Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
PEMBERIAN KONSENTRAT DENGAN LEVEL PROTEIN YANG BERBEDA PADA INDUK KAMBING PE SELAMA BUNTING TUA DAN LAKTASI (Different Level of Protein Content in Concentrate Offered to Etawah Cross Breed Does During Late Pregnancy and Lactation Period) UMI ADIATI, I-K SUTAMA, DWI YULISTIANI dan IGM BUDIARSANA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRACT A Study was conducted in order to increase meat and milk productivity as well as to improve body condition of Etawah cross breed (PE) does after lambing and to increase growth rate of preweaning kids through increase management during late pregnancy and lactation. Thirty heads of pregnant does (average body weight 40,82 kg) was used and placed in individual pen. Does was grouped into two group of feed treatment that are GO3 (protein content 15%) and GO4 (protein content 18%). After lambing each treatment was grouped into weaning treatment that were A (kids was weaned just after lambing) and B (kids was weaned after 3 months of age). All goat offered king grass as much as 4-5 kg/day/goat and concentrated was offered at 400 g/head/day. Results from this study indicated that body weight of does at late pregnancy was 47.51 kg, and body weight just before lambing was 54.5 kg; this showed that body weigth gain during late pregnancy was 137.82 g/head/day. Average body weight from late pregnancy up to weaning was GO3 (A) = 46.20 kg; GO3 (B) = 45.49 kg; GO4 (A) = 44.07 kg dan GO4 (B) = 41.44 kg. From data analysis indicated that GO3 significantly affect on body weight (P<0.05). Between G04 treatment there was a significant effect on body weight of kids between separated and unseperated to their does. Does body waight of unseperated treatment was lower than those of seperated. This was due to feed consumed which was used for maintaining body weight and producing. Mean litter size for GO3 and GO4 were 1.7 dan 1.6 respectively, with average litter size 1.65 head/doe. Birth weight of GO3 (3.73 kg) was lower than GO4 (3.75 kg). Average weaning weight of unseperated kids was 17.32 kg, while average weaning weight of separated kids was 10,85 kg. Milk production of GO3 was 6002.8 g/day significantly (P<0,05) higher than those of GO4 (4865.7 g/day).
Key words: Protein levels, PE does, pregnancy, lactation ABSTRAK Penelitian ini menggunakan ternak sejumlah 30 ekor induk Peranakan Etawah/PE (rataan BB 40,82 kg)yang sudah dalam keadaan bunting dan ditempatkan di kandang individu yang dilengkapi dengan bak pakan dan ember untuk minum. Ternak dikelompokkan menjadi dua kelompok perlakuan pakan konsentrat yaitu konsentrat GO3 (CP 15%) dan konsentrat GO4 (CP 18%). Ternak diberi ransum dasar berupa rumput raja sebanyak 4-5 kg/ekor/hari dan konsentrat 400 g/ekor/hari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan produksi daging dan susu kambing PE selama ternak dalam keadaan bunting tua dan masa laktasi serta memperbaiki kondisi induk setelah melahirkan dan meningkatkan pertumbuhan anak selama masa pra-sapih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat awal bunting tua rataan bobot badan induk 47,51 kg; sedangkan pada sesaat sebelum beranak rataan bobot badan adalah 54,5 kg; dengan demikian rataan pertambahan bobot badan selama bunting tua adalah 137,82 g/ekor/hari. Rataan bobot badan induk sejak awal bunting tua sampai dengan laktasi 3 bulan adalah sebagai berikut: GO3(A) = 46,20 kg; GO3 (B) = 45,49 kg; GO4 (A) = 44,07 kg dan GO4 (B) = 41,44 kg. Dari hasil analisa didapatkan bahwa perlakuan pakan GO3 berpengaruh nyata terhadap bobot badan (P<0,05). Sementara itu antar perlakuan pakan GO3 tidak ada perbedaan terhadap bobot badan, tetapi untuk antar perlakuan pakan GO4 anak yang dipisah didapat perbedaan
247
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
yang nyata (P<0,05) dibandingkan dengan pakan GO4 anak yang disatukan dengan induk. Bobot badan induk yang disatukan anaknya lebih kecil dibandingkan dengan anak yang dipisah dari induk. Hal ini mungkin disebabkan pakan yang dikonsumsi selain dipakai untuk mempertahankan kondisi tubuh juga untuk produksi susu. Rataan jumlah anak sekelahiran dari induk-induk pada kelompok pakan GO3 dan GO4 adalah 1,7 dan 1,6 ekor dengan rataan 1,65 ekor/induk. Bobot lahir pada perlakuan GO3 (3,73 kg) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan GO4 (3,75 kg). Rataan bobot sapih anak yang disatukan adalah 17,32 kg, sedangkan bobot sapih anak yang dipisah dari induk sejak lahir pada umur 3 bulan rataan bobotnya hanya mencapai 10,85 kg. Produksi susu dari induk yang mendapat pakan GO3 yaitu 6002,8 g/hari nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan produksi susu pada induk yang diberi pakan GO4 (4865,7 gr/hari).
