Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
KARAKTERISTIK KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN YANG DIGEMUKKAN SECARA FEEDLOT DENGAN PAKAN KOMPLIT BERKADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA (Characteristic of Male Local Sheep Carcass in Feedlot System with Different Protein and Energy Levels) E. PURBOWATI1, C.I. SUTRISNO1, E. BALIARTI2, S.P.S. BUDHI2 dan W. LESTARIANA3 1
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang 2 Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 3 Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
ABSTRACT The purpose of this study was to investigate the characteristic of male local sheep carcasses resulted from feedlot system with different protein and energy levels. Twenty four males of local lamb, aged around 3 – 5 months with body weight of 8.7 – 15.5 kg (CV = 15.01%) were set in a generalized randomized (complete) block design with 4 treatments: R1 (CP 14.48% and TDN 50.46%), R2 (CP 17.35% and TDN 52.61%), R3 (CP 15.09% and TDN 58.60%), and R4 (CP 17.42% and TDN 57.46%). The grouping of the sheep was based on body weight (light 10.73 ± 1.37 kg, average 12.76 ± 0.54 kg and heavy 14.91 ± 0.36 kg). The group of light weight was slaughtered at the slaughter weight (SW) of 15 kg, the group of average weight was slaughtered at the SW of 20 kg, and the group of heavy weight was slaughtered at the SW of 25 kg. The ANOVA was used to analyze data and any differences among groups and further tested using Duncan Multiple Range Tests (DMRT) where necessary. The results showed that carcass weight was not significantly different (P > 0.05) among feed treatments, that was 8.67 – 9.21 kg (43.81 – 45.62%), meat weight of R3 (2722.81 g) and R4 (2787.72 g) were higher (P < 0.05) than R1 (2532.70 g) and R2 (2469.38 g), bone weight and binding tissue weight were not significantly different (P > 0.05) that was 725.04 – 763.26 g dan 119.50 – 134.84 g, although fat weight of R1 (802.37 g) was higher (P < 0.05) than R2 (612.57 g), R3 (564.59 g), and R4 (563.21 g). Meat-bone ratio was not significantly different (P > 0.05), that was 3.97 – 4.41. Carcass weight and it’s component increased (P < 0.05) with the increase of the SW, at SW 20 kg resulted in the first class carcass fat. It is concluded that the use of complete feed with CP-TDN 17.5 – 50% or 15 – 60% or 17.50 – 60% and SW 20 kg resulted in the first class carcass fat. Key Words: Complete Feed, Protein, Energy, Male Local Sheep, Carcass ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik karkas domba lokal yang digemukkan secara feedlot dengan pakan komplit berkadar protein dan energi serta bobot potong yang berbeda. Domba lokal jantan sebanyak 24 ekor, umur 3-5 bulan dan bobot badan (BB) awal 8,7 – 15,5 kg (CV = 15,01%) dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok Umum ke dalam 4 (empat) perlakuan ransum komplit, yaitu R1 = 14,48% protein kasar (PK) dan 50,46% total digestible nutrients (TDN), R2 = 17,35% PK dan 52,61% TDN, R3 = 15,09% PK dan 58,60% TDN dan R4 = 17,42% PK dan 57,46% TDN. Pengelompokan domba berdasarkan BB awal (ringan/B1 = 10,73 ± 1,37 kg, sedang/B2 = 12,76 ± 0,54 kg dan berat/B3 = 14,91 ± 0,36 kg). Kelompok B1 dipotong pada bobot potong (BP) 15 kg, B2 pada BP 20 kg, dan B3 pada BP 25 kg. Variabel yang diamati adalah bobot potong, bobot dan persentase karkas, bobot dan persentase komponen karkas (tulang, daging, lemak subkutan, lemak intermuskuler, lemak ginjal dan pelvis serta jaringan ikat), dan rasio daging-tulang. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variansi dan apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa bobot karkas tidak berbeda nyata diantara perlakuan ransum, yaitu 8,67 – 9,21 kg (43,81 – 45,62%), bobot daging pada R3 (2.722,81 g) dan R4 (2.787,72 g) lebih tinggi (P<0,05) daripada R1 (2.532,70 g) dan R2 (2.469,38 g), bobot tulang dan jaringan ikat tidak berbeda nyata yaitu 725,04 – 763,26 g dan 119,50 – 134,84 g, sedangkan bobot lemak pada R1 (802,37 g) lebih tinggi (P < 0,05) daripada R2 (612,57 g), R3 (564,59 g), dan R4 (563,21 g). Rasio daging-
