Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
POTONGAN KOMERSIAL KARKAS KAMBING KACANG JANTAN DAN DOMBA LOKAL JANTAN TERHADAP KOMPOSISI FISIK KARKAS, SIFAT FISIK DAN NILAI GIZI DAGING (Cutting of Carcass Male Kacang Goat and Native Sheep on Composition of Physical Carcass, Physical Characteristic and Nutritious Value of Meat) ROSWITA SUNARLIM dan HADI SETIYANTO Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor
ABSTRACT Commercial cutting of carcass influenced about composition of physical carcass, physical characteristic and nutritious value between commercial cutting of carcass from kacang goat and native sheep. Animals that were used six tail each part from three tails of native sheep that aged one year old, which fed the same feeding composition and water ad libitum. Carcass that get from left side was cut into eight slices of commercial cutting was leg, loin, rack, shoulder, neck, shank, breast and flank Every slice of commercial cutting is analyzed about composition of physical carcass (bone, meat and fat), physical characteristic of meat (pH and tenderness) and nutritious value of meat (moisture, ash, protein and fat content). Statistic analysis used completely randomized design. The result showed that composition of physical carcass sheep about carcass weight and carcass percentage was lower than male kacang goat in significant difference (P<0.05) but live weight was not significant difference. Composition of physical carcass (% bone, meat and fat) from eight slices of commercial cutting from male kacang goat and native sheep were no significant difference, but bone percentage at shoulder of male native sheep was higher than male kacang goat in significant difference (P<0.05). Physical characteristic of meat was no significant difference except value of pH from shoulder, breast and flank of male native sheep were higher than male kacang goat in significant difference (P<0.05). Tenderness on shoulder male native sheep was more tenderness than male kacang goat in significant difference (P<0.05). Nutritious value of meat usually is no significant difference except moisture content from male commercial cutting carcass of native sheep was higher percentage than male kacang goat in significant difference (P<0.05), fat content of breast from male native sheep was higher percentage than kacang goat in significant difference (P<0.05). Key Words: Commercial Cutting, Carcass, Kacang Goat, Native Sheep, Physical Characteristic, Nutritious Value ABSTRAK Potongan komersial karkas berpengaruh terhadap komposisi fisik karkas, sifat fisik dan nilai gizi antara kambing dan domba. Dengan demikian dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah diantara potongan komersial karkas dari kambing kacang dan domba lokal terdapat perbedaan komposisi fisik karkas, sifat fisik dan nilai gizi. Ternak yang digunakan sebanyak enam ekor masing-masing terdiri dari tiga ekor kambing kacang jantan dan tiga ekor domba lokal jantan yang berumur satu tahun mendapatkan pakan dengan komposisi ransum sama dan air minum diberikan ad libitum. Karkas yang diperoleh di ambil bagian kiri dan dipotong menjadi delapan potongan komersial yaitu paha (leg), punggung (loin), rusuk (rack), bahu (shoulder), leher (neck), lengan (shank), dada (breast) dan lipat paha (flank). Setiap potongan komersial di analisa terhadap komposisi fisik karkas(tulang ,daging dan lemak), sifat fisik daging (pH dan keempukan) dan nilai gizi daging (kadar air, abu, protein dan lemak). Analisis statistik yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hasil penelitian memperoleh komposisi fisik karkas domba terhadap bobot karkas, bobot setengah karkas dan persentase karkas adalah nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan kambing kacang jantan, kecuali bobot hidupnya tidak nyata secara statistik (P>0,05). Adapun komposisi fisik karkas (% tulang, daging dan lemak) dari delapan potongan komersial karkas asal kambing kacang jantan dan domba lokal jantan umumnya tidak berbeda nyata, kecuali persentase tulang dari bagian bahu domba lokal jantan
