PEMBERDAYAAN EKONOMI RUMAH TANGGA MASYARAKAT PESISIR BERBASIS AGRIBISNIS DI DESA TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI
EMPOWERMENT OF AGRIBUSINESS BASED HOME ECONOMY OF COASTAL COMMUNITY IN TONGKE TONGKE VILLAGE
Amirah Mustarin.1, Andi Adri Arief 2, Yusran Nur Indar2
1
Program Studi Agribisnis, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar 2 Staff Pengajar Fakultas Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar
Alamat Korespondensi: Amirah Mustarin Program Studi Agribisnis Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP: 081241360874 Email:
[email protected]
Abstrak Peran publik perempuan dalam kehidupan masyarakat pesisir dapat dijumpai di Kabupaten Sinjai Usaha pengolahan yang dilakukan oleh ibu rumah tangga di Sinjai Timur adalah usaha pengasapan ikan dan adanya keterbatasan tersedianya sumberdaya memerlukan adanya pengaturan yang dapat mengoptimalkan penggunaan sumberdaya tersebut dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam usaha pengolahannya. Penelitian ini bertujuan menganalisis gambaran umum usaha yang dilakukan oleh ibu rumah tangga di Desa Tongke-Tongke Kabupaten Sinjai; menganalisis kapasitas ibu rumah tangga dalam melakukan usaha pengasapan ikan; dan menganalisis pendapatan usahanya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2012 di Desa TongkeTongke Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan wawancara. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan pada subsistem input usaha pengasapan ikan yaitu: jumlah ikan sebagai bahan baku semakin berkurang, kesulitan memperoleh kayu bakar, penggunaan pewarna makanan yang belum sesuai dengan keamanan pangan, wadah ikan yang mudah rusak, serta tidak adanya penggajian tenaga kerja. Permasalahan pada subsistem pengolahan yaitu: ikan asap yang dihasilkan masih bersifat karsinogenik, penggunaan asap yang belum efesien, dan tidak adanya standarisasi penggunaan bahan tambahan makanan. Adapun permasalahan pada subsistem pemasaran yaitu: pengemasan yang sederhana, lokasi pemasaran masih di pasar tradisional, dan belum dilakukannnya promosi. Kesimpulan penelitian ini yaitu usaha pengasapan ikan sebesar Rp.186.428 tiap produksi dan hasil AHP menunjukkan bahwa ketersediaan bahan baku menjadi faktor utama dalam pemilihan jenis ikan. . Kata kunci : ibu rumah tangga, ikan asap, pendapatan, kapasitas
Abstract Public role of women in the life of coastal communities can be found in the district of Sinjai processing business done by housewives in the East is a business Sinjai curing fish and the limited availability of resources owned fisheries require any settings to optimize the use of resources and resolve problems faced in processing business. This aim of research is to make a general description of fish smoking business conducted by housewives in Tongke-Tongke village and analyze analyze their business income. The research was conducted in June-August 2012 in Tongke-Tongke Village, Sinjai Timur District. Data collection method was observation and interview. The Data was analyzed with quantitative and qualitative approach. The results of the research indicated that the problems in business input subsystem of fish smoking was descrease of fish resource: a difficulty of collecting firewood, the use food colouring was not appropriate to the food safety standard, easly broken fish container, no waging system of worker. The Problems in processing subsystem were: The smoked fish produced was still carcinogenic,the smoke use was not efficient yet, and no standard of additional food supplement material. The problems in marketing subsystem were: simple packaging, marketing location was still in traditional markets, and no promotion. The profit of the smoked fish business was Rp.195.794 for each production which became income for housewives to fulfill their household need. AHP results indicate that the raw materials availability was the main factor in fish selection. Keywords: housewives, smoked fish, revenue, capacity
PENDAHULUAN Wilayah pesisir dan lautan merupakan sumber daya potensial di Indonesia. Potensi tersebut di antaranya potensi sumber daya perikanan. Pemerintah Indonesia saat ini telah mencurahkan perhatiannya terhadap sektor kelautan dan perikanan seperti terlihat dalam propenas 2000-2004 disebutkan bahwa sumber daya kelautan dan perikanan merupakan penopang
sistem kehidupan
masyarakat,
khususnya
masyarakat
pesisir
(nelayan).