463
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
tulang tidak berbeda nyata, yaitu 3,97 – 4,41. Bobot karkas dan komponen karkas semakin meningkat (P < 0,05) dengan semakin meningkatnya BP, pada BP 20 kg menghasilkan kelas lemak 1. Kesimpulan penelitian ini adalah pakan komplit dengan kadar protein-TDN 17,5 – 50% atau 15 – 60% atau 17,50 – 60% serta bobot potong 20 kg mampu menghasilkan karkas dengan kelas lemak 1. Kata Kunci: Pakan Komplit, Protein, Energi, Domba Lokal Jantan, Karkas
PENDAHULUAN Karkas merupakan hasil utama yang diharapkan dari pemotongan ternak dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Karkas terdiri atas daging, tulang, lemak dan jaringan ikat. Karkas yang dikehendaki oleh konsumen adalah karkas yang mempunyai proporsi daging yang tinggi, tulang rendah dan lemak optimal (NATASASMITA yang disitasi oleh DULDJAMAN, 2005). Sistem penilaian karkas domba (8 – 23 kg) di Eropa berdasarkan kelas lemak (SPEEDY, 1980) adalah sebagai berikut: (1) Kelas lemak 1: lemak 14,3%, daging 64,8%, dan tulang 20,9%; (2) Kelas lemak 2: lemak 20,5%, daging 60,5%, dan tulang 19,0%; (3) Kelas lemak 3: lemak 26,6%, daging 56,2%, dan tulang 17,2%; (4) Kelas lemak 4: lemak 32,7%, daging 51,9%, dan tulang 15,4 %; dan (5) Kelas lemak 5: lemak 38,9%, daging 47,6%, dan tulang 13,5%. Produksi karkas dari seekor ternak dipengaruhi oleh fakor ternak (antara lain bobot potong) dan faktor nutrisi (BERG dan BUTTERFIELD, 1976; OBERBAUER et al., 1994). Bobot karkas semakin meningkat dengan meningkatnya bobot potong (PURBOWATI et al., 2005). Peningkatan bobot karkas akan diikuti dengan bertambahnya persentase lemak dan penurunan persentase daging serta tulang (FORREST et al., 1975; NATASASMITA, 1978; COLOMER-ROCKER et al., 1992). Ternak yang status gizinya baik, mendapat pakan dengan kandungan energi tinggi akan menghasilkan karkas yang lebih berlemak daripada pakan dengan energi rendah (WILSON yang disitasi oleh HERMAN, 1983). Untuk mendapatkan karkas domba dengan proporsi lemak yang optimal, maka ternak domba perlu diberi pakan dengan kadar protein dan energi serta bobot potong yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik karkas domba lokal yang digemukkan secara feedlot dengan pakan
464
komplit berkadar protein dan energi serta bobot potong yang berbeda. Manfaat hasil penelitian ini adalah dapat merekomendasikan kadar protein dan energi pakan komplit serta bobot potong yang tepat untuk menghasilkan karkas domba dengan proporsi lemak yang optimal. MATERI DAN METODE Materi penelitian berupa domba Lokal jantan dengan umur 3 – 5 bulan dan bobot badan (BB) 8,7 – 15,5 kg (CV = 15,01%) sebanyak 24 ekor. Bahan pakan yang digunakan untuk menyusun pakan komplit adalah jerami padi dan konsentrat yang terdiri atas dedak padi, gaplek, bungkil kedelai, tepung ikan, tepung daun lamtoro, molases serta ultra mineral produksi Eka Farma Semarang. Percobaan dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok Umum ke dalam 4 (empat) perlakuan ransum komplit, yaitu R1 = 14,48% protein kasar (PK) dan 50,46% total digestible nutrients (TDN), R2 = 17,35% PK dan 52,61% TDN, R3 = 15,09% PK dan 58,60% TDN dan R4 = 17,42% PK dan 57,46% TDN. Pengelompokan domba berdasarkan bobot badan awal (ringan/B1 = 10,73 ± 1,37 kg, sedang/B2 = 12,76 ± 0,54 kg dan berat/B3 = 14,91 ± 0,36 kg). Kelompok B1 dipelihara hingga bobot potong (BP) 15 kg, B2 hingga BP 20 kg, dan B3 hingga BP 25 kg. Pakan komplit dibentuk pelet dengan cara pembuatan hasil modifikasi sendiri, yaitu semua bahan pakan digiling, masing-masing bahan pakan ditimbang sesuai dengan proporsinya, dicampur, ditambah air hingga campuran dapat dicetak dengan mesin pelet dan setelah itu dijemur. Komposisi dan kandungan nutrien pakan komplit setelah koefisien cerna diketahui disajikan pada Tabel 1.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrien pakan komplit Uraian
