Dummy ini hanyalah contoh garis besar. Anda diperbolehkan berimprovisasi pada format cover maupun isi. Dimohon untuk tidak menyertakan logo universitas asal anda
Judul jelas, menggambarkan isi
Pemberdayaan Ibu Rumah Tangga Nelayan Melalui Grameen Bank : Strategi Financial Inclusion Pada Masyarakat Pesisir di Kabupaten Jember
Kelompok terdiri dari 2 orang, cantumkan nama lengkap Suayroh Tri Damayanti Iis Septianingsih
Naskah esai : kertas A4; margin kiri 4cm; margin kanan, atas dan bawah 3cm; font times new roman 12; spasi 1,5
Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (IESP) Universitas Jember
ABSTRAK
Fishing profession is one profession the majority of Indonesia's population in addition to professional farmers (agrarian). Jember, as the area is surrounded by beaches and even entered the Indonesian Exclusive Economic Zone economy which he rested the majority of people who work as fishermen. Pofesi fishing has been chosen by the people of Indonesia, as the condition of fishery resources and a great potential to encourage them to choose this profession. The supporting factors, should be excellence for our fishermen fishing conditions but in reality we are still far behind in terms of productivity compared to other countries, such as Japan, because we are still traditional fishermen and the poor, it is caused by minset were not changed and the low quality of facilities and infrastructure be adopted. Solutions that can be selected is the application of Financial Inclusion through the Grameen Bank is in accordance with the needs of the solution of problems faced by the fishermen housewife at the moment, because it can help the financial difficulties faced by them, especially in setting up the business group. When compared with the borrowing of funds in conventional banks which requirements are complicated and there are also flowers that can be considered to burden small communities like fishermen housewives who have limited venture capital funding.
Keyword: Nelayan, Financial inclusion, Grameen Bank
Nomor halaman di kanan bawah
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ......................................................................... ..................i ABSTRAK ............................................................................................ .................ii DAFTAR ISI …....................................................................................................iii LEMBAR PERNYATAAN ORIGINALITAS...................................................iv 1BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................4 1.3 Tujuan ................................................................................................................4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........ ...................................................................4 2.1 Financial Inclusion .............................................................................................5 2.2 Kemiskinan ........................................................................................................7 2.3 Kemiskinan di Daerah Pesisir............................................................................8 2.4 Grameen Bank .................................................................................... ...............8 BAB III. METODE PENULISAN ....................................................... ..............10 3.1 Jenis Penulisan .................................................................................. ..............10 3.2 Objek Penulisan ...............................................................................................10 3.3 Teknik Pengambilan Data ................................................................. ..............10 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................. ..............11 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. ...........vi
iii
LEMBAR PERNYATAAN ORIGINALITAS Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa esai terlampir adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang saya/kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya. Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk esai pada lomba lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menyatakan menggunakannya. Kami memahami bahwa esai yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.
Judul esai
:
Tempat, Tanggal
:
Dosen Pembimbing : (jika ada) Tandatangan
: (jika ada)
Nama Anggota 1
:
NPM
:
Tandatangan
:
Nama Anggota 2
:
NPM
:
Tandatangan
:
Lembar pernyataan originalitas harap mengikuti format ini
iv
Jumlah halaman naskah esai yang diperkenankan maksimal 15 halaman, terhitung dari pendahuluan hingga daftar pustaka BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan Indonesia merupakan daerah yang mempunyai potensi sumberdaya alam yang besar dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pembangunan (Achmad Fachrudin Syah, 2010). Potensi sumberdaya yang besar tersebut, karena di dukung oleh posisi Indonesia sebagai negara maritim yang mempunyai garis pantai terpanjang di dunia, sehingga profesi nelayan banyak dipilih oleh sebagian besar masyarakat Indonesia Kabupaten Jember merupakan salah satu kabupaten pantai di Indonesia
Pendahuluan berisi latar belakang, permasalahan yang akan dibahas,dan tujuan yang ingin dicapai.
