KARAKTERISTIK PRODUKSI KARKAS DAN NON-KARKAS DOMBA JANTAN LOKAL YANG DIBERIKAN PAKAN BERBAGAI TARAF LIMBAH UDANG
MUHAMMAD HATTA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Karakteristik Produksi Karkas dan Non Karkas Domba Jantan Lokal yang Diberikan Pakan Berbagai Taraf Limbah Udang adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, 31 Juli 2009 Muhammad Hatta NRP D151070041
ABSTRACT MUHAMMAD HATTA. (Characteristic of Carcass and Non Carcass Production of Local Sheep Fed with different Levels of Shrimp Waste). Above direction of RUDY PRIYANTO dan EDDIE GURNADI Local sheep can provide a high quality of meat, but it contains a high saturated fat which may cause atheriocloresis and blood pressure. The objectives of this study were to determine the effect of shrimp waste used in sheep nutrient on the carcass and non carcass characteristics and to obtain the optimum taraf of shrimp waste on the nutrient of local sheep fattening. Sixteen local rams of 8 month old and average body weight of 15 kg were used in this study. This study designed in completely randomized design, with four treatment of shrimp waste tarafs on sheep nutrient (P0=0%, P1=10%, P2=20% and P3=30%) and four repetition. Local sheep were reared for three months and then slaughtered for carcass and non carcass measurements. The Results show that the treatment can increased (P<0.05) average daily gain (ADG), feed conversion and percentage of digestion track and heart weight until 20% tarafs of shrimp waste. This treatment also decreased (P<0,05) the taraf of saturated and unsaturated fat, total cholesterol, triglyceride and low density lipoprotein (LDL) on blood serum until 30% of shrimp waste, but not for these in subcutan fat. Keywords: shrimp waste, nutrition, local sheep, carcass, non carcass, cholesterol
RINGKASAN MUHAMMAD HATTA. Karakteristik Produksi Karkas dan Non Karkas Domba Jantan Lokal yang Diberikan Pakan Berbagai Taraf Limbah Udang. Atas bimbingan RUDY PRIYANTO dan EDDIE GURNADI Domba termasuk ternak penghasil daging yang potensial (Hudallah et al. 2007) sebagian masyarakat Indonesia sudah terbiasa mengkonsumsi daging domba dan kambing (Sunarlim dan Setiyanto 2005). Usaha menurunkan kadar lemak dan kolesterol daging telah dilakukan melalui pendekatan manipulasi pakan, yaitu memberikan pakan berserat tinggi untuk menyerap lemak dan membuangnya bersama feses. Salah satunya adalah limbah udang hasil sampingan industri pengolahan udang beku. Penggunaan limbah udang dalam pakan ayam dan monogastrik 15-20% dapat meningkatkan bobot badan dan protein daging serta menurunkan kadar kolesterol serum darah dan daging ayam (Supadmo 1997). Tujuan Penelitian ini adalah menguji efek pakan yang mengandung limbah udang terhadap produksi, karkas dan non karkas, lipida darah dan asam lemak tak jenuh pada ternak ruminansia. Menentukan taraf terbaik penggunaan limbah udang terhadap penampilan produksi ternak ruminansia. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan sehingga menggunakan 16 ekor domba jantan lokal umur ±8 dengan bobot badan ±15 kg. Perlakuannya yaitu P0=0%, P1= 10%, P2= 20% dan P3=30% limbah udang. Pakan diberikan secara adlibitum selama ±3 bulan. Peubah yang diamati adalah karakteristik produksi karkas dan non karkas serta kadar lipida darah dan asam lemak tak jenuh. Data dianalisis menggunakan sidik ragam ANOVA. Apabila terdapat pengaruh perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan sesuai prosedur Steel and Torrie (1993). Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap KBKP. Hal ini disebabkan karena kualitas dan palatabilitas pakan cukup tinggi karena diberikan secara ad libitum. Sebaliknya berpengaruh nyata (P<0.05) PBBH dan konversi pakan. PBBH P0, P1, dan P2 nyata (P<0.05) lebih tinggi dibanding P3. Tapi antara P0, P1 dan P2 tidak berbeda nyata. Rendahnya PBBH P3 disebabkan karena semakin tinggi limbah udang, khitosan semakin tinggi sehigga daya cernanya lebih rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa sampai pada taraf 20% penggunaan limbah udang masih baik. Konversi pakan P0, P1, dan P2 nyata lebih rendah dibandingkan P3. Hal ini berarti konversi pakan P0, P1, dan P2 lebih baik dari P3. Pada bobot potong, persentase karkas hangat, karkas depan, karkas belakang, dan potongan leg tidak berbeda nyata. Hal ini mungkin disebabkan karena ternak domba tersebut mendapatkan nutrisi yang mampu mencukupi kebutuhannya sampai pada taraf 30% limbah udang dimana pakan yang diberikan untuk semua perlakuan memiliki kadar energi dan protein kasar yang sama. Ini berarti bahwa sampai pada taraf 30% masih mampu memberikan nutrisi yang baik pada domba lokal. Menurut Herman (1983), semakin tinggi bobot potong yang diperoleh menyebabkan bobot karkas segar dan persentase karkas akan semakin tinggi.
v Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan berbagai taraf limbah udang tidak berpengaruh nyata terhadap persentase daging dan tulang tapi berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap persentase lemak. Persentase lemak P0 nyata (P<0.05) lebih tinggi dibanding P1, P2 dan P3 tetapi antara P1, P2 dan P3 tidak berbeda nyata. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan pakan dimana P0 tidak mengandung limbah udang yang berarti tidak ada khitosan di dalamnya. Sedangkan P1, P2 dan P3 masing-masing mengandung limbah udang yaitu 10%, 20% dan 30%. Khitosan yang terdapat dalam pakan mampu mengikat lemak dan membuangnya melalui saluran pencernaan bersama feses (Supadmo 1997). Sedangkan Gali et al. (1972) mengatakan bahwa proporsi daging, lemak dan tulang dalam karkas dipengaruhi oleh umur, nutrisi dan spesies. Analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan berbagai taraf limbah udang yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap persentase total non karkas dan evisera. Sebaliknya tidak berpengaruh nyata terhadap persentase bobot kaki, kepala, kulit, darah, ekor, paru-paru, limfa dan hati. Persentase total non karkas pada P3 nyata (P<0.05) lebih tinggi dibanding P1 tetapi tidak berbeda nyata terhadap P0, dan P2. Perbedaan ini disebabkan karena tingginya konsumsi pakan hal ini dapat kita lihat dari perbedaan persentase evisera, dimanan P3 nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan P0, P1 dan P2. Organ yang berhubungan dengan digesti dan metabolisme menunjukkan perubahan bobot yang besar sesuai dengan kondisi nutrisional dan fisiologis ternak (Black 1983). Persentase bobot kaki, kulit, kepala dan darah tidak berbeda nyata antara keempat perlakuan, ini mungkin disebabkan oleh kaki dan kepala termasuk bagian ternak yang masak dini. Sedangkan persentase bobot ekor, paruparu, limfa dan hati dalam kondisi fisiologis yang normal tetap berkembang sesuai dengan proporsi perkembangan bobot tubuh. Menurut Hudallah (2007) kepala dan kaki merupakan komponen tubuh ternak yang mengalami pertumbuhan besar pada awal kehidupan dan menurun saan akhir kehidupan. Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap persentase bobot jantung dan ginjal. Persentase bobot jantung dan ginjal P3 nyata (P<0.05) lebih tinggi dibanding P0, tetapi tidak berbeda nyata terhadap P1, dan P2 untuk ginjal dan P2 untuk jantung, mungkin disebabkan oleh asupan energi dan protein yang berbeda. Nutrisi lebih diarahkan untuk penimbunan lemak pada P0 yang tidak mengandung khitosan sedangkan P1, P2 dan P3 lebih diarahkan ke pertumbuhan otot karena adanya khitosan yang menghambat pembentukan lemak (Supadmo 1997). Perlakuan juga berpengaruh nyata (P<0.05) pada kadar kolesterol total, trigliserida, HDL, dan LDL. Khitosan yang terdapat dalam pakan mampu mengikat trigliserida, kolesterol sebelum diserap oleh usus halus untuk disalurkan ke seluruh tubuh dan meningkatkan HDL melalui mekanisme tersendiri (Supadmo 1997). Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa penggunaan limbah udang pada pakan domba lokal mampu : Menurunkan lemak potongan leg, kadar kolesterol, trigliserida dan LDL serum darah, meningkatkan persentase bobot jantung dan ginjal serta HDL serum darah. Perlakuan yang terbaik adalah pada taraf penggunaan limbah udang 20%. Kata kunci: limbah udang, pakan, domba lokal, karkas, non karkas, kolesterol
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumber. Penulisan karya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KARAKTERISTIK PRODUKSI KARKAS DAN NON-KARKAS DOMBA JANTAN LOKAL YANG DIBERIKAN PAKAN BERBAGAI TARAF LIMBAH UDANG
MUHAMMAD HATTA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis Dr. Ir. Mohammad Yamin, M.Agr. Sc
Judul Penelitian Nama NRP
: Karakteristik Produksi Karkas dan Non Karkas Domba Jantan Lokal yang Diberikan Pakan Berbagai Taraf Limbah Udang : Muhammad Hatta : D151070041
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Rudy Priyanto Ketua
Prof. (Emeritus) Dr.drh. R. Eddie Gurnadi Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB,
Dr.Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA
Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro,MS.
Tanggal lulus : 4 Agustus 2009
Tanggal lulus :
Agustus 2009
x PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan. Tesis ini berjudul “Karakteristik Produksi Karkas dan Non-Karkas Domba Jantan Lokal yang Diberikan Pakan Berbagai Taraf Limbah Udang”. Merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sain pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tesis ini berisi tentang permasalahan penyediaan daging yang berkualitan dengan kuantitas yang cukup. Terkadang kuantitas cukup akan tetapi kualitas yang kurang. Tesis ini akan menjawab tantangan penyediaan daging berkualitas dengan kuantitas yang cukup terutama dari segi daging rendah lemak dan kolesterol khususnya daging domba. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Rudy Priyanto dan Prof. (Emeritus) Dr. drh. H. R. Eddie Gurnadi, atas segala bimbingan, arahan dan saran yang telah diberikan sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Terima kasih kepada ayahanda Muhammad Candong DG. Masalle, ibunda Indo Cabbe serta istri tercinta Ramlah, S.Pt atas dukungan dan doanya. Kepada Bapak Rektor Universitas Hasanuddin dan Dekan Fakultas Peternakan Prof. Syamsuddin Hasan M.Sc. atas kesempatan yang diberikan untuk melanjutkan pendidikan Program Pascasarjana di IPB Bogor demikian juga pada Rektor IPB, Dekan Fakultas Peternakan IPB dan Ketua Departemen IPTP Dr. Ir. Cece Sumantri M.Sc serta Ketua Mayor IPTP Dr.Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA beserta jajarannya atas segala bantuannya selama saya menuntut ilmu di IPB. Kepada DIKTI sponsor beasiswa BPPS, kepada M. Sayuti, M.Said, Rajab, Wida, Iis, Rahmat, Ogi dan Dian serta seluruh teman-teman atas segala bantuan dan kerja samanya selama saya menempuh pendidikan. Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritikan yang bersifat korektif dan konstruktif sangat saya harapkan. Sebelum dan sesudahnya diucapkan terima kasih, wassalam. Bogor, 4 Agustus 2009
Muhammad Hatta
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cilellang Wajo tanggal 30 Desember 1969 dari ayah Muhammad Candong DG. Masalle dan ibu Indo Cabbe. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Tahun 1989 penulis lulus dari SMA Negeri VI Ujung Pandang dan pada tahun yang sama lulus masuk Universitas Hasanuddin Makassar pada Program Studi Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN), dan lulus tahun 1995. Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai staf pengajar di Universitas Hasanuddin di Fakultas Peternakan hingga sekarang. Tahun 2007 diterima sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Program pendidikan pascasarjana ini disponsori oleh Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) diperoleh dari Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 Tujuan Penelitian......................................................................................... 3 Kegunaan Penelitian .................................................................................... 4 Hipotesis ...................................................................................................... 4 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5 Potensi Limbah Udang ................................................................................ 5 Pertumbuhan Ternak Domba .................................................................... 16 Karkas dan Non Karkas............................................................................. 17 Lemak ........................................................................................................ 23 Kolesterol .................................................................................................. 24 METODOLOGI .................................................................................................... 28 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 28 Materi dan Metode Penelitian ................................................................... 28 Peubah yang Diukur .................................................................................. 30 Rancangan Percobaan ............................................................................... 33 Analisis Data ............................................................................................. 33 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 34 Pertambahan Bobot Badan, Konsumsi dan Konversi Pakan..................... 34 Produksi Karkas ....................................................................................... 35 Karakteristik Leg ....................................................................................... 39 Produksi Non Karkas ................................................................................ 41 Lemak dan Kolesterol ............................................................................... 44 Pembahasan Umum................................................................................... 50 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 55 Kesimpulan................................................................................................ 55 Saran .......................................................................................................... 55 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 56 LAMPIRAN .......................................................................................................... 66
DAFTAR TABEL Halaman 1. 2. 3. 4. 5.
Komposisi kimia tepung limbah udang, tepung ikan, dan bungkil kedelai .................................................................................
6
Komposisi asam amino tepung limbah udang, tepung ikan, bungkil kedelai, dan mikroba rumen................................................
8
Kandungan mineral tepung limbah udang, tepung ikan, dan bungkil kedelai ..........................................................................
9
Perbandingan nutrisi tepung limbah udang dengan tepung ikan ...................................................................................................
9
Produksi non karkas domba jantan dan betina .................................
22
6. Kadar kolesterol trigeliserida, LDL, HDL, serum darah dan kadar lemak daging domba dan kambing ........................................
26
7.
Kadar lemak dan kolesterol daging berbagai jenis ternak ...............
26
8.
Susunan dan kandungan nutrien pakan penelitian ...........................
29
9. Rata-rata KBKP, PBBH dan konversi pakan ....................................
34
10. Persentase karkas, karkas depan, karkas belakang, leg, berdasarkan bobot kosong ................................................................
36
11. Persentase non karkas internal dan eksternal berdasarkan bobot Kosong ...................................................................................
41
12. Kadar lemak dan kolesterol serum darah pada domba jantan lokal .
45
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Sketsa proses denaturasi protein ......................................................
13
2.
Alat pencernaan pada ruminansia ....................................................
14
3.
Proses pencernaan pakan dalam ternak ............................................
15
4.
Karkas utuh (A dan B) dan setengah karkas (C) ..............................
39
5.
Setengah Karkas domba (kanan)......................................................
39
6.
Persentase otot, tulang dan lemak potongan leg ..............................
40
7.
Potongan leg domba lokal P0 (A) dan P3 (B)..................................
41
8.
Non karkas internal ..........................................................................
43
9.
Rumus kimia sellulosa (A), khitin (B) dan khitosan (C) .................
48
10. Perlemakan pada pelvis dan ginjal ...................................................
49
11. Bilangan yodium lemak subkutan domba ........................................
50
12. Ikatan hidrogen antara kitin dan trigliserida .....................................
54
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Analisis ragam KBKP, PBBH dan Konversi Pakan ........................
66
2.
Analisis ragam Bobot Potong, Persentase Karkas Hangat, Karkas Depan, karkas belakang, dan komposisi leg. ..................................
67
3.
Analisis ragam deskriptip serum darah ............................................
69
4.
Analisis ragam lemak subkutan dan lemak total..............................
70
5.
Persentase bobot total non karkas, kaki, kulit, kepala, darah, evisis, ekor, jantung, ginjal, paru, empal, empedu dan alat kelamin .............................................................................................
71
Matriks analisis hasil penelitian ………………………………….
75
6.
PENDAHULUAN Latar Belakang Daging adalah merupakan produk ternak yang memiliki zat gizi tinggi. Daging ini dapat diperoleh dari ternak sapi, kerbau, kambing, domba, unta, kuda unggas dan lain-lain. Penyediaan daging harus selalu diupayakan agar tetap mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, tingkat ekonomi dan pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya pemenuhan gizi baik kualitas maupun kuantitasnya. Domba termasuk ternak penghasil daging yang potensial (Hudallah at al 2007). Daging domba memiliki kualitas yang tinggi dan sebagian masyarakat Indonesia sudah terbiasa mengkonsumsi daging domba dan kambing (Sunarlim dan Setiyanto 2005). Populasi kambing dan domba berturut-turut 15.806.000 dan 10.392.000, sedangkan produksi daging kambing dan domba adalah 69.400 dan 62.300 ton/tahun (BPS 2008). Konsumsi daging domba/kambing Indonesia perkapita pertahun adalah 0.26 tahung 2006 dan 0.27 tahun 2007 (BPS 2007), bagi penggemar daging domba/kambing dianggap sebagai sumber protein yang mampu meningkatkan libido atau gairah seksual lelaki. Hal ini disebabkan karena daging domba memiliki kandungan lemak dan kolesterol yang tinggi yaitu berturut-turut lemak untuk sapi, domba, babi dan ayam adalah 6.16, 7.0, 6.75 dan 1.2 , sedangkan kolesterol adalah 75, 85, 75 dan 67 mg/ 3ons (Aberle et al. 2001). Menurut Lawrie (2003) kadar kolesterol daging sapi, domba dan babi berturutturut adalah 59, 79 dan 69 (mg/100g). Selanjutnya dikatakan bahwa kadar lemak intramuskular loin adalah 2.4, 7.9 dan 2.9. Di lain pihak, banyak orang takut mengkonsumsi daging domba karena dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti tekanan darah tinggi, kolesterol atau bahkan stroke. Perhatian masyarakat saat ini semakin besar terhadap lemak dan kolesterol terutama yang berkaitan dengan mengkonsumsi daging yang mengandung banyak lemak seperti daging kambing dan domba (Supadmo 1997). Mengkonsumsi daging domba dan kambing berlebih yang tergolong daging merah dapat
2 mempengaruhi kesehatan manusia utamanya sebagai pemicu penyakit jantung koroner, kanker, diabetes dan tekanan darah tinggi serta ateroklerosis pada dinding pembuluh darah, karena mengandung banyak lemak (Azwar 2004). Saat ini banyak usaha yang telah dilakukan untuk menurunkan kadar lemak dan kolesterol daging. Seperti yang telah dilakukan oleh Supadmo pada ayam broiler. Cara yang digunakan untuk menurunkan kadar lemak dan kolesterol pada daging ayam adalah adalah melalui pendekatan manipulasi pakan yang menggunakan dua pendekatan yaitu melalui system gastrointestinal yaitu berusaha agar lemak dan kolesterol yang ada pada tubuh ternak dapat dikeluarkan melalui ekskreta. Hal ini dapat ditempuh melalui penambahan pakan berserat pada pakan. Mekanisme aksi dari keberadaan serat dalam saluran pencernaan adalah mengikat sebagian besar garam empedu untuk dikeluarkan lewat ekskreta. Karena sebagian besar garam empedu dikeluarkan, maka tubuh perlu mensintesis garam empedu yang berasal dari kolesterol tubuh, sehingga kolesterol dalam tubuh secara keseluruhan dapat berkurang. Ada berbagai macam limbah hasil perikanan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan pakan ternak, salah satu diantaranya adalah limbah udang yang merupakan hasil sampingan industri pengolahan udang beku. Badan Pusat Statistik (2003), melaporkan bahwa ekspor udang Indonesia tahun 2002 sebesar 118750 ton dalam bentuk beku. Jadi kepala, kulit keras, dan ekor yang dibuang pada industri pembekuan udang (Arlius 1991), tersedia cukup banyak karena mencapai 30–40% dari berat total udang (Wanasuria 1990) yaitu sekitar 50.893 79.166 ton basah atau 12.688–19.736 ton kering, karena bobot keringnya 24.93% (Batubara 2000). Limbah udang memiliki khitin yang tinggi, mirip selulosa dan dianalogikan sebagai serat akan mengikat asam-asam empedu. Akibatnya, asam lemak yang telah diemulsi oleh asam-asam empedu ikut terikat sehingga tidak dapat diabsorpsi dan akhirnya dikeluarkan melalui feses. Kondisi tersebut akan menurunkan kandungan kolesterol dalam otot ternak. Pada akhirnya ternak dapat menghasilkan daging yang berkadar kolesterol rendah
3 Disamping kadar serat yang tinggi limbah udang juga memiliki kandungan protein kasar cukup tinggi yaitu 41.58% (hasil uji di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan IPB) dan energi termetabolis 2427 kkal/kg (Sudibya 1998) sehingga dapat digunakan sebagai sumber protein dalam pakan ternak akan tetapi dibatasi oleh kecernaannya yang rendah (Stelmoch et al. 1985). Hidrolisis terhadap limbah udang dapat meningkatkan kecernaan dan menurunkan degradasi mikroba sehingga, diharapkan akan meningkatkan pasokan protein by-pass sekaligus mudah dicerna oleh enzim pencernaan di pascarumen. Dengan demikian, protein tersebut bersama protein mikroba lebih tersedia di abomasum. Selanjutnya dihidrolisis oleh enzim proteolitik yang dihasilkan oleh ternak (Nolan 1993) sehingga meningkatkan pasokan asam amino ke dalam usus halus untuk diabsorpsi (Volden 1999). Pada akhirnya dapat mengoptimalkan kemampuan ternak untuk berproduksi sesuai potensi genetiknya. Penggunaan limbah udang sebagai sumber protein dan khitin dalam pakan ternak sudah dilakukan banyak peneliti, terutama pada monogastrik. Hasilnya terbukti dapat meningkatkan bobot badan dan protein daging serta menurunkan kadar kolesterol serum darah dan daging ayam (Supadmo 1997), juga menurunkan kadar kolesterol pada telur ayam (Sudibya 1998). Begitu pula pada penelitian pendahuluan yang dilakukan terhadap tikus putih, dapat meningkatkan bobot badan dan menurunkan kadar LDL (low density lipoprotein) dagingnya masingmasing hingga penggunaan 15% dan 20% dalam pakannya, baik pada jantan maupun betina. Berdasarkan uraian di atas, maka akan dilakukan penelitian tentang limbah udang sebagai sumber serat dalam pakan ternak ruminansia, terutama pengaruhnya terhadap karakteristik produksi
(karkas dan non-karkas) pada
domba jantan lokal. Tujuan Penelitian 1.