R1
Komposisi bahan pakan (% BK) Jerami padi
R2
R3
R4
--------------------- (%) -----------------------25,00
25,00
25,00
25,00
Tepung ikan
1,00
1,90
3,60
5,30
Bungkil kedelai
11,70
16,20
15,15
19,20
T. daun lamtoro
1,00
2,10
3,50
5,00
Dedak padi
50,50
46,50
10,75
5,50
Gaplek
5,00
2,30
34,00
34,00
Molases
3,80
4,00
6,00
4,00
Mineral
2,00
2,00
2,00
2,00
Bahan kering
90,73
90,82
89,01
90,11
Abu
16,71
16,42
13,48
14,35
Protein kasar
14,48
17,35
15,09
17,42
Lemak kasar
5,02
4,62
1,84
1,30
Kandungan nutrien
Serat kasar
13,98
10,58
9,58
10,89
Bahan ekstrak tanpa nitrogen
49,81
51,03
60,02
56,04
50,46
52,61
58,60
57,46
Total digestible nutrientsa a
Dihitung dari koefisien cerna nutrien ransum dalam % dengan rumus = protein tercerna + serat kasar tercerna + bahan ekstrak tanpa nitrogen tercerna + 2,25 x lemak kasar tercerna Sumber: HARTADI et al. (2005)
Ransum diberikan sebanyak 6% dari bobot badan ternak dan pemberiannya dilakukan dua kali sehari yaitu setiap pagi (pukul 7:00) dan sore (pukul 16:00) hari, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. Sebelum pemberian pakan dan air minum di pagi hari dilakukan penimbangan sisanya. Domba ditimbang seminggu sekali untuk menyesuaikan jumlah ransum yang diberikan. Pemotongan domba sesuai dengan bobot potong yang telah ditentukan dilakukan secara halal setelah dipuasakan terhadap pakan selama 24 jam. Tujuan pemuasaan domba sebelum pemotongan adalah untuk memperkecil variasi bobot potong akibat isi saluran pencernaan dan untuk mempermudah pelaksanaan pemotongan. Air minum diberikan secara ad libitum. Pemotongan ternak dimulai dengan memotong leher hingga vena jugularis, oesophagus, dan trachea terputus (dekat tulang rahang bawah) agar terjadi pengeluaran darah yang sempurna. Kemudian ujung oesophagus
diikat agar cairan rumen tidak keluar apabila ternak tersebut digantung. Kepala dilepaskan dari tubuh pada sendi occipito-atlantis. Kaki depan dan kaki belakang dilepaskan pada sendi carpo-metacarpal dan sendi tarso-metatarsal. Ternak tersebut digantung pada tendo-achiles pada kedua kaki belakang, kemudian kulitnya dilepas. Karkas segar diperoleh setelah semua organ tubuh bagian dalam dikeluarkan, yaitu hati, limpa, jantung, paru-paru, trachea, alat pencernaan, empedu, dan pancreas kecuali ginjal. Bobot yang diperoleh dari selisih bobot potong (bobot tubuh puasa) dengan bobot darah, kepala, kaki, kulit, organ tubuh bagian dalam (selain ginjal), dan alat reproduksi disebut bobot karkas segar (bobot karkas panas). Karkas segar ini dipotong ekornya, kemudian dibelah secara simetris sepanjang tulang belakangnya dari leher (Ossa vertebrae cervicalis) sampai sakral (Ossa vertebrae sacralis) dan ditimbang bobotnya (bobot karkas segar kiri dan kanan). Karkas sebelah
465
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
