65
PEMODELAN SISTEM Pendekatan Sistem
Sistem Rantai Pasokan Agroindustri Tapioka secara garis besar terdiri dari 4 level pelaku utama, yaitu: petani ubi kayu, pedagang ubi kayu, industri tapioka, pedagang tapioka dan konsumen tapioka. Seluruh kegiatan mata rantai tersebut saling terkait erat satu sama lain dan saling mempengaruhi. Seluruh aktivitasnya terdapat interaksi yang sangat kuat dari masing-masing pemangku kepentingan (stake holder), baik yang terkait secara langsung maupun dari aktivitas-aktivitas yang berasal dari usaha berbasis ubikayu lainnya. Kegiatan sistem rantai pasokan tapioka diawali dengan panen ubi kayu dari lahan pertanian ubikayu. Di Kabupaten Bogor lahan ubi kayu tersebar tiap desa dari 10 kecamatan di wilayah Bogor yaitu: Sukaraja, Babagan Madang, Sukamakmur, Cariu, Klapatunggal, Gunung Putri, Citeurep, Bojong Gede dan Kemang (Firdaus, 2004). Ubi kayu yang bermutu baik mempunyai ciri keras, masa panen 11-12 bulan dan apabila dipatahkan akan terasa apakah ubi kayu tersebut banyak mengandung butiran pati. Penggunaan ubi kayu yang bermutu baik berpengaruh nyata terhadap mutu tapioka. Apabila ubi kayu yang digunakan baik maka hasilnya akan lebih banyak tapioka yang dihasilkan. Panen ubi kayu adalah pencabutan akar /umbi singkong dari lahan panen hingga transportasi ke pabrik pengolahan tapioka kasar. Kegiatan awal dari panen ini dimulai dengan pencabutan umbi singkong kemudian memisahkannya dari batang pohon dan daun.
Hasil panen ini diangkut ke pabrik atau
pengepul/tengkulak ubi kayu dengan mobil pick up. Ubi kayu yang didapatkan oleh para pengusaha tapioka sudah berupa ubi kayu kupasan. Harga dari ubi kayu berkisar 550-650/kg tergantung dari mutunya dan banyaknya suplai. Harga ubi kayu ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar, dalam hal ini ditentukan oleh pembeli yaitu industri tapioka kasar atau pengepul. Petani tidak berada pada posisi tawar yang kuat. Penawaran harga dibuka oleh pembeli dan biasanya pembeli mendatangi lokasi panen. Apabila harga ubi kayu tidak sebanding dengan biaya
66
budidaya maka petani lebih memilih membiarkan tananam ubikayu di lahan. Para pengusaha tapioka mendapatkan ubi kayu dari para petani serta ada juga yang melalui tengkulak dengan cara berhutang dan baru akan dibayar setelah ubi kayu yang menjadi tapioka telah terjual. Tetapi ada juga yang dibayar pada saat penyerahan barang, hal tersebut tergantung pada kecukupan modal. Menurut Falcon (1996), tanpa memperhatikan sistem penanamannya, ubi kayu akan tumbuh dengan baik bila ditanam pada waktu curah hujan yang lebat, karena tanaman dapat bertoleransi dengan kekeringan kecuali pada periode dini pertumbuhannya. Musim penghujan pada tahun 2009 berlangsung pada bulan September- Mei dan para petani ubi kayu menanam ubi kayu pada bulan FebruariApril. Oleh karena itu, dengan memperhatikan bahwa umur ubi kayu berkisar antara 11-12 bulan, maka panen akan terjadi pada bulan Januari-April 2010 dan hal tersebut berimbas pada harga tapioka. Apabila dibiarkan terlalu lama tidak dipanen maka umbi singkong akan menjadi kayu dan menurunkan kadar patinya. Paling lama 2 hari setelah panen ubi kayu segar ini harus segera diproses menjadi tapioka, karena apabila terlalu lama disimpan akan mengalami perubahan warna menjadi hitam akibat kerja enzim polifenolase yang terdapat dalam lendir umbi, yang mengakibatkan patinya berkurang. Tidak semua hasil panen ubikayu ini diproses menjadi tapioka, sebagian dipasok sebagai bahan baku
industri
makanan ringan, seperti keripik singkong dan aneka makanan dari singkong. Prakiraan jumlah produksi ubi kayu didasarkan pada luas panen dikalikan dengan produktivitas. Rata-rata produktivitas ubi kayu sebesar 18,9 ton/ha. Rendahnya produktivitas ubi kayu sebagai akibat dari minimnya teknologi budidaya dan penanganan pascapanen ubi kayu. Populasi tanaman ubi kayu perhektar rata-rata 10.000 pohon. Lahan ubi kayu umumnya berada disekitar industri. Luas lahan ubi kayu ini semakin menyusut, sebagai perbandingan pada tahun 1998 lahan ubi kayu berkisar radius 4-5 km dari pabrik tapioka halus, tetapi pada tahun 2008 sudah mencapai radius 20 km dari pabrik tapioka. Produksi tapioka kasar sangat bergantung pada musim dan jumlah ubi kayu yang dipasok dari petani atau pengepul. Dilihat dari kepemilikan usahanya, kegiatan usaha tapioka kasar merupakan usaha milik sendiri dan tidak memiliki badan hukum. Pengelolaan usaha ini dilakukan secara berkelompok. Biasanya
67
satu penggilingan dikelola oleh tiga sampai lima orang pengusaha, tergantung besar kecilnya skala produksi. Usaha kecil ini belum pernah melakukan kemitraan dengan pihak lain yang nantinya dapat berfungsi untuk meningkatkan produksinya, mengontrol harga, memperluas daerah pemasaran, membantu permodalan dan sebagainya. Kebanyakan pengusaha tapioka kasar tidak tamat sekolah, pendidikan paling tinggi ialah tamatan Sekolah Dasar. Dalam operasinya, industri tapioka ini menggunakan tenaga kerja yang masih ada hubungan keluarga (Wardana, 2006). Oleh karena itu, usaha ini merupakan usaha yang turuntemurun. Tenaga kerja industri tapioka merupakan tenaga kerja borongan, yaitu tenaga kerja yang diupah berdasarkan satu kali pengolahan ubikayu menjadi tapioka. Pendapatan pekerja berkisar antara Rp 5.000-Rp 10.000 per kuintal tapioka. Dalam memilih tempat produksi, pengusaha tapioka memilih tempat yang relatif dekat dengan sungai, agar suplai air dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, faktor jarak dengan pasar merupakan hal yang dipertimbangkan, karena berpengaruh terhadap ongkos angkut dari penggilingan ke tempat tapioka dipasarkan. Ongkos angkut tapioka berkisar Rp 10.000-Rp 15.000/kuintal, tergantung dari jarang tempuh yang diperlukan. Sekali angkut ke pasar biasanya berkisar antara 3-5 kuintal. Kegiatan produksi tapioka kasar ini diawali dengan proses pengupasan kulit kemudian proses pencucian untuk memisahkan dari kotoran-kotoran atau tanah yang melekat. Selanjutnya singkong diparut / dihancurkan dengan alat yang digerakkan secara manual. Hasil pemarutan kemudian dicampur air dan Natrium bisulfat sebagai bahan pemutih dan agar produk tidak berbau apek, kemudian campuran diaduk. Hasil adukan diperas dan disaring dengan kain bekas untuk memisahkan pati dengan ampas. Pati yang bercampur air diendapkan agar produk menjadi bersih dari kotoran selama 5-6 jam. Dari tangki pati cairan tersebut selanjutnya dijemur dibawah sinar matahari selama 48 jam hingga mencapai kadar air 14%. Hasil pengeringan ini masih berupa gumpalan tepung kasar yang kemudian digiling dan diayak untuk mendapatkan tepung tapioka yang lebih halus. Hasil produksi tapioka kasar ini belum memenuhi standar SNI tentang kualitas tapioka, oleh karena itu produk tapioka kasar akan diproses lebih lanjut oleh industri tapioka halus. Rendemen tapioka kasar berkisar antara 25-27% dari
68
ubi kayu. Dalam proses produksi tersebut dihasilkan tiga jenis limbah, yaitu 1) kulit singkong, limbah ini tidak memiliki nilai ekonomi akan tetapi dapat dimanfaatkan untuk bahan kompos oleh penduduk yang ada di sekitarnya. 2) Onggok merupakan ampas hasil pemisahan dengan pati, ampas ini mempunyai nilai ekonomi dengan harga basah sekitar Rp.50.000,-/ton dapat digunakan untuk pakan ternak dan bahan baku asam sitrat. 3) Air limbah yang harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang karena mengandung sianida yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Industri tapioka kasar ini dalam proses pengeringan masih mengandalkan panas sinar matahari pada area terbuka dengan tempat penjemuran yang terbuat dari bambu. Implikasi dari itu semua, dalam merubah input menjadi output usaha kecil tapioka tersebut sangat mengandalkan tenaga manusia. Kualitas tapioka akan sangat bergantung pada musim, apabila musim penghujan selain proses pengeringan lebih lama juga kadar kelembaban masih tinggi, akibatnya biaya tenaga kerja meningkat sementara harga jual tapioka kasar ini turun. Produk tapioka kasar ini dipasok ke industri tapioka halus untuk diproses lebih lanjut sehingga menghasilkan tapioka halus dengan kualitas sesuai standar SNI. Perencanaan produksi tapioka kasar ditentukan oleh jumlah pasokan ubi kayu dan waktu pengeringan. Harga tapioka kasar ini ditentukan oleh mekanisme pasar yaitu industri tapioka halus yang didasarkan pada kualitas tapioka kasar. Krisis pada level industri tapioka kasar ini ditandai dengan menurunnya kemampuan produksi tapioka kasar yang berakibat krisis pada level industri tapioka halus. Perencanaan produksi tapioka halus didasarkan pada jumlah pasokan bahan baku yaitu tapioka kasar, tidak berdasarkan permintaan karena semua hasil produksi tapioka halus terserap pasar, bahkan masih banyak permintaan yang tidak terpenuhi. Proses produksi tapioka halus diawali dengan penerimaan bahan baku dari pemasok yaitu industri tapioka kasar. Dalam pengadaan bahan baku ini tidak ada model kerjasama atau sistem pemesanan yang terstruktur. Produsen tapioka kasar membawa produknya dan menawarkan kepada pabrik tapioka halus, jika ada kesepakatan harga maka transaksi terjadi, apabila tidak terjadi kesepakatan harga maka pemasok akan pindah ke pabrik yang lain. Tidak adanya kelembagaan yang mengatur tataniaga dan informasi harga tapioka ini
69
mengakibatkan terjadi persaingan dalam pembelian bahan baku. Ada sekitar 10 pabrik tapioka halus yang bahan bakunya mengandalkan pasokan dari industri tapioka kasar dari sekitar Kabupaten Bogor seperti yang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Daftar pabrik tapioka halus di kabupaten Bogor
Nama Pabrik
Merk
PT Kujang
Tapioka Kujang
PT Tapioka Setia
Kupu-Kupu
PT Benteng Tapioka
Dua Lombok
Liaow Cui Kang
Orang Tani
Liaow Liong Yap
Pak Tani
PT Dua Udang
Dua Udang
Nagamas
Nagamas
KOPTAR
Anak Satu Tepung Tapioka KOPTAR
Arifin Makmur Tapioka CV Bambu Kuning
Dua Bambu Kuning
Walaupun pembelian bahan bahan baku dilakukan setiap hari, namun sering tidak mencukupi untuk produksi dengan kapasitas optimal. Kapasitas produksi (8 jam/hari) adalah 15 ton/hari. Seperti disajikan pada Tabel 7 berikut ini, pasokan bahan baku tidak mencukupi untuk produksi dalam satu bulan pada musim penghujan, sehingga proses produksi terpaksa berhenti, meskipun pada kenyataannya kegiatan produksi tetap berlangsung yaitu melakukan proses pengemasan. Tabel 7 Rata-rata pasokan bahan baktu dan waktu produksi tapioka Perioda
Pasokan bahan baku (kg)
Rata-rata waktu produksi (hari)
Juli 08
412,987
28
Agustus' 08
439,698
29
70
Tabel 7 Rata-rata pasokan bahan baktu dan waktu produksi tapioka (lanjutan) Pasokan bahan baku (kg)
Rata-rata waktu produksi (hari)
September '08
83,977
6
Oktober 08
158,212
11
Nopember 08
151,529
10
Desember 08
141,057
9
Januari 09
109,216
7
Februari 09
115,228
8
Maret 09
125,899
8
April 09
455,968
30
Mei 09
404,186
27
Juni 09
367,442
24
Perioda
Harga tapioka kasar didasarkan pada kualitas produk yaitu bervariasi antara Rp.2000,- hingga Rp.4600,- per kg. Selain itu harga tapioka kasar juga ditentukan kualitas tapioka kasar. Kualitas tapioka kasar dikelompokan menjadi 4 grade. Sistem pemeriksaan kualitas dilakukan dengan mengambil sampel dari produk oleh pembeli dan secara visual diperiksa warna. aroma, kadar air dan kehalusan dari tapioka kasar. Biaya transportasi ditanggung oleh pemasok. Penawaran harga dibuka oleh pembeli, apabila ada ketidakcocokan harga dari kedua belah pihak maka penjual akan pindah ke pembeli pabrik lain hingga diperoleh kecocokan harga. Tidak adanya kelembagaan yang mengatur pemasaran dan informasi harga mengakibatkan meningkatnya biaya transportasi dan lemahnya posisi tawar industri kecil tapioka kasar. Bahan baku yang berupa tapioka kasar selanjutnya diproses pada mesin giling untuk menghaluskan tapioka, kemudian dilakukan pengayakan untuk memisahkan granula pati dengan kotoran sehingga diperoleh tepung tapioka halus yang memenuhi standar kualitas SNI. Rendemen dari tapioka halus adalah 90 % hingga 95% dari tapioka kasar. Ampas dari tapioka halus ini dapat digunakan sebagai bahan baku lem atau saos. Pabrik tapioka halus ini berproduksi selama 7-8 jam per hari dengan upah tenaga kerja sistem borongan sebesar Rp.1000,-/kuintal. Rata-rata dibagian produksi mempekerjakan 7 orang tenaga kerja, sehingga
71
apabila dalam sehari memproduksi 15 ton tapioka maka pendapatan per-orang rata-rata Rp.150.000,-/7 = Rp. 21.500,Proses selanjutnya adalah penimbangan, pengemasan dan penyimpanan. Sebagian besar hasil produksi dijual ke industri makanan, seperti kerupuk dan mi. Sistem penjualan ini berdasarkan pesanan dan distribusi produk dilakukan oleh pabrik tapioka akan tetapi pembebanan biaya oleh pembeli. Harga tapioka di pasaran bervariasi, hal ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan perusahaan dalam menerapkan teknologi produksi maupun strategi pemasaran yang digunakan. Harga tapioka halus pada bulan Juni 2009 ditingkat pengusaha Kabupaten Bogor Rp.2800,- hingga Rp.5900,- dan rata-rata Rp 4300,per kg. Harga tapioka Lampung bisa mencapai Rp.2000,- hingga Rp.4500,- per kilogram, karena di Lampung bahan baku relatif lebih murah dan biaya produksi lebih efisien karena menggunakan mesin-mesin lebih modern dan berskala besar. Kapasitas produksi tapioka industri besar di Lampung dan Jawa Timur berkisar antara 125 hingga 200 ton/hari, sedangkan di kabupaten Bogor rata-rata 15 ton per-hari. Selain itu harga tapioka juga dipengaruhi oleh impor tapioka yang membanjiri pasar nasional. Pada awalnya kebijakan impor tapioka diberikan kepada industri-industri besar penghasil sorbitol sebagai bahan baku, karena pasokan tapioka domestik tidak mencukupi kapasitas produksi sorbitol yang mencapai 60.000 ton /tahun. Pada situasi perdagangan seperti ini industri tapioka kecil tidak memiliki posisi tawar harga yang kuat. Ketidakberdayaan terhadap kebijakan harga ini membuat industri tapioka halus kehilangan kemampuan untuk menjalankan bisnis tapioka halus. Hal ini menandakan adanya sinyal krisis pada industri tapioka halus. Keterkaitan agroindustri tapioka dijelaskan pada Gambar 12.
