauan biasanya dikurangi secara bertahap agar konsumsi biji-bijian dapat mencapai minimum 1,5 persen dari bobot badan. Untuk anak sapi, karena peningkatan bobot badannya yang relatif lebih cepat daripada yearling atau feeder umur 2 tahun, pemberian hijauan biasanya tidak perlu dikurangi (Parakkasi, 1999). Konsentrat atau bahan pakan penguat adalah pakan berkonsentrasi tinggi yang mengandung protein kasar dan energy yang cukup dengan kadar serat kasar yang relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat ini meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, bulgur, hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, bekatul, bungkil kelapa sawit, tetes dan berbagai umbi. Fungsi konsentrat ini adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah. Sehingga sapi yang sedang tumbuh ataupun yang sedang dalam periode penggemukan harus diberikan konsentrat yang
6
cukup, sedangkan sapi yang digemukkan dengan sistem dry lot fattening diberikan justru sebagian besar berupa pakan penguat (Church, 1991). Pakan yang digunakan pada pemeliharaan intensif biasanya konsentrat penuh atau 60% konsentrat dan 40% hijauan (Blakely dan Bade, 1991). Menurut Neumann dan Lusby (1986), rasio pemberian pakan dalam sistem intensif yaitu 95% konsentrat dan 10-15% hijauan makanan ternak. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa sapi dewasa (finish-sedang) dapat mengkonsumsi pakan dalam bahan kering sebesar 1,4% sedangkan untuk sapi yang lebih besar dapat mencapai 3% bobot badan. Pertumbuhan dan Perkembangan Ternak Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi, linier dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas. Pertumbuhan seekor ternak merupakan kumpulan dari pertumbuhan bagianbagian komponennya. Pertumbuhan komponen-komponen tersebut berlangsung dengan kadar laju yang berbeda, sehingga perubahan ukuran komponen menghasilkan diferensiasi atau pembedaan karakteristik individual sel dan organ. Diferensiasi menghasilkan perbedaan morfologis atau kimiawi, misalnya perubahan sel-sel embrio menjadi sel-sel otot, tulang, hati, jantung, ginjal, otak, saluran pencernaan, organ reproduksi, dan alat pernafasan (Soeparno, 2005). Kecepatan pertumbuhan otot, tulang, dan lemak berbeda-beda. Otot dan tulang mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tetap. Sejalan dengan meningkatnya bobot karkas, pertumbuhan tulang berjalan dengan kecepatan lambat, sementara otot tumbuh lebih cepat. Lemak mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda, awalnya pertumbuhan lemak sangat lambat tetapi pada saat memasuki fase penggemukan, pertumbuhannya meningkat dengan cepat. Tulang tumbuh lebih dulu, kemudian diikuti otot dan terkahir lemak. Persentase otot awalnya meningkat, kemudian saat fase penggemukan dimulai, persentase otot menurun, persentase lemak terus meningkat dan persentase tulang terus menurun (Berg dan Butterfield, 1968). Faktor nutrisi, jenis kelamin dan bangsa dapat mempengaruhi laju pertumbuhan. Jenis, komposisi kimia dan konsumsi pakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan. Konsumsi protein dan energi yang lebih tinggi 7
akan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi. Pengeruh nutrisi akan lebih besar bila perlakuannya dimulai sejak awal periode pertumbuhan. Jadi pertumbuhan dapat dimanipulasi dengan perlakuan nutrisi yang berbeda (Soeparno, 2005). Pertambahan bobot badan yang dimaksud normal (untuk Bos taurus) adalah antara 0,33 sampai 0,75 kg/ekor/hari, tergantung pada umur dan bangsa ternak. Pertambahan bobot badan sangat cepat pada hewan yang relatif masih muda, kemudian menurun dengan bertambahnya umur. Pada umur dua tahun, makanan yang dibutuhkan untuk hidup pokok amat banyak. Oleh karena itu, ongkos pertambahan bobot badan yang sedikit atau lamban pada fase itu akan menjadi lebih mahal. Diketahui bahwa hampir semua program dalam usaha sapi atau kerbau pedaging (kecuali program finish) tidak memaksimumkan tingkat pertumbuhan, relatif terhadap potensi genetiknya. Pembatasan tingkat pertumbuhan ini paling sedikit pada anak sapi yang diberi creep-feed pada waktu menyusu yang langsung disambung dengan program finish setelah disapih dengan 100 persen konsentrat (Parakkasi, 1999). Menurut Ngadiono (1995), pertumbuhan dapat dilihat pada pertambahan bobot badan per unit waktu. Pertambahan bobot badan harian sapi Sumba Ongole (SO), Australian Commercial Cross (ACC), dan Brahmann Cross (BX) yang dipelihara secara intensif berturut-turut adalah 0,85; 0,82 dan 0,78. Secara statistik pertambahan bobot badan harian sapi ACC tidak berbeda dengan sapi BX, tetapi sapi BX berbeda dengan sapi SO. perbedaan ini kemungkinan disebabkan adanya perbedaaan faktor genetik, kamampuan mengkonsumsi baham kering pakan dan kemampuan beradaptasi terhadap pakan yang tersedia. Rendahnya pertambahan bobot badan harian sapi BX (asal Pare-pare) dibandingkan sapi SO dan ACC, kemungkinan karena pengaruh inbreeding, disamping pengaruh darah sapi lokal seperti Peranakan Ongole dan Bali, yang pada umumnya mempunyai pertumbuhan yang lambat dan kapasitas tubuh relatif kecil. Pada waktu digemukkan kemungkinan sapi BX sudah mencapai kapasitas maksimal, sehingga pertumbuhan mulai lambat dan pertambahan bobot badannya menjadi rendah. Sapi SO merupakan sapi yang masak lambat dibandingkan dengan BX dan ACC, sehingga dengan pemberian pakan konsentrat tinggi selama penggemukan masih menunjukkan adanya laju pertumbuhan yang cenderung meningkat.
8
Ukuran Tubuh Indikator penilaian produktifitas ternak dapat dilihat berdasarkan parameter tubuh ternak tersebut. Parameter tubuh yang sering dipergunakan dalam menilai produktifitas adalah tinggi badan, panjang badan, dan lingkar dada. Bobot badan juga merupakan indikator penilaian produktivitas dan keberhasilan manajemen peternakan (Blakely dan Bade, 1991). Bobot badan sapi merupakan salah satu indikator produktifitas ternak yang dapat diduga berdasarkan ukuran linier tubuh sapi (Kadarsih, 2003). Bobot badan dewasa sapi pedaging yang berbeda-beda akan menghasilkan tingkat kegemukan yang berbeda pada umur dan makanan yang sama (Parakkasi, 1999). Perbedaan bobot badan pada sapi dikarenakan adanya perbedaan pertambahan bobot badan harian, rataan pakan yang dikonsumsi masing-masing individu, jumlah pertambahan otot setiap hari, serta perbedaan jumlah lemak yang telah disimpan oleh tubuh. Perbedaan tersebut akan menjadikan komposisi tubuh ternak berbeda (Field, 2007). Beberapa ukuran tubuh yang penting seperti tinggi gumba, lingkar dada dan panjang badan merupakan kriteria untuk menilai sapi. Ukuran tubuh tersebut dapat berperan dalam mengestimasi ternak secara praktis di lapangan sehingga dapat diketahui dengan mudah tingkat produktifitas ternak yang bersangkutan. Hasil penelitian Kadarsih (2003) memperlihatkan bahwa pada sapi bali yang berumur 7 bulan, ukuran panjang badan mempunyai peranan sangat nyata sebesar 35% dibanding ukuran tubuh lainnya. Pada umur 12 bulan dan 18 bulan pada sapi bali menunjukkan lingkar dada mempunyai peranan terhadap bobot badan secara sangat nyata (P<0,01) sebesar 64% dan 31,2%. Lain halnya pada umur 24 bulan, nilai koefisien determinasi adalah 0,222, hal ini berarti sebesar 22,2% ukuran lingkar dada mempunyai peranan nyata (P<0,05) terhadap peramalan bobot badan dibanding ukuran tubuh lainnnya. Data tersebut menunjukkan bahwa dalam meramalkan bobot badan ternak dapat digunakan persamaan regresi dimana pada sapi bali jantan umur 7 bulan dipergunakan ukuran panjang badan dan semakin bertambah umur ternak, maka ukuran lingkar dada yang dipergunakan untuk meramalkan bobot badan.
9
Karkas Karkas domba, babi dan sapi merupakan bagian tubuh yang tertinggal setelah darah, kepala, kaki, kulit, saluran pencernaan, intestine, kantong urin, jantung, trakea, paru-paru, ginjal limpa, hati dan jaringan lemak (yang melekat pada tubuh tersebut) diambil. Rata-rata 55 persen bobot hidup sapi adalah karkas. Karkas itu sendiri sebenarnya terdiri dari urat daging dan jaringan lemak, tulang dan residu yang terdiri dari tendon dan jaringan pegikat lainnya, pembuluh darah besar dan lain-lain (Lawrie, 2003). Faktor yang menentukan nilai produktifitas karkas meliputi berat karkas, jumlah daging yang dihasilkan, kualitas daging dari karkas yang bersangkutan dan potongan karkas yang dapat dijual. Nilai karkas dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin atau tipe ternak, bobot potong, pakan, dan jumlah lemak intramuskular atau marbling (Soeparno, 2005). Bobot karkas akan meningkat sejalan dengan meningkatnya bobot potong dimana jeroan juga meningkat dengan laju pertumbuhan yang tetap. Terdapat hubungan yang erat antara bobot karkas dan komponenkomponennya dengan bobot tubuh (Berg dan Butterfield, 1968). Hasil penelitian Ngadiono (1995), Pada bobot potong 412,50 sapi SO dapat menghasilkan persentase karkas 52,69% dengan bobot karkas panas 214,15 kg; sapi BX pada bobot potong 404,75 kg dapat menghasilkan persentase karkas 54,18% dengan bobot karkas panas 215.07 kg; dan pada sapi ACC pada bobot potong 405,06 kg dapat menghasilkan persentase karkas 53,07% dengan bobot karkas panas 213,25 kg. Hasil penelitian Kurniawan (2005) menyatakan bahwa pada sapi BX yang dipelihara selama dua bulan dengan sistem feedlot dengan rata-rata bobot badan awal 279, 68 kg dengan kisaran bobotnya yaitu dari 221 kg hingga 335 kg dapat memiliki bobot karkas rata-rata 193,78 kg dengan kisaran 160-236 kg. bobot karkas tersebut diperoleh dari sapi dengan bobot potong rata-rata 388,80 kg dengan kisaran 317-463 kg, sehingga diperoleh persentase karkas panas rata-rata 49,86%.