Kata kunci: Level protein, Induk kambing PE, bunting, laktasi PENDAHULUAN Sejalan dengan peningkatan pendapatan dan pengetahuan masyarakat akan terjadi peningkatan kualitas konsumsi gizi, termasuk konsumsi protein asal ternak. Disamping daging dan telur, susu merupakan sumber protein hewani, yang berasal dari sapi perah. Terbatasnya daerah yang sesuai untuk pengembangan sapi perah di Indonesia menjadikan produksi susu sapi nasional belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga perlu dilakukan impor (DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 1995). Disamping itu pemeliharaan sapi perah memerlukan investasi modal yang cukup besar sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat petani kecil di pedesaan. Diversifikasi sumber produksi susu yang dapat diusahakan di seluruh wilayah Indonesia perlu dicari, dan ternak kambing merupakan alternatif pilihan. Saat ini di Indonesia belum ada ternak kambing khusus untuk produksi susu. Kambing Peranakan Etawah (PE) yang dianggap mempunyai potensi untuk menghasilkan susu, memiliki kemampuan produksi susu yang relatif masih rendah dengan tingkat keragaman tinggi: 1,5-3,5 liter per hari. Konsekuensinya pertumbuhan anak masih relatif lambat yaitu: 60-100 gram/hari dan sering terjadi kematian anak pra-sapih yang cukup tinggi (OBST dan NAPITUPULU, 1984; SUTAMA et al., 1995). Oleh karena itu, pemeliharaan ternak ini untuk tujuan produksi susu jadi kurang efisien. Sementara itu pemasukan ternak kambing tipe perah umumnya berasal dari daerah sub tropis ke Indonesia akan menemui masalah adaptasi dan mutu pakan yang umumnya relatif rendah. Pengembangan peternakan kambing dwiguna (produksi daging dan susu) akan meningkatkan status gizi masyarakat di pedesaan melalui konsumsi susu dan daging kambing hasil produksi petani sendiri. Dengan demikian secara nasional pengembangan ternak kambing dwiguna di Indonesia akan sangat membantu program pembangunan di bidang kesehatan, disamping sebagai sumber pendapatan baru sub sektor peternakan. Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu meningkatkan produksi daging dan susu kambing PE melalui perbaikan kualitas pakan yang diberikan selama ternak dalam keadaan bunting tua dan masa laktasi, dan untuk memperbaiki kondisi induk setelah melahirkan dan meningkatkan pertumbuhan anak selama masa pra-sapih. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan di kandang percobaan Balai Penelitian Ternak Ciawi. Ternak yang digunakan sebanyak 30 ekor induk yang sudah dalam keadaan bunting dengan rataan bobot badan awal kebuntingan adalah 40,82 kg dan ditempatkan di kandang individu yang dilengkapi dengan bak pakan dan ember untuk minum. Ternak dikelompokkan menjadi dua kelompok perlakuan pakan 248
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
