WP/ 2 /2013
Working Paper
PEMETAAN PRODUK DAN RISIKO PEMBAYARAN BERGERAK (MOBILE PAYMENT) DALAM SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA
Untoro, R. Aria Trenggana, Komala Dewi
Desember, 2013
Ke si m p ul an, p en d a p at , da n p an d ang an yan g di s am p ai k an ol eh pe n uli s d al a m p a per ini m er u p a ka n k e si m p ul an, p en d a pat d an pa n da ng an p en ul is d a n b u ka n mer u p a k an k es im p u l an, p en d a pat d an p a nd an ga n r e s mi B an k I nd on e si a.
i
PEMETAAN PRODUK DAN RISIKO PEMBAYARAN BERGERAK (MOBILE PAYMENT) DALAM SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA Untoro, R. Aria Trenggana, Komala Dewi
Abstrak Kepemilikan telepon seluler yang telah meluas di kalangan masyarakat, meski sebagian besar masyarakat tidak memiliki rekening di bank, membuka peluang pengembangan bagi mobile-payment (m-payment). Penyelenggaraan m-payment oleh operator telepon seluler akan membantu mempercepat program financial inclusion di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemetaan terhadap pelaksana mpayment yang dilakukan oleh operator telepon bergerak, maupun pemetaan terhadap risiko yang terkandung dalam m-payment Objek penelitian ini meliputi perusahaan telekomunikasi di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi. Pengumpulan data dilakukan antara bulan Februari 2013 hingga Mei 2013. Responden yang berpartisipasi dalam penelitian terdiri atas 15 responden perwakilan dari 5 perusahaan Telco terbesar di Indonesia, 19 responden perwakilan dari bank, dan 20 responden perwakilan dari agen atau merchant. Dari penelitian ini diperoleh pemetaan mengenai layanan m-payment di Indonesia adalah sebagai berikut: (1) sebagian besar penduduk di Indonesia akrab dengan teknologi telepon seluler; (2) fasilitas yang paling diharapkan pada layanan m-payment adalah layanan setor uang, layanan informasi transaksi keuangan, layanan penarikan uang, layanan pembayaran tagihan, layanan pembayaran pada POS (point of sale), layanan isi ulang pulsa, dan layanan transfer daring (online) antarpenyedia (provider) dan interpenyedia; (3) kesiapan dan keandalan perusahaan telekomunikasi di Indonesia dalam mengelola layanan m-payment sudah cukup baik; (4) faktor yang menjadi perhatian pengguna layanan m-payment dan menjadi keunggulan layanan ini jika dibandingkan dengan layanan lain adalah faktor keamanan dalam bertransaksi, kecepatan dalam pemprosesan, kenyaman dalam menggunakan, serta kemudahan dan keamanan dalam mengakses; (5) faktor-faktor yang perlu ditingkatkan dalam layanan m-payment, yaitu perlunya terus meningkatkan faktor keamanan teknologi, meningkatkan efisiensi dalam aktivitas operasional sehingga memperkecil biaya yang dibebankan kepada pengguna layanan, dan meningkatkan faktor keandalan dengan melengkapi fitur-fitur layanan dalam m-payment; dan (6) hambatan yang teridentifikasi dalam layanan m-payment dan perlu untuk segera dibenahi di antaranya adalah perlunya meningkatkan keandalan jaringan, perlunya meningkatkan kesadaran pengguna layanan dalam memahami kegunaan dari setiap fitur layanan, perlunya meningkatkan pengetahuan pelanggan terhadap penggunaan layanan, dan perlunya meningkatkan kesadaran bagi pengguna layanan untuk memberikan data-data pribadi
1
yang dibutuhkan terkait dengan masalah privasi untuk mendukung pengawasan dan pengaturan yang dilakukan oleh pihak yang berwenang. Dari kajian terpetakan risiko-risiko yang berpotensi terjadi pada mpayment dan yang membawa dampak negatif bagi pelaku utama, antara lain: (1) risiko tindak pidana pencucian uang (money laundering); (2) risiko penipuan atau kecurangan (fraud); (3) risiko kepatuhan; (4) risiko kredit; (5) risiko likuiditas; (6) risiko reputasi; dan (7) risiko teknologi. Kata Kunci : mobile payment, sistem pembayaran, transaksi nontunai Klasifikasi JEL: E 42, E 50
2
I. PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Permasalahan Perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia sangat pesat, khususnya telekomunikasi nirkabel. Dengan pertumbuhan pengguna mencapai rata-rata 21% per tahun sejak lima tahun terakhir dan dengan fitur layanan yang terus berkembang, terbuka peluang bagi pemanfaatan fitur
layanan
telepon
seluler
sebagai
salah
satu
layanan
sistem
pembayaran. Pada saat yang bersamaan industri perbankan di Indonesia mengalami
perkembangan
perbankan
yang
beragam.
yang
signifikan
Dengan
dengan
produk-produk
memanfaatkan
perkembangan
telekomunikasi yang ada, industri perbankan dapat meningkatkan layanan jasa perbankan kepada nasabahnya melalui layanan perbankan bergerak atau mobile banking (m-banking) untuk berbagai keperluan, seperti kegiatan transfer dana, sehingga memberikan nilai tambah bagi para nasabahnya. Permasalahannya adalah tidak semua pemilik telepon seluler memiliki rekening di bank. Namun, mereka sering melakukan kegiatan ekonomi yang membutuhkan dukungan kegiatan transfer dana. Beberapa operator telepon seluler di berbagai negara mencoba memanfaatkan keadaaan ini untuk meningkatkan manfaat fasilitas telepon seluler yang dimiliki dengan meningkatkan fasilitas untuk kegiatan transfer dana dengan tanpa harus memiliki rekening tabungan di suatu bank, tetapi cukup dengan memiliki deposit di pulsa telepon yang mereka miliki. Deposit yang dimiliki oleh nasabah berfungsi selain sebagai pembayaran pulsa telepon, berfungsi pula sebagai uang elektronik atau electronic money (emoney), yang dapat dipergunakan tidak hanya sebagai kegiatan transfer dana, tetapi dipergunakan pula sebagai alat pembayaran (mobile payment atau m-payment). Di Indonesia, sebagian besar penduduk memiliki sedikit atau tidak ada akses ke layanan keuangan akibat letak geografis, infrastruktur, dan hambatan biaya. Diperkirakan hanya 50--60 juta, dari total populasi 250 juta orang Indonesia, memiliki rekening. Jaringan telepon seluler memiliki 3
potensi yang sangat besar untuk memberikan dan memperpanjang penyediaan jasa keuangan. Selain itu, kesenjangan antara pemegang rekening bank dan pelanggan mobile hanya akan meningkat selama beberapa tahun ke depan sebagaimana pelanggan selular populasi terus tumbuh. Saat ini diperkirakan ada sekitar 70 juta pemegang rekening bank dan sekitar 150 juta mobile
pelanggan pada tahun 2013.1 Meskipun m-
banking masih dalam pengembangan di Indonesia, sejumlah pemain telah aktif terlibat dalam berbagai bentuk mobile banking dan mobile payment. Pertumbuhan m-payment terutama ditopang oleh perkembangan sistem pembayaran
di
sektor
perbankan
dan
perkembangan
industri
telekomunikasi, serta penyedia perangkat lunak. Terdapat beberapa perbedaan antara m-banking dan m-payment meskipun fasilitasnya sama, yaitu sebagai mobile money, mobile transfer, dan mobile wallet. M-banking mengacu pada transaksi keuangan yang dilakukan dengan menggunakan perangkat mobile terhadap rekening bank, sedangkan m-payment dilakukan dari atau melalui perangkat mobile tanpa memerlukan adanya rekening bank. Dalam kaitannya dengan program Bank Indonesia untuk meningkatkan inklusi keuangan (financial inclusion), penerapan m-payment dapat menjadi salah satu alternatif untuk merangkul lapisan masyarakat yang belum memiliki akses terhadap layanan sistem pembayaran dan keuangan (belum memiliki rekening di bank), khususnya masyarakat yang berada di daerah terpencil, dengan memanfaatkan jangkauan infrastruktur telekomunikasi yang saat ini sudah
dapat
mencakup hampir seluruh wilayah di Indonesia. Mobile payment sedang diadopsi di seluruh dunia dengan cara yang berbeda. Pasar gabungan untuk semua jenis mobile payment diperkirakan akan mencapai lebih dari $600 milyar global pada tahun 2013. Sementara pembayaran pasar ponsel untuk barang dan jasa, termasuk transaksi NFC (near field comunicator) contactless dan transfer uang, diperkirakan akan melebihi $300 milyar global pada tahun 2013. Keunggulan yang ditawarkan m-payment jika dibandingkan dengan metode pembayaran tradisional meliputi aspek kenyamanan, biaya, keamanan, dan keunggulan lainnya,
4
seperti kemampuan untuk menerima iklan dan pengecekan saldo dari lokasi mana pun. Terbukanya ruang pemanfaatan perkembangan teknologi telepon seluler di Indonesia membuka peluang pengembangan bagi m-payment dan membantu mempercepat program inklusi keuangan di Indonesia. Oleh karena itu, untuk pengembangan m-payment dengan penyelenggara pihak operator telepon perlu dilakukan pemetaan, baik pemetaan terhadap pelaksanaan m-payment itu sendiri yang telah diselenggarakan oleh para operator telepon maupun pemetaan terhadap risiko yang terkandung di dalamnya.
1.2 Perumusan Masalah Meskipun
m-payment
menawarkan
berbagai
keunggulan
dan
manfaat, tetapi layanan ini perlu untuk diatur dan diawasi lebih baik lagi agar segala fasilitas yang memberikan segala bentuk kemudahan tidak disalahgunakan. Beberapa pertimbangan yang menjadi dasar perlunya layanan ini untuk diatur dan diawasi lebih luas dan ketat di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Penyedia layanan mengambil fee keuntungan dari pengguna layanan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi nirkabel. Perlu adanya aturan yang jelas sehingga penyedia layanan tidak hanya terfokus pada pencarian
laba
yang
besar,
tetapi
juga
memperhatikan
tingkat
kenyamanan yang didapat oleh pelanggan sehingga tidak akan terdapat pihak yang merasa dirugikan. 2. M-payment memiliki akses ke alat pembayaran rekening seperti transfer uang, pembayaran I-Banking, transfer debit, dan penerimaan faktur elektronik. Semakin fleksibelnya akses layanan pembayaran ke setiap jaringan finansial menyebabkan semakin rentannya sistem jaringan finansial terhadap risiko teknologi yang memungkinkan jaringan tersebut diakses oleh pihak yang tidak berwenang.
5
3. M-payment dapat berperan sebagai alat pembayaran yang bersaing dengan uang tunai, cek, kartu kredit, dan kartu debit. Terindikasi adanya risiko tindak pidana pencucian uang dan penggunaan akses secara ilegal. Dengan melihat hal-hal yang memengaruhi perkembangan mpayment tersebut, permasalahan penelitian yang muncul adalah sebagai berikut. a) Bagaimana peta m-payment di Indonesia? b) Bagaimana peta risiko m-payment di Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan
persoalan
yang
dikemukakan
tersebut,
tujuan
penelitian ini adalah: 1. memperoleh gambaran mengenai peta penggunaan
m-payment di
Indonesia 2. memperoleh gambaran mengenai peta risiko m-payment di Indonesia Dengan demikian, penelitian ini akan dapat memberikan manfaat pada Bank Indonesia dalam mengeluarkan peraturan mengenai penggunaan produk mobile payment sebagai salah satu produk sistem pembayaran yang berlaku di Indonesia, di samping mobile banking yang telah ada.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Konsep M-Payment Pada umumnya, m-payment dapat didefinisikan sebagai perangkat
yang memungkinkan pengguna untuk melakukan pembayaran dengan menggunakan perangkat mobile termasuk handset nirkabel, personal digital assistant (PDA), perangkat frekuensi radio (RF), dan perangkat berbasis komunikasi (Dewan dan Chen, 2005). M-payment dapat digunakan untuk berbagai transaksi pembayaran termasuk transportasi, hotel, restoran, dan bioskop. Salah satu kendala terkait dengan m-payment di pasar saat ini adalah terbatasnya penjelasan dan definisi yang ada di dunia industri. Sejauh ini, perbedaan definisi antara m-payment, m-banking, dan fungsi pembayaran lainnya yang dapat dilakukan melalui telepon seluler masih dirasa membingungkan. Terdapat beberapa jenis transaksi yang dapat dilakukan melalui penggunaan ponsel sebagai berikut. Mobile Order, yaitu transaksi dengan menggunakan ponsel untuk melakukan pemesanan, tetapi tidak untuk melakukan pembayaran. Mobile Payment, yaitu suatu pembayaran (transfer dana sebagai imbalan atas
barang
atau
jasa)
dengan
menggunakan
ponsel
untuk
melaksanakan dan mengonfirmasi pembayaran, serta dapat dilakukan di berbagai lokasi. Mobile Delivery, yaitu transaksi dengan menggunakan ponsel hanya untuk menerima pengiriman barang atau jasa, misalnya tiket acara, tetapi tidak untuk melakukan pembayaran. Mobile Authentication, yaitu penggunaan ponsel untuk autentikasi pengguna, baik sebagai bagian dari transaksi pembayaran maupun untuk memberikan akses ke beberapa informasi atau fungsi. Mobile Banking, yaitu akses ke fungsi perbankan (query + transaksi) melalui ponsel, termasuk penyediaan sebagian atau seluruh fungsi perbankan yang telah disediakan oleh bank melalui internet dalam bentuk online banking.
7
Beberapa contoh untuk memperjelas berbagai definisi di atas adalah sebagai berikut: Tabel 1. Kegiatan Utama Penggunaan Ponsel di Beberapa Negara Kegiatan Melakukan pembayaran tagihan melalui m-banking/mBanxafe (Belgia) Mentransfer dana dengan mengajukan suatu instruksi kepada bank melalui bank yang memberikan layanan m-banking/mBanxafe (Belgia) Pembayaran pada POS fisik/Paybox (Austria) Pembelian nada dering ponsel/Jamster (United Kingdom)
M-Parking Mobillzahlen Handyparken (Jerman) M-Ticketing Touch & Travel (Jerman)
M-Top Up
Vending (Spanyol)
Mobipay
Smart Billboard/tags people’s bank (Georgia) P2P Remmitance MPesa (Kenya)
Tidak
Mobile Authentic a-tion Tidak
Mobile Banki ng Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Ya (bisa ponsel atau internet)
Ya (Jika nada dering ponsel dipotong atau dari jumlah yang dibayarkan atau ditagih oleh MNO) Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak (umumnya pembayaran tidak menggunaka n mobile)
Ya (contohnya tiket 2D atau kode reservasi)
Tidak
Tidak
Tidak (pembayaran hanya menggunaka n kas/kartu) Ya(inisiasi dan konfirmasi) Ya
Ya (notifikasi dan saldo diperbaharui)
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya (konfirmasi)
Ya
Tidak
Tidak
Mobile Order
Mobile Payment
Mobile Delivery
Tidak
Tidak
Tidak
Ya (awal dan akhir) Ya (bisa juga melalui internet atau perangkat lainnya) Ya
Tidak Ya Ya
8
Mobile Order
Kegiatan
Mobile Payment
Mobile Authentic a-tion Ya
Mobile Delivery
Pembayaran internet Tidak Tidak Tidak (saluran/channel (inisiasi dan lain) dengan konfirmasi menggunakan ponsel dari sebagai bagian dari pembayaran masih online) proses autentikasi/bank ID (Norway) (Sumber: Mobile Payment 2010, Market Analysis and Overview, Mobey Forum)
Mobile Banki ng Tidak
Dalam sebuah studi eksplorasi awal mengenai adopsi konsumen AS mengenai
m-payment, Dewan dan Chen (2005) menemukan bahwa
konsumen AS sangat menyadari manfaat m-payment termasuk transaksi yang cepat dan nyaman untuk digunakan, tetapi terdapat kekhawatiran mengenai isu-isu keamanan dan privasi. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa keberhasilan adopsi m-payment di AS sangat tergantung pada masalah privasi dan keamanan. 2.2
Ekosistem Mobile Payment Integrasi
teknologi
telekomunikasi
(ponsel)
dan
pembayaran
merupakan sebuah proses yang kompleks dan mengharuskan adanya koordinasi berbagai pemain dan pemangku kepentingan/stakeholder (Smart Card
Alliance,
2008),
keuangan/financial
yang
service
meliputi
pelanggan,
providers
(FSPs),
penyedia penyedia
jasa jasa
pembayaran/payment service providers (PSPs), merchant, jaringan transmisi, perangkat
seluler,
regulator,
standardisasi
produk,
trusted
service
managers, dan pengembangan aplikasi (Tabel 2.3).