Pembangunan partisipatif erat kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat, di mana pada pembangunan partisipatif diperlukan upaya dan langkah-langkah untuk mempersiapkan masyarakat guna memperkuat kelembagaan masyarakat agar mereka mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan yang berkelanjutan untuk meningkatkan harkat dan martabatnya serta mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Upaya tersebut merupakan salah satu wujud nyata dari pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya merupakan proses untuk membuat masyarakat menjadi berdaya. Setiap anggota masyarakat dalam sebuah komunitas sebenarnya memiliki potensi, gagasan serta kemampuan untuk membawa dirinya dan komunitasnya untuk menuju ke arah yang lebih baik, namun potensi itu terkadang tidak bisa berkembang disebabkan faktor-faktor tertentu. Untuk menggerakkan kembali kemandirian masyarakat dalam pembangunan di komunitasnya, maka diperlukan dorongan-dorongan atau gagasan awal untuk menyadarkan kembali peran dan posisinya dalam kerangka untuk membangun masyarakat madani. Proses penyadaran masyarakat tersebut dilakukan melalui konsep-konsep pengembangan kapasitas. Pengembangan kapasitas masyarakat adalah bentuk dari upaya pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat agar dapat berperan serta aktif menjalankan pembangunan secara mandiri dan berkelanjutan. Kusnadi (2006) menyatakan bahwa salah satu unsur potensi sosial untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir adalah kaum perempuan, khususnya istri nelayan.
Kedudukan dan peranan kaum perempuan pesisir atau istri nelayan sangat penting
karena beberapa pertimbangan pemikiran, yaitu: Pertama, dalam sistem pembagian kerja secara seksual pada masyarakat nelayan, kaum perempuan pesisir atau istri nelayan pada masyarakat pesisir mengambil peranan yang besar dalam kegiatan sosial ekonomi di darat, sementara laki-laki berperan di laut untuk menangkap ikan. Kedua, dampak dari sistem pembagian kerja di atas mengharuskan kaum perempuan pesisir untuk selalu terlibat dalam kegiatan publik, yaitu mencari nafkah keluarga sebagai antisipasi jika suami mereka tidak memperoleh penghasilan seperti pada musim barat. Ketiga, sistem pembagian kerja
masyarakat pesisir dan tidak adanya kepastian penghasilan setiap hari dalam rumah tangga nelayan telah menempatkan perempuan sebagai salah satu pilar penyangga kebutuhan hidup rumah tangga. Dengan demikian, dalam menghadapi kerentanan ekonomi dan kemiskinan masyarakat nelayan, pihak yang paling terbebani dan bertanggung jawab untuk mengatasi dan menjaga kelangsungan hidup rumah tangga dalah kaum perempuan, istri nelayan. Peran publik perempuan dalam kehidupan masyarakat pesisir juga dapat dijumpai di Kabupaten Sinjai. Kabupaten Sinjai adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Sinjai. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 819,96 km2 dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 250.000 jiwa. Kabupaten sinjai juga memiliki potensi laut yang cukup besar sehingga salah satu mata pencaharian penduduknya sebagai nelayan. Selain itu, di Kabupaten Sinjai telah banyak berkembang usaha kecil yang juga telah menjadi mata pencaharian masyarakat setempat yang dilakukan oleh ibu rumah tangga. Hasil laut Kabupaten Sinjai di antaranya ikan tuna 70,8 ton, ikan tongkol 628,76 ton, lobster 5,06 ton, ikan kerapu sunu 58,61 ikan kerapu macan 109,04 ton, ikan kerapu bebek 1,7 ton, dan beberapa jenis ikan lain berjumlah 10 ton. (BPS, 2011) Sinjai Timur merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Sinjai yang memiliki sumber daya laut. Masyarakat di Sinjai Timur pada umumnya bekerja sebagai nelayan, sekitar 70% penduduknya yang bekerja di sektor perikanan sebagai nelayan.