72
Harga ubikayu
5 Konsumen ubikayu lainnya
6 Konsumen Tapioka lainnya
Harga Tapioka kasar
Harga ubikayu
7 Industri tapioka skala besar
Harga Tapioka Harga Tapioka
8 Harga tapioka impor
Tapioka halus
Tapioka halus
Harga Tapioka 1. Petani ubukayu
ubikayu
2 Produsen Tapioka kasar
Tapioka kasar
3 Produsen Tapioka halus Tapioka halus
4 Industri pangan berbasis tapioka
Aliran informasi harga
Aliran produk
Gambar 12. Model Keterkaitan Agroindustri Tapioka
Analisis kebutuhan
Ketika kebutuhan manusia dan perkembangan teknologi meningkat maka lingkunganpun akan berubah. Saat ini dunia bisnis telah memasuki era turbulensi, yaitu suatu era dimana perubahan lingkungan mempengaruhi perubahan bisnis. Perubahan-perubahan tersebut begitu hebat sehingga sehingga sistem agribisnis yang terlihat sangat amanpun tidak bisa kebal terhadap kegagalan karena tidak siap mengikuti perubahan tersebut. Krisis agroindustri tapioka yang ditandai dengan penurunan kemampuan industri dalam menjalankan fungsi produksi dan bisnisnya menjadi ancaman yang setiap saat bisa terjadi. Agroindustri tapioka melibatkan beberapa pihak yang saling terkait dan saling berkepentingan. Terkait dengan tujuan dan kepentingan
kelangsungan
bisnisnya serta mengantisipasi ancaman krisis, setiap pihak mempunyai kebutuhan masing-masing. Kebutuhan setiap pihak dapat saling menguntungkan atau saling konflik. Analisis kebutuhan sangat diperlukan untuk merancang suatu model yang mampu mengakomodir semua kebutuhan pihak-pihak yang terkait. Langkah awal dari analisis kebutuhan ini adalah mengidentifikasi pihak yang berkepentingan dan kebutuhannya.
73
Agroindustri tapioka melibatkan petani ubi kayu, penyedia jasa transportasi dari lahan ke pabrik/pengepul, pengepul, pabrik tapioka kasar dan pabrik tapioka halus. Peran lembaga keuangan dan pemerintah sebagai fasilitator dan regulator sangat diperlukan dalam pengembangan agroindustri tapioka ini. Petani melakukan budidaya ubi kayu secara tradisional diatas lahan yang dimiliki, optimasi produktivitas ubi kayu dan harga jual ubi kayu yang dapat meningkatkan pendapatan menjadi tujuan kelangsungan kegiatan pertanian ubi kayu. Untuk menjaga kualitas tapioka maksimal 2 hari ubi kayu segar harus segera diproses, oleh karena itu sarana dan prasarana trasportasi yang memadai menjadi hal yang sangat dipentingkan. Keuntungan bisnis dari pabrik tapioka kasar dapat diperoleh apabila mampu melakukan kontinuitas dan efisiensi produksi serta meningkatkan kualitas produk. Kontinuitas pasokan ubi kayu dan pengembangan teknologi sangat mendukung tercapainya tujuan tersebut. Kelangsungan industri tapioka halus bergantung pada perencanaan produksi pada kapasitas optimal, kestabilan dan kesesuain harga. Pemerintah memiliki kepentingan dalam pengembangan agroindustri tapioka khususnya dalam hal penyerapan tenaga kerja dan perbaikan ekonomi makro. Untuk lebih jelasnya analisis kebutuhan dari pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan agroindustri tapioka disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Daftar kebutuhan pemangku kepentingan industri tapioka No
Pelaku
1
Petani
2
Industri Tapioka kasar
Kebutuhan a. b. c. d. e. f. g. h. i. a. b. c. d. e.
Harga jual yang tinggi Peningkatan teknologi budidaya ubi kayu Permintaan ubi kayu yang tinggi Peningkatan nilai tambah Iklim usaha yang kondusif Ubikayu yang berkualitas tinggi Pasokan bibit yang berkualitas Sarana dan prasarana transportasi yang memadai Tersedianya kredit modal kerja Peningkatan teknologi proses Permintaan tapioka yang tinggi Peningkatan nilai tambah Sumberdaya manusia yang terampil Iklim usaha yang kondusif
74
Tabel 8 Daftar kebutuhan pemangku kepentingan industri tapioka (lanjutan) No
Pelaku
Kebutuhan
2
Industri Tapioka kasar
3
Industri tapioka halus
4
Industri Pangan
5
Pemerintah
6
Lembaga keuangan
f. Terjaminnya kontinuitas pasokan dan kualitas bahan baku g. Harga jual tapioka yang tinggi h. Input produksi yang efisien i. Transparansi informasi harga a. Peningkatan Teknologi produksi b. Permintaan tapioka yang tinggi c. Peningkatan nilai tambah d. Sumberdaya manusia yang terampil e. Iklim usaha yang kondusif j. Terjaminnya kontinuitas pasokan dan kualitas bahan baku f. Harga jual tapioka yang tinggi g. Input produksi yang efisien h. Transparansi informasi harga a. Permintaan produk tinggi b. Peningkatan nilai tambah c. Sumberdaya manusia yang terampil d. Iklim usaha yang kondusif e. Terjaminnya kontinuitas pasokan bahan baku a. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja b. Meningkatkan daya saing c. Kelestarian lingkungan d. Menghasilkan produk berkualitas tinggi e. Pertumbuhan ekonomi perdesaan a. Kelancaran penyaluran kredit b. Kelancara pengembalian kredit Formulasi permasalahan
Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan agroindustri tapioka rakyat dapat diformulasikan sebagai berikut: 1. Krisis yang terjadi pada agroindustri tapioka rakyat disebabkan oleh perilaku manusia yang mengutamakan keuntungan sebesar-besarnya tanpa mempertimbangkan pembangunan agroindustri berkelanjutan. 2. Fluktuasi dan ketidakpastian harga tapioka halus disebabkan oleh struktur pasar yang monopsonistik dan oligopoli. 3. Kualitas sumberdaya yang rendah dan lemahnya posisi tawar petani dan pengusaha kecil tapioka mengakibatkan lemahnya dayasaing industri tapioka rakyat dan usaha ubikayu.
75
4. Kurangnya akses informasi, teknologi dan keterjangkauan akses permodalan mengakibatkan rendahnya produktivitas produksi ubi kayu dan tapioka. 5. Kelangkaan pasokan ubi kayu sebagai bahan baku tapioka diakibatkan oleh turunnya daya tarik petani untuk menanam ubi kayu, semakin sempitnya lahan, minimnya teknologi pertanian dan
rendahnya
produktivitas produksi ubi kayu Dengan memperhatikan permasalahan utama dalam pengembangan industri berbasis ubi kayu, maka dibutuhkan suatu prosedural model pengelolaan yang proaktif malakukan prakiraan potensi krisis dan perencanaan pengendaliannya. Model yang dibangun ini untuk meminimalkan kerugian sebagai dampak chaos dan melakukan upaya pemulihan serta pencegahan krisis.
Identifikasi Sistem Identifikasi sistem merupakan hubungan antara kebutuhan dengan permasalahan yang harus dipecahkan dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Identifikasi sistem ini diperlukan untuk memfokuskan pemodelan tanpa mengurangi kompleksitas yang ada.
Pengetahuan ini diperlukan dalam
perancangan model sistem deteksi dini yang akan dikembangkan. Agregasi atas kepentingan setiap pemangku kepentingan teridentifikasi bahwa manajemen pengelolaan krisis merupakan optimalisasi dari sumberdaya agroindustri tapioka. Sistem manajemen krisis yang akan dikembangkan menghadapi berbagai kendala klasik yang selalu dihadapi industri di Indonesia. Bagaimana sistem yang akan dikembangkan ini dapat mengoptimalkan setiap kepentingan dari pemangku kepentingan yang terlibat pada agroindustri tapioka. Tujuan pengembangan sistem deteksi dini ini adalah untuk menjamin kelangsungan agroindustri tapioka skala kecil. Dengan demikian akurasi pendugaan dari variabel-variabel yang mempengaruhi hasil akhir yang diinginkan merupakan prasyarat bagi keberhasilan sistem yang dibangun. Tujuan tersebut merupakan gambaran output yang dikehendaki bahwa keberlangsungan agroindustri tapioka akan memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui ketersediaan lapangan kerja,
76
pemberdayaan ekonomi petani di pedesaan, meningkatkan daya saing untuk menjamin pemenuhan permintaan tapioka regional dan ekspor. Industri tapioka yang memiliki daya saing ini diharapkan akan menarik investor dan mengingkatkan devisa negara.
Perancangan sistem yang dibangun mencakup
pengendalian variabel-variabel input yang terkait rantai kebelakang dan kedepan (backward dan forward lingkage) dari sistem agroindustri tapioka sehingga dapat mengoptimalkan
variabel-variabel
output
sesuai
yang
diinginkan
dan
meminimalkan output yang tidak dikehendaki. Secara diagramatis keterkaitan variabel-variabel dalam agroindustri tapioka dapat dilihat pada Gambar 13. Sektor produksi tapioka halus membentuk loop positif dari faktor-faktor penyusunnya yaitu pasokan bahan baku dan harga tapioka. Untuk meningkatkan keberlanjutan produksi tapioka halus dengan melakukan optimalisasi faktor pasokan bahan baku (backward linnkege) dan harga tapioka (forward linkage). Dari aspek penyediaan bahan baku, bagaimana tapioka kasar sebagai bahan baku tapioka halus dapat selalu tersedia baik dari segi jumlah, dan mutu yang sesuai dengan kebutuhan industri tapioka halus. Tingkat produksi ubikayu, harga ubikayu dan iklim menjadi kendala dalam menjamin kontinuitas pasokan bahan baku. Causal loop diagram yang disajikan pada Gambar 13, sektor pasokan bahan baku membentuk loop positif, oleh karena itu optimalisasi rantai nilai level petani dan optimalisasi produksi tapioka kasar akan mendukung kontinuitas pasokan bahan baku.Variabel input terkendali yaitu sumberdaya yang dibutuhkan dalam kegiatan memasok bahan baku pada sektor ini meliputi: teknologi budidaya ubi kayu, teknologi pengolahan tapioka kasar, sistem tataniaga ubi kayu, dan kelembagaan keuangan. Dari aspek penyaluran produk tapioka halus, bagaimana kestabilan harga dapat dijamin sehingga mampu meningkatkan daya saing dan meningkatkan rantai nilai. Mutu produk, monopoli pasar oleh industri besar dan akibat lemahnya regulasi terhadap kebijakan impor tapioka menjadi kendala dalam menjamin kestabilan harga tapioka. Pada causal loop diagram sektor harga tapioka halus membentuk loop negatif. Oleh karena itu peningkatan peran pemerintah terhadap kebijakan impor, ekspor dan industri hilir tapioka sangat diperlukan untuk mengendalikan stock
77
tapioka dipasar yang dapat mempengaruhi harga tapioka. Variabel input terkendali pada sektor ini meliputi: sistem tataniaga tapioka, kelembagaan keuangan dan kebijakan sistem perpajakan ekspor dan impor, dan kebijakan terhadap industri hilir. Input tak terkendali yaitu elemen dalam sistem yang mempengaruhi kinerja sistem tetapi tidak dapat dikendalikan keberadaannya. Dalam sistem manajemen krisis agroindustri tapioka ini input tak terkendali meliputi: luas lahan, rendemen, kualitas ubikayu, permintaan tapioka, daya beli masyarakat, biaya produksi. Output yang dikehendaki adalah tujuan yang ingin dicapai yang meliputi: keberlanjutan produksi tapioka, iklim usaha yang kondusif, peningkatan daya saing, peningkatan kualitas tapioka, kontinuitas pasokan bahan baku, kestabilan harga, peningkatan pendapatan, dan peningkatan devisa. Output yang tidak dikehendaki adalah efek yang tidak diinginkan sehingga perlu diminimumkan. Output yang tidak dikehendaki ini meliputi : Penurunan kemampuan produksi, fluktuasi harga tapioka, kekurangan pasokan bahan baku, penurunan daya saing, penurunan mutu produk dan penurunan pendapatan. Input lingkungan
merupakan
kondisi
lingkungan
diluar
sistem
yang
turut
mempengaruhi kinerja sistem. Input lingkungan sistem manajemen krisis ini meliputi: Impor tapioka, nilai tukar mata uang, perkembangan industri hilir. Untuk lebih jelasnya hubungan keterkaitan variabel-variabel ini disajikan pada diagram black box Gambar 14
60
Gambar 13 Diagram Sebab Akibat sistem agroindustri tapioka
144
Input Lingkungan 1. Impor Tapioka 2. Nilai tukar mata uang 3. Perkembangan industri hilir 4. Iklim Input Tak Terkendali: 1. Luas lahan 2. Rendemen 3. Kualitas Ubikayu 4. Permintaan 5. Daya beli masyarakat 6. Biaya produksi
Otput yang dikehendaki 1. Kestabilan harga 2. Keberlanjutan produksi 3. Iklim usaha yang kondusif 4. Peningkatan daya saing 5. Peningkatan devisa
Sistem Intelijen Pengembangan Agroindustri Tapioka
Input Terkendali: 1. Teknologi budidaya ubikayu 2. Teknologi Proses Tapioka 3. Sistem Tataniaga ubikayu 4. Sistem tataniaga tapioka 5. Kelembagaan keuangan 6. Kebijakan ekspor &impor 7. Kebijakan thd industri hilir
Manajemen Pengendalian Krisis
Otput yang tak dikehendaki 1. Penurunan kemampuan produksi 2. Penurunan mutu 3. Fluktuasi harga 4. Penurunan pendapatan 5. Kekurangan pasokan bahan baku 6. Penurunan devisa
Gambar 14. Diagram Black Box Manajemen Pengendalian Krisis
Identifikasi sumber turbulensi Analisis situasional dan kebutuhan sistem serta identifikasi sistem menjadi landasan dalam menetapkan cakupan sistem yang lebih rinci. Cakupan sistem yang dimaksudkan adalah fungsi-fungsi pokok yang menjadi perhatian utama dalam membangun model strategi pengembangan agroindustri ubi kayu. Identifikasi sumber turbulensi akan menjadi kegiatan yang menentukan dalam menemukan faktor kunci sebagai sumber krisis agroindustri tapioka. Prosedur dalam melakukan identifikasi sumber turbulensi disajikan pada Gambar 15.
145
Mulai
Penentuan pakar
Focus Group Discusion identifikasi faktor kunci sumber krisis
identifikasi variabelvariabel yang mempengaruhi faktor kunci
Perancangan kuisioner perbandingan berpasangan
Pengisian kuisioner perbandingan berpasangan
Selesai
Penghitungan bobot variabel
ya Konsisten
Uji konsistensi
Proses defuzzyfikasi
tidak
Gambar 15 Diagram alir prosedur identifikasi sumber turbulensi
Focus Group Discusion (FGD) dengan para pakar yaitu pengusaha tapioka halus, pengusaha tapioka kasar, perwakilan dari asosiasi industri tapioka dan perwakilan dari Dinas Pertanian Pemda Kabupaten Bogor, dilakukan untuk mengidentifikasi faktor kunci sebagai sumber krisis. Hasil ekstraksi dari hubungan sebab akibat dari semua elemen sistem yang dijelaskan pada Gambar 13 dituangkan dalam diagram root cause tree pada Gambar 16, digunakan sebagai panduan FGD. Hasil FGD ditemukan bahwa faktor penyebab krisis agroindustri tapioka adalah 1) harga tapioka halus dan 2) pasokan bahan baku (tapioka kasar). Untuk lebih jelasnya disajikan dalam diagram root cause tree pada Gambar 16.