9
(Sumber: Proximity Mobile Payments Business Scenarios: Research Report on Stakeholder Perspective, Smart Card Alliance)
Gambar 1. Ekosistem Stakeholder M-Payment 2.3
Model M-Payment Mengacu pada kategorisasi oleh Smart Card Alliance (2008), terdapat
empat skenario model m-payment yang potensial untuk diterapkan, yaitu model operator sentris, model bank sentris, model peer to peer, dan model kolaborasi. 2.3.1
Model Operator Sentris Dalam model ini operator memegang peranan sentral dalam
penyelenggaraan
m-payment.
Operator
selular
secara
independen
mendistribusikan (deployment) aplikasi m-payment ke ponsel. Aplikasi tersebut dapat mendukung model prabayar (prepaid stored value) atau mengintegrasikan tagihan yang muncul ke tagihan nirkabel pelanggan. Skenario 1: Operator menyediakan agen dengan sistem POS nirkabel. Skenario 2: Operator mengaktifkan reader pembayaran pada perangkat mobile NFC agen.
10
(Sumber: Proximity Mobile Payments Business Scenarios: Research Report on Stakeholder Perspectives,Smart Card Alliance)
Gambar 2. Deskripsi Model Operator Sentris
Tabel 2. Pro dan Kontra untuk Pemangku Kepentingan Model Operator Sentris Pemangku Kepentingan Bank Mobile Operator
Pro Tidak ada Kontrol atas sebagian arus pendapatan Pengaruh infrastruktur yang ada untuk tagihan nasabah dan pembayaran agen Loyalitas nasabah
Agen (Merchant)
Pengurangan turn over nasabah Pengurangan kas penanganan biaya, termasuk biaya penyimpanan, pencurian, penyusutan, dan uang tunai Peningkatan efisiensi dan kenyamanan Pengurangan paparan palsu
Nasabah (Customer)
Potensi untuk meningkatkan impulse pengeluaran Kenyamanan pelanggan
Kontra Disintermediasi dari rantai nilai mpayment Asumsi tambahan risiko kredit nasabah Asumsi biaya pencurian dan penipuan
Potensi penerimaan agen rendah pada pendekatan pembayaran baru dan keengganan untuk mengadopsi mekanisme POS baru Manajemen integrasi dengan beberapa emiten Biaya untuk pembayaran bernilai rendah
Penggantian (reimburse) tergantung pada siklus pembayaran operator (Keterlambatan dalam pembayaran) Paparan operator seluler dengan pengalaman pengolahan pembayaran terbatas Investasi yang dibutuhkan untuk mekanisme pembayaran baru Tagihan yang kompleks Risiko keamanan
11
(Sumber: Proximity Mobile Payments Business Scenarios: Research Report on Stakeholder Perspectives, Smart Card Alliance) Sebagai pihak yang memiliki peran sentral dalam model operator sentris, mobile operator menerima manfaat sekaligus risiko tertinggi. Bagi pihak merchant (agen) dan customer (nasabah), manfaat dan risiko yang diberikan oleh model operator sentris ini tergolong sedang, meskipun sedikit lebih tinggi untuk pihak agen. Di pihak lain, karena bank memiliki keterlibatan yang minim dalam model ini, manfaat dan risiko yang ditanggung oleh bank rendah.
(Sumber: Proximity Mobile Payments Business Scenarios: Research Report on Stakeholder Perspectives, Smart Card Alliance)
Gambar 3. Peta Risiko dan Keuntungan untuk Pemangku Kepentingan pada Model Operator Sentris
Deskripsi Model Bank Sentris Dalam model bank sentris, pihak bank menyediakan aplikasi mpayment atau perangkat kepada pelanggan dan memastikan agen memiliki akses penerimaan point-of-sale (POS). Pembayaran diproses melalui jaringan keuangan dengan sistem kredit dan debet ke rekening terkait. Model bank sentris memungkinkan penggunaan kartu kredit melalui sistem ponsel. Sebuah bank penerbit menyediakan token pembayaran berotorisasi kepada nasabahnya selanjutnya nasabah bank tersebut mengaktifkan teknologi NFC pada ponsel miliknya. Ketika terjadi transaksi keuangan pada POS, mesin reader akan mengidentifikasi identitas pemilik ponsel tersebut dan kemudian melakukan verifikasi dengan meminta otorisasi dari nomor PIN 12
yang dihasilkan oleh token pembayaran tersebut untuk dilakukan proses selanjutnya. Sejauh mana bank mengambil tanggung jawab untuk peran ini bisa bervariasi. Pada satu bank yang ekstrim benar-benar bisa memberikan (atau menjual) fitur NFC penuh kepada klien, sementara pada ekstrim lain hanya bisa penyediaan sebuah ponsel NFC yang ada dengan aplikasi pembayaran yang sesuai.
(Sumber: Proximity Mobile Payments Business Scenarios: Research Report on Stakeholder Perspectives, Smart Card Alliance)
Gambar 4. Deskripsi Model Bank Sentris Tabel 3. Pro dan Kontra untuk Pemangku Kepentingan Model Bank Sentris Pemangku Kepentingan
Pro Capture aliran pendapatan untuk pembayaran mikro Pengurangan uang tunai/cash handling
Bank
Mobile Operator
Potensi untuk mendapat biaya dari memasukkan nilai tambah iklan kepada pengecer (retailers) Potensi akuisisi pelanggan baru (termasuk unbanked) Peningkatan fitur keamanan Peningkatan nilai dari relasi dengan pelanggan dan retensi Kemungkinan peningkatan volume transaksi data dan pendapatan
Kontra Pengalaman terbatas dalam pendistribusian aplikasi atau aksesoris telepon Penambahan biaya instalasi dan pengelolaan aplikasi mobile untuk beberapa operator dengan platform unik masing-masing Potensi untuk membayar biaya sewa untuk operator dan operator dapat memblokir penggunaannya Bentuk faktor persaingan pada kartu
Operator dilewati rantai nilai mpayment
13
Pemangku Kepentingan
Agen (Merchant)
Pro
Kontra
Potensi biaya insentif untuk memperkenalkan pelanggan baru Pengurangan kas penanganan biaya, termasuk biaya penyimpanan, pencurian, penyusutan, dan uang tunai Peningkatan efisiensi kasir dan antrean lebih pendek Pengurangan pengungkapan palsu
Komisi atau biaya transaksi pada transaksi yang bernilai rendah
Resistensi agen untuk meningkatkan transaksi berbasis kartu
Peningkatan pengeluaran impuls Pembayaran yang cepat dan langsung pada agen pembayaran Kecepatan dan kemudahan
Terbatas untuk bank tertentu yang menawarkan layanan– mungkin tidak diizinkan untuk menambahkan aplikasi lain
Nasabah (konsumen)
Kurang mengganggumenyediakan akses ke riwayat transaksi untuk pembelian yang bernilai rendah (Sumber: Proximity Mobile Payments Business Scenarios: Research Report on Stakeholder Perspectives, Smart Card Alliance)
Pada Gambar 5, pada model bank sentris, bank memperoleh manfaat tertinggi dengan risiko yang tergolong menengah. Kelebihan model ini adalah potensi risiko untuk agen maupun nasabah cukup rendah. Meskipun
demikian,
kelemahannya
adalah
manfaat
yang
diperoleh
nasabah tidak terlalu besar. Sementara itu, karena dalam model ini bank memegang peranan yang dominan, baik manfaat maupun risiko yang ditanggung oleh mobile operator tergolong rendah.
14
(Sumber: Proximity Mobile Payments Business Scenarios: Research Report on Stakeholder Perspectives, Smart Card Alliance)
Gambar 5. Peta Risiko dan Keuntungan Model Bank Sentris Pada model ini, risiko dan manfaat tertinggi ada pada industri perbankan. Namun, manfaat untuk konsumen masih sangat terbatas. Oleh karena itu, sebaiknya pada model ini perlu dilakukan penyesuaian dengan lebih
menyediakan
fitur-fitur
yang
memberikan
kemudahan
bagi
konsumen. 2.3.3 Model Peer to Peer Dalam model ini, penyedia layanan independen menyediakan mpayment antarpelanggan atau antara pelanggan dan agen. Model peer to peer adalah sebuah inovasi yang diciptakan oleh industri pembayaran pendatang baru yang mencoba mencari cara untuk memproses pembayaran tanpa menggunakan transfer kabel yang ada dan jaringan pengolahan kartu bank.
(Sumber: Proximity Mobile Payments Business Scenarios: Research Report on Stakeholder Perspectives, Smart Card Alliance)
Gambar 6. Deskripsi Model Peer to Peer 15
Skenario 1: Penyedia (provider) menyebarkan kartu contactless/perangkat untuk pelanggan dan peralatan POS kepada agen dalam model loop tertutup. Skenario
2:
Penyedia
menyebarkan
aplikasi
m-payment
untuk
mengaktifkan perangkat mobile NFC. Skenario 3: Penyedia layanan peer to peer menggunakan aplikasi daring (online) yang sudah ada (misalnya, PayPal Mobile). Tidak ada peralatan POS diperlukan. Tabel 4. Pro dan Kontra untuk Pemangku Kepentingan Model Peer to Peer Pemangku Kepentingan Bank
Pro Penangkapan aliran pendapatan untuk pembayaran mikro Pengurangan tunai/cash handling
Kontra
uang
Potensi untuk mendapat biaya dari memasukkan nilai tambah iklan kepada pengecer (retailers) Potensi akuisisi pelanggan baru (termasuk unbanked)
Pengalaman terbatas dalam pendistribusian aplikasi atau aksesoris telepon Penambahan biaya instalasi dan maintenance aplikasi mobile untuk beberapa operator dengan masingmasing platform unik Potensi untuk membayar biaya sewa untuk operator dan operator dapat memblokir penggunaannya Bentuk faktor persaingan pada kartu
Peningkatan fitur keamanan
Mobile Operator
Agen (Merchant)
Peningkatan nilai dari relasi dengan pelanggan dan retensi Kemungkinan peningkatan volume transaksi data dan pendapatan Potensi biaya insentif untuk memperkenalkan pelanggan baru Mengurangi biaya penanganan kas dan meningkatkan kecepatan pemrosesan Berpotensi untuk meningkatkan transaksi Kecepatan pembayaran Akses untuk program loyalitas
Operator payment
dilewati
rantai nilai
m-
Komisi untuk provider layanan peer to peer pada transaksi pembelian yang bernilai rendah Risiko kerugian jika terjadi sengketa atau penipuan
16
Pemangku Kepentingan Nasabah (Consumer)
Pro
Kontra
Potensi lebih murah dalam pengiriman uang (remitensi)/pilihan pembayaran Murah bahkan gratis
Perlu untuk mentransfer dana ke penyedia peer-to-peer (mengikat dana) Perlu untuk mengelola tagihan baru Biaya potensial yang dibebankan oleh layanan provider Kesulitan mengelola sengketa (Sumber: Proximity Mobile Payments Business Scenarios: Research Report on Stakeholder Perspectives, Smart Card Alliance)
Peta risiko dan keuntungan pada model peer to peer, sebagaimana terlihat padaGambar 7,
P2P service provider sebagai penyedia layanan
independen menerima manfaat serta risiko yang relatif tinggi. Di sisi lain, manfaat dan risiko yang ditanggung oleh pihak bank dan mobile operator tergolong rendah. Seperti halnya model bank sentris, dalam model ini potensi risiko bagi agen dan nasabah tergolong sedang, tetapi manfaat yang diperoleh nasabah tidak terlalu besar.
(Sumber : Proximity Mobile Payments Business Scenarios: Research Report on Stakeholder Perspectives, Smart Card Alliance)
Gambar 7. Peta Risiko dan Keuntungan Model Peer to Peer
Model
ini
secara
signifikan
berbeda
dari
model-model
yang
menggunakan teknologi pembayaran contactless. Model peer-to-peer adalah cara pembayaran yang terdiri atas terminal POS, ISO, dan acquirers yang ditempatkan bersama prosesor dan rute jaringan pembayaran dalam menyelesaikan transaksi.
17
2.3.4 Model Kolaborasi Model ini mengintegrasikan peran antara bank, operator seluler, dan pemangku kepentingan lainnya dalam layanan m-payment termasuk pihak ketiga yang berpotensi dapat mengontrol dan mengawasi penyebaran aplikasi mobile. Pembayaran dengan model ini diproses melalui fasilitas kredit dan debet ke rekening terkait. Model ini mencakup dua kemungkinan skenario: Skenario
1:
Seorang
mitra
operator
seluler
dengan
satu
bank
berkolaborasi untuk menawarkan layanan m-payment pada bank tertentu Skenario 2: Asosiasi Industri yang mewakili operator selular dan lembaga keuangan bernegosiasi dan menetapkan standar untuk aplikasi yang berada pada elemen aman di perangkat seluler yang memungkinkan beberapa jenis kartu dari bank yang berbeda untuk dapat digunakan.
