Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
PARAMETER DARAH SAPI JAWA YANG DIBERI PAKAN DENGAN TINGKAT PROTEIN YANG BERBEDA (Blood Parameters of Java Cattle Under Different Protein Levels of Feeding) MUNZARONAH, SOEDARSONO, C.M.S. LESTARI, E. PURBOWATI dan A. PURNOMOADI Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang
ABSTRACT This study was conducted to determine the effect feed with different protein level on blood hematocrit, glucose and urea nitrogen in Java cattle. Twelve male Java cattle age 1 to 1,5 years old and average body weight 155,97 ± 21,80 kg (13,98 %). The experimental design used was randomized block design (RAK) with 3 treatments and 4 groups of cows based on initial body weight. The feed given consisted of rice straw and concentrate feeding arranged to give crude protein 9% (T1), 12% (T2) and 15% (T3). Parameters measured were hematocrit, glucose and urea nitrogen of blood. The results showed that all parameters observed was not significantly different (P > 0.05). Average of blood glucose at 0, 3, 6 and 9 hours post feeding were 43.86; 68.13; 92.65; and 92.65 mg/dl. Average of blood urea nitrogen at 0, 3, 6 and 9 hours post feeding were 57.95; 31.49; 32.07; and 32.15 mg/dl. Hematocrit level at week 0 in T2 (34%) was higher (P < 0.05) than T1 (30.50%) and T3 (31.50%). The conclusion of this study was protein level up to 15% did not affect hematocrit level, blood glucose and urea nitrogen in Java cattle. Key Words: Hematocrit, Blood Glucose, Blood Urea Nitrogen, Java Cattle, Protein Feeding ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh pakan dengan tingkat protein yang berbeda pada hematokrit, glukosa dan urea nitrogen darah pada sapi Jawa. Dua belas sapi Jawa jantan umur 1 sampai 1,5 tahun dan berat badan rata-rata 155,97 ± 21,80 kg (13,98%). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 4 kelompok sapi berdasarkan bobot badan awal. Pakan yang diberikan terdiri dari jerami padi dan pakan konsentrat yang diatur untuk memberikan protein kasar 9% (T1), 12% (T2) dan 15% (T3). Parameter yang diukur adalah hematokrit, glukosa dan nitrogen urea darah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pakan perlakuan terhadap semua parameter yang diamati tidak menunjukkan perbedaan nyata (P > 0,05). Rata-rata glukosa darah pada 0, 3, 6 dan 9 jam pasca pemberian makan adalah 43,86; 68,13; 92,65; dan 92,65 mg/dl. Rata-rata nitrogen urea darah pada 0, 3, 6 dan 9 jam pasca makan adalah 57,95; 31,49; 32,07; dan 32,15 mg/dl. Tingkat hematokrit pada minggu ke 0 dalam T2 (34%) lebih tinggi (P < 0,05) daripada T1 (30,50%) dan T3 (31,50%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat protein hingga 15% tidak mempengaruhi tingkat hematokrit, glukosa darah dan nitrogen urea pada sapi Jawa. Kata Kunci: Hematokrit, Glukosa Darah, Nitrogen Urea Darah, Sapi Jawa, Pakan Protein
PENDAHULUAN Faktor utama yang menentukan produktivitas ternak adalah pakan, pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan hewan, dalam bentuk yang dapat dicerna seluruhnya atau sebagian dengan tidak menggangu kesehatan ternak yang bersangkutan (LUBIS, 1963). Bahan pakan dapat berasal dari limbah pertanian dan limbah industri pertanian (HARTADI et al., 2005).
Produktivitas dan fisiologis merupakan gambaran respon ternak terhadap bahan pakan yang diberikan pada ternak. Darah merupakan jaringan yang beredar dalam sistim pembuluh darah yang tertutup. Darah terdiri dari elemenelemen padat (sel darah merah dan putih serta trombosit) yang terdapat dalam plasma (HARPER et al., 1977; FRANDSON, 1992). Darah merupakan salah satu parameter fisiologis yang mencerminkan kondisi fisik ternak.