dengan potensi perikanan laut yang cukup melimpah. Secara geografis wilayah laut yang dimiki jember membentang di sepanjang pantai selatan jawa atau samudra Indonesoa dengan panjang pantai kurang lebih 170 km. Sedangkan
luas
perairan
Jember
yang
termasuk ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) kurang lebih 8.338,5 km2, dengan potensi lestaru sebesar 40.000 ton per tahun. Potensi yang sangat besar baru sekitar 20 % yang telah dimanfaatkan (Dewi Prihartini, 2013). Hal ini, dikarenakan terbatasnya kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan perahu yang digunakan masih tradisional khususnya di desa Payangan Kecamatan Ambulu. Profesinelayanmerupakan
salah
satu
profesi
mayoritas
penduduk
Indonesia selain profesi petani (agraris), yang merupakan profesi turun temurun dari orang tua mereka ( Novi Dwi Harini, 2012). Pofesi nelayan banyak dipilih oleh masyarakat Indonesia, karena kondisi sumberdaya perikanan yang besar dan potensial yang mendorong mereka untuk memilih profesi ini. Faktor pendukung tersebut, seharusnya menjadi keunggulan bagi nelayan kita tetapi pada kenyataannya kondisi nelayan kita masih kalah jauh dari segi produktivitasnya dibandingkan negara lain, misalnya Jepang, karena nelayan kita masih bersifat tradisional dan miskin, hal itu disebabkan oleh minset yang tidak berubah serta rendahnya kualitas sarana dan prasarana yang digunakan. Menurut Mubiyanto
1
(2004) nelayan miskin adalah nelayan jenis yang mendominasi kehidupan nelayan, dimana pendapatan dan perahu mereka tidak mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga harus ditambahi dengan pekerjaan lain untuk ia sendiri atau untuk istrinya dan juga anaknya. Kondisi nelayan Indonesia yang mayoritas masih tradisional tersebut, membawa dampak negatif terhadap pengembangan kemajuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Dampak yang sering terjadi yaitu rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir sehingga menimbulkan mendorong ibu rumah tangga nelayan mencari pinjaman ke beberapa kolega dan masyarakat di lingkungannya untuk menutup kebutuhan sehari-hari yang masih kurang pada saat suamnya tidak pergi melaut baik karena hambatan cuaca maupun keterbatasan keuangan untuk biaya operasional melaut. Fenomena lain yang sering terjadi di masyarakat pesisir Indonesia khususnya di Kabupatan Jember adalah ibu rumah tangga nelayan menjadikan rentenir sebagai tempat pelarian dalam meminjam uang untuk keperluan usahanya, sehingga usaha yang mereka dirikan tidak pernah berkembang
mengingat
keuntungan
yang
seharusnya
digunakan
untuk
mengembangkan usaha justru dipakai untuk membayar hutang dan bunganya kepada rentenir. Tagihan hutang yang berlipat ganda tersebut, membuat usaha para ibu rumah tangga nelayan gulung tikar. Kejadian tersebut mendorong para ibu rumah tangga nelayan memutuskan untuk menjadi TKW (Tenaga Kerja Wanita) di luar negeri sebagai alternatif terakhir, ketika mereka sudah tidak bisa membayar hutang ditambah bunganya kepada rentenir. Solusi yang dapat memberikan jalan keluar agar kesejahteraan mereka terjamin, dimana wilayah pesisir yang rata-rata jauh dari pusat kota dan tidak terjangkau oleh lembaga perbankan, serta kebanyakan dari mereka juga belum terlalu paham mengenai mekanisme transaksi-transaksi yang ada dalam Bankbank konvesional. Melihat fenomena kondisi masyarakat pesisir tersebut, financial inclusion yang dapat menjadi alternatif pemecah masalahnya,metode inimerupakan cara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi yang juga diikuti dengan pemerataan pendapatan kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Sedangkan tujuan dari financial inclusion di Indonesia adalah untuk dapat menyelamatkan kemiskinan yang ada di Indonesia, seperti penyelamatan uasaha
2
lokal dan usaha mandiri agar tercapainya koherenitas (keterpaduan) terhadap perkembangan zaman, dimana dalam perencanaan ini seharusnya masyarakat miskin bisa mendapatkan kemudahan akses untuk mengembangkan kegiatan ekonomi mereka serta mendapatkan layanan yang pro rakyat. Financial inclusion yang sudah diperkenalkan di Indonesia adalah Grameen Bank yang diciptakan oleh Muhammad Yunus dari Bangladesh. Grameen Bank adalah sebuah organisasi mikro yang berasal dari Bangladesh dengan memberikan pinjaman kecil kepada orang yang kurang mampu tanpa membutuhkan collateral (cash loan dan non cash loan). Sistem ini dibuat atas dasar pertimbangan kondisi masyarakat khususnya rumah tangga pedesaan yang mayoritas ibu rumah tangganya memiliki potensi untuk bekerja namun belum memiliki kesempatan untuk bekerja. Perbedaankredit ini dengan kredit yang lain adalah pinjaman diberikan kepada kelompok usaha ibu-ibu. Konsep Grameen Bank ini telah diadopsi oleh sekitar 130 negara di dunia terutama negara-negara Asia dan Afrika yang telah banyak mengadopsinya(sumber dari mana). Apabila diterapkan dengan