666
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
adalah lebih tinggi secara nyata (P<0,05) dibandingkan dengan kambing kacang jantan. Sifat fisik daging umumnya tidak berbeda nyata kecuali nilai pH dari bagian bahu, dada dan lipat paha domba lokal jantan adalah lebih tinggi secara nyata (P<0,05) dibandingkan dengan kambing kacang jantan. Keempukan daging dari bagian bahu domba local jantan adalah nyata (P<0,05) lebih empuk dibandingkan dengan kambing kacang jantan. Nilai gizi daging pada umumnya tidak berbeda nyata kecuali kadar air dari potongan karkas domba lokal jantan adalah nyata (P<0,05) lebih tinggi persentasenya dibandingkan kambing kacang jantan, kadar lemak dari bagian dada domba lokal jantan adalah nyata (P<0,05) lebih tinggi persentasenya dibandingkan dengan kambing kacang. Kata Kunci: Potongan Karkas Komersial, Kambing Kacang, Domba Lokal, Sifat Fisik, Nilai Gizi
PENDAHULUAN Sebagian masyarakat Indonesia sudah terbiasa mengkonsumsi daging kambing maupun domba, akan tetapi jarang dibedakan antara karkas maupun dagingnya. Oleh karena bentuk, besar,berat serta daging yang relatif sama sehingga pemberian nama daging kambing lebih populer dikalangan pedagang maupun konsumen, demikian pula dinegara maju di kenal dengan istilah “lamb” (FORREST et al., 1975). Daging kambing/domba lebih banyak dikonsumsi konsumen dalam bentuk olahan seperti sate, sop, gule, soto kambing yang umum dijajakan oleh pedagang kaki lima, rumah makan, restoran maupun hotel berbintang. Meskipun demikian daging kambing/domba dalam bentuk segar (tanpa pengolahan) masih dapat ditemui dipasar-pasar tradisional. Umumnya penjualan daging didasarkan pada berat karkas (daging dan tulang) dan belum didasarkan kepada tingkat (grade) bagian-bagian dari karkas sebagai yang telah dilakukan di negara-negara maju. Menurut ROMANS dan ZIEGLER (1974) potongan komersial karkas dari kambing dan domba dibagi menjadi delapan bagian yaitu paha (leg), punggung (loin), rusuk (rack), bahu (shoulder), leher (neck), lengan (shank),dada (breast) dan lipat paha (flank). Dari masingmasing potongan komersial kambing/domba terdiri dari sekumpulan daging, tulang dan lemak. Sistem penjualan dengan potongan karkas ini telah diterapkan dipasar swalayan bahkan cara pengemasannya dengan penampilan menarik karena diberi wadah Stero Foam dan ditutup dengan Selopan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan diantara potongan komersial karkas kambing dan domba
terhadap komposisi fisik, karkas, sifat fisik dan nilai gizi daging. MATERI DAN METODE Materi yang digunakan sebanyak tiga ekor kambing kacang dan tiga ekor domba lokal berkelamin jantan berumur sama sekitar satu tahun. Ternak ini berasal dari peternakan rakyat yang digemukan terlebih dahulu selama empat hingga lima bulan. Pemberian pakan terdiri atas campuran tepung gaplek (20%) dan konsentrat (80%) yang diberikan sebanyak 3% dari bobot badan serta rumput gajah dan air minum yang diberikan secara ad libitum. Ternak sebelum dipotong terlebih dahulu dipuasakan selama 17 jam, setelah itu ternak dipotong dan diambil karkas kemudian masing-masing karkas dibelah menjadi dua bagian salah satu bagian setengah karkas dipotong-potong menjadi delapan bagian sesuai dengan potongan karkas komersial yaitu paha (leg), punggung (loin), rusuk (rack), bahu (shoulder), leher (neck), lengan (shank), dada (breask) dan lipat paha (flank) yang tertera pada Gambar 1 (ROMANS dan ZIEGLER, 1974). Setiap potongan karkas tersebut dianalisa terhadap komposisi fisik karkas, sifat fisik dan nilai gizi daging dengan parameter yang diamati: 1. Bobot hidup, bobot karkas (utuh dan setengah karkas)dan persentase karkas. 