PEMODELAN PERSAMAAN SIMULTAN DENGAN METODE PENDUGAAN 2SLS DAN 3SLS UNTUK KESEJAHTERAAN NELAYAN DI INDONESIA
WIDYAWAN CANDRA YUNIANTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pemodelan Persamaan Simultan dengan Metode Pendugaan 2SLS dan 3SLS untuk Kesejahteraan Nelayan di Indonesia” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015
Widyawan Candra Yunianto G152130504
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait
RINGKASAN WIDYAWAN CANDRA YUNIANTO. Pemodelan Persamaan Simultan dengan Metode Pendugaan 2SLS dan 3SLS untuk Kesejahteraan Nelayan di Indonesia. Dibimbing oleh I MADE SUMERTAJAYA dan SASMITO HADI WIBOWO. Nilai tukar nelayan (NTN) telah ditetapkan sebagai salah satu sasaran pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional, sehingga menjadi indikator kesejahteraan nelayan yang sangat penting. Selama ini, NTN dihitung berdasarkan harga barang dan jasa baik dari segi produksi, biaya, dan konsumsi rumah tangga yang dikumpulkan setiap bulan, sedangkan volume produksi mengacu pada volume tahun dasar. Sebagai akibatnya, NTN kurang akurat untuk menggambarkan kondisi aktual. Di sisi lain, sehubungan dengan perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah perlu mengetahui bagaimana asumsi-asumsi ekonomi makro mempengaruhi kesejahteraan nelayan. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun sebuah model komprehensif yang mampu menghubungkan sisi produksi dan indikator-indikator ekonomi makro secara simultan untuk meramalkan NTN. Fokus perhatian lainnya adalah untuk meneliti metode pendugaan parameter yang lebih baik antara Two Stage Least Squares (2SLS), sebagai pendekatan persamaan tunggal, dan Three Stage Least Squares (3SLS), sebagai pendekatan sistem. Pada bagian akhir studi ini, model terbaik yang diperoleh digunakan untuk menyusun simulasi kebijakan. Penelaahan terhadap data Indonesia sejak Januari 2008 – Juni 2014 menunjukkan adanya hubungan simultan yang nyata antara produksi, indikator ekonomi makro, dan NTN. Metode 3SLS menghasilkan dugaan parameter yang lebih baik karena memiliki Mean Square Error (MSE) yang lebih kecil dengan Rsq = 99.13%. Meskipun demikian, metode 2SLS dan 3SLS memiliki keakuratan yang relatif sama untuk meramalkan NTN. Simulasi kebijakan memperlihatkan bahwa kondisi asumsi makro ekonomi ideal yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan adalah: menguatnya nilai rupiah terhadap USD, terjaganya stablitas harga barang konsumsi, dan turunnya harga minyak dunia. Kata Kunci: nilai tukar nelayan, model persamaan simultan, 2SLS, 3SLS
SUMMARY WIDYAWAN CANDRA YUNIANTO. Simultaneous Equations Modelling Using 2SLS and 3SLS Methods for Fishermen’s Term of Trade of Indonesia. Supervised by I MADE SUMERTAJAYA and SASMITO HADI WIBOWO. After being set as one of national targets, Fishermen’s Term of Trade (NTN) has become a vital indicator for fishermen's welfare. For years, NTN is calculated based on the price of goods and services both in terms of production, costs, and household consumption. While cost of consumption is based on actual data which was collected every month, the production refers to the volume of the base year, so it is less accurate in describing the actual condition. On the other side, dealing with State Budget planning, the government needs to know how macroeconomic assumptions affect fishermen’s welfare. Therefore, the purpose of this study is to find a comprehensive model that simultaneously links the production side and economic indicator to predict NTN. Another focus is to investigate which estimation method is better, between Two Stage Least Squares (2SLS), as a single equation approach, and Three Stage Least Squares (3SLS), as a system approach. At the end of the study, policy simulation is arranged to implement the best model. Studying the Indonesian data from January 2008 – June 2014 shows that there are significant simultaneous relationships among production, macro assumption and NTN. The 3SLS gives better parameter estimates since it has less Mean Square Error (MSE) with R-sq=99.13%. But, in order to fit the NTN, the 2SLS and 3SLS have the same accuracy. Policy simulation shows that in order to achieve an increase in the welfare of fishermen that are reflected in NTN, the ideal conditions of macroeconomic assumptions that are expected: strengthen the rupiah against the USD, maintain price stability of consumer goods, and decline world oil price. Keywords: fishermen terms of trade, simultaneous model, 2SLS, 3SLS
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PEMODELAN PERSAMAAN SIMULTAN DENGAN METODE PENDUGAAN 2SLS DAN 3SLS UNTUK KESEJAHTERAAN NELAYAN DI INDONESIA
WIDYAWAN CANDRA YUNIANTO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Statistika Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Erfiani, MSi
Judul Tesis Nama NIM
: Pemodelan Persamaan Simultan dengan Metode Pendugaan 2SLS dan 3SLS untuk Kesejahteraan Nelayan di Indonesia : Widyawan Candra Yunianto : G152130504
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi Ketua
Dr Ir Sasmito Hadi Wibowo, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Statistika Terapan
Dr Ir Indahwati, MSi
Tanggal Ujian : 18 September 2015
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Lulus :
PRAKATA Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pemodelan Persamaan Simultan dengan Metode Pendugaan 2SLS dan 3SLS untuk Kesejahteraan Nelayan di Indonesia”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi dan Bapak Dr Ir Sasmito Hadi Wibowo, MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan saran. Di samping itu, penulis menyampaikan penghargaan kepada rekan-rekan di Subdirektorat Harga Perdesaan Badan Pusat Statistik (BPS) atas bantuan penyediaan data, dan tentunya terima kasih kepada Pimpinan BPS atas kesempatan yang diberikan untuk menempuh pendidikan jenjang Magister Statistika Terapan. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada istri tercinta Larasati, kepada orang tua, dan teman-teman seperjuangan di Statistika IPB atas kasih sayang, pengertian, bantuan, dan kebersamaannya. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan masukan sangat penulis harapkan. Semoga penelitian selanjutnya dapat lebih menyempurnakan penelitian ini. Besar harapan penulis agar penelitian ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.
Bogor, September 2015 Widyawan Candra Yunianto
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 2 2 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Persamaan Simultan, Masalah Bias dan Ketidakkonsistenan Penduga OLS Masalah Identifikasi Metode Pendugaan Parameter Metode Two-Stage Least Squares (2SLS) Metode Three-Stage Least Squares (3SLS) Nilai Tukar Nelayan (NTN)
3 3 5 5 6 7 8
3 METODE PENELITIAN Data Metode Analisis
9 9 9
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Kesejahteraan Nelayan Indonesia Eksplorasi Peubah Penelitian Model Persamaan Simultan Keterkaitan Sisi Produksi, Indikator Ekonomi Makro, dan Nilai Tukar Nelayan Keakuratan Peramalan Simulasi Kebijakan Ekonomi Makro untuk Kesejahteraan Nelayan Indonesia Tahun 2015
13 13 13 15
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
24 24 24
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
26
18 19 21
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Daftar peubah penelitian Identifikasi persamaan struktural Nilai dugaan parameter dengan metode 2SLS dan 3SLS Ukuran kebaikan model (goodness of fit) 2SLS dan 3SLS Nilai statistik Durbin Watson pada ketujuh persamaan struktural Ukuran keakuratan peramalan dengan metode 2SLS dan 3 SLS Koefisien-koefisien persamaan reduced form dengan metode 3SLS NTN hasil simulasi menurut berbagai alternatif nilai kurs rupiah dan harga barang konsumsi
10 16 16 16 17 20 21 23
DAFTAR GAMBAR 1 Struktur model simultan 2 Alur penelitian 3 Perkembangan NTN, IT, dan IB Indonesia Januari 2008 – Desember 2014 4 Plot ACF untuk produksi penangkapan ikan 5 Plot PACF untuk produksi penangkapan ikan 6 Plot CCF antara produksi dengan lama penyinaran matahari 7 Produksi perikanan tangkap, nilai aktual NTN dan ramalannya dengan metode 2SLS dan 3SLS 8 Nilai ramalan dan aktual NTN 2015
9 12 13 14 14 15 20 22
DAFTAR LAMPIRAN 1 Eksplorasi peubah berdasarkan ACF, PACF, dan CCF 2 Analisis ragam (ANOVA) untuk metode pendugaan 2SLS 3 Simulasi kebijakan menurut pergerakan harga minyak dunia
26 31 32