kiri dimasukkan ke dalam kantong plastik yang diikat erat lalu disimpan dalam alat pendingin dengan suhu 2 – 3oC selama semalam untuk diuraikan menjadi komponen karkas (tulang, daging, dan lemak) keesokan harinya agar lemaknya mudah diuraikan. Karkas kiri yang telah dikeluarkan dari alat pendingin ditimbang bobotnya (bobot karkas dingin kiri). Karkas kiri tersebut selanjutnya diuraikan menjadi tulang, otot, lemak subkutan, lemak intermuskular, lemak ginjal dan pelvis serta jaringan ikat, kemudian masing-masing ditimbang bobotnya untuk mengetahui bobot komponen karkas. Penguraian dilakukan dengan petunjuk BUTTERFIELD (1963). Peubah dan analisis data penelitian Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot potong, bobot dan persentase karkas, bobot dan persentase komponen karkas (tulang, daging, lemak subkutan, lemak intermuskuler, lemak ginjal dan pelvis serta jaringan ikat), dan rasio daging-tulang. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variansi dan apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan (STEEL dan TORRIE, 1991). HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi karkas domba dengan perlakuan pakan yang berbeda Karkas merupakan hasil ternak terpenting, karena daging dihasilkan dari karkas dan komposisinya akan menentukan nilai ekonomis. Rataan produksi karkas domba dengan perlakuan pakan yang berbeda disajikan pada Tabel 2. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa produksi daging, lemak, lemak intermuskular dan rasio daging (non lemak)-tulang berbeda nyata (P < 0,05) diatara perlakuan pakan, sedangkan peubah yang lain tidak berbeda nyata (P > 0,05). Bobot potong rata-rata hasil penelitian ini adalah 20,00 kg dan rata-rata bobot karkasnya 8.962,50 g atau 44,44% dari bobot potong. Persentase karkas hasil penelitian ini lebih tinggi daripada hasil penelitian PURBOWATI et al. (1996) yaitu 43,44%, PURBOWATI et al. (2005) yaitu 44,29%, maupun DULDJAMAN (2005) yaitu 42,06%.
466
Perlakuan R3 dan R4 menghasilkan daging yang lebih tinggi (P < 0,05) daripada R1 dan R2, terlihat dari persentase daging pada perlakuan pakan tersebut yang lebih tinggi. Hal ini kemungkinan karena kecernaan bahan kering (BK) dan bahan organik (BO) pada R3 (60,49 dan 65,20%) dan R4 (60,65 dan 64,56%) lebih tinggi (P < 0,05) daripada R1 (48,85 dan 54,94%) dan R2 (50,89 dan 55,62%) (PURBOWATI et al., 2007b). Sesuai dengan pendapat PARAKKASI (1999), bahwa variabilitas kapasitas produksi ternak yang disebabkan oleh pakan terdiri atas perbedaan konsumsi pakan 60%, kecernaan pakan 25%, dan konversi hasil pencernaan menjadi produksi 15%. Persentase daging pada R3 dan R4 hasil penelitian ini lebih tinggi daripada hasil penelitian PURBOWATI et al. (2005) yaitu 62,23%, maupun DULDJAMAN (2005) yaitu 59,31 – 62,13%. Peningkatan bobot daging dan persentasenya sangat tergantung bobot karkas dan komponen lainnya. Bobot dan persentase tulang serta jaringan ikat terhadap bobot karkas relatif sama, sedangkan bobot dan persentase lemak pada R1 lebih tinggi (P < 0,05) daripada R2, R3 dan R4. Menurut BERG dan BUTTERFIELD (1976), jumlah lemak dalam tubuh ternak paling beragam dan sangat tergantung pada jumlah dan jenis pakan yang dikonsumsi. Bobot dan persentase lemak pada R1 lebih tinggi daripada perlakuan yang lain kemungkinan karena rasio energi termetabolis dan protein teretensi pada R1 (0,17 MJ/g) lebih tinggi daripada R2 (0,11 MJ/g), R3 (0,12 MJ/g) dan R4 (0,14 MJ/g)(PURBOWATI et al., 2007a; PURBOWATI et al., 2008). Ditinjau dari kadar protein dan energi pakan, R1 merupakan pakan dengan protein rendah (14,48% PK) dan energi rendah (50,46% TDN). Pakan ini diduga kekurangan energi sehingga protein pakan akan dibongkar untuk memenuhi kebutuhan energi bagi ternak, akibatnya sebagian N terbuang lewat urin sehingga retensi protein yang dapat digunakan untuk sintesis daging pada R1 rendah, yaitu hanya 26,67% dari konsumsi protein atau keseimbangan protein hanya 36,56 g/ekor/hari. Pakan R2, meskipun kadar energinya juga rendah, namun proteinnya tinggi sehingga retensi protein yang dapat digunakan untuk sintesis daging lebih tinggi, yaitu 35,53% dari konsumsi protein. Di lain pihak, R3 dan R4 menghasilkan persentase lemak karkas yang
