THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
PENAMBAHAN BORAKS DALAM BAKSO DI KOTA PEKALONGAN (TINJAUAN PENGETAHUAN DAN PRAKTIK) Yulian Wahyu Permadi1), St. Rahmatullah2) 1
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan email:
[email protected] 2 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan
[email protected]
Abstrak Bakso merupakan hasil olahan pangan asal hewan yang mudah rusak. Bahan tambahan pangan dapat memperpanjang umur simpan dengan mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk dan menghambat pertumbuhan organisme penyebab penyakit. Penambahan boraks biasanya dilakukan pada waktu proses pengolahan makanan. Boraks termasuk bahan beracun apabila digunakan dalam makanan yang dapat menimbulkan resiko bagi kesehatan manusia. Pengujian kualitatif menunjukkan 72 sampel (100%) yang diambil dari bakso dan tempat penggilingan tidak mengandung boraks. Dari perolehan hasil bahwa tingkat pengetahuan dan sikap pedagang bakso berada dalam kategori baik. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat pendidikan yang akanmempengaruhi sikap.Tingkat pengetahuan berkaitan dengan akses informasi yang dalam penelitian ini dari media televisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada praktik penambahan boraks dalam bakso baik sampel bakso yang berasal dari pedagang maupun penggiling bakso tetapi penyuluhan tetap harus dilakukan oleh instansi terkait mengingat baru sebagian pedagang dan penggiling yang mendapat penyuluhan. Pengawasan dengan cara pengambilan sampel secara menyeluruh harus dilakukan secara menyeluruh pada pedagang bakso yang menetap dan tidak menetap, baik yang membuat bakso sendiri maupun yang tidak membuat bakso sendiri. Data jumlah pedagang dan penggiling bakso yang perlu diperbarui secara rutin dan penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk pengambilan sampel dari pedagang bakso keliling dan penjual bakso di pasar. Keywords: Bakso, boraks, pengetahuan, praktik dan memiliki potensi mengandung bahaya biologik, kimiawi dan atau fisik, yang dikenal sebagai potentially hazardous foods (PHF) (Lukman 2008). Bakso merupakan hasil olahan daging, baik daging sapi, ayam, ikan, maupun udang. Kebutuhan masyarakat (konsumen) terhadap protein dapat dipenuhi dengan mengonsumsi bakso (Cahyadi 2008). Bakso merupakan hasil olahan pangan asal hewan yang mudah rusak dan sering diberikan bahan tambahan pangan dalam proses pembuatannya. Bahan tambahan pangan dapat memperpanjang umur simpan dengan mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk dan menghambat pertumbuhan organisme penyebab penyakit. Tahun 1900-an awal boraks secara luas digunakan sebagai
1. PENDAHULUAN Penyediaan pangan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH) menjadi tantangan utama dengan pertumbuhan populasi penduduk. Manajemen risiko yang efektif untuk pencapaian hal tersebut berdasarkan informasi dan studi ilmu pengetahuan diperlukan oleh industri pangan (pengusaha, pedagang), dan konsumen. Perkembangan informasi melalui berbagai media meningkatkan tuntutan dan kepercayaan masyarakat terhadap keamanan pangan. Informasi berdasarkan penelitian ilmiah salah satu kunci menilai pangan yang beredar di suatu wilayah memenuhi persyaratan yang berlaku. Pangan asal hewan seperti daging, susu, dan telur serta hasil olahannya pada umumnya bersifat mudah rusak (perishable)
1125
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
pengawet makanan (Tomaska dan BrookeTaylor 2014). Boraks merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang sering digunakan sebagai bahan pengawet khususnya pada bakso, kerupuk, pempek, pisang molen, pangsit, tahu, dan bakmi. Penambahan boraks biasanya dilakukan pada waktu proses pengolahan makanan untuk meningkatkan kekenyalan, kerenyahan, memberi rasa gurih dan kepadatan (Saparinto dan Hidayati 2006). Boraks di pasaran memiliki nama berbedabeda, di Jawa Tengah disebut air bleng atau garam bleng, di daerah Sunda disebut bubuk gendar, di Jakarta disebut pijer (Sugiyatmi 2006). Boraks termasuk bahan beracun apabila digunakan dalam makanan yang dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia. Penggunaan boraks dalam pembuatan makanan untuk diperdagangkan secara internasional tidak diizinkan pada banyak negara. Penggunaan secara ilegal di beberapa negara untuk memperpanjang masa simpan masih dilakukan sehingga terus menimbulkan risiko kesehatan bagi konsumen (Tomaska dan Brooke-Taylor 2014). Mengingat bahaya boraks apabila dikonsumsi terus menerus dan adanya peningkatan jumlah pedagang bakso di Kota Pekalongan, maka perlu dilakukan penelitian dengan cakupan sampel bakso yang lebih besar. Pengamatan yang dilakukan meliputi keberadaan boraks dalam bakso, daya simpan bakso, dan penelusuran faktor-faktor pendorong penambahan boraks dalam bakso.