2. Potongan setengah karkas bagian kiri 3. Komposisi fisik karkas yaitu bobot dari persentase daging, tulang, lemak didasarkan pada bobot setengah karkas . 4. Sifat fisik daging (pH dan keempukan). 5. Nilai gizi daging (kadar air, abu, protein dan lemak)
667
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Analisa statistik yang digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua perlakuan (kambing dan domba) dari setiap potongan komersial karkas (paha, punggung, bahu, rusuk, leher, lengan, dada dan lipat paha) yang diulang sebanyak tiga kali. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik komponen karkas Kambing kacang memiliki bobot dan persentase karkas yang lebih tinggi secara nyata (P<0,05) dibandingkan dengan domba lokal kecuali bobot hidup tertera pada Tabel 1. Hal ini disebabkan karena isi saluran pencernakan dan kulit domba lebih berat dibandingkan kambing. Tabel 1. Rataan bobot hidup, bobot karkas, bobot setengah karkas dan persentase karkas kambing dan domba lokal jantan Uraian
Kambing Domba
Bobot hidup (kg )
23,5
19,3
Bobot karkas (kg)
a
10,3
7,5b
a
Bobot setengah karkas (kg)
4,8
3,8b
Persentase karkas
43,8a
39,1b
Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Penelitian yang dilakukan GAILI et al. (1972) tentang pengaruh pakan terhadap bobot karkas dan penimbunan lemak dibawah kulit domba dan kambing Sudan ternyata pemberian pakan penguat dapat meningkatkan bobot karkas namun persentase bobot karkas domba adalah lebih rendah dibandingkan kambing karena proporsi kulit, bulu dan alat pencernaannya lebih tinggi pada domba. Bobot hidup, karkas dan persentase karkas kambing kacang adalah lebih tinggi dibandingkan dengan domba lokal, hal ini sesuai dengan penelitian TRIYANTINI et al. (2002) dengan menggunakan dua macam pakan berbeda diperoleh bobot hidup 22,33 dan 24,93 kg, bobot karkas 10,00 dan 11,20 kg serta persentase karkas 44,48–44,98%. Domba
668
Garut dengan bobot hidup 23,08 kg diperoleh bobot karkas 9,54 kg dan persentase karkas 40,13% (SUNARLIM et al., 1999) yang relatif sama dengan penelitian. Adapun domba jantan Merino berukuran kecil dari penelitian PRABOWO et al. (1994) ternyata bobot hidup 56,5 kg, bobot karkas 27,8 kg dan persentase karkas 49,3% yang ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan domba lokal hasil penelitian. HENDRI (1986) menyatakan bobot hidup kambing dan domba masing-masing 8,4 kg diperoleh berat karkas 3,9 dan 3,6 kg sedangkan persentase karkas adalah 46,7% untuk kambing dan 43,2% untuk domba seperti pada penelitian dimana berat karkas maupun persentase kambing relatif lebih tinggi dibandingkan dengan domba. Komposisi fisik karkas Komponen utama karkas terdiri dari jaringan daging, tulang dan lemak. NATASASMITA (1978) menyatakan bahwa konsumen menghendaki karkas atau potongan karkas dengan proporsi daging tanpa lemak yang tinggi, tulang yang rendah dan lemak optimal. Delapan potongan komersial karkas dari kambing kacang dan domba lokal tertera pada Tabel 2. Diantara kambing dan domba ternyata persentase daging, tulang dan lemak tidak berbeda nyata (P>0,05) kecuali pada potongan karkas bahu dimana persentase tulang dari domba lokal (5,3%) relatif lebih tinggi secara nyata (P<0,05) dibandingkan dengan kambing (4,0%). Hal ini sesuai dengan penelitian HENDRI (1986), tetapi tidak demikian dengan penelitian OWEN et al. (1978) dan GAILI et al. (1972), yang menyatakan bahwa persentase daging dan tulang lebih tinggi, sementara persentase lemak kambing lebih rendah daripada domba dalam perlakuan yang sama. Perbedaan ini disebabkan karena laju pertumbuhan masing-masing komponen jaringan karkas dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah bangsa ternak (SOEPARNO, 1992), sedangkan GAILI et al.. (1972) dipengaruhi pula oleh spesies, umur dan nutrisi.