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Tabel 2. Produksi karkas domba dengan perlakuan pakan yang berbeda Parameter Bobot Potong (kg)
R1
R2 a
20,42
R3
19,58 a
a
R4
20,05 a
a
9.208,83a
Karkas (g)
9.021,67
8.672,83
Karkas (%)
43,81a
43,93a
44,38a
45,62a
Separuh karkas (g)
4.217,00
3.986,00
4.221,67
4.278,33
Recovery (g)
4.205,67
3.971,33
4.208,67
4.270,33
Susut penguraian (%)
8.946,67
19,97a a
0,31
0,36
0,35
0,2
Daging (g)
2.532,7a
2.469,38a
2.722,81b
2.787,72b
Daging (%)
60,58a
62,53b
65,11c
65,64c
a
a
Tulang (g)
725,04
746,78
Tulang (%)
17,68a
19,18a
b
a
763,26
a
18,48a a
748,00a 17,96a 563,21a
Lemak (g)
802,37
Lemak (%)
18,01b
14,47a
12,47a
12,43a
Jaringan ikat (g)
134,84a
119,50a
141,49a
121,74a
Jaringan ikat (%) Lemak subkutan (g)
a
3,27
322,34a a
612,57
3,09
a
279,77a a
564,59
3,40
a
246,36a a
2,88a 264,13a 43,28a
Lemak subkutan (%)
37,15
40,94
Lemak intermuskular (g)
365,70b
259,47a
239,22a
231,75a
Lemak intermuskular (%)
48,78a
46,43a
46,36a
42,75a
a
a
57,00a
a
38,27
Lemak ginjal (g)
98
Lemak ginjal (%)
11,90a
10,32a
13,06a
11,92a
a
a
a
10,33a
60,33
67,00
Lemak pelvis (g)
16,33
13,00
Lemak pelvis (%)
2,16a
2,31a
2,31a
2,05a
a
a
a
4,32a
3,54b
3,69b
Rasio daging-tulang
4,41
Rasio daging (non lemak)-tulang
3,48ab
a,b
3,97
3,28a
12,00 4,14
Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)
lebih rendah daripada R1, karena diduga kebutuhan energi bagi ternak dari energi pakan telah terpenuhi sehingga protein pakan dapat digunakan untuk sintesis daging yang ditunjukkan oleh retensi protein yang lebih tinggi, yakni 42,64% dan 35,08% dari konsumsi protein (PURBOWATI et al., 2007a). Hubungan antara rasio energi termetabolisprotein teretensi dan lemak karkas domba yang disajikan pada Gambar 1, menunjukkan adanya hubungan polynomial. Rasio energi termetabolis dan protein teretensi harus seimbang untuk menghasilkan lemak karkas yang rendah, yaitu antara 0,12 MJ/g sampai 0,14 MJ/g. Deposisi lemak domba hasil penelitian ini diduga baru sampai pada lemak intermuskular,
karena terlihat dari bobot lemak intermuskular pada R1 yang lebih tinggi (P<0,05) daripada R2, R3 dan R4, sedangkan bobot dan persentase lemak subkutan terhadap bobot lemak karkas relatif sama diantara perlakuan pakan, demikian juga dengan lemak ginjal dan lemak pelvis. Menurut OWENS et al. (1993) dan SOEPARNO (2005), dengan bertambahnya umur ternak dan konsumsi energi, maka deposisi lemak terjadi diantara otot (lemak intermuskular), lapisan bawah kulit (lemak subkutan) dan terakhir diantara ikatan serabut otot yaitu lemak intramuskular (marbling). Bila dibandingkan dengan kebutuhan karkas di pasar-pasar Eropa yang berkisar antara 8 – 23 kg, dengan sistem penilaian karkas berdasarkan kelas lemak dan konformasi (SPEEDY, 1980),
467
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Lemak karkas (%)
20 y = 4340,9x2 – 1153,2x + 88,639 R2 = 0,9933
18 16 14 12
Lemak karkas Poly. (lemak karkas)
1 0,1
0,12
0,14
0,16
0,18
Rasio energi termetabolis dan protein teretensi (MJ/g) Gambar 1. Hubungan antara rasio energi termetabolis-protein teretensi dan lemak karkas domba
maka karkas domba hasil penelitian ini dengan R2, R3, dan R4 termasuk kelas lemak 1, sedangkan dengan R1 termasuk kelas lemak 2 (Tabel 3). Hal ini berarti karkas domba lokal mampu bersaing di pasaran Eropa, dan hasilnya lebih baik karena mampu menghasilkan lemak yang lebih rendah dan daging yang lebih tinggi. Rasio daging (non lemak)-tulang pada R2 lebih rendah (P < 0,05) daripada R3 dan R4, tetapi tidak berbeda dengan R1. Rasio daging (non lemak) – tulang pada R1, R3 dan R4 tidak berbeda nyata (P > 0,05). Rasio daging-tulang yang tinggi menunjukkan bahwa bagian karkas yang dapat dimakan lebih banyak.