UAD, Yogyakarta
boraks dalam bakso. Pengukuran pengetahuan menggunakan pertanyaan dengan tiga pilihan jawaban yaitu ya, tidak, dan tidak tahu. Pengukuran sikap menggunakan pernyataan (terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif) dengan tiga pilihan jawaban yaitu setuju, ragu-ragu, dan tidak setuju. Pengukuran praktik menggunakan pertanyaan dengan pilihan jawaban yang sudah disediakan. Wawancara mendalam (indepth interview) juga dilakukan dengan instansi terkait yaitu Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Pekalongan; Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan, dan Kehutanan (Distannakbunhut) Kota Pekalongan. Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Dalam penelitian yang menggunakan kuesioner untuk pengumpulan data penelitian, maka kuesioner yang disusun harus mengukur apa yang ingin diukur. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut reliabel. Reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu teknik pengukuran ulang, teknik belah dua, dan teknik paralel (Ancok 1995). Uji validitas dan reliabilitas telah dilakukan terlebih dahulu sebelum kuesioner digunakan di lapangan. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap 30 responden. Adapun teknik yang digunakan untuk menghitung indeks reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan teknik belah dua (Ancok 1995). Berdasarkan data pelaksanaan inventarisasi dan pendataan unit usaha pangan asal hewan di Kota Pekalongan tahun 2014 yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Pekalongan terdapat 158 unit usaha bakso (pedagang bakso) dengan rincian lokasi pasar 15 unit usaha, di mall enam unit usaha, di
2. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data hasil pengujian sampel bakso di laboratorium dan data hasil wawancara terhadap pedagang dan penggiling bakso di Kota Pekalongan. Responden yang akan diwawancarai adalah pedagang dan penggiling bakso di Kota Pekalongan. Wawancara dilakukan secara langsung dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Pertanyaannya meliputi karakteristik, pengetahuan, sikap, dan praktik pedagang dan penggiling bakso dalam menggunakan
1126
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
luar pasar, dan di luar mall 137 unit usaha. Belum ada data secara detail dari masingmasing unit usaha melakukan pembuatan bakso sendiri atau berasal dari penggiling, pedagang menetap dan tidak menetap. Pengambilan sampel bakso pada penelitian ini dilakukan pada seluruh pedagang bakso yang berada di seluruh Kota Pekalongan sebanyak 72 pedagang bakso (100%) yang melakukan pembuatan bakso sendiri dan menetap. Pengambilan sampel juga dilakukan terhadap lima tempat penggiling bakso yang ada di Kota Pekalongan. Pengambilan sampel bakso sebanyak 200 g untuk setiap pedagang dan penggiling bakso. Variasi ukuran bakso tidak dilihat dalam pengambilan sampel bakso dan hanya bakso daging sapi yang diambil untuk dilakukan pengujian. Pengujian sampel di laboratorium dilakukan terhadap sampel bakso dari pedagang dan tempat penggilingan bakso di Kota Pekalongan. Pengujian sampel dilakukan secara dua tahap yaitu: tahap pertama adalah pengujian boraks secara kualitatif, apabila hasil tahap pertama positif maka dilanjutkan dengan pengujian tahap kedua yang terdiri dari tiga jenis pengujian yaitu spektrofotometri, pemanasan, dan daya simpan. Jika hasil uji tahap pertama negatif, maka tidak dilanjutkan ke tahap pengujian kedua. Metode pengujian tahap pertama yang dipergunakan berdasarkan metode standar AOAC nomor 970.33 dengan tipe tes secara kualitatif (AOAC 2007) untuk mengetahui keberadaan boraks.