10
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan sapi potong PT Karya Anugerah Rumpin, Desa Cibodas, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, dan Rumah Pemotongan Hewan Bubulak Kota Bogor, serta Tempat Pemotongan Hewan H. Tohir, Cibinong Bogor. Penelitian dilakukan selama tiga bulan yang dimulai pada bulan April 2009 hingga bulan Juli 2009. Materi Ternak Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sapi Sumba Ongole (SO) yang berumur antara 2,5–3 tahun dengan kisaran berat hidup 300-409 kg/ekor sebanyak 72 ekor. Sapi Sumba Ongole yang digunakan ini merupakan sapi dengan draft (ukuran bobot badan) yang sama yaitu draft Medium berdasarkan klasifikasi yang dilakukan pada saat sapi baru datang. Pakan Pakan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu konsentrat yang terdiri atas pakan konsentrat hari 1-10, pakan konsentrat hari ke 11-60, dan pakan konsentrat hari ke 61-90, serta pakan hijauan yang terdiri atas rumput gajah. Konsentrat yang digunakan diperoleh dari PT Karya Anugerah Rumpin. Sedangkan hijauan berupa rumput gajah diperoleh dari kebun rumput sekitar areal tempat penelitian. Tabel 1. Kandungan Nutrisi Pakan yang Digunakan dalam Penelitian Kandungan Nutrisi
Konsentrat Hari 1-10
Hari 11-60
Hari 61-90
Hijauan
BK(%)
86,00
87,00
85,00
22,20
PK (%)
12,35
15,39
13,15
8,69
SK(%) Energi Metabolisme (kkal/kg BK)
16,00
13,45
15,45
32,30
4411
4099
4358
3047,62
Sumber : PT. Karya Anugerah Rumpin (2009) Keterangan : BK : Bahan Kering PK : Protein Kasar SK : Serat Kasar
Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang koloni yang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum dengan luas kandang 8 x 8 m. Tiap kandang berisi 24 ekor ternak sapi Sumba Ongole dengan luasan kandang rata-rata 2,6 m2/ekor. Kandang beratap hanya pada bagian tempat pakan, sedangkan bagian dalam kandang sebagian besar tidak beratap. Tempat minum berada didalam kandang. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, timbangan digital sapi, timbangan pakan, pita ukur, jangka sorong, mistar, timbangan karkas dan alat tulis. Rancangan Perlakuan Penelitian ini dilakukan dengan tiga taraf perlakuan. Taraf perlakuan persentase pemberian hijauan : konsentrat, yaitu : a. Perlakuan P1 : terdiri dari 24 ekor sapi Perlakuan P1 yaitu kelompok sapi yang diberi pakan hijauan dan konsentrat pada hari penggemukan 1-10 dengan imbangan pemberian hijauan 50% dan konsentrat 50%; hari penggemukan 11-60 dengan imbangan pemberian hijauan 25% dan konsentrat 75%, hari penggemukan 61-90 dengan imbangan pemberian hijauan 0% dan konsentrat 100%. b. Perlakuan P2 : terdiri dari 24 ekor sapi Perlakuan P2 yaitu kelompok sapi yang diberi pakan hijauan dan konsentrat pada hari penggemukan 1-10 dengan imbangan pemberian hijauan 50% dan konsentrat 50%; hari penggemukan 11-60 dengan imbangan pemberian hijauan 25% dan konsentrat 75%, hari penggemukan 61-90 dengan imbangan pemberian hijauan 10% dan konsentrat 90%. c. Perlakuan P3 : terdiri dari 24 ekor sapi Perlakuan P3 yaitu kelompok sapi yang diberi pakan hijauan dan konsentrat pada hari penggemukan 1-10 dengan imbangan pemberian hijauan 50% dan konsentrat 50%; hari penggemukan 11-60 dengan imbangan pemberian hijauan 30% dan konsentrat 70%, hari penggemukan 61-90 dengan imbangan pemberian hijauan 10% dan konsentrat 90%.
12
Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian adalah sebagai berikut, 1. Bobot badan Awal (kg/ekor), merupakan besaran bobot badan sapi hidup pada saat sapi akan memasuki masa penggemukan. 2. Konsumsi Ransum Harian (kg/ekor/hari), adalah rataan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh seekor sapi potong dalam satu kelompok setiap hari. Konsumsi ransum diperoleh dari selisih antara jumlah ransum awal yang diberikan dengan jumlah sisa ransum. Perhitungan sisa ransum dilakukan dengan cara menimbang sisa ransum. 3. Bobot badan Akhir (kg/ekor), merupakan besaran bobot badan sapi hidup pada saat sapi telah selesai mengalami masa penggemukan (masa panen). 4. Pertambahan Bobot badan Harian (kg/ekor/hari), merupakan besarnya bobot badan akhir sapi yang dikurangi dengan bobot badan awal sapi yang kemudian hasilnya dibagi dengan lama pemeliharaan. 5. Rasio Konversi Pakan, merupakan hasil dari rataan jumlah konsumsi pakan dalam satu populasi dibagi dengan pertambahan bobot badan dalam satuan waktu yang sama. 6. Tebal Lemak Pangkal Ekor (cm), merupakan hasil pengukuran tebal lipatan lemak pada pangkal ekor dengan dengan menggunakan jangka sorong. Tebal Lemak Pangkal Ekor terdiri dari kulit dan lemak yang diukur pada lokasi antara tulang ischium dengan pangkal ekor. 7. Lingkar Dada (cm), merupakan besaran lingkar dada dari sapi yang diukur pada saat masa panen. 8. Berat Karkas Panas (kg), merupakan besaran berat dari hasil penimbangan karkas sapi yang belum mengalami pelayuan pada saat setelah pemotongan. 9. Persentase Karkas (%), merupakan rasio berat karkas yang dibandingkan dengan bobot badan akhir sapi yang dinyatakan dalam persentase.
13
Analisis Data Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan pemberian pakan. Data peubah yang diperoleh dianalisis dengan analisis peragam dengan kovariabel bobot awal sapi. Analisis data dengan hasil nyata dilanjutkan dengan uji Tukey. Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1995): Yij = µ +
i
+ b (Bij) +
ij
Keterangan: Yij : Hasil pengamatan variabel respon akibat pengaruh persentase pemberian hijauan dan konsentrat ke-i pada ulangan ke-j : Nilai rataan umum : Pengaruh persentase pemberian hijauan dan konsentrat taraf ke-i; dengan i i = (50% : 50%, 25% : 75%, dan 0% : 100%), (50% : 50%, 25% : 75%, dan 10% : 90%), dan (50% : 50%, 30% : 70%, dan 10% : 90%). b : Koefisien regresi Y pada bobot awal Bij : Pengaruh kovariabel bobot awal yang dihasilkan pada persentase pemberian hijauan dan konsentrat taraf ke-i dan ulangan ke-j yang berkaitan dengan Yij. : Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j ij Ulangan (j) tidak semua sama pada tiap peubah. Jumlah ulangan pada tiap peubah tersaji pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Ulangan yang Digunakan pada Tiap Taraf Perlakuan Peubah
Jumlah ulangan pada tiap taraf perlakuan P1
P2
P3
Bobot Akhir
8
11
11
Pertambahan Bobot Badan
8
11
11
Lingkar Dada
8
11
11
Tebal Lemak Pangkal Ekor
5
7
5
Berat Karkas Panas
6
8
8
Persentase Karkas
6
8
8
Data hasil dari konsumsi ransum harian dan rataan rasio konversi pakan dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan informasi yang terkait dengan penelitian secara kuantitatif dan kualitatif, dan dilanjutkan dengan interpretasi data.
