PEMODELAN PDRB PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN SISTEM PERSAMAAN SIMULTAN Risna Yasinta A.1, Dr. Ir. Setiawan, MS2, dan Muhammad Sjahid Akbar, MSi2 1
Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA-ITS, 2Dosen Jurusan Statistika FMIPA-ITS
Abstrak Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah indikator umum yang dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu wilayah. Propinsi Jawa Timur, kondisi perekonomiannya secara keseluruhan sudah stabil, sehingga memiliki nilai PDRB yang cukup berkembang pesat dari tahun ke tahun. Mengacu dari model milik Bappenas, maka pemodelan PDRB Propinsi Jawa Timur dipilah ke dalam dua blok, yaitu blok output PDRB sektoral dan blok tenaga kerja, yang dipengaruhi oleh upah sektor pertanian, jumlah tenaga kerja, pengeluaran pemerintah, dan nilai PDRB itu sendiri. Model yang digunakan untuk sistem persamaan simultan ini adalah model Cobb-Douglas. Identifikasi model pada penelitian ini memperoleh hasil yang overidentified, sehingga untuk penaksiran parameternya dengan menggunakan metode 2SLS (Two Stage Least Square). Setelah memenuhi asumsi IIDN (independen, identik, dan berdistribusi normal), factor yang paling berpengaruh terhadap pemodelan PDRB Propinsi Jawa Timur adalah sektor tenaga kerja, dimana memiliki nilai elastisitas yang lebih besar dibanding variabelvariabel lainnya. Kata kunci : Sistem Persamaan Simultan, 2SLS (Two Stage Least Square), Model CobbDouglas, PDRB Propinsi Jawa Timur sehingga hal ini harus diatasi dengan persamaan simultan yang terdiri lebih dari satu persamaan. Penelitian sebelumnya tentang persamaan simultan terhadap data PDRB diantaranya dilakukan oleh Siregar dan Sukwika (2001) tentang pengaruh tenaga kerja terhadap PDRB, Harahap (2002) menyatakan bahwa sektor produksi tersier secara simultan mempunyai pengaruh terhadap PDRB per kapita di kabupaten Langkat, dan Rahutomo (2007) tentang perubahan struktur ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhi PDRB Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan model dari Bappenas (2006), dimana persamaan ekonometrika untuk model PDRB dipilah ke dalam beberapa blok yaitu blok output dan blok tenaga kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui model simultan dari kesuluruhan variabel yang membentuk PDRB Propinsi Jawa Timur tersebut dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh, dengan menggunakan metode ekonometrika sistem persamaan simultan. Data yang digunakan merupakan data series mulai tahun 1992 sampai dengan tahun 2007. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan
1. Pendahuluan Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan berkesinambungan (BPS, 2007). Apabila kita ingin mengetahui pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu wilayah, indikator umum yang dapat digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Selama ini perhitungan nilai PDRB yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah PDRB dengan pendekatan produksi yang dibentuk dari sembilan sektor atau lapangan usaha, yaitu: (1) Pertanian, (2) Pertambangan dan Penggalian, (3) Industri Pengolahan, (4) Listrik, Gas dan Air Bersih, (5) Konstruksi/Bangunan, (6) Perdagangan, Hotel dan Restoran, (7) Pengangkutan dan Komunikasi, (8) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, dan (9) Jasa-Jasa. Kesembilan sektor pembentuk PDRB tersebut merupakan faktor-faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional maupun daerah. Persamaan tunggal yang hanya menggambarkan satu pengaruh saja belum dapat menggambarkan secara tepat hubungan-hubungan variabel yang membangun sembilan sektor dalam PDRB,
1
dimana Y adalah variabel endogen, X adalah variabel predetermined , e adalah error random, dan t = 1,2,L,T . β dan γ diketahui sebagai koefisien structural, sedangkan M adalah variabel endogenous dan K adalah variabel predetermined dalam sistem. Identifikasi Model Identifikasi model ditentukan atas dasar “order condition” sebagai syarat keharusan dan “rank condition” sebagai syarat kecukupan. Koutsoyiannis (1977) menyatakan rumusan identifikasi model persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh. K – k ≥ m -1 dimana: M = jumlah variabel endogen di dalam model simultan m = jumlah variabel endogen di dalam persamaan tertentu K = jumlah variabel eksogen di dalam model simultan k = jumlah variabel eksogen di dalam persamaan tertentu Jika dalam suatu persamaan dalam model menunjukkan kondisi sebagai berikut. 1. K – k > m - 1, maka persamaan dinyatakan teridentifikasi secara berlebih (overidentified) 2. K – k = m - 1, maka persamaan tersebut dinyatakan teridentifikasi secara tepat (exactly identified) 3. K – k < m - 1, maka persamaan tersebut dinyatakan tidak teridentifikasi (unidentified) Rank condition merupakan determinan turunan persamaan struktural yang nilainya tidak sama dengan nol (Koutsoyiannis, 1977). Hasil identifikasi untuk setiap persamaan struktural haruslah exactly identified atau overidentified untuk dapat menduga parameter-parameternya. Metode Penaksiran Two Stage Least Square (2SLS) 2SLS adalah suatu metode yang sistematis dalam menciptakan variabelvariabel instrumen untuk menggantikan variabel-variabel endogen dalam posisinya sebagai variabel-variabel penjelas dalam sistem persamaan simultan. Berikut bentuk umum dari persamaan struktural ke – i.