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia dengan dua pertiga wilayahnya berupa lautan. Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. KEP. 18/MEN/2011, luas wilayah laut Indonesia adalah 5,8 juta km2, dengan panjang pantai 95.181 km. Kondisi alam ini menjadikan Indonesia memiliki potensi perikanan dan berbagai sumber daya laut yang sangat besar. Sebagai amanah konstitusi, potensi-potensi tersebut harus diupayakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan yang optimal tercermin pada peningkatan kesejahteraan nelayan sebagai pelaku kegiatan ekonomi yang langsung berhubungan dengan sumber daya tersebut. Nilai Tukar Nelayan (NTN) adalah salah satu proxy indicator untuk mengukur tingkat kesejahteraan nelayan. Kesejahteraan nelayan kini mendapat perhatian pemerintah secara lebih nyata. Mulai tahun 2014, dalam Pasal 38 UU No. 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2014 dan Pasal 32 UU No. 27 Tahun 2014 tentang APBN Tahun Anggaran 2015, secara eksplisit disebutkan bahwa peningkatan NTN merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi. Ini berarti bahwa seberapa besar peningkatan NTN yang diinginkan menentukan nilai-nilai asumsi ekonomi makro, yang pada gilirannya mempengaruhi postur anggaran pemerintah. NTN, yang merupakan komponen dari Nilai Tukar Petani (NTP), diperoleh dari perbandingan antara indeks harga yang diterima nelayan (IT) dan indeks harga yang dibayar oleh nelayan (IB) dikali dengan seratus. Jika NTN suatu daerah di atas seratus, itu berarti bahwa nelayan mengalami surplus. Harga produksi meningkat lebih cepat dari kenaikan harga konsumsi. Pendapatan nelayan meningkat lebih cepat daripada pengeluaran. Semakin tinggi NTN yang diraih suatu wilayah, maka semakin sejahtera tingkat kehidupan nelayan di wilayah tersebut dan sebaliknya. NTN dihitung berdasarkan harga barang dan jasa baik dari segi produksi, biaya, dan konsumsi rumah tangga yang dikumpulkan setiap bulan, sedangkan volume produksi mengacu pada volume tahun dasar, sehingga kurang akurat untuk menggambarkan kondisi aktual. Oleh karena itu perlu melibatkan volume produksi secara berkala (bulanan) untuk melihat kesejahteraan yang sebenarnya. Penyusunan indeks baru NTN dengan memasukkan indeks unsur kuantitas dalam bentuk indeks produksi dan indeks konsumsi bulanan masih terkendala masalah kesepakatan bersama, ketersediaan data dan analisis (Bappenas 2013). Hal ini mendorong peneliti untuk menghubungkan NTN dengan berbagai faktor yang mempengaruhi, terutama dari sisi produksi, dan mengaitkannya dengan indikator-indikator penyusun asumsi ekonomi makro yang mengarah pada simulasi kebijakan untuk perencanaan pembangunan. NTN baru mulai disusun sejak tahun 2008. Ketersediaan runtun data bulanan ini dirasa masih belum cukup panjang apabila dikaji menggunakan analisis deret waktu (time series). Sebagai alternatif solusi, penyusunan model NTN secara
2
simultan berdasarkan faktor-faktor sisi produksi yang mempengaruhi dan juga dengan berbagai indikator ekonomi dapat digunakan untuk meramalkan NTN. Model persamaan simultan memungkinkan terjadinya hubungan dua arah antara peubah dependen dan idependen. Selain itu. peubah dependen pada suatu persamaan dapat juga bertindak sebagai peubah independen dalam persamaan lain. Dengan demikian terjadi keraguan mana yang benar-benar merupakan peubah dependen atau peubah independen. Penggunaan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk menduga parameter dalam konteks persamaan simultan menjadi tidak tepat, karena terdapat asumsi yang dilanggar yaitu tak ada korelasi antara peubah penjelas dengan galat stokastiknya. Jika dipaksakan terus menggunakan metode OLS, maka hasil penaksiran akan memberikan penduga yang bias dan tak konsisten. Untuk mengatasi masalah dari OLS ini, pendugaan dapat dilakukan dengan metode persamaan tunggal maupun pendekatan sistem. Dalam model sistem persamaan simultan, setiap persamaan secara individu mungkin sangat baik tetapi model sebagai suatu keseluruhan dapat sangat buruk dalam meniru data historik. Sebaliknya mungkin terjadi suatu persamaan secara individu dari model adalah sangat buruk, tetapi ketika model digunakan sebagai suatu keseluruhan dapat meniru data time series dengan sangat baik. Sebagaimana ditekankan oleh Pindyck dan Rubinfeld (dalam Nadapdap 1990), bahkan jika semua persamaan secara individu cocok dengan data dengan baik secara statistika, tidak ada jaminan bahwa model sebagai suatu keseluruhan akan dapat meniru rangkaian data yang sesungguhnya secara baik. Untuk itu, agar diperoleh model simultan yang paling baik perlu dibandingkan berbagai metode pendugaan. Dalam penelitian ini dibatasi pada Two Stage Least Squares (2SLS) untuk metode persamaan tunggal dan Three Stage Least Squares (3SLS) untuk metode sistem.
Identifikasi Masalah 1. Bagaimana model ekonomi yang mampu menjelaskan hubungan produksi dan indikator-indikator asumsi ekonomi makro terhadap nilai tukar nelayan? 2. Bagaimana pendugaan parameter model dengan pendekatan persamaan tunggal (2SLS) dan dengan pendekatan sistem (3SLS)? Metode manakah yang menghasilkan ramalan yang lebih baik? 3. Bagaimana simulasi kebijakan perencanaan pembangunan yang mampu dirumuskan oleh model tersebut?
Tujuan Penelitian 1. Memperoleh model ekonomi yang mampu menjelaskan pengaruh dan keterkaitan secara menyeluruh antara faktor-faktor pada sisi produksi dan indikator-indikator asumsi ekonomi makro terhadap kesejahteraan nelayan. 2. Menduga parameter model dan membandingkan hasil ramalan kesejahteraan nelayan antara pendekatan 2SLS dan 3SLS pada model simultan. 3. Membuat simulasi kebijakan asumsi makro untuk kesejahteraan nelayan tahun 2015.
3
Manfaat Penelitian 1. Penyusunan model NTN secara simultan yang melibatkan produksi perikanan dari waktu ke waktu dan berbagai indikator asumsi makro dapat menjadi pendekatan alternatif untuk meramalkan nilai NTN yang lebih mencerminkan kesejahteraan nelayan yang sebenarnya. 2. Model yang dihasilkan dan simulasi kebijakan yang dilakukan dapat digunakan oleh stock holder dalam hal ini Badan Pusat Statistik (BPS) dan stake holder (Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Komisi XI DPR) dalam penetapan asumsi makro ekonomi untuk penyusunan APBN terkait dengan target kesejahteraan nelayan yang ingin dicapai.
2 TINJAUAN PUSTAKA Persamaan Simultan, Masalah Bias dan Ketidakkonsistenan Penduga OLS Model persamaan simultan adalah suatu model yang memiliki lebih dari satu persamaan yang saling terkait. Dalam model ini, peubah respon pada suatu persamaan dapat juga bertindak sebagai peubah penjelas pada persamaan lainnya (Gujarati 2004). Model sistem persamaan simultan dalam bentuk struktural dengan G peubah endogen dan K peubah eksogen (predetermined), secara umum dapat dituliskan sebagai berikut (Seddighi et al. 2000):
(1)
apabila ditulis dalam matriks menjadi:
[
atau dengan:
][
]
[
][
]
[
]
(2)
, t = 1,2, … , n (3) adalah matriks GxG dari koefisien peubah endogen adalah vektor Gx1 dari peubah endogen untuk waktu t adalah matriks GxK dari koefisien peubah eksogen adalah vektor Kx1 dari peubah eksogen (predetermined) pada waktu t
4
adalah vektor Gx1 dari galat struktural pada waktu t Model ini dibangun dengan didasari asumsi galat yang sama dengan asumsi pada regresi klasik, yaitu:
(
)
, untuk semua t, dan i=1,2, … , G dimana , untuk t≠s, dan i=1,2, … , G , untuk semua t dan i,j =1,2, … , G dimana
(4)
yang dalam bentuk matriks menjadi: , dengan
[
, dan
] (5)
Karena model (1) lengkap, maka umumnya persamaan dapat diselesaikan untuk peubah-peubah endogennya. Penyelesaian ini disebut model bentuk sederhana (reduced form), dan ditulis sebagai:
(6)
apabila ditulis dalam matriks menjadi:
[
]
[
][
]
[
]
, t = 1,2, … , n
atau
(7)
(8)
dengan adalah matrik GxK dari koefisien-koefisien reduced form ( ), dan adalah vektor Gx1 dari galat reduced form pada waktu t. Jika kembali ke persamaan (3) yang kemudian dapat ditulis menjadi: (9) dan dengan asumsi matriks dan
ada, maka dari (8) dan (9) dapat diperoleh (10)
Persamaan (10) memperlihatkan bahwa koefisien-koefisien dari reduced form adalah fungsi dari koefisien persamaan struktural, dan setiap galat dari reduced form merupakan fungsi linier dari seluruh galat persamaan struktural. Dengan demikian, sifat-sifat stokastik dari galat reduced form bergantung pada sifat-sifat stokastik dari galat persamaan struktural.
5
Terkait dengan pendugaan parameter, konsekuensi dari adanya simultanitas adalah suatu peubah endogen biasanya berkorelasi dengan galat dari persamaan yang memasukkan peubah endogen tersebut sebagai peubah penjelas. Dalam hal ini metode OLS tidak dapat diterapkan karena penduga yang dihasilkan bias dan tidak konsisten. Gujarati (2004) menunjukkan dengan ilustrasi model Keynes untuk penentuan pendapatan, bahwa penduga OLS yang dihasilkan berbias dan tidak konsisten, dan biasnya tidak akan hilang dengan seberapa pun besarnya ukuran sampel.