konsentrat yaitu konsentrat GO3 (CP 15%) dan konsentrat GO4 (CP 18%). Ternak diberi ransum dasar berupa cacahan rumput raja segar sebanyak 4-5 kg/ekor/hari dan konsentrat sebanyak 2% dari bobot badan (konsumsi konsentrat yang diberikan sebanyak 800 gr/ekor/hari dalam bentuk pakan). Komposisi konsentrat dapat dilihat pada Tabel 1. Konsumsi pakan diukur dengan menimbang pakan yang diberikan dan juga menimbang residu setiap hari sedangkan bahan kering pakan diukur seminggu sekali dengan mengambil dari sub sampel pakan yang diberikan dan pakan sisa. Penimbangan bobot badan dilakukan 2 minggu sekali. Sedangkan untuk mengukur produksi susu dilakukan pemisahan anak sejak lahir, namun kolustrum diberikan selama tiga hari dan dari masingmasing kelompok diambil sampel sebanyak 6 ekor induk (3 ekor beranak tunggal dan 3 ekor beranak kembar). Produksi susu diukur setiap hari selama tiga bulan laktasi. Pemerahan susu dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari jam 8.00 dan sore hari pada jam 16.00. Parameter yang diukur adalah: konsumsi pakan, perubahan bobot badan induk, jumlah anak sekelahiran, berat lahir, berat sapih dan produksi susu. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan model linier umum (GLM) dan untuk membantu proses perhitungannya digunakan paket program SAS. Tabel 1. Komposisi pakan konsentrat Konsentrat
Bahan GO3 (kontrol)
GO4
Wheat Pollard
80
59,5
Dedak padi
0
9
11,5
23
Bungkil kedele Molases Mineral top mix
5
5
0,5
0,5
DCP
1
1
Garam dapur
1
1
Kapur (CaCO3)
1
1
15,035
18,096
17,483
21,041
2,2268
2,2249
CP(%) : DM=86% DM=100% Energi (Mcal/kg)
249
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas kambing Peranakan Etawah induk selama bunting tua sampai dengan laktasi 3 bulan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produktivitas induk kambing PE GO3 (A)
GO3 (B)
GO4 (A)
GO4 (B)
N=6
N=9
N=6
N=7
BB induk awal bunting tua (kg)
48,90 ± 9,3
47,22 ± 6,1
48,43 ± 9,0
45,47 ± 3,6
BB induk sebelum beranak (kg)
54,24 ± 5,7
56,24 ± 6,0
56,27 ± 4,1
51,40 ± 7,4
PBB induk selama bunting tua (g/e/h)
143,3±32,5
150,37 ± 22,0
128,70 ± 61,6
128,89± 83,0
BB induk sesaat setelah beranak (kg)
50,30 ± 8,9
47,04 ± 6,1
44,20 ± 5,3
42,72 ± 2,0
BB induk pada saat 3 bulan laktasi
36,80 ± 3,3
38,35 ± 3,3
40,98 ± 8,3
35, 10 ± 6.9
PBB induk selama 3 bln laktasi
-108,3±49,3
-87,2 ± 45,5
-86,81 ± 78,5
-111,64±57,9
541,4±55,3
523,21±40,45
501,84±18,26
461,4±48,90
680
680
680
680 1141,4±48,90
Uraian
Konsumsi bahan kering (g/e/h) Rumput Konsentrat
1221,4±55
1203,2±40,45
1181,8±18,26
BB lahir/induk (kg)
Total
5,10 ± 1,1
5,55 ± 1,5
5,40 ± 1,5
6,70 ± 1,5
BB sapih/induk (kg)
11,40 ± 3,8
17,43 ± 4,1
10,30 ± 4,6
17,20 ± 3,6
PBB anak/induk(g/h)
73,78± 35,3
131,94 ± 48,9
53,33 ± 48,4
116,67 ± 46,6
9
13
9
13
7
11
7
6
22,22
15,38
22,22
53,85
Jumlah anak yang lahir (ekor) Jumlah anak yang disapih (ekor) Kematian prasapih (%)
Keterangan: A : Anak dipisah dari induk sejak lahir B : anak disatukan dengan induk
