Intermezo
PETUNJUK PENULISAN
BALABA menerima naskah berbahasa Indonesia dalam ruang lingkup pemberantasan penyakit yang ditularkan oleh binatang, berupa : 1. Hasil Penelitian, tinjauan atau ulasan hasil penelitian (melalui rubrik Hasil Penelitian), diutamakan yang pengirimannya disertai lembar persetujuan ethical clearance. 2. Resensi Buku (melalui rubrik Resensi Buku)
Hasil Hasil Penelitian Penelitian
PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT KELURAHAN PABEAN, KECAMATAN PEKALONGAN UTARA, KOTA PEKALONGAN TENTANG FILARIASIS LIMFATIK *
BALABA juga menerima naskah berbahasa Indonesia dalam ruang lingkup bidang kesehatan secara umum, dalam rubrik Kesehatan Umum. Ketentuan penulisan sebagai berikut : § Diketik menggunakan MS Word, spasi tunggal, karakter huruf / font Times New Roman ukuran 11 pt, pada kertas kwarto / A4 dengan margin atas 2 cm, bawah 1,5 cm, kiri 2 cm, kanan 1,5 cm, gutter 1 cm. § Panjang naskah : Untuk Rubrik Hasil Penelitian dan Kesehatan Umum : 4 halaman, 4000 kata, ilustrasi (gambar / foto / tabel / skema) maksimal 25 % dari jumlah seluruh halaman. Untuk Resensi Buku, 1 halaman (termasuk ilustrasi / gambar) § Kerangka tulisan menurut urutan sebagai berikut : a. Judul artikel harus singkat, jelas dan informatif, maksimum 18 kata, ditulis dengan huruf kapital tebal (karakter Bold). b. Nama dan alamat penulis utama, ditulis lengkap disertai tempat kerja dan alamat lengkap penulis. c. Abstrak (untuk Rubrik Hasil Penelitian) , harus singkat dan jelas, maksimal ¾ halaman, terdiri 150-200 kata, ditulis menggunakan Bahasa Inggris dengan karakter Italic disertai 3 5 kata kunci / keywords di bawah abstrak. d. Pendahuluan (berupa uraian berisi latar belakang, perumusan masalah, teori, hipotesa (jika ada), tujuan) e. Metode penelitian (berupa uraian berisi waktu, tempat, bahan / cara pengumpulan data, metode analisa data) f. Hasil dan pembahasan g. Kesimpulan h. Saran i. Ucapan terima kasih j. Daftar pustaka Daftar pustaka / sumber rujukan disusun dalam aturan Vancouver, sebagai berikut : Rujukan disusun sesuai dengan nomor pemunculannya dalam teks / sumber (ditunjukkan dengan nomor kecil) Nomor rujukan ditulis dengan superscript Urutan penulisan rujukan yaitu : nama dan inisial penulis (seluruh penulis dicantumkan lengkap kecuali bila penulis melebihi enam orang diakhiri tulisan : et. al , setelah nama penulis keenam; judul artikel; nama penerbitan; tahun penerbitan; volume (angka Arab); dan halaman. Singkatan nama majalah mengikuti aturan Index Medicus. Rujukan buku harus disertai nama dan tempat penerbitan serta halaman yang dirujuk. § Ilustrasi (gambar/foto/tabel/skema) harus disertai keterangan yang jelas; bila dikirim dalam bentuk hard copy , diberi nomor urut penampilannya dalam naskah; bila disajikan terpisah dari naskah, ditandai dengan judul naskah dan nama penulis. § Apabila ada foto / gambar dan dikirim dalam bentuk hard copy dalam format .jpg. § Dewan Redaksi berhak memperbaiki/mengedit tanpa mengubah substansi. § Naskah dikirim ke alamat redaksi : Jalan Selomanik nomor 16 A Kutabanjarnegara , Banjarnegara Kode Pos : 53415 atau melalui fax : 0286 594972 atau melalui email :
[email protected] atau
[email protected], lebih disukai dalam bentuk soft copy dalam disket / cd / flashdisk / email. § Untuk terbitan / edisi bulan Juni, naskah yang dikirim diterima redaksi paling lambat akhir bulan Desember tahun sebelumnya, sedangkan untuk terbitan / edisi Desember, naskah yang dikirim diterima redaksi paling lambat akhir bulan Juni. § Naskah yang tidak dimuat / belum layak muat atau tidak memenuhi ketentuan dan tidak dapat disunting atau dipersingkat oleh redaksi BALABA, naskah akan dikembalikan melalui pos / fax/ email / secara langsung.
