KINERJA PERTUMBUHAN IKAN SIDAT Anguilla bicolor bicolor YANG DIBERI PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN DAN RASIO ENERGI PROTEIN BERBEDA
FITRIA NAWIR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kinerja Pertumbuhan Ikan Sidat Anguilla bicolor bicolor yang Diberi Pakan dengan Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Fitria Nawir NIM C151130641
RINGKASAN FITRIA NAWIR. Kinerja Pertumbuhan Ikan Sidat Anguilla bicolor bicolor yang Diberi Pakan dengan Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Berbeda. Dibimbing oleh NUR BAMBANG PRIYO UTOMO dan TATAG BUDIARDI. Masalah utama dalam budidaya ikan sidat Anguilla bicolor bicolor adalah pertumbuhan yang lambat. Solusi masalah tersebut dapat ditempuh melalui pembuatan formulasi pakan dengan komposisi kandungan bahan makro dan mikro nutrien yang tepat serta keseimbangan rasio energi protein yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap stadia ikan sidat. Bahan makro nutrien yang berperan dalam menentukan pertumbuhan adalah protein. Kadar protein pakan yang diimbangi dengan rasio energi protein yang tepat dapat mengoptimalkan kinerja pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar protein dan rasio energi protein optimum yang dapat meningkatkan kinerja pertumbuhan ikan sidat A. bicolor bicolor fase pendederan. Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap terdiri atas empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan tersebut adalah P1 yang mengandung protein 37.66% dengan rasio energi protein 14.75 kkal GE/g (37.66%;14.75 kkal GE/g), perlakuan P2 (41.30%;13.51 kkal GE/g), perlakuan P3 (45.38%;12.27 kkal GE/g) dan perlakuan P4 (49.60%;11.31 kkal GE/g). Bobot rata-rata ikan sidat yang digunakan adalah 6.5±0.3 g. Ikan sidat dipelihara dalam akuarium berukuran 90×40×40 cm3 dengan volume air 100 L. Total bobot ikan yang digunakan dalam setiap akuarium adalah 400 g. Ikan sidat diberi pakan sekenyangnya dengan frekuensi dua kali sehari yaitu pukul 08.00 dan pukul 16.00 WIB selama 60 hari. Nilai kualitas air selama pemeliharaan dipertahankan seseuai dengan kelayakan lingkungan budidaya ikan sidat. Parameter uji penelitian ini adalah parameter kinerja pertumbuhan (jumlah konsumsi pakan, laju pertumbuhan spesifik, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak dan tingkat kelangsungan hidup), indeks hepatosomatik, proksimat tubuh ikan sidat (% bobot kering), total kolesterol, trigliserida, high density lipoprotein dan low density lipoprotein. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kadar protein dan rasio energi protein pakan berbeda berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kinerja pertumbuhan (jumlah konsumsi pakan, laju pertumbuhan spesifik, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak), protein tubuh dan lemak tubuh, tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap tingkat kelangsungan hidup, indeks hepatosomatik, BETN dan kadar abu tubuh ikan sidat. Kadar total kolesterol, trigliserida dan high density lipoprotein berkorelasi positif terhadap kenaikan kadar protein dan penurunan rasio energi protein pakan. Kadar high density lipoprotein tidak terdeteksi pada seluruh perlakuan. Kinerja pertumbuhan optimal dicapai oleh kadar protein dan rasio energi protein pakan 45.38%;12.27 kkal GE/g dan 49.60%;11.31 kkal GE/g. Kata kunci: Anguilla bicolor bicolor, kinerja pertumbuhan, pakan, protein, rasio energi protein
SUMMARY FITRIA NAWIR. Growth Performance of Fresh Water eel Anguilla bicolor bicolor Fed with Different Protein Level and Energy Protein Ratio. Supervised by NUR BAMBANG PRIYO UTOMO and TATAG BUDIARDI. The main problem in culture of fresh water eel A.bicolor bicolor is its slow growth. The problem solving can be approached through new formulation with a certain composition of macro, micro nutrient and balance of energy protein ratio of feed to the needs of the eel size. Material macro nutrient plays of a role in determining the growth is protein. The protein content of the feed that is balanced with the proper energy protein ratio can optimize the growth performance of the eel. The study was aimed to determine the optimum dietary protein level and energy protein ratio which can optimize growth performance of the eel A. bicolor bicolor on nursery phase. Experiment design applied in this study was Complately Randomized Design consisting of four treatments and three replications. The treatments namely P1, containing 37.66% protein with energy protein ratio 14.75 kcal GE g-1 (37.66%; 14.75 kcal GE g-1), treatment P2 (41.30%;13.51 kcal GE g-1), treatment P3 (45.38%;12.27 kcal GE g-1) and treatment P4 (49.60%;11.31 kcal GE g-1). Eels used for this study were 6.5±0.3 g in average body weight. Eels were reared in a series of aquaria with dimension 90×40×40 cm3 and filled with 100 L of clean fresh water. Number of eel stocked in aquarium were 400 g. Eels were fed until satiated twice a day at 8 a.m and 4 p.m for 60 days. The value of water quality is maintained in accordance with the environmental feasibility of fresh water eel culture. Parameters examined are growth performance (feed consumption, spesific growth rate, feed efficiency, protein retention, lipid retention and survival rate), hepatosomatic index, whole body composition (% dry weight), total cholesterol, trygliseride, high density lipoprotein and low density lipoprotein. The result showed that different protein level and energy protein ratio is significantly affected growth performance (feed consumption, specific growth rate, feed efficiency, protein retention and lipid retention), protein and fat of whole body eels at confident limit of 5%. In contrary, there is no significant different on the survival rate, hepatosomatic index, nitrogen free extract and ash content of the body eel. Total cholesterol, trygliseride and high density lipoprotein were positively correlated to the increase in protein content and decrease in energy protein ratio of feed. Low density lipoprotein were not detected in all treatments. The optimal growth performance was reached by dietary protein level and energy protein ratio of 45.38%;12.27 kcal GE g-1 and 49.60%;11.31 kcal GE g-1. . Keywords: Anguilla bicolor bicolor, energy protein ratio, feed, growth performance, protein
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KINERJA PERTUMBUHAN IKAN SIDAT Anguilla bicolor bicolor YANG DIBERI PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN DAN RASIO ENERGI PROTEIN BERBEDA
FITRIA NAWIR