Sebagian besar
penduduk tidak memiliki pendidikan tinggi sehingga tidak banyak ragam pekerjaan yang dapat dilakukan masyarakat. Kaum laki-laki di Desa Tongke-Tongke pada umumnya bekerja sebagai nelayan, baik kepala keluarga ataupun anak laki-laki yang putus sekolah dan telah merasa mampu untuk melaut. Ibu rumah tangga di desa ini juga ada yang bekerja sebagai pengasap ikan, penjahit, pengajar TK dan SD (guru), dan beberapa profesi lainnya. Pendapatan dari ibu rumah tangga ini cukup signifikan memberikan pendapatan tambahan bagi keluarga nelayan. Desa Tongke-Tongke merupakan salah satu desa di kawasan pesisir Kecamatan Sinjai Timur yang dijadikan unit kasus pada penelitian ini. Pemilihan Sinjai Timur sebagai obyek penelitian karena daerah tersebut merupakan salah satu daerah penghasil ikan di Kabupaten Sinjai. Selain itu, terdapat usaha pengasapan ikan yang dikelola oleh ibu rumah tangga di Kecamatan Sinjai Timur. Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian terdahulu di lokasi yang berbeda didapatkan gambaran kehidupan ekonomi sosial masyarakat nelayan di Desa tongketongke. Kaum perempuan di Desa Tongke-Tongke juga terlibat dalam membantu kepala keluarga memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Keterlibatan ibu rumah tangga di masyarakat pesisir termasuk hal yang sudah tidak jarang lagi. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusnadi (2006) menelaah keterlibatan istri-istri nelayan dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Mereka menjual ikan hasil tangkapan suaminya atau membelinya dari nelayan lain dan menjualnya di pasar lokal atau di pasar luar desanya. Kajian-kajian tentang keterlibatan perempuan pesisir khususnya ibu rumah tangga belum banyak dilakukan secara mendalam. Usaha pengolahan yang dilakukan oleh ibu rumah tangga di Sinjai Timur adalah usaha pengasapan ikan. Sentra pengasapan ikan Desa Tongke-Tongke sudah lama dikenal warga Kabupaten Sinjai dan sekitarnya. Pengasap ikan di Sinjai Timur sebanyak 15 rumah tangga. Akan tetapi, jumlah ibu rumah tangga yang melakukan pengasapan ikan telah berkurang sejak tahun 2003 yang sebelumnya mencapai kurang lebih 25 rumah tangga.
Hal ini diduga
disebabkan oleh ketidakmampuan ibu rumah tangga untuk memenuhi modal usaha karena keperluan sehari-hari rumah tangga yang hanya cukup dipenuhi dari hasil penangkapan. Para pengasap ikan di Desa Tongke-Tongke belum memperhatikan mutu produk. Model pemasaran yang dilakukan oleh pengusaha pengasapan ikan di desa tersebut adalah dengan memasarkan langsung di pasar dan tidak menggunakan standardisasi mutu dan jaminan mutu. Rendahnya kualitas ikan asap tersebut mengakibatkan ikan ini hanya dijual di pasar-pasar tradisional daerah Sinjai dan sekitarnya. Usaha pengasapan ikan di Desa TongkeTongke juga dikelola secara tradisional dan belum ada pencatatan pembukuan untuk mencatat pengeluaran dan pemasukan dari tiap kegiatan. Kondisi industri kecil pengasapan ikan ini, masih sangat sederhana. Konstruksi alat pengasap sangat sederhana, terbuat dari besi yang dilas. Para pengrajin belum mengoptimalkan asap yang dihasilkan dari pembakaran batok kelapa, hal ini terlihat di lapangan bahwa masih banyak asap yang terbuang percuma karena tempat pengasapan berada di ruang terbuka. (Zohra, 2008) Adanya keterbatasan tersedianya sumberdaya perikanan yang dimiliki memerlukan adanya pengaturan yang dapat mengoptimalkan penggunaan sumberdaya tersebut dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam usaha pengolahannya.
Sementara itu,
pelaku usaha pengasapan ini yakni ibu rumah tangga juga memiliki kewajiban untuk melaksanakan pekerjaan rumah tangga seperti mengurus anak, memasak, dan mencuci. Hal ini menyebabkan ibu rumah tangga melakukan dua peran sekaligus yaitu sebagai pengurus rumah tangga dan sebagai pencari nafkah dalam keluarga. Oleh karena itu, kapasitas ibu rumah tangga sebagai pelaku usaha pengasapan menjadi penting untuk diketahui mengingat peran ibu rumah tangga di Desa Tongke-Tongke bukan hanya sebagai pelaku usaha tetapi juga mempunyai pekerjaan pokok lain. Selain itu, pemberdayaan ekonomi pada masyarakat
pesisir saat ini hanya lebih diutamakan kepada kepala rumah tangga saja (nelayan) dan fakta di Desa Tongke-Tongke menunjukkan bahwa kaum perempuan juga dapat memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan. Tujuan penelitian ini adalah permberdayaan pada perempuan pesisir untuk peningkatan usaha pengasapan ikan demi kesejahteraan rumah tangga masyarakat pesisir METODE PENELITIAN Tempat penelitian berlokasi di Desa Tongke-Tongke Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai.
Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan
pertimbangan bahwa daerah tersebut penduduknya sebagian besar adalah nelayan dan terdapat usaha pengasapan ikan yang dilakukan oleh ibu rumah tangga (istri nelayan). Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan juni hingga agustus 2012. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode studi kasus yang bertujuan untuk menggambarkan dan menguraikan secara mendetail tentang latar belakang dan fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Pemilihan Lokasi Penelitian dilakukan secara Purposive Sampling yaitu penunjukan secara langsung berdasarkan data dan pertimbangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif . Penentuan subjek penelitian adalah dengan menggunakan informan yang terkait dengan objek penelitian. Informan kunci yang dipilih secara sengaja (purposive) berdasarkan informasi awal yang diperoleh dari Dinas Perikanan Kabupaten Sinjai. Key Informan kemudian menunjuk informan lain (pengasap, pedagang, konsumen dan masyarakat yang terlibat dalam usaha pengasapan ikan) yang relevan untuk memperoleh data, demikian seterusnya hingga data/informasi yang terkumpul telah memenuhi kualitasnya untuk menjawab permasalahan penelitian. Metode ini dikenal dengan metode Snowballing (bola salju) dimana pencarian informasi lebih mendalam dilakukan atas dasar informasi sebelumnya. Data yang diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan rumusan masalahnya masingmasing yaitu : untuk rumusan masalah pertama yaitu Menganalisis gambaran umum usaha yang dilakukan oleh ibu rumah tangga di Desa Tongke-Tongke Kabupaten Sinjai. Pendeskripsian usaha ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi usaha pengasapan di Desa Tongke-Tongke Kabupaten Sinjai . Sedangkan permasalahan kedua yaitu untuk melihat bagaimana kapasitas ibu rumah tangga dalam melakukan usaha pengasapan ikan di Desa Tongke-Tongke digunakan tiga indikator yaitu keterampilan, pengetahuan produksi dan modal. permasalahan ketiga yaitu berapa pendapatan usaha pengasapan ikan di
desa tongke-tongke kabupaten sinjai dianalisis dengan menggunakan analisis pendapatan. Adapun permasalahan keempat yaitu jenis ikan asap yang berpotensi untuk dikembangkan di Desa Tongke-Tongke Kabupaten Sinjai dianalisis dengan menggunakan AHP, yang dipilih dari ketiga jenis bahan baku yaitu: ikan tuna sirip kuning, ikan kuwe, dan ikan pari. HASIL Pengasapan ikan di Desa Tongke-Tongke Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai adalah suatu usaha berbasis rumah tangga, jadi rumah bukan untuk sekedar home life, tetapi merupakan tempat untuk produksi. Industri rumah tangga pada umumnya berawal dari usaha keluarga yang pada umumnya turun temurun dan pada akhirnya meluas ini secara otomatis dapat bermanfaat sebagai mata pencaharian penduduk kampung di sekitarnya. Pada awalnya, sejak masyarakat Tongke-Tongke telah berfikir untuk menjual hasil tangkapan, mereka mengawetkan ikan dengan menggunakan garam agar dapat disimpan lebih lama. Setelah ikan asin telah lama dikenal, penduduk setempat mulai berpikir untuk membuat ikan lebih awet dengan jalan selain digarami dan dijemur. Ikan mulai dibakar dengan jarak bakar yang agak jauh dari biasanya dan ternyata ikan tersebut dapat tahan lebih lama berkisar 4 hari. Masyarakat akhirnya beramai-ramai membuat ikan asap yang dikenal di masyarakat dengan istilah bale tapa. Hasil tangkapan setelah sampai di darat tidak ada fasilitas pengawetan, penyimpanan dan transportasi yang memadai, menyebabkan mutu ikan tidak memenuhi syarat untuk diolah secara modern. Kondisi ini kemudian memberikan peluang dikembangkannya pengolahan tradisional karena tersedianya sumber daya ikan di pusat produksi, tingginya permintaan di pusat konsumsi, banyaknya industri rumah tangga dan sederhananya teknologi pengolahan. Latar belakang mengelola usaha pengasapan ikan adalah: Produk ikan asap merupakan produk hasil olahan yang memiliki daya awet yang lebih baik dan rasa yang khas, usaha ikan asap sebagai usaha keluarga yang turun temurun, suami dan anak sangat mendukung usaha tersebut bahkan ikut membantu proses pembuatannya, mereka berusaha atas inisiatif sendiri untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Produksi ikan asap di Kabupaten Sinjai belum dipasarkan keluar kabupaten karena produksi saat ini hanya mencukupi kebutuhan lokal saja. Data produksi pengolahan di atas menunjukkan bahwa pengolahan pengasapan Ikan di Kabupaten Sinjai memberikan kontribusi besar bagi pendapatan masyarakat yang dapat dilihat dari total hasil produksi sebesar Rp.1.829.000.000 (tabel 2). Jumlah tersebut lebih besar dari usaha pemindangan dan rajungan, meskipun pengolahan ikan kering merupakan hasil olahan terbanyak karena telah dipasarkan di daerah lain sampai ke Kota Makassar.