Menguji efek pakan yang mengandung limbah udang terhadap produksi, Karkas dan non karkas.
4 2.
Menguji efek pakan yang mengandung limbah udang terhadap lipida darah dan asam lemak tak jenuh
3.
Menentukan taraf terbaik penggunaan limbah udang dalam pakan ternak ruminansia terhadap penampilan produksi. Kegunaan Penelitian
1.
Meningkatkan produktivitas domba lokal melalui penggunaan limbah udang.
2.
Memanfaatkan limbah udang dalam pakan terutama sebagai sumber serat untuk menurunkan kandungan lemak dan kolesterol pada ternak domba.
3.
Data penunjang bagi penelitian-penelitian selanjutnya tentang limbah udang Hipotesis
1.
Limbah udang dapat menurunkan kandungan lemak dan kolesterol darah
2.
Penggunaan limbah udang untuk pakan ternak pada taraf tertentu mampu mengoptimalkan produksi ternak domba lokal.
TINJAUAN PUSTAKA Potensi Limbah Udang Limbah udang adalah hasil samping industri pengolahan udang beku. Hasil samping tersebut berupa kepala, kulit keras (carapace), dan ekor (uropod) yang dibuang pada industri pembekuan udang (Arlius 1991). Produksi Limbah Udang Badan Pusat Statistik (2003), melaporkan bahwa ekspor udang Indonesia tahun 2002 sebesar 118750 ton dalam bentuk beku.
Udang yang diekspor
tersebut adalah hasil pengolahan industri pembekuan udang yaitu kepala, kulit keras, dan ekornya dibuang. Wanasuria (1990) mengemukakan bahwa pada proses pengolahan udang beku dihasilkan limbah udang sebesar 30–40% dari berat total udang. Jadi dari ekspor udang itu terdapat limbah udang sekitar 35625–47500 ton basah atau 8881-11400 ton kering, karena bobot keringnya 24.93% (Batubara 2000). Salah satu pilihan sumber protein adalah tepung limbah udang. Tepung limbah udang merupakan limbah industri pengolahan udang yang terdiri dari kepala dan kulit udang. Proporsi kepala dan kulit udang diperkirakan antara 3040% dari bobot udang segar. Faktor positif bagi tepung limbah udang adalah produk ini merupakan limbah, kesinambungan penyediaannya terjamin sehingga harganya akan cukup stabil dan kandungan nutrisinya pun bersaing dengan bahan baku lainnya. Limbah yang dihasilkan dari proses pembekuan udang, pengalengan udang, dan pengolahan kerupuk udang berkisar antara 30% - 75% dari berat udang. Jumlah bagian yang terbuang dari usaha pengolahan udang cukup tinggi (Anonim 1994) Pemanfaatan limbah udang sampai saat ini masih terbatas, diantaranya pada pembuatan terasi, kerupuk udang, petis, pembuatan sosis, sebagai flavor, dan lain-lain (Bastaman 1989).
Namun jumlah yang
dimanfaatkan tidak seberapa dibandingkan dengan jumlah yang ada. Berarti masih tersedia cukup banyak dan sangat potensial untuk digunakan sebagai pakan ternak.
6 Kualitas Limbah Udang Kualitas limbah udang terutama ditinjau dari kandungan nutrien dan komposisi kimianya cukup baik. Bila dilihat dari komposisi kimianya, maka cukup layak dijadikan sebagai sumber protein dalam pakan ternak. Hasil uji di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan IPB, memperlihatkan bahwa protein kasarnya cukup tinggi yaitu 41.58%, hampir sama dengan bungkil kedelai (45.6%). Begitu juga bahan keringnya (88.32% : 88.0%). Akan tetapi terdapat perbedaan pada serat kasarnya yaitu 13.72% dalam limbah udang sedangkan bungkil kedelai 4.58%, sehingga menjadi faktor pembatas karena kecernaannya yang rendah. Oleh sebab itu, pemanfaatan limbah udang sebagai pakan ternak sebaiknya dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu.
Perbandingan
komposisi kimia antara tepung limbah udang dengan tepung ikan dan bungkil kedelai dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia tepung limbah udang, tepung ikan, dan bungkil kedelai. Nutrien
Limbah Udanga
Tepung Ikanb
Bungkil Kedelaic
----------------------% bahan kering------------------------Protein kasar Serat kasar Lemak kasar Abu a
41.58 13.72 3.08 22.06
52.6 2.2 6.8 20.7
45.6 4.58 2.79 6.84
Hasil uji di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan IPB Hartadi et al. (1997) c Sutardi (2001) b
Kualitas protein limbah udang sangat bagus karena mengandung semua asam amino esensial.
Asam amino metionin yang sering menjadi faktor
pembatas pada protein nabati, kandungannya lebih tinggi bila dibandingkan dengan bungkil kedelai dan hampir sama dengan tepung ikan bahkan mikroba rumen.
Perbandingan komposisi asam amino antara tepung limbah udang
dengan tepung ikan, bungkil kedelai, dan mikroba rumen dapat dilihat pada Tabel 2. Kandungan mineral tepung limbah udang terutama kalsium (Ca) lebih tinggi dari tepung ikan, perbandingannya lebih dari 3 : 1. Kandungn phosfornya
7 (P) lebih sedikit, perbandingannya 1 : 2. Perbandingan antara Ca dan P dalam tepung limbah udang sendiri jauh lebih besar yaitu hampir 10 : 1. Oleh sebab itu, bila digunakan dalam pakan domba perlu diperhatikan karena yang dapat ditolerir perbandingannya sampai 7 : 1 (NRC 1985). Selanjutnya dinyatakan bahwa besaran nisbah harga/protein untuk tepung limbah udang dan tepung ikan adalah 19.87 dan 23.79. Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya. Fungsi kulit udang tersebut pada hewan udang (hewan golongan invertebrata) yaitu sebagai pelindung (Wiliam 1982). Kulit udang mengandung protein (25 % - 40%), kalsium karbonat (45% - 50%), dan khitin (15% - 20%), tetapi besarnya kandungan komponen tersebut tergantung pada jenis udangnya. sedangkan kulit kepiting mengandung protein (15.60% - 23.90%), kalsium karbonat (53.70 – 78.40%), dan khitin (18.70% - 32.20%), hal ini juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat hidupnya (Focher et al. 1992) Khitosan merupakan produk turunan dari polimer chitin, yakni produk samping (limbah) dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan. Limbah kepala udang mencapai 35-50 persen dari total berat udang. Kadar chitin dalam berat udang, berkisar antara 60-70 persen dan bila diproses menjadi khitosan menghasilkan 15-20 persen. Khitosan, mempunyai bentuk mirip dengan selulosa, dan bedanya terletak pada gugus rantai C-2. Secara keseluruhan tepung limbah udang dapat dipakai sebagai pengganti tepung ikan atau bungkil kedelai sampai batas tingkatan 12%. Perbandingan komposisi mineral antara tepung limbah udang dengan tepung ikan dan bungkil kedelai yang dikutip dari beberapa sumber atau literatur yaitu (Shahidi 1992; Purwantiningsih (1990); Hartadi et al. 1997; Thomas dan Beeson 1977; Clark et al. 1992) dapat dilihat pada Tabel 3.
8 Tabel 2. Komposisi asam amino tepung limbah udang, tepung ikan, bungkil kedelai, dan mikroba rumen. Tepung Limbah Udang Asam Amino
Udang Merah Jambu (Pandalus borealis)a
Udang Windu (Paneaus monodon)b
Tepung Ikanc
Bungkil Kedelaid
Mikroba Rumene
--------------------------------(gram/100 gram protein)------------------------------Alanin
5.25 ± 0.05
2.14
-
4.6
7.5
Arginin
6.13 ± 0.07
4.67
6.46
7.0
5.1
Asam spartat
11.17 ± 0.01
7.52
-
10.9
12.2
Asam Glutamat
12.8 ±0.14
11.36
-
14.3
13.1
Fenilalanin
5.13 ± 0.07
5.52
4.64
3.9
5.1
Glisin
4.11 ± 0.03
17.76
7.70
3.5
5.8
Histidin
2.24 ± 0.09
2.35
2.78
1.8
2.0
Isoleusin
5.78 ± 0.13
4.16
4.30
2.1
5.7
Leusin
7.01 ± 0.02
8.65
7.20
7.3
8.1
Lisin
6.58 ± 0.07
4.58
7.55
5.9
7.9
Metionin
2.41 ± 0.08
-
2.47
0.7
2.6
Prolin
4.20 ± 0.10
-
-
-
-
Serin
4.11 ± 0.05
1.65
-
4.8
4.6
Sistein
0.91 ± 0.01
-
1.01
0.7
-
Tirosin
4.53 ± 0.01
12.13
3.46
3.0
4.9
Treonin
4.14 ± 0.20
-
4.28
3.5
5.8
Triptophan
1.19 ± 0.07
-
0.85
-
-
Valin
5.95 ± 0.06
-
5.29
4.6
6.2
a
Shahidi (1992) Purwantiningsih (1990) c Hartadi et al. (1997) d Thomas dan Beeson (1977) e Clark et al. (1992) b
9 Tabel 3. Kandungan Mineral Tepung Limbah Udang, Tepung Ikan, Dan Bungkil Kedelai. Mineral Ca (%) Na (%) K (%) Mg (%) P (%) Sr (%) Mn (ppm) Fe (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) As (ppm) Ba (ppm)
Tepung Kepala Udanga 15.30 2.05 0.20 0.95 1.66 0.22 29 82 13 21 27 54
Tepung Ikanb
Bungkil Kedelaic
4.20 0.97 0.68 0.22 2.80 10.24 14.76 -
0.3 2.1 0.71 45 -
a
Shahidi dan Synowiecki (1992) Hartadi et al. (1997) c Parakkasi (1999) b
Tabel 4. Perbandingan nutrisi tepung limbah udang dengan tepung ikan Nutrisi Air Abu Protein Methionin Lisin Sistin Triptophan Lemak Serat Kasar Kalsium Phospor Energi Bruto
Tepung limbah udang 10.32 18.65 45.29 1.26 3.11 0.51 0.39 6.62 17.59 7.76 1.31
Tepung ikan 10.32 14.34 54.63 1.30 3.97 0.53 0.43 9.85 1.99 3.34 2.18
3577 kkal/kg
4679 kkal/kg
Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan IPB
10 Khitin dalam Limbah Udang Khitin sebagai prekursor khitosan pertama kali ditemukan pada tahun 1811 oleh orang Prancis bernama Henri Braconnot sebagai hasil isolasi dari jamur. Khitin dari kulit serangga ditemukan pada tahun 1820. Khitin merupakan polimer kedua terbesar di bumi selelah selulosa. Khitin adalah senyawa amino polisakarida berbentuk polimer gabungan. Khitosan ditemukan C. Roughet pada tahun 1859 dengan cara memasak khitin dengan basa. Perkembangan penggunaan khitin dan khitosan meningkat pada tahun 1940-an. Penggunaan khitosan untuk aplikasi khusus, seperti farmasi dan kesehatan dimulai pada pertengahan 1980 – 1990 (AHA 2005) Selain potensi jumlah, dalam limbah udang juga terdapat khitin antara 20–30% (Wanasuria 1990) yang di dalamnya terkandung Nitrogen (N) antara 6.6-6.7% (Stelmoch et al. 1985). Penggunaan limbah udang dalam pakan ternak ruminansia, N tersebut berpotensi sebagai sumber N bukan protein (NPN) bagi mikroba rumen, begitu juga khitinnya yang berupa polisakarida, bentuk molekulnya mirip selulosa, potensial sebagai sumber energi. Polimer khitin bersifat tidak mudah larut dalam pelarut biasa dan di alam terdapat bermacammacam mikroorganisme, tumbuhan dan hewan yang memilki kemampuan untuk mendegradasi senyawa ini. Enzim khitinase yang dihasilkan mikroorganisme, tumbuhan dan hewan tersebut merupakan enzim yang mampu merombak polimer khitin menjadi unit monomer N-asetil glukosamin. Khitosan multiguna tidak terlepas dari sifat alaminya. Sifat alami tersebut dapat dibagi menjadi dua sifat besar yaitu, sifat kimia dan biologi. Sifat kimia khitosan sama dengan khitin tetapi yang khas antara lain: (i) merupakan polimer poliamin berbentuk linear, (ii) mempunyai gugus amino aktif, (iii) mempunyai kemampuan mengkhelat beberapa logam. Sifat biologi khitosan antara lain: (i) bersifat biokompatibel artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai akibat samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, mudah diuraikan oleh mikroba (biodegradable), (ii) dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif, (iii) mampu meningkatkan pembentukan yang berperan dalam pembentukan tulang. (iv) bersifat hemostatik, fungistatik,
11 spermisidal, antitumor, antikolesterol, (v) bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat. Berdasarkan kedua sifat tersebut maka khitosan mempunyai sifat fisik khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran, dan serat. yang sangat bermanfaat dalam aplikasinya khitosan banyak digunakan oleh berbagai industri antara lain industri farmasi, kesehatan, biokimia, bioteknologi, pangan, pengolahan limbah, kosmetik, agroindustri, industri tekstil, industri perkayuan, industri kertas dan industri elektronika. Aplikasi khusus berdasarkan sifat yang dimiliki antara lain untuk: pengolahan limbah cair terutama sebagai bahan bersifat resin penukar ion untuk meminimalisasi logam– logam berat, mengoagulasi minyak/lemak, serta mengurangi kekeruhan, penstabil minyak, rasa dan lemak dalam produk industri pangan (AHA 2005) Penggunaan limbah udang sebagai sumber protein dan khitin dalam pakan ternak sudah dilakukan banyak peneliti, terutama pada monogastrik. Hasilnya terbukti dapat meningkatkan bobot badan dan protein daging serta menurunkan kadar kolesterol serum darah dan daging ayam (Supadmo 1997), menurunkan kadar kolesterol pada telur ayam (Sudibya 1998).
Penelitian
pendahuluan yang dilakukan terhadap tikus putih, dapat meningkatkan bobot badan dan menurunkan kadar LDL (low density lipoprotein) dagingnya masingmasing hingga penggunaan 15% dan 20% dalam pakannya, baik pada jantan maupun betina. Khitin yang lolos dari rumen atau tidak dimanfaatkan oleh mikroba rumen maka di pascarumen akan mengikat asam empedu karena dapat dianalogikan sebagai serat, sehingga asam lemak yang diemulsi oleh asam empedu ikut terikat. Khitin tidak dapat diabsorpsi pada usus halus sebagaimana (Djojosubagio dan Piliang 1996) selanjutnya dikemukakan bahwa serat pakan selain lignin dan selulosa juga mengandung hemiselulosa, gum, dan pektin serta beberapa karbohidrat lain yang biasanya tidak dapat dicerna, maka bersama asam empedu dan asam lemak dikeluarkan melalui feses. Kondisi ini dapat menurunkan kolesterol pada serum darah ayam (Supadmo 1997). Khitosan mampu menurunkan kolesterol LDL (kolesterol jahat) sekaligus meningkatkan komposisi perbandingan kolesterol HDL (kolesterol
12 baik) terhadap LDL, sehingga peneliti Jepang menyebutnya hypocholesteromic agent yang efektif, karena mampu menurunkan kadar kolesterol darah tanpa efek samping. Setidaknya ada dua tahap mekanisme pengikatan lemak dan kolesterol oleh khitosan. Pertama, melibatkan tarik menarik dua muatan yang berbeda/berlawanan, layaknya tarikan kutub-kutub magnet. Khitosan yang mempunyai gugus-gugus bermuatan positif akan menarik muatan negatif dari asam-asam lemak dan membentuk ikatan yang tak bisa dicerna. Kedua penetralan muatan, pada model ini khitosan akan menyelubungi sisi aktif lemak dan melindunginya dari serangan dan penguraian enzim-enzim lipida (Muzzarelli 1997). Hidrolisis dan Pemanasan pada Protein Hidrolisis protein diartikan sebagai pemecahan banyak ikatan menjadi satu ikatan atau putusnya ikatan peptida yang menghubungkan asam-asam amino.