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Mia Setiawati, MSi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Kinerja Pertumbuhan Ikan Sidat Anguilla bicolor bicolor yang Diberi Pakan dengan Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Berbeda” ini dapat diselesaikan. Tesis ini bersumber dari hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 sampai dengan Februari 2015 bertempat di Laboratorium Teknologi Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Nur Bambang Priyo Utomo, MSi dan Dr Ir Tatag Budiardi, MSi selaku komisi pembimbing atas waktu dan arahan yang diberikan mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian sampai dengan penulisan tesis, Dr Ir Mia Setiawati, MSi selaku dosen penguji dan Dr Dinamella Wahjuningrum, SSi, MSi selaku komisi Program Studi Ilmu Akuakultur yang telah memberikan arahan dan saran dalam sidang tesis ini. Terima kasih disampaikan kepada Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan atas dukungan dana melalui program tugas belajar program Pascasarjana dalam negeri Tahun 2013/2015 dan kepada Ir Supriyadi, MSi selaku kepala Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya Karawang, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memperdalam ilmu akuakultur di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda M. Nawir dan Ibunda Syarfa Riani, Paman Edward Danakusumah, Aditya Caesar Alexander dan seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya. Terima kasih juga disampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Nutrisi Pakan Ikan (Pak Wasjan, Retno dan Pak Yossi), anggota Yayasan Al Hikmah Corner (Abung MS, Artin Indrayati, Asep Aonullah, Icha Sekar Ayu, Nurin Dalilah, Novieanto Poer, Rahmat Hidayat, Tamam Dusturi, Yunarty, Yudha dan Lukman), Wiwik Hildayanti, Putri Pratamaningrum, Gafar Al Ikhsan, Ardyen Syaputra, seluruh rekan-rekan S2 Ilmu Akuakultur angkatan 2013 dan rekan-rekan sidaters atas kebersamaannya dan bantuannya selama penyelesaian studi. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015 Fitria Nawir
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 2 2 2
2 METODE Waktu dan Tempat Rancangan Penelitian Prosedur Penelitian Parameter Pengamatan Analisis Data
2 2 3 3 4 6
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan
7 7 9
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
12 12 12
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
16
DAFTAR TABEL 1 Komposisi dan analisis proksimat pakan uji (% bobot kering) ikan sidat pada perlakuan pakan dengan kadar protein dan rasio energi protein berbeda 2 Parameter kinerja pertumbuhan ikan sidat pada perlakuan pakan dengan kadar protein dan rasio energi protein berbeda 3 Hasil analisis proksimat tubuh ikan sidat (% bobot kering) pada perlakuan pakan dengan kadar protein dan rasio energi protein berbeda 4 Kadar total kolesterol, trigliserida, HDL dan LDL ikan sidat pada perlakuan pakan dengan kadar protein dan rasio energi protein berbeda
3 7
8
8
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Anguilla bicolor bicolor merupakan salah satu jenis ikan sidat yang dibudidayakan di Indonesia dan termasuk kedalam jenis ikan karnivor yang memiliki pertumbuhan lambat. Pemeliharaan ikan sidat dari benih ukuran glass eel (0.09-0.12 g) sampai ukuran konsumsi (250 g) membutuhkan waktu sembilan bulan sampai dua tahun, bahkan beberapa diantaranya terhenti pada ukuran 2-3 g. Pertumbuhan ikan sidat dapat dioptimalkan melalui perbaikan kualitas pakan yang ditentukan oleh kandungan makro dan mikro nutrien pakan meliputi protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Protein sebagai salah satu makro nutrien memiliki peran utama dalam pertumbuhan ikan karena merupakan komponen penyusun tubuh terbesar dari daging yaitu sekitar 65-75% total bobot kering dan berfungsi sebagai bahan pembentuk jaringan tubuh (Wilson 2002). Faktor lain yang berhubungan dengan kandungan nutrien pakan dalam menunjang pertumbuhan adalah rasio energi protein (E/P). Penentuan jumlah rasio energi protein dalam formulasi pakan penting diketahui agar energi non protein dapat disediakan dalam jumlah yang cukup sehingga protein sebagian besar dapat digunakan untuk pertumbuhan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ikan sidat diantaranya melalui pendekatan eksternal berupa penelitian tentang pakan sidat terutama pada keseimbangan protein dan rasio energi protein. Hasil yang diperoleh menunjukkan performa terbaik ikan sidat eropa Anguilla anguilla ukuran 38.60 g dengan pemberian protein pakan 30%, lemak 20% dan total kandungan energi pakan sebesar 4537.2 kkal GE/kg (Gallego et al. 1993). Tibbets et al (2000) melaporkan bahwa laju pertumbuhan spesifik optimal ikan sidat Anguilla rostrata dicapai pada kadar protein 47% dan 51 % dengan kandungan energi pakan masing-masing adalah 5086.4 kkal GE/kg dan 4990.9 kkal GE/kg sedangkan kandungan protein pakan optimum pada ikan sidat Anguilla marmorata ukuran 2.29 g adalah 50% dan ukuran 21.97 g adalah 45% dengan jumlah energi metabolis terbaik sebesar 3470 kkal/kg (Cheng et al. 2013). Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa ikan sidat Anguilla bicolor ukuran 0.45±0.05 g/ekor memberikan pertumbuhan terbaik pada kadar protein 50% dan kandungan energi 4022.5 kkal DE/kg (Mahi 2002). Budidaya ikan sidat di Indonesia memiliki beberapa tahapan, salah satunya adalah tahap pendederan dengan menggunakan ikan sidat ukuran 6 g. Umumnya, aplikasi pakan pada tahap pendederan cenderung menggunakan pakan komersil untuk ikan karnivor seperti pakan ikan kakap, pakan ikan kerapu dan pakan ikan bawal laut. Di lain sisi, kebutuhan nutrien setiap ikan berbeda terutama pada kebutuhan protein dan energi. Kebutuhan protein ikan dipengaruhi oleh jenis ikan, stadia ikan, kualitas protein, proses pembuatan pakan, kecernaan pakan dan kondisi lingkungan (Watanabe 1988). Selanjutnya NRC (2011) menyatakan bahwa secara umum, kebutuhan protein pada ikan menurun dengan meningkatnya ukuran dan umur ikan.
2 Perumusan Masalah Kendala yang dihadapi dalam budidaya ikan sidat pada fase pendederan diantaranya adalah pertumbuhan yang lambat sehingga waktu pemeliharaan yang dibutuhkan semakin lama. Upaya mengoptimalkan pertumbuhan ikan sidat dapat dilakukan dengan perbaikan kualitas pakan yaitu melalui pembuatan formulasi pakan yang disesuaikan dengan kandungan nutrien dan keseimbangan energi protein yang dibutuhkan ikan sidat. Aplikasi pakan dalam budidaya ikan sidat, baik pada fase pendederan maupun pembesaran di Indonesia cenderung menggunakan pakan komersil untuk ikan-ikan karnivor dengan kadar protein 46%. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang kadar protein dan rasio energi protein pakan yang tepat sehingga dapat memaksimalkan kinerja pertumbuhan.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar protein dan rasio energi protein optimum yang dapat meningkatkan kinerja pertumbuhan ikan sidat A. bicolor bicolor fase pendederan.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi kebutuhan kadar protein dan rasio E/P pada pakan ikan sidat A. bicolor bicolor ukuran 6 g dan dapat diaplikasikan oleh pembudidaya ikan sidat.
2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai Februari 2015. Pemeliharaan ikan dilakukan di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB. Analisis proksimat bahan pakan, pakan formulasi dan tubuh ikan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, FPIK IPB. Analisis kimia darah meliputi, total kolesterol, trigliserida, high density lipoprotein (HDL) dan low density lipoprotein (LDL) dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Selanjutnya, analisis kimia air dilakukan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, FPIK IPB.