keilmuan dan pengetahuan tentang ekonometrika dengan persamaan simultan. 2. Tinjauan Pustaka Analisis Regresi Gujarati (2004) mendefinisikan analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan (the explained variable) dengan satu atau dua variabel yang menerangkan (the explanatory). Secara
umum model regresi dengan k buah variabel eksplanatori adalah sebagai berikut. y = β 0 + β1 X 1 + β 2 X 2 + ... + β k X k + ε
(1) Uji serentak dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat, dengan H0 : β1 = β2 = … = βk= 0 dan H1: minimal terdapat satu βj≠0, j= 1,2,3,…,k. Uji individu pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat H 0 : β i = 0 dan H 1 : β i ≠ 0, i = 1,2,..., k . Menolak
H0 pada uji serentak dan uji individu apabila nilai statistik ujinya lebih besar daripada nilai tabel. Sistem Persamaan Simultan Sistem persamaan simultan adalah sebuah sistem yang menjelaskan variabel dependen secara bersama-sama (Koutsoyiannis, 1977). Variabel-variabel yang ada dalam model persamaan simultan dapat digolongkan ke dalam dua tipe, yaitu variabel endogen (endogenous variable) dan variabel yang sudah diketahui nilainya atau variabel penjelas (predetermined variable). Variabel endogen adalah variabel tak bebas yang nilainya ditentukan di dalam sistem persamaan, walaupun variabel-variabel tersebut mungkin juga muncul sebagai variabel bebas di dalam sistem persamaan lainnya. Predetermined variable adalah variabel yang nilainya ditentukan di luar model. Secara umum bentuk structural form dari sistem persamaan simultan dapat diformulasikan sebagai berikut: β11Y1t + β12Y2t +L+ β1M YMt + γ 11 X 1t + γ 12 X 2t +L+ γ 1K X Kt = e1t β 21Y1t + β 22Y2t + L + β 2 M YMt + γ 21 X 1t + γ 22 X 2t + L + γ 2 K X Kt = e 21t M β M 1Y1t + β M 2Y2 t + L + β MM YMt + γ M 1 X 1t + γ M 2 X 2 t + L + γ MK X Kt = e Mt
(2)
… …
2
(3)
1. Jika ditemukan nilai R2 yang tinggi dan nilai statistik F yang signifikan tetapi sebagian besar nilai statistik t tidak signifikan. 2. Bila diperoleh koefisien korelasi sederhana yang tinggi diantara sepasangsepasang variabel eksplanatori, yaitu nilainya lebih besar dari 0,95. 3. Menghitung nilai Toleransi atau VIF (Variance Inflation Factor), jika nilai Toleransi kurang dari 0.1 atau nilai VIF melebihi 10 maka hal tersebut menunjukkan bahwa multikolinearitas adalah masalah yang pasti terjadi antar variabel bebas. 4. Bila dalam model regresi diperoleh koefisien regresi ( ) dengan tanda yang berbeda dengan koefisien korelasi antara Y dan Xj. Misal korelasi antara Y dan Xj bertanda positif ( 0!, tetapi koefisien regresi yang berhubungan dengan Xj bertanda negatif ( " 0!, atau sebaliknya. Uji Asumsi Residual Identik Salah satu asumsi regresi linier yang harus dipenuhi adalah homogenitas varians dari error (homoskedastisitas). Homoskedastisitas berarti varians dari error bersifat konstan (tetap) atau disebut juga identik. Kebalikannya, bila ternyata diperoleh kondisi varians error (atau Y) tidak identik, maka disebut terjadi kasus heteroskedastisitas. Salah satu statistik uji yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan uji Glejser. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut (Gujarati, 2004). H0 : Varians residual identik H1 : Varians residual tidak identik Apabila β1 tidak signifikan melalui uji t
Keterangan : yi menunjukkan variabel endogen (i = 1, 2, …, M) xi menunjukkan variabel predeterminan (i = 1, 2, …, k) b mewakili koefisien dari variabel endogen mewakili koefisien dari variabel predeterminan Lebih khusus, menurut Koutsoyiannis (1977), metode 2SLS bermuara pada pada aplikasi OLS, yang dibagi dalam dua langkah sebagai berikut. 1. Langkah pertama menjalankan regresi dengan OLS terhadap persamaanpersamaan reduced form untuk variabelvariabel endogen yang ada di sebelah kanan sebagai variabel penjelas di dalam persamaan struktural dalam sistem persamaan simultan. (4)
Dimana: … (5) Pada langkah ini OLS diterapkan pada persamaan reduce-form untuk mendapatkan estimasi dari π. … …
…
(6)
Koefisien reduce-form, , digunakan untuk memperoleh satu pasang nilai estimasi (dihitung) untuk variabel endogen : , , … . 2. Langkah kedua mengganti variabel endogen yang muncul di sisi kanan dari persamaan dengan nilai perkiraan ,dan kemudian dilakukan penaksiran dengan menggunakan OLS pada persamaan simultan yang sudah direvisi. Pada langkah ini mensubstitusi ke dalam persamaan struktural dan memperoleh transformasi dari fungsi sebagai berikut.
maka dapat disimpulkan heteroskedastisitas.
… (7)
ada
Uji Asumsi Residual Independen Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji fungsi autokorelasi (Autocorrelation Function, ACF). Wei (1990) mendefinisikan covariance antara et dan et+k dapat dituliskan sebagai berikut. γ k = cov(et , et − k ) = E (et − µ )(et − k − µ ) (9) dan autokorelasi antara et dan et+k adalah sebagai berikut.
dimana …
tidak
(8)
Uji Asumsi Uji Multikolinearitas Menurut Gujarati (2004) gejala Multikolinearitas ini dapat dideteksi dengan beberapa cara antara lain :
3
ρk =
cov(e t , e t + k )
var(e t )
var(e t + k )
suatu wilayah. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun, sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar, dimana dalam penghitungan ini digunakan tahun 2000. Menurut pendekatan produksi, PDRB disusun oleh 9 sektor, yaitu : (1) Pertanian, (2) Pertambangan dan Penggalian, (3) Industri Pengolahan, (4) Listrik, Gas dan Air Bersih, (5) Konstruksi/Bangunan, (6) Perdagangan, Hotel dan Restoran, (7) Pengangkutan dan Komunikasi, (8) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, dan (9) Jasa-Jasa.
(10)
dimana, Var(et) = Var (et+k) = γ0 sebagai fungsi dari k, γk disebut sebagi fungsi autokovariance dan ρk disebut sebagai fungsi autokorelasi (ACF). Apabila hasil plot ACF residual menunjukkan tidak ada lag yang keluar dari batas, maka dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi pada model. Uji Asumsi Residual Distribusi Normal Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menguji kenormalan residual adalah dengan menggunakan statistik uji KolmogorovSmirnov, dan hipotesanya adalah sebagai berikut. H0 : residual berdistribusi normal H1 : residual tidak berdistribusi normal Kesimpulan tolak H0 jika nilai statistik p-value < α, sehingga jika nilai p-value > α maka asumsi distribusi normal terpenuhi. Apabila asumsi distribusi normal tidak terpenuhi maka dapat diatasi dengan melakukan transformasi terhadap pengamatan variabel dependent. Model fungsi produksi Cobb Douglas Fungsi produksi berbentuk tidak linear berarti fungsinya tidak berupa garis lurus, tetapi dengan cara transformasi ln model dapat menjadi linear. Model fungsi Cobb Douglas :
3. Metodologi Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari BPS Propinsi Jawa Timur, yang meliputi data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan tahun 2000, data upah sektor pertanian, data pengeluaran untuk belanja pegawai; belanja barang dan jasa; belanja modal, serta data jumlah tenaga kerja per sektor. Data-data tersebut diambil mulai tahun 1992 sampai dengan tahun 2007 untuk wilayah Propinsi Jawa Timur. Pemodelan PDRB dalam analisis ini dipilah ke dalam dua blok, yaitu blok output PDRB sektoral dan blok tenaga kerja. Bentuk persamaan blok output PDRB sektoral dengan penerapan model fungsi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut.
