2
KONSEP-KONSEP PENDUGAAN DENGAN METODE AKUSTIK DAN TEORI REVERBERASI
2.1
Konsep-konsep Pendugaan dengan Metode Almstik Dalam pendugaan stok dengan met ode akustik digunakan
sejumlah asumsi-asumsi yang disederhanakan berhubungan dengan penyebaran dan kepadatan kelompok ikan. Asumsi-asumsi yang digunakan antara lain:
perambat-
an gelombang akustik berada pada garis lurus dengan tetap mempertimbangkan "spreading loss", il,an tersebar dengan peluang yang sarna dalam keseluruhan kolom yang ditempati oleh setengah panj ang pulsa pada sembarang range, dan tidak terdapat penghamburan berganda (multiple scattering). 2.1.1
Persamaan Akustik Persamaan akustik adalah persamaan yang dapat meng-
gambarkan penampilan dari suatu sistem akustik (sistem sonar).
Persamaan akustik terbentuk dari interaksi suara
(termasuk efek dari "spreading loss" dan "absorption loss") dan karakteristik penghamburan target (CLAY and MEDWIN, 1977) . Menurut CUSHING (1973), ada t iga bentuk parameter yang penting dalam persamaan akustik yakni ditentukan oleh peralat an, medium, dan target.
Secara skemat ik, paramet er-
parameter yang berpengaruh pada sistem sonar ditunjukkan pada Gambar :1...
8
Peralat an meliputi peringkat sumber suara (source level, SL) dan '!directivity characteristic", dan juga peringkat noise (noise level, NL) peralatan.
Medium ber-
peran dalam menentukan besarnya "transmission loss" (TL), peringkat reverberasi (reverberation level, RL) dan "ambient noise".
Sedang target berperan dalam penentuan
target strength (TS).
Target Strength menyatakan besar-
nya sinyal pantulan atau yang dihamburbalikkan (backscattered) dari target pada satuan jarak dari target ke arah transducer. CARUTHERS (1977) menyatakan bahwa persoalan dasar yang dihadapi dalam akustik menyangkut cara pengukuran sejumlah sinyal (kemungkinan echo) terhadap reverberasi. Agar supaya sinyal dapat didetel,si (melampaui reverberasi latar belakang), rasio sinyal terukur terhadap latar belakang terukur (signal-to-noise ratio) haruslah sekurang-kurangnya berada
pada nilai minimum yang ditentu-
kan oleh sistem. Secara umum, kriteria rancangan agar dapat berfungsinya sistem akustik dinyatakan oleh pertidaksamaan berikut:
SIGNAL
~
tIDS; DT + NL
Dasar kondisi operasional minimal bagi sistem sonar adalah DT ;
tIDS - NL, dimana DT (detection threshold) meru-
pakan peringkat kesanggupan deteksi sinyal minimum (minimum detecable signal, 1IDS) sewaktu NL sama dengan 0 dB. Dengan kata lain DT adalah kesanggupan deteksi ratio signal-to-noise.
minimum
sonar system
~I(
platform geometri
I I
sonar nature
I target geometri
---:::::::::======:::::--.\. . I
<----- sonar syst em
sound velocity pro-
file, geometri wave, bottom nature, wind
I
I
I I r-----, I acoustic
i
acoustic
'-_~
channel
ambient noise wave, wind, volume & bottom scattering, sound velocity profile
Gambar 2.