konsisten, pola Grameen Bank ini dapat mencapai tujuan membantu perekonomian masyarakat miskin melalui perempuan. Bank ini terpilih sebagai penerima Penghargaan Nobel (bersama dengan Muhammad Yunus, sebagai inisiator) pada tahun 2006. Asumsi Grameen Bank, jika individu yang meminjam diberi akses kredit, mereka akan mampu untuk mengidentifikasikan dan mengupayakan aktivitas yang diharapkan hanya bersifat sederhana, seperti membuka toko kecil, membuat barang kerajinan, membuat kue dan makanan dan lain sebagainya (Ardi Hamzah, 2009). Posedur peminjaman dana di Grameen Bank dilakukan seleksi yang cukup ketat oleh kelompok peminjam dan pekerja bank. Titik utamanya pada kelompok yang di dalamnya terdapat individu-individu yang juga melakukan peminjaman. Skema pembayaran didasarkan atas angsuran selama 50 minggu. Hal ini sebagai upaya adanya penumbuhan modal sosial pada saat awal. Modal sosial dan modal ekonomi tersebut diharapkan bergulir membentuk satu komunitas sosial dan ekonomi yang mempunyai tujuan sama, yaitu keluar dari kemiskinan dan memberikan kontriibusi pada pertumbuhan ekonomi daerah maupun negara.
3
Mekanisme Grameen Bank tersebut sangat sesuai dengan kebutuhan solusi masalah yang dihadapi oleh para ibu rumah tangga nelayan saat ini, karena mampu membantu kesulitan keuangan yang dihadapi oleh mereka khususnya dalam mendirikan kelompok usaha. Jika dibandingkan dengan meminjam dana di bank-bank konvensional yang persyaratannya cukup rumit dan juga terdapat bunga yang dapat dianggap memberatkan masyarakat kecil seperti ibu rumah tangga nelayan yang mengalami keterbatasan pendanaan permodalan usaha. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah: Bagaimana proses pemberdayaan ibu rumah tangga nelayan melalui Grameen Bank sebagai strategi financial inclusion pada masyarakat pesisir di kabupaten Jember? 1.3 Tujuan Untuk mengetahui proses pemberdayaan ibu rumah tangga nelayan melalui Grameen Bank sebagai strategi financial inclucion pada masyarakat pesisir di kabupaten Jember
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Finansial Inclusion Menurut Bank Indonesia Finansial inclusion atau inklusi keuangan merupakan program dari pemerintah menjadi tren sejak krisis tahun 2008 dalam rangka penanganan kemiskinan yang disepakati bersama oleh negara-negara anggota G20 dalam Toronto Summit tahun 2010. Terbentuk karena masih banyaknya negara-negara yang berada di tingkat piramida paling bawah terkena dampak krisis ekonomi tahun 2008. Atas permasalahan tersebut maka digagaslah solusi inklusi keuangan untuk meningkatkkan akses keuangan bagi negara-negara yang tertinggal, masyarakat ilegal, dan terpencil. Dengan dikeluarkannya 9 Principles
Landasan literatur dan teori berisi tentang rangkaian literatur dan teori yang sudah dikenali dan memiliki alur pikir tentang terjadinya kondisi perekonomian dari permasalahan yang akan dikaji
for
Innovative
Financial
Inclusion sebagai pedoman pengembangan keuangan inklusif. Prinsip tersebut adalah leadership, diversity, innovation, protection, empowerment,
cooperation,
knowledge,
proportionality, dan framework. Sejak itu banyak
institusi
internasional
yang
memfokuskan kegiatannya pada keuangan inklusif seperti CGAP, World Bank, APEC,
Asian Development Bank (ADB), Alliance for Financial Inclusion (AFI), termasuk standard body seperti BIS dan Financial Action Task Force (FATF), termasuk negara berkembang dan Indonesia. Belum /tidak terdapat definisi yang baku dari keuangan inklusif, ada beberapa definisi dari beberapa institusi sebagai berikut: a) Menurut FATF “financial inclusion involves providing access to an adequate range of safe, convenient and affordable financial services to disadvantaged and other vulnerable groups, including low income, rural and
5
undocumented persons, who have been underserved or excluded from the formal financial sector.” b) Menurut Reserve Bank of India financial inclusion adalah sebuah proses untuk mempermudah akses dalam mendapatkan produk-produk keuangan dan jasa yang dibutuhkan oleh semua masyarakat umum dan kelompok seperti sektor yang kurang mampu dan kelompok dengna penghasilan menengah ke bawah, dalam kasus ketidaksempurnaan informasi mengenai harga dan transparansi oleh pemerintah dan lembaga institusional keuangan sendiri. Berbagai alasan yang ada di masyarakat menyebabkan banyak masyarakat menjadi kelompok yang tidak mengenal bank (unbanked group), baik dari sisi supply (penyedia jasa) maupun demand (masyarakat), yaitu karena price barrier (mahal), information barrier (tidak mengetahui), desain produk barrier (produk yang cocok) dan channel barrier (sarana yang sesuai). Keuangan inklusif dirasa mampu menjawab alasan tersebut dengan memberikan banyak manfaat yang dapat dinikmati oleh masyarakat, regulator, pemerintah dan pihak swasta, antara lain sebagai berikut:
Meningkatkan efisiensi ekonomi.
