Pembangunan Sistem Jaminan Kesehatan Sosial: Bagaimana Jaminan Kesehatan Sosial Dapat Membuat Perubahan? Asih Eka Putri dan Miroslaw Manicki German Technical Cooperation (GTZ) Social Health Insurance Project Indonesia
1. Pendahuluan Penyelenggaraan sistem jaminan sosial telah menjadi agenda nasional di negaranegara berkembang yang didasari oleh kesadaran untuk mewujudkan keadilan sosial dan terpenuhinya agenda pembangunan sosial ekonomi.
Kompetisi global semakin
memperkuat keyakinan pemerintah di negara-negara berkembang untuk mempercepat proses pembangunan sistem jaminan sosial yang adekuat, terpadu dan terintegrasi dengan berbagai agenda reformasi pembangunan terutama di bidang ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Bahkan, diyakini bahwa negara yang memiliki sistem jaminan sosial yang adekuat mampu berperan aktif di era persaingan global dan mampu menciptakan kedamaian dan rasa aman kepada masyarakat, seperti yang diutarakan oleh seorang wakil Pemerintah dari sebuah negara berkembang berikut ini: “I believe that Sosial Security is the only way to guaranty the sosial dimension of globalization. Therefore, the question is not whether we can have Sosial Security but rather if we can allow ourselves not to invest in it. Those countries with consolidated Sosial Security Systems are also in the leadership in terms of competitivity and sosial peace”. (Dr. Alberto Saenz Pacheo, Costarica)1 Disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) pada tanggal 19 Oktober 2004 memberi landasan hukum terhadap kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jaminan sosial yang dimaksud di dalam UU SJSN adalah perlindungan sosial untuk 1
International International Conference on Social Health Insurance in Developing Countries, Berlin, 5-7 December 2005.
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak dan meningkatkan martabat hidupnya2,3. Jaminan sosial sebagaimana diatur di dalam UU SJSN memberikan perlindungan finansial dan sosial yang diakibatkan oleh penyakit, kecelakaan, kematian, usia tua, dan berkurangnya penghasilan karena usia pensiun atau kecacatan total. Berdasarkan definisi jaminan sosial yang dimaksud dalam UU SJSN, sistem jaminan sosial nasional Indonesia memiliki 3 peran. Pertama, sistem dibangun untuk berhadapan langsung dengan faktor-faktor yang dapat menyebabkan masyarakat jatuh miskin dan tidak berdaya yang diakibatkan oleh penyakit, kecelakaan, kematian, usia tua, dan berkurangnya penghasilan karena usia pensiun atau kecacatan total. Kedua, sistem menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup dasar. Namun, pasal-pasal UU SJSN belum sepenuhnya menjangkau masyarakat yang kehilangan penghasilan karena kehilangan pekerjaan dan kelompok masyarakat penyandang masalah kesejahteraan sosial. Ketiga, sistem mempromosikan kesehatan masyarakat dan kesejahteraan sosial. Dengan kata lain, sistem jaminan sosial memberi perlindungan dari berbagai resiko finansial dan sosial melalui sistem sosial. Definisi dan peran sistem jaminan sosial akan tercermin dari ruang lingkup jaminan, besar dan luas manfaat yang dijaminkan serta target populasi yang dilindungi. Di samping itu, pembangunan sistem jaminan sosial di suatu negara sangat dipengaruhi oleh kebangsaan, nilai-nilai sosial yang tumbuh di masyarakat, kondisi ekonomi dan situasi politik.
Dengan demikian dalam mengembangkan sistem jaminan sosial di
Indonesia, kita harus berhati-hati dan cermat memformulasikan bentuk sistem jaminan sosial yang akan diselenggarakan. UU SJSN membuka peluang penataan pembiayaan dan pelayanan melalui penyelenggaraan program jaminan kesehatan sosial. UU SJSN memuat asas, tujuan, prinsip-prinsip dasar program, sedangkan penyelenggaraan jaminan sosial kesehatan masih harus dirumuskan dan diatur lebih lanjut secara rinci dalam peraturan pelaksanaan. Bagaiman seharusnya jaminan sosial kesehatan diselenggarakan agar mampu
2 3
Konsideran menimbang UU Nomor 40 Tahun 2004 Pasal 1ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2004
memberikan perbaikan nyata pada pelayanan kesehatan dan berdampak pada peningkatan status kesehatan masyarakat?
