INDUKSI MATURASI IKAN SIDAT (Anguilla bicolor) DENGAN MENGGUNAKAN KOMBINASI HORMON BERBEDA
ANTHAREST SUGATI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Induksi Maturasi Ikan Sidat (Anguilla bicolor) dengan Menggunakan Kombinasi Hormon Berbeda” adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Antharest Sugati NIM C14090031
ABSTRAK ANTHAREST SUGATI. Induksi Maturasi Ikan Sidat (Anguilla bicolor) dengan Menggunakan Kombinasi Hormon Berbeda. Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan ALIMUDDIN. Produksi benih ikan sidat (Anguilla bicolor) melalui panti benih belum dapat dilakukan. Pada penelitian ini dilakukan induksi kematangan gonad ikan sidat secara hormonal dengan kombinasi pregnant mare serum gonadotropin (PMSG), human chorionic gonadotropin (HCG) antidopamin dan recombinant growth hormone (rGH). Penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan, yaitu kontrol (NaCl 0,9%), PMSG 20 IU/kg, PMSG 20 IU/kg+ antidopamin 100 ppm/kg, PMSG 20 IU/kg + antidopamin 100 ppm/kg+ rGH 10 µg/kgdan PMSG 20 IU/kg+HCG 10 IU/kg. Setiap perlakuan terdapat 10 ekor ikan sidat. Induksi hormonal dilakukan melalui penyuntikan secara intramuskular sebanyak lima kali dengan interval tujuh hari sekali, selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap perkembangan gonad selama 21 hari dengan interval tujuh hari sekali setelah penyuntikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan hormonal menyebabkan tingkat kebuntingan sebanyak 100% ikan perlakuan, sedangkan kontrol sebanyak 0%. Kombinasi terbaik adalah PMSG + antidopamin + rGH, terlihat dari fase gamet yang lebih matang yaitu mencapai fase spermatosit pada ikan jantan dan oosit dengan fase perinukleolar pada ikan betina. Ikan sidat dengan bobot 120,4-207,8 g dan panjang 40,9-43,1 cm adalah kelamin jantan, bobot 274,8 g dan panjang 47 cm berada pada fase peralihan kelamin, sedangkan ikan dengan bobot 323,4 dan panjang 53 cm adalah berjenis kelamin betina. Kata kunci: Anguilla bicolor, antidopamin, ikan sidat, hormon, PMSG, rGH
ABSTRACT ANTHAREST SUGATI. Induced Maturation of Indonesian Eel (Anguilla bicolor) Using Different Hormone Combination. Supervised by AGUS OMAN SUDRAJAT and ALIMUDDIN. Production of Indonesian eel (Anguilla bicolor) juvenile through the hatchery can not be done yet. In this research, induction of Indonesian eel gonadm aturation was performed by hormonal with a combination of pregnant mare serum gonadotropin (PMSG), human chorionic gonadotropin (HCG) antidopamin and recombinant growth hormone (rGH). This research consisted of five treatments namely: control(NaCl 0,9%), PMSG 20 IU/kg, PMSG 20 IU/kg + antidopamin 10 ppm/kg, PMSG 20 IU/kg + antidopamin 10 ppm/kg + rGH 10 µg/kg dan PMSG 20 IU/kg + HCG 10 IU/kg. Each treatment contained 10 fishes. Hormonal induction was conducted by intramuscular injections, as much as five times at intervals of seven days. Furthermore observations on gonadal development were performed after injection for 21 days.The results showed that the treatment generated pregnancy level of 100%, while control was 0%. The best treatment is PMSG 20 IU/kg + antidopamin 10 ppm/kg+ rGH 10 µg/kg, seen from a more mature phase of the gametes, spermatocytes in male and oocytes with
perinukleolar phase in female fish. Eel fish at body weight 120.4 to 207.8 g and 40.9 to 43.1 cm of body lenght was male, body weight of 274.8 g and length 47 cm was the intersexual phase eels, while at body weight 323.4 g and length 53 cm was female. Keywords: Anguilla bicolor, antidopamin, eels, hormones, PMSG, rGH
INDUKSI MATURASI IKAN SIDAT (Anguilla bicolor) DENGAN MENGGUNAKAN KOMBINASI HORMON BERBEDA
ANTHAREST SUGATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Induksi Maturasi Ikan Sidat (Anguilla bicolor) dengan Menggunakan Kombinasi Hormon Berbeda Nama : Antharest Sugati NIM : C14090031 Program studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
Disetujui oleh
Dr Ir Agus Oman Sudrajat, M.Sc Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr Ir Sukenda, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Dr Alimuddin, S.Pi M.Sc Pembimbing II
Judul Skripsi : Induksi Maturasi Ikan Sidat (Anguilla bicolor) dengan Menggunakan Kombinasi Honnon Berbeda : Antharest Sugati Nama : C14090031 NIM Program studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
Disetujui oleh
Pembimbing I
/
Tanggal Lulus:
1'3 JUL 2013
Dr Alimuddin, S.Pi M.Sc Pembimbing II
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Induksi Maturasi Ikan Sidat (Anguilla bicolor) dengan Menggunakan Kombinasi Hormon Berbeda". Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2013 di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya Karawang (BLUPPB) dan di Laboratorium Histopatologi bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Istitut Petanian Bogor. Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr Ir Agus Oman Sudrajat, MSc, Bapak Dr Alimuddin, MSc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan motivasinya hingga menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Ir Iis Diatin, MM dan Bapak Ir Dadang Shafruddin, MS selaku dosen penguji tamu dan komisi pendidikan S1 Departemen Budidaya Perairan yang telah memberikan kritik dan saran-sarannya. 3. Bapak Wahyudi Cahyono, Mama Atun Sumiati, kak Alna dan kak Asep yang telah memberikan doa, kasih sayang, perhatian dan semangatnya. 4. Bapak Ir Harton Arfah MSi selaku dosen pembimbing akademik dan Dr Ir Sukenda, MSc selaku Ketua Departemen Budidaya Perairan yang telah banyak memberikan masukan, semangat dan motivasi. 5. Bapak Ir Supriyadi, MSi selaku kepala Balai Layanan Usaha Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang yang telah memberikan izin serta fasilitas secara penuh kepada penulis untuk melakukan penelitian dan Ibu Fitria Nawir selaku pembimbing lapangan yang telah banyak memberikan bimbingan selama pengerjaan penelitian. 6. Tenny Faradiba atas dukungan, kasih sayang dan perhatiannya yang tulus selama ini. 7. Saudaraku Akim, Didin, Khoirul, Endi, Racka, Fikri, Ariza, Ferdi dan Arif. 8. Pak Wawan, Pak, Karna, Pak Heri, Pak Pepen Bu Karyo yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian. Arthur, Rolly, teman-teman Pangkep serta teman satu asrama Chanos chanos lainnya. 9. Seluruh dosen dan staf karyawan/karyawati departemen budidaya perairan. 10. Partner satu penelitian Cahya Lestari yang telah bekerja sama dalam melaksanakan penelitian ini. 11. Teman-teman seperjuangan di BDP 46 (Rizki, Habibi, Reza, Bani, Rangga, Doni, Fahrul, Via, Putri, Anindila, Annisa, Riska, Iin dan semuanya yang tidak bisa kusebut satu persatu) yang telah banyak memberikan kenangan dan pengalaman yang tidak pernah aku dapat selama hidup ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013 Antharest Sugati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 3 METODE ................................................................................................................ 3 Materi Uji ............................................................................................................ 3 Rancangan Percobaan .......................................................................................... 4 Prosedur Analisis Data ........................................................................................ 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 8 Hasil..................................................................................................................... 8 Pembahasan ....................................................................................................... 14 SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 17 Simpulan ............................................................................................................ 17 Saran .................................................................................................................. 17 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17 LAMPIRAN .......................................................................................................... 20 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 23