Perubahan bobot badan induk Rataan bobot badan induk pada saat dimulai penelitian adalah 37,74 kg. Pada saat mulai bunting tua rataan bobot badan induk menjadi 47,51 kg; sedangkan pada saat sebelum beranak rataan bobot badan adalah 54,5 kg. Dengan demikian rataan pertambahan bobot badan selama bunting tua adalah 137,82 g/ekor/hari. Rataan bobot badan induk sejak awal bunting tua sampai dengan laktasi 3 bulan adalah sebagai berikut: GO3 (A) = 46,20 kg; GO3 (B) = 45,49 kg; GO4 (A) = 44,07 kg dan GO4 (B) = 41,44 kg. Dari hasil analisa didapatkan bahwa perlakuan pakan GO3 berpengaruh nyata terhadap bobot badan induk (P<0,05) yang mendapat pakan GO4. Sedangkan 250
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
antar perlakuan pakan GO3 tidak ada perbedaan terhadap bobot badan induk yang anaknya dipisahkan dengan yang tidak dipisahkan. Antar perlakuan pakan GO4, bobot induk dengan anak yang dipisah didapat perbedaan yang nyata (P<0,05) dibandingkan dengan bobot induk yang tidak dipisahkan anaknya. Bobot badan induk yang disatukan anaknya lebih kecil dibandingkan anak yang dipisah dari induk. Hal ini mungkin disebabkan pakan yang dikonsumsi selain dipakai untuk mempertahankan kondisi tubuh, juga untuk produksi susu yang dihasilkan induk. Kemungkinan juga produksi susu dari induk yang menyusui anak lebih banyak. Hal ini dimungkinkan karena produksi susu dipengaruhi oleh rangsangan dari isapan anak. Perubahan bobot badan induk selama 3 bulan laktasi untuk anak yang disatukan adalah –99,4 g/ekor/hari. Hasil ini lebih rendah dibandingkan penelitian sebelumnya yaitu perubahan bobot badan yang didapat selama 6 minggu laktasi –45 gr/ekor/hari (ADIATI et al., 1999). Demikian juga yang dilaporkan oleh YULISTIANI et al. (1999) bahwa rataan perubahan bobot badan induk selama laktasi adalah –21,56 gr/ekor/hari. Perkembangan fisiologis induk kambing PE digambarkan dalam bentuk kurva perubahan bobot badan seperti ditunjukkan dalam Grafik 1. Jumlah anak sekelahiran (litter size) Rataan jumlah anak sekelahiran dari induk-induk pada kelompok pakan GO3 dan GO4 adalah 1,7 dan 1,6 ekor dengan rataan jumlah anak sekelahiran 1,65 ekor (Tabel 2). Hasil yang didapat ini lebih rendah dibanding dengan laporan SUBANDRIYO et al. (1995) yang mengamati jumlah anak sekelahiran kambing PE di daerah sumber bibit Purworejo yakni sebesar 1,71 ekor. Namun hasil penelitian ini lebih besar dibandingkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh ADIATI et al. (1999) yaitu 1,5 ekor. Hal ini kemungkinan disebabkan umur kambing PE induk yang dipergunakan pada penelitian ini lebih tua seperti yang diutarakan SETIADI (1997).
60 BOBOT BADAN (KG)
55 50 45 40 35 30 7
8
9
10
Lahir
11
12
13
14
15
16
WAKTU PENIMBANGAN (MINGGU)
Rataan GO3 anak dipisah Rataan GO4 anak dipisah
Rataan GO3 anak disatukan
Rataan Go4 anak disatukan
Grafik 1. Perubahan bobot badan induk kambing PE selama bunting tua sampai dengan 3 bulan laktasi.