Produksi karkas domba pada kelompok bobot potong yang berbeda Rataan produksi karkas domba pada bobot potong yang berbeda disajikan pada Tabel 4. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa semua peubah yang diamati berbeda nyata (P < 0,05) diantara bobot potong. Hal ini menunjukkan, bahwa bobot potong mempengaruhi produksi karkas domba lokal. Sesuai pendapat TULLOH yang disitasi oleh LAWRIE (1995) yang menyatakan, bahwa komposisi karkas tergantung pada bobot potong.
Tabel 3.Kelas lemak karkas domba lokal berdasar sistem penilaian SPEEDY (1980) Pakan
Bobot karkas (kg)
Lemak
Daging
Tulang
Kelas lemak (SPEEDY, 1980)*)
................................ (%) ............................. R1
9,02
18,01
64,31
17,68
2
R2
8,67
14,47
66,35
19,18
1
R3
8,95
12,47
69,05
18,48
1
R4
9,21
12,43
69,59
17,96
1
*)
Kelas lemak (SPEEDY, 1980): (1) Kelas lemak 1: lemak 14,3%, daging 64,8%, dan tulang 20,9% (2) Kelas lemak 2: lemak 20,5%, daging 60,5%, dan tulang 19,0%
468
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Tabel 4. Produksi karkas domba pada bobot potong yang berbeda Parameter Bobot Potong (kg) Karkas (g) Karkas (%)
B1
B2
15,09
a
B3
19,86
6.307,25a a
41,79
b
25,06c
8.969,63b 45,19
b
11.610,625c 46,34b
Separuh karkas (g)
2.966,50
4.228,25
5.332,50
Recovery (g)
2.952,75
4.217,50
5.321,75
0,46
0,26
0,2
Susut penguraian (%) Daging (g)
1923,80
a
b
Daging (%)
65,14
Tulang (g)
607,89a c
2698,00 63,93
b
b
756,01b b
3262,65c 61,33a 873,41c 16,43a
Tulang (%)
20,59
17,95
Lemak (g)
285,50a
577,90b
1043,65c
Lemak (%)
9,71a
13,73b
19,59c
a
Jaringan ikat (g)
102,97
135,56
Jaringan ikat (%)
3,46b
3,21b
b
2,80a
Lemak subkutan (g)
a
91,56
228,41
Lemak subkutan (%)
31,51a
39,18a
a
149,64c
b
b
514,47c 49,04b 394,68c
Lemak intermuskular (g)
144,44
282,99
Lemak intermuskular (%)
50,75b
49,21b
38,28a
Lemak ginjal (g)
41,00a
55,50a
115,25b
b
a
Lemak ginjal (%)
14,83
9,71
Lemak pelvis (g)
8,50a
11,00a
b
10,87a 19,25b
a
1,81a
Lemak pelvis (%)
2,91
1,90
Rasio daging-tulang
3,56a
4,26b
4,80c
Rasio daging (non lemak)-tulang
3,17a
3,58b
3,75b
a,b
Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)
Bobot karkas semakin meningkat (P < 0,05) dengan meningkatnya bobot potong, tetapi persentase karkas pada B2 dan B3 tidak berbeda nyata (P > 0,05). Bobot daging juga semakin meningkat (P < 0,05) dengan meningkatnya bobot potong, tetapi persentase daging terhadap karkas pada B1 dan B2 lebih tinggi (P < 0,05) daripada B3. Bobot tulang semakin meningkat (P < 0,05) dengan meningkatnya bobot potong, tetapi persentase bobot tulang tersebut terhadap bobot karkas semakin menurun (P < 0,05). Demikian pula halnya dengan bobot jaringan ikat, meskipun persentase jaringan ikat terhadap bobot karkas antara B1 dan B2 tidak berbeda nyata (P > 0,05).