146
Gambar 16 Diagram root cause tree agroindustri tapioka Dari data historis pada bulan Juli 2009 harga tapioka Rp.5700,-/kg dan harga tapioka kasar sebagai bahan baku tapioka halus sebesar Rp.5000,-/kg menghasilkan profit sebesar Rp.95,-/kg atau sebesar 1,67% dari harga jual. Komponen biaya produksi yang terbesar adalah pada pembelian bahan baku. Fuktuasi harga jual tapioka halus dan fluktuasi harga tapioka kasar sebagai bahan baku tapioka halus sangat berpengaruh terhadap profit margin. Untuk jelasnya disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Struktur harga tapioka halus bulan Juli 2009 Deskripsi biaya Harga Jual rata-rata A. Biaya Produksi Harga tapioka kasar Biaya Tenaga Kerja Biaya Overhead produksi
Rp/kg 5700
%/kg 100%
5000 87.72% 150 2.63% 100 1.75%
147
Tabel 9 Struktur harga tapioka halus bulan Juli 2009 (lanjutan) Deskripsi biaya A. Biaya Produksi Biaya Gudang Biaya Pengepakan B. Biaya Lain-lain Biaya distribusi Biaya Pemasaran Biaya Pemeliharaan C. Biaya Umum Biaya Pegawai Biaya Administrasi Depresiasi D. Margin Operasional
Rp/kg
%/kg
30 75 150
0.53% 1.32% 2.63%
100
1.75%
95
1.67%
Perencanaan produksi tapioka halus tidak didasarkan pada permintaan, melainkan sangat bergantung pada pasokan bahan baku. Pangsa pasar tapioka masih cukup besar, semua hasil produksi tapioka halus di kabupaten Bogor terserap oleh pasar, khususnya pada industri kerupuk. Fluktuasi pasokan bahan baku sangat mempengaruhi tingkat produksi dan waktu produksi. Data historis tahun 2008 menunjukkan pasokan bahan baku dan waktu produksi. Beberapa periode terdapat pemberhentian produksi karena kekurangan pasokan bahan baku, walaupun pada kenyataannya tenaga kerja melakukan pengemasan, penyimpanan dan pengiriman tapioka ke konsumen. Untuk jelasnya disajikan pada Gambar 17. 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Hari kerja normal hari kerja aktual
Gambar 17 Grafik perbandingan hari kerja Dari analisis sebab akibat dan diagram root cause tree yang diklarifikasi pada forum FGD, harga tapioka halus dan jumlah pasokan tapioka kasar merupakan
148
faktor kunci sebagai sumber pemicu krisis. Variabel-variabel yang mempengaruhi harga tapioka halus, adalah harga tapioka kasar, impor tapioka, kualitas tapioka, permintaan tapioka dalam negeri, permintaan ekspor, biaya produksi dan musim. Ekspor tapioka, impor tapioka, perkembangan industri hilir dan jumlah produksi tapioka dari industri besar memberikan kontribusi kepada stok tapioka halus. Variabel-variabel yang mempengaruhi pasokan tapioka kasar adalah: harga ubikayu, produksi ubikayu, musim, biaya produksi, dan kualitas tapioka kasar. Dalam forum FGD tersebut selanjutnya dilakukan pemilihan dari variabel-variabel yang dominan memiliki pengaruh terhadap harga tapioka dan pasokan tapioka kasar dengan melibatkan 3 pakar ( pengusaha tapioka halus, perwakilan dari asosiasi industri tapioka dan dinas pertanian pemda Kab.Bogor). Kuisioner dirancang dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan, dengan penilaian pendapat berupa data linguistik dalam 5 kategori yang diadopsi dari Fuzzy Analytical Hierarchy Process (AHP). Kelima kategori tersebut adalah: ” sama penting”(E), ”sedikit lebih penting”(W), ”sangat penting”(S), ”Sangat nyata lebih penting”(VS), dan ”mutlak lebih penting” (A) yang kemudian diterjemahkan dalam rentang nilai berdasarkan Triangular Fuzzy Number.
Pada Tabel 10 adalah contoh pengisian kuisioner
perbandingan berpasangan oleh pakar 1.
Tabel 10 Matriks perbandingan berpasangan Fuzzy Faktor A. Harga tapioka kasar B. Impor tapioka C. Biaya produksi D.Permintaan tapioka dalam negeri E.Permintaan tapioka ekspor F. Kualitas Tapioka G. Musim
A
B
1 1/S S 1 1/S 1/S 1/VS 1/A 1/S 1/S 1/W 1/S 1/E 1/W
C
D
E
S VS S S A S 1 W E 1/W 1 W 1/E 1/W 1 W 1/W 1/E 1/E S W
F
W E S W 1/E E W 1/S E 1/W 1 1/W W 1
Hasil dari pengolahan data, bobot variabel-variabel yang berpengaruh terhadap harga tapioka adalah:
G
149
Tabel 11 Bobot variabel yang berpengaruh terhadap harga tapioka halus No
Variabel
Bobot
1
Volume impor tapioka
0.391
2
Harga tapioka kasar
0,229
3
Biaya produksi
0,110
4
Musim
0,083
5
Permintaan tapioka dalam negeri
0,071
6
Permintaan tapioka ekspor
0,067
7
Kualitas tapioka kasar
0.050
Berdasarkan bobot terbesar dan ketersediaan data maka variabel volume impor tapioka, harga bahan baku, biaya produksi dan biaya produksi tapioka halus dipilih sebagai variabel sumber turbulensi yang selanjutnya digunakan sebagai variabel input pada peramalan harga tapioka. Hasil dari pengolahan data perbandingan berpasangan fuzzy menghasilkan bobot variabel-variabel yang mempengaruhi pasokan bahan baku adalah : Tabel 12 Bobot variabel yang berpengaruh terhadap pasokan bahan baku (tapioka kasar) No
Variabel
Bobot
1 2 3 4 5
Produksi ubikayu Harga ubikayu Musim Biaya Produksi Kualitas bahan baku
0,5222 0,2696 0,0816 0,0690 0,0576
Uji eksistensi chaos Untuk mengidentifikasi keadaan chaos terhadap faktor kunci. Karateristik penting dari sistem dinamik chaos adalah 1) mempunyai ketergantungan yang sensitif terhadap kondisi awal sehingga mempunyai sifat tidak dapat diprediksi untuk jangka panjang, 2) memiliki tingkat kritis, sistem yang melewati titik kritisnya akan kehilangan kestabilan, dan 3) memiliki dimensi fraktal. Pada sistem nyata keadaan chaos sulit dimodelkan, oleh karena itu untuk mengukur keadaan chaos digunakan pengembangan Teori Chaos.
150
Penghitungan eksponen Lyapunov. Salah satu ciri data yang bersifat chaos adalah adanya ketergantungan yang sensitif terhadap kondisi awal yang ditandai dengan adanya eksponen Lyapunov positif. Dalam sebuah data terdapat lebih dari satu bilangan Lyapunov tergantung dari dimensi permasalahannya, tetapi selama ditemukan bilangan terbesar bertanda positif mengindikasikan adanya pertumbuhan tak tentu secara eksponensial, sehingga data menjadi tidak dapat diprediksi. Maka bilangan Lyapunov merupakan indikasi yang sangat penting dalam mendeteksi chaos. Seluruh spektrum dari eksponen Lyapunov sulit dihitung karena persamaan gerak tidak diketahui, akan tetapi Allan Wolf dalam (Muhyidin, 2005) telah mengembangkan metoda untuk menghitung eksponen Lyapunov terbesar dari data eksperimen. Metoda ini mengukur penyimpangan dari titik terdekat dalam ruang fasa yang direkonstruksi selama interval waktu tertentu. Prosedur yang telah dilakukan Wolf adalah dengan mengambil lintasan tertentu dalam ruang fasa dan menghitung rasio dimana
,
adalah jarak terhadap lintasan terdekat. Untuk menghitung eksponen
Lyapunov digunakan persamaan (60) yaitu
1 t N t0
N
k 1
2
log
d (t k ) d (t k 1 )
(60)
dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Merekonstruksi ruang fasa dari data dengan menggunakan embedding dimension dan time lag. 2. Memilih 2 titik berjarak sedikitnya satu periode orbital. Setelah sebuah inerval waktu yang tetap (periode evolusi), jarak kedua titik diukur. Jika jaraknya terlalu paanjang, sebuah titik pengganti dengan sudut orientasi yang sama dengan titik asli akan ditemukan. Orientasi titik yang baru harus sedekat mungkin dengan pasangan awal. 3. Menggunakan persamaan (55) untuk menghitung divergensi. Di dallam teori digunakan data yang bebas dari noise yang tidak berhingga, sedangkan pada kenyataannya kita dihadapkan pada data yang banyak noise dengan jumlah tertentu, berarti dimensi masukannya m, waktu tunda t dan maksimum serta minimum jarak yang diperbolehkan harus dipilih secara hati-hati (Peter, 1991).
151
4. Setelah penghitungan dilakukan secara lengkap, harusnya data konvergen menuju nilai yang stabil dari Lt. Jika tidak tercapai konvergen secara stabil, parameter yang digunakan belum tepat, atau kekurangan data, atau sistem tidak benar-benar bersifat non linier. Penghitungan eksponen Lyapunov ini diolah pada sofware Matlab versi 7.1. Input dari sub-model untuk penghitungan eksponen Lyapunov adalah jumlah data pengamatan
(NPT),
dimensi
masukan
(DIM),
time
lag
(TAU)
untuk
merekonstruksikan ruang fase, penambahan untuk setiap pengukuran (DT), Penyimpangan maksimum (SCALMX), penyimpangan minimum (SCALMIN), waktu evolusi (EVOLV) dan waktu minimum diantara pasangan titik (LAG). Peter (1991) menganjurkan bahwa penambahan untuk setiap pengukuran (DT) sebesar 10%, penyimpangan maksimum (SCALMX) sebesar 10%, penyimpangan minimum (SCALMIN) sebesar 1%, waktu evolusi (EVOL) menggunakan bilangan sekecil-kecilnya. Input yang digunakan seperti disajikan pada Tabel 13. Algoritma peritungan eksponen Lyapunov ini disajikan pada Gambar 18.
Tabel 13. Input penghitungan eksponen Lyapunov Input NPT DT SCALMX SCALMN EVOLV LAG DIM TAU
Harga tapioka 200 10% 10% 1% 1 1 11 4
Data Pasokan bahan baku 200 10% 10% 1% 1 1 10 4
152
Mulai
Input : X; NPT; TAU; DT; DIMEN; SCALMX; SCALMIN; EVOLV; IND; LAG; SUM;ITS; DI; ZMULT;ANGLMX;THMIN
D=SQRT(D)
i=0 j=0
D>SCALMN ?
i=i+1
TH=COS(CTH)
TDK
TDK
TH<=THMIN YA
DNEW=0
YA TDK
D<=DI ?
i=0 j=0
THMIN=TH DII=DNEW IND2=i
j=j+1
Tdk
YA
THMIN>=ANGLMX
DNEW=DNEW+(PT1(j)-Z(I,j))^2 DI=D IND2=i
i=i+1
A
YA
TDK ZMULT=ZMULT+1
j=DIMEN ? j=j+1
YA TDK
Tdk
i=NPT
ZMULT>=5
DNEW=SQRT(DNEW) A
Z(I,j)=X(i+(j-1)*TAU)
YA
YA i=0 j=0
ZMULT=1 ANGLMX=2*ANGLMX
TDK DNEW<=ZMULT*SCALMX
TDK
A
i=i+1
Tdk
j=DIMEN ? j=j+1
YA
ANGLMX>=THMIN
YA DNEW>=SCALMX i=NPT-(DIMEN-1)*TAU
TDK
PT1(j)=Z(IND+EVOLV,J) PT2(j)=Z(IND2+EVOLV,j)
A
YA
IND2=INDOLD+EVOLV DII=DF IND=IND+EVOLV DI=DII
YA
YA DOT=0 NPT=NPTDIMEN*TAUEVOLV
j=DIMEN ? TDK YA
TDK
i=NPT
j=0 i=LAG j=0
DF=0
YA
A j=j+1
i=i+1
ZLYAP(i)
j=0
D=0
j=j+1
j=j+1 DF=DF+(PT2(j)-PT1(j))^2
DOT=DOT+PT1(j)Z(I,j)*PT1(j)-PT2(j))
TDK
SELESAI j=DIMEN ? YA
j=DIMEN
D=D+DT+(Z(IND,J)z(I,J))^2
TDK
YA j=DIMEN
TDK Y A DF=SQRT(DF) ITS=ITS+1 SUM=SUM+LOG(DF/DI))/ ((1+EVOLV)^2) ZLYAP(i)=SUM/ITS INDOLD=IND2
CTH=abs(DOT/ (DNEW*DF))
TDK CTH>1 YA CTH=1
Gambar 18 Flowchart algoritma penghitungan eksponen Lyapunov Penghitungan dimensi fraktal.
153
Dimensi fraktal menunjukan seluruh variabel yang membentuk suatu obyek. Pada penelitian ini penghitungan dimensi fraktal diestimasi dengan penghitungan integral korelasi (correlation integral) dengan menggunakan persamaan (3) hingga persamaan (5) N
Cm( R) (1 / N ) * Z ( R X i X j ) 2
(3)
i , j 1 i j
Dimana Z ( x) 1 jika ( R X i X j ) 0 N = banyaknya observasi R = jarak Cm = integral korelasi untuk dimensi m Cm R D
(4)
Atau log( Cm) D * log( R) konstanta
(5)
Hasil penghitungan dimensi fraktal ini akan menentukan dimensi melekat (embedding dimension) melalui persamaan d A d E 2 A 1 . Indikasi bahwa embedding dimension dapat membantu peramalan sistem yang bersifat chaos dikemukakan oleh Ruelle (1980) yang menyatakan bahwa pada sistem yang bersifat chaos terdapat dimensi melekat (embedding dimension) dan smooth function yang dapat memodelkan fungsi tersebut. Embedding dimension dapat diketahui apabila sistem chaos diketahui. Langkah-langkah untuk menentukan dimensi fraktal dengan metoda korelasi adalah sebagai berikut: 1.
Merekonstruksi ruang fasa dari data dengan menggunakan embedding dimension dan time lag.
2.
Menghitung integral korelasi
menggunakan persamaan (51) dengan
masukan jarak R=10%,20%,....100% dan dimensi masukan m=2,3..... 3.
Menentukan logaritma dari
dan
sesuai dengan persamaan (53)
untuk memperoleh nilai dimensi korelasi D melalui regresi linier antara log(CR) dan log(R). 4.
Jika
data
memiliki
chaotic
attractor,
maka
data
tersebut
akan
mempertahankan dimensinya dengan penambahan m. Dengan meningkatkan m, dimensi fraktal yang diperoleh dari dimensi korelasi (D) akan berangsurangsur konvergen menuju nilai sebenarnya.
154
Penghitungan dimensi fraktal dengan metode ini mengunakan program Matlab versi 7.1. Input dari sub-model untuk penghitungan eksponen Lyapunov adalah jumlah data pengamatan (NPT), dimensi masukan (DIM), time lag (TAU) untuk merekonstruksikan ruang fase, penambahan untuk setiap pengukuran (DT), Penyimpangan maksimum (SCALMX), penyimpangan minimum (SCALMIN), waktu evolusi (EVOL) dan waktu minimum diantara pasangan titik (LAG). Sedangkan untuk penghitungan dimensi fraktal diperlukan input tambahan yaitu jarak awal untuk memulai pengukuran (R) selain input pada penghitungan eksponen Lyapunov. Peter (1991) menganjurkan bahwa penambahan untuk setiap pengukuran (DT) sebesar 10%, penyimpangan maksimum (SCALMX) sebesar 10%, penyimpangan minimum (SCALMIN) sebesar 1%, waktu evolusi (EVOL) menggunakan bilangan sekecil-kecilnya. Keluaran lain dari sub-model uji eksistensi chaos yang dihasilkan adalah dimensi fraktal dan embedding dimension interval yang mengindikasikan tingkat kekompleksan atau banyaknya variabel yang dibutuhkan untuk memodelkan sistem. Algoritma penghitungan dimensi fraktal ini disajikan pada gambar 23. Perhitungan secara manual untuk dimensi fraktal berdasarkan langkah-langkah yang telah dijelaskan sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Membentuk ruang fasa yaitu membentuk matriks data berukuran NPT x DIMEN. NPT adalah banyaknya data dan DIMEN adalah embedding dimennsion. Untuk data harga tapioka halus sejumlah 200 dan dimensi masukan sebesar 6 maka matriks yg terbentuk adalah M(200x6). Karena terlalu besar maka matriks ini tidak ditampilkan. 2. Penghitungan integral korelasi Cm(R) menggunakan persamaan (51)
untuk
setiap masukan m dan R. Implementasi persamaan (53) adalah menghitung banyaknya pasangan titik dalam ruang fasa yang berada dalam radius R, melalui fungsi Heavside Z ( R X i X j ) . Secara manual penghitungan Cm(R) sangat memakan waktu lama karena harus menentukan jarak setiap pasangan titik dari 200x 6 titik data. Integral korelasi adalah probabilitas 2 titik yang dipilih secara random hanya akan terpisah dengan jarak kurang dari R unit.