- Y = β 0 X β e ε bila hanya terdapat sebuah input 1
- Y = β 0 X 1β X 2β eε bila terdapat dua buah input 1
2
Model tersebut dapat dilinearkan dengan cara dilakukan transformasi ln, sehingga model menjadi :
,
ln(Y ) = ln( β 0 ) + β 1 ln( X 1 ) + β 2 ln( X 2 ) + e
bila ln(Y ) = Y * ; ln(β 0 ) = β 0* , ln( X 1 ) = X 1* , serta ln( X 2 ) = X 2*
maka model menjadi sebagai berikut : Y * = β 0* + β 1 X 1* + β 2 X 2* + e
,
,
2
#$%' () *+#' - &.$' / &&0' 1 - (12) 5 5 2 #$%&3' ) 343' - +' / / (13) 88/ 81 89 21 #$%&6' 7) 346' &.$' &&0' +' (14) < < 2 #$%&:' ;) 34:' - &&0' / 9 (15) = = = = 2 #$%&&' ) 34&' - &.$' / &&0' 1 +' 9 > (16) @ @ @ 2 #$%&$' ?) 34$' - &.$' / +' 1 A (17) D D D D 2 #$%&B' C) 34B' - &.$' / &&0' 1 +' 9 E (18) G G G 2 #$%&4' F) 344' - &.$' / +' 1 H (19)
(11)
Model ini sudah linear. Sedangkan koefisien regresi merupakan besaran elastisitas produksi, yaitu persentase perubahan output sebagai akibat berubahnya input sebesar satu persen. Produk Domestik Regional Bruto Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di
2
#$%&0' I) 340'- &.$' / &&0' 1 +' 9 J(20)
dimana : t = 1, 2, 3, ...16 Bentuk persamaan untuk blok tenaga kerja dengan penerapan model fungsi CobbDouglas, berturut-turut sebagai berikut. (21) TKP t = j0 WGPtj PDRBP tj BPG tj e ε k k k ε (22) TKT t = k 0 PDRBT t BMD t BBJ t e 1
1
4
3
2
3
10
3
11
TKI t = l 0 PDRBI lt1 e ε12 m1 t
m2 t
TKL t = m 0 PDRBL BMD e TKB t = n 0 PDRBB nt1 e ε14 TKD t = o 0 PDRBD ot1 e ε15 TKA t = p 0 PDRBA pt1 e ε16 TKK t = q 0 PDRBK qt1 BBJ qt 2 e ε17 TKJ t = r0 PDRBJ rt1 e ε18
ε13
(23) (24) (25) (26) (27) (28) (29)
4. Analisis dan Pembahasan Deskriptif Variabel Penelitian Hasil deskriptif dari data PDRB Propinsi Jawa Timur atas dasar harga konstan ditampilkan pada Gambar 1 sebagai berikut. 10000000
PDRBP
80000000
PDRBT PDRBI
60000000
dimana : t = 1, 2, 3, ...16 Variabel-variabel yang mempengaruhi persamaan blok output dan blok tenaga kerja adalah sebagai berikut.
PDRBL
40000000
PDRBB
20000000
PDRBD PDRBA 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
0
Tabel 1 Variabel-Variabel Variabel Penyusun Model Variabel Endogen Variabel Eksogen PDRBP = PDRB Sektor WGP = Upah Sektor Pertanian Pertanian PDRBT = PDRB Sektor TKP = Tenaga Kerja Pertambangan Sektor Pertanian PDRBI = PDRB Sektor TKT = Tenaga Kerja Industri Sektor Pertambangan PDRBL = PDRB Sektor TKI = Tenaga Kerja Listrik Sektor Industri PDRBB = PDRB Sektor TKL = Tenaga Kerja Bangunan Sektor Listrik PDRBD = PDRB Sektor TKB = Tenaga Kerja Perdagangan Sektor Bangunan PDRBA = PDRB Sektor TKD = Tenaga Kerja Transportasi Sektor Perdagangan PDRBK = PDRB Sektor TKA = Tenaga Kerja Lembaga Keuangan Sektor Transportasi PDRBJ = PDRB Sektor TKK = Tenaga Kerja Jasa-Jasa Sektor Lembaga Keuangan TKJ = Tenaga Kerja Sektor Jasa-Jasa Jasa BMD = Pengeluaran untuk Belanja Modal BBJ = Pengeluaran untuk Belanja Barang&Jasa BPG = Pengeluaran untuk Belanja Pegawai
PDRBK PDRBJ
Gambar 1 Deskriptif PDRB Propinsi Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan
Gambar 1 menunjukkan nilai PDRB Propinsi Jawa Timur telah mengalami pertambahan yang cukup signifikan tiap tahunnya,, tahunnya, terutama setelah tahun 2002. Gejala ini menunjukkan jika perekonomian di Propinsi Jawa Timur sudah baik, karena rena nilai PDRB P selalu meningkat tiap tahun. Hasil deskriptif untuk pengeluaran daerah ditampilkan pada Gambar 2 sebagai berikut. 14000000000 12000000000 10000000000
BPG
8000000000 BBJ
6000000000 4000000000
BMD
2000000000 0 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006
Gambar 2 Deskriptif Pengeluaran Daerah Propinsi Jawa Timur
Gambar 2 menunjukkan pengeluaran daerah Propinsi Jawa Timur selalu meningkat dari tahun ke tahun. Faktor yang menyebabkan meningkatnya pengeluaran daerah pada setiap tahunnya adalah karena semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah yang disebabkan oleh adanya perkembangan sosial, maka mengakibatkan semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang bersangkutan Hasil pengolahan deskriptif pada tenaga kerja di sembilan sektor PDRB Propinsi Jawa Timur ditampilkan pada Gambar 3.
Langkah-langkah langkah analisis yang dilakukan pada penelitian ini sebagai berikut. 1. Melakukan identifikasi model berdasarkan sistem persamaan simultan yang telah terbentuk. 2. Melakukan penaksiran paramater model dengan 2SLS (Two Stage Least Squares). 3. Melakukan pengujian asumsi terhadap model. 4. Melakukan interprestasi dari model yang telah diuji asumsi.
5
9000000 8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0
Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBP) dengan PC1 adalah sebagai berikut.