Reaksi hidrolisis dapat dilakukan dengan asam, basa dan enzim
(Girindra 1986). Selanjutnya dikatakan bahwa hidrolisis secara kimia (asam dan basa) menyebabkan destruksi triptofan serta pelepasan amonia pada pemecahan group amida asparagin dan glutamin menjadi asam aspartat dan asam glutamat. Selain itu group amino hidroksin (serin dan threonin) mengalami kerusakan sekitar 5-10%, sedangkan sistein, asam aspartat, asam glutamat, lisin, arginin, tirosin, dan prolin terdegradasi sebagian.
Pada proses hidrolisis selain
menghidrolisis protein juga menghidrolisis karbohidrat, lemak dan kandungan lain yang menghasilkan senyawa volatil dan non volatil seperti asam amino, peptida, asam lemak, ester, alkohol, dan senyawa karbonil. Hidrolisis protein yang terbaik adalah dengan konsentrasi HCI 6 M pada suhu 110oC selama 24 jam. Selain itu dapat pula dilakukan dengan konsentrasi HCI yang lebih rendah yaitu 4 M HCI pada suhu 110oC selama 24 jam dan 3 M HCI pada suhu 100oC selama 18 jam. Pada limbah udang hidrolisis yang baik adalah dengan HCl 6% disertai pemanasan tekanan tinggi menggunakan pressure cooker selama 45 menit untuk meningkatkan kecernaannya (Sudibya
13 1998). Pemanasan mengakibatkan terjadinya perubahan pada suatu protein yang dikenal sebagai denaturasi (Lehninger 1982). Denaturasi dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier, dan kuartener terhadap molekul protein, tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu denaturasi dapat pula diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam, dan terbukanya lipatan atau wiru molekul (Winarno 1991). Ada dua macam denaturasi, yaitu (1) pengembangan rantai peptida dan (2) pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul.
Terjadinya kedua jenis denaturasi ini
tergantung pada keadaan molekul.
Pertama terjadi pada rantai polipeptida,
sedangkan yang kedua terjadi pada bagian-bagian molekul yang tergabung dalam ikatan sekunder (Winarno 1991). Proses denaturasi tidak merusak ikatan peptida yang terdapat antara asam amino dalam struktur primer (Girindra 1986). Lehninger (1982) mengemukakan bahwa jika protein mengalami denaturasi, tidak ada ikatan kovalen pada kerangka rantai polipeptida yang rusak, sehingga deret asam amino khas protein tetap utuh setelah denaturasi. Rantai polipeptida yang berikatan kovalen pada protein asli (natif) melipat dalam tiga dimensi dengan suatu pola yang khas bagi tiap jenis protein. Protein yang terdenaturasi, susunan tiga dimensi khas dari rantai polipeptida terganggu dan molekul ini terbuka menjadi struktur acak, tanpa adanya kerusakan pada struktur kerangka kovalen (Gambar 1).
Gambar 1. Sketsa proses denaturasi protein (Winarno 1991)
14 Denaturasi dan koagulasi protein yang terjadi selama pemanasan mengakibatkan menurunnya kelarutan protein (Cheftel et al. 1985). Besarnya tingkat kelarutan protein setelah pemanasan dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanasan yang digunakan (Hultin 1985). Proses pemanasan protein yang tidak sampai merusak kandungan nutrisinya dilakukan dengan maksud agar kurang soluble dalam rumen. Cara ini biasa disebut heat treated protein (HTP). Konsep ini dilakukan karena protein tidak dapat dipenuhi dari mikroba rumen (terutama pada ternak yang berproduksi tinggi) maka tambahan asam-asam amino akan dapat dipenuhi dengan pemberian HTP yang langsung dapat digunakan pada pascarumen (Prawirokusumo 1994). Proses Pencernaan pada Ruminansia Pencernaan adalah serangkaian proses perubahan fisik dan kimia dari bahan makanan di dalam alat pencernaan sampai memungkinkan terjadinya proses penyerapan. Sistem pencernaan pada ruminansia melibatkan interaksi dinamis antar pakan, populasi mikroba dan ternak itu sendiri (Mertens 1993). Prosesnya terdiri atas pencernaan mekanis di mulut, pencernaan fermentatif oleh mikroba di rumen dan pencernaan hidrolisis oleh enzim pencernaan di pascarumen (Sutardi 1977).
Gambar 2. Alat pencernaan pada ruminansia
15
Pak an Kh it osa n
se llu losa
H em iselulo sa
T iss ue R um en
V FA PP P
A setat P ropi onat
Hex os a
Is oB utirat
Hati
B uti rat M ik roba
Isov aler at Valerat
U sus
Khitosan P rotei n Mik roba
F es es Khitosan, lem ak dan k oles terol
M etabolism e
Depos it jar ingan
Gambar 3. Proses pencernaan pakan dalam ternak, (Haryanto et al. 2008). Hewan ruminansia memiliki empat bagian perut dengan fungsi yang berbeda yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum (Gambar 2). Rumen dan retikulum tidak terpisah secara sempurna sehingga dipandang sebagai satu kesatuan (retikulorumen). Retikulorumen berfungsi sebagai tempat fermentasi makanan melalui aktivitas sejumlah mikroba dengan produk akhirnya berupa amonia (NH3), asam lemak terbang (volatile fatty acid= VFA), gas metan dan air. Omasum fungsinya belum jelas, tetapi pada organ ini terjadi penyerapan air, NH3 dan VFA, diduga juga memproduksi VFA dan NH3. Abomasum fungsinya sama dengan perut monogastrik (Church dan Pond 1982; Forbes dan France 1993). Makanan yang masuk ke mulut akan mengalami proses pengunyahan atau pemotongan secara mekanis sehingga membentuk bolus. Pada proses ini makanan bercampur dengan saliva, kemudian masuk ke rumen melalui oesofagus untuk selanjutnya mengalami proses pencernaan fermentatif. Di rumen bolus dicerna oleh enzim mikroba, hasil pencernaan fermentatif
16 berupa VFA, NH3 dan air.
Selama di rumen makanan yang masih kasar
dikembalikan lagi ke mulut (regurgitasi dan remastikasi). Partikel makanan yang tidak tercerna di rumen dialirkan ke abomasum dan dicerna secara hidrolitik oleh enzim pencernaan yang sama pada monogastrik.
Hasil
pencernaan tersebut diserap oleh usus halus dan selanjutnya masuk dalam sistem peredaran darah (Sutardi 1979). Pertumbuhan Ternak Domba Secara sederhana Butterfield (1988) mendifinisikan pertumbuhan sebagai terjadinya perubahan ukuran tubuh dalam suatu organisme sebelum mencapai dewasa, sedangkan perkembangan adalah produk hasil perbedaan pertumbuhan dari masing-masing bagian tubuh dari suatu organisme. Perubahan ukuran meliputi perubahan bobot hidup, bentuk dimensi linear dan komposisi tubuh termasuk pula perubahan pada komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ dalam serta komponen kimia terutama air, lemak, protein dan abu (Edey 1983 dan Soeparno 1984). Pertumbuhan adalah bertambahnya bobot hingga ukuran dewasa tercapai atau lebih spesifik pertumbuhan dapat dijelaskan dengan bertambahnya produksi unit biokimia baru oleh pembagian sel, pembesaran sel atau persatuan dari bahan-bahan
(material)
yang
berasal
dari
lingkungan.
Perkembangan
menunjukkan koordinasi berbagai proses hingga kematangan (kedewasaan) tercapai, seperti diferensiasi selular dan perubahan bentuk tubuh. Pertumbuhan pada umumnya dinyatakan dengan mengukur kenaikan bobot hidup yang mudah dilakukan dan biasanya dinyatakan sebagai pertambahan bobot hidup harian atau average daily gain (ADG). Pertumbuhan yang diperoleh dengan memplotkan bobot hidup terhadap umur akan menghasilkan kurva pertumbuhan (Tillman et al. 1984 dan Taylor 1984). Pertumbuhan ternak terdiri atas tahap cepat yang terjadi mulai awal sampai pubertas dan tahap lambat yang terjadi pada saat kedewasaan tubuh telah tercapai (Tillman et al. 1984). Pada waktu kecepatan pertumbuhan mendekati konstan, slope kurva pertumbuhan hampir tidak berubah. Dalam hal ini
17 pertumbuhan otot, tulang dan organ-organ penting mulai berhenti, sedangkan penggemukan (fattening) mulai dipercepat (Judge et al. 1989). Tumbuhkembang dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan, jenis kelamin, hormon, lingkungan dan manajemen (Judge et al. 1989). Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan domba sebelum lepas sapih adalah genotipe, bobot lahir, produksi susu induk, jumlah anak per kelahiran, umur induk, jenis kelamin anak dan umur sapih (Edey 1983). Potensi pertumbuhan dalam periode ini dipengaruhi oleh faktor bangsa, heterosis (hybrid vigour) dan jenis kelamin. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen (pengelolaan) yang dipakai, tingkat nutrisi pakan yang tersedia, kesehatan dan iklim. Batubara et al. (1993) menyatakan bahwa pertambahan bobot hidup domba Lokal Sumatera jantan muda dengan menggunakan pakan konsentrat komersial yang dicampur bungkil inti sawit (40%), molases (20%) dan urea (0.5%) adalah sebesar 106 g/ekor/hari dan konversi pakan adalah 8.2, sedangkan dengan pakan konsentrat kualitas tinggi (pakan komersial) pertambahan bobot hidup adalah 100 g/ekor/hari dan konversi pakan sebesar 9.4. Perbedaan bangsa memberikan keragaman dalam kecepatan pertumbuhan dan komposisi tubuh. Ternak dari satu bangsa tertentu cenderung tumbuh dan berkembang dalam suatu sifat yang khas dan menghasilkan karkas dengan sifat tersendiri, sehingga merupakan sifat khas bangsanya (Judge et al. 1989). Hasil penelitian Yulistiani et al. (1999) pada domba Sungei Putih dan Barbados Blackbelly Cross didapat bahwa total pertambahan bobot hidup anak pra sapih kedua bangsa domba tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang nyata yaitu masing-masing sebesar 119.66 dan 101.2 g/induk/hari, walaupun ada kecenderungan bahwa total bobot lahir domba Sungei Putih lebih rendah dibandingkan dengan bangsa domba Barbados Blackbelly Cross yang masing-masing bobotnya adalah 3.8 dan 4.1 kg. Karkas dan Non Karkas Komponen Karkas Bobot karkas merupakan salah satu parameter yang penting dalam sistem evaluasi karkas. Sebagai indikator, karkas bukanlah merupakan
prediktor
produktivitas karkas yang baik karena adanya variasi tipe bangsa, nutrisi dan
18 jenis pertumbuhan jaringan sehingga mengakibatkan penurunan tingkat akurasi (Johnson dan Priyanto 1991). Untuk memperkecil sumber keragaman tersebut bobot karkas perlu dikombinasikan dengan variabel lain seperti tebal lemak subkutan dan luas urat daging mata rusuk (loin eye area) dalam memprediksi bobot komponen karkas dan hasil daging (Priyanto et al. 1993). Estimasi komposisi karkas dapat dilakukan dengan memprediksi jumlah produk yang layak dimakan (edible product). Hasil tersebut terdiri atas proporsi daging, lemak dan tulang, Keseluruhan proporsi karkas tersebut ditentukan oleh pertumbuhan jaringannya. Besarnya jumlah edible product yang dihasilkan ini juga ditentukan oleh keahlian dari orang yang menangani rangkaian pemotongan ternak serta kesukaan konsumen dalam memilih bagian-bagian dari produk tersebut setelah diperdagangkan. Perbedaan yang menjadi hubungannya dalam hal ini biasanya tergantung pada seberapa besar lemak dan tulang yang terdapat dalam jaringan daging dapat diterima oleh konsumen sebagai edible product. Daging dalam hal ini merupakan komponen karkas yang terpenting sehingga dalam penerapannya, total daging secara kuantitatif dipergunakan sebagai titik akhir sarana penduga atau pengukur komposisi karkas (Berg dan Butterfield 1976). Menurut Berg dan Butterfield (1976) persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot ternak, kondisi, bangsa ternak, selanjutnya dikatakan bahwa persentase karkas domba Priangan adalah sebesar 55.1% dan domba Ekor Gemuk adalah sebesar 55.3% pada bobot potong 40 kg. Persentase karkas bervariasi karena umur dan perlemakan dari domba tersebut, sedangkan persentase tulang, otot dan lemak dalam karkas dipengaruhi oleh umur, bangsa dan perlemakan pada domba. Hasil penelitian Sugiyono (1997) mendapatkan bahwa bobot karkas domba lokal yang diberi pakan konsentrat biasa adalah sebesar 7.5 kg dari bobot hidup 19.3 kg dan persentase karkasnya 39.1%. Johnston (1983) menyatakan bahwa persentase karkas pada domba yang kurus dan kondisinya buruk kurang dari 40%, sedangkan pada kondisi gemuk persentase karkas dapat melebihi 60 %. Pendapat lain dikemukakan Tulloh (1978) bahwa apabila ternak tidak diberi makan atau minum untuk suatu periode
19 tertentu (dua hari misalnya) maka persentase karkas akan meningkat karena berkurangnya jumlah urin dan feses selama periode tertentu. Komposisi pakan juga berpengaruh terhadap besarnya persentase karkas. Ternak yang mendapat pakan hijauan dengan mutu yang rendah, mengandung lebih banyak digesta di dalam saluran pencernaannya dari pada ternak yang diberi pakan bermutu tinggi dengan proporsi biji-bijiannya yang tinggi. Ternak yang dipuasakan keragaman persentase karkasnya dapat mencapai 4% lebih besar (Tulloh 1978). Menurut Soeparno (1992) perbedaan komposisi tubuh dan karkas diantara bangsa ternak disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa atau perbedaan bobot pada saat dewasa. Komponen utama karkas terdiri atas jaringan otot, tulang dan lemak (Berg et al. 1978). Kualitas karkas sangat ditentukan oleh imbangan ketiga komponen tersebut. Tulang sebagai kerangka tubuh, merupakan komponen karkas yang tumbuh dan berkembang paling dini, kemudian disusul oleh otot dan yang paling akhir oleh jaringan lemak (Soeparno 1992). Proporsi komponen karkas dan bagian karkas yang dikehendaki konsumen adalah karkas atau bagian karkas yang terdiri atas proporsi daging tanpa lemak (lean) yang tinggi, tulang yang rendah dan lemak yang optimal (Natasasmita 1978). Kerbau mempunyai proporsi daging tanpa lemak (lean) atau otot dan lemak lebih rendah dan tulang serta jaringan ikat lebih tinggi dibandingkan dengan sapi. Komponen karkas yang dapat memberikan nilai ekonomis adalah lemak, karena lemak berfungsi sebagai pembungkus daging dan memberikan keempukan pada daging (Berg dan Butterfield 1976). Hasil penelitian Sugiyono (1997) mendapatkan bahwa domba lokal yang diberi pakan konsentrat biasa, persentase daging tanpa lemak (lean), lemak dan tulangnya berturut-turut adalah sebesar 62.63%, 5.42% dan 24% dari bobot setengah karkas. Herman (1993) dan Rachmadi (2003) menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong yang diperoleh menyebabkan bobot karkas segar dan persentase karkas akan semakin tinggi, Herman (1993) menyatakan bahwa pada bobot potong 17.5 kg, bobot karkas, otot, tulang dan lemak pada domba Priangan berturut-turut adalah sebesar 8.290, 2.554, 720 dan 598 gram sedangkan untuk domba Ekor Gemuk
20 berturut-turut 8.530, 2.521, 724 dan 794 gram. Rachmadi (2003) menyatakan bahwa domba yang diberi pakan konsentrat mengandung bungkil inti sawit sebanyak 45% mempunyai bobot tubuh kosong, bobot karkas dan persentase karkas berturut-turut adalah sebesar 14.30 kg, 6.24 kg dan 43.57% dengan masa penggemukan enam bulan. Murray dan Slezacek (1976) melaporkan bahwa tidak ada perbedaan dalam proporsi daging, tulang dan jaringan ikat maupun perlemakan pada tingkat pemberian pakan yang berbeda pada domba, tetapi berbeda dalam depot lemak tubuhnya. Domba yang mendapat pakan lebih banyak mempunyai lemak subkutan lebih banyak, namun lemak intramuskuler lebih rendah. Potongan Komersial Karkas Karkas domba dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : Prtama foresaddle (bagian depan) meliputi neck (leher), shoulder (bahu), shank (paha depan), rack (dada) dan breast (bagian bawah dada). Kedua hindsadle (bagian belakang) meliputi leg (paha belakang), loin (pinggang) dan flank (bagian bawah perut) (Judge et al. 1989). Domba lokal jantan mempunyai komposisi potongan karkas komersil pada bobot potong 15 kg adalah sebagai berikut : leg (34.47%), loin (9,40%), rib (9.46%), shoulder (21.87%), shank (3.74%), breast (9.01%) dan neck (8.98%). (Triatmojo 1988). Judge et al. (1989) menyatakan bahwa komposisi leg (39%), loin (7%), rib (9%), shoulder (26%), shank (5%), breast (10%), flank (2%), ginjal dan lemak ginjal (2%). Herman (1993) menyatakan bahwa pada irisan karkas utama, memperlihatkan bahwa domba Priangan mempunyai potongan shoulder yang lebih besar dengan persentase otot lebih tinggi dan lemak lebih rendah dibandingkan dengan irisan shoulder domba Ekor Gemuk. Domba Ekor Gemuk mempunyai potongan leg yang lebih besar daripada domba Priangan, tetapi persentase lemaknya lebih tinggi dan ototnya lebih rendah. Persentase potongan leg pada domba Priangan (30.8%), Ekor Gemuk (32.3%), loin pada domba Priangan (9.1%), Ekor Gemuk (10.1%), rack pada domba Priangan (9.4%), Ekor Gemuk (8.6%) dan shoulder pada domba Priangan (28.2%), Ekor Gemuk
21 (27.3%). Ngadiyono (1995) melaporkan bahwa potongan komersial karkas sapi menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan bobot potong, yaitu semakin berat dengan meningkatnya bobot potong. Adanya perbedaan bobot potongan komersial karkas disebabkan oleh adanya perbedaan bobot karkas berdasarkan bobot potong tersebut. Adanya keragaman potongan karkas ini dapat pula disebabkan oleh keragaman bobot komponen penyusunnya termasuk ketebalan lemak subkutan. Jika potongan komersial karkas dinyatakan sebagai persentase terhadap bobot karkas layu pada masing-masing bangsa sapi didapat bahwa persentase potongan komersial karkas diantara bangsa sapi juga menunjukkan keragaman, sebagian berbeda nyata dan sebagian lainnya tidak berbeda nyata, sedangkan diantara bobot potong ternyata persentase bagian komersial karkas tidak menunjukkan perbedaan nyata. Owen dan Norman (1977) menyatakan bahwa proporsi leher, bahu dan paha berkurang, sedangkan dada dan pinggang meningkat dengan semakin bertambahnya umur pada kambing dan domba Boswana kastrasi, dalam hal ini kalau umur bertambah maka bobot tubuh juga akan bertambah. Beermann et al. (1986) melaporkan bahwa peningkatan bobot karkas segar akan meningkatkan bobot leg, neck, loin, rack dan shoulder, dimana persentase peningkatan bobot terbaik ditunjukkan oleh potongan leg disusul oleh loin, rack dan shoulder. Saparto (1981) menyatakan bahwa persentase shank meningkat dengan menurunnya bobot karkas, sebaliknya persentase loin dan rack meningkat dengan naiknya bobot karkas. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pada domba jantan, otot pada shoulder, leg, loin dan breast mengalami
masak
dini
sehingga
pertumbuhannya
relatif
lebih
cepat
dibandingkan dengan bagian bagian tubuh lainnya. Sugana et al. (1983) melaporkan bahwa persentase loin meningkat (b>1), persentase leg berkurang (b<1) dengan meningkatnya bobot karkas. Menurut Soeparno (1994) dan Ouhayoun (1998) perlemakan dipengaruhi oleh bobot karkas dan konsumsi pakan khususnya energi. Ouhayoun (1998) menyatakan bahwa makin tinggi bobot karkas, lemak karkas makin meningkat.