243
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Parameter yang biasa diamati dalam darah yaitu kadar hematokrit, glukosa dan urea. Hematokrit adalah istilah yang artinya persentase (berdasarkan volume) dari darah, yang terdiri dari butir-butir darah merah (FRANDSON, 1992). GUYTON (1993) menyatakan bahwa kandungan eritrosit dalam darah secara langsung menentukan tinggi rendahnya kadar hematokrit darah. Kadar hematokrit dapat berubah karena nilai atau status gizi yang dihasilkan dari pakan yang dikonsumsi. Nilai hematokrit normal pada sapi adalah 22 – 39% (BENYAMIN, 1978). Glukosa merupakan hasil akhir dan utama dari pencernaan karbohidrat yang beredar bersama darah (ANGGORODI, 1995). Glukosa pada ruminansia selain sebagai sumber energi juga penting dalam pemeliharaan sel-sel tubuh terutama darah dan otot (PARAKKASI, 1999). Menurut HARPER (1977) kadar glukosa darah pada ruminansia berkisar 70 – 120 mg/dl. Urea merupakan hasil akhir dari metabolisme protein dalam tubuh ternak dan diekskresikan melalui urin. Apabila kecepatan pembentukan amonia (NH3) lebih besar dari pada penggunaannya, maka NH3 akan diserap ke dalam darah dan diubah menjadi urea. Apabila protein ransum bertambah, akan menyebabkan bertambahnya produksi NH3 dalam rumen. Apabila NH3 yang dimanfaatkan mikrobia untuk membentuk protein tubuh dalam rumen rendah, maka NH3 yang akan diabsorsi oleh darah tinggi, sehingga produksi urea darah di hati bertambah (TILLMAN et al., 1991). Kisaran kadar urea darah sapi normal menurut HUNGATE (1966) adalah 26,6 – 56,7 mg/dl. Menurut VASCONCELOS et al. (2006), kadar protein kasar yang diberikan mempunyai korelasi yang tinggi terhadap kadar urea dalam
darah, yaitu semakin tinggi tingkat protein yang diberikan maka semakin tinggi pula kadar urea dalam darah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar hematokrit, glukosa dan urea darah pada sapi Jawa yang diberi pakan dengan tingkat protein yang berbeda. MATERI DAN METODE Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah sapi Jawa jantan sebanyak 12 ekor dengan umur ± 1 tahun dan rata-rata (BB) awal 155,97 ± 21,80 kg (CV 13,98%). Pakan yang digunakan terdiri dari jerami padi, molasses, onggok, dedak padi, bungkil kelapa, ampas bir, dan mineral. Komposisi dan kandungan nutrisi pakan penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Metode dalam penelitian ini sesuai petunjuk GOMEZ dan GOMEZ (1995) yaitu mengunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan pakan (T1 dengan PK 9%, T2 dengan PK 12%, dan T3 dengan PK 15%) dan 4 kelompok sapi berdasarkan bobot badan (BB). Pakan diberikan 2 kali sehari yaitu setiap pagi (pukul 08.00) dan sore (15.00) hari, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. Parameter utama yang diamati pada perlakuan ini adalah kadar hematokrit, glukosa dan urea darah. Pengambilan sampel darah melalui pembuluh darah (vena jugularis). Pengukuran kadar hematokrit dilakukan 4 kali pengambilan yaitu minggu 0, 3, 6 dan 9. Pengukuran kadar urea dan kadar glukosa dilakukan pada minggu ke-6 perlakuan dengan waktu pengambilan darah 0, 3, 6, dan 9 jam setelah makan. Setelah sampel darah diperoleh, kemudian darah dipisahkan antara plasma dan padatan dengan
Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrisi pakan penelitian Uraian
Perlakuan T1
T2
T3
Protein kasar (PK)
9,02
12,00
15,00
Abu
9,21
9,67
10,50
Kandungan nutrisi (100% BK)
Lemak kasar (LK)
4,83
6,05
7,40
Serat kasar (SK)
22,24
24,60
25,30
Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN)
54,74
47,68
41,80
Total digestible nutrients (TDN)
65,00
65,00
66,90
244
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
menggunakan sentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3.000 rpm. Plasma darah kemudian diambil dengan pipet mikromili. Setelah itu dianalisis dengan mengunakan glukosa dan urea kit, masing-masing reagen berfungsi untuk mengetahui kadar glukosa dan urea pada plasma darah sapi Jawa yang dianalisis. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan uji F dan apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan (GOMEZ dan GOMEZ, 1995). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian tentang kadar hematokrit, glukosa dan urea darah sapi Jawa yang diberi pakan dengan tingkat protein berbeda ditunjukkan pada Tabel 2. Hasil analisis statistik menunjukkan, bahwa semua parameter
yang diamati, kecuali kadar hematokrit pada minggu ke-0, tidak berbeda nyata (P > 0,05). Kadar hematokrit darah Kadar hematokrit sapi Jawa yang diberi pakan dengan tingkat protein yang berbeda, pada minggu ke-3, 6 dan 9 tidak berbeda nyata (P > 0,05), kecuali kadar hematokrit pada minggu ke-0 berbeda nyata (P < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa status gizi ternak di awal perlakuan berbeda. Kadar hematokrit T2 (34,00%) lebih besar (P < 0,05) dari pada T1 (30,50%) dan T3 (31,50%). Perbedaan status gizi ini kemungkinan disebabkan sapi T2 lebih cepat beradaptasi dengan pakan penelitian sehingga konsumsi pada saat tahap adaptasi dan pendahuluan lebih baik dari pada T1 dan T3.