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Kualitas air pemeliharaan ikan sidat (Anguilla bicolor) ................................. 3 Perkembangan oosit ........................................................................................ 6 Perkembangan sel sperma ............................................................................... 6 Klasifikasi gametogenesis ikan sidat (Anguila bicolor) ............................... 21
DAFTAR GAMBAR 1 Perkembangan gonad ikan sidat Eropa (Anguilla anguilla) ........................... 5 2 Gonad pada ikan sidat Eropa (Anguilla anguilla) .......................................... 5 3 Fase perkembangan oogenesis ikan sidat. ...................................................... 6 4 Fase perkembangan spermatogenesis ikan sidat ............................................. 7 5 Pertumbuhan bobot mutlak ikan sidat selama 63 hari. ................................... 9 6 Posisi gonad ikan sidat (Anguilla bicolor)...................................................... 9 7 Gambaran makroskopis gonad ikan sidat pada hari ke-7 dan hari ke-63 ..... 10 8 Histologi gonad ikan sidat hari ke-7, ke-42 dan ke-63 ................................. 11 9 Nilai gonadosomatic index (GSI) ikan sidat (Anguilla bicolor) ................... 13 10 Nilai hepatosomatic index (HSI) ikan sidat (Anguilla bicolor) .................. 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 Layout wadah penelitian ............................................................................... 20 2 Proses penyuntikan ikan sidat ....................................................................... 21 3 Proses pembuatan preparat histologis ........................................................... 21
PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan sidat merupakan komoditas perikanan Indonesia yang memiliki potensi pasar yang tinggi. Hal ini dapat diketahui melalui tingginya minat negara-negara maju akan konsumsi ikan ini, seperti Jepang, Hongkong, Jerman dan Italia. Negara konsumen terbesar ikan sidat adalah Jepang, dengan rata-rata 120.000 ton per tahunnya (Kagawa et al. 2006). Selain itu, ikan ini memiliki nilai jual yang cukup tinggi dengan ukuran konsumsi >250 g/ekor, untuk jenis Anguilla bicolor pada pasar lokal berkisar antara Rp 120.000 s.d Rp 150.000/kg, sedangkan pada pasar internasional berkisar antara Rp 300.000 s.d Rp 600.000/kg. Perkembangan budidaya ikan sidat sebagian besar hanya sebatas pada pembesaran. Hal tersebut dikarenakan pasokan benih ikan sidat di Indonesia hingga saat ini masih bergantung pada penangkapan dari alam yang kemudian dipelihara hingga mencapai ukuran konsumsi. Penyediaan benih yang berasal dari alam memiliki keterbatasan, salah satunya adalah kelimpahan benih ikan sidat pada musim-musim tertentu, untuk jenis A. bicolor banyak ditemukan pada bulan November-Mei, sedangkan untuk jenis A. marmorata banyak ditemukan pada bulan April-Oktober (Setiawan et al. 2003). Penangkapan benih ikan sidat dari alam secara terus-menerus dapat menyebabkan kepunahan. Dengan demikian, untuk menghindari kelangkaan benih ikan sidat di masa mendatang, perlu dilakukan upaya untuk memproduksi benih secara terkontrol pada panti benih (hatchery). Kesulitan dalam perolehan induk juga merupakan salah satu kendala dalam usaha produksi benih ikan sidat, karena adanya perbedaan ukuran jantan dan betina yang belum pasti untuk setiap jenis ikan sidat. Umumnya kegiatan pembesaran ikan sidat hanya terbatas pada target ukuran konsumsi saja, tidak ada upaya lebih lanjut untuk menghasilkan calon induk guna restocking dan produksi benih ikan sidat di masa mendatang. Ikan sidat merupakan hewan hermafrodit protandri yang mengalami peralihan kelamin dari jantan ke betina. Beullens et al. (1997) menyebutkan bahwa diferensiasi kelamin sidat A. anguilla jantan terlebih dahulu melalui tahap interseks, sedangkan gonad indiferen dapat langsung berdiferensiasi menjadi ovarium (ukuran ikan sidat betina 25,2–79,5 cm). Diferensiasi sempurna menjadi testis ditemukan pada tahap silver eel sementara ovarium ditemukan pada tahap yellow eel (Aida et al. 2003). Rovara (2007) menjelaskan bahwa pada A. bicolor bicolor dengan ukuran 35-39,5 cm telah menunjukkan gonad yang diduga testes, sedangkan pada ukuran 45-74,9 cm telah menunjukkan gonad yang diduga ovarium. Untuk menopang pengembangan usaha budidaya ikan sidat tersebut, ketersediaan benih dengan kualitas yang baik dan kontinuitas jumlah merupakan hal yang harus diusahakan. Informasi dasar yang penting diketahui antara lain adalah aspek reproduksi (status seksual, fekunditas, tingkat kematangan gonad, struktur ovarium) yang berguna untuk kegiatan pembenihan. Berbagai teknologi telah dilakukan untuk menunjang penyediaan induk ikan yang berkualitas agar
2 siap bereproduksi, baik dengan manipulasi lingkungan, nutrisi maupun teknik seleksi. Demikian pula teknik manipulasi hormonal ke dalam tubuh ikan baik secara oral, injeksi maupun implantasi untuk merangsang pematangan gonad. Perlakuan hormon merupakan salah satu solusi pada pembenihan ikan yang sulit matang gonad pada lingkungan budidaya seperti halnya ikan sidat. Pada kondisi ini gonad dan proses vitellogenesis ikan sidat sulit untuk berkembang (Ijiri et al. 1998). Di Perancis, Jerman, Polandia dan Denmark dan Jepang uji coba pematangan gonad ikan sidat melalui injeksi hormon dan hipofisasi telah berhasil mencapai kematangan penuh (Bieniarz & Epler 1977; Herianti 2005). Penggunaan teknologi hormon pada ikan patin dapat merangsang rematurasi gonad selama enam minggu melalui kombinasi hormon 20 IU pregnant mare serum gonadotropin (PMSG) dan 10 IU human chorionic gonadotropin (HCG) per kg ikan serta penambahan vitamin mix sebesar 100 mg/kg ikan (Febriana 2010). Pemberian hormon PMSG dengan dosis 55 IU/454 gram ikan pada ikan sebelah (Pseudopleuronectes americanus) memberikan kematangan gonad secara penuh dengan 5 kali penyuntikan selama 10 hari (Smigielski 1975). Kombinasi hormon PMSG 15 IU dan antidopamin 5 ppm per kg ikan dapat mempercepat kematangan gonad betina ikan belut sawah dalam waktu 5 minggu penyuntikan (Wibisono 2012). PMSG adalah hormon yang terdapat dalam serum darah kuda atau kerabatnya seperti zebra dan keledai yang sedang bunting (Hardjopranjoto 2000). Menurut Hafez (2000), sintesis hormon PMSG terjadi dalam sel epitel berbentuk mangkuk dari jaringan endometrium uterus. Setelah disintesis, hormon PMSG akan dibawa dalam sirkulasi darah untuk selanjutnya dibawa menuju kelenjar ovarium. Sekresi hormon PMSG oleh sel endometrium pada kuda mulai meningkat pada hari ke-40 dan mencapai puncaknya pada hari ke-80 masa kebuntingan. Kemudian kadarnya menurun setelah hari ke-80 dari masa kebuntingan dan mencapai kadar terendah pada hari ke-180 dari masa kebuntingan (Harjopranjoto 2000). Pada hewan betina ovarium merupakan target organ dari hormon PMSG, setelah berikatan dengan target organ PMSG mengalami reduksi ikatan disulfida, akibatnya mengalami penurunan fungsi biologis (Hardjopranjoto 2000). PMSG merupakan golongan hormon gonadotropin yang unik, hormon ini memiliki karakteristik ganda seperti follicle stimulating hormone (FSH) dan luetinizing hormone (LH),tetapi pengaruh FSH lebih besar dibandingkan LH (Moore dan Ward 1980). Antidopamin adalah salah satu zat kimia yang dapat menghentikan kerja dopamin, sedangkan dopamin itu sendiri merupakan penghambat aktivitas pelepasan hormon GnRH dari hipotalamus. Dopamin menghambat pematangan gonad dengan menstimulasi sekresi hormon penghambat perkembangan gonad (GIH) (Fingerman 1997). Dengan adanya antidopamin, diharapkan neurotransmitter yang menghambat pematangan gonad dapat dihambat sehingga proses pematangan gonad dapat lebih cepat tercapai. Hormon pertumbuhan (growth hormone, GH) merupakan polipeptida yang dilepaskan oleh somatotrof kelenjar pituitari yang berperan utama dalam pengaturan pertumbuhan somatik dan pengaturan dalam sistem metabolisme (Matty 1985). Selain itu hormon pertumbuhan juga mempengaruhi osmoregulasi dan reproduksi (Sakamoto et al. 1993; Le Gac et al. 1993). Van der kraak et al.