Masalah Identifikasi Masalah identifikasi adalah masalah apakah parameter persamaan struktural dapat diduga dari persamaan bentuk sederhana (reduced form) yang diketahui. Ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk suatu persamaan yang dapat diidentifikasi, yaitu syarat order dan rank. Syarat order, dalam Seddighi et al. (2000), dinyatakan bahwa dalam suatu model yang terdiri dari G persamaan simultan dengan G peubah endogen dan K peubah predetermined, sebuah persamaan yang melibatkan g peubah endogen dan k peubah predetermined dapat teridentifikasi jika jumlah dari peubah predetermined yang dikeluarkan dari persamaan (K-k) tidak kurang dari jumlah peubah endogen yang dimasukkan dalam persamaan dikurangi satu (g-1), atau dinyatakan dengan K-k ≥ g-1. Syarat order hanya merupakan syarat perlu (necessary condition) tetapi belum merupakan syarat cukup (sufficient condition) jika tidak menyertakan syarat rank. Syarat rank menghendaki bahwa dalam suatu model dengan G persamaan simultan, sebuah persamaan dapat teridentifikasi jika dan hanya jika ada matriks Δ yang memiliki rank sama dengan jumlah persamaan dikurangi satu. Matriks ini dibentuk dari koefisien dari semua peubah yang dikeluarkan dari persamaan tersebut tetapi dimasukkan pada persamaan lain dalam model. Secara singkat, kemungkinan identifikasi dari sebuah persamaan adalah: : jika K-k > g-1 dan rank (Δ) = G-1 1. Overidentified 2. Exactly identified : jika K-k = g-1 dan rank (Δ) = G-1 3. Underidentified : jika K-k ≥ g-1 dan rank (Δ) < G-1, atau jika K-k < g-1
Metode Pendugaan Parameter Untuk mengantisipasi bias dan ketidakkonsistenan pendugaan parameter dengan metode OLS secara langsung, Seddighi et al. (2000) dan Greene (2003) mengelompokkan metode pendugaan parameter persamaan struktural menjadi dua, yaitu: 1. Metode persamaan tunggal, yaitu metode yang menduga setiap persamaan dalam model sendiri-sendiri tanpa memperhatikan informasi dari persamaan lain dalam sistem (limited information methods). Metode yang termasuk di dalamnya adalah: - OLS, khusus hanya untuk model rekursif - Indirect Least Square (ILS), khusus untuk model yang exactly identified - Instrumental Variable (IV)
6
- Two Stage Least Square (2SLS) - Limited Information Maximum Likelihood (LIML) 2. Metode sistem, yaitu metode yang menduga semua persamaan dalam model secara simultan dengan memanfaatkan seluruh informasi yang terkandung dalam semua persamaan (full information methods). Metode yang termasuk di dalamnya adalah: - Three Stage Least Square (3SLS) - Full Information Maximum Likelihood (FIML) Dengan demikian, sebagai solusi untuk persamaan-persamaan yang overidentified dapat digunakan antara lain 2SLS sebagai metode persamaan tunggal dan 3SLS sebagai metode sistem. Metode Two-Stage Least Squares (2SLS) Sebagai ilustrasi, persamaan berikut dengan g peubah endogen dan k peubah predetermined, adalah persamaan yang overidentified dalam model struktural dengan G peubah endogen dan K peubah predetermined. (11) [ ] [ ] dan dengan [ ], [ ], [ ] Jika adalah penduga bagi ,maka langkah-langkah 2SLS adalah sebagai berikut: Langkah 1. Menerapkan metode OLS pada persamaan bentuk sederhana berikut ini , untuk i = 1,2, … , g (12) untuk memperoleh penduga koefisien bentuk sederhana , dengan adalah dugaan bagi , dan menggunakan dugaan ini untuk ̂ memperoleh nilai dugaan , yaitu . Langkah 2. Menggunakan nilai dugaan untuk membentuk matriks ̂ ̂ ] dan kemudian menerapkan metode [̂ ] dengan ̂ [̂ ̂ OLS pada persamaan ̂ ̂ (13) dengan = komponen galat, untuk mendapatkan penduga 2SLS ̂ ̂ ̂ (14) Dengan demikian, penduga 2SLS yang dinyatakan dalam nilai peubah asal untuk persamaan ke-i dapat ditulis sebagai: ̂ ̂ ̂ [ ] (15) ̂ ̂ dan var-cov ( )= dengan (16) Untuk persamaan yang exactly identified dapat ditunjukkan bahwa penduga 2SLS sama dengan penduga Indirect Least Square (ILS), dan dapat diintepretasikan sebagai sebuah penduga Instrumental Variable (IV) (Johnston 1984 dalam Seddighi et al. 2000).
7
Metode Three-Stage Least Squares (3SLS) Dengan mengulang persamaan (11), sebuah model struktural dapat ditulis sebagai: …
(17)
[ ] dan [ ] Sistem ini juga dapat ditulis sebagai dengan
[
],
[
],
[
],
[ ]
(18)
Untuk menghindari masalah korelasi antara peubah penjelas endogen dengan , untuk i= 1, 2, …,G, dapat digunakan nilai dugaan , dari regresi dengan semua peubah predetermined dalam model, pada peubah penjelas endogen yang bersesuaian. Sehingga dapat dituliskan sebagai: ̂ ̂ ̂ ̂ … (19) ̂ ̂ ̂ [̂ ] dan [ ]. Sistem (19), yang tidak menyertakan berbagai fungsi identitas yang mungkin, ̂ (20) dapat ditulis sebagai ̂ ̂ dengan [ ], ̂ , [ ], [ ] ̂ ]
[
Sistem di atas menghasilkan penduga 2SLS yang konsisten, yaitu ̂ ̂ ̂ (21) Jika diketahui sebuah penduga yang konsisten dari matriks , yang merupakan penduga matriks ragam peragam dari galat pada (20), maka kemudian kita dapat menggunakan penduga generalized least square (GLS) Aitken, yaitu: ̂ ̂ ̂ (22) Dengan mengetahui penduga 2SLS yang konsisten pada (21), maka dapat dihitung penduga yang konsisten dari , yaitu W yang mengikuti:
[
]
(23) untuk i,j=1,2, … , G dan
8
Dengan mensubstitusikan (23) ke (22) diperoleh penduga 3SLS sebagai berikut: ̂ ̂ ̂ (24) ̂ ̂ dengan var-cov (25)
Nilai Tukar Nelayan (NTN) NTN merupakan komponen penyusun dari NTP, sehingga formula dan intepretasinya pun sama. Pengukuran NTN dinyatakan dalam bentuk indeks sebagai berikut: (26) dengan IT dan IB masing-masing adalah indeks harga yang diterima nelayan dan indeks harga yang dibayar nelayan. IT dan IB diukur oleh BPS dengan memodifikasi indeks Laspeyres sebagai berikut: ∑ ∑
(27)
dengan: =harga bulan ke n untuk jenis barang ke i, =harga bulan ke (n1) untuk jenis barang ke i, = relatif harga bulan ke n untuk jenis barang ke i, =harga tahun dasar untuk jenis barang ke i, = kuantitas pada tahun dasar untuk jenis barang ke i, dan m=Banyaknya jenis barang yang tercakup dalam paket komoditas. Modifikasi indeks Laspeyres dilakukan dengan pertimbangan untuk kemudahan operasional pengumpulan data di lapangan. Dengan mengasumsikan bahwa kuantitas komoditas (Q) baik untuk yang dihasilkan maupun yang dikonsumsi adalah tetap (sama dengan tahun dasar ( )), maka formula indeks pada pembilang adalah jumlah dari relatif harga dikalikan dengan nilai konsumsi periode sebelumnya. Formula ini mempermudah pengumpulan data karena cukup dengan mencatat perkembangan harga komoditas dari bulan ke bulan. Kemudahan lainnya adalah bahwa penggunaan asumsi nilai konsumsi yang tetap dapat memungkinkan untuk melakukan penggantian komoditas tertentu yang sejenis apabila komoditas tersebut tidak dihasilkan/dikonsumsi pada bulan tertentu. Penelitian tentang NTN ini menggunakan pendekatan model persamaan simultan yang strukturnya dibangun dengan memberikan penekanan pada sisi produksi penangkapan ikan dan pengaruh dari indikator ekonomi makro. Sofia (2010) menyebutkan dalam studinya bahwa produksi penangkapan ikan di antaranya dipengaruhi oleh harga BBM, harga jual ikan, pegeseran musim, dan kondisi cuaca. Elyerviana (2011) dan Ispahdianto (2012) menekankan faktor eksternal yang mempengaruhi hasil tangkapan nelayan adalah kecepatan angin, gelombang, kecerahan, dan suhu. Bappenas (2013) dalam skemanya menyebutkan bahwa harga jual produk dan tingkat upah berpengaruh pada pendapatan usaha dan pergerakan harga barang berpengaruh pada pola konsumsi petani/nelayan. Pergerakan harga secara umum biasa ditunjukkan oleh laju inflasi. Simulasi OECD-FAO tahun 2008 juga menunjukkan pengaruh signifikan harga BBM terhadap harga produk pertanian (Colman 2009).
9
Berdasar hal-hal di atas, maka kerangka model simultan yang dibangun adalah sebagai berikut: Kecepatan Angin (X1) Curah Hujan (X2)
Asumsi Makro
: Endogenous
Suhu (X4)
: Eksogenous/predetermined Produksi (Y1)
: Indikator ekonomi makro
Sunshine (X3) Harga Hasil Produksi (Y4)
Produksi Minyak Bumi (X5)
Indeks yg diterima (Y6)
Harga BBM DN (Y2) Harga Minyak Dunia (X6) Inflasi (Y3)
Kurs Rupiah (X7)
NTN (Y8)
Upah Buruh (Y5)
Indeks yg dibayar (Y7) Harga Barang Konsumsi (X8)
Gambar 1 Struktur model simultan
3 METODE PENELITIAN Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari BPS, BMKG, Ditjen Perikanan Tangkap, Kementerian ESDM, Bank Indonesia, dan US Energy Information Administration (USEIA). Series data untuk pemodelan adalah mulai Januari 2008 sampai dengan Juni 2014. Data harga yang digunakan untuk BBM dalam negeri (diwakili oleh bensin) dan harga barang konsumsi adalah harga yang diukur di tingkat perdesaan. Sementara itu, data inflasi yang digunakan adalah laju inflasi dari bulan ke bulan (month to month). Tahun dasar yang digunakan dalam perhitungan NTN adalah tahun 2012.
Metode Analisis Peubah-peubah yang digunakan dalam kajian model simultan ini adalah:
Kesejahteraan Nelayan
10
Tabel 1. Daftar peubah penelitian Peubah
Nama Peubah
Endogen 1. Produksi perikanan tangkap (Y1)
2. Harga BBM DN (Y2) 3. Inflasi (Y3) 4. Rata-rata harga hasil produksi penangkapan ikan (Y4) 5. Indeks upah buruh penangkapan ikan (Y5) 6. Indeks yg diterima Nelayan (Y6) 7. Indeks yg dibayar Nelayan (Y7) 8. Nilai Tukar Nelayan (Y8) Eksogen 1. Kecepatan Angin (X1) 2. Curah hujan (X2) 3. Lama penyinaran matahari/Sunshine (X3) 4. Suhu (X4) 5. Produksi minyak bumi dan kondensat (X5) 6. Harga minyak dunia (X6) 7. Kurs tengah (X7) 8. Harga barang konsumsi (X8)
Satuan
Tipe
Sumber Data
ton
Numerik Ditjen Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan. rupiah/liter Numerik BPS persen Numerik BPS rupiah Numerik BPS
-
Numerik BPS
-
Numerik BPS
-
Numerik BPS
-
Numerik BPS
knot mm jam
Celsius barel
Numerik BMKG Numerik BMKG Numerik BMKG
Numerik BMKG Numerik Kementerian ESDM
USD/barel Numerik USEIA rupiah per USD rupiah
Numerik BI Numerik BPS
Adapun tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Eksplorasi Data Eksplorasi dilakukan dengan mengamati perkembangan setiap series data dan mengitung korelasi antar peubah untuk memperoleh gambaran hubungan yang mungkin terjadi. Pada tahap ini, peneliti menelaah plot dari Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF) dari peubahpeubah endogen untuk mengetahui kemungkinan adanya regresi diri (autoregression). Pola Cross Correlation Function (CCF) juga dilihat untuk mengetahui keterlambatan pengaruh peubah eksogen terhadap endogennya.