155
3.
Menentukan logaritma dari nilai CR dan R untuk membentuk persamaan regresi linier sesuai dengan persamaan (53)
4. Setelah diperoleh nilai log (Cm(R)) dan log(R), langkah selanjutnya membentuk persamaan regresi linier antara log(Cm(R)) dengan log(R) untuk memperoleh dimensi korelasi, yaitu kemiringan garis sesuai dengan persamaan (53). Nilai dimensi korelasi tersebut adalah estimasi untuk dimensi fraktal, sesuai dengan peningkatan dimensi masukan m.
156
Mulai
ya D>R
TDK Input : X; NPT; TAU; DT; DIMEN; R
THETA2=0
THETA2=1 THETA=THETA+THETA2
n=0
YA n=n+1 TDK j=NPT D=0 R=100 THETA=0 NPT=NPT-DIMEN*TAU
ya CR(m)=THETA/(NPT)^2 S(m)=R-100
TDK
n=DIMEN ?
Tdk
m=10
YA m=0
YA m=0
m=m+1 m=m+1
R=R+DT
Y2=[s(m)’ CR(m)’] Ly2=log(y2) lR=log(S(m)) lCR=log(CR(m)
i=0 YA a0(n)=((sum(lCR)*dot(IR,lR))(sum(lR)*dot(lR,lCR)))/ ((numel(lR)*dot(lR,lR)-(sum(lR)^2)) i=i+1 a1(n)=(numel(lR)*dot(lR,lCR)(sum(lR)*sum(lCR)))/((numel(lR)*dot(lR,lR)(sum(lR)^2))
X1=X(i)
tdk
TDK
i=NPT
m=10
ya YA j=0 DA=a(m) DE=2*DA+1 j=j+1 DA DE X2=X(j) Z=(i,j)=(X1-X2)*TAU D=D+Z(I,j)^2 D=SQRT(D)
SELESAI
Gambar 19 Diagram alir penghitungan dimensi fraktal Prediksi harga tapioka halus dan pasokan bahan baku
157
Proses deterministik dapat ditandai dengan menggunakan pencocokan regresi, sedangkan proses random dapat ditandai melalui parameter statistik dari fungsi distribusi. Dengan menggunakan sifat deterministik saja atau teknik statistik saja tidak akan dapat menangkap sifat dari system yang bersifat chaos. Jaringan Syaraf Tiruan merupakan teknik pengolahan data yang memiliki kemampuan untuk menggeneralisasi melalui proses belajar dan pengujian yang menghubungkan arus data input kepada arus data output sehingga mampu melakukan prediksi/peramalan time series yang bersifat chaos. Pengolahan data untuk prediksi harga tapioka halus dan bahan baku yang digunakan adalah model Jaringan Syaraf Tiruan menggunakan Jaringan Propagasi Balik Lapisan Jamak. Adapun tahapan proses peramalan digambarkan pada Gambar 20. Data merupakan faktor penting dalam peramalan dengan jaringan syaraf tiruan, karena data merupakan representasi nyata yang akan disimulasikan. Pengumpulan data dilakukan berdasarkan rentang waktu dari periode 2006-2009 untuk setiap set data. Satu set data terdiri atas data nilai input dan data nilai target. Nilai input adalah nilai variabel
yang mempengaruhi secara dominan variabel yang akan
diprediksi yaitu harga tapioka dan pasokan bahan baku. Variabel input diperoleh dari proses identifikasi sumber turbulensi, sedangkan jumlah variabel input disesuaikan dengan dimensi fraktal untuk harga tapioka halus dan pasokan bahan baku. Data nilai target adalah nilai variabel yang akan diprediksi yaitu harga tapioka halus dan pasokan bahan baku.
158
Mulai
Data deret waktu harga tapioka/ pasokan bahan baku Data deret waktu variabel yang mempengaruhi harga tapioka/ pasokan bahan baku
Normalisasi data
Penetapan Struktur Jaringan: -Jumlah input -Jumlah Output - Jumlah data training -Jumlah data testing - Jumlah Layar tersembunyi dan jumlah neuron tiap layar - Fungsi aktivasi untuk setiap layar - Target MSE yang diinginkian
Nilai bobot parameter
Run training JST
Memuaskan?
Tidak
Perbaikan nilai Bobot Parameter
Ya Run Testing JST
Tidak Memuaskan?
Ya
Tentukan jumlah data peramalan
Memuaskan?
Evaluasi hasil peramalan
Run Peramalan JST
Selesai
Gambar 20 Diagram alir peramalan harga tapioka halus dengan JST
159
Proses normalisasi data, data riil dikonversikan ke dalam rentang nilai
[-
1,1] yang biasanya dipakai untuk fungsi aktivasi bipolar, [0,1] untuk sigmoid dan [-1,0]. Proses normalisasi data dilakukan menggunakan formulasi sebagai berikut: Untuk rentang data [-1,0] (60)
Untuk rentang data [0,1] (61) Untuk rentang data [-1,1] (62) Dimana yi nilai data ke-i hasil normasilasi xi nilai data riil ke –i xmax nilai maksimum dari data riil
xmin nilai minimum data riil Struktur jaringan syaraf tiruan disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan penggunaan JST sebagai model pemrosesan data. Pada umumnya dilakukan trial and error. Pada penelitian ini ditetapkan 1 input layer dengan jumlah neuron disesuaikan dengan jumlah variabel yang mempengaruhi variabel yang akan diprediksi dan disesuaikan dengan dimensi fraktalnya. Embedding dimension harga tapioka adalah [1,3], artinya setidaknya ada 1 variabel dan sebanyakbanyaknya 3 variabel yang mempengaruhi harga tapioka secara dominan. Dari analisis sumber turbulensi diidentifikasi ada tujuh faktor yang mempengaruhi harga tapioka halus yaitu: harga tapioka kasar, volume impor tapioka, biaya produksi tapioka halus, musim, permintaan tapioka dalam negeri, permintaan ekspor tapioka,dan kualitas tapioka kasar. Dari pembobotan dengan Fuzzy pairwise comparison faktor yang dominan dengan bobot > 10% adalah harga tapioka kasar (39,1%), volume impor tapioka (22,9%), biaya produksi tapioka halus (11%). Oleh karena itu pada penelitian ini jumlah neuron pada input layer untuk harga tapioka sebanyak 3 yaitu: volume impor tapioka, harga bahan baku
160
dan biaya produksi. Sedangkan embedding dimension untuk pasokan tapioka kasar adalah [2,4]. Faktor yang berpengaruh terhadap pasokan tapioka kasar yang berhasil diidentifikasi adalah produksi ubi kayu, harga ubi kayu, musim, biaya produksi tapioka kasar dan kualitas ubi kayu. Dari pembobotan dengan Fuzzy pairwise comparison faktor yang dominan dengan bobot > 10% adalah produksi ubi kayu (52,22%) dan harga ubi kayu (26,96%). Oleh karena itu ditetapkan 2 variabel input yaitu harga ubikayu dan jumlah produksi ubikayu. Satu hidden layer dicobakan pada struktur jaringan dengan melakukan simulasi untuk beberapa neuron pada hidden layer. Satu ouput layer dan satu neuron output ditetapkan dalam penelitian ini. Untuk lebih jelasnya diagram struktur jaringan disajikan pada Gambar 21. 1 w11 x1
1
w12 2 1
x2
x3
2
3 60
b1
b2
Gambar 21 Struktur jaringan syaraf tiruan Untuk memulai simulasi JST maka perlu ditetapkan fungsi aktivasi dari input layer ke hidden layer mapun dari hidden layer ke output layer. Pada penelitian ini dicobakan untuk berbagai macam fungsi aktivasi dari input layer ke hidden layer yaitu fungsi, sigmoid biner yang dalam pemrograman Matlab ditulis ”logsig”, fungsi sigmoid bipolar dalam matlab ditulis dengan ”tansig” dan fungsi identitas dalam Matlab ditulis dengan ”purelin”. Tahap awal dilakukan dengan paradigma pembelajaran pola data yang ada. Model JST yang akan digunakan harus mempunyai kemampuan untuk membandingkan nilai keluaran yang dihasilkan dengan nilai yang diharapkan. Kemampuan membandingkan tersebut
161
digunakan untuk mengestimasi nilai koreksi error (yang biasa digunakan adalah Mean Square Error (MSE)) yang digunakan sebagi alat kontrol keberlangsungan proses simulasi yang dilakukan JST. Proses simulasi ini akan dihentikan jika nilai error yang diperoleh dari perbandingan nilai output antara yang diinginkan dan yang dihasilkan mencapai perbedaan paling minimal. Bila model JST telah mendapatkan nilai MSE minimum maka struktur JST yang terbentuk siap diimplementasikan. Jaringan syaraf tiruan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaringan propagasi balik (back propagation network). Jaringan propagasi balik merupakan proses modifikasi error setelah selesai dilakukan pembelajaran maju (forward propagasion), yaitu proses pembelajaran dimulai dari input layer sampai output layer. Perhitungan propagasi balik dimulai pada output layer sampai ke input layer. Tahapan proses pembelajaran pada model jaringan propagasi balik diuraikan sebagai berikut: 1.Inisialisasi Semua Nilai Bobot ( dengan nilai-nilai random kecil ) 2.Selama belum tercapai kondisi berhenti, lakukan step 3 s.d. 7 3. Untuk setiap pasangan input-target (s:t) vektor training, lakukan step 4 s.d. 6 4. FeedForward 5. BackPropagation Error 6. Update Nilai Weight & Bias 7. Periksa apakah kondisi berhenti telah tercapai? Algoritma backpropagation : 1.Inisialisasi Semua Nilai Bobot ( dengan nilai-nilai random kecil ) 2.Selama belum tercapai kondisi berhenti, lakukan step 3 s.d. 7 3. Untuk setiap pasangan input-target (s:t) vektor training, lakukan step 4 s.d. 6 4. Tahap I : FeedForward 5. Tahap II : BackPropagation Error 6. Tahap III: Update Nilai Weight & Bias 7. Periksa apakah kondisi berhenti telah tercapai? Tahap I : Feedforward 1.
Setiap input unit (Xi, i = 1,2,.....,n) menerima sinyal input Xi dan menyebarkannya ke ke semua unit pada layer sesudahnya (hidden units).
162
2.
Setiap hidden unit (Zj, j = 1,2,.....,p) menjumlahkan semua sinyal input yang masing-masing telah dikalikan dengan bobot koneksinya, (42) Fungsi aktivasi digunakan untuk menghitung sinyal outputnya, zj = f (z_inj)
(43)
dan mengirim sinyal output ini ke semua unit pada layer sesudahnya (output units). 3.
Setiap output unit (yk, k=1,2,.....,m) menjumlahkan semua sinyal input yang masing-masing telah dikalikan dengan bobot koneksinya, (44) Fungsi aktivasi digunakan untuk menghitung sinyal outputnya, yk = f (y_ink)
(45)
Tahap II : Backpropagation Error 1. Setiap output unit (yk, k = 1,2,.....,m) menerima sebuah nilai target (t) yang sesuai dengan input (s) pola training, dan menghitung informasi errornya, δk = (tk − yk)
(y_ink)
(46)
menghitung koreksi bobotnya (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki wjk), Δwjk = αδk j
(47)
menghitung koreksi biasnya (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki w0k), Δw0k = αδk
(48)
dan mengirim nilai δk ke semua unit pada layer sebelumnya (hidden units). 2. Setiap hidden unit (Zj, j = 1,2,.....,p) menjumlahkan semua δk dari unit-unit pada layer sesudahnya (output units), yang masing-masing dikalikan dengan bobot koneksinya, δ
δ
(49)
dikalikan dengan derivasi dari fungsi aktivasinya untuk menghitung informasi errornya, δ =δ
(
)
(50)
163
menghitung koreksi bobotnya (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki vij), Δvij = αδj xi
(51)
menghitung koreksi biasnya (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki v0j), Δv0j = αδj
(52)
Tahap III : Update Nilai Weight dan Bias 1. Setiap output unit (Yk, k = 1,2,.....,m) mengupdate nilai bias dan bobotnya (j = 0,1, ..... , p) ; wjk(baru) = wjk(lama) + Δwjk
(53)
Setiap hidden unit (Zj, j = 1,2,.....,p) mengupdate nilai bias dan bobotnya (i = 0,1, ..... , n) ; vij(baru) = vij(lama) + Δvij
(54)
Algoritma BackPropagation Testing 1. Inisialisasi Semua Nilai Bobot (dengan nilai-nilai yang diperoleh dari Algoritma Training) 2. Untuk setiap vektor input, lakukan step 3 s.d. 5. 3. Untuk i = 1,2, ...... , n; lakukan aktivasi unit input xi 4. Untuk j = 1,2, ..... , p (55) =
(
)
5. Untuk k = 1,2, ..... , m (56) yk = f (y_ink)
(57)
Sum Square Error dan Root Mean Square Error Perhitungan kesalahan merupakan pengukuran bagaimana jaringan dapat belajar dengan baik sehingga jika dibandingkan dengan pola yang baru akan dengan mudah dikenali. Kesalahan pada keluaran jaringan merupakan selisih antara keluaran sebenarnya ( current output ) dan keluaran yang diinginkan (desired output ). Selisih yang dihasilkan antara keduanya biasanya ditentukan dengan cara dihitung menggunakan suatu persamaan. Sum Square Error ( SSE ) dihitung sebagai berikut :
164
4) Hitung keluaran jaringan saraf untuk masukan pertama. 5) Hitung selisih antara nilai keluaran jaringan saraf dan nilai target / yang diinginkan untuk setiap keluaran. 6) Kuadratkan setiap keluaran kemudian hitung seluruhnya. Ini merupakan kuadrat kesalahan untuk contoh latihan. Adapun rumusnya adalah : (58) dimana Tjp : nilai keluaran jaringan saraf Xjp : nilai target / yang diinginkan untuk setiap keluaran Root Mean Square Error ( RMS Error ) : 3) Hitung RMS. 4) Hasilnya dibagi dengan perkalian antara banyaknya data pada pelatihan dan banyaknya keluaran, kemudian diakarkan. Rumus
: (59)
dimana : Tjp : nilai keluaran jaringan saraf Xjp : nilai target / yang diinginkan untuk setiap keluaran np : jumlah seluruh pola no : jumlah keluaran Pada penelitian ini proses simulasi JST digunakan software Matlab versi 7.1 yang didalamnya telah memuat program untuk simulasi jaringan propagasi balik. Penulisan programnya disajikan pada lampiran. Analisis Sinyal Krisis. Sub-model ini merupakan penerapan dari Threshold analysis yang dikembangkan untuk menentukan rentang harga tapioka dan pasokan bahan baku yang masih bisa diterima oleh pemangku kepentingan berdasarkan keluaran dari proses peramalan harga tapioka dan pasokan bahan baku. Untuk harga tapioka secara garis besar batas ambang diambil pada ambang bawah yang dari kemampuan bisnis utama untuk menghasilkan keuntungan sehingga industri tapioka bisa berkembang. Keadaan dimana hasil peramalan berada dibawah nilai ambang bawah dikategorikan dalam kondisi kritis. Untuk penentuan batas ambang bawah, yaitu tingkat kemampuan industri untuk tetap dapat beroperasi diukur dari Harga Pokok Produk (HPP)
165
Batas ambang pasokan tapioka kasar dihitung berdasarkan pertimbangan kapasitas BEP. Keadaan dimana hasil prediksi pasokan bahan baku dibawah ambang tersebut, dikategorikan dalam keadaan krisis. Setelah batas ambang ini diformulasikan, kemudian nilai hasil peramalan diukur keberadaannya pada batas ambang tersebut. Hasil pengukuran ini akan teridentifikasi 2 sinyal keadaan yaitu ” normal” dan ” krisis”. Sinyal normal menunjukkan bahwa kebijakan yang berlaku masih efektif untuk kelangsungan industri tapioka. Sedangkan sinyal ” krisis” dikategorikan dalam 3 level krisis yaitu keadaan ”SIAGA”, keadaan ”WASPADA”, dan keadaan ”BAHAYA”. Indikator keadaan siaga apabila pasokan bahan baku tidak mencukupi kapasitas yang direncanakan, indikator keadaan waspada adalah apabila harga jual tapioka tidak berada diatas harga pokok produk, dan indikator keadaan Bahaya adalah apabila terjadi keadaan ”SIAGA” sekaligus ”WASPADA”. Mulai Input data: - Hasil prediksi harga tapioka - Hasil prediksi pasokan Tapioka Kasar - Struktur biaya produksi tapioka - Kapasitas produksi - Tingkat bunga investasi
Penghitungan ambang bawah pasokan tapioka kasar - Kapasitas ekonomis (BEP)
Penghitungan HPP
Chek Harga pada rentang nilai ambang Sinyal Normal
tdk
Harga <= HPP dan Pasokan TOK>Kapasitas BEP
ya Sinyal Siaga
tdk
Chek pasokan tapioka kasar pada rentang nilai ambang
Harga > HPP dan Pasokan TOK<=Kapasitas BEP
tdk
ya
Harga <= HPP dan Pasokan TOK<=Kapasitas BEP
ya
Sinyal Siaga Sinyal Bahaya
Tindakan Pemulihan Krisis
Selesai
Gambar 22 Diagram alir penentuan krisis Akuisisi Pengetahuan. Sistem Manajemen Basis Pengetahuan merupakan sarana yang akan diterapkan pada sub-model kebijakan agroindustri tapioka. Perancangan model ini diperoleh dari akuisisi pengetahuan para pakar yang terkait dengan industri tapioka. Proses akuisisi pengetahuan dilakukan dengan wawancara, kuisioner dan FGD.