3 (1990) menjelaskan bahwa adanya keterkaitan hormon pertumbuhan dalam regulasi fungsi ovarium pada ikan mas koki (C. auratus).
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempercepat pematangan gonad dan memperoleh informasi status seksual pada calon induk sidat Anguilla bicolor dengan menggunakan kombinasi hormon PMSG, HCG, antidopamin dan rGH.
METODE Materi Uji Persiapan Wadah Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah keramba jaring tancap pada tambak dengan ukuran 1 x 1,5 x 1 m sebanyak lima unit (Lampiran 1). Satu unit karamba memiliki padat penebaran 8 ekor/ m3. Wadah percobaan diisi air dengan ketinggian sekitar 70 cm dan dilengkapi dengan sistem aerasi gantung serta tray/anco sebagai tempat pakan. Masing-masing wadah diberi waring sebagai penutup untuk mencegah ikan sidat keluar dari wadah percobaan. Pemeliharan Calon Induk Sebelum penebaran, ikan ditimbang terlebih dahulu untuk menentukan biomassa per unit keramba. Calon induk yang digunakan sebanyak 40 ekor dengan bobot berkisar 105-175,6 g. Ikan dipelihara selama 63 hari, 7 hari aklimatisasi, hari ke-8 hingga hari ke-42 dilakukan induksi hormon, hari ke-43 hingga hari ke-63 pemeliharaan pasca induksi. Pemberian pakan dilakukan satu kali sehari pada pukul 18.00 dengan pakan komersial (Megami Marine Fishfeed SPM 4B) berupa pelet yang dibentuk pasta dengan proksimat protein 25%, lemak 5%, serat kasar 6, kadar abu 12% dan kadar air 12%. Pakan diberikan secara restricted dengan FR=3%. Pengukuran kualitas air juga dilakukan setiap minggunya selama pemeliharaan (63 hari). Data hasil pengukuran kualitas air selama 63 hari disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Kualitas air pemeliharaan ikan sidat (Anguilla bicolor) Parameter Suhu air pH DO Amonia Salinitas Nitrit
Hasil Pengukuran 28-32 5,6-8,9 1,7-7,1 0,01-0,8 0-4 0,041-0,2
Kualitas air optimum*) 29-31 7-8 >4 <0,1 0-5 <0,1
Sumber : *)Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya
Satuan o C mg/l ppm ppt ppm
4 Penyuntikan Ikan Sidat Ikan disuntik hormon secara intramuscular sebanyak lima kali penyuntikan dengan interval tujuh hari sekali. Sebelum ikan sidat disuntik, dilakukan anestesi menggunakan es batu hingga suhu mencapai 8°C. Dosis penyuntikan disesuaikan dengan bobot hewan uji, sedangkan untuk perlakuan kontrol, dilakukan penyuntikan dengan NaCl 0,9% (larutan fisiologis) dengan dosis 0,5 ml untuk masing-masing hewan uji. Proses penyuntikan disajikan pada Lampiran 2. Pengambilan sampel Gonad dan Hepatopankreas Ikan dibedah untuk pengambilan gonad dan hepatopankreas. Sampel gonad dan hepatopankreas digunakan untuk perhitungan GSI, HSI, dan pembuatan preparat histologi gonad. Pengambilan satu ekor ikan sidat dilakukan pada hari ke-7 hingga hari ke-63 dengan interval tujuh hari sekali. Histologi Gonad Pembuatan preparat histologi gonad dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh induksi hormonal terhadap perkembangan sel gamet secara spesifik pada ikan sidat. Pembuatan preparat histologi gonad dilakukan pada masingmasing perlakuan sebanyak satu sampel pada hari ke-7, hari ke-42 dan hari ke-63. Total 11 sampel gonad yang dibuat preparat histologi. Tahapan dalam proses pembuatan preparat histologi (Lampiran 3) mengacu pada Handari (1983) Rancangan Percobaan Penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan, dengan 10 individu. Perlakuan yang diberikan berupa penyuntikan dengan kombinasi hormon berbeda dan larutan fisiologis (NaCl 0,9%) sebagai kontrol: -
Perlakuan TA Perlakuan TB Perlakuan TC
: : :
-
Perlakuan TD Perlakuan TE
: :
Kontrol (Larutan Fisiologis) PMSG 20 IU/kg + Antidopamin 10 ppm/kg (20P+10AD) PMSG 20 IU/kg + Antidopamin 10 ppm/kg + rGH 10 µg/kg (20P+10AD+10GH) PMSG 20 IU/kg (20P) GtH komersial (20P+10H)
PMSG yang digunakan adalah PMSG komersial dengan merk dagang Gonaser produksi perusahaan HIPRA. rGH yang digunakan merupakan rGH dari ikan kerapu kertang (ElHP) (Alimuddin et al. 2010). GtH komersial (merk dagang P.G 600) yang digunakan telah mengandung kombinasi PMSG dan HCG dengan dengan perbandingan 2:1. Prosedur Analisis Data Pertumbuhan Bobot Mutlak Pertumbuhan bobot mutlak dihitung dengan menggunakan rumus Huisman (1987), yaitu : ̅ Keterangan :
Wt W0
̅
= Rerata bobot ikan pada waktu t (g) = Rerata bobot ikan pada awal percobaan (g)
5
Gambaran Makroskopis Gonad dan Status Seksual Pengamatan makroskopis gonad dilakukan dengan cara gonad ikan sidat diisolasi dari tubuhnya kemudian diamati morfologi dan diidentifikasi kesesuaian status seksualnya dengan mengacu pada Beullens et al.(1997) dan Tesch (1977).
Gambar 1 Perkembangan gonad ikan sidat Eropa (Anguilla anguilla) (Beullens et al.1997). 1) gonad indiferen awal, 2) gonad indiferen akhir, 3) gonad interseks awal, 4) gonad interseks akhir, 5) tahap pembentukan tubuli testis, 6) ovarium awal, 7) tahap pertumbuhan oosit, 8) tahap vesikula lipid.