I I I I
sonar target
signal X-mitter f---+~channel
I I
C;ve, wind
j
Sistem sonar dan parameter-parameternya (Sumber: Griffth ~ al. (ed), 1973)
sensor & signal conditioning
space & time processing
10 Persamaan akustik untuk menentukan ambang deteksi (detection threshold, DT) mengikuti persamaan : DT = SL - 2TL + TS - NL, dalam kondisi noise adalah "isotropic", dan transducer (receiver) "non-directional". Dalam kasus ini sistem dikatakan berada dalam keadaan noise terbatas (noise limited). Apabila transducer berarah (directional) dengan "directivity index", DI, persamaan di atas menjadi : DT = SL -2TL + TS - NL + DI Jika energi yang dipancarkan transmitter ke dalam air sehingga peringkat reverberasi, RL melampaui peringkat noise terukur, persamaan di atas menjadi : DT
=
SL - 2TL + TS - RL + AG, dimana AG adalah "array
gain" yang mesti digunakan menggantikan DI karena RL tidak isotropic.
Dalam kasus ini sistem dikatakan berada rever-
berasi terbat as (reverberation-limited). 2.1.2
Pengukuran Volume Backscattering Strength Untuk menyederhanakan penjelasan dari volume back-
scattering diterapkan konsepsi bahwa:
ada kesatuan tang-
gap di bagian dalam beam dan tidak terdapat pada bagian luarnya.
Dalam prakteknya pola beam transducer sebenarnya
digantikan oleh "equivalent beam", MITSON, 1983).
1\5'
(JOHANNESSON and
11
transducer
Garnbar 3.
Ilustrasi acoustic backscattering oleh suatu volume kecil, dV (Sumber: Johannesson and Mit son , 1983)
Pada Gambar 3, panj ang dV cukup kecil sehingga j ika teradiasi oleh suatu pulsa (insonified) maka seluruh pengharnburan yang dihasilkan oleh volume tersebut diterima oleh transducer pada saat yang
bersarnaan.
Hal ini dapat
dijelaskan (visualised) dengan mula-mula memperhatikan permukaan depan pulsa yang mencapai dan beraksi terhadap pengharnbur-penghambur (scatterers) pada bagian be lakang dV.
Energi yang diharnburbalil':kan (backscatt ered) dari
daerah bagian belakang dan bagian depan d\' :L1{an tiba di transducer dari bagian permukaan belakang pulsa. ga panj ang dV sarna dengan c 'C/2. dV
=
2 R c
Gdil,
dimana
t:
Sehing-
Dengan demikian volume
adalah pulse duration, R adalah
range (j arak permukaan transducer ke permukaan target),
12 c adalah kecepatan gelombang akustik dalam air, dan d.D. adalah solid beam angle. Diperlukan penentuan intensitas penghamburanbalik akustik (acoustic backscattering intensity) dari volume ini, dan untuk melakukannya diperlukan suatu pengertian yang mirip dengan TS, yakni "volume backscattering coefficient", s . v
Volume backscattering coefficient didefi-
nisikan sebagai ratio dari intensitas hamburan balik (backscatter intensity), I , yang dihasilkan oleh satuan b volume pada jarak 1 meter dari volume terhadap intensitas gelombang yang mengenai target (incident intensity, Ii)' dalam
hal ini : Sv = Ib/Ii dan Sv = 10 log Sv
Volume dV (pada Gambar 3) menj adi :
s .R v
2
.co .d.fl,
sehingga untuk keseluruhan beam, substitusi d.fl dengan dV
=
sv. R
2
l.j5,
.cr. .'0/.
Penentuan peringkat reverberasi (RL) dapat dicari dari persamaan di atas.
Jika intensitas transducer ada-
lab I, al,an tereduksi sebesar R4 (= 40 log R) yaitu sewal,tu merambat dari transducer ke volume dV dan sebaliknya. RL = IR
-4
2 sv. R . c 1:, •
'!f1,
dalam bent uk logari tma
RL = SL-20 log R+10 log Sv + 10 log C0 + 10 log
0/
Pada prakteknya, absorption loss, 2.(R, dalam hal inioC adalah attenuation coefficient of sound, mesti diperhitungkan pula sehingga diperoleh -(20 log R + 2,( R), namun
13 jika digunakan time varied gain (TVG) nilai ini dapat dikompensasikan sehingga tidal, muncul dalam persamaan. Volume backscattering strength, S ty scattering layer.