Mendukung stabilitas sistem keuangan.
Mengurangi shadow banking atau irresponsible finance.
Mendukung pendalaman pasar keuangan.
Memberikan potensi pasar baru bagi perbankan.
Mendukung peningkatan Human Development Index (HDI) Indonesia.
Berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional yang sustain dan berkelanjutan.
Mengurangi kesenjangan (inequality) dan rigiditas low income trap, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang pada akhirnya berujung pada penurunan tingkat kemiskinan. Dari berbagai belahan dunia, untuk menurunkan financial exclusion
dilakukan dalam dua pendekatan, yaitu secara komprehensif dengan menyusun suatu strategi nasional seperti Indonesia, Nigeria, Tanzania atau melalui berbagai program terpisah, misal edukasi keuangan seperti dilakukan oleh pemerintah
6
Amerika Serikat paska krisis 2008. Secara umum, pendekatan melalui suatu strategi nasional mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu penyediaan sarana layanan yang sesuai, penyediaan produk yang cocok, responsible finance melalui edukasi keuangan dan perlindungan konsumen. Penerapan keuangan inklusif umumnya bertahap dimulai dengan target yang jelas seperti melalui penerima bantuan program sosial pemerintah atau pekerja migran (TKI) sebelum secara perlahan dapat digunakan oleh masyarakat umum. Strategi keuangan inklusif bukanlah sebuah inisiatif yang terisolasi, sehingga keterlibatan dalam keuangan inklusif tidak hanya terkait dengan tugas Bank Indonesia, namun juga regulator, kementerian dan lembaga lainnya dalam upaya pelayanan keuangan kepada masyarakat luas. Melalui strategi nasional keuangan inklusif diharapkan kolaborasi antar lembaga pemerintah dan pemangku kepentingan tercipta secara baik dan terstruktu (sumber: Bank Indonesia). 2.2 Kemiskinan Kemiskinan
yang
terjadi
di
Indonesia
merupakan
permasalahan
perekonomian yang pemecahannya masih terus dikembangkan sampai sekarang. Pada beberapa tahun terakhir ini banyak ahli ilmu-ilmu sosial dan lembaga pendidikan seperti
perguruan tinggi
telah
menaruh minatnya
terhadap
permasalahan kemiskinan pada umumnya dan kemiskinan pedesaan pada khususnya. Perhatian serius tersebut mencakup beetapa luasnya masalah kemiskinan, definisi dan sebab-sebab yang mengakibatkan timbulnya kemiskinan (Prayitno dan Arsyad, 1987). Dalam Lincolin Arsyad (1987) disebutkan bahwa ada beberapa aspek kemiskinan yang perlu diperhatikan yaitu: a) Kemiskinan itu multidimensional, artinya memang karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam b) Aspek-aspek kemiskianan saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung c) Bahwa yang miskin adlah manusianya, baik secara individual maupun kolektif. Meskipun ada istilah kemiskinan pedesaan (rural poverty) dan kemiskinan perkotaan (urban poverty) hal tersebut bukan berarti desa atau kota yang mengalami kemiskinan, akan tetapi dari penduduk atau manusianya sendiri.