Gambar 2 Gonad pada ikan sidat Eropa jantan(atas); Gonad pada ikan sidat Eropa betina (bawah) (Tesch 1977). Perkembangan Gamet Perkembangan gamet diamati berdasarkan fase gametogenesis yang tampak pada preparat histologi. Takashima dan Hibiya (1995) memaparkan fase perkembangan oosit pada Tabel 2:
6 Tabel 2 Perkembangan oosit Fase Fase kromatin nukleolus
Fase perinukleoler Fase kortikal-alveoli Fase vitelogenik Maturasi Ovulasi
Keterangan Nukleus terlihat kompak dengan satu nukleolus yang relatif besar, ukuran folikel relatif kecil dan sitoplasma terpulas zat warna dengan kuat mencirikan ovarium masih belum berkembang Terdapat nukleus dan beberapa nukleoli pada tepi nukleoplasma Terdapat butir-butir lipid di sekitar vesikula germinalis. Ukuran oosit relatif lebih besar. Terdapat sitoplasma yang didominasi oleh butiran-butiran lemak
Gambar 3 Fase perkembangan oogenesis ikan sidat (Herianti 2005); (a) fase kromatin-nukleus; (b) fase perinukleolar; (c) fase kortikal alveoli; (d) fasevitelogenik. ket: nukleus (1); nukleolus (2); vesika germinalis (3); globul minyak (4); (skala bar = 0,1 mm). Umumnya tahap perkembangan testikular ditentukan berdasarkan proporsi spermatosit (primer dan sekunder), spermatid, dan spermatozoa. Blazer (2002) memaparkan fase perkembangan spermatogenesis pada Tabel 3 seperti berikut : Tabel 3 Perkembangan sel sperma Fase Pre-spermatogenik (regresi testes) Awal spermatogenik Mid-spermatogenik Akhir spermatogenik Pasca pemijahan
Keterangan Lobular hanya berisi spematogonia Spermatosit dan spermatid mendominasi Proporsi yang sama anatara spermatosit, spermatid, dan spermatozoa Adanya semua tingkatan, namun spermatozoa dominan
7
Gambar 4 Fase perkembangan spermatogenesis ikan sidat (Correia et al. 2009; Tomkiewiczet al. 2011); (A) fase awal pre-sprematogenik; (B) fase akhir pre-spermatogenik; (C) fase spermatogenik; (d) fase Midspermatogenik; (E) fase akhir spermatogenik. ket: adipose cell (AC); undifferentiated spermatogonia (S); spermatogonia (Sg); spermatosit (Sc); spermatid (St); spermatozoa (Sz); (skala bar= 50µm). Tingkat Kebuntingan Tingkat kebuntingan ikan didapatkan berdasarkan keberadaan gamet jantan dalam testes atau betina dalam ovarium atau testes yang dibedah selama pemeliharaan.Pengamatan kebuntingan diawali pada hari ke-7 hingga hari ke-63 yang dibedah sebanyak satu ekor setiap tujuh hari.Tingkat kebuntingan merupakan persentase perbandingan antara ikan yang telah memiliki gamet dengan jumlah ikan secara keseluruhan.
8 Gonadosomatic Index (GSI) Menurut Ohta et al. (1996) GSI dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot gonad dengan bobottubuh ikan dengan rumus:
Keterangan :
GSI Bg Bt
= Gonadosomatic Index = Bobot gonad (g) = Bobot tubuh (g)
Hepatosomatic Index (HSI) HSI dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot hati dengan bobot tubuh ikan dengan rumus (Ohta et al. 1996) :
Keterangan :
HSI Bh Bt
= Hepatosomatik index = Bobot hati (g) = Bobot tubuh (g)
Parameter Kualitas Air Kualitas air yang berupa suhu, salinitas, pH, oksigen telarut (DO), nitrit dan amonia setiap satu minggu sekali. Titik pengambilan air pada inlet, outlet, dan di dalam jaring. Untuk parameter DO dan suhu dilakukan pengukuran secarainsitu(lokasi penelitian)setiappagi dan malam hari. Parameter lainnya diukur di laboratorium kualitas air, Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang. Analisis statistik Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Semua data yang diperoleh diolah dengan dengan perangkat lunak Microsoft Excel 2010 dan dibahas secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Bobot Mutlak Pertumbuhan bobot mutlak (PBM) hingga akhir pemeliharaan disajikan pada Gambar 5.Pertumbuhan bobot mutlak ikan sidat menunjukkan hasil yang positif untuk semua perlakuan. Nilai PBM pada perlakuan TC (20P+10AD+10GH) dan TD (20P) terlihat lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya yaitu 67,2 g dan 64,67 g, sedangkan pada perlakuan TA (kontrol); TB (20P+10AD) dan TE (20P+10H) berturut-turut adalah 20,4 g, 36,07 g dan 48,13 g.
9 140
67,2
120
64,67
PBM (g)
100 80 36,07
60 40
48,13
20,4
20 0 TA
TB
TC
TD
TE
perlakuan
Gambar 5 Pertumbuhan bobot mutlak (PBM) ikan sidat selama 63 hari. TA (kontrol); TB (20P + 10 AD); TC (20P + 10 AD + 10 GH); TD (20P); TE (20P + 10H) Gambaran Makroskopis Gonad dan Status Seksual Terdapat sepasang gonad ikan sidat yang diamati, letaknya memanjang di lateral rongga perut, sejajar dengan lambung dan usus hingga batas anus (Gambar 6). Bentuk gonad ikan sidat berupa lamela tipis berlipat di bagian pangkal gonad dan berwarna putih susu.
Gambar 6 Posisi gonad ikan sidat (Anguilla bicolor); Posisi kepala (A); hati (B); gonad kiri (C); gonad kanan (D) Terdapat perbedaan morfologi gonad dari awal hingga akhir pelakuan. Perbedaan gambaran gonad secara makroskopis tersaji pada Gambar 7. Pada akhir perlakuan (hari ke-63) gonad ikan sidat cenderung lebih besar dan memiliki lipatan yang lebih banyak dibandingkan awal perlakuan (hari ke-7). Pada perlakuan TA dengan bobot ikan 120 g dan panjang 41,5 cm (kontrol) pada awal pemeliharaan, ukuran gonadnya lebih kecil dan memiliki lipatan yang sedikit, sedangkan pada TA (kontrol) dengan bobot ikan 189 g dan panjang 42,5 cmpada hari ke-63 ukuran gonadnya lebih besar dengan lamela yang lebih lebar tetapi lipatannya sedikit. Pada perlakuan TB (20P+10AD) dengan bobot ikan 207,8 g dan panjang 41,5 cm pada hari ke-63 menunjukkan gonad yang lebih berisi, lamela yang lebih lebar dan lipatan yang cukup banyak. Pada perlakuan TC
10 (20P+10AD+10GH) dengan bobot ikan 323,4 g dan panjang 53 cm pada hari ke63 menunjukkan gonad yang lebih kecil dan memiliki lamela menyisir beraturan di ujungnya. Pada perlakuan TD (20P) dengan bobot 274,8 g dan panjang 47 cm pada hari ke-63 menunjukkan gonad yang besar dengan lamela yang lebih lebar dan berlipa-lipat. Pada perlakuan TE (20P+10H) dengan bobot 202,6 g dan panjang 42,8 cm pada hari ke-63 menunjukkan gonad yang besar, lamela yang lebar di bagian ujung dan berlipat-lipat.
Gambar 7 Gambaran makroskopis gonad ikan sidat pada hari ke-7 dan hari ke-63. TA (kontrol); TB (20P+10AD); TC (20P+10AD+10GH); TD (20P); TE (20P+10H). Histologi Gonad Pengamatan histologi gonad ikan sidat dilakukan pada gonad hari ke-7 (sebelum penyuntikan), hari ke-42 (setelah 5 kali penyuntikan) dan hari ke-63 (3 minggu pasca penyuntikan terakhir). Gambaran histologi gonad ikan sidat tersaji pada Gambar 8. Terdapat perbedaan secara signifikan perbandingan antara histologi gonad pada perlakuan TA (kontrol) dengan perlakuan lainnya. Pada perlakuan TA (kontrol) tidak menunjukkan adanya sel gamet pada preparat, hanya terdapat jaringan lemak saja baik pada hari ke-42 dan hari ke-63 yang menandakan preparat tersebut bukan gonad. Pada perlakuan TB (20P+10AD) dan TE (20P+10H) baik hari ke-42 maupun hari ke-63 hanya ditemukan spermatogonia saja. Pada perlakuan TC (20P+10AD+10GH) hari ke-42 terdapat
11 dua sel gamet yang ditemukan yaitu spermatogonia dan spermatosit namun spermatosit lebih dominan, sedangkan hari ke-63 sel gamet yang ditemukan adalah oosit. Pada perlakuan TD (20P) hari ke-42 hanya ditemukan spermatogonia saja sedangkan hari ke-63 ditemukan dua jenis sel gamet yaitu sel spermatid dan oosit.