TKP TKT TKI
Ln(PDRBPt) = 16.64788 + 0.408325 (0.578 Z1 + 0.575 Z2 + 0.579 Z3) Ln(PDRBPt) = 16.64788 + 0.408325 (0.813 ln_WGP+ 0.694 ln_BMD + 0.376 ln_BBJ - 29.777) Ln(PDRBPt) = 16.64788 + 0.332 ln(WGP) + 0.283 ln(BMD) + 0.154 ln(BBJ) - 12.15892
TKL TKB TKD TKA TKK 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006
TKJ
Gambar 3 Deskriptif Tenaga Kerja di Sembilan Sektor PDRB Propinsi Jawa Timur
Di Propinsi Jawa awa Timur tenaga kerja terbesar adalah pada sektor pertanian, pertanian hal ini dikarenakan wilayah Jawa Timur sebagian besar masih berupa lahan pertanian, sehingga wajar apabila sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Hasil Penaksiran Model PDRB Propinsi Jawa Timur Uji kelayakan modelnya dengan menggunakan identifikasi model yang ditentukan atas dasar “order order condition”. condition Pemeriksaan order condition pada persamaan PDRB Propinsi Jawa Timur memperoleh hasil yang overidentified,, sehingga penaksiran parameter ameter dapat dilakukan dengan menggunakan metode 2SLS. Hasil penaksiran parameter masing-masing masing sektornya adalah sebagai berikut. a. Sektor Pertanian Blok Output PDRB Sektor Pertanian Pengujian pada ada persamaan output PDRB sektor pertanian diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, olinearitas, sehingga diatasi dengan menggunakan Principal component regression. Hasil penaksiran parameter sektor pertanian setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
PDRBPt = e4.4889WGP0.332 BMD0.283 BBJ0.154 Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model PDRB sektor pertanian diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih cukup baik, yaitu sebesar 78.69%.. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel upah sektor pertanian mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor pertanian, dalam artian kenaikan upah sektor pertanian sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor pertanian sebesar 0.33% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Variabel pengeluaran untuk belanja modal serta pengeluaran untuk belanja barang dan jasa juga mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor pertanian, dalam artian kenaikan untuk masing masing-masing pengeluaran sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor pertanian masingmasing sebesar 0.28% % dan 0.15% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Blok Tenaga Kerja Sektor Pertanian Pengujian pada persamaan tenaga kerja sektor pertanian diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan menggunakan Principal component regression. Hasil penaksiran parameter tenaga kerja sektor pertanian setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Tabel 2 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Pertanian Variabel Intercept PC1
Penaksiran Parameter 16.64788 0.408325
SE
thitung
0.094 0.059
177.36 6.93
Prob > Label |T| Variabel <.0001 Intercept <.0001 Principal Component 1
Tabel 3 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Variabel
R-Square = 78.69%; Pr > F = <.0001; <.0001 Fhitung = 48.02
Intercept PC1
PC1 merupakan score dari principal component regression yang bertujuan untuk menghilangkan multikolinearitas pada data sektor pertanian. Bobot pada masing-masing masing variabel dalam principal component 1 adalah sebagai berikut. PC1 = 0.578 Z1 + 0.575 Z2 + 0.579 Z3
Penaksiran Parameter 15.84286 0.030795
SE
thitung
0.015 1066.9 0.009 3.16
Prob > Label |T| Variabel <.0001 Intercept 0.0076 Principal Component 1
R-Square = 43.33%; %; Pr > F = 0.0076; 0.007 Fhitung = 9.96
PC1 merupakan score dari principal component regression yang bertujuan untuk menghilangkan multikolinearitas pada data sektor pertanian.
6
Bobot pada masing-masing variabel dalam principal component 1 adalah sebagai berikut. PC1 = 0.589 Z1 + 0.560 Z2 + 0.583 Z3 Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBP) dengan PC1 adalah sebagai berikut.
Sehingga model persamaannya adalah sebagai berikut. Ln(PDRBTt*) = 0.152811+0.672254 ln(TKT*) 0.04907 ln(BPG*) PDRBTt* = e0.152811 (TKT*)0.672254 (BPG*)-0.04907 Penerapan First difference equation untuk menghilangkan autokorelasi pada model PDRB sektor pertambangan diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih cukup baik, yaitu sebesar 68.7%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel pengeluaran belanja pegawai tidak signifikan pada taraf 5%, sehingga pengaruhnya terhadap PDRB sektor pertambangan sangat kecil di bawah rata-rata. Variabel tenaga kerja di sektor pertambangan mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor pertambangan, dalam artian kenaikan tenaga kerja di sektor pertambangan sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor pertambangan sebesar 0.67% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Blok Tenaga Kerja Sektor Pertambangan Pengujian pada persamaan tenaga kerja sektor pertambangan diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan menggunakan Principal component regression. Hasil penaksiran parameter tenaga kerja sektor pertambangan setelah terbebas dari multikolinearitas adalah sebagai berikut.
Ln(TKPt)
= 15.84286 + 0.030795 (0.589 Z1 + 0.560 Z2 + 0.583 Z3) Ln(TKPt) = 15.84286 + 0.030795 (0.338 ln_WGP+ 0.697 ln_PDRBP + 0.335 ln_BPG - 21.92305) Ln(TKPt) = 15.84286 + 0.0104 ln(WGP) + 0.0215 ln(PDRBP) + 0.0103 ln(BPG) - 0.67555 TKPt =e15.16731WGP0.0104 PDRBP0.0215 BPG0.0103 Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model tenaga kerja sektor pertanian diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih kurang baik, yaitu hanya sebesar 43.33%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel upah sektor pertanian, variabel PDRB sektor pertanian, dan variabel pengeluaran untuk belanja pegawai mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya permintaan akan tenaga kerja sektor pertanian, dalam artian kenaikan pada masing-masing variabel sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan permintaan akan tenaga kerja sektor pertanian masing-masing sebesar 0.01%, 0.022%, dan 0.01% dengan asumsi variabel lainnya tetap. b. Sektor Pertambangan Blok Output PDRB Sektor Pertambangan Pengujian pada persamaan output PDRB sektor pertambangan diperoleh hasil ternyata mengalami gejala autokorelasi, sehingga diatasi dengan menggunakan First differensing equation. Hasil penaksiran parameter sektor pertambangan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Tabel 5 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Pertambangan Variabel Intercept PC1
Intercept diffln_TKT
diffln_BPG
Penaksiran SE Parameter 0.152811 0.137 0.672254 0.140
-0.04907
0.269
1.11 4.79
Prob > |T| 0.2871 0.0004
-0.18
0.858
thitung
SE 0.076 0.051
thitung 152.79 1.36
Prob > |T| <.0001 0.1957
Label Variabel Intercept Principal Component 1
R-Square = 12.52%; Pr > F = 0.1957; Fhitung = 1.86
Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model tenaga kerja sektor pertambangan diperoleh nilai koefisien determinasi yang jelek, yaitu hanya sebesar 12.52%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel PC1 yang terdiri dari variabel PDRB sektor pertambangan, pengeluaran belanja modal, serta pengeluaran belanja barang dan jasa tidak signifikan secara secara statistik. Jika dilihat dari besaran nilai Fhitung dan thitung, baik secara serentak maupun scara parsial variabel PC1 tidak memberikan pengaruh berarti pada penyusunan model tenaga kerja sektor pertambangan. Jadi bisa
Tabel 4 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Pertambangan Variabel
Penaksiran Parameter 11.60914 0.068911
Label Variabel Intercept Tenaga kerja sektor pertambangan Belanja Pegawai
R-Square = 68.7%; Pr > F = 0.0009; Fhitung = 13.10
Tabel 3 menunjukkan variabel differencing ln(BPG) tidak signifikan secara statistik.