(Sumber: Proximity Mobile Payments Business Scenarios: Research Report on Stakeholder Perspectives, Smart Card Alliance)
Gambar 8. Deskripsi Model Kolaborasi Tabel 5. Pro dan Kontra untuk Pemangku Kepentingan Model Kolaborasi Pemangku Kepentingan Bank
Pro Alternatif channel
Penambahan transaksi
Mobile
Kontra
pendapatan
dari
Potensi untuk akuisisi pelanggan baru jika bermitra dengan operator Fokus pada kompetensi utama
Kurang perlu bagi pelanggan untuk menarik uang tunai dari ATM sehingga menurunkan pendapatan ATM Investasi membuat aplikasi dan pengaturan standar
Kompleksitas
(harga/waktu)
18
Pemangku Kepentingan Operator
Trusted Service Manager
Pro
Kontra
Potensi untuk akuisisi pelanggan baru Pendapatan dari transaksi dan transmisi data Potensi untuk transaksi berbasis model bisnis
baru
Potensi untuk menyediakan konten yang bernilai tambah (value added) Waktu transaksi cepat
Agen (Merchant)
Nasabah (Consumer)
Pengurangan kas penanganan biaya dan antrean Kepuasan konsumen Target pemasaran dan program loyalitas Layanan perbankan tersedia dari bank preferred. Pengurangan waktu tunggu Kenyamanan
pada negoisasi dengan bank atau asosiasi
Asumsi risiko dari pengelolaan data pelanggan sensitif dan autentikasi Kurangnya pengalaman dalam integrasi dan implementasi Biaya transaksi di tempat tunai
Perlu untuk menghasilkan dan mengaktifkan aplikasi bank yang spesifik pada seluler
(Sumber: Proximity Mobile Payments Business Scenarios: Research Report on Stakeholder Perspectives, Smart Card Alliance)
Berdasarkan
Peta
Risiko
dan
Keuntungan
Model
Kolaborasi
(sebagaimana terlihat pada Gambar 9.), jika dibandingkan dengan ketiga model sebelumnya, model kolaborasi memberikan potensi manfaat terbesar dengan potensi risiko paling minimal bagi customer selaku pengguna akhir. Model ini juga menawarkan manfaat yang tergolong tinggi dan risiko yang relatif rendah bagi pihak-pihak lainnya, seperti agen, mobile operator, bank, dan service manager.
(Sumber: Proximity Mobile Payments Business Scenarios: Research Report on Stakeholder Perspectives, Smart Card Alliance)
Gambar 9. Peta Risiko dan Keuntungan Model Kolaborasi
19
2.4
Perkembangan Teknologi dan Implikasi terhadap Risiko Operasi dan keberhasilan m-payment terkait erat dengan teknologi.
Dalam konteks ini sangat penting untuk memahami sifat dan batas-batas dari teknologi ini. Tiga teknologi inti yang digunakan dalam pengembangan pembayaran melalui ponsel meliputi internet, SMS, dan NFC (near field communication). 2.4.1 Perkembangan Teknologi Contactless Teknologi contactless digunakan secara umum dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, hampir seluruh kartu akses kantor menggunakan teknologi contactless; pintu keamanan kantor ritel yang akan berbunyi jika objek melewati mesin pemindai ketika tag keamanan masih terpasang. Teknologi contactless ini dapat dibagi menjadi dua kategori: 1. Vicinity (Daerah Sekitar) Teknologi ini menawarkan jarak pindai maksimum 1 sampai 1,5 meter (3 sampai
5
kaki). Contohnya, di daerah sekitar contactless yang memerlukan kontrol akses, pengguna tidak diharuskan untuk mengambil perangkat akses dari dompet, tas, ataupun media penyimpanan lainnya karena proses pindai dapat dilakukan pada jarak yang jauh sekalipun tanpa harus bersentuhan langsung. 2. Proximity (Kedekatan) Teknologi ini memiliki jarak pindai jauh lebih kecil, biasanya hanya sekitar
7,5
cm (3 inci) untuk kebanyakan kasus. Jarak pindai kecil pada teknologi ini digunakan dalam aplikasi sehari-hari seperti kartu akses kantor. Identifikasi dengan menggunakan frekuensi radio atau RFID ini sangat umum digunakan pada teknologi contactless. RFID digunakan secara luas di berbagai bidang, seperti produk pelacakan, paspor, identifikasi hewan, dan perpustakaan. Namun, kelemahan pada RFID ada pada standar komunikasi dari kode untuk pembaca.
20
Kelemahan ini telah diperbaiki pada tahun 1990 oleh Philips dan Sony. Kedua perusahaan ini bersama-sama mengembangkan standar untuk komunikasi
dua
arah
contactless.
Standar
ini
near
disebut
field
communication (NFC) yang diperkenalkan pada tahun 1990-an dan telah disertifikasi oleh organisasi ISO pada tahun 2003. Sejak saat itu, NFC menjadi sebuah standar umum untuk komunikasi dua arah menggunakan teknologi contactless. Penggunaan Teknologi NFC dalam M-Payment Seiring dengan perkembangan komunikasi dua arah contactless, terdapat teknologi terbaru mengenai transfer data dengan cepat dan aman, yaitu melalui enkripsi. Hal terpenting dalam perkembangan komunikasi dua arah adalah kecepatan transfer data yang cepat dan aman agar dapat digunakan dalam pembayaran. Perkembangan teknologi ini menyebabkan pertumbuhan yang besar dalam penggunaan teknologi contactless yang digunakan untuk transaksi pembayaran. Namun, karena teknologi NFC memerlukan
komunikasi
interaktif
dua
arah,
diperlukan
perangkat
komunikasi yang memungkinkan pengguna layanan dapat melakukan komunikasi dua arah, yang dalam hal ini dapat diakomodasi oleh telepon seluler. NFC sering dibandingkan dengan bluetooth. Namun, NFC dinilai lebih
unggul
pembayaran
daripada karena
bluetooth
untuk
menawarkan
digunakan jaringan
dalam
yang
lebih
layanan cepat
antarperangkat, memiliki jarak yang lebih pendek, dan membuatnya lebih aman untuk digunakan di tempat umum. Selain itu, NFC tetap dapat digunakan apabila baterai pada perangkat komunikasi tersebut habis atau dimatikan, sementara bluetooth tidak dapat digunakan dalam kondisi tersebut. Masalah Keamanan NFC. Beberapa permasalahan yang ditemukan oleh pengguna pada mpayment yang berbasis NFC di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Gangguan terhadap proses pembayaran: 21
Penyalahgunaan akses (reader attack), yaitu dengan memodifikasi telepon seluler sehingga dapat mengakses sistem atau jaringan NFC pada ponsel seseorang. Hal ini menginformasikan bahwa pihak yang tidak berwenang dapat memiliki akses masuk ke ponsel pada periode waktu tertentu. Karena jumlah aplikasi untuk ponsel NFC masih sangat terbatas, metode penyalahgunaan
ini
belum
secara
luas
digunakan
dalam
tindak
inisiator
(label)
kejahatan. 2. Komunikasi NFC muncul dalam dua model:
Model
komunikasi
pasif,
yaitu
perangkat
memungkinkan operator lapangan dan perangkat target untuk menjawab (telepon) sesuai dengan prosedur lapangan yang ada. Dalam model ini, perangkat target (ponsel) dapat menarik listrik pada saat operasi, sedangkan label medan elektromagnetik memungkinkan pembayaran NFC ketika sumber energi mesin pembaca habis.
Model komunikasi aktif, yaitu baik inisiator (label) maupun target (ponsel) berinteraksi secara bergantian dan menghasilkan area mereka sendiri. Keduanya, baik label maupun telepon, tetap membutuhkan power supply. Mulliner menemukan indikasi bahwa model komunikasi pasif sangat
rentan terhadap serangan. Temuan ini perlu menjadi perhatian utama karena
sebagian
besar
pesan
yang
dipertukarkan
melalui
NFC
menggunakan model komunikasi pasif. Hal ini disebabkan label yang dibutuhkan tersedia dengan harga yang terjangkau dan juga transaksi dapat dilakukan bahkan ketika
perangkat target (ponsel) tidak memiliki
baterai (power supply). Penggunaan Teknologi Short Messaging Service (SMS) dalam MPayment SMS memiliki tiga karakteristik penting dalam aplikasi pembayaran, yakni Store and Forward: pesan teks dikirim dari ponsel pengirim untuk operator. Ketika telepon penerima yang dimaksud tersedia untuk pesan ini, pesan menjadi diterima, lalu operator mengirimkan pesan ini melalui 22
penerima. Sering kali, ada maksimal waktu yang dibutuhkan operator memegang pesan untuk pengiriman dalam kasus telepon penerima dimatikan, baterai datar, atau telepon tidak memiliki jangkauan. Kurangnya enkripsi: SMS dikirim sebagai teks saja. Kurangnya bukti pengiriman: bukti pengiriman bukan merupakan bagian dari SOP layanan SMS. Perlu disebutkan bahwa kebanyakan SMS dalam mobile
payment
memberikan
bukti
pengiriman,
meskipun
ini
menyebabkan meningkatnya biaya dan tidak ekonomis jika ditransfer dalam jumlah kecil. Kombinasi dari ketiga faktor tersebut membuat SMS tidak cocok untuk digunakan dalam pembayaran yang berbentuk aplikasi. SMS dapat digunakan dan digunakan secara luas, tetapi hanya untuk mentransfer inisiasi pesan untuk proses pembayaran. Masalah Keamanan SMS Short Message Service adalah layanan data yang paling populer ditawarkan oleh operator jaringan selular dan paling banyak digunakan untuk m-payment. Perangkat ponsel dapat saling bertukar data melalui pusat layanan pesan singkat (SMSC) dengan mengirimkan dan menerima pesan SMS standar yang diidentifikasi oleh mobile subscriber internasional identity (IMSI). Untuk memenuhi sebuah sistem pembayaran yang aman, ponsel harus memiliki karakteristik sebagai berikut. Kerahasiaan: rahasia informasi harus diamankan dari pihak, proses, atau perangkat yang tidak berwenang. Untuk SMS rahasia, informasi disimpan di agen terakhir. Autentikasi: menjamin pihak untuk dapat mengakses ke transaksi yang tepercaya. Untuk layanan informasi tagihan, SMS sangat rawan terhadap tindak kejahatan
karena
jika
perangkat
mobile
dicuri,
pencuri
dapat
menyalahgunakan informasi tagihan tersebut untuk kepentingannya, sampai rekening tersebut diblokir. Integritas:
informasi
dan
sistem
belum
disesuaikan
atau
terjadi
kerusakan yang disebabkan oleh pihak luar. Memodifikasi pesan SMS 23
sangat mungkin dilakukan, meskipun hal ini jarang dilakukan. Data yang tidak dikirim secara enkripsi,membuat data mudah diketahui dan terjadinya manipulasi data lebih mudah. Otorisasi: verifikasi bahwa pengguna diperbolehkan untuk melakukan transaksi yang diminta. Setelah penagihan SMS, selanjutnya diperlukan proses otorisasi dengan PIN yang berbasis sistem pembayaran SMS. Ketersediaan: sistem harus dapat diakses bagi pengguna yang memiliki wewenang kapan pun dan di mana pun. Untuk sistem pembayaran berbasis SMS, aspek ini baik untuk dilengkapi bahwa selama pengguna menerima konfirmasi di telepon selulernya, seseorang dapat membayar melalui SMS. Untuk pembayaran P2P, perangkat mobile dari penerima harus memenuhi dua kriteria yang disebutkan sebelumnya, ditambah kriteria
bahwa
penerima
harus
memiliki
perangkat
selular
yang
diaktifkan untuk menyelesaikan transaksi (prinsip store-and-forward). 2.4.4 Unstructured
Suplementary
Service
Data
(USSD)
sebagai
Teknologi yang Digunakan dalam M-Payment USSD (unstructured suplementary service data) merupakan layanan yang terkait dengan layanan telepon real-time atau pesan instan. USSD merupakan standar untuk transmisi informasi melalui saluran sinyal GSM. Saat ini, USSD banyak digunakan sebagai metode untuk mengetahui query saldo dan layanan informasi serupa lainnya di layanan prabayar (prepaid) GSM. 2.5
Strategi Antisipasi Risiko M-Payment Transaksi m-payment dapat menimbulkan risiko ketika beberapa
pihak terlibat dalam melakukan pelayanan pembayaran secara bersamasama. Hal ini diperparah jika layanan yang diserahkan kepada pihak ketiga ternyata berpotensi tidak diatur dengan pengaturan dan pengawasan yang jelas. Hal itu menyebabkan lingkungan transaksi multipartai secara kondusif
dapat
memanfaatkan
dieksploitasi kelemahan
oleh
teknologi
pihak dan
tidak
berwenang
sosiologis
jika
dengan
mekanisme
24
perlindungan yang sesuai dengan pengawasan yang tepat tidak diterapkan pada ekosistem m-payment. Financial, payment, and network service providers (FSPs, PSPs, NSPs) harus menerapkan pengamanan yang memadai serta privasi dan keamanan program pemerintah. Ada risiko yang muncul dari penyalahgunaan oleh pengguna resmi seperti pencucian uang dan risiko penggunaan ilegal. Risiko terakhir mungkin memerlukan dukungan dari undang-undang baru yang akan berkembang untuk memastikan perlindungan telah berjalan secara memadai. Faktor lain yang penting untuk dipertimbangkan adalah klasifikasi data selama transmisi dan penyimpanan data. Organisasi terkait harus mengidentifikasi data yang dianggap pribadi dan sensitif serta harus memastikan pula bahwa mekanisme berfungsi pada tempatnya. Juga dalam kasus data keuangan, sebuah aspek yang sangat penting (selain dari enkripsi) adalah masalah integritas data sehingga organisasi terkait harus mempertimbangkan hal ini. Hal sama penting yang perlu dipertimbangkan adalah sistem POS dalam kasus proximity payment. Organisasi terkait harus memastikan bahwa pihak ketiga yang berinteraksi memiliki keamanan proyek tata kelola yang kuat. Selain itu, perhatian tertentu juga harus diberikan kepada trusted service manager (TSM), entitas yang bertindak sebagai "personal" chip TSM kompatibel pada vendor yang disediakan perangkat seluler. Dalam lingkungan
platform
lintas
kolaboratif,
program
pengendalian
risiko
organisasi harus memiliki fokus yang kuat pada pengelolaan layanan pihak ketiga. Akhirnya, perhatian tertentu harus diberikan pada perangkat transaksi baik pelanggan selular dan pengguna. Pengguna harus dididik untuk memahami risiko yang sesuai. Manufaktur perangkat selular seharusnya tidak hanya bekerja sama dengan industri pembayaran untuk pengembangan platform yang menjamin lingkungan yang aman untuk melakukan transaksi mobile, tetapi juga untuk pengoperasian lintas antara model telepon pintar (smartphone) yang berbeda oleh pengguna cenderung
25
sering diubah atau diperbaharui. Ketentuan batas layanan interoperable yang aman adalah sangat penting untuk keberhasilan m-payment. Peraturan Bank Indonesia tentang M-Payment Terkait dengan m-payment, di Indonesia mengacu pada Peraturan Bank Indonesia tentang Uang Elektronik (E-Money) No. 11/12/PBI/2009 tanggal 13 April 2009. Dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa karena perkembangan alat pembayaran berupa uang elektronik yang sebelumnya diatur sebagai kartu prabayar tidak hanya diterbitkan dalam bentuk kartu, tetapi
juga
telah
berkembang
dalam
bentuk
lainnya;
dan
karena
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, alat pembayaran berupa uang elektronik yang diterbitkan oleh bank dan lembaga selain bank saat ini semakin berkembang. Oleh karena itu, dikeluarkanlah peraturan tentang e-money tersebut. 2.7
Kajian Sebelumnya Pada tahun 2009, The International Finance Corporation dari grup
World Bank
melakukan kajian mengenai mobile banking di Indonesia
dengan mengambil sampel penelitian di beberapa kota di Indonesia. Temuan dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut. a. Permintaan untuk layanan mobile banking dalam urutan peringkat adalah sebagai berikut: top-up, pembayaran tagihan (bill payments), transfer, pengiriman uang /remitansi (remittance), dan transaksi. Tiaptiap layanan dapat diaktifkan dengan atau tanpa rekening tabungan sehingga permintaan untuk layanan tidak selalu diterjemahkan ke dalam rekening tabungan tambahan. b. Pembayaran tagihan (bill payment) paling banyak dilakukan, baik terkait dengan tagihan bank maupun tagihan nonbank, dan dipandang sebagai titik awal untuk masuk pada m-banking. M-transfer, sebagai contoh, merupakan produk layanan yang telah banyak dipakai oleh masyarakat, termasuk di antaranya terkait dengan kegiatan remitansi dari tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri.