7
Bahkan menurut Bank Dunia yang termasuk dalam aspek kemiskinan adalah pendapatan rendah, kekurangan gizi, keadaan kesehatan yang buruk, dan pendidikan yang rendah. dan secara umum mereka, kelompok masyarakat miskin pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri. Perndapatan yang diperolahnya tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan ataupun modal usaha. Sementara merekapun tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi syarat kredit perbankan. Seperti jaminan kredit dan lainnya yang mengakibatkan mereka berpaling ke “lintah darat” atau renternir
yang
biasanya
syarat
peminjamannya
mudah
namun
syarat
pengembaliannya memiliki bunga sangat tinggi. Kemiskinan adalah suatu situasi atau kondisi yang dialami seseorang atau sekelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi (Bappenas, 2002). 2.3 Kemiskinan di daerah Pesisir Menurut Raymond Firth dalam Sutawi (2004) bahwa ciri-ciri kemiskinan nelayan ada lima karakteristik; pertama, pendapatan nelayan bersifat harian (daily increments) dan jumlahnya sulit ditentukan. Selain itu, pendapatannya juga sangat bergantung pada musim dan status nelayan itu sendiri, dalam arti ia sebagai juragan (nelayan pemilik alat produksi) atau pandega (nelayan buruh). Dengan pendapatan bersifat harian, tidak dapat ditentukan dan sangat tergantung pada musim, mereka nelayan pandega sangat sulit dalam merencanakan penggunaan pendapatannya. Kedua, dilihat dari pendidikannya, tingkat pendidikan nelayan atau anak-anak nelayan pada umumnya rendah. ketiga, dihubungkan dengan sifat produk yang dihasilkan nelayan, maka nelayan lebih banyak berhubungan dengan ekonomi tukar-menukar karena produk tersebut bukan merupakan makanan pokok. Keempat, bidang perikanan membutuhkan investasi cukup besar dan cenderung mengandung resiko yang besar dibandingkan sektor yang lainnya. Kelima, kehidupan nelayan yang miskin juga diliputi oleh kerentanan, misalnya ditunjukkan oleh terbatasnya anggota keluarga yang secara langsung dapat ikut dalam kegiatan produksi dan ketergantungan nelayan yang sangat besar pada satu mata pencaharian, yaitu menangkap ikan. 2.4 Grameen bank
8
Grameen bank merupakan lembaga keuangan mikro masyarakat yang digagas oleh Muhammad Yunus di Bangladesh pada tahun 1976. Dan sudah lebih dari 130 negara yang mengadopsi sistem Grameen Bank termasuk juga Indonesia. Grameen Bank adalah sebuah strategi mengurangi kemiskinan yang pertama kali diperkenalkan di Bangladesh. Grameen sendiri dalam bahasa Bengali berarti desa atau kampung. Secara harfiah Grameen Bank artinya banka yang diperuntukkan bagi orang desa yang juga dapat berarti orang miskin (Amelia, 2007). Sasaran Grameen Bank memang adalah orang-orang miskin yang tidak memiliki akses untuk mendapatkan pinjaman dari bank-bank konvensional atau lembaga keuangan keuangan komersial lainnya. Lebih spesifik lagi Grameen Bank memprioritaskan kelompok perempuan sebagai sasaran pemberian kredit. Peremuan merepresentasikan kelompok marjinal dalam masyarakat miskin. Kelompok perempuan miskin dianggap sebagai sasaran yang efektif karena pendapatan tambahan yang diperoleh perempuan terbukti mampu memperbaiki kehidupan rumah tangga, termasuk kesejahteraan dan kesehatan anak-anak. Selain itu sejumlah studi menunjukkan bahwa perempuan memiliki resiko kredit yang lebih kecil dibandingkan kelompok laki-laki dan lebih memiliki tanggung jawab dalam mengelola sumber daya yang terbatas. Tujuan dan target khusus layanan keuangan mikro keuangan dengan metode Grameen Bank yaitu: a) Memberikan layanan keuangan kepada orang miskin terutama perempuan b) Mendorong tumbuhnya self employment c) Melepaskan kaum marjinal yang tidak beruntung terutama perempuan dan mendorong mereka untuk lebih memiliki jaringan dalam format pengorganisasian yang rapi d) Mengurangi eksploitasi terhadap orang miskin dan renternir e) Memutus lingkaran setan kemiskinan
Layanan keuangan mikro Model Grameen Bank, selain bertujuan membantu masyarakat miskin khususnya perempuan untuk lebih meningkatkan kapasitas usahanya, model Grameen Bank ini didukung dengan skema layanan yang sangat berpihak dan berempati pada masyarakat miskin karena dibuat sangat sederhana sehingga mudah diakses. Skema layanan tersebut meliputi: a) Pinjaman diberikan kepada individu, secara berkelompok (terdiri 5 orang)
9
b) Tidak perlu ada agunan dan penjamin c) Tidak perlu ada sanksi hukum, bila tidak mengembalikan d) Tidak perlu datang ke kantor (bank) untuk mendapat pinjaman, petugas yang datang ke tempat anggota dalam pertemuan kelompok e) Prosedur dibuat sederhana, tidak ada formulir yang tidak dimengerti oleh anggota f) ada tabungan wajib.