22 Komponen Non Karkas Berg dan Butterfield (1976) mengemukakan bahwa bobot karkas adalah bobot hidup setelah dikurangi bobot saluran pencernaan, darah, kepala, kulit dan keempat kaki mulai dari persendian carpus atau tarsus ke bawah. Dinyatakan pula bahwa dijumpai sedikit modifikasi, kadang-kadang dengan atau tanpa ginjal, lemak ginjal, lemak pelvis, lemak sekitar ambing, diaphragma dan ekor. Perbedaan sangat besar adalah lemak ginjal atau lemak pelvis termasuk ke dalam karkas atau tidak. Karkas sebagai satuan produksi dinyatakan dalam bobot karkas dan persentase karkas. Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup saat dipotong (dikurangi isi saluran pencernaan dan urine) dikali 100 % (Judge et al. 1989; Berg dan Butterfield 1976 ; Tulloh, 1978) Proporsi bagian-bagian non karkas, dan pakan yang diberikan dan cara pemotongan mempengaruhi komposisi karkas (Herman (1993). Sedangkan Hudallah et al. (2006) menyatakan bahwa non karkas terdiri dari kepala, darah, organ-organ dalam kecuali ginjal, keempat kaki bagian bawah, kulit, ekor dan bulu. Tabel 5. Produksi non karkas domba jantan dan betina. Non karkas Bobot potong(kg) Karkas Kepala Leher Dada Shoulder Flank Loin Leg Ekor Hati Jantung Paru-paru Ginjal Otot Tulang Lemak Goliomytis (2005)
Jantan Betina ----------------------%.-------------------101.25 76.50 56.49 56.84 2.82 2.54 6.01 4.80 15.63 16.08 8.81 9.44 3.01 3.07 4.48 4.65 12.64 13.01 0.83 1.30 1.18 1.10 0.26 0.24 0.59 0.54 0.19 0.20 24.79 20.82 9.01 7.43 16.23 21.16
23 Menurut Adiwinarti et al. (1999) persentase non karkas adalah 57%, sedangkan hasil penelitian Hudallah et al. (2007) persentase non karkas berkisar antara 53.05-55.58% (bruto) dan 34.34-44.43% (netto). Selanjutnya dikatakan bahwa makin tinggi bobot non karkas makin rendah nilai ekonomisnya. Kepala, kaki, kulit, darah, dan ekor tidak berbeda nyata. Kulit, darah, dan ekor tidak berbeda nyata karena bagian tersebut berkembang sesuai dengan bobot potong. Makin tinggi bobot potong makin banyak darah dan makin luas kulit serta makin tinggi bobot kepala, kaki dan ekor. Produksi karkas dan non karkas domba dapat dilihat pada Tabel 5 Goliomytis (2005). Lemak Lemak merupakan subtansi yang dapat ditemukan dalam jaringan tumbuhan dan hewan. Lemak tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik seperti benzene, eter dan chloform. Lemak mengandung karbon, oksigen dan hydrogen dengan rumus C12H22O11 (Mc Donald et al. 2002). Lemak biasa disebut ester lemak murni dari gliserol yaitu trigliserida. Lemak merupakan ikatan organik yang masuk ke dalam klasifikasi lipid bersama-sama dengan ikatan kimia lainnya termasuk lilin, fosfolipid dan sterol (Wahju 1985). Frandson (1992) menyatakan bahwa lemak digolongkan menjadi lemak sederhana, lemak gabungan dan lemak derivat. Lemak sederhana adalah ester dari asam-asam lemak dan alkohol termasuk macam-macam lemak (ester asam lemak dan gliserol) dan wax (ester asam lemak dan alkohol selain gliserol). Lemak gabungan mengandung beberapa gugus selain alkohol dan asam lemak seperti fosfor, nitrogen dan karbohidrat. Lemak derivat merupakan senyawa yang dihasilkan oleh hidrolisa lemak sederhana ataupun lemak gabungan. Setelah umur ternak dewasa, terjadi penimbunan lemak di beberapa bagian tubuh seperti di bawah kulit dan di sekitar organ dalam. Urutan-urutan perkembangan deposisi lemak tubuh adalah lemak intermuskuler, perirenal (canel), ginjal, subkutan dan omental (Soeparno 1994). Penderita jantung koroner yang semakin meningkat tiap tahunnya dan penyakit ini menempati urutan pertama penyebab kematian bagi manusia Indonesia untuk usia di atas 40 tahun (Purbowati et al. 2005). Oleh karena itu banyak konsumen yang
24 menginginkan daging rendah lemak (lean meat). Di Eropa telah dibuat sistem penilaian karkas domba berdasarkan kelas lemak untuk memenuhi tuntutan konsumen tersebut, sebagai berikut: (1) kelas lemak 1: lemak 14.3%, daging 64.8%, dan tulang 20.9%; (2) kelas lemak 2: lemak 20.5%, daging 60.5%, dan tulang 19.0%; (3) kelas lemak 3: lemak 26.6%, daging 56.2%, dan tulang 17.2%; (4) kelas lemak 4: lemak 32.7%, daging 51.9%, dan tulang 15.4 %; dan (5) kelas lemak 5: lemak 38.9%, daging 47.6%, dan tulang 13.5%. Kisaran bobot karkas domba yang diinginkan oleh masyarakat Eropa tersebut adalah 8−23 kg Lemak dalam daging terdapat dalam bentuk trigliserida. Trigliserida merupakan komponen utama asam lemak dalam makanan yang dibentuk dari fraksi katalisa gliserol dengan 3 molekul asam lemak. Trigliserida merupakan bentuk lemak yang paling efisien untuk menyimpan kalori (Piliang dan Djojosoebagjo 2006a). Selanjutnya dikatakan bahwa kelebihan energi terjadi jika energi melebihi metabolis yang dibutuhkan, kelebihan energi menyebabkan akumulasi lemak yang berlebihan sehingga disimpan dalam jaringan adipose dalam bentuk cadangan lemak. Beberapa trigliserida berbentuk butir-butir kecil pada jaringan yang digunakan untuk metabolisme energi. Asam lemak adalah komponen terbesar dari beberapa lipida kompleks yang mengndung 12 – 24 atom C yang sebagian besar umumnya terdapat pada jaringan hewan. Sebagai contoh adalah asam linoleat yang diketahui dapat menurunkan taraf kolesterol dalam darah juga dipertimbangkan sebagai asam lemak esensial, tetapi ternyata dalam publikasi bahwa asam linoleat dapat meransang pembentukan tumor dan tumor spread ( metastatiw ) (Enser 1984). Konsumsi yang berlebihan dari lemak yang mengandung asam linoleat tinggi dipercaya dapat merangsang kanker payudara, prostat dan kanker usus besar (Adnan 1994). Kolesterol Kolesterol adalah suatu sterol hewani dan menyusun 17% bahan kering otak (Tillman et al. 1986) serta terdapat dalam semua sel hewani, sehinnga tersebar luas dalam tubuh. Kolesterol merupakan zat alami yang terdapat dalam tubuh diperlukan dalam proses-proses penting dalam tubuh. Kebutuhan
25 kolesterol sebagian besar dipenuhi melalui sintesa kolesterol dan dibentuk di dalam hati (Piliang dan Djojosoebagjo 2006a; Frandson 1992). Kurang dari separoh jumlah kolesterol tubuh berasal dari sintesis (sekitar 700 mg/hari), dan sisanya berasal dari makanan sehari-hari. Pada manusia, hati menghasilkan kurang lebih 10% dari total sintesis, sementara usus sekitar 10% lainnya. Pada hakekatnya semua jaringan yang mengandung sel-sel berinti mampu mensintesis kolesterol. Fraksi mikrosomal (reticulum endoplasma) dan sitosol sel terutama bertanggung jawab atas sintesis kolesterol (Mayes 2003). Kolesterol merupakan sterol utama dalam jaringan tubuh manusia. Kolesterol mempunyai rantai hidrokarbon dengan delapan atom karbon yang diberi nomor 20 sampai 27 sebagai lanjutan nomor pada inti steroid (Ismadi 1993).
Kolesterol merupakan subtansi lemak khas hasil metabolisme yang
banyak diketemukan dalam struktur tubuh manusia maupun hewan. Oleh karena itu kolesterol banyak terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan seperti daging, hati otak dan kuning telur (Martin and Ahle 1984). Pada konsumsi makanan yang beraneka ragam, kurang lebih setengah kolesterol berasal dari biosintesis tubuh sendiri yang berlangsung dalam usus, kulit dan terutama dalam hati (kira-kira 50%), selebihnya kolesterol diambil dari bahan makanan. Sebagian besar kolesterol membentuk lapisan lemak dari membran plasma. Perubahannya menjadi asam empedu juga menggunakan jumlah kolesterol yang sangat besar. Selain itu kolesterol juga disekresikan ke dalam empedu dalam bentuk yang tidak diubah. Sejumlah kecil kolesterol berfungsi pada biosintesis hormon steroid. Keseluruhannya setiap hari digunakan atau dieliminasi kurang lebih 1 gram kolesterol (Koolman and Rohm 2001). Piliang dan Djojosubagjo (2006a) mengemukakan bahwa kolesterol disintesa dalam tubuh, terutama oleh sel-sel hati, usus halus dan kelenjar adrenal meskipun seluruh sesl-sel tubuh mempunyai kemampuan untuk menghasilkan sterol. Lebih lanjut dikemukakan bahwa kolesterol digunakan untuk sintesis hormon-hormon steroid, garam-garam empedu dan vitamin D. Zat-zat tersebut ditranspor diantara jaringan yang terikat pada lipoprotein, terutam cylomicron-
26 cylomikron dan lipoprotein-lipoprotein dengan densitas rendah (LDL). Kebutuhan yang tepat akan kolesterol belum diketahui, tapi para ahli sependapat bahwa meskipun dalam bentuk sedikit saja kolesterol yang disintesa dalam tubuh, telah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Tabel 6. Kadar kolesterol, trigliserida, LDL, HDL serum darah dan kadar lemak daging domba dan kambing Jenis Ternak Kambing Domba
Kolesterol (mg/dl) 145 70* 108 110*
LDL (mg/dl) 65 40
Uraian Trigliserida (mg/dl) 40 36
HDL (mg/dl) 76 61
Lemak (mg/dl) 0.31 0.52
Soraya (2006) * Mitruka et al. 1977
Tabel 7. Kadar lemak dan kolesterol daging berbagai jenis ternak Jenis ternak Kambing Domba Sapi Babi Ayam a
Kadar Kadar Kolesterol Energi a Lemak (kal/100gr) b c (mg/dl)a (mg/dl)d a (mg/100g) (mg/3ons) (%) 55-210 145 70 79 85 55-140 7.9 144 125 59 57 80-170 2,4 147 70-105 69 75 76-170 2.9 114 60-90 67 52-148 1.2
Lawrie (2003) Girindra (1986) c Aberle et al. (2001) d Anggorodi (1979) b
Kolesterol bebas maupun dalam bentuk esternya memiliki fungsi fisiologis yang penting. Fungsi kolesterol adalah : (1) komponen esensial membran sel tubuh, yakni untuk regulasi cairan tubuh, (2) unsur dari myelin dalam jaringan saraf, precursor beberapa jenis biomolekul seperti hormon streroid, asam empedu dan vitamin D (Beitz dan Allen 1984; McDonald et al. 1995; Boyer 2002) Ada lima kelompok hormon steroid, semua merupakan turunan dari kerangka karbon kolesterol. Adapun kelompok hormon tersebut adalah : (1) progesteron yang mempersiapkan uterus untuk penanaman ovum dan perubahan fisiologi selama kehamilan, (2) glukokortikoid yang mempengaruhi metabolisme
27 dengan glukoneogenesis, pembentukan glikogen dan degradasi lemak, (3) mineralokortikoid yang meregulasi penyerapan Na+ , Cl- dan HCO3- dalam ginjal yang dapat meningkatkan volume dan tekanan darah, (4) estrogen yang merupakan penggerak pengembangan karakteristik jenis kelamin betina (Beitz dan Allen 1984). Kolesterol dalam tubuh dikeluarkan melalui dua cara, yaitu diubah menjadi empedu sebagai garam-garam kolesterol dan sterol netral yang dibuang melalui feses (Mayes 1995). Awalnya asam empedu disintesa dalam hati dengan bahan dasar kolesterol. Asam empedu ini digunakan dalam proses pencernaan, khususnya lemak dengan cara pembentukan kilomikron (Lehniger 1975). Hampir 80% kolesterol diubah menjadi berbagai macam asam empedu (Chambell et al.1988). Berbagai studi telah membuktikan bahwa rendahnya kadar kolesterol High Density Lypoprotein (kol-HDL) dan tingginya kadar Trygliserida (TG), Low Density Lypoprotein (kol-LDL), dan kolesterol total berperan sebagai faktor risiko Penyakit Jantung Koroner (PJK) pada diabetes melitus tipe 2. Keadaan dislipidemia ini akan memicu akumulasi jaringan adiposa diberbagai kompartemen tubuh, dalam hal ini akumulasi jaringan adiposa abdominal terutama lemak viseral memiliki efek langsung terhadap atherosclerosis (Supadmo 1997). Asam lemak tak jenuh rantai tunggal, mono unsaturated fatty acid (MUFA) merupakan lemak baik yang bermanfaat bagi tubuh. Berbagai penelitian membuktikan bahwa konsumsi MUFA lebih baik daripada saturated fatty acid (SAFA). MUFA mempunyai efek terhadap kadar lipid dengan meningkatkan kol-HDL dan menurunkan TG serta kol-LDL (Sulistiani 1996). Khitosan mempunyai kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan khitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang," Kadar lemak, kolesterol, trigliserida dan LDL serum darah tidak pernah lebih tinggi dari kadar lemak, kolesterol, trigliserida dan LDL daging (Supadmo 1997)
METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ruminansia Besar, dan Laboratorium Lapangan, Fakultas Peternakan, dan Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Desember 2008 sampai dengan Februari 2009.
Materi dan Metode Penelitian Preparasi limbah udang Limbah udang diambil dari perusahaan pembekuan udang di Muara Baru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Menggunakan boks pendingin yang berisi es supaya limbah udang tidak rusak atau berbau. Kemudian dikeringkan dengan sinar matahari sampai beratnya tetap, selanjutnya digiling untuk dijadikan tepung. Tepung limbah udang tersebut dihidrolisis dengan cara diautoclave pada suhu 121oC dengan tekanan 1 Atm selama 6 jam kemudian dicampurkan ke dalam berbagai macam bahan pakan yang telah disediakan (Tabel 8) selanjutnya dibuat pellet dengan ukuran 8 mm. Pemeliharaan Penelitian ini menggunakan ternak domba jantan lokal dari Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3JIPB) berumur ± 8 bulan dan bobot badan ± 15 kg sebanyak 16 ekor. Pemeliharaan berlangsung selama tiga bulan dalam kandang individu berukuran 1.0m x 1.2m x 0.75m yang dilengkapi tempat makan dan minum.
Ternak
diberikan obat cacing terlebih dahulu sebelum pemeliharaan untuk mencegah bias dan vitamin untuk mengurangi stres. Satu minggu pertama merupakan masa adaptasi terhadap kandang dan pakan yang digunakan (preliminary).
29 Tabel 8. Susunan Dan Kandungan Nutrien Pakan Penelitian Nama Bahan
Pakan P0
P1
P2
P3
-------------------------- kg -----------------------Rumput lapang
40.0
40.0
40.0
40.0
Limbah Udang Bungkil Kedelai Molasses Jagung Kuning Pollard Onggok Crude Palm Oil (CPO) Urea Garam (NaCl) Kapur (CaCO3) Premix JUMLAH Kandungan Nutrien: PK SK LK Ca P ME (Kkal/Kg)
0.0 13.5 15.0 2.8 2.8 18.6
10.0 9.0 15.0 0.5 3.4 14.3
20.0 4.5 15.0 2.4 1.9 7.4
30.0 0.0 15.0 4.7 0.3 0.2
3.9
4.9
5.9
6.9
2.0 0.4 0.5 0.5 100.0
2.0 0.4 0.0 0.5 100.0
2.0 0.4 0.0 0.5 100.0
2.0 0.4 0.0 0.5 100.0
……………………….%....................................... 14.70 13.51 5.74 0.89 0.44 2.501
14.70 15.26 7.01 1.34 0.52 2.503
14.70 16.86 8.61 2.26 0.59 2.500
14.70 18.39 10.28 3.16 0.67 2.500
2.580 2.488 2.445 2.440 Harga (Rp/kg) Sumber : Hasil Analisis Di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak IPB, 2008 Pakan yang digunakan berbentuk pelet, terdiri dari 4 taraf tepung limbah udang yaitu 0%, 10%, 20%, dan 30%. Kandungan nutrien pakan disesuaikan dengan kebutuhkan protein untuk pertumbuhan domba yaitu 14.7% dan energi metabolisme yaitu 2,500 kkal/kg (NRC 1985). Susunan dan kandungan nutrien pakan seperti pada Tabel 8. Pakan dan air minum diberikan secara tidak terbatas (ad libitum). Namun pakan terlebih dahulu ditimbang sebelum diberikan, begitu juga sisanya
30 yang tidak dikonsumsi per-hari. Penimbangan bobot badan dilakukan setiap 2 minggu. Pemotongan Ternak Ternak dipotong setelah dipelihara selama kurang lebih 3 bulan tapi sebelum dipotong dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot potong. Pengkarkasan dan pemotongan bagian-bagian karkas dan non karkas dilakukan sesaat setelah dipotong. Semua bagian tersebut masing-masing ditimbang satu persatu. Tahap berikutnya adalah analisa laboratorium untuk mengamati dan mengukur kadar kolesterol, trigliserida, HDL dan LDL lemak subkutan. Peubah yang Diukur a.