26
c. Partisipasi dalam kegiatan layanan m-transfer lebih banyak dilakukan oleh
lembaga
keuangan
nonformal
jika
dibanding
dengan
bank
komersial karena sepertiga penduduk di Indonesia tidak menyimpan uang di bank. Sepertiga penduduk Indonesia tidak menyimpan sama sekali tabungan di bank karena keterbatasan masyarakat terhadap akses bank. Masyarakat lebih menekankan segi kepraktisan dalam melakukan transfer dana daripada harus melakukan transaksi di bank meskipun masyarakat memiliki deposit yang kecil dan harus membayar fee yang lebih mahal. Namun, hal ini dipandang lebih dapat diterima daripada masyarakat harus membayar fee tertentu di bank karena jumlah deposit di bank mencapai jumlah minimum. Pada tahun 2011, Bank Indonesia telah melakukan kajian internal awal mengenai mobile banking/payment dengan hasil kesimpulan bahwa berdasarkan faktor-faktor penunjang kesuksesan yang telah teridentifikasi dari pengalaman beberapa negara dan kondisi yang ada di Indonesia, terdapat beberapa isu terkait penyelenggaraan mobile financial services (MFS) , yaitu know your customer/anti money laundering (KYC/AML) dan pendanaan terorisme, keamanan, efisiensi, regulasi, edukasi, serta peran bank dan lembaga nonbank. Adanya peraturan perundang-undangan yang baru, antara lain transfer dana dan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, menambah beberapa isu dalam penyelenggaraan MFS. Selanjutnya, isu yang mengemuka terkait m-banking/m-payment meliputi: a. tindak pidana pencucian uang (money laundering): direkomendasikan pembatasan fungsi dan kapasitas dari instrumen, antara lain melalui pembatasan transaksi, menghubungkan instrumen tersebut dengan institusi finansial dan rekening bank, adanya standar pencatatan bagi penyelenggara sehingga memungkinkan untuk diperiksa,
adanya
dokumentasi yang memadai, dan registrasi bagi pemegang; b. pengamanan: adanya upaya terus menerus untuk meningkatkan keamanan, penggunaan teknologi STK, USSD;
27
c. efisiensi:
perlu
dipertimbangkan
untuk
melakukan
interkoneksi/interoperability antarpenyelenggara agar layanan MFS dapat menjangkau masyarakat luas dengan biaya murah; d. regulasi: termasuk perlindungan konsumen, belum ada ketentuan yang cukup memadai dalam pengaturan MFS, diperlukan koordinasi antara lembaga terkait, a.l. antara BI dan Kemenkominfo untuk mengatur pemain
yang
bukan
bank,
diperlukan
pengawasan
terhadap
penyelenggaraan MFS; e. edukasi: perlu dilakukan sosialisasi mengenai MFS terutama bagi masyarakat yang belum mempunyai rekening di bank; dan f.
bank vs nonbank: diperlukan kerja sama untuk saling memanfaatkan jaringan distribusi dan sistem yang ada antara bank dan nonbank.
28
III.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi dengan menggunakan data primer yang diperoleh dari survei untuk dapat menjawab persoalan penelitian.
Di
samping
itu,
untuk
mendapatkan
informasi
yang
kemungkinan belum terungkap pada kuesioner, penelitian dilengkapi dengan
kegiatan
focus
group
discussion
(FGD).
Data
yang
telah
dikumpulkan dari responden diolah dengan menggunakan pendekatan statistik deskriptif. Berdasarkan
hasil kajian statistik tersebut kemudian
diajukan saran cakupan peraturan terkait risiko m-payment. Populasi, Sampel, dan Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan di empat kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan dari bulan Februari hingga Mei 2013. Objek penelitian meliputi perusahaan telekomunikasi yang memiliki atau
berencana
mengembangkan
fasilitas
m-payment.
Kemudian,
perusahaan-perusahaan tersebut diwawancara langsung atau dikirimi kuesioner. Total responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah 54 orang yang terdiri atas 15 responden dari lima perusahaan telekomunikasi (telco) terbesar di Indonesia, 19 responden dari bank, dan 20 responden berasal dari agen, merchant, KADIN, dan UKM. Kegiatan FGD juga dilakukan di empat wilayah yang sama dengan survei. Kelompok responden dari kota yang ditunjuk dikumpulkan dalam kelompok forum diskusi untuk mendapatkan penjelasan mengenai cakupan kajian dan daftar pertanyaan yang akan diajukan, kemudian diminta untuk mengisi daftar pertanyaan tersebut. Kelompok forum diskusi tersebut terdiri atas gerai telkom, agen/subagen, merchant, serta institusi yang terkait dengan tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang diperkirakan banyak melakukan tindakan remitansi.
29
3.3
Identifikasi Risiko M–Payment Risiko dari perspektif mobile payment dapat dikategorikan sebagai
risiko tradisional, misalnya melibatkan penolakan atau pencurian layanan, hilangnya pendapatan, reputasi, dan basis pelanggan, dan risiko yang tergolong baru seperti melibatkan penggunaan mobile payment dalam pencucian uang dan pendanaan teroris Dengan diperkenalkannya media (mail, internet, dan telepon selular), banyak hal yang berubah drastis. Pemesanan (order) yang dahulu melalui pos, telepon, dan lalu internet saat ini dapat dilakukan melalui ponsel. Perdagangan jarak jauh yang dipisahkan oleh waktu dan tempat ini dapat memunculkan risiko dalam prosesnya. 3.3.1
Perbandingan Risiko M-Payment dengan Risiko pada Lembaga Keuangan M-payment memiliki risiko yang serupa dengan lembaga keuangan.
Seperti halnya lembaga keuangan, dalam penerapan m-payment harus terdapat proses review dan persetujuan untuk memastikan kepatuhan terhadap kebijakan internal dan peraturan perundangan yang berlaku. Potensi risiko dalam penerapan m-payment, yaitu sebagai berikut. Tabel 6 Risiko Mobile Payment Kategori Risiko Tindak pidana pencucian uang (Money Laundering) Fraud Compliance Kredit/Likuiditas Teknologi Reputasi
Risiko Kegagalan untuk memenuhi pencatatan, penyaringan dan persyaratan pelaporan dimaksudkan untuk mendeteksi kejahatan keuangan, mencegah ilegal lintas batas pembayaran dan mencegah pendanaan teroris. Kegagalan untuk mencegah atau menghalangi transaksi yang tidak sah, intersepsi informasi rahasia, atau aktivitas penipuan lainnya. Kegagalan untuk mematuhi undang-undang perlindungan konsumen yang berlaku, persyaratan pengungkapan, pengawasan dan bimbingan. Kemungkinan kerugian dari kegagalan untuk menagih kewajiban kredit atau memenuhi komitmen pembayarankontraktual yang terkait. Kegagalan untuk melindungi informasi keuangan rahasia. Pengalaman konsumen yang negatif dapat mencerminkan reputasi buruk bank atau menghindari penggunaan mpayment
(Sumber : Nordlie Luke , Chahine Hicham, 2012, Mitigating the Risk in Mobile Banking: on the Website of ABA Banking Journal, www.ababj.com)
30
1.
Risiko Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Pencucian uang (money laundering) adalah suatu upaya perbuatan
untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau harta kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau harta kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal. Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak
pidana
dengan
berbagai
cara
agar
harta
kekayaan
hasil
kejahatannya sulit ditelusuri oleh aparat penegak hukum. Rekomendasi dari isu tindak pidana pencucian uang (money laundering) adalah sebagai berikut. a. Pembatasan fungsi dan kapasitas dari instrumen, antara lain melalui pembatasan transaksi, yaitu - nilai transaksi untuk setiap kali bertransaksi - nilai transaksi dalam suatu periode tertentu (harian,bulanan) - nilai maksimum dana yang ada dalam instrumen - nilai transaksi untuk tiap-tiap jenis transaksi (misalnya: transfer, belanja) b. Menghubungkan instrumen dengan institusi keuangan dan rekening bank c. Adanya standar pencatatan bagi penyelenggara sehingga memungkinkan pemeriksaan d. Adanya dokumentasi yang memadai e. Registrasi bagi pemegang
2.
Risiko Fraud Fraud adalah penipuan terhadap pelanggan, misalnya muncul
transaksi yang tidak sah, intersepsi informasi rahasia, pencurian saldo pelanggan
melalui
sarana
teknis,
atau
aktivitas
penipuan
lainnya.
Rekomendasi untuk mengatasi risiko fraud adalah 31
a. adanya upaya terus menerus untuk meningkatkan keamanan dan b. pengawasan terhadap penyelenggaraan MFS. 3.
Risiko Compliance Risiko compliance muncul akibat pelanggaran dan ketidakpatuhan
bank terhadap hukum, peraturan, dan standar etika. Jika risiko ini terealisasi, reputasi bank bisa jatuh, merugi, bahkan bisa berdampak pada bisnis. Rekomendasi dari isu risiko compliance adalah sebagai berikut. a. Untuk memitigasinya, bank dan perusahaan telekomunikasi harus betulbetul paham dan mampu menginterprestasikan secara benar, khususnya peraturan-peraturan seputar money payment, permasalahan agen, serta pemisahan wallet untuk e-money dan remitansi. b. Agen membantu memperluas akses masyarakat terhadap MFS. c. Pembatasan nilai untuk transaksi remitansi perlu dilakukan. Transaksi remitansi melalui MFS adalah untuk nilai kecil; untuk nilai yang lebih besar adalah melalui perbankan. d. Koordinasi antarlembaga terkait, a.l. BI dan Kemenkominfo untuk mengatur pemain nonbank. e. Ketentuan yang mengatur bahwa penerbit harus mengawasi agen termasuk pemberian training dan pelatihan anti money laundering. f. Pemisahan wallet untuk aktivitas remitansi dan payment tidak perlu dilakukan untuk fleksibilitas penggunaan wallet oleh konsumen. 4.
Risiko Kredit Risiko kredit yakni risiko yang juga berpotensi meningkat karena
internet banking membuat para nasabah bisa mengajukan aplikasi kredit dari mana pun di dunia ini. Bank-bank tentu akan sangat sulit memverifikasi dan mengidentifikasi nasabah jika bank menawarkan kredit melalui internet. 5.
Risiko Likuiditas Risiko likuiditas timbul karena transaksi m-payment sehingga para
nasabah menjadi lebih gampang menarik kas dan mentransfer kepada 32
pihak ketiga. Sekalipun transfer dilakukan ke rekening penyelenggara mpayment yang sama, ini bisa saja menimbulkan masalah karena pihak ketiga bisa saja menariknya dalam bentuk kas atau mentransfernya ke pesaing. Dengan penerapan m-payment, perlu disesuaikan manajemen likuiditasnya. 6.
Risiko Reputasi Risiko reputasi biasanya berjalan seiring dengan risiko-risiko lain.
Sistem mobile payment yang down atau kecepatan sistem yang rendah dapat membentuk pendapat negatif publik terhadap m-payment. Salah satu cara untuk mengantisipasi risiko ini adalah perlu dipertimbangkan untuk melakukan interkoneksi/interoperabilitas antarpenyelenggara agar layanan MFS dapat menjangkau masyarakat luas dengan biaya yang lebih terjangkau. 7.
Risiko Teknologi Penerapan penerapan teknologi di m-payment membawa risiko, baik
kepada penyelenggara m-payment maupun kepada nasabah. Namun, dari semua risiko yang timbul, hampir seluruhnya diakibatkan oleh tindakan manusia yang mencoba memanfaatkan teknologi infrastruktur m-payment untuk tindakan fraud. Secara terperinci risiko ini dipaparkan dalam tabel berikut. Tabel 7. Risiko Teknologi dalam M-Payment Risiko PIN lemah Kegagalan Proses Pencurian Spoofing Credential reroute Perpindahan Dana Kegagalan Channel Panen Transaksi
Kompromi
Kerentanan (Vulnerabilities) Pengguna menggunakan PIN yang lemah PIN diset ulang oleh penipu Pencurian handset SMS dan spoofing USSD untuk permintaan phishing PIN Pertukaran SIM (swap SIM) Perpindahan dana di luar penerima manfaat USSD, IVR, atau jaringan SMS pada MFSP gagal Pengamanan pada SMSC dan link Pengamanan yang terbatas pada server Wireless Gateway Kompromi skema kunci
Risiko untuk Bisnis Rendah
Risiko untuk Nasabah Tinggi
Medium Medium
Tinggi Rendah Medium
Medium Rendah
Tinggi Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah Medium
Rendah Rendah
Rendah
Rendah
33
Risiko
Risiko untuk Bisnis
Kerentanan (Vulnerabilities)
Risiko untuk Nasabah
Keamanan enkripsi di sim dan modul Hardware keamanan hardware Smart Phones Terinfeksi oleh malware Medium Tinggi (Sumber: Chatain, P.; et al.; “Integrity in Mobile Phone Financial Services—Measures for Mitigating Risks from Money Laundering and Terrorist Financing,” World Bank Working Paper No. 146, World Bank, Washington D.C., USA, 2008, http://siteresources.worldbank.org/INTAML/Resources/WP146_Web.pdf)
3.3.2
Risiko dalam Ekosistem M-Payment Risiko bagi para peserta dalam ekosistem mobile payment tergantung
pada peran pengguna entitas, penyedia jaringan atau komunikasi, atau penyedia layanan pembayaran. Beberapa entitas, seperti MNO (operator nirkabel), mungkin memainkan dua peran tersebut secara bersamaan. Berikut gambaran tentang jenis-jenis ancaman dan risiko yang ada di lingkungan mobile payment. Tabel 8. Jenis-Jenis Ancaman dan Risiko yang Ada di Lingkungan Mobile Payment Tipe Target
Kerentanan
Ancaman
Risiko
Over the air (OTA) transmission Antara phone and point of sale (POS) (NFC reader) Tidak adanya autentikasi dua faktor Mengubah atau mengganti ponsel
Interception of traffic
Pencurian identitas, keterbukaan informasi, replay attacks
Pengguna menyamar
Penipuan transaksi, kewajiban penyedia
Konfigurasi kompleksitas pengaturan
dan
Mengurangi adopsi teknologi, "keamanan dengan ketidakjelasan"
Penyedia Layanan
Smartphone Internet and geolocation Capabilities
Data pengungkapan dan privasi pelanggaran; profiling perilaku pengguna
Penyedia Layanan
Sistem POS menerima transmisi OTA
Malware on mobile device; miskin perlindungan data kontrol pada merchant/ prosesor pembayaran pihak tidak bertangung jawab membanjiri permintaan melalui sistem POS
Penyedia Layanan
Perangkat POS dipasang di tempat merchant.