Proses pengasapan ikan di Desa Tongke-Tongke menggunakan tambahan pewarna makanan berwarna kuning telur dan dilakukan dengan metode pengasapan panas sehingga konsumen bisa langsung mengkonsumsinya. Ikan dapat diasapi dengan pengasapan panas atau dengan pengasapan dingin. Pada pengasapan dingin panas yang timbul karena asap tidak begitu tinggi efek pengawetannya hampir tidak ada. peningkatan daya awet ikan dilakukan dengan memperpanjang waktu pengasapan. Pada pengasapan panas karena jarak antara sumber api (asap) dengan ikan biasanya dekat, maka suhunya lebih tinggi sehingga ikan menjadi masak. Suhu yang tinggi dapat menghentikan aktifitas enzim-enzim yang tidak diinginkan, menggumpalkan protein ikan dan menguapkan sebagian air dari dalam jaringan daging ikan. Jadi ikan selain diasapi juga terpanggang sehingga dapat langsung dimakan. Pasar tradisional merupakan tempat pemasaran ikan asap. Ikan asap dipasarkan di sekitar wilayah Sinjai Selatan yaitu: Pasar Bikeru, Pasar Lancibung, Pasar Tanete, Sinjai Utara yaitu: Pasar Mannanti, Pasar Lappae, dan Pasar sentral. Masyarakat yang membeli ikan asap di daerah perkotaan lebih disebabkan karena aroma dan rasa ikan asap yang berbeda dibandingkan jika ikan mentah yang dipanggang sendiri.
Pada umumnya mereka yang
membeli tetap memasukkan ke dalam lemari es untuk tetap menjaga keawetan ikan. Adapun konsumen yang berada atau tinggal di sekitar gunung memang memilih ikan asap karena selain memiliki aroma dan rasa yang enak juga memiliki daya awet yang lebih lama, terutama masyarakat yang belum memiliki lemari es.
Tujuan dari pengasapan adalah untuk
mengawetkan dan memberi warna dan rasa spesifik pada ikan. Asap memiliki daya awet yang sangat terbatas sehingga agar ikan dapat tahan lama, konsumen juga perlu melakukan pengawetan sendiri seperti menyimpannya dalam lemari es. PEMBAHASAN Penelitian ini memperlihatkan bahwa pengasap ikan masih menggunakan metode pengasapan tradisional dan ikan asap yang dihasilkan masih bersifat karsinogenik. Asap cair mempunyai kelebihan-kelebihan antara lain mudah diaplikasikan, konsentrasi asap dapat diatur sesuai selera konsumen, produk mempunyai kenampakan yang seragam dan ramah lingkungan. Hal lain yang penting adalah bahwa asap cair tidak hanya berperan dalam membentuk karakteristik sensoris tetapi juga dalam hal jaminan keamanan pangan. Hal ini menjadikan pemakaian asap cair lebih unggul dibandingkan dengan proses pengawetan tradisional dengan pengasapan langsung, karena produk yang dihasilkan tidak lagi bersifat karsinogenik.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatimah (2009), hasil pengasapan ikan dengan menggunakan asap langsung akan mengandung senyawa karbon yang bersifat karsinogenik.