Bobot dan persentase lemak semakin meningkat (P < 0,05) dengan meningkatnya bobot potong. Hal ini karena bobot komponen lemak yang meliputi lemak subkutan, lemak intermuskuler, lemak ginjal dan pelvis juga semakin meningkat (P < 0,05) dengan meningkatnya bobot potong. MURRAY dan O’SLEZACEK yang disitasi oleh DULDJAMAN (2005) menyatakan, bahwa lemak merupakan komponen karkas yang masak lambat, dengan proporsi bobot lemak karkas terhadap bobot karkasnya akan meningkat dengan meningkatnya bobot tubuh. Gambaran produksi karkas dan komponen karkas domba pada bobot potong yang berbeda disajikan pada Gambar 2.
469
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa peningkatan bobot karkas, daging, dan lemak lebih tajam daripada peningkatan bobot tulang dan jaringan ikat dengan semakin meningkatnya bobot potong. Pada bobot potong mendekati 25 kg, peningkatan bobot lemak melebihi bobot tulang. Hal ini menunjukkan, bahwa pemotongan domba lokal jantan yang ideal untuk mendapatkan lemak karkas yang rendah adalah pada bobot potong di bawah 25 kg. Mengacu kelas lemak karkas menurut SPEEDY (1980), maka pada bobot potong 20 kg termasuk kelas lemak 1 dan pada bobot potong 25 kg termasuk kelas lemak 2. Pada bobot potong 15 kg tidak dapat diklasifikasikan dalam kelas lemak tersebut, karena bobot karkasnya masih di bawah 8 kg (bobot karkas minimal yang dikehendaki konsumen menurut klasifikasi tersebut).
Bobot dan persentase lemak subkutan serta bobot lemak intermuskular semakin meningkat (P < 0,05) dengan semakin meningkatnya bobot potong, tetapi persentase lemak intermuskular terhadap bobot lemak karkas lebih rendah (P < 0,05) pada bobot potong 25 kg dibandingkan dengan bobot potong 15 dan 20 kg. Demikian juga dengan bobot lemak ginjal dan pelvis lebih tinggi (P < 0,05) pada B3 dibandingkan dengan B1 dan B2, tetapi secara persentase terjadi sebaliknya. Menurut OWENS et al. (1993), pertumbuhan komponen lemak karkas dimulai dari lemak ginjal, lemak intermuskular, lemak subkutan dan lemak intramuskular. Rasio daging tulang semakin meningkat (P < 0,05) dengan semakin meningkatnya bobot potong, tetapi rasio daging (non lemak) – tulang peningkatannya (P < 0,05) hanya terjadi sampai bobot potong 25 kg.