3 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan perlakuan pakan dengan kadar protein dan rasio energi protein berbeda. Komposisi perlakuan pakan dapat dilihat pada Tabel 1. Perlakuan pada penelitian ini adalah: 1 Perlakuan P1 = kadar protein 37.66%; 14.75 kkal GE/g 2 Perlakuan P2 = kadar protein 41.30%; 13.51 kkal GE/g 3 Perlakuan P3 = kadar protein 45.38%; 12.27 kkal GE/g 4 Perlakuan P4 = kadar protein 49.60%; 11.31 kkal GE/g Tabel 1 Komposisi dan analisis proksimat pakan uji (% bobot kering) ikan sidat pada perlakuan pakan kadar protein dan rasio energi protein berbeda Perlakuan (kadar protein; rasio energi/protein) P1 P2 P3 P4 (37.66;14.75) (41.30;13.51) (45.38;12.27) (49.60;11.31) Kandungan bahan (%) Tepung ikan 36.17 Tepung bungkil kedelai 28.00 Tepung polar 17.70 Tepung tapioka 5.01 Minyak ikan 5.56 Minyak jagung 5.56 Premix 2.00 Total 100.00 Proksimat pakan Protein (%) 37.66 Lemak (%) 24.65 Abu (%) 9.51 Serat kasar 0.63 BETN (%)* 27.55 Energi (kkal/100 g pakan)** 555.56 Rasio E/P (kkal/g) 14.75 Keterangan: *bahan ekstrak tanpa nitrogen; **total energi kkal (Bureau et al. 2002)
41.54 26.01 17.70 5.01 3.87 3.87 2.00 100,00
45.94 29.01 12.04 5.01 3.00 3.00 2.00 100.00
56.66 20.89 11.94 5.01 1.75 1.75 2.00 100.00
41.30 45.38 49.60 24.26 22.91 22.46 9.81 9.56 9.68 0.57 0.83 0.68 24.06 21.32 17.59 557.96 556.89 561.00 13.51 12.27 11.31 protein 5.6, lemak 9.4 dan BETN 4.1
Prosedur penelitian Ikan uji yang digunakan adalah elver ikan sidat A. bicolor bicolor dengan bobot rata-rata 6.5±0.30 g/ekor dan telah diaklimatisasi selama 14 hari sebelum digunakan. Ikan uji berasal dari hasil budidaya di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, Jawa Barat. Ikan dipelihara selama 60 hari menggunakan 12 unit akuarium berukuran 90x40x40 cm3 dengan volume air 100 liter/akuarium yang dilengkapi dengan shelter sebagai tempat berkumpul dan persembunyian ikan. Padat tebar yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2.5 g/liter dan ikan diberi pakan sesuai perlakuan secara satiasi dengan frekuensi 2 kali sehari yaitu pada pukul 08.00 dan 16.00 WIB. Penimbangan biomassa dilakukan pada awal, tengah dan akhir pemeliharaan. Sebelum penimbangan, ikan dipuasakan selama 24 jam. Nilai kualitas air dipertahankan selama pemeliharaan yaitu suhu berkisar 28-30 oC, pH berkisar 7-8, DO >3 mg/L dan nilai TAN <0.1 mg/L dengan cara melakukan
4 penyiponan setiap hari, penggantian air setiap dua hari sebanyak 30% dan pencucian akuarium setiap satu minggu sekali. Pembuatan formula pakan uji diawali dengan melakukan analisis proksimat terhadap seluruh bahan baku yang digunakan. Selanjutnya, berdasarkan formula pakan yang disusun, pakan dicampur dan dicetak menggunakan mesin pakan mini dan dioven pada suhu 40 oC selama 180 menit. Pakan uji disimpan di dalam wadah kedap udara dan dihindarkan dari tempat lembab. Analisis proksimat juga dilakukan terhadap pakan uji dan tubuh ikan seluruh perlakuan pada awal dan akhir penelitian. Analisis proksimat bahan baku pakan, pakan uji dan tubuh ikan terdiri dari pengukuran protein dengan metode Kjeldhal, lemak dengan metode Soxhlet untuk pakan dan Folch untuk tubuh ikan, kadar abu dengan pemanasan dalam tanur (400-600 oC), kadar air dengan pemanasan dalam oven (105-110 oC) dan serat kasar diukur dengan pelarutan dalam asam dan basa kuat serta pemanasan. Analisis proksimat ini dilakukan dengan metode AOAC (1990) (lampiran). Empat ekor ikan diambil secara acak pada setiap perlakuan untuk memperoleh data indeks hepatosomatik (IHS) yaitu dengan cara menimbang bobot tubuh dan bobot hati dari setiap sampel ikan. Analisis profil darah ikan sidat meliputi total kolesterol, trigliserida, HDL dan LDL dilakukan pada akhir penelitian. Pengambilan sampel darah dilakukan dengan mengambil empat ekor ikan secara acak pada setiap perlakuan. Darah diambil menggunakan syringe yang telah dibilas dengan antikoagulan dan dimasukkan ke dalam tabung mikro. Pemisahan plasma dilakukan dengan sentrifugasi pada 2500 rpm selama 15-20 menit dan plasma dapat langsung dianalisis atau disimpan pada suhu -20 oC hingga digunakan. Total kolesterol diukur dengan metode CHOLESTEROL liquicolor menggunakan test kit Human mbH, Jerman (Trinder 1969). Kadar trigliserida diukur dengan metode uji enzimatik kolorimetri menggunakan TRIGLYCERIDES liquicolormono dengan test kit Human mbH, Jerman (Jacobs dan Demark 1960), sedangkan HDL diukur dengan menggunakan kit HUMAN CHOLESTEROL liquicolor Precipitant and Standar (Human mbH Jerman). Pembacaaan absorban menggunakan Spektrofotometer dengan panjang gelombang 500nm (HITACHI-U2001). Selanjutnya, pengukuran parameter kimia air yaitu suhu, pH, DO dan TAN dilakukan pada awal, tengah dan akhir penelitian.
Parameter Pengamatan Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah parameter kinerja pertumbuhan (jumlah konsumsi pakan, laju pertumbuhan spesifik, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak dan tingkat kelangsungan hidup), indeks hepatosomatik, proksimat tubuh ikan sidat (% bobot kering) dan profil darah (total kolesterol, trigliserida, high density lipoprotein, low density lipoprotein). Jumlah Konsumsi Pakan (JKP) Jumlah konsumsi pakan diketahui dengan menghitung total pakan yang diberikan selama penelitian.
5 Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) Laju pertumbuhan spesifik ikan uji dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut (Ling et al. 2006): LPS
=
Ln (Wt) - Ln (W0) t
x 100
Keterangan: LPS = Laju pertumbuhan spesifik (%/hari) Wt = Rata-rata bobot individu pada akhir percobaan (g) W0 = Rata-rata bobot individu pada awal percobaan (g) t = Waktu percobaan (hari) Efisiensi Pakan (EP) Efisiensi pakan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Takeuchi 1988): (Wt + Wd) - W0 EP (%) = x 100 F Keterangan: EP = Efisiensi pakan (%) Wt = Biomassa ikan akhir pemeliharaan (g) W0 = Biomassa ikan awal pemeliharaan (g) Wd = Biomassa ikan yang mati selama pemeliharaan (g) F = Jumlah pakan yang diberikan selama penelitian (g) Retensi Protein (RP) Retensi protein diketahui melalui analisis proksimat protein tubuh ikan pada awal dan akhir penelitian dengan metode AOAC (1990). Rumus perhitungan retensi protein sebagai berikut (Takeuchi 1988): (F – I) RP = x 100 P Keterangan: RP = Retensi protein (%) F = Jumlah protein ikan pada akhir pemeliharaan (g) I = Jumlah protein ikan pada awal pemeliharaan (g) P = Jumlah protein yang dikonsumsi ikan (g) Retensi Lemak (RL) Retensi lemak diketahui melalui analisis proksimat lemak tubuh ikan pada awal dan akhir penelitian dengan metode AOAC (1990). Rumus perhitungan retensi lemak sebagai berikut (Takeuchi 1988): (F - I) RL = x 100 L Keterangan: RL = Retensi lemak (%) F = Jumlah lemak ikan pada akhir pemeliharaan (g) I = Jumlah lemak ikan pada awal pemeliharaan (g) L = Jumlah lemak yang dikonsumsi ikan (g)
6 Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH) Tingkat kelangsungan hidup dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut (Hirt-Chabbert et al. 2012): Nt TKH = x 100 N0 Keterangan: TKH = Tingkat kelangsungan hidup ikan (%) Nt = Jumlah ikan pada akhir penelitian (ekor) N0 = Jumlah ikan pada awal penelitian (ekor) Indeks Hepatosomatik (IHS) Nilai indeks hepatosomatik diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Mohanta et al. 2011): Wh IHS = x 100 Wt Keterangan: IHS = Indeks hepatosomatik Wh = Bobot basah hati ikan sampel (g) Wt = Bobot basah tubuh ikan sampel (g) Analisis Total kolesterol, trigliserida, HDL dan LDL Penghitungan total kolesterol diketahui dari pembacaan hasil nilai absorban sampel uji pada spektrofotometer dan selanjutnya dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: absorban sampel TK = x 200 mg/dL absorban standar Penghitungan trigliserida diketahui dari pembacaan hasil nilai absorban sampel uji pada spektrofotometer dan selanjutnya dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: absorban sampel x 200 mg/dL TG = absorban standar Penghitungan HDL diketahui dari pembacaan hasil nilai absorban sampel uji pada spektrofotometer dan selanjutnya dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: absorban sampel HDL = x 200 mg/dL absorban standar Nilai LDL diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus (Friedewald et al. 1972): Trigliserida LDL (mg/dL) = Kolesterol total - kolesterol HDL 5 Analisis Data Parameter kinerja pertumbuhan, IHS, proksimat tubuh (% bobot kering) diuji secara statistik sedangkan profil darah ikan sidat dianalisis secara deskriptif
7 eksploratif. Data uji statistik yang diperoleh ditabulasi dengan program Excel MS. Office 2007 dan dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji Tukey menggunakan SPSS 16 apabila terdapat respons berbeda antar perlakuan.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Hasil penelitian berupa bobot rata-rata individu ikan yang disajikan pada Gambar 1 menunjukkan peningkatan pada seluruh perlakuan. Bobot rata-rata individu tertinggi dicapai oleh perlakuan P3 yaitu sebesar 12.29±0.09 g dan terendah adalah perlakuan P1 yaitu sebesar 8.33±0.03 g.