Gambar 8 Histologi gonad ikan sidat hari ke-7, ke-42 dan ke-63; TA (kontrol) dan TB (20P+10AD); TC (20P + 10AD + 10GH); TD (20P); TE (20P+10H); adipose cell (AC); L (Lumen); germinal vesicle (Gv); L (Lumen); nukleus (N; nukleolus (n); spermatid (Sd); spermatogonia (Sg); spermatosit (St); (skala bar = 50µm).
12 Bedasarkan preparat histologi yang diamati, dapat diketahui klasifikasi fase gametogenesis pada maing masing sampel ikan sidat, tersaji pada Tabel 4. Tabel 4 Klasifikasi fase gametogenesis ikan sidat (Anguilla bicolor) Perlakuan TA (kontrol) TB (20P+10AD) TC (20P+10AD+10rGH)
TD (20P)
TE (20P+10H)
Ukuran (BW; BL) 120 g; 41,5 cm 161 g; 42 cm 189 g; 42,5 cm 168,2 g; 42 cm 207g; 41,5 cm 265,4 g; 52,6 cm
Hari ke-
Fase
Status seksual
14 42 63 42 63 42
Indiferen Indiferen Indiferen Jantan Jantan Jantan
323,4 g; 53 cm 173,8 g; 43,5 cm 274,8 g; 47 cm
63 42 63
163 g; 41,5 cm 202,6 g,; 42,8 cm
42 63
Pre-spermatogenik Pre-spermatogenik Akhir Prespermatogenik – awal midspermatogenik Perinukleolar Pre-spermatogenik Midspermatogenik & kromatin nukleus Pre-spermatogenik Pre-spermatogenik
Betina Jantan Peralihan
Jantan Jantan
Berdasarkan dominasi gamet yang ditemukan pada preparat histologis, dapat diketahui bahwa untuk perlakuan TC (20P+10AD+10GH) pada hari ke-42 menunjukkan sel sperma pada fase akhir pre-spermatogenik dan memasuki awal mid-sprmatogenik sedangkan pada hari-63 menunjukkan sel telur pada fase perinukleolar. Untuk perlakuan TD (20P) pada hari ke-42 menunjukkan sel sperma pada fase pre-spermatogenik sedangkan pada hari-63 menunjukkan sel telur pada fase kromatin nukleus dan sel sperma pada fase mid-spermatogenik. Untuk perlakuan TB (20P+10AD) dan TE (20P+10H) baik pada hari ke-42 maupun hari ke-63 menunjukkan sel sperma pada fase pre-spermatogenik. Tingkat Kebuntingan Pengamatan tingkat kebuntingan calon induk sidat dilihat melalui pengamatan secara histologis untuk keberadan sel telur atau sperma yang terdapat dalam gonad. Tingkat kebuntingan dengan nilai 100% diperoleh pada semua perlakuan, kecuali pada kontrol TA dengan nilai 0% yang menandakan ketiadaan sel gamet pada preparat histologi. Gonadosomatic Index (GSI) Nilai GSI tersaji pada Gambar 10. Pada awal hingga akhir perlakuan berfluktuatif tetapi cenderung meningkat pada hari ke-63 untuk masing-masing perlakuan. Nilai GSI secara keseluruhan berkisar antara 0,623% hingga 2,9055% yang merupakan nilai GSI maksimum pada perlakuan TE (20P+10H) di hari ke63. Berdasarkan pengamatan preparat histologis, kontrol tidak memberikan nilai GSI karena baik secara morfologi maupun histologi tidak menandakan gonad.
13 3,5 3
GSI (%)
2,5 TB
2
TC
1,5
TD
1
TE
0,5 0 14
21
28
35
42
49
56
63
Hari ke-
Gambar 9 Nilai gonadosomatic index (GSI) ikan sidat (Anguilla bicolor). TB (20P + 10 AD); TC (20P + 10 AD + 10 GH); TD (20P); TE (20P + 10H) Hepatosomatic Index (HSI) Nilai HSI tersaji pada Gambar 11. Sama dengan grafik GSI, nilai HSI menggambarkan pola yang fluktuatif dari awal hingga akhir perlakuan namun cenderung meningkat untuk perlakuan TA (Kontrol); dan TB (20P+10AD), sedangkan pada perlakuan TC (20P+10AD+10GH); TD (10P) dan TE (20P+10H) cenderung mengalami penurunan di hari ke-63 dibandingkan minggu awal. Nilai HSI secara keseluruhan berkisar antara 0,8114% hingga 3,7898%. Pada perlakuan TA (kontrol) cenderung memberikan nilai yang lebih tinggi, dapat dilihat pada hari ke-21, ke-35, ke-46 dan ke-63. Nilai HSI maksimum terdapat pada perlakuan TC (20P+10AD+10GH) di hari ke-28 yaitu sebesar 3,7898%. 4 3,5 3
HSI (%)
2,5
TA
2
TB
1,5
TC TD
1
TE
0,5 0 14
21
28
35
42
49
56
63
hari ke-
Gambar 10 Nilai hepatosomatic index (HSI) ikan sidat (Anguilla bicolor). TA (kontrol); TB (20P+10AD); TC (20P+10AD+10GH); TD (20P); TE (20P+10H)
14
Pembahasan Berdasarkan penelitian dapat diketahui bobot mutlak ikan pada masingmasing perlakuan mengalami peningkatan hingga akhir pemeliharaan. Pemberian pakan secara restricted memberikan respons nafsu makan yang cukup baik sehingga menghasilkan pertumbuhan yang baik pula. Hal tersebut terlihat pada grafik peningkatan bobot mutlak ikan sidat (Gambar 5) menunjukkan hasil yang positif. Hal tersebut diduga karena adanya kelebihan energi dari pakan yang digunakan untuk kehidupan pokok. Kamil (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan ikan akan maksimal apabila kebutuhan nutrien seperti protein, karbohidrat, lemak vitamin dan mineral serta kebutuhan energinya terpenuhi dengan baik. Peningkatan bobot ini juga terjadi karena dipegaruhi oleh proses perkembangan gonad yang berdampak pada konsumsi energi sehingga memerlukan energi yang lebih banyak untuk pembentukan gamet pada calon induk (Amin 1998). Gambaran makroskopis gonad ikan sidat memperlihatkan adanya perbedaan untuk masing-masing perlakuan (Gambar 7). Berdasarkan pengamatan dan kesesuaian struktur gonad ikan sidat menurut Tesch (1977) gonad ikan sidat pada semua perlakuan cenderung termasuk gonad sidat jantan, kecuali pada perlakuan TC yang menunjukkan benuk gonad sidat ikan betina. Kemudian klasifikasi gonad ikan sidat menurut Beullens et al. (1997) gonad pada perlakuan TA (kontrol) pada hari ke-7, ke-42 dan ke-63 termasuk fase indiferen awal. Gonad pada perlakuan TB, TD dan TE termauk fase pembentukan tubuli testis, sedangkan pada perlakuan TC termasuk fase pembentukan oosit. Gambaran makroskopis gonad dengan GSI memberikan hubungan yang berbanding lurus, semakin gonad besar dan lebar ukuran gonad ikan sidat maka nilai GSI semakin besar. Grafik GSI selama 63 hari pemeliharaan memberikan pola yang fluktuatif namun cenderung meningkat dibandingkan sebelum dilakukan penyuntikan untuk semua perlakuan hormonal (Gambar 10). Hal serupa ditemukan pada penelitian Tomkiewicz et al. (2011) yang menyebutkan bahwa nilai GSI ikan sidat jantan yang diinduksi HCG selama 18 minggu adalah berfluktuatif. Hal tersebut diduga karena kemampuan masing-masing sidat dalam merespons hormon berbeda sehingga berpengaruh terhadap perkembangan gonad. Dari data tersebut terlihat keadaan yang relatif normal, di mana dalam batas-batas tertentu umumnya nilai GSI yang merepresentasikan kematangan gonad ikan sidat dengan aplikasi hormon PMSG akan mengalami peningkatan dibandingkan dengan kontrol atau penyuntikan larutan fisiologis yang berisi ion-ion yang tidak berpengaruh kepada perkembangan gonad ikan. Hal ini sesuai dengan Moore dan Ward (1980) yang menyebutkan bahwa PMSG memiliki pengaruh seperti FSH dan LH, namun aktivitas FSH lebih besar dibandingkan LH. FSH tersebut merupakan hormon gonadotropin yang merangsang gonad baik testis maupun ovari untuk memproduksi testosteron yang kemudian merangsang sel gamet untuk membelah secara mitosis dan meningkatkan massa sel gamet dalam gonad (Sukumasavin 2007). Kemudian didukung oleh penelitian Wibisono (2012) yang menyatakan bahwa penyuntikan kombinasi hormon PMSG 15 IU/kg dan antidopamin 5 ppm terhadap belut sawah sebanyak lima kali selama lima minggu berpengaruh pada peningkatan nilai GSI belut sawah tersebut.