Penyamaran menyerang, POS
Pencurian pelayanan, memodifikasi pesan
Penyedia Layanan (Service Provider) Penyedia Layanan Penyedia Layanan
merusak
Denial of Service (DoS)
34
Tipe Target
Kerentanan
Ancaman
Risiko
Penyedia Layanan
Kurangnya manajemen hak digital (DRM) pada perangkat mobile
Pengguna perangkat mobile secara ilegal mendistribusikan konten, misalnya,nada dering, video, games
Penyedia Layanan
Kelemahan dari enkripsi Komunikasi Global System Mobile (GSM) untuk transmisi OTA, data SMS dalam bentuk teks pada jaringan seluler
Memodifikasi Pesan, replay transaksi, penyelundupan kontrol penipuan
Pencurian Konten, pembajakan digital, risiko penyedia atas pelanggaran hak digital, hilangnya pendapatan untuk penyedia konten atau pedagang Pencurian layanan atau konten, hilangnya pendapatan, transfer ilegal dana
(Sumber: Chatain, P.; et al.; “Integrity in Mobile Phone Financial Services—Measures for Mitigating Risks from Money Laundering and Terrorist Financing,” World Bank Working Paper No. 146, World Bank, Washington D.C., USA, 2008, http://siteresources.worldbank.org/INTAML/Resources/WP146_Web.pdf)
35
IV. 4.1
KAJIAN UMUM MOBILE PAYMENT
Gambaran Umum Mengenai Layanan M-Payment Perangkat telepon seluler saat ini sudah banyak digunakan dalam
transaksi
keuangan
meningkat.
Layanan
dan
diperkirakan
m-payment
yang
penggunaannya diintegrasikan
akan
dengan
terus fungsi
perangkat telepon seluler merupakan hasil inovasi teknologi yang dapat membawa perubahan yang cukup signifikan dalam kehidupan masyarakat, terutama
dalam
bidang
usaha.
Awalnya
layanan
m-payment
selalu
melibatkan institusi keuangan seperti bank. Namun, beberapa tahun belakangan terjadi pertumbuhan yang cukup besar terhadap sistem pembayaran ritel yang ditawarkan oleh institusi nonbank. Dampak positif dari kondisi ini adalah konsumen diuntungkan dengan bertambahnya alternatif dalam melakukan pembayaran daring (online), meningkatnya kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan dalam penggunaan layanan pembayaran,
serta
semakin
kompetitifnya
usaha
penyedia
layanan
pembayaran. Walaupun sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh institusi nonbank memberikan dampak positif bagi dunia usaha, alur proses yang didesain tergolong masih baru dan infastrukturnya sebagian besar dimiliki oleh operator telekomunikasi dan penyedia layanan sehingga berdampak pada penerapan aturan-aturan yang tidak dapat disamakan dengan aturanaturan sistem pembayaran yang diterapkan pada institusi perbankan. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk melakukan pengaturan berdasarkan
aspek
prudensialnya
dalam
mengidentifikasi
dan
mengantisipasi risiko-risiko yang berpotensi terjadi di kemudian hari pada usaha ini. 4.1.1
Statistik Pemakai Layanan Mobile Telepon Seluler di Indonesia Perkembangan industri seluler di Indonesia mengalami kemajuan
dari sisi kuantitasnya dan dari sisi kualitasnya, baik jumlah pelaku usaha maupun produk. 36
Tabel 9. Jumlah Pengguna Layanan Telepon Seluler di Indonesia
(Sumber: Hasil Survei Bank Indonesia Tahun 2013) Berdasarkan
Tabel
4.1,
jumlah
pengguna
telepon
seluler
di
Indonesia mencapai sekitar 422,5 juta pelanggan dengan perincian 99 juta untuk pelanggan pascabayar dan 324 juta untuk pelanggan prabayar yang terbagi
dalam
5
perusahaan
terbesar
di
Indonesia
penyedia
jasa
telekomunikasi. Untuk pengguna fasilitas layanan transaksi keuangan berbasis teknologi mobile rata-rata setiap penyedia telah memiliki pelanggan setia. Jumlah pengguna layanan m-banking di Indonesia berdasarkan hasil survei mencapai 15 juta pelanggan, untuk pengguna layanan m-wallet tercatat sebanyak 12 juta pelanggan, sedangkan untuk pengguna layanan m-payment saat ini hanya mencapai 0,9 juta pelanggan. Sedikitnya pengguna layanan m-payment karena penyedia layanan ini selain dari institusi perbankan masih sangat terbatas dan juga sosialisasi atau bentuk pemasaran mengenai layanan m-payment tidak terintegrasi dengan mbanking sehingga belum banyak diketahui oleh masyarakat. Hal ini juga tercermin pada hasil survei bahwa responden yang telah menggunakan mpayment dengan yang tidak menggunakan m-payment menunjukkan jumlah persentase yang hampir sama. Namun, dengan begitu, mayoritas responden meyakini bahwa layanan m-payment ini akan berkembang pesat di kemudian hari dan perlu terus dikembangkan mengikuti perkembangan zaman dan pertumbuhan usaha supaya lebih mempermudah konsumen dalam melakukan transaksi keuangan. Untuk menambah daya saing perusahaan, rata-rata perusahaan telekomunikasi
telah
menambahkan
fasilitas
transfer
dana
untuk
pembayaran tagihan ataupun pengiriman uang (remittance) dengan biaya 37
yang terjangkau sehingga masyarakat tidak akan menemui kesulitan apabila ingin melakukan transfer dana tanpa harus terkendala masalah geografi,
waktu,
ataupun
keunggulan-keunggulan
yang
kecepatan
proses
ditawarkan,
pengiriman.
seperti
kemudahan
Dengan dalam
mengakses, tingkat keamanan yang baik, kecepatan proses bertransaksi, dan luasnya area yang dapat dijangkau, dapat menjadi alasan pengguna jaringan telekomunikasi untuk memanfaatkan teknologi berbasis telepon seluler ini. 4.1.2
Statistik Fasilitas Layanan yang Diharapkan Pengguna Layanan Telepon Seluler Layanan terbaik menjadi kunci utama menghadapi persaingan
industri telekomunikasi yang semakin kompetitif. Saat ini perusahaanperusahaan telekomunikasi di Indonesia berusaha meningkatkan daya saingnya dengan berlomba-lomba memberikan layanan terbaik demi meningkatkan kepuasan konsumennya. Layanan yang diberikan tidak hanya sebatas memberikan kemudahan dalam bidang komunikasi, tetapi layanan tersebut juga harus memberikan kemudahan bagi penggunannya dalam melakukan rutinitas kegiatan sehari-hari termasuk kemudahan untuk melakukan transaksi keuangan.
38
(Sumber: Hasil Survei Bank Indonesia Tahun 2013)
Grafik 1. Fasilitas Layanan pada Telepon Seluler Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap responden pemangku kepentingan pada usaha telekomunikasi yang terdiri atas penyedia jasa telekomunikasi, bank, dan merchant ini, mayoritas responden mendukung layanan yang telah disediakan oleh penyedia jasa telekomunikasi dan mengharapkan terus dilakukan peningkatan terhadap layanan teknologi 39
ponsel terkait dengan penggunaan transaksi keuangan yang telah ada, terutama dari segi kenyamanan dan keamanannya. Berdasarkan responden dari perusahaan telekomunikasi, terdapat beberapa layanan yang wajib tersedia pada layanan m-payment dengan persentase sebesar 100%, yaitu untuk layanan pembayaran pada point of sale (POS), pembayaran tagihan, isi ulang pulsa, transfer online sesama penyedia, informasi data historis transaksi keuangan, setoran uang, serta layanan untuk deposit uang dan informasi saldo. Semua layanan ini dinilai akan menjadi kelebihan bagi layanan m-payment untuk menarik calon konsumen. Layanan informasi perbankan dan fasilitas kredit dinilai belum perlu untuk diterapkan agar tidak terjadi benturan kepentingan dengan pihak perbankan karena layanan ini telah tersedia pada layanan m-banking atau online banking yang dioperasikan oleh pihak perbankan. Untuk responden dari bank dan merchant, mayoritas menerima setiap layanan yang disediakan pada m-payment selama layanan tersebut membawa kemudahan-kemudahan yang akan berguna dalam aktivitas sehari-hari.
Layanan
tersebut
antara
lain
meliputi
layanan
yang
memungkinkan telepon seluler untuk dapat melakukan transaksi keuangan langsung yang dilakukan pada merchant (point of sale) sehingga pengguna layanan yang ingin melakukan transaksi keuangan pada tempat atau gerai yang terdapat tanda khusus dapat melakukan transaksi jual beli tanpa harus membawa uang secara tunai. Pengguna cukup menyentuhkan ponselnya ke mesin pembaca dan secara otomatis mesin pembaca akan mendebet sejumlah uang yang harus dibayarkan kepada penjual. Untuk layanan pembayaran tagihan, baik itu tagihan telepon, listrik, maupun kartu kredit, dilakukan melalui telepon seluler sehingga pengguna layanan dapat menghemat waktu tanpa perlu mendatangi bank atau gerai pembayaran tagihan untuk membayar tagihan rutin. Selanjutnya, untuk layanan isi ulang pulsa, pengguna layanan dapat mengisi ulang pulsanya hanya dengan mengakses aplikasi isi ulang pulsa yang terdapat pada ponselnya, bahkan saat ini penyedia jasa telekomunikasi telah melengkapi layanan ini dengan layanan transfer atau berbagi pulsa dengan sesama atau antarpenyedia jasa telekomunikasi. 40
Lebih
dari
80%
responden
dari
pihak
bank
dan
merchant
beranggapan perlu adanya layanan transfer online baik antarpenyedia ataupun interpenyedia jasa telekomunikasi. Layanan ini melengkapi layanan deposit uang dan layanan informasi saldo dengan lebih dari 80% responden dari bank. Merchant menganggap perlu adanya layanan ini. Dengan adanya layanan transfer online dan deposit uang, pengguna layanan akan lebih mudah dalam melakukan transaksi keuangan, baik transfer dana maupun menerima dana dan mengatur arus kasnya layaknya mengatur arus kas yang ada pada rekening bank. Tabel 10. Layanan yang Disediakan Penyedia Jasa Telekomunikasi
(Sumber: Hasil Survei Bank Indonesia Tahun 2013)
Jika dilihat dari sisi kesiapan perusahaan telekomunikasi sebagai penyedia jaringan dan infrastruktur telekomunikasi, untuk menyediakan layanan berbasis teknologi telepon seluler bukanlah suatu hal yang sulit karena secara infrastruktur dan teknologi mereka telah siap. Berdasarkan survei terhadap lima perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia, sebagian besar perusahaan telekomunikasi telah menyediakan layananlayanan berbasis teknologi telepon seluler sejak beberapa tahun lalu. Hanya layanan informasi perbankan yang belum mereka sediakan karena belum adanya momentum yang tepat untuk memfasilitasi layanan ini.
41
4.2
Daya Tarik M-Payment Pada hakikatnya sebuah produk akan menjadi laku di pasaran jika
diakui
kegunaannya
oleh
pasar
dan
memiliki
nilai
tambah
jika
dibandingkan dengan produk sejenis dari perusahaan berbeda. Begitu juga dengan layanan m-payment yang sedang dikembangkan oleh perusahaan telekomunikasi. Untuk bisa bersaing dengan fitur layanan berbasis teknologi mobile lainnya, layanan m-payment harus mampu menarik calon pengguna
layanan
dengan
kelebihan-kelebihan
yang
ditawarkannya.
Mengacu pada survei yang telah dilakukan kepada pihak perusahaan telekomunikasi dan merchant mengenai faktor-faktor yang harus dimiliki pada layanan m-payment, didapat urutan berdasarkan derajat kepentingan terhadap faktor-faktor tersebut (Grafik 4.2).
(Sumber: Hasil Survei Bank Indonesia Tahun 2013)
Grafik 2. Faktor Utama yang Menjadi Perhatian Konsumen pada Layanan M-Payment Berdasarkan
grafik
tersebut,
responden
dari
perusahaan
telekomunikasi dan bank setuju bahwa keamanan adalah faktor utama yang perlu diperhatikan dalam layanan m-payment, dengan persentase dari 42
tiap-tiap responden secara berturut-turut adalah sebesar 20% dan 25%. Faktor keamanan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena pihak penyedia jaringan terlibat langsung dalam mengelola dana dari pengguna layanan yang disediakan oleh mereka sesuai dengan fasilitas yang dipilih oleh pengguna layanan. Dengan demikian, faktor keamanan dari jaringan, sistem, dan operasionalnya harus benar-benar dipastikan aman untuk mendukung kelancaran proses dari fasilitas m-payment. Menurut responden merchant dengan persentase sebesar 28%, mereka percaya bahwa kecepatan menjadi faktor prioritas yang menjadi perhatian utama oleh pengguna layanan. Hal ini disebabkan kepentingan mereka dalam melakukan transaksi keuangan memerlukan proses yang cepat untuk meminimalisasi terjadinya risiko gagal transaksi dan juga untuk memperlancar kegiatan usaha dan rutinitas sehari-hari. Faktor
penting
berikutnya
menurut
responden
perusahaan
telekomunikasi, bank dan merchant adalah faktor kenyamanan, dengan persentase secara berturut-turut sebanyak 18%, 16%, dan 21%. Pengguna layanan mengharapkan kenyamanan dalam penggunaannya, baik itu kenyamanan dari segi keamanan, kemudahan dalam mengakses, maupun ketersediaan
fitur-fitur
tambahan
yang
lebih
mempermudah
dalam
bertransaksi. Kenyamanan juga dapat berarti biaya yang terjangkau dan bersaing, serta kemudahan untuk mendapatkan layanan tersebut di mana pun dan kapan pun. Masih banyak lagi faktor-faktor yang dapat menjadi daya tarik bagi konsumen untuk menggunakan jenis layanan ini, tetapi faktor-faktor tersebut tidak besar pengaruhnya dan hanya menjadi nilai tambah bagi layanan ini untuk meningkatkan daya saing. 4.3
Strategi Pengembangan M-Payment Untuk
menghasilkan
layanan
yang
aman
dan
dapat
terus
diandalkan, layanan m-payment perlu untuk terus dikembangkan dan ditingkatkan. Tidak hanya jaringan dan infrastruskturnya, tetapi juga aspek-aspek pendukungnya perlu mendapatkan perhatian. Mengacu pada survei mengenai aspek-aspek yang perlu dibenahi dalam layanan mpayment sebagai strategi pengembangan layanan m-payment di masa 43
depan, berikut adalah hasil dari survei yang dilakukan terhadap pelaku utama pada usaha telekomunikasi dimaksud.