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 2. Rataan daging tanpa lemak, lemak dan tulang dari potongan komersial karkas kambing kacang dan domba lokal jantan Potongan komersial
Daging (%)
Lemak (% )
Tulang (% )
Kambing
Domba
Kambing
Domba
Kambing
Domba
Paha
20,5
21,7
1,4
1,2
4,9
6,6
Punggung
5,6
6,7
0,8
0,4
2,2
3,2
Rusuk
4,8
5,5
0,4
0,4
2,0
3,0
Bahu
14,5
12,
1,5
1,2
4,0 a
5,3b 2,2
Leher
6,9
5,7
0,6
0,6
1,1
Lengan
4,5
3,9
0,3
0,3
1,8
2,5
Dada
5,2
4,3
0,7
0,7
1,1
1,6
Lipat paha
1,7
2,3
0,5
0,4
-
-
Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Persentase daging kambing dan domba tidak berbeda nyata (P>0,05) dimana persentase daging tertinggi berasal dari bagian paha (20,5–21,7%) dan bahu (12,6–14,5%) sedangkan terendah berasal dari lipat paha (1,7–2,3%). Sementara itu, penelitian TRIYANTINI et al., (2002) melaporkan bahwa dengan menggunakan kambing kacang dan dua macam ransum berbeda ternyata persentase paha tertinggi yaitu 29,93–30,08% dimana persentase daging dari bagian paha juga tinggi yaitu 69,39–73,54%. Persentase daging dari lipat paha adalah terendah yaitu 1,67–2,75% meskipun persentase potongan karkasnya terendah namun dagingnya relatif tinggi yaitu 77,59–78,70%. Persentase tulang masing-masing potongan karkas domba lebih tinggi dibandingkan dengan kambing, namun hanya bagian bahu yang nyata (P<0,05). Sementara itu, persentase tertinggi berasal dari bagian paha (4,9–6,6%) dan bahu (4,0–5,3% ) dan terendah dari bagian lipat paha (0%) untuk kambing dan domba. Hal ini sesuai dengan penelitian TRIYANTINI et al. (2002 ), yang menyatakan bahwa bagian lipat paha tidak terdapat tulang. Persentase kandungan lemak tertinggi berasal dari paha (1,2–1,4%) dan bahu (1,2– 1,5%) untuk kambing dan domba, meskipun demikian potongan karkas tidak berbeda nyata. TRIYANTINI et al. (2002 ) melaporkan bahwa persentase potongan karkas kambing ternyata kandungan lemak bagian paha adalah 5,85– 9,28%, sedangkan bagian bahu adalah 8,88–
10,12%. Tingginya persentase lemak dibagian tersebut karena persentase potongan paha dan bahu juga tinggi mengakibatkan persentase lemak relatif lebih tinggi. Bagian lipat paha, mempunyai persentase potongan karkas terendah dan tanpa tulang sehingga kandungan lemak relatif lebih tinggi. TRIYANTINI et al., (2002) melaporkan bahwa persentase lemak kambing berdasarkan persentase potongan karkas berkisar antara 21,29–22,41%, sedangkan persentase lemak hanya berkisar antara 3,32–15,15%. Sifat fisik daging Banyak faktor yang berpengaruh pada mutu fisik daging diantaranya adalah pH dan keempukan. Diantara delapan potongan karkas ternyata tidak terdapat perbedaan pH yang nyata (P>0,05) kecuali potongan bahu, dada dan lipat paha dari kambing yang terlihat nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan domba tertera pada Tabel 3. Penelitian SOEPARNO (1991) pada domba lokal jantan, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antara pH longisimus dorsi dari loin/punggung dan biceps femoris dari leg/ paha karena diantara potongan karkas terdapat produksi asam laktat postmortem yang relatif sama seperti diketahui, konsentrasi asam laktat dihasilkan dari glikogen otot dan sangat menentukan nilai pH (LOWRIE, 1979).