2. Permasalahan yang dihadapi saat ini Indonesia sebagai negara berkembang masih dihadapkan pada masalah rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau. Hingga saat ini berbagai upaya telah dikembangkan seperti program kesehatan masyarakat, peningkatan investasi pada pelayanan kesehatan, peningkatan kualitas pelayanan, desentralisasi sistem kesehatan, namun akses masyarakat pada pelayanan kesehatan tetap menjadi masalah utama bahkan berkontribusi pada kemiskinan. Penyebab utama seluruh permasalahan ini terletak pada terbatasnya akses masyarakat terhadap sistem jaminan sosial yang adekuat. Pemahaman bahwa kesehatan dan jaminan sosial adalah alat dan prasyarat utama untuk mengatasi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan masih belum sepenuhnya dipahami dan diselenggarakan dalam kebijakan yang koheren dan efektif. Reformasi penyelenggaraan pelayanan kesehatan melalui jaminan kesehatan sosial sudah harus segera dituntaskan.
Terdapat 4 masalah utama yang menuntut
penyelenggaraan jaminan kesehatan yang adekuat. Pertama, pengembangan teknologi kesehatan dan semakin mahalnya biaya kesehatan menuntut sistem jaminan kesehatan yang dapat menanggulangi beban biaya yang harus dipikul oleh masyarakat. Kedua, penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang saat ini berlangsung sudah tidak mampu lagi menjawab kompleksitas penyelenggaraan dan pembiayaan pelayanan kesehatan yang semakin bergantung pada teknologi kesehatan yang semakin mahal dan rumit. Ketiga, peningkatan jumlah usia lanjut di atas 60 tahun yang diperkirakan pada akhir tahun 2015 akan berjumlah 24,5 juta jiwa atau 11% penduduk Indonesia menuntut penyediaan sistem jaminan kesehatan yang terintegrasi dengan sistem jaminan sosial lainnya.4 Keempat, perhatian pada kesetaraan gender dan kesehatan perempuan menuntut pengembangan sistem jaminan kesehatan yang mencakup pelayanan kesehatan reproduksi.
4
Sulastomo, Substansi dan Filosofi UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SJSN, Rakernas SJSN dan Jaminan Sosial Kesehatan, Menkokesra 15-16 Maret 2006
3. Mengapa jaminan kesehatan sosial? Saat ini pelayanan kesehatan di Indonesia diselenggarakan mengikuti berbagai model penyelenggaraan dan pembiayaan pelayanan kesehatan.
Model Semashko,
jaminan kesehatan sosial, jaminan kesehatan komersial dan pembiayaan tunai langsung bercampur aduk dalam satu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Model dasar penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Indonesia adalah model Semashko. Pada model ini, penyelenggaraan pelayanan kesehatan dibiayai sepenuhnya dari anggaran Pemerintah, diselenggarakan oleh pelayanan kesehatan milik Pemerintah dan dilayani oleh Pegawai Kesehatan Pemerintah serta seluruh tingkatan pemerintahan bertanggung jawab untuk perencanaan, pengalokasian anggaran dan pengelolaan pengeluaran. Namun, ketidakcukupan dana dan penerapan berbagai inovasi dan intervensi kebijakan pembiyaan kesehatan menyebabkan model ini diselenggarakan bersamaan dengan model-model pembiayaan lainnya. Sehingga menjadi satu kejadian yang lumrah yang dijumpai di seluruh hirarki pelayanan kesehatan publik, mulai dari tingkat puskesmas hingga rumah sakit rujukan pusat nasional, pasen masih dibebani berbagai jenis biaya. Begitu pula bagi peserta asuransi kesehatan, mereka masih dibebani iur biaya walaupun menggunakan fasilitas kesehatan publik. Model Semashko diperkenalkan di negara-negara sosialis setelah perang dunia kedua usai dan sudah ditinggalkan sejak awal tahun 1990. Negara-negara penganut model ini telah beralih ke jaminan kesehatan sosial. Model Semashko sangat sesuai untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan di era 1970an -1980an di saat pelayanan dan teknologi kesehatan masih sederhana dan murah. Peran pemerintah masih sangat sederhana pula dan sangat sentralistik. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang semakin kompleks menuntut kapasitas pengelolaan yang adekuat. Pemerintah sudah tidak sanggup lagi menjalankan berbagai fungsi sekaligus dalam satu kesempatan, baik sebagai regulator, pembayar (payer), penyelenggara (provider), pengawas (controller) bahkan sebagai pendidik (edukator).