Karakteristik fisik karkas dan komponen karkas, meliputi: bobot karkas panas dan dingin, persentase bobot karkas, persentase komponen karkas (daging, lemak, dan tulang) khususnya potongan leg.
b.
Karakteristik komponen non karkas pada ternak domba jantan lokal (kepala, kaki, kulit dan jeroan : hati, paru, jantung dan alat pencernaan).
c.
Kadar kolesterol, trigliserida, HDL dan LDL serum darah, kadar trigliserida dan kolesterol lemak subkutan pada ternak domba jantan lokal.
Metode Pengukuran: a.
Pertambahan bobot badan harian (g). Dihitung berdasarkan bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal dibagi dengan jarak waktu (hari) antara dua penimbangan.
b.
Konsumsi pakan (g). Dihitung berdasarkan jumlah pakan yang diberikan dikurangi dengan sisa pakan.
c.
Bobot potong (g). Ditentukan berdasarkan hasil penimbangan akhir saat ternak akan dipotong
d.
Bobot karkas panas (g).
31 Ditentukan berdasarkan hasil penimbangan bobot karkas sesaat setelah pemotongan. e.
Persentase Karkas depan dan karkas belakang Diukur berdasarkan metode Australia yaitu dipotong pada antara tulang rusuk ke-12 dan ke-13.
f.
Persentase komponen non karkas Dihitung berdasarkan komponen non karkas (kepala, kaki, kulit dan jeroan) masing-masing bagian non karkas dibagi dengan bobot kosong dikali 100(%).
g.
Persentase lemak internal Dihitung berdasarkan jumlah total lemak internal yang terdapat dalam tubuh ternak dibagi dengan bobot kosong dikali 100%.
h.
Lemak subkutan dianalisa di laboratorium sbb: a. Analisa total kolesterol, trigliserida dan HDL menggunakan metode Metode Kit dan alat Humalyser Spectrofotometry (Susandari et al. 2004). b. Analisa lemak jenuh/tak jenuh menggunakan metode hitungan bilangan yodium /Metode Hanus (Apriyantono et al. 2006).
Pengambilan sampel darah dan lemak Pengambilan sampel darah dilakukan dengan menggunakan tabung vacum venojuck sebanyak kurang lebih 10 cc melalui vena jungularis pada bagian leher ternak domba sampel. Hal ini dilakukan satu hari sebelum ternak dipotong. Selanjutnya sampel darah tersebut dianalisa kadar kolesterol total, trigliserida, HDL dan LDL di laboratorium Fisiologi Hewan Fakultas Kedokteran Hewan IPB dengan menggunakan Metode Kit. Sampel lemak diambil melalui lemak subkutan sebanyak kurang lebih 10 gram untuk dianalisa kadar kolesterol total dan trigliserida menggunakan metode Kit sedangkan kadar lemak tak jenuh mengunakan metode Hanus (Apriyantono et al. 2006). Analisa Kolesterol Darah Sampel darah yang telah disediakan selanjutnya disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm; plasma yang telah terpisah dari serum
32 dimasukkan ke dalam evendorf dengan menggunakan pipet. Analisa kadar total kolesterol dan trigliserida baik pada darah maupun lemak menggunakan metode yang sama, hanya pereaksi (reagentnya) yang berbeda. Metodanya adalah sebagai berikut : 5µl dari setiap sampel dimasukkan dalam tabung reaksi yang sudah idsterilkan. Kemudian ditambahkan reagent
masing-masing sebanyak 500µl.
Bahan aktif reagent kolesterol total adalah buffer fosfat 4-Aminoantipirin, fenol, peroksidase, kolesterolesterase, kolesteroloksidase, dan sodiun azida; sedangkan pada reagent trigliserida terdiri dari 4-klorofenol 4-aminoantipirin, sodium azidase, ion magnesium, dan gliserol-3-fosfat oksidase. Sampel dan reagent ini dicampur dan diaduk untuk mendapatkan campuran yang homogen. Kadar total kolesterol
dan
trigliserida
diukur
dengan
menggunakan
Humalyser
Spectrophotometer setelah didiamkan selama 10 menit. Analisa HDL darah dilakukan sebagai berikut; 5 µl sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 500µl reagent HDL yaitu asam posphotungstic dan magnesium klorida. Campuran ini disentrifige pada 4000 rpm selama 10 menit, maka akan didapatkan supernatant yang telah bersih dari reagent HDL. Supernatan sebanyak 50µl dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan reagent kolesterol sebanyak 500µl, Campuran ini diaduk dan didiamkan selama 10 menit kemudian diukur. Menurut metode Humalyser Spectrofotometry HDL-Kolesterol test (Cat. No.10018) kadar LDL darah dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: LDL (mg/dl) = Kolesterol total (mg/dl) - HDL (mg/dl) _ Trigliserida (mg/dl) 5 Analisa Kadar Lemak Tak Jenuh Analisa kadar lemak tak jenuh dilakukan dengan mengunakan metode Hanus sebagai berikut; Sampel lemak yang telah ditimbang sebanyak 0.1 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer tertutup. Selanjutnya ditambahkan 10 ml chloroform untuk melarutkan sampel. Kemudian ditambahkan 25 ml pereaksi hanus dan dibiarkan selama 1 jam di tempat gelap (sesekali dikocok). Setelah reaksi sempurna (terdapat kelebihan iod paling sedikit 60%). Selanjutnya
33 ditambahkan larutan KI 15% sebanyak 10 ml dan dikocok. Kemudian Erlenmeyer dan tutupnya dicuci dengan aquades sebanyak 100 ml. Setelah itu dtitrari dengan larutan standar Na2S2O3 0.1N sampai warna kuning iod hampir hilang. Kemudian ditambahkan 2 ml larutan pati 1% sebagai indicator, selanjutnya dititrasi lagi sampai warna biru hampir hilang. Selanjutnya blangko dibuat seperti pada cara penetapan sampel. Nilai titrasi sampel dikurangi nilai titrasi blangko adalah merupakan nilai bilangan iod (g/100g sampel). Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan masing-masing 4 ulangan. Model matematis rancangan tersebut adalah :
Y
ij
= μ + α
i
+ ε
ij
dimana: Yij
= Respon pengamatan
μ
= Nilai rata-rata umum
αi
= Pengaruh taraf limbah udang ke-i (i = 1,2,3, dan 4)
εij
= Galat percobaan α ke-i ulangan ke-j Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (anova). Apabila terdapat pengaruh perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan sesuai prosedur Steel dan Torrie (1993).
34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan Bobot Badan, Konsumsi dan Konversi Pakan Konsumsi Bahan Kering Pakan (KBKP) pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9. Rata-rata KBKP domba jantan lokal yang diberikan berbagai taraf limbah udang sesuai perlakuan P0, P1, P2, dan P3 nilainya berturut-turut adalah 901.79, 934.44, 1007.47 dan 977.79 gram/ekor/hari. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan pada domba dengan taraf limbah udang yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap KBKP. Hal ini berarti bahwa peningkatan persentase taraf limbah udang dalam pakan ternak domba jantan lokal tidak mempengaruhi jumlah konsumsi KBKP. Hal ini mungkin disebabkan karena pakan dibuat berbentuk pellet yang melalui proses pemanasan sampai pada suhu 60oC sehingga aromanya menarik bagi domba penelitian tersebut. Jika dilihat dari jumlah konsumsi pakan termasuk cukup tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Lestari et al (2005) hanya berkisar antara 852.43 – 967.17 gram/ekor/hari. Sedangkan KBKR dalam penelitian ini adalah berada pada kisaran 901.8–1007g/ekor/hari. Tabel 9. Rata-rata KBKP, PBBH dan Konversi Pakan Peubah
Perlakuan P0
P1 ns
P2
P3
ns
ns
934.44
1007.47
977.79ns
KBKP (g)
901.79
PBBH (g)
113.2a
108.47a
110.35a
88.24b
Konversi pakan
7.96b
8.83b
9.17b
11.08a
a,b
Tanda yang berbeda dalam 1 baris berarti berpengaruh nyata (P<0.05) ns= non signifikan Rata-rata pertambahan bobot badan harian (PBBH), konsumsi bahan
kering pakan dan konversi pakan domba lokal hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.
Rata-rata pertambahan bobot badan harian domba disusun sesuai
perlakuan P0, P1, P2, dan P3 nilainya berturut-turut adalah 113.2 g, 108.47 g, 110.35 g dan 88.24 g. Hasil analisis statistik menunjukkan, bahwa pemberian pakan dengan taraf limbah udang yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05)
35 terhadap PBBH. Pertambahan bobot badan P0, P1, dan P2 nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan P3 tapi antara ketiganya tidak berbeda nyata. Hal ini berarti bahwa sampai pada 20% pemberian limbah udang mampu memberikan nutrisi yang cukup sehingga PBBH domba penelitian cukup tinggi. jika dibandingkan dengan domba lokal Sungei Putih yaitu PBBHnya hanya 68.85 gram/ekor/hari, sedangkan domba lokal Sumatra 59.36 gram/ekor/hari yang diberikan pakan limbah sawit (Hasnudi 2004). Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan kualitas makanan atau pakan. Namun demikian PBBH domba jantan lokal yang diberikan limbah udang jauh lebih baik dari pada yang diberikan limbah sawit. Konversi pakan pada domba lokal dalam penelitian ini untuk 0%, 10%, 20%, dan 30% berturut-turut adalah 7.98, 8.83, 9.19, dan 11.08. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan taraf limbah udang yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap konversi pakan. Konversi pakan antara 0%, 10%, dan 20% tidak berbeda nyata, tapi pada taraf 30% nyata lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga taraf tersebut di atas. Hasil ini menunjukkan bahwa sampai pada taraf 20% penggunaan limbah udang masih efektif. Hal ini disebabkan karena makin tinggi kadar limbah udang makin tinggi pula kandungan khitosan yang berfungsi sebagai serat dengan daya cerna rendah. Namun demikian jika dibandingkan dengan dombah lokal Sumatra masih lebih baik konversi pakan domba lokal penelitian ini yaitu 10.23 – 13.86 (Hasnudi 2004). Bobot Potong dan Produksi Karkas Rata-rata bobot potong, persentase karkas hangat utuh, karkas depan dan karkas belakang, serta leg dapat dilihat pada Tabel 10. Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa secara berturut-turut bobot potong domba jantan lokal untuk perlakuan P0, P1, P2 dan P3 adalah sebagai berikut 24.500, 24.450, 24.575, dan 22.825 kilo gram. Analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan taraf limbah udang yang berbeda pada domba jantan lokal tidak berpengaruh nyata terhadap bobot potong. Hal ini berarti bahwa pemberian pakan yang
36 mengandung limbah udang sampai 30% mampu mencukupi kebutuhan ternak domba jantan lokal baik kebutuhan pokok maupun kebutuhan untuk produksi. Hal ini disebabkan karena limbah udang mengandung nutrisi yang lengkap dan cukup tinggi seperti kadar protein 41.58%, abu 22.6%, lemak 3.08%, energi 3577 kkal/kg dan serat kasar 13.72%. Sedagkan kandungan mineral dan asam amino cukup lengkap termasuk mathionin 2.41%, yang sering tidak terdapat pada bahan pakan lain. Kalsium sangat tinggi yaitu 7.78% namun fosfor yang agak rendah sehingga perbanding antara kalsium dan fosfor adalah 10 : 1 (Hartadi et al.1997). Menurut NRC (1985), batas perbandingan antara Ca dan P adalah 7:1. Jadi penggunaan limbah udang memang perlu batas tertentu sehingga memenuhi kriteria pakan yang baik. Untuk itu saya membatasi penggunaan limbah udang sampai pada 30%. Tabel 10. Persentase Karkas, Karkas Depan, karkas belakang, leg, berdasarkan bobot kosong. Peubah
Perlakuan
P0 P1 P2 P3 …................................................%.................................... Bobot Potong (kg) 24.500 ns 24.450ns 24.575 ns 22.825. ns ns ns Karkas hangat utuh 54.25 53.50 55.00ns 54.00ns ns ns ns Karkas depan 52.84 53.06 52.78 52.06 ns ns ns ns Karkas belakang 47.08 46.85 47.13 47.84ns Leg 29.10ns 28.540ns 29.58ns 29.50ns ns= non signifikan Tingginya kadar serat kasar tidak menghambat pertumbuhan ternak karena palatabilitasnya tinggi pula, sehingga dengan memberikan pakan secara adlibitum mampu memenuhi kebutuhan ternak tersebut. Terbukti mampu meningkatkan bobot badan selama 3 bulan dipelihara dari ±15 kg menjadi 22.82 – 24.57kg. dengan pertambahan bobot badan harian rata-rata 88.24-110.35. Nilai ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Sunarlim dan Setiyanto (2005) yang menggunakan domba jantan lokal sampai umur 1 tahun yaitu 19.3, sedangkan Triyantini et al. (2002) menyatakan bahwa bobot potong domba lokal umur 1 tahun adalah 23.08 kg. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian limbah udang sampai pada taraf 30% berpengaruh positif terhadap pertumbuhan domba jantan lokal walaupun pertambahan bobot badan hariannya sudah mulai rendah.
37 Hal ini berarti bahwa penggunaan limbah udang sampai pada taraf 20% masih memberikan pertumbuhan yang baik karena masih lebih tinggi dibanding hasil penelitian Sugiyono (1997) mununjukkan bahwa bobot karkas domba lokal jantan yang diberi pakan konsentrat mempunyai bobot hidup umur 1 tahun sebesar 19.3 kg dan persentase karkasnya 39.1%. Ini membuktikan bahwa limbah udang mampu memberikan nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme domba jantan lokal. Persentase karkas berdasarkan bobot kosong untuk perlakuan P0, P1, P2 dan P3 adalah sebagai berikut 54,25, 53.50, 55.00 dan 54.00. Analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan taraf limbah udang yang berbeda pada domba lokal jantan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase karkas hangat berdasarkan bobot kosong. Namun demikian persentase karkas ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Rianto et al. (2006) yaitu 31.57% - 37.1%. dan Adiwinarti et al. (1999) yaitu 41.11 – 44.00%. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan kualitas pakan yang digunakan. Ini berarti bahwa penggunaan limbah udang sampai pada taraf 30% mampu mensuplai nutria dengan baik pada domba jantan lokal. Limbah udang memiliki kadar protein yang tinggi dan energi metabolisme tinggi serta memiliki asam amino yang lengkap. Selain itu limbah udang memiliki khitin dan khitosan yang mampu didegradasi oleh mikroba sehingga dapat berfungsi sebagai sumber protein dan sumber energi untuk ternak ruminansia seperti domba.
A
B
C
Gambar 4. Karkas utuh (A dan B) dan setengah karkas (C)
38 Penggunaan limbah udang sampai pada taraf 30% masih memberikan nilai posistif terhadap persentase karkas hangat domba lokal (Hudallah et al (2007). Dengan demikian pemberian pakan limbah udang pada domba lokal mampu meningkatkan persentase karkas berdasarkan bobot kosong dengan cukup tinggi sampai pada taraf 30%. Persentase karkas berdasarkan bobot kosong tidak berbeda nyata disebabkan karena bobot potong relatif sama sehingga persentase karkas relatif sama pula untuk semua perlakuan. Menurut Herman (2004), semakin tinggi bobot potong yang diperoleh menyebabkan bobot karkas segar dan persentase karkas akan semakin tinggi. Pendapat lain dikemukakan Tulloh (1978) bahwa apabila ternak tidak diberi makan atau minum untuk suatu periode tertentu (dua hari misalnya) maka persentase karkas akan meningkat karena berkurangnya jumlah urin dan feses selama periode tertentu. Selanjutnya dikemukakan bahwa komposisi pakan juga berpengaruh terhadap besarnya persentase karkas. Ternak yang mendapat pakan hijauan dengan mutu yang rendah, mengandung lebih banyak digesta di dalam saluran pencernaannya dari pada ternak yang diberi pakan bermutu tinggi dengan proporsi biji-bijiannya yang tinggi. Ternak yang dipuasakan keragaman persentase karkasnya dapat mencapai 4% lebih besar (Tulloh 1978).
Gambar 5. Setengah Karkas domba (kanan) Persentase karkas depan, karkas belakang dan leg berdasarkan bobot karkas dingin tidak berbeda nyata. Hal ini mungkin disebabkan karena ternak
39 domba tersebut juga mempunyai persentase karkas dan bobot potong yang relatif sama dimana ternak tersebut mendapatkan nutrisi yang mampu mencukupi kebutuhannya sampai pada taraf 30% limbah. Pakan yang diberikan untuk semua perlakuan memiliki kadar energi dan protein kasar yang sama. Domba yang diberikan pakan dengan taraf 30% berusaha mengkonsumsi lebih banyak pakan untuk memenuhi kebutuhannya dimana kita ketahui bahwa makin tinggi kadar limbah udangnya makin tinggi serat kasarnya sehingga daya serap nutrisi pakan menjadi rendah. Ternak mengkonsumsi pakan lebih banyak sehingga pertumbuhan tetap stabil. Bagian belakang pada ternak bertumbuh lebih lambat dibandingkan dengan bagian depan atau karkas depan masak dini. Ternak domba penelitian ini baru berumur sekitar 11 bulan artinya belum sampai 1 tahun atau belum dewasa, sehingga pertumbuhan belum optimum pada bagian karkas belakang. Karakteristik Leg Leg adalah merupakan bagian dari bagian komersil karkas domba. Potongan leg ini mampersentasikan bagian tubuh dari keseluruhan ternak domba ditinjau dari segi karakteristik karkas yang meliputi persentase daging, tulang dan lemak, sehingga karakteristik potongan leg ini dapat digunakan untuk mewakili karakteristik karkas domba secara keseluruhan.
Gambar 6. Persentase otot, tulang dan lemak potongan leg Rata-rata persentase potongan leg dan bagian-bagiannya yang terdiri dari otot, tulang dan lemak dapat kita lihat pada Gambar 6. Hasil analisis statistik
40 menunjukkan bahwa pemberian pakan berbagai taraf limbah udang tidak berpengaruh nyata terhadap persentase otot dan tulang tapi berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap persentase lemak. Otot memiliki pesentase terbesar disusul tulang dan lemak. Persentase otot berdasarkan perlakuan P0, P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 64.045, 64.643, 66.328 dan 66.703, selanjutnya persentase tulang untuk P0, P1, P2, dan P3 adalah 17.673, 20.208, 18.643, dan 19.563. Sedangkan persentase lemak adalah untuk P0, P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 18.280, 15.150, 15.030 dan 13.735. Berdasarkan uji lanjut pada lemak melalui uji Duncan menunjukkan bahwa P0 nyata (P<0.05) lebih tinggi dari pada ketiga perlakuan lainnya. Sedangkan antara P1, P2 dan P3 tidak berbeda nyata. Namun demikian makin tinggi taraf limbah udang semakin rendah persentase lemak. Sebaliknya pada otot, makin tinggi taraf limbah udang ada kecenderungan semakin tinggi pula persentase ototnya. Sedangkan persentase tulang bervariasi tapi yang paling tinggi adalah P1 dan paling rendah P0. Menurut Gali et al (1972) proporsi otot, lemak tan tulang dalam karkas dipengaruhi oleh umur, nutrisi dan spesies.