14
Prosedur Pemeliharaan Penelitian diawali dengan penimbangan bobot badan awal sapi dengan menggunakan timbangan digital. Pemberian minum dilakukan ad libitum, sedangkan pemberian pakan dilakukan dua kali sehari secara manual yang telah ditimbang terlebih dahulu. Pakan konsentrat diberikan pada pukul 08.00 WIB. dan 13.00 WIB., sedangkan untuk pakan hijauan diberikan pada pukul 09.30 WIB. dan pukul 14.30 WIB. Dilakukan penimbangan untuk sisa pakan yang tidak dikonsumsi. Pemeliharaan dilakukan selama 90 hari untuk setiap perlakuan. Sebelum Proses Pemotongan Sapi-sapi yang telah diberi perlakuan dalam penggemukan selama 90 hari, ditimbang untuk mengetahui bobot badan akhir. Setelah sapi ditimbang, dilakukan pengukuran tebal lemak pangkal ekor dengan cara menjepit kulit dan lemak yang terletak pada lokasi antara tulang ischium dengan pangkal ekor dan diukur menggunakan jangka sorong serta dilakukan pengukuran lingkar dada menggunakan pita ukur. Jumlah ulangan yang digunakan dalam pengukuran hanya sapi yang dikeluarkan pada saat waktu pengukuran. Sebelum dipotong, sapi dipuasakan dengan jangka waktu hingga 10 jam. Pemotongan dan Pembelahan Karkas Sapi Sapi-sapi yang telah selesai mengalami masa penggemukan kemudian dipotong di Rumah Pemotongan Hewan Bubulak, Kota Bogor dan Tempat Pemotongan Hewan H. Tohir, Cibinong Bogor. Proses penyembelihan dilakukan secara halal menurut aturan dalam agama Islam dengan memotong bagian leher dekat tulang rahang bawah, sehingga vena jugularis, oesophagus dan trachea terpotong sempurna. Sapi yang dipotong tidak dipingsankan terlebih dahulu. Penusukan jantung dilakukan disekitar dada untuk mengeluarkan darah secara sempurna. Kemudian kepala dilepas dari tubuh sehingga sapi benar-benar mati, kaki depan dan belakang dilepaskan pada sendi carpometacarpal dan sendi tarsometatarsal. Kemudian kaki belakang diikatkan dengan rantai pada ujung katrol sambil dilakukan pengulitan dan kemudian secara perlahan ditarik ke atas sampai menggantung sempurna pada rel penggantung. Penggantungan dilakukan pada
15
tendon achilles. Pengeluaran isi rongga perut dan dada dilakukan dengan menyayat dinding abdomen sampai dada serta ekor dipisahkan dari tubuh. Pembersihan jerohan dilakukan ditempat terpisah. Selanjutnya dilakukan pemisahan lemak subkutan dari bagian karkas sapi, karkas sapi pun kemudian dibelah menjadi empat bagian. Karkas panas kemudian dibelah simetris dengan menggunakan kapak sepanjang tulang belakang dari sacral (Ossa vertebrae sacralis) sampai leher (Ossa vertebrae cervicalis). Karkas yang telah terbelah kemudian dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu dipotong pada rusuk ke-5. Selanjutnya karkas ditimbang sebagai bobot karkas panas.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di peternakan penggemukan sapi potong PT Karya Anugerah Rumpin yang terletak di Desa Cibodas, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah penelitian berada pada 125 m diatas permukaan laut, dengan suhu rata-rata 24-28 oC, kelembaban udara rata-rata 69-76%, dan curah hujan rata-rata diatas 10 bulan basah (Monografi Desa Cibodas, 2009). Keadaan lingkungan tersebut kurang mendukung bagi kenyamanan hidup ternak, sehingga dapat menghambat produktifitas. Suhu dan kelembaban udara yang optimum bagi ternak untuk berproduksi di daerah tropis menurut Yousef (1985) adalah 4 °C–24 °C dengan kelembaban udara dibawah 75%. Suhu udara terutama suhu yang tinggi seperti di Indonesia merupakan kondisi yang kurang menguntungkan terhadap kenyamanan hidup dari ternak sapi. Pengaruh yang kurang menguntungkan ini terlihat dari konsumsi pakan dan air, serta tingkah lakunya. Suhu lingkungan yang tinggi akan mendorong sapi untuk minum lebih banyak sebagai salah satu cara menyeimbangkan suhu tubuhnya dan suhu lingkungan yang tinggi ini akan menekan nafsu makan dari sapi tersebut. Semakin tinggi suhu lingkungan maka nafsu makan dari sapi akan semakin berkurang yang berarti produktifitas dari sapi juga kurang optimum (Kadarsih, 2004). Namun, keadaan lingkungan ini diduga tidak berpengaruh besar pada ternak sapi dalam penelitian ini, karena sapi yang digunakan dalam penelitian berasal dari daerah Sumbawa yang memiliki perubahan suhu yang lebih ekstrim yaitu antara 20,2333,81oC dengan kelembaban rata-rata 64-89% (Pemkab Sumbawa, 2009) sehingga proses adaptasi terhadap lingkungan terutama yang berkaitan dengan suhu dan kelembaban, tidak membutuhkan waktu yang lama. Sistem Pemeliharaan Ternak dipelihara secara intensif dalam kandang koloni dengan atap hanya terdapat pada tempat pakan. Pemeliharaan sapi dilakukan di dalam kandang koloni dengan tujuan lebih mudah mengendalikan sapi yang digemukkan terutama dalam jumlah yang lebih banyak, sehingga kebutuhan tenaga kerja lebih sedikit dibanding
dengan pemeliharaan secara individu. Hal tersebut dipengaruhi juga oleh sapi bakalan yang didatangkan dengan tidak terdapat tali di setiap sapi. Rata-rata luasan kandang adalah 2,6 m2/ekor. Luasan kandang ini cukup memenuhi kebutuhan ruang untuk sapi. Sarwono dan Arianto (2003) mengemukakan bahwa untuk setiap satu ekor sapi PO yang digemukkan membutuhkan kandang tunggal yang dapat dibuat dengan ukuran panjang 2,25 m, lebar 1 m, dan tinggi 2-2,5 m. Ukuran kandang tersebut dapat pula digunakan untuk penggemukan jenis sapi lain, seperti sapi Bali, Brahman Cross, dan jenis sapi Eropa. Pemeliharaan yang dilakukan secara koloni seperti yang dilakukan pada penelitian ini dapat memberikan kesempatan kepada sapi untuk bergerak lebih banyak sehingga sapi lebih banyak membutuhkan energi, seperti yang dinyatakan Bowker et al. (1978) efisiensi usaha feedlot dipengaruhi juga oleh mobilitas dari ternak, semakin aktif ternak bergerak, akan semakin membutuhkan banyak energi dan efisiensi pakan akan menurun. Kebutuhan energi untuk gerakan mekanik pada feedlot adalah sebesar 15% di atas kebutuhan hidup pokok. Sistem pemeliharaan secara intensif biasa diartikan sebagai pemeliharaan dalam tempat yang terkurung dan makanan dibawa kepada hewan. Berbeda dengan sistem pemeliharaan secara ekstensif yaitu aktifitas perkawinan, pembesaran, pertumbuhan dan penggemukan (kalau dapat dikatakan demikian) dilaksanakan oleh orang yang sama, di lapangan penggembalan yang sama. Pemeliharaan secara ekstensif dapat dilakukan dengan biaya yang murah karena pakan mengandalkan dari padang penggembalaan. Meskipun demikian, pemeliharaan secara intensif memiliki kelebihan diantaranya lebih mudah mengendalikan nutrisi yang dikonsumsi oleh ternak, sehingga produktifitas dapat dipacu yang berarti dapat mempersingkat waktu produksi, serta luasan lahan yang dibutuhkan lebih sedikit (Parakkasi, 1999). Sapi Sumba Ongole yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari daerah Sumbawa yang menggunakan sistem pemeliharaan secara ekstensif, kemudian di pindahkan ke tempat penelitian dengan sistem pemeliharaan secara intensif. Perubahan sistem pemeliharaan ini dapat memacu produktifitas sapi dengan adanya pertumbuhan kompensasi. Sapi yang mengalami pertumbuhan kompensasi dapat mengalami laju pertumbuhan melebihi pertumbuhan normal.
18
Pemberian Pakan Pakan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan keberhasilan usaha feedlot sapi potong. Pemberian pakan pada sapi didasarkan pada kebutuhan sapi dan kemampuan menyediakan bahan pakan yang akan diberikan. Konsentrat dan hijauan yang berupa rumput gajah merupakan pakan yang digunakan dalam penelitian ini. Pakan yang diberikan menggunakan perhitungan dalam keadaan segar (As fed), hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam pemberian pakan. Perhitungan dalam pemberian tersebut didasarkan pada bahan kering pakan yang diperkirakan dapat dikonsumsi sapi sebesar rata-rata 2-2,3% setiap harinya. Saat awal sapi mulai digemukkan, pakan yang diberikan sebanyak 2% dari bobot hidup sapi. Pemberian pakan dengan jumlah tersebut diperkirakan cukup untuk sapi yang baru datang dan masih dalam keadaan beradaptasi. Pemberian pakan berikutnya dinaikkan jumlahnya sedikit demi sedikit, hal ini dilakukan supaya pakan yang diberikan tidak terbuang dan tetap cukup untuk kebutuhan sapi. Perbandingan pemberian pakan berupa konsentrat dan hijauan terlihat seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Rasio Pemberian Hijauan dan Konsentrat (%) secara As fed Hari Penggemukan
Imbangan Pakan
1-10
11-60
61-90
Hijauan
50
25
0
Konsentrat
50
75
100
Hijauan
50
25
10
Konsentrat
50
75
90
Hijauan
50
30
10
Konsentrat
50
70
90
P1
P2
P3
Keterangan : As fed = Pakan yang diberikan dalam keadaan segar (bahan kering + air dalam pakan)
Dari tabel diatas terlihat bahwa pemberian hijauan pada awal penggemukan lebih
banyak,
mempermudah
kemudian sapi
pada
dalam
hari
berikutnya
beradaptasi.
dikurangi
Sedangkan
dengan
pemberian
tujuan
konsentrat
berkebalikan dengan hijauan yaitu semakin ditambah pemberiannya seiring dengan
19
lamanya hari penggemukan, hal ini dilakukan dengan tujuan memacu produksi atau pertumbuhan sapi supaya sapi yang digemukkan dapat mencapai kondisi siap potong pada saat waktu panen yang telah ditentukan. Hari ke-1 hingga hari ke-10 masa penggemukan pakan yang diberikan berupa hijauan sebanyak 50% dan konsentrat sebanyak 50%. Pemberian tersebut dimaksudkan untuk tujuan backgrounding pada sapi, yaitu sapi yang baru datang membutuhkan asupan serat dari hijauan yang cukup untuk mengurangi cekaman stres dan konsentrat tetap diberikan untuk melatih sapi terbiasa mengkonsumsi konsentrat. Hijauan diberikan dalam jumlah yang cukup banyak pada awal pemeliharaan karena hijauan memiliki fungsi sebagai bahan pakan yang dapat menjadi buffer untuk menurunkan keasaman dalam rumen selain sebagai sumber serat. Meal and Livestock Association (2009) menyebutkan bahwa produksi VFA (volatil fatty acids) yang terlalu cepat akan menurunkan pH di dalam rumen, hal ini dapat menyebabkan acidosis jika tidak diimbangi dengan hijauan. Selanjutnya disebutkan juga bahwa hijauan merupakan bahan pakan yang dapat digunakan sebagai perangsang dalam produksi saliva. Saliva merupakan buffer yang dapat menjaga pH cairan rumen pada kisaran 5,5-6,5. Sapi dapat memproduksi saliva sebanyak 40 liter setiap hari ketika makan atau ruminasi. Jika sapi berhenti mengunyah, dapat menghentikan produksi saliva sehingga rumen akan lebih asam. Hari penggemukkan ke-11 hingga hari ke-60 hijauan diberikan sebanyak 25% dan konsentrat sebanyak 75%, kecuali pada perlakuan P3,
hijauan diberikan
sebanyak 30% dan konsentrat sebanyak 70% yang merupakan variasi dari perlakuan pemberian pakan dengan tujuan untuk melihat perbedaan penampilan produksi sapi yang digemukkan. Hari ke-61 hingga hari ke-90, untuk perlakuan P1 konsentrat diberikan sebanyak 100% dan hijauan tidak diberikan, sedangkan pada perlakuan P2 dan P3 hijauan diberikan sebanyak 10% dan konsentrat 90%. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan efisiensi pemberian pakan pada 30 hari terakhir penggemukan antara sapi yang diberi pakan 100% konsentrat dan 90% konsentrat. Pemberian pakan dengan lebih banyak konsentrat pada akhir masa penggemukkan dilakukan dengan tujuan untuk mengoptimalkan pertumbuhan daging supaya sapi mencapai kondisi siap potong.