Gambar 1 Bobot rata-rata individu ikan sidat selama penelitian Hasil analisis ragam kinerja pertumbuhan (jumlah konsumsi pakan, laju pertumbuhan spesifik, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak dan tingkat kelangsungan hidup) dan indeks hepatosomatik ikan sidat selama pemeliharaan 60 hari disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Parameter kinerja pertumbuhan (JKP, LPS, EP, RP, RL, TKH) dan IHS pada perlakuan pakan dengan kadar protein dan rasio energi protein berbeda Perlakuan (kadar protein; rasio energi protein) P1 P2 P3 P4 (37.66;14.75) (41.30;13.51) (45.38;12.27) (49.60;11.31) JKP (g) 551.88±5.93b 606.57±14.47a 616.27±11.31a 596.06±7.28a LPS (%/hari) 0.40±0.02c 0.77±0.00b 1.00±0.00a 0.97±0.01a c b a EP (%) 12.95±0.40 25.98±0.66 35.77±0.76 35.64± 0.20a c b a RP (%) 1.31±1.03 8.35±0.72 13.22±0.46 12.05±0.54a b a a RL (%) 8.47±1.09 14.26±1.03 14.44±1.26 14.32±1.09a TKH (%) 100±0 100±0 100±0 100±0 IHS (%) 1.13±0.24a 1.34±0.13a 1.49±0.33a 1.47±0.41a Keterangan: JKP: jumlah konsumsi pakan; LPS: laju pertumbuhan spesifik; EP: efisiensi pakan; RP: retensi protein; RL: retensi lemak; TKH: tingkat kelangsungan hidup; IHS: indeks hepatosomatik; huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0.05); Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku Parameter Uji
8 Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai JKP dan RL pada perlakuan P1 nyata lebih rendah (P<0.05) dibandingkan dengan perlakuan P2, P3 dan P4 sedangkan perlakuan P2, P3 dan P4 tidak berbeda nyata (P>0.05). Nilai JKP terendah dicapai oleh perlakuan P1 sebesar 551.88±4.09 dan diikuti berturut turut oleh perlakuan P4 (596.06±7.28), P2 (606.57±14.47) dan P3 (616.27±11.31). Nilai LPS dan nilai RP antara perlakuan P3 dan P4 tidak berbeda nyata (P>0.05) namun ke dua perlakuan tersebut nyata lebih tinggi daripada perlakuan P 1 dan P2. Selanjutnya, nilai EP berbeda nyata (P<0.05) antar perlakuan P1, P2 dan P3 sedangkan perlakuan P3 dan P4 tidak berbeda nyata (P>0.05). Nilai TKH dan IHS memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan (P>0.05). Nilai IHS berkisar antara 1.13±0.24 sampai dengan 1.49±0.33 sedangkan nilai TKH mencapai 100 % pada seluruh perlakuan. Hasil analisis proksimat protein tubuh ikan sidat (% bobot kering) yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan antara perlakuan P 1 dengan P2 dan P3 dengan P4 masing-masing tidak berbeda nyata (P>0.05). Nilai kandungan protein tubuh ikan sidat P3 dan P4 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P2. Kadar lemak perlakuan P1 tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan perlakuan P2 dan P3 sedangkan perlakuan P3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4. Nilai kadar abu dan BETN pada seluruh perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05). Selanjutnya hasil analisis profil darah ikan sidat meliputi total kolesterol darah, trigliserida, HDL dan LDL ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 3 Hasil analisis proksimat tubuh ikan sidat (% bobot kering) pada perlakuan pakan dengan kadar protein dan rasio energi protein berbeda Perlakuan (kadar protein; rasio energi protein) Proksimat
P1 P2 P3 P4 (37.66;14.75) (41.30;13.51) (45.38;12.27) (49.60;11.31) Protein (%) 55.19±1.33b 54.46±1.01b 59.29±0.81a 59.21±1.46a ab a bc Lemak (%) 24.10±1.58 24.58±0.50 21.19±1.29 20.63±0.91c a a a Abu (%) 9.48±0.84 10.08±0.47 9.20±1.56 10.34±0.44a a a a BETN (%) 7.71±0.51 7.52±0.37 6.85±0.71 6.51±0.19a Keterangan: huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0.05); Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku; BETN: bahan ekstrak tanpa nitrogen
Tabel 4 Kadar total kolesterol, trigliserida, HDL dan LDL ikan sidat pada perlakuan pakan dengan kadar protein dan rasio energi protein berbeda Perlakuan (kadar protein; rasio energi protein) P1 P2 P3 P4 (37.66;14.75) (41.30;13.51) (45.38;12.27) (49.60;11.31) Total Kolesterol (mg/dL) 131.26±57.28 182.93±66.14 207.84±81.11 232.06±26.78 Trigliserida (mg/dL) 165.36±98.59 224.24±124.47 270.74±20.96 305.09±146.73 HDL (mg/dL) 131.46±62.68 172.88±48.72 177.66±75.46 193.96±7.05 LDL (mg/dL) TTD TTD TTD TTD Keterangan: TTD : tidak terdeteksi Parameter Uji
Hasil analisis profil darah ikan yang disajikan pada Tabel 4 memperlihatkan pola peningkatan nilai kolesterol, trigliserida dan HDL seiring dengan meningkatnya kadar protein pakan sedangkan nilai LDL tidak terdeteksi pada seluruh perlakuan.