Sistem pelayanan kesehatan yang padat teknologi dan semakin mahal
menuntut penanganan yang profesional yang diselenggarakan oleh institusi yang handal dan menuntut metoda penyelenggaraan yang mampu bekerja efektif, effisien dan
sekaligus memuaskan. Negara-negara penganut model ini terutama di kawasan Eropa Tengah dan Timur segera mengalihkan sistem pelayanan kesehatannya ke sistem jaminan kesehatan sosial di awal tahun 1990an. Bagaimana dengan Indonesia? Inovasi dan intervensi yang seringkali parsial dan fragmentaris yang dilakukan oleh Pemerintah untuk menguatkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan di fasilatas kesehatan milik Pemerintah belum mampu menjawab tuntutan ekuitas, mutu, efisiensi dan transparansi penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Biaya kesehatan yang semakin tinggi secara sederhana dibebankan kepada pasien sebagai “user fees” dan di sektor swasta, seluruh biaya pelayanan kesehatan ditanggung oleh pasen.
Keadaan ini mengakibatkan lebih dari 75% belanja kesehatan di Indonesia
dibiayai oleh masyarakat5 yang mengakibatkan ketidakadilan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Indonesia. Jaminan kesehatan sosial hendaknya dibangun untuk dapat mengatasi ketidakadilan dan sekaligus untuk membenahi ketidakmampuan sistem pelayanan kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang semakin rumit dan mahal. Keadilan dibangun dengan membangun jaminan kesehatan sosial yang memenuhi salah satu dari tiga kriteria yaitu kepesertaan bersifat wajib yang ditetapkan oleh Undangundang atau oleh persyaratan kepegawaian; program diselenggarakan atas nama peserta dan pemberi kerja berkontribusi atas nama peserta6. UU SJSN telah memuat ketiga kriteria tersebut di dalam pasal-pasalnya.7 Manfaat yang dijamin oleh jaminan kesehatan sosial harus mampu memenuhi asas, tujuan dan prinsip-prinsip sistem jaminan sosial sesuai dengan mandat UU SJSN. Bagaimana jaminan kesehatan sosial dapat memperbaiki pelayanan kesehatan? Ide dasar jaminan kesehatan sosial adalah pengalihan tanggung jawab penyelenggaraan pelayanan kesehatan dari Pemerintah kepada institusi yang memiliki kemampuan tinggi untuk membiayai pelayanan kesehatan atas nama peserta jaminan kesehatan sosial. Pendistribusian kewenangan dan tanggung jawab dari Pemerintah terutama Departemen Kesehatan dan Departemen Keuangan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan harus segera dirumuskan. Pemisahan penyelenggaraan pelayanan kesehatan perorangan 5
NHA report 2002 OECD Report 2000 7 Pasal 1, 4, 13 ayat (1), pasal 14 ayat (1), pasal 17, pasal 22 UU SJSN 6
dari pelayanan kesehatan masyarakat perlu dirumuskan dan diatur dengan tegas dan rinci dalam peraturan pelaksanaan.
Seperti diatur dalam UU SJSN, manfaat jaminan
kesehatan sosial bersifat pelayanan kesehatan perseorangan.8 Yang perlu kita pahami adalah pemisahan pelayanan hanya dalam lingkup tugas bukan pemisahan bagian-bagian sistem kesehatan.
Secara keseluruhan,
sistem pelayanan kesehatan harus tetap
terintegrasi secara fungsional yang mengikat keseluruhan subsistem-subsitem di dalam sektor kesehatan dan terintegrasi pula dengan program-program jaminan sosial lainnya. .