(Sumber: Hasil Survei Bank Indonesia Tahun 2013) Grafik 3,. Aspek-aspek yang Perlu Dikembangkan dalam Layanan MPayment Berdasarkan hasil survei, berada pada urutan pertama dengan persentase sebanyak 25% dari responden perusahaan telekomunikasi aspek prioritas yang perlu dikembangkan adalah penyesuaian peraturan untuk layanan m-payment. Hal ini agar perusahaan telekomunikasi dapat menjalankan usahanya, merencanakan, dan menerapkan strategi usahanya dengan pasti. Selain itu, perusahaan telekomunikasi berusaha untuk meminimalisasi
terjadinya
risiko
berbenturan
dengan
ketidakpastian
hukum yang akan berdampak buruk di kemudian hari. Berbeda
dengan
responden
dari
perusahaan
telekomunikasi,
responden dari pihak bank dan merchant dengan hasil persentase secara berturut-turut sebesar 36% dan 44% menyatakan bahwa aspek keamanan 44
teknologi adalah yang paling utama untuk dibenahi. Responden agen beranggapan bahwa jika keamanan dalam layanan m-payment kurang dan tidak dapat melindungi kepentingan pengguna layanan, pengguna layanan akan meninggalkan layanan ini. Aspek kompleksitas menjadi aspek prioritas urutan kedua yang perlu diperhatikan dalam pengembangan layanan ini dengan mendapatkan persentase sebanyak 23% dari responden perusahaan telekomunikasi. Selanjutnya, sebanyak 18% dari responden perusahaan telekomunikasi melihat bahwa aspek biaya turut ambil bagian dalam aspek-aspek yang perlu diperhatikan karena dengan biaya yang dapat ditekan dan terjangkau dapat menjadi salah satu strategi perusahaan untuk menarik konsumen dan bagi konsumen dengan biaya yang rendah akan mengurangi beban mereka dalam melakukan transaksi. Sebanyak 18% responden dari pihak bank dan 16% responden dari pihak
merchant
setuju
untuk
dibuat
payung
hukum
dalam
UU
telekomunikasi mengenai m-payment. Dengan adanya aturan-aturan yang jelas, tindak kejahatan yang akan memanfaatkan kelemahan dalam layanan ini akan dicegah dan diperkecil. Selain itu, porsi hak dan kewajiban antarpemain
yang
terlibat
dalam
layanan
ini
menjadi
lebih
jelas
pembagiannya. 4.4
Manfaat Adanya Mobile Payment bagi Pelanggan Secara garis besar, layanan m-payment telah memberikan banyak
kemudahan
kepada
masyarakat
dalam
menjalankan
kegiatan
kesehariannya. Saat ini siapa pun dapat melakukan transaksi keuangan tanpa harus terkendala waktu, keadaan geografi, jauh dekatnya lokasi, atau keamanan. Dengan semakin mudahnya melakukan aktivitas transaksi menggunakan teknologi ponsel seluler, diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk mampu berperan menciptakan kontribusi yang positif dan berguna bagi lingkungannya.
45
(Sumber: Hasil Survei Bank Indonesia Tahun 2013)
Grafik 5. Manfaat dengan Adanya M-Payment Menurut survei di atas, keuntungan terbesar dengan adanya mpayment adalah pengguna layanan jadi lebih nyaman dalam melakukan aktivitas kesehariannya yang dalam survei tersebut responden perusahaan telekomunikasi
memberikan
persentase
sebesar
29%.
Dalam
hal
kenyamanan, layanan ini memberikan kemudahan kepada pengguna layanan, seperti pengguna layanan tidak perlu jauh-jauh ke bank hanya untuk membayar sejumlah tagihan, pengguna layanan dapat menggunakan ponsel selulernya sebagai alat tukar di merchant sehingga tidak perlu membawa uang dalam jumlah banyak. Pengguna layanan juga dapat melakukan transfer dana dan isi ulang pulsa tanpa harus ke agen isi ulang ataupun ke bank. Responden merchant dengan persentase sebanyak 38% berada pada urutan pertama menyatakan bahwa menggunakan layanan m-payment lebih aman karena pengguna layanan tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah yang banyak sehingga menghindari risiko terjadinya tindak pidana kejahatan. Selain itu, di dalam sistem keamanannya, terdapat 46
proses otorisasi sehingga tidak semua pihak dapat mengakses m-payment pihak lain atau dengan kata lain hanya pihak yang berwenang yang dapat mengakses m-payment miliknya. Lain halnya dengan responden dari pihak bank yang beranggapan bahwa manfaat terpenting dari adanya layanan m-payment adalah lebih mudah digunakan untuk membantu aktivitas mereka dengan persentase sebesar 28%. Pengguna layanan hanya perlu mengakses pilihan fitur transfer dana, bayar tagihan, atau beli pulsa yang ada pada layanan tersebut dan beberapa saat kemudian transaksi tersebut akan memberikan informasi apakah transaksi yang dipilih oleh pengguna layanan sukses atau gagal. Selanjutnya sebanyak 12% responden perusahaan telekomunikasi, 20% responden bank, dan 13% responden merchant setuju bahwa layanan m-payment
dapat
mempersingkat
waktu
transaksi.
Dalam
proses
pengiriman dana, waktu yang dibutuhkan untuk proses pengiriman hanya terjadi dalam hitungan menit. Selain itu, pembayaran tagihan dapat dilakukan di mana pun dan kapan pun sehingga akan menghemat waktu. M-payment juga memberikan keuntungan kesederhanaan dalam menggunakan dan kemudahan dalam mengaksesnya. Fitur-fitur yang terdapat dalam layanan ini cukup sederhana dan mudah untuk digunakan. Pengguna layanan ini tidak perlu memiliki pendidikan khusus untuk mengoperasikan
layanan
ini.
Proses
penggunaannya
sudah
diatur
sedemikian rupa sehingga setiap orang tidak sulit untuk menggunakannya. Selain itu fitur-fitur di dalamnya tidak sulit untuk diakses. Asalkan pengguna layanan telah memiliki otorisasi untuk mengakses, fitur-fitur tersebut siap untuk digunakan di mana pun dan kapan pun. 4.5
Hambatan yang Dihadapi dalam Layanan Mobile Payment Walaupun m-payment saat ini telah beroperasi dan mulai banyak
menarik perhatian calon konsumen, bukan berarti keberadaan dari layanan ini akan selalu berjalan mulus. Ada banyak hal yang perlu dibenahi dan dikembangkan agar selanjutnya layanan ini akan selalu dapat diandalkan dengan memberikan rasa aman dan nyaman bagi penggunannya. 47
(Sumber: Hasil Survei Bank Indonesia Tahun 2013)
Grafik 6. Hambatan dalam M-Payment Menurut responden perusahaan telekomunikasi dengan persentase sebesar 100% dan sebagian besar responden lainnya, hambatan terbesar dalam layanan m-payment adalah lemahnya pengetahuan pelanggan dan kurangnya kesadaran pelanggan. Hambatan dalam layanan ini adalah kurangnya pengetahuan pengguna layanan mengenai fitur-fitur layanan, 48
kegunaan, cara penggunaannya, dan biaya yang dibebankan kepada pengguna sehingga banyak permasalahan yang terjadi akibat kesalahan yang dilakukan sendiri oleh pengguna, misalkan kesalahan dalam transfer dana atau isi ulang pulsa, salah memasukkan nomor rekening pembayaran tagihan, salah menggunakan fitur sehingga transaksi mengalami kegagalan. Hambatan yang kedua adalah kurangnya kesadaran pengguna dalam menjaga informasi atau keamanan yang terdapat pada layanan ini. Misalkan, pengguna berbagi kata sandi (password) atau PIN untuk mengakses
layanan
ini,
tidak
melakukan
sign
off
setelah
selesai
menggunakan layanan, atau melakukan pembelian online berbentuk aplikasi dari sumber yang tidak jelas. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya risiko yang kemudian dapat merugikan pengguna atau bahkan penyedia jaringan. Responden merchant sebanyak 88% menyatakan bahwa hambatan yang sering terjadi di lapangan adalah tidak handalnya jaringan yang disediakan sehingga menimbulkan kekecewaan bagi pengguna layanan. Permasalahan yang melibatkan jaringan antara lain dibajaknya jaringan yang menimbulkan kerugian pengguna layanan, lambat atau crashed yang menyebabkan gagalnya transaksi, kesalahan sistem yang mengakibatkan kesalahan transfer dana atau pengisian pulsa. Selain itu, ketidaknyamanan pelanggan dan keandalan jaringan menjadi satu kesatuan dalam layanan ini karena saling mendukung satu sama lainnya. Pelanggan yang tidak dapat menyesuaikan atau menggunakan layanan ini biasanya akan merasa tidak nyaman dan beralih pada layanan lain yang memberikan kenyamanan kepada pengguna. Terkadang ketidaknyamanan pelanggan juga disebabkan oleh
permasalahan
jaringan
yang
tidak
dapat
diandalkan
sehingga
keinginan pengguna layanan tidak dapat tercapai. Masalah privasi data pribadi dari pengguna layanan juga menjadi salah satu hambatan dalam layanan ini. Pengguna layanan terlalu menjaga privasi mengenai data pribadinya sehingga perusahaan penyedia jasa telekomunikasi sulit untuk mengawasi dan mengontrol setiap para pengguna yang menggunakan layanan ini karena database yang terekam tidak termutakhirkan setiap saat bahkan banyak pengguna layanan yang 49
memberikan
data
pribadinya
tidak
sesuai
dengan
identitas
yang
sebenarnya. Hambatan-hambatan lainnya yang teridentifikasi pada survei ini tidak signifikan pengaruhnya atau bukan merupakan hambatan yang pernah terjadi pada layanan ini. Hal ini terlihat pada survei yang respondennya memberikan suara tidak berpengaruh di atas 50% pada beberapa pilihan dalam survei.
50
V. KAJIAN ATAS RISIKO MOBILE PAYMENT Perkembangan
industri
telekomunikasi
yang
begitu
pesat
menimbulkan implikasi risiko yang kompleks pada kegiatan usaha telekomunikasi. Kecenderungan tersebut menempatkan fungsi dan peranan manajemen risiko pada posisi yang strategis dan amat penting sehingga keberadaan manajemen risiko pada organisasi telekomunikasi merupakan keharusan yang tidak dapat dihindari. Fungsi dan peranan manajemen risiko pada usaha telekomunikasi menjadi semakin penting dengan adanya berbagai kejadian yang mengakibatkan kerugian yang berimbas kepada pengguna layanan telekomunikasi. Hal ini disebabkan belum optimalnya peran penerapan manajemen risiko pada perusahaan telekomunikasi sebagai penyedia jaringan dan pemilik infrastruktur telekomunikasi, pemerintah sebagai pengatur dan pengawas usaha telekomunikasi, dan pengguna layanan sebagai pemakai produk telekomunikasi. Penerapan antaranya kepentingan
prinsip
kehati-hatian
diimplementasikan untuk
melalui
memastikan
infrastruktur telekomunikasi, dan
pada
layanan
kemampuan
keamanan
m-payment
para
database,
di
pemangku
jaringan
dan
kepatuhan terhadap peraturan yang
berlaku sehingga risiko yang berpotensi terealisasi dapat dikontrol dan diukur serta dimitigasi. Secara umum risiko yang mungkin terjadi dalam layanan m-payment dapat dijelaskan berikut ini.
5.1
Risiko Tindak Pidana Pencucian Uang Risiko yang terjadi karena kesulitan dalam membedakan transaksi
m-payment
untuk
pencucian
uang
(money
laundering)
guna
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau harta kekayaan hasil tindak pidana dengan transaksi
seolah-olah berasal dari
kegiatan yang sah/legal. Untuk risiko ini perlu dibuat aturan-aturan yang jelas dan ketat guna menekan terjadinya risiko kejahatan ini. Selain itu pihak penyedia jaringan dapat terkena imbasnya akibat dari kelalaian ini karena mungkin saja dana yang dialirkan merupakan milik negara. Untuk 51
meminimalisasi risiko tersebut perlu dilakukan hal-hal yang dapat mengontrol risiko tersebut.
(Sumber: Hasil Survei Bank Indonesia Tahun 2013)
Grafik 7. Tindakan Pencegahan Risiko Tindak Pidanan Pencucian Uang Berdasarkan hasil survei, semua responden dari berbagai pihak setuju bahwa pengguna layanan m-payment wajib untuk diregistrasikan 52
dengan
dokumentasi
yang
memadai,
lengkap,
dan
dapat
dipertanggungjawabkan, dan juga perlunya pencatatan untuk semua pihak penyelenggara atau penyedia layanan ini. Hal ini supaya mempermudah proses pengawasan bagi semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam layanan ini. Selain itu, jika terindikasi terjadinya tindak kejahatan pencucian uang, pihak berwajib dengan mudah dapat menelusuri dari asal usul uang hingga muara aliran kejahatan tersebut terjadi. Pengintegrasian
instrumen
layanan
tersebut
dengan
layanan
perbankan dan pembatasan nominal dengan kategori tertentu juga juga merupakan salah satu tindakan pencegahan terjadinya pencucian uang. Dengan
adanya
integrasi
layanan
m-payment
dan
perbankan
akan
mempermudah pihak terkait untuk menelurusi informasi dan identitas dari pelanggan,
sedangkan
dengan
adanya
pembatasan
nominal
akan
mempersempit terjadinya risiko kehilangan dana dalam jumlah yang besar dengan cara ditransfer.
5.2
Risiko Fraud Risiko fraud adalah risiko yang terjadi dalam proses transaksi
sehingga menimbulkan kerugian bagi pengguna layanan. Risiko ini umumnya memanfaatkan kelemahan dari jaringan dan sistem yang ada sehingga dana ataupun data penting dapat dicuri oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
53
(Sumber: Hasil Survei Bank Indonesia Tahun 2013)
Grafik 8. Penyebab Terjadinya Risiko Fraud Mengacu pada survei di atas, mayoritas responden menyetujui bahwa penipuan transaksi harus diwaspadai dan perlu dibuat mitigasi risikonya karena merugikan semua pihak. Risiko penipuan transaksi telah mempunyai mitigasi risiko dan tingkat kerawanannya tidak terlalu besar. Hal ini bisa dilihat dari hasil survei dengan responden tiap-tiap pihak tidak memberikan suara signifikan, tetapi risiko ini sangat besar dampaknya apabila disalahgunakan. Penggguna layanan akan tertipu oleh pelaku kejahatan sehingga dana, informasi rahasianya akan bisa diakses oleh pihak tidak berwenang. Selain itu, juga akan terdapat transaksi ilegal yang mengatasnamakan pihak yang tidak melakukan transaksi tersebut.
5.3 Risiko Kepatuhan Risiko
ini
muncul
akibat
pelanggaran
dan
ketidakpatuhan
perusahaan penyedia jasa layanan m-payment terhadap hukum, peraturan, dan standar etika. Menurut survei di atas, rata-rata semua responden setuju bahwa patuhnya penyedia layanan dengan aturan-aturan yang berlaku akan berdampak pada reputasinya di pasar. Namun, berdasarkan survei, pihak responden perusahaan telekomunikasi tidak setuju bahwa banyak penyelenggara layanan berusaha untuk menyalahi aturan. Hal ini berbeda dengan responden dari pihak
merchant,
walaupun
dengan
54
persentase yang tidak signifikan, yang menyatakan bahwa memungkinkan penyedia layanan berusaha untuk menyalahi aturan yang berlaku.
(Sumber: Hasil Survei Bank Indonesia Tahun 2013) Grafik 9. Penyebab
5.4
Terjadinya Risiko Kepatuhan
Risiko Kredit Risiko kerugian ini terjadi disebabkan dalam melakukan transfer
dana
ada
kesulitan
dalam
memverifikasi
dan/atau
mengidentifikasi
pengirim dana, penerima dana, atau penyelenggara m-payment.