14000
Bobot karkas dan komponen karkas
12000 Karkas
10000 Daging
8000 6000
Tulang
4000 Lemak
2000 0 10000
Jaringan Ikat
15000
20000
25000
30000
Bobot potong
Gambar 2. Produksi karkas domba pada bobot potong yang berbeda
470
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
KESIMPULAN DAN SARAN Pakan komplit dengan kadar protein-TDN 17,5 – 50% atau 15-60% atau 17,50 – 60% serta bobot potong 20 kg mampu menghasilkan lemak karkas rendah (kelas 1). Formulasi pakan komplit untuk penggemukan domba secara feedlot yang disarankan untuk menghasilkan lemak karkas rendah adalah dengan kadar protein-TDN 17,5 – 50% atau 15 – 60% atau 17,50 – 60%, dan pemotongan domba pada bobot 20 kg. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada (1) Bagian Proyek Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, yang telah memberikan dana; (2) Ketua Lembaga Penelitian UNDIP beserta staf yang telah memberikan kesempatan penulis untuk memperoleh dana penelitian tersebut; (3) Dekan Fakultas Peternakan UNDIP beserta staf yang telah memberikan fasilitas untuk pelaksanaan penelitian; (4) Tim inti dan sukarelawan penelitian Pakan Komplit 2006 yang telah membantu pelaksanaan penelitian, serta (5) Rekan-rekan di Laboratorium Ilmu Ternak Potong Fakultas Peternakan UNDIP yang telah memberikan dukungan sepenuhnya pada penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA BERG, R.T. and R.M. BUTTERFIELD, 1976. New Conceps of Cattle Growth. Sydney University Press, Sydney. BUTTERFIELD, R.M. 1963. Estimation of carcass composition. The anatomical approach. Symposium on Carcass Composition and Apprasial of Meat Animals. Melbourne. pp. 4 – 1 to 4 – 13. COLOMER-ROCKER, F., A.H. KIRTON, G.J.K. MERCER and D.M. DUGANZICH. 1992. Carcass composition of New Zealand Saanen goats slaughtered at different weights. Small Ruminant Research. 7: 161 – 173. DULDJAMAN, M. 2005. Kualitas karkas domba yang diberi pakan rumput kering dan ditambah ampas tahu. J. Pengembangan Peternakan Tropis. 30(2): 81 – 87.
FORREST, J.C., E.B. ABERLE, H.B. HENDRICK, M.D. JUDGE and R.A. MERKEL. 1975. Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San Francisco. HARTADI, H., S. REKSOHADIPRODJO dan A.D. TILLMAN. 2005. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Cetakan kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. HERMAN, R. 1983. Produksi daging kambing Kacang. Media Peternakan 8(2): 1 – 19. LAWRIE, R.A. 1995. Ilmu Daging. Diterjemahkan oleh: PARAKKASI, A. UI-Press, Jakarta. NATASASMITA, A. 1978. Body Composition of Swam Buffalo (Bubalus bubalis), A Study of Development Growth and of Sex Differences. Ph.D Thesis. University of Melboure, Australia. OBERBAUER, A.M., A.M. ARNOLD and M.L. THONNEY. 1994. Genetically size-scaled growth and composition of Dorset and Suffolk rams. Animal Production 59: 223 – 234. OWENS, F.N., P. DUBESKI and C.F. HANSON. 1993. Factor that alter the growth and development of ruminants. J. Anim. Sci 71: 3138 – 3150. PARAKKASI, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. PURBOWATI, E., C.I. SUTRISNO, E. BALIARTI, S.P.S. BUDHI dan W. LESTARIANA. 2005. Tumbuh kembang karkas dan komponen karkas domba lokal jantan yang dipelihara di pedesaan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 – 13 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 487 – 494. PURBOWATI, E., C.I. SUTRISNO, E. BALIARTI, S.P.S. BUDHI dan W. LESTARIANA. 2007a. Pemanfaatan protein pakan komplit dengan kadar protein dan energi yang berbeda pada penggemukan domba lokal jantan secara feedlot. Pros. Seminar Nasional AINI VI. Kerjasama AINI dengan Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogkakarta. hlm. 408 – 415. PURBOWATI, E., C.I. SUTRISNO, E. BALIARTI, S.P.S. BUDHI dan W. LESTARIANA. 2007b. Pengaruh pakan komplit dengan kadar protein dan energi yang berbeda pada penggemukan domba lokal jantan secara feedlot terhadap konversi pakan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 21 – 22 Agustus 2007. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 394 – 401.
471
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
PURBOWATI, E., C.I. SUTRISNO, E. BALIARTI, S.P.S. BUDHI dan W. LESTARIANA. 2008. Pemanfaatan energi pakan komplit berkadar protein-energi berbeda pada domba local jantan yang digemukkan secara feedlot. J. Pengembangan Peternakan Tropis 33(1): 59 – 65. PURBOWATI, E., E. BALIARTI dan S.P.S. BUDHI. 1996. Kinerja domba yang digemukkan secara feedlot dengan aras konsentrat dan pakan dasar berbeda. BPPS-UGM 9(3B): 359 – 371.
472
SOEPARNO. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. SPEEDY, A.W. 1980. Sheep Production. Longman, London. STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh: SUMANTRI, B. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.