Tabel 2. Kadar hematokrit, glukosa, dan urea darah sapi Jawa Parameter
T1
T2
T3
Rata-rata
Keterangan
Minggu ke-0
30,50b
34,00a
31,50b
Minggu ke-3
30,00
32,00
31,50
31,17
ns
Minggu ke-6
30,25
Minggu ke-9
30,75
33,25
34,50
32,67
ns
34,75
33,25
32,92
ns
0 jam setelah makan
36,07
38,02
57,49
43,86
ns
3 jam setelah makan
66,89
55,88
81,62
68,13
ns
6 jam setelah makan
88,97
92,65
96,32
92,65
ns
9 jam setelah makan
92,65
96,65
100,00
96,43
ns
0 jam setelah makan
49,68
61,59
62,58
57,95
ns
3 jam setelah makan
26,86
31,83
35,79
31,49
ns
6 jam setelah makan
31,58
37,78
26,86
32,07
ns ns
Hematokrit (%) s
Glukosa darah (mg/dL)
Urea darah (mg/dL)
9 jam setelah makan
25,87
30,83
39,76
32,15
BB awal (kg)
157,00
155,88
155,04
155,97
BB akhir (kg)
194,37
201,46
191,92
195,92
0,59
0,72
0,58
0,63
ns
4,52
ns
PBBH (kg) Konsumsi BK (kg)
4,52
4,57
4,48
Konsumsi PK (g)
407b
548a
672a
s
Konsumsi karbohidrat (kg)
3,21
3,08
2,79
3,03
ns
Konsumsi air (l)
14,26
13,87
13,65
13,93
ns
Ns: tidak berbeda nyata (P > 0,05); s: berbeda nyata (P < 0,05); a,b: superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)
245
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Pada minggu ke-3, 6 dan 9, pakan yang diberikan tidak berpengaruh terhadap kadar hematokrit (P > 0,05) dengan nilai rata-rata masing-masing sebesar 31,17; 32,67 dan 32,92%. Hal ini kemungkinan karena konsumsi BK pakan yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) pula. Meskipun konsumsi PK pada T1 (407 g) lebih rendah daripada T2 (548 g) dan T3 (672 g), namun pemanfaatan protein di dalam tubuh kemungkinan sama sehingga kadar hematokritnya tidak berbeda. Kadar hematokrit sapi Jawa dalam penelitian ini berkisar antara 31,17 – 32,92%, berada pada kisaran normal, karena berdasarkan hasil penelitian BENYAMIN (1978), diketahui bahwa kadar hematokrit normal sapi berkisar antara 22 – 39%. Hal ini berarti pakan yang dikonsumsi sapi Jawa (BK 4,52 kg dan PK 407 – 672 g) telah mampu memberikan kecukupan nutrisi bagi ternak terlihat dengan terjadinya peningkatan bobot badan sapi sebesar 0,63 kg/hari. Konsumsi pakan sapi Jawa hasil penelitian ini telah memenuhi kebutuhan sapi menurut PARAKKASI (1999), bahwa sapi dengan BB 155,97 kg dan PBBH 0,63 kg, membutuhkan BK 4,32 kg/hari dan PK 543 g/hari. Kadar hematokrit hasil penelitian ini lebih rendah dari pada hasil penelitian CHALIMI et al. (2008) yang berkisar antara 31 – 48% pada sapi Peranakan Ongole (PO) yang mendapat pakan roti sisa pasar sebagai pengganti dedak padi. Hal ini dikarenakan konsumsi BK pakan pada penelitian CHALIMI et al. (2008) lebih tinggi yaitu antara 6,47 – 7,62 kg. Fenomena ini sesuai dengan penelitian ARIFIN (1992) yang menyatakan bahwa, ternak kerbau yang mengkonsumsi bahan kering lebih banyak, maka kadar hematokritnya juga lebih tinggi. Kadar glukosa darah Hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi Jawa yang diberi pakan dengan tingkat protein yang berbeda mempunyai nilai kadar glukosa darah yang tidak berbeda nyata (P > 0,05), baik pada 0, 3, 6 dan 9 jam setelah diberi pakan. Hal ini karena konsumsi BK dan karbohidrat (SK + BETN) juga tidak berbeda nyata (Tabel 2). Menurut FRANDSON (1992), hasil pencernaan karbohidrat pada ternak ruminansia di dalam retikulo rumen adalah asam lemak mudah
246