Penggunaan asap cair sebagai pengawet dan pemberi aroma/rasa untuk ikan
merupakan pilihan yang lebih aman bagi pengasap ikan dan konsumen. Selama pembuatannya, asap cair mempunyai beberapa kelebihan, yaitu (1) selama pembuatannya, senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon dapat dihilangkan, (2) konsentrasi pemakaian asap cair dapat diatur dan dikontrol serta kualitas produk akhir menjadi lebih seragam, (3) polusi udara dapat ditekan, dan (4) pemakaian asap cair lebih mudah (direndam atau disemprotkan ke bahan yang akan diawetkan). Saluran pemasaran ikan asap menunjukkan bahwa ibu rumah tangga yang melakukan pengasapan ikan yang bertindak sebagai produsen juga berperan sebagai pedagang pengecer ikan di pasar. Produsen yang bertindak sebagai pedagang akan memberikan margin yang besar karena saluran pemasaran yang semakin pendek. Ikan asap yang dipasarkan adalah ikan asap olahan sendiri, sehingga penjualan di pasar sangat bergantung dari produksi masingmasing pengasap ikan. (Swastawati, 2011) Pengasap ikan di Desa Tongke-Tongke pada dasarnya adalah pedagang ikan pedagang ikan mentah di pasar yang ikannya dibeli dari pelelangan. Rata-rata pengasap yang ada saat ini melakukan usaha pengasapan karena warisan/pekerjaan turun temurun dari orang tua. Adapun ibu rumah tangga yang berinisiatif melakukan usaha pengasapan ikan sendiri disebabkan karena keuntungan pengasapan ikan dirasakan sangat berbeda dengan harga ikan mentah. Selain itu, jumlah pedagang ikan mentah di Kabupaten Sinjai juga banyak sehingga peluang usaha pengolahan seperti pengasapan ikan menjadi alternatif untuk memberikan nilai tambah dalam perdagangan ikan. Hal ini terlihat dari hasil penjualan pengasap yang lebih dominan dari hasil ikan asap dibandingkan ikan mentah. Salah satu responden mengatakan bahwa ikan asap Sinjai Timur memang terkenal dan pengasapnya sangat sedikit jumlahnya. Untuk produk ikan asap 90% berasal dari Tongke-Tongke dan pesaingnya juga sedikit. Keadaan tersebut memberikan dampak penjualan secara langsung yaitu ikan asap jarang yang tersisa dibandingkan dengan ikan mentah sehingga beberapa pedagang ikan hanya menjual ikan asap olahannya sendiri. Berdasarkan analisis pendapatan dapat diketahui rata-rata biaya tetap pengasap ikan setiap kali produksi sebesar Rp.2.275 yang diperoleh dari biaya penyusutan alat. Biaya perbulan diperoleh dari biaya produksi kali 16 dengan perhitungan bahwa rata-rata produksi pengasap ikan sebanyak 4 kali seminggu.
Demikian pula untuk biaya pertahun jika
diakumulasi maka total biaya tetap seluruhnya mencapai Rp.436.800,-. Biaya yang paling
besar adalah biaya pembelian ikan tuna sirip kuning karena jumlah ikan asap dari jenis ikan ini paling banyak diproduksi.