20
Konsumsi Ransum Konsumsi merupakan jumlah makanan yang dimakan oleh ternak. Makanan tersebut mengandung zat yang dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi. Tingkat konsumsi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor ternak, faktor makanan yang diberikan dan faktor lingkungan. Faktor ternak meliputi jenis kelamin, besarnya tubuh, keaktifan, dan kegiatan pertumbuhan atau produktifitas lain. Faktor pakan atau makanan yang diberikan meliputi kandungan nutrisi dari pakan, penampilan dan bentuk makanan, bau, rasa, dan tekstur makanan. Faktor lingkungan dapat meliputi suhu dan kelembaban. Imbangan konsumsi hijauan dan konsentrat disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rasio Konsumsi Hijauan dan Konsentrat dalam As fed Imbangan Pakan
Hari Penggemukan 1-10
11-60
61-90
---------------------------------- % ----------------------------------P1 Hijauan
50.55
26.28
0
Konsentrat
49.45
73.72
100
Hijauan
49.60
24.50
10.82
Konsentrat
50.40
75.50
89.18
Hijauan
50.44
23.54
13.64
Konsentrat
49.56
76.46
86.36
P2
P3
Keterangan: As fed = Pakan yang dikonsumsi dalam keadaan segar
Imbangan konsumsi hijauan dan konsentrat secara umum tidak berbeda jauh dengan imbangan pemberian hijauan dan konsentrat. Hal ini menunjukkan bahwa pakan yang diberikan tidak bersisa banyak. Imbangan konsumsi ini diperoleh dari banyaknya pakan yang dimakan oleh sapi. Makanan tersebut dibandingkan antara hijauan dan konsentrat dan disajikan dalam bentuk persentase. Sedangkan untuk data rataan konsumsi ransum pada sapi dari hasil pengamatan tersaji pada Tabel 5.
21
Tabel 5. Rataan Konsumsi Pakan Setiap Sapi Konsumsi
Perlakuan P1
P2
P3
----------------------------- kg/ekor/hari ------------------------As fed Hijauan
2.14
2.67
2.58
Konsentrat
8.10
9.55
8.91
Total
10.24
12.22
11.49
Hijauan
0.474
0.593
0.573
Konsentrat
6.981
8.225
7.678
Total
7.455
8.818
8.251
Bahan Kering
Keterangan: As fed = Pakan yang dikonsumsi dalam keadaan segar
Rataan konsumsi hijauan pada perlakuan P1 sebesar 2.14 kg/ekor/hari lebih sedikit dibandingkan pada perlakuan P2 dan perlakuan P3, yaitu masing-masing 2.67 kg/ekor/hari dan 2.58 kg/ekor/hari. Hal ini disebabkan karena imbangan hijauan yang diberikan pada perlakuan P1 dibatasi terutama pada 30 hari terakhir masa pemeliharaan hingga 0%, sehingga perlakuan yang diberikan memberikan perbedaan rataan konsumsi hijauan. Rataan konsumsi konsentrat sama halnya dengan rataan konsumsi hijauan, yaitu pada perlakuan P1 sebesar 8.10 kg/ekor/hari lebih sedikit dibandingkan pada perlakuan P2 dan perlakuan P3, yaitu masing-masing 9.55 kg/ekor/hari dan 8.91 kg/ekor/hari. Hal ini diduga disebabkan karena pada perlakuan P1 selama 30 hari terakhir hanya diberikan pakan berupa konsentrat. Pemberian pakan berupa konsentrat penuh dapat menurunkan tingkat konsumsi karena variasi pakan yang dikonsumsi berkurang. Variasi pakan yang kurang dapat mempengaruhi nafsu makan sapi, dalam hal ini berarti pada imbangan tertentu hijauan juga memiliki fungsi sebagai peningkat palatabilitas ransum secara keseluruhan. Semakin tinggi serat kasar suatu bahan makanan akan mengakibatkan konsumsi meningkat sedangkan daya cerna dari bahan makanan tersebut semakin rendah (Field, 2007). Selain kurangnya variasi pakan, lebih sedikitnya konsumsi ransum pada perlakuan P1 disebakan juga oleh asupan energi dari pakan yang sangat tinggi. Parakkasi (1999) menyebutkan bahwa pemberian konsentrat terlalu tinggi akan meningkatkan konsentrasi energi ransum dan dapat menurunkan tingkat konsumsi. Besarnya nilai 22
rataan konsumsi hijauan dan konsentrat mempengaruhi langsung rataan konsumsi pakan secara keseluruhan. Grafik Rataan Konsumsi Hijauan pada tiap Periode Pemeliharaan (Gambar 1) menunjukkan bahwa penurunan konsumsi hijauan pada perlakuan P1 lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan P2 dan P3. Grafik pada perlakuan P3 terlihat lebih landai, menunjukkan penurunan konsumsi hijauan yang lebih lambat. Sedangkan pada Grafik Rataan Konsumsi Konsentrat pada tiap Periode Pemeliharaan (Gambar 2) memperlihatkan bahwa paningkatan konsumsi konsentrat pada tiap periode cenderung sama pada ketiga perlakuan, pada grafik tersebut terlihat konsumsi konsentrat perlakuan P2 merupakan yang terbanyak, kemudian diikuti perlakuan P3,
Rataan Kons. Hijauan (Kg/hari)
dan yang mengkonsumsi konsentrat paling sedikit adalah pada perlakuan P1. 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
P1 P2 P3
H 1-10
H 11-60
H 61-90
Periode Pemeliharaan (Hari) Gambar 1. Grafik Rataan Konsumsi Hijauan pada tiap Periode Pemeliharaan.
23
Rataan Kons. Konsentrat (Kg/hari)
12
10 8 6
P1
4
P2 P3
2 0 H 1-10
H 11-60
H 61-90
Periode Pemeliharaan (Hari) Gambar 2. Grafik Rataan Konsumsi Konsentrat pada tiap Periode Pemeliharaan. Rataan konsumsi bahan kering harian sapi pada penelitian berkisar 1,902,24% dari bobot badan dengan bobot badan rata-rata selama masa pemeliharaan sebesar 392,62 kg. Konsumsi bahan kering P1, P2, dan P3 masing-masing sebesar 7,455; 8,818 dan 8,251 kg/ekor/hari. Berdasar NRC (1984), kebutuhan konsumsi bahan kering untuk sapi pedaging jantan sedang tumbuh dan digemukkan dengan bobot hidup 405 kg dengan pertambahan bobot badan sebesar 1,1 kg/hari membutuhkan bahan kering 9.1 kg. Hal ini berarti kebutuhan bahan kering pada sapisapi dalam penelitian belum tercukupi untuk mencapai target pertambahan bobot badan 1,1 kg/hari. Konsumsi bahan kering tersebut hampir sama jika dibandingkan dengan
penelitian
yang
dilakukan
Ngadiono
(1995),
yaitu
kemampuan
mengkonsumsi bahan kering pakan oleh sapi SO sebesar 8,49 kg/ekor/hari atau konsumsi bahan keringnya sebesar 2,38% dari bobot badan. Kecukupan kebutuhan bahan kering dipengaruhi oleh jumlah pakan yang diberikan dan banyaknya pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Kecukupan bahan kering sapi sebagian besar dipenuhi dari konsentrat yang diberikan dalam jumlah yang lebih banyak serta kadar air yang ada di dalamnya sangat sedikit.
