Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
RESPON KONSUMSI TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERBAU YANG DIBERI KONSENTRAT DENGAN FREKUENSI YANG BERBEDA (Feed Consumption Response to Different Concentrate Feeding Frequency of Buffalo in Relation to Enviroment) H.K. MARTANTO, S. DARTOSUKARNO, SUGIHARTO dan A. PURNOMOADI Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang
ABSTRACT This research was aimed at study the influence of concentrates feeding frequency on feed consumption of buffalo as a response to the environmental change. Eight buffaloes with initial weight at 132.43 kg (CV = 10.34%) were used in this study. The buffaloes were fed with rice straw (given at 0.7% of body weight) and concentrate (provided 2.8% of body weight). The study was arranged based on Completely Randomized Design (CRD) for two treatments (with four replications), namely T1 (3× daily frequency feeding) and T2 (6× daily frequency feeding). Parameters measured were relationship (correlation) between temperature or humidity (RH) with DM intake (kg/day). Results showed that the strength of correlation between temperature with feed intake in buffalo receiving T1 (r = 0.141) was very weak, and T2 (r = 0.571) was medium as well as the correlation value between humidity with feed intake in buffalo receiving T1 (r = 0,024) was very weak and T2 (r = 0.382) was weak. It is concluded that buffalo receiving T2 has a physiological responses more sensitive to the buffalo receiving T1. Key Words: Buffalo Mud, Feeding Frequency, Consumption ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui pengaruh pemberian konsentrat yang diberikan dengan frekuensi berbeda pada konsumsi kerbau sebagai respon terhadap perubahan lingkungan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan 8 ekor kerbau dengan bobot awal 132,43 kg (CV = 10,34%). Kerbau tersebut dipelihara dengan pakan berupa jerami (diberikan 0,7% dari bobot badan) dan konsentrat (diberikan 2,8% dari bobot badan). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan (dan 4 ulangan) yaitu, T1 (frekuensi pemberian konsentrat 3 kali/hari) dan T2 (frekuensi pemberian konsentrat 6 kali/hari). Parameter yang diamati adalah hubungan (korelasi) antara temperatur dan kelembaban (RH) dengan konsumsi BK pakan (kg/hari). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai korelasi (r) antara temperatur dengan konsumsi BK pakan pada kerbau T1 (r = 0,141) sangat lemah, dan T2 (r = 0,571) sedang, demikian pula dengan nilai korelasi (r) antara kelembaban dengan konsumsi BK pakan T1 (r = 0,024) sangat lemah dan pada T2 (r = 0,382) lemah. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kerbau yang diberi pakan T2 mempunyai respon fisiologis yang lebih sensitif daripada kerbau yang diberi pakan T1. Kata Kunci: Kerbau Lumpur, Frekuensi Pakan, Respon Konsumsi
PENDAHULUAN Ternak potong merupakan salah satu penghasil pangan berupa daging yang memiliki nilai gizi dan nilai ekonomi yang tinggi. Namun, perhatian pada perkembangan ternak ini masih sangat minim. Hal ini tampak dari semakin menurunnya populasi kerbau dari tahun ke tahun di Indonesia. Penurunan
158
populasi salah satunya disebabkan oleh rendahnya produktivitas kerbau, yang sebenarnya kemungkinan kuat karena faktor pakan yang buruk. Frekuensi pemberian pakan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan konsumsi dan efisiensi pemanfaatan pakan. Seringnya memberi pakan maka ruminasi akan bertambah, aliran saliva banyak, output
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
mikroba lebih banyak, daya cerna bahan kering meningkat, pertambahan bobot badan lebih tinggi dan efisien pakan lebih baik (ARORA, 1989). Frekuensi pakan dapat menyebabkan perbedaan kondisi fisiologis pada ternak. Ternak yang lebih sering diberi pakan akan menyebabkan meningkatnya laju metabolisme tubuh sehingga menyebabkan suhu rektal, denyut nadi dan frekuensi nafas mengalami peningkatan dibandingkan dengan ternak yang diberi pakan tidak terlalu sering. Dijelaskan lebih lanjut peningkatan frekuensi nafas dan suhu tubuh akan berpengaruh dengan meningkatnya denyut nadi. Umumnya pada siang hari dengan suhu yang lebih panas, maka denyut nadi, respirasi dan suhu rektal lebih meningkat dibandingkan dengan malam hari (MA’SUM dan KEMAN, 1991). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui seberapa besar pengaruh frekuensi pemberian konsentrat yang diberikan secara berbeda terhadap respon fisiologis ternak. MATERI DAN METODE Materi yang digunakan adalah 8 ekor kerbau jantan dengan kisaran umur 1 tahun. Bobot badan kerbau jantan yang digunakan dalam penelitian yaitu 132,4 kg (CV = 10,34%). Peralatan yang digunakan meliputi: (a) Timbangan ternak merk Sima kapasitas 2000 kg dengan tingkat ketelitian 1 kg untuk menimbang sapi; (b) Timbangan gantung merk Pocket Scale kapasitas 50 kg dengan ketelitian 0,5 kg untuk menimbang pakan (hijauan); (c) Timbangan elektrik merk Acis berkapasitas 7,5 kg dengan ketelitian 0,5 g untuk menimbang konsentrat; (d) Hygrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban; (e) Thermometer Rectal untuk mengukur suhu tubuh ternak;
(f) Stethoscope digunakan untuk mendeteksi denyut nadi; (g) Stopwatch untuk menghitung frekuensi waktu. Bahan pakan yang digunakan selama penelitian terdiri dari konsentrat yang tersusun atas ampas teh, bekatul dan onggok serta mineral sebagai tambahan. Jumlah total konsentrat yang diberikan dalam sehari adalah 2,8% dari bobot badan (BB) yang diberikan 3 kali dan 6 kali masing masing pada pukul 08.00, 16.00, 24.00 WIB dan pukul 08.00, 12.00, 16.00, 20.00, 24.00, 04.00 WIB, sedangkan total jerami diberikan 0,7% BB. Sisa pakan ditimbang setiap pagi hari, jumlah pakan yang dikonsumsi dihitung dari jumlah pemberian dikurangi sisa. Kandungan nutrisi bahan pakan ini ditunjukkan pada Tabel 1. Pengambilan data dilakukan selama 10 minggu berturut-turut dengan mengukur kondisi fisiologis kerbau dan temperatur serta kelembaban kandang secara manual. Dalam satu minggu pengukuran dilakukan selama dua hari (Senin dan Kamis) pada pagi, siang, sore dan malam, untuk kemudian dirata-ratakan menjadi data mingguan. Pertambahan bobot badan harian ditentukan dengan cara menghitung selisih bobot awal dengan akhir dibagi lama pengamatan (10 minggu). Konsumsi pakan (BK) diukur setiap hari dengan menghitung selisih jumlah pakan yang diberikan denga jumlah pakan yang tersisa, dikalikan dengan kandungan BK pakan tersebut. Metode stasistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian hubungan (korelasi) temperatur dan kelembaban dengan konsumsi pakan (BK). Hubungan perubahan temperatur dan kelembaban dengan konsumsi pakan (BK) dianalisa dengan korelasi (r) (HASAN, 2003). Pedoman penentuan kekuatan korelasi menurut HASAN (2003) adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Kandungan nutrisi bahan pakan penelitian dalam 100% BK Bahan pakan
BK
Abu
LK
PK
SK
BETN
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - % - - - - - - - - - - - - - - -- - - - - - - - - - - Jerami
84,51
20,62
1,72
8,48
30,75
38,44
Konsentrat
84,10
14,17
1,10
16,45
14,20
54,09
159
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Konsumsi T1
Konsumsi T2
Linear (Konsumsi T1)
Linear (Konsumsi T2)
Konsumsi pakan (kg)
6,00
yT1 = -0,040x + 5,533 r = 0,141
5,00 4,00 3,00 2,00
yT2 = -0,464x + 16,26 r = 0,571
1,00 0,00 25,50
26,00
26,50
27,00
27,50
28,00
28,50
29,00
Temperatur (°C) Gambar 1. Hubungan antara temperatur dengan konsumsi Nilai r = 0,20 – 0,40 Nilai r = 0,40 – 0,70 Nilai r = 0,70 – 0,90 Nilai r = 0,90 – 1 Nilai r = 1
= lemah = sedang = kuat = kuat sekali = sempurna
HASIL DAN PEMBAHASAN Korelasi antara temperatur dan kelembaban lingkungan dengan konsumsi BK pakan total (kg) selama perlakuan ditampilkan pada Gambar 1 dan 2. Nilai korelasi antara temperatur dengan konsumsi BK pakan T1 (r = 0,141; sangat lemah), lebih rendah dibandingkan dengan pada T2 (r = 0,571; sedang). Dengan kata lain, konsumsi BK pakan terhadap temperatur pada T1 cenderung stabil, tetapi pada T2 terjadi penurunan seiring meningkatnya temperatur lingkungan. Kondisi tersebut diduga terjadi karena ternak T1 tidak banyak melakukan aktivitas terkait dengan makan (3× frekuensi pakan) dibandingkan dengan ternak T2 (6×), sehingga beban panas tubuh ternak T1 lebih sedikit dibandingkan dengan T2. Beban panas yang lebih rendah pada T1 ini memudahkan ternak melakukan termoregulasi dan mendorong ternak untuk stabil mengkonsumsi pakan. Akan tetapi, konsumsi pakan pada T2 cenderung menurun seiring bertambahnya suhu lingkungan karena beban