A
B
Gambar 7. Potongan leg domba lokal P0 (A) dan P3 (B) Persentase lemak P0 nyata (P<0.05) lebih tinggi dibading P3, tetapi antara P1, P2 dan P3 tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena pada P0 tidak diberikan limbah udang yang berarti bahwa khitin dan khitosan tidak ada. Sedangkan pada P1, P2 dan P3 terdapat khitin dan khitosan berfungsi sebagai serat yang mengikat lemak dan dikeluarkan melalui alat pencernaan bersama
41 feses sehingga deposit lemak menjadi lebih rendah. Khitosan mempunyai potensi yang berbeda dengan serat lainnya yaitu mempunyai gugus-gugus amino bermuatan positif akan menarik muatan negatif dari asam-asam lemak dan membentuk ikatan yang tak bisa dicerna. Kedua, penetralan muatan, dalam model ini khitosan akan menyelubungi sisi aktif lemak dan melindunginya dari serangan dan penguraian enzim-enzim lipida (Muzzarelli 1997). Menurut hasil penelitian Supadmo (1997) khitin mampu menyerap atau mengikat lemak sampai 76.05%, sedangkan selulosa hanya 54.17% dan agar 2,6%. Produksi Non Karkas Non karkas adalah merupakan bagian dari ternak kurang bernilai ekonomis. Makin tinggi non karkas semakin rendah nilai ekonomis dari seekor ternak. Rata-rata persentase bobot non karkas total, kaki, kulit, kepala, darah, evisera, ekor, jantung, paru, empal, hati dan alat kelamin dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Persentase non karkas berdasarkan bobot kosong Peubah Non Karkas total Kaki Kulit . Kepala Darah. Evisera Ekor. Ginjal Jantung Paru. Linfa Hati Alat kelamin a,b
P0 48.05ab 2.80ns 8.98ns 8.36ns 5.45 26.82b 0.90ns 0.15b 0.41b 0.93ns 0.36ns 1.62ns 2.28ns
Perlakuan P1 46.58b 2.81ns 8.96ns 9.04ns 5.40 22.85b 0.73ns 0.18a 0.42b 0.93ns 0.48ns 1.76ns 2.18ns
P2 48.02ab 2.82ns 8.98ns 8.814ns 5.30 25.94b 0.70ns 0.173ab 0.47ab 0.94ns 0.47ns 1.82ns 2.28ns
P3 50.92a 2.93ns 8.36ns 8.73ns 5.48 33.50a 0.59ns 0.19a 0.51a 0.88ns 0.27ns 1.65ns 2.38ns
Tanda yang berbeda dalam 1 baris berarti berpengaruh nyata (P<0.05) ns= non signifikan
Analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan berbagai taraf limbah udang berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap persentase bobot total non karkas dan evisera. Sedangkan pada kaki, kepala, kulit, dan darah tidak
42 berpengaruh nyata. Perbedaan ini disebabkan karena tingginya konsumsi pakan hal ini dapat kita lihat dari perbedaan persentase evisera. Persentase non karkas total (P0=48.05, P1=46.575, P2=48.025, P3= 50.925). P3 nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan P1, tapi antara ketiga perlakuan P0, P1 dan P2 tidak berbeda nyata. Hal ini berarti bahwa P1 lebih ekonomis dibanding dengan P3. Persentase bobot evisera (P0=26.82, P1=22.85, P2=25.94, P3=33.50) berbeda nyata (P<0.05) antara P3 dengan ketiga perlakuan lainnya. Perbedaan ini juga mungkin disebabkan karena ternak banyak mengkonsumsi air akibat diberikan pakan berbentuk pellet yang memiliki kadar air rendah. Hal ini dapat kita lihat tidak adanya perbedaan yang nyata antara KBKR untuk semua per perlakuan. Tingginya bobot evisera P3 disebabkan karena perlakuan P3 memiliki kadar serat kasar yang tinggi, akibat tingginya taraf limbah udang maka energi tercerna berkurang sehingga untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya domba pada perlakuan P3 berusaha mengkonsumsi lebih banyak akibatnya evisera lebih berat. Hal ini berpengaruh pada total bobot non karkas.
Gambar 8. Non karkas internal Kaki, kulit, kepala dan darah tidak berbeda nyata antara keempat perlakuan. Hal ini mungkin disebabkan karena kaki dan kepala terdiri dari tulang-
43 tulang, sedikit daging dan termasuk bagian ternak yang masak dini. Menurut Tobing et al. (2004) kepala dan kaki merupakan komponen tubuh ternak yang mengalami pertumbuhan besar pada awal kehidupan dan menurun saan akhir kehidupan, demikian juga pada persen bobot kulit dan darah tidak berpengaruh nyata hal ini diduga karena rata-rata bobot potong masing-masing perlakuan relatif sama. Lebar kulit dan volume darah berbanding lurus dengan bobot ternak semakin besar ternak semakin luas kulitnya dan volume darah semakin besar pula Tobing et al. (2004). Persentase ekor juga tidak berbeda nyata antara empat perlakuan. Hal ini disebabkan karena domba ini merupakan domba hasil persilangan antara domba ekor tipis dengan domba ekor gemuk, yang tidak menimbun banyak lemak pada bagian ekornya. Penimbunan lemak umumnya terjadi pada evisera, pelvis dan ginjal. Ekor ini juga disusun oleh tulang-tulang dan sedikit daging karena dikeluarkan kulit dan bulunya. Pemberian pakan dengan taraf limbah udang yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap rata-rata persentase jantung dan ginjal tapi tidak berpangaruh nyata terhadap persentase paru-paru, linfa, hati, dan alat kelamin. Hal ini disebabkan karena persentase bobot paru-paru, linfa, hati, dan alat kelamin bertumbuh sesuai dengan proporsi pertumbuhan tubuh. Ini berarti bahwa peningkatan
jumlah kadar khitosan dalam pakan tidak
mempengaruhi
pertumbuhan organ tersebut disebabkan karena organ ini tidak mengalami perlemakan dan ternaknya mendapat asupan energi yang cukup untuk menjamin pertumbuhannya. Perubahan pertumbuhan organ seperti paru-paru, linfa, hati, dan alat kelamin hanya dapat terjadi apabila asupan energi dan protein tidak seimbang (Soeparno 1984). Pemberian pakan dengan taraf limbah udang yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap rata-rata persentase jantung dan ginjal. Persentase jantung P3 lebih tinggi dibandingkan dengan P0 dan P1 tapi P2 tidak berbeda nyata. Hal ini mungkin disebabkan karena pakan diberikan mengandung khitosan. Semakin tinggi taraf limbah udang semakin tinggi khitosan. Khitosan mampu mengurangi pembentukan lemak, menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida
44 dalam darah secara signifikan. Hal ini membuat jantung tidak banyak menimbung lemak sehingga otot jantung dapat berkembang dengan baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Secara proporsional bobot jantung berhubungan langsung dengan bobot hidup, dari keempat perlakuan P3 yang paling besar jantungnya secara proporsinal yaitu 92.75 gram dengan bobot hidup rata-rata 22825 gram. Hasil ini masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Triyantini (2005) yang menggunakan domba komposit Sumatra dengan bobot hidup rata-rata 22000-25200 gram memiliki bobot jantung 115 – 140 gram. Tingginya persentase bobot jantung dan ginjal P3 diduga disebabkan karena asupan energi terdistribusi untuk pembentukan otot, sedangkan untuk perlakuan P0, P1, dan P2 terdistribusi untuk pembentukan lemak. Karena sebelum ditimbang bobot jantung dan ginjal terlebih
dahulu
dikeluarkan
lemaknya
sehingga
bobotnya
berkurang.
Pembentukan lemak ginjal dan jantung lebih banyak terjadi pada perlakuan P0, P1, dan P2. Hal ini disebabkan karena P3 mengandung lebih banyak limbah udang mengakibatkan persentase khitosan juga lebih banyak sehingga dapat mengurangi deposit lemak pada jantung dan ginjal tersebut. Kebutuhan energi untuk pembentukan lemak jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan energi untuk pembentukan otot (Tilman 1997).
Lemak dan Kolesterol Lemak terdiri dari unsur C, H dan O yang mempunyai sifat tidak larut dalam air, tetapi larut dalam bahan organik misalnya ether, petroleum spirit, heksan, chloroform. Lemak juga mempunyai fungsi sebagai pelarut vitamin seperti vitamin A dan D, E dan K. Secara umum, lemak diartikan sebagai Trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang berbentuk padat, terutama Lemak dalam daging. Penimbunan lemak dapat terjadi jika enegi yang dikonsumsi melebihi energi untuk metabolisme. Lemak tersebut disimpan dalam jaringan adipose sebagai cadangan energi. Kolesterol merupakan subtansi lemak khas hasil metabolisme yang banyak diketemukan dalam struktur tubuh manusia maupun hewan. Oleh karena itu kolesterol banyak terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan seperti
45 daging, hati otak dan kuning telur (Martin et al. 1984). Kurang lebih setengah dari kebutuhan kolesterol berasal dari biosintesis tubuh sendiri yang berlangsung dalam usus, kulit dan terutama dalam hati (kira-kira 50%), selebihnya kolesterol diambil dari bahan makanan yang dikonsumsi. Tabel 12. Kadar lemak dan Kolesterol serum darah pada domba jantan lokal Peubah
Perlakuan
P0 P1 P2 P3 ns ns ns Lemak internal (%) 5.3378 5.024 4.228 4.771ns Kolesterol lemak (mg/g) 0.531ns 0.410ns 0.410ns 0.200ns Trigliserida lemak (mg/g) 2.552ns 1.815ns 1.182ns 0.719ns Kolesterol (mg/dl) 112.10a 97.22b 89.04c 84.49c Trigliserida (mg/dl) 40.44a 35.489b 29.371c 25.732d HDL (mg/dl) 54.887b 58.831a 59.392a 59.392a LDL (mg/dl) 49.129a 31.29b 23.777c 19.7c a,b Tanda yang berbeda dalam 1 baris berarti berpengaruh nyata (P<0.05) ns= non signifikan Rata-rata persentase lemak internal, trigliserida dan kadar kolesterol total pada lemak subkutan domba jantan lokal dapat dilihat pada Tabel 12. Analisis statistik menunjukan bahwa pemberian pakan pada domba dengan taraf limbah udang yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap persentase lemak internal, total kolesterol dan trigliserida lemak subkutan. Hal ini mungkin disebabkan oleh jenis pakan yang digunakan untuk semua perlakuan memiliki kadar energi dan protein yang sama dan sesuai rekomendasi NRC (1985). sehingga asupan nutrisi masih melebihi kebutuhan proses metabolisme menyebabkan tetap terjadideposit lemak internal. Persentase bobot lemak internal berdasarkan perlakuan P0, P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 5.337, 5.024, 4.228 dan 4.771. Hal ini berarti bahwa penggunaan limbah udang sampai pada taraf 30% yang mengandung khitosan belum mampu menurunkan lemak internal secara signifikan pada taraf α 5%. Ini desebabkan oleh limbah udang yang memiliki kadar protein dan energi cukup tinggi serta asam amino yang lengkap (Sahidi 1992). Pakan yang diberikan tersebut memiliki kualitas yang baik sesuai dengan standar kebutuhan ternak
46 (NRC 1985). Kadar energi dan protein kasarnya sama untuk semua perlakuan (iso energi dan iso protein). Perlemakan dapat terjadi apabila konsumsi energi melebihi kebutuhan untuk metabolisme (Soeparno 1984). Kelebihan tersebut disimpan di dalam jaringan adipose dalam bentuk lemak murni bebas atau trigliserida. Sedangkan kolesterol dapat disintesa sendiri oleh tubuh kurang lebih 70-80% kebutuhan setiap hari, selebihnya diperoleh dari makanan yang dikonsumsi. Pemenuhan nutrisi untuk kebutuhan pertumbuhan didukung oleh adanya palatabilitas yang tinggi. Terbukti dengan tingginya KBKR yaitu berkisar antara 901.8– 1007g/ekor/hari atau sekitar 4% dari bobot badan setara bahan kering. Hal ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Hudallah et al (2007) yaitu berkisar antara 611- 651 g/ekor/hari. Total kolesterol, trigliserida, HDL dan LDL dalam serum darah domba lokal yang diberikan pakan dengan taraf limbah udang yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 12. Rata-rata kadar kolesterol domba tersebut berdasarkan perlakuan P0, P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 112.1 (mg/dl), 97.22 (mg/dl), 89.04 (mg/dl) dan 84.49 (mg/dl). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberin pakan dengan taraf limbah udang yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap total kolesterol serum darah domba lokal demikian juga pada trigleserida, HDL dan LDL. Kadar kolesterol total kontrol atau P0 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan P1, P2 dan P3, demikian juga P1 nyata lebih tinggi dari P2 dan P3, sedangkan antara P2 dan P3 tidak berbeda nyata. Hal yang sama terjadi pada kadar trigliserida dan LDL. Kadar trigliserida masing-masing perlakuan berbeda nyata (P<0.05). P3 nyata (P<0.05) lebih rendah dibanding P2, P2 nyata (P<0.05) (P<0.05) lebih rendah dari P1 dan P1 nyata (P<0.05) lebih rendah dari P0. Sedangkan LDL P2 nyata (P<0.05) lebih rendah dari P1 dan P1 (P<0.05) lebih rendah dari P0, tapi P2 tidak berbeda nyata dengan P3. Sebaliknya terjadi pada HDL, makin tinggi taraf limbah udang makin tinggi pula kadar HDLnya. Kadar HDL P2 nyata (P<0.05) lebih tinggi dibanding P0. Hal ini berarti bahwa pemberian limbah udang yang mengandung khitin dan khitosan mampu meningkatkan kadar HDL serum darah domba jantan lokal, ini disebabkan karena
47 taraf limbah udang yang berbeda sehingga kadar khitosan berbeda pula. Meningkatnya taraf limbah udang mengakibatkan meningkatnya kadar khitosan dalam pakan sehingga meningkatkan trigliserida, kolesterol dan lipida diabsorpsi untuk dikeluarkan bersama feses sehingga meningkatkan lemak dan kolesterol dalam feses. Sebaliknya khitosan mampu menurunkan absorpsi trigliserida dan kolesterol dalam usus ( Ikeda et al. 1989). A
B
C
Gambar 9 Rumus kimia sellulosa (A), khitin (B) dan khitosan (C) Khitosan memiliki sifat yang mirip dengan sellulosa yang mana dapat berfungsi sebagai serat. Khitosan mempunyai daya pengikatan lemak yang sangat tinggi (superabsorban) (AHA 2005) sehingga mampu menghambat absorpsi lemak oleh tubuh, mampu menurunkan kolesterol LDL (kolesterol jahat) sekaligus meningkatkan kolesterol HDL (kolesterol baik). Peneliti Jepang menyebutnya hypocholesteromic agent yang efektif, karena mampu menurunkan kadar kolesterol darah tanpa efek samping. Zat tersebut mampu mengikat lemak, kolesterol dan gliserida untuk dikeluarkan melalui alat pencernaan bersama feses sebelum diserap oleh usus halus untuk disalurkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Dengan demikian zat makanan yang akan disalurkan ke seluruh tubuh yang diangkut oleh darah mengandung kolesterol yang rendah. Khitosan adalah serat yang tidak diabsorpsi sehingga bila lemak terikat dengannya akan menjadi senyawa yang tak dapat diabsorpsi pula (Muzzarelli 1997). Khitosan yang disebut juga dengan β-1,4-2 amino-2-dioksi-D-glukosa merupakan turunan dari khitin melalui proses deasetilasi. Khitosan juga merupakan suatu polimer multifungsi karena mengandung tiga jenis gugus fungsi yaitu asam amino, gugus karboksil primer dan skunder serta karbonil (-HCOCH3)
48 yang terikat pada atom C nomor 2 (Supadmo 1997). Adanya gugus fungsi ini menyebabkan khitosan mempunyai kreatifitas kimia yang tinggi (Soraya 2006).
Gambar 10. Perlemakan pada pelvis dan ginjal Mekanisme dasar pengikatan lemak dan kolesterol oleh khitosan ada 2 yaitu Pertama : Tarik menarik dua muatan yang berbeda/berlawanan, layaknya tarikan kutub-kutub magnet karena, khitosan mempunyai gugus-gugus bermuatan positif akan menarik muatan negatif dari asam-asam lemak dan membentuk ikatan yang tak bisa dicerna; kedua terjadi penetralan muatan, pada model ini khitosan menyelubungi sisi aktif lemak dan melindunginya dari serangan dan penguraian enzim-enzim lipida (Muzzarelli 1997). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kadar kolesterol, trigliseridan dan LDL menurun secara signifikan dalam serum darah domba. Dengan demikian jelaslah bahwa pengikatan lemak, trigliserida, kolesterol dan LDL terjadi sebelum diserap oleh usus untuk disalurkan ke seluruh tubuh melalui aliran darah dalam pembuluh darah. Hal ini menyebabkan deposisi kolesterol, trigliserida, dan LDL dalam tubuh menurun termasuk dalam daging domba. Hasil penelitian Supadmo (1997) menunjukkan bahwa pemberian khitosan pada pakan ayam mampu menurunkan kadar lemak, kolesterol, trigliserida, dan LDL dalam serum darah, dan daging ayam demikian juga pada tikus. Kadar kolesterol dalam daging tidak pernah lebih tinggi dibanding dalam serum darah (Supadmo 1997).