669
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 3. Rataan pH dan keempukan daging potongan komersial karkas kambing kacang dan domba lokal jantan Potongan komersial Paha Punggung Rusuk Bahu Leher Lengan Dada Lipat paha
PH Kambing 5,5 5,4 5,5 5,5a 5,7 5,6 5,5a 5,6a
Domba 5,8 5,6 5,9 6,1b 6,1 6,0 6,0b 6,0b
Keempukan Kambing 39,1 36,2 36,8 31,3a 37,9 35,5 32,5 32,4
Domba 41,1 42,7 36,1 41,2b 41,4 39,5 37,8 33,6
Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Nilai keempukan semakin meningkat dengan semakin tingginya angka yang diperoleh. Keempukan daging diantara kambing dan domba tidak berbeda nyata (P>0,05) namun ada kecenderungan lebih empuk pada potongan komersial karkas domba, kecuali bagian dada yang terlihat nyata (P<0,05) lebih empuk. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian PERMATASARI (1992) yang menggunakan domba dan kambing berumur dua tahun karena otot longisimus dorsi dari loin/punggung dan biceps femoris dari leg /paha domba lebih empuk dibandingkan dengan kambing tertera pada Tabel 3. Daging kambing umumnya memiliki otot yang lebih tebal daripada domba, kemungkinan karena adanya perbedaan aktifitas antara kambing dan domba (GAILI, 1972). Menurut NATASASMITA et al. (1987), otot yang bertekstur kasar adalah kurang empuk dibandingkan dengan otot yang bertekstur halus. Tekstur yang kasar menandakan bahwa otot tersebut terdiri atas serabut otot yang besar atau jaringan ikat yang tebal (ARNIM, 1985; LOWRIE, 1979). Nilai gizi daging Protein berperan besar terhadap mutu gizi akan sedangkan persentase lemak dalam jumlah banyak akan mengganggu kesehatan. Dalam menilai gizi daging di analisis kadar air, lemak, protein dan abu. Kadar air domba cenderung lebih tinggi dibandingkan kambing untuk ketujuh potongan
670
komersial karkas kecuali potongan bahu dari domba yang nyata (P<0,05) lebih tinggi kadar airnya dibandingkan dengan kambing tertera pada Tabel 4. Meskipun demikian kadar air secara keseluruhan berkisar 72,3–77,9% yang tidak berbeda dengan penelitian SAKUNTALA (1987) yaitu 72,0–75,3% namun kebalikan dari penelitian KUSUMA (1990) yaitu kadar air dari bagian paha (77,1%) dan punggung (80,0%) untuk kambing adalah relatif lebih tinggi daripada penelitian, sedangkan untuk domba bagian paha (75,7%) dan punggung (73,7%) yang relatif sama dengan penelitian. Menurut LUSBOUGH et al (1960) bagian paha (64,0%) dan punggung (65,0%) domba adalah relatif lebih rendah kadar air dibandingkan penelitian. Kadar lemak kambing cenderung lebih tinggi namun tidak nyata secara statistik (P>0,05) dibandingkan dengan domba untuk ketujuh potongan potongan komersial karkas lainnya, kecuali bagian dada. Kadar lemak dari potongan dada kambing (3,5%) dan rusuk (2,3%) adalah tertinggi dibandingkan dengan potongan karkas komersial lainnya yang berkisar antara 1,0–1,8% tertera pada Tabel 4. Adapun kadar lemak domba dalam penelitian ini adalah lebih rendah yaitu 0,4-1,5%, dibandingkan dengan kadar lemak daging dengan kisaran 1,5–13,0% (FORREST et al., 1975; SAKUNTALA, 1987 ) yaitu 2,9–8,9%. KUSUMA (1990) menyatakan kadar lemak kambing bagian paha (3,3%) dan punggung (3,6%) demikian pula kadar lemak domba pada bagian paha (3,4%) dan punggung (6,2%).