7
industri pengolahan sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor industri pengolahan sebesar 0.299% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Variabel pengeluaran untuk belanja modal, variabel pengeluaran untuk belanja barang dan jasa, serta variabel pengeluaran untuk belanja pegawai masing-masing juga mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor industri pengolahan, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk masing-masing variabel sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor industri pengolahan masingmasing sebesar 0.279 %, 0.152 %, dan 0.133% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Blok Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Hasil penaksiran parameter sektor industri pengolahan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
disimpulkan bahwa model tenaga kerja sektor pertambangan ini tidak bisa digunakan. c. Sektor Industri Pengolahan Blok Output PDRB Sektor Industri Pengolahan Pengujian pada persamaan output PDRB sektor industri pengolahan diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan menggunakan Principal component regression. Hasil penaksiran parameter sektor industri pengolahan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut. Tabel 6 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRBI dengan PC1 Penaksiran Parameter Intercept 17.06182 PC1 0.423431 Variabel
SE 0.098 0.064
thitung 174.29 6.66
Prob > Label |T| Variabel <.0001 Intercept <.0001 Principal Component 1
R-Square = 77.32%; Pr > F = <.0001; Fhitung = 44.32
Tabel 7 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan
PC1 merupakan score dari principal component regression yang bertujuan untuk menghilangkan multikolinearitas pada data sektor industri pengolahan. Bobot pada masing-masing variabel dalam principal component 1 adalah sebagai berikut. PC1 = 0.307 Z1 + 0.546 Z2 + 0.553 Z3 + 0.549 Z4
Penaksiran SE Parameter Intercept 14.08821 0.489 ln_PDRB 0.031317 0.028 Variabel
Prob > |T| 28.82 <.0001 1.10 0.2912
thitung
Label Variabel Intercept PDRB sektor industri
R-Square = 8%; Pr > F = 0.2912; Fhitung = 1.21
Hasil penaksiran parameter pada blok tenaga kerja sektor industri pengolahan diperoleh nilai koefisien determinasi yang sangat jelek, yaitu hanya sebesar 8%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel PDRB sektor industri pengolahan tidak signifikan secara secara statistik. Jika dilihat dari besaran nilai Fhitung dan thitung, variabel PDRB sektor industri pengolahan tidak memberikan pengaruh berarti pada penyusunan model tenaga kerja sektor jasajasa. Jadi bisa disimpulkan bahwa model tenaga kerja sektor industri pengolahan ini tidak bisa digunakan. d. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Blok Output PDRB Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Hasil penaksiran parameter sektor listrik, gas, dan air bersih setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBI) dengan PC1 adalah sebagai berikut. Ln(PDRBIt) = 17.06182+ 0.423431 (0.307 Z1 + 0.546 Z2 + 0.553 Z3 + 0.549 Z4) Ln(PDRBIt) = 17.06182+ 0.423431 (0.705 ln_TKI + 0.659 ln_BMD+ 0.359 ln_BBJ+ 0.315 ln_BPG 37.81978) Ln(PDRBIt) = 17.06182 + 0.299 ln(TKI) + 0.279 ln(BMD) + 0.152 ln(BBJ) + 0.133 ln(BPG) - 16.01407 = e1.0478TKI0.299BMD0.279BBJ0.153 BPG0.133 Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model PDRB sektor industri pengolahan diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih cukup baik, yaitu sebesar 77.32%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor industri pengolahan mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor industri pengolahan, dalam artian kenaikan tenaga kerja di sektor PDRBIt
8
Tabel 8 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Penaksiran Parameter Intercept 3.691968 ln_TKL 0.139929
SE
thitung
1.851 0.157
1.99 0.89
ln_BBJ
0.026
17.88
Variabel
0.469858
jelek, yaitu hanya sebesar 11.88%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel PC1 yang terdiri dari variabel PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih serta pengeluaran belanja modal tidak signifikan secara secara statistik. Jika dilihat dari besaran nilai Fhitung dan thitung, baik secara serentak maupun scara parsial variabel PC1 tidak memberikan pengaruh berarti pada penyusunan model tenaga kerja sektor listrik, gas, dan air bersih. Jadi bisa disimpulkan bahwa model tenaga kerja sektor industri listrik, gas, dan air bersih ini tidak bisa digunakan. e. Sektor Bangunan Blok Output PDRB Sektor Bangunan Pengujian pada persamaan output PDRB sektor bangunan diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan menggunakan Principal component regression. Hasil penaksiran parameter sektor industri bangunan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Prob > |T| 0.0693 0.3899
Label Variabel Intercept Jumlah tenaga kerja sektor listrik <.0001 Belanja Barang dan Jasa
R-Square = 96.61%; Pr > F = <.0001; Fhitung = 171.04
Tabel 8 menunjukkan ln(TKL) tidak signifikan secara statistik. Sehingga model persamaannya adalah sebagai berikut. Ln(PDRBLt) = 3.691968 + 0.139929 TKI + 0.469858 BBJ = e3.691968TKL0.139929BBJ0.469858 PDRBLt Model PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih memiliki hasil penaksiran yang sangat baik baik, sebagaimana terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 96.61. Hasil penaksiran parameter dengan 2SLS menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor ini tidak signifikan, sehingga pengaruhnya terhadap nilai PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih sangat kecil di bawah rata-rata. Variabel pengeluaran untuk belanja barang dan jasa ini mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk belanja barang dan jasa sebesar 1 % akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 0.469% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Blok Tenaga Kerja Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Pengujian pada persamaan tenaga kerja sektor listrik, gas, dan air bersih diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan menggunakan Principal component regression. Hasil penaksiran parameter tenaga kerja sektor listrik, gas, dan air bersih setelah terbebas dari multikolinearitas adalah sebagai berikut.