11
2. Formulasi/Spesifikasi model Berdasarkan skema pada Gambar 1, dibentuk tujuh persamaan struktural awal dalam bentuk linier di luar NTN, dengan tujuh peubah endogen (G), dan delapan peubah predetermined (K), yaitu: i. Produksi penangkapan ikan: ii. Harga BBM dalam negeri (bensin): iii. Laju Inflasi: iv. Harga jual produk perikanan: v. Upah buruh penangkapan ikan: vi. Nilai tukar komponen penerimaan nelayan yang ditunjukkan oleh indeks harga yang diterima nelayan: vii. Nilai tukar komponen pembayaran nelayan yang ditunjukkan oleh indeks yang dibayar nelayan: NTN (Y8) dalam hal ini berlaku sebagai identitas, namun tidak linier. Formula persamaan struktural di atas kemudian dilengkapi dengan komponen lag dari peubah endogen maupun eksogen berdasarkan hasil penelaahan ACF, PACF, dan CCF pada tahap eksplorasi data. 3. Identifikasi Persamaan Persamaan teridentifikasi jika jumlah peubah predetermined yang dikeluarkan dari persamaan tidak kurang dari jumlah peubah endogen yang dimasukkan dalam persamaan dikurangi satu, dan rank matriks yang dibentuk dari koefisien dari semua peubah yang dikeluarkan dari persamaan tersebut tetapi dimasukkan pada persamaan lain dalam model sama dengan jumlah persamaan dikurangi satu (rank (Δ) = G-1) (Seddighi et al. 2000). 4. Pendugaan parameter Parameter-parameter dari model lalu diduga dengan metode persamaan tunggal 2SLS dan metode sistem 3SLS. 5. Pemeriksaan asumsi kenormalan, kehomogenan ragam, dan non-autokorelasi. 6. Pemilihan model terbaik Untuk mendapatkan model terbaik, dilakukan dengan dua cara: i. Penelaahan terhadap goodness of fit: Mean Square Error (MSE) dan R-sq dari kedua metode. Mengingat metode 2SLS merupakan pendugaan persamaan tunggal maka penghitungan MSE didekati dengan mencari gabungan jumlah kuadrat galat (Sum square error (SSE)) yang diboboti oleh kuadrat tengah total dan membaginya dengan total derajat bebas galat. Sementara untuk menghitung R-sq, jumlah kuadrat total (Sum square total (SST)) yang digunakan adalah gabungan SST dari seluruh persamaan. ii. Ketepatan untuk meramalkan NTN (Y8), yang diukur dengan: a. Root Mean Square Percentage Error: √ ∑
(
̂
)
(28)
b. Mean Absolute Percentage Error: ∑
|
̂
|
(29)
12
Model yang lebih baik adalah model yang memiliki MSE lebih kecil, R-sq lebih besar, RMSPE dan MAPE yang lebih kecil. 7. Simulasi kebijakan asumsi makro ekonomi Simulasi dilakukan untuk meramalkan NTN dengan menggunakan berbagai kemungkinan nilai dari peubah-peubah eksogen yang mempengaruhi, terutama terkait asumsi-asumsi makro ekonomi. Analisis pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan program SAS melalui prosedur SYSLIN.
Mulai
Eksplorasi data NTN, peubah terkait produksi/penerimaan, peubah terkait pengeluaran, indikator makro ekonomi
Formulasi/Spesifikasii Model
Metode Persamaan Tunggal (Limited information methods): 1. OLS 2. ILS 3. IV 4. 2SLS 5. LIML
Identifikasi Sistem Persamaan
Order Conditions
Metode Sistem (Full information methods): 1. 3SLS 2. FIML
Rank Conditions Model Terbaik
Unidentified
Exactly Identified
Overidentified
Pendugaan Parameter Model
Gambar 2 Alur penelitian
Simulasi Kebijakan Asumsi Makro
Selesai
13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Kesejahteraan Nelayan Indonesia Secara umum, kesejahteraan nelayan di Indonesia dari Januari 2008 – Desember 2014 terus meningkat. Ini tercermin dari NTN yang cenderung naik dari bulan ke bulan. NTN Indonesia telah naik sebesar 13.5 poin pada akhir tahun 2014 dibandingkan awal tahun 2008. Kesejahteraan tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2014 dengan NTN sebesar 106.66. Pada bulan November setiap tahunnya, nelayan selalu mengalami penurunan kesejahteraan dibanding bulan Oktober. Ini terjadi karena penerimaan nelayan menurun yang tercermin dari penurunan IT. Salah satu penyebabnya adalah penurunan produksi penangkapan ikan. Akan tetapi berbeda dengan tahuntahun sebelumnya, penurunan kesejahteraan pada November 2014 tidak disebabkan oleh penurunan IT. Turunnya kesejahteraan pada bulan tersebut disebabkan oleh peningkatan yang tajam pada komponen biaya yang harus dikeluarkan nelayan (IB). Hal ini tentu tidak terlepas dari kebijakan pemerintah yang menaikkan harga premium dan solar pada pertengahan bulan November 2014 lalu.
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Gambar 3 Perkembangan NTN, IT, dan IB Indonesia Januari 2008 – Desember 2014
Eksplorasi Peubah Penelitian Sebagai tahap awal dalam pemodelan, eksplorasi dapat menentukan apakah suatu peubah layak dimasukkan ke dalam persamaan struktural. Secara umum, eksplorasi yang telah dilakukan pada peubah-peubah penelitian melalui ACF dan PACF menunjukkan indikasi pola autoregresi pada semua peubah endogen. Sementara itu berdasar CCF, semua peubah penjelas berpengaruh langsung tanpa keterlambatan waktu terhadap responnya, kecuali pada persamaan laju inflasi.
14
Untuk produksi penangkapan ikan, plot ACF pada Gambar 4 menunjukkan adanya pola berulang setiap 12 lag yang cenderung menurun (dies down) dan ada pola sinus di antara 12 lag tersebut. Sementara itu, plot PACF pada Gambar 5 memperlihatkan adanya pola cut off pada lag ke 12. Hal ini menunjukkan bahwa data produksi memiliki pola autoregresi musiman dengan lag 12 bulan.
Gambar 4 Plot ACF untuk produksi penangkapan ikan
Gambar 5 Plot PACF untuk produksi penangkapan ikan
15
Cross Correlation Function for Y1, X3 1.0 0.8
Cross Correlation
0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 -15
-10
-5
0 Lag
5
10
15
Gambar 6 Plot CCF antara produksi dengan lama penyinaran matahari Keterlambatan pengaruh dari peubah-peubah penjelas tidak ditemukan pada persamaan produksi penangkapan ikan. Ini terlihat dari pola CCF antara produksi dengan peubah penjelasnya yang memiliki korelasi paling besar pada lag 0. Salah satunya ditunjukkan oleh Gambar 6 yang memperlihatkan pola CCF antara produksi dengan lama penyinaran matahari. Untuk persamaan harga BBM sampai persamaan indeks harga yang dibayar nelayan, hasil eksplorasi berdasarkan plot ACF, PACF, dan CCF dapat dilihat secara rinci pada lampiran. Beberapa temuan penting pada eksplorasi ini di antaranya adalah bahwa harga BBM dalam negeri dan laju inflasi mengalami pola autoregresi sampai ordo kedua (AR2). Keterlambatan pengaruh peubah penjelas ditemukan pada persamaan inflasi, yaitu lag 1 bulan dari harga BBM berkorelasi dengan laju inflasi.