BAB 3. METODE PENULISAN
3.1 Jenis Penulisan Penulisan karya tulis ini adalah dengan metode deskriptif kepustakaan. Yaitu dengan cara mendeskripsikan permasalahan yang terjadi di suatu wilayah yaitu wilayah pesisir pantai Payangan yang menjadi objek penulisan karya ilmiah ini. Sampel yang ada merupakan sampel hasi survei.
3.2 Objek Penelitian Objek tulisan ini adalah pemberdayaan ibu rumah tangga nelayan melalui Gramen Bank sebagai strategi financial inclucion pada masyarakat pesisir di kabupaten Jember. Dengan adanya pemberdayaan ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan melalui pemerataan pendapatan dan pemahaman sumber-sumber keuangan yang ada di Indonesia bagi masyarakat pesisir.
3.3 Teknik Pengambilan Data Informasi yang dikumpulkan adalah informasi yang berkaitan dengan kondisi kemiskinan masyarakat pesisir, potensi ibu rumah tangga nelayan yang kurang dioptimalkan, dan metode financial Inclusion yang baik diterapkan bagi ibu rumah tangga nelayan. Informasi ini diperoleh dari berbagai literatur baik berupa jurnal ilmiah, internet maupun buku yang relevan dengan objek yang dikaji.
10
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kemiskinan Nelayan di Wilayah Pesisir Indonesia terkenal dengan negerinya yang kaya raya dan mempunyai beragam potensi alam yang bermanfaat untuk pembangunan dan kesejahteraan. Di indonesia saat ini terdapat sekitar 3,2 juta rumah tangga nelayan. Jika tiap keluarga nelayan beranggotakan 5 orang, jumlah masyarakat nelayan sekitar 16 juta jiwa. Dari jumlah tersebut 1,7 juta jiwa (10,6%) berada di Jawa Timur. Ironisnya, meskipun dua pertiga wilayah Indonesia berupa lautan, kehidupan 70% nelayan tergolonog miskin. Benang kusut mengenai penyebab dan solusi mengatasi kemiskinan masyarakat nelayan ini sudah banyak diuraikan oleh para pakar, mulai Raymond Firth (1967) hingga sekarang Kusnadi (2003). Kemiskinan menjadi momok yang sampai sekarang turut menjadi perhatian penting, apalagi sudah terkait dengan masyarakat desa yang tidak tahu tentang bagaimana memperoleh penghasilan yang memadai. Menurut Raymond Firth dalam sutawi (2004) bahwa ciri-ciri kemiskinan nelayan ada lima karakteristik; Pertama, pendapatan nelayan bersifat harian (daily increments) dan jumlahnya sulit ditentukan. Selain itu, pendapatannya juga sangat bergantung pada musim dan status
Esai harus mengandung pembahasan mengenai kondisi perekonomian nasional, prospek perekonomian Indonesia ke depan, dan rekomendasi kebijakan yang dapat diterapkan.
nelayan itu sendiri, dalam arti ia sebagai juragan (nelayan pemilik alat
produksi)
(nelayan
atau
buruh).