Tabel 10 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRBB dengan PC1 Penaksiran Prob > SE thitung Parameter |T| Intercept 15.33363 0.093 164.67 <.0001 PC1 0.241639 0.058 4.18 0.0011 Variabel
R-Square = 57.35%; Pr > F = 0.0008; Fhitung = 17.48
PC1 merupakan score dari principal component regression yang bertujuan untuk menghilangkan multikolinearitas pada data sektor bangunan. Bobot pada masing-masing variabel dalam principal component 1 adalah sebagai berikut. PC1 = 0.419 Z1 + 0.520 Z2 + 0.530 Z3 + 0.523Z4 Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBL) dengan PC1 adalah sebagai berikut. Ln(PDRBBt) = 15.33363 + 0.241639 (0.419 Z1 + 0.520 Z2 + 0.530 Z3 + 0.523 Z4) Ln(PDRBBt) = 15.33363 + 0.241639 (1.038 ln_TKB + 0.627 ln_BMD+ 0.344 ln_BBJ+ 0.300 ln_BPG 40.2265) Ln(PDRBBt) = 15.33363 + 0.251ln(TKB) + 0.152 ln(BMD) + 0.083ln(BBJ) + 0.073 ln(BPG) - 9.72029
Tabel 9 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Penaksiran Parameter Intercept 10.37478 PC1 -0.06947 Variabel
SE 0.063 0.052
Prob > |T| 163.91 <.0001 -1.32 0.2084 thitung
Label Variabel Intercept Principal Component 1
Label Variabel Intercept Principal Component 1
R-Square = 11.88%; Pr > F = 0.2084; Fhitung = 1.75
PDRBBt =e5.613TKB0.251BMD0.152BBJ0.083BPG0.073 Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada
Hasil penaksiran parameter pada blok tenaga kerja sektor listrik, gas, dan air bersih diperoleh nilai koefisien determinasi yang
9
model PDRB sektor bangunan diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih cukup baik, yaitu sebesar 57.35%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor bangunan mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor bangunan, dalam artian kenaikan tenaga kerja di sektor bangunan sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor bangunan sebesar 0.251% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Variabel pengeluaran untuk belanja modal, variabel pengeluaran untuk belanja barang dan jasa, serta variabel pengeluaran untuk belanja pegawai masingmasing juga mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor bangunan, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk masing-masing variabel sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor bangunan masing-masing sebesar 0.152%, 0.083%, dan 0.073% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Blok Tenaga Kerja Sektor Bangunan Pengujian pada persamaan tenaga kerja sektor bangunan diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala autokorelasi, sehingga diatasi dengan menggunakan First differensing equation. Hasil penaksiran parameter sektor perdagangan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
tenaga kerja sektor pertambangan sebesar 0.314% dengan asumsi variabel lainnya tetap. f. Sektor Perdagangan Blok Output PDRB Sektor Perdagangan Hasil penaksiran parameter sektor perdagangan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut. Tabel 12 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Perdagangan Penaksiran Parameter Intercept -14.1659 0.728629 ln_TKD Variabel
ln_BMD
Penaksiran SE thitung Parameter Intercept 0.044567 0.041 1.08 difn_lnPDRBB 0.314372 0.064 4.93
Prob > |T| 0.2996 0.0003
22.287 1.659
0.195
Prob > |T| -0.64 0.5370 0.44 0.6682
thitung
4.93
0.0003
Label Variabel Intercept Tenaga kerja sektor perdagangan Belanja Modal
R-Square = 80.59%; Pr > F = <.0001; Fhitung = 24.86
Tabel 12 menunjukkan ln(TKD) dan ln(BPG) tidak signifikan secara statistik. Sehingga model persamaannya menjadi sebagai berikut. ln_PDRBDt = -14.1659 + 0.728629 ln_TKD + 0.960488 ln_BMD PDRBDt = e-14.1659TKD0.728629BMD 0.960488 Model PDRB sektor perdagangan memiliki hasil penaksiran yang cukup baik, sebagaimana terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 80.59. Hasil penaksiran parameter dengan 2SLS ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja dan pengeluaran untuk belanja pegawai tidak signikan, sehingga hanya memiliki pengaruh yang sangat kecil di bawah rata-rata terhadap nilai PDRB sektor perdagangan. Variabel pengeluaran untuk belanja modal mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor perdagangan, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk belanja modal sebesar 1 % akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor perdagangan sebesar 0.960% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Blok Tenaga Kerja PDRB Sektor Perdagangan Hasil penaksiran parameter tenaga kerja sektor perdagangan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Tabel 11 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Bangunan Variabel
0.960488
SE
Label Variabel Intercept PDRB sektor bangunan
R-Square = 65.15%; Pr > F = 0.0003; Fhitung = 24.31
Tabel 11 menunjukkan variabel differencing ln(PDRBB) signifikan secara statistik. Sehingga model persamaannya adalah sebagai berikut. Ln(TKBt*) = 0.044567 + 0.314372 ln(PDRBB*) TKBt* = e0.0446 (PDRBB*)0.314 Penerapan First difference equation untuk menghilangkan autokorelasi pada model tenaga kerja sektor bangunan diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih cukup baik, yaitu sebesar 65.15%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel PDRB sektor bangunan mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai tenaga kerja sektor pertambangan, dalam artian kenaikan PDRB sektor bangunan sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan permintaan akan
Tabel 13 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Perdagangan Penaksiran Prob > SE thitung Parameter |T| Intercept 13.84344 0.374 36.97 <.0001 ln_PDRBD 0.066330 0.022 3.02 0.0099 Variabel
Label Variabel Intercept PDRB sektor perdagangan
R-Square = 41.17%; Pr > F = 0.0099; Fhitung = 9.10
Tabel 13 menunjukkan ln(PDRBD) signifikan secara statistik. Sehingga model persamaan
10
tenaga kerja sektor perdagangan adalah sebagai berikut. Ln(TKDt) = 13.84344 + 0.06633 PDRBD TKDt = e13.84344 PDRBD0.06633 Model tenaga kerja sektor perdagangan memiliki hasil penaksiran yang kurang baik, sebagaimana terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2) hanya sebesar 41.17%. Hasil penaksiran parameter dengan 2SLS ini menunjukkan bahwa variabel PDRB sektor perdagangan mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai tenaga kerja sektor perdagangan, dalam artian kenaikan nilai PDRB sektor perdagangan sebesar 1 % akan mengakibatkan kenaikan permintaan akan tenaga kerja sektor perdagangan sebesar 0.066% dengan asumsi variabel lainnya tetap. g. Sektor Transportasi Blok Output PDRB Sektor Transportasi Pengujian pada persamaan output PDRB sektor transportasi diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan menggunakan Principal component regression. Hasil penaksiran parameter sektor transportasi setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Ln(PDRBAt) = 15.63550 + 0.459 ln(TKA) + 0.235 ln(BMD) + 0.129 ln(BBJ) + 0.113 ln(BPG) - 16.07744 PDRBAt=e-0.442TKA0.459BMD0.235BBJ0.129BPG0.113 Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model PDRB sektor transportasi diperoleh nilai koefisien determinasi yang masih baik, yaitu sebesar 85.17%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor transportasi mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor transportasi, dalam artian kenaikan tenaga kerja di sektor transportasi sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor transportasi sebesar 0.459% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Variabel pengeluaran untuk belanja modal, variabel pengeluaran untuk belanja barang dan jasa, serta variabel pengeluaran untuk belanja pegawai masingmasing juga mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor transportasi, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk masing-masing variabel sebesar 1 % akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor transportasi masing-masing sebesar 0.235%, 0.129%, dan 0.113% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Blok Tenaga Kerja Sektor Transportasi Hasil penaksiran parameter tenaga kerja sektor transportasi setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Tabel 14 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Transportasi Penaksiran Parameter Intercept 15.63550 PC1 0.369052 Variabel
SE 0.067 0.043
Prob > |T| 232.68 <.0001 8.64 <.0001
thitung
Label Variabel Intercept Principal Component 1
Tabel 15 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Transportasi Penaksiran Parameter Intercept 12.14829 ln_PDRBA 0.089933
R-Square = 85.17%; Pr > F = <.0001; Fhitung = 74.68
Variabel
PC1 merupakan score dari principal component regression yang bertujuan untuk menghilangkan multikolinearitas pada data sektor transportasi. Bobot pada masing-masing variabel dalam principal component 1 adalah sebagai berikut. PC1 = 0.382Z1 + 0.529Z2 + 0.537Z3 + 0.535Z4 Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBA) dengan PC1 adalah sebagai berikut.