Model Persamaan Simultan Berdasar eksplorasi di atas, tersusun model persamaan simultan dengan tujuh peubah endogen (G), dan 12 peubah predetermined (K), yaitu: i. Produksi penangkapan ikan: ( ) ii. Harga BBM dalam negeri (bensin): ( ) iii. Laju Inflasi: ( ) iv. Harga jual produk perikanan: ( ) v. Upah buruh penangkapan ikan: ( ) vi. Nilai tukar komponen penerimaan nelayan yang ditunjukkan oleh indeks harga yang diterima nelayan: vii. Nilai tukar komponen pembayaran nelayan yang ditunjukkan oleh indeks yang dibayar nelayan:
16
Tabel 2 Identifikasi persamaan struktural Persamaan k g K -k g - 1 Rank Δ Kesimpulan Y1 3 1 9 > 0 6 Overidentified Y2 4 1 8 > 0 6 Overidentified Y3 4 1 8 > 0 6 Overidentified Y4 1 3 11 > 2 6 Overidentified Y5 1 3 11 > 2 6 Overidentified Y6 0 2 12 > 1 6 Overidentified Y7 1 3 11 > 2 6 Overidentified Hasil identifikasi menunjukkan bahwa ketujuh persamaan struktural adalah overidentified, oleh karenanya metode pendugaan 2SLS dan 3SLS sudah sesuai untuk digunakan. Table 3 Nilai dugaan parameter dengan metode 2SLS dan 3SLS Koefisien Persamaan 2SLS 3SLS Struktural PRODUKSI (Y1) Intercept -822650 * -832923 Y1LAG12 0.511288 * 0.485501 X3 32286.73 * 34554.42 X4 33807.65 * 34216.89 BBM DN (Y2) Intercept 63.14846 209.814 Y2LAG1 1.093822 * 0.968414 Y2LAG2 -0.34402 * -0.30795 X6 4.367446 * 6.703584 X7 0.118327 * 0.140012 INFLASI (Y3) Intercept 0.513785 0.874063 Y3LAG1 0.535613 * 0.440865 Y3LAG2 -0.48025 * -0.41162 Y2LAG1 -0.00016 -0.00027 X8 0.000045 * 0.000062
Keterangan:
Galat Baku 2SLS 3SLS * * * *
332388.4 0.100234 7343.502 12832.84
326154.4 0.098721 7210.502 12590.16
216.2797 206.2503 * 0.124811 0.096691 * 0.127858 0.097328 * 1.353438 1.103358 * 0.04875 0.034263
* * * *
0.630869 0.110117 0.110477 0.00011 0.000022
0.617672 0.089036 0.081784 0.000105 0.00002
Koefisien Persamaan 2SLS 3SLS Struktural HPROD (Y4) Intercept 74.8613 27.48428 Y4LAG1 1.02072 * 1.018228 Y1 -0.00081 * -0.00063 Y3 116.846 * 119.1337 UPAH (Y5) Intercept -2.55134 ** -2.11982 Y5LAG1 1.03271 * 1.027317 Y1 -1.1E-06 * -8.5E-07 Y3 -0.0888 -0.11278 INDEKS DITERIMA (Y6) Intercept 24.5013 * 23.72462 Y4 0.0046 * 0.004642 INDEKS DIBAYAR (Y7) Intercept -140.049 * -133.054 Y2 0.00111 * 0.001555 Y5 2.20125 * 2.103367 X8 0.00073 * 0.000714
Galat Baku 2SLS 3SLS
* * *
149.0063 0.011255 0.000321 36.51181
148.3969 0.011152 0.000314 35.84448
1.365966 1.355269 * 0.015206 0.015052 ** 4.858E-07 4.749E-07 ** 0.058284 0.057451
* *
1.429605 0.000087
1.399287 0.000085
* * * *
10.5569 0.000301 0.131988 0.000043
9.671609 0.000275 0.120617 0.000039
Lag1 = t-1 Lag2 = t-2 Lag12 = t-12 * Signifikan pada taraf nyata 5% ** Signifikan pada taraf nyata 10%
Tabel 3 menunjukkan bahwa metode 3SLS menghasilkan dugaan peubahpeubah yang signifikan lebih banyak daripada metode 2SLS. Nilai-nilai galat baku dugaan koefisien yang dihasilkan oleh metode 3SLS semuanya lebih kecil daripada 2SLS. Ini berarti bahwa penggunaan metode sistem 3SLS telah meningkatkan efisiensi pendugaan, sehingga metode ini lebih baik daripada 2SLS. Tabel 4 Ukuran kebaikan model (goodness of fit) 2SLS dan 3SLS Metode Pendugaan MSE R-sq 2SLS 1.1026 66.25% 3SLS 1.0641 99.13% Output SAS pada Tabel 4 juga menunjukkan bahwa secara keseluruhan, dengan metode 3SLS, peubah-peubah mampu menjelaskan sistem secara
17
bersama-sama sebesar R-sq= 99.13% dengan MSE sebesar 1.0641. Untuk metode 2SLS, dihasilkan gabungan MSE=1.1026 dan R-sq=66.25%. Dari nilai MSE dan R-sq ini, kita dapat mengatakan bahwa metode 3SLS lebih baik secara statistika daripada metode 2SLS untuk menjelaskan hubungan antar peubah di dalam sistem. Yang kemudian perlu mendapat perhatian dalam penelitian ini adalah masih ditemukannya indikasi autokorelasi pada beberapa persamaan yaitu untuk persamaan produksi (Y1), indeks yang diterima (Y6), dan indeks yang dibayar (Y7). Ini ditunjukkan dengan nilai statistik Durbin Watson yang masih lebih kecil dari batas bawah (dL), berturut-turut sebesar 1.07, 0.24, dan 0.61. Penambahan peubah lag endogen terbukti efektif untuk menghilangkan autokorelasi pada persamaan lainnya. Sementara untuk persamaan Y6 dan Y7, lag endogenous tidak ditambahkan untuk mempertahankan keberadaan peubah-peubah penjelas lainnya dalam persamaan tersebut. Tabel 5 Nilai statistik Durbin Watson (d) pada ketujuh persamaan struktural Persamaan dL dU d Keputusan Y1 1.51 1.70 1.071865 Autokorelasi positif Y2 1.48 1.73 1.623976 Tidak dapat disimpulkan Y3 1.48 1.73 1.797568 Tidak ada autokorelasi Y4 1.51 1.70 2.191195 Tidak ada autokorelasi Y5 1.51 1.70 1.876009 Tidak ada autokorelasi Y6 1.57 1.63 0.238552 Autokorelasi positif Y7 1.51 1.70 0.612175 Autokorelasi positif Keterangan: dL = batas bawah dU = batas atas Upaya-upaya lain yang dilakukan untuk mengatasi pelanggaran asumsi di atas adalah dengan: (1) memasukkan komponen lag 1 dari Y1 untuk menangkap efek autoregresi reguler, dan (2) melakukan diferensiasi pada Y6 dan Y7. Pengaruh upaya (1) terhadap sistem persamaan yaitu: - R-sq masih tetap sebesar 99.13% - MSE meningkat dari 1.0641 menjadi 1.0643 - Nilai d untuk Y1 membaik dari 1.07 menjadi 1.26, akan tetapi masih terdapat indikasi autokorelasi positif - Nilai d untuk Y6 dan Y7 justru menurun. Sementara itu, upaya (2) justru memperparah pelanggaran asumsi. Enam dari tujuh persamaan struktural mengalami autokorelasi positif. Persamaan Y6 adalah satu-satunya persamaan yang mengalami peningkatan nilai d. Upaya-upaya penanganan yang telah dilakukan secara umum tidak menyelesaikan masalah autokorelasi. Dengan sedikit mengorbankan efisiensi karena indikasi autokorelasi, model dengan pendugaan 3SLS dan 2SLS ini masih dipertahankan atas pertimbangan untuk melihat pengaruh dan hubungan dari peubah-peubah yang telah ditetapkan sebelumnya. Di samping itu, dugaan parameter yang dihasilkan masih bersifat tak bias dan konsisten meskipun kurang efisien.
18
Keterkaitan Sisi Produksi, Indikator Ekonomi Makro, dan Nilai Tukar Nelayan Persamaan-persamaan yang dihasilkan dengan metode pendugaan 3SLS, yang dinyatakan lebih baik, dapat digunakan untuk menggambarkan keterkaitan sisi produksi, indikator ekonomi makro, dan pembentukan nilai tukar nelayan. Untuk sisi produksi perikanan tangkap, dugaan persamaannya adalah: (30) Lamanya penyinaran matahari/sunshine dan suhu berpengaruh positif pada produksi penangkapan ikan. Semakin lama cuaca cerah dan semakin hangat suhu laut, memberikan kesempatan lebih banyak kepada nelayan untuk melaut, sehingga kecenderungan produksi penangkapan ikan akan bertambah. Sementara itu, kondisi curah hujan dan kecepatan angin belum cukup bukti memberikan pengaruh yang signifikan pada produksi, sehingga tidak masuk dalam persamaan. Produksi perikanan tangkap ternyata mengikuti pola musiman yang ditunjukkan dengan munculnya peubah lag produksi ( ). Produksi pada bulan sekarang dapat dijelaskan oleh produksi 12 bulan (1 tahun) yang lalu. Produksi bulan sekarang akan cenderung meningkat ketika produksi satu tahun lalu juga meningkat. Sementara itu, harga bahan bakar dalam negeri, yang dalam hal ini diwakili oleh harga bensin dipengaruhi secara positif oleh indikator ekonomi makro harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah terhadap USD. Harga BBM juga dijelaskan oleh harga BBM satu dan dua bulan yang lalu, sebagaimana ditunjukkan oleh persamaan: (31) Dalam kasus ini, produksi minyak dalam negeri (X5) belum cukup bukti mempengaruhi harga BBM. Hal ini dapat dimaklumi mengingat sampai saat ini Indonesia masih menjadi negara net-importer minyak. Produksi minyak sendiri belum cukup untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar dalam negeri sehingga lebih banyak dipenuhi dari impor. Semakin tinggi harga minyak dunia tentunya harga BBM di dalam negeri juga meningkat. Setiap kenaikan harga minyak dunia 1 USD per barel akan berdampak pada naiknya harga BBM dalam negeri sebesar 6.70 rupiah per liter ketika faktor lain tetap. Harga BBM dalam negeri bersama-sama dengan harga barang konsumsi lainnya mempengaruhi nilai inflasi. Hanya saja ada keterlambatan pengaruh dari harga BBM. Harga BBM bulan sebelumnya berpengaruh nyata pada nilai inflasi bulan sekarang. (32) Dalam penelitian ini harga barang konsumsi diwakili oleh rata-rata geometrik harga sembilan bahan pokok yang meliputi: beras, daging sapi, daging ayam, telur, susu, minyak goreng, cabe merah, cabe rawit, dan gula pasir. Penggunaan rata-rata geometrik dimaksudkan untuk mengantisipasi rentang harga yang jauh berbeda.