pandega Dengan
pendapatan bersifat harian, tidak dapat
ditentukan
dan
sangat
tergantung pada musim, mereka nelayan pandega sangat sulit dalam merencanakan penggunaan pendapatannya. Kedua, dilihat dari pendidikannya, tingkat pendidikan nelayan atau anak-anak nelayan pada umumnya rendah. ketiga, dihubungkan dengan sifat produk yang
11
dihasilkan nelayan, maka nelayan lebih banyak berhubungan dengan ekonomi tukar-menukar karena produk tersebut bukan merupakan makanan pokok. Keempat, bidang perikanan membutuhkan investasi cukup bedar dan cenderung mengandung resiko yang besar dibandingkan sektor yang lainnya. Kelima, kehidupan nelayan yang miskin juga diliputi oleh kerentanan, misalnya ditunjukkan oleh terbatasnya anggota keluarga yang secara langsung dapat ikut dalam kediatan produksi dan ketergantungan nelayan yang sangat besar pada satu mata pencaharian, yaitu menangkap ikan. Selain kondisi internal diatas, kesulitan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti semakin terbatasnya potensi sumber daya laut yang bisa dimanfaatkan nelayan, persaingan semakin intensif, irama musim, mekanisme pasar, keadaan infrastruktur pelabuhan, dan kebijakan pengentasan kemiskinan nelayan yang kurang tepat. Profesi nelayan yang kerap dan menjadi pokok penghasilan masyarakat pesisir kerap kali mengalami disfungsi dalam menjalankan fungsinya sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan. Disfungsi tersebut adalah ketika nelayan-nelayan yang melaut tidak mendapatkan hasil yang memadai untuk memnuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, dibuatlah berbagai macam kegiatan dan program untuk menanggulangi hal semacam itu. Seperti apa yang telah digagas oleh Kusnadi bahwa pengembangan lembaga keuangan mikro atau manajemen perikanan perikanan berkelanjutan seperti yang telah digagas oleh Edi Susilo mulai dijalankan. Selain memiliki kelemahan seperti yang telah disebutkan diatas, tidak semata profesi nelayan Timur ini tidak dapat bersaing dengan yang lain. Potensi wilayah pesisir Indonesia pada umumnya, dan pesisir Jember pada khususnya menjadi daya tarik dan potensi tersendiri. Ketika sumber daya sudah ada dan melimpah maka yang tersisa adalah cara untuk mengelolanya. Perairan laut selatan kabupaten Jember, Jawa Timur yang termasuk dalam ZEE yang luasnya 8338,5 km2 diperkirakan potensi sumber daya hayati 41.691 ton per tahun atau sekitar 19% dari potensi yang ada belum terkelola (Kusnadi, 2003). Potensi yang belum terdeteksi yaitu di sekitar laut selatan kabupaten Jember yang memiliki
12
nilai prospekti untuk menjadi daya tarik pendapata, seperti yang penulis amati di desa Payangan, Jember. Identifikasi terhadap benang kusut kemiskinan di daerah pesisir yaitu dimulai dari kondisi tingkat pendidikan seperti yang dijelaskan Raymond Fith dalam Sutawi (2004) bahwa pendekatan untuk mengatasi permasalahan dengan pendekatan yang bersifat parsial, sektoral, top down, proyekan, insindental, dan tidak berkelanjutan menjadi penghalang terhadap penyelesain permasalahan yang tepat dan berkesinambungan. Dalam hal tersebut telah ditemukan bahwa permasalahan pokok pada nelayan adalah permasalahan permodalan dalam meningkatkan kapasitas dalam menghasilkan tangkapan ikan yang banyak dan berkualitas.
Banyaknya
masyarakat
yang
unbanked
dalam
memperoleh
permodalan. Maka Penguatan lembaga keuangan mikro di masyarakat menjadi hal yang penting untuk dilaksankanan sejalan dengna tujuan financial inclusion dalam perekonomian (Kusnadi, hal 47). Permasalahan permodalan yang terjadi di masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan pun mulai dipecahkan dengan ketersediaan lembaga keuangan mikro. Akan tetapi, secara faktual keberadaan lembaga-lembaga mikro keuangan belum mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat setempat. Sehingga yang terjadi, dalam kondisi kekurangan modal masyarakat dalam hal ini mencari pinjaman dari pihak renternir yang mempunyai mudah administrasi peminjaman namun tinggi dalam pengembalian. Sehingga akibatnya masyarakat justru semakin tidak sejahtera dan kekurangan (Kusnadi, 2003).