160
panas yang lebih tinggi sehingga ternak berusaha mengurangi panas tubuh dengan cara menurunkan konsumsi pakan. Menurut PARAKKASI (1999), temperatur lingkungan dapat memepengaruhi tingkat konsumsi pakan ternak. Dijelaskan lebih lanjut bahwa hal ini terkait dengan upaya ternak untuk mempertahankan suhu tubuh ternak pada kondisi normal, yang mana pada waktu temperatur lingkungan di atas optimum, maka ternak akan menurunkan konsumsi pakan, sebaliknya pada waktu temperatur lingkungan di bawah optimum, maka ternak akan menaikkan tingkat konsumsi pakan. Pada pengukuran kelembaban, diperoleh fenomena yang senada dengan yang terjadi pada korelasi konsumsi BK pakan dengan temperatur lingkungan di atas. Nilai korelasi antara kelembaban dengan konsumsi BK pakan total T1 (r = 0,024; sangat lemah), lebih lemah dibandingkan dengan pada T2 (r = 0,382; lemah). Perubahan konsumsi BK pakan kerbau terhadap kelembaban pada T1 cenderung stabil, tetapi pada T2 terjadi peningkatan seiring meningkatnya kelembaban lingkungan. Hubungan ini ditunjukkan pada Gambar 2. Secara teori, peningkatan kelembaban akan menurunkan konsumsi pakan, akan tetapi yang terjadi pada penelitian ini adalah sebaliknya. Hal ini terjadi karena peningkatan kelembaban tersebut, dalam penelitian ini, diikuti oleh
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Konsumsi T1
Konsumsi T2
Linear (Konsumsi T1)
Linear (Konsumsi T2)
Konsumsi pakan (kg)
6,00
yT1 = -0,001x + 4,594 r = 0,024
5,00 4,00 3,00 2,00
yT2 = 0,085x – 3,677 r = 0,382
1,00 0,00 78,00
80,00
82,00 84,00 Kelembaban (%)
86,00
88,00
Gambar 2. Hubungan antara kelembaban dengan konsumsi
turunnya temperatur lingkungan sehingga ternak berupaya menaikkan konsumsi pakan agar mendapatkan panas dari proses fermentasi pakan dan variasi perubahan kelembaban mikro kecil, sehingga ternak merasa nyaman pada kondisi tersebut. Menurut PARAKKASI (1999), kelembaban lingkungan dapat mempengaruhi mekanisme pengaturan panas tubuh, pada daerah dengan tingkat kelembaban tinggi akan memperlambat proses pengeluaran panas secara evaporasi melalui respirasi dan berkeringat. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kerbau jantan pada perlakuan T2 (6 kali pemberian) mendorong ternak untuk merespon perubahan lingkungan baik terhadap temperatur maupun kelembaban (dalam kaitan melakukan termoregulasi) lebih berat daripada T1 (3 kali). Dari pengamatan mingguan selama penelitian ini secara deskriptif tampak bahwa kerbau lumpur lebih mudah dipengaruhi oleh perubahan kondisi lingkungan. DAFTAR PUSTAKA ABIDIN, Z. 2006. Sapi Potong. Agro Media Pustaka, Jakarta.
ARORA, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. diterjemahkan oleh R. MURWANI. BLAKELY, J. dan D.H. BADE. 1994. Ilmu Peternakan. Edisi ke-6. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Diterjemahkan oleh SRIGANDONO B. HABEEB, A., M. ALNAIMY, I.F. MARAI and T.H. KAMAL. 1992. Heat Stress. In: Farm Animal and the Environment. Phillips, Sc. and D. Piggins (Ed). Cambridge University Press, New York. hlm. 125 – 127. HASAN, I. 2003. Pokok-pokok Materi Statistik 1. Statistik Deskriptif. Edisi Kedua. PT Bumi Aksara, Jakarta. ISNAENI, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius, Yogyakarta. MA’SUM, K. dan S. KEMAN. 1991. Respon faali sapi Madura jantan terhadap perbedaan altitude. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Grati. 1(2): 11 – 16. PARAKKASI, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Indonesian University Press, Jakarta. RASYID, A., MARIYONO, L. AFFANDHY dan M.A. YUSRAN. 1994. Tampilan fisiologis sapi Madura yang dipekerjakan di lahan kering dengan pakan berbeda. Pros. Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian Peternakan Lahan Kering. Malang, 26 – 27 Oktober 1994. Sub Balai Penelitian Ternak Grati. hlm. 325 – 327.
161
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
SOEPRAPTO, H. dan A. ZAINAL. 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. Cetakan I. Agro Media Pustaka, Jakarta. SUGENG, Y.B. 2005. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
162
WILLIAMSON, G. dan W.J.A. PAYNE. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Diterjemahkan oleh S.G.N. DJIWA DARMADJA.