*
Bina Ikawati , Tri Wijayanti ABSTRACT
A study on Society's Knowledge, Attitude and Practice (KAP) focused on Lymphatic Filariasis in Pabean Village, Pekalongan Utara Sub District, Pekalongan City”has been done with cross sectional method. There were 100 respondences. The results showed 38 % of the respondences had insufficient knowledge, 46 % had suficient knowledge and 16 % had good practice. Most of the respondences had good attitude (91%) and 93% respondence had good practice.There was significant correlation between knowledge and attitude, there was no correlation between attitude and practice and between knowledge and practice. Observation showed that there were many breeding places around houses like riol anused land. Keywords : knowledge, attitude, practice, lymphatic filariasis
PENDAHULUAN Filariasis limfatik sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan beberapa daerah tropis lainnya, terutama di daerah pedesaan dan daerah kumuh di perkotaan. Filariasis saluran getah bening (lymphatic filariasis) yang disebabkan oleh cacing Brugia malayi, Brugia timori, Wuchereria bancrofti baik tipe perkotaan maupun pedesaan mengancam kurang lebih 20 juta penduduk Indonesia. Penyakit ini meskipun tidak menimbulkan kematian, tetapi dapat menyebabkan kecacatan, penurunan produktivitas dan masalah-masalah sosial lainnya. Hal ini karena filariasis bila tidak diobati dapat menimbulkan kecacatan menetap,seumur hidup penderita tidak dapat bekerja secara optimal, sehingga menjadi beban ekonomi keluarganya, masyarakat dan negara. Selain itu, hasil penelitian Subdit Filariasis dan Schistosomiasis, Ditjen PPM&PL dan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia tahun 2000, penderita akan mengalami kerugian ekonomi sekitar 17,8% dari biaya rumah tangga atau 32,3% dari biaya makan keluarga. Sampai dengan tahun 2004 di Indonesia diperkirakan enam juta orang terinfeksi filariasis limfatik dan dilaporkan lebih dari 8.243 diantaranya menderita klinis kronis filariasis terutama di pedesaan.1 Penyakit ini disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Di Indonesia hingga saat ini telah diketahui 23 spesies nyamuk penular dari genus Mansonia, Anopheles, 1 Culex, Aedes dan Armigeres. Cacing ditularkan dari
nyamuk infektif asal mikrofilaria yang di dalam tubuh nyamuk mengalami pertumbuhan stadium L1-L2-L3 yang dalam waktu 7-10 hari. Fase L3(larva infektif) dapat bergerak bebas dan menuju ke bagian kepala dan proboscis nyamuk penular. Pada saat nyamuk menghisap darah, L3 akan keluar dari proboscis nyamuk secara aktif bergerak masuk ke tubuh melalui bekas tusukan stilet yang ada pada proboscis. Selanjutnya larva masuk dalam aliran darah sampai ke kelenjar limfe, seterusnya L3 menjadi L4 (dewasa) dan berkembangbiak menghasilkan mikrofilaria (mf) yang dapat ditemukan pada darah visceral. Secara berkala mf dapat ditemukan pada darah tepi dengan tujuan agar terhisap nyamuk.2 Dalam waktu lama dan jumlah banyak makrofilaria (dewasa) dapat menimbulkan sumbatan yang dapat menyebabkan pembengkakan yang menetap. Kota Pekalongan merupakan salah satu daerah di Provinsi Jawa Tengah dengan masalah filariasis limfatik. Letaknya berdekatan dengan Kabupaten Pekalongan yang termasuk endemis filariasis limfatik terutama di Kecamatan Tirto dan Wiradesa. Kota Pekalongan terdiri dari 4 Kecamatan yaitu : Pekalongan Utara, Pekalongan Barat, Pekalongan Timur dan Pekalongan Selatan. Data Dinas Kesehatan Kota Pekalongan sampai dengan bulan Mei 2007 menunjukkan adanya 12 kasus filariasis kronis yang tersebar di 11 Kelurahan dalam 3 Kecamatan yaitu : Kecamatan Pekalongan Barat (Kelurahan Tegalrejo, Kramatsari, Medono, Bendan), Kecamatan Pekalongan Utara (Kelurahan Bandengan, Krapyak Lor, Kraton Kidul, Panjang Wetan), dan Kecamatan Pekalongan
*Staf Loka Litbang P2B2 Banjarnegara
32 BALABA Vol. 6, No. 01, Jun 2010 : 32
1
Timur (Kelurahan Landungsari, Sugih Waras, Klego). Data tahun 2004 menunjukkan Micro filarial rate(Mf rate) di kelurahan Pasirsari, Kecamatan Pekalongan Barat 2,34%, Pada tahun 2005 Kelurahan Kramatsari, Kecamatan Pekalongan Barat angka Mf rate sebesar 0,38%, Kelurahan Bandengan Kecamatan Pekalongan Utara Mf rate sebesar 2,38%, Kelurahan Tirto Kecamatan Pekalongan Barat Mf rate sebesar 0,40% dan Kelurahan Tegalrejo, Kecamatan Pekalongan Barat Mf rate sebesar 2,40%. Spesies mikrofilaria yang ditemukan seluruhnya dari jenis Wuchereria bancrofti pada semua lokasi survei3 Pada bulan Februari 2007 hasil survei darah jari di Kelurahan Bumirejo Kecamatan Pekalongan Barat menunjukkan Mf rate sebesar 5,48 %. Pada tahun yang sama hasil survei dari Loka Litbang P2B2 Banjarnegara di Kelurahan Pabean, Kecamatan Pekalongan Utara menunjukkan Mf rate sebesar 3,4% Hal ini menunjukkan kecenderungan peningkatan distribusi kasus filariasis limfatik di Kota Pekalongan khususnya di 4 Kecamatan Pekalongan Utara. Salah satu faktor yang menunjang terjadinya penularan adalah keberadaan nyamuk penular dan adanya penderita sebagai sumber penularan. Untuk mencegah terjadinya penularan, perlu dilakukan upaya pencegahan dengan menghilangkan habitat nyamuk penular, mencegah gigitan nyamuk, menemukan dan mengobati penderita, serta upaya pengobatan massal pada daerah dengan kriteria tertentu. Salah satu hal yang perlu dijajagi lebih dahulu yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang filariasis dan potensi yang ada di masyarakat. Hal ini yang menjadi alasan dilakukannya kegiatan penelitian ini. BAHAN DAN CARA KERJA Rancangan penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Wawancara dilakukan dalam satu waktu untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang filariasis. Sampel Populasi adalah seluruh masyarakat di wilayah Kelurahan Pabean, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan. Sampel perlakuan adalah kelompok masyarakat yang ada di wilayah Kelurahan Pabean, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan yang diambil secara acak sebagai sampel. Kriteria inklusi responden : - Telah berumur lebih dari 17 tahun (dianggap mampu