24
Tabel 6. Rataan Konsumsi Nutrisi Setiap Sapi dalam Bahan Kering Perlakuan Konsumsi P1
P2
P3
PK (kg/ekor/hari)
1.045
1.232
1.153
PK dalam BK (%)
14.02
13.97
13.97
SK (kg/ekor/hari)
1.155
1.374
1.287
SK dalam BK (%)
15.49
15.58
15.60
30865.81
36495.09
34107.45
Protein Kasar (PK)
Serat Kasar (SK)
Energi Metabolisme (EM) EM (kkal/ekor/hari)
Konsumsi Protein Kasar Protein merupakan unsur penting dalam tubuh hewan dan diperlukan terus menerus untuk memperbaiki sel dalam proses sintesis. Protein berfungsi sebagai zat pembangun atau pertumbuhan, zat pengatur dan mempertahankan daya tahan tubuh. Rataan konsumsi protein kasar harian sapi disajikan pada Tabel 6. Rataan konsumsi protein kasar harian untuk masing-masing perlakuan P1, P2 dan P3 berturut-turut sebesar 1,045; 1,232 dan 1.153 kg/ekor/hari atau sebesar 14,02; 13,97 dan 13,97% dari konsumsi bahan kering. Berdasar NRC (1984), kebutuhan konsumsi protein untuk sapi pedaging jantan sedang tumbuh dan digemukkan dengan bobot hidup 405 kg dengan pertambahan bobot badan sebesar 1,1 kg/hari membutuhkan protein kasar minimal 0,88 kg/hari. Hal ini berarti kebutuhan protein kasar pada sapi-sapi dalam penelitian sudah tercukupi, dengan acuan yang sama disebutkan bahwa kebutuhan protein kasar dalam bahan kering adalah minimal 9.6%, hal ini menunjukkan bahwa pakan yang diberikan pada sapi dalam penelitian memiliki kualitas yang cukup baik terutama dalam kandungan protein yang terdapat di dalamnya. Konsumsi Serat Kasar Serat kasar dibutuhkan oleh sapi untuk membantu memproduksi air liur lebih banyak. Air liur sapi merupakan cairan yang bersifat basa yang memiliki fungsi
25
buffer pada rumen sapi. Proses perombakan karbohidrat dan protein oleh mikroba akan menghasilkan kondisi asam di dalam rumen. Rumen dengan kondisi sangat asam dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada ternak ruminan. Hijauan sebagai sumber serat kasar sangat dibutuhkan pada ternak ruminan, namun kandungan serat kasar yang terlalu tinggi pada ransum akan menghambat pencernaan pakan di dalam alat pencernaan. Semakin tinggi porsi hijauan dengan kandungan serat kasar yang tinggi akan meningkatkan sifat bulkynya. konsumsi bahan bulky yang tinggi ini akan menekan konsumsi nutrisi yang lain. Rataan konsumsi serat kasar harian sapi disajikan pada Tabel 6. Rataan konsumsi serat kasar harian untuk masing-masing perlakuan P1, P2 dan P3 berturut-turut sebesar 1.155; 1.374 dan 1.287 kg/ekor/hari atau sebesar 15.49; 15.58 dan 15.60% dari konsumsi bahan kering. Konsumsi serat kasar tersebut diduga sudah mencukupi kebutuhan serat pada sapi, hal ini terlihat pada sapi-sapi dalam penelitian tidak mengalami gangguan kesehatan (acidosis). Penggunaan konsentrat sebanyak 100% dalam ransum seperti pada perlakuan P1 tidak terlalu menggangu kesehatan sapi, hal ini diduga karena penggunaan konsentrat sebanyak 100% hanya dilakukan selama 30 hari dan konsentrat yang digunakan mengandung serat yang cukup serta mengandung bahan makanan yang dapat menjadi buffer. Konsumsi Energi Energi dibutuhkan oleh ternak dalam porsi yang banyak dari pakan yang diberikan. Semua fungsi tubuh termasuk proses pencernaan membutuhkan energi. Rumen mikroba merombak karbohidrat struktural dan karbohidrat non-struktural untuk menghasilkan energi. Sumber energi yang sangat efektif digunakan oleh ternak ruminan adalah pati. Rataan konsumsi energi oleh sapi atau dalam penelitian ini energi metabolisme (ME) yang didapat oleh sapi dari pakan yang diberikan disajikan pada Tabel 6. Rataan konsumsi energi untuk masing-masing perlakuan P1, P2 dan P3 berturut-turut sebesar 30865.81; 36495.09 dan 34107.45 kkal/ekor/hari. Berdasar NRC (1984), kebutuhan konsumsi energi metabolisme untuk sapi pedaging sedang tumbuh dan digemukkan dengan bobot hidup 405 kg dengan pertambahan bobot badan sebesar 1,1 kg/hari membutuhkan energi metabolisme sebesar 2.56 Mkal/hari. Hal ini berarti kecukupan energi metabolisme oleh sapi sudah terpenuhi dari pakan 26
yang diberikan. Pemberian energi yang berlebihan pada sapi yang sedang digemukkan juga harus dibatasi karena dapat menyebabkan produksi lemak yang berlebihan dan kurang diinginkan. Parakkasi (1999) menyebutkan bahwa dalam pertumbuhan hewan, semua zat makanan semula diprioritaskan untuk pembentukan tulang; kemudian untuk pembentukan jaringan lean; kalau masih berlebih baru untuk pembentukan lemak. Oleh karena itu kadar energi ransum merupakan pertimbangan utama untuk hewan pedaging. Membatasi konsumsi energi akan menurunkan perlemakan. Penampilan Produksi Sapi Sumba Ongole Hasil analisis peragam pengaruh imbangan hijauan dan konsentrat yang berbeda terhadap penampilan produksi sapi Sumba Ongole disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Analisis Peragam Pengaruh Perlakuan terhadap Peubah Perlakuan Peubah P1
P2
P3
Bobot Akhir (kg)
431.9 + 8.26
444.9 + 6.64
443.1+ 6.46
Pertambahan Bobot Badan Harian (kg/ekor/hari)
0.97 + 0.092
1.12 + 0.074
1.09 + 0.072
Lingkar Dada (cm)
182.2 + 1.44
185.3 + 1.16
184.4 + 1.13
Tebal Lemak Pangkal Ekor (cm)
2.50 + 0.237
3.27 + 0.175
3.32 + 0.212
Bobot Karkas Panas (kg)
235.3AB + 3.76
243.6A + 3.13
230.6B + 3.01
Persentase Karkas (%)
54.08AB + 0.799
54.59A + 0.665
51.90B + 0.640
Keterangan : Angka dengan superskrip huruf kapital yang berbeda keduanya pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05).
Bobot Akhir Bobot akhir atau bobot potong merupakan salah satu parameter penting dalam usaha penggemukan sapi potong. Bobot potong berkaitan dengan selera konsumen, oleh sebab itu penentuan waktu sapi siap dipotong disesuaikan dengan permintaan konsumen. Besarnya bobot potong juga berpengaruh terhadap komposisi karkas. Soeparno (2005) mengemukakan bahwa variasi komposisi tubuh atau karkas sebagian besar didominasi oleh variasi berat tubuh, sebagian kecil dipengaruhi oleh
27
umur. Berat tubuh mempunyai hubungan yang erat dengan komposisi tubuh dan variasi komponen tubuh yang terbesar adalah lemak. Perlakuan pemberian imbangan pakan yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap bobot potong diantara ketiga taraf perlakuan. Nilai rataan bobot akhir pada sapi yaitu, perlakuan P1 sebesar 431.9+8.26 kg, perlakuan P2 sebesar 444.9+6.64 kg, dan perlakuan P3 sebesar 443.1+6.46 kg. Besarnya nilai bobot potong dipengaruhi oleh bobot awal sebelum sapi digemukkan, pakan yang diberikan, lama pemeliharaan dan kemampuan tumbuh pada tiap sapi. Pertambahan Bobot Badan Harian Pertambahan bobot badan harian sapi pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (P>0.05), hal ini disebabkan karena perbedaan imbangan pemberian hijauan dan konsentrat pada tiap perlakuan secara individu tidak berbeda jauh dan belum cukup memberikan perbedaan pertambahan bobot badan harian. Nilai rataan pertambahan bobot badan harian sapi yaitu, perlakuan P1 sebesar 0.97+0.092 kg/ekor/hari, perlakuan P2 sebesar 1.12+0.074 kg/ekor/hari, dan perlakuan P3 sebesar 1.09+0.072 kg/ekor/hari. Nilai ini secara umum seiring dengan besarnya rataan jumlah bahan kering pakan yang dikonsumsi, sehingga diduga tingkat konsumsi pakan merupakan faktor utama yang menentukan pertambahan bobot badan harian dari sapi. Nilai rataan pertambahan bobot badan harian sapi-sapi pada penelitian ini masih lebih tinggi jika dibandingkan hasil penelitian Ngadiono (1995), pada sapi SO yang dipelihara secara intensif dapat memiliki pertambahan bobot badan harian 0,85+0,01 kg/ekor/hari. Ngadiono (1995) menggunakan pakan berupa 85% konsentrat dan 15% hijauan (rumput raja), kandungan nutrisi konsentratnya adalah bahan kering sebesar 88,70%; energi metabolisme sebesar 2511,41 kkal /kg; protein kasar sebesar 12,76%; dan serat kasar 12,48%. Namun, nilai pertambahan bobot badan harian tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Nugroho (2008) yaitu pada sapi SO dapat mencapai pertambahan bobot badan harian sebesar 1,30 kg/ekor/hari. Nugroho (2008) menggunakan pakan berupa 95% konsentrat dan 5% hijauan (jerami padi amoniasi),
kandungan nutrisi
konsentratnya adalah bahan kering sebesar 89,65%; energi maintenance sebesar 1,315 Mkal/kg; protein kasar sebesar 12,45%; dan serat kasar 14,35%. Perbedaan nilai pertambahan bobot badan pada sapi Sumba Ongole yang digunakan pada ketiga 28
penelitian tersebut diduga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan kualitas pakan yang diberikan pada sapi. Pertambahan bobot badan harian rata-rata pada ternak sapi lokal menurut Sarwono dan Arianto (2003) adalah sebesar 0,30-0,75 kg/hari untuk sapi jenis PO atau SO; 0,35-0,66 kg/hari untuk sapi Bali, 0,25-0,60 kg/hari untuk sapi Madura. Hal ini berarti pertambahan bobot badan harian sapi dalam penelitian cenderung melebihi rata-rata pertambahan bobot badan harian sapi lokal pada umumnya. Pertambahan bobot badan harian sapi dalam penelitian yang cukup tinggi tersebut diduga disebabkan oleh adanya fenomena compensatory growth, karena sapi berasal dari peternakan dengan pemberian pakan yang terbatas kemudian digemukkan dengan pemberian pakan berkualitas lebih baik. Patterson et al. (1955) mengemukakan bahwa pada usaha feedlot, efisiensi pakan dari penerapan fenomena compensatory growth dapat dimanfaatkan dengan baik dengan memberikan pakan yang baik pada sapi yang menderita stress karena kekurangan pakan dan nutrisi. Sapi yang mengalami pertumbuhan kompensasi biasanya laju pertumbuhannya sangat tinggi melebihi pertumbuhan normal. Hasil penelitian Basuki (2000) memberikan gambaran bahwa, sapi kurus yang berumur 2-3 tahun, jantan kastrasi, dan dalam kondisi yang sehat, setelah dimanipulasi dengan pakan yang nilai nutrisinya sama atau diatas kebutuhan, ternyata dapat mengalami pertumbuhan kompensasi, dengan pertambahan berat badan harian (PBBH) diatas normal (melebihi 0,9 kg/hari). Selanjutnya dinyatakan juga bahwa nilai konversi pakan pada sapi yang mengalami pertumbuhan kompensasi, ternyata lebih rendah atau lebih efisien dibanding sapi yang tidak mengalami pertumbuhan kompensasi. Lingkar Dada Lingkar dada sapi pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (P>0.05), hal ini diduga juga disebabkan karena perbedaan imbangan pemberian hijauan dan konsentrat pada tiap perlakuan secara individu tidak berbeda jauh dan belum cukup memberikan perbedaan lingkar dada. Nilai rataan lingkar dada sapi yaitu, perlakuan P1 sebesar 182.2+1.44 cm, perlakuan P2 185.3+1.16 cm, dan perlakuan P3 sebesar 184.4+1.13 cm. Faktor yang mempengaruhi nilai lingkar dada adalah bobot hidup sapi, sehingga lingkar dada sering digunakan sebagai indikator menduga bobot badan 29
sapi. Hasil persamaan regresi bobot badan sapi dengan lingkar dada adalah : Bobot Badan = - 563 + 5.45 Lingkar Dada. Pada Gambar 3. dapat dilihat perbandingan bobot badan sapi yang sesungguhnya dengan bobot badan sapi hasil estimasi menggunakan persamaan regresi yang diperoleh.