terbang (VFA = volatile fatty acid), terutama asam asetat, propionat, dan butirat yang akan diserap sebelum mencapai usus. Volatile fatty acid kemudian akan diabsorbsi masuk peredaran darah menuju hati, dan di dalam hati VFA akan diubah menjadi glukosa, maupun hasil-hasil lain yang dibutuhkan oleh tubuh (TILLMAN et al., 1991). Kadar glukosa darah sapi Jawa hasil penelitian ini berkisar antara 43,86 – 96,43 mg/dL dengan rata-rata 75,27 ± 24,41 mg/dL. Kadar glukosa darah tersebut masih dalam kisaran normal menurut HARPER (1977) yaitu 70 – 120 mg/dL. Glukosa pada ruminansia selain sebagai sumber energi setelah VFA juga penting dalam pemeliharaan sel-sel tubuh terutama darah dan otot (PARAKKASI, 1999). Kadar glukosa darah hasil penelitian ini lebih tinggi daripada hasil penelitian CHALIMI et al. (2008) yang mendapatkan kadar glukosa darah sapi PO yang diberi pakan roti sisa pasar sebagai pengganti dedak padi berkisar antara 58,90 – 60,00 mg/dL. Hal ini kemungkinan karena energi yang tercerna dan termetabolis pada pakan penelitian ini lebih baik daripada penelitian CHALIMI et al. (2008). Kadar glukosa darah terlihat meningkat dari sebelum dan setelah makan (Tabel 2). Hal ini menunjukkan, bahwa ada aktivitas fermentasi karbohidrat di dalam rumen menjadi VFA hingga diabsorbsi masuk peredaran darah menuju hati, dan di dalam hati VFA diubah menjadi glukosa setelah ternak diberi pakan. Kadar urea darah Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar urea darah sapi Jawa yang diberi pakan dengan tingkat protein yang berbeda, mempunyai kadar urea darah yang tidak berbeda nyata (P > 0,05), baik pada 0, 3, 6 dan 9 jam setelah diberi pakan. Meskipun konsumsi PK pada T1 (407 g) lebih rendah (P < 0,05) daripada T2 (548 g) dan T3 (672 g) dan menurut VASCONCELOS et al. (2006), kadar protein kasar yang diberikan mempunyai korelasi yang tinggi terhadap kadar urea dalam darah, yaitu semakin tinggi tingkat protein yang diberikan, maka semakin tinggi pula kadar urea dalam darah, namun hal tersebut tidak terbukti dari hasil penelitian ini. Hal ini dapat terjadi kemungkinan karena
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
protein pakan yang dihidrolisa menjadi NH3 dan diabsorsi oleh darah menuju ke hati sedikit sehingga yang akan dirubah menjadi urea darah juga sedikit. Apabila hal itu terjadi berarti protein pakan yang dicerna banyak digunakan di dalam jaringan tubuh ternak. Selain itu kemungkinan yang kedua adalah NH3 cairan rumen yang terbentuk banyak dimanfaatkan untuk membentuk protein mikroba karena tersedianya karbohidrat mudah dicerna dari onggok dan molasses. Menurut ARORA (1995) dan TILLMAN et al. (1991), protein pakan yang masuk ke dalam rumen, sebagian diuraikan oleh mikroba menjadi asam-asam amino dan kemudian dideaminasi untuk membentuk asam-asam organik, amonia, CO2, dan sebagian lagi tidak mengalami degradasi. Sebagian dari amonia yang terbentuk di dalam rumen dikombinasikan dengan asam-asam alfa keto dari sumbersumber protein atau karbohidrat digunakan untuk mensintesa asam-asam amino baru untuk pembentukan protein mikroba. Kadar urea darah sapi Jawa hasil penelitian ini berkisar antara 31,49 – 57,95 mg/dL, dengan rata-rata 38,42 ± 13,03 mg/dL, sedikit di atas kisaran normal menurut HUNGATE (1966), yang menyatakan bahwa kisaran kadar urea darah sapi normal adalah 26,6 – 56,7 mg/dL. Kadar urea darah hasil penelitian ini lebih tinggi daripada hasil penelitian CHALIMI et al. (2008) yang berkisar antara 4 – 25 mg/dL pada sapi PO yang mendapat pakan roti sisa pasar