(Sumber: Hasil Survei Bank Indonesia Tahun 2013)
55
Grafik 10. Penyebab Terjadinya Risiko Kredit
Menurut survei responden perusahaan telekomunikasi mengenai aktivitas memverifikasi dan mengidentifikasi yang dapat menyebabkan risiko kredit saat ini sangat kecil peluangnya karena infrastruktur dan teknologi yang dimiliki penyedia layanan tersebut sudah sangat baik. Begitu juga pendapat yang diberikan oleh pihak-pihak lainnya yang menyatakan bahwa tingkat terjadinya risiko kredit akibat ketidakmampuan penyedia layanan untuk memverifikasi dan mengidentifikasi juga kecil. Hal ini terlihat dengan persentase pilihan para responden yang seimbang antara setuju dengan yang tidak. 5.5
Risiko Likuiditas Risiko pencurian dana oleh pihak ketiga terjadi akibat semakin
mudahnya pengguna layanan m-payment dalam melakukan transaksi keuangan. Sebanyak 60% responden perusahaan telekomunikasi menolak bahwa risiko likuiditas terjadi karena semakin mudahnya pihak ketiga menarik dan dan mentransfer ke pihak ketiga, sedangkan responden yang lain
memberikan
penilaian
yang
tidak
signifikan
sehingga
dapat
disimpulkan bahwa risiko likuiditas yang terjadi karena alasan ini tidak cukup beralasan.
(Sumber: Hasil Survei Bank Indonesia Tahun 2013)
Grafik 10. Penyebab Terjadinya Risiko Likuiditas
56
5.6
Risiko Reputasi Risiko hancurnya reputasi perusahaan akibat dari risiko-risiko yang
telah terjadi dan memengaruhi citra (image) perusahaan di pasar. Sebanyak 80% responden perusahaan telekomunikasi setuju bahwa risiko reputasi jatuh karena pendapat negatif pasar terhadap suatu operator. Responden dari pihak bank dan merchant meyakini bahwa yang menjatuhkan reputasi suatu perusahaan adalah tidak mampunya perusahaan penyedia layanan untuk mencegah terjadinya pencurian dan bocornya informasi serta pengungkapan data dan profiling perilaku pengguna. Untuk mengetahui penilaian setiap responden mengenai risiko reputasi dapat dilihat pada hasil survei di bawah ini.
(Sumber: Hasil Survei Bank Indonesia Tahun 2013)
57
Grafik 11. Bentuk Pencegahan dari Risiko Reputasi
5.7
Risiko Teknologi Risiko
ini
terkait
dengan
penggunaan
teknologi
sehingga
mengakibatkan kerugian bagi pengguna layanan dan penyedia jaringan, seperti adopsi teknologi yang tidak jelas, spam, pencurian pelayanan, pencurian pelayanan dan konten, dan pembajakan software. Sebanyak 80% responden perusahaan telekomunikasi percaya bahwa risiko teknologi terjadi karena pencurian konten dan pembajakan digital, terinfeksinya jaringan dan sistem pada POS, dan pengadopsian teknologi yang tidak kredibel. Mayoritas responden dengan persentase berkisar di atas 96% menyatakan bahwa semua aspek-aspek di bawah ini memungkinkan terjadinya risiko teknologi jika tidak diwaspadai.
58
(Sumber: Hasil Survei Bank Indonesia Tahun 2013)
Grafik 12. Tindakan Pencegahan untuk Risiko Teknologi
5.8
Analisis Risiko yang Terjadi pada Layanan M-Payment Berdasarkan uraian di atas, dapat diidentifikasikan risiko-risiko
yang mungkin terjadi dalam business process pada layanan m-payment. Risiko m-payment memberi dampak kepada pengguna layanan dan kepada penyedia layanan. Jenis risiko yang terjadi meliputi risiko fraud, risiko teknologi, risiko kredit, risiko reputasi, risiko pencucian uang, risiko likuiditas, dan risiko kepatuhan terhadap ketentuan. Risiko tersebut timbul karena kerentanan pada m-payment yang dapat menimbulkan ancaman berupa pembajakan jaringan, pencurian data, infeksi virus, transaksi ilegal, dan penyalahgunaan wewenang. Untuk menekan risiko yang timbul, mitigasi risiko disesuaikan dengan sumber kerawanan yang terjadi. Perincian analisis risiko yang dapat terjadi dalam m-payment dapat dilihat pada Tabel 5.1 sebagai berikut. Tabel 11. Analisa Risiko pada Layanan M-Payment Objek
Kerawanan
Pengguna Layanan
Melakukan transaksi menggunakan fasilitas over the air (menggunakan Wifi, sinyal radio) antara ponsel dengan near field communication
Ancaman Dibajak/dihijack jaringan telekomunikasi
Dampak Transaksi gagal, data tercuri, informasi bocor, dana hilang/ berkurang
Jenis Risiko Fraud, teknologi
Mitigasi Risiko Enkripsi Standarisasi pengamanan jaringan Edukasi penggunaan layanan yang aman kepada konsumen Pelibatan pihak asuransi
59
Objek
Kerawanan
Ancaman
Dampak
Jenis Risiko
Mitigasi Risiko
(NFC) reader di merchant.
Pengguna layanan
Mengunduh dan menginstal aplikasi pada telepon seluler yang terinfeksi oleh virus atau malware
Virus atau malware akan menginfeksi sistem keamanan pada jaringan ponsel
Transaksi gagal, data tercuri, informasi bocor, dana hilang/ berkurang
Fraud, teknologi
Pengguna Layanan
Proses autentikasi yang tidak ketat dan tidak berlapis
Transaksi palsu, pertanggungjawaban dari penyedia layanan
Fraud, kredit
Penyedia Layanan
Kurangnya verifikasi dan ketidaksesuaian dalam penerapan prosedur kepada konsumen yang akan melakukan transaksi keuangan dengan menggunakan layanan MPayment.
Adanya pihak yang tidak berwenang menggunakan identitas pengguna layanan yang terdaftar Dana yang digunakan adalah hasil dari tindak pidana
Kerugian individu, golongan maupun negara
Money Laundering, reputasi
Sistem autentikasi yang ketat (PIN, password) Edukasi penggunaan layanan yang aman kepada konsumen Mendorong pengguna untuk menginstall software anti virus Pelibatan pihak asuransi Sistem autentikasi yang ketat (PIN, password), Enkripsi
Kegiatan pelatihan untuk staf dalam melakukan verifikasi pertanyaan customer Pengelolaan rekening bersama dengan pihak perbankan
60
Ancaman
Dampak
Jenis Risiko
Objek
Kerawanan
Pengguna Layanan
Mengganti atau kehilangan ponsel
Rumit dan sulitnya menyesuaikan dan mengatur konfigurasi sistem antara sistem pada ponsel dengan sistem pada jaringan
Gagal mengadopsi dan menyesuaikan dengan sistem, tidak dapat menggunakan layanan MPayment
Teknologi
Pengguna Layanan
Akses internet dan fungsi geolocation pada ponsel
Malware pada ponsel, kurangnya pengawasan dan keamanan terkait dengan proteksi database di merchant
Data tercuri dan bocor, pelanggaran privasi
Teknologi, fraud
Penyedia jaringan
Sistem point of sale menerima transmisi dari OTA
Serangan malware atau malicious code
Fraud, teknologi
Penyedia jaringan
Mesin POS yang terpasang pada merchant diubah settingnya oleh pihak tidak berwenang
Penyalahgunaan wewenang oleh erchant, modifikasi mesin POS
Terjadi denial of service / crash sehingga pengguna layanan tidak dapat mengakses atau melanjutkan transaksi Pencurian data pelanggan dan history dari transaksi, adanya transaksi palsu
Penyedia jaringan
Tidak menerapkan aturan terkait dengan layanan yang diwajibkan oleh otoritas pengawas (pemerintah) dan tidak
Pencucian uang, transaksi ilegal
Menghilangkan bukti tindak kejahatan, kerugian materi
Kepatuhan, reputasi, pencucian uang
Kredit, likuiditas, reputasi
Mitigasi Risiko Penyederhanaan sistem penghubung dan teknologi kepada pengguna layanan Edukasi penggunaan layanan yang aman kepada konsumen Pengguna kontrol fitur geolocation yang didukung privasi kriptografi Pemeriksaan POS pada vendor secara berkala oleh pihak yang berwenang Melakukan proses filterisasi pada mesin reader Pemeriksaan POS pada vendor secara berkala oleh pihak yang berwenang Pemeriksaan POS pada vendor secara berkala oleh pihak yang berwenang Penguatan prosedur kriptografi protokol, otentikator pesan SMS, enkripsi data Pemeriksaan dan pengawasan berkala kepada pelaku utama pada layanan ini
61
Objek
Kerawanan
Ancaman
Dampak
Jenis Risiko
Mitigasi Risiko
terlibat pengawasan langsung dalam transaksi data
Penyedia jaringan dan pengguna layanan
Belum adanya peraturan yang jelas mengenai layanan ini bila terjadi masalah hukum pada penyedia layanan dan jaringan
Perusahaan penyedia layanan dan jaringan dinyatakan bangkrut dan tidak menyelesaikan kewajibannya
Dana hilang, proses transaksi gagal, tidak adanya ganti rugi
Reputasi, kepatuhan
Perancangan UU telekomunikasi yang mengatur mengenai hak dan kewajiban bagi setiap pelaku utama Pelibatan pihak asuransi
(Sumber: Penulis)
5.9
Hasil Temuan FGD Dalam kegiatan ini dilakukan wawancara dengan Kementerian
Informasi dan Komunikasi Republik Indonesia dan International Finance Corporation – World Bank Group, serta FGD dengan peserta dari perusahaan telekomunikasi, agen, dan bank di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan. Adapun hasil dari pertemuan tersebut adalah sebagai berikut. A. Manfaat M-Payment Mobile
payment
memudahkan
merupakan
para
konsumen
salah untuk
satu
produk
melakukan
yang
berbagai
akan jenis
pembayaran. Harapannya, m-payment akan semakin berkembang dilihat dari sisi E-Commerce yang sekarang juga lagi berkembang pesat. Mobile payment merupakan produk baru yang pasti akan menemukan masalah ketika pengimplementasiannya di pasar. Jadi, tidak salah kalau kita juga dapat mendengar dari sisi pengguna layanan. Pihak pasar swalayan (merchant) menyambut baik adanya tools mobile payment dan mobile banking karena dianggap sangat membantu dalam hal penggunaan uang kecil. Hal ini mengingat saat ini, uang kecil sangat sulit diperoleh sehingga pihak swalayan terkendala apabila bertransaksi dengan pelanggan dan memerlukan uang kecil. Selain hal
62
tersebut, risiko diperolehnya uang palsu dari transaksi yang terjadi dengan pelanggan dapat diminimalisasi. Keuntungan lain dengan penerapan m-payment adalah terhindar dari keharusan memegang uang dalam jumlah besar. Hadirnya penggunaan layanan m-banking dan m-payment sangatlah mempermudah masyarakat untuk melakukan berbagai transaksi sehingga dapat memperluas akses baik untuk banked people maupun unbanked people. B. Regulasi Jaringan Komunikasi Telepon Seluler Kementerian Kominfo telah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Kementerian Kominfo tidak mengatur mengenai produk bisnis yang dikeluarkan oleh tiap-tiap penyedia. Pengaturan
produk
mobile
banking
mengenai
segala
macam
regulasinya diatur penuh oleh Bank Indonesia. Kementerian
Kominfo
juga
mengadakan
uji
publik
terhadap
Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang Persyaratan Teknis Kartu Cerdas Nirkontak (Contactless Smart Card). C. Model Pengembangan M-Payment Diperlukan kolaborasi antara perusahaan telekomunikasi dan bank dalam penerapan mobile payment. Di dalam branchless banking ada dua model, yaitu telco led model, yakni perusahaan telekomunikasi akan memimpin bank dan bank led model, yaitu bank memimpin perusahan
telekomunikasi.
Dalam
telco
led
model,
perusahaan
telekomunikasi sebagai inisiator karena kemampuan teknologi dan agen
penjual
pulsa
yang
sudah
dimiliki
yang
penetrasi
dan
jangkauannya sampai ke pelosok. Dalam hal ini, perbankan hanya sebagai
pendukung. Bahkan,
tanpa
melibatkan
perbankan,
perusahaan telekomunikasi dapat memberikan jasa pelayanan. Model ini sukses diterapkan pada Kenya. 63
Sementara itu, dalam bank led model, bank yang menjadi pionir melayani masyarakat dengan memanfaatkan telekomunikasi dan agen
dukungan perusahaan
dan diperluas dengan merchant-merchant
yang lain. Model bisnis ini sukses diterapkan pada Brazil. Dalam
penerapan
inclusion,
m-payment
terkait
perusahaan-perusahaan
dengan
manufacture
program
financial
seperti
Unilever,
Mayora, dan perusahaan sejenis lainnya dapat mendukung pula financial inclusion melalui distributor, small retailer, dll.
D. Pengamanan M-Payment Penerapan m-payment di perbankan telah ada pada m-banking. Beberapa permasalahan yang berpotensi timbul di m-payment adalah terkait
belum
adanya
standarisasi
teknologi
yang
digunakan
antarpenyedia. Oleh karena itu, perlu switching provider. Di samping itu, karena Indonesia negara kepulauan, masalah persinyalan perlu mendapat perhatian untuk menekan risiko gagal transaksi. Proteksi bagi operasional m-payment diperlukan untuk melindungi pelanggan dengan cara pelanggan harus memiliki rekening di bank. Proteksi terhadap risiko pelanggan dapat dilakukan dengan melakukan pembatasan nilai transaksi. Selain keamanan, diperlukan adanya kenyamaan dalam bertransaksi dengan menggunakan m-payment. Oleh karena itu, diusulkan nomor telepon dijadikan pula nomer rekening bank. Untuk keamanan transaksi m-payment diusulkan pula agar dilindungi dengan undangundang. Nomor
telepon
seluler
pada
waktu
yang
akan
datang
dapat
dipergunakan untuk pengganti data di bank. Harus ada lembaga yang mengawasi, atau misalnya Bank Indonesia harus juga memiliki lembaga yang khusus untuk mengawasi, kegiatan m-payment untuk menjamin operasional m-payment berjalan dengan baik agar sisi compliance-nya, dapat fokus.
64
Perlu ada kejelasan terkait peran tiap-tiap pihak yang terkait dengan m-payment agar ada kemudahan dalam aturan mainnya. Hal ini untuk menghindari overlapping peran antara perusahaan telekomunikasi dan bank sehingga dapat menekan biaya operasional yang akhirnya menjadi beban pelanggan. Arsitektur mengenai mobile payment application service provider harus diayomi oleh Bank Indonesia. Bank ingin perusahaan telekomunikasi mandiri (independent), perusahaan telekomunikasi ingin bank mandiri. Sebelumnya lintas pembayaran tutup, diambil alih Bank Indonesia, Perbanas, Telkom memiliki saham juga. Karena interoperability masih awam, hasil survei IFC, pemilik m-banking ingin memiliki bunga, sedangkan
hanya
bank
yang
bisa
memberikan
bunga
bukan
perusahaan telekomunikasi. Terdapat usulan agar dilakukan pemisahan transaksi, antara transaksi yang bersifat mobile payment dan transaksi yang bersifat mobile banking. Contoh transaksi yang bersifat mobile payment adalah pembayaran/pengisian pulsa telepon dan pembayaran tagihan kartu kredit. Diberlakukan
pembatasan
plafon
transaksi.