9 Pembahasan Pertambahan bobot tubuh ikan dibatasi oleh kandungan protein dan rasio energi protein pakan. Hasil penelitian yang dilakukan selama 60 hari, menunjukkan bobot individu ikan pada seluruh perlakuan mengalami peningkatan (Gambar 1). Hal ini membuktikan bahwa kandungan energi pakan yang dikonsumsi oleh ikan melebihi kebutuhan energi pemeliharaan tubuh. Lovell (1989) mengemukakan bahwa kebutuhan energi untuk maintenance dipenuhi terlebih dahulu dan kelebihannya digunakan untuk pertumbuhan. Perbedaan pertambahan bobot individu juga tampak antar perlakuan. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kadar protein dan kandungan energi non protein dalam pakan dan membuktikan bahwa respons ikan dalam memanfaatkan jumlah protein dan sumber energi non protein berbeda pada setiap perlakuan. Pemanfaatan kadar protein dan pertumbuhan ikan dapat dioptimalkan dengan memberikan rasio energi protein yang tepat (Kaushik dan Seiliez 2010). Perlakuan P1 dengan kadar protein terendah dan rasio energi tertinggi menghasilkan jumlah konsumsi pakan terendah. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilaporkan terjadi pada ikan sidat A. japonica (Okorie et al. 2007). Alanara (1994) mengemukakan bahwa pakan yang berenergi tinggi karena keberadaan lemak yang tinggi menyebabkan konsumsi pakan menjadi rendah. Salah satu penyumbang energi tertinggi dari perlakuan P1 adalah lemak. Keberadaan jumlah lemak yang tinggi turut mempengaruhi rendahnya jumlah konsumsi pakan karena ikan akan berhenti makan sehingga menyebabkan jumlah asupan nutrien yang diserap semakin sedikit. Kelebihan lemak dalam pakan tidak dianjurkan karena dapat menurunkan jumlah konsumsi pakan (Ling et al. 2006). Ketersediaan protein dan imbangan rasio energi protein yang tepat dalam pakan memiliki peranan penting terhadap pertumbuhan ikan sidat. Khan dan Abidi (2012) menyatakan bahwa pemanfaatan protein tergantung pada ketersediaan sumber energi nonprotein dalam pakan yang akan mempengaruhi pertumbuhan, konversi pakan, efisiensi retensi nutrien dan komposisi tubuh. Nilai LPS dan retensi protein meningkat dengan bertambahnya jumlah protein sampai pada kadar 45.38% dan hasil yang diperoleh tidak berbeda dengan kadar protein 49.6%. Protein berlebih pada perlakuan P4 menunjukkan kandungan protein tinggi tidak selalu berkorelasi positif terhadap kenaikan nilai LPS dan retensi protein pada ikan sidat. Meningkatnya asam amino menyebabkan terjadinya deaminasi dan ekskresi amonia yang membutuhkan energi yang lebih besar dibandingkan energi untuk pertumbuhan jaringan saat ikan diberi pakan protein tinggi (Guo et al. 2012). Protein berlebih dalam pakan digunakan sebagai energi untuk proses deaminasi asam amino dan ekskresi nitrogen yang terbuang ke lingkungan budidaya. Proses ekskresi dan katabolisme asam amino tersebut membutuhkan energi yang lebih banyak sehingga alokasi energi protein untuk meretensi protein dalam tubuhnya akan berkurang. Retensi protein dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk kandungan protein pakan, keseimbangan asam amino dan rasio energi pakan (Ali et al. 2008). Respons laju pertumbuhan ikan yang dibuktikan dengan kadar protein berlebih namun memiliki kandungan energi yang sama dilaporkan terjadi pada benih sidat Anguilla rostrata, yaitu laju pertumbuhan spesifik meningkat pada kadar protein 47% dan menurun pada kadar protein 51% (Tibbetts et al. 2000), ikan sidat Anguilla japonica dan Anguilla marmorata
10 mengalami kenaikan laju pertumbuhan pada kadar protein 45% dan menurun pada kadar 50% (Okorie et al. 2007; Cheng et al. 2013). Pola berbeda terlihat pada LPS ikan sidat dengan kadar protein terendah dengan rasio energi protein tertinggi (perlakuan P1) menghasilkan LPS terendah. Keseimbangan energi yang diperoleh dari sumber energi nonprotein yang tidak proporsional menyebabkan kebutuhan energi yang bersumber dari protein akan digunakan untuk proses maintenance dan sebagian kecil digunakan untuk pertumbuhan. Energi yang diperoleh pada perlakuan P1 lebih banyak diperoleh dari lemak dan karbohidrat sedangkan kadar protein yang dikandung dalam pakan lebih rendah. Ikan sidat pada perlakuan P1 lebih memanfaatkan protein sebagai sumber energi sehingga alokasi protein untuk pertumbuhan berkurang. Hal ini ditunjukkan dengan nilai retensi protein yang lebih rendah dibandingkan dengan retensi lemak (Tabel 2). Lemak yang terkandung dalam pakan diduga belum sepenuhnya digunakan sebagai energy sparing effect dengan protein tetapi disimpan sebagai energi cadangan dalam tubuh untuk kebutuhan energi jangka panjang. Ikan membutuhkan lemak sebagai sumber energi dan dapat disimpan sebagai cadangan energi untuk kebutuhan energi jangka panjang selama periode yang penuh aktivitas, misalnya migrasi pada ikan salmon atau selama periode tanpa makanan dan energi (Zonneveld et al. 1991). Protein sparing effect dari lemak yang diduga tidak secara optimal terjadi pada ikan sidat dalam penelitian ini juga ditemukan pada ikan Sander lucioperca, Pagrus pagrus dan Trichogaster trichopterus (Nyina et al. 2005; Schuchardt et al. 2008; Mohanta et al. 2011). Faktor yang berperan dalam menentukan kualitas pakan diantaranya adalah nilai efisiensi pakan dan nilai tingkat kelangsungan hidup. Kualitas pakan pada perlakuan P3 dan P4 lebih baik karena menghasilkan nilai efisiensi tertinggi. Hal ini menunjukkan pemanfaatan pakan dalam tubuh ikan semakin efisien. Nilai efisiensi pakan yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan hasil terbaik yang dicapai pada penelitian Mahi (2000) dengan kadar protein 50% dan rasio energi protein 6.5 kkal DE/g. Selanjutnya, nilai TKH yang mencapai 100% mengindikasikan bahwa kualitas pakan yang diberikan pada seluruh perlakuan mampu mencukupi kebutuhan nutrien ikan sidat dan juga membuktikan bahwa tingkat pemberian pakan yang diberikan secara satiasi dan lingkungan perairan yang terpenuhi mampu memenuhi syarat kebutuhan dasar ikan untuk hidup dan tumbuh. Furuichi (1988) menyatakan bahwa kebutuhan protein bervariasi menurut spesies ikan dan pemanfaatan protein pakan untuk pertumbuhan ikan juga dipengaruhi oleh ukuran ikan, kualitas protein, kandungan energi pakan, keseimbangan kandungan nutrisi serta tingkat pemberian pakan. Hati memainkan peran penting dalam berbagai aspek metabolisme lemak termasuk penyerapan, oksidasi dan konversi asam lemak untuk akhirnya sebagai pasokan jaringan lain (Ling et al. 2006). Nilai IHS yang diperoleh pada akhir penelitian meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan dan kadar protein pakan meskipun tidak terdapat perbedaan nyata. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya nutrien yang diserap mempengaruhi volume bobot hati dan berdampak terhadap pertumbuhan ikan. Yandes et al. (2003) menyatakan bahwa peningkatan nilai IHS ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah nutrien yang diserap dan menyebabkan akumulasi nutrien dalam hati ikut meningkat. Korelasi positif peningkatan nilai IHS dengan kenaikan kadar protein juga dilaporkan terjadi pada ikan silver barb P. gonionotus (Mohanta et al. 2008) dan