sebagai pengganti dedak padi, kemungkinan karena protein pakan yang diberikan pada penelitian CHALIMI et al. (2008), lebih rendah dan NH3 cairan rumen yang terbentuk lebih rendah daripada hasil penelitian ini. Kadar urea darah terlihat menurun dari sebelum dan setelah makan (Tabel 2). Hal ini kemungkinan karena sebagian urea darah yang dikembalikan ke dalam rumen melalui saliva atau langsung menembus dinding rumen pada saat sebelum makan, diabsorbsi kembali ke hati dan diubah menjadi urea lagi. Saat setelah makan, tersedia sumber karbohidrat yang mudah dicerna di dalam rumen sehingga NH3 yang terbentuk di dalam rumen dapat dimanfaatkan untuk membentuk protein mikroba, akibatnya NH3 yang diabsorbi dan dikirim ke hati untuk diubah menjadi urea lebih sedikit.
KESIMPULAN Simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah tingkat protein 9 sampai 15% pada pakan sapi Jawa menghasilkan kadar hematokrit, glukosa dan urea darah yang relatif sama. DAFTAR PUSTKA ANGGORODI, R. 1995. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan VI. PT Gramedia, Jakarta. ARIFIN, M. 1992. Phisiologyc and Metabolic Responses of Phil-Murrah Buffaloes to Concentrate Suplementation and Thermal Protection. Thesis. University of The Philippines, Los banos. ARORA, S.P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Diterjemahkan oleh: MURWANI, R. BENYAMIN, M.M. 1978. Outline of Veterenary Clinical Pathologi. 3rd Ed., W. H. Freeman and Company, San Fransisco. CHALIMI, K. 2008. Kadar Hematokrit, Glukosa dan Urea Darah Sapi Peranakan Ongole (PO) yang Diberi Roti Sisa Pasar Sebagai Pengganti Dedak Padi. Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. COLES, H. 1980. Veterinary Clinical Pathology. 3th Ed., Philadelphia, London. FRANDSON, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Diterjemahkan oleh: SRIGANDONO, B. dan K. PRASENO. GOMEZ, K.A. dan A.A. GOMEZ. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian. Edisi ke2. Indonesia University Press, Jakarta. Diterjemahkan oleh: SJAMSUDDIN, E. dan J.S. BAHARSJAH. GUYTON, A.C. 1993. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Bagian I. Edisi Ke-17, Penerbit Buku Kedokteran E.G.C., Jakarta Diterjemahkan oleh: WIDJAJAKUSUMAH, M.D., D. IRAWATI. M. SIAGIYAN, D. MOELOEK dan B.U. PENDIT. HARPER, H.A., VICTOR. W. RODWELL, PETER dan A. MAYERS. 1977. Biokimia (Review of Physiological Chemistry). 17th Edition. Lange Metical Publication, Los Altos, California. Diterjemahkan oleh: MUALIAWARMAN, M.
247
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
HARTADI, H., S. REKSOHADIPRODJO dan A.D. TILLMAN. 2005. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Cetakan V. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. HUNGATE, R.E. 1966. The Rumen and its Microbes. Academic Press, New York. LUBIS, D.A. 1963. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan ke-3. PT Pembangunan, Jakarta. PARAKKASI, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
248
TILLMAN, A.D, H. HARTADI, S. REKSOHADIPROJO, S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOJO. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. VASCONCELOS, J.T., L.W. GREENE, N.A. COLE, M.S. BROWN, F.T. MCCOLLUM III and L.O. TEDESCHI. 2006. Effect of phase of protein on performance, blood urea nitrogen concentration, manure nitrogen: Phosphorus ratio, and carcass characteristic of feedlot cattle. J. Anim. Sci. 84: 3032 – 3038