merupal,an properv Hal ini berbeda dengan TS, dimana
pada TS hanya dapat memberikan gambaran karakter terhadap objek tunggal, tidak terhadap scattering layer at au obj ek yang bervmjud volume lainnya sebab TS akan tergantung pada beam pattern dan juga panj ang pulsa (pulse length). Volume backscattering strength dapat ditentukan dengan persamaan berikut: S
v
~
V - SL - VR + (20 log R + 2.cR) + 10 logl'! rms
r
-10 log c
~
/2
"
dimana V rms VR
~
tegangan pada output terkalibrasi
~
receiving voltage dB//l volt perf Bar
Pada Gambar 4, tekanan gelombang membentuk aksi RL pada transducer yang diterima, menghasilkan tegangan VRT (voltage at transducer terminal) sebesar RL + SRT, sehingga:
VRT
~
SL + SRT + Sv + 10 log
c~/2
+ 10 log
~1
Gambar 4, memperlihatkan tegangan VRT diolah melalui echo sounder, mula-mula oleh gain amplifier tetap, G , dan ke1 mudian dalam amplifier TVG, G . 2
Gaim amplifier TVG biasa-
nya memberikan gambaran range maksimum TVG.
Semua tegang-
an dari echo sounder dikuadratkan dalam eCho-integrator untuk dikonversikan dari tegangan ke intensitas.
Dilak-
sanakan pula penyesuaian terhadap kecepatan kapal, kedalaman, dan selang kedalaman.
14
Echo-Integrator
2 VR
Depth Selector
TInS
Squarer
VR
TVG amplifier
Echo Sounder
Pre-amplifier
VRT
I \t_________
Transducer
S_R_T______
I
I
RL
~,1 \
\
I
\
I
I I
\
I
\
I
\
I
I /
I
\ \
I
\
I
I
\
\
I
\
\
\
/
/
\
\
\
I I I I I
I
EVERBERASI
Gambar 4.
Skema pengolahan gelombang reverberasi (Sumber: J ohannesson and Mitson, 1983)
15
2.1.3
Pengukuran Bottom Backscattering Strength Sewaktu gelombang suara mengenai dasar perairan, se-
bagian dari energi yang mengenai dasar perairan (incident energy) akan dipantulkan.
Energi pantulan ini akan di-
sebarkan ke segala arah.
Sebaran energi akibat pantulan
ini sepenuhnya tergantung pada kekasaran permukaan dasar. Bottom backscattering strength, Ss' didefinisikan sebagai intensitas suara yang dihamburbalikkan dari per2 mukaan dasar 1 m ke arah transducer (indeks "s" menandakan "surface", dalam konteks ini dimaksudkan sebagai permukaan dasar). Besarnya bottom backscattering strength tergantung pada sudut datang (grazing angle) suara yang tiba pada permukaan dan struktur dasar perairan (lihat GambaI' 5).
rough bottom
Grazing angle
GambaI' 5.
Grazing angle
Kurva bottom backscattering strength (Sumber: SUIRAD, 1968)
Secara kuantitatif, bottom backscattering strength dihi tung (SIMRAD, 1968) dengan persamaan berikut: V
rms
- SL - VR +(40 log R + 2.cR) -
16 dimana bb' - beam pattern transducer dA
- elemental bottom area
-e- -
sudut dengan arab tegak lurus ke bidang radiasi
¢ 2.1.4
sudut dari arah acuan tertentu
Pengukuran Mean Volume Backscattering Strength (MVBS) Mean volume backscattering strength adalah rata-rata
Spada satu atau lebih pancaran pada selang range (6 R) v dan satuan jarak tertentu. Untuk selan g kedalaman L::,. R
=
R2 - R , volume back1
scattering strength untuk satu pancaran adalah merupakan pengukuran intensi t as akustik yang dipantulkan seket ika 3 pada tiap-tiap m penambahan air dan dirata-ratakan terhadap L::,. R.