Total Sampel 72 Pengambilan sampel juga telah dilakukan dari penggiling bakso di Kota Pekalongan, terdapat lima sampel yang berasal dari tempat penggilingan yaitu Moro Seneng, Helen, Langen Sari, Ika Jaya, dan Gilingan Bakso Alfa. Hasil uji kualitatif dari kelima sampel yang berasal dari tempat penggilingan bakso memperlihatkan hasil negatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh pedagang dan penggiling bakso di Kota Pekalongan tidak menggunakan boraks sebagai BTP dalam pengolahan bakso yang diperdagangkan. Pengetahuan Pedagang Bakso yang Mempengaruhi Sikap Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang bakso di Kota Pekalongan (55.6%) memiliki tingkat pengetahuan mengenai bakso yang mengandung boraks pada kategori baik, 33.1% pedagang bakso memiliki tingkat pengetahuan sedang, dan sisanya (11.3%) pedagang memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori buruk. Sebesar 92.5% dari 72 pedagang bakso di Kota Pekalongan memiliki sikap yang dikategorikan baik, sedangkan sisanya memiliki sikap yang dikategorikan sedang (7.5%) dan tidak ada pedagang bakso yang mempunyai sikap yang dikategorikan buruk seperti dapat dilihat pada Tabel 2. Kategori Pengetahuan Buruk Sedang Baik
3.HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan Sampel dan Hasil Pengujian Laboratorium Sebanyak 72 sampel bakso telah diambil dari pedagang bakso yang berada di Kota Pekalongan dan diuji secara kualitatif menunjukkan hasil negatif boraks. Tabel 1 No Wilayah kecamatan Besaran sampel (n) 1. 2. 3. 4.
Pekalongan Utara Pekalongan Selatan Pekalongan Barat Pekalongan Timur
UAD, Yogyakarta
Jumlah n=72 n % 8 25 39
11.1 34.7 54.2
Sedang
20
27.8
Baik
52
72.2
Sikap
18 10 24 20
Karakteristik Pedagang Bakso Karakteristik personal pedagang bakso di Kota Pekalongan meliputi umur, tingkat
1127
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
pendidikan, skala usaha, omset, lama usaha, keterlibatan organisasi, dan akses informasi yang dimiliki dapat dilihat secara rinci pada Tabel 3.
UAD, Yogyakarta
Karakteristik Pedagang Bakso yang Mempengaruhi Sikap Sikap seseorang berpengaruh penting terhadapakses informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang bakso yang mendapatkan informasi mengenai penambahan boraks dalam bakso bersumber dari televisi mempunyai sikap dalam kategori baik (72.2%) dan kategori sedang (27.8%) pedagang bakso yang mendapatkan informasi dari internet, media cetak, dan lain-lain (radio, kata orang/teman). Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa televisi mempunyai pengaruh terhadap peningkatan sikap. Adapun media lain yaitu internet, media cetak, dan lain-lain (radio, kata orang/teman) seluruhnya termasuk pedagang bakso yang mempunyai sikap yang baik. Pedagang bakso di Kota Pekalongan mendapatkan informasi mengenai bakso boraks mayoritas dari televisi (85.6%). Responden yang mempunyai pengetahuan rendah terkait BTP dan ciri makanan berpengawet biasanya responden yang kurang terpapar informasi mengenai BTP dari berbagai media khususnya televisi (Habsah, 2012).
Praktik Pedagang Bakso Praktik pengolahan bakso di Kota Pekalongan seperti terlihat pada Tabel 4
4. KESIMPULAN Hasil pengujian kualitatif menunjukkan 72 sampel (100%) yang diambil dari pedagang bakso dan tempat pengilingan tidak mengandung boraks. Dari hasil survei diperoleh hasil bahwa tingkat pengetahuan dan sikap pedagang bakso mayoritas berada dalam kategori baik. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan adalah tingkat pendidikan. Sedangkan faktor-faktor yang memengaruhi sikap adalah akses informasi dari televisi dan pengetahuan. Televisi merupakan media yang efektif untuk pembelajaran di masyarakat dalam peningkatan sikap, dimana sikap adalah lanjutan dari pengetahuan. Seluruh hasil uji kualitatif bakso di Kota Pekalongan menunjukkan hasil negatif boraks
1128
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
dikarenakan sikap pedagang bakso sebagian besar dalam kategori baik
UAD, Yogyakarta
2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet. Jakarta (ID): BPOM [BPS
5. DAFTAR PUSTAKA Abdalla MA, Suliman SE, Bakhiet AO. 2009. Food safety knowledge and practices of street food-vendors in Atbara City (Naher Elneel State Sudan). Afr J Biotechnol. 8(24):69676971.