4. Prinsip Good governance dalam membangun jaminan kesehatan sosial Pembangunan sistem jaminan kesehatan sosial harus terkait erat dengan pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan pembangunan sistem jaminan sosial. Di berbagai forum internasional seringkali diingatkan akan pentingnya membangun kerangka reformasi kesehatan yang utuh, menyeluruh dan terintegrasi dengan pembangunan ekonomi dan program penanggulangan kemiskinan dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Sistem pembiayaan kesehatan yang koheren dibangun dengan mengedepankan keterpaduan penyelenggaraan pelayanan kesehatan perorangan dengan program kesehatan masyarakat9. Reformasi penyelenggaraan dan pembiayaan pelayanan kesehatan memerlukan kerangka konsep yang komprehensif dan koheren yang didasari oleh hasil telaah sistem penyelenggaraan kesehatan dan opsi-opsi pelaksanaan reformasi. Reformasi dilakukan secara bertahap untuk mengoreksi kesenjangan pembiayaan kesehatan dengan mereformasi struktur pembiayan kesehatan yang bertujuan terpenuhi hak seluruh penduduk untuk mendapatkan jaminan pelayanan kesehatan. Reformasi pembiayaan kesehatan ditujukan untuk memenuhi tuntutan reformasi kesehatan: 1) menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang berkeadilan; 2) perbaikan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan; 3) peningkatan ketersediaan pelayanan kesehatan
8
Pasal 22 ayat (1) UU SJSN GTZ Internal Report, International Conference on Social Health Insurance in Developing Countries, Berlin, 5-7 December 2005 9
berkualitas; 4) terselenggaranya pelayanan kesehatan yang efisien; 5) terlaksananya kesinambungan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan reformasi seperti yang disebutkan di atas, pembangunan jaminan kesehatan sosial harus mengindahkan unsur-unsur yang tercakup dalam good governance (akuntabilitas, partisipasi, dapat diprediksi, dan transparansi). A. Akuntabilitas Akuntabilitas penyelenggaraan jaminan kesehatan sosial harus mampu memenuhi tujuan reformasi kesehatan. Kejelasan tanggung jawab, peran dan fungsi masing-masing pemangku sangat berperan dalam membangun jaminan kesehatan yang mampu memenuhi cita-cita diselenggarakannya sistem jaminan sosial nasional10. 1. Pemerintah: Lembaga legislatif dan eksekutif memiliki peran utama dalam memfasilitasi, mempromosikan dan memperluas kepesertaan serta menyusun peraturan dan perundangundangan yang mengatur desain jaminan kesehatan sosial.
Fungsi seluruh jajaran
pemerintah sebagai pelayan masyarakat (stewardship) dan dukungan politik
untuk
melaksanakan reformasi kesehatan sangat dibutuhkan untuk mengendalikan pelaksanaan sistem jaminan sosial secara berkesinambungan.
Pemerintah juga berperan sangat
penting dalam menjamin ketersediaan insentif-insentif yang mendorong pemberi pelayanan kesehatan untuk hanya memberikan pelayanan kesehatan yang hanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, berkualitas tinggi dengan biaya yang rendah sesuai dengan prinsip efisiensi. 2. Pekerja dan serikat pekerja Pekerja dan serikat pekerja adalah mitra utama penggerak keadilan sosial dan prinsip-prinsip gotong royong.
Keduanya harus diikutkan dalam memformulasikan
keputusan, seperti turut memberikan suara dalam pengangkatan dewan jaminan kesehatan
10
GTZ Internal Report, International Conference on Social Health Insurance in Developing Countries, Berlin, 5-7 December 2005
sosial, turut memutuskan pola pendistribusian dana, penetapan manfaat kesehatan yang dijaminkan dan juga mendukung pemerintah dalam memperluas jangkauan kepesertaan.
3. Pengusaha dan organisasi wiraswasta Pengusaha dan organisasi wiraswasta harus diikutkan dalam dialog-dialog sosial dan dalam menetapkan dewan jaminan sosial.
Mereka juga harus diajak untuk
menghormati standar-standar tenaga kerja yang berlaku nasional dan internasional. Perlu disadari pula bahwa pendirian sistem jaminan sosial adalah bagian dari tanggung jawab sosial yang harus diberikan oleh perusahaan. 4. Jaminan kesehatan swasta Perusahaan-perusahan jaminan kesehatan yang berorientasi laba dapat berperan sebagai penambah (supplementary) paket jaminan atau pelengkap (complementary) manfaat dasar yang dipertanggungkan oleh jaminan kesehatan sosial. 5. Badan penyelenggara jaminan sosial termasuk jaminan sosial berbasis masyarakat Tergantung dari kondisi masing-masing negara, badan penyelenggara jaminan sosial di bidang kesehatan dapat pula mengikutsertakan badan penyelenggara jaminan kesehatan sosial berbasis masyarakat di samping badan penyelenggara jaminan kesehatan sosial berskala nasional.