Sepanjang jarak yang dilayari, hasil MVBS
adalah MVBS per
pancaran (radiasi), dirata-ratal,an ter-
hadap 6.R dan satuan jarak yang relevan. Secara logari tma S
v
dapat dinyat akan sebagai
~\ = 10 log?v + TS
dimana
TS - rata-rata TS individu ikan dalam keseluruhan volume teradiasi
?v -
3 rata-rata kepadatan (ikan/m )
Jika Sv diketahui dan nilai TS diketahui pula sebelumnya, maka rata-rata kepadatan ikan yang menjadi target dapat diduga.
17 Mean volume backscattering strength pancaran akustik tunggal yang melewati selang jarak .6R = R2 - R1 selanjutnya dapat dinyat akan sebagai jumlah pulsa "volume scattering coefficient" individu dibagi selang jarak. Dengan demikian,
S
v
dimana C. - mewakili parameter instrumen seperti l SL, SRT, N (V
= .6R/c C/2 - adalah banyaknya panjang pulsa yang terjadi dalam selang
? -
o n
Imadrat tegangan output ke-n
Dalam survai sebenarnya, nilai MVBS rata-rata yang terjadi pada j arak 1 mil laut adalah : t=T
s-vv
MVBS 1 -ml.1 = dijllana T
x
x
= t= L 1 S v IT x
- jumlah total pancaran selama 1 mil
s-vv
rat a-rat a dari rat a-rat a pulsa volume backscatter
Dari pernyataan-pernyataan di at as , ada dua faktor penting yang dapat dikemukakan:
(1) MVBS merupakan
scattering parameter biomas, bebas dari parameter-parameter sistem, (2) bi la Sv merupakan hasi 1 rat a-rat a terhadap selang integrasi terpilih daripada merupakan crosssect ion sebenarnya dari lapisan ikan, maka MVBS berhubungan dengan equivalent kepadat an ikan (JOHANNESSON and MITSON, 1983).
Ikan diasumsikan tersebar merat a dalam
18 seluruh volume selang kedalaman, namun bukan merupakan kepadatan sebenarnya, diilustrasikan pada Gambar
6.
transducer
R ~
Gambar 6.
Ilustrasi sampling MVBS (Sumber: Johannesson and Mitson, 1983)
Menurut JOHANNESSON and MITSON (1983), walaupun MVBS dapat mengukur kepadatan biomas relatif (TS tidak diketahui), seperti nilai pengamatan M (dibahas pada bagian 2.1.5), terdapat perbedaan penting:
MVBS berlaku umum
sedang nilai M menggambarkan jumlah
yang berbeda-beda
(arbitrary).
Sehingga nilai MVBS yang diperoleh dari sa-
tu kapal/sistem pada daerah tertentu langsung dapat dibandingkan dengan nilai MVBS yang dikumpulkan oleh kapal/ sistem lain pada daerah yang berlainan.
Perbandingan
19 serupa antara nilai M dari dua kapal survai yang
berbeda
tidak dapat dipakai, sebab nilai-nilai ini tergantung pada scattering parameter dan juga pada pemilihan pemasangan kontrol. Dengan
bantuan integrat or, SAETERSDAL et al.
(1982),
menghitung MVBS dengan persamaan
= 10 log I - A + VOl - 10 log
Sv dimana I
A
~R + C
1 + C2
- integrator output (mm) - integrator gain (dB)
VOl - tetapan penampilan integrator 6R - selang pencatatan - tetapan echo sounder - tetapan echo sounder sewaktu digunakan (setting) 2.1.5
Pengukuran Kepadatan Relatif dan Kepadatan Mutlak (1)
Pengukuran Kepadatan Relatif
Nilai-nilai pengamatan yang diperoleh echo-integrator (11 , 11 , 113 . 1 2
.