11 juvenil bluefin trevally Caranx melampygus (Suprayudi et al. 2013). Sementara itu, perbedaan nyata penurunan nilai IHS dengan meningkatnya kadar protein dilaporkan terjadi pada M. amblycephala dan Godus morhua (Li et al. 2010; Arnason et al. 2010). Kandungan protein tubuh dipengaruhi oleh pengambilan protein pakan dan timbunan protein yang berkorelasi positif dengan kadar protein pakan (Phumee et al. 2008). Kadar protein tubuh ikan sidat meningkat dengan bertambahnya kadar protein pakan sampai dengan 45.38%. Hal ini mengindikasikan bahwa kandungan protein tubuh yang tinggi turut mempengaruhi kinerja pertumbuhan seperti kenaikan LPS. Jumlah bahan baku penghasil lemak yang ditambahkan pada pakan semakin rendah dengan bertambahnya kadar protein pakan turut mempengaruhi kandungan lemak tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan meningkatnya kadar lemak pakan berpengaruh nyata terhadap meningkatnya kandungan lemak tubuh ikan (William et al. 2004; Biswas et al. 2009). Nilai kandungan lemak tubuh pada perlakuan P3 dan P1 yang tidak berbeda nyata mengindikasikan konversi protein menjadi lemak dalam pemenuhan kebutuhan lemak yang disimpan dalam otot maupun hati untuk keperluan energi jangka panjang. Kandungan abu dan BETN pada tubuh ikan sidat memberikan respons yang sama. Nilai BETN yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan kandungan protein, lemak dan abu. Degani et al. (1986) menyatakan bahwa karbohidrat sebagai sumber energi sangat penting dalam pakan sidat dan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ketika ditambahkan sumber karbohidrat pollar (tepung gandum) sebanyak 30% pada kadar protein 45%. Ketersediaan karbohidrat dalam pakan seperti tepung gandum/pollar mengurangi konversi protein menjadi karbohidrat atau lemak dan juga lebih efisien untuk energi. Rendahnya kandungan BETN tubuh pada seluruh perlakuan mengindikasikan pemanfaatan BETN yang cukup baik. Pemanfaatan BETN sebagai energy sparing effect dapat meningkatkan deposit protein untuk menunjang kinerja pertumbuhan. Pengaruh pemanfaatan karbohidrat selama periode pemuasaan ditemukan pada sidat jepang (Inui dan Ohshima 1966) dan sidat eropa (Larsson dan Lewander 1973). Pakan yang dikonsumsi akan mengalami proses cerna selanjutnya nutrien dari pakan akan diserap dan didistribusikan ke jaringan tubuh melalui darah. Hasil analisis profil darah ikan sidat yang ditunjukkan melalui Tabel 4 memperlihatkan kecenderungan peningkatan nilai trigliserida, kolesterol dan HDL diikuti dengan kenaikan kadar protein dan penurunan rasio E/P pakan. Sedangkan nilai LDL yang merupakan kolesterol jahat tidak terdeteksi pada seluruh perlakuan. Nilai parameter darah yang dihasilkan ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan penelitian yang dihasilkan pada ikan nila (Alim 2013; Komariyah 2014). Kenaikan ke tiga parameter darah dan tidak terdeteksinya nilai LDL dalam penelitian ini mengindikasikan metabolisme lemak dalam tubuh ikan sidat berjalan cukup baik dan tidak memberikan pengaruh negatif terhadap kinerja pertumbuhan. Hal ini juga didukung dengan peningkatan bobot rata-rata tubuh ikan sidat selama penelitian (Gambar 1) dan nilai tingkat kelangsungan hidup yang mencapai 100% pada seluruh perlakuan di akhir penelitian (Tabel 4). Katoh et al. (2001) menyatakan bahwa konsentrasi total kolesterol dalam plasma sidat lebih tinggi dibandingkan pada manusia dengan kasus hyperplidemia. Ini menyebabkan terjadinya aterosclerosis. Namun dengan jumlah HDL yang tinggi penanganan aterosclerosis diduga dapat diatasi (Ndiaye dan Hayashi 1997). High
12 density lipoprotein (HDL) merupakan kolesterol baik dan memiliki peran penting dalam mengangkut kelebihan kolesterol dari jaringan peripheral menuju hati yang selanjutnya mengalami pembusukan oleh asam empedu dan dibuang melalui saluran empedu. Pengangkutan kolesterol oleh HDL disebut sebagai pengangkutan bolak balik dari kolesterol dan sebagai upaya untuk melindungi dan melawan aterosclerosis (Kozarsky et al. 1997).
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Perbedaan kadar protein dan rasio energi protein memberikan pengaruh nyata terhadap kinerja pertumbuhan (jumlah konsumsi, laju pertumbuhan spesifik, efisiensi pakan, retensi protein dan retensi lemak). Kadar protein dan rasio energi protein sebesar 45.38%;12.27 kkal GE/g dan 49.60%;11.31 kkal GE/g memberikan kinerja pertumbuhan optimal.
Saran Kadar protein dan rasio energi protein yang disarankan digunakan untuk pakan ikan sidat A.bicolor bicolor ukuran 6 g adalah 45.38%;12.27 kkal GE/g. Selanjutnya perlu dilakukan penelitian menggunakan kadar protein optimal 45.38% dengan rasio energi protein yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA Ali A, Al-Ogaily SM, Al-Asgah NA, Goddard JS, Ahmed SI. 2008. Effect of different protein to energy (P/E) ratios on growth performance and body composition of Oreochromis niloticus fingerlings. Journal of Applied Ichthyology. 24:31-37 Alim S. 2013. Evaluasi tepung bungkil biji karet Havea brasiliensis difermentasi cairan rumen domba sebagai sumber protein pakan ikan nila Oreochromis niloticus. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Alanara. 1994. The effect of temperature, dietary energy content and reward level on the demand feeding activity of rainbow trout (Onchorhyncus mykiss). Aquaculture. 126:349-359 Arnason J, Rannveig B, Arnarsson I, Arnadottir GS, Thorarensen H. 2010. Protein requirements of Atlantic cod Gadus morhua L. Aquaculture Research. 41:385-393 [AOAC]. 1990. Official Methods of Analysis. 14th ed. Airlington. V.A. AOAC.
13 Bai SC. 2012. Japanese eel aquaculture in Korea. Nutritional Research Key to Further Sustainable Growth. Global Aquaculture Alliance. Biswas BK, Ji SC, Biswas AK, Seoka M, Kim YS, Kawasaki K and Takii K. 2009. Dietary protein and lipid requirements for the Pacific bluefin tuna Thunnus orientalis juvenile. Aquaculture. 288:114-119. Bureau DP, Kaushik SJ, Cho CY. 2002. Bioenergetics. In: Halver JE, Hardy RW, Editor. Fish Nutrition. 3rd ed. San Diego CA (US): Academic Press. p 8. Cheng W, Lai CS, Lin YH. 2013. Quantifying the dietary protein and lipid requirements of marble eel, Anguilla marmorata, with different body weight. J. Fish. Soc. Taiwan. 40(2):135-142. Degani G, Viola S, Levanon D. 1986. Effect of dietary carbohydrate source on growth and body composition of the European eel (Anguilla Anguilla L.). Aquaculture. 52:97-104. Friedewald WT, Levy RI, Fredrickson DS. 1972. Estimation of the concentration of low-density lipoprotein cholesterol in plasma, without use of the preparative ultracentrifuge. Journal Clinical Chemistry. 18:499-502. Furuichi M. 1988. Fish nutrition. In: Watanabe T. Editor. Fish nutrition and mariculture. JICA textbook. The General Aquaculture Course. Tokyo (JP): Kanagawa International Fisheries Training Center. p 1-78. Gallego M, Garcia, Hidalgo MC, Suarez MD, Sanz A, Higuera M. 1993. Feeding of the European eel Anguilla anguilla. II. influence of dietary lipid level. Comp. Biochem. Physiol. 105A(1):171-175. Guo Z, Zhu X, Liu J, Yang Y, Lan Z, Xie S. 2012. Effects of dietary protein level on growth performance, nitrogen and energy budget of juvenile hybrid sturgeon, acipenser baerii ♀×a. Gueldenstaedtii ♂. Aquaculture. 338-341 :89-95. Hertramp JW, Pascual FP. 2000. Handbook on Ingredients for Aquaculture Feeds. London (UK): Kluwer Academic Publishers. 573 p. Hirt-Chabbert JA, Skalli A, Young OS, Gisbert E. 2012. Effect of feeding stimulants on the feed consumption. growth and survival at glass eel and elver stages in the European eel (Anguilla anguilla). J Aquaculture Nutrition. 18:152-166. Inui Y, Ohshima Y. 1966. Effect of starvation on metabolism and chemical composition of eel. Bull. Japan (JP) Sot. Sci. Fish. 32:492-501. Jacobs NJ, Demark PJV. 1960. The purification and properties of the alphaglycerophosphate-oxidizing enzyme of Streptococcus faecalis 10C1. Arch Biochem Biophys 88:250-255. Katoh H, Ge YP, Tsuda T, Hayashi S, 2001. High density lipoprotein binding protein of eel (Anguilla japonica) liver with specificity of binding to apoAI as a ligand. Comparative Biochemistry and Physiology Part B. 129:843852. Khan MA, Abidi SF. 2012. Effect of varying protein-to-energy ratio on growth, nutrient retention, somatic indices, and digestive enzymes activities of singhi, Heteropneustes fossilis (Bloch). Journal of World Aquaculture Society. 43(4):490-501. Kozarsky K, Donahee MH, Rigotti A, Iqbal SN, Edelman ER, Krieger M. 1997. Overexpression of the HDL receptor SR-BI alters plasma HDL and bile cholesterol levels. Nature. 387:414-417.