2
BALABA Vol. 6, No. 01, Jun 2010 : 1-6
menjawab pertanyaan yang diajukan) - Bersedia diwawancarai Sampel dihitung berdasarkan rumus :5
RESENSI Kiat BUKU dan Tips
Z 21 a / 2 pq n=2 d Keterangan: n = ukuran sampel p = perkiraan proporsi (prevalensi)variabel dependen pada populasi q = 1-p Z21- a /2 = statistik Z d = presisi absolut
Pada penelitian ini digunakan: p = 0,5 ; q = 0.5 sehinga pq = 0,25 = 0,05 sehingga Z=1,96 d = 10% Sehingga
(1,96) 2 x0,25 n= 2 (0,1) n= 96,04
Dibulatkan menjadi 100 orang. Pengukuran variabel Data tentang pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang fiariasis di Kelurahan Pabean, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan diperoleh dengan melakukan kegiatan wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara yang dilakukan oleh surveyor. Dalam penelitian ini surveyor adalah tenaga dari Puskesmas yang dilatih sebelumnya, sebanyak 10 orang. HASIL DAN PEMBAHASAN Kelurahan Pabean dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan Kelurahan Pabean merupakan salah satu daerah endemis filariasis baru dengan Mf rate lebih dari 1 %.Oleh karena itu, dibutuhkan upaya-upaya promotif, preventif, kuratif untuk mencegah pertambahan kasus. Sebelumnya upaya itu perlu didukung data mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang filarasis agar dalam intervensinya didapatkan gambaran kondisi masyarakat. Kelurahan Pabean merupakan salah satu dari 4 kelurahan
Judul
: Entomologi Kedokteran
Pengarang
: Dantje T. Sembel
Penerbit
: Rineka Cipta
Kota Terbit
:Yogyakarta
Tahun Terbit : 2009
Umar Yusup*
Entomologi Kedokteran merupakan sebuah buku yang membahas tentang dunia serangga. Buku sangat baik dibaca dan dipahami oleh pelajar, mahasiswa, professional kesehatan dan masyarakat yang berkepentingan. Buku terdiri dari 9 bab dengan pembahasan terperinci pada setiap bab. Bab Perkembangan Entomologi berisi ruang lingkup entomologi, peranan serangga dalam penularan penyakit dan sejarah entomologi. Ruang lingkup entomologi terbagi menjadi entomologi lingkungan, entomologi ekonomi, entomologi industri, toksikologi insektisida, entomologi makanan, entomologi kedokteran dan entomologi forensik. Serangga mempunyai peranan besar dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan manusia. Sejarah mengenai serangga sudah ada mulai zaman Fir'aun. Bab Pengklasifikasian Serangga berisi ciri-ciri serangga, struktur internal serangga, perkembangan serangga, klasifikasi serangga, ciri-ciri khas ordo-ordo serangga kedokteran. Serangga termasuk dalam filum Artrhopoda yang merupakan kelas terbesar dilihat dari jumlah spesies dalam kerajaan binatang. Bab Serangga Sebagai Agen Langsung Penyebab Penyakit berisi tentang kerugian-kerugian yang disebabkan oleh serangga. Kerugian yang akibat serangga antara lain entomofobia, pengganggu ketentraman, penggigit dan penghisap darah, sakit pada organ indra, envenomisasi, alergi, sekresi berbau busuk. Bab Nyamuk Sebagai Vektor Penyakit Pada Manusia. Bab ini membahas mengenai nyamuk, siklus hidupnya, tempat perkembangbiakan, dan penyakit-penyakit yang ditularkan. Bab Lalat Sebagai Vektor Penyakit, pada bab ini berisi tentang jenis lalat dan penyakit yang ditularkan. Jenis lalat antaralain lalat hitam, lalat pasir, lalat kuda, lalat kijang. Bab Kepik Sebagai Vektor Penyakit berisi jenis-jenis kepik seperti kepik tempat tidur, kepik pembunuh. Bab Kutu Pengisap dan Penggigit Sebagai Vektor Penyakit berisi jenis/spesies kutu ( Pediculus humanus capitis, Pediculus humanus corporis, Pthirus pubis) dan jenis-jenis penyakit yang ditularkan kutu. Bab Pinjal Sebagai Vektor Penyakit berisi jenis-jenis pinjal, penyakit yang ditularkan pinjal. Bab Tungau dan Caplak Sebagai Vektor Penyakit berisi penjelasan tentang hewan tersebut. Tungau-tungau penyebab penyakit, caplak.
*Staf Loka Litbang P2B2 Tanahbumbu
31
Drs. Bambang Heriyanto, M.Kes
yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kusuma Bangsa, Kecamatan Pekalongan Utara, Provinsi Jawa Tengah. Kelurahan Pabean terdiri dari 4 RW dan 13 RT. Luas wilayah Kelurahan Pabean sebesar 86,76 ha dengan batas kelurahan, sebelah utara dengan Kelurahan Jeruksari dan Kelurahan Kraton Lor. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Kramatsari dan Kelurahan Pasirsari. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Tegaldowo dan Kelurahan Mulyorejo sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Dukuh. Selain berupa pemukiman yang dihuni oleh 3.435 jiwa, sebagian lahan diperuntukan untuk sawah dan ladang dengan irigasi tehnis dan irigasi tadah hujan. Kelurahan Pabean merupakan daerah pantai dan beriklim tropis dengan kisaran suhu udara antara 29º C-31º C, serta berada pada ketinggian 3 meter diatas permukaan laut. Penduduk Kelurahan Pabean sebagian besar adalah penganut agama Islam. Kebanyakan penduduk adalah pengikut dari Nahdatul Ulama dengan kegiatan-kegiatan keagamaan baik untuk anak remaja, ibu-ibu maupun bapak-bapak banyak dilaksanakan seperti pengajian, tadarus Al-quran, dll. Beberapa tempat usaha dan sekolah madrasah memilih hari Jumat sebagai hari libur dan hari Minggu tetap masuk kerja.