Bobot Badan (kg)
600 500 400
300 B. Badan
200
Pers. Regresi
100 178 193 186 185 182 178 188 184 188 187 180 174 193 192 189
0
Panjang Lingkar Dada (cm)
Gambar 3. Grafik Perbandingan Antar Bobot Badan Sapi yang sebenarnya dengan Bobot Badan Sapi Hasil Regresi Menggunakan Lingkar Dada Tebal Lemak Pangkal Ekor Lemak pangkal ekor merupakan salah satu jenis lemak subkutan yang memiliki korelasi positif terhadap jumlah lemak dalam tubuh sapi. Lemak tersebut biasanya tidak diinginkan dengan jumlah yang banyak terdapat pada tubuh sapi karena dapat mengurangi Imbangan daging dan biasanya dipisahkan dari karkas. Semakin banyak lemak dalam karkas akan mengurangi persentase daging dalam karkas. Perbedaan imbangan hijauan dan konsentrat pada ransum yang dikonsumsi sapi tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap tebal lemak pangkal ekor pada sapi. tebal lemak pangkal ekor sapi pada perlakuan P1 sebesar 2.50+0.237 cm, pada perlakuan P2 sebesar 3.27+0.175 cm, dan pada perlakuan P3 sebesar 3.32+0.212 cm. Hasil penelitian Hafid (2005) mengindikasikan bahwa besarnya nilai tebal lemak pangkal ekor cenderung berkorelasi positif terhadap trim lemak dan persentase trim lemak karkas. Namun, korelasi tersebut bervariasi sangat tinggi. Besarnya nilai 30
variasi tersebut disebabkan oleh tingkat akurasi dari tebal lemak pangkal ekor sebagai indikator produktifitas karkas (trim lemak dalam karkas). Tebal lemak pangkal ekor pada penelitian ini masih lebih tinggi jika dibandingkan hasil penelitian Muhibbah (2007) yang menggunakan sapi persilangan (Bos taurus x Bos indicus), yaitu memiliki tebal lemak pangkal ekor rata-rata 1,062 cm. Perbedaan tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan tingkat kegemukan sapi. penelitian Muhibbah (2007) tersebut menggunakan sapi-sapi dengan kondisi tubuh yang berbeda yaitu kurus, sedang, dan gemuk. Sapi-sapi dengan kondisi kurus dan sedang memiliki tebal lemak pangkal ekor yang kecil, sehingga dapat menurunkan rata-rata tebal lemak pangkal ekor secara keseluruhan dalam penelitian. Bobot Karkas Panas Prodiktifitas karkas adalah kemampuan karkas sebagai produk utama ternak pedaging menghasilkan daging yang dapat dimakan sesuai dengan keinginan konsumen. Suatu karkas dikatakan mempunyai produktifitas tinggi apabila menghasilkan daging yang banyak, sedikit tulang dan mengandung lemak secukupnya, demikian pula sebaliknya yang berarti produktifitas rendah. Salah satu karakteristik dari karkas yang merupakan indikator untuk menilai produktifitas karkas yang baik adalah bobot karkas panas. Perbedaan imbangan hijauan dan konsentrat pada ransum yang dikonsumsi sapi berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap bobot karkas panas sapi. Bobot karkas panas sapi pada perlakuan P1 sebesar 235.3+3.76 kg, pada perlakuan P2 sebesar 243.6+3.13 kg, dan pada perlakuan P3 sebesar 230.6+3.01 kg. Bobot karkas panas sapi pada perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan bobot karkas panas pada perlakuan P2 dan P3, namun bobot karkas panas sapi pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan bobot karkas panas P3. Hal ini diduga karena sapi-sapi pada perlakuan P3 cenderung memiliki kemampuan mengkonversi pakan lebih baik. Nilai bobot karkas panas sapi pada penelitian ini cenderung memiliki korelasi negatif dengan kemampuan sapi dalam mengkonversi pakan untuk menambah bobot hidupnya. Sapi yang memiliki kemampuan mengkonversi pakan lebih kecil (perlakuan P2 dan P1) merupakan sapi yang laju pertumbuhannya mulai menurun dengan kondisi tubuh yang lebih gemuk dibandingkan dengan sapi yang memiliki kemampuan mengkonversi pakan lebih baik (perlakuan P3). Sapi dengan kondisi tubuh yang 31
kurus memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan sapi yang memiliki kondisi tubuh tidak kurus (Basuki, 2000). Saat dipotong pada waktu yang sama, sapi dengan kemampuan mengkonversi pakan lebih baik dengan kondisi kegemukan yang lebih rendah, menghasilkan bobot karkas panas dan persentase karkas yang lebih rendah. Persentase Karkas Persentase bobot karkas diperoleh dari perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong yang dinyatakan dalam persentase. Perbedaan imbangan hijauan dan konsentrat pada ransum yang dikonsumsi sapi berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap persentase karkas pada sapi. Persentase karkas panas sapi pada perlakuan P1 sebesar 54.08+0.799%, pada perlakuan P2 sebesar 54.59+0.665%, dan pada perlakuan P3 sebesar 51.90+0.640%. Persentase karkas sapi pada perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan persentase karkas pada perlakuan P2 dan P3, namun persentase karkas sapi pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan persentase karkas P3. Nilai ini dipengaruhi oleh besarnya bobot karkas panas pada sapi. Semakin besar bobot karkas panas dengan bobot potong yang sama akan menghasilkan persentase karkas yang lebih tinggi. Persentase karkas sapi pada penelitian ini memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan persentase karkas sapi SO hasil penelitian Nugroho (2008) yaitu sebesar 49,2% dan hampir sama dengan hasil penelitian Ngadiono (1995) yaitu sebesar 52,69%. Perbedaan persentase karkas pada bangsa sapi yang sama diduga disebabkan oleh beberapa faktor, seperti manajemen pemeliharaan, tingkat kegemukan sapi, metode pemotongan dan komposisi tubuh sapi. Konversi Pakan Rataan rasio konversi pakan (Feed Convertion Ratio = FCR) sangat dipengaruhi oleh kualitas atau kandungan nutrisi dari pakan serta kemampuan sapi memanfaatkan nutrisi dalam pakan tersebut untuk pertumbuhan badannya. Rataan FCR diperoleh dari perbandingan jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan sapi. Semakin tinggi nilai FCR maka semakin rendah tingkat efektifitas dari pakan tersebut untuk menghasilkan pertambahan bobot badan sapi. Nilai rataan konversi pakan terhadap pertambahan bobot badan sapi pada penelitian tersaji pada Tabel 8. 32
Tabel 8. Nilai Rataan Konversi Pakan terhadap Pertambahan Bobot Badan
Perlakuan
Konsumsi As fed Konsentrat
Hijauan
Konsumsi BK
PBB
----------------------- kg --------------------------
FCR As fed Pakan
FCR BK Pakan
-- kg Pakan/kg PBB --
P1
729.02
192.30
671.01
87.30
10.553
7.686
P2
859.23
240.30
793.57
100.80
10.908
7.873
P3
801.93
232.12
742.58
98.10
10.541
7.570
Keterangan :
As fed BK FCR PBB FCR As fed FCR BK
= Pakan yang dikonsumsi dalam keadaan segar = Bahan kering = Rataan konversi pakan (Feed Convertion Ratio) = Pertambahan bobot badan = Banyaknya jumlah Pakan (dalam Kg) yang Dibutuhkan untuk Menaikkan 1Kg Bobot Hidup Sapi = Banyaknya bahan kering Pakan (dalam Kg) yang Dibutuhkan untuk Menaikkan 1Kg Bobot Hidup Sapi
Nilai FCR pada penelitian ini secara umum tidak berbeda jauh, tetapi perbedaan tersebut sangat berpengaruh terhadap usaha feedlot terutama jika populasi sapi yang digemukkan lebih banyak. Nilai FCR tertinggi adalah pada perlakuan P2 sebesar 10,908 kg, artinya untuk mendapatkan 1 kg pertambahan bobot badan sapi dibutuhkan pakan dengan imbangan hijauan dan konsentrat seperti pada perlakuan P2 sebanyak 10,908 kg; kemudian diikuiti perlakuan P1 sebesar 10,554 kg dan perlakuan P3 sebesar 10,544 kg. Nilai FCR bahan kering seiring dengan nilai FCR konsumsi pakan dalam keadaan segar. Sapi-sapi pada perlakuan P1, untuk menaikkan bobot badan sebesar 1 kg membutuhkan asupan bahan kering pakan sebesar 7.686 kg; perlakuan P2 sebesar 7.873 kg; dan perlakuan P3 sebesar 7.570 kg. Hal ini menunjukkan bahwa pakan yang dapat memberikan tingkat efektifitas paling baik adalah pakan dengan porsi hijauan yang lebih banyak yaitu pakan pada perlakuan P3. Nilai rataan konversi biaya pakan terhadap pertambahan bobot badan harian disajikan pada Tabel 9.