Penggunaan
fitur
transaksi melalui ponsel dimungkinkan untuk dilakukan sebatas plafon tertentu. Apabila melebihi plafon tersebut, yang bersangkutan diwajibkan memiliki rekening di bank. Dibutuhkan sistem pengamanan bagi dana nasabah dan atau pengguna fitur tersebut, khususnya apabila terjadi kehilangan telepon seluler. Agar regulasi mengenai mobile payment dan mobile banking agar berada dalam satu payung hukum atau satu peraturan. Bank Indonesia selaku regulator agar mempertimbangkan keamanan dana nasabah dan/atau pengguna fitur mobile payment dan mobile banking, dengan memberikan sanksi bagi perusahaan telekomunikasi yang nakal. E. Lain lain 65
PJTKI
kesulitan dalam memanfaatkan m-payment
untuk kegiatan
remitansi terjadi karena banyak juga para TKI yang mengirimkan dana mereka melalui pengepul. TKI sulit keluar rumah hanya sekadar untuk mengirim uang sehingga ada baiknya mereka mengirimkan uang melalui m-payment sehingga uang dapat langsung dikirim ke rumah. M-payment bagi Dinas KUMKM adalah sesuatu yang baru dan tidak begitu banyak dibahas. Ada baiknya dilakukan hal serupa yang akan difasilitasi oleh Dinas KUMKM untuk mengetahui apakah m-payment dapat mendukung program pemerintah. Di kalangan UKM masih ada resistensi dalam transaksi di luar perbankan.
Di
samping
itu,
penempatan
uang
di
bank
akan
mendapatkan bunga, sedangkan di perusahaan telekomunikasi tidak mendapatkan bunga. Bagi kalangan UKM, hal ini menjadi faktor yang menghambat perkembangan m-payment, khususnya m-payment yang unbanking. Komponen biaya yang dikeluarkan core network (terkait VAS: Value Added Service) adalah untuk layanan mobile payment, fee untuk agen. Perusahaan telekomunikasi menyelenggarakannya dan bank yang melakukan
settlement.
Bagi
perusahaan
telekomunikasi,
agen
commission juga cukup besar, tergantung pada model bisnisnya sendiri agar tidak merugikan nasabah dan juga perusahaan telekomunikasi. Kalau tiap-tiap pihak bermain sendiri akan ada double paying, dan untuk unbanked harusnya data berada di perusahaan telekomunikasi. Sejauh ini, yang terlihat adalah bahwa dalam mengelola risiko, bank dan perusahaan telekomunikasi belum menyerahkan kepada asuransi agar risiko tetap dapat dihindari. Perlu usaha besar untuk mengubah kebiasaan masyarakat yang biasa memegang
uang
tunai
ke
masyarakat
tidak
memegang
uang
tunai/cashless (less cash society).
66
VI. 6.1
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat dikemukakan bahwa di
satu sisi m-payment merupakan terobosan yang menawarkan segala bentuk kemudahan dalam transaksi keuangan, tetapi di sisi lain dalam layanan ini melekat banyak risiko karena kompleksnya sistem dan teknologi yang diterapkan.
Dalam
layanan
m-payment,
setiap
risiko
harus
dapat
diantisipasi karena sejumlah pihak terlibat di dalam penyediaan layanan tersebut. Dalam praktiknya terdapat risiko dari penyalahgunaan wewenang, seperti pencucian uang, pemakaian secara ilegal, dan ketidakjelasan aturan pada beberapa bagian dalam usaha ini. Setiap organisasi yang terlibat diharuskan menyediakan prosedur kontrol yang ketat untuk melindungi data atau informasi yang terdapat pada pusat database dan memperkecil terjadinya risiko yang mungkin terjadi pada layanan ini. Dalam menjawab persoalan penelitian yang menjadi dasar utama dalam penelitian ini, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. A. Hasil pemetaan beberapa indikator penting yang berpengaruh pada kelangsungan usaha layanan m-payment di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Hampir seluruh penduduk di Indonesia telah menggunakan ponsel sehingga terbuka peluang yang besar bagi pengembangan m-payment. Total
pelanggan
ponsel
terbanyak
berasal
dari
perusahaan
telekomunikasi Telkom dan Telkomsel dan rata-rata perusahaan telekomunikasi telah menyediakan fasilitas transfer dana untuk mempermudah konsumennya dalam melakukan transaksi keuangan. 2. Hasil survei menunjukkan bahwa fasilitas yang paling diharapkan terdapat pada layanan m-payment adalah layanan setor uang, layanan informasi transaksi keuangan, layanan penarikan uang, layanan pembayaran tagihan, layanan pembayaran pada POS (point of sale), layanan isi ulang pulsa, dan layanan transfer online antarpenyedia dan interpenyedia.
67
3. Dari
segi
jaringan
dan
infrastruktur,
kesiapan
dan
keandalan
perusahaan telekomunikasi di Indonesia dalam mengelola layanan mpayment sudah cukup baik. Bahkan, infrastruktur tersebut telah siap untuk dikembangkan dan ditingkatkan seiring dengan kemajuan dan perkembangan teknologi telekomunikasi ke depannya. 4. Beberapa faktor yang menjadi perhatian pengguna layanan dan menjadi
keunggulan
layanan
m-payment
dibandingkan
layanan
transaksi keuangan lainnya di antaranya adalah faktor keamanan dalam bertransaksi, kecepatan dalam pemrosesan, kenyamanan dalam menggunakan, serta kemudahan dan keamanan dalam mengakses. 5. Faktor-faktor yang perlu ditingkatkan dalam layanan m-payment, yaitu faktor keamanan teknologi dalam transaksi keuangan dan akses layanan seiring berkembangnya teknologi informasi; perlunya UU telekomunikasi terkait dengan m-payment yang berperan sebagai payung hukum demi kelancaran proses bisnis, meningkatkan efisiensi dalam
aktivitas
operasional
sehingga
memperkecil
biaya
yang
dibebankan kepada pengguna layanan, dan meningkatkan faktor keandalan dengan melengkapi fitur-fitur layanan dalam m-payment agar semakin mempermudah pengguna layanan. 6. Manfaat terbesar yang dirasakan oleh pengguna layanan dengan adanya m-payment adalah semakin mudahnya pengguna layanan dalam melakukan transaksi keuangan, semakin amannya pengguna layanan melakukan pembayaran tagihan dan transfer dana, semakin nyamannya
pengguna
layanan
dalam
memenuhi
kebutuhannya
dengan memanfaatkan fitur-fitur yang tersedia pada layanan mpayment, dan semakin cepatnya pengguna layanan dalam melakukan transaksi keuangan. 7. Hambatan yang teridentifikasi dalam layanan m-payment dan perlu untuk segera dibenahi di antaranya adalah (1) perlunya meningkatkan keandalan jaringan bagi pengguna layanan sehingga proses transaksi dapat berjalan dengan lancar, (2) perlunya meningkatkan kesadaran pengguna layanan dalam memahami kegunaan dari setiap fitur layanan, risiko yang dapat terjadi, dan cara bertransaksi yang aman, 68
(3)
perlunya
meningkatkan
pengetahuan
pelanggan
terhadap
penggunaan layanan, dan (4) perlunya meningkatkan kesadaran bagi pengguna
layanan
untuk
dibutuhkan
terkait
pengawasan
dan
memberikan
data-data
pribadi
dengan
masalah
privasi
untuk
pengaturan
yang
dilakukan
oleh
yang
mendukung pihak
yang
berwenang. B. Pemetaan potensi risiko yang melekat pada m-payment, antara lain: 1. Risiko tindak pidana pencucian uang. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi risiko ini adalah pembatasan nominal setiap kali bertransaksi, pembatasan bertransaksi dalam periode
tertentu,
standardisasi
pencatatan
oleh
pihak
penyedia
layanan, mengintegrasikan m-payment dengan rekening bank, serta melakukan verifikasi dan dokumentasi yang lengkap terkait informasi yang dibutuhkan dari pengguna layanan. 2. Risiko fraud. Berdasarkan hasil survei, risiko ini dapat terjadi di antaranya
karena
penyalahgunaan
pemakaian
sehingga
mengakibatkan munculnya transaksi ilegal yang dilakukan oleh pihak tidak berwenang, pencurian yang mengakibatkan saldo pengguna layanan berkurang, serta kebocoran informasi rahasia terkait dengan data pengguna layanan. 3. Risiko kepatuhan. Risiko ini dapat terjadi akibat pelanggaran dan ketidakpatuhan terhadap
perusahaan
hukum,
peraturan,
penyedia dan
jasa
standar
layanan etika
m-payment
yang
berlaku.
Berdasarkan hasil survei, perusahaan telekomunikasi berkeyakinan bahwa mereka selalu berusaha mematuhi aturan dan standar yang berlaku. Sementara itu, responden-responden lainnya berpendapat bahwa ada kemungkinan pihak penyelenggara tidak mematuhi aturan karena motif keuntungan. 4. Risiko kredit. Risiko ini berpotensi terjadi ini disebabkan sulitnya memverifikasi atau mengidentifikasi pihak pengirim dana, penerima, atau penyelenggara m-payment sehingga terjadi kerugian di kedua belah pihak. 69
5. Risiko likuiditas. Risiko ini dapat terjadi sebagai konsekuensi dari semakin mudahnya pengguna layanan m-payment dalam melakukan transaksi keuangan. Namun, menurut hasil survei, risiko ini tidak selalu terjadi karena semakin mudahnya pengguna layanan menarik dana dan mentransfer ke pihak ketiga. 6. Risiko reputasi. Potensi risiko ini dapat dicegah di antaranya dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap pencurian parameter autentikasi dan
penolakan
keterbukaan
transaksi,
informasi,
mewaspadai
atau
replay
pencurian
attack,
dan
identitas, melakukan
interkoneksi/interoperabilitas antarpenyelenggara. 7. Risiko teknologi. Risiko ini terkait dengan kerentanan pada teknologi sehingga dapat mengakibatkan kerugian bagi pengguna layanan dan penyedia jaringan, seperti salah mengadopsi teknologi, serangan virus, pembajakan software, dan pencurian konten. Survei menyatakan bahwa risiko ini dapat dicegah dengan melakukan adopsi teknologi yang tepat, meningkatkan kewaspadaan terhadap serangan spam pada mesin reader di POS, meningkatkan kewaspadaan terhadap tindakan pencurian, pelayanan, dan penyebaran informasi yang telah diubah melalui SMS. Saran Untuk lebih meningkatkan kinerja layanan m-payment berdasarkan hasil dari analisis penelitian yang telah dijelaskan, hal-hal yang dapat disarankan di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Perlunya melibatkan pihak asuransi dalam proses bisnis pada layanan m-payment. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan bertransaksi dan melindungi hak-hak pengguna layanan. Pihak penyedia jaringan dapat bekerja sama dengan pihak asuransi untuk mengantisipasi terjadinya dampak dari risiko fraud yang terjadi. Dengan keterlibatan pihak asuransi tentunya akan meningkatkan kenyamanan pengguna layanan dalam melakukan transaksi keuangan menggunakan layanan m-payment.
70
2. Perlunya edukasi penggunaan layanan yang aman kepada konsumen untuk menghindari terjadinya risiko yang diakibatkan oleh kelalaian pengguna layanan seperti risiko fraud, dan meningkatkan pengetahuan pengguna layanan dalam menyesuaikan dan mengatur konfigurasi sistem antarjaringan dan ponsel untuk menghindari terjadinya risiko teknologi. 3. Perlunya suatu institusi sebagai trusted service manager (TSM) yang berperan dalam mengatur dan mengelola alur proses dari layanan mpayment, termasuk penerapan sistem keamanannya untuk mengakses dalam
bentuk
kata
sandi
(password)
atau
PIN,
serta
dapat
menonaktifkan akun dari pengguna layanan ketika terjadi kejadian yang tak terduga (force majeure), seperti ponsel hilang atau dicuri. 4. Untuk mempermudah pengawasan dan mengantisipasi terjadinya tindak pidana pencucian uang, perlu diintegrasikan antara fungsi perusahaan telekomunikasi sebagai penyedia jaringan dan layanan dan fungsi institusi perbankan yang memiliki pengalaman dalam mengelola dana dari nasabah, yaitu dengan cara membuat aturan yang mengatur setiap pengguna layanan yang memiliki dana dalam jumlah tertentu dalam layanan ini harus menempatkan dananya tersebut pada rekening penyedia layanan yang terdapat pada bank tertentu sehingga proses pengawasan dan pengaturannya sama dengan yang berlaku pada institusi perbankan. Setiap pengguna layanan tersebut akan diidentifikasi dan diverifikasi dengan saksama mengenai identitas dan sumber dari dana tersebut sehingga memperkecil terjadinya risiko pencucian uang. 5. Perlu adanya aturan-aturan yang jelas dan mempertegas hak dan kewajiban antara penyedia layanan dengan konsumen jika suatu saat nanti penyedia layanan dikatakan pailit oleh hukum yang berlaku sehingga
hal
ini
tidak
akan
menimbulkan
kekacauan
dan
ketidakpastian yang akan memengaruhi perkembangan usaha ini di kemudian hari. Aturan-aturan ini diharapkan mampu menghindari terjadinya risiko kepatuhan dan risiko reputasi.
71
6. Diusulkan nomer telepon dijadikan pula nomer rekening bank dan diusulkan agar keamanan bertransaksi dengan m-payment dilindungi dengan undang-undang. Tujuannya adalah untuk meminimalisasi terjadinya risiko pencucian uang. 7. Perlu adanya standarisasi teknologi antarpenyedia agar semakin mempermudah pengaturan dan pengawasan oleh pihak otoritas sehingga risiko teknologi, risiko fraud, dan risiko pencucian uang dapat diminimalisasi.
72
DAFTAR PUSTAKA Amendah, E. 2008. The Emergence of a Retail Payment System. Dissertation Submitted to the Faculty of Purdue University. Crowe, M. 2012. Mobile Payments & Technology Landscape. NCUA IS&T SME Conference. Darbellay, R. H. 2010. Legal Issues in Mobile Banking. Journal of Banking Regulation .Tomi Dahlberg, N. M. 2007. Past, present and future of mobile payment research : A literature review. Electronic Commerce Research and Applications. Emmanuel Mazars, G. W. 2005. Analysis, by Simulation, of The Impact of a Technical Default of A Payment System Participant. Financial Stability Review. Gajda, B. 2011. Managing the Risks and Security Threats of Mobile Payments. Lydian Journal. Hayashi, F. 2012. Mobile Payments: What’s in It for Consumers? Economic Review Federal Reserve Bank of Kansas City. International Finance Corporation. 2012. Mobile Banking in Indonesia. Final Report. ISACA. 2011. Mobile Payments: Risk, Security and Assurance Issues. An ISACA Emerging Technology White Paper. Jun Michelle, S.A. 2011. Closing the Gap Between Mobile Payment Systems and Consumer Protections. Consumers Union, the nonprofit publisher of Consumer Reports®. Kar, C.S . 2009. Payment Systems :Risk and Risk Mitigation Measures. Cab Calling KPMG. 2011. Mobile Payment Outlook. Mobile Payment Global Survey. KPMG. 2007. Mobile Payment in Asia Pasific. Information, Communications and Entertaiment Working Paper. Nordlie Luke , Chahine Hicham. 2012. Mitigating the Risk in Mobile Banking: on the website of ABA Banking Journal, www.ababj.com Scott Freeman, P. H.-V. 2004. Default and Fragility in the Payments System. Weil, I. M. 2011. Mobile Banking: The Impact of M-Pesa in Kenya. Nber Working Paper Series Smart Card Alliiance. 2008. Proximity Mobile Payments Business Scenarios. Research Report on Stakeholder Perspectives . Nordlie Luke , Chahine Hicham. 2012. Mitigating the risk in Mobile Banking: on the website of ABA Banking Journal, www.ababj.com 73