.) sewaktu melakukan survai kepadat an
populasi, merupakan survai kepadat an populasi, yakni pengukuran langsung 1-mil echo-abundance index terhadap volume air yang teradiasi dengan pulsa (insonified), dan kepadat2 an area I"818tif (biomasjmi1 ) antara satuan jarak. Echo-abundance index selain merupakan fungsi kepadatan ikan juga sekaligus sebagai fungsi ketebalan lapisan ikan yang terdapat dalam bat as-bat as kedalaman terintegrasi.
20 (2)
Pengukuran Kepadatan Mutlak
Menurut MIDTTUN and NAKKEN (1977), hasil keluaran echo-integrator pada survai stok ikan secara akustik adalah berbanding langsung dengan kepadatan ikan yang di-
;0 =
amati, yakni
C x M (JOHANNESSON and MITSON, 1983).
Konversi nilai kepadatan relatif dalam milimeter 2 (nilai keluaran integrator) ke kepadatan mutlak (tonjmi1 ) diperoleh melalui perkali an dengan tet apan 'C'.
Tet apan
konversi integrator ini memegang peranan penting dalam transformasi dari kepadatan relatif ke kepadatan mutlak (JOHANNESSON and MITSON, 1983). Dari hasil pendekatan teoritis dan hasil praktis pengukuran suatu percobaan dengan menggunakan dua met ode pengukuran, yakni "standard sphere" dan "hydrophone", VOROBYOV et al.
(1981) merekomendasikan pengukuran tetap-
an C dengan menggunakan standard sphere.
Kemudian STEP-
NOWSKI and BURCZYNSKI (1981) memberikan persamaan untuk menentukan nilai C sebagai berikut: 10 log C
=
10 log 3430 + Sv - TS -10 log
1
kg+ 10 log ~R
M
= TS - 10 log n 1kg
dimana '1'Slkg
Dengan met ode lain, FOOTE, KNUDSEN and VESTNES (1982) menggunakan digital integrator (multi channel computerized integrator) dan kalibrasi tingkat lanjut dengan target standar menduga kepadatan mutlak melalui pengukuran MVBS (JOHANNESSON and MITSON, 1983).
Kepadat an dihitung mela-
lui persamaan dalam bantuk antilog: 10 0 ,1 (S
v
_ TS - 10 log 6R)
21 2.1.6
Penentuan Kepadatan Rata-rata pada Areal Tertentu Penentuan kepadatan ikan rata-rata merupakan kombi-
nasi proses pengukuran dan analisa statistik. Pada GambaI' 7, penentuan kepadatan ikan rata-rata pada daerah A dengan ni1ai pengamatan 11 , 11 , M , 1 2 3 M dan tetapan ka1ibrasi C, menggunakan rumus: n
j=N
=
C
(C
j=l
M.)
J
IN
Menurut JOHANNESSON and MITSON (1983), rumus ini hanya ber1aku jika nilai 11 diperlakukan sebagai variabel acak kontinyu, memenuhi fungsi peluang kepadatan yang dapat didekati dengan sebaran normal.
Jika hal tersebut ben ar,
C merupakan tetapan kalibrasi tal<;: berbias, sehingga hasil dugaan kepadatan rata-rata pun tak berbias.
survai track
Gambar 7.
Survai t:racli: penentuan kepadatan ratarata (Sumber: Johannesson and Mitson, 1983)
22 2.2
Teori Reverberasi Sebagai t amb ah an dari echo target dan ambient noise,
sonar akan menerima sebagian energi yang dipancarkannya sendiri dalam bent uk echo yang tidak dikehendaki.
Energi
kembalian hasil pantulan bebas titik-titik pemantul atau penghambur yang tersebar dalam medium ini dikenal sebagai reverberasi.