PROF!L
Drs. Bambang Heriyanto, M.Kes, Beliau adalah Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor Dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) Salatiga. Beliau dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 20 Juni 1954. Jenjang pendidikan dari SD-SMA beliau tempuh di Yogyakarta, Tahun 1979 beliau melanjutkan pendidikan di Fakultas Biologi UGM Yogyakarta, kemudian tahun 2001 gelar magister kesehatan beliau peroleh dari UGM Jurusan Ilmu Kedokteran Klinik. Putra dari Bapak Wiryo Margono ini adalah putra terakhir dari delapan bersaudara, memulai karirnya sebagai peneliti dengan pangkat Ajun Peneliti Muda pada tahun 1987 di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen Kesehatan dan pada tahun yang sama beliau juga menjabat sebagai Kasubid Sarana Puslitbang Penyakit Menular (Jabatan Struktural). Kemudian pada tahun 1991 selain menjadi ajun peneliti madya beliau juga menjabat sebagai Kasubid Perencanaan dan evaluasi Puslitbang Penyakit. Karir beliau terus meningkat di jabatan fungsional sebagai peneliti maupun di jabatan struktural berjalan beriringan, tahun 1995 beliau menjabat sebagai Kabit Yanlit Puslitbang Biomedis dan Farmasi, tahun 2006 menjabat sebagai Kabag Hukorpeg, tahun 2000-2006 beliau menduduki posisi Kabit PKS/PLH Kapuslitbang Ekologi dan Status Kesehatan, dan Tahun 2010 beliau menjadi Kepala B2P2VRP Salatiga dan ditahun 2010 ini beliau aktif kembali sebagai Peneliti setelah tidak aktif sementara dari tahun 2000. Bapak tiga putra yaitu Bastin Yungga A, ST,MM, Herdi Prakoso dan Hertin Restu Pamungkas ini telah mengikuti berbagai kursus dan pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri diantaranya di India (Kursus Virologi dan Training Serologi) di Thailand (Training Tissue Culture), USA (Training Measles Diagnostic) dan Shanghai China (Biomolekuler AI) dan Hongkong (Training AI Diagnostic dan Training Cours laboratory Diagnostic of Dengue infection of Dengue infection of JE) dan didalam negeri diantaranya pernah mengikuti Kursus Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Kursus Epidemiologi bagi Peneliti, Pelatihan Modul Etik dan Penelitian, Pelatihan Desain Penelitian dan masih banyak lagi pelatihan yang pernah beliau ikuti. Adapun 12 Karya Ilmiah yang telah dihasilkan antara lain karya ilmiah berjudul “Status antibodi anak setelah mendapat imunisasi polio lengkap di daerah pedesaan di Yogyakarta”, “Level antibodi anak pasca imunisasi campak”, “Zat kebal bawaan terhadap campak dan pengaruhnya terhadap imunisasi campak di daerah
30 BALABA Vol. 6, No. 01, Jun 2010 : 30
endemik” , “Diagnosa laboratorium measles”, “Evaluasi imunoserologi pada bayi pasca imunisasi Hepatitis B lengkap”, dll. Ditengah-tengah kesibukan sebagai pejabat struktural dan Peneliti beliau juga aktif diberbagai organisasi antara lain : - Tim Pelaksana “Investigasi KLB Penyakit Menular” (Anggota) - Paniti Pembina Ilmiah Puslitbang Pemberantasan Penyakit (Sekretaris/ anggota) - Pantia Pembina Ilmiah Puslitbang Ekologi dan Kesehatan Kerja (Anggota) - Komisi Ilmiah (Anggota) - Tim Pembina Tingkat Pusat Riset Operasional Intensifikasi Pemberantasan Penyakit Menular (Anggota) - Kelompok Kerja Reduksi Campak (Anggota) - Kelompok Kerja Hepatitis Indonesia (Anggota) - Tim Jejaring Laboratorium Polio dan Campak Indonesia ( Koordinator Teknis) - Perhimpunan Mikrobiologi dan Parasitologi A N O P Indonesia(Anggota) - Perhimpunan Patelki (Anggota) - Tim Penanggulangan Antisipasi KLB SARS (Anggota) - Jaringan Epidemiologi Nasional (Anggota) - Jejaring Laboratorium Avian Influensa (Anggota) - dsb Beliau juga menjadi Koordinator Teknis Jaringan Laboratorium Campak Nasional, Koordinator Laboratorium Virologi Puslitbang Penyakit dan Kepala Laboratorium Campak Puslitbang Penyakit Suami dari ibu Dwi Diastini ini memiliki hobi membaca, meneliti dan berkebun. Semboyan hidup beliau adalah “Semua pekerjaan adalah amanah yang harus dikerjakan dengan sebaik-baiknya, dan semua masyalah pasti ada jalan keluarnya (solusinya) karena Allah selalu beserta kita”. dan pesan untuk pembaca BALABA adalah “Jangan pernah berhenti untuk belajar, Jangan suka mengeluh, hadapi hidup ini dengan penuh semangat dan percaya diri dengan dilandasi kepasrahan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa” Saat ini beliau tinggal di Salatiga dan berkantor di B2P2VRP Salatiga di Jalan Hasanudin 123 Salatiga, E-mail :
[email protected] (Telp. 0298 312107).
H
E
a. Karakteristik Responden Dari 100 responden status dalam keluarga sebagai Kepala Keluarga (Bapak) sebanyak 57 %, istri 28 %, anak 12 %, menantu 2%, orang tua 1%, dengan umur berkisar antara 17-80 tahun dengan rata-rata 40 tahun. Sebanyak 60 % responden berjenis kelamin lakilaki dan 40 % perempuan. Sebagian besar responden merupakan penduduk asli (85 %) dan sisanya merupakan pendatang dari berbagai daerah seperti Salatiga,Kendal, Comal, Wiradesa (Kabupaten Pekalongan). Sebanyak 98% responden beragama Islam, 1% Kristen Katolik dan 1 % Kristen Protestan. Dari segi pendidikan sebanyak 76 % berpendidikan tidak atau tamat sekolah dasar dan yang tamat SLTP sampai perguruan tinggi sebanyak 24 %. Sebanyak 47 % responden bekerja sebagai buruh dan 25 % sebagai pedagang atau wiraswasta, sisanya bekerja di bidang jasa, petani dan 13 % responden tidak bekerja. b. Pengetahuan responden Dari hasil wawancara, responden yang pernah mendengar istilah filariasis/kaki gajah dan yang tidak pernah mendengar hampir berimbang komposisinya yaitu 51 % menyatakan pernah mendengar istilah tersebut dan 49 % menyatakan belum pernah mendengar
istilah tersebut. Dari 51 % responden yang pernah mendengar istilah filariasis/kaki gajah, hanya 10 % saja yang benar-benar tahu tentang filariasis dengan dapat menjelaskan tentang penularan dan gejala tanda, sedangkan sebanyak 29% kurang tahu, dan sebanyak 12 % tidak tahu atau tidak menjawab (hanya pernah mendengar istilah filariasis tetapi tidak dapat menjelaskan apa itu filariasis). Dari segi penyebab hanya 9 orang(9 %) saja yang mengetahui filariasis disebabkan oleh cacing/mikrofilaria, 15 orang (15 %) menyatakan filariasis disebabkan oleh nyamuk/serangga dan 27 orang (27%) yang menjawab tidak tahu. Pada pertanyaan tentang gejala filariasis hanya 8 % saja yang tahu yaitu menjawab lebih dari satu gejala filariasis yang meliputi demam berulang, sembuh spontan, timbul benjolan yang terasa nyeri, sakit di pangkal paha atau ketiak, pembesaran salah satu atau lebih anggota badan (tungkai, lengan, dll), 20% hanya dapat menyebutkan satu gejala saja dan 23 % responden tidak tahu yaitu tidak menjawab ataupun salah dalam memberikan jawaban. Responden yang berpengetahuan tentang penularan filariasis sebanyak 29 % menyatakan filariasis menular, 8 % ragu-ragu dan 14 % tidak menjawab. Dari 29 % responden yang menyatakan filariasis menular hanya 17 % yang dapat menjawab dengan benar bahwa penularan terjadi lewat gigitan nyamuk dan 12 % menjawab tidak tahu. Dari 100 responden, hasil wawancara pengetahuan tentang dimanakah tempat berkembang biak nyamuk penular kaki gajah 26 % tahu, 1 % kurang tahu dan 73 % tidak tahu. Sedangkan tentang cara mencegah gigitan nyamuk, sebanyak 58 % reponden tahu, 38 % kurang tahu dan 4 % tidak tahu. Dari jawaban responden, 50 % menyatakan filariasis dapat dicegah, 44 % ragu-ragu dan 6 % menyatakan tidak dapat dicegah. Dari 50 % yang menyatakan filaria dapat dicegah hanya 12 % saja yang benar-benar tahu cara pencegahannya dan sebanyak 19 % yang agak tahu ataupun tidak tahu cara pencegahan. Dari 100 responden, 55 % menyatakan filariasis dapat diobati, 36 % ragu-ragu dan 9 % menyatakan tidak dapat diobati. Dari 55 % yang menyatakan filariasis dapat diobati hanya 1% yang tahu nama obat untuk filariasis, 2% agak tahu dan 53 % tidak tahu. Mengenai efek samping, 8% mengungkapkan ada kemungkinan, 13 % ragu-ragu, 30 % tidak ada dan 12% tidak menjawab. Sebanyak 4% responden saja yang tahu kapan efek samping terjadi dan apa saja efek samping pengobatan filariasis.