15 Perangsangan hormon berpengaruh terhadap perkembangan gonad ikan sidat, dapat dibuktikan melalui preparat histologi gonadnya, ikan dengan penyuntikan kombinasi hormon menunjukkan adanya sel gamet pada preparat histologi baik sampling hari ke-42 maupun hari ke-63, sedangkan pada perlakuan kontrol tidak menunjukkan adanya tanda-tanda sel gamet (Gambar 8). Berdasarkan klasifikasi perkembangan sel gamet menurut Takashima dan Hibiya (1995) dan Blazer (2002) perkembangan sel gamet pada perlakuan TB dan TC baik padahari ke-42 maupun ke-63 termasuk sperma dalam fase prespermatogenik. Pada perlakuan TC pada hari ke-42 termasuk sperma dalam fase akhir pre-spermatogenik dan memasuki awal spermatogenik sedangkan pada hari ke-63 sel gamet yang ditemukan adalah oosit tipe previtelogenik fase perinukleoler. Gamet pada perlakuan TD pada hari ke-42 adalah spermapada fase pre-spermatogenik sedangkan pada hari ke-63 sel sperma termasuk dalam fase awal midspermatogenik dan sel telur termasuk dalam fase kromatin nukleus. Berdasarkan perkembangan gametogenesis yang diamati, perlakuan TC memberikan pengaruh terbaik terhadap perkembangan gonad, dapat dilihat dari fase gamet yang lebih matang dengan waktu yang lebih cepat dibandingkan perlakuan lain, yaitu spermatosit di hari ke-42 dan oosit pada fase perinukleolar di hari ke-63. Berdasarkan sel gamet yang ditemukan pada preparat histologis tingkat kebuntingan untuk semua perlakuan memberikan nilai 100% untuk semua perlakuan kecuali kontrol yang tidak ditemukan sel gamet hingga akhir perlakuan memberikan nilai 0%. Induksi PMSG merupakan bentuk dari gonadotropin hormon berupa FSH exogenous diduga secara langsung merangsang sel Leydig di dalam testis dan sel teka di dalam ovari untuk memproduksi testosteron yang kemudian merangsang terjadinya spermatogenesis pada ikan jantan dan oogenesis pada ikan betina. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Guraya (1996) yang menyebutkan bahwa konsentrasi gonadotropin yang tinggi mengaktifkan sel-sel granulosa folikel untuk mensekresi estrogen/estradiol-17β. Sukumasavin (2007) menyatakan, estrogen merupakan bentuk konversi dari testosteron yang diproduksi di dalam sel teka, estrogen kemudian memacu hati untuk memproduksi vitellogenin (yolk protein), yang kemudian disimpan oosit melalui darah. Hal tersebut juga didukung dengan pernyataan Nath (1999) bahwa kenaikan konsentrasi gonadotropin diperlukan dalam tahap oogenesis berikutnya. Seperti halnya nilai GSI, nilai HSI ikan sidat selama induksi maturasi menggambarkan pola yang fluktuatif namun cenderung meningkat kecuali pada perlakuan TC, TD dan TE yang mengalami penurunan dibandingkan sebelum penyuntikan (Gambar 11). Berdasarkan data yang diperoleh nilai HSI tidak menunjukkan adanya keterkaitan terhadap perkembangan gonad. Hal tersebut diduga karena gamet dominan yang ditemukan pada masing-masing perlakuan adalah sel sperma, sedangkan pada proses spermatogenesis tidak melibatkan organ hati secara dominan seperti halnya ikan betina yang melakukan proses vitellogenesis pada organ hati dalam perkembangan sel telur. Sukumasavin (2007) menjelaskan bahwa tahap perkembangan sel sperma dimulai dari adanya rangsangan lingkungan yang diterima oleh otak, kemudian memerintahkan hipotalamusuntuk mensekresikan gonadotropin releasing hormone (GnRH) yang merangsang kelenjar hipofisa untuk mensekresikan hormon gonadotropin (GTH1 atau FSH) secara endokrin menuju testis untuk memproduksi testosteron. Di
16 dalam testis, testosteron merangsang perkembangan spermatogonia menjadi spermatosit kemudian menjadi spermatid. Kemudian GTH2 atau LH disekresikan untuk merangsang produksi hormon 11-Ketotestosterone yang merangsang terjadinya spermiogenesis atau perubahan spermatid menjadi spermatozoa. Begitu juga halnya pada perlakuan TC dan TD di hari ke-63 sel gamet yang ditemukan adalah sel telur pada fase peri nukleolar dan kromosom nukleus. Fujaya (2002) menjelaskan bahwa aktivitas vitelogenesis terjadi pada fase awal vitelogenik. Pada fase ini terjadi karena adanya rangsangan FSH yang berdifusi ke dalam sel teka kemudian menstimulasi terbentuknya testosteron yang kemudian berdifusi ke dalam sel granulosa untuk diubah oleh enzim aromatase menjadi estradiol-17β. Hormon ini kemudian masuk ke hati melalui aliran darah dan membentuk vitellin. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diduga pada fase vitellogenik nilai HSI akan meningkat. Berbeda halnya pada fase peri nukleolar dan fase kromosom nukleus yang ditemukan pada perlakuan TC dan TD yang belum terjadi proses vitellogenesis, diduga nilai HSI akan cenderung konstan. Menurut Bromage (1992) dan Lieberman (1995) pengaruh faktor lingkungan terhadap gametogenesis dibantu oleh hubungan anatara poros hipotalamus-pituitari dan gonad melalui proses stimulasi atau rangsangan. Hormon-hormon yang terlibat dalam proses ini adalah GnRH, GtH, dan steroid. Pemberian hormon secara eksogen dapat dilakukan melalui penyuntikan, pakan, dan implantasi. Penyutikan melalui kombinasi hormon pada masing-masing pelakuan merupakan jalan pintas atau pathway yang digunakan untuk memaksimalkan poros tersebut. Menurut Fitriliyani (2005), PMSG merupakan hormon yang memiliki biopotensi ganda dengan aktivitas FSH yang lebih dominan dibandingkan LH. Aktivitas FSH yang lebih tinggi diharapkan mampu menstimulasi organ target yaitu gonad untuk terjadinya perkembangan. Secara alamiah hipotalamusmemproduksi dopamin untuk menghambat sekresi FSH yang dilepaskan. Dopamin menghambat pematangan gonad dengan menstimulasi sekresi hormon penghambat perkembangan gonad (GIH) (Chen dan Zhuang 2003). Penggunaan antidopamin pada kombinasi hormon berperan sebagai penghambat kerja dopamin yang akan memblok sekresi FSH, sehingga aktivitas FSH yang terdapat pada PMSG mampu merangsang perkembangan gonad tanpa adanya blokade dari dopamin. Metoklopramid yang terkandung dalam senyawa antidopamin memberikan pengaruh untuk menekan efek dopamin dengan memblok reseptor melalui peningkatan pembakaran neuron nopamnergik (Donaldson et al. 1976). Teknologi recombinant growth hormone (rGH) telah banyak diaplikasikan, khususnya pada rekayasa percepatan pertumbuhan terhadap larva ikan. Penggunaan rGH terhadap rangsangan pematangan gonad ikan belum banyak diaplikasikan, namun demikian pada penelitian yang dilakukan oleh Ramdani (2013) penggunaan rGH pada kombinasi hormon PMSG dan antidopamin yang diberikan pada udang vanname secara oral memberikan persentase induk matang gonad sebesar 80% selama 28 hari (data belum dipublikasikan). Penggunaan rGH pada penelitian kali ini diharapkan dapat merangsang pecepatan kematangan gonad ikan sidat. Ada beberapa bukti yang menunjukkan GH memainkan peran penting dalam proses reproduksi. Lobie et al. (1990) menjelaskan keberadaan reseptor GH pada mencit jantan ditemukan dimana-mana dalam sistem reproduksi, termasuk sel Leydig dan sel Sertoli, vas deferens, prostat, ductus