33
Tabel 9. Nilai Rataan Konversi Biaya Pakan terhadap Pertambahan Bobot Badan
Perlakuan
Biaya Pakan
Nilai PBB
PBB- Biaya Pakan
--------------------- Rp -------------------------
Biaya Pakan/ PBB ----- Rp/kg ------
P1
1,160,833
2,007,900
847,067
13,297
P2
1,372,949
2,318,400
945,451
13,621
P3
1,284,133
2,256,300
972,167
13,090
Keterangan :
As fed PBB Nilai Konsentrat Nilai Hijauan Nilai Sapi Nilai PBB
= Pakan yang dikonsumsi dalam keadaan segar = Pertambahan bobot badan = Rp. 1.500/ kg = Rp. 350/kg = Rp. 23.000/ kg Bobot hidup = Nilai Pertambahan Bobot Badan dalam Rupiah
Rataan konversi biaya pakan terhadap pertambahan bobot badan merupakan ukuran secara ekonomis biaya pakan yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan sapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan imbangan hijauan dan konsentrat seperti pada perlakuan P3 memberikan tingkat efektifitas kombinasi pakan yang lebih baik dibandingkan kombinasi pemberian pakan seperti perlakuan P1 dan P2. Sapi-sapi pada perlakuan P3 membutuhkan biaya pakan sebesar 13.090 rupiah untuk meningkatkan bobot badan sebesar satu kg, sedangkan perlakuan P1 dan P2 berturut-turut membutuhkan biaya pakan sebesar 13.297 rupiah dan 13.621 rupiah. Nilai rupiah yang diperoleh dari pertambahan bobot badan sapi yang dikurangi dengan biaya pakan juga menunjukkan perlakuan P3 lebih besar daripada perlakuan P1 dan P2. Hal ini berarti perlakuan pemberian pakan dengan imbangan hijauan dan konsentrat seperti pada perlakuan P3 memberikan keuntungan yang paling tinggi. Biaya produksi dalam usaha penggemukan sapi potong sangat bervariasi pada tiap sapi. Variasi biaya produksi tersebut disebakan oleh biaya pakan dan biaya bakalan, sedangkan untuk biaya yang lain relatif sama. Oleh karena itu, sapi yang memiliki kemampuan mengkonversi pakan lebih baik akan memberikan keuntungan yang lebih tinggi.
34
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian pakan pada sapi Sumba Ongole dengan imbangan hijauan dan konsentrat yang berbeda tidak berpengaruh terhadap bobot potong, pertambahan bobot badan harian, lingkar dada dan tebal lemak pangkal ekor; tetapi berpengaruh terhadap bobot karkas panas dan persentase karkas. Sapi-sapi yang diberi ransum dengan imbangan hijauan yang paling tinggi (Perlakuan P3) cenderung memiliki nilai konversi pakan yang paling baik, tetapi menghasilkan bobot karkas panas dan persentase karkas yang lebih rendah. Saran Pemberian pakan dengan porsi hijauan yang cukup (seperti perlakuan P3) lebih dianjurkan untuk diterapkan karena dapat meningkatkan efektifitas dari ransum. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut dengan sistem pemeliharaan individu sehingga konsumsi ransum dan rasio konversi pakan dapat diuji secara statistik untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis dalam kesempatan ini, ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Orang Tua tercinta yang dengan kesabaran dan ketulusan hatinya selalu memberikan dorongan, kasih sayang dan doa. Kepada kakak dan adik tersayang Mas Nano, Mba’ Jumi, Mas Andi, dan Intan yang telah memberikan dukungan, dorongan, semangat, dan doanya. Serta kepada semua keluarga yang sangat berarti bagi kelancaran studi penulis selama di Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Rudy Priyanto. dan drh. Joko Susilo. sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan, memberi motivasi dan masukan berarti bagi Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada Ir. Kukuh Budi Satoto, MS. dan Dr. Ir. Henny Nuraini, MSi sebagai dosen penguji, penulis sampaikan terima kasih banyak karena telah bersedia menjadi dosen penguji dan memberikan banyak masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga Penulis sampaikan kepada Ir. Sudjana Natasasmita dan Dr. Ir. Henny Nuraini, MSi. sebagai dosen pembimbing akademik selama menjadi mahasiswa di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan bimbingan, semangat dan motivasi, serta pengarahan yang sangat berbarti. Ucapan terima kasih juga Penulis sampaikan kepada keluarga besar PT Karya Anugerah Rumpin, keluarga besar TPH H. Tohir, Cibinong dan RPH Bubulak, Bogor yang telah memberikan kesempatan dan bantuan serta membantu dalam kelancaran penelitian ini. Terima kasih buat sahabat Penulis Dede, Akhis, Jito dan Revan yang teramat berarti bagi Penulis, terima kasih atas semua bantuan dan dukungan yang diberikan. Tak lupa Penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan IPTP 42, mudah-mudahan kebersamaan selama ini menjadi kenangan yang berharga. Temanteman Duta Pojok BNI IPB semua, terima kasih telah menjadi tempat berbagi dan selalu memberi dukungan bagi Penulis. Teman-teman satu tempat tinggal di Pondok As-salam (Charles, Andi, Reky, Rafdi, Ade, Panji, Hafidz, Alwi, Mas Hanafi dan yang tidak disebutkan) terima kasih untuk kebersamaannya. Bogor, Februari 2010 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Peternakan 2008. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. Basuki, Purwanto. 2000. Kajian optimalisasi usaha penggemukan sapi (feedlot) melalui manipulasi pakan, pertumbuhan kompensasi dan periode waktu penggemukan. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Blakely, J. dan D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Terjemahan : B. Srigandono. Universitas Gadjah Mada Press., Yogyakarta. Berg, R. T. and R. M. Butterfield. Growth patterns of bovine muscle, fat and bone. J Anim Sci. 1968. 27:611-619. American Society of Animal Science. Bowker W. A. T., Dumday R. G., Frisch. J. E., Swan R. A. Tulloh N. M. 1978. A Course Manual Beef Cattle Management and Economic. A. A. U. C. S. Canberra, Australia. Church, D. C. 1991. Livestock Feed and Feeding. 3rd Ed. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliff, new Jersey. Field, T. G. 2007. Beef Production and Management Decisions - Fifth Edition. Pearson Prentice Hall, New Jersey. Hafid, HH. 2005. Kajian pertumbuhan dan distribusi daging serta estimasi produktivitas karkas sapi hasil penggemukan. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ismail, M. N. 2007. Hubungan butt shape karkas sapi Brahman cross terhadap produktifitas karkas pada jenis kelamin yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kadarsih, Siwitri. 2003. Peranan ukuran tubuh terhadap bobot badan Sapi Bali di Propinsi Bengkulu. Jurnal penelitian UNIB, Vol.IX. Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu, Bengkulu. Kadarsih, Siwitri. 2004. Performans Sapi Bali berdasakan ketinggian tempat di daerah transmigrasi Bengkulu : I. Performans Pertumbuhan. Jurnal Ilmuilmu Pertanian Indonesia- Volume 6. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Bengkulu. Kurniawan, D. 2005. Produktifitas karkas dan kualitas daging sapi Brahman Cross pada beberapa kategori bobot potong dan ketebalan lemak punggung untuk kebutuhan pasar tradisional. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lawrie R. A. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan : Aminuddin Parakkasi. Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Meal and Livestock Association. 2009. Ruminant Nutrition – Module 6. Livecorp, Australia. Monografi Desa Cibodas. 2009. Keadaan Umum Lingkungan dan Wilayah Desa Cibodas. Kantor Kepala Desa Cibodas – Rumpin, Bogor. Muhibbah, V. 2007. Parameter tubuh dan sifat-sifat karkas sapi potong pada kondisi tubuh yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. National Research Council. 1984. Nutrient Requirement of Cattle. 6th Revised Edition. National Academy Press, Washington. Neumann, A. L. dan K. S. Lusby. 1986. Beef Cattle. Eighth Edition. John Willey Sons, Inc., Canada. Ngadiono, N. 1995. Pertumbuhan serta sifat-sifat karkas dan daging sapi Sumba Ongole, Brahman Cross dan Australian Commercial Cross yang dipelihara secara intensif pada berbagai bobot potong. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nugroho, A. W. 2008. Produktivitas karkas dan kualitas daging sapi Sumba Ongole dengan pakan yang mengandung probiotik, kunyit dan temulawak. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Parakkasi, Aminuddin. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Patterson D. C., Steen R. W. J., Kilpatrick D. J. 1955. Growth development in beef cattle. Direct and residual effect of plane nutrition during early life on components of gain and feed efficiency. J. Agric. Sci. 124(1): 91 – 100. Payne, W. J. A. dan John Hodges. 1997. Tropical Cattle : Origins, Breeds, and Breeding Policies. Blackwell Science Ltd., London. Pemerintah Kabupaten Sumbawa. 2009. Geografi Kabupaten Sumbawa. http://www.sumbawakab.go.id/index_static.php?top=2&urut=9&ver= [14 November 2009] Philips, C. J. C. 2001. Principle of Cattle Production. CABI Publishing, New York. Purwanto, B. 2000. Kajian optimalisasi usaha penggemukan sapi (feedlot) melalui manipulasi pakan, pertumbuhan kompensasi dan periode waktu penggemukan. Disertasi. Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sarwono, B. dan Hario Bimo Arianto. 2003. Penggemukan Sapi Secara Cepat. Penebar Swadaya, Jakarta. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan keempat. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. 38
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika : Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi Kedua. Terjemahan: B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yousef, M. K. 1985. Stress Physiology in Livestock. Volume I. CRC Press. Inc., Boca Raton, Florida.