Berbagai-bagai ketidakseragaman dalam kolom
dan pada permukaan yang membatasi medium memberikan pengaruh terhadap penghamburan ini (JOHNSEN, 1973; CARUTHERS, 1977) . Teori reverberasi (CARUTHERS, 1977) dibangun dalam dua bentuk:
(1) reverberasi kolom (volume reverberation),
dan (2) reverberasi permukaan (surface reverberation). Reverberasi permukaan secara fisik kemudian dibagi menjadi dua: 2.2.1
permukaan laut dan permukaan dasar laut. Teori Reverberasi Kolom Pada reverberasi kolom, penghamburan suara oleh ke-
tidakseragaman dalam air dapat berkisar antara dua ekstrim: (1) penghamburan Rayleigh, oleh partikel yang jauh lebih keci 1 daripada panjang gelombang,
A,
pancaran.
Pengham-
buran ini tidak tergantung pada bentuk dari penghambur, namun tergantung pada pangkat dua frekuensi,
(2) pemantul-
an geometrik teratur, oleh objek yang lebih besar daripada
A pancaran.
Penghamburan ini tergantung pada "acoustical
properties" individu-individu penghambur dan tidak tergantung pada frekuensi.
23 Berbagai organisme plankton dan ikan-ikan muda berukuran lebih pendek dari
A akustik.
Gelembung gas yang
dihasilkan oleh al,tivitas hidup plankton ini mempunyai kemampuan
memantul (reflectivity) yang lebih besar dari
plankton itu sendiri (YUDANOV and KALIKHMAN, 1982).
Hal
ini sangat mempengaruhi karakteristik akustik dalam perhitungan . Menurut CARUTHERS (1977), untuk menggambarkan reverberasi kolom secara kuanti tatif, diperlukan konsepsi tentang volume scattering coefficient (m ) dan volume scatv
tering strength (s ). v Volume scattering coefficient, m , didefinisikan sev bagai daya (power) per satuan intensitas dan volume penghamburan yang dihamburkan oleh volume kecil (V) dari intensitas gelombang yang mengenai bidang (I), dalam hal p
ini:
m
v
=
scat
LV
(L
-1
), dimana P scat adalah total daya
yang dihamburkan be a'll.
Karena m V mempunyai dimensi area v dan memotong daya I(m V), maka m dapat ditafsirkan sebav v gai "effective cross-sectional area" dari volume penghamburan.
Dengan demikian m
v
dapat pula disebut "backscatter
cross-section" . Volume scattering st!'ength, s , merupakan intensitas v per satuan intensitas yang mengenai target (incident intensity) dan volume penghamburan yang dihamburkan oleh suatu volume kecil dari intensitas gelombang yang mengenai bidang, dan diukur pada satuan jarak dengan arah
(~,~),
24 I
dalam hal ini:
Sv
(-61-,
(L -3), dimana
Iscat (-{T,~) adalah in tensi t as yang dihamburkan dari beam dengan arah (-\r,t) dan diukur pada jarak acuan dari pusat akustik penghambur.
Volume backscattering strength ada-
lah scattering strength berarah backscatter. Total scattering strength dari volume laut teradiasi I
suara adalah:
s~at =
I
svdV.
Biasanya s
v
v
diasumsikan
tetap dalam volume sehingga integral tereduksi menjadi s V. v
Nilai decibel dari total scattering strength adalah I
ekuivalen dengan TS, sehingga:
TS
=
10 log
scat I
= Sv +
10 log V.
Peringkat reverberasi kolom (RL ) adalah peringkat v bidang gelombang sepanjang aksis almstik yang tiba pada transducer (receiver) menghasilkan respon hydrophone yang sa.ma dengan reverberasi. RL v
= SL - 2TL + S v +
insonified volume". 2 iT = r
10 log iT, dimana V adalah "effective
Volume efektif di tentukrul dengan:
4TG
(c 0/2)jb(-\T,t) b l (-e-,~) d.Q, dimana
o
t:.
adalah pulse
duration dan b dan b l masing-masing adalal1 pola beam pancaran dan penerimaan, lihat Gambar 8. 4n;
Nilai
.f b(-lT,~) o
b l (%,~) dD dikenal sebagai "equivalent
solid angle beOL'!1width" (7.lS). "sperical spreading", RL RL
v
=
v
Jika diasumsikan terj adi
dapat dituliskan sebagai :
2 SL - 40 log R + Sv + 10 log R c L. /2 + 10 log
<\5
25
transducer
Gambar 8.