Badan ini berperan menyelenggarakan program termasuk
memperluas kepesertaan dan pemberdayaan masyarakat. Dalam menyusun desain dan strategi jaminan kesehatan sosial di Indonesia, Departemen Kesehatan perlu menata kembali program-program jaminan kesehatan yang telah dibangun sebelum era SJSN dan mendudukannya dengan jelas peran, fungsi dan relasinya di era SJSN. 6. Kelompok masyarakat madani Kelompok masyarakat madani sangat berperan dalam menyebarluaskan prinsipprinsip keadilan dan gotong royong sosial. Kelompok ini harus pula diikutkan dalam dialog nasional terutama dalam mengupayakan perluasan jangkauan program jaminan sosial kepada kelompok-kelompok masyarakat yang terpinggirkan.
7. Pemberi pelayanan kesehatan Pemberi pelayanan kesehatan milik pemerintah maupun swasta harus dilengkapi dengan peralatan dan sumber daya yang menunjang tersedianya pelayanan yang berkualitas dan memiliki kemampuan melayani kasus-kasus spesifik. Mereka juga harus diperkenalkan dengan prinsip-prinsip jaminan kesehatan sosial dan memahami prosedurprosedur yang berkaitan dengan akreditasi, kontrak, metoda pembayaran dan batasanbatasan yang disusun dalam mekanisme pembiayaan melalui pihak ketiga. 8. Mitra pembangunan Mitra pembangunan perlu mempertegas upaya dan komitmennya dalam mewujudkan terselenggaranya sistem pembiayaan kesehatan yang berkeadilan di berbagai negara. Tugas ini diwujudkan melalui pemberian bantuan teknis, pengetahuan dan pembangunan kapasitas. Satu hal yang perlu diingat, sesuai dengan Deklarasi Paris dalam perwujudan harmonisasi dana bantuan, mitra pembangunan harus lebih mengedapankan kerja sama dan mengharmonisasikan masing-masing agendanya. B. Partisipasi Pembangunan jaminan kesehatan sosial didasari oleh semangat gotong-royong dan tanggungjawab seluruh pemangku kepentingan. Pemangku-pemangku kepentingan jaminan kesehatan sosial saling berinteraksi dalam berbagai tingkatan penyelenggaraan, mulai dari penyusunan peraturan dan kebijakan hingga pemberian manfaat. Uji materi UU SJSN oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2005 adalah salah satu peristiwa yang mengingatkan kembali pentingnya mengikutsertakan pemangku kebijakan dalam penyusunan peraturan perundangan dan kebijakan. C. Dapat Diprediksi Jaminan kesehatan sosial harus dibangun dengan landasan peraturan perundangundangan yang adekuat dan efektif mengikat publik haruslah mengandung kepastian sehingga akibat dari tindakan tertentu yang sesuai atau yang bertentangan dengan hukum dapat diprediksi. Dengan demikian peraturan perundang-undangan yang mengatur jaminan sosial termasuk jaminan kesehatan sosial dapat menjadi sarana yang penting
untuk menjaga hubungan yang sinergis antar warga masyarakat dan antara warga masyarakat dengan pemerintah untuk mewujudkan tujuan bersama secara dinamis, tertib dan teratur. D. Transparan Pelayanan kesehatan dalam sistem jaminan kesehatan sosial diselenggarakan oleh badan penyelenggara independen atau semi-independen yang menjamin pemisahan pembayar dari pemberi pelayanan (provider-payer split). Pemisahan kedua aktor ini, yang pada Semashko sistem dilakukan oleh seorang aktor yaitu Pemerintah, membuka peluang yang sangat luas untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan publik yang transparan.
Dilandasi oleh peraturan perundangan yang adekuat disertai mekanisme
pengawasan dan evaluasi yang efektif, pemisahan kedua aktor pelayanan kesehatan tersebut akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada sistem jaminan kesehatan sosial. Diikuti pula dengan tersediannya sistem informasi manajemen yang tepat dan dapat dijangkau oleh publik akan memperkuat transparansi dan akuntabilitas pelayanan kesehatan.