17 epididimis dan vesikula seminalis. Selain itu, ditemukan pula keberadaan insulinlike growth factor (IGF) dan IGF-I dalam ovarium, yang diyakini merupakan bagian yang diatur oleh sistem regulasi intra-ovarium (Codner dan Cassorla 2002). Dalam penelitian in vitro menunjukkan bahwa IGF-I meningkatkan stimulasi sel granulosa, dan bersamaan dengan FSH dalam stimulasi progesteron oleh sel granulosa, serta sumbu GH-IGF berpengaruh pada proses spermatogenesis dan sekresi androgen (Codner dan Cassorla 2002).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penggunaan PMSG, PMGS+Antidopamin, PMGS+Antidopamin+rGH dan PMSG+HCG sebagai induksi hormonal calon induk sidat efektif digunakan untuk
maturasi dan mengetahui status seksual calon induk sidat Anguilla bocolor hasil budidaya. Kombinasi terbaik untuk maturasi adalah PMSG + antidopamin + rGH. Calon induk dengan bobot 120,4-207,8 g dengan panjang 40,9-43,1 adalah jantan, bobot 274,8 g dengan panjang 47 cm adalah sidat dengan peralihan kelamin, bobot 323,4 dengan panjang 53 cm adalah betina dilihat dari morfologi gonad dan pengamatan secara histologis. Saran Induksi pematangan gonad ikan sidat disarankan menggunakan kombinasi hormon PMSG+antidopamin+rGH dengan ikan sidat berukuran 150-250 g untuk sidat jantan dan ≥ 350 g untuk sidat betina dari hasil budidaya. Kajian lebih lanjut perlu dilakukan untuk penentuan dosis optimal dari kombinasi hormon PMSG, rGH dan antidopamin sebagai inisisasi pematangan gonad calon induk sidat.
DAFTAR PUSTAKA Aida K, Katsumi T, Kohei Y. 2003. Eel Biology. Tokyo (JP): Springer. 497p. Alimuddin, Lesmana I, Sudrajat AO, Carman O, Faizal I. 2010. Production andbioactivity potential of three recombinant growth hormones of farmed fish. Indonesian Aquaculture Journal.5:11-16. Amin M. 1998. Observation on Reproduction Techniques Applicable to the European Eel Anguilla anguilla. Alexandria (EG): National Institute of Oceanography and Fisheries. Beullens K, Eding EH, Gilson P, Oliver F, Komen J, Ritcher CJJ. 1997. Sex differentiation, changes in lenght, weight and eye size before and after metamorphosis of European eel (Anguilla anguilla L.) maintained in captivity. Aquaculture. 153: 151-162. Bieniarz K, Epler P. 1977. Investigation on inducing sexual maturity in the male eel Anguilla anguilla L. J. Fish Biol.10: 555-559 Blazer V.S. 2002. Histopathological assesment of gonadal tissue in wild fishes. Fish Physiol Biochem.26:85-101.
18 Bromage NR. 1992. Propagation and stock improvement.Di dalam : Sheperd CJ and Bromage NR. 1992. Intensive Fish Farming. London (UK): Black well Scientific Pubilcation. 420p. Chen L, Zhuang X. 2003. Transgenic mouse model of dopamine deficiency. Annals of Neurology. 54:91-100. Codner E, Cassorla F. 2002. Growth hormone and reproductive function. Molecular and Cellular Endocrinology. 186: 133-136 Correia AT, Manso S, Coimbra J. 2009. Age, growth and reproductive biology of the European conger eel. Fisheries Research. 99: 196-202. Donaldsen C, Mardsen, Pringger E, Jenner and Miller, R. 1976. Metoclopramide and dopamine reseptor blockade. Neuropharmachology. 15:463-469. Febriana C. 2010. Rekayasa maturasi ikan patin siam Pangasionodon hypopthalmus dengan kombinasi penyuntikan hormon PMSG dan HCG serta penambahan vitamin mix 100 mg/kg Pakan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fingerman M. 1997. Roles of neurotransmitter in regulating reproductive hormone release and gonadal maturation in decapods crustacean. Invertebrate Reproduction Development. 31: 47-54. Fitriliyani I. 2005.Pembesaran larva ikan gabus (Chana striata) dan efektifitas induksi hormon gonadotropin untuk pemijahan induk [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fujaya Y. 2002. Fisiologi Ikan. Makassar (ID): Universitas Hassanuddin. Guraya SS. 1996. Recent advances in the functional of morphology of follicular wall. egs surface components and mycrophyle in the fish ovary. Di dalam: J.S Datta Munshi and H.M Dutta. 1996. Fish Morphology: Horizon of New Research. New Hampshire (USA): Science publisher Inc. 249-259p. Hafez ES. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7 th Ed. Lea & Febiger. Philadelphia. (US): 385-393. Handari, S.S. 1983. Metode Pewarnaan (histologi dan histokimia). Jakarta (ID): Bhratara Karya Aksara. Hardjopranjoto, S. 2000. Endokrinologi Umum. Surabaya (ID): Universitas Airlangga. Herianti I. 2005.Rekayasa lingkungan untuk memacu perkembangan gonad ikan sidat (Anguilla bicolor).Oseanologi dan Limnologi di Indonesia.37: 2-41. Huisman EA. 1987. The Principles of Fish Culture Production. Netherland (NL): Wageningen University. Ijiri S, Kabaya T, Takeda N, Tachiki H, Adachi S, Yamauchi K. 1998. Pretreatment Reproductive Stage and Oocyte Development Induced by Salmon Pituitary Hormogenate in The Japanese Eel Anguilla Japonica. Fisheries Science.64 : 531 – 537. Kamil MT. 2000. Pengaruh kadar asam Lemak n-6 yang berbeda pada kadar asam lemak n-3 tetap pada pakan terhadap pertumbuhan ikan sidat Anguilla bicolor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kagawa H, Tanaka H, Ohta H, Unuma T, Nomura K. 2006. The first success of glass eel production in the world: basic biology on fsh reproduction advances new applied technology in aquaculture. Fish Physiol Biochem. 31: 193-199.