2.2.2
Volume efektif (Sumber: Caruthers, 1977)
Teori Reverberasi Permukaan Reverberasi permukaan adalah reverberasi yang diha-
silkan oleh penghamburan energi akustik dari permukaan ketimbang dari kolom medium.
Permukaan-permukaan yang
dimaksud dalam akustik bahwa air adalah permukaan atas dan permukaan dasar laut. Seperti halnya pada reverberasi kolom, untuk memperoleh gambaran reverberasi permukaan secara kuantitatif perlu pula diketahui beberapa konsepsi dasar.
Surface
scattering coefficient, m , merupakan daya per satuan ins tensitas dan penghamburan daerah permukaan yang dihamburkan oleh permukaan keci 1 (A) dari in tens it as (I) ge lombang P
yang mengenai bidang, dalam hal ini: dimensi) .
ms
Surface scattering strength, s
=
s
scat (tak ber-
LA
, adalah inten-
sitas per intensitas yang mengenai target dan penghamburan
26 daerah permukaan yang dihamburkan oleh daerah kecil dari bidang gelombang yang mengenai target dan diukur pada satuan jarak acuan dengan arah C-e-,t) dalam hal ini
C-e-,~)
Ss
=
IscatC-€)-,t) LA
Peringkat reverberasi permukaan, RL RL
s
adalah:
s
= SL - 2TL + S s + 10 log A, dimana A merupakan dae-
rah reverberasi efektif. Konsepsi daerah reverberasi efektif dapat diterangkan sebagai berilmt:
pada Gambar 9, sudut,,(, dan ~ mewa-
kili sudut-sudut pada ti tik P pada permukaan relatif terhadap posisi transducer CT), dan misalnya hal ini dipilih
fl sehingga
dalam
koinsiden dengan sudut azimuth
seki tar transducer, maka dA Co()
s
f3 = t '
=
RC d:..) c
r, /2
d
dA
T
Gambar 9.
Daerah reverberasi efektif CSumber: Caruthers, 1977)
Pada Gambar 10, -9-merupakan orientasi vertikal dari transducer.
27
p
T
Gambar 10.
--- --- --- ----- aksis akustik
bb'
Orientasi vertikal transducer (Sumber: Caruthers, 1977)
Daerah efektif yang teradiasi pada titik P adalah A(.( ;(T)
=
2n:
R(.( )
cc, /21 b(-"O-,(Pl b' o
(-e-,~) d~
Tidak seperti volume efektif, daerah efektif mempunyai ketergantungan sudut.
Range R (atau sudut.c) tidak
dihubungkan secara geometris dengan sudut -{7- hingga orientasi transducer dikhususkan (lihat Gambar 11).
Gambar 11.
Orientasi khusus transducer (Sumber: Caruthers, 1977)
28 Jika dimisalkan A(
r£ ;Q-) =
RLs
=
0/
R(£) c
211 (~) = jb({t,t) b' (-{t,~) d
6/24
o
(-{t),
r
sehingga
diperoleh nilai RLs
SL - 40 log R + Ss + 10 log (RcE. /2) + 10 log~ (.g.)
~ (-9-) dapat pula dinyatakan sebagai: th (-{t) = [b({t-S,O)b' ({t-Lo)] ~o '1' cos-& dimana ~ adalah sudut ketinggian (elevasi) aksis trans-
-e- < 30 0
ducer dan
~o =~ 2.2.3
(CARUTHERS, 1977) dan
~o
adalah:
21t
(0)
=.Jb(O,~)b'(O,4» o
d<j>
"
Reverberasi yang Termati di Laut (1)
Reverberasi Kolom
Sumber utama reverberasi kolom adalah deep scattering layer (DSL).