5. Kerjasama teknis Jerman dan Indonesia Sejak Maret 2004 Pemerintah Jerman melalui German Technical Cooperation (GTZ) menyelenggarakan kerjasama teknis di bidang pembangunan jaminan kesehatan sosial dengan ruang lingkup sebagai berikut: 1. Menyediakan pertimbangan-pertimbangan kebijakan secara komprehensif mengenai pengenalan dan reformasi sistem jaminan sosial dan sistem jaminan kesehatan sosial dengan memperhatikan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, kondisi sistem jaminan yang telah ada dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan; 2. Memberikan pertimbangan-pertimbangan teknis operasional pengelolaan sistem jaminan kesehatan sosial;
3. Membimbing pengimplementasian alat-alat manajemen jaminan kesehatan sosial untuk perencanaan, pengimplementasian, evaluasi dan monitoring. 4. Memfasilitasi studi kelayakan penyelenggaraan sistem jaminan kesehatan sosial dengan menganalisa secara sistematis kondisi politik, sosial dan ekonomi, serta besar permintaan akan jaminan kesehatan dan besarnya biaya yang diperlukan untuk membangun sistem tersebut dan menilai potensi menghubungkan sistem jaminan sosial dengan berbagai pendekatanpendekatan yang telah dibangun sebelumnya baik di tingkat nasional, regional dan lokal di sektor pemerintah maupun swasta. 5. Membangun jejaring dan advokasi Prioritas tertinggi ditekankan pada membangun kerjasama dan kordinasi nasional dan internasional termasuk harmonisasi bantuan melalui berbagai aktivitas yaitu: 1) membangun jejaring internasional untuk pertukaran dan penyebarluasan informasi; 2) membangun sinergi dan strategi yang koheren; 3) memosisikan sistem jaminan sosial dan sistem jaminan kesehatan sosial ke dalam agenda pembangunan; 4) membangun kemitraan dengan berbagai institusi pendidikan dan para akademisi untuk menghasilkan fakta dan informasi mengenai penyelenggaraan sistem jaminan sosial/jaminan kesehatan sosial di lapangan. 6. Memfasilitasi pengembangan mekanisme pengawasan dan evaluasi Kegiatan di bidang ini diutamakan untuk mengenalkan mekanisme pendokumentasian hasil dan pengembangan indikator-indikator yang berguna untuk memonitor penyelenggaraan sistem jaminan sosial termasuk sistem jaminan kesehatan sosial dan untuk menilai dampaknya.
Kegiatan juga
ditujukan untuk mengembangkan standar nasional dengan target-target keberhasilan secara jelas dan rinci dan terekam dalam sistem informasi dan manajemen yang adekuat.
7. Membangun kapasitas dan pertukaran pengalaman Memfasilitasi dialog-dialog secara berkelanjutan untuk bertukar pengalaman dalam membangun sistem pembiayaan kesehatan, mengevaluasi dan mendokumentasi hasil-hasil yang diperoleh selama mengembangkan sistem, menganalisa konsep jaminan kesehatan sosial dan sistem pembiayaan kesehatan lainnya dan dampaknya terhadap penurunan kemiskinan, dan menyelenggarakan berbagai seminar dan lokakarya untuk membahas berbagai isu yang berkaitan dengan sistem pembiayaan kesehatan dan sistem jaminan kesehatan sosial. 8. Membantu menumbuhkan pemahaman dan tanggung jawab pemangku kepentingan termasuk masyarakat melalui penyediaan pelatihan dan penyiapan media.
6. PENUTUP Penyelenggaraan sistem jaminan kesehatan yang berbasis prinsip gotong-royong sosial adalah sebuah pekerjaan yang rumit yang memerlukan perubahan-perubahan yang luas mencakup peraturan dan perundang-undangan dan kejelasan penyelenggaraan program.
Keberhasilan
reformasi
ditentukan
oleh
kejelasan
dan
keefektifan
kepemimpinan pemerintah dan juga kemampuan administratif dari masing-masing pengelola program yang diikuti oleh adanya kepercayaan publik pada penyelenggaraan sistem jaminan kesehatan sosial. Dengan demikian, sistem ini harus dibangun dengan memenuhi kaidah-kaidah dasar yang meliputi: 1) manfaat yang dijamin harus terjamin ketersediaanya dan tidak diskriminatif; 2) program dikelola secara transparan dan akuntabel dengan biaya administratif serendah mungkin sesuai prinsip efisiensi; 3) sistem dikembangkan dengan kejelasan peran dan fungsi masing-masing aktor (pemangku kepentingan) yang terlibat dalam pembiayaan dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Kontak: GTZ-SHI Project Departemen Kesehatan Blok C lt. 6 R. 610 Jl. H.R. Rasuna Said, Blok X-5 Kav 4-9 Jakarta Indonesia 12950 Telp: 021 5229952, 4214088 Fax : 021 5272003 Email:
[email protected]