39
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rataan Konsumsi Konsentrat setiap Sapi pada Perlakuan P1 Konsumsi Konsentrat
Hari
As fed (kg)
BK
PK
SK
EM
--------------------------- kg -------------------------------
kkal
1-10
44.99
38.69
4.78
6.19
170680.41
11-60
410.35
357.00
54.96
48.02
1463351.26
61-90 Keterangan :
273.68
232.63
30.59
35.94
1013786.76
As fed BK PK SK EM
= Pakan yang dikonsumsi dalam keadaan segar = Bahan kering = Protein Kasar = Serat Kasar = Energi Metabolisme
Lampiran 2. Rataan Konsumsi Hijauan setiap Sapi pada Perlakuan P1 Konsumsi Hijauan
Hari
As fed (kg)
BK
PK
SK
--------------------------- kg -------------------------------
EM kkal
1-10
46.00
10.21
0.89
3.30
31122.30
11-60
146.30
32.48
2.82
10.49
98982.43
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
61-90 Keterangan :
As fed BK PK SK EM
= Pakan yang dikonsumsi dalam keadaan segar = Bahan kering = Protein Kasar = Serat Kasar = Energi Metabolisme
Lampiran 3. Rataan Konsumsi Pakan setiap Sapi pada Perlakuan P1 Hari
Konsumsi Total As fed (kg)
BK
PK
SK
--------------------------- kg -------------------------------
EM kkal
1-10
90.99
48.91
5.67
9.49
201,802.71
11-60
556.65
389.48
57.78
58.51
1,562,333.69
61-90 Keterangan :
273.68
232.63
30.59
35.94
1,013,786.76
As fed BK PK SK EM
= Pakan yang dikonsumsi dalam keadaan segar = Bahan kering = Protein Kasar = Serat Kasar = Energi Metabolisme
41
Lampiran 4. Rataan Konsumsi Konsentrat setiap Sapi pada Perlakuan P2 Konsumsi Konsentrat
Hari
As fed (kg)
BK
PK
SK
--------------------------- kg -------------------------------
EM kkal
1-10
46.85
40.29
4.98
6.45
177709.01
11-60
470.74
409.54
63.05
55.08
1678708.77
61-90 Keterangan :
341.65
290.40
38.19
44.87
1265559.86
As fed BK PK SK EM
= Pakan yang dikonsumsi dalam keadaan segar = Bahan kering = Protein Kasar = Serat Kasar = Energi Metabolisme
Lampiran 5. Rataan Konsumsi Hijauan setiap Sapi pada Perlakuan P2 Konsumsi Hijauan
Hari
As fed (kg)
BK
PK
SK
--------------------------- kg -------------------------------
EM kkal
1-10
46.10
10.23
0.89
3.31
31189.95
11-60
152.77
33.91
2.95
10.95
103359.67
61-90 Keterangan :
41.43
9.20
0.80
2.97
28030.52
As fed BK PK SK EM
= Pakan yang dikonsumsi dalam keadaan segar = Bahan kering = Protein Kasar = Serat Kasar = Energi Metabolisme
Lampiran 6. Rataan Konsumsi Pakan setiap Sapi pada Perlakuan P2 Hari
Konsumsi Total As fed (kg)
BK
PK
SK
--------------------------- kg -------------------------------
EM kkal
1-10
92.95
50.52
5.86
9.75
208,898.96
11-60
623.51
443.46
66.00
66.04
1,782,068.45
61-90 Keterangan :
383.08
299.60
38.99
47.84
1,293,590.38
As fed BK PK SK EM
= Pakan yang dikonsumsi dalam keadaan segar = Bahan kering = Protein Kasar = Serat Kasar = Energi Metabolisme
42
Lampiran 7. Rataan Konsumsi Konsentrat setiap Sapi pada Perlakuan P3 Konsumsi Konsentrat
Hari
As fed (kg)
BK
PK
SK
EM
--------------------------- kg -------------------------------
kkal
1-10
44.48
38.26
4.72
6.12
168743.57
11-60
448.15
389.89
60.02
52.44
1598156.18
61-90 Keterangan :
309.29
262.90
34.57
40.62
1145720.99
As fed BK PK SK EM
= Pakan yang dikonsumsi dalam keadaan segar = Bahan kering = Protein Kasar = Serat Kasar = Energi Metabolisme
Lampiran 8. Rataan Konsumsi Hijauan setiap Sapi pada Perlakuan P3 Konsumsi Hijauan
Hari
As fed (kg)
BK
PK
SK
--------------------------- kg -------------------------------
EM kkal
1-10
45.28
10.05
0.87
3.25
30635.16
11-60
138.00
30.64
2.66
9.90
93365.40
61-90 Keterangan :
48.85
10.84
0.94
3.50
33047.92
As fed BK PK SK EM
= Pakan yang dikonsumsi dalam keadaan segar = Bahan kering = Protein Kasar = Serat Kasar = Energi Metabolisme
Lampiran 9. Rataan Konsumsi Pakan setiap Sapi pada Perlakuan P3 Hari
Konsumsi Total As fed (kg)
BK
PK
SK
--------------------------- kg -------------------------------
EM kkal
1-10
89.76
48.31
5.60
9.37
199,378.73
11-60
586.15
420.52
62.69
62.34
1,691,521.58
61-90 Keterangan :
358.14
273.74
35.51
44.12
1,178,768.92
As fed BK PK SK EM
= Pakan yang dikonsumsi dalam keadaan segar = Bahan kering = Protein Kasar = Serat Kasar = Energi Metabolisme
43
Lampiran 10. Rataan Konsumsi Pakan Setiap Sapi selama 90 Hari Total Konsumsi Perlakuan
Hijauan
Konsentrat
Pakan
BK
PK
SK
EM
------------------------------------ kg --------------------------------
kkal
P1
192.3
729.02
921.32
671.01
94.04
103.94
2,777,923.15
P2
240.3
859.23
1099.53
793.57
110.85
123.63
3,284,557.79
P3
232.1
801.93
1034.05
742.58
103.80
115.82
3,069,669.23
Keterangan :
BK SK
= Bahan Kering = Serat Kasar
PK EM
= Protein Kasar = Energi Metabolisme
Lampiran 11. Analisis Peragam Perlakuan terhadap Bobot Akhir Sumber Keragaman Bobot awal Perlakuan Galat Total Koreksi
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
1 2 26 29
15321.4 677.9 11766.8
15321.4 338.9 452.6
F Hitung 33.85** 0.75
F Tabel 0.05 0.01 4.23 7.77 3.37 5.53
Keterangan: Dikoreksi dengan bobot awal rata-rata 344,5 kg superskrip (**) menandakan berpengaruh sangat nyata
Lampiran 12. Analisis Peragam Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Harian Sumber Keragaman Bobot awal Perlakuan Galat Total Koreksi
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
1 2 26 29
0.02866 0.08228 1.44752
0.02866 0.04114 0.05567
F Hitung 0.51 0.74
F Tabel 0.05 0.01 4.23 7.77 3.37 5.53
Keterangan: Dikoreksi dengan bobot awal rata-rata 344,5 kg
Lampiran 13. Analisis Peragam Perlakuan terhadap Lingkar Dada Sumber Keragaman Bobot awal Perlakuan Galat Total Koreksi
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
1 2 26 29
383.05 34.34 357.55
383.05 17.17 13.75
F Hitung 27.85** 1.25
F Tabel 0.05 0.01 4.23 7.77 3.37 5.53
Keterangan: Dikoreksi dengan bobot awal rata-rata 344,5 kg superskrip (**) menandakan berpengaruh sangat nyata
44
Lampiran 14. Analisis Peragam Perlakuan terhadap Tebal Lemak Pangkal Ekor Sumber Keragaman Bobot awal Perlakuan Galat Total Koreksi
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
1 2 13 16
0.0118 1.3986 2.6185
0.0118 0.6993 0.2014
F Hitung 0.06 3.47
F Tabel 0.05 0.01 4.67 9.07 3.81 6.70
Keterangan: Dikoreksi dengan bobot awal rata-rata 338,0 kg
Lampiran 15. Analisis Peragam Perlakuan terhadap Bobot Karkas Panas Sumber Keragaman Bobot awal Perlakuan Galat Total Koreksi
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
1 2 18 21
3697.1 656.3 1300.6
3697.1 328.1 72.3
F Hitung 51.17** 4.54*
F Tabel 0.05 0.01 4.41 8.29 3.55 6.01
Keterangan: Dikoreksi dengan bobot awal rata-rata 344,8 kg superskrip (*) menandakan berpengaruh nyata
Lampiran 16. Analisis Peragam Perlakuan terhadap Persentase Karkas Sumber Keragaman Bobot awal Perlakuan Galat Total Koreksi
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
1 2 18 21
1.194 31.905 58.672
1.194 15.952 3.26
F Hitung 0.37 4.89*
F Tabel 0.05 0.01 4.41 8.29 3.55 6.01
Keterangan: Dikoreksi dengan bobot awal rata-rata 344,8 kg superskrip (*) menandakan berpengaruh nyata
45
Lampiran 17. Uji Lanjut Tukey untuk Analisis Bobot Karkas Panas Perbandingan Perlakuan P1 dengan Perlakuan P2 dan P3 dengan derajat bebas galat = 18 Perlakuan
Selisih Rataan
Standart Galat
T hitung
P2
8.283
5.150
1.608
P3
4.659
4.882
0.954
T tabel 0.05
0.01
2.97
4.07
Perbandingan Perlakuan P2 dengan Perlakuan P3 dengan derajat bebas galat = 18 Perlakuan
Selisih Rataan
Standart Galat
T hitung
P3
13.00
4.303
3.021*
T tabel 0.05
0.01
2.97
4.07
Keterangan: superskrip (*) menandakan berpengaruh nyata
Lampiran 18. Uji Lanjut Tukey untuk Analisis Persentase Karkas Perbandingan Perlakuan P1 dengan Perlakuan P2 dan P3 dengan derajat bebas galat = 18 Perlakuan
Selisih Rataan
Standart Galat
T hitung
P2
0.505
1.094
0.462
P3
2.180
1.037
2.102
T tabel 0.05
0.01
2.97
4.07
Perbandingan Perlakuan P2 dengan Perlakuan P3 dengan derajat bebas galat = 18 Perlakuan
Selisih Rataan
Standart Galat
T hitung
P3
2.79
0.9140
3.07*
T tabel 0.05
0.01
2.97
4.07
Keterangan: superskrip (*) menandakan berpengaruh nyata
46