Modal pengasap ikan ini tidak sepenuhnya berasal dari
pinjaman dari pemerintah dan uang pribadi, tetapi juga dapat diperoleh dari paccata’ yaitu istilah bagi orang yang melakukan pelelangan. Paccata’ bisa sebagai pemilik modal dari penangkapan ikan atau orang yang dipercayakan pemilik perahu untuk melakukan pelelangan hasil tangkapan nelayannya. Kepercayaan antara paccata’ dengan pengasap ikan sangat perlu ada karena dengan begitu meskipun pengasap tidak memiliki cukup uang untuk membeli ikan, pengasap bisa membayarnya 2-3 hari setelah pengambilan ikan. Keuntungan tersebut dapat dicapai karena harga ikan yang berdasarkan musim cengkeh dan coklat. Pada bulan Januari-Maret harga ikan mentah juga agak murah sehingga penjulan ikan asap juga murah dan saat tersebut permintaan tidak begitu besar. Harga mulai meningkat pada bulan april yang telah memasuki musim coklat kemudian musim cengkeh, dan dapat lebih tinggi pada bulan puasa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Heruwati (2006) yang mengatakan bahwa harga ikan asap di Kota Semarang mengalami fruktuasi berdasarkan musim barat atau musim timur, termasuk kebutuhan konsumsi masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap usaha pengasapan ikan di Desa Tongke-Tongke, pengasap ikan menggunakan 3 bahan baku utama yaitu ikan tuna sirip kuning, ikan kuwe, dan ikan pari. Pengasap memilih ikan mentah berdasarkan ketersedian di pelelangan ikan dan kebiasaan mereka. Kriteria pada masing-masing ikan tersebut dapat diperhitungkan berdasarkan survey lapangan dan wawancara. AHP merupakan suatu proses untuk mengambil keputusan dengan multi kriteria dimana dalam AHP jika kriteria lebih dari sembilan, maka keputusan yang akan dihasilkan nilai kebenarannya akan dipertanyakan sehingga kriteria-kriteria yang diambil adalah yang penting. Kriteria yang dijadikan dasar pada penelitian ini yaitu ketersediaan bahan baku, keuntungan masing-masing ikan, kemudahan pengolahan, dan minat konsumen. Kriteria terpenting dari hasil olah data AHP diperoleh ketersediaan bahan baku sebesar 0,647 (lampiran) yang berarti bahwa ketersedian bahan baku yang diukur dari kualitas, kuantitas, dan kontinuitasnya memiliki kemungkinan 64,7% atau tiga kali lebih penting dari faktor minat konsumen, dan enam kali lebih penting dari faktor keuntungan dan mencapai sepuluh kali lebih penting dari kemudahan pengolahan. Analisis AHP mengetahui prioritas pemilihan alternatif bahan baku berdasarkan semua pertimbangan faktor yang dipilih, seperti yang diperlihatkan pada gambar 9. Pada prioritas pemilihan alternatif berdasarkan faktor ketersediaan bahan baku, responden lebih menyukai ikan tuna sirip kuning sebagai pemilihan alternatif jenis ikan yang dipilih yaitu 69,3% untuk jenis ikan tuna sirip kuning. Prioritas
terakhir yang menjadi pilihan responden adalah ikan pari (10%), berarti pemilihan ikan tuna sirip kuning enam kali pemilihan pari. Ditinjau dari faktor kemudahan dalam pengolahan saja, tuna sirip kuning tetap menjadi prioritas utama oleh responden dalam pemilihan alternatif bahan baku sebesar 52,8%, sedangkan ikan pari mempunyai bobot paling kecil yaitu 14%.
Berarti pemilihan ikan tuna sirip kuning 4 kali pemilihan ikan pari yang diukur
berdasarkan kemudahan pengolahannya oleh pengasap ikan. Faktor keuntungan dan minat konsumen tetap menempatkan ikan tuna sirip kuning sebagai prioritas utama sebesar 62,7% dan 71,7%. Hal ini dikarenakan dari ketiga jenis ikan tersebut jumlah produksi yang paling banyak adalah jenis ikan tuna sirip kuning, sehingga masyarakat pada umumnya lebih banyak memiliki kesempatan untuk membeli jenis ikan ini sedangkan ikan pari menjadi pilihan terakhir bagi responden dalam usaha pengasapan ikan di Desa Tongke-Tongke. Hal ini disebabkan karena bahan baku yang masih tersedia dan minat konsumen yang cukup besar di antara semua faktor yang ada. Meskipun demikian ikan pari juga masih menjadi ikan yang ketersediannya masih dapat dijamin karena saat ini penjualan ikan pari masih lokal, tidak seperti ikan tuna dan ikan kuwe yang telah dipasarkan ke KIMA, baik untuk ekspor atau kebutuhan lokal negeri utama kebutuhan Pulau Jawa dan sekitarnya.
KESIMPULAN DAN SARAN Usaha pengasapan di Desa Tongke-Tongke masih dilakukan secara tradisional mulai dari produksi sampai pengemasan dan pemasarannya masih bersifat lokal hanya di Kabupaten Sinjai. Kapasitas ibu rumah tangga berdasarkan tingkat keterampilan dan pengetahuan produksi masih belum meningkat karena metode dan teknologi yang digunakan belum mengalami perkembangan.