251
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
Bobot lahir Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot lahir pada perlakuan GO3 (3,73 kg) tidak berbeda nyata dengan bobot lahir pada perlakuan GO4 (3,75 kg). Hasil ini lebih baik daripada yang didapatkan oleh SUTAMA et al. (1997) yang melaporkan bahwa bobot lahir kambing PE rata-rata 3,6 kg. Bobot sapih Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa bobot sapih pada anak yang disatukan dengan induk sampai dengan umur 3 bulan baik yang mendapatkan perlakuan pakan GO3 maupun GO4 berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan anak yang dipisah sejak lahir. Rataan bobot sapih anak yang disatukan adalah 17,32 kg, sedangkan bobot sapih anak yang dipisah dari induk sejak lahir pada umur 3 bulan rataan bobotnya hanya mencapai 10,85 kg. Rendahnya bobot sapih pada anak yang dipisah dari induk sejak lahir disebabkan oleh kurangnya anak kambing memperoleh air susu. Selain itu juga karena air susu yang diberikan bukan dari induknya melainkan dari susu sapi sebagai susu penggantinya. Sedangkan apabila bobot sapih dilihat dari jenis kelaminnya maka diperoleh bobot sapih anak jantan lebih tinggi dari anak betina 12,98 kg vs 12,17 kg. Hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan yang dilaporkan oleh SUTAMA et al. (1995) yang mendapatkan bobot sapih anak jantan 11,8 kg dan anak betina 10,5 kg. Pertumbuhan anak Laju pertumbuhan kambing PE anak yang disatukan dengan induk nyata (P<0,05) lebih cepat dibandingkan dengan anak yang dipisah sejak lahir dari induk baik yang mendapat perlakuan pakan GO3 maupun pakan GO4 (Tabel 2). Pertumbuhan anak dari induk yang diberi pakan GO3 (131,94 g/e/h) lebih baik dibandingkan dengan anak dari induk yang diberi pakan GO4 (116,67 g/e/h). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Grafik 2 yaitu pertumbuhan anak kambing PE sejak lahir sampai dengan sapih umur 3 bulan. Mortalitas Kematian kambing anak pada masa pra-sapih tertinggi terjadi pada anak yang disatukan dengan induk yang mendapat pakan GO4 yaitu mencapai 53.85% dan terendah pada anak yang disatukan dengan induk yang mendapat perlakuan pakan GO3. Sementara tingkat kematian pada anak yang dipisah dari induk sejak lahir mencapai 22,22%. Tingginya tingkat kematian anak pada perlakuan GO4 terjadi pada anak dengan tipe kelahiran kembar 2 dan kembar 3. Sedangkan pada anak yang dipisah dari induk sejak lahir, kematian banyak disebabkan karena manajemen pemeliharaan yang belum dapat diatasi secara baik. Hasil ini menunjukkan secara jelas bahwa anak kambing sangat tergantung kepada susu induk. DEVENDRA dan BURN (1994) menyatakan bahwa anak kambing sepenuhnya tergantung pada susu induk sampai umur kurang lebih 7-8 minggu setelah lahir. Produksi susu Produksi susu harian selama 3 bulan laktasi sangat beragam dan berfluktuasi (Grafik 3). Produksi susu dari induk yang mendapat pakan GO3 yaitu 6002,8 g/hari nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan produksi susu pada induk yang diberi pakan GO4 (4865,7 g/hari). Dari hasil 252
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
BOBOT BADAN (Kg)
penelitian ini terlihat bahwa perlakuan pakan GO3 memberikan respon yang baik dibanding dengan pakan GO4. Rataan produksi susu dari induk dengan perlakuan pakan GO3 tertinggi terjadi pada minggu kedua dengan rataan 7.706,67 g/hari dan produksi ini terus menurun sampai dengan rataan produksi 1585 g/hari. Sementara itu rataan produksi susu dari induk yang mendapat perlakuan pakan GO4 tertinggi terjadi pada minggu pertama yaitu 6258,33 g/hari dan produksi terendah yaitu 323 g/hari. Produksi susu kambing sangat dipengaruhi oleh umur ternak, masa laktasi dan faktor lainnya seperti tatalaksana pemeliharaan, pakan serta penyakit. Selain itu produksi susu dipengaruhi juga oleh proses penyusuan, dimana proses penyusuan dapat meningkatkan produksi susu induk dan
14 12 10 8 6 4 2 0 lahir
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
WAKTU (Minggu)
Pakan G03 (0 bln) Pakan G04 (0 bln)
Pakan G03 (3 bln) Pakan G04 (3 bln)
akan menurun tajam ketika anak disapih (SANFIORENZO dalam DEVENDRA, 1975). Grafik 2. Perubahan bobot badan kambing PE anak
253
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