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku.......(Ikawati, et.al)
3
Biasanya bayi akan mengalami panas setelah menerima imunisasi DPT dan MMR. Bila panasnya tidak terlalu tinggi atau hanya sekedar sumeng,cukup diberi obat penurun panas yang dapat dibeli bebas di apotik. Namun bila panasnya tinggi (38 derajat atau lebih) atau panasnya berlangsung lebih dari dua hari, sebaiknya segera menghubungi dokter yang bersangkutan. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Karena itu imunisasi adalah langkah yang baik untuk mencegah terjangkitnya penyakit tertentu. Memang keberhasilan imunisasi tidak menjamin 100%. Maka anak harus dijauhkan dari kontak dengan anak atau orang lain yang memiliki penyakit menular.
Tabel 1. Sikap responden tentang filariasis Sikap (%) No Ada pendapat yang mengatakan bahwa:
Setuju
TS
Tdk tahu
1 . Kaki gajah merupakan penyakit menular
46
26
28
2 . Kaki gajah bukan penyakit keturunan/kutukan
55
15
30
3
Kaki. gajah adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing/mikrofilaria 4 . Kaki gajah ditularkan melalui gigitan nyamuk
30
17
53
60
6
34
5 . Kaki gajah merupakan penyakityangdapat dicegah
74
2
24
6 . Upaya mencegah kaki gajahdapat dilakukan dengan membersihkan lingkungan dan tempat yang menjadi sumber nyamuk serta melindungi diri dari gigitan nyamuk 7 . Kaki gajah merupakan penyakit yangdapat diobati
68
2
30
85
4
11
8 . Tidak mengucilkanpenderita kakigajah
79
12
9
9 . Mendukung kegiatan pengambilan sediaan darah jari di malam hari dan pengobatan massal untuk mencegah kakigajah 10 . Penanganan kaki gajah adalah tanggung jawab kita bersama
88
4
8
88
5
7
Dapat dinyatakan bahwa pengetahuan responden tentang filariasis peru ditingkatkan, sebanyak 38 % pengetahuan dikategorikan kurang, 46 % dikategorikan sedang dan 16 % dikategorikan baik. Responden yang mengetahui secara mendalam sampai ke pengobatan dan efek samping obat filariasis hanya sebesar 1 %. c. Sikap responden tentang filariasis Sikap responden tentang filariasis dapat dilihat pada tabel 1, menunjukkan bahwa responden sebagian besar bersikap positif. Apabila dinilai dengan skala Likert responden 91% sikap responden dikategorikan baik, 8% sedang dan tidak ada yang dikategorikan kurang. Sikap-sikap positif seperti tidak mengucilkan penderita, penderita dapat diobati, mendukung pengambilan sediaan darah jari di malam hari dan mendukung pengobatan massal, merasa penanganan kaki gajah merupakan tanggungjawab bersama merupakan hal positif yang perlu diperhatikan dan sebagai dasar dalam melakukan upaya pemberdayaan masyarakat untuk turut serta dalam kegiatan eliminasi filariasis di lokasi penelitian yaitu di Kelurahan Pabean. d. Praktek masyarakat yang berkaitan dengan filariasis Dari 100 responden, sebanyak 5% menyatakan
4 BALABA Vol. 6, No. 01, Jun 2010 : 1-6
ada anggota keluarganya yang menderita filariasis kronis, 77% menyatakan tidak ada anggota keluarganya yang pernah terkena filariasis dan 15% A N tidakOtahu. P Seandainya ada anggota keluarganya yang terkena filariasis, 93% menyatakan akan melapor, 4 % mengobati sendiri dan 3 % menyatakan akan membiarkan saja. Apabila minum obat dari petugas kesehatan/Puskesmas sebanyak 79% menyatakan minum sampai habis,13% menyatakan minum sebagian saja dan 8% tidak memberikan jawaban. Sebanyak 39% responden menyatakan pernah ada penyuluhan filariasis, 12% saja yang memberikan jawaban kapan penyuluhan dilakukan yaitu 2-4 bulan sebelum survei(sekitar bulan puasa), kemungkinan yang dimaksud reponden adalah rangkaian kegiatan penelitian Studi Epidemiologi Filariasis dari Loka Litbang P2B2 Banjarnegara yang salah satu kegiatannya adalah pengambilan sediaan darah jari yang sebelumnya didahului dengan kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan di lokasi penelitian. Sebanyak 33 % menjawab tidak pernah dan 28 % menyatakan tidak tahu.Apabila dilakukan kegiatan penyuluhan sebanyak 75% bersedia datang, 19 % raguragu dan 6 % tidak datang. Sebanyak 74% responden menyatakan pernah dilakukan pengambilan sediaan darah jari, tidak pernah 8 % dan tidak tahu 18 %. Sebanyak 79% responden bersedia apabila dilakukan pengambilan sediaan darah jari, 14 % ragu-ragu dan 7 %
H
Kita sebagai orangtua harus memperhatikan kebutuhan imunisasi bagi anak agar pertumbuhan dan perkembangannya bisa berjalan ideal. DAFTAR PUSTAKA 1 . h t t p : / / w w w. s u r a b a y a - e h e a l t h . o r g / e team/berita/imunisasi-pada-bayi-dan-balita 2 . h t t p : / / w w w. u n t u k k u . c o m / a r t i k e l untukku/pentingnya-imunisasi-pada-bayiuntukku.html?cp=1om/2010/02/28/pentingnyaimunisasi-tetanus-toxoid-bagi-ibu-hamil/ 3.http://www.tabloidnova.com/nova/kesehatan/umum/ pentingnya-imunisasi-untuk-si-kecil