SE 0.681 0.043
Prob > |T| 17.83 <.0001 2.08 0.0583
thitung
Label Variabel Intercept PDRB sektor transportasi
R-Square = 24.9%; Pr > F = 0.0583; Fhitung = 4.31
Tabel 15 menunjukkan ln(PDRBA) signifikan pada α = 1 persen. Sehingga model persamaan tenaga kerja sektor transportasi adalah sebagai berikut. Ln(TKAt) = 12.14829 + 0.089933 PDRBA TKAt = e12.14829PDRBA0.089933 Model tenaga kerja sektor transportasi memiliki hasil penaksiran yang jelek, sebagaimana terlihat dari nilai koefisien determinasi (R2) hanya sebesar 24.9%. Hasil penaksiran parameter dengan 2SLS ini menunjukkan bahwa variabel PDRB sektor transportasi mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai tenaga kerja sektor transportasi, dalam artian kenaikan nilai PDRB
Ln(PDRBAt) = 15.63550 + 0.369052 (0.382 Z1 + 0.529 Z2 + 0.537 Z3 + 0.535 Z4) Ln(PDRBAt) = 15.63550 + 0.369052 (1.244 ln_TKA + 0.638 ln_BMD+ 0.349 ln_BBJ+ 0.307 ln_BPG 43.56414)
11
sektor transportasi sebesar 1 % akan mengakibatkan kenaikan permintaan akan tenaga kerja sektor transportasi sebesar 0.089% dengan asumsi variabel lainnya tetap. h. Sektor Lembaga Keuangan dan Jasa Perusahaan Blok Output PDRB Sektor Lembaga Keuangan dan Jasa Perusahaan Pengujian pada persamaan output PDRB sektor keuangan dan jasa perusahaan diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan menggunakan Principal component regression. Hasil penaksiran parameter sektor keuangan dan jasa perusahaan setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
positif dengan besarnya nilai PDRB sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan, dalam artian kenaikan pada masing-masing variabel sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan masing-masing sebesar 0.234%, 0.283%, dan 0.129% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Blok Tenaga Kerja Sektor Lembaga Keuangan dan Jasa Perusahaan Pengujian pada persamaan tenaga kerja sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan menggunakan Principal component regression. Hasil penaksiran parameter tenaga kerja sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan setelah terbebas dari multikolinearitas adalah sebagai berikut.
Tabel 16 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Lembaga Keuangan dan Jasa Variabel Intercept PC1
Penaksiran Parameter 15.52187 0.353435
SE 0.116 0.087
Prob > |T| 133.44 <.0001 4.04 0.0014
thitung
Label Variabel Intercept Principal Component 1
Tabel 17 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Variabel Intercept PC1
R-Square = 55.67%; Pr > F = 0.0014; Fhitung = 16.33
PC1 merupakan score dari principal component regression yang bertujuan untuk menghilangkan multikolinearitas pada data sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan. Bobot pada masing-masing variabel dalam principal component 1 adalah sebagai berikut. PC1 = 0.390 Z1 + 0.664 Z2 + 0.638 Z3 Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBK) dengan PC1 adalah sebagai berikut.
Penaksiran Parameter 11.65737 0.025109
SE 0.150 0.128
Prob > Label |T| Variabel 77.52 <.0001 Intercept 0.20 0.8475 Principal Component 1
thitung
R-Square = 0.29%; Pr > F = 0.8475; Fhitung = 0.04
Hasil penaksiran parameter pada blok tenaga kerja sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan diperoleh nilai koefisien determinasi yang sangat jelek, yaitu hanya sebesar 0.29%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel PC1 yang terdiri dari variabel PDRB sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan serta pengeluaran barang dan jasa tidak signifikan secara secara statistik. Jika dilihat dari besaran nilai Fhitung dan thitung, baik secara serentak maupun scara parsial variabel PC1 tidak memberikan pengaruh berarti pada penyusunan model tenaga kerja sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan. Jadi bisa disimpulkan bahwa model tenaga kerja sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan ini tidak bisa digunakan. i. Sektor Jasa-Jasa Blok Output PDRB Sektor Jasa-Jasa Pengujian pada persamaan output PDRB sektor jasa-jasa diperoleh hasil ternyata persamaan ini mengalami gejala multikolinearitas, sehingga diatasi dengan menggunakan Principal component regression. Hasil penaksiran parameter sektor jasa-jasa setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Ln(PDRBKt) = 15.52187 + 0.353435 (0.390 Z1 + 0.664 Z2 + 0.638 Z3) Ln(PDRBKt) = 15.52187 + 0.353435 (0.662 ln_TKK+ 0.801 ln_BMD+ 0.366 ln_BPG - 32.27581) Ln(PDRBKt) = 15.52187 + 0.234 ln(TKK) + 0.283 ln(BMD) + 0.129 ln(BPG) - 11.4074 PDRBKt = e4.11447 TKK0.234BMD0.283BPG0.129 Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model PDRB sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan diperoleh nilai koefisien determinasi yang cukup baik, yaitu sebesar 55.67%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan, variabel pengeluaran untuk belanja modal, serta variabel pengeluaran untuk belanja pegawai mempunyai hubungan yang
12
Blok Tenaga Kerja Sektor Jasa-Jasa Hasil penaksiran parameter sektor jasajasa setelah memenuhi asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal adalah sebagai berikut.
Tabel 18 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan PDRB Sektor Jasa-Jasa Penaksiran SE Parameter Intercept 16.05202 0.074 PC1 0.348006 0.048 Variabel
Prob > Label |T| Variabel 216.60 <.0001 Intercept 7.25 <.0001 Principal Component 1 thitung
Tabel 18 Hasil Penaksiran Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor Jasa-Jasa Penaksiran Parameter 15.39077 Intercept ln_PDRBJ -0.05767
Variabel
R-Square = 80.17%; Pr > F = <.0001; Fhitung = 52.56
PC1 merupakan score dari principal component regression yang bertujuan untuk menghilangkan multikolinearitas pada data sektor jasa-jasa. Bobot pada masing-masing variabel dalam principal component 1 adalah sebagai berikut. PC1 = 0.194 Z1 + 0.564 Z2 + 0.571 Z3 + 0.564Z4 Persamaan model hasil penaksiran 2SLS antara variabel ln(PDRBJ) dengan PC1 adalah sebagai berikut.
SE 0.728 0.045
Prob > Label |T| Variabel 21.39 <.0001 Intercept -1.29 0.2205 PDRB sektor jasa-jasa
thitung
R-Square = 11.3%; Pr > F = 0.2205; Fhitung = 1.66
Hasil penaksiran parameter pada blok tenaga kerja sektor jasa-jasa diperoleh nilai koefisien determinasi yang jelek, yaitu hanya sebesar 11.3%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel PDRB sektor jasa-jasa tidak signifikan secara secara statistik. Jika dilihat dari besaran nilai Fhitung dan thitung, variabel PDRB sektor jasa-jasa tidak memberikan pengaruh berarti pada penyusunan model tenaga kerja sektor jasajasa. Jadi bisa disimpulkan bahwa model tenaga kerja sektor jasa-jasa ini tidak bisa digunakan.