166
Model Manajemen Pengendalian Krisis. Pada model ini akan dihasilkan alternatif kebijakan pengendalian krisis. Metoda yang digunakan tidak lagi murni menggunakan teori manajemen strategis konvensional melainkan dimodifikasi dengan manajemen chaos. Metoda ini dirancang untuk menghasilkan alternatif strategi jangka pendek yang efektif untuk menanggulangi darurat krisis. Model ini menghasilkan gambaran posisi agroindustri tapioka yang memunculkan alternatif-alternatif kebijakan yang akan dipilih oleh pakar menggunakan sistem pakar. Untuk jelasnya disajikan pada gambar 23. Mulai
Deteksi krisis
Identifikasi faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman insdustri
Analisis Krisis
Perumusan strategi penanggulangan krisis
Pembobotan dan mengukuran rating thd faktor-faktor IE Analisis Chaos Pencocokan posisi industri pada matriks IE
Rule Base Pemilihan Alternatif kebijakan pengendalian krisis
Alternatif kebijakan pengendalian krisis
Keadaan Normal
Selesai
Gambar 23 Diagram alir perumusan strategi kebijakan pengendalian krisis
Analisis Eksternal Industri Analisis eksternal terbagi menjadi dua, yaitu analisis makro dan analisis mikro.
Analisis Eksternal makro a.
Kebijakan Pemerintah
167
Pembangunan ekonomi yang berbasis masyarakat seharusnya menjadi prioritas utama pembangunan ekonomi nasional, karena tujuan pembangunan ekonomi rakyat sesuai dengan amanat konstitusi yaitu meningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Departemen Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (Departemen KUMKM) dalam Rencana Strategis 20052009 berusaha mengembangkan UMKM dengan meningkatkan SDM yang dimiliki UMKM, meningkatkan aksesabilitas KUKM terhadap sumber-sumber pembiayaan, memperluas sumber pembiayaan bagi KUKM, baik bank maupun nonbank. Selain itu, Dinas Perindustrian Kabupaten Bogor mempunyai program yang bertujuan untuk mengembangkan industri kecil secara umum di Kabupaten Bogor. Programnya termasuk pelatihan yang meliputi pelatihan manajemen administrasi, peningkatan mutu, diversifikasi produk dan bantuan permodalan. Bantuan permodalan ini disebut Bantuan Dana Bergulir dan dikucurkan pemerintah sebesar Rp 25.000.000 dan sudah berlangsung tujuh tahun. Tapi sejauh ini usaha-usaha pemerintah tersebut belum dapat dirasakan oleh para pengusaha tapioka secara maksimal baik bantuan permodalan, upaya pencerahan teknologi, pembentukan kelembagaan, bantuan pemasaran dan lain-lain. Selain itu beberapa Bank pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk penyaluran Kredit Usaha Kecil Mikro (KUKM) yang bisa mencapai Rp.500.000.000,- akan tetapi ketidak mampuan manajemen sehingga tidak dapat meraih kredit tersebut. Perkembangan teknologi hilir (industri sorbitol) yang sepenuhnya dikuasai oleh industri besar
memerlukan bahan baku tepung tapioka yang banyak.
Perusahaan-perusahaan ini memiliki pabrik tapioka sendiri dengan skala besar dan menggunakan mesin-mesin modern. Akan tetapi kapasitas produksi sorbitol terus meningkat sesuai dengan peningkatan permintaannya, sehingga pabrik-pabrik tapioka dalam kelompoknya tidak mencukupi untuk memasok bahan baku. Dengan alasan tersebut maka pemerintah memberi ijin untuk melakukan impor tapioka. Akan tetapi pemerintah lemah dalam hal pengawasan pada pelaksanaannya, sehingga tapioka impor turut membanjiri pasar tapioka lokal. Hal ini berakibat pada fluktuasi harga tapioka .
b. Kondisi Ekonomi
168
Pendapatan per kapita masyarakat yang meningkat yang dapat diketahui dari naiknya Upah Minimum Wilayah juga merupakan pengaruh positif bagi pengusaha tapioka. Peningkatan pengeluaran rata-rata per kapita sebulan untuk makanan merupakan indikasi bagi peningkatan permintaan bahan makanan seperti tepung tapioka. Rendahnya inflasi juga mendukung daya beli masyarakat. Inflasi yang menggambarkan kenaikan harga-harga secara umum, masih pada level satu digit. Inflasi pada tahun 2006 bulan Januari sebesar 1,36%, Februari0,58% dan Maret sebesar 0,03% (BPS, 2006).
c. Sosial Budaya dan demografi Meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya diversifikasi pangan karena kandungan pada ubikayu menimbulkan efek positif bagi tapioka. Tapioka sebagai hasil olahan dari ubikayu yang mengandung banyak karbohidrat dapat menggantikan kebutuhan akan beras. Selain itu, pada saat ini semakin banyak gerakan kampanye atau promosi hasil olahan makanan non beras yang mengandung karbohidrat tinggi, yang diarahkan kepada seluruh lapisan masyarakat, mulai lapisan bawah, sampai lapisan atas . Peran dari ahli tata boga dan peneliti juga cukup besar dalam menciptakan variasi yang menarik dari makanan hasil olahan ubikayu atau tapioka. Semakin
meningkatnya
jumlah
penduduk
Indonesia
tentu
akan
meningkatkan kebutuhan pangan. Meningkatnya jumlah penduduk harus diiringi oleh diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 206,264,595 jiwa dengan laju pertumbuhan 1,35 persen pertahun BPS (2006).
d. Teknologi dan Lingkungan Faktor lingkungan harus juga dipertimbangkan dalam pengembangan industri tapioka. Tanaman ubi kayu memiliki karakteristik banyak menyerap unsur hara, sehingga apabila dibiarkan dalam waktu yang lama akan merusak struktur kimia tanah dan selain itu dapat menyebabkan erosi, hal tersebut berkaitan dengan terbatasnya
daun-daun
yang
menutupi
selama
pertumbuhan
awal
yang
menyebabkan air hujan langsung mencapai tanah dan juga menyangkut tanah yang
169
bergerak saat dipanen (Falcon, 1986). Selain itu, lahan yang digunakan petani untuk bersawah dan berladang banyak yang dirubah menjadi areal pemukiman penduduk. Oleh karena itu pasokan ubikayu terancam akan berkurang, sehingga pengusaha tapioka akan mencari pemasok dari daerah lain dengan konsekuensi menambah biaya produksi yang disebabkan oleh biaya transportasi. Industri tapioka kasar banyak berlokasi di daerah dekat sungai, hal ini dilakukan untuk memudahkan mendapatkan air untuk pencucian ubikayu. Pada proses produksi tapioka kasar juga menghasilkan limbah cair yang mengandung HCN. Seharusnya limbah ini diolah terlebih dahulu hingga tidak membahayakan baru dibuang, akan tetapi dengan keterbatasan kemampuan teknologi pengolah limbah maka akan mencemari lingkungan. Seiring dengan kesadaran masyarakat global pada lingkungan dan tanda-tanda krisis energi maka berkembanglah teknologi untuk memproduksi energi yang bersifat renewable. Ubikayu merupakan salah satu bahan baku yang bisa diolah menjadi biofuel. Dengan hadirnya industri biofuel ini akan membutuhkan pasokan ubikayu yang banyak, sehingga ubikayu akan menjadi komoditi yang diperebutkan oleh sektor pangan dan energi.
Analisis Eksternal Mikro Disamping kondisi makro, analisis eksternal juga dilakukan dilevel mikro atau level industri. Pendekatan yang digunakan akan lebih fokus pada analisis krisis yang meliputi 5 aspek, yaitu: 1) seberapa mudah pemain baru masuk ke dalam industri tersebut, 2) bagaimana tingkat persaingan antar industri yang sudah ada, 3) bagaimana kekuatan tawar pemasok kepada industri, 4) apakah industri memiliki jaminan pasokan bahan baku tinggi serta 5) tingkat kemudahan munculnya produk substitusi bagi produk/jasa yang dihasilkan suatu industri.
a. Pemain baru Yang dimaksud pemain baru dalam industri tapioka dalam penelitian ini adalah industri atau lembaga sebagai pemasok di pasar tapioka.
Kemudahan
mendapatkan ijin bagi importir tapioka dan tidak adanya pengawasan pemerintah terhadap penggunaan tapioka impor mengakibatkan banyaknya stock tapioka di
170
pasar dengan harga rendah. Industri besar tapioka juga memegang peranan cukup penting dalam nenekan harga tapioka di pasar.
b. Persaingan Industri Persaingan industri merupakan hal yang wajar dan tidak dapat dihindari, begitu juga dengan industri tapioka. Industri kecil tapioka baik tapioka halus maupun tapioka kasar masih menggunakan teknologi sederhana, sehingga kualitas yang dihasilkan dan efisiensi produksi kalah dengan industri besar. Rata-rata kapasitas produksi tapioka di kabupeten Bogor adalah 15 ton/hari, sedangakn kapasitas pabrik tapioka di Lampung 125-200 ton/hari. Industri besar menghasilkan tapioka halus dengan mengolah ubikayu secara langsung, sehingga sangat efisien. Industri berskala besar inilah yang merupakan ancaman tersendiri bagi industri tapioka di Kabupaten Bogor. Selain itu datangnya tapioka impor juga menjadi ancaman bagi kelangsungan industri kacil tapioka di kabupaten Bogor. Industri kecil tapioka ini telah ada selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Industri yang bertahan ialah industri yang menghasilkan tapioka kasar bermutu tinggi dan didukung dengan modal yang cukup.
c. Produk Substitusi Tapioka memiliki fungsi dan kandungan yang berbeda dengan jenis tepung yang lain seperti tepung maizena, tepung beras, tepung terigu, tepung sagu dan tepung gaplek. Pada kasus tertentu seperti pada pembuatan bakso, tepung sagu dapat menjadi barang substitusi bagi tapioka. d. Kekuatan Tawar-Menawar Pembeli ubi kayu dalam hal ini pabrik tapioka kasar atau tengkulak, mereka ini memiliki daya tawar yang cukup tinggi. Apabila ada ketidak cocokan harga petani ubikayu tidak mungkin menahan ubi kayu karena ubikayu yang telah dipanen mudah rusak, sementara kalau membiarkannya tidak dipanen, kualitasnya akan menurun dan tanah menjadi tidak subur karena ubikayu menyerap hara. Pembeli tapioka kasar dalam hal ini adalah pabrik tapioka halus. Dalam penentuan harga tapioka kasar ataupun onggok, pembeli memegang kendali. Harga
171
tapioka kasar bergantung pada banyaknya permintaan dan pasokan tapioka kasar serta kualitas tapioka kasar. Tapioka halus sebagian besar dijual ke industri makanan seperti industri kerupuk yang tersebar hingga ke wilayah Jabodetabek. Harga tapioka halus ditetapkan berdasarkan harga pasar. e Kekuatan Pasokan Penyediaan bahan baku tapioka kasar yaitu ubikayu dilakukan oleh tengkulak dan petani ubikayu. Tengkulak tersebut membeli ubikayu dari para petani kemudian dijual kepada pengusaha tapioka, tetapi ada juga pengusaha tapioka yang membeli langsung dari petani ubikayu. Penetapan harga beli dan kuantitas ubikayu ini tergantung mutu tapioka kasar. Dalam mencari bahan baku, sering pemilik ubikayu mendatangi pengusaha tapioka dan jarang sebaliknya. Dalam hal ini,penjual ubi kayu akan mencari pembeli dengan harga tertinggi, sedangkan pembeli ubi kayu akan mencari penjual dengan harga terendah. Beberapa pengusaha tapioka memiliki langganan tertentu karena dirasa sudah cocok, tetapi sebagian besar pengusaha tapioka memiliki banyak alternatif penyedia bahan baku. Pembayaran sebagian besar dilakukan setelah tapioka laku di pasar. Dengan berkembangnya industri hilir berbasis ubi kayu, maka banyak membutuhkan pasokan ubi kayu. Oleh karena itu akan terjadi tarik menarik pasokan ubi kayu. Beralihnya fungsi lahan menjadi area pemukiman maupun pembangunan infrastrukur yang lain (jalan tol) maka produksi ubi kayu semakin berkurang. Penyediaan bahan baku tapioka halus dibeli langsung dari industri tapioka kasar. Harga tapioka kasar didasarkan pada kualitas tapioka kasar dan banyaknya pasokan. Harga awal dibuka oleh pembeli, apabila ada kesepakatan harga maka transakti terjadi, tetapi jika tidak ada kesepakatan makan penjual akan berpindah ke pabrik lain atau menunda penjualan hingga beberapa hari. Analisis Internal Analisis internal dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap level kapabilitas (level of capability) dari fungsi-fungsi dalam suatu industri di sepanjang rantai nilai. Aktivitas utama (primary activities) dan pendukung membentuk nilai (profit margin) pada setiap industri tapioka. Aktivitas primer terdiri dari : 1)
172
Inbound logistics yaitu penerimaan dan penggudangan bahan baku dan distribusinya pada pabrikasi sesuai dengan kebutuhan, 2) Operations : proses transformasi input menjadi produk akhir atau jasa,3) Outbound Logistic : penggudangan dan disribusi produk-produk jadi, 4) Marketing & sales : identifikasi kebutuhan pelanggan dan mengenerate penjualan. Dalam operasionalnya kelima aktivitas primer di atas didukung oleh : 1) Firm infrastructure : struktur organisasi, sistem pengendalian, budaya perusahaan, dll, 2) Human Resource Management : pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi penerimaan, pelatihan, pengembangan dan kompensasi, 3) Technology development : teknologi yang mendukung semua aktivitas penciptaan nilai, dan 4) Procurement : pembelian input seperti material, pemasok dan peralatan. Profit margin dari sebuah perusahaan sangat tergantung pada efektivitas dalam membentuk aktivitas-aktivitas ini secara efisien, sehingga jumlah konsumen yang ingin membeli produk yang dihasilkan akan melebihi dari biaya yang dikeluarkan dalam setiap aktivitas tersebut. Dalam aktivitas di atas setiap perusahaan mempunyai peluang untuk mengenerate sebuah nilai yang superior. Keunggulan daya saing dapat dicapai melalui konfigurasi rantai nilai yang memberikan biaya rendah atau diferensiasi yang lebih baik.
a.