E
Pentingnya.................(Yuniarto)
29
Kesehatan Umum
PENTINGNYA IMUNISASI BAGI ANAK
Bila ingin anak kita sehat, lakukan imunisasi secara teratur.Imunisasi dibedakan menjadi 2 golongan.Golongan yang pertama adalah imunisasi yang harus selesai sebelum usia satu tahun dan golongan yang kedua adalah imunisasi yang tidak boleh dilaksanakan pada usia di bawah satu tahun. Biasanya imunisasi diberikan sesuai jadwal yang tercantum di buku-buku kesehatan anak atau dirumah sakit maupun puskesmas.Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Setelah anak diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu.Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Karena itu imunisasi harus diberikan secara lengkap. Pada dasarnya, imunisasi adalah proses merangsang sistem kekebalan tubuh dengan cara memasukkan (baik itu melalui suntik atau minum) suatu virus atau bakteri. Sebelum diberikan, virus atau bakteri tersebut telah dilemahkan atau dibunuh, bagian tubuh dari bakteri atau virus itu juga sudah dimodifikasi sehingga tubuh kita tidak kaget dan siap untuk melawan bila bakteri atau virus sungguhan menyerang. Jenis Imunisasi: 1. BCG (Bacille Calmette Guerin) Imunisasi ini memberikan kekebalan terhadap penyakit TB(tuberkolosis), diberikan hanya satu kali. Diberikan saat bayi berumur satu bulan atau satu bulan satu minggu.Suntikan ini akan menampakkan 'bisul' kecil di daerah yang disuntik. Bila tidak, harus dilakukan suntikan ulang. 2. DPT (Difteri Pertusis Tetanus) Imunisasi ini bermanfaat untuk mencegah timbulnya penyakit difteri,pertusis,dan tetanus. Biasanya setelah 6 jam bayi akan mengalami panas atau timbul uneasy feeling seperti tak mau makan atau murung. Tapi ini hanya efek sementara. DPT dilaksanakn sebanyak empat kali,tiga kali dibawah usia setahun dan satu kali ditas usia setahun. 3. Polio Imunisasi ini bermanfaat untuk mencegah penyakit Poliomielitis. Polio ini bisa digabungkan dengan DPT. Biasanya dilaksanakan di bawah satu tahun. 4. Hepatitis B Imunisasi ini memberikan kekebalan terhadap penyakit hepatitis B. Hepatitis B diberikan sebanyak tiga kali. Bila suntikan ke-1 diberikan pada usia satu bulan, maka jangka waktu suntikan ke-2 antara 1-2 bulan kemudian,sedangkan suntikan ke-3 boleh
Ponco Yuniarto*
sampai 5 bulan kemudian. 5. Campak Imunisasi ini diberikan agar bayi memiliki kekebalan terhadap penyakit campak dan harus diberikan di usia 9 bulan. Biasanya setelah satu minggu bisa timbul sedikit demam pada bayi,namun ini hanya efek sementara. 6. HiB (Hemophilus Influenzae type B) Imunisasi ini diberikan agar bayi memiliki kekebalan terhadap penyakit radang selaput otak. Imunisasi ini diberikan tiga kali, dua kali di bawah satu tahun dan satu kali di atas satu tahun. Sampai saat ini, imunisasi HiB belum tergolong imunisasi wajib, karena harganya yang cukup mahal.Tetapi dari segi manfaat,imunisasi ini cukup penting. Hemophilus influenza merupakan penyebab terjadinya radang selaput otak (meningitis), terutama pada bayi dan anak usia muda. Penyakit ini sangat berbahaya karena seringkali meninggalkan gejala sisa yang cukup serius ,misalnya kelumpuhan.Di Indonesia ada dua jenis vaksin yang beredar, yaitu Act HiB dan Pedvax. 7. MMR (Measles Mumps Rubella) Imunisasi ini bertujuan untuk mencegah penyakit gondok,campak, serta campak jerman. Imunisasi ini diberikan hanya satu kali. Setelah hari ke-3 biasanya bayi akan panas dan timbul bintik-bintik seperti terkena campak,namun bintik-bintik tersebut akan hilang dengan sendirinya. Sedangkan panasnya bisa diturunkan dengan obat penurun panas yang bisa dibeli di apotik. Beberapa imunisasi dapat membentuk kekebalan tubuh seumur hidup,seperti campak.Namun ada pula bentuk imunisasi yang memberikan kekebalan tubuh dalam jangka waktu tertentu. Misalnya, DPT, dan polio.Apabila bayi mau diimunisasi bayi harus dalam kondisi benar-benar fit. Sebab ,imunisasi yang diberikan pada bayi yang tidak sehat akan menjadi tidak efektif atau malah berubah menjadi penyakit. Jadi, kita harus menunggu sampai bayi sembuh dari sakitnya. Sebaiknya imunisasi diberikan selengkap mungkin. Biasanya dokter akan memberi tahu kapan bayi harus diimunisasi. Namun, alangkah baiknya bila kita yang aktif bertanya, kapan dan imunisasi apa yang harus diberikan selanjutnya. Tanyakan pula efek apa setelah diimunisasi dan apa yang harus kita lakukan. Yang tidak kalah penting adalah vaksin yang diberikan,kemungkinan vaksin tidak memenuhi syarat. Misalnya vaksin sudah rusak ketika masuk ke dalam tubuh bayi. Imunisasi harus dilakukan dengan menggunakan jarum suntik yang baru.