Penghambur yang bertanggungjawab terha-
dap reverberasi ini bersifat biologis, namun makhluk yang pasti membentuk DSL belum diidentifikasikan secara pasti. Beberapa studi dengan menggunal{an jaring tarik (towed net), fotografi, peralatan bawah-air, dan echo ranging hanya memberikan satu hasil pasti; meter yang ~0,05
jumlah makhluk per kubik
bert an ggungj awab terhadap DSL kuat adalah
m-3 .
Studi mengemukakan bahwa organisme yang ter-
Ii bat adalah myctophids (l'l.n tern fish), siphonophores, euphausids (makhluk yang menyerupai ud:mg), cumi-cumi dan copepods (CARUTHERS, 1977). (2)
Reverberasi Permukaan Laut
Posisi transducer yang berada dekat permukaan kapal akan memberikan pengaruh lebih besar terhadap reverberasi
29 permukaan laut pada suatu operasi sonar.
Reverberasi da-
ri pantulan dan hamburan sebenarnya yang terjadi pada tempat pertemuan udara dan laut ini sangat penting pada perambatan saluran permukaan (CARUTHERS, 1977). CARUTHERS (1977) menyat akan bahwa penghamburan volume yang disebabkan gelembung-gelembung dekat permukaan terjadi sampai kedalaman satu kaki pada permukaan;
dika-
renakan begitu dekatnya dengan permukaan dan tak dapat dibedakannya dari penghamburan ke permukaan sebenarnya, selain dari interpretasi data terperinci, maka dianggap penghamburan tersebut sebagai
bagian reverberasi permuka-
an.
(3)
Reverberasi Permukaan Dasar Laut
Pada perairan dangkal, penghamburan dari dasar umumnya merupakan penyumbang terkuat.
Besarnya urutan nilai
bagi reverberasi kolom, permukaan, dan dasar pada perairan dangkal masing-masing adalah -80 dB, -40 dB, dan -25 dB (CARUTHERS, 1977). Reverberasi dasar tergantung pada tipe dan kekasaran dasar dan konturnya.
Namun secara umum diyakini bahwa
kontur memberikan pengaruh terbesar.
Hal ini dikuatkan
oleh kealpaan ketergantungan frekuensi kuat bagi frekuensi di bawah 10 kHz.
Penghamburan pada frekuensi di atas
10 kHz menunjukkan semaldn nyatanya pengaruh property dasar laut (CARUTHERS, 1977).
Dasar perairan yang agak ha-
Ius seperti yang terdiri dari pasir, silt dan lumpur
30
menunjukkan peningkatan scattering strength 3 dB per oktaf peningkatan frekuensi, sedang batu dan pasir bercampur batu dan dasar kulit kerang-kerangan nampaknya tidak menunjukkan ketergantungan frekuensi, hingga sekurangkurangnya 60 kHz (CARUTHERS, 1977) •
.----. transducer beam
daerah dimana deteksi dibatasi oleh reverberasi dasar
Gambar 12.
Pendeteksi an dasar laut (Sumber: Tucker, 1967)
Pada Gambar 12, di tunjukkan bagaimana reverberasi dasar membatasi range dari pendeteksian.
Range yang diba-
tasi garis busur putus-putus ke atas dapat mendeteksi ikan yang berada di dalamnya, jika echo cukup kuat dibandingkan dengan noise latar belakang dari laut.
Namun echo yang
berasal dari ikan pada daerah yang diarsir di luar garis busur akan diterima secara bersamaan (simultan) dengan penghamburan dari dasar laut.
Besarnya penghamburan ini
berada lebih tinggi daripada peringkat echo ikan sehingga tidak dapat dideteksi.