Struktur Organisasi Industri Tapioka Pada umumnya, struktur organisasi pada Industri kecil tapioka ini sangat
sederhana, yaitu terdiri dari pemilik modal yang merangkap menjadi pengelola atau karyawan yang langsung menangani aktivitas produksi, keuangan hingga pemasaran produk. Struktur organisasi ini memberikan kemudahan tersendiri dalam mengontrol jalannya kegiatan operasional perusahaan. Efektivitas dan efisiensi aliran tanggungjawab dapat lebih memungkinkan untuk dikontrol dan hal tersebut dapat meminimalkan terjadinya kesalahan. b. Perilaku pengusaha dalam Industri Tapioka Pengusaha tapioka pada umumnya memiliki etos
kerja
yang
tinggi,
memiliki disiplin dalam bekerja dan bersifat kekeluargaan. Tingginya permintaan akan tapioka dan masa simpan tapioka yang relatif pendek, sehingga tidak dapat menyimpan persediaan seperti barang tahan lama lainnya. Faktor kekeluargaan
173
menimbulkan semangat saling membantu, gotong-royong dan menimbulkan iklim yang baik dalam bekerja. Faktor kekeluargaan dalam masyarakat tersebut menyebabkan tidak adanya kesulitan bagi pengusaha tapioka dalam merekrut pekerja.
c. Sumber Daya Manusia Agroindustri tapioka mulai dari hulu hingga hilir merupakan industri padat karya. Petani ubi kayu dan pengusaha tapioka kasar memiliki mutu SDM yang rendah. Tingkat pendidikan yang masih rendah tersebut mengakibatkan rendahnya tingkat pengetahuan tentang pengelolaan, pemasaran, pendistribusian, menetapkan daya tawar, penerapan inovasi dan sanitasi. Sedangkan pengusaha tapioka halus sudah lebih baik kualitas pengetahuannya. Hafsah (2003) menyatakan bahwa pembangunan sistem usaha agribisnis akan lebih cepat terwujud, apabila sebagian besar masyarakat terutama masyarakat pedesaan berpendidikan, menguasai ketrampilan agribisnis (hulu, tengah, hilir). Jika sumber daya yang dimiliki rendah, maka hal tersebut akan berdampak negatif terhadap tingkat akseptabilitas dalam mengadopsi teknologi yang disebarkan kepada masyarakat tani.
d. Keuangan Permodalan yang dimiliki oleh para pengusaha tapioka kasar seluruhnya berasal dari dana swadaya. Masyarakat masih cenderung takut untuk mengusahakan tambahan modal dari lembaga keuangan seperti bank. Selain itu, masih sedikit usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk merangsang kemajuan Industri kecil khususnya Industri kecil tapioka kasar di Bogor dari sisi permodalan. Sejauh ini ada beberapa program pemerintah yang ditujukan untuk membantu industri kecil secara umum, yaitu Program Pembinaan Kecamatan (PPK) dan Pembinaan Usaha Kredit Kecil (PUKK) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kecamatan, Program Dana Bergulir dan Kerjasama Antara Dinas Perindustrian Kabupaten Bogor dan Bank Jabar Unit Syariah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II. PPK dilakukan oleh pemerintah desa dan pemerintah kecamatan, sasarannya ialah usaha mikro seperti warung kecil-kecilan, usaha skala rumah tangga dan obyeknya biasanya kaum ibu rumah tangga dengan sistem kelompok. Besarnya pinjaman
174
PPK berkisar antara Rp 500.000-Rp 1.000.000 dengan bunga yang relatif tinggi (20% per tahun). PUKK dilaksanakan oleh Perhutani melalui Kelompok Tani Hutan (KTH) dengan sasaran masyarakat sekitar hutan, sehingga tidak semua industri kecil mendapatkan bantuan tersebut. Besarnya kredit PUKK antara Rp 1.000.000- Rp 3.000.000. Program Dana Bergulir ditujukan untuk industri kecil pada umumnya di Kabupaten Bogor, besarnya bantuan sekitar 25 juta rupiah per usaha dan sudah berjalan 7 tahun, sedangkan permodalan yang diselengarakan oleh Dinas Perindustrian dan Bank Jabar Unit Syariah besarnya mencapai Rp 75.000.000 per usaha.
Belum
maksimalnya
koperasi
yang
ada
menyebabkan
kurang
berkembangnya industri kecil tapioka dari sisi modal. Tidak maksimalnya fungsi koperasi dikarenakan belum pahamnya pengurus maupun masyarakat akan arti koperasi. Apabila koperasi telah berjalan maksimal, dalam artian banyak pengusaha tapioka yang menjadi anggota dan pemahaman akan manfaat sudah kuat ditataran masyarakat diharapkan sisi permodalan dapat diatasi. Selain itu, sistem pencatatan keuangan yang dilaksanakan oleh industri tapioka kasar masih sangat sederhana. Pencatatan yang dilakukan hanya mencakup data-data historis penjualan. Atau dengan kata lain, perusahaan tidak dapat menganalisis secara pasti tentang biaya produksi yang diperlukan untuk satu kali giling, karena perusahaan tidak membuat laporan keuangan. Pada industri tapioka halus sebagian pengusaha tidak hanya memiliki pabrik tapioka halus saja melainkan memiliki usaha pada bidang lain yang tidak ada kaitannya dengan tapioka. Usaha dari bidang lain inilah yang menopang keuangan pabrik tapioka apabila mengalami krisis. Sistem administrasi keuangan pada industri tapioka sudah lebih rapi dan komputerisasi, sehingga semua data-data terkait dengan pembelian, produksi dan penjualan tersimpan dengan rapi dan lengkap.
e. Logistik Pada industri tapioka kasar tidak ada persediaan bahan baku. Ubikayu diperoleh secara langsung dengan mendatangi petani atau tengkulak, kemudian
175
ubikayu diangkut ke pabrik oleh pengusaha pabrik tapioka kasar. Ubi kayu segera diproses untuk menghindari kerusakan ataupun penurunan kualitas. Tapioka kasar dipasarkan ke pabrik tapioka halus dengan cara pengusaha tapioka kasar membawa dan menawarkannya langsung ke pabrik tapioka halus. Tapioka kasar kemudian disimpan oleh pabrik tapioka halus hingga mencapai jumlah yang mencukupi kapasitas produksi kemudian baru diproses lebih lanjut. Produk tapioka halus setelah dikemas dalam karung kemudian disimpan di gudang barang jadi sebelum didistribusikan ke konsumen. Konsumen tapioka halus sebagian besar adalah pabrik krupuk yang berada di wilayah Jabodetabek. Pengiriman produk dilakukan oleh pabrik tapioka halus.
f. Produk dan Harga Industri kecil tapioka kasar menghasilkan tapioka kasar dengan tingkatan mutu nomor 1-3, selain itu menghasilkan onggok atau ampas. Mutu berbanding lurus dengan harga, yaitu apabila mutunya baik maka harga akan semakin tinggi dan berlaku sebaliknya. Harga tapioka halus berfluktuasi sesuai dengan harga pasar yang cenderung ditekan oleh banyaknya tapioka yang beredar dipasar yang dipasok dari industri besar maupun tapioka impor. Faktor harga bahan baku (tapioka kasar) dan biaya produksi juga berpengaruh terhadap penentuan harga tapioka. Apabila pembelian bahan baku pada harga tinggi sedangkan harga jual tapioka halus rendah maka pengusaha akan menyimpan tapioka yang baru diproduksi dan menjual tapioka dari persediaan. Kualitas tapioka kasar belum memenuhi standar kualitas terutama kadar airnya, hal ini mengakibatkan daya simpan tapioka kasar yang relatif singkat. Pada kondisi seperti tersebut pengusaha tapioka kasar tidak mempunyai pilihan lain selain menjual pada tingkat harga berapapun. Harga tapioka sangat berfluktuatif, yaitu tergantung pada kualitas tapioka kasar yang dipasok oleh pengusaha tapioka dan jumlah pangusaha yang memasok tapioka. Apabila banyak penawaran dari pengusaha tapioka, maka harga tapioka kasar yang dipasok cenderung rendah, dan sebaliknya. Harga tapioka kasar tertinggi di tingkat pengusaha tapioka sampai saat ini berkisar Rp 400.000- Rp 420.000 /kuintal. Penetapan harga yang dilakukan oleh
176
pabrik pengolahan tapioka kepada produsen pangan mempertimbangkan kondisi dan situasi pemasaran yang terjadi.
g. Kegiatan Produksi Kegiata budidaya ubikayu dilakukan secara tradisional turun temurun. Kegiatan bertani ubikayu bukanlah kegiatan utama, kebanyakan mereka memiliki pekerjaan lain, ataupun bertani sayuran atau palawija yang lain. Hal tersebut menyebabkan rendahnya produktivitas ubikayu. Kegiatan produksi tapioka kasar sebagian besar masih menggunakan tenaga manusia dan secara teknologi sederhana, sehingga mutu yang dihasilkan masih rendah dan menyebabkan kurang bersaingnya industri tapioka kasar. Untuk meningkatkan produksi dengan kualitas bagus diperlukan penyediaan investasi, hal ini menjadi masalah bagi pengusaha tapioka kasar. Kegiatan produksi tapioka halus tidak ada perencanaan secara khusus, produksi didasarkan pada ketersediaan pasokan bahan baku. Beragamnya kualitas bahan baku menyebabkan variasi kualitas produk tapioka halus. Untuk mengatasi keragaman kualitas tapioka halus maka pada proses produksi dilakukan pencampuran dari berbagai kualitas bahan baku. Pada dasarnya proses produksi tapioka halus hanya melakukan pengeringan, penggilingan tapioka kasar, dan pengayakan. Teknologi yang digunakan menggunakan mesin-mesin, akan tetapi masih diperlukan tenaga kerja juga, misalnya pada proses pengangutan bahan baku atau produk jadi, penuangan bahan baku pada mesin giling dan pengayakan. Mekanisasi sudah tentu memerlukan investasi modal yang besar hal ini menjadi masalah juga bagi pengusaha tapioka halus.
h. Pemasaran Pemasaran ubikayu tidak sulit, karena langsung didatangi oleh tengkulak atau pengusaha tapioka kasar. Pemasaran produk tapioka kasar dilakukan oleh pengusaha tapioka ada yang melalui tengkulak ada yang langsung ke pabrik tapioka halus. Yang menjual melalui tengkulak biasanya berpandangan bahwa walaupun ada perbedaan harga tetapi tidak ada biaya transportasi, sehingga tidak merasa dirugikan. Target pasar untuk tapioka kasar ialah pabrik tapioka halus di wilayah
177
kabupaten Bogor. Semakin banyaknya pabrik pengolahan tapioka halus, membuat pengusaha tapioka kasar memiliki alternatif dalam menjual produknya. Pengusaha tapioka tersebut terlebih dahulu melakukan survai harga ke beberapa pabrik pengolahan dan selanjutnya menjualnya ke pabrik yang memberikan harga tertinggi. Sebagian besar penjualan tapioka halus ke industri kerupuk di wilayah Jabodetabek. Mereka sudah memiliki langganan, sehingga secara berkala melakukan pengiriman tapioka halus. Pengiriman dilakukan oleh pengusaha tapioka halus, tetapi ada pembebanan biaya distribusi kepada pembeli. Selain itu pengusaha juga menjual tapioka halus ke luar kota hingga mencapai wilayah Jawa Timur, dan sebagian dipasarkan ke pasar tradisional ataupun pasar swalayan dengan kemasan ½ kg dan 1 kg.
Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Industri Tapioka Dari analisis faktor internal dan eksternal maka dapat diidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman seperti disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 Faktor- faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada industri tapioka Faktor Internal
Kekuatan
Kelemahan
Faktor Peluang eksternal
Ancaman
1. Budidaya ubi kayu relatif mudah 2. Tersedia tenaga kerja 3. Kedekatan lokasi antara lahan ubi kayu, industri tapioka kasar, industri tapioka halus 4. Penyediaan KUKM 1. Kualitas SDM yang rendah 2. Terbatasnya modal 3. Mutu produk dan harga kurang bersaing 4. Keterbatasan teknologi 5. Infrastruktur kurang memadai 6. Lemahnya daya tawar penjual 7. Fluktuasi pasokan bahan baku 8. Keragaman kualitas bahan baku yang tinggi 1. Perubahan persepsi terhadap makanan alternatif 2. Berkembangnya industri sorbitol yang berbahan baku tapioka 3. Berkembangnya UKM 4. Tidak ada ancaman produk subsitusi tapioka 5. Berkembangnya industri pangan berbahan baku tapioka 6. Tingginya permintaan tapioka 1. Kurangnya peranserta pemerintah terhadap petani ubikayu dan industri kecil tapioka
178
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 9.
Tidak ada lembaga yang efektif mendukung sistem tataniaga ubikayu Tidak ada lembaga yang efektif mendukung tataniaga tapioka Tarif bea impor yang relatif rendah Kemudahan pemberian ijin impor tapioka Lemahnya pengawasan penggunaan tapioka impor Pasar tapioka yang monopsonistik Fluktuasi harga tapioka Kurangnya sarana telekomunikasi dan informasi Cuaca
Tahap Masukan dan Pencocokan Matriks IFE dan EFE Berdasarkan faktor-faktor internal
dan eksternal yang telah dianalisis
dilakukan pembobotan dan pemberian rating oleh 3 orang responden yaitu pengusaha tapioka dan para pembuat kebijakan, secara rinci disajikan pada lampiran. Pada matriks IFE dapat dilihat nilai sebesar 1,307 yang menandakan bahwa dalam rata-rata internal industri lemah atau dengan kata lain industri belum memiliki strategi yang baik dalam mengantisipasi ancaman yang ada. Berdasarkan analisis faktor-faktor eksternal, menunjukkan skor terbobot sebesar 1,741. Hal tersebut menandakan bahwa kemampuan industri untuk memanfaatkan peluang-peluang dalam mengatasi ancaman-ancaman yang dihadapi masih kurang.
Tahap Pencocokan (Matching Stage) Matriks IE bertujuan untuk memposisikan industri ke dalam sebuah matriks yang terdiri dari 9 sel. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai IFE 1,307 dan EFE 1,741 sehingga industri berada pada sel IX matriks IE. Posisi ini menunjukkan bahwa agroindustri berbasis ubikayu tidak memiliki kekuatan internal yang lemah dan tidak memiliki kekuatan akses eksternal yang cukup untuk mengatasi ancaman dari luar dan menangkap peluang. Strategi pada posisi tersebut ialah strategi harvest atau divest, yang dapat berupa perubahan drastis dengan cepat untuk menghindari kemerosotan lebih jauh dan kemungkinan likuidasi.
179
Gambar 24 Matrik internal eksternal
Analisis krisis Dari pengujian eksistensi chaos, secara matematik diperoleh indikasi harga tapioka dan pasokan bahan baku berperilaku chaos, hal ini menunjukkan ada suatu gejala yang dapat mengindikasikan bahwa sistem agroindustri tapioka berpotensi chaos.
Mengapa chaos bisa terjadi? Secara institusi terdapat ketidakstabilan /
ketidakseimbangan struktural yang ditandai dengan lemah dalam pengawasan perdagangan dan industri, memberlakukan pasar bebas, akses kebijakan tidak sampai kepada perekonomian perdesaan. Akibat dari hal tersebut memunculkan sistem nonopoli oleh pemodal kuat, pemodal kuat memiliki akses intervensi pasar, memiliki akses pada lembaga keuangan sebagai penunjang permodalan, memilki akses birokrasi yang secara langsung bersentuhan dengan kebijakan. Turbulensi harga tapioka sebagai dampak dari praktek monopoli industri besar dan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap penggunaan tapioka impor. Ketika penawaran tapioka rendah dan permintaan tinggi maka harga tapioka tinggi, industri kecil tapioka berusaha untuk ikut memenuhi permintaan pasar dengan berani membeli bahan baku yang cukup tinggi pula, ternyata ketika akan memasok produknya ke pasar, begitu cepatnya pasar sudah dipenuhi oleh tapioka dari industri besar maupun tapioka impor dan harga turun. Hal ini menimbulkan lemahnya posisi tawar industri kecil. Tidak adanya jaminan harga pasar tapioka halus ini mengakibatkan tidak adanya jaminan harga pembelian tapioka kasar dan
180
berdampak pula tidak adanya jaminan harga pembelian ubikayu. Terlihat pasar sangat monopsonistik. Kenaikan harga tapioka halus tidak sertamerta menaikkan harga ubikayu, tetapi penurunan harga tapioka halus langsung menurunkan harga ubikayu. Produk pertanian memiliki sifat khas yaitu perishable dan berskala kecil, sehingga sangat elastis terhadap perubahan harga. Kondisi ini berlangsung terusmenerus sehingga tidak merubah nasib industri kecil dan petani, yang akhirnya menimbulkan keengganan petani untuk menanam ubi kayu. Akibat dari semua ini muncul persoalan baru tentang kontinuitas pasokan bahan baku. Kekurangan pasokan bahan baku menimbulkan ketidakefisiennya sistem produksi pada industri tapioka halus. Banyak aset yang tidak berdayaguna secara optimal dan menimbulkan peningkatan pengangguran. Kondisi chaos harga tapioka dan pasokan bahan baku apabila tidak ditangani serius maka akan mengakibatkan krisis lebih luas pada agroindustri tapioka. Akumulasi dari krisis lokal akan berakibat kepada krisis nasional. Oleh karena itu dibutuhkan pemberdayaan kelembagaan yang komprehensif untuk pengembangan sektor strategis dalam pencapaian hasil yang optimal di suatu wilayah. Dalam jangka panjang dibutuhkan solusi yang secara struktur mampu menjamin kestabilan pasar, ketersediaan modal, informasi dan kelembagaan. (Suharno, 1995) pada penelitiannya mengatakan bahwa permasalahan agroindustri ubikayu di Indonesia terkait dengan sistem perekonomian rakyat perdesaan, oleh karena itu strategi pengembangannya harus secara struktural melibatkan institusi dengan memaksimalkan peranserta pemerintah.