Keuntungan usaha pengasapan ikan sebesar Rp.186.428 tiap
produksi sehingga menjadi pendapatan ibu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hasil AHP menunjukkan bahwa ketersediaan bahan baku menjadi faktor utama dalam pemilihan jenis ikan. Sedangkan sarannya yaitu perbaikan subsistem input yaitu pengadaan tempat ikan yang terbuat dari fiber dapat dilakukan secara berkelompok untuk mengurangi biaya masing-masing pengasap. Peningkatan sumber daya manusia dalam rangka perbaikan subsistem pengolahan dilakukan melalui pemberian pelatihan dalam hal perbaikan kualitas produk ikan asap. Pelatihan penggunaan alat yang lebih baik untuk menghemat penggunaan bahan bakar, pelatihan mengenai penggunaan bahan tambahan makanan yang sesuai dengan standar BPOM, serta pelatihan manajemen keuangan dalam rangka perbaikan keuangan perusahaan. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Sinjai memiliki peran besar dalam upaya mempublikasikan potensi daerah.
DAFTAR PUSTAKA BPS. (2011). Kabupaten Sinjai dalam Angka, Fatimah, Gugule. (2009). Penurunan kandungan Benzo (a) Pirane Asap Cair Hasil Pembakaran. (Online), Chem Prog. Vol.2, No. 1, (http: www.ejournal.unsrat.ac.id/index.php/chemprog/article/download/58/54, diakses 12 Juli 2012) Kusnadi, dkk. (2006). Perempuan Pesisir. LKis: Yogyakarta. Kusnadi. (2011). Peran Perempuan Pesisir terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Kelurahan Lappa Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai. Makassar: Program Pascasarjana universitas Hasanuddin. Nikijuluw, (2001). Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir serta Strategi Pemberdayaan Mereka dalam Konteks Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Secara Terpadu, (Online). (http:/Unpad-resources/, diakses 3 maret 2012). Setiawati, Wiwit. (2006). Analisis Pengaruh Faktor Produksi terhadap Produksi Industri Pengasapan Ikan di Kota Semarang, Semarang. Singke, Mustarin. (2008). Cara Singkat Mendalami Metodologi Penelitian Praktik: Skripsi, Tesis, dan Disertasi. LRPI UIN Alauddin: Makassar. Swastawati, Frontea. (2011). Studi Kelayakan dan Efesiensi Usaha Pengasapan Ikan dengan Asap cair Limbah Pertanian. (Online), Vol.1,No.1,(http:/www.undip.ac.id/25019/1/pdf, diakses 12 Juli 2012) Taryono. (2004). Kontribusi Peran Perempuan dalam Usaha Budidaya dan Penanganan Pascapanen Rumput Laut di Pulau Nusa Pelida, Kecamatan Nusa Pelida, Kabupaten Klungkung Pulau Bali. Buletin Ekonomi perikanan, (Online), Vol.5, No. 2, (http://jounal/survey/, diakses3 Maret 2012) Zohra, (2008). Strategi Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Berbasis Ibu Rumah Tangga di desa Pusong Baru Kecamatan Banda Sakti Kota Lhoksemauwe. Medan: Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Tabel 1. Jumlah produksi pengolahan hasil perikanan Kabupaten Sinjai tahun 2011 No. 1 2 3 4
Jenis Pengolahan Pengeringan Pengasapan Pemindangan Rajungan Jumlah
Produksi Triwulan ke (Ton) I II III IV 191,7 129,2 217,5 172,3 22,7 21,6 25,3 23,2 11,3 10,2 13,6 11,5 1,15 0,8 0,7 0,85 226,85 161,8 257,1 207,85
Jumlah 710,7 92,8 46,6 3,5 853,6
Tabel 2. Nilai produksi pengolahan hasil perikanan Kabupaten Sinjai tahun 2011 No. 1 2 3 4
Jenis Pengolahan Pengeringan Pengasapan Pemindangan Rajungan Jumlah
Produksi Triwulan ke (Rp. 000) I II III IV 3.834.000 3.488.400 5.437.500 3.790.600 408.600 496.800 506.000 417.600 147.290 163.520 190.400 149.500 51.750 36.000 31.500 38.250 4.441.640 4.184.720 6.165.400 4.395.950
Jumlah 16.550.500 1.829.000 650.710 157.500 19.187.710