4.2 Grameen Bank; Solusi Inklusi Keuangan Masyarakat Pesisir Untuk menanggulangi kemiskinan tersebut, solusi Inklusi keuangan menjadi sesuatu yang digaung-gaungkan. Maka, sejak dari itu digagaslah adanya Grameen Bank untuk masyarakat miskin. Ide ini bermula dari Muhammad Yunus yang menerapkan sistem tersebut di Bangladesh dan merupakan bank yang menyediakan permodalan (simpan pinjam) untuk perempuan. Cara pendekatan tersebut yang bisa jadi unik namun mengena kepada objek permasalahan menjadikan metode Grameen Bank ini telah diadopsi di 130 negara. Dan permasalahan yang terjadi di pesisir sangat tepat di selesaikan dengan pelaksanaan
13
metode Grameen Bank yang memberikan pinjaman modal untuk para ibu rumah tangga nelayan sehingga pendapatan mereka yang cenderung given dan struktur sosial budaya yang menyatakan bahwa perempuan itu hanya bekerja di dapur dapat terhapuskan. Dalam hal ini perempuan pesisir memiliki kedudukan dan peran besar dalam kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat nelayan. Kedudukan dan peran yang demikian diperoleh karena konsekuensi dari sistem pembagian kerja yang berlaku dalam masyarakat pesisir dan implikasi sosial dari kebijakan modernisasi perikanan. Dalam konteks sosial ekonomi masyarakat dan tanggung jawab terhadap kehidupan rumah tangganya, signifikansi peran perempuan pesisir lebih besar dibandingkan dengan kaum lakilaiknya. Karena kedudukanya yang demikian, perempuan pesisir merupakan subjek yang sebenarnya dari representasi entitas masyarakat pesisir. Realitas sosial budaya ini tidak dapat diabaikan jika akan memberdayakan masyarakat nelayan. Jadi perempuan pesisir dapat menjadi subjek utama dalam pemberdayaan sosial ekonomi nelayan dengan perannya yang utuh melalui mediasi metode Grameen Bank dalam rangka pemaksimalan implementasi Inklusi Keuangan. Tujuan dan target khusus layanan keuangan mikro keuangan dengan metode Grameen Bank yaitu:
Memberikan layanan keuangan kepada orang miskin terutama perempuan
Mendorong tumbuhnya self employment
Melepaskan kaum marjinal yang tidak beruntung terutama perempuan dan mendorong
mereka
untuk
lebih
memiliki
jaringan
dalam
format
pengorganisasian yang rapi
Mengurangi eksploitasi terhadap orang miskin dan renternir
Memutus lingkaran setan kemiskinan Jadi, Resolusi kemiskinan nelayan yang paling memungkinkan adalah
dengan adanya pendekatan sistemik melalui Grameen Bank sebagai salah satu metode inklusi keuangan. Pendekatan sistemik yaitu penempatan satuan rumah tangga nelayan sebagai salah satu subsistem dari organisasi nelayan itu sendiri dan perempuan adalah tumpuan pemberdayaan dan salah satu caranya adalah dengan pengimplementasian metode Grameen Bank pada masyarakat pesisir.
Kesimpulan menunjukkan jawaban atas tujuan yang telah dikemukakan pada bagian pendahuluan
14
Sumber data dan kutipan yang digunakan wajib dicantumkan, baik berupa daftar pustaka maupun footnote. DAFTAR PUSTAKA
Amelia & Kiswanto. 2007. “Pemberdayaan perempuan miskin pada usaha kecil di pedesaan melalui layaan lembaga keuangan mikro (Grameen Bank)”. No. S 334. Universitas Gajah Mada: Yogyakarta Dwi Hartini, Novi.2012.Dari Miyang Ke Longlenan : Pengaruh Jaringan Sosial Pada Tranformasi Masyarakat Nelayan.Tegal Hamzah, Ardi.2009.Perbandingan Karakteristik Dasar Antara Grameen Bank dan Bank Syariah dalam Mengurangi Kemiskinan dan Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi.Bangkalan Kusnadi. 2003. Akar Kemiskinan Nelayan. LKIS: Yogyakarta Prihartini, Dewi. 2013. Relevansi Kualitas Manajerial Pelaku Usaha Terhadap Produktivitas Usaha Agroindustri Perikanan Laut di Kabupaten Jember. Jember Tim Cresent. 2003. Menuju Masyarakat Madani: Pengembangan Model Sistem Keterjaminan Sosial. PT.SUN: Jakarta -----. 2004. Polemik Kemiskinan Nelayan. Pondok Edukasi dan Pokja Pembaruan: Yogyakarta
Daftar pustaka ditulis dengan Harvard Style. 1. Sumber buku dan sejenisnya >> Nama belakang pengarang. Inisial. (tahun penerbitan). Judul buku (Edisi jika edisinya lebih dari satu). Tempat diterbitkan: Penerbit. 2. Sumber artikel, jurnal dan sejenisnya >> Nama belakang pengarang. Inisial. (tahun penerbitan). Judul artikel. Judul jurnal, Nomor volume–(Nomor issue jika ada), Nomor halaman awal dan akhir dari artikel. 1.
15