14 Komariyah A. 2014. Studi awal pemanfaatan minyak biji karet havea brasiliensis untuk pakan ikan nila Oreochromis sp. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Larsson A, Lewander K. 1973. Metabolic effects of starvation in the eel, Anguilla Anguilla. L. Comp. Biochem. Physiol. 44A:367-374. Li XF, Liu WB, Jiang YY, Zhu H, Ge XP. 2010. Effects of dietary protein and lipid levels in practical diets on growth performance and body composition of blunt snout bream (Megalobrama amblycephala) fingerlings. Aquaculture. 303:65-70. Ling S, Hashim R, Kolkovski S, Shu-Chien AC. 2006. Effects of varying dietary lipid and protein levels on growth and reproductive performance of female Swordtails Xiphorus helleri (Poeciliidae). Aquaculture Research 37:12671275. Lovell T. 1989. Nutrition and feeding of fish. Auburn University. An A VI Book. New York (US): Publised by Van Nostrand Reinhold. 258 p Mahi II. 2000. Pengaruh Kadar Protein dan Imbangan Energi Protein Pakan Berbeda terhadap Retensi Protein dan pertumbuhan benih ikan sidat (Anguilla bicolor bicolor). [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Marui T, Caprio J. 1992. Teleost gustation. In: Hara TJ, ed. Ed 9. London (UK). p 171-198. Mohanta KN, Mohanty SN, Jena JK, Sahu NP. 2008. Protein requirement of silver barb, Puntius gonionotus fingerlings. Aquaculture Nutrition. 14:143152. Mohanta KN, Subramanian S, Korikanthimath VS. 2011. Effect of Dietary Protein and lipid levels on growth, nutrient utilization, whole –body composition of blue gourami, Trichogaster trichopterus fingerlings. Journal of Animal Physiology and Animal Nutrition.97: 126-136. Ndiaye D, Hayashi S. 1997. A lipoprotein secreted by cultured hepatocytes of silver or yellow eel: comparison with their plasma lipoproteins. Comp.Biochem. Physiol. 116B(2):209-216. Nyina WL, Xu XL, Blanchard G, Kestemont P. 2005. Effect of dietary protein, lipid and carbohydrate ratio on growth, feed efficiency and body composition of pikeperch Sander lucioperca fingerlings. Aquaculture Research. 36:486–492 [NRC] National Research Council. 2011. Nutrient requirement of fish and shrimp. Washington DC (US): National Academic Press. 376 p. Okorie OE, Kim YC, Lee S, Bae JY, Yoo JG, Han K, Bai SC. 2007. Reevaluation of the dietary protein requirements and optimum dietary protein to energy ratio in Japanese eel, Anguilla japonica. Journal of World Aquaculture Society. 28(3):418-426. Phumee P, Hashim R, Paiko MA, Chien ACS. 2009. Effects of dietary and lipid content on growth performance and biological indices of iridescent shark (Pangasius hypophthalamus, Sauvage 1878) fry. Aquaculture Research. 40:456-463. Schuchardt D, Vergara JM, Fernandez-Palacio H, Kalinowski CT, HernandezCruz CM, Izquierdo MS, Robaina L. 2008. Effects of different dietary protein and lipid levels on growth, feed utilization and body composition of red porgy (Pagrus pagrus) fingerlings. Aquaculture Nutrition. 14:1–9
15 Smith DM, Tabrett SJ, Barclay MC, Irvin SJ. 2005. The efficacy of ingredients included in shrimp feeds to stimulate intake. Aquaculture Nutrition.11: 263– 272. Suprayudi MA, Ihu MZ, Utomo NP, Ekasari J. 2014. Protein and energy:protein ratio in diets for juvenile bluefin trevally Caranx melampygus. Journal of Applied Aquaculture. 26(2):187-196. Takeuchi T. 1988. Laboratory work chemical evaluation of dietary nutriens. In: Watanabe T ed. Fish Nutrition and Mariculture. Tokyo(JP): Department of Aquatic Bioscience. Tokyo University of Fisheries. JICA. p 179-226. Tibbetts SM, Lall SP, Anderson DM. 2000. Dietary protein requirement of juvenile American eel (Anguilla rostrata) fed practical diets. Aquaculture.186:145-155. Trinder P. 1969. Determination of glucose in blood using glucose oxidase with an alternative oxygen acceptor. Ann Clin Biochem. 6:24-27. Watanabe T. 1988. Fish Nutrition and Mariculture. Department of Aquatic Biosience. Tokyo (JP): Tokyo University of Fisheries. JICA. 223p. William, KC, Irvin S and Barclay M. 2004. Polka dot grouper Cromileptes altivelis fingerlings require high protein and moderate lipid diets for optimal growth and nutrient retention. Aquaculture Nutrition.10:125-134. Wilson RP. 2002. Amino Acids and Protein. In: Halver JE, Hardy RW, Editor. Fish Nutrition. 3rd ed. San Diego CA (US): Academic. p 144. Yandes, Affandi R, Mokoginta I. 2003. Pengaruh pemberian selulosa dalam pakan terhadap kondisi biologis benih ikan gurami (Osphronemus gouramy). J Ikhtiologi Indonesia. 3:27-33. Zonneveld N, Huisman EA, Boon JH. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
16
LAMPIRAN
Prosedur analisis proksimat pakan dan dan tubuh ikan A. Prosedur Pengabuan (wet ashing) 1) Sampel ditimbang 1 gram dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 125 mL. 2) Ditambahkan HNO3 65% sebanyak 5 mL, dikerjakan di ruang asam. 3) Dibiarkan 1 jam tanpa pemanasan di ruang asam, kemudian dipanaskan di atas hot plate pada suhu 80 0C selama 4-6 jam lalu didinginkan. 4) Tambahkan 0.4 mL H2SO4 pekat (panaskan kembali jika ada letupan kecil ±1 jam). 5) Volume sampel akan berkurang pada saat ada perubahan warna, lalu teteskan larutan campuran HCLO4 : HNO3 (2:1) sebanyak 3 tetes, panaskan selama lebih kurang 1 jam. Terjadi perubahan warna coklat menjadi kuning lalu bening. 6) Tambahkan 2 mL akuades + 0.6 mL HCl (p). 7) Panaskan kembali sampai larut lalu didinginkan. 8) Pindahkan ke dalam labu takar kemudian larutkan menjadi 100 mL. B. Preparasi Larutan 1. Larutan A ((NH4)6MO7O24.4H2O 10% = amonium molibdat 10%) 1) 10 gram amonium molibdat + 60 mL akuades. 2) Tambahkan 28 mL H2SO4 pekat secara bertahap (panas). 3) Buat larutan sampai 100 mL dengan menambahkan akuades. 4) Dinginkan larutan tersebut dalam suhu kamar. 2. Larutan B (dibuat sebelum analisis) 1) 10 mL larutan A + 60 mL akuades + 5 gram FeSO4.7H2O. 2) Buat larutan sampai 100 mL dengan menambah akuades. 3. Larutan Standar untuk Analisis P Larutkan 4.394 gram KH2PO4 dalam akuades sampai 1 liter (untuk mendapatkan konsetrasi P = 1000 ppm). C. Analisis Fosfor 1. Larutan Standar 1) Buat konsentrasi larutan standar P = 2, 3, 4, 5, dan 6 ppm dalam 5 mL, sehingga diperlukan: 2 ppm = 2 ppm/25 ppm x 5 mL = 0.4 KH2PO4 3 ppm = 3 ppm/25 ppm x 5 mL = 0.6 KH2PO4 4 ppm = 4 ppm/25 ppm x 5 mL = 0.8 KH2PO4 5 ppm = 5 ppm/25 ppm x 5 mL = 1.0 KH2PO4 2) Masing-masing volume tersebut ditambah akuades sampai 3 mL lalu diaduk menggunakan vortex kemudian ditambah larutan B sebanyak 2 mL.