Bentuk kelembagaan Dari pemetaan posisi industri tapioka berada pada sel IX yaitu divest atau harvest. Oleh karena itu perlu dirumuskan suatu kelembagaan yang mampu menumbuhkan ekonomi desa yang bertumpu pada kohesi sosial dan kolektif efisiensi sehingga mampu mencegah terjadinya krisis. Lembaga yang bertumpu pada kohesi sosial karena lembaga yang dibutuhkan bukan merupakan kumpulan modal melainkan kumpulan orang-orang yaitu para petani, para produsen tapioka kasar dan produsen tapioka halus. Lembaga yang dibentuk harus mampu meningkatkan daya tawar terhadap pasar. Lembaga yang dibentuk bertumpu pada
181
kolektif efisiensi karena usaha petani dan pabrik tapioka berskala kecil-kecil. Oleh karena itu akan lebih efisien apabila kelompok kecil-kecil tersebut bersatu menjadi satu kesatuan yang lebih besar. Dari karateristik kebutuhan stake holder terhadap kelembagaan, maka kelembagaan yang sesuai adalah koperasi. Menurut Nasution (2002b) koperasi sangat sesuai sebagai sarana pengembangan agroindustri tapioka karena gagasan dasar koperasi adalah kerjasama dan menolong diri sendiri. Koperasi sebagai lembaga ekonomi dan organisasi kemanusiaan yang berasas kekeluargaan dan bertujuan merombak struktur ekonomi kapitalistik yang menuju demokrasi ekonomi seharusnya memiliki karateristik: 1) rangkuman sistem normatif, 2) mekanisme pendidikan untuk mencerdaskan anggotanya, 3) organisasi ekonomi yang mampu mengoptimalkan sumberdaya yang dimilikinya dan 4) organisasi kekuatan masyarakat (Nasution, 2002c).
Lingkup kelembagaan Kelompok Petani Ubikayu (KUPU) merupakan kelompok tani yang dibentuk untuk memudahkan pelayanan usaha agribisnis anggotanya, mulai dari pengadaan sarana produksi, inovasi teknologi, informasi teknologi dan pasar, proses produksi maupun pemasaran hasil produksinya. Kelompok Industri Kecil Tapioka Kasar (KITK) dan Kelompok Industri Tapioka Halus (KITH) merupakan kelompok industri kecil tapioka kasar yang dibentuk untuk memudahkan pelayanan usaha agribisnis anggotanya, mulai dari pengadaan sarana produksi, inovasi teknologi, informasi teknologi dan pasar, proses produksi, pemasaran hasil produksinya,
dan akses ke lembaga keuangan sebagai penjamin permodalan.
Kelompok-kelompok ini menjalin networking sinergis melalui mediasi forum komunikasi agroindustri (FKA) yang anggotanya adalah para ketua kelompok, koperasi, instansi terkait. FKA ini diperlukan agar proses inovasi, transfer, adopsi teknologi serta informasi pasar dengan cepat sampai kepada anggota kelompok. Struktur sistem pemberdayaan koperasi agroindustri tapioka dapat dilihat pada Gambar 25.
182
FKA
Bulog Mitra swasta Produk
Harga
Pasar ekspor
Sharing modal
Pemerintah
Koperasi Agroindustri Tapioka BPPT
Pasar Lokal
SDM & IPTEK
LIPI
Kelompok Industri Tapioka Halus (KITH)
PT
Kredit mikro
Hasil Usaha
Hasil Usaha
SDM & IPTEK
Kelompok Industri Tapioka Kasar (KITK)
Lembaga Keuangan: BRI,BUKOPIN.BNI.Bank Mandiri, dll
Kredit mikro Hasil Usaha
BRI Unit Desa
SDM & IPTEK budidaya Hasil Usaha
Bibit & sarana budidaya ubikayu
Kredit mikro
Kelompok Petani Ubi kayu
Gambar 25 Struktur sistem pemberdayaan kelembagaan koperasi agroindustri tapioka
Tugas dan tanggung jawab masing-masing komponen organisasi tersebut dapat diuraikan sebagai beriku: 1. Pemerintah: Menyediakan informasi pasar Menyediakan fasilitas kemudahan birokrasi ekspor Melakukan pengawasan perdagangan produk impor Menjalin
kerjasama
konsultatif
dengan
koperasi
kecil
dalam
manajemen dan teknologi menuju industri yang berdaya saing Melakukan pengawasan industri besar terhadap penggunaan tapioka impor Menyediakan bibit dan sarana budidaya ubi kayu Menyediakan tenaga penyuluh lapangan
183
Menyediakan fasilitas kredit dalam bentuk modal melalui lembaga keuangan Melaksanakan kebijakan tarif impor Menyediakan fasilitas pembinaan UKM mandiri Menjalin kerjasama dan kemitraan antar instansi terkait dalam pelaksanaan transfer teknologi, kerjasama kelompok dan pembinaan usaha. 2. Bulog
Mengendalikan stock tapioka
Mengendalikan harga tapioka
3. Lembaga penelitian
Menyediakan fasilitas, peralatan inovatif,
pelatihan manajemen
maupun teknologi 4. Swasta
Sebagai mitra kerja koperasi sebagai pendamping usaha
Sebagai investor
5. Lembaga Keuangan
Memberikan fasilitas penyaluran kredit kepada koperasi dan kelompok petani melalui Bank Unit Desa
6. Bank Unit Desa
Menyalurkan kredit usaha kecil mikro melalui koperasi
Menyalurkan hasil usaha tapioka kepada koperasi dan kelompok petani ubikayu
7. Forum Komunikasi
Memberikan fasilitas komunikasi anggota koperasi dan kelompok petani untuk penyebaran informasi
8. Koperasi Agroindustri Tapioka
Mengawasi, mengkoordinasikan dan membina pelaksanaan sistem usaha industri kecil
Membina mekanisme kerja pemberian modal dan pengembalian kredit sehingga dapat memenuhi aspirasi industriawan, petani ubi kayu dan sumber kredit
184
Menjalin kerjasama kemitraan dengan swasta pedagang/industri hilir dalam menampung produk dan produsen / pedagang input produksi.
9. Kelompok Industri Tapioka Halus Melakukan usaha industri tapioka halus Menjalin kerjasama kemitraan dengan koperasi Mengikuti pelatihan manajemen dan teknologi produksi Pengelolaan pemilikan alat produksi di bawah pengawasan dan pembinaan kelompok koperasi Memasarkan hasil produksi tapioka halus kepada koperasi Membina
manajemen
usaha
dalam
rangka
pengajuan
dan
pengembalian kredit
Menyalurkan dana hasil usaha kepada anggota kelompok
10. Kelompok Industri tapioka kasar Melakukan usaha industri tapioka kasar Menjalin kerjasama kemitraan dengan koperasi Mengikuti pelatihan manajemen dan teknologi produksi Pengelolaan pemilikan alat produksi di bawah pengawasan dan pembinaan kelompok koperasi Memasarkan hasil produksi tapioka halus kepada koperasi dan industri tapioka halus Membina
manajemen
usaha
dalam
rangka
pengajuan
dan
pengembalian kredit
Menyalurkan dana hasil usaha kepada anggota kelompok
11. Kelompok petani ubi kayu
Melakukan usaha budidaya ubi kayu
Menjalin kerjasama kemitraan dengan koperasi
Mengikuti pelatihan manajemen dan teknologi budidaya
Pengelolaan pemilikan alat produksi di bawah pengawasan dan pembinaan kelompok koperasi
Memasarkan hasil produksi ubi kayu kepada koperasi dan industri tapioka kasar
185
Membina
manajemen
usaha
dalam
rangka
pengajuan
dan
pengembalian kredit
Menyalurkan dana hasil usaha kepada anggota kelompok
Kedaan krisis sistem agroindustri bisa terjadi setiap saat sampai kapanpun dan dimanapun. Koperasi sebagai lembaga ekonomi desa yang bertumpu pada kohesi sosial, diharapkan mampu diharapkan mampu menghimpun kekuatan kelompok kecil-kecil petani ubi kayu dan industri tapioka halus serta industri tapioka kasar menjadi satu kekuatan yang besar sehingga memiliki kekuatan tawar yang mampu meredam sistem penentuan harga yang monopsonistik. Koperasi sebagai lembaga ekonomi kecil yang bertumpu pada kolektif efisiensi diharapkan secara bersama-sama melakukan efisiensi bisnis sehingga anggotanya memiliki daya saing yang tinggi. Strategi yang dirumuskan berdasarkan emergent order dalam rangka penanggulangan krisis. Menurut Mason ( 2009) strategi bisnis dalam lingkungan turbulent lebih sesuai dengan strategi radikal, cepat disruptive, adaptive dan emergent. Berdasarkan analisis krisis dapat dirumuskan alternatif – alternatif strategi yang dikelompokkan
berdasarkan backward linkage sebagai strategi penguat
pasokan bahan baku, forward linkage sebagai penguat stabilitas harga tapioka dan gabungan keduanya.
Penentuan Strategi dan kebijakan penanggulangan krisis
Proses penentuan strategi dan kebijakan dilakukan dalam 3 tahap. Tahap pertama adalah penentuan sasaran utama strategi berdasarkan analisis krisis. Ada 4 kategori krisis yaitu: 1) Keadaan normal : dengan indikator pasokan tapioka kasar mencukupi perencanaan produksi pada kapasitas diatas BEP dan harga jual tapioka halus mampu memberikan kontribusi profit terhadap harga pokok produksi.
186
Pada keadaan ini strategi yang sedang berjalan masih cukup efektif, hanya perlu diperkuat strategi pencegahan krisis. 2) Keadaan Siaga : dengan indikator pasokan tapioka kasar tidak mencukupi perencanaan produksi pada kapasitas diatas BEP, tetapi harga jual tapioka halus masih memberikan kontribusi profit terhadap harga pokok produksi. Pada keadaan siaga strategi ditujukan untuk penguatan pasokan bahan baku, oleh karena itu strategi untuk keadaan siaga difokuskan pada area backward linkage. 3) Keadaan waspada :dengan indikator pasokan tapioka kasar mencukupi perencanaan produksi pada kapasitas diatas BEP, tetapi harga jual tapioka halus tidak cukup
memberikan kontribusi profit terhadap harga pokok
produksi. Pada keadaan ini strategi ditujukan untuk penguatan stabilitas harga tapioka halus, oleh karena itu strategi untuk keadaan waspada difokuskan pada area forward linkage. 4) Keadaan bahaya : dengan indikator pasokan tapioka kasar tidak mencukupi perencanaan produksi pada kapasitas diatas BEP dan harga jual tapioka halus tidak cukup memberikan kontribusi profit terhadap harga pokok produksi. Pada keadaan bahaya strategi ditujukan untuk penguatan pasokan bahan baku dan stabilitas harga tapioka halus, oleh karena itu strategi untuk keadaan bahaya
difokuskan pada area backward linkage dan forward
linkage.
Tahap kedua adalah perumusan alternatif kebijakan berdasarkan fokus pada area sasaran dan stakeholder sebagai aktor pengguna Sistem Manajemen Ahli SIMAK-CHAOTICA. Tabel 15 menjelaskan pengelompokan alternatif tindakan penanggulangan krisis berdasarkan tugas dan fungsi pengguna Sistem Manajemen Ahli SIMAK-CHAOTICA.
187
Tabel 15 Alternatif tindakan stakeholders penanggulangan krisis berdasarkan tugas dan fungsinya Aktor
Tugas dan fungsi
Alternatif tindakan penanggulangan krisis 1. Melakukan pemasaran
Koperasi
Sebagai wadah usaha ekonomi petani
Agroindustri
ubi kayu dan agroindustri tapioka
tapioka halus kepada
Tapioka
rakyat menuju kemandirian kelompok
mitra usaha
usaha dalam meraih nilai tambah ekonomi maupun nilai tambah sosial kultural Sebagai lembaga yang mengkoordinasikan semua potensi sumberdaya yang tersebar dalam komunitas masyarakat petani ubi kayu dan agroindustri tapioka rakyat menjadi satu kekuatan untuk menghadapi sistem perekonomian yang tidak kondusif
2. Melakukan pembelian tapioka halus dari anggota koperasi 3. Menjual tapioka halus kepada mitra dagang atau bulog 4. Melakukan pembelian tapioka kasar dari anggota koperasi 5. Melakukan penjualan tapioka kasar 6. Melakukan penyaluran nilai tambah ekonomi kepada petani ubi kayu dan industri tapioka rakyat sebagai anggota koperasi 7. Melakukan pembelian ubi kayu dari petani 8. Melakukan penjualan ubi kayu kepada agroindustri tapioka
188
Tabel 15 Alternatif tindakan stakeholders penanggulangan krisis berdasarkan tugas dan fungsinya (lanjutan 1) Aktor
Tugas dan fungsi
Alternatif tindakan penanggulangan krisis
Pemerintah
Mengorganisir pembangunan
Melakukan tindakan
pertanian dan agroindustri yang
pengendalian harga
meliputi kebijakan dalam bidang
tapioka
fiskal, moneter, infrastruktur dan
Melakukan
sistem tataniaga tapioka berdasarkan fair market
pengawasan penggunaan tapioka impor bagi industri besar Mengevaluasi tarif bea impor tapioka Mewajibkan industri hilir yang berskala besar menggunakan bahan baku tapioka lokal Menyediakan fasilitas kredit modal Melakukan operasi pasar
Bulog
Mengelola stabilitas stok dan harga komoditas tapioka
Membeli tapioka dari koperasi dengan harga wajar Menjual / mengekspor kelebihan stok tapioka
189
Tabel 15 Alternatif tindakan stakeholders penanggulangan krisis berdasarkan tugas dan fungsinya (lanjutan 2) Aktor
Tugas dan fungsi
Alternatif tindakan penanggulangan krisis Membeli tapioka kasar
Agroindustri
Sebagai produsen tapioka halus
tapioka
bekerjasama dengan agroindustri
kepada koperasi
tapioka kasar dan petani ubi kayu
Menjual produk
yang mengedepankan azas kebersamaan dan saling menguntungkan.
tapioka halus ke koperasi Mengatur jadwal produksi Membeli ubi kayu dari petani dengan harga wajar Membeli ubi kayu dari koperasi
Tahap ketiga adalah pemilihan kebijakan yang dirancang menggunakan sistem pakar. Model ini dirancang dalam suatu sistem pakar menggunakan fasilitas dialog yang berfungsi sebagai sarana interaksi antar pengguna dalam menentukan kebijakan pengendalian dampak Chaos. Sistem pakar akan menampilkan dialog yang berisi pertanyaan-pertanyaan dan nilai parameter yang harus dijawab oleh pengguna. Keluaran sistem pakar ini berupa rekomendasi pemecahan masalah. Sistem pakar ini terdiri dari 2 tahap, tahap pertama adalah menyusun solusi penanganan dampak Chaos dengan membuat matriks perihal tentang faktor dampak dan faktor kepentingan/manfaat atas kebijakan yang akan dipilih. Tahap kedua adalah menyusun alternatif solusi/kebijakan atas dasar penilaian terhadap faktor dampak dan manfaat. Faktor dampak, adalah penilaian terhadap resiko sosial ekonomi yang ditimbulkan oleh alternatif kebijakan kepada pemangku kepentingan industri
190
tapioka. Rentang nilai faktor dampak dinyatakan secara kualitatif yaitu ”Rendah”, ”Sedang”, dan ”Tinggi”. Semakin tinggi penilaian dampak ini menunjukkan semakin tinggi resiko yang harus ditanggung oleh pemangku kepentingan. Dengan demikian orientasi penilaian dampak ini adalah bagaimana meminimalkan dampak atas alternatif kebijakan kepada pemangku kepentingan. Faktor manfaat atau kepentingan, adalah penilaian terhadap manfaat /kepentingan yang ditimbulkan oleh alternatif kebijakan kepada pemangku kepentingan industri tapioka. Rentang nilai faktor dampak dinyatakan secara kualitatif yaitu ”Rendah”, ”Sedang”, dan ”Tinggi/mendesak”. Semakin tinggi penilaian manfaat/kepentingan ini menunjukkan semakin besar dan mendesak manfaat yang diterima oleh pemangku kepentingan. Dengan demikian orientasi penilaian manfaat ini adalah bagaimana memaksimalkan manfaat atas alternatif kebijakan kepada pemangku kepentingan. Untuk menentukan ukuran dari dampak dan manfaat atas kebijakan dibutuhkan paremeter-parameter yang dapat dijadikan sebagai ukuran intensitas, yaitu seberapa besar dampak dan manfaat yang akan diterima pelaku industri tapioka mulai dari petani hingga indusri hilir akibat adanya suatu kebijakan. Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya kelangsungan industri tapioka tidak terlepas dari keterkaitan antara petani ubikayu, industri tapioka kasar, industri tapioka halus, konsumen dan pemerintah. Oleh karena itu parameter-parameter yang disusun untuk mengukur intensitas dampak dan manfaat kebijakan yang diambil diupayakan dapat menjangkau pelaku rantai pasokan tapioka mulai dari petani hingga konsumen. Perumusan strategi ini berdasarkan pengguna Sistem Manajemen Ahli Simak-Chaotica pada kelompok kategori keadaan krisis. Oleh karena itu parameter manfaat dan dampak disesuaikan dengan kategori tersebut. Pengukuran manfaat dan dampak dalam 3 katagori ”Rendah (R)”, ”Sedang(S)”, dan ”Tinggi(T)”.