49
Gambar 11. Bilangan yodium lemak subkutan domba Bilangan iodium adalah banyaknya gram iodium yang dapat bereaksi dengan 100 gram asam lemak. Jadi, makin banyak ikatan rangkap, makin besar bilangan iodium. Bilangan yodium adalah ukuran derajat ketidakjenuhan. Semakin banyak yodium yang digunakan semakin tinggi derajat ketidakjenuhan. Karena setiap ikatan kembar dalam asam lemak akan bersatu dengan dua atom yodium. Pengetahuan mengenai bilangan yodium adalah penting untuk menentukan derajat dan jenis lemak yang akan digunakan dalam pakan. Lemak hewan dan tumbuhan mempunyai susunan asam lemak yang terkandung didalamnya diukur dengan bilangan iodium (Apriyantono et al. 2006). Rata-rata bilangan yodium yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 11. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan taraf limbah udang yang berbeda pada domba lokal tidak berpengaruh nyata pada jumlah bilangan yodium. Namun demikian makin tinggi taraf limbah udang maka cenderung semakin tinggi pula bilangan yodiumnya. Hal ini mungkin disebabkan karena perlemakan daging pada domba tersebut belum matang mengingat umut ternak belum mencapai tingkat dewasa sehingga lemak masih relatif cair. Artinya lemak jenuh masih kurang, sebaliknya lemak tak jenuh masih tinggi. Selain itu mungkin juga disebabkan karena pengaruh khitosan
50 yang
terdapat
dalam
pakan
yang
berfungsi
mengikat
lemak
dan
mengekskresikanya melalui saluaran pencernaan bersama feses. Terbukti dengan meningkatnya taraf limbah udang maka makin meningkat pula jumlah bilangan yodiumnya. Artinya semakin tinggi taraf limbah udang semakin tinggi lemak tak jenuhnya. Pada ruminansia tingginya lemak tak jenuh baik monounsaturated fatty acid (MUFA) maupun Poliunsaturated fatty acid (PUFA) berpengaruh pada tingkat keasaman lambung, apabila lemak tak jenuh melebihi batas normal maka asam lambung meningkat sehingga mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam lambung. Mikroorganisme berusaha menurunkan kadar lemak tak jenuh dengan cara melalui proses biohidrogenase, yaitu Asam lemak tak jenuh mengadakan reaksi pada ikatan rangkapnya, dengan gas hidrogen dan katalis Ni dapat terjadi reaksi hidrogenasi, yaitu pemecahan ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal. Proses hidrogenasi ini mempunyai arti penting karena dapat mengubah asam lemak yang cair menjadi asam lemak padat, sehingga kadar lemak jenuh pada ternak ruminansia bisa tetap stabil untuk mempertahankan asam lambung yang normal (AHA 2005). Pembahasa Umum Pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi pakan yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian pakan yang mengandung limbah udang mampu meningkatkan bobot badan domba jantan lokal dengan baik sampai pada taraf 20% limbah udang. Pertambahan bobot badan yang diperoleh pada perlakuan dengan 30% limbah udang nyata (P<0.05) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan 0%, 10% dan 20%. Sedangkan antara ketiga perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Konsumsi bahan kering pakan (KBKP) tidak berbeda nyata antara keempat perlakuan. Tetapi konversi pakan P3 dengan taraf limbah udang 30% nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan P2. Hasil ini menunjukkan bahwa taraf terbaik adalah 20% limbah udang karena antara 0%, 10% dan 20% tidak berbeda nyata. Hal ini berarti bahwa limbah udang mampu mensuplai nutrien dengan baik pada domba jantan lokal sampai pada taraf 20%.
51 Limbah udang memiliki kadar protein dan energi yang cukup tinggi yaitu 25-40% dan 3577 kkal/kg (Focher et al. 1992) dan mengandung semua asam amino esensial (NRC 1985; Sahidi 1992) sehingga limbah udang dapat digunakan sebagai sumber protein dan sumber energi, tetapi memiliki serat kasar yang tinggi dan perbandingan kalsium (Ca) dan fosfor yang tidak seimbang yaitu 10:1 sedangkan yang ditolerir adalah 7 : 1 (NRC 1985) sehingga penggunaannya pada ternak domba perlu dibatasi. Penggunaan limbah udang sampai pada taraf 30% tidak berpengaruh nyata terhadap bobot potong, persentase bobot karkas, karkas depan, karkas belakang dan potongan leg. Persentase bobot karkas yang diperoleh masing-masing P0, P1, P2 dan P3 berturut-turut adalah 54.25, 53.50, 55.00 dan 54.00. Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Riyanto et al. (2006) yaitu 31.57% - 37.1%. dan Adiwinarti et al. (1999) yaitu 41.11 – 44.00%. Hal ini diduga disebabkan karena perbedaan kualitas pakan yang digunakan. Produksi total non karkas dan evisera domba jantan lokal yang diberikan pakan limbah udang dengan taraf yang berbeda memberikan respon yang berbeda antar perlakuan. Berdasarkan uji Duncan diketahui bahwa P3 dengan limbah udang 30% nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan P2. Hal ini berarti P2 lebih efisien dibandingkan P3 karena non karkas memiliki nilai ekonomis yang rendah. Makin tinggi non karkas makin rendah nilai ekonomis ternak tersebut Hudallah et al. (2007). Produksi non karkas (Tabel 11) yaitu persentase bobot kaki, kulit, kepala paru-paru, linfa, hati, dan alat kelamin berdasarkan uji statistik tidak ada perbedaan yang nyata antara keempat perlakuan. Hasil ini mengindikasikan bahwa perlakuan tidak memberikan respon yang berbeda terhadap komponen non karkas. Hal ini disebabkan karena bobot potong yang diperoleh juga tidak berbeda nyata disebabkan ternak memperoleh asupan nutrisi yang cukup untuk keperluan metabolismenya (Soeparno 1984). Lebar kulit dan volume darah berbanding lurus dengan bobot potong ternak semakin besar ternak semakin luas kulitnya dan volume darah semakin besar pula (Tobing et al. 2004).
52 Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap persentase bobot jantung dan ginjal. Persentase bobot jantung dan ginjal P3 nyata (P<0.05) lebih tinggi dibanding P0, tetapi tidak berbeda nyata terhadap P2 untuk ginjal dan jantung, mungkin disebabkan oleh adanya khitosan dalam pakan menyebabkan terjadinya penurunan kolesterol dalam darah sehingga jantung tidak bekerja keras memompa darah akibatnya jantung dan ginjal bertumbuh dengan baik. Nutrisi lebih diarahkan untuk penimbunan lemak pada P0 yang tidak mengandung khitosan sedangkan P1, P2 dan P3 lebih diarahkan ke pertumbuhan otot karena adanya khitosan yang menghambat pembentukan lemak (Supadmo 1997). Berdasarkan penguraian komponen potongan leg yang terdiri dari otot, tulang dan lemak diketahui bahwa keempat perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase bobot tulang dan persentase bobot otot. Namun persentase bobot lemak P2 nyata lebih rendah dibandingkan P0. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan taraf 20% limbah udang mampu menurunkan kadar persentase lemak potongan leg. Hal ini diduga disebabkan oleh keberadaan khitosan dalam limbah udang tersebut. Khitosam memiliki gugus amino bermuatan positif aktif yaitu gugus karbonil yang mampu menarik muatan negatif dari asam-asam lemak membentuk ikatan yang tak bisa dicerna selanjutnya menetralkan muatan, menyelubungi sisi aktif lemak dan trigliserida untuk melindunginya dari serangan dan penguraian enzim-enzim lipida dan dibuang bersama feses (Muzzarelli 1997; dan Supadmo 1997) sehingga deposit lemak dalam tubuh menurun. Menurut Gali et al (1972) proporsi otot, lemak dan tulang dalam karkas dipengaruhi oleh umur, nutrisi dan spesies. Kolesterol total, trigliserida dan LDL P2 nyata (P<0.05) lebih rendah dibanding P1 dan P0. Hal ini menunjukkan bahwa adanya khitosan dalam pakan mampu menurunkan kadar kolesterol, trigliserida dan LDL serum darah domba jantan lokal. Sedangkan kadar HDL serum darah P2 lebih tinggi dibanding P0, tapi tidak berbeda nyata dengan P3. Hal ini diduga karena khitosan memiliki kelebihan dibanding dengan sumber serat lain seperti sellulosa dan agar. Khitosan tidak bisa didegradasi oleh enzim lipase, tidak larut dalam air dan pelarut organik
53 biasa namun bersifat biodegradable yaitu dapat diuraikan oleh enzim khitinase yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Mampu mengikat asam empedu, sehingga asam lemak yang diemulsi oleh asam empedu ikut terikat (Muzzarelli 1997). O O ║ ║ CH – C - NH - ..................................... – C – OR khitin
trigliserida
Ikatan hidrogen yang terbentuk adalah : O O ║ ║ CH – C – NH – C – OR Gambar 12. Ikatan hydrogen antara khitin dan trigliserida Khitosan memiliki gugus fungsional karbonil (-NHCOCH3) dan (-NH) sehingga memungkinkan terjadinya reaksi antara trigliserida membentuk senyawa komplek yang tidak dapat larut dalam air. Khitosan mempunyai gugus-gugus bermuatan positif akan menarik muatan negatif dari asam-asam lemak dan membentuk ikatan yang tak bisa dicerna. Gugus karboksil trigliserida dapat berikatan dengan gugus karbonil khitin membentuk ikatan hidrogen (Gambar 12). Khitin dan khitosan memiliki kemampuan menurunkan kadar
lemak,
kolesterol, trigliserida dan LDL serum darah domba jantan lokal sehingga penggunaan limbah udang dalam pakan ternak domba tersebut akan dihasilkan daging domba yang rendah kolesterol. Menurunnya kadar, kolesterol, trigliserida dan LDL serum darah domba jantan lokal tersebut mengindikasikan menurunnya kadar, kolesterol, trigliserida dan LDL pada daging domba jantan lokal. Karena kadar, kolesterol, trigliserida dan LDL serum darah tidak pernah lebih rendah dari, kolesterol, trigliserida dan LDL daging (Supadmo 1997). Perlakuan yang terbaik adalah P2 yaitu pemberian pakan dengan taraf limbah udang 20%, karena dapat meningkatkan pertumbuhan domba lokal jantan, menurunkan kadar lemak potongan leg, menurunkan kadar kolesterol total,
54 trigliserida, dan LDL serta meningkatkan kadar HDL serum darah domba lokal jantan.
55 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang didukung oleh beberapa literatur maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Penggunaan limbah udang pada pakan domba lokal mampu menurunkan lemak pada potongan leg, menurunkan kadar kolesterol, trigliserida dan LDL serum darah domba lokal, meningkatkan persentase bobot jantung dan ginjal, meningkatkan HDL dan lemak tak jenuh.
2.
Perlakuan yang terbaik adalah pada taraf penggunaan limbah udang 20%. Saran Perlu penelitian lebih lanjut tentang penggunaan limbah udang sebagai
pakan ternak ruminansia dengan memperhatikan umur awal dan akhir pemeliharaan untuk mengoptimalkan pertumbuhan ternak sehingga diperoleh masa pertumbuhan yang optimum komposisi tubuh yaitu otot, tulang dan lemak.
56 DAFTAR PUSTAKA Aberle ED, Forrest JC, Cerrard DE, Mills EW, Hedrich HB, Judge MD, and Merkel RA. 2001. Principles of Meat Sience. Fourth Ed. Kendal/Hunt Publishing Company. Adiwinarti R, Lestari CMS, Purbowati E, Riyanto E dan Prawoto JA. 1999. Karakteristik karkas dan non karkas domba yang diberi pakan tambahan limbah industry kecap dengan aras yang berbeda. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. 24(4):137-145. Adnan SA. 1984.Komposisi Tubuh Kambing Kacang Jantan yang Diberi Maka Dedak Padi. [Tesis] Fakultas Pascasarjana, IPB. Bogor. [AHA]. 2005. Cholesterol.http://www.americanheart.org/cholesterol/about.jsp [10 Desember 2008]. Anggorodi R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Unggas. PT Gramedia. Jakarta. Anonim, 1994. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Hasil Perairan Seri I. irjen Perikanan, Jakarta. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, and Budiayanto S. 1989. Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB Bogor. Arlius.
1991. Mempelajari Ekstrak Khitosan dari Kulit Udang dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Koagulan Protein Limbah Pindang [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB.
Azwar A. 2004. Tubuh Sehat Ideal Dari Segi Kesehatan. Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI. Disampaikan pada Seminar Kesehatan Obesitas, Senat Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, di Kampus UI Depok. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Ekspor. Jilid II. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Data Statistik Peternakan Indonesia. Populasi Ternak. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Data Statistik Peternakan Indonesia. Populasi Ternak. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Bastaman S. 1989. Studies on Degradation and Extraction of Chitin and Khitosan from Prown Shess [Thesis]. Belfast: The Departement of Mechanical Manufacturing Aeronautical and Chemical Engineering, The Quenn University. Batubara LP, Sanchez MD and Pond KR. 1993. Feeding of lambs with palm kernel cake and molasses. Jurnal Penelitian Peternakan Sungei Putih 1: 7 – 13.
Batubara Z. 2000. Limbah Udang Sebagai Sumber Protein Pintas Rumen [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB.
57 Beermann DH, Hogue DE, Vishell VK, Dalrymple RHD and Ricks CA. 1986. Effects of cimaterol and fishmeal on performance, carcass haracteristics and skeletal muscle growth in lambs. J. Anim. Sci. 62 : 370. Beitz RT and Allen RS. 1984. Lipid metabolisme. Dukes Physiology of Domastic Animals. Cemstock Publishing Association, Ithaca and London hlm: 386-396. Berg RT and Butterfield RM. 1976. New Concepts of Cattle Growth. Sydney University Press, Sydney. Boyer RF. 2002. Concept inBiochemistry 2nd Edition. Thomson Learning, Inc. New York. Hlm: 207-518. Butterfield RM. 1988. New Concepts of Sheep Growth. The Departement of Veterinary Anatomi. University of Sidney, Sidney. Camphell JR, Kenealy MD and Camphell KL. Animal Science. The Biology, Care and Production of Domestic Animal McGraw Hill Company, Inc. New York Hlm 52-31. Cheftel JC, Cuq JL, and Lorient D. 1985. Amino Acid, Peptides, and Protein. In: Fennema OR, editor. Food Chemistry. Ed ke-2. New York dan Basel: Marcel Dekker, Inc. Clark JH, Klusmeyer TH, Cameron MR. 1992. Microbial protein synthesis and flows of nitrogen fraction to the duodenum of dairy cattle. Symposium: Nitrogen metabolisme and amino acid nutrition in dairy cattle. J Dairy Sci 75: 2304-2323. Church DC and Pond WG. 1982. Basic Animal Nutrition and Feeding. Ed ke-3. New York: John Wiley and Sons, Inc. Djojosubagio S dan Piliang WG. 1996. Fisiologi Nutrisi Edisi ke-2 UI Press. Jakarta. Hlm 202-248. Edey TN. 1983. Lactation, Growth and Body Composition. In: Edey T.N. ed. Tropical sheep and Goat Production. Pp. 83-110. AUIDP. Canberra. Enser M. 1984. The Chemistry, Biochemistry and Nutritonal Importance of Animal Fats in Fats in Animal Nutrition Ed. J. Wiseman. Butterworths, London. Focher B, Naggi, A, Tarri G, Cosami A. and Terbojevich M. 1992. Structural Differences Between Chitin Polymorphs and Their Precipitates from Solution Evidence from CP-MAS 13 C-NMR, FT-I Forbes JM and France J. 1993. Quantitative Aspect of Ruminant Digestion and Metabolisme. London: CAB International. Fransond RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Srigandono B, Praseno K, penerjemah; Soedarsono, editor. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
58 Gali ESE, Ghanem YS and AMS Ghanem 1972. A cooperative study of same carcass characteristic of Sudan desert sheep and goat. Anim. Prod. 14:351-357. Girindra A. 1986. Biokimia I. PT Gramedia, Jakarta. Goliomytis M, Orfanos S, Panopoulou E, and Rogdakis E. 2005. Growth curves for body weight and carcass components, and carcass composition of the Karagouniko sheep, from birth to 720 d of age. Department of Animal Breeding and Husbandry, Agricultural University of Athens, 75 Iera Odos, 11855 Athens, Greece. Hartadi H, Reksohadiprodjo S, dan Tillman AD. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Cetakan ke-4. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Haryanto B. Supriyati SN. Dan Jarmani. 2008. Respon Domba terhadap Suplementasi Probiokatalitik dalam Pakan. Buku Panduan. Balai Penelitian Ternak Bogor. Departemen Pertanian. Hasnudi, 2004. Kajian Tumbuh-Kembang Karkas dan Komponennya serta Penampilan Domba Sungei Putih dan Lokal Sumatera yang Menggunakan Pakan Limbah Kelapa Sawit. [Thesis] SPS IPB, Bogor. Herman R, Duljanan M dan Sugara N. 1993. Perbaikan Produksi Kambing Kacang. IPB, Bogor. Hudallah CMS, Lestari E, dan Purbowati. 2007. Persentase Karkas dan NonKarkas Domba Lokal Jantan dengan Metode Pemberian Pakan yang Berbeda. Di dalam : Darmono et al., penyunting. Akselerasi Agribisnis Peternakan Nasional melalui Pengembangan dan Penerapan IPTEK. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner ; Bogor, 21-22 Agustus 2007, hal 487-494. Hultin HO. 1985. Characteristics of muscle tissue. In: Fennema OR, editor. Food Chemistry. Ed ke-2. New York dan Basel: Marcel Dekker, Inc. Ikeda I, Tomari Y, and Sugano M. 1989. Interrelated effect of Dietary Fiber and Fat on Lympatic Colesterol and Triglyceride Absorption In Rats. J. Nutr. 119:1383-1387. Ismadi M. 1993. Biokimia. Suatu pendekatan berorientasi kasus. Jilid 2 Edisi keemmpat. Gajah Mada University Press. Johnson ER dan Priyanto R. 1991. Mechnisms for improving the prediction of carcase composition using subcutaneus fat thickness. Proceeding of the 37th international congress of meat science and technology, Kulmbach. Pp. 123-126. Johston RG. 1983. Introduction to Sheep Farming. Granada Publishing Ltd. London.
59 Johnson ER dan Priyanto R. 1991. Mechnisms for improving the prediction of carcase composition using subcutaneus fat thickness. Proceeding of the 37th international congress of meat science and technology, Kulmbach. Pp. 123-126. Judge MD, Martin TG and Outhouse JB. 1989. Prediction of carcass compositon of ewe and wether lambs from carcass weight and measurement. J. Anim. Sci. 25:9 Koolman J dan Rohm KH. 2001. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Wanandi SI, penerjemah; Sadikin M, editor. Jakarta: Hipokrates. Terjemahan dari Color Atlas of Biochemistry. Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Jilid I. M. Thenawidjaja, alih bahasa; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry. Lestari SCM, Dartosukarno S dan Puspita I. 2005. Edible portion domba lokal jantan yang diberi pakan dedak padi dan rumput gajah. Di dalam : I Wayan Mathius et al., penyunting. Prosiding Seminar Nasional Teknologi dan Veteriner; Bogor, 12-13 September 2005, hal 461-466. Martin RA and Ehle FR. 1984. Body composition of Lactating and dry Holstein dairy cows estimation by deuterium dilution. J. Dairy Sci. (14) :137-152 McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, and Morgan CA. 1995. Animals Nutrition. 5th ed. Longman Group Ltd. England. hlm : 28-48 McDonald P, Edwards RA, Greenhalg JFD, Morga CA. 2002. Animal Nutrition. Ed ke-6. England: Imprint Pearson Education Prontice Hill. Mertens DR. 1993. Rate and extent of digestion. In: Forbes JM and France J, editors. Quantitative Aspect of Ruminant Digestion and Metabolisme. Canada: CAB International. Mayes PA. 2003. Sintesis, pengangkutan dan ekskresi kolesterol. Di dalam Bani AP, Sikumbang TMN, editor. Biokimia Harper. Ed ke-25. Jakarta. EGC. Hlm 270-281. Mitruka BM, Rawnsley HM, and Vadehra BV. 1977. Clinical Biochemical and Hematological Reference Nalue in Normal Experimental Animals. Mason Publishing USA Inc. New York. hlm: 164-170. Murray DM. and Slezacek O. 1976. Growth rate and Its effect on empty body weight , carcass weight and dissection carcass composition of equally nature sheep. J. Anim. Agr. Camb. 87 : 171 – 172. Muzzarelli RAA. 1997. Chitin Handbook. European Chitin Soc., Grottamare. Natasasmita A. 1978. Body Composition of Swamp Buffalo (Bubalus bubalis). Ph.D Thesis. Study of Development Growth and Sex Defferences. University of Melbourne.