19 Le Gac F, Blaise O, Fostier A, Le Bail PY, Loir M, Mourot B, Weil C. 1993. Growth hormone (GH) and reproductive: a review. Fish Phsyol. Biochem. 11: 219-232. Lieberman E. 1995. A Guide to the Application of Endocrine Techniques in Aquaculture.Argent Laboratories Press.40 p. Lobie PE, Breipohl W, Aragon JG, Waters MJ. 1990. Cellular localization of the growth hormone receptor/binding protein in the male and female reproductive systems. Endocrinology. 126: 214–221. Matty AJ. 1985. Fish Endocrinology. Oregon (US): Croom Helm London and Sydney Timber Press. 267p. Moore Jr, Ward DN. 1980. Pregnant mare serum gonadotropin: rapid chromatographic procedures for thepirification intact hormon andisolation subunits. The Journal of Biological Chemistry. 255: 6923-6929. Nath P. 1999. Aspect of Teleostei vitellogenesis, editor. Saksena DN. Ichtyology. Recent Reseach Advances. Scienec Publisher Inc ( USA): 249-259. Ohta H , Kagawa H, Tanaka H, Okuzawa K. dan Hirose K. 1996. Milt production in the Japanese eel Anguilla Japonica induced by repeated injections of human chorionic gonadotropin. Fisheries Science. 62: 44-49. Ramdani H. 2013. Rekayasa hormonal pada udang vaname selama 28 hari sebagai pengganti teknik ablasi mata dalam usaha percepatan pematangan gonad [skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rovara O. 2007. Karakteristik reproduksi, upaya maskulinasi dan pematangan gonad ikan sidat betina (Anguilla bicolor bicolor) melalui penyuntikan ekstrak hipofisa [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sakamoto T, McCormick SD, Hirano T. 1993. Osmoregulatory actions of growth hormone and its mode of action in salmonids: a review. Fish Physiol Biol. 11: 155-164. Setiawan IE, Amarullah H, Mochioka N. 2003. Kehidupan Awal dan Waktu Berpijah Sidat Tropik.Anguilla sp. Prosiding Sumberdaya Perikanan Sidat tropik, UPT Baruna Jaya, BPPT.Hal.11-17. Smigielski AS. 1975. Hormonal-induced of the winter floundder. Fishery Bulletin. 2: 431-439 Sukumasavin N. 2007. Fish Reproduction. Advances Freshwater Aquculture. Bangkok (TH): Departemen of Fisheries.137-138p. Takashima F, Hibiya T. 1995. An Atlas of Fish Histology: Normal and Pathological Fetaure 2ed, editor. Tokyo Kodansha. New York (US): 195 p. Tesch, F.W. 1977. The Eel-Biology and Management of Anguillid Eels.London (UK): Chapman and Hall. Tomkiewizc J, Tanja MN, Pedrsen JS. 2011. Assessment of testis development using induced spermatogenesis in the European eel Anguilla anguilla. Marine and Coastal Fisheries. 3: 106-118 Van Der Kraak G, Rossenblum PM, Peter RE. 1990. Growth hormone-dependent potentiation of gonadotropin-stimulated steroid production by ovarian follicles of the goldfish. Gen. Comp. Endocrinol. 79: 233-239. Wibisono, R. 2012. Induksi pematangan gonad belut sawah Monopterus albus dengan kombinasi hormon dan antidopamin [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
20
LAMPIRAN Lampiran 1 Layout wadah penelitian
21 Lampiran 2 Proses penyuntikan ikan sidat
Lampiran 3 Proses pembuatan preparat histologi Fiksasi, gonad dipotong melintang setebal sekitar 0,5 cm dimasukkan ke dalam larutan bouin atau BNF selama 24-48 jam agar semua jaringan terfiksasi selanjutnya dicuci dengan etanol 70% hingga warna kuning hilang. Dehidrasi, potongan gonad dicuci secara bertahap dengan etanol 70% sebanyak 4 kali, etanol 80% 2 kali, etanol 90% 2 kali, etanol 96% sekali dan etanol absolut sekali masing-masing selama 30 menit. Clearing, potongan gonad dimasukkan ke dalam toluol selama semalam. Impregnasi atau infiltrasi, setelah potongan gonad terlihat jernih dimasukkan ke dalam campuran xylol - parafin (1 : 1) selama 30 menit, parafin I, II dan III masing - masing selama 50 menit dilakukan dalam oven dengan suhu 56°C. Embedding atau penanaman, potongan gonad dimasukkan ke dalam cetakan karton berisi parafin cair panas, diatur letaknya sesuai arah pemotongan dan dibiarkan sampai membeku. Sectioning atau pemotongan, blok parafin berisi potongan gonad diletakkan pada holder selanjutnya dipotong tipis-tipis menggunakan rotary-microtome sehingga menghasilkan coupes berukuran sekitar 6 μm., sejumlah coupes diletakkan di atas kaca benda yang telah diulas dengan albumin Mayer kemudian ditetesi akuades lalu diletakkan di atas hotplate dengan suhu 40-50°C. Setelah kering dilakukan deparafinisasi dengan memasukkannya ke dalam xylol selama 30 menit. Staining atau pewarnaan, sediaan mikroanatomi gonad diambil dari dalam xylol dilap dengan kertas filter, dicelupkan ke dalam etanol 96% beberapa kali selanjutnya dimasukkan berturut-turut beberapa kali celupan ke dalam etanol 90%, 80%, 70%, 60%, 50%, 40%, 30% dan akuades. Setelah itu dimasukkan ke dalam zat warna HE selama 8 detik lalu dicuci dalam air mengalir selama 10 menit, dimasukkan dalam
22 akuades beberapa kali celupan. Kemudian berturut-turut dimasukkan beberapa kali celupan ke dalam etanol 30%, 40%, 50%, 60%, 70%. Selanjutnya dimasukkan ke dalam zat warna Eosin selama 1-2 menit. Tahap berikutnya sediaan berturut-turut dimasukkan beberapa kali celupan ke dalam etanol 70%, 80%, 90% dan 96% lalu dilap dengan kertas filter. Mounting, sediaan kembali dimasukkan ke dalam xylol selama 10 menit, diangkat dan sebelum kering ditetesi dengan canada balsem lalu ditutup dengan gelas penutup.
23
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Serang tanggal 25 Mei 1991 dari Ayah Wahyudi Cahyono dan Ibu Atun Sumiati. Penulis merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui yaitu SMAN 2 Kota Serang dan lulus pada tahun 2009.Pada tahun yang sama penulis diterima masuk IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah magang di Balai Budidaya Air Sukabumi, Jawa Barat pada tahun 2010 dengan memilih komoditas ikan gurame dan Balai Budidaya Air Payau Situbondo Jawa Timur tahun 2011 dengan memilih komoditas ikan kerapu. Tahun 2012 penulis melakukan praktek lapangan akuakultur di PT. Nuansa Ayu Karamba Adm. Kepulauan Seribu, komoditas ikan bandeng. Penulis juga pernah menjadi Asisten mata kuliah Dasar-dasar Mikobiologi Akuatik semester genap tahun ajaran 2011/2012 dan semester ganjil 2012/2013, Fisiologi Reproduksi Organisme Akuatik semester ganjil tahun ajaran 2012/2013. Penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur Institut Pertanian Bogor divisi KKM periode 2009-2010, dan divisi kewirausahaan periode 2011-2012, serta kepanitiaan acara Aquaculture Festival sebagai ketua divisi logistik dan transportasi pada tahun 2012. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi pada jenjang S1 ini diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Induksi Maturasi Ikan Sidat (Anguilla bicolor) dengan Menggunakan Kombinasi Hormon Berbeda”.