Keadaan siaga (backward linkage): Ukuran dampak terhadap: 1. Peningkatan pendapatan petani ubikayu
191
2. Peningkatan produksi ubikayu 3. Pengembangan industri tapioka kasar 4. Pengembangan industri tapioka halus Ukuran manfaat terhadap: 1. Peningkatan pendapatan petani ubikayu 2. Peningkatan produksi ubikayu 3. Pengembangan industri tapioka kasar 4. Pengembangan industri tapioka halus Keadaan waspada (forward linkage): Ukuran dampak terhadap: 1. Kestabilan harga tapioka halus 2.
Efisiensi industri tapioka halus
3.
Pengembangan industri tapioka halus
4.
Iklim investasi dan pertumbuhan perekononian Nasional
Ukuran manfaat terhadap: 1.
Kestabilan harga tapioka halus
2.
Efisiensi industri tapioka halus
3.
Pengembangan industri tapioka halus
4.
Iklim investasi dan pertumbuhan perekononian Nasional
Keadaan Bahaya (backward - forward linkage): Ukuran dampak terhadap: 1. Peningkatan pendapatan petani ubikayu 2. Peningkatan produksi ubikayu 3. Pengembangan industri tapioka kasar 4. Pengembangan industri tapioka halus 5. Kestabilan harga tapioka halus 6. Efisiensi industri tapioka halus 7. Iklim investasi dan pertumbuhan perekononian Nasional Ukuran manfaat terhadap: 1. Peningkatan pendapatan petani ubikayu 2. Peningkatan produksi ubikayu
192
3. Pengembangan industri tapioka kasar 4. Pengembangan industri tapioka halus 5. Kestabilan harga tapioka 6. Efisiensi industri tapioka 7. Iklim investasi dan pertumbuhan perekononian Nasional Dengan memperhatikan upaya untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalkan dampak, maka pengambil kebijakan akan melakukan penilaian dengan kategori Rendah (R), Sedang (S), dan Tinggi (T). Selanjutnya dilakukan agregasi penilaian terhadap parameter dampak dan parameter manfaat. Proses agregasi ini menggunakan metoda OWA. Proses pembobotan terhadap parameter dilakukan terhadap pakar responden dengan kuisioner perbandingan berpasangan. Hasil pembobotan yang telah dilakukan disajikan pada Tabel 16. Perhitungan agregasi menurut Yager (1993) yaitu menghitung setiap skor alternatif ke i untuk setiap pengambilan keputusan kej (Vij) pada semua kriteria (ak). Rumus yang digunakan : Vij = min [Neg (Wak) v Vij(ak)]
(60)
Dimana: Vij Wak Neg (Wak) Vij (ak) k
= Nilai alternatif ke-i oleh pakar ke-j = Bobot kriteria ke-k = W q-1+i = Nilai alternatif ke-i oleh pakar ke-j pada kriteria ke-k = 1,2,3,…
Pada penelitian ini hanya untuk menghitung agregasi kriteria dan akan diisi oleh satu orang pakar, oleh karena itu rumus (46) menjadi: V = min [Neg (Wk) v Vk(ak)]
(61)
Dimana: V
= Nilai agregasi kriteria
Wk Neg (Wk) Vk(ak) k
= Bobot kriteria ke-k = negasi dari nilai Wk =W q-1+i = Nilai kriteria ke-k yang diberikan oleh pakar = 1,2,3,…
193
Tabel 16 Bobot parameter dampak dan manfaat keadaan Siaga (backward linkage) Parameter Peningkatan pendapatan petani ubi kayu Peningkatan produksi ubi kayu Pengembangan industri tapioka kasar Pengembangan industri tapioka halus
Dampak Bobot Nilai Negasi
Manfaat Bobot Nilai Negasi
0.160 0.081 0.355 0.403
0.059 0.165 0.553 0.223
R R S R
T T S T
S R T S
S T R S
Tabel 17 Bobot parameter dampak dan manfaat keadaan Waspada (forward linkage) Parameter Pengembangan industri tapioka halus Kestabilan harga tapioka halus Efisiensi industri tapioka halus Iklim investasi dan pertumbuhan perekononian Nasional
Dampak Manfaat Bobot Nilai Negasi Bobot Nilai Negasi 0.086 0.392 0.056
R T R
T R T
0.253 0.407 0.123
S T R
S R T
0.466
T
R
0.217
S
S
Tabel 18 Bobot parameter dampak dan manfaat keadaan Bahaya (backward forward linkage) Dampak Parameter Peningkatan pendapatan petani ubi kayu Peningkatan produksi ubi kayu Pengembangan industri tapioka kasar Pengembangan industri tapioka halus Kestabilan harga tapioka halus Efisiensi industri tapioka halus Iklim investasi dan pertumbuhan perekononian Nasional
Manfaat
Bobot
Nilai
Negas i
0.090 0.070
R R
T T
0.135 0.090
S R
S T
0.202
S
S
0.286
T
R
0.111 0.451 0.037
R T R
T R T
0.110 0.279 0.024
S T R
S R T
0.039
R
T
0.076
S
S
Bobot Nilai
Negas i
194
Akuisisi pengetahuan Akuisisi
pengetahuan
pakar
dilakukan
melalui
wawancara
untuk
mendapatkan alternatif-alternatif strategi kebijakan pemulihan dan pencegahan krisis.
Dengan
pendekatan
Issue
Management
Technology
(IMT)
dan
memperhatikan upaya untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalkan dampak, maka alternatif kebijakan disusun mengacu pada matriks perihal yang sudah diklarifikasi dalam forum FGD sebagai berikut:
Tabel 19 Matriks perihal kebijakan koperasi untuk keadaan siaga R
Melakukan R
penyaluran nilai tambah ekonomi kepada petani ubi
MANFAAT
kayu dan industri tapioka rakyat sebagai
DAMPAK S
Melakukan pembelian tapioka kasar dari anggota koperasi
T
Melakukan pembelian tapioka kasar dari anggota koperasi
anggota koperasi
Tabel 19 Matriks perihal kebijakan koperasi untuk keadaan siaga (lanjutan) R
Melakukan pembelian
MANFAAT
S
ubi kayu dari petani
T
Melakukan penjualan ubi kayu kepada agroindustri tapioka
DAMPAK S Koperasi melakukan pembelian ubi kayu kepada mitra pedagang ubi kayu Koperasi melakukan pembelian ubi kayu kepada mitra pedagang ubi kayu
T Koperasi segera melakukan pembelian tapioka kasar kepada mitra produsen/pedagang Koperasi segera melakukan pembelian tapioka kasar kepada mitra produsen/pedagang
195
Tabel 20 Matriks perihal kebijakan koperasi untuk keadaan waspada R
Melakukan R penyaluran nilai
tambah ekonomi
DAMPAK S Induk koperasi melakukan pemasaran kepada mitra usaha
T Koperasi mengendalikan harga tapioka dengan mengatur stock tapioka
kepada petani ubi kayu dan industri tapioka rakyat sebagai anggota koperasi MANFAAT
Koperasi membeli seluruh tapioka dari S produsen anggota koperasi dengan harga wajar
Koperasi menjual tapioka dengan harga wajar
Melakukan pemasaran tapioka halus kepada mitra usaha
Koperasi membeli seluruh tapioka dari T produsen anggota koperasi dengan harga wajar
Melakukan pemasaran tapioka halus kepada mitra usaha
Melakukan pemasaran tapioka halus kepada mitra usaha
Tabel 21 Matriks perihal kebijakan koperasi untuk keadaan Bahaya R Melakukan
R
penyaluran nilai tambah ekonomi kepada petani ubi kayu dan industri tapioka rakyat sebagai anggota koperasi
MANFAAT
S
Melakukan pembelian ubi kayu dari petani Koperasi membeli seluruh
DAMPAK S
T
Melakukan
pembelian tapioka kasar dari anggota koperasi Induk Koperasi melakukan pemasaran kepada usaha
Melakukan pembelian tapioka kasar dari anggota koperasi
Koperasi mengendalikan harga tapioka mitra dengan mengatur stock tapioka
Koperasi melakukan pembelian ubi kayu kepada mitra pedagang
Koperasi segera melakukan pembelian tapioka kasar kepada mitra
196
tapioka dari produsen anggota koperasi dengan harga wajar
T
Melakukan penjualan ubi kayu kepada agroindustri tapioka Koperasi membeli seluruh tapioka dari produsen anggota koperasi dengan harga wajar
ubi kayu Koperasi menjual tapioka dengan harga wajar
Koperasi melakukan pembelian ubi kayu kepada mitra pedagang ubi kayu Melakukan pemasaran tapioka halus kepada mitra
produsen/peda gang Melakukan pemasaran tapioka halus kepada mitra usaha Koperasi segera melakukan pembelian tapioka kasar kepada mitra produsen/peda gang Melakukan pemasaran tapioka halus kepada mitra usaha
usaha
Tabel 22 Matriks perihal kebijakan pemerintah untuk keadaan waspada dan bahaya R
Menyediakan fasilitas kredit modal R
Mengevaluasi tarif bea impor tapioka
DAMPAK S
Melakukan pengawasan penggunaan tapioka impor bagi industri besar Melakukan operasi pasar
Mengevaluasi tarif bea impor tapioka
Melakukan pengawasan penggunaan tapioka impor bagi industri besar
Mewajibkan industri hilir yang berskala besar menggunakan bahan baku tapioka lokal
S MANFAAT
T
Mengevaluasi tarif bea impor tapioka
T
Melakukan pengawasan penggunaan tapioka impor bagi industri besar
197
Tabel 23 Matriks perihal kebijakan Bulog untuk keadaan waspada dan bahaya R
DAMPAK S
Membeli tapioka dari koperasi dengan harga R wajar
Mengekspor kelebihan stok tapioka
Membeli tapioka dari koperasi dengan harga S wajar
Mengekspor kelebihan stok tapioka
T
Menjual kelebihan stok tapioka kepada industri hilir
MANFAAT
Menjual kelebihan stok tapioka kepada industri hilir
Membeli tapioka dari koperasi dengan harga T wajar
Mengekspor kelebihan stok tapioka
Menjual kelebihan stok tapioka kepada industri hilir
Tabel 24 Matriks perihal kebijakan Agroindustri tapioka untuk keadaan Siaga R Membeli ubi kayu
dari koperasi Mengatur jadwal
produksi
DAMPAK S Membeli ubi kayu
dari koperasi Mengatur jadwal
produksi
T Mengatur
jadwal produksi
R
Membeli tapioka kasar kepada koperasi MANFAAT
Membeli tapioka kasar kepada koperasi
S
T
Mengatur jadwal Membeli tapioka produksi kasar kepada koperasi Membeli tapioka kasar kepada Mengatur jadwal koperasi produksi
Membeli tapioka kasar kepada koperasi Mengatur jadwal produksi Membeli tapioka kasar kepada koperasi Mengatur jadwal produksi
198
Tabel 25 Matriks perihal kebijakan Agroindustri tapioka untuk keadaan Waspada R Mengatur jadwal
produksi
DAMPAK S Mengatur jadwal
produksi
R MANFAAT
S
Mengatur jadwal produksi
Menjual produk tapioka halus ke koperasi
T Menjual
produk tapioka halus ke koperasi Menjual produk tapioka halus ke koperasi
Tabel 25 Matriks perihal kebijakan Agroindustri tapioka untuk keadaan Waspada (lanjutan) R
T MANFAAT
Menjual produk tapioka halus ke koperasi
DAMPAK S
Menjual produk tapioka halus ke koperasi
T
Menjual produk tapioka halus ke koperasi
Tabel 26 Matriks perihal kebijakan Agroindustri tapioka untuk keadaan Bahaya R Membeli ubi kayu
dari koperasi Mengatur jadwal
produksi R
MANFAAT
S
Mengatur jadwal produksi Membeli tapioka kasar kepada koperasi
DAMPAK S
T
Membeli ubi dari koperasi kayu dari Mengatur jadwal petani produksi dengan harga wajar Menjual produk tapioka halus ke koperasi Mengatur jadwal Membeli ubi produksi kayu dari petani Membeli ubi kayu dari petani dengan harga dengan harga wajar wajar Menjual Membeli ubi kayu
199
T
Mengatur jadwal Membeli tapioka produksi kasar kepada koperasi Membeli tapioka kasar kepada Menjual produk koperasi tapioka halus ke koperasi
produk tapioka halus ke koperasi Membeli tapioka kasar kepada koperasi Menjual produk tapioka halus ke koperasi
Pengetahuan-pengetahuan tersebut ditransfer kedalam program komputer yang disebut basis pengetahuan. Pengetahuan prosedural dapat direpresentasikan dengan menggunakan kaidah produksi dan representasi logika. Agar sistem pakar dapat bekerja, maka pengetahuan pakar harus direpresentasikan dalam komputer dan diorganisasikan dengan dasar pengetahuan dari sistem pakar. Dalam sistem aturan dasar (rule base system), pengetahuan yang berada dalam basis pengetahuan direpresentasikan dalam IF-THEN rules yang mengkombinasikan kondisi dan kesimpulan untuk menyelesaiakan masalah pada situasi yang spesifik. IF mengindikasikan kondisi untuk rule yang diaktifkan. THEN menunjukkan aksi atau kesimpulan dari semua kondisi IF yang sesuai.
Mesin inferensi dan User Interface Mesin inferensi merupakan otak dari sistem pakar yang dikenal sebagai struktur pengendalian atau aturan dasar (rule base) sistem pakar. Mesin inferensi berisi strategi penalaran yang dipakai oleh pakar pada saat mengolah atau memanipulasi fakta dan aturan. Dalam penelitian ini digunakan penalaran nalaran kedepan (forward chaining), yaitu dimulai dari evaluasi kebenaran fakta /informasi untuk menyimpulkan suatu goal. Skenario rule base disajikan pada lampiran 1. Untuk memudahkan pengguna berinteraksi dengan komputer, maka pengetahuan pakar tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam program komputer dengan menggunakan software Matlab menggunakan aturan logika ”jika-maka” (IF-THEN Rule) melalui pembentukan mesin inferensi.