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 4. Rataan kadar air dan lemak pada potongan komersial karkas kambing kacang dan domba lokal jantan Kadar air (%)
Potongan komersial Kambing
Kadar lemak (%)
Domba
Kambing
Domba
Paha
72,7
77,8
1,2
0,4
Punggung
74,2
77,5
1,3
0,7
Rusuk
73,8
77,3
2,3
1,5
Bahu
73,7 a
77,8 b
1,5
1,0
Leher
75,4
77,3
1,8
1,5
Lengan
73,7
76,6
1,0
1,2
Dada
72,3
77,8
3,5a
1,3b
Lipat paha
72,5
77,9
1,2
0,7
Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) Tabel 5. Rataan kadar protein dan abu pada potongan komersial karkas kambing kacang dan domba lokal jantan Kadar protein (%)
Potongan komersial
Kadar abu (%)
Kambing
Domba
Kambing
Domba
19,74
19,35
1,07
1,06
Punggung
19,69
19,90
1,06
1,09
Rusuk
19,74
19,62
1,06
1,07
Bahu
20,29
19,28
1,01
1,10
Leher
19,18
18,62
1,05
1,08
Lengan
19,82
19,32
1,07
1,01
Dada
18,62
19,01
1,03
1,08
Lipat paha
19,74
18,36
1,02
1,11
Paha
Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Sementara itu, penelitian LUSBOUGH et al. (1960) diperoleh kadar lemak domba yang relatif lebih tinggi pada paha (18,0%) dan punggung (16,0%). Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan umur ternak yang lebih muda pada penelitian ini yaitu sekitar satu tahun. Menurut DAMSHIK (1994), perletakan lemak intramuskuler maupun intermuskuler pada ternak muda belum terbentuk karena semua energi yang dikonsumsi masih dipakai untuk kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan . Tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) untuk kadar protein dari delapan potongan komersial antara domba dan kambing. Namun persentase kadar protein tertinggi berasal dari bagian bahu kambing
yaitu 20,29%, sementara untuk potongan komersial karkas lainnya berkisar 18,36– 19,90% tertera pada Tabel 5. Menurut FORREST et al. (1975), kisaran kadar protein adalah 16–22%, demikian pula yang dilaporkan oleh PRICE dan SCHWEIGERT (1971) adalah 19-20%, untuk daging kambing presentase protein bagian paha (19,8%) dan punggung (21,9%), adapun daging domba diperoleh persentase protein bagian paha (19,7%) dan punggung (19,9%) (KUSUMA, 1990). Begitu pula penelitian LUSBOUGH et al. (1960) adalah sedikit lebih rendah sekitar 18%. Pembentukan protein di dalam tubuh umumnya dipengaruhi oleh status fisiologis ternak yaitu ternak yang masih muda membutuhkan lebih banyak protein
671
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
dibandingkan dengan ternak dewasa (ARNIM, 1985). SOEPARNO (1991) melaporkan bahwa kadar protein domba lokal jantan muda yaitu 24,2% yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap domba dewasa (22,6%). Persentase kadar abu berkisar antara 1,01– 1,11% dan tidak terdapat perbedaan secara nyata (P>0,05) diantara delapan potongan komersial karkas kambing dan domba tertera pada Tabel 5. Tidak terdapat perbedaan menyolok dengan penelitian lainnya seperti FORREST et al. (1975) yang melaporkan kisaran kadar abu adalah sekitar 1%, sedangkan SOEPARNO (1991) melaporkan kisaran 1,18–1,21% pada beberapa otot, sedangkan pada domba muda (1,19%) dan domba dewasa (1,03%). KUSUMA (1990) menyatakan kadar abu pada kambing dan domba adalah sekitar 1,0%. KESIMPULAN Sebagian besar potongan komersial karkas kambing dan domba tidak terdapat perbedaan pH, keempukan, kadar air, abu, protein dan lemak, adapun persentase lemak bagian rusuk dan dada kambing relatif lebih tinggi dibandingkan potongan komersial karkas lainnya. Persentase daging, tulang dan lemak tidak berbeda nyata diantara potongan komersial karkas kambing dan domba, namun bobot karkas dan persentase karkas kambing yang lebih tinggi secara nyata dibandingkan domba. DAFTAR PUSTAKA ARNIM. 1985. Pengaruh umur terhadap sifat fisik dan kimia daging Peranakan Ongole. Tesis. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. DAMSHIK, M. 1994. pengaruh Pemberian Pakan Wastelage Jerami pada Anak Sapi FH Jantan terhadap Sifat Fisik dan Kimia Daging. Tesis. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. FORREST, C.J, E.D. ABERLE, H.B. HEDRICK, M.D. JUDGE and R.A. MERKEL. 1975. Principle of Meat Science. W.H. Freeman and Co. San Francisco. p. 4127. GAILI, E.S.E, Y.S. GHANEM and A.M.S. GHANEM. 1972. A coperative study of some Carcass characteristic of Sudan desert sheep and goats. Anim. Prod. 14: 351–357.