19
Laju inflasi dan produksi penangkapan ikan kemudian bersama-sama mempengaruhi harga produksi hasil perikanan. Semakin tinggi inflasi maka harga produsen perikanan juga meningkat, sedangkan semakin tinggi produksi penangkapan ikan maka harga jualnya semakin murah. Dengan persediaan hasil penangkapan ikan yang melimpah, tentunya harga menjadi turun. Sebagaimana digambarkan oleh persamaan (33) berikut: (33) Harga produsen perikanan dalam hal ini diwakili oleh rata-rata geometrik dari harga-harga lima produk perikanan tangkap yang utama yaitu: ikan kembung, ikan selar, ikan tengiri, ikan teri, dan ikan tongkol. Produksi penangkapan ikan dan inflasi juga mempengaruhi upah buruh penangkapan yang diwakili oleh indeks upah. (34) Besaran upah sangat dipengaruhi oleh besaran pada periode sebelumnya. Ini ditunjukkan oleh sangat signifikannya peubah Y5Lag1. Komponen penerimaan nelayan yang digambarkan oleh indeks yang diterima (Y6) sangat dipengaruhi oleh besarnya harga produsen perikanan. (35) Persamaan (35) menunjukkan bahwa kenaikan harga produsen perikanan akan meningkatkan penerimaan nelayan. Jika faktor lain dianggap tetap, setiap kenaikan seribu rupiah rata-rata harga produsen hasil perikanan tangkap akan menaikkan indeks yang diterima nelayan sebesar 4.642 poin. Untuk komponen pengeluaran nelayan, indeks yang dibayar nelayan (Y7) dapat dijelaskan secara sangat baik oleh harga BBM dalam negeri, indeks upah buruh penangkapan ikan, dan harga barang konsumsi. (36) Koefisien bernilai positif untuk ketiga penjelas berarti bahwa semakin tinggi harga BBM dalam negeri, upah buruh, dan harga barang konsumsi, secara bersamasama akan meningkatkan indeks yang dibayar nelayan. Harga BBM dalam negeri, laju inflasi, harga minyak dunia, dan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap USD adalah asumsi-asumsi ekonomi makro dalam penyusunan APBN. Melalui persamaan-persamaan simultan yang tersebut di atas dapat diramalkan bagaimana pergerakan indeks yang diterima dan indeks yang dibayar nelayan apabila asumsi-asumsi makro ekonomi itu diubah-ubah. Pergerakan Y6 dan Y7 ini kemudian akan menentukan NTN (Y8) sebagai indikator kesejahteraan nelayan yang menjadi perhatian kita.
Keakuratan Peramalan Perhatian berikutnya dalam penelitian ini adalah; belum tentu model yang baik secara statistika mampu mengikuti data historik dengan baik pula. Dalam hal ini, metode 3SLS yang sudah ditunjukkan lebih baik belum tentu akan menghasilkan ramalan yang lebih baik daripada 2SLS.
20
Tabel 6 Ukuran keakuratan peramalan dengan metode 2SLS dan 3 SLS Metode Pendugaan RMSPE MAPE 2SLS 1.35% 1.13% 3SLS 1.42% 1.19% Tabel 6 menunjukkan bahwa model persamaan simultan yang diduga baik dengan metode 2SLS maupun 3SLS menghasilkan nilai RMSPE dan MAPE yang sangat kecil dengan nilai yang hampir sama. Nilai MAPE yang jauh di bawah 10% menunjukkan bahwa kedua metode sangat akurat untuk memprediksi nilai NTN. Ini berarti keakuratan peramalan kedua metode pendugaan dapat dikatakan sama. Kesamaan akurasi ini secara jelas ditunjukkan oleh berhimpitnya nilai prediksi NTN dengan kedua metode pada gambar di bawah ini:
Gambar 7 Produksi perikanan tangkap, nilai aktual NTN dan ramalannya dengan metode 2SLS dan 3SLS Apabila dipasangkan dengan nilai produksi perikanan tangkap, nilai-nilai prediksi NTN cenderung bergerak mengikuti pola produksi. Ini berbeda dengan nilai aktual NTN yang relatif kurang sensitif dengan perubahan nilai produksi. Ketika produksi ikan meningkat, idealnya kesejahteraan nelayan pada saat itu juga meningkat, yang digambarkan dengan naiknya NTN, demikian juga sebaliknya ketika produksi turun. Meskipun terlihat akurat, penggunaan model persamaan simultan ini masih perlu sangat hati-hati mengingat masih adanya indikasi autokorelasi pada beberapa persamaan. Autokorelasi bisa terjadi karena spesifikasi model yang kurang tepat atau ada peubah penting yang tidak diikutsertakan. Kesalahan spesifikasi yang serius dalam satu persamaan dapat mempengaruhi pendugaan parameter semua persamaan dalam model. Sehingga keputusan menggunakan sistem pendugaan membutuhkan suatu trade-off antara keuntungan dalam efisiensi dan beban potensial galat spesifikasi. Secara umum, dalam penelitian ini, model yang diduga dengan 3SLS cukup baik untuk menjelaskan hubungan antara sisi produksi, asumsi makro dan indeks harga yang diterima dan yang dibayar nelayan.
21
Simulasi Kebijakan Ekonomi Makro untuk Kesejahteraan Nelayan Indonesia Tahun 2015 Model terbaik digunakan untuk melakukan simulasi kebijakan, dalam hal ini adalah persamaan-persamaan reduced form yang dihasilkan oleh pendugaan 3SLS. Penggunaan persamaan bentuk sederhana dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana perubahan nilai-nilai peubah endogen apabila terjadi shock atau perubahan pada peubah eksogen yang menjadi perhatian. Persamaan-persamaan reduced form yang dimaksud sebagaimana ditunjukkan oleh tabel berikut ini: Tabel 7 Koefisien-koefisien persamaan reduced form dengan metode 3SLS Persa maan
KOEFISIEN Intercept Y1LAG12
Y1
-832923.00
Y2
209.81
0.485501 34554.42 34216.89
0
0
X6
X7 0
Y3LAG1 Y3LAG2
X8
Y4LAG1 Y5LAG1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0.968414 -0.30795 6.703584 0.140012
0
0
0 -0.00027
0
0
0 0.440865 -0.41162
0.000062
0
0
-0.0003 -21.7026 -21.4906 -0.03211
0
0
0
0.007385 1.018228
0
0.00003
0
0
0 -0.04972 0.046421 -6.99E-06
26.76 -1.42E-06 -0.10074 -0.09976 -0.00015
0
0
0 0.243808 -0.22764
0.87 654.75
Y7
Y2LAG1 Y2LAG2
0
Y4 Y6
X4
0
Y3 Y5
X3
-1.51 -4.12E-07
-0.0293 -0.02901
-135.91 -8.66E-07 -0.06163 -0.06103
52.5219 -49.0382
0.00157 -0.00048 0.010424 0.000218 -0.10458 0.097641
0 1.027317
0.000034 0.004727 0.000699
0
0 2.160825
Tabel 7 menunjukkan terdapat lima peubah eksogen yang signifikan dalam simulasi ini, yaitu: lama penyinaran matahari (X3), suhu (X4), harga minyak dunia (X6), kurs rupiah (X7), dan harga barang konsumsi (X8). Lama penyinaran matahari dan suhu merupakan faktor alam yang tidak dapat dikendalikan manusia, sehingga dalam simulasi nilai-nilainya akan diasumsikan sama dengan kondisi sebelumnya. Sementara itu, harga minyak dunia, kurs rupiah, dan harga barang konsumsi adalah peubah-peubah yang terkait langsung dengan asumsi ekonomi makro dalam APBN. Harga minyak dunia sangat ditentukan oleh perkembangan yang terjadi pada pasar minyak dunia, dan pemerintah Indonesia tidak punya cukup kewenangan untuk mempengaruhinya. Oleh karena itu, simulasi kebijakan yang dilakukan dalam penilitian ini berfokus pada perubahan yang terjadi pada kurs rupiah dan harga barang konsumsi. Sesuai risalah rapat Komisi XI DPR RI tanggal 26 Januari 2015, nilai asumsi makro yang telah ditetapkan bersama oleh pemerintah dan DPR RI untuk APBN 2015 adalah: inflasi (year on year) sebesar 5 persen, dan kurs rupiah Rp 12.500,- per USD. Sampai dengan Agustus 2015, inflasi (tahun kalender) sudah mencapai 2.29 dengan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 121.73. Dengan demikian kenaikan IHK pada empat bulan tersisa agar target inflasi dapat tercapai adalah 0.805 poin tiap bulannya atau inflasi (month to month) sebesar 0.66 persen. Nilai inflasi ini mencerminkan kenaikan harga-harga barang konsumsi secara umum. Berbeda dengan nilai inflasi yang masih on track, nilai kurs rupiah terus melemah, bahkan sejak Januari 2015 nilainya lebih dari Rp 12.500,- per USD. Ramalan NTN tahun 2015 berdasarkan data aktual lama penyinaran matahari, suhu, kurs rupiah, harga barang konsumsi dan harga minyak dunia ditunjukkan oleh Gambar 8 di bawah ini:
22
Gambar 8 Nilai ramalan dan aktual NTN 2015 Berdasarkan model, kesejahteraan nelayan pada tahun 2015 diramalkan terus meningkat sampai dengan bulan Juni dan setelahnya cenderung mengalami penurunan. Kemudian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari kurs rupiah dan harga barang konsumsi terhadap NTN pada bulan-bulan berikutnya, simulasi dilakukan dengan mengubah-ubah nilai keduanya dengan mengasumsikan faktorfaktor lain tetap. Perubahan dilakukan dengan menaikkan dan menurunkan nilai kedua peubah terhadap nilai pada periode acuan. Periode acuan yang digunakan dalam simulasi ini adalah Juli 2015. Kurs rupiah dan harga barang konsumsi pada periode acuan ini berturut-turut adalah Rp 13.374,79/USD dan Rp 25.964,47 Tabel 8 di bawah ini menunjukkan nilai-nilai NTN hasil simulasi dengan berbagai kemungkinan nilai kurs rupiah dan harga barang konsumsi. Perubahan harga barang konsumsi terhadap bulan Juli 2015 secara tidak langsung menunjukkan laju inflasi. Area yang berwarna gelap memperlihatkan NTN-NTN yang lebih besar daripada NTN pada periode acuan. Kombinasi kurs rupiah dan harga barang konsumsi pada area ini berarti nilai-nilai asumsi ekonomi makro yang memberikan efek peningkatan kesejahteraan nelayan. Hasil simulasi memperlihatkan bahwa kesejahteraan nelayan dipastikan turun apabila terjadi kenaikan harga barang konsumsi (inflasi) lebih dari atau sama dengan dua persen. Sementara itu, peningkatan kesejahteraan akan selalu dicapai apabila terjadi penurunan harga lebih dari atau sama dengan dua persen. Ketika kenaikan harga mencapai satu persen, kesejahteraan masih dapat meningkat apabila pemerintah mampu memperkuat nilai rupiah sebesar 6 persen atau senilai Rp 12.572.30 (mendekati nilai asumsi makro untuk kurs). Nilai rupiah yang terus melemah dan diperkirakan menembus Rp 14.000,00/USD pada September 2015 dapat diantisipasi dengan menurunkan harga barang konsumsi sebesar satu persen. Semakin besar penurunan harga barang konsumsi dan semakin kuat nilai rupiah akan semakin meningkatkan kesejahteraan nelayan.