Kota Pekalongan] Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan. 2014. Statistik Daerah Kota Pekalongan 2014. Pekalongan (ID): BPS Kota Pekalongan.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 2897 Tahun 2008 tentang Metode Pengujian Cemaran Mikroba dalam Daging, Telur dan Susu, serta Hasil Olahannya. Jakarta (ID): BSN.
Ancok D. 1995. Validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. Di dalam: Singarimbun M, Effendi S, editor. Metode Penelitian Survai. Ed ke-2. Jakarta (ID): LP3ES.hlm 122-146.
Cahyadi W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Ed ke2.Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Apanga S, Addah J, Sey DR. 2014. Food safety knowledge and practice of street food vendors in Rural Northern Ghana. Food and Public Health. 4(3):99103.doi:10.5923/j.fph.2014040 3.05.
Cuprasitrut T, Srisorrachatr S, Malai D. 2011. Food safety knowledge, attitude and practice of food handlers and microbiological and chemical food quality assessment of food for making merit for monks in Ratchathewi District, Bangkok. Asia J Public Health. 2(1):27-34.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2007. Official Methods of Analysis of AOAC International. Horwitz W, Latimer GW Jr, editor. Maryland (US): AOAC Int.
Habsah. 2012. Gambaran pengetahuan pedagang mi basah terhadap perilaku penambahan boraks dan formalin pada mi basah di kantin-kantin universitas x Depok tahun 2012 [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.
Bas M, Ersun AS, Kivanc G. 2006. The evaluation of food hygiene knowledge, attitudes, and practices of food handlers’ in food businesses in Turkey. Food Control. 17:317– 322.doi:10.1016/j.foodcont.2004.11.00 6.
Harper B, Gervais JA, Buhl K, Stone D. 2012. Boric acid technical fact sheet. Npic
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2000 . Keputusan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) Nomor 07 Tahun 2000 tentang Penetapan Kadar Asam Borat dan Senyawanya dalam Makanan. Jakarta (ID):BPOM.
Hossain MM. 2012. A study on knowledge, attitude and practice about personal hygiene and disease awareness of east west university students in Dhaka City Ince S, Kucukkurt I, Cigerci IH, Fidan AF, Eryavuz A. 2010. The effects of dietary boric acid and borax supplementation on lipid peroxidation, antioxidant activity, and DNA damage
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2014. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
1129
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
in rats. J Trace Elem Med Biol. 24:161– 164.doi:10.1016/j.jtemb.2010.01.003.
UAD, Yogyakarta
Nagieb ZA, Nassar MA, El-Meligy MG. 2011. Effect of addition of boric acid and borax on fire-retardant and mechanical properties of urea formaldehyde saw dust composites. Int J Carbohydr Chem. 2011(146763):16.doi:10.1155/2011/146763.
Jevsnik M, Hlebec V, Raspor P. 2008. Food safety knowledge and practices among food handlers in Slovenia. Food Control. 19:11071118.doi:10.1016/j.foodcont.2007.11.0 10.
Sugiyatmi S. 2006. Analisis faktor-faktor risiko pencemaran bahan toksik boraks dan pwarna pada makanan jajanan tradisional yang dijual di pasar-pasar Kota Semarang tahun 2006 [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Li Y, Yang Z, Bi Y, Zhang J, Wang D. 2012. Antifungal effect of borates against Fusarium sulphureum on potato tubers and its possible mechanisms of action.
Suhariyadi, Setianingrum R, Prastyo FA, Christyaningsih J. 2015. Survey on the use of borax, magenta and metanyl yellow in food samples procured from state elementary schools of Surabaya City. Res J Pharm Biol Chem Sci. 6(1):1587-1592.
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Maina WK, Ndegwa ZM, Njenga EW, Muchemi EW. 2011. Knowledge, attitude, and practices related to diabetes among community members in four provinces in Kenya: a crosssectional study. Afr J Diabetes Med. 19(1):1518. Moutz E, Suliman S, Abdalla M. 2012. Surveillance of food safety practices of street food-vendors in Gizan Saudi Arabia. Agric For. 58(4):119-128. Mujianto B, Purba AV, Widada NS, Martini R. 2005. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan boraks pada bakso di Kecamatan Pondok GedeBekasi.Bul Penel Kesehatan. 33(4):152-161. Muyanja C, Nayiga L, Brenda N, Nasinyama G. 2011. Practices, knowledge and risk factors of street food vendors in Uganda. Food Control. 22:15511558.doi:10.1016/j.foodcont.2 011.01.016.
1130