60 Ngadiyono N. 1995. Pertumbuhan serta sifat-sifat karkas dan daging sapi umba, ongole, brahman cross dan australian commercial cross yang dipelihara secara intensif pada berbagai bobot potong [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Nolan JV. 1993. Nitrogen kinetics. In: Forbes JM and France J, editors. Quantitative Aspect of Ruminant Digestion and Metabolisme. Canada: CAB International. [NRC] National Research Council. 1985. Nutrient Requirements of Sheep. Ed rev ke-6. Washinton DC: National Academy Press. Ouhayoun J. 1998. Influence of the diet on rabbit meat quality. Dalam: The Nutrition of the Rabbit. DE BLAS, C.dan J. Wiseman (Eds.). CABI Publishing, New York. hlm. 177-195. Owen JG. and Norman GA. 1977. Studies in the Meat Production Characteristic of Botswana Goats and Sheep II. General Body Composition, Carcass Measurement and Joint Composition. Meat SCi. 1:149. Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press (UI-Press). Piliang WG dan Djojosubagio S. 2006a. Fisiologi Nutrisi. Volume ke-1. IPB Press. Bogor. Piliang WG dan Djojosubagio S. 2006b. Fisiologi Nutrisi. Volume ke-2. IPB Press. Bogor Prawirokusumo S. 1994. Ilmu Gizi Komparatif. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Priyanto R, Johnson ER and Taylor DG. 1993. Prediction of carcass composition in heavy-weight grass-fed and grain-fed beef cattle. Anim. Prod. 57:6572. Purbowati E, Sutrisno CL, Ballarti E, Budhi SPS dan Lestariana W. 2005. Tumbuh kembang karkas dan komponen karkas domba lokal jantan yang dipelihara di pedesaan. Di dalam : I Wayan Mathius et al., penyunting. Prosiding Seminar Nasional Teknologi dan Veteriner; Bogor, 12-13 September 2005, hal 487-494. Purwantiningsih. 1990. Isolasi Khitin dan Komposisi Senyawa Kimia dari Limbah Udang Windu (Panaeus monodon) [Tesis]. Bandung: Program Pascasarjana ITB. Rachmadi D. 2003. Dampak pemberian bungkil inti sawit dan konsentrat yang dilindungi formaldehida pada domba terhadap kinerja dan kandungan asam lemak poli tak jenuh. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Riyanto E, Lindasari E dan Purbowati E. 2006. Pertumbuhan dan Komponen Fisik Ternak Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak dengan aras berbeda. Jurnal Produksi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Jendral Sudirman, Purwokerto. 8 (1): 28-33.
61 Saparto. 1981. Pertumbuhan perkembangan bagian karkas domba. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sarcicek BZ. 2000. Protected (by-pass) protein and feed value of hazelnut kernel oil meal. Asian-Aust J Anim Sci 13 (3): 317–322. Setiyanto H dan Sunarlim R. 2005. Bagian Karkas Kambing Kacang Jantan dan Domba Lokal jantan terhadap Komposisi Fisik Karkas, Sifat Kimia dan Nilai Gizi Daging. Di dalam : I Wayan Mathius et al., penyunting. Prosiding Seminar Nasional Teknologi dan Veteriner; Bogor, 12-13 September 2005, hal 461-466. Shahidi F and Synowicki J. 1992. Quality and compositional characteristic of newfaunland shellfish processing discard. In: Brine J, Sandford PA, Zikakis JP, Editors. Advance in Chitin and Chitosan. London: Elsevier Applied Scince. Soeparno. 1984. [Thesis Ph.D] University of New South Wales, Australia. Soeparno and Davies HL. 1987. Studies on the growth and carcass composition in the Daldale Wether Lamb. I. The effect of dietary energi concentration and pasture species. Austr. J. Agric. Res. 38 : 403-415. Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-2. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Soeparno. 1994 Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Soraya GE. 2006. Studi Komparatif Kadar Kolsterol Darah dan Lemak Total Daging pada Kambing dan Dombah Lokal. [Skripsi]. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Steel RGD and Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta: PT Gramedia. Stelmoch RL, Husby FM and Brundage AL. 1985. Application of van soest acid detergen fiber method for analysis of shellfish chitin. J Dairy Sci 68: 1502-1509. Sudibya. 1998. Manipulasi Kadar Kolesterol dan Asam Lemak Omega-3 Telur Ayam Melalui Penggunaan Kepala Udang dan Minyak Ikan Lemuru [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana IPB. Sugana N, Duldjaman M, Natasasmita A dan Saparto. 1983. Paha dan lemusir domba lokal Priangan berdasarkan jenis kelamin dan pengelompokan bobot potong. Pertemuan Ilmiah Penelitian Ruminansia Kecil. 22-23 November 1983. Bogor Sugiyono. 1997. Komposisi Fisik Karkas, Sifat Fisik dan Komposisi Kimia Daging Bagian Komersial Karkas Kambing Kacang dan Domba Lokal Jantan. [Skripsi]. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
62 Sulistiani. 1996. Terapi Esterogen dan Jantung Koroner. Harian Kompas Minggu, 14. Januari. http://www.google/cholesterol/about.jsp [10 Desember 2008]. Sunarlim R dan Setiyanto H. 2005. Potongan komersial karkas kambing kacang jantan dan domba lokal jantan terhadap komposisi fisik karkas, sifat fisik dan nilai gizi daging. Di dalam : I Wayan Mathius et al., penyunting. Prosiding Seminar Nasional Teknologi dan Veteriner; Bogor, 12-13 September 2005, hal 672-678 Supadmo. 1997. Pengaruh Sumber Khitin dan Prekursor Karnitin serta Minyak Ikan Lemuru Terhadap Kadar Lemak dan Kolesterol serta Asam Lemak Omega-3 Ayam Broiler [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana IPB. Susandari L, Lestarin CMS dan Wahyuni HI. 2004 Komposisi Lemak Tubuh Kelinci yang Mendapat Pakan Pellet dengan Berbagai Aras Lisin. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Departemen Pertanian. Sutardi T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Penataran Kursus Peternakan Sapi Perah di Kayu Ambon, Lembang. Bogor: Departemen Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan IPB. Sutardi T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi oleh mikroba rumen dan manfaatnya bagi peningkatan produktivitas ternak. Prosiding Seminar Penelitian dan Penunjang Peternakan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Hal 91-103. Sutardi T. 1997. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu-Ilmu Nutrisi Ternak [Orasi Ilmiah]. Bogor: Fakultas Peternakan IPB. Sutardi T. 2001. Revitalisasi Peternakan Sapi Perah Melalui Penggunaan Pakan Berbasis Limbah Perkebunan dan Suplemen Mineral Organik [Laporan penelitian RUT VIII]. Bogor: Lembaga Penelitian IPB. Taylor RE. 1984. Beef Production and The Beef Industry: A Beef Producer’s Perspective. Macmillan Publishing Co., New York. Thomas VM, and Beeson WM. 1977. Feather meal and hair meal as protein sources for steer calves. J Anim Sci 46 (4): 819-825. Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, dan Lebdosoekojo S. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-3. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Tobing MM, Lestari CMS dan Partosuharno S. 2004. Proporsi karkas dan non karkas domba lokal jantan menggunakan rumput gajah dengan berbasis taraf ampas tahu. J. Pengembangan peternakan tropis. Buku 2 hal. 90. Triatmojo S. 1988. Studi Pengaruh Level Protein Pakan terhadap Pertumbuhanan Komposisi Karkas Domba Lokal Jantan. [Tesis]. Fakultas Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
63 Triyantini, Subandriyo, Setiyanto H, dan Mulyadi. 2005. Tampilan karakteristik komponen karkas dan mutu karkas dari beberapa genotype domba komposit sumatra. Di dalam : I Wayan Mathius et al., penyunting. Prosiding Seminar Nasional Teknologi dan Veteriner; Bogor, 12-13 September 2005, hal 479-485 Tulloh NM. 1978. Growth, development, body composition, breeding and management. In: Tulloh, N.M. (ed): A Course Manual in Beef Cattle Management and Economics. Pp. 59-94. AAUCS. Canberra. Volden H. 1999. Effect of taraf of feeding and ruminally undegraded protein on ruminal bacterial protein synthesis, escape of dietary protein, intestinal amino acid profile and performance of dairy cows. J Anim Sci 77: 1905– 1918. Wahyu J. 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Wanasuria S. 1990. Tepung kepala udang dalam pakan broiler. Poultry Indonesia 122: 19–21. Williams IH. 1982. A Course Manual in Nutrition and Growth. Australian ViceChoncellors-Committee, Melbourne. Winarno FG. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan ke-5. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Yulistiani D, Subandriyo, B. Setiadi dan Rangkuti M. 1999. Produktivitas fase laktasi induk domba komposit hasil persilangan antara domba local Sumatera dan domba rambut. Di dalam : I Wayan Mathius et al., penyunting. Prosiding Seminar Nasional Teknologi dan Veteriner; Bogor, 12-13 September 2005, hal 461-466. Yurnaliza. 2002. Senyawa Khitin dan Kajian Aktivitas Enzim Mikrobial dan Pendegradasinya. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Biologi Universitas Sumatera Utara, Medan.
LAMPIRAN
65 Lampiran 1. Analisis ragam KBKP, PBBH dan konversi pakan Deskriftif Peubah KBKP PBBH Konversi pakan
Jumlah Rata-rata 16 16
955.37 105.08
16
9.26
Nilai Standar tengah deviasi 960.96 71.63 111.29 14.59 8.69
5131.00 212.76
Standar galat 17.90 3.647
2.10
0.362
Keragaman
1.45
ANOVA Konsumsi Bahan Kering Pakan Kuadrat F. hitung keragaman bebas Perlakuan 3 Galat 12 Total 15
Sumber F.Tabel kuadrat tengah 26103.6 8701.2 2.05 50861.6 4238.5 76965.2
Derajat
Jumlah
0.1602
ANOVA PBBH Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Jumlah bebas kuadrat 3 1557.72 12 1633.67 15 3191.39
Kuadrat F. hitung F.Tabel tengah 519.24 3.81 0.0395 136.14
ANOVA Konversi Pakan Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Jumlah bebas kuadrat 3 20.796 12 10.701 15 31.499
Kuadrat tengah 6.931 0.892
F. hitung 7.77
F.Tabel
0.0038
66 Lampiran 2. Analisis ragam bobot potong, persentase karkas hangat, karkas depan, karkas belakang, dan komposisi leg. Deskriftif Peubah Bobot potong Karkas hangat Karkas Depan Karkas Belakang Leg a. Otot b. Tulang c. Lemak
Jumlah
Rata-rata
Nilai tengah
Standar deviasi
Keragaman
Standar galat
16
20267
20680.
1540
2371259
384.97
16
54.067
54.000
1.831
1.831
3.352
16
52.684
52.469
2.031
4.127
0.508
16
47.223
47.459
2.027
4.110
0.507
16 16 16 16
29.179 65.429 19.022 15.548
29.302 65.589 19.456 14.975
1.448 1.855 1.994 2.493
2.097 3.443 3.976 6.214
0.362 0.464 0.499 0.623
ANOVA Bobot Potong Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Jumlah bebas kuadrat 3 8532500. 12 22305000. 15 30837500.
Kuadrat F. hitung tengah 2844166.67 1.53 1858750.00
F.Tabel 0.2573
ANOVA Persentase Bobot Karkas Hangat Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 4.69 45.75 50.44
Kuadrat tengah 1.563 3.813
F. hitung 0.41
F.Tabel 0.7489
ANOVA Persentase Bobot Karkas Depan Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 2.261 59.638 61.899
Kuadrat tengah 0.754 4.970
F. hitung 0.15
F.Tabel 0.927
67 ANOVA Persentase Bobot Karkas Belakang Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 2.1696 59.485 61.654
Kuadrat tengah 0.723 4.957
F. hitung 0.15
F.Tabel 0.9303
ANOVA Persentase Bobot Leg Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 132.88 440.67 573.58
Kuadrat tengah 44.298 36.725
F. hitung 1.21
F.Tabel 0.3495
ANOVA Persentase Bobot Otot Leg Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 19.844 31.795 51.639
Kuadrat tengah 6.615 2.650
F. hitung
F.Tabel
2.50
0.1095
ANOVA Persentase Bobot Tulang Leg Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 14.646 44.996 59.641
Kuadrat tengah 4.882 3.750
F. hitung 1.30
F.Tabel 0.319
ANOVA Persentase Bobot Lemak Leg Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 44.729 48.477 93.206
Kuadrat tengah 14.910 4.040
F. hitung 3.69
F.Tabel 0.0431
68 LAMPIRAN 3. Analisis ragam deskriptip serum darah Deskriftif Peubah
Jumlah
Ratarata
Nilai tengah
Standar deviasi
Keragaman
Standar galat
Kolesterol TG HDL LDL
16 16 16 16
95.715 32.758 58.189 30.974
92.703 32.514 57.852 26.708
11.669 5.870 2.812 11.899
136.173 34.453 7.907 141.593
2.917 1.467 0.703 2.975
ANOVA Kolesterol Serum Darah Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Jumlah bebas kuadrat 3 1765.259 12 277.335 15 2042.594
Kuadrat tengah 588.419 23.111
F. hitung
F.Tabel
25.46
<.0001
ANOVA Trigliserida Serum Darah Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 509.254 7.539 516.793
Kuadrat tengah 169.751 0.628
F. hitung
F.Tabel
270.19
<.0001
F. hitung
F.Tabel
ANOVA HDL Serum Darah Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 59.552 59.054 118.606
Kuadrat tengah 19.851 4.921
4.03
0.0338
ANOVA LDL Serum Darah Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 2034.454 89.445 2123.899
Kuadrat tengah 678.151 7.454
F. hitung
F.Tabel
90.98
<.0001
69 Lampiran 4. Analisis ragam lemak subkutan dan lemak tota Deskriftif Peubah
Jumlah
Kolesterol Trigliserida Lemak tak jenuh Lemak Internal
16 16 16 16
Ratarata 0.351 1.567 53.816 4.840
Nilai tengah 0.307 1.140 54.363 4.713
Standar deviasi 0.231 1.291 6.184 0.984
Keragaman 0.356 1.666 38.238 0.96820
Standar galat 0.058 0.323 1.546 0.246
ANOVA Kolesterol Lemak Subkutan Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 0.264 0.539 0.803
Kuadrat tengah 0.088 0.0449
F. hitung 1.96
F.Tabel 0.1738
ANOVA Trigliserida Lemak Subkutan Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Jumlah bebas kuadrat 3 7.594 12 17.391 15 24.986
Kuadrat tengah 2.531 1.449
F. hitung 1.75
F.Tabel 0.2107
ANOVA Lemak Tak Jenuh Lemak Subkutan Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 132.881 440.696 573.577
Kuadrat tengah 44.294 36.725
F. hitung 1.21
F.Tabel 0.3495
ANOVA Lemak Internal Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 2.644 11.879 14.523
Kuadrat tengah 0.881 0.990
F. hitung 0.89
F.Tabel 0.4741
70 Lampiran 5. Persentase Bobot Total Non Karkas, Kaki, Kulit, Kepala, Darah, Evisis, Ekor, Jantung, Ginjal, Paru, Empal, Empedu dan Alat Kelamin Deskriftif Peubah Total Non Karkas Kaki Kulit Kepala Darah Evisera Ekor Ginjal Jantung Paru Limfa Hati Alat kelamin
Jumlah Rata-rata 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16
54.25 2.839 8.819 8.762 5.407 27.28 0.728 0.175 0.452 0.920 0.394 0.057 2.275
Nilai tengah 54.35 2.831 8.662 8.851 5.317 26.32 0.700 0.174 0.437 0.905 0.320 0.046 2.250
Standar Keragaman Standar deviasi galat 2.234 0.250 0.667 0.494 0.746 4.822 0.253 0.022 0.054 0.097 0.177 0.031 0.252
12.079 0.062 0.445 0.244 0.556 23.248 0.064 0.0005 0.0030 0.0094 0.0315 0.0010 0.0633
0.345 0.063 0.1667 0.1234 0.1865 1.2054 0.0633 0.0054 0.0136 0.0242 0.0444 0.0079 0.0629
ANOVA Kaki Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 0.047 0.890 0.936
Kuadrat tengah 0.016 0.074
F. hitung
F.Tabel
0.21
0.8875
F. hitung
F.Tabel
ANOVA Kulit Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 1.104 5.565 6.668
Kuadrat tengah 0.368 0.464
0.79
0.5207
ANOVA Kepala Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah Kuadrat kuadrat tengah 0.690 0.230 2.965 0.247 3.655 ANOVA Darah
F. hitung 0.93
F.Tabel 0.4562
71 Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 0.069 8.277 8.346
Kuadrat tengah 0.023 0.690
F. hitung
F.Tabel
0.03
0.991
F. hitung
F.Tabel
ANOVA Eviscera Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 241.435 107.284 348.720
Kuadrat tengah 80.478 8.940
9.00 0.002
ANOVA Ekor Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 0.207 0.753 0.961
Kuadrat tengah 0.069 0.063
F. hitung 1.10
F.Tabel 0.387
ANOVA Jantung Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Jumlah bebas kuadrat 3 0.021 12 0.023 15 0.044
Kuadrat tengah 0.007 0.002
F. hitung 3.73
F.Tabel 0.0419
ANOVA Ginjal Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 0.003 0.004 0.007
Kuadrat tengah 0.0011 0.0003
F. hitung 3.44
F.Tabel 0.0520
ANOVA Paru Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 0.011 0.130 0.140
Kuadrat tengah 0.004 0.011
F. hitung
F.Tabel
0.33
0.8056
72 ANOVA Limfa Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 0.116 0.356 0.472
Kuadrat tengah 0.039 0.030
F. hitung
F.Tabel
1.31
0.3177
F. hitung
F.Tabel
2.03
0.1632
F. hitung
F.Tabel
0.37
0.7776
ANOVA Hati Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Jumlah bebas kuadrat 3 0.005 12 0.010 15 0.015
Kuadrat tengah 0.002 0.001
ANOVA Alat Kelamin Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 12 15
Jumlah kuadrat 0.080 0.870 0.950
Kuadrat tengah 0.027 0.073
73 Lampiran 6. Matriks analisis hasil penelitian Peubah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
KBKP (g) PBBH (g) Konversi pakan Bobot Potong (g) Karkas hangat utuh Karkas depan Karkas belakang Leg Non Karkas total Kaki Kulit . Kepala Darah. Evisera Ekor. Ginjal Jantung Paru. Linfa Hati Alat kelamin Lemak internal (%) Kolesterol lemak (mg/g) Trigliserida lemak (mg/g) Kolesterol (mg/dl) Trigliserida (mg/dl) HDL (mg/dl) LDL (mg/dl) Jumlah
P0 V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V 22
Perlakuan P1 V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V 24
P2 V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V 27
P3 V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V 24