Ln(PDRBJt) = 16.05202 + 0.348006 (0.194 Z1 + 0.564 Z2 + 0.571 Z3 + 0.564 Z4) Ln(PDRBJt) = 16.05202 + 0.348006 (0.592 ln_TKJ+ 0.680 ln_BMD+ 0.371 ln_BBJ+ 0.324 ln_BPG 36.96154) Ln(PDRBJt) = 16.05202 + 0.206 ln(TKJ) + 0.237 ln(BMD) + 0.129 ln(BBJ) + 0.113 ln(BPG) - 12.86284 PDRBJt=e3.18918TKJ0.206BMD0.237BBJ0.129BPG0.113
5. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil analisis adalah sebagai berikut. 1. Model persamaan simultan yang membangun PDRB Propinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut. - PDRB sektor pertanian adalah : PDRBPt= e4.4889WGP0.332 BMD0.283 BBJ0.154 - PDRB sektor pertambangan adalah : PDRBTt* =e0.152811(TKT*)0.672254(BPG*)-0.049 - PDRB sektor industri pengolahan adalah : PDRBIt = e1.0478TKI0.299BMD0.279BBJ0.153 BPG0.133 - PDRB sektor listrik, gas, dan air bersih adalah : PDRBLt = e3.691968TKL0.139929BBJ0.469858 - PDRB sektor bangunan adalah : PDRBBt=e5.61TKB0.25BMD0.15BBJ0.08BPG0.07 - PDRB sektor perdagangan adalah : PDRBDt = e-14.1659TKD0.728629BMD 0.960488 - PDRB sektor transportasi dan angkutan adalah : PDRBAt=e-0.44TKA0.46BMD0.24BBJ0.13BPG0.11 - PDRB sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan adalah : PDRBKt= e4.11447 TKK0.234BMD0.283BPG0.129
Penerapan principal component regression untuk menghilangkan multikolinearitas pada model PDRB sektor lembaga jasa-jasa diperoleh nilai koefisien determinasi yang baik, yaitu sebesar 80.17%. Hasil penaksiran ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor jasa-jasa mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor jasajasa, dalam artian kenaikan tenaga kerja di sektor jasa-jasa sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor jasa-jasa sebesar 0.206% dengan asumsi variabel lainnya tetap. Variabel pengeluaran untuk belanja modal, variabel pengeluaran untuk belanja barang dan jasa, serta variabel pengeluaran untuk belanja pegawai masing-masing juga mempunyai hubungan yang positif dengan besarnya nilai PDRB sektor jasa-jasa, dalam artian kenaikan pengeluaran untuk masing-masing variabel sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan nilai PDRB sektor jasa-jasa masing-masing sebesar 0.237%, 0.129%, dan 0.113% dengan asumsi variabel lainnya tetap.
13
-
PDRB sektor jasa-jasa adalah : PDRBJt=e3.189TKJ0.21BMD0.24BBJ0.13BPG0.11 - Tenaga kerja sektor pertanian adalah : TKPt=e15.16731WGP0.0104PDRBP0.0215BPG0.0103 - Tenaga kerja sektor bangunan adalah : TKBt* = e0.0446 (PDRBB*)0.314 - Tenaga kerja sektor perdagangan adalah : TKDt = e13.84344 PDRBD0.06633 - Tenaga kerja sektor transportasi adalah : TKAt = e12.14829PDRBA0.089933 2. Pada pemodelan PDRB Propinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam persamaan adalah sektor tenaga kerja, dimana variabel tenaga kerja memiliki nilai elastisitas yang lebih besar dibanding variabel-variabel lainnya. Sehingga jika ingin meningkatkan nilai PDRB Propinsi Jawa Timur, maka sektor tenaga kerja harus lebih difokuskan dan diprioritaskan dibanding faktor-faktor yang lain.
BPS, 2002. Pendapatan Nasional Indonesia 1998 – 2001. Badan Pusat Statistik. Jakarta. BPS, 2007. Jawa Timur dalam Angka Tahun 2007. Badan Pusat Statistik Propinsi Jatim. Surabaya. Gujarati, D. N., 2004. Basic Econometrics. Fourth Edition. Mc Graw-Hill, Inc. New York. http://id.wikipedia.org/, 2010. Pembangunan Ekonomi diakses 9 Februari 2010 jam 06.27 WIB. Koutsoyiannis, A., 1977. Theory of econometrics : an introductory exposition of econometric methods. Macmillan. London. Kuncoro, Mudrajad. 2001. Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. UPP AMP YKPN. Yogjakarta
Saran Dalam penelitian ini terdapat tiga jenis variabel penting yang belum masuk ke dalam model, yaitu tingkat upah tiap sektor (kecuali sektor pertanian), investasi swasta, dan investasi pemerintah daerah. Hasil penaksiran pada blok tenaga kerja banyak yang tidak signifikan dikarenakan tidak adanya ketiga jenis variabel tersebut, maka pada penelitian selanjutnya sebaiknya memasukkan tiga jenis variabel tersebut agar diperoleh hasil penaksiran yang signifikan.
Harahap, L.M., 2002. Analisis Perkembangan Sektoral dalam Kegiatan Pembangunan Ekonomi Wilayah di Kabupaten Langkat. Tesis Magister, Universitas Sumatera Utara. Medan. Nurrochmat, D.R., Sudradjat, A., Ramdan, H., Haryadi, D., dan D.S. Irawanto Eds., 2007. Reposisi Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan. Jakarta. Rahutomo, 2007. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PDRB di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tugas Akhir Sarjana, Universitas Sebelas Maret. Solo.
Daftar Pustaka Bappenas,
2006. Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor. Diakses dalam www.bappenas.go.id/.../laporanhasil-kajian-tahun-2006penyusunan-model-perencanaanlintas-wilayah-dan-lintas-sektor/ pada 4 desember 2009.
Sarwoko, 2005. Dasar-Dasar Ekonometrika. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Siregar, H., dan Sukwika, T., 2001. FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pasar Tenaga Kerja dan Implikasi Kebijakannya Terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor. Makalah Riset, Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.
BPS, 1996. Pedoman Praktik Perhitungan PDRB Kabupaten/Kota madya Buku I. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Pedoman Praktik Perhitungan PDRB Kabupaten/Kota madya Buku II. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
14
Sumodiningrat, G., 2002. Ekonometrika Pengantar. BPFE. Yogyakarta.
Addison Wesley Publishing Company, Inc, America.
Supranto, J. 1995. Ekonometrik Buku Dua. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Widarjono, A., 2007. Ekonometrika : Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis Edisi Kedua. EKONISIA. Yogyakarta.
Wei, W., W. S., (1990), Time Analysis Univariate and Multivariate Methods,
15