672
HENDRI. 1986. Studi perbandingan distribusi perdagingan kambing kacang dan domba Priangan pada dua tingkat umur. Karya Ilmiah Fakultas Peternakan Institut Peternakan Bogor. KUSUMA, W.P. 1990. Komposisi kimia daging lemusir dan paha dari kambing dan domba Yang mendapat ransum dengan rasio protein dan energi yang berbeda. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan Institut Peternakan Bogor. LAWRIE, R.A. 1979. Meat Science. 3th Ed. Pergamon Press, Oxford-New York-Toronto SydneyParis-Frankfurt. NATASASMITA, S., R. PRIYANTO dan D.M. TAUCHID. 1987. Pengantar Evaluasi Daging. Diktat Kuliah Fakultas Peternakan Institut Peternakan Bogor. OWEN, J.E., C.A. PHILBROOKS and N.S.D. JONES. 1978. Studies on the meat production characteristics of Bostwana goat and sheep. Carcass tissue composition on distribution. Meat Sci. 2: 59–74. PERMATASARI, E. 1992. Studi Banding Keempukan Daging Kambing, Domba, Sapi dan Kerbau pada Otot Longisimus dorsis dan Biceps fanoris. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. PRINCE, J.F. and B.S. SCHWEIGERT. 1971. The Science of Meat and Meat Products. W.H. Freeman and Co, San Fransisco. PRABOWO, A., R. SUNARLIM, A. DJAJANEGARA dan K. DIWYANTO. 1994. Assessment of Carcass Quality and Meat Market Potential of Imported Sheep from Australia. Research Institute for Animal Production, Ciawi, Bogor. ROMANS, R.J. and P.T. ZIEGLER. 1974. The Meat We Eat. 7th ed. The Interstate Printers and Publisher, Inc. Danville Illinois. SAKUNTALA. 1987. Kadar dan total kholesterol daging domba dan kambing pada umur yang Berbeda. Karya Ilmiah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. SUNARLIM, R., I. INOUNU, TRIYANTINI dan H. SETIYANTO. 1999. Upaya meningkatkan bobot badan, proporsi daging dan cita rasa dengan cara persilangan domba garut dengan domba Mioulton Charollaiss dan Hairssheep. Bull. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Edisi Tambahan Desember 1999. hlm. 207–211. SUPARNO. 1991. Kolagen, Intramuskuler dan Kualitas Daging Domba Lokal Jantan, kaitannya dengan Umur dan Macam Otot. Laporan Penelitian No. 02 Universitas Gajah Mada 126/12/1991.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
TRIYANTINI, R. SUNARLIM, H. SETIYANTO, B. SETIADI dan M. MARTAWIDJAJA. 2002. Kajian tentang perbandingan karakteristik komponen karkas kambing Kacang dan silangannya (Boer X Kacang) pada kondisi pakan berbeda. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peterrnakan dan Veteriner. Bogor, 17–18 September 2001. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 165–169.
673