TOTAL PRODUKSI SUSU (Gram)
8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
W A K T U (M in g g u ) PA K A N G O 3
PA K A N G O 4
Grafik 3. Rataan produksi susu harian kambing PE induk selama 3 bulan laktasi KESIMPULAN Bobot badan induk selama laktasi terjadi penyusutan baik untuk anak yang disatukan maupun yang dipisah dari induk. Induk yang diberi pakan GO3 rataan bobot badannya nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan induk yang diberi pakan GO4. Total konsumsi bahan kering untuk induk yang mendapat pakan GO3 adalah 1210,2±45,36 g/ekor/hari, sedangkan untuk ternak yang mendapat pakan GO4 yaitu 1156,1±44,96 g/ekor/hari. Penampilan anak prasapih kambing PE yang induknya diberi pakan GO3 mempunyai bobot lahir dan bobot sapih lebih tinggi daripada yang induknya diberi pakan GO4. Produksi susu harian kambing PE selama 3 bulan laktasi tertinggi diperoleh pada induk yang mendapat pakan GO3 yaitu 6002,8 g/hari. Sedangkan pada induk yang diberi pakan GO4 produksi susunya adalah 4865,7 g/ekor/hari. Peningkatan level protein yang terkandung di dalam konsentrat menjadi 18% tidak menghasilkan bobot badan induk, bobot lahir, bobot sapih, dan produksi susu yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol yaitu konsentrat dengan kandungan protein 15%. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua staf kandang percobaan ruminansia kecil Ciawi-Bogor, atas bantuan selama penelitian berlangsung. Kegiatan penelitian ini dibiayai atas dana APBN 1999/2000, dengan nomor protokol: RK/REP/K-02/APBN 99/2000. DAFTAR PUSTAKA
254
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
ADIATI, U., HASTONO, RSG. SIANTURI, T.D. CHANIAGO dan I-K. SUTAMA. 1997. Sinkronisasi birahi secara biologis pada kambing Peranakan Etawah. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18-19 Nopember 1997. Puslitbangnak. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Hal: 411-416. ADIATI, U., I-K SUTAMA, I-W MATHIUS, DWI YULISTIANI, RSG. SIANTURI, HASTONO dan IGM BUDIARSANA. 2000. Produktivitas Kambing PE Pada Sistem Pemeliharaan Yang Berbeda. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18-19 Oktober 1999. Puslitbangnak. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Hal: 421-429. BASUKI, P., W. HARDJOSUBROTO, KUSTONO dan N. NGADIONO. 1982. Performans Produksi dan reproduksi kambing Peranakan Etawah dan Bligon. Pros. Seminar Penelitian Peternakan. Cisarua, 8-11 Februari 1992. Hal: 104-108. DEVENDRA, C. 1975. Biological efficiency of milk production in dairy goats. Wld. Rev. Anim.Prod. 11: 46. DEVENDRA, C. and M. BURN. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Terjemahan Harya Putra. Penerbit ITB Bandung. DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 1995. Buku Statistik Peternakan. 1992. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. OBST, J.M and Z. NAPITUPULU. 1984. Milk Yields of Indonesian goats. Proc. Austr. Soc. Anim. Prod. 15: 501504. SETIADI, B., P. SITORUS dan SUBANDRIYO. 1987. Produktivitas ternak kambing pada stasiun percobaan Cilebut, Bogor. Ilmu dan peternakan 3: 5-8. SETIADI, B., I-K. SUTAMA dan IGM. BUDIARSANA. 1997. Efisiensi reproduksi dan produksi kambing Peranakan Etawah pada berbagai tatalaksana perkawinan. J. Ilmu Ternak dan Vet. 2(4) : 233-236. SUTAMA, I-K., IGM. BUDIARSANA, H. SETIANTO and A. PRIYANTI. 1995. Productive and reproductive performances of young Peranakan Etawah does. J. Ilmu Ternak dan Vet. 1(2) : 81-85. SUTAMA, I-K., B. SETIADI, IGM. BUDIARSANA dan UMI ADIATI. 1997. Aktivitas seksual setelah beranak dari kambing perah Peranakan Etawah dengan tingkat produksi susu yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18-19 Nopember 1997. Puslitbangnak. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Hal: 401-409. YULISTIANI, D., I-W. MATHIUS, I-K. SUTAMA, U. ADIATI, RSG. SIANTURI, HASTONO dan IGM. BUDIARSANA. 1999. Respon Produksi Kambing Peranakan Etawah induk sebagai akibat perbaikan pemberian pakan pada fase bunting tua dan laktasi. J. Ilmu Ternak dan Vet. 4(2): 88–94.
DISKUSI Pertanyaan: Mengapa konsumsi bahan kering pakan sangat rendah, sedangkan produksi susu sangat tinggi. Jawaban: Maaf, ada kesalahan dalam pengetikan data konsumsi pakan, dan kesalahan tersebut sudah diperbaiki di dalam tabel.
255