Tabel 2. Hasil uji statistik SPSS 11 dengan uji korelasi pearson's product moment No . Hubungan
Sig(2 tailed)
Pearson correlation
1.
Pengetahuan dengan Sikap
0 , 046
0 , 200
2.
Sikap dengan Prilaku
0 , 062
0 , 188
3.
Pengetahuan dengan Prilaku
0 , 420
0 , 082
yang menyatakan tidak bersedia. Sebesar 83 % responden menyatakan di wilayahnya banyak nyamuk, selebihnya menjawab tidak. Dari 100 responden, 94 % melakukan upaya melindungi diri dari gigitan nyamuk selebihnya menyatakan kadang-kadang. 36% responden selalu melakukan upaya pemberatasan nyamuk, 60 % kadangkadang saja dan lainnya tidak melakukan.Sebanyak 73% responden kadang-kadang melakukan aktivitas keluar rumah di malam hari seperti ronda, pengajian, menonton TV di rumah tetangga, dll. Dari 73 % responden yang keluar rumah di malam hari hanya 21 % yang selalu melindungi diri dari gigitan nyamuk, 25 % kadangkadang saja. Secara umum praktek responden 93% dikategorikan baik, 7% sedang dan tidak ada yang berpraktek kurang. e. Analisis Pengetahuan dan Sikap, Sikap dengan Perilaku serta Pengetahuan dan Perilaku Dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov pada program SPSS dengan a =5% menunjukkan probabilitas skor pengetahuan sebesar 2,46 sikap 5,33 dan perilaku 5,38 semuanya lebih besar dari 0,05 sehingga dapat dikatakan data berdistribusi normal. Oleh karena itu untuk melakukan uji hubungan dengan skala data ordinal dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson's product moment.6 Dari hasil uji statistik didapatkan hasil seperti pada tabel 2. Tabel 2 menunjukkan ada hubungan nyata antara pengetahuan dengan sikap responden tentang filariasis (r <0,05) dengan derajat keeratan hubungan 7 0,2 atau menunjukkan korelasi yang lemah . Sedangkan antara sikap dengan perilaku menunjukkan r value r >0,05, sehingga tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku. Demikian pula antara pengetahuan dengan perilaku menunjukkan tidak adanya hubungan.(r >0,05) Meskipun sikap dan perilaku cukup baik, namun untuk mendukung agar sikap dan praktek tetap baik perlu kiranya dilandasi pengetahuan yang memadai
sehingga menguatkan dalam sikap dan praktek yang dilakukan.8 Sebagai contoh meskipun hasil wawancara sikap dan perilaku responden cukup baik, namun pada observasi lapangan masih banyak ditemukan genangan air dengan jumlah kepadatan jentik yang tinggi. Hal ini kemungkinan bukan karena sikap dan praktek masyarakat yag tidak mau peduli namun lebih dikarenakan faktor pengetahuan yang kurang. Dalam upaya pengembangan masyarakat dalam mendukung program eliminasi filariasis perlu memperhatikan aspek-aspek tersebut selain kondisi antropo-sosiologis di Kelurahan Pabean. f. Hasil observasi lingkungan Dari hasil observasi surveyor terhadap rumah responden sebesar 73 % rumah di lokasi penelitian masih belum rapat nyamuk. 44% di sekitar rumah ditemukan genangan air dan positif jentik, 32 % ditemukan genangan air dan tidak ada jentik nyamuk, hanya 21% rumah yang tidak ditemukan adanya genangan di sekitanya. Dari hasil observasi, habitat nyamuk Culex Spp yang paling banyak adalah di sepanjang selokan dengan air yang tergenang karena banyak sampah ataupun di badan air yang mengalir lambat. Selain itu, genangan air pada lahan yang terbengkalai yang banyak ditumbuhi berbagai jenis tanaman air merupakan habitat nyamuk Culex Spp . Culex quenquefasciatus telah dikonfirmasi sebagai 4 vektor penular filariasis di daerah penelitian . Terdapatnya habitat nyamuk berupa selokan dan tempattempat yang tidak terawat sangat membutuhkan kepedulian dan peran serta masyarakat untuk membersihkannya, apalagi dengan bentangan yang luas. SIMPULAN Masyarakat Kelurahan Pabean, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan menghadapi masalah kasus filariasis dengan Mf rate >1% menunjukkan lokasi tersebut merupakan daerah endemis. Pengetahuan masyarakat tentang filariasis menunjukkan masih perlu ditingkatkan. Responden
*) Staf Kantor Kesehatan Pelabuhan Semarang
28 BALABA Vol. 6, No. 01, Jun 2010 : 28-29
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku.......(Ikawati, et.al)
5
yang mengetahui secara mendalam sampai ke pengobatan dan efek samping obat filariasis sangat sedikit. Sikap responden umumnya sangat baik. Penduduk umumnya berperilaku baik. Ada hubungan yang lemah antara pengetahuan dengan sikap, dan tidak ada hubungan sikap dan pengetahuan dengan perilaku. DAFTAR PUSTAKA 1. Dep.Kes.RI. Epidemiologi Filariasis, Ditjend. PP & PL Jakarta. 2005 2. WHO. Lymphatic Filariasis. Prospects for the elimination of some IDR diseases. p : 17-22. 1997 3. Dinkes Kota Pekalongan. Laporan Tahunan. 2005 4. Loka Litbang P2B2 Banjarnegara. Hasil Penelitian
6 BALABA Vol. 6, No. 01, Jun 2010 : 1-6
Studi Epidemiologi Filariasis di Kota Pekalongan Tahun 2005. (belum dipublikasikan) 5. Lemeshow, S, dW Hosmer Jr, Janelle Klar and Stephen K Lwanga. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gadjah Mada Univesity Press..Yogyakarta.1997 hal : 2 6. Materi Kuliah Biostatistik. Magister Kesehatan Lingkungan. Universitas Diponegoro. 2007 7. Santoso, S. Panduan Lengkap Menguasai SPSS 16. Elex Media Komputindo. Jakarta. 2008 8. Sarwono, S. Sosiologi Kesehatan. Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 2004