12037.31
12171.06
12304.81
12438.55
12572.30
12706.05
12839.80
12973.55
13107.29
13241.04
13374.79
13508.54
13642.29
13776.03
13909.78
14043.53
14177.28
14311.02
14444.77
14578.52
14712.27
-9%
-8%
-7%
-6%
-5%
-4%
-3%
-2%
-1%
Tetap (0%)
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
Nilai
-10%
Perubahan Thd Juli 2015
-9%
-8%
-7%
-6%
-5%
-4%
-3%
-2%
-1%
106.18
106.21
106.24
106.26
106.29
106.32
106.34
106.37
106.40
106.42
106.45
106.48
106.51
106.53
106.56
106.59
106.61
106.64
106.67
106.69
106.72
106.02
106.05
106.08
106.10
106.13
106.16
106.18
106.21
106.24
106.26
106.29
106.32
106.34
106.37
106.40
106.43
106.45
106.48
106.51
106.53
106.56
105.86
105.89
105.92
105.94
105.97
106.00
106.02
106.05
106.08
106.10
106.13
106.16
106.19
106.21
106.24
106.27
106.29
106.32
106.35
106.37
106.40
105.71
105.73
105.76
105.79
105.81
105.84
105.87
105.89
105.92
105.95
105.97
106.00
106.03
106.05
106.08
106.11
106.13
106.16
106.19
106.21
106.24
105.55
105.57
105.60
105.63
105.65
105.68
105.71
105.73
105.76
105.79
105.81
105.84
105.87
105.89
105.92
105.95
105.97
106.00
106.03
106.05
106.08
105.39
105.42
105.44
105.47
105.50
105.52
105.55
105.58
105.60
105.63
105.66
105.68
105.71
105.74
105.76
105.79
105.82
105.84
105.87
105.90
105.92
105.23
105.26
105.29
105.31
105.34
105.37
105.39
105.42
105.44
105.47
105.50
105.52
105.55
105.58
105.60
105.63
105.66
105.68
105.71
105.74
105.76
105.08
105.10
105.13
105.16
105.18
105.21
105.24
105.26
105.29
105.31
105.34
105.37
105.39
105.42
105.45
105.47
105.50
105.53
105.55
105.58
105.61
104.92
104.95
104.97
105.00
105.03
105.05
105.08
105.10
105.13
105.16
105.18
105.21
105.24
105.26
105.29
105.32
105.34
105.37
105.40
105.42
105.45
104.77
104.79
104.82
104.84
104.87
104.90
104.92
104.95
104.98
105.00
105.03
105.05
105.08
105.11
105.13
105.16
105.19
105.21
105.24
105.26
105.29
23368.02 23627.66 23887.31 24146.95 24406.60 24666.24 24925.89 25185.53 25445.18 25704.82
-10%
104.61
104.64
104.66
104.69
104.72
104.74
104.77
104.79
104.82
104.85
104.87
104.90
104.92
104.95
104.98
105.00
105.03
105.06
105.08
105.11
105.13
25964.47
Tetap (0%)
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
104.46
104.48
104.51
104.53
104.56
104.59
104.61
104.64
104.66
104.69
104.72
104.74
104.77
104.80
104.82
104.85
104.87
104.90
104.93
104.95
104.98
104.30
104.33
104.35
104.38
104.41
104.43
104.46
104.48
104.51
104.54
104.56
104.59
104.61
104.64
104.67
104.69
104.72
104.74
104.77
104.80
104.82
104.15
104.17
104.20
104.23
104.25
104.28
104.30
104.33
104.36
104.38
104.41
104.43
104.46
104.49
104.51
104.54
104.56
104.59
104.62
104.64
104.67
104.00
104.02
104.05
104.07
104.10
104.12
104.15
104.18
104.20
104.23
104.25
104.28
104.31
104.33
104.36
104.38
104.41
104.44
104.46
104.49
104.51
103.84
103.87
103.89
103.92
103.95
103.97
104.00
104.02
104.05
104.07
104.10
104.13
104.15
104.18
104.20
104.23
104.26
104.28
104.31
104.33
104.36
103.69
103.72
103.74
103.77
103.79
103.82
103.85
103.87
103.90
103.92
103.95
103.97
104.00
104.03
104.05
104.08
104.10
104.13
104.15
104.18
104.21
103.54
103.57
103.59
103.62
103.64
103.67
103.69
103.72
103.74
103.77
103.80
103.82
103.85
103.87
103.90
103.92
103.95
103.98
104.00
104.03
104.05
103.39
103.41
103.44
103.47
103.49
103.52
103.54
103.57
103.59
103.62
103.64
103.67
103.69
103.72
103.75
103.77
103.80
103.82
103.85
103.87
103.90
103.24
103.26
103.29
103.31
103.34
103.36
103.39
103.42
103.44
103.47
103.49
103.52
103.54
103.57
103.59
103.62
103.65
103.67
103.70
103.72
103.75
103.09
103.11
103.14
103.16
103.19
103.21
103.24
103.27
103.29
103.32
103.34
103.37
103.39
103.42
103.44
103.47
103.49
103.52
103.54
103.57
103.60
26224.11 26483.75 26743.40 27003.04 27262.69 27522.33 27781.98 28041.62 28301.27 28560.91
1%
HARGA BARANG KONSUMSI (X8) (Nilai dalam Rp)
Keterangan: Periode acuan untuk simulasi adalah Bulan Juli 2015 dengan nilai kurs rupiah = Rp 13.374,79/USD, rata-rata geometrik harga barang konsumsi = Rp 25.964,47 , dan NTN = 104.87
KURS RUPIAH (X7) (Nilai dalam Rp/USD)
Tabel 8 NTN hasil simulasi menurut berbagai alternatif nilai kurs rupiah dan harga barang konsumsi
23
24
Simulasi dengan mengubah-ubah harga minyak dunia memang tidak dilakukan secara khusus menjadi suatu skenario dalam penelitian ini. Akan tetapi apabila terjadi penurunan harga minyak dunia, sementara faktor lain dianggap tetap maka akan berpengaruh pada naiknya kesejahteraan nelayan, sebagaimana ditunjukkan oleh hasil pada Lampiran 3. Dengan demikian, hasil simulasi memperlihatkan bahwa kondisi asumsi ekonomi makro yang dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan di antaranya adalah menguatnya nilai rupiah, stabilnya harga barang-barang konsumsi, dan menurunnya harga minyak dunia.
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa model ekonomi yang mampu menghubungkan sisi produksi dan indikatorindikator ekonomi makro dengan NTN adalah sebagaimana ditunjukkan oleh persamaan-persamaan simultan yang diduga dengan metode 3SLS. Metode pendugaan 3SLS memiliki keberartian model yang lebih baik daripada metode 2SLS sehingga lebih cocok untuk menjelaskan pengaruh dan hubungan antar peubah. Pendugaan dengan 2SLS dan 3SLS menghasilkan persamaan simultan yang dapat memprediksi NTN dengan akurasi yang sama. Prediksi NTN dengan kedua metode ini lebih sensitif terhadap pergerakan produksi hasil penangkapan ikan daripada NTN aktual yang ada. Indikator ekonomi makro yang mempengaruhi NTN secara nyata adalah harga minyak dunia, kurs rupiah, dan harga barang konsumsi. Kondisi asumsi makro ekonomi ideal yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan adalah: turunnya harga minyak dunia, menguatnya nilai rupiah terhadap USD, dan terjaganya stablitas harga barang konsumsi.
Saran Penelitian selanjutmya perlu menyempurnakan spesifikasi model agar diperoleh hubungan yang lebih komprehensif dan terbebas dari pelanggaran asumsi. Pemodelan berbasis differencing/pertumbuhan dari peubah-peubah yang ada perlu dilakukan. Kemudian, meskipun model yang diperoleh mampu menghasilkan prediksi NTN yang lebih sensitif terhadap pergerakan produksi, model ini masih dibangun berdasar data NTN yang volume produksi/konsumsi nelayannya mengacu pada tahun dasar. Untuk itu, sangat diharapkan kepada para pemangku kepentingan seperti BPS, Bappenas, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk dapat terus mengembangkan metodologi penghitungan NTN yang lebih mampu menggambarkan kesejahteraan nelayan sesungguhnya. Aplikasi kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah untuk membantu memperbaiki NTN adalah dengan strategi pengendalian valuta asing dan harga barang konsumsi yang tepat. Penguatan nilai rupiah dan penurunan harga barang
25
konsumsi dapat menaikkan NTN yang berujung pada perbaikan kesejahteraan nelayan.
DAFTAR PUSTAKA [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2013. Analisis Nilai Tukar Petani (NTP) Sebagai Bahan Penyusunan RJMN Tahun 2015-2019. Jakarta (ID): Bappenas. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Nilai Tukar Petani 2013. Jakarta (ID): BPS. Colman D. 2009. Agriculture’s Terms of Trade: Issues and implications. Presidential Address prepared for the27th Conference of the International Association of Agricultural Economists, Beijing, China. [diunduh 2015 Mar 25]. Tersedia pada: http://ageconsearch.umn.edu/bitstream/53200/2/Colman %20FINAL.pdf. Elyerviana A. 2011. Variabilitas spasial dan temporal kecepatan arus dan angin serta kaitannya dengan hasil tangkapan di perairan Laut Flores menggunakan data tahun 2009 [Skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin. Greene WH. 2003. Econometrics Analysis (5th Ed.). New Jersey: Prentice Hall. Gujarati DN. 2004. Basic Econometrics (4th Ed.). New York: McGraw−Hill Companies. Ispahdianto D. 2012. Pengaruh angin dan gelombang terhadap hasil tangkapan laut di Selat Jawa. [diunduh 2015 Mar 25]. Tersedia pada: http://dwi perikanan.blogspot.com/2012/11/pengaruh-angin-dan-gelombangterhadap.html. Nadapdap B. 1990. Studi simulasi model persamaan simultan untuk makroekonomi dengan beberapa metode pendugaan [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Seddighi HR, Lawler KA, Katos AV. 2000. Econometrics A Practical Approach. London (GB): Routledge. Sofia LA. 2010. Analisis faktor produksi usaha perikanan jaring insang di Kabupaten Tanah Laut. Ziraa’ah, 28(2): 99-108. Undang-undang No. 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 (ID). Undang-undang No. 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 (ID).