17 3) Baca pada spektrofotometer (UV Visible) dengan panjang gelombang 660 nm. 2. Pakan 1) Larutan hasil wet ashing pakan di labu takar 100 mL dipipet 0.2 mL lalu diencerkan dengan akuades bebas mineral 3 mL (diaduk) + 2 mL larutan B (diaduk). 2) Larutan siap dianalisis menggunakan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. Kadar Protein Tahap Oksidasi 1) Sampel ditimbang sebanyak 0.5 g dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. 2) Katalis (K2SO4+CuSO4.5H2O) dengan rasio 9:1 ditimbang sebanyak 3 g dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. 3) 10 mL H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam labu Kjeldahl dan kemudian labu tersebut dipanaskan dalam rak oksidasi/digestion pada suhu 400 oC selama 3-4 jam sampai terjadi perubahan warna cairan dalam labu menjadi hijau bening. 4) Larutan didinginkan ditambah 100 mL air destilasi. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan akuades sampai volume larutan mencapai 100 mL. Larutan sampel siap untuk didestilasi. Tahap Destilasi 1) Beberapa tetes H2SO4 dimasukkan ke dalam labu, sebelumnya labu diisi setengahnya dengan akuades untuk menghindari kontaminasi oleh amonia lingkungan. Kemudian didihkan selama 10 menit. 2) Erlenmeyer diisi 10 mL H2SO4 0.05 N dan ditambahkan 2 tetes indikator methyl red diletakkan di bawah pipa pembuangan kondensor dengan cara dimiringkan sehingga ujung pipa tenggelam dalam cairan. 3) Sebanyak 5 mL larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung destilasi melalui corong yang kemudian dibilas dengan akuades dan ditambahkan 10 mL NaOH 30% lalu dimasukkan melalui corong tersebut dan ditutup. 4) Campuran alkalin dalam labu destilasi disuling menjadi uap air selama 10 menit terjadi pengembunan pada kondensor. 5) Labu erlenmeyer diturunkan hingga ujung pipa kondensor berada di leher labu pada permukaan larutan. Kondensor dibilas dengan akuades selama 1-2 menit. Tahap Titrasi 1) Larutan hasil destilasi ditritasi dengan larutan NaOH 0,05 N. 2) Volume hasil titrasi dicatat. 3) Prosedur yang sama juga dilakukan pada blanko. Kadar Protein (%)
=
0,0007 * x (Vb – Vs) x 6.25 ** x 20 x 100% S
Keterangan : Vb = Volume hasil titrasi blanko (mL) Vs = Volume hasil titrasi sampel (mL)
18 S = Bobot sampel (g) * = Setiap mL 0.05 NaOH ekivalen dengan 0.0007 g nitrogen ** = Faktor nitrogen Kadar Lemak Metode ekstraksi Soxhlet 1) Labu ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 110 oC dalam waktu 1 jam. Kemudian didiinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang bobot labu tersebut (X1). 2) Sampel ditimbang sebanyak 3-5 gram (A), dan dimasukkan ke dalam selongsong tabung filter dan dimasukkan ke dalam soxhlet dan pemberat diletakkan di atasnya. 3) N-hexan 100-150 mL dimasukkan ke dalam soxhlet sampai selongsong terendam dan sisa N-hexan dimasukkan ke dalam labu. 4) Labu yang telah dihubungkan dengan soxhlet dipanaskan di atas water bath sampai cairan yang merendam sampel dalam soxhlet berwarna bening. 5) Labu dilepaskan dan tetap dipanaskan hingga N-hexan menguap. 6) Labu dan lemak yang tersisa dipanakan dalam oven selama 15-60 menit, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15-30 menit dan ditimbang (X2). Metode Folch 1) Labu silinder dioven terlebih dahulu pada suhu 110 oC selama 1 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X1). 2) Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram (A) dan dimasukkan ke dalam gelas homogen dan ditambahkan larutan kloroform/methanol (20 x A), sebagian disisakan untuk membilas pada saat penyaringan. 3) Sampel dihomogenizer selama 5 menit setelah itu disaring dengan bantuan pompa vacuum pump. 4) Sampel yang telah disaring tersebut dimasukkan dalam labu pemisah yang telah diberi larutan MgCl2 0.03 N(0.2 x C), kemudian dikocok dengan kuat minimal selama 1 menit kemudian ditutup dengan aluminium foil dan didiamkan selama 1 malam. 5) Lapisan bawa yang terdapat dalam labu pemisah disaring ke dalam labu silinder kemudian dievaporator sampai kering. Sisa kloroform/methanol yang terdapat dalam labu ditiup dengan menggunakan vacuum setelah itu ditimbang (X2). X2 - X1 Kadar Lemak (%) = x 100% A Kadar Air 1) Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 100 oC selama 1 jam kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1). 2) Bahan ditimbang 2-3 g (A). 3) Cawan dan bahan dipanaskan dalam oven pada suhu 110 oC selama 4 jam kemudian dimasukkan dalam desikator selam 30 menit dan ditimbang (X2).
19 Kadar air (%)
=
(X1 + A) – X2 A
x 100%
Kadar Abu 1) Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 100 oC selama 1 jam dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1). 2) Bahan ditimbang 2-3 g (A). 3) Cawan dan bahan dipanaskan dalam tanur pada suhu 600 oC sampai menjadi abu kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2). Kadar abu (%)
=
X2 – X1 A
x 100%
Kadar Serat Kasar 1) Kertas filter dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110 oC setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (X1). 2) Sampel ditimbang sebanyak 0.5 g (A) dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL. 3) H2SO4 0.3 N sebanyak 50 mL ditambahkan ke dalam Erlenmeyer kemudian dipanaskan di atas pembakar Bunsen selama 30 menit. Setelah itu NaOH 1.5 N sebanyak 25 mL ditambahkan ke dalam Erlenmeyer dan dipanaskan kembali selama 30 menit. 4) Larutan dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong Buchner dan dihubungkan pada vacuum pump untuk mempercepat filtrasi. 5) Larutan dan bahan yang ada pada corong Buchner kemudian dibilas secara berturut-turut dengan 50 mL air panas, 50 mL H2SO4 0.3 N, 50 mL air panas dan 25 mL asetone. 6) Kertas saring dan isinya dimasukkan dalam cawan porselin lalu dipanaskan dalam oven 105-110 oC selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator 5-15 menit dan ditimbang (X2). 7) Setelah itu dipanaskan dalam tanur 600 oC hingga berwarna putih atau menjadi abu (±4 jam). Kemudian dimasukkan dalam oven 105-110 oC selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 5-15 menit dan ditimbang (X3). Kadar serat kasar (%)
=
(X2 – X1 – X3) A
x 100%
20
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 26 Oktober 1978 dari Ayah M Nawir dan Ibu Syarfa Riani. Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada program studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Hasanudin, Makassar. Pada Tahun 2013, penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan di sekolah Pascasarjana IPB pada program studi Ilmu Akuakultur melalui beasiswa pendidikan pascasarjana dalam negeri yang diperoleh dari Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDMKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Penulis diterima bekerja pada Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2004 dan saat ini ditempatkan di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya, Karawang sebagai perekayasa. Kegiatan seminar yang pernah diikuti penulis antara lain adalah International Conference of Shrimp Aquaculture (ICOSA 2010), forum inovasi teknologi akuakultur 2012 dan Aquaculture for the Greatest Fish Production in 2015. Kinerja Pertumbuhan Ikan sidat A. bicolor bicolor yang Diberi Pakan dengan Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Berbeda adalah judul tesis penulis yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister pada program studi Ilmu Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Imu Kelautan IPB. Publikasi dari sebagian tesis ini telah diterima pada Jurnal Akuakultur Indonesia IPB (JAI-IPB) dan dimuat dalam volume 14 nomor 2, bulan Juli 2015.