suatu area yang homogen. Biasanya digunakan untuk menggambarkan suatu feature seperti batas Negara, kecamatan, danau dls. Kemampuan SIG SIG sebagai sistem di dalam komputer memiliki kemampuan dalam mengolah data diantaranya : 1.Akusisi dan verifikasi data, 2.Kompilasi data, 3.Penyimpanan data, 4. Perubahan dan updating data, 5. Manajemen dan pertukaran data, 6.Manipulasi data, 7.Pemanggilan dan persentasi data dan 7. Analisis data. Selain proses mengolah data, SIG juga dapat membuat tema peta (thematic map), melakukan pemodelan spasial seperti proses tumpang susun (overlay), menentukan buffer area di sekitar kenampakan yang inginkan, melakukan interpolasi (menghubungkan antar titik). Sebagian besar jenis penyakit berhubungan dengan aspek lingkungan/ spatial/ keruangan, karena salah satu sumber terjadinya penyakit tidak lepas dari faktor lingkungan. Sebagai contoh penyakit Malaria, sumber penular Malaria adalah nyamuk Anopheles. Kejadian Malaria tidak terlepas dari pengaruh ekologi wilayah yang memungkinkan nyamuk berkembang cepat dan berpotensi kontak dengan manusia. Wilayah yang disukai yakni daerah genangan, wilayah lembab, vegetasi /tanaman sejenis (kebun salak). Selain itu faktor lingkungan yang turut mempengaruhi penyebaran Malaria adalah penggundulan hutan, terutama hutan bakau di pantai. Akibat kerusakan lingkungan ini, nyamuk yang semula tinggal di hutan, bermigrasi ke pemukiman penduduk. Di daerah pantai, kerusakan hutan bakau dapat menghilangkan musuhmusuh alami nyamuk, sehingga perkembangbiakan nyamuk sangat cepat. Dari semua informasi di atas yang menyatakan bahwa penyakit berhubungan dengan aspek lingkungan/spatial/keruangan, maka faktor atau aspek lingkungan dapat dipetakan. Misalnya peta tentang daerah kumuh dan genangan yang merupakan sumber Malaria. Dengan asumsi bahwa daerah itu merupakan sumber Malaria, maka daerah tersebut dapat digolongkan sangat rawan. Sebaliknya, lingkungan yang relatif aman dari genangan tergolong tidak rawan terhadap Malaria. Bila digabungkan dengan data kepadatan penduduk, maka output dari peta tersebut dapat berupa peta rawan Malaria. Analisis yang dapat diperoleh adalah seberapa besar jumlah penduduk yang berisiko terkena penyakit. Selain itu 'analisis jarak' juga dapat dilakukan, seekor nyamuk secara teori dapat terbang 2-3 Km dari sumbernya. Dalam SIG, pembuatan jarak 2-3 km dari sumber penyakit sangat mudah dilakukan. Bila dihubungkan lagi dengan peta sebaran rumah sakit, klinik, tenaga dokter, dan tindakan pencegahan yang dilakukan, dapat dihasilkan kesimpulan atau output tentang optimasi kesehatan masyarakat (optimal atau tidak mencapai sasaran). Data atribut yang ada di SIG tidak terpisahkan dengan
data grafis. Data atribut berisi keterangan yang ada dalam peta, misalnya peta berupa area genangan/tempat kumuh, keterangan yang menyatakan bahwa itu sebagai genangan/tempat kumuh inilah yang dinamakan data atribut. Seorang analis SIG dengan mudah dapat melakukan query atau pemanggilan data atribut, misalnya dia ingin mengetahui dimana saja tempat-tempat yang rawan penyakit sekaligus berapa jumlah penduduknya, dengan melakukan query maka tempat yang rawan penyakit sangat mudah ditemukan, dan terdeteksi di peta. Para pengambil kebijakan dibidang kesehatan sebaiknya memahami tindakan 'non medis' berupa pemanfaatan SIG ini. Dengan SIG dapat memahami karakter wilayah, kontrol dini sebelum terjun dilapangan, dan akhirnya dapat mengambil kebijakan tentang kesehatan yang tepat sasaran. Tabel 1. Daftar data Malaria dan peta yang dibutuhkan dalam SIG Malaria Daftar data atribut 1. Jumlah pendudukperdesa 2. Jumlah kasus malaria klinis 3. Jumlah sediaan darah yang diperiksa 4. Jumlah kasus positif 5. Jumlah kasus positif P.falciparum 6. Jumlah kasus positif P.vivax 7. Jumlah kasus indigenous 8. Jumlah kasus indigenous P.falciparum 9. Jumlah kasus indigenous P.vivax 10. Puskesmas yg memiliki . laboratorium
Daftar peta 1. Peta titikdesa 2. Peta titikrumahsakit 3. Peta titik puskesmas 4. Peta titik pustu 5. Peta batas desa 6. Petabatas kecamatan 7. Peta pemanfaatan lahan 8. Peta topografi (ketinggian , kontur ) 9. Peta hidrologi (sungai, badan air) 10. Peta jaringan jalan raya
Sumber : Luo Dapeng (2004)
Data dan peta pada Tabel 1, merupakan kebutuhan standar, apabila operator SIG Malaria menghendaki kajian malaria terhadap faktor risiko lingkungan tertentu dapat menambah data baik data atribut malaria maupun jenis petanya. Program aplikasi SIG yang dapat digunakan untuk mengolah data di atas diantaranya : ArcGis, ArcView, program tersebut dapat diakses gratis di internet. DAFTAR PUSTAKA 1. Aronoff S, 1989. Geographic Information System: A Management Perspective,WDL Publication, Ottawa, Canada. 2. Burrough PA, 1987. Principle of Geographical Information System for Land Resources Assessment. Oxford : Clarendon Press 3. Prahasta E, 2005. Sistem Informasi Geografis; konsepkonsep Dasar, edisi Revisi, CV. Informatika, Bandung 4. Lo CP, Yeung. 2002. Consepts And Techniques Of Geographic Information Systems, Prentice-Hall of India, New Delhi. 5. Luo Dapeng, 2004, Geographic Information System Malaria Control Suveilance, ICDC Package B
Sistem Informasi.................(Sunaryo)
27