26
Lampiran 1 Eksplorasi peubah berdasarkan ACF, PACF, dan CCF FUNGSI PRODUKSI Cross Correlation Function for Y1, X2 1.0
0.8
0.8
0.6
0.6
0.4
0.4
Cross Correlation
Cross Correlation
Cross Correlation Function for Y1, X1 1.0
0.2 0.0 -0.2 -0.4
0.2 0.0 -0.2 -0.4
-0.6
-0.6
-0.8
-0.8
-1.0
-1.0 -15
-10
-5
0 Lag
5
10
15
-15
a. Plot CCF antara produksi dan kecepatan angin
-5
0 Lag
5
10
15
b. Plot CCF antara produksi dan curah hujan
Cross Correlation Function for Y1, X3
Cross Correlation Function for Y1, X4
1.0
1.0
0.8
0.8
0.6
0.6
0.4
0.4
Cross Correlation
Cross Correlation
-10
0.2 0.0 -0.2 -0.4
0.2 0.0 -0.2 -0.4
-0.6
-0.6
-0.8
-0.8
-1.0
-1.0 -15
-10
-5
0 Lag
5
10
15
-15
c. Plot CCF antara produksi dan lama penyinaran matahari
-10
-5
0 Lag
5
10
15
d. Plot CCF antara produksi dan suhu
FUNGSI BBM Autocorrelation Function for Y2
Partial Autocorrelation Function for Y2
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
1.0
1.0
0.8
0.8
0.6
0.6
Partial Autocorrelation
Autocorrelation
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
-1.0
-1.0 1
5
10
15
20 Lag
25
30
35
40
e. Plot ACF untuk harga BBM dalam negeri (DN)
1
5
10
15
20 Lag
25
30
35
f. Plot PACF untuk harga BBM dalam negeri (DN)
40
27
Cross Correlation Function for Y2, X6 1.0
0.8
0.8
0.6
0.6
0.4
0.4
Cross Correlation
Cross Correlation
Cross Correlation Function for Y2, X5 1.0
0.2 0.0 -0.2 -0.4
0.2 0.0 -0.2 -0.4
-0.6
-0.6
-0.8
-0.8
-1.0
-1.0 -15
-10
-5
0 Lag
5
10
15
-15
g. Plot CCF antara harga BBM DN dan produksi minyak bumi
-10
-5
0 Lag
5
10
15
h. Plot CCF antara harga BBM DN dan harga minyak dunia
Cross Correlation Function for Y2, X7 1.0 0.8
Cross Correlation
0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 -15
-10
-5
0 Lag
5
10
15
i. Plot CCF antara harga BBM DN dan kurs rupiah FUNGSI INFLASI Autocorrelation Function for Y3
Partial Autocorrelation Function for Y3
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
1.0
1.0
0.8
0.8
0.6
0.6
Partial Autocorrelation
Autocorrelation
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
-1.0
-1.0 1
5
10
15
20 Lag
25
30
35
40
1
j. Plot ACF untuk inflasi
5
Cross Correlation Function for Y3, X5
20 Lag
25
30
35
40
Cross Correlation Function for Y3, X6 1.0
0.8
0.8
0.6
0.6
0.4
0.4
Cross Correlation
Cross Correlation
15
k. Plot PACF untuk inflasi
1.0
0.2 0.0 -0.2 -0.4
0.2 0.0 -0.2 -0.4
-0.6
-0.6
-0.8
-0.8
-1.0
-1.0 -15
l. Plot
10
-10
CCF
-5
0 Lag
antara
5
10
inflasi
15
-15
dan
-10
-5
0 Lag
5
10
15
m. Plot CCF antara inflasi dan harga
28
produksi minyak bumi
minyak dunia Cross Correlation Function for Y3, X8 1.0
0.8
0.8
0.6
0.6
0.4
0.4
Cross Correlation
Cross Correlation
Cross Correlation Function for Y3, X7 1.0
0.2 0.0 -0.2 -0.4
0.2 0.0 -0.2 -0.4
-0.6
-0.6
-0.8
-0.8
-1.0
-1.0 -15
-10
-5
0 Lag
5
10
15
-15
n. Plot CCF antara inflasi dan kurs rupiah
-10
-5
0 Lag
5
10
15
o. Plot CCF antara inflasi dan harga barang konsumsi
Cross Correlation Function for Y3, Y2 1.0 0.8
Cross Correlation
0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 -15
-10
-5
0 Lag
5
10
15
p. Plot CCF antara inflasi dan harga BBM DN FUNGSI HARGA PRODUKSI Autocorrelation Function for Y4
Partial Autocorrelation Function for Y4
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
1.0
1.0
0.8
0.8
0.6
0.6
Partial Autocorrelation
Autocorrelation
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
-1.0
-1.0 1
5
10
15
20 Lag
25
30
35
40
q. Plot ACF untuk harga produksi hasil perikanan
1
5
10
15
20 Lag
25
30
35
40
r. Plot ACF untuk harga produksi hasil perikanan
29
FUNGSI INDEKS UPAH Autocorrelation Function for Y5
Partial Autocorrelation Function for Y5
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
1.0
1.0
0.8
0.8
0.6
0.6
Partial Autocorrelation
Autocorrelation
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
-1.0
-1.0 1
5
10
15
20 Lag
25
30
35
40
1
s. Plot ACF untuk indeks upah buruh
5
20 Lag
25
30
35
Cross Correlation Function for Y5, Y2
1.0
1.0
0.8
0.8
0.6
0.6
0.4
0.4
Cross Correlation
Cross Correlation
15
t. Plot PACF untuk indeks upah buruh
Cross Correlation Function for Y5, Y1
0.2 0.0 -0.2 -0.4
0.2 0.0 -0.2 -0.4
-0.6
-0.6
-0.8
-0.8
-1.0
-1.0 -15
-10
-5
0 Lag
5
10
15
u. Plot CCF antara indeks upah buruh dan produksi Cross Correlation Function for Y5, Y3 1.0 0.8 0.6 Cross Correlation
10
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 -15
-10
-5
0 Lag
5
10
15
w. Plot CCF antara indeks upah buruh dan inflasi
-15
-10
-5
0 Lag
5
10
15
v. Plot CCF antara indeks upah buruh dan harga BBM DN
40
30
FUNGSI IT Autocorrelation Function for Y6
Partial Autocorrelation Function for Y6
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
1.0
1.0
0.8
0.8
0.6
0.6
Partial Autocorrelation
Autocorrelation
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
-1.0
-1.0 1
5
10
15
20 Lag
25
30
35
40
1
x. Plot ACF untuk indeks yang diterima nelayan
5
10
15
20 Lag
25
30
35
40
y. Plot PACF untuk indeks yang diterima nelayan
FUNGSI IB Autocorrelation Function for Y7
Partial Autocorrelation Function for Y7
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
1.0
1.0
0.8
0.8
0.6
0.6
Partial Autocorrelation
Autocorrelation
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
-1.0
-1.0 1
5
10
15
20 Lag
25
30
35
40
z. Plot ACF untuk indeks yang dibayar nelayan
1
5
10
15
20 Lag
25
30
35
aa. Plot PACF untuk indeks yang dibayar nelayan
40
31
Lampiran 2 Analisis ragam (ANOVA) untuk metode pendugaan 2SLS Model/ Persamaan Produksi (Y1)
Sumber Keragaman
Derajat Jumlah kuadrat bebas (Sum of Squares)
Kuadrat tengah (Mean Square)
F
Pr > F
Model
3
1.80E+11
5.99E+10
Galat
62
8.54E+10
1.38E+09
Total terkoreksi
65
2.65E+11
Model
4
22402094
5600524
Galat
61
1362717
22339.62
Total terkoreksi
65
23764811
Model
4
7.514843
1.878711
Galat
61
12.21262
0.200207
Total terkoreksi Harga produksi Model hasil perikanan Galat (Y4) Total terkoreksi Indeks Upah Model Buruh (Y5) Galat
65
19.72746
3
1.65E+08
55063940 489.78 <.0001
62
760386.2
12264.29
65
1.66E+08
3
210.4815
62
1.96965
Total terkoreksi
65
212.3806
Indeks yang Model diterima nelayan Galat (Y6) Total terkoreksi Indeks yang Model dibayar nelayan Galat (Y7) Total terkoreksi
1
3492.4
64
79.2874
65
3569.416
3
2666.967
888.9891
62
18.05691
0.29124
65
2688.772
Harga BBM DN (Y2) Inflasi (Y3)
43.48 <.0001
250.7 <.0001
9.38 <.0001
70.1605 208.49 <.0001 0.031769 3492.4 819.03 <.0001 1.238866 52.42 <.0001
32
Lampiran 3 Simulasi kebijakan menurut pergerakan harga minyak dunia Bulan X6 2015 Jan 47.76 Feb 58.1 Mar 55.89 Apr 59.52 Mei 64.08 Jun 61.48 Jul 56.56 Ags 53* Sep 50* Keterangan: * = diasumsikan
X7 12579.1 12749.84 13066.82 12947.76 13140.53 13313.24 13374.79 12500* 12500*
X8 25416.87 25325.37 25368.43 25459.75 25587.05 25725.22 25964.47 26065.73 26237.76
Y8 102.3207 103.0294 103.6265 104.3996 104.8787 105.0076 104.8721 105.0396 105.2742
33
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purworejo pada tanggal 13 Juni 1982 sebagai anak kedua dari pasangan Bapak Hertanto dan Ibu Yekti Ambarkahi. Pada tahun 2000 penulis menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta, pada Jurusan Statistika Ekonomi, dan memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan pada tahun 2004. Saat ini penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil pada kantor pusat Badan Pusat Statistik di Jakarta. Kesempatan untuk melanjutkan program magister (S2) pada Program Studi Statistika Terapan, Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2013 melalui program